You are on page 1of 8

Hubungan Lama Berobat dan Keteraturan Berobat dengan Kadar HbA1c

Pasien DM Tipe 2 di Poli Endokrin RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou


Manado

1
Ridhel G. Sumakul
2
Karel Pandelaki
2
Frans E. N. Wantania

1
Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado
2
Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado
Email: ridhelsumakul@gmail.com

Abstract: Type 2 diabetes mellitus (T2DM) is caused due to insulin target cells fail or are
unable to respond to insulin normally (insulin resistance). Acute or chronic complications can
occur in DM patients. Complications of DM can be prevented by optimal control of glycemia,
in this case, the concentration of blood glucose and HbA1c. Regularity in medication
consumption is important to prevent the occurence of diabetic complications. This study was
aimed to determine the relationship of the duration and the regularity of diabetes treatment
with HbA1c levels in T2DM patients at Endocrinology Polyclinic at Prof. Dr. R. D. Kandou
Hospital Manado. This was a descriptive analytical study with a cross sectional design, using
paients’ medical record data. There were 60 samples obtained by using purposive sampling
technique. The results of Chi-Square test showed that there was no corelation between
duration of treatment and HbA1c level (P=0.111) and there was no corelation between the
regularity of treatment and HbA1c level (P=0.224). Conclusion: There was no relationship
between the duration and regularity of treatment with HbA1c levels of T2DM patients in the
Endocrinology Polyclinic at Prof. Dr. R. D. Kandou Hospital Manado.
Keywords: T2DM, duration of treatment, regularity of treatment, HbA1c

Abstrak: Diabetes melitus tipe 2 (DMT2) disebabkan karena sel-sel sasaran insulin gagal atau
tak mampu merespon insulin secara normal (resistensi insulin). Komplikasi yang terjadi pada
pasien DM dapat bersifat akut maupun kronis. Komplikasi DMT2 dapat dicegah dengan
kontrol glikemia yang optimal yaitu terkendalinya konsentrasi glukosa dalam darah dan
HbA1c. Keteraturan minum obat pada pasien DM merupakan hal penting dalam mencegah
terjadinya komplikasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan lama berobat
diabetes dan keteraturan berobat dengan kadar HbA1c pasien DMT2 di Poli Endokrin RSUP
Prof . Dr. R. D. Kandou Manado. Jenis penelitian ialah deskriptif analitik dengan desain
potong lintang, menggunakan data rekam medik. Teknik pengambilan sampel menggunakan
purposive sampling dengan jumlah sampel sebanyak 60 pasien. Hasil uji Chi-Square
menunjukkan tidak terdapat hubungan lama berobat DMT2 dengan kadar HbA1c (P=0,111).
Juga tidak terdapat hubungan keteraturan berobat dengan kadar HbA1c (P=0,224). Simpulan:
Tidak terdapat hubungan antara lama berobat dan keteraturan kunjungan berobat dengan kadar
HbA1c pasien DM tipe 2 di Poli Endokrin RSUP Prof . Dr. R. D. Kandou Manado.
Kata kunci: DMT2, lama berobat, keteraturan berobat, HbA1c

Diabetes melitus (DM) merupakan suatu karena kelainan sekresi insulin, kerja
kelompok penyakit metabolik dengan insulin, atau kedua-duanya. Hiperglikemia
karakteristik hiperglikemia yang terjadi kronik pada DM berhubungan dengan

