You are on page 1of 8

IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 6 No.

2 – Juli 2019

Tingkat Kepatuhan Penggunaan Obat Antidiabetik


Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2
Di Apotek Sehat Kabupaten Boyolali
The level of Compliance with The Use of Antidiabetic Drugs
In Type 2 Diabetes Mellitus Patients
In Apotek Sehat Regency of Boyolali

Truly Dian Anggraini1), Novita Puspasari2)


Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Nasional1,2)
truly.dian.apt12@gmail.com 1), vitabita27@gmail.com 2)

Abstract : Diabetes mellitus is a chronic disease that occurs when the body cannot produce enough
insulin or cannot use insulin effectively. Based on data from IDF (2015), Indonesia ranks 7th with the
highest diabetes mellitus in the world. In long-term diseases such as diabetes mellitus, adherence to
drug use is one of the factors in the success of therapy. This study was conducted with the aim to
describe the level of adherence to the use of antidiabetic drugs in patients with type 2 diabetes
mellitus at the Healthy Pharmacy Banyudono Boyolali. This type of research is descriptive research
conducted prospectively. Data retrieval uses the Morisky Medication Adherence Scale-8 (MMAS-8)
questionnaire on 67 respondents. Data analysis was performed statistically and presented in the form
of a percentage. The results obtained by the level of adherence to the use of antidiabetic drugs in
patients with type 2 diabetes mellitus in the Healthy Pharmacy Banyudono Boyolali was in the
category of low adherence level as many as 34 respondents (50.7%), moderate adherence level
category as many as 21 respondents (31.3%), and the high adherence level category was 12
respondents (17.9%). Based on the results of the study, most patients with type 2 diabetes mellitus at
the Sehat Pharmacy Banyudono Boyolali had a low level of adherence to the use of antidiabetic
drugs, namely 34 respondents (50.7%).
Key words : antidiabetic, diabetes mellitus, level of adherence

Abstrak : Diabetes melitus adalah penyakit kronis yang terjadi ketika tubuh tidak dapat memproduksi
insulinyang cukup atau tidak bisa menggunakan insulin dengan efektif. Berdasarkan data dari IDF
(2015), Indonesia menempati peringkat ke 7 dengan penderita diabetes melitus tertinggi di dunia.
Pada penyakit jangka panjang seperti diabetes melitus, kepatuhan penggunaan obat merupakan
salah satu faktor keberhasilan terapi. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui
gambaran tingkat kepatuhan penggunaan obat antidiabetik pada pasien diabetes melitus tipe 2 di
Apotek Sehat Banyudono Boyolali.Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang dilakukan
secara prospektif. Pengambilan data menggunakan kuesioner Morisky Medication Adherence Scale-8
(MMAS-8) terhadap 67 responden. Analisis data dilakukan secara statistik dean disajikan dalam
bentuk presentase . Hasil penelitian diperoleh tingkat kepatuhan penggunaan obat antidiabetik pada
pasien diabetes melitus tipe 2 di Apotek Sehat Banyudono Boyolali adalah pada kategori tingkat
kepatuhan rendah sebanyak 34 responden (50,7%), kategori tingkat kepatuhan sedang sebanyak 21
responden (31,3%), dan kategori tingkat kepatuhan tinggi sebanyak 12 responden (17,9%).
Berdasarkan hasil penelitian sebagian besarpasien diabetes melitus tipe 2 di Apotek Sehat
Banyudono Boyolali mempunyai tingkat kepatuhan penggunaan obat antidiabetik kategori rendah
yaitu sebanyak 34 responden (50,7%).
Kata kunci : antidiabetik, diabetes melitus, tingkat kepatuhan

I. Pendahuluan diabetes tidak dapat menyerap glukosa


Diabetes melitus adalah penyakit kronis dengan benar sehingga glukosa tersebut
yang terjadi ketika tubuh tidak dapat tetap berada dalam sirkulasi darah atau
memproduksi insulinyang cukup atau tidak disebut hiperglikemia yang dapat merusak
bisa menggunakan insulin dengan efektif. jaringan tubuh setiap waktu. Kerusakan ini
Insulin adalah hormon yang diproduksi oleh dapat menyebabkan kelumpuhan dan
pankreas yang membiarkan glukosa dalam komplikasi kesehatan (IDF Atlas, 2013).
sirkulasi darah masuk ke dalam sel tubuh Prevalensi penderita diabetes melitus di seluruh
dimana glukosa tersebut akan dikonversi dunia sangat tinggi dan cenderung meningkat
menjadi energi yang dibutuhkan oleh otot dan setiap tahun. Jumlah penderita diabetes melitus
jaringan. Seseorang dengan penyakit di seluruh dunia mencapai 415 juta orang

