You are on page 1of 69

www.an1mage.

org Jurnal Studi Kultural

Jurnal Studi Kultural Volume 1 No. 1 Januari 2016 www.an1mage.org i


www.an1mage.org Jurnal Studi Kultural

ISSN: 2477-3492

VOLUME I NOMOR 1 JANUARI 2016


An1mage
Direktur: Redaktur Internasional:
Michael Sega Gumelar Rodney Westerlaken

Public Relation: Redaktur:


Archana Universa Naniek Kohdrata
I Made Marthana Yusa
Designer: I Made Artayasa
Axtro Galaksi Ni Nyoman Rahmawati
Ni Luh Putu Suastini
Content Editor: Mutria Farhaeni
Cosmica
Reviewer:
Text Editor: Derrick Walton Tarn
Gabriel Christine S. Richards
Mega Utama
Naskah laporan penelitian dan korespondensi
silakan kirim ke: an1mage@an1mage.org
Tim Komunitas Studi Kultural Indonesia
Ketua: Tatacara dan panduan naskah tersedia di:
Saortua Marbun https://drive.google.com/file/d/0B3l84AXZlhgSNnYyT0dDYXl
OM2s/view?usp=sharing
Sekretaris:
Ni Made Emmi Nutrisia Dewi Copyright2015 by an1mage and the authors. All rights
reserved. An1mage holds the exclusive copyright of all the
Bendahara: contents of this journal.
Sri Martini
Ni Luh Putu Suastini In accordance with the national & international convention, no
part of this journal may be reproduced or transmitted by any
Tim Konferensi: media or publishing organs (including various websites)
I Made Gede Anadhi without the written permission of the copyright holder.
Mangihut Siregar Otherwise, any conduct would be considered as the violation of
INyoman Jayanegara the copyright.
B. Parmadie
I Wayan Gede Wisnu The contents of this journal are available for any citation.
INyoman Anom Fajaraditya However, all the citations should be clearly indicated with the
IWayan Juliatmika title of this journal, serial number and the name of the author.
Niron Benediktus
Pemesanan versi print, silakan kirim pre-order ke: an1mage
Dewan Redaksi Jurnal Studi Kultural @an1mage.org atau sms ke: 08888988005
Redaktur Pelaksana:
M.S. Gumelar
an1mage
enlightening crowdsourcing

www.an1mage.org
an1mage@an1mage.org

Jurnal Studi Kultural Volume 1 No. 1 Januari 2016 www.an1mage.org ii


www.an1mage.org Jurnal Studi Kultural

ISSN: 2477-3492

VOLUME I NOMOR 1 JANUARI 2016

Editorial
An1mage Jurnal Studi Kultural ini bertujuan untuk memberikan
ruang dan kesempatan bagi peneliti untuk mengkritisi, berfikir
kritis (critical thinking) guna mendekonstruksi segala hal yang
merugikan bagi kehidupan masyarakat secara umum dan
khusus, serta merekontruksinya menjadi lebih baik lagi
diberbagai bidang secara berkelanjutan.

Sasaran An1mage Jurnal Studi Kultural ini adalah hal-hal yang


bersifat dominasi, hegemoni, mitos dan konstruksi negatif oleh
suatu entitas dalam bentuk pemerintahan, masyarakat,
komunitas dan berbagai lembaga dan atau individu yang
merugikan entitas lainnya dalam jumlah sedikit atau banyak
yang akhirnya menjadikan entitas lainnya termarjinalkan dan
dirugikan dalam berbagai bentuk.

Dengan semangat tersebut itulah maka An1mage Jurnal Studi


Kultural menjadi barometer dari temuan-temuan budaya dan
kebudayaan yang ternyata kita tidak sadar bahwa temuan dari
para peneliti itu ternyata merugikan entitas lainnya. Syarat
untuk laporan penelitiannya masuk di An1mage Jurnal Studi
Kultural sangat mudah, kirimkan dalam format yang Anda
ketahui terlebih dulu ke: an1mage@an1mage.org

Kemudian kami akan memberikan inputan Bahasa Indonesia


yang baik dan benar dan struktur format versi An1mage Jurnal
Studi Kultural, serta kami juga akan memberikan template agar
desain dan tampilannya seragam. Pastikan tidak melebihi tujuh
lembar halaman sesuai ukuran template tersebut. Kami tunggu
karya hebat Anda untuk membangun dunia yang lebih baik.

M.S. Gumelar
Redaktur Pelaksana

Jurnal Studi Kultural Volume 1 No. 1 Januari 2016 www.an1mage.org iii


www.an1mage.org Jurnal Studi Kultural

ISSN: 2477-3492

VOLUME I NOMOR 1 JANUARI 2016

Daftar Isi
1 Imagologi Mbok Jamu Sebagai Representasi Wanita Etnis Jawa Tradisional dalam Diskursus
Stereotype Citra
I Made Marthana Yusa

7 Dekontruksi Pemikiran Mistis Fritjof Capra dalam Buku Titik Balik Peradaban
Michael Sega Gumelar

12 Reduksi Peran Institusi Pendidikan Universitas Udayana Fakultas Sastra dan Budaya Program Studi
Sastra Inggris sebagai Perpanjangan Tangan Kaum Kapitalis
Lidwina Hana

16 Jilbab(isasi) dengan Kekuasaan sebagai Wacana yang Diperebutkan (Suatu Kajian


Multikulturalisme di Kota Bukittinggi Sumatera Barat)
Mangihut Siregar

20 Komodifikasi Buah Mangrove untuk Pemberdayaan Masyarakat Pesisir di Desa Tuban, Kecamatan
Kuta, Kabupaten Badung Bali
Mutria Farhaeni

26 Kajian Motivasi Tato Rangda pada Orang Bali


I Nyoman Anom Fajaraditya Setiawan, I Nyoman Jayanegara

33 Banjar Laba Nangga, Identifying Stakeholders for Cultural Heritage Management at a Prehistoric
Site in North Bali
Rodney Westerlaken

44 Komodifikasi Arsitektur Bade di Kota Denpasar


I Made Gede Anadhi

48 Cultural Studies: Sudut Pandang Ruang Budaya Pop


B. Parmadie

55 Perempuan Bali dalam Pergulatan Gender (Kajian Budaya, Tradisi, dan Agama Hindu)
Ni Nyoman Rahmawati

Jurnal Studi Kultural Volume 1 No. 1 Januari 2016 www.an1mage.org iv


IMade Marthana Yusa Imagologi Mbok Jamu Sebagai Representasi Wanita Etnis Jawa Tradisional .

Jurnal Studi Kultural (2016) Volume I Nomor 1: 16

Journal Studi Kultural


www.an1mage.org An1mage Journals: Jurnal Studi Kultural

Laporan Riset
Imagologi Mbok Jamu Sebagai Representasi Wanita Etnis Jawa
Tradisional dalam Diskursus Stereotype Citra
I Made Marthana Yusa*
STMIK STIKOM Indonesia

Info Artikel
Sejarah artikel: Abstrak

Dikirim 13 Oktober 2015


Makalah ini mengungkap imagologi yang terjadi pada sosok karakter mbok jamu yang lekat dengan sosio-kultur
Direvisi 15 Oktober 2015
Masyarakat Jawa. Penyampaian makalah diawali dengan mengungkap fenomena-fenomena menarik pada pendahuluan,
Diterima 19 Oktober 2015
kemudian dilanjutkan dengan pemaparan mengenai Imagologi. Pembahasan mengenai 'Wanita Jawa dalam Balutan
Kata Kunci:
Mbok Citra mbok jamu' menjadi pembahasan yang memiliki porsi khusus. Setelah itu diungkap juga stereotip jamu sebagai
indeks tradisional dan kuno, Mbok jamu dalam budaya populer hingga komodifikasi imagologi mbok jamu dalam
produk desain.
Jamu
Imagologi
Komodifikasi
Stereotype 2016 Komunitas Studi Kultural Indonesia. Diterbitkan oleh An1mage. All rights reserved.

1. Pendahuluan
Eksistensi mbok jamu dan dinamikanya menarik untuk dikaji, baik
dalam diskusi sosial atau budaya, maupun dalam berbagai bingkai
diskursus.

Dalam tulisan ini mbok jamu diungkap dalam diskursus stereotype


citra. Banyak jargon yang menempatkan citra mbok jamu baik
dalam citra visual maupun imaji abstrak dalam representasi
stereotype positif, maupun stereotype negatif.

Jargon seperti "Katanya orang-orang sih, kalau penjual jamu


itu, jika ingin mengetahui status janda atau bukan, bisa dilihat dari
jumlah botol jamu yang digendongnya. Kalau genap, itu tandanya
dia sudah bersuami, kalau ganjil itu tandanya dia janda." Jargon
seperti itu menempatkan sosok mbok jamu sebagai objek fantasi
seksual pria (citra 1).

Menebak status pernikahan si mbok jamu bisa berarti melihat


kesempatan untuk menjalin hubungan asmara dengan si mbok
jamu. Citra negatif mbok jamu yang menjajakan lebih dari sekedar
jamu juga beredar di masyarakat. Banyak sekali cerpen vulgar yang
ditulis pada blogs yang beredar di internet ketika kita ketik kata
kunci 'cerpen mbok jamu' pada mesin pencari Google.

Banyak juga yang mengibaratkan mbok jamu ini sebagai simbol


pahlawan karena melestarikan jamu sebagai warisan herbal
nusantara. Citra 1. Mbok Jamu sebagai simbol fantasi seksual kaum lelaki Aries Hariyanto.
Sumber: http://www.fotoblur.com/images/468944

Salah satu artikel yang mendukung adalah tulisan tentang Nyonya


Meneer, pelopor industri jamuatau yang kemudian dimaknai
Peneliti koresponden: Kampus STMIK STIKOM Indonesia (STIKI Indonesia), Jl. Tukad
sebagai produk herbalsebagai salah satu tokoh paling
Pakerisan Nomor 97 Denpasar, Bali 80225. Mobile: +628157100816 | E-mail:
made.marthana@gmail.com. | Website : angelmarthy.com | angelmarthy.deviantart.com berpengaruh di Ensiklopedi Tokoh Indonesia (tokohindonesia.com)
[1].

Jurnal Studi Kultural Volume I No. 1 Januari 2016 www.an1mage.org 1


Imagologi Mbok Jamu Sebagai Representasi Wanita Etnis Jawa Tradisional .
IMade Marthana Yusa

Selain itu, sistem tanda yang membentuk tampilan mbok jamu mencapai 3,49 saat diwisuda. Sutri memutuskan mengisi waktu
dengan bakul gendong dan kebaya Tradisional Jawa-nya luangnya dengan membantu ibunya berjualan jamu.
merepresentasikan mbok jamu sebagai agen budaya dan Tradisi
Jawa. Ibu Sutriyani, Tukilah, sudah 10 tahun berjualan jamu. Namun
karena usia, belakangan ia sering merasa kelelahan bila harus
Namun tidak sedikit juga yang membangun konotasi mbok jamu bersepeda jauh untuk menjajakan jamu buatannya. "Dari zaman
sebagai simbol pembangkit gairah seksual (contoh gambar 1). Hal sekolah, Sutri yang bantu bikin jamu, kadang kulakan juga," timpal
tersebut disebabkan karena banyak produk jamu yang dijual sang ibu di kesempatan yang sama [3].
diperuntukkan untuk meningkatkan kemampuan seksual pria, atau
memperbaiki mutu sensualitas alat reproduksi wanita (salah satu
contoh produknya : Galian Rapet).

Kata 'mbok' pada mbok jamu, bisa merepresentasikan Etnis Jawa,


karena kata 'mbok' ini berasal dari Bahasa Daerah Jawa sebagai
sebutan untuk Wanita Dewasa Jawa. Menilik kesejarahan jamu
pun, walau berasal dari Negeri China, namun sangat identik
dengan Budaya Jawa. Ternyata profesi mbok jamu ini tidak hanya
digeluti oleh wanita paruh baya.

Banyak juga wanita dewasa muda yang berprofesi sebagai mbok


jamu dengan berbagai pertimbangan dan alasan. Salah satu yang
menarik adalah yang diungkap Uyung Pramudiarja pada artikelnya
yang berjudul 'Kalau Mbok Jamunya Secantik Ini, Yakin Masih Citra 3. Sutri saat menjajakan jamunya (Foto : Lila/detikHealth)
Sumber : http://health.detik.com/read/2015/04/10/103023/2883430/763/tak-sembarangan
Tak Suka Minum Jamu?' di detikHealth [2]. Uyung menampilkan mbok-jamu-yang-satu-ini-seorang-sarjana-lho
wujud mbok jamu dalam karakter Wanita Muslimah Jawa bernama
Citra Wahidahtul Janah (Citra 2). Makna konotasi 'mbok' pada mbok jamu ini kemudian mengalami
dinamika yang menarik. Kecenderungan citra mbok jamu sebagai
Selain berjualan jamu gendong, perempuan berusia 21 tahun ini Wanita Jawa yang penuh dengan kesahajaan lambat laun
juga tercatat sebagai mahasiswi semester 5 jurusan Pendidikan bertransformasi menjadi wanita mandiri, tangguh, stereotype
Matematika, Universitas Muhammadiyah Purworejo. Tak terlalu Wanita Jawa dan representasi kaum feminis.
mengherankan jika ia bercita-cita ingin menjadi seorang pengajar.
Citra mengaku tidak setiap hari berkeliling menjajakan jamu 2. Metode
gendong. Untuk berjualan, penggemar jamu kunyit asam seduhan Pendekatan pengumpulan data yang digunakan pada riset ini adalah
jamu pegal linu ini hanya memanfaatkan waktu luang saat tidak pendekatan fenomenologi, dengan melihat gelaja-gejala dan
ada jadwal kuliah. fenomena sosok mbok jamu yang ada di lapangan. Pengumpulan
data fenomena mbok jamu disempurnakan dengan studi pustaka
pada artikel-artikel yang ditulis pada jurnal ilmiah cetak maupun
digital.

Fenomena tentang mbok Jamu juga dibaca dan dipelajari dari


berita-berita di internet, dan isu-isu yang beredar di media sosial.
Kemudian tanda-tanda budaya dilihat dari tanda visual dan makna
makna yang terkandung, kemudian dianalisa dengan semiotika
Charles Sanders Peirce. Tanda-tanda budaya kemudian diungkap
secara deskriptif, lalu dibahas dengan gaya pemikiran kritis model
cultural studies.

3. Imagologi
Dewasa ini, dikenal istilah imagologi untuk mengungkapkan fase
Citra 2. Citra Wahidahtul Janah (Foto:detikNews)
dan tindak lanjut atas usaha untuk memperkenalkan atau
Sumber: http://health.detik.com/read/2015/01/07/195824/2796942/775/kalau-mbok-jamunya membangun pencitraan. Imagologi (imago berarti imaji atau citra
secantik-ini-yakin-masih-tak-suka-minum-jamu
dan logos berarti ilmu atau kebenaran) adalah istilah sentral yang
Lain lagi cerita Wanita Jawa lainnya bernama Sutriyani, gadis asal digunakan untuk menjelaskan ilmu tentang citra atau imaji di
Dusun Samen RT 01 Sumbermulyo Bambanglipuro Bantul (Citra dalam masyarakat informasi serta peran sentral teknologi informasi
3). Sekilas tak ada yang istimewa dengannya, namun ternyata dia dalam membentuk citra tersebut.
bukanlah sembarang penjual jamu.
Dari perkembangan teknologi pencitraan mutakhir, imagologi terus
Sebab penjual jamu yang satu ini mengantongi ijazah sarjana. bergaung sebagaimana keinginan agar sampai pada hasrat yang
Gadis yang akrab disapa Sutri itu adalah lulusan FKIP, Jurusan dituju, seperti radio, televisi, video, internet, surveillance, satelit,
Pendidikan Fisika, Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa (UST) dan realitas virtual yang menciptakan suatu dunia yang di
Yogyakarta. Bahkan ia berhasil menyelesaikan kuliahnya hanya dalamnya aspek kehidupan setiap orang sangat bergantung pada
dalam kurun 3,5 tahun dengan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) dunia citraan. Penggunaan citra-citra tertentu untuk menciptakan

Jurnal Studi Kultural Volume I No. 1 Januari 2016 www.an1mage.org 2


Imagologi Mbok Jamu Sebagai Representasi Wanita Etnis Jawa Tradisional .
IMade Marthana Yusa

imaji tentang realitas yang pada titik tertentu dianggap merupakan Tidak sekali-dua bisa disimak bersama via media massa (cetak
realitas itu sendiri merupakan sasaran dari imagologi. Padahal, maupun elektronik) ada wanita sebagai bandar judi, pengedar
semuanya tak lebih dari sebuah fatamorgana dan fantasmagoria [4] narkoba, penjaja seks komersial (PSK), bahkan sekaligus
menjadi germonya, bintang film porno yang mengundang pro
4. Wanita Jawa dalam Balutan Citra Mbok Jamu kontra secara meluas di dalam masyarakat. Dalam
Pelopor jamu, Nyonya Meneer, kelahiran Sidoarjo tahun 1895 hubungannya dengan tulisan ini, ditemukan ada mbok jamu
terlahir sebagai Lauw Ping Nio. Seperti Warga China pada saat itu, yang menjajakan seks juga. Penjaja seks berbalut seragam
ke-Jawa-annya sangat kental, menutupi Etnisitas Cina-nya. mbok jamu.
Tampilan portrait-nya sebagai merk dagang Produk Jamu Nyonya
Meneer terlihat "sangat Jawa." Pada portrait itu (Citra 4) terlihat Disadari bersama bahwa berkat sifat-sifat, keyakinan, dan
Nyonya Meneer menggunakan sanggul dan Kebaya Khas Jawa semangatnya, Sosok Kartini telah ditampilkan sebagai potret
(sesungguhnya Kebaya Jawa ini pada awalnya berasal dari China). wanita ideal yang patut dicontoh, baik sifat maupun
perilakunya. Apalagi ia kini telah diangkat sebagai pahlawan
nasional. Selain itu, Kartini menggambarkan Sosok Wanita
Jawa yang telah menampilkan dirinya sebagai wanita yang
berkepribadian agung (a woman with a great personality).

Lagi-lagi, ini seolah menjungkirbalikkan anggapan selama ini


bahwa di kalangan Masyarakat Jawa pada umumnya, wanita
(anak perempuan) adalah satru mungguh ing cangklakan,
musuh dalam selimut. Kartini membuktikan bahwa ia tidak
pernah merugikan keluarganya, tetapi justru tampil bak seorang
pahlawan bagi keluarga, masyarakat, bangsa, dan negaranya.