59
60 Jurnal e-Clinic (eCl), Volume 7, Nomor 1, Januari-Juni 2019

kerusakan jangka panjang, disfungsi atau menunjukkan bahwa jumlah kasus DM


kegagalan beberapa organ tubuh, terutama terus meningkat. Pada tahun 2015 jumlah
mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh penyandang DM sebanyak 3652 kasus dan
darah.¹ Diabetes melitus merupakan salah mengalami peningkatan pada tahun 2016
satu ancaman kesehatan manusia. Penyakit dengan jumlah 5083 kasus. Data yang
ini tidak menular, tetapi jumlah penyan- diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota
dangnya akan terus meningkat di masa Manado, menyatakan bahwa jumlah kasus
mendatang.2 DM pada tahun 2015 yaitu 2756 kasus dan
Diabetes melitus tipe 2 (DMT2) meru- meningkat pada tahun 2016 dengan jumlah
pakan tipe diabetes yang lebih umum, lebih 3496 kasus.6,7
banyak penyandangnya dibandingkan dia- Menurut Perkumpulan Endokrinologi
betes melitus tipe 1 (DMT1). Penyebab Indonesia (Perkeni), terdapat empat pilar
DMT2 karena sel-sel sasaran insulin gagal yang diperlukan untuk menunjang pening-
atau tak mampu merespon insulin secara katan kualitas hidup penyandang DM yang
normal, keadaan ini disebut resistensi sangat penting dalam pengelolaan DM,
insulin. Pada penyandang DMT2 dapat yaitu edukasi, terapi nutrisi medis, latihan
juga terjadi produksi glukosa hepatik yang jasmani, dan farmakologis.2 Komplikasi
berlebihan namun tidak terjadi kerusakan yang didapat pada seseorang karena
sel-sel B Langerhans secara autoimun lamanya DM yang diderita bersifat akut
seperti DMT1.3 Data kejadian DM menurut maupun kronis. Komplikasi tersebut dapat
International Diabetes Federation menye- menyebabkan pendeknya rentang hidup
butkan 415 juta orang menderita diabetes di seseorang, keterbatasan diri, dan mening-
dunia pada tahun 2015 dan pada tahun katnya beban ekonomi bagi penyandang
2040 diperkirakan akan meningkat menjadi dan keluarganya, sehingga sangat meme-
642 juta orang. Menurut data studi populasi ngaruhi kualitas hidup penyandang bila
kasus yang dilakukan oleh IDF tahun 2015, tidak mendapatkan perawatan yang tepat.8
Indonesia menempati urutan ketujuh Bukti-bukti menunjukkan bahwa kom-
sebagai negara dengan prevalensi DM plikasi DM dapat dicegah dengan kontrol
terbanyak di dunia setelah China, India, glikemia yang optimal. Kontrol glikemia
USA, Brazil, Rusia, dan Mexico.4 yang optimal yaitu terkendalinya konsen-
Prevalensi DM di Indonesia untuk usia trasi glukosa dalam darah, HbA1c (hemo-
di atas 15 tahun sebesar 6,9%. Prevalensi globin terglikosilasi), kolesterol, triglise-
DM terdiagnosis di Indonesia sebesar rida, status dan tekanan darah.9 HbA1c
2,1%. Prevalensi DM yang terdiagnosis merupakan komponen minor dari hemo-
dokter tertinggi terdapat di DI Yogyakarta globin yang berikatan dengan glukosa.10
(2,6%), DKI Jakarta (2,5%), Sulawesi Pengukuran HbA1c merupakan cara
Utara (2,4%), dan Kalimantan Timur yang paling akurat untuk menentukan
(2,3%). Hal ini menunjukkan bahwa tingginya kadar gula darah selama 2-3
Sulawesi Utara merupakan salah satu bulan terakhir. HbA1c juga merupakan
provinsi dengan angka prevalensi DM yang pemeriksaan terbaik untuk menilai risiko
tertinggi di Indonesia.5 Hasil Riskesdas terhadap kerusakan jaringan yang disebab-
2013, prevalensi DM berdasarkan wawan- kan oleh tingginya kadar gula darah.11
cara terjadi peningkatan dari 1,1% tahun Penelitian yang dilakukan di Jordan
2007 menjadi 2,1% tahun 2013 dan yang pada tahun 2009 menyatakan dari 337
terdiagnosis oleh dokter sebanyak 1,5%. Di pasien DM yang teratur untuk mengontrol
Sulawesi Utara tahun 2013 terdapat 2,4 % gula darah 3 bulan sekali dengan pemerik-
penyandang DM. Provinsi Sulawesi Utara saan HbA1c terdapat 56,1%. pasien memi-
merupakan salah satu provinsi dengan liki HbA1c kurang dari 7,0%; sebanyak
jumlah kasus DM yang cukup tinggi. 23,7% pasien memiliki HbA1c antara 7-
Kejadian DM yang diperoleh dari data 7,9%; dan sebanyak 20,2% pasien memiliki
Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Utara, HbA1c lebih dari 8%.12 Hasil penelitian
Sumakul, Pandelaki, Wantania: Hubungan lama berobat dan ... 61