ISSN 2355-1313 (Print) 2623-0038 (Online) - ijmsbm.org 1


IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 6 No. 2 – Juli 2019

dewasa pada tahun 2015. Pada tahun 2040 penelitian tentang gambaran tingkat kepatuhan
diperkirakan jumlahnya meningkat menjadi 642 penggunaan obat antidiabetik pada pasien
juta (IDF Atlas, 2015). Pada tahun 2015 diabetes melitus tipe 2 di Apotek Sehat
presentase orang dewasa dengan diabetes Banyudono Boyolali.
8,5% (1 diantara 11 orang dewasa menyandang
diabetes). Di Indonesia berdasarkan data dari
IDF Atlas pada tahun 2015 menempati peringkat II. Metode Penelitian
ke-7 dengan penderita diabetes melitus tertinggi Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif
di dunia (IDF Atlas, 2015). Presentase kematian yaitu suatu pendekatan penelitian yang
akibat diabetes di Indonesia merupakan yang dilakukan dengan tujuan utama untuk membuat
tertinggi kedua setelah Srilanka (WHO, 2016). deskripsi tentang suatu keadaan yang dilakukan
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa secara prospektif. Pengambilan data
kepatuhan pasien pada penyakit yang bersifat menggunakan kuesioner Morisky Medication
kronik pada umumnya rendah. Penelitian yang Adherence Scale-8 (MMAS-8) yang dibagikan
melibatkan pasien berobat jalan menunjukkan kepada pasien diabetes melitus tipe 2 di Apotek
bahwa lebih dari 70% pasien tidak meminum Sehat Banyudono Boyolali.
obat sesuai dengan dosis yang seharusnya
(Ramadona, 2011). Menurut penelitian yang Populasi dan Sampel
dilakukan oleh Ainni dan Mutmainah (2017) di Populasi dalam penelitian ini adalah pasien
instalasi rawat jalan RSUD dr. Tjiptowardojo diabetes melitus tipe 2 yang menggunakan obat
Purworejo, diperoleh tingkat kepatuhan tinggi antidiabetik di Apotek Sehat Banyudono
sebesar 32,1%, tingkat kepatuhan sedang Boyolali. Sampel dalam penelitian ini adalah
28,3%, dan tingkat kepatuhan rendah 39,6%. pasien pada populasi yang memenuhi kriteria
Penelitian lain juga dilakukan oleh (Risya, 2016) inklusi yaitu : Pasien diabetes melitus tipe 2
di RSUD Ulin Banjarmasin data kepatuhan dengan dan tanpa penyakit penyerta, Pasien
terapi pasien diabetes melitus tipe 2 yaitu yang sudah menjalani pengobatan lebih dari 1
sebanyak 43,60% pasien patuh dan 56,40% bulan, serta Pasien dengan usia >18 tahun.
pasien tidak patuh. Serta memenuhi kriteria eksklusi yaitu : Pasien
Penderita diabetes melitus diharuskan diabetes melitus tipe 2 yang mendapatkan
mengonsumsi obat antidiabetik dengan rutin insulin serta Pasien diabetes melitus yang tidak
seumur hidupnya dan tidak sedikit penderita bersedia menjadi responden.
diabetes melitus merasa jenuh sehingga tidak
patuh dalam pengobatan. Didunia, diabetes Instrument Penelitian
melitus merupakan penyebab kematian Alat ukur yang digunakan dalam
terbesar keempatdan salah satu penyakit kronik penelitian ini adalah kuesioner Morisky
jika tidak diatasi dengan baik dapat Medication Adherence Scale-8 (MMAS-8) yang
menyebabkan terjadinya komplikasi kronik,baik memuat pertanyaan yang sudah tervalidasi.
mikroangiopati maupun Hasil uji validitas diambil dari penelitian Risya
makroangiopati(PERKENI, 2015).Komplikasi (2015) yang mendapat nilai r hitung 0,406-0,693
akibat penyakit diabetes melitus ini dapat (r hitung > 0,361) sehingga dapat disimpulkan
diminimalkan dengan tindakan penatalaksanaan bahwa semua pertanyaan dalam instrument
dan pengendalian kadar gula darah pasien. dinyatakan valid. Setelah dilakukannya uji
Dalam mengontrol gula darah harus diimbangi validitas, uji reliabilitas pada kuesioner wajib
dengan kepatuhan penderita diabetes melitus dilakukan. . Hasil uji reliabilitas dengan alpha
dalam mengkonsumsi obat sehingga dibutuhkan cronbach dari kuesioner Morisky Medication
peran dan dukungan dari semua anggota Adherence Scale-8 (MMAS-8) adalah 0,787
keluarga mulai dari pengobatan, memantau sehingga nilai ini menunjukkan bahwa data
gaya hidup dan pola makan pasien serta primer dari lapangan merupakan data reliabel
melakukan perawatan dan kontrol rutin. karena melampaui nilai 0,6 yang disyaratkan.
Ketidakpatuhan pasien dalam menjalani terapi Dengan demikian kuesioner Morisky Medication
pengobatan merupakan salah satu Drug Adherence Scale-8 (MMAS-8) dinyatakan valid
Therapy Problem (DTP) yang perlu mendapat dan reliabel.
perhatian khusus. Kuesionerini berisi 8 item pertanyaan.
Pasien diabetes melitus termasuk pasien Pada nomorpertanyaan 1-7 menggunakan
dengan tingkat ketidakpatuhan yang tinggi pilihan jawaban “ya” dan “tidak”. Sedangkan
(Strand, et al 2013). Pada penyakit jangka untuk nomor pertanyaan 8 memiliki 5 pilihan
panjang seperti diabetes melitus, kepatuhan jawaban, yaitu “setiap saat”, “biasanya”,
penggunaan obat merupakan salah satu faktor “terkadang”, “sesekali”, “tidak pernah”. Pada
keberhasilan terapi. Berdasarkan uraian data pertanyaan jenis unfavorable yang terdapat
tersebut diatas peneliti ingin melakukan pada nomor 1, 2, 3, 4, 6, 7, skor jawaban