Citra 4. Portret Nyonya Meneer pada merk dagang produk Jamu-nya Stereotip Wanita Jawa yang mempunyai sifat-sifat nrimo,
sumber : http://mungkopas.blogspot.co.id/2012/12/nyonya-meneer-pengusaha-jamu-jawa.html
sabar, pasrah, halus, setia dan berbakti ternyata masih
Dewasa ini, kalau diamati tentang sepak terjang Wanita Jawa merupakan gambaran ideal mengenai Wanita Jawa pada
sungguh tidak mudah untuk mencapai pengertian yang bulat umumnya. Secara obyektif, bagi Wanita Jawa masa kini,
mengenai bagaimana sebenarnya pribadi Wanita Jawa pada masa gambaran tersebut rasanya tidak sesuai lagi dengan cara mereka
kini. Mengapa demikian? Adalah suatu kenyataan bahwa sejak sekarang menampilkan dirinya di tengah-tengah masyarakat.
tahun 70-an, Wanita Jawa telah menampilkan dirinya dengan
berbagai cara. Dalam berbagai peran yang diisinya, Wanita Jawa dapat
menunjukkan sikap yang tegas, berinisiatif, malahan tidak
Dalam mengisi berbagai kegiatan di arena sosial, mereka kalah tangkas dari kaum pria. Ia pun berani menolak sesuatu
menunjukkan berbagai sifat dan sikap terhadap problematik yang bila tidak sesuai dengan pandangannya (tidak nrimo dan pasrah
dihadapi, di antaranya peran sebagai ibu, isteri, wanita karir - lagi). Ia juga tidak segan-segan mengutarakan pendapatnya
mbok jamu termasuk dalam kategori ini, dan sebagai warga bilamana dipandang perlu [5].
masyarakat. Tidak jarang, berbagai kegiatan yang dilakukan
wanita mengundang komentar dari banyak pihak: Kartini tentu Sampai sekarang pun, secara implisit masih ada tuntutan agar
sangat bangga bila ia melihat apa yang telah dicapai oleh Wanita wanita senantiasa menggunakan tutur kata (bahasa) yang halus,
Indonesia pada masa kini. dan bersikap lemah lembut karena sikap yang kasar lebih
pantas bagi anak laki-laki (kaum pria). Kita bisa melihat
Tentu tidak menutup mata realita yang ada menunjukkan betapa tingkah polah laku ini pada kebanyakan mbok jamu yang tetap
hebatnya prestasi yang berhasil diraih dan diukir oleh para wanita memperhatikan kehalusan tutur kata.
di negeri tercinta ini.
Memang dalam Keluarga Jawa pada umumnya lebih protektif
Mulai dari keberhasilan/kesuksesan di dunia enterpreneur pada anak perempuan daripada anak laki-laki, bahkan seakan
(wirausaha), karyawati sebuah perusahaan top dengan penghasilan tidak memberi peluang anak perempuan untuk berdikari. Ini
yang begitu menggiurkan, artis, selebritis, atlet di tingkat dunia membuktikan bahwa dalam diri seorang wanita sejak semula
yang mengharumkan nama bangsa dan negara seperti Susi Susanti, memang sudah ditanamkan pengertian agar ia mau
eksekutif, birokrat, menteri, bahkan sampai jabatan tertinggi di menunjukkan sikap conform terhadap aturan-aturan yang
republik ini (presiden) juga diamanahkan oleh seluruh rakyat berlaku.
Indonesia kepada seorang wanita, yakni Ibu Megawati
Soekarnoputri. Adalah pantang bagi seorang gadis bepergian sendiri, tanpa ada
laki-laki yang mengawalnya. Ketentuan ini pun harus dimaknai
Sebaliknya, Kartini pun akan sedih dan merana andai saja sempat kembali, dan memang harus dilihat dan disesuaikan dengan
menyaksikan kiprah segelintir kaum wanita yang melanggar adat situasi kondisi yang ada. Harus diingat bahwa mobilitas kaum
kesopanan dan nilai-nilai atau norma-norma yang telah kita wanita sekarang ini tidak kalah dengan kaum pria, baik pelajar,
sepakati bersama dalam pergaulan hidup di masyarakat. karyawan, maupun mereka yang berwirausaha, semuanya
dituntut serba praktis.

Jurnal Studi Kultural Volume I No. 1 Januari 2016 www.an1mage.org 3


Imagologi Mbok Jamu Sebagai Representasi Wanita Etnis Jawa Tradisional .
IMade Marthana Yusa

Mbok jamu adalah anomali dari adat tersebut. Dalam Namun Sido Muncul tidak lantas diam dengan anggapan tersebut.
kebersahajaannya, mbok jamu sebenarnya tampil sebagai sosok Jamu yang pertama kali diproduksi skala pabrik di tahun 1951 itu
feminis yang tanpa takut bepergian sendiri, tanpa ditemani laki mengalami transformasi sedemikian rupa. Jamu yang awalnya
laki dalam menjajakan jamunya, namun tetap berbentuk tablet bulat hitam, berubah menjadi serbuk. Kemudian
merepresentasikan Tradisi Jawa dalam setelan pakaian dan dikembangkan lagi dalam bentuk cair seperti yang biasa kita
caranya bertutur menjajakan jamunya. konsumsi sekarang ini[1].

Tidak dapat dipungkiri bahwa di kalangan Keluarga Jawa, terutama Usaha menaikkan level jamu dilakukan juga melalui perubahan
dalam diri seorang wanita, semenjak usia yang relatif muda sudah strategi komunikasi pemasaran dengan target market menengah ke
mulai dikembangkan dasar-dasar sifat agar ia setia dan berbakti atas. Melalui jargon 'Orang Pintar Minum Tolak Angin' juga
kepada orangtua, juga terhadap suami dan keluarga ketika wanita endorser dari kalangan selebritis yang mewakili target market
sudah kawin. Ada ungkapan yang lazim didengar, yakni wanita tersebut Tolak Angin berhasil membawa nama jamu naik kelas.
diposisikan sebagai konco wingking. Ini pun perlu diredifinisi dan
reinterpretasi supaya tidak menimbulkan salah penafsiran. Beberapa artis dan tokoh yang pernah menjadi endorser Tolak
Sesungguhnya bagi kaum pria, wanita (istri) merupakan partner, Angin adalah Lula Kamal, Agnes Monica, Rhenald Kasali, Sophia
bersama-sama menjalani pahit getirnya hidup berumah tangga. Latjuba, Soebroto Laras, Anggito Abimanyu, hingga menteri
BUMN, Dahlan Iskan juga tak luput dari strategi pemasaran Tolak
Bisa jadi konco wingking di sini lebih pas kalau dikonotasikan Angin.
sebagai mitra karena istri adalah ratu rumah tangga, dialah yang
mengatur ekonomi keluarga. Sosok mbok jamu merupakan Di sisi lain, Tolak Angin juga mengedukasi masyarakat untuk
metafora ratu rumah tangga ini. Kisah mbok jamu bernama Sutri beralih ke obat herbal melalui tampilan TVC yang menonjolkan
[3] merepresentasikan pahlawan ekonomi bagi keluarganya. hasil uji ilmiah Tolak Angin untuk dapat masuk ke logika
Budayawan dan penyair mbeling, Emha Ainun Najib bahkan akademisi. Selain itu, pendekatan lain juga dilakukan melalui
pernah melontarkan statement secara berkelakar mengenai seminar dengan Ikatan Dokter Indonesia (IDI).
keunggulan wanita atas pria.
6. Mbok Jamu dalam Budaya Populer
Secara etimologis, perempuan berasal dari kata empu, wanita (wani Citra mbok jamu sebagai representasi icon feminis sering tampil
noto), artinya berani menata atau mengatur. Jelas dari sini bahwa dalam ruang diskusi dan ruang media massa dengan berbagai
sesungguhnya wanita punya kedudukan sosial yang luhur. Di mata wacana yang diperbincangkan. Mbok jamu juga representasi
Emha, perempuan jauh lebih hebat dan perkasa daripada laki-laki, budaya Populer Jawa karena keotentikan identitas khas yang dapat
sehingga Tuhan menakdirkan wanita untuk bersakit-sakit dilihat dari setelan pakaiannya, ataupun khasiat jamu yang
mengandung dan melahirkan anak. Akan tetapi, dengan dijajakannya sangat dekat dengan keseharian masyarakat,
kehalusannya, dengan kepintarannya, perempuan memilih khususnya Masyarakat Jawa.
bersembunyi di balik kesombongan dan kepongahan laki-laki[3].
Dinamika representasi mbok jamu menarik untuk dicermati, baik
Ada satu ciri yang membedakan Wanita Jawa masa kini, dari era dalam sosok (bisa wanita muda hingga wanita paruh baya),
Kartini, mereka ingin, bersedia, boleh, bahkan diharapkan dapat tampilan (dari Wanita Tradisional Jawa, Wanita Muslimah Jawa)
mengisi dua peranan (roles). Di dalam rumah sebagai ibu dan istri, hingga representasi Wanita Jawa modern dengan berbagai atribut
sedangkan peranan lain di luar rumah. jamu modern-nya (Citra 5).

Permasalahan muncul ketika wanita mulai mengisi peran ganda


tersebut mengingat setiap peranan membawa tanggungjawab dan
kewajiban tertentu. Jelas bahwa ini menimbulkan suatu loyalitas
ganda, terhadap suami dan keluarganya, di pihak lain loyal
terhadap tugas/pekerjaan yang dipilihnya (biasanya di luar rumah).
Idealnya, kedua loyalitas tersebut saling sambung (mendukung).
Namun, dalam kenyataannya tidak selalu demikian adanya.

5. Stereotype Jamu Sebagai Indeks Tradisional dan Kuno,


Serta Dinamikanya
Jika dilihat dari tipe tanda Charles S. Peirce, jamu merupakan
indeks dari terminologi tradisional dan kuno. Konsumen jamu
sendiri kebanyakan dari masyarakat yang sudah berumur, bukan
dari kaum muda yang memiliki kecenderungan membutuhkan gaya
hidup yang dekat dengan hal-hal yang serba praktis atau lebih
modern.
Citra 5. Mbok Jamu tanpa gendongan jamu tradisional Hinarto
sumber: http://kfk.kompas.com/kfk/view/81962-jamu-kuat-mas
Salah satu brand jamu ternama di Indonesia, Tolak Angin, pernah
melakukan riset atas citra jamu di mata masyarakat Indonesia.
Representasi mbok jamu sebagai sosok yang dekat dengan
Hasil riset yang dilakukan pada awal tahun 1980-an, brand jamu
golongan masyarakat kelas ekonomi menengah ternyata
yang berada di bawah Bendera Sido Muncul ini masih dipandang
menarik juga untuk hadir dalam kontestasi politik di negeri ini.
sebagai produk jamu kesehatan yang tradisional, kuno dan ada
kesan kampungan di dalamnya.
Jurnal Studi Kultural Volume I No. 1 Januari 2016 www.an1mage.org 4
Imagologi Mbok Jamu Sebagai Representasi Wanita Etnis Jawa Tradisional .
IMade Marthana Yusa

Pada Citra 6 dapat dilihat bagaimana citra mbok jamu


dihadirkan untuk mendukung Jokowi-JK pada Pemilu Presiden
Indonesia lalu.

Citra 6. Representasi mbok jamu sebagai masyarakat golongan kelas ekonomi menengah
Sumber: http://foto.tempo.co/read/beritafoto/17569/Mbok-Jamu-Gendong-Gelar-Aksi-Dukung Citra 8. Seni Patung Mbok Jamu karya Irine Lui
Jokowi-JK/6 Sumber: http://annual.cofa.unsw.edu.au/2012/graduates/1027/irine-lui/10594?category=ceramics

Citra mbok jamu juga kerap hadir sebagai karakter yang


menginspirasi anak muda untuk mewujudkannya dalam ilustrasi,
gambar, dan komik. Pada Citra 7 dapat dilihat hasil karya ilustrasi
sosok mbok jamu dalam sudut pandang budaya populer hasil cipta
karya anak muda.

Citra 9. Sandal dengan bentuk mbok jamu gendong


Sumber: http://sandal-trendy2011.blogspot.co.id/2011/01/sandal-karakter.html

Citra 7. Implementasi gambar karakter mbok jamu pada T-Shirt


sumber : http://www.distrokdri.com/product/mbok-jamu

7. Komodifikasi Citra Mbok Jamu dalam Produk Desain


Citra mbok jamu yang lekat dengan masyarakat juga memberi
ruang bagi komodifikasi. Beberapa produk dihasilkan, dari bentuk
sederhana dengan harga puluhan ribu, hingga Adi Busana dengan
Citra 10. Patung keramik Mbok Jamu Jogjakarta
harga jutaan rupiah. Sumber : http://laraswati.com/2011/04/12/mirota-yogyakarta/dscf2382/

Irine Lui, Master of Design, pada karya semasa kuliahnya dulu di


Australia mewujudkan karya keramik (Citra 8) dari bahan porselen
khas Australia Selatan (Australian southern ice porcelain)
dikombinasikan dengan kain tekstil Batik Indonesia dengan
eksplorasi citra mbok Jamu.

Pada citra 9 ditampilkan karya sandal dengan bentuk karakter khas


mbok jamu gendong. Eksplorasi karya desain lain tampak pada Citra 11. Patung Kayu Mbok Jamu
karya patung keramik khas Jogjakarta (Citra 10) dan patung kayu Sumber: http://olx.co.id/iklan/patung-antik-mbok-jamu-gendong-asli-kayu-jati-jepara
ID7OGh4.html
(Citra 11).
Alasannya ya satu, anak muda dan mbok jamu itu suka yang
Tampilan tukang jamu memang terlihat sederhana dan simpel. simpel-simpel, cetus Nuru Aina di sela-sela pertunjukan fashion.
Cukup menggunakan kebaya dan dipadu kain panjang cekak atau Tak heran pula jika para desainer muda ini tak begitu banyak
semata kaki. menampilkan payet-payet atau pernak pernik pada kebaya modern
ini.
Namun, kesan itu berubah ketika melihat desain busana ala mbok
mbok jamu karya tujuh Siswa Pison Art and Fashion Foundation Model eksplorasi desain hingga mencapai karya adi busana ini
(PAFF) di Surabaya Townsquare (Sutos), 10 April 2013. perlu dimaknai sebagai pencapaian yang melampui sekedar
komodifikasi. Ada apresiasi yang terkandung dalam memposisikan
Mengusung tema Wanita Indonesia, Laura Leovieta, Nuru Aina, mbok jamu dalam kebudayaan dan peradaban Indonesia [6].
Priska Henata, Shierly Ha, Zein Han, Marcella dan Indy
menampilkan kebaya tukang jamu yang cocok untuk kawula muda
(Citra 12).

Jurnal Studi Kultural Volume I No. 1 Januari 2016 www.an1mage.org 5


Imagologi Mbok Jamu Sebagai Representasi Wanita Etnis Jawa Tradisional .
IMade Marthana Yusa

terbuka bagi Wanita Jawa jelas berdampak pada proses perubahan


tersebut.

Adapun bagaimana ia akan berubah pasti ditentukan oleh kaum


Wanita Jawa sendiri maupun oleh perkembangan lingkungan sosial
kita. Perubahan yang mulai sekarang sudah dapat diamati
berhubungan dengan perilaku Wanita Jawa yang ingin mengisi
peran ganda (atas pilihan sendiri ataupun terpaksa) fenomenanya
makin bertambah banyak, yang utama dipaparkan pada tulisan ini
adalah sosok mbok jamu.

Memang kalau diamati interaksi yang terjadi dalam masyarakat


pedesaan maupun perkotaan di Jawa memberi kesan bahwa saat ini
Orang Jawa memang sedang bergerak dengan akselerasi yang
begitu hebat menyongsong arus peradaban (konstelasi) dunia masa
kini. Akan tetapi, orientasi nilai budaya, sikap mental, dan gaya
hidup Priyayi Jawa sungguh merupakan kendala utama.

Sehubungan dengan itu, Koentjaraningrat mengemukakan


hipotesisinya sebagai berikut apabila suatu kebudayaan
(sub-kebudayaan) pada kelas tertentu dalam suatu masyarakat
memiliki tradisi turun temurun yang sudah mantap sehingga
Citra 12. Desain busana terinspirasi dari citra mbok jamu Radar Surabaya memiliki kepentingan untuk mempertahankan tradisi yang
sumber : http://radarjatim.com/fashion-simple-ala-mbok-jamu-di-surabaya-townsquare/
panjang itu maka akan ada kecenderungan munculnya sikap
8. Konklusi penolakan yang lebih intensif terhadap perubahan kebudayaan
Sifat khas Wanita Jawa masa kini menunjukkan adanya kombinasi daripada dalam kebudayaan (sub-kebudayaan) yang tidak
antara sifat-sifat Wanita Jawa tempo dulu dan sifat-sifat lain yang mempunyai tradisi yang panjang[7]
berhubungan dengan pengalaman-pengalaman pendidikan dan
tersedianya berbagai kesempatan baginya dalam masyarakat Fenomena mbok jamu, dari representasinya sebagai wanita
sekarang ini. Etnis Jawa dengan segala simbol, tradisi dan makna yang
meliputinya hingga komodifikasi atas citra yang melekat
Artinya, ia tidak hanya setia, bakti/bekti, sabar, tetapi juga cerdas memposisikan mbok jamu pada diskursus stereotip citra yang
dan kritis, berinisiatif, dan kreatif. Selain memiliki aspirasi bagi menarik. Cara-cara pengkajian fenomena budaya beserta
dirinya sendiri, ia masih cenderung untuk bersikap conform kontradiksinya menjadi gaya yang umum dilakukan dalam
terhadap harapan-harapan orang lain. cultural studies. Mbok jamu, Quo Vadis?

Sementara dalam menghadapi situasi konflik yang menyangkut Referensi


[1] Anonim.(2012). Pengusaha Jamu Jawa Pertama di Indonesia.
hubungannya dengan orang lain, khususnya dengan siapa ia
Ensiklopedi Tokoh Indonesia:
mempunyai ikatan efeksional, Wanita Jawa cenderung untuk http://www.tokohindonesia.com/biografi/article/285-ensiklopedi/3501
bersikap mengalah demi memelihara hubungan yang harmonis pengusaha-jamu-jawa-pertama-di-indonesia#
dengan orang-orang yang bersangkutan. [2] Pramudiarja, Uyung. (2015). Kalau Mbok Jamunya Secantik Ini, Yakin
Masih Tak Suka Minum Jamu? detikHealth:
Bagi Wanita Jawa masa kini, pasrah berarti memilih dengan sadar http://health.detik.com/read/2015/01/07/195824/2796942/775/kalau
untuk menyesuaikan diri dengan keadaan yang harus ia hadapi mbok-jamunya-secantik-ini-yakin-masih-tak-suka-minum-jamu .
dengan tetap berusaha untuk memperbaiki keadaan seoptimal Diunggah: 07 Januari 2015
[3] Sativa, Rahma Lillahi. (2015). Tak Sembarangan, Mbok Jamu yang
mungkin.
Satu Ini Seorang Sarjana Lho. detikHealth :
http://health.detik.com/read/2015/04/10/103023/2883430/763/tak
Oleh sebab pasrah atau menyesuaikan diri di sini adalah pilihan sembarangan-mbok-jamu-yang-satu-ini-seorang-sarjana-lho Diunggah
yang telah dipertimbangkannya secara matang maka mungkin : 10 April 2015
justru di sinilah letak kunci dari keseimbangan diri Wanita Jawa. [4] Hasbi, Ikhsan. (2015). Imagologi Politik. Aceh: Serambi Indonesia.
Artinya, dalam menghadapi berbagai situasi yang penuh konflik http://aceh.tribunnews.com/2015/03/18/imagologi-politik
baginya, ia masih dapat berfungsi dan menampilkan diri secara [5] Adrianto, Ambar. (2006). Wanita Jawa, Quo Vadis? Yogyakarta:
baik, sesuai dengan harapan lingkungannya. Jentara, Jurnal Sejarah dan Budaya :Volume 1, No. 2
[6] Surabaya, Radar (2013). Fashion Simple Ala Mbok Jamu Di Surabaya
Townsquare. Radar Jatim: http://radarjatim.com/fashion-simple-ala
Pelan tapi pasti, seiring dengan perjalanan waktu, di tahun-tahun
mbok-jamu-di-surabaya-townsquare/Diunggah : 11 April 2013
mendatang, gambaran stereotip Wanita Jawa tampaknya makin [7] Koentjaraningrat. (1994). Kebudayaan Jawa. Seri Etnografi Indonesia
menjadi tidak relevan lagi. Kontribusi pendidikan yang kian Nomor 2. Cetakan kedua. Jakarta: Balai Pustaka.