tersebut sejalan dengan penelitian yang kan usia mendapatkan kelompok usia 61-70
dilakukan di Spanyol pada tahun 2014 yang tahun yang terbanyak (Tabel 2) yaitu 25
melaporkan bahwa dari 5.382 pasien DM pasien (41,7%) dan yang paling sedikit
yang telah memeriksakan HbA1c secara pada kelompok usia 30-40 tahun yaitu 2
teratur 3 bulan sekali sebanyak 51,4% pasien (3,3%).
pasien memiliki kadar HbA1c kurang dari
7% dan sebanyak 48,6% memiliki kadar Tabel 1. Distribusi pasien berdasarkan jenis
HbA1c lebih atau sama dengan 7%.13 kelamin
Kedua penelitian ini mengasumsikan
Jenis
bahwa pasien DMT2 yang melakukan n %
kelamin
pemeriksaan HbA1c secara teratur 3 bulan
Laki-laki 25 41,7
sekali memiliki kadar HbA1c terkontrol Perempuan 35 58,3
dengan baik dan gula darah membaik jika
Total 60 100
secara teratur memeriksakan HbA1c.
Penelitian ini bertujuan untuk menge-
Tabel 2. Distribusi pasien berdasarkan usia
tahui hubungan lama berobat dan keter-
aturan berobat dengan kadar HbA1c pasien Usia
n %
DMT2 di Poli Endokrin RSUP Prof. Dr. R. (tahun)
D. Kandou Manado. 30-40 2 3,3
41-50 8 13,3
METODE PENELITIAN 51-60 14 23,3
Jenis penelitian ini ialah deskriptif 61-70 25 41,7
71-80 11 18,3
analitik dengan desain potong lintang,
Total 60 100
menggunakan data rekam medik pasien
DMT2 periode 2017. Penelitian ini dilaku-
kan di Poli Endokrin RSUP Prof. Dr. R. D. Distribusi pasien berdasarkan lama
Kandou Manado pada bulan Oktober berobat diabetes mendapatkan indikator
sampai dengan Desember 2018. Sampel lama berobat diabetes jangka pendek yang
penelitian diperoleh menggunakan metode terbanyak (Tabel 3) yaitu 48 pasien (80%)
purposive sampling yaitu sampel diambil dan yang paling sedikit ialah lama berobat
dengan cara menetapkan ciri-ciri khusus jangka panjang yaitu 12 pasien (20%).
yang sesuai dengan tujuan penelitian.
Tabel 3. Distribusi pasien berdasarkan lama
berobat
HASIL PENELITIAN
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Lama berobat n %
di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Jangka pendek 48 80
khususnya di Poli Endokrin didapatkan Jangka panjang 12 20
data rekam medik pasien DMT2 berjumlah Total 60 100
323 rekam medik pasien. Dari hasil rekam
medik tersebut, yang didapatkan oleh petu- Distribusi pasien berdasarkan keter-
gas rekam medik hanya sekitar 162 rekam aturan berobat mendapatkan indikator
medik. Jumlah sampel yang memenuhi keteraturan berobat tidak teratur yang
kriteria inklusi didapatkan dengan jumlah terbanyak (Tabel 4) yaitu 42 pasien (70%)
sampel sebanyak 60 sampel rekam medik. dan keteraturan berobat teratur yang paling
Hasil analisis univariat memperlihat- sedikit yaitu 18 pasien (30%). Distribusi
kan pada distribusi pasien berdasarkan jenis pasien berdasarkan HbA1c mendapatkan
kelamin, yang memiliki jenis kelamin indikator HbA1c tidak terkontrol yang
terbanyak yaitu jenis kelamin perempuan terbanyak (Tabel 5) yaitu 37 pasien
(Tabel 1) sebanyak 35 pasien (58,3,%) dan (61,7%) dan yang paling sedikit ialah
pasien jenis kelamin laki-laki sebanyak 25 HbA1c terkontrol yaitu 23 pasien (38,3%).
pasien (41,7%). Distribusi pasien berdasar-
62 Jurnal e-Clinic (eCl), Volume 7, Nomor 1, Januari-Juni 2019