ISSN 2355-1313 (Print) 2623-0038 (Online) - ijmsbm.org 2


IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 6 No. 2 – Juli 2019

“tidak”= 1 dan “ya” = 0. Sedangkan untuk Pioglitazone 3 4,5


pertanyaan jenis favorable pada nomor 5,
jawaban “ya” = 1 dan “tidak” = 0. Untuk
pertanyaan nomor 8 berjenis unfavorable,
sehingga skor untuk “setiap saat”= 0,
“biasanya”= 0,25, “terkadang”= 0,5, “sesekali” =
0,75, “tidak pernah”=1. Kepatuhan dikatakan B. Tingkat Kepatuhan Pasien
rendah jika total skor dalam kuesioner 0-5, Hasil penelitian berupa detail gambaran
kepatuhan sedang jika total skor 6-7 dan kepatuhan serta tingkat kepatuhan pasien dapat
kepatuhan tinggi jika total skor sama dengan 8. dilihat pada tabel 2 dan 3

III. Hasil Tabel 2. Gambaran kepatuhan minum obat


A. Karakteristik Responden
No Pertanyaan Ya Tidak
Hasil penelitian berupa karakteristik
% %
responden dapat dilihat pada tabel 1.
Apakah Anda kadang-
1. kadang lupa minum obat 41,79 58,21
Tabel 1. Karakteristik Pasien DM tipe 2 di antidiabetes?
Apotek Sehat Banyudono Boyolali Coba ingat-ingat lagi,
Karakteristik Jumlah (%) apakah dalam 2 minggu
Jenis Kelamin 2. terakhir terdapat hari di 83,58 16,42
mana Anda tidak minum
Laki-laki 29 43,3
obat antidiabetes
Perempuan 38 56,7 Jika Anda merasa
Kelompok Umur keadaan Anda bertambah
26-35 tahun 1 1,5 buruk dengan meminum
3. 55,23 44,77
obat antidiabetes, apakah
36-45 tahun 20 29,9
Anda berhenti minum
46-55 tahun 21 31,3 obat tersebut?
56-65 tahun 23 34,3 Jika Anda
berpergian/meninggalkan
>65 tahun 2 3 4. rumah, apakah kadang- 61,20 38,80
Tingkat Pendidikan kadang Anda lupa
Rendah 51 76,1 membawa obat?
Tinggi 16 23,9 Apakah kemarin Anda
Pekerjaan 5. minum obat 8,95 91,05
Buruh 1 1,5 antidiabetes?
Ibu Rumah Tangga 23 34,3 Jika Anda merasa
Karyawan Swasta 21 31,3 kondisi Anda lebih baik,
apakah Anda pernah
Pedagang 1 1,5 6. 62,69 37,31
menghentikan/tidak
Pensiunan 2 3 menggunakan obat
Petani 8 11,9 antidiabetes
PNS 11 16,4
Apakah meminum
Lama Menderita obat setiap hari
1 bulan sampai 1 tahun 27 40,3 membuat Anda
Lebih dari 1 tahun 40 59,7 7. 76,12 23,88
terganggu dalam
Penyakit Penyerta mematuhi
Ada 44 65,6 pengobatan?
Asam urat 4 6 Seberapa sering Anda
Hipertensi 21 31,3 mengalami kesulitan
Kolesterol 8 11,9 dalam mengingat
Maag 9 13,4 penggunaan obat?
Tidak Ada 23 34,4 a. Tidak pernah 20,89
Terapi Antidiabetik b. Sesekali (1 kali dalam
32,84
Oral 8. seminggu)
Kombinasi 25 37,3 c. Terkadang (2-3 kali
22,39
seminggu)
Metformin+Glimepiride 25 37,3 d. Biasanya (4-6 kali
Tunggal 42 62,7 23,88
dalam seminggu)
Acarbose 5 7,5 e. Setiap saat (7 kali
-
Glimepiride 11 16,4 dalam seminggu)
Metformin 23 34,3 pasien diabetes melitus tipe 2 di Apotek