Jurnal Studi Kultural Volume I No. 1 Januari 2016 www.an1mage.org 6


Michael Sega Gumelar Dekonstruksi Pemikiran Mistis Fritjop Capra .

Jurnal Studi Kultural (2016) Volume I No.1: 711

Journal Studi Kultural


www.an1mage.org An1mage Journals: Jurnal Studi Kultural

Laporan Riset
Dekonstruksi Pemikiran Mistis Fritjof Capra dalam Buku Titik Balik Peradaban

Michael Sega Gumelar*


Universitas Surya, Universitas Udayana

Info Artikel Abstrak


Sejarah artikel:
Dikirim 14 Oktober 2015 Mendekonstruksi pemikiran mistis ala Friftjof Capra dalam bukunya berjudul Titik Balik Peradaban Sains,
Direvisi 9 November 2015 Masyarakat dan Kebangkitan Kebudayaan yang diterjemahkan oleh M.Thoyibi dan diterbitkan Bentang Pustaka cetakan
Diterima 18 November 2015 pertama tahun 1997 sampai cetakan keenam 2004.

Dekonstruksi ini diperlukan dalam mengungkap pemikiran mistis Friftjof Capra yang terjebak kembali ke pola pikir lama
Kata Kunci:
yaitu when you don't know anything about anything god knows yaitu bila kita tidak mengetahui sesuatu tuhan tahu
Fritjop
Dekonstruksi
semuanya.

Capra
Mistis
Intuisi
2016 Komunitas Studi Kultural Indonesia. Diterbitkan oleh An1mage. All rights reserved.

1. Pendahuluan Alam semesta tidak lagi dipandang sebagai sebuah mesin, yang
Fritjof Capra dalam bukunya berjudul Titik Balik Peradaban tersusun atas sekumpulan objek yang terpisah, melainkan sebagai
sebuah keseluruhan yang harmonis yang tidak bisa dipisah-pisahkan;
Sains, Masyarakat dan Kebangkitan Kebudayaan yang suatu jaringan hubungan dinamis yang meliputi manusia pengamat
diterjemahkan oleh M.Thoyibi dan diterbitkan oleh Bentang dan kesadarannya dengan cara yang sangat esensial.
Pustaka dalam bab satu dengan bahasan Gelombang yang
Kenyataan bahwa fisika modern, manifestasi dari spesialisasi ekstrem
Berbalik memberikan gambaran betapa kacaunya ilmu
dari pikiran rasional, kini tengah berhubungan dengan mistisisme,
pengetahuan yang mengakibatkan terjadinya potensi perang nuklir esensi dari agama dan manifestasi dari spesialisasi ekstrem pikiran
dan musnahnya manusia karena pengetahuan, ilmu pengetahuan intuitif, dengan begitu indahnya menunjukkan hakikat modus
dan teknologi. kesadaran rasional dan intuitif yang merupakan kesatuan dan saling
melengkapi.

Fritjof Capra dalam bukunya tersebut membahas perlunya manusia Dari hasil karya pemikiran Fritjof Capra berupa informasi yang
kembali melihat potensi bahaya ilmu pengetahuan yang cenderung tertulis secara eksplisit sekaligus implisit bahwa kita harus kembali
dianggap membuat kacau tersebut agar kita bijaksana, buku kepada mistis yang sudah jelas dibawa oleh ajaran agama yang
tersebut mengajak pembaca melihat solusi dari sisi mistis, bahkan mengutamakan Tuhan sebagai jawaban dari segalanya dalam buku
menyarankan menggunakan salah satu pemikiran dari negeri China Titik Balik Peradaban-Sains, Masyarakat dan Kebangkitan
yaitu Yin dan Yang. Kebudayaan yang diterjemahkan oleh M.Thoyibi Gelombang
yang Berbalik tersebut justru akan membawa manusia kembali ke
Namun Fritjof Capra menempatkan pemahaman Yin dan Yang zaman masa lalu yaitu kembali pada kepercayaan mistis [1].
menurut versinya sendiri. Fritjof Capra menempatkan Yang sebagai
pengetahuan, ilmu pengetahuan dan teknologi dari Barat yang
2. Dekonstruksi
cenderung mengutamakan logika dan sangat patriarki sedangkan Ada tiga kalimat kunci dari pernyataan Fritjof Capra dalam kalimat
Yin yang seharusnya diwujudkan pula sebagai penyeimbang, tersebut yaitu kata mistis, mistisisme dan intuitif. Mari kita
ternyata digunakan sebagai alat bukan sebagai ilmu pengetahuan amati dan cermati apa arti dari kata mistis sesungguhnya. Kata
dari Timur tetapi menjadi wujud berupa pemahaman mistis. mistis merupakan kata sifat dari mistik.

Hal ini terlihat sangat jelas pada bahasan Gelombang yang Mistis artinya bersifat mistik. Kini arti mistik itu apa? Mistik
Berbalik di halaman ke 37 di paragraph ke dua tertulis: menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yang dapat
Namun demikian, pada abad kedua puluh fisika telah melewati
beberapa revolusi konseptual yang jelas mengungkapkan batas-batas diakses secara online di http://kbbi.web.id. Mistik adalah subsistem
pandangan dunia mekanistik dan menuju ke arah pandangan dunia yang ada dalam hampir semua agama dan sistem religi untuk
ekologis organik yang menunjukkan banyak kesamaan dengan memenuhi hasrat manusia mengalami dan merasakan emosi bersatu
pandangan mistik sepanjang zaman dan dalam semua tradisi.
dengan Tuhan; tasawuf; suluk [2].
Peneliti koresponden: Program Studi Digital Communication, www.surya.ac.id, Bumi Jati Elok
Blok A5 Nomor 2 Jalan Raya Parung Panjang, Legok, Tangerang, Banten, Indonesia 16826 Mobile:
+62818966667 E-mail: ms.gumelar@gmail.com.
Jurnal Studi Kultural Volume INo. 1 Januari 2016 www.an1mage.org 7
Michael Sega Gumelar Dekonstruksi Pemikiran Mistis Fritjop Capra .

Kemudian menurut Kamus Merriam Webster yang dapat diakses Memiliki pengetahuan (knowledge) belum tentu memiliki ilmu
secara online juga di http://www.merriam-webster.com/. Mystic: pengetahuan. Ilmu pengetahuan dalam Bahasa Inggris-nya adalah
spiritual knowledge through prayer and deep thought: someone science, diserap ke dalam Bahasa Indonesia menjadi sains. Science
who practices mysticism. Yang berarti pengetahuan spiritual dalam Bahasa Yunani-nya adalah , epistmi.
melalui doa dan pemikiran mendalam sesorang yang
mempraktekkan kepercayaan mistis [3]. Ilmu pengetahuan artinya menurut KBBI adalah pengetahuan
sistematis yang diperoleh dari sesuatu observasi, penelitian, dan uji
Menurut Dictionary Reference yang dapat juga diakses online di coba yang mengarah pada penentuan sifat dasar atau prinsip
http://dictionary.reference.com. Mystic: believes in the possibility sesuatu yang sedang diselidiki, dipelajari, dan sebagainya. Jadi
of attaining, insight into mysteries transcending ordinary human ilmu pengetahuan adalah mengetahui secara detil di dalam suatu
knowledge, as by direct communication with the divine or bidang ilmu secara spesifik [2].
immediate intuition in a state of spiritual ecstasy.
Penulis memberikan contoh yaitu bila seorang manusia mengetahui
Yang berarti kepercayaan dalam kemungkinan mencapai, adanya komputer, maka mengetahui adanya komputer itu disebut
memandang ke dalam suatu misteri melebihi pengetahuan manusia, sebagai pengetahuan.
melalui komunikasi langsung dengan Sang Agung atau intuisi
langsung saat mengalami kesurupan (trance) [4]. Tetapi bisakah manusia tersebut membuat komputer? Bila manusia
tersebut sampai mampu membuat komputer, mampu membuat
Kemudian dari penjelasan tersebut di atas kita mengarah pada kata komputer ini disebut sebagai ilmu pengetahuan.
mistisme yang berarti mengarah pada kepercayaan dan ajaran
yang menyatakan bahwa ada hal-hal yang tidak terjangkau oleh Kini kita bahas secara logika apa itu mistis? Dari penjelasan
akal manusia karena terbatas kemampuannya, tentang Tuhan dan penulis di bahasan dua yaitu dekonstruksi. Definisi kata dari
ketuhanan. berbagai kamus secara eksplisit menyatakan bahwa mistis adalah
segala hal yang berkaitan dengan mistik.
Kini kata berikutnya adalah intuitif. Intuitif memiliki arti bersifat
(secara) intuisi, berdasar bisikan (gerak) hati. Kini apa itu intuisi? Mistik itu sendiri akhirnya penulis rangkum dan definisikan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) sendiri. Mistik adalah sebagai segala hal perbuatan untuk
http://kbbi.web.id/. Intuisi adalah daya atau kemampuan dibaktikan, memuja, memperjuangkan segala sesuatu untuk dan
mengetahui atau memahami sesuatu tanpa dipikirkan atau atas nama Tuhan bagi pelakunya untuk mendapatkan apa yang
dipelajari; bisikan hati; gerak hati [2]. dijanjikan Tuhan dalam kepercayaan tersebut.

Menurut kamus merriam-webster http://www.merriam Dalam hal ini cenderung semua kepercayaan bagi pemeluknya
webster.com/. Intuition: a natural ability or power that makes it imbalannya adalah surga (kesenangan abadi) dan kalau bisa tidak
possible to know something without any proof or evidence: a masuk neraka (siksa abadi), imbalannya yang baik bagi berbagai
feeling that guides a person to act a certain way without fully agama kurang lebih setara dengan surga, demikian juga imbalan
understanding why: something that is known or understood without yang buruknya setara dengan neraka dengan berbagai versinya.
proofor evidence.
Sistem kepercayaan, ajaran dan pemikiran melakukan mistik secara
Yang artinya intuisi adalah kemampuan alami yang memungkinkan individu dan atau kelompok disebut mistisisme.
seseorang mengetahui tanpa bukti: suatu perasaan yang
membimbing seseorang tanpa melakukan sesuatu tanpa mengerti Mari kita lihat hasil dari pemikiran mistik adalah mencakup agama
benar mengapa: sesuatu yang diketahui tanpa bukti [3]. (sistem kepercayaan), Tuhan dan takwa (ritual) yaitu praktek
penyembahan (upacara). Mari kita lihat hasil dari kepercayaan
3. Diskusi yaitu agama.
Dari pemahaman yang umum dan cara berpikir umum
menggunakan kamus umum dan bukan kamus yang spesifik dari Agama adalah satu penyebab peperangan. Berbeda agama, maka
ilmu tertentu. Pemahaman Fritjof Capra tentang diperlukannya konflik dapat terjadi dan dapat menyulut peperangan sehingga
kepercayaan mistik dalam pengetahuan, ilmu pengetahuan dan mengakibatkan banyak korban di kalangan pemeluk agama yang
teknologi sudah dapat dimentahkan dan didekonstruksi. berperang di dalamnya, sejarah banyak mencatat beragam
peperangan karena faktor agama ini.
Dalam cara berpikir untuk menghasilkan suatu pemikiran muncul
kata yang disebut dengan nama logis (logic). Logis artinya sesuai Agama menjadi faktor peperangan karena terjadinya perbedaan
dengan logika (logical). Tuhan yang disembah, bahkan nama Tuhannya juga berbeda.

Apa itu logika? Logika dari Bahasa Yunani , logike yaitu Seandainya nama Tuhannya sama, tetapi orang sebagai penerima
cabang filosofi yang membahas penggunaan dan pembelajaran kitab suci juga orang yang berbeda maka bila seseorang tidak
alasan secara runut dan tidak dapat dibantah (valid reason) [5]. mengikuti pembawa kitab suci yang tersebut, maka orang tersebut
tidak akan terselamatkan, demikian juga pengikut kitab suci
Logika berhubungan dengan pengetahuan. Pengetahuan dari kata lainnya melakukan hal yang sama. Jadi peperangan terus berlanjut.
Bahasa Yunani , gnsi yang diserap menjadi knowledge
dalam Bahasa Inggris. Knowledge artinya mengetahui tentang Kini penulis bahas apa itu intuisi. Menurut KBBI, Intuisi adalah
sesuatu dan menjadi kata benda pengetahuan [5]. daya atau kemampuan mengetahui atau memahami sesuatu tanpa
dipikirkan atau dipelajari; bisikan hati; gerak hati [2]. Bagaimana
Jurnal Studi Kultural Volume I No. 1 Januari 2016 www.an1mage.org 8
Michael Sega Gumelar Dekonstruksi Pemikiran Mistis Fritjop Capra .

mengetahui sesuatu tanpa dipikirkan? Bisikan hati? Apakah hati terobosan dan pencerahannya sehingga sedikit banyak menjadi
dapat berbisik seperti manusia? berdampak buruk pada masyarakatnya, stagnan (tidak berjalan
maju) dan tidak menemukan jalan untuk keluar dari konsekuensi
Menurut kamus KBBI pula, hati adalah organ badan yang berwarna logis (implikasi) yang telah diambilnya.
kemerah-merahan di bagian kanan atas rongga perut, gunanya
untuk mengambil sari-sari makanan di dalam darah dan Sehingga orang-orang yang mempercayai hal-hal mistik kemudian
menghasilkan empedu [2]. seakan menemukan pencerahan dan kemudian dijadikan
pembenaran. Kata-kata umum dan klasik tersebut adalah when
Dari situ kita semua tahu hati bukanlah tempat menyimpan you don't know anything about anything god knows yang artinya
pengalaman dan direkam sebagai memory yang dapat disimpan di saat kamu tidak tahu tentang segala sesuatu Tuhan tahu.
otak, dan karena hati bukanlah otak, maka hati tidak dapat
menghasilkan pikiran seperti otak. Jadi jelas, hati tidak dapat Salah satu yang mempercayai hal tersebut adalah Fritjof Capra,
berpikir dan atau dalam bahasa semiotics (simbol) dengan kata yaitu dengan pemahaman mistik dan intuisinya. Di dalam
berbisik. pemikirannya yang dituangkan dibukunya sangat menekankan
bahwa manusia dengan teknologinya menjadi rakus, buruk, jahat
Kemudian intuisi versi kamus berikut merriam-webster dan dapat memusnahkan manusia.
http://www.merriam-webster.com/. Intuition: a natural ability or
power that makes it possible to know something without any proof Padahal itu semua hanya alat, tetapi sebenarnya yang buruk, jahat
or evidence: a feeling that guides a person to act a certain way dan tidak pedulian adalah orangnya yang mempercayai suatu
without fully understanding why: something that is known or kepercayaan, misalnya percaya pada hal mistik dan intuisi.
understood without proofor evidence.
Kini sebelum membahasa lebih jauh lagi, penulis mengutip lirik
Yang artinya Intuisi adalah kemampuan alami yang Imagine hasil karya penyanyi terkenal yaitu John Lennon.
memungkinkan seseorang mengetahui tanpa bukti: suatu perasaan
yang membimbing seseorang tanpa melakukan sesuatu tanpa "Imagine"
mengerti benar mengapa: sesuatu yang diketahui tanpa bukti [3].
Imagine there's no heaven
Bagaimana mengetahui sesuatu tanpa bukti? Bila seseorang tidak It's easy if you try
melakukan tindak korupsi lalu dijebloskan ke penjara karena ada No hell below us
Above us only sky
intuisi bahwa dia telah melakukan korupsi? Apakah itu tidak
Imagine all the people
disebut dengan nama fitnah?
Living for today...

Bila memang begitu, apakah semua orang yang menggunakan Imagine theres no country
intuisinya sama dengan tukang fitnah yang sangat mahir? Intuisi It isn't hard to do
menjadi sama saja dengan mengacaukan semuanya bukan? Lalu Nothing to kill or diefor
apa yang dapat dipegang dari intuisi? And no religion too
Imagine all the people
Living life in peace...
Penulis membawa pembaca ke masa lalu. Yaitu pada saat kita suci
dalam suatu agama memahami alam ini sangat geosentris yaitu You may say I'm a dreamer
berkenaan dengan pemikiran bahwa bumi dianggap sebagai pusat But I'm not the only one
alam semesta dan berbentuk datar (flat); hal ini terjadi di masa I hope someday you'll join us
hidupnya Nicolaus Copernicus [5]. And the world will be as one

Kemudian Copernicus melakukan penelitian dan membuktikan Imagine no possessions


bahwa Matahari bukan mengelilingi Bumi tetapi sebaliknya Bumi Iwonder if you can
No need for greed or hunger
yang mengelilingi Matahari (heliosentris).
A brotherhood ofman
Imagine all the people
Heliosentris teori yang menyatakan bahwa Bumi ini berbentuk Sharing all the world...
bulat serta berputar sesuai porosnya, beserta planet lainnya beredar You may say I'm a dreamer
mengelilingi Matahari. Dari situ dapat disimpulkan bahwa ada But I'm not the only one
orang (agen) yang berintuisi lalu membuat geosentris seolah dari I hope someday you'll join us
Tuhan dan muncullah agama tertentu. And the world will live as one [6]

Tetapi yang terjadi? Kenyataannya masih banyak orang-orang di Dari kutipan tersebut bila dikaitkan dengan saran Fritjof Capra agar
masa kini yang masih mempercayai yang sudah jelas terbantahnya kita kembali ke mistik dan intuisi. Apakah Fritjof Capra tidak sadar
pemahaman geosentris yang katanya ilmu dari Tuhan yang tertulis bahwa mistik yang melahirkan Tuhan dan agama juga sebenarnya
di kitab suci tersebut sebagai suatu kebenaran bukan? Jadi di masa penyebab adanya perlombaan senjata?
kini pun orang-orang yang percaya kekuatan mistik dan instuisi
masih banyak. Kekuatiran terhadap dominasi agama lain salah satunya karena
manusia yang percaya mistik yang akhirnya ada potensi
Kepercayaan terhadap hal-hal mistik selalu menguat kembali dan menggunakan senjata nuklir.
terjadi pada saat manusia menemukan titik pengetahuan, ilmu
pengetahuan dan teknologi yang dianggap mulai melambat dalam
Jurnal Studi Kultural Volume I No. 1 Januari 2016 www.an1mage.org 9
Michael Sega Gumelar Dekonstruksi Pemikiran Mistis Fritjop Capra .

Perlombaan segala sesuatu yang berkualitas disukai oleh Tuhan


juga muncul dari agama, masih ingatkah kita dengan persembahan
kepada Tuhan yang dilakukan oleh dua karakter dalam salah satu
versi agama?