Tabel 4. Distribusi pasien berdasarkan (66,7%). Hasil uji Chi Square mendapatkan
keteraturan berobat nilai P=0,111 (<0,05) yang menunjukkan
Keteraturan n % bahwa tidak terdapat hubungan bermakna
berobat antara lama berobat dengan kadar HbA1c
Tidak teratur 42 70 pasien DMT2 di poli Endokrin RSUP Prof.
Teratur 18 30 Dr. R. D. Kandou Manado.
Total 60 100 Hasil analisis bivariat terhadap hu-
bungan antara keteraturan berobat dengan
Tabel 5. Distribusi pasien berdasarkan HbA1c kadar HbA1c pasien DMT2 di Poli
Endokrin RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou
HbA1c n %
Terkontrol 23 38,3
Manado (Tabel 7) memperlihatkan bahwa
Tidak terkontrol 37 61,7 pasien yang memiliki indikator keteraturan
Total 60 100 berobat teratur dengan HbA1c terkontrol
sebanyak 9 pasien (50%) dan keteraturan
Hasil analisis bivariat terhadap hu- berobat teratur dengan HbA1c tidak
bungan antara lama berobat dengan kadar terkontrol sebanyak 9 pasien (50%);
HbA1c pasien DMT2 di Poli Endokrin keteraturan berobat tidak teratur dengan
RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado HbA1c terkontrol sebanyak 14 pasien
(Tabel 6) memperlihatkan bahwa pasien (33,3%) dan keteraturan berobat tidak
yang memiliki indikator lama berobat teratur dengan HbA1c tidak terkontrol
jangka panjang dengan HbA1c terkontrol sebanyak 28 pasien (66,7%). Hasil uji Chi
sebanyak 7 pasien (58,3%) dan lama bero- Square mendapatkan nilai P=0,224 (<0,05)
bat jangka panjang dengan HbA1c tidak yang menunjukkan bahwa tidak terdapat
terkontrol sebanyak 5 pasien (41,7%); lama hubungan bermakna antara keteraturan
berobat jangka pendek dengan HbA1c berobat dengan kadar HbA1c pada pasien
terkontrol sebanyak 16 pasien (33,3%), dan DMT2 di Poli Endoktrin RSUP Prof. Dr. R.
lama berobat jangka pendek dengan HbA1c D. Kandou Manado.
tidak terkontrol sebanyak 32 pasien

Tabel 6. Hubungan antara Lama Berobat dengan Kadar HbA1c pasien DMT2 di Poli Endokrin
RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado
HbA1c
Lama berobat Terkontrol Tidak terkontrol Total
P* OR
n % n % n %
Jangka panjang 7 58,3 5 41,7 12 100 0,111 2,800
Jangka pendek 16 33,3 32 66,7 48 100
Total 23 38,3 37 61,7 60 100
*Uji Chi Square

Tabel 7. Hubungan antara keteraturan berobat dengan kadar HbA1c pasien DMT2 di Poli Endokrin
RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado
HbA1c
Keteraturan Total
Terkontrol Tidak terkontrol P* OR
berobat
n % n % n %
Teratur 9 50 9 50 18 100 0,224 2,000
Tidak teratur 14 33,3 28 66,7 42 100
Total 23 38,3 37 61,7 60 100
*Uji Chi Square
Sumakul, Pandelaki, Wantania: Hubungan lama berobat dan ... 63