ISSN 2355-1313 (Print) 2623-0038 (Online) - ijmsbm.org 3


IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 6 No. 2 – Juli 2019

Sehat Banyudono Boyolali berdasarkan sedangkan tingkat pendidikan tinggi yaitu D3


penilaian MMAS-8 dan S1. Menurut teori semakin tinggi tingkat
pendidikan, resiko untuk terkena diabetes
melitus semakin rendah dan semakin rendah
Tabel 3. Tingkat kepatuhan responden di tingkat pendidikan resiko untuk terkena diabetes
Apotek Sehat Banyudono Boyolali melitus semakin tinggi. Tingkat pendidikan
memiliki pengaruh terhadap kejadian penyakit
Tingkat diabetes melitus. Orang yang tingkat
kepatuhan Jumlah (%) pendidikannya tinggi biasanya akan memiliki
Rendah 34 50,7 banyak pengetahuan tentang kesehatan.
Sedang 21 31,3 Dengan adanya pengetahuan tersebut orang
Tinggi 12 17,9 akan memiliki kesadaran dalam menjaga
kesehatannya (Irawan, 2010).
Berdasarkan hasil penelitian,
IV. PEMBAHASAN didapatkan bahwa sebagian besar responden
yaitu 23 responden (34,3%) sebagai ibu rumah
Hasil penelitian yang dapat dilihat pada tangga. Demikian pula penelitian yang dilakukan
tabel 1, dapat disimpulkan bahwa prevalensi Raharjo (2015), yaitu dari 45 responden
diabetes melitus tipe 2 di apotek sehat sebanyak 20 (44,4%) pasien dengan jenis
kecamatan Banyudono kabupaten Boyolali pada pekerjaan sebagai ibu rumah tangga.
perempuan cenderung lebih tinggi dibandingkan Berdasarkan hasil wawancara, yang dilakukan
laki-laki yaitu sebanyak 38 responden (56,7%) responden dengan pekerjaan sebagai ibu rumah
jumlah responden laki-laki sebanyak 29 pasien tangga yaitu melakukan pekerjaan rumah saja
(43,3%). Hal ini sejalan dengan hasil hanya dalam waktu yang singkat seperti
RISKESDAS (2013) yang menyatakan memasak, menyapu, mencuci, dan lain-lain,
prevalensi diabetes berdasarkan diagnosis sedangkan banyak waktu untuk bersantai
dokter dan gejala lebih banyak pada (duduk-duduk, menonton dan lain-lain),
perempuan. Pasien perempuan lebih besar sehingga memungkinkan responden kurang
daripada pasien laki-laki dikarenakan sebagian dalam melakukan aktivitas fisik berat. Menurut
faktor yang dapat mempertinggi risiko diabetes Palimbunga, et al (2017) pekerjaan seseorang
melitus tipe 2 yang dialami perempuan, seperti mempengaruhi aktivitas fisiknya. Kelompok
riwayat kehamilan, obesitas, penggunaan tidak bekerja cenderung kurang melakukan
kontrasepsi oral, dan tingkat stres yang cukup aktivitas fisik sehingga tidak terjadi pergerakan
tinggi (Ramadona, 2011). anggota-anggota tubuh, hal ini mengakibatkan
Berdasarkan hasil penelitian dapat dapat lebih mudah untuk mengalami penyakit
disimpulkan bahwa sebagian besar pasien diabetes melitus.
diabetes melitus tipe 2 yang melakukan Hasil analisis terhadap lama menderita
pemeriksaan ke Apotek Sehat kecamatan penyakit diabetes melitus dapat disimpulkan
Banyudono kabupaten Boyolali berada pada bahwa sebagian besar responden di Apotek
kelompuk umur 56-65 tahun yaitu sebanyak 23 Sehat kecamatan Banyudono kabupaten
responden (34,3%), yang berarti sebagian besar Boyolali lama menderita penyakit diabetes
reponden termasuk lansia akhir. Risiko diabetes adalah lebih dari 1 tahun. Lama menderita
juga akan semakin meningkat pada usia lebih penyakit diabetes melitus seringkali kurang
dari 45 tahun (Soegondo & Sidartawan, 2013). menggambarkan proses penyakit sebenarnya.
Umur mempengaruhi resiko dan kejadian Hal ini dikarenakan banyak sekali pasien
diabetes melitus. Umur erat kaitannya dengan diabetes melitus yang baru terdiagnosa saat
kenaikan kadar glukosa darah, hal ini mengalami komplikasi, padahal proses
dikarenakan semakin lanjut usia maka perjalanan penyakit telah berlangsung bertahun-
pengeluaran insulin oleh pankreas juga akan tahun sebelumnya namun belum terdiagnosa.
semakin berkurang, sehingga semakin Hasil penelitian yang dilakukan oleh Wijaya dkk.
meningkat umur maka prevalensi diabetes (2015) sebagian besar pasien menderita
melitus dan gangguan toleransi glukosa diabetes melitus pada rentang 1-5 tahun
semakin tinggi. (39,14%).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Penyakit penyerta yang diderita pasien
sebagian responden mempunyai tingkat diabetes melitus tipe 2 di apotek Sehat
pendidikan yang masih rendah yaitu sebanyak kecamatan Banyudono Boyolali yaitu penyakit
51 (76,1%). Klasifikasi tingkat pendidikan di hipertensi, asam urat, kolesterol dan maag.
Apotek Sehat kecamatan Banyudono kabupaten Penelitian yang sudah dilakukan, didapatkan
Boyolali dimana yang termasuk tingkat hasil bahwa sebagian besar responden
pendidikan rendah yaitu SMP dan SMA mengalami diabetes melitus tipe 2 dengan