Persembahan yang dilakukan oleh dua orang manusia, sesuatu


yang berkualitaslah yang diterima Tuhan, bukankah begitu?
Apakah dari peristiwa tentang kualitas tersebutlah kemudian
muncul pemikiran sebagai titik awal gengsi (prestige)?
Citra 2. God is dead Friedrich Nietzsche. sumber: http://www.azquotes.com/picture-quotes/quote
god-is-dead-god-remains-dead-and-we-have-killed-him-friedrich-nietzsche-45-46-33.jpg
Di sisi lainnya versi agama yang berasal dari Timur juga sangat
patriarki, yaitu mengutamakan sistem pemikiran yang berdasarkan
Sesungguhnya apa yang membuat manusia menggunakan teknologi
kekuasaan, kekuatan dan tatanan masyarakat berdasarkan laki-laki,
yang sebenarnya hanya sekedar alat kemudian menjadi ancaman
bukan pada wanita, hal ini menjadi pertentangan (paradoks) di
dan menakutkan bagi lainnya?
dalam tulisan Fritjof Capra itu sendiri yang sepertinya berpihak
pada feminisme.
Karena yang mengendalikan itu adalah orang-orang yang belum
siap memegang kekuatan sebegitu hebat tetapi ternyata kekuatan
Demikian juga di pemikiran Orang Timur, kekuatan patriarki juga
hebat itu sudah berada digenggamannya, hal ini memungkinkan
sangat kuat, konstruksi Fritjof Capra pada keseimbangan yin dan
potensi yang mengancam keberlangsungan manusia itu sendiri dan
yang dalam bukunya tentang wanita disetarakan di Area Timur
entitas lainnya.
tersebut terbantahkan dengan merananya Ibu Kartini di Koloni
Negara Belanda (Dutch East Indies) di masa lalu kini masuk
Diharapkan manusia menaikkan lagi pemahamannya bahwa ada
Wilayah Negara Indonesia, Ibu Kartini (citra 1) jelas-jelas berada
beberapa implikasi (konsekuensi logis) yang membuat kita semua
di Area Timur dan bukannya Barat.
menjadi rakus, tamak, dengki, dan lainnya karena bagi manusia
yang hanya mementingkan dirinya sendiri maka pengetahuan, ilmu
pengetahuan dan teknologi hanya menjadi alat bagi mereka untuk
semakin memperkuat keburukan yang ada di dalam diri mereka
tersebut.

Salah satu jawaban dari permasalahan yang diperlukan manusia


saat ini adalah adanya sentuhan peduli kepada yang lain, salah
satunya kemanusiaan (humanity) yang wajib lebih diperkuat lagi.

Kemudian di bidang ekonomi adalah kita harus segera


menghentikan fokus pada perekonomian yang menguntungkan
kepentingan perseorangan dan atau kelompok tertentu.

Tetapi kita memerlukan perekonomian dengan tingkatan


pemahaman baru yang berfokus pada keharmonisan dan
keberlangsungan seluruh manusia, alam, tumbuhan, dan satwa
sebagai satu keseimbangan ekosistem di Bumi, di tata surya kita,
di galaksi kita, di jagat raya kita dan di frekuensi (dimensi) mana
Citra 1. Ibu Kartini yang hidup pada Masa Koloni Belanda (Dutch East Indies) yang kini menjadi
pun agar kita semua saling menjaga, memberi kedamaian dan
Wilayah Negara Indonesia. Sumber: "COLLECTIE TROPENMUSEUM Portret van Raden Ajeng berkecukupan secara bersama.
Kartini TMnr 10018776" by Tropenmuseum, part of the National Museum ofWorld Cultures.

Akhirnya penulis mencapai satu titik kesimpulan bahwa tidak


4. Konklusi
diperlukan kembali kepemikiran mistis yang disarankan oleh
Fritjof Capra membuat konstruksi dan ilusi bahwa dunia
Fritjop Capra.
memerlukan kembali kepercayaan mistik dan intuisi. Bukankah
bila apa yang disarankan Fritjop Capra ini bila dilakukan juga akan
Tetapi solusi dari keadaan saat ini yang seolah stagnan sebenarnya
membawa manusia ini kembali ke masa lalu yang kelam karena
memerlukan sentuhan peduli kepada sesama manusia yang semakin
peperangan yang banyak disebabkan oleh kepercayaan mistik dan
diperkuat (humanity) dan juga mulai diterapkan pada alam,
intuisi?
tanaman, satwa dan lainnya bila ada yang penulis sebut dengan
nama peduli pada semua species (speciesity).
Apakah ada keinginan Fritjof Capra dibalik itu dalam
memperjuangkan kepercayaan terhadap Tuhannya dan keinginan
Pengetahuan, ilmu pengetahuan, teknologi serta sistem ekonomi
kuatnya untuk mendapatkan surga?
yang didasari pada kepedulian pada sesama manusia (humanity),
serta peduli pada alam, tumbuhan, satwa pada ini semua species
Bila mengambil statement dari Friedrich Nietzsche yaitu God is
(speciesity) ini yang akan membawa titik baru sebagai solusi yang
dead [7] yang menekankan bahwa semua tuhan buatan manusia
wajib diterapkan dalam waktu sesegera mungkin.
sudah mati. Dan di dalam ilmu pengetahuan eksakta bahkan tidak
dikenal istilah tuhan.

Jurnal Studi Kultural Volume I No. 1 Januari 2016 www.an1mage.org 10


Michael Sega Gumelar Dekonstruksi Pemikiran Mistis Fritjop Capra .

Referensi
[1] Capra, Fritjof. (1997). Titik Balik Peradaban Sains, Masyarakat dan
Kebangkitan Kebudayaan.
[2] KBBI. http://kbbi.web.id.
[3] Webster, Merriam. http://www.merriam-webster.com
[4] Dictionary Reference. http://dictionary.reference.com.
[5] Wikipedia. https://en.wikipedia.org/
[6] Lennon, John. (1971). Imagine.
[7] Nietzsche, Friedrich. (1882). Die frhliche Wissenschaft. 108 (New
Struggles), 125 (The Madman),
[8] Ultima, Angel. (2005). Angel Michaels Ultima Dream.

Jurnal Studi Kultural Volume I No. 1 Januari 2016 www.an1mage.org 11


Lidwina Hana Reduksi Peran Institusi Pendidikan .

Jurnal Studi Kultural (2016) Volume I No.1: 1215

Journal Studi Kultural


www.an1mage.org An1mage Journals: Jurnal Studi Kultural

Laporan Riset
Reduksi Peran Institusi Pendidikan Universitas Udayana Fakultas Sastra dan Budaya
Program Studi Sastra Inggris sebagai Perpanjangan Tangan Kaum Kapitalis
Lidwina Hana*
An1mage/Universitas Udayana

Info Artikel Abstrak


Sejarah artikel:
Studi tur menjadi polemik di antara pihak universitas, mahasiswa, dan wali mahasiswa. Berbagai anggapan muncul
Dikirim 22 Oktober 2015
menuding studi tur sudah tidak menonjolkan sisi pembelajaran daripada sisi rekreasi. Mahasiswa bahkan diwajibkan
Direvisi 11 November 2015
untuk mengikuti studi tur dengan alasan sebagai syarat pembuatan skripsi.
Diterima 15 November 2015
21 Oktober 2015, Universitas Udayana menjadi headline dari surat kabar Tribun Bali terkait masalah mahasiswa program
Kata Kunci:
Institusi
Reduksi Pendidikan studi Sastra Inggris tingkat akhir yang gagal melaksanakan studi tur ke Singapura dikarenakan dana studi tur yang telah
di bayarkan ke travel agent Bali Chresna Cahaya Tour (BCCT) dibawa lari.

Universitas Udayana
Studi Meski banyak pihak yang menempatkan BCCT sebagai pihak yang harus disalahkan karena melarikan uang dan
melakukan pembatalan secara sepihak namun penelitian ini akan lebih menyoroti kebijakan Universitas Udayana,
Tur khususnya Fakultas Sastra dan Budaya Program Studi Sastra Inggris terkait kebijakannya mengenai studi tur yakni untuk
Kapitalis
membongkar apakah kebijakan tersebut memang benar-benar sesuai dengan ideologi pendidikan atau justru lebih
condong ke ideologi kapitalisme.

2016 Komunitas Studi Kultural Indonesia. Diterbitkan oleh An1mage. All rights reserved.

1. Pendahuluan Program studi tur dicanangkan, dan sebagai syarat untuk persiapan
Studi tur pada dasarnya merupakan pembelajaran yang dilakukan di skripsi. Program ini kami siapkan untuk angkatan 2012 yang akan
luar kelas dengan masih memperhatikan hubungannya dengan segera menempuh skripsi. Menurut Mas, tujuan studi tur ini positif,
bahan pelajaran. Namun yang kerap kali terjadi adalah sisi yakni untuk memberi pengalaman pada para mahasiswa jurusan
rekreasinya yang lebih ditonjolkan. Penentuan area studi tur juga Sastra Inggris dan berguna juga dalam mempertahankan akreditasi
sering kali didasarkan pada prestige bukan ke tempat yang sesuai jurusan [1].
dengan tujuan studi tur.
Oleh karenanya penelitian ini mempertanyakan apakah studi tur
Dalam banyak kasus mahasiswa tidak mengunjungi tempat-tempat memang sesuai dengan ideologi tridharma perguruan tinggi dan
yang sesuai dengan semangat pendidikan. Studi tur yang mengacu pada standar nasional pendidikan, atau sudah beralih
seharusnya memiliki esensi utama sebagai pembelajaran malah fungsi dan dimotori oleh ideologi lain?
mengalami pergeseran menjadi kegiatan rekreasi belaka.
2. Telaah Pustaka
Yang lebih menyedihkannya lagi, studi tur yang acap kali berbiaya Ada dua berita yang akan dikaji dalam penelitian ini berasal dari
mahal, bahkan melebihi Uang Kuliah Tunggal (UKT) ini Tribun Bali. Judul berita tersebut adalah Tur ke Singapura Itu
dipaksakan pada mahasiswa, di masukkan dalam Satuan Kredit Sebagai Prasyarat Skripsi yang terbit pada tanggal 21 Oktober
Semester (SKS) bahkan dicanangkan menjadi prasyarat untuk 2015 dan Dituntut Kembalikan Uang Mahasiswa, Ini Jawaban
skripsi seperti yang dialami Mahasiswa Tingkat Akhir Universitas Kaprodi Sastra Inggris Unud yang terbit pada tanggal 22 Oktober
Udayana Program Studi Sastra Inggris. 2015.

Menurut Ni Luh Ketut Mas Indrawati, Ketua Program Studi Pada berita Tur ke Singapura Itu Sebagai Prasyarat Skripsi
(Kaprodi) Sastra Inggris Universita Udayana (Unud), studi tur dijelaskan bahwa program studi tur ini baru dicanangkan, dan
merupakan agenda program studi (Prodi) karena tidak ada sebagai syarat untuk persiapan skripsi. Program ini disiapkan untuk
kebijakan resmi dari pihak universitas maupun fakultas sastra dan angkatan 2012 yang akan segera menempuh skripsi.
budaya yang mengharuskan adanya studi tur itu sebagai prasyarat
untuk menempuh program skripsi. Studi tur merupakan agenda prodi karena tidak ada kebijakan resmi
dari pihak universitas maupun Fakultas Sastra dan Budaya yang
mengharuskan adanya studi tur itu sebagai prasyarat untuk
menempuh program skripsi.
Peneliti koresponden: An1mage | Universitas Udayana. Kampus Bukit Jimbaran, Badung-Bali
80361 Mobile: +6285814894988 | E-mail: lidwinahana@gmail.com

Jurnal Studi Kultural Volume I No. 1 Januari 2016 www.an1mage.org 12


Lidwina Hana Reduksi Peran Institusi Pendidikan .

Dalam potongan berita selanjutnya, tertuang bahwa studi tur yang


direncanakan Mahasiswa Program Studi Sastra Inggris Unud ini
lebih banyak mengunjungi tempat wisata dari pada mengunjungi
universitas lain.

3. Metode
Menggunakan Metode Analisis Wacana Kritis, analisis difokuskan
pada aspek kebahasaan dan konteks-konteks yang terkait dengan
aspek tersebut. Konteks disini dapat berarti bahwa aspek
kebahasaan tersebut digunakan untuk tujuan dan praktik tertentu.

Studi Wacana Faucault memeriksa pernyataan-pernyataan yang


membangun pengetahuan tentang sesuatu hal, tatanan yang
menentukan apa yang bisa dikatakan atau dipikirkan tentang hal-hal
Citra 1. Tur ke Singapura Itu Sebagai Prasyarat Skripsi. tertentu, subjek yang biasa digunakan sebagai contoh dalam wacana
Sumber : Tribun Bali Kamis, 21 Oktober 2015, diunduh 22 Oktober 2015 [1].
tersebut, proses yang dilalui untuk mendapatkan otoritas/kebenaran
tentang hal tersebut, praktik-praktik/kegiatan yang dilakukan oleh
Beralih ke berita Dituntut Kembalikan Uang Mahasiswa, Ini
lembaga tentang hal tersebut [3].
Jawaban Kaprodi Sastra Inggris Unud disinggung bahwa program
studi dimaksudkan agar mahasiswa prodi sastra inggris Unud dapat
4. Diskusi
mengenal dunia luar, juga karena bahasa di Singapura adalah
Ni Luh Ketut Mas Indrawati, Ketua Program Studi (Kaprodi) Sastra
Bahasa Inggris.
Inggris Unud mengatakan studi tur mahasiswanya ke Singapura
berguna dalam mempertahankan akreditasi jurusan.
Disisi lain, dosen pendamping, sekaligus pembina mahasiswa, yakni
I Gusti Ayu Gede Sosiowati menyatakan kalau SD dan SMP saja
Berbicara mengenai akreditasi, tentunya penelitian ini tidak dapat
sudah pergi ke Singapura.
terlepas dari Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN
PT).

Akreditasi merupakan bentuk akuntabilitas kepada publik yang


dilakukan secara obyektif, adil, transparan, dan komprehensif
dengan menggunakan instrumen dan kriteria yang mengacu pada
Standar Nasional Pendidikan.

Menurut BUKU II STANDAR DAN PROSEDUR AKREDITASI


PROGRAM STUDI SARJANA [4], standar akreditasi program
studi sarjana mencakup komitmen program studi sarjana untuk
memberikan layanan prima dan efektivitas pendidikan yang terdiri
Citra 2. Potongan berita Dituntut Kembalikan Uang Mahasiswa, Ini Jawaban Kaprodi Sastra Inggris
Unud. Sumber: Tribun Bali Kamis, 22 Oktober 2015 [2].
atas tujuh standar seperti berikut :

Standar 1. Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran, serta Strategi Pencapaian


Standar 2. Tata pamong, Kepemimpinan, Sistem Pengelolaan, dan
Penjaminan mutu
Standar 3. Mahasiswa dan Lulusan
Standar 4. Sumber daya manusia
Standar 5. Kurikulum, Pembelajaran, dan Suasana Akademik
Standar 6. Pembiayaan, Sarana dan Prasarana, serta Sistem
Informasi
Standar 7. Penelitian, Pelayanan/Pengabdian kepada Masyarakat,
dan Kerjasama

Dalam standar kelima disebutkan bahwa suasana akademik adalah


kondisi yang dibangun untuk menumbuh-kembangkan semangat
dan interaksi akademik antar mahasiswa-dosen-tenaga
kependidikan, maupun dengan pihak luar untuk meningkatkan mutu
kegiatan akademik, di dalam maupun di luar kelas.

Kegiatan pembelajaran adalah pengalaman belajar yang diperoleh


pembelajar dari kegiatan belajar, seperti perkuliahan (tatap muka
atau jarak jauh), praktikum atau praktek, magang, pelatihan, diskusi,
Citra 3. Potongan berita Dituntut Kembalikan Uang Mahasiswa, Ini Jawaban Kaprodi Sastra Inggris
Unud. Sumber: Tribun Bali Kamis, 22 Oktober 2015 [2]. lokakarya, seminar, dan tugas-tugas pembelajaran lainnya.

Jurnal Studi Kultural Volume I No. Januari 2016 www.an1mage.org 13


Lidwina Hana Reduksi Peran Institusi Pendidikan .

Sementara pada STANDAR 7 MENGENAI PENELITIAN, Singapura. Universal Studios Singapore adalah taman rekreasi
PELAYANAN/ PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT, bertema (themed park) yang lokasinya di dalam Area Resort World
DAN KERJASAMA, disebutkan Program studi memiliki akses Sentosa dengan tiket masuk sekitar 70 SGD.
untuk menggunakan sumber daya guna mendukung kegiatan
penelitian, pelayanan/pengabdian kepada masyarakat, dan
kerjasama (Kegiatan kerjasama dengan institusi di dalam dan di
luar negeri dalam tiga tahun terakhir).

Program studi berperan aktif dalam perencanaan, implementasi,


pengembangan program kerjasama oleh institusi. Kerjasama
dilakukan dalam rangka memanfaatkan serta meningkatkan
kepakaran dosen, mahasiswa, dan sumber daya lain yang dimiliki
institusi secara saling menguntungkan dengan masyarakat dalam
melaksanakan tridharma perguruan tinggi.

Citra 5. Bahasa yang digunakan di Singapura


Sesuai dengan Standar dan Prosedur Akreditasi Program Studi Sumber: www.yourSingapura.com/id_id/about-Singapura/traveller-information/Singapura-travel
Sarjana yang dirumuskan oleh BAN-PT, dapat disimpulkan bahwa details.html, diunduh pada Kamis, 22 Oktober 2015 [6].

kegiatan pendidikan memang tidak dibatasi hanya dalam kelas saja.


Garden By the Way merupakan kawasan taman kota. Kemudian
Kegiatan di luar kelas bahkan hingga ke luar negeri sebenarnya
Merlion Park terdapat patung kepala singa yang menjadi maskot
tidak dibatasi selama kegiatan tersebut memang ditujukan untuk
bagi Negara Singapura.
praktek keilmuan ataupun sesuai dengan tugas-tugas pembelajaran.

Bugis Street terkenal sebagai salah satu pusat perbelanjaan murah


Kemudian terkait alasan pemilihan Lasale sebagai tujuan
di Singapura. Demikian dapat disimpulkan bahwa lebih banyak
kunjungan karena tempat itu juga memiliki jurusan seni dan
kegiatan berbelanja dalam Jadwal Studi Tur Prodi Sastra Inggris
bahasa. Juga sepertinya kurang tepat karena tidak ada Program
Unud sehingga mengacu pada konsumerisme dan kapitalisme
Sastra Inggris. Menurut website www.lasalle.edu.sg, universitas ini
sehingga tidak sesuai dengan ideologi pendidikan.
merupakan universitas yang berfokus pada seni.

5.Konklusi
Pemilihan Singapura sebagai Destinasi Studi Tur Mahasiswa Sastra
Inggris Unud dititikberatkan pada prestige (gengsi). Dari jadwal
studi tur dapat disimpulkan bahwa kegiatan ini lebih banyak
ditujukan untuk mengunjungi tempat-tempat rekreasi.

Kunjungan ke universitas yang tidak memiliki program studi yang


sama yakni Sastra Inggris semakin menguatkan bukti bahwa
Rencana Studi Tur Mahasiswa Program Studi Sastra Inggris Unud
tidak relevan dengan bidang keilmuannya apalagi jika alasannya
untuk mempertahankan akreditasi jurusan.