BAHASAN tubuh dengan tujuan meningkatkan dan


Jumlah sampel dalam penelitian ini mengeluarkan tenaga atau energi. Aktivitas
ialah sebanyak 60 pasien. Jenis kelamin fisik berperan dalam mengontrol gula darah
yang memiliki distribusi terbanyak yaitu tubuh dengan cara mengubah glukosa
perempuan (58,3%) dibandingkan jenis menjadi energi.20 Aktivitas fisik yang
kelamin laki-laki (41,7%). Perempuan lebih dilakukan oleh seseorang akan memenga-
rentan menyandang DMT2 dibandingkan ruhi kadar glukosa darahnya. Penggunaan
laki-laki karena aktivitas yang kurang dan glukosa oleh otot akan meningkat saat
gaya hidup sehari-hari.14 seseorang melakukan aktivitas fisik yang
Berdasarkan kelompok usia, pasien tinggi. Hal tersebut disebabkan glukosa
dengan kelompok usia 61-70 tahun yang endogen akan ditingkatkan untuk menjaga
terbanyak (41,7%) dan yang paling sedikit agar kadar glukosa di dalam darah tetap
ialah kelompok usia 30-40 tahun (2%). seimbang. Pada keadan normal, keseim-
Peningkatan DMT2 sangat erat kaitannya bangan kadar glukosa darah tersebut dapat
dengan peningkatan usia karena lebih dari dicapai oleh berbagai mekanisme dalam
50% penyandang DM terjadi pada kelom- sistem saraf, regulasi glukosa, dan keadaan
pok usia lebih dari 60 tahun.15 Hal ini dapat hormonal.21 Teori lain menyebutkan bahwa
dilihat dari hasil penelitian yaitu mayoritas aktifitas fisik secara langsung berhubungan
yang menyandang DM merupakan usia dengan kecepatan pemulihan glukosa darah
lansia (61-70 tahun). Pada orang yang otot. Saat aktivitas fisik dilakukan, otot-otot
sudah berusia lanjut, fungsi organ tubuh tubuh bereaksi dengan menggunakan glu-
semakin menurun, mengakibatkan menu- kosa yang disimpannya sehingga simpanan
runnya fungsi endokrin pankreas untuk glukosa berkurang. Dalam keadaan tersebut
memroduksi insulin.16 Penelitian lain terjadi reaksi otot yaitu otot akan meng-
menyebutkan bahwa kelompok usia 41-64 ambil glukosa darah sehingga kadar
tahun memiliki risiko untuk menyandang glukosa darah menurun yang dapat mening-
DM 3,3 kali lebih besar dibanding dengan katkan kontrol glukosa darah.22
kelompok usia 25-40 tahun.17 Pola makan juga berperan penting
Hasil uji Chi Square terhadap hubung- dalam mengatur kadar glukosa darah.
an antara lama berobat dengan kadar Kebiasaan mengomsumsi makanan/ minum-
HbA1c pasien DMT2 di Poli Endokrin an manis berpotensi meningkatkan kadar
mendapatkan nilai P=0,111 (<0,05) dengan glukosa dalam darah. Hal itu karena
nilai OR 2,8 yang menyatakan bahwa makanan/minuman manis umumnya me-
pasien yang telah berobat jangka pendek ngandung gula pasir sehingga gula ini
memiliki risiko HbA1c tidak terkontrol 2,8 langsung masuk ke aliran darah. Mengon-
kali dibandingkan dengan pasien yang lama sumsi makanan berlemak akan semakin
berobat jangka panjang. Tidak terdapat meningkatkan risiko terkena DM. Kan-
hubungan bermakna antara lama berobat dungan lemak dalam makanan akan
dengan kadar HbA1c pasien DMT2. meningkatkan kadar lemak secara spontan
Sampai saat ini belum didapatkan pene- di dalam darah yang akhirnya menghambat
litian yang melaporkan hubungan antara predaran dan mempersempit pembuluh
lama berobat dengan kadar HbA1c; yang darah. Selain itu, kadar lemak tinggi di
dilaporkan ialah lama menyandang DM dalam darah akan menurunkan daya guna
dengan peningkatan kadar HbA1c dan insulin.23
kadar glukosa plasma yang ternyata Penelitian Beardlsey dan Goldstein24
terdapat hubungan.18 Terdapat beberapa hal mendapatkan tingginya tingkat stres dapat
yang menyebabkan glukosa darah naik, dihubungkan dengan buruknya regulasi
yaitu kurangnya aktivitas fisik, bertam- gula darah. Pada kondisi depresi, tubuh
bahnya jumlah makanan yang dikonsumsi, akan mengeluarkan hormon-hormon stres
dan peningkatan stres.19 yang akan memengaruhi peningkatan kadar
Aktivitas fisik adalah setiap gerakan glukosa darah (HbA1c). Pemeriksaan
64 Jurnal e-Clinic (eCl), Volume 7, Nomor 1, Januari-Juni 2019