ISSN 2355-1313 (Print) 2623-0038 (Online) - ijmsbm.org 4


IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 6 No. 2 – Juli 2019

penyakit penyerta yaitu hipertensi. Hal ini terjadi tentang kepatuhan. Tingkat kepatuhan pasien
karena peningkatan insulin dapat menyebabkan diukur dengan cara mengklasifikasikan menjadi
hipertensi dengan meningkatkan retensi sodium 3 klasifikasi yaitu tingkat kepatuhan rendah,
ginjal dan memperbesar aktivitas sistem syaraf tingkat kepatuhan sedang, dan tingkat
simpatik. Insulin juga dapat meningkatkan kepatuhan tinggi. Kategori tingkat kepatuhan
tekanan darah dengan meningkatkan kalsium dikatakan rendah jika total skor nilai <6, kategori
intraseluler yang meningkatkan retensi vaskuler tingkat kepatuhan dikatakan sedang jika total
(Triplit et al, 2008). skor nilai 6-7, dan kategori tingkat kepatuhan
Hasil penelitian pada tabel 1 dapat dikatakan tinggi jika total skor nilai 8. Hasil
dilihat bahwa karaketeristik responden penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat
berdasarkan terapi antidiabetik oral yang kepatuhan minum obat pada pasien diabetes
digunakan pada pasien diabetes melitus tipe 2 melitus tipe 2 di Apotek Sehat kecamatan
di Apotek Sehat kecamatan Banyudono Banyudono kabupaten Boyolali masih rendah
kabupaten Boyolali yaitu antidiabetik tunggal yaitu sebanyak 34 responden (50,7%).
dan antidiabetik kombinasi. Data yang Hasil penelitian pada tabel 2 dapat
didapatkan yaitu sebanyak 25 responden dilihat bahwa pasien perempuan lebih
(37,3%) menggunakan terapi antidiabetik oral cenderung memiliki tingkat kepatuhan yang
kombinasi dan sebanyak 42 responden (62,7%) lebih tinggi dibanding dengan perempuan.
menggunakan terapi antidiabetik oral tunggal. Dalam suatu penelitian tentang hubungan
Terapi antidiabetik oral tunggal yang digunakan statistik yang signifikan antara sosio-demografis
di Apotek Sehat kecamatan Banyudono karakteristik responden seperti jenis kelamin
kabupaten Boyolali yaitu acarbose, metformin, dan pekerjaan, disimpulkan bahwa laki-laki lebih
glimepiride dan pioglitazone sedangkan terapi cenderung mengabaikan kepatuhan dibanding
antidiabetik oral kombinasi yang digunakan yaitu perempuan (Adisa et al, 2009).
metformin dan glimepiride. Berdasarkan hasil Hasil penelitian berdasarkan
penelitian, didapatkan bahwa penggunaan obat karakteristik usia responden dapat dilihat tingkat
antidiabetik oral yang sering digunakan yaitu kepatuhan yaitu pasien dengan usia 26-65
obat antidibetik oral kombinasi golongan cenderung memiliki tingkat kepatuhan yang
biguanida dan sulfonilurea dengan jumlah 42 lebih tinggi dibandingkan usia >65 dimana
responden (62,7%). pasien pada kelompok ini rata-rata juga sudah
Banyaknya pasien diabetes melitus tipe berusia lanjut yaitu 40 tahun ke atas yang
2 yang membutuhkan dua atau lebih obat ini merasa penting untuk menjaga kesehatannya.
bertujuan untuk mencapai kadar gula darah Demikian pula hasil penelitian Alfian (2015)
yang diinginkan serta kualitas hidup pasien menunjukan bahwa sebagian besar pasien
(Hapsari, 2014). Pada penelitian ini lebih patuh pada usia<60 tahun, karena faktor usia
banyak menggunakan terapi kombinasi yaitu sering dikaitkan dengan kelupaan pasien dalam
metformin dan glimepiride. Metformin meminum obat. Hal tersebut didukung dengan
menstimulasi uptake glukosa, menekan proses degenerasi organ-organ tubuh manusia,
produksi glukosa hepatik berlebih, dan salah satunya penurunan memori.
mengurangi absorbsi glukosa di usus. Golongan Hasil penelitian berdasarkan tingkat
biguanida ini juga memperbaiki resistensi pendidikan pasien, dapat dilihat bahwa tingkat
insulin, memiliki kecepatan respon awal yang kepatuhan pada responden dengan pendidikan
tinggi, aman, tidak menyebabkan kenaikan berat rendah cenderung mempunyai tingkat
badan, dan menguntungkan terhadap profil lipid. kepatuhan lebih tinggi dibandingkan dengan
Sulfonilurea dan biguanida memiliki mekanisme responden yang mempunyai pendidikan tinggi.
kerja yang saling melengkapi, dengan efek Hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian
antihiperglikemik yang sinergis dan tidak Nur Rusdianah et al (2016), Hal ini
meningkatkan reaksi simpang dari masing- menunjukkan bahwa tingkat pendidikan tidak
masing golongan. Sulfonilurea (glimepiride) berpengaruh pada kepatuhan pasien. Hasil
menstimulasi sel beta untuk melepaskan insulin, penelitian ini sama dengan penelitian Nur
sedangkan metformin mengurangi produksi Rusdianah, dkk (2016) bahwa pasien dengan
glukosa hepatik, menurunkan absorpsi glukosa tingkat pendidikan rendah lebih patuh dariapada
di usus, serta memperbaiki sensitivitas insulin pasien dengan tingkat pendidikan tinggi.
melalui perbaikan uptake dan penggunaan Pengetahuan pasien mengenai penyakitdan
glukosa perifer. pengobatannya tidak memadai dan kurangnya
Tingkat kepatuhan pasien pasien pemahaman pasien tentang terapi dalam
diabetes melitus tipe 2 dalam menggunakan pengobatan menyebabkan pasien memiliki
obat antidiabetik oral dapat dinilaidengan motivasi rendah untuk mengubah perilaku atau
kuesioner MMAS-8 dimana terdapat pertanyaan kurang patuh dalam minum obat (Evert et al,
yang digunakan untuk menggali informasi 2014), pasien tidak memiliki pengetahuan