Dalam penilaian BAN-PT juga tidak disebutkan bahwa studi tur


merupakan salah satu aspek penilaian dalam akreditasi. Hal yang
berdampak pada akreditasi adalah pendidikan, penelitian, dan
Citra 4. Daftar Program Bachelor dari Lesalle. Sumber : www.lasalle.edu.sg, diunduh pada Kamis,
22 Oktober 2015 [5]. pengabdian pada masyarakat. Hal-hal yang sarat akan rekreasi
tanpa ada hubungannya dengan keilmuwan mahasiswa tentunya
Singapura kenyataannya juga bukan negara yang seluruh tidak relevan dengan alasan yang dikemukakan oleh Ketua
penduduknya berbahasa Inggris. Pemerintah Singapura mengakui Program Studi (Kaprodi) Sastra Inggris Unud.
empat bahasa resmi: Inggris, Melayu, Mandarin, dan Tamil. Bahasa
Inggris Singapore juga terkenal dengan sebutan Singlish, Institusi pendidikan tidak seratus persen sebagai tempat
sementara Bahasa Inggris yang diajarkan seringkali mengadopsi pembelajaran. Pergeseran peran institusi pendidikan yang
pembelajaran dari UK atau US bukannya Singapore. seharusnya berkewajiban mencerdaskan murid, kini telah menjadi
perantara dari produk industri. Mekanisme semacam ini tentunya
Melihat jawaban dosen pendamping, sekaligus pembina telah mereduksi institusi pendidikan sebagai perpanjangan tangan
mahasiswa, yakni I Gusti Ayu Gede Sosiowati bahwa, Sekarang kaum kapitalis, tanpa disadari juga turut andil dalam memasung
aja SD, SMP sudah ke sana. mengindikasikan adanya faktor otonomi murid [7].
prestige dalam pemilihan Singapura sebagai negara tujuan studi tur.
Apalagi bila dilihat dari tempat-tempat yang akan dikunjungi 6. Pengajuan Solusi
menunjukkan bahwa Studi Tur Prodi Sastra Inggris Unud memang Studi tur diadakan agar mahasiswa dapat lebih mengerti dan
lebih fokus pada rekreasi. menerapkan hal yang telah dipelajari di institusi pendidikannya.
Apabila memang kegiatan yang dicanangkan lebih banyak berpusat
Chinatown memiliki People's Park di mana terdapat pusat pada tempat-tempat rekreasi semata, maka ada baiknya disebut
perbelanjaan dan barang yang ditawarkan harganya sangat murah. sebagai tur (tanpa kata studi).
Orchad Road merupakan merupakan pusat retail dan hiburan di
Jurnal Studi Kultural Volume I No. Januari 2016 www.an1mage.org 14
Lidwina Hana Reduksi Peran Institusi Pendidikan .

Program Studi Sastra Inggris Unud sebaiknya tidak memasukkan


studi tur sebagai prasyarat skripsi karena tidak ada hubungannya
dengan ideologi pendidikan. Studi tur lebih condong ke ideologi
kapitalis. Sebaiknya kegiatan studi tur diganti menjadi kegiatan
pengabdian masyarakat yang sesuai dengan tridharma perguruan
tinggi.

Ucapan Terima Kasih


Saya ingin mengucapkan terima kasih kepada An1mage karena
telah mengundang saya untuk menulis artikel ini. Juga kepada M.S.
Gumelar yang banyak memberikan umpan balik sehingga lebih
menyempurnakan artikel ini.

Referensi
[1] bali.tribunnews.com/2015/10/22/dituntut-kembalikan-uang
mahasiswa-ini-jawaban-kaprodi-sastra-inggris-unud
[2] bali.tribunnews.com/2015/10/21/tur-ke-singapura-itu-sebagai
prasyarat skripsi
[3] Chris, Barker. (2000). Cultural Studies: Theory and Practice. London:
Sage.
[4] ban-pt.kemdiknas.go.id/download-program-studi
[5] www.lasalle.edu.sg
[6] www.yourSingapura.com/id_id/about-Singapura/traveller
information/Singapura-travel-details.html

Jurnal Studi Kultural Volume I No. Januari 2016 www.an1mage.org 15


Lidwina Hana Reduksi Peran Institusi Pendidikan .

Jurnal Studi Kultural (2016) Volume I No.1: 1215

Journal Studi Kultural


www.an1mage.org An1mage Journals: Jurnal Studi Kultural

Laporan Riset
Reduksi Peran Institusi Pendidikan Universitas Udayana Fakultas Sastra dan Budaya
Program Studi Sastra Inggris sebagai Perpanjangan Tangan Kaum Kapitalis
Lidwina Hana*
An1mage/Universitas Udayana

Info Artikel Abstrak


Sejarah artikel:
Studi tur menjadi polemik di antara pihak universitas, mahasiswa, dan wali mahasiswa. Berbagai anggapan muncul
Dikirim 22 Oktober 2015
menuding studi tur sudah tidak menonjolkan sisi pembelajaran daripada sisi rekreasi. Mahasiswa bahkan diwajibkan
Direvisi 11 November 2015
untuk mengikuti studi tur dengan alasan sebagai syarat pembuatan skripsi.
Diterima 15 November 2015
21 Oktober 2015, Universitas Udayana menjadi headline dari surat kabar Tribun Bali terkait masalah mahasiswa program
Kata Kunci:
Institusi
Reduksi Pendidikan studi Sastra Inggris tingkat akhir yang gagal melaksanakan studi tur ke Singapura dikarenakan dana studi tur yang telah
di bayarkan ke travel agent Bali Chresna Cahaya Tour (BCCT) dibawa lari.

Universitas Udayana
Studi Meski banyak pihak yang menempatkan BCCT sebagai pihak yang harus disalahkan karena melarikan uang dan
melakukan pembatalan secara sepihak namun penelitian ini akan lebih menyoroti kebijakan Universitas Udayana,
Tur khususnya Fakultas Sastra dan Budaya Program Studi Sastra Inggris terkait kebijakannya mengenai studi tur yakni untuk
Kapitalis
membongkar apakah kebijakan tersebut memang benar-benar sesuai dengan ideologi pendidikan atau justru lebih
condong ke ideologi kapitalisme.

2016 Komunitas Studi Kultural Indonesia. Diterbitkan oleh An1mage. All rights reserved.

1. Pendahuluan Program studi tur dicanangkan, dan sebagai syarat untuk persiapan
Studi tur pada dasarnya merupakan pembelajaran yang dilakukan di skripsi. Program ini kami siapkan untuk angkatan 2012 yang akan
luar kelas dengan masih memperhatikan hubungannya dengan segera menempuh skripsi. Menurut Mas, tujuan studi tur ini positif,
bahan pelajaran. Namun yang kerap kali terjadi adalah sisi yakni untuk memberi pengalaman pada para mahasiswa jurusan
rekreasinya yang lebih ditonjolkan. Penentuan area studi tur juga Sastra Inggris dan berguna juga dalam mempertahankan akreditasi
sering kali didasarkan pada prestige bukan ke tempat yang sesuai jurusan [1].
dengan tujuan studi tur.
Oleh karenanya penelitian ini mempertanyakan apakah studi tur
Dalam banyak kasus mahasiswa tidak mengunjungi tempat-tempat memang sesuai dengan ideologi tridharma perguruan tinggi dan
yang sesuai dengan semangat pendidikan. Studi tur yang mengacu pada standar nasional pendidikan, atau sudah beralih
seharusnya memiliki esensi utama sebagai pembelajaran malah fungsi dan dimotori oleh ideologi lain?
mengalami pergeseran menjadi kegiatan rekreasi belaka.
2. Telaah Pustaka
Yang lebih menyedihkannya lagi, studi tur yang acap kali berbiaya Ada dua berita yang akan dikaji dalam penelitian ini berasal dari
mahal, bahkan melebihi Uang Kuliah Tunggal (UKT) ini Tribun Bali. Judul berita tersebut adalah Tur ke Singapura Itu
dipaksakan pada mahasiswa, di masukkan dalam Satuan Kredit Sebagai Prasyarat Skripsi yang terbit pada tanggal 21 Oktober
Semester (SKS) bahkan dicanangkan menjadi prasyarat untuk 2015 dan Dituntut Kembalikan Uang Mahasiswa, Ini Jawaban
skripsi seperti yang dialami Mahasiswa Tingkat Akhir Universitas Kaprodi Sastra Inggris Unud yang terbit pada tanggal 22 Oktober
Udayana Program Studi Sastra Inggris. 2015.

Menurut Ni Luh Ketut Mas Indrawati, Ketua Program Studi Pada berita Tur ke Singapura Itu Sebagai Prasyarat Skripsi
(Kaprodi) Sastra Inggris Universita Udayana (Unud), studi tur dijelaskan bahwa program studi tur ini baru dicanangkan, dan
merupakan agenda program studi (Prodi) karena tidak ada sebagai syarat untuk persiapan skripsi. Program ini disiapkan untuk
kebijakan resmi dari pihak universitas maupun fakultas sastra dan angkatan 2012 yang akan segera menempuh skripsi.
budaya yang mengharuskan adanya studi tur itu sebagai prasyarat
untuk menempuh program skripsi. Studi tur merupakan agenda prodi karena tidak ada kebijakan resmi
dari pihak universitas maupun Fakultas Sastra dan Budaya yang
mengharuskan adanya studi tur itu sebagai prasyarat untuk
menempuh program skripsi.
Peneliti koresponden: An1mage | Universitas Udayana. Kampus Bukit Jimbaran, Badung-Bali
80361 Mobile: +6285814894988 | E-mail: lidwinahana@gmail.com

Jurnal Studi Kultural Volume I No. 1 Januari 2016 www.an1mage.org 12


Lidwina Hana Reduksi Peran Institusi Pendidikan .

Dalam potongan berita selanjutnya, tertuang bahwa studi tur yang


direncanakan Mahasiswa Program Studi Sastra Inggris Unud ini
lebih banyak mengunjungi tempat wisata dari pada mengunjungi
universitas lain.

3. Metode
Menggunakan Metode Analisis Wacana Kritis, analisis difokuskan
pada aspek kebahasaan dan konteks-konteks yang terkait dengan
aspek tersebut. Konteks disini dapat berarti bahwa aspek
kebahasaan tersebut digunakan untuk tujuan dan praktik tertentu.

Studi Wacana Faucault memeriksa pernyataan-pernyataan yang


membangun pengetahuan tentang sesuatu hal, tatanan yang
menentukan apa yang bisa dikatakan atau dipikirkan tentang hal-hal
Citra 1. Tur ke Singapura Itu Sebagai Prasyarat Skripsi. tertentu, subjek yang biasa digunakan sebagai contoh dalam wacana
Sumber : Tribun Bali Kamis, 21 Oktober 2015, diunduh 22 Oktober 2015 [1].
tersebut, proses yang dilalui untuk mendapatkan otoritas/kebenaran
tentang hal tersebut, praktik-praktik/kegiatan yang dilakukan oleh
Beralih ke berita Dituntut Kembalikan Uang Mahasiswa, Ini
lembaga tentang hal tersebut [3].
Jawaban Kaprodi Sastra Inggris Unud disinggung bahwa program
studi dimaksudkan agar mahasiswa prodi sastra inggris Unud dapat
4. Diskusi
mengenal dunia luar, juga karena bahasa di Singapura adalah
Ni Luh Ketut Mas Indrawati, Ketua Program Studi (Kaprodi) Sastra
Bahasa Inggris.
Inggris Unud mengatakan studi tur mahasiswanya ke Singapura
berguna dalam mempertahankan akreditasi jurusan.
Disisi lain, dosen pendamping, sekaligus pembina mahasiswa, yakni
I Gusti Ayu Gede Sosiowati menyatakan kalau SD dan SMP saja
Berbicara mengenai akreditasi, tentunya penelitian ini tidak dapat
sudah pergi ke Singapura.
terlepas dari Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN
PT).

Akreditasi merupakan bentuk akuntabilitas kepada publik yang


dilakukan secara obyektif, adil, transparan, dan komprehensif
dengan menggunakan instrumen dan kriteria yang mengacu pada
Standar Nasional Pendidikan.

Menurut BUKU II STANDAR DAN PROSEDUR AKREDITASI


PROGRAM STUDI SARJANA [4], standar akreditasi program
studi sarjana mencakup komitmen program studi sarjana untuk
memberikan layanan prima dan efektivitas pendidikan yang terdiri
Citra 2. Potongan berita Dituntut Kembalikan Uang Mahasiswa, Ini Jawaban Kaprodi Sastra Inggris
Unud. Sumber: Tribun Bali Kamis, 22 Oktober 2015 [2].
atas tujuh standar seperti berikut :

Standar 1. Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran, serta Strategi Pencapaian


Standar 2. Tata pamong, Kepemimpinan, Sistem Pengelolaan, dan
Penjaminan mutu
Standar 3. Mahasiswa dan Lulusan
Standar 4. Sumber daya manusia
Standar 5. Kurikulum, Pembelajaran, dan Suasana Akademik
Standar 6. Pembiayaan, Sarana dan Prasarana, serta Sistem
Informasi
Standar 7. Penelitian, Pelayanan/Pengabdian kepada Masyarakat,
dan Kerjasama

Dalam standar kelima disebutkan bahwa suasana akademik adalah


kondisi yang dibangun untuk menumbuh-kembangkan semangat
dan interaksi akademik antar mahasiswa-dosen-tenaga
kependidikan, maupun dengan pihak luar untuk meningkatkan mutu
kegiatan akademik, di dalam maupun di luar kelas.

Kegiatan pembelajaran adalah pengalaman belajar yang diperoleh


pembelajar dari kegiatan belajar, seperti perkuliahan (tatap muka
atau jarak jauh), praktikum atau praktek, magang, pelatihan, diskusi,
Citra 3. Potongan berita Dituntut Kembalikan Uang Mahasiswa, Ini Jawaban Kaprodi Sastra Inggris
Unud. Sumber: Tribun Bali Kamis, 22 Oktober 2015 [2]. lokakarya, seminar, dan tugas-tugas pembelajaran lainnya.

Jurnal Studi Kultural Volume I No. Januari 2016 www.an1mage.org 13


Lidwina Hana Reduksi Peran Institusi Pendidikan .

Sementara pada STANDAR 7 MENGENAI PENELITIAN, Singapura. Universal Studios Singapore adalah taman rekreasi
PELAYANAN/ PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT, bertema (themed park) yang lokasinya di dalam Area Resort World
DAN KERJASAMA, disebutkan Program studi memiliki akses Sentosa dengan tiket masuk sekitar 70 SGD.
untuk menggunakan sumber daya guna mendukung kegiatan
penelitian, pelayanan/pengabdian kepada masyarakat, dan
kerjasama (Kegiatan kerjasama dengan institusi di dalam dan di
luar negeri dalam tiga tahun terakhir).

Program studi berperan aktif dalam perencanaan, implementasi,


pengembangan program kerjasama oleh institusi. Kerjasama
dilakukan dalam rangka memanfaatkan serta meningkatkan
kepakaran dosen, mahasiswa, dan sumber daya lain yang dimiliki
institusi secara saling menguntungkan dengan masyarakat dalam
melaksanakan tridharma perguruan tinggi.

Citra 5. Bahasa yang digunakan di Singapura


Sesuai dengan Standar dan Prosedur Akreditasi Program Studi Sumber: www.yourSingapura.com/id_id/about-Singapura/traveller-information/Singapura-travel
Sarjana yang dirumuskan oleh BAN-PT, dapat disimpulkan bahwa details.html, diunduh pada Kamis, 22 Oktober 2015 [6].

kegiatan pendidikan memang tidak dibatasi hanya dalam kelas saja.


Garden By the Way merupakan kawasan taman kota. Kemudian
Kegiatan di luar kelas bahkan hingga ke luar negeri sebenarnya
Merlion Park terdapat patung kepala singa yang menjadi maskot
tidak dibatasi selama kegiatan tersebut memang ditujukan untuk
bagi Negara Singapura.
praktek keilmuan ataupun sesuai dengan tugas-tugas pembelajaran.

Bugis Street terkenal sebagai salah satu pusat perbelanjaan murah


Kemudian terkait alasan pemilihan Lasale sebagai tujuan
di Singapura. Demikian dapat disimpulkan bahwa lebih banyak
kunjungan karena tempat itu juga memiliki jurusan seni dan
kegiatan berbelanja dalam Jadwal Studi Tur Prodi Sastra Inggris
bahasa. Juga sepertinya kurang tepat karena tidak ada Program
Unud sehingga mengacu pada konsumerisme dan kapitalisme
Sastra Inggris. Menurut website www.lasalle.edu.sg, universitas ini
sehingga tidak sesuai dengan ideologi pendidikan.
merupakan universitas yang berfokus pada seni.

5.Konklusi
Pemilihan Singapura sebagai Destinasi Studi Tur Mahasiswa Sastra
Inggris Unud dititikberatkan pada prestige (gengsi). Dari jadwal
studi tur dapat disimpulkan bahwa kegiatan ini lebih banyak
ditujukan untuk mengunjungi tempat-tempat rekreasi.

Kunjungan ke universitas yang tidak memiliki program studi yang


sama yakni Sastra Inggris semakin menguatkan bukti bahwa
Rencana Studi Tur Mahasiswa Program Studi Sastra Inggris Unud
tidak relevan dengan bidang keilmuannya apalagi jika alasannya
untuk mempertahankan akreditasi jurusan.

Dalam penilaian BAN-PT juga tidak disebutkan bahwa studi tur


merupakan salah satu aspek penilaian dalam akreditasi. Hal yang
berdampak pada akreditasi adalah pendidikan, penelitian, dan
Citra 4. Daftar Program Bachelor dari Lesalle. Sumber : www.lasalle.edu.sg, diunduh pada Kamis,
22 Oktober 2015 [5]. pengabdian pada masyarakat. Hal-hal yang sarat akan rekreasi
tanpa ada hubungannya dengan keilmuwan mahasiswa tentunya
Singapura kenyataannya juga bukan negara yang seluruh tidak relevan dengan alasan yang dikemukakan oleh Ketua
penduduknya berbahasa Inggris. Pemerintah Singapura mengakui Program Studi (Kaprodi) Sastra Inggris Unud.
empat bahasa resmi: Inggris, Melayu, Mandarin, dan Tamil. Bahasa
Inggris Singapore juga terkenal dengan sebutan Singlish, Institusi pendidikan tidak seratus persen sebagai tempat
sementara Bahasa Inggris yang diajarkan seringkali mengadopsi pembelajaran. Pergeseran peran institusi pendidikan yang
pembelajaran dari UK atau US bukannya Singapore. seharusnya berkewajiban mencerdaskan murid, kini telah menjadi
perantara dari produk industri. Mekanisme semacam ini tentunya
Melihat jawaban dosen pendamping, sekaligus pembina telah mereduksi institusi pendidikan sebagai perpanjangan tangan
mahasiswa, yakni I Gusti Ayu Gede Sosiowati bahwa, Sekarang kaum kapitalis, tanpa disadari juga turut andil dalam memasung
aja SD, SMP sudah ke sana. mengindikasikan adanya faktor otonomi murid [7].
prestige dalam pemilihan Singapura sebagai negara tujuan studi tur.
Apalagi bila dilihat dari tempat-tempat yang akan dikunjungi 6. Pengajuan Solusi
menunjukkan bahwa Studi Tur Prodi Sastra Inggris Unud memang Studi tur diadakan agar mahasiswa dapat lebih mengerti dan
lebih fokus pada rekreasi. menerapkan hal yang telah dipelajari di institusi pendidikannya.
Apabila memang kegiatan yang dicanangkan lebih banyak berpusat
Chinatown memiliki People's Park di mana terdapat pusat pada tempat-tempat rekreasi semata, maka ada baiknya disebut
perbelanjaan dan barang yang ditawarkan harganya sangat murah. sebagai tur (tanpa kata studi).
Orchad Road merupakan merupakan pusat retail dan hiburan di
Jurnal Studi Kultural Volume I No. Januari 2016 www.an1mage.org 14
Lidwina Hana Reduksi Peran Institusi Pendidikan .