HbA1c merupakan tolak ukur paling tepat pengobatan, dan faktor psikologis.29
dalam pengendalian DM. HbA1c dapat Untuk kontrol glikemik, salah satunya
digunakan sebagai tes diagnostik untuk DM dapat dilakukan dengan pemeriksaan
yang menunjukkan jaminan tes yang hemoglobin glikosilat (HbA1c) yang dapat
berkualitas dan sesuai dengan standar memberikan gambaran kadar glukosa darah
kriteria nilai-nilai rujukan internasional.25 sehari-hari pasien DM. HbA1c merupakan
Pemeriksaan HbA1c merupakan baku emas ikatan molekul glukosa pada hemoglobin
dalam pengukuran kadar glikemik, bahkan secara non-enzimatik melalui proses glikasi
pada orang non-diabetes yang terkait pasca translasi. Hemoglobin yang terglikasi
dengan kinerja kognitif dan volum otak.25 terlihat dalam beberapa asam amino HbA
Kontrol gula darah merupakan dasar dari yang terdiri dari HbA1a, HbA1b, dan
pengelolaan DM.27 HbA1c. Komponen yang terpenting dari
Hasil uji Chi Square terhadap hubung- glikasi hemoglobin tersebut pada penyakit
an antara keteraturan berobat dengan kadar DM ialah HbA1c. Pemeriksaan HbA1c
HbA1c pasien DMT2 di Poli Endokrin digunakan sebagai patokan utama untuk
mendapatkan nilai P=0,224 (<0,05) dengan pengendalian penyakit DM karena HbA1c
besar nilai OR 2 yang menyatakan bahwa dapat mengambarkan kadar glukosa darah
pasien yang tidak berobat dengan eratur dalam rentang 1-3 bulan sehubungan
memiliki risiko HbA1c tidak terkontrol 2 dengan usia sel darah merah yang terikat
kali dibandingkan dengan pasien yang oleh molekul glukosa ialah 120 hari.30
berobat teratur. Hal ini menunjukkan Faktor-faktor yang dapat memengaruhi
bahwa tidak terdapat hubungan bermakna kadar HbA1c di antaranya ialah gangguan
antara keteraturan berobat dengan kadar hemoglobin. Gangguan hemoglobin dapat
HbA1c pasien DMT2. Penyebabnya yaitu meningkatkan atau menurunkan kadar
pasien yang tidak disiplin dalam mengon- HbA1c, seperti hemoglobinopati, HbF, atau
sumsi obat. Hasil penelitian ini sejalan methemoglobin glikasi. Hal-hal yang dapat
dengan penelitian oleh Adikusuma28 yang menurunkan HbA1c diantaranya ialah
mendapatkan tingkat kepatuhan pasien alkoholisme, gagal ginjal kronik, dan
DMT2 yang tergolong patuh 50% dan yang penurunan pH intra eritrosit sedangkan
tidak patuh 50% serta adanya korelasi aspirin, vitamin C, vitamin E dan pening-
negatif antara kepatuhan pengobatan pasien katan pH intra eritrosit dapat meningkatkan
DMT2 terhadap kadar HbA1c (r=0,081; HbA1c. Destruksi eritrosi dengan splenek-
P=0,619). Tidak terdapat hubungan antara tomi dapat meningkatkan HbA1c sedang-
tingkat kepatuhan minum obat antidiabetik kan splenomegali dan obat anti rematik
oral terhadap kadar HbA1c.28 Kepatuhan dapat menurunkan HbA1c. Demikian pula
memegang peranan penting dalam menca- keadaan hiperbilirubinemia dapat mening-
pai target terapi terutama penyakit kronis katkan HbA1c.31
seperti diabetes melitus. Rendahnya kepa-
tuhan pasien terhadap pengobatan DM SIMPULAN
merupakan salah satu penyebab rendahnya Berdasarkan hasil penelitian ini dapat
kontrol kadar glukosa darah. Tingkat kepa- disimpulkan bahwa tidak terdapat hubung-
tuhan penyandang DM mengonsumsi obat an antara lama berobat dan keteraturan
merupakan salah satu faktor yang menen- berobat dengan kadar HbA1c pada pasien
tukan keberhasilan terapi, terutama untuk DM Tipe 2 di Poli Endokrin RSUP Prof.
penyakit kronis seperti diabetes melitus. Dr. R. D. Kandou Manado.
Faktor penghalang yang memengaruhi
kepatuhan pasien yaitu lamanya terapi, DAFTAR PUSTAKA
kompleksitas rejimen, komunikasi yang 1. Purnasari D. Diagnosis dan klasifikasi
kurang baik antara pasien dan tenaga diabetes melitus. In: Sudoyo AW,
kesehatan, kurangnya informasi, persepsi Setiohadi B, Alwi I, Simadibrata M,
manfaat, keamanan, efek samping, biaya Setiati S, editors. Buku Ajar Ilmu
Sumakul, Pandelaki, Wantania: Hubungan lama berobat dan ... 65