ISSN 2355-1313 (Print) 2623-0038 (Online) - ijmsbm.org 5


IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 6 No. 2 – Juli 2019

tentang penyakit dan tidak mengetahui besar pasien tidak patuh saat menjawab item
konsekuensi dari ketidakpatuhan (Depkes RI, pertanyaan nomer 1 dan 8 yang berisi tentang
2005). pertanyaan pernah lupa minum obat dan
Hasil penelitian berdasarkan kesulitan dalam mengingat pengobatan, dimana
karakteristik pekerjaan dapat dilihat bahwa ini merupakan perilaku yang tidak disengaja
tingkat kepatuhan lebih tinggi pada responden oleh pasien. Hasil penelitian pada tabel 7dapat
yang tidak bekerja yaitu ibu rumah tangga. Hal diketahui bahwa sebagian besar pasien
ini dikarenakan dengan adanya jadwal kerja diabetes melitus tipe 2 di Apotek Sehat
yang terlalu padat terutama pada pasien yang kecamatan Banyudono kabupaten Boyolali yaitu
bekerja, membuat pengambilan obat atau sebanyak 41,79%responden mengaku lupa
kontrol terapi pengobatan terlupakan, sehingga minum obat. Beberapa alasan lain pasien tidak
menyebabkan jadwal minum obat yang tidak patuh minum obat adalah sebanyak61,20%
sesuai dengan aturan dokter. responden mempunyai alasan lupa membawa
Hasil penelitian berdasarkan obat karena bepergian,sebanyak 76,12%
karakteristik lama menderita diabetes melitus, responden mengaku merasa terganggu dengan
dapat dilihat bahwa pasien yang menderita kewajiban minum obat setiap hari, sebanyak
diabetes melitus tipe 2 selama 1 bulan sampai 62,69% responden mengaku berhenti minum
dengan 1 tahun memilki tingkat kepatuhan lebih obat karena sudah merasa kondisinya sudah
tinggi dibandingkan dengan pasien yang membaik dan sebanyak 55,23% responden
menderita diabetes melitus tipe 2 selama lebih mengaku berhenti minum obat karena merasa
dari 1 tahun. Lamanya pasien menderita keadaan semakin memburuk. Hal ini sejalan
penyakit diabetes melitus akan memberikan dengan penelitian (Ainni, 2017) menjelaskan
efek negatif, terhadap kepatuhan pasien, bahwa kepatuhan pasien dalam pengobatan
dimana semakin banyak mengidap penyakit masih rendah dikarenakan masih banyak
maka akan semakin kecil pasien patuh terhadap responden yang belum mengerti akan
pengobatannya. Pada umumnya semakin lama pentingnya pengobatan pada diabetes melitus
orang menderita penyakit maka akan menjadi tipe 2 yang digunakan dalam jangka panjang.
faktor pemicu seseorang menjadi bosan Hal ini mungkin dilakukan secara
terhadap pengobatan sehingga menurunkan sengaja dengan tidak meminum obat karena
kepatuhan dalam menjalani terapi. merasa penyakit yang diderita sudah membaik
Hasil penelitian berdasarkan atau bertambah buruk, atau dilakukan secara
karakteristik ada tidaknya penyakit penyerta tidak sengaja seperti kelalaian dalam meminum
dapat diketahui bahwa tingkat kepatuhan pasien obat (Alfian, 2015). Penelitian Rosyida et al
tanpa penyakit penyerta lebih tinggi (2015), menyebutkan bahwa pasien akan
dibandingkan dengan pasien yang mempunyai minum obat atau mengurangi obat karena efek
penyakit penyerta, karena secara tidak langsung samping yang ditimbulkan oleh obat. Peran
pasien diabetes melitus tipe 2 dengan penyakit farmasi sangat perlu ditingkatkan untuk
penyerta akan mengonsumsi jenis obat yang mengatasi hal tersebut, terkait penyakitdan
lebih kompleks. Jenis obat yang kompleks dapat penatalaksanaanya (Nafi’ah et al, 2015). Selain
memicu ketidakpatuhan.Kebanyakan pasien itu, perlu adanya edukasi dan motivasi baik dari
diabetes melitus dengan penyakit penyerta lain tenaga kesehatan dan dukungan dari keluarga
mendapatkan multi obat yang dapat agar dapat meningkatkan tingkat kepatuhan
menurunkan tingkat kepatuhan. Hasil penelitian minum obat. Masalah ketidakpatuhan
tingkat kepatuhan berdasarkan terapi penggunaan obat pada pasien diabetes melitus
antidiabetik oral yang dikonsumsi pasien yaitu tipe 2 masih banyak dilakukan baik disengaja
pasien dengan terapi antidiabetik oral tunggal maupun tidak disengaja, sehingga perlu
memiliki tingkat kepatuhan lebih tinggi pengatasan seperti peran farmasi dalam
dibandingkan dengan pasien dengan terapi memberikan edukasi yang bertujuan untuk
antidiabetik oral kombinasi. Hasil penelitian mengukur seberapa pemahaman, pengetahuan,
menyebutkan bahwa jika jumlah item obat keterampilan pasien dalam menjalankan
meningkat maka nilai skor kepatuhan pada regimen terapi dan memonitoring, sebagai
pasien diabetesmelitus tipe 2 akan menurun. contoh seperti membuat leaflet, booklet, tentang
Berdasarkan dengan skala Morisky pentingnya pengobatan pada penyakit diabetes
(MMAS-8) yang terdiri dari 8 item, 4 pertanyaan melitus tipe 2, melakukan konseling atau
langsung ditanyakan tentang alasan perilaku pelayan informasi obat pada pasien diabetes
yang disengaja dari kepatuhan yang rendah, melitus tipe 2, dan melakukan kunjungan
dan 4 pertanyaan lainnya mengenai uji atas dirumah, khususnya pada kelompok lansia dan
alasan perilaku yang tidak disengaja (Morisky et pasien dengan pengobatan penyakit kronis
al., 2008). Berdasarkan wawancara terpimpin lainnya (Kementerian Kesehatan RI, 2014),
untuk mengisi kuisioner MMAS-8, sebagian sedangkan pada peran pasien adalah untuk