Program Studi Sastra Inggris Unud sebaiknya tidak memasukkan


studi tur sebagai prasyarat skripsi karena tidak ada hubungannya
dengan ideologi pendidikan. Studi tur lebih condong ke ideologi
kapitalis. Sebaiknya kegiatan studi tur diganti menjadi kegiatan
pengabdian masyarakat yang sesuai dengan tridharma perguruan
tinggi.

Ucapan Terima Kasih


Saya ingin mengucapkan terima kasih kepada An1mage karena
telah mengundang saya untuk menulis artikel ini. Juga kepada M.S.
Gumelar yang banyak memberikan umpan balik sehingga lebih
menyempurnakan artikel ini.

Referensi
[1] bali.tribunnews.com/2015/10/22/dituntut-kembalikan-uang
mahasiswa-ini-jawaban-kaprodi-sastra-inggris-unud
[2] bali.tribunnews.com/2015/10/21/tur-ke-singapura-itu-sebagai
prasyarat skripsi
[3] Chris, Barker. (2000). Cultural Studies: Theory and Practice. London:
Sage.
[4] ban-pt.kemdiknas.go.id/download-program-studi
[5] www.lasalle.edu.sg
[6] www.yourSingapura.com/id_id/about-Singapura/traveller
information/Singapura-travel-details.html

Jurnal Studi Kultural Volume I No. Januari 2016 www.an1mage.org 15


Mangihut Siregar Jilbab(isasi) dengan Kekuasaan sebagai Wacana yang Diperebutkan .

Jurnal Studi Kultural (2016) Volume I No.1: 1619


(Kajia

Journal Studi Kultural


www.an1mage.org An1mage Journals: Jurnal Studi Kultural

Jilbab(isasi) dengan Kekuasaan sebagai Wacana yang Diperebutkan


(Suatu Kajian Multikulturalisme di Kota Bukittinggi Sumatera Barat)
Mangihut Siregar*
Universitas Udayana

Info Artikel Abstrak


Sejarah artikel: Multikulturalisme merupakan hal yang sangat sulit ditemukan di Indonesia. Perbedaan dipahami sebatas beraneka
Dikirim 13 Oktober 2015 macam belum sampai saling menghargai apalagi untuk dirayakan. Perbedaan harus dihindari bila perlu harus dihancurkan
Direvisi 10 November 2015 sehingga tidak jarang dijumpai konflik antara suku, agama, dan golongan.
Diterima 17 November 2015
Perbedaan yang terdapat di tengah masyarakat sering digunakan elit untuk mencapai hasratnya yaitu kekuasaan. Pada
kelompok tertentu perbedaan diproduksi dan dipertentangkan untuk mengambil simpati masyarakat yang dominan
Kata Kunci: sedangkan di sisi yang lain para elit mensyukuri perbedaan malah merangkul kaum minoritas. Sikap yang berbeda ini
Multikulturalisme diperankan para elit untuk mendapatkan dukungan suara dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) maupun Pemilihan
Wacana Legislatif (Pileg).
Hegemoni
Identitas Jilbabisasi merupakan salah satu contoh yang dipraktekkan para elit sebagai wacana yang diperebutkan. Wajib jilbab
semakin popular menjelang Pilkada dan Pileg. Istilah wajib jilbab disosialisasikan para guru di bangku sekolah baik
secara hegemoni maupun dengan cara dominasi. Menjadi suatu hal yang biasa dan wajar bagi orang yang bukan
beragama Islam menggunakan jilbab dalam aktifitas sehari-hari. Mereka yang bukan Islam menerima wajib jilbab
menjadi suatu keharusan padahal dari segi aturan tidak mempunyai dasar hukum.

Implikasi wajib jilbab yang berlaku di Kota bukittinggi mengakibatkan identitasnya semakin kabur. Jilbab yang menjadi
identitas Islam secara umum mengalami pergeseran karena jilbab bukan lagi identitas Islam. Jilbab sudah masuk ke gereja
dan juga vihara. Wacana wajib jilbab mengakibatkan kekacauan identitas.
2016 Komunitas Studi Kultural Indonesia. Diterbitkan oleh An1mage. All rights reserved.

1. Pendahuluan Demi kekuasaan perbedaan identitas, etnisitas selalu diproduksi.


Negara Indonesia mengakui bahwa seluruh agama, suku, budaya Perbedaan identitas dan etnisitas merupakan hal yang sangat seksi
yang berbagai macam yang ada di negeri tercinta ini merupakan untuk diwacanakan sehingga masing-masing kelompok
suatu anugerah yang harus disyukuri. Hal ini dapat dilihat dari mempererat hubungannya untuk berhadapan dengan kelompok
semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang mempunyai arti berbeda lain.
beda tetapi tetap satu.
Pengelompokan didasarkan atas berbagai macam baik berdasarkan
Semboyan ini mempunyai makna yang sangat dalam karena ada suku, agama, penduduk asli dan pendatang, minoritas dan
pengakuan yang berbeda-beda dari berbagai macam tetapi diikat mayoritas dan lain-lain, dampaknya masing-masing kelompok
satu kesatuan dan persatuan di mana satu sama lain saling saling curiga antara satu kelompok dengan kelompok yang lain.
menghargai, saling menerima antara kekhasan masing-masing
identitas (baik suku, agama, ras dan golongan). Perbedaan menjadi suatu hal yang perlu dipermasalahkan dan pada
kesempatan yang lain pribadi/kelompok yang mempermasalah
Dalam perkembangannya, perbedaan-perbedaan yang seharusnya kannya mewacanakan sanggup menyelesaikannya bahkan
dirayakan namun dalam perjalanannya sering menjadi masalah (api merayakannya demi satu tujuan yaitu kekuasaan.
dalam sekam) dan menjadi alat komodifikasi oleh agen baik secara
pribadi maupun kelompok. Para agen menggunakan perbedaan 2. Diskusi
untuk tujuannya tanpa mengindahkan dampak terhadap orang lain. 2.1. Pengertian Multikulturalisme

Multikulturalisme berbeda dengan pluralisme kultur.


Terlebih setelah Negara Indonesia menganut sistem desentralisasi
Pluralisme merupakan keberagaman sosial-budaya umat
di mana kekuasaan itu bukan hanya berpusat di pemerintahan pusat
manusia. Keberagaman itu merupakan suatu realitas yang
tetapi sudah dibagi ke daerah-daerah sehingga di masing-masing
sudah lama ada dan tidak mungkin dihilangkan. Perbedaan itu
daerah timbul raja-raja baru (kecil) yang sering berperilaku menjadi
dipercaya ada dan bukan untuk dirayakan tetapi sebatas
saingan pemerintah pusat.
dibedakan.
Para raja-raja daerah ini tidak takut membuat aturan-aturan yang
Meminjam defenisi yang diutarakan Lawrence Blum, professor
bertentangan dengan yang di atasnya baik yang tertulis ataupun
filasafat dari Universitas Massachusetts, Boston, Amerika
tidak tertulis demi suatu tujuan yaitu kekuasaan.
Serikat dan penulis buku Antiracism, Multiculturalism, and
Peneliti koresponden: Universitas Udayana. Kampus Bukit Jimbaran, Badung-Bali 80361 Mobile: Interracial Community: Three Educational Values For a
+628568094162|E-mail:msiregar22@yahoo.com
Multicultural Society, menyatakan, multikulturalisme
Jurnal Studi Kultural Volume I No. 1 Januari 2016 www.an1mage.org 16
Mangihut Siregar Jilbab(isasi) dengan Kekuasaan sebagai Wacana yang Diperebutkan .

merupakan sebuah pemahaman, penghargaan dan penilaian atas Selain tujuan wisata yang ada di Bukittinggi, di daerah
budaya seseorang, dan penghormatan dan keingintahuan sekitarnya juga mempunyai destinasi yang mendukung Kota
tentang budaya etnis orang lain [1]. Bukittinggi sebagai kota wisata.

Dari pengertian ini terlihat bahwa kondisi realitas sosial budaya Kota Bukittinggi juga menjadi kota perdagangan bagi kota-kota
yang beragam seperti yang dimaksud pluralisme, namun yang ada di Sumatera. Pasar Aur Kuning dan Pasar Atas
multikulturalisme itu di samping mengakui keberagaman juga menjadi pusat perdagangan tekstil yang sangat terkenal. Harga
diikuti oleh penghargaan dan perayaan atas keberagaman itu yang kompetitif dan sangat lengkap mengakibatkan para
sendiri. pedagang dari kota yang lain datang untuk membeli barang
dagangan dari Kota Bukittinggi.
Multikulturalisme merupakan sebuah sudut pandang untuk
melihat kehidupan manusia yang penuh dengan keberagaman Selain itu Kota Bukittinggi juga disebut sebagai kota kesehatan
dan bagaimana merespon keberagaman tersebut. dan juga kota pendidikan. Dengan julukan tersebut (kota
wisata, kota perdagangan, kota pendidikan, kota kesehatan)
Dalam multikulturalisme, keanekaragaman bukan sebagai menjadikan kota ini selalu banyak dikunjungi orang luar baik
ancaman, bukan kerugian, dan bukan juga sebagai rintangan dari dalam satu propinsi dan juga dari propinsi lain. Dari
tetapi sebagai suatu kekayaan, berkah, sebagai mozaik yang penampilannya sepintas kota ini sangat terbuka dengan
memperindah kehidupan. Perbedaan-perbedaan baik agama, masyarakat pendatang.
ras, etnis, suku, golongan, dan lain-lain semua ditempatkan
dalam posisi yang setara dan mempunyai hak yang sama. 2.3. Wajib Jilbab bagi Anak Sekolah
Merupakan suatu hal yang sudah biasa bagi anak sekolah mulai
Seperti yang diutarakan Lubis, [1], dalam multikulturalisme dari anak PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) sampai
ditekankan penghargaan dan penghormatan atas hak-hak perguruan tinggi baik negeri maupun swasta menggunakan
minoritas yang dilihat dari segi etnis, agama, ras, sexual jilbab bagi anak perempuan di Kota Bukittinggi. Secara umum
preference atau warna kulit. jilbab merupakan suatu identitas bagi perempuan yang
beragama Islam.
Perbedaan diamsalkan sebagai jenis-jenis bunga yang mekar
yang berada dalam taman dan kehadiran bunga yang Identitas dalam hal ini yaitu soal konstruksi kultural karena
bermacam-macam semakin memperindah dan mengasrikan sumber-sumber wacana yang membentuk pondasi material bagi
taman dan bukan sebaliknya. formasi identitas bersifat kultural [3].

Perbedaan-perbedaan yang ada bukan untuk dipermasalahkan Dengan pengertian ini seseorang menjadi individu melalui
melainkan sebagai kekayaan yang memperindah kehidupan. proses sosial atau dengan akulturasi sehingga menjadi sesuatu
Perbedaan bukan untuk disingkirkan atau dihanguskan pribadi yang sebenarnya. Melalui akulturasi atau proses-proses
melainkan untuk dirawat, tidak dikerangkeng melainkan lain si subjek (individu) mengkonstruksi atau
diberikan ruang. mengidentifikasikan dirinya kepada pribadi lain menjadi
identitasnya.
Yang berbeda atau yang lain sebagai yang lain tidak harus
disamakan atau diseragamkan atau dileburkan melainkan harus Identitas menjadi ciri khas satu kelompok yang dikonstruksi
diamini. Masing-masing harus menghormati perbedaan dan untuk membedakan kelompoknya dengan kelompok lain.
memberikan ruang-ruang bagi yang berbeda demi pemenuhan Masing-masing kelompok mempunyai identitas tersendiri dan
hak-hak kaum minoritas. tidak dimiliki kelompok lain. Tidak ada satu identitas dimiliki
oleh dua kelompok yang berbeda.
2.2. Gambaran Umum Kota Bukittinggi
Kota Bukittinggi berada di Propinsi Sumatera Barat. Kota ini Merupakan suatu hal yang menarik untuk dikaji tentang wajib
pernah menjadi Pusat Pemerintahan Republik Indonesia setelah jilbab bagi semua anak sekolah (baik islam atau non islam) di
Yogyakarta diduduki Belanda mulai bulan Desember 1948 Kota Bukittinggi. Jilbab dikonstruksi sebagai suatu pakaian
sampai bulan Juni 1949. resmi atau sopan bagi perempuan yang beragama islam
sehingga jilbab menjadi suatu identitas.
Letaknya yang sangat strategis ditambah cuaca yang sangat
sejuk, kota ini mendapat banyak sebutan di antaranya, kota Namun demikian, penggunaan jilbab di Kota Bukittinggi
wisata, kota pendidikan, kota perdagangan, dan kota kesehatan bukan lagi sebagai identitas islam karena yang non islam juga
[2]. Sebagai kota wisata, daerah ini memiliki beberapa destinasi diwajibkan memakai jilbab. Identitas yang ditunjukkan melalui
di antaranya, Jam Gadang, Ngarai Sihanok, Lobang Jepang, jilbab menjadi kabur akibat dominasi dan hegemoni yang
Pasar Bawah, Aur Kuning, Kebun Binatang, For De Kock, dan dipraktekkan dalam jilbab.
lain-lain.
Wajib jilbab tidak diketahui dari mana asal-muasalnya dan apa
Banyaknya destinasi alam ditambah cuaca yang sejuk dasar hukumnya, namun wacana ini selalu diproduksi.
menjadikan kota ini menjadi tujuan wisatawan yang Meminjam pendapat Foucault tentang analisis arkeologis
berkunjung ke Sumatera Barat. (mencari arche: asal mula) sangat penting untuk menyingkap
apa yang terdapat di balik yang tersembunyi dalam
memunculkan berbagai wacana [4].

Jurnal Studi Kultural Volume I No. 1 Januari 2016 www.an1mage.org 17


Mangihut Siregar Jilbab(isasi) dengan Kekuasaan sebagai Wacana yang Diperebutkan .

Merupakan suatu hal yang sangat perlu untuk menemukan yang menentang wajib jilbab juga diproduksi oleh orang yang
landasan pengetahuan apa dan kuasa apa dalam wacana wajib sama.
jilbab di sekolah. Dari sudut undang-undang atau Perda
misalnya, tidak ada satu pasal pun yang mewajibkan anak Pergeseran-pergeseran wacana ini sangat strategis dilakukan
sekolah yang non Muslim wajib memakai jilbab namun dalam dan agen yang mewacanakan hal demikian dapat diterima
praktiknya menjadi suatu keharusan. dengan baik oleh kelompok yang berbeda.

Wajib jilbab dan juga simbol-simbol Agama Islam lainnya Meminjam pendapat Barker [3], bahwa bahasa tidaklah secara
selalu diwacanakan setiap menghadapi Pemilihan Kepada akurat mencerminkan dunia tetapi bahasa itu digunakan sebagai
Daerah (Pilkada) dan juga Pemilihan Legislatif (Pileg) Kota alat untuk mencapai suatu tujuan.
Bukittinggi.
Bahasa yang digunakan para agen (dalam hal ini petarung)
Simbol-simbol agama digunakan para petarung untuk bermacam-macam makna bahkan mempunyai makna yang
mengambil perhatian para pemilih. Hal ini dilakukan untuk berlawanan di tempat yang berbeda untuk mencapai tujuannya.
menunjukkan bahwa petarung merupakan orang yang agamais,
orang yang setia menegakkan Syariat Islam. Makna yang berlawanan diproduksi para agen dengan
memperhatikan kapan wacana itu dikatakan, di mana
Hal ini perlu diperebutkan untuk mengambil simpati dikatakan, dan kepada siapa dikatakan. Hal ini sangat
masyarakat yang dominan Agama Islam. Dalam kampanye diperlukan sehingga tujuan yang akan dicapai melalui wacana
politiknya para petarung selalu mendengungkan akan tercapai dengan baik.
menegakkan Syariat Islam di Bumi Bukittinggi, tidak
membiarkan orang lain menodai kemurnian Ajaran Islam. Menurut Foucault ada empat domain yang membahayakan
dalam hal diskursus: pertama politik (kekuasaan), kedua hasrat
Di sisi yang lain para petarung juga mendekati masyarakat (seksualitas), ketiga kegilaan, dan keempat palsu atau benar
yang non muslim. Wacana yang diproduksi orang yang sama dalam istilah Nietzsche kehendak untuk berkuasa [5].
tentang wajib jilbab dan simbol-simbol muslim diganti menjadi
orang yang sangat toleran, orang yang akan memperjuangkan Kekuasaan tidak datang dari luar, tetapi dengan menentukan
keberagaman dan saling menghormati yang minoritas. susunan, aturan-aturan, dan hubungan-hubungan dari dalam;
dan memungkinkan semua itu terjadi.
Bahasa yang dipergunakan yaitu, kita tinggal di Negara
Indonesia yang Bhinneka Tunggal Ika, kita bukan negara Kekuasaan berkaitan dengan pengetahuan dan sebaliknya
agama tetapi negara beragama yang bebas memeluk agamanya pengetahuan berkaitan dengan kekuasaan. Wacana wajib jilbab
sesuai dengan kepercayaannya, dan juga pernyataan di satu sisi dan wacana tidak wajib jilbab di sisi yang lain
pernyataan lain yang sifatnya sangat multikulturalis. berimplikasi kepada intoleransi masyarakat.