Penyakit Dalam, Jilid III (5th ed). González-Segura D. Glycemic control


Jakarta: Interna Publishing, 2009. in patients with type 2 diabetes mellitus
2. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia in Spain. Rev Clín Esp.
(Perkeni). Konsensus pengelolaan 2014;214(8):429-36.
diabetes mellitus tipe 2 di Indonesia. 14. Sugondo S. Penatalaksanaan Diabetes secara
Jakarta; Perkeni, 2015. Terpadu. Jakarta: FKUI publisher,
3. Suyono S. Diabetes melitus di Indonesia. In: 2007.
Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, 15. Goldstein BJ. Type 2 Diabetes: Principles
Marcellus SK, Setiyohadi B, Syam AF, and Practice (2nd ed). New York:
editors. Ilmu Penyakit Dalam. (6th ed). Informa Healthcare, 2007.
Jakarta: InternaPublishing, 2014; p. 16. Waspadji S. Komplikasi Kronis Diabetes:
2315-22. Mekanisme, Diagnosis dan Strategi
4. Ary. Januar. Pranata P. Hubungan diabetes Pengobatan (4th ed). Jakarta, Indonesia:
dengan perilaku perawatan diri pada Penerbit FK UI; 2006.
penyandang diabetes mellitus tipe 2 di 17. Rahajeng E. Pengaruh konsumsi kopi
wilayah kerja Puskesmas Rambipuji terhadap kejadian diabetes mellitus tipe
Kabupaten Jember [Skripsi]. Jember: 2. Gizi Indonesia; 2010;33(2):82-95.
Program Studi Ilmu Keperawatan 18. Goud M, Nayal B, Devi S, Sathista T,
Universitas Jember; 2016. Shivashanker S, Devaki R. Relation
5. Kementerian Kesehatan RI. Riset Kesehatan of caluculated HbA1c with fasting
dasar. Jakarta: Kementerian Kesehatan plasma glucose and duration of
RI. Badan Penelitian dan Pengem- diabetes. IJABPT. 2011;2:58-61.
bangan Kesehatan Kemenkes RI, 2013. 19. Berkat, Saraswati LD, Muniroh M. Faktor-
6. Dinas Kesehatan Kota Manado. Profil faktor yang berhubungan dengan kadar
Kesehatan Kota Manado. Manado, gula darah pada penderita diabetes
2016. melitus tipe 2 di RSUD K. R. M. T
7. Dinas Kesehatan Provinsi Sulut. Profil Wongsonegoro Semarang. Jurnal Kese-
Kesehatan Provinsi Sulut Tahun 2016. hatan Masyarakat. 2018;6(1):.200-6.
Sulawesi Utara, 2016. 20. Direktorat pengendalian penyakit tidak
8. Zimmet P. Preventing diabetic complication: a menular direktorat jendral pengendalian
primary care prospective. Diabetes Res penyakit dan penyehatan lingkungan
Clin Pract. 2009;84:107-16. (DITJEN PP & PL) Departemen
9. Utomo MRS, Wungouw H, Marunduh S. Kesehatan RI. Petunjuk teknis