ISSN 2355-1313 (Print) 2623-0038 (Online) - ijmsbm.org 6


IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 6 No. 2 – Juli 2019

mematuhi regimen terapi yang sudah diberikan, pada Pasien Diabetes Melitus. RSUD
ikut serta dalam memonitor efek samping obat, Moewardi Surakarta
aktif dalam mencari informasi dan membagi
pengalaman dalam menjalankan terapi kepada International Diabetes Federation. 2013. IDF
farmasi setiap kontrol pengobatan (Keban et al, Diabetes Atlas. Brussels, International
2013). Diabetes Federation.
http://www.diabetesatlas.org.diakses pada 19
September 2018

V. SIMPULAN International Diabetes Federation. 2015. IDF


Diabetes Atlas. Brussels, International
Tingkat kepatuhan pasien diabetes melitus tipe Diabetes Federation.
2 di apotek sehat kecamatan Banyudono http://www.diabetesatlas.org.diakses pada
kabupaten Boyolali dalam menggunakan obat 18 September 2018
antidiabetik oral adalah pada kategori
kepatuhan rendah sebanyak 34 responden Irawan, D. 2010. Prevalensi dan Faktor Risiko
(50,7%), kategori kepatuhan sedang sebanyak Kejadian Diabetes Melitus Tipe 2 di Daerah
21 responden (31,3%), dan kategori kepatuhan Urban Indonesia (Analisa Data Sekunder
tinggi sebanyak 12 responden (17,9%). Riskesdas 2007). Tesis. Universitas
Indonesia.

Keban, S.A., L.B. Purnomo, dan Mustofa.