Meminjam argumentasi Foucault tentang wacana, bahwa Masyarakat yang mayoritas menindas masyarakat minoritas
wacana tidak hanya mengatur apa yang bisa dikatakan dalam dan masyarakat minoritas hanya pasrah menerima keadaan
kondisi-kondisi sosial serta kultural tertentu, namun juga siapa yang menimpa dirinya. Masyarakat menjadi bingung dan
yang dapat bicara, kapan dan di mana [2]. menganggap kelompoknya yang paling benar. Anggapan
tersebut timbul diakibatkan oleh pengetahuan yang diberikan
Orang yang sama membuat wacana yang berbeda dalam ruang orang yang mempunyai kuasa.
yang berbeda. Hal yang demikian perlu dilakukan sebagai suatu
strategi demi satu tujuan yaitu kekuasaan. 2.4. Wajib Jilbab sebagai Suatu Hegemoni
Istilah hegemoni dicetuskan oleh Antonio Gramsci yang
Para petarung mengesampingkan wacana yang akan merupakan eksponen abad ke-20. Hegemoni merupakan
menegakkan Syariat Islam di kelompok muslim diganti dengan kesepakatan sementara dan serangkaian aliansi-aliansi yang
wacana yang memperjuangkan hak-hak minoritas di kelompok terbentuk antar kelompok-kelompok sosial yang dimenangkan
non-muslim. Wacana yang diproduksi berganti-ganti bertujuan dan bukan merupakan pemberian [3].
untuk menunjukkan bahwa petarung akan memperjuangkan
kelompok yang dikunjungi. Hegemoni menjadi suatu cara atau metode yang dilakukan
sekelompok orang kepada kelompok lain sehingga suatu
Dengan demikian setiap kelompok merasa menjadi satu permasalahan dianggap menjadi hal yang wajar. Hegemoni
kelompok dengan petarung sehingga mempercayai kebenaran harus terus diciptakan dan dimenangkan kembali [5].
yang diwacanakan oleh para petarung.
Menurut Gramsci, untuk mempertahankan kekuasaan ada dua
Seperti yang diutarakan Foucault [4] bahwa kekuasaan adalah cara yaitu, dominasi dan hegemoni [6]. Dominasi bersifat
soal praktik yang terjadi dalam suatu ruang lingkup tertentu, di pemaksaan dan kekerasan (coercive) sedangkan hegemoni
mana ruang lingkup tersebut ada banyak posisi yang strategis bersifat halus dan non fisik melalui kepatuhan dan kesadaran
berkaitan dan senantiasa mengalami pergeseran. para elemen masyarakat. Kedua cara ini dilakukan para guru di
sekolah di Kota Bukittinggi terhadap anak didiknya. Para anak
Wacana wajib jilbab dan simbol-simbol Agama Islam dalam didik akan mendapat tekanan oleh guru di sekolah apabila tidak
situasi tertentu selalu diproduksi dan di sisi yang lain wacana menggunakan jilbab.

Jurnal Studi Kultural Volume I No. 1 Januari 2016 www.an1mage.org 18


Mangihut Siregar Jilbab(isasi) dengan Kekuasaan sebagai Wacana yang Diperebutkan .

Anak didik yang memakai jilbab secara tidak benar apalagi Pada saat mereka mau belajar agama di rumah ibadah masing
tidak memakainya sama sekali akan diganjar dengan sebutan masing para anak didik tetap menggunakan jilbab sehingga
anak yang tidak sopan, tidak tahu aturan, bahkan dipulangkan jilbab masuk ke dalam gereja dan vihara.
dari sekolah. Ganjaran yang demikian menyebabkan anak
sekolah dengan terpaksa memakai jilbab menjadi suatu 3. Konklusi
identitas. Multikulturalisme merupakan masalah yang belum terselesaikan
sampai saat ini di Negara Indonesia. Wajib jilbab yang terjadi di
Selain berbentuk dominasi, wajib jilbab lebih dipraktikkan Kota Bukittinggi merupakan salah satu contoh dari perbedaan
dengan cara hegemonik. Para guru mengajarkan kepada anak agama, suku, ras yang sering digunakan untuk mencapai tujuan
didik filosofi Minangkabau yang berbunyi, Di mana bumi yaitu kekuasaan. Perbedaan belum bisa diterima apalagi dirayakan
dipijak, di situ langit dijungjung yang mempunyai arti, di melainkan harus dihindari dan dihanguskan.
mana kita tinggal wajib hukumnya untuk mengikuti aturan di
daerah tersebut. Wajib jilbab dan juga simbol-simbol Agama Islam merupakan
wacana yang diproduksi oleh para petarung politik baik untuk
Dilanjutkan lagi dengan filosofi yang lain, adat bersandi memenangi Pilkada maupun Pileg. Wacana ini disosialisasikan
syara, syara bersandi kitabullah. Yang mempunyai arti, oleh para pengajar di tingkat PAUD sampai perguruan tinggi di
adat berdasarkan agama, dan agama berdasarkan Alquran. bangku sekolah.
Kedua istilah/filosofi ini mau mengatakan bahwa setiap orang
yang tinggal di Kota Bukittinggi wajib mengikuti adat yang Wajib jilbab dilakukan dengan dominasi dan hegemoni. Dominasi
berlaku di kota tersebut yaitu berazaskan Agama Islam. dilakukan para pendidik dengan ganjaran kepada anak didiknya
sebagai anak tidak sopan, tidak tahu aturan, bahkan dipulangkan
Wajib jilbab diwacanakan oleh para petarung politik dan dari sekolah. Bentuk hegemoni dilakukan dengan mengajarkan
disosialisasikan para guru di bangku sekolah sebagai lembaga orang pendatang harus ikut kepada adat setempat, yang minoritas
formal. Wajib jilbab dilakukan secara hegemonik sehingga harus mengikuti yang mayoritas.
orang yang seharusnya tidak layak menggunakan jilbab
menjadi suatu hal yang wajar untuk menggunakannya. Implikasi dari wajib jilbab yang dilakukan secara hegemonik
mengakibatkan kekacauan identitas. Jilbab bukan lagi sebagai
Seperti yang diutarakan Gramsci, dengan metode hegemoni identitas muslim sebab jilbab sudah masuk ke gereja dan vihara.
suatu permasalahan menjadi kelajiman (kewajaran) dan tidak
perlu lagi dipermasalahkan [5]. Masuknya jilbab ke gereja dan vihara akibat anak sekolah yang non
muslim memakai jilbabnya sewaktu belajar agama di rumah
Kelompok yang berkuasa harus memperjuangkan legitimasi ibadah. Jilbab(isasi) menjadi wacana yang diperebutkan demi
kelompoknya, dengan demikian kelompok lain menerima kekuasaan sehingga identitas menjadi kacau.
prinsip-prinsip, ide-ide, dan norma-norma atau nilainya
menjadi milik mereka juga [7]. Referensi
[1] Lubis, Akhyar Yusuf. 2015. Pemikiran Kritis Kontemporer dari Teori
Masyarakat non muslim menganggap penggunaan wajib jilbab Kristis, Cultural Studies, Feminisme, Postkolonial Hingga
di sekolah merupakan hal yang wajar karena Kota Bukittinggi Multikulturalisme. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
[2]
[3] https://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Bukittinggi
Barker, Chris. 2014. Kamus Kajian Budaya. (Terjemahan B. Hendar
merupakan daerah yang mayoritas muslim. Masyarakat
minoritas wajib mengikuti mayoritas yaitu budaya Putranto) Yogyakarta: Kanisius.
Minangkabau dan Agama Islam. [4] Lubis, Akhyar Yusuf. 2014. Postmodernisme Teori dan Metode.
Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Implikasi dari wajib jilbab bagi non muslim mengakibatkan [5] Barker, Chris. 2004. Cultural Studies Teori & Praktik. (Terjemahan
kekacauan identitas. Jilbab bukan lagi hanya identitas yang Nurhadi). Yogyakarta: Kreasi Wacana Yogyakarta.
beragama Islam tetapi jilbab sudah masuk ke tempat ibadah [6] Santoso, Listiyono dkk. 2012. Seri Pemikiran Tokoh Epistemologi
yang non muslim. Merupakan hal yang biasa dijumpai di Kota Kiri. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
[7] Sugiono, Muhadi. 2006. Kritik Antonio Gramsci Terhadap
Bukittinggi bagi anak sekolah menggunakan jilbab ke gereja
Pembangunan Dunia Ketiga.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
dan vihara.

Hal ini terjadi disebabkan di sekolah-sekolah negeri yang ada


di Kota Bukittinggi tidak menyediakan guru agama untuk
mengajar mata pelajaran agama selain Agama Islam. Akibatnya
anak didik yang beragama Katolik, Kristen, Hindu dan Buddha
belajar agama di rumah ibadah masing-masing.

Jurnal Studi Kultural Volume I No. 1 Januari 2016 www.an1mage.org 19


Mutria Farhaeni Komodifikasi Buah Mangrove untuk Pemberdayaan Masyarakat .

Jurnal Studi Kultural (2016) Volume I No.1: 2025

Journal Studi Kultural


www.an1mage.org An1mage Journals: Jurnal Studi Kultural

Laporan Riset
Komodifikasi Buah Mangrove untuk Pemberdayaan Masyarakat Pesisir di Desa Tuban,
Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung Bali
Mutria Farhaeni*
STIE BIITM Kuta Badung

Info Artikel Abstrak


Sejarah artikel: Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh dan mengkaji informasi tentang komodifikasi buah mangrove di Desa
Dikirim 21 Oktober 2015 Tuban, Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung Bali. Kemudian dikaitkan dengan pemberdayaan masyarakat di sekitarnya.
Pada dasarnya pemberdayaan masyarakat di sekitar hutan mangrove akan terus berlangsung karena masyarakat sangat
Direvisi
Diterima24
20Oktober 2015
November 2015 merasakan manfaatnya sehingga muncullah adat istiadat budaya lokal yang sering disebut kearifan tradisional untuk
melestarikan mangrove secara turun-temurun.

Permasalahan yang dikaji pertama adalah jenis-jenis buah mangrove apa saja yang dapat dimanfaatkan sebagai produk
Kata Kunci:
Buah
Komodifikasi
Pemberdayaan
mangrove baik untuk makanan, minuman, sabun, dan kosmetik. Permasalahan kedua adalah pemberdayaan masyarakat untuk
meningkatkan perekonomian masyarakat di sekitar pesisir kawasan mangrove khususnya dan secara umum untuk
masyarakat luas.

Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara kepada Kelompok Pengolah dan Pemasaran (Poklahsar)
Masyarakat
Pesisir Wana Lestari Tuban dan pengambilan dokumentasi dengan alat kamera. Penelitian ini juga dilakukan dengan metode
deskriptif dengan pendekatan kepustakaan. Hasil kajian ini kemudian dideskripsikan, dinarasi serta diinterpretasi dan
disusun dalam bentuk makalah.

Dari hasil kajian dapat disimpulkan bahwa terdapat lima jenis buah mangrove yang terdapat di areal kawasan Tahura
Ngurah Rai Tuban dapat diolah dan dimanfaatkan sebagai produk olahan buah mangrove yaitu jenis api-api (Avicennia
sp), lindur atau bako (Bruguiera gymnorrhiza), Nyirih (Xylocarpus granatum), pidada (Sonneratia caseolaris), nipah
(Nypa fruticans) dan pemanfaatan jenis-jenis mangrove ini perlu dikembangkan dan disosialisasikan agar dapat
meningkatkan kehidupan dan perekonomian masyarakat disekitarnya.
2016 Komunitas Studi Kultural Indonesia. Diterbitkan oleh An1mage. All rights reserved.

1.
Kepulauan
Asia.
juta
Pendahuluan
dengan
Diperkirakan
Indonesia
lebih kurang
luas
memiliki
20
hutan
jenis
mangrove
luas
dari 44
hutan
jenis
di mangrove
Indonesia
mangroveterbesar
sekitar
yang khas
2,5
di Potensi mangrove di Indonesia bila dibandingkan dengan potensi
mangrove di Negara-negara Asia terlihat memiliki potensi terbesar
di Asia.

yang ada di dunia[1].


Ekosistem mangrove tidak hanya memiliki manfaat ekologi bagi
daratan dan lautan, antara lain, sebagai penahan abrasi, namun
Jenis mangrove yang khas ini adalah jenis mangrove yang sering
dikenal juga mempunyai manfaat ekonomi bagi masyarakat di
dijumpai pada habitat mangrove yang biasanya tumbuh pada
kawasan pesisir.
daerah pesisir yang sangat dipengaruhi oleh pasang surut air laut,
dan pada daerah pantai yang berteluk dengan gelombang air laut
Pemanfaatan mangrove sebagai bahan makanan, minuman,
yang tenang.
kosmetik, obat dan sabun sebenarnya telah berkembang sejak dulu
dan merupakan salah satu kearifan tradisional masyarakat sekitar
Habitat
yang tinggi
ini dapat
dan kandungan
di katakan Oxygen
memilikipada
kondisi
substrat
tingkat
tempat
kadarmereka
garam
ekosistem mangrove.
tumbuh sangat sedikit. Pada kondisi seperti ini mereka tumbuh dan
Namun dalam perkembangannya, pemanfaatan mangrove tersebut
berkembang sesuai dengan sifat-sifat atau karakteristik masing
masing spesies mangrove [2]. sudah banyak dilupakan dan hanya beberapa daerah saja yang
Potensi mangrove yang tersebar di sepanjang pantai Kepulauan masih melakukannya.

Dari uraian di atas ada dua permasalahan yang akan dikaji yaitu
Indonesia yang berteluk dengan gelombang laut yang tenang
pertama adalah jenis-jenis buah mangrove apa saja yang dapat
memungkinkan mangrove akan hidup subur dan berkembang
dimanfaatkan secara ekonomi sebagai produk baik untuk makanan,
apabila tidak dirusak oleh adanya usaha-usaha atau kegiatan
minuman, sabun, dan kosmetik.
manusia.
Kedua adalah pemberdayaan dan peningkatan perekonomian
masyarakat di sekitar pesisir kawasan mangrove khususnya dan
Peneliti koresponden: riafarhaeni@gmail.com, Jl. Buluh Indah No. 95 Denpasar Barat
secara umum untuk masyarakat luas.
Telp. +085101474353

Jurnal Studi Kultural Volume I No. 1 Januari 2016 www.an1mage.org 20


Mutria Farhaeni Komodifikasi Buah Mangrove untuk Pemberdayaan Masyarakat .

Dengan demikian penulis ingin mengkaji manfaat ekonomis buah ekologis dan sosial ekonomis yang memiliki berbagai manfaat
mangrove untuk pemberdayaan masyarakat pesisir di Desa Tuban, (Farimansyah, 2005).
Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung Bali
Adapun tumbuhan yang dominan hidup di daerah hutan
2. Metode mangrove adalah bakau. Bakau merupakan jenis pohon yang
Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara yang tumbuh di daerah perairan dangkal dan daerah intertidal yaitu
terstruktur kepada kelompok Nelayan Wanasari Tuban dan daerah batas antara darat dan laut pengaruh pasang surut masih
pengambilan dokumentasi dengan alat kamera. terjadi.

Penelitian ini juga dilakukan dengan metode deskriptif dengan Hutan bakau tumbuh didaerah tropis dan subtropics, yang
pendekatan kepustakaan seperti leaflet, brosur, buku panduan berfungsi sebagai pelindung pantai dari terjangan gelombang
mangrove di Indonesia dan informasi singkat hasil hutan bukan secara langsung. Oleh karena itu daerah hutan bakau dicirikan
kayu hutan mangrove dari Balai Pengelolaan Hutan Mangrove oleh adanya lapisan lumpur dan sedimen halus. Hutan bakau
(BPHM) wilayah I tentang pemanfaatan mangrove [3]. Hasil kajian juga menjadi tempat hidup bagi habitat liar dan memberikan
ini kemudian dideskripsikan, dinarasi serta diinterpretasi dan perlindungan alami terhadap angin yang kuat, gelombang yang
disusun dalam bentuk makalah. dibangkitkan oleh angin (siklon atau badai), dan juga
gelombang tsunami.
3. Telaah Pustaka
3.1 Mangrove Menurut Marsoedi dan Samlawi (1997), hutan mangrove
Menurut Mac Nae (1968), pada mulanya hutan mangrove adalah vegetasi hutan yang tumbuh di daerah pantai dan di
hanya dikenal secara terbatas oleh kawasan ahli lingkungan, sekitar muara sungai, yang selalu atau secara teratur digenangi
terutama lingkungan laut. oleh air laut serta dipengaruhi pasang surut. Vegetasi hutan
mangrove dicirikan oleh jenis-jenis tanaman bakau, api-api,
Mula-mula kawasan hutan mangrove dikenal dengan istilah prepat, dan tunjang.
vloedbosschen (hutan payau) karena sifat habitatnya yang
payau. Berdasarkan dominasi jenis pohonnya, yaitu bakau, Areal mangrove tidak hanya sebagai koleksi tanaman, tetapi
maka kawasan mangrove juga disebut hutan bakau. merupakan salah satu sumber daya alam yang dapat
memberikan manfaat bagi kehidupan manusia. Hutan mangrove
Kata mangrove merupakan kombinasi antara kata Mangue juga berperan sebagai tempat hidup jenis udang dan ikan yang
(Bahasa Portugis) yang berarti tumbuhan dan Grove (Bahasa bernilai komersial.
Inggris) yang berarti belukar atau hutan kecil Arief (2003).
Dengan demikian secara ringkas hutan mangrove dapat
Dalam bahasa Inggris kata mangrove digunakan baik untuk didefinisikan sebagai suatu tipe hutan yang tumbuh di daerah
komunitas tumbuhan yang tumbuh di daerah jangkauan pasang pasang surut, yang tergenang pada saat pasang dan bebas dari
surut maupun untuk individu-individu spesies tumbuhan yang genangan pada saat surut yang komunitas tumbuhannya
menyusun komunitas tersebut. bertoleransi terhadap garam.

Sedangkan dalam Bahasa Portugis kata mangrove digunakan Sedangkan ekosistem mangrove merupakan suatu sistem yang
untuk menyatakan individu spesies tumbuhan, dan kata mangal terdiri atas organisme (tumbuhan dan hewan) yang berinteraksi
untuk menyatakan komunitas tumbuhan tersebut (Anonim, dengan faktor lingkungan dan dengan sesamanya di dalam
2003). suatu habitat mangrove [4].

Mangrove juga dapat digunakan untuk menyebut populasi 3.2 Pemberdayaan


tumbuh-tumbuhan dari beberapa spesies yang mempunyai Kata empowerment dan empower diterjemahkan dalam
perakaran Pneumatophores (akar nafas) dan tumbuh di antara Bahasa Indonesia menjadi pemberdayaan dan memberdayakan,
garis pasang surut (Steenis, 1978). menurut Merriam Webster dan Oxfort English Dictionery
(dalam Prijono dan Pranarka, 1996:3) mengandung dua
Sehingga hutan mangrove juga disebut hutan pasang. pengertian yaitu : pengertian pertama adalah to give power or
Berdasarkan SK Dirjen Kehutanan No. 60/Kpts/Dj/I/1978, authority to, dan pengertian kedua berarti to give ability to or
hutan mangrove dikatakan sebagai hutan yang terdapat di enable.
sepanjang pantai dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut,
yakni tergenang pada waktu pasang dan bebas genangan pada Dalam pengertian pertama diartikan sebagai memberi
waktu surut (Arief, 2003). kekuasaan, mengalihkan kekuatan atau mendelegasikan otoritas
ke pihak lain. Sedang dalam pengertian kedua, diartikan
Keberadaan hutan mangrove dalam ekosistem pantai sebagai upaya untuk memberikan kemampuan atau
merupakan suatu persekutuan hidup alam hayati dan alam keberdayaan.
lingkungannya yang terdapat di daerah pantai dan disekitar
muara sungai pada kawasan hutan tropika, yaitu kawasan hutan Konsep empowerment pada dasarnya adalah upaya menjadikan
yang khas dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut. suasana kemanusiaan yang adil dan beradab menjadi semakin
efektif secara struktural, baik dalam kehidupan keluarga,
Hutan mangrove, baik di dalam maupun di luar kawasan hutan masyarakat, negara, regional, internasional, maupun dalam
merupakan jalur hijau daerah pantai yang mempunyai fungsi bidang politik, ekonomi dan lain-lain.

Jurnal Studi Kultural Volume I No. 1 Januari 2016 www.an1mage.org 21


Mutria Farhaeni Komodifikasi Buah Mangrove untuk Pemberdayaan Masyarakat .