Kadar HbA1c pada pasien diabetes pengukuran faktor resiko diabetes
melitus tipe 2 di Puskesmas Bahu mellitus, 2008.
Kecamatan Malalayang Kota Manado. 21. Kroneberg H. Williams Textbook of
eBm. 2015;3(1). Endocrinology. Philadelphia: Saunders
10. Arifatunhidjah. Hubungan kadar HbA1c Elsevier publishing, 2009.
dan gula darah pada pasien diabetes 22. Barnes DE. Program Olahraga Diabetes.
melitus tipe 2 di Rumah Sakit Umum Yogyakarta: Citra Aji Pramana, 2011.
Ambarawa. Semarang: Universitas 23. Marewa WL. Kencing Manis (Diabetes
Muhammadiyah; 2017. Melitus) di Sulawesi Selatan. Jakarta
11. Guntur, Ongkowijaya J, Wantania FE. Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2015.
Hubungan asam urat dan HbA1c pada 24. Beardsley G, Goldstein MG. Psychological
penderita diabetes melitus tipe 2 yang factors affecting physical condition.
dirawat inap di RSUP Prof. Dr. R. D. Endocrine disease literature review.
Kandou. eCl. 2016;4(2). Psychosomatics. 1993;34:12-9.
12. Al Omari M, Khader Y, Dauod a S, Al- 25. WHO Use of glycated haemoglobin (HbA1c)
Akour N, Khassawneh a H, in the diagnosis of diabetes mellitus:
AlAshker E, et al. Glycaemic control report of a WHO consultation. World
among patients with type 2 diabetes Health Organization, 2011.
mellitus treated in primary care setting 26. Rochmah S, Hanmurti K. Demensia. In:
in Jordan. Prim Care Diabetes. Sudoyo Aru W, Setiyohadi B, Alwi I,
2009;3(3):173-9. Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku
13. Pérez A, Mediavilla JJ, Miñambres I, Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III (5th
66 Jurnal e-Clinic (eCl), Volume 7, Nomor 1, Januari-Juni 2019

ed). Jakarta: Interna Publishing, 2009. adherence. Br J Clin Pharmacol.


27. Herman WH. Evidence-based diabetes care. 2007;63(4):383-4.
Clinical Diabetes. 2002;20(1):22-3. 30. Chugh S. Jaypee Gold Standard Mini Atlas
28. Adikusuma W. Hubungan tingkat kepatuhan Series Diabetes. I. India: Jaypee
minum obat antidiabetik oral terhadap Brothers Medical Publishers, 2011.
kadar hemoglobin terglikasi (HbA1c) 31. Tanhardjo J, Pinzon RT, Sari LK.
pada pasien diabetes millitus tipe 2. Perbandingan rerata kadar Hba1c pada
Mataram: Fakultas Ilmu Kesehatan pasien diabetes mellitus dengan
Universitas Muhamadiyah; 2017. neuropati dan tanpa neuropati sensori
29. Aronson JK. Compliance, concordance, motor. BIKDW. 2016;1(2)L:127-36.

You might also like