2013,Evaluasi Hasil Edukasi Farmasis Pada
DAFTAR PUSTAKA Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Di Rumah
Sakit Dr. Sardjito Yogyakarta. Jurnal Ilmu
Adisa, R, Alutudu, MB, Fekeye TO, 2009. Kefarmasian Indonesia
Factors contributing to nonadherence to oral
hypoglycemic medications among Kemenkes RI. 2014. Diabetes Melitus.
ambulatory type 2 diabetes patients in INFODATIN Pusat Data dan Informasi
Southwestern Nigeria, Pharmacy Practice, Kementrian Kesehatan RI. Jakarta
7(3): 163-169
Morisky DE dan Muntner P. 2009. Medication
Alfian, R. 2015. Korelasi Antara Kepatuhan adherence scale versus pharmacy fill rates in
Minum Obat dengan Kadar Gula Darah pada senior with hypertention. Am J Manag Care
Pasien Diabetes Melitus Rawat Jalan di
RSUD Dr. H. Moch. Ansari Saleh Nafi’ah, K., Wijaya, N., & Hermansyah, A. 2015.
Banjarmasin. Jurnal Pharmascience Profil Kepatuhan Pasien Puskesmas Pucang
Sewu Surabaya dalam Penggunaan
Ainni, A.N., dan Mutmainah, N. 2017.Studi Antidiabetes Oral. Jurnal Famasi Komunitas.
Kepatuhan Penggunaan Obat pada Pasien Vol. 2, No. 1, (2015) 5-11
Diabetes Melitus Tipe 2 di Instalasi Rawat
Jalan RSUD Dr. Tjitrowardojo Purworejo. Palimbunga, T. M., Ratag, B.T., Kaunang,
Skripsi. Universitas Muhammadiyah. W.P.J., 2017. Faktor-Faktor yang
Surakarta Berhubungan dengan Kejadian Diabetes
Melitus Tipe 2 di Rsu Gmim Pancaran Kasih
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Manado
2005, Pharmaceutical Care Untuk Penyakit
Diabetes Melitus, Jakarta, Departemen PERKENI. 2015. Konsensus pengelolaan dan
kesehatan Replubik Indonesia pencegahan diabetes melitus di Indonesia.
Perkumpulan Endokrinologi Indonesia.
Evert,A.B., Boucher, J.L., Cypress, M., Dunbar, Jakarta
S.A., Franz, M.J., Mayer-Davis, Ramadona A. 2011. Pengaruh Konseling Obat
E.J., Neumiller, J.J., Nwankwo, R., Verdi, Terhadap Kepatuhan Pasien Diabetes
C.L., Urbanski, P, Yancy, W.S. Jr . 2014. Melitus Tipe 2 di Poliklinik Khusus RSU. Dr.
Nutrition therapy recommendations for the Djamil Padang. Tesis Universitas Andalas
management of adults with diabetes. Padang
Diabetes Care. Nov;36(11):3821-42
Risya M. 2016. Hubungan Kepatuhan dengan
Hapsari PN. 2014. Hubungan Antara Kepatuhan Keberhasilan Terapi Berbasis Kombinasi
Penggunaan Obat dan Keberhasilan Terapi Insulin dan Obat Antidiabetik Oral pada

ISSN 2355-1313 (Print) 2623-0038 (Online) - ijmsbm.org 7


IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 6 No. 2 – Juli 2019

Paisen Diabetes Melitus Tipe 2 di Instalasi


Rawat Jalan RSUD Ulin Banjarmasin.
Skripsi. Universitas Muhammadiyah
Banjarmasin. Kalimantan Selatan

Rosyida, L,Priyandani, Y, Sulistyarini, A, Nita, Y


. 2015. Kepatuhan Pasien pada Penggunaan
Obat Antidiabetes dengan Metode Pill-Count
dan MMAS-8 di Puskesmas Kedurus
Surabaya. Jurnal Farmasi Komunitas Vol. 2,
No. 2, (2015) 36-41

Soegondo dan Sidartawan. (2013).


Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu.
: Panduan Penatalaksanaan Diabetes
Melitus Bagi Dokter dan Edukator. Jakarta:
Badan Penerbit FKUI.

Strand, L.M., Cipolle, R. J., dan Frakes, M. J.


2013. Medication Adherence: Improved
Result with Comprehensive Medication
Management Services.Medication
Management Systems, Inc

Triplit, C. L., Reasner, C. A., dan Isley, W. L.


2008. Endocrinologi Disorder : Diabetes
Melitus in Di Piro. Pharmacotherapy A
Pathophysiologic Approach Seventh Edition
Chapter 77. (R. L. Talbert, Ed.) (Seventh
Ed). Halaman 1220-1230. New York:
McGraw-Hill eBooks

WHO. 2016. Diabetes Facts and Numbers


Indonesian. World Health Organization.
France

Wijaya,I.N., Faturrohmah, A., Agustin, W.W.,


Soesanto, T.G., Kartika, D., Prasasti, D.,
2015. Profil Kepatuhan Pasien Diabetes
Melitus Puskesmas Wilayah SurabayaTimur
dalam Menggunakan Obat dengan Metode
Pill Count. Jurnal Farmasi Komunitas Vol. 2
No. 1. Departemen Farmasi Komunitas
Fakutas Farmasi. Universitas Airlangga.
Surabaya

ISSN 2355-1313 (Print) 2623-0038 (Online) - ijmsbm.org 8

You might also like