Memberdayakan masyarakat menurut Kartasasmita (1996: 144) 4. Diskusi


adalah upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan 4.1 Pemanfaatan Jenis-Jenis Mangrove di Desa Tuban
masyarakat yang dalam kondisi sekarang tidak mampu untuk Pemanfaatan mangrove sebagai bahan makanan, minuman,
melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan kosmetik, obat dan sabun sebenarnya telah berkembang sejak
keterbelakangan. dulu dan merupakan salah satu kearifan tradisional masyarakat
sekitar ekosistem mangrove. Namun dalam perkembangannya,
Pemberdayaan masyarakat merupakan konsep pembangunan pemanfaatan mangrove dilupakan begitu saja dan hanya
ekonomi yang merangkum nilai-nilai sosial. Konsep ini beberapa daerah saja yang masih melakukan pemanfaatan
mencerminkan paradigma baru pembangunan, yakni yang mangrove secara intensif[6].
bersifat people-centered, participatory, empowering, and
sustainable. Oleh sebab itu perlu didorong pemanfaatan mangrove sebagai
bahan makanan, minuman dan lain-lain dengan tetap menjaga
Gagasan pembangunan yang mengutamakan pemberdayaan kelestarian ekosistem mangrove itu sendiri, karena peranan
masyarakat perlu untuk dipahami sebagai suatu proses ekosistem mangrove dalam keseimbangan ekosistem pesisir
transformasi dalam hubungan sosial, ekonomi, budaya, dan sangat penting.
politik masyarakat. Perubahan struktur yang sangat diharapkan
adalah proses yang berlangsung secara alamiah, yaitu yang Beberapa produk dari jenis-jenis hasil hutan bukan kayu
menghasilkan dan harus dapat dinikmati bersama. Begitu pula (HHBK) mangrove dapat dimanfaatkan antara lain: makanan,
sebaliknya, yang menikmati haruslah yang menghasilkan. minuman, sabun, dan kosmetik [7].

Proses ini diarahkan agar setiap upaya pemberdayaan


masyarakat dapat meningkatkan kapasitas masyarakat (capacity 4.1.1 Api-api (Avicennia sp)
building) melalui penciptaan akumulasi modal yang bersumber Deskripsi Umum
dari surplus yang dihasilkan, yang mana pada gilirannya nanti Pohon perdu tinggi capai 12 m. akar nafas seperti pensil.
dapat pula menciptakan pendapatan yang akhirnya dinikmati Susunan daun tunggal elips bersilangan, ujung daun runcing
oleh seluruh rakyat. Dan proses transformasi ini harus dapat hingga membundar, panjang daun 5-1 cm, memiliki
digerakan sendiri oleh masyarakat. kelenjar garam, permukaan bawah daun berwarna putih
hingga kelabu. Kulit kayu halus, kelabu, hijau loreng
Menurut Sumodiningrat (1999), mengatakan bahwa (mengelupas pada bercak).
kebijaksanaan pemberdayaan masyarakat secara umum dapat
dipilah dalam tiga kelompok yaitu : Bunga
Umumnya berbunga pada bulan Juli-Pebruari. Rangkaian
Pertama, kebijaksanaan yang secara tidak langsung mengarah bunga 8-14, berduri rapat, panjang 1-2cm, diujung atau
pada sasaran tetapi memberikan dasar tercapainya suasana yang diketiak daun pada pucuk. Bermahkota 4, kuning hingga
mendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat. Kedua, oranye, 5 helai kelopak, 4 benang sari 0,4-0,5 cm.
kebijaksanaan yang secara langsung mengarah pada
peningkatan kegiatan ekonomi kelompok sasaran. Ketiga, Buah
kebijaksanaan khusus yang menjangkau masyarakat miskin Panjang 1,52,5 cm dan lebar 1,52 cm, berwarna hijau,
melalui upaya khusus. bagian dalamnya berwarna hijau hingga kekuningan (coklat
muda), permukaan buah berambut halus, buah melingkar
Pelaksanaan pemberdayaan masyarakat, menurut Kartasasmita atau memiliki sebuah paruh pendek.
(1996), harus dilakukan melalui beberapa kegiatan : pertama,
menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi
masyarakat berkembang (enabling). Kedua, memperkuat
potensi atau daya yang dimiliki oleh masyarakat (empowering).
Ketiga, memberdayakan mengandung pula arti melindungi.

Di sinilah letak titik tolaknya yaitu bahwa pengenalan setiap


manusia, setiap anggota masyarakat, memiliki suatu potensi
yang selalu dapat terus dikembangkan. Artinya, tidak ada
masyarakat yang sama sekali tidak berdaya, karena kalau
demikian akan mudah punah.

Pemberdayaan merupakan suatu upaya yang harus diikuti


dengan tetap memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh
setiap masyarakat.
Citra 1. Pohon dan buah Api-api
Dalam rangka itu pula diperlukan langkah-langkah yang lebih Sumber : BPHM Wilayah I, 2007

positif selain dari menciptakan iklim dan suasana. perkuatan ini


Manfaat
meliputi langkah-langkah nyata dan menyangkut penyediaan
Kulit dan akar (resin yang dihasilkan) untuk obat vitalitas.
berbagai masukan (input) serta membuka akses kepada
Kulit batang untuk obat penyakit kulit. Daun untuk pakan
berbagai peluang (upportunities) yang nantinya dapat membuat
ternak dan sumber tannin. Buah untuk tepung bahan dasar
masyarakat menjadi semakin berdaya.[5]
Jurnal Studi Kultural Volume I No. 1 Januari 2016 www.an1mage.org 22
Mutria Farhaeni Komodifikasi Buah Mangrove untuk Pemberdayaan Masyarakat .

makanan yang diperoleh melalui proses pengolahan terlebih makanan sebagai berikut: Kue Kering Lindur, Serabi
dahulu. Lindur, Cake Lindur, Keripik.[3]

Buah Api-api dapat diolah menjadi makanan harus melalui


proses pengolahan terlebih dahulu. Setelah menjadi tepung
baru dapat diolah sebagai bahan baku untuk pembuatan
makanan sebagai berikut : kue talam Api-api, wajit Api-api,
Bubur Api-api, Donat Api-api, Puding Api-api, Bola Api
api, Krupuk Api-api.[3]

Citra 4. Beras, kue dan tepung dari buah Lindur


Citra 2. Tepung Api-api sebagai bahan pembuatan aneka kue dari buah Api-api Sumber : BPHM Wikayah I, 2007
Sumber : BPHM Wikayah I, 2007
4.1.3 Nyirih (Xylocarpus granatum)
4.1.2 Lindur atau Bako (Bruguiera gymnorrhiza) Deskripsi Umum
Deskripsi Umum Pohon tinggi capai 8 m. Akar papan dan berbanir. Susunan
Pohon tinggi capai 20 m, berakar lutut berbanir kecil, daun majemuk berseling, anak daun terdiri dari 2 pasang,
susunan daun simple berlawanan, elips, bersilangan, ujung elips sampai bulat telur sungsang, ujung daun membundar,
daun 8-15 cm, permukaan bawah daun berwarna hijau panjang 7-12 cm. Tipe biji normal. Kulit kayu merah
kekuningan. Daun licin dan tebal, tanpa ujung yang kasar kecoklatan, halus, pucat, berbintik kehijauan atau
dan ramping. Kulit kayu abu-abu gelap, kasar, memiliki kekuningan, mengelupas dengan pola acak.
mulut kulit kayu.
Bunga
Bunga Diameter 1-1,2 cm, berkelamin tunggal, terdapat 8-20
Berbunga sepanjang tahun, bunga lebar, tunggal, ketiak bunga, di ketiak daun, panjang 6 cm. bermahkota 4, krem
daun, besar, berwarna merah, panjang 3-5 cm, kelopak 10 sampai putih kehijauan, kelopak 4 helai hiau kekuningan,
14 helai, mahkota putih hingga coklat, ujung tiap mahkota benangsari menyatu dengan pembuluh (tube) berwarna
berbentuk runcing terdiri dari 3 tangkai benang sari. krem putih.

Buah Buah
Berbentuk silinder, licin, diameter 1,7-2,0 cm, panjang 20 Diameter 15-20 cm, berwarna coklat kekuningan,
30 cm, hijau gelap hingga ungu dengan bercak coklat. permukaan kasar, buah tergolong berat 1-2 kg, bulat seperti
Kelopak menyatu saat buah jatuh, dapat mengapung, melon, terdiri dari 6-16 biji, dapat mengapung, berbuah
penyebaran oleh air, masa buah terutama pada bulan Juli sepanjang tahun terutama pada bulan Juli-Agustus &
Agustus. November-Desember.

Citra 3. Pohondan Buah Lindur


Sumber : BPHM Wikayah I, 2007
Manfaat
Kecambah dan daun bisa jadi sayuran. Kulit kayu sebagai Citra 5. Pohon dan buah Nyirih
obat malaria dan diare. Akar dan daun untuk obat luka Sumber : BPHM Wikayah I, 2007

bakar. Sumber bahan tannin. Buah Lindur mengandung Air Manfaat


74%, Lemak 1,2%, Protein 1,1%, Karbohidrat 23,5% dan Biji buah Nyirih dapat dimanfaatkan untuk bedak lulur.
Abu 0,3%. Minyak dan bijinya bisa untuk minyak rambut. Bijinya juga
bermanfaat sebagai obat gatal, obat luka dan pereda
Buah Lindur dapat diolah menjadi makanan harus melalui demam. Kulit kayu untuk obat sakit perut. Sebagai sumber
proses pengolahan terlebih dahulu. Setalah menjadi tepung tannin [3].
baru dapat diolah sebagai bahan baku untuk pembuatan

Jurnal Studi Kultural Volume I No. 1 Januari 2016 www.an1mage.org 23


Mutria Farhaeni Komodifikasi Buah Mangrove untuk Pemberdayaan Masyarakat .

Citra 6. Bedak lulur dari buah Nyirih Citra 8. Sirup, dodol, selai dari buah Pidada
Sumber : BPHM Wikayah I, 2007 Sumber : BPHM Wikayah I, 2007

4.1.4 Pidada (Sonneratia caseolaris)


Bunga
Deskripsi Umum
Panjang 25 cm, bunga betina berbentuk bola, bunga jantan
Pohon perdu tinggi capai 16 m. Berakar nafas bentuk
bergerombol rapat, warna merah bata hingga kekuningan.
kerucut. Susunan daun tunggal bersilangan, oblong sampai
bulat telur sungsang, ujung membundar sampai berlekuk,
Buah
panjang 5-10 cm, permukaan bawah dan atas daun hampir
Panjang buah yang berbentuk bola hingga 45 cm,
sama. Tipe biji normal. Kulit kayu halus, letak searah
berwarna coklat gelap atau merah bata berbentuk bola
longitudinal, warna krem sampai coklat. Berbunga sepanjang
sama seperti pandan.
tahun antara 3-4 bln.

Bunga
Rangkaian 1 sampai beberapa bersusun diujug cabang atau
dahan, mahkota putih, kelopak 6-8 helai merah dan hijau,
benangsari banyak putih, diameter 5-8 cm, bungasari
(ephemeral) terbuka malam hari banyak madu pada
pembuluh kelopak.

Buah
Diameter 3,5-4,5 cm, hijau, permukaan halus, kelopak
Citra
Sumber
9. Pohon
: BPHM
dan Wikayah
pengolahan
I, 2007
Nipah
berbentuk cawan menutupi dasar buah, helai kelopak
menyebar atau melengkung berisi 150-200 biji. Berbuah
bulan Mei-Juni dan Oktober-November. Pembuahan sampai Manfaat
masak 2-3 bulan. Air Nira sebagai bahan baku alkohol, cuka, gula merah.
Daun sebagai bahan baku anyaman atap dan dinding. Buah
yang muda dapat dimakan, dibuat permen, kolak dan
manisan. Buah juga dapat dibuat tepung roti [3].

Citra 7. Pohon, bunga dan buah Pidada


Sumber : BPHM Wikayah I, 2007

Manfaat Citra 10. Air Nira,cuka,gula merah dari buahNipah


Buahnya dapat dimakan seperti rujak, bahan baku sirup, Sumber : BPHM Wikayah I, 2007

pudding, sabun, dodol dan selai. Akar Pidada dapat 4.2 Pemberdayaan Masyarakat Pesisir di Desa Tuban
digunakan untuk bahan penutup botol, shuttlecock dan Minimnya minat masyarakat untuk menjaga lingkungan
sebagai sumber tannin [3]. mangrove sekitarnya bisa disebabkan kurangnya pengetahuan
atas fungsi dan manfaat hutan. Hal inilah yang membuat
4.1.5 Nipah (Nypa fruticans) Kadek Surasmini, seorang perempuan Bali yang tinggal di
Deskripsi Umum kawasan dekat hutan mangrove, melakukan sebuah aksi nyata,
Palem tinggi capai 4-9 m. tidak ada akar udara. Daun palem melalui Pokhlasar (Kelompok Pengolahan dan Pemasaran)
lanset (anak daun) ujung meruncing panjang unit daun 4-9 Wanalestari Tuban Bali yang diketuainya.
m. daun menyirip tanpa duri banyak helai. Tipe biji
kriptovivipari. Ciri khusus palem mangrove tumbuh Kadek mengajak masyarakat di sekitarnya untuk
berdekatan dan seringkali membentuk komunitas murni di memanfaatkan buah-buah mangrove yang ada di sekitar dapat
sepanjang tepi sungai memberikan nilai ekonomi sehingga masyarakat antusias

Jurnal Studi Kultural Volume I No. 1 Januari 2016 www.an1mage.org 24


Mutria Farhaeni Komodifikasi Buah Mangrove untuk Pemberdayaan Masyarakat .

untuk melestarikan upaya penanaman mangrove dengan (Bruguiera gymnorrhiza), nyirih (Xylocarpus granatum),
melakukan upaya penanaman mangrove di tempat-tempat pidada (Sonneratia caseolaris), nipah (Nypa fruticans).
kosong. 2. Pemanfaatan jenis-jenis mangrove ini perlu
disebarluaskan dan disosialisasikan untuk pemberdayaan dan
Awalnya, di daerah Tuban terdapat Kelompok Nelayan peningkatan kehidupan dan perekonomian masyarakat
Wanasari Tuban yang beranggotakan para nelayan. Para disekitarnya.
kepala rumah tangga inilah yang mencari ikan dan beternak
kepiting di area sekitar mangrove. Kelompok nelayan ini juga 5.2 Saran
melakukan pemeliharaan hutan mangrove untuk kepentingan 1. Sangat diperlukan pelatihan untuk mengembangkan dan
ekowisata. memasarkan produk buah mangrove.
2. Bantuan pendanaan baik dari pemerintah maupun pihak
Sebagai seorang perempuan yang sudah lama tinggal di swasta dan kepedulian masyarakat disekitar kawasan hutan
wilayah pesisir, Kadek paham bahwa keberadaan mangrove mangrove untuk ikut serta mempertahankan dan melestarikan
bermanfaat untuk mencegah abrasi. Ia juga mengetahui hutan mangrove.
bahwa nenek moyangnya dahulu mengkonsumsi buah
mangrove sebagai makanan alternatif. Ucapan Terima Kasih
Terima kasih saya sampaikan kepada Bapak Michael Sega Gumelar
Berangkat dari rasa penasaran, Kadek bertanya pada Selaku Ketua Redaksi Pelaksana yang telah memberikan
mertuanya mengenai pemanfaatan mangrove sebagai bahan kesempatan dan partisipasi dalam menulis di Journal Studi Kultural
makanan. Ternyata, buah mangrove dapat dikonsumsi sebagai ini.
makanan pengganti nasi. Sementara buah Pidada (Sonneratia
caseolaris), bisa dipakai sebagai pengganti asam untuk Referensi
menghilangkan bau amis saat memasak ikan. [1] Ardhana. IPG. (2000). Pengelolaan Lingkungan Pesisir Dalam
Rangka Konservasi Sumberdaya Mangrove di Wilayah Bali.
Niatnya untuk memanfaatkan buah mangrove pun kian Konferensi BKPSL ke XV di Bandung.
terbuka tatkala mendapatkan pelatihan dari pihak swasta. [2] Ardhana, IPG. (2011). Pengelolaan Ekosistem Mangrove. Bahan
Matrikulasi Mahasiswa Magister Ilmu Lingkungan Universitas
Pengetahuan tentang pemanfaatan mangrove bertambah
Udayana, Denpasar
setelah mendapat kunjungan dari seorang pakar mangrove
[3] BPHM. (2012). Informasi Singkat Hasil Hutan Bukan Kayu Manfaat
yaitu Lulut Sri Yuliani, yang menjelaskan dan meneliti Buah Mangrove. BPHM Wilayah I, Denpasar
kelayakan buah mangrove di Desa Wanasari. [4] www.repository.usu.ac.id diunggah 18 Oktober 2015
[5] www.teoripemberdayaan.blogspot.co.id18 Oktober 2015
Dari hasil penelitian itu terungkap bahwa buah mangrove dari [6] Shozo Kitamura, Chairil Anwar, Amalyos Chaniago, Shigeyuki Baba.
Desa Wanasari layak untuk diolah dan tidak tercemar limbah 1997. Buku Panduan Mangrove di Indonesia-Bali & Lombok. Dephut
karena buah yang akan dimanfaatkan adalah buah yang masak and JICA
di pohon. Semua ilmu yang diperoleh Kadek diajarkan kepada [7] BPHM Wilayah I. (2007). Leaflet Pengenalan Jenis Mangrove.
Ibu-ibu Anggota Pokhlasar Wanasari. BPHM I Denpasar
[8] Nyoto Santoso, Bayu Catur Nurcahya, Ahmad Siregar, Ida Farida.
(2005). Resep Makanan Berbahan Baku Mangrove dan Pemanfaatan
Produk olahan dari buah mangrove ini dipasarkan di
Nipah 2005. Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Mangrove
Kampoeng Kepiting Wanasari. Tidak ada eksploitasi atau Jakarta
penebangan mangrove artinya hanya memanfaatkan buah [9] BPHM. (2007). Leaflet Manfaat Buah Mangrove. BPHM Wilayah I,
yang sudah masak di pohon. Dapat dikatakan bahwa hanya Denpasar
memanfaatkan buah-buah mangrove dan air nira yang [10] www.print.kompas.com diunggah 18 Oktober 2015
diperoleh dari tumbuhan Nipah. Kelompok Poklahsar
Wanalestari tetap memperhatikan aspek konservasi dan
kelestarian hutan mangrove.

Kelompok ini berharap usaha yang dilakukan dapat


berkembang dan menjadi tambahan penghasilan anggota
anggotanya.

Dengan mengolah buah yang ada dan mendapatkan manfaat


ekonomis, masyarakat sekitar khususnya Anggota Poklahsar
Wanalestari akan semakin antusias menjaga hutan mangrove,
melakukan penanaman kembali, dan menjaga lingkungan
mangrove sehingga tidak ada lagi lingkungan mangrove yang
rusak dan terbengkalai [10].

5 Konklusi
5.1 Simpulan
Dari hasil dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Buah mangrove yang dapat diolah dan dimanfaatkan
secara ekonomis baik untuk makanan, minuman, sabun dan
kosmetik adalah jenis api-api (Avicennia sp), lindur atau bako
Jurnal Studi Kultural Volume I No. 1 Januari 2016 www.an1mage.org 25
INyoman Anom Fajaraditya Setiawan Kajian Motivasi Tato Rangda pada Orang Bali

Jurnal Studi Kultural (2016) Volume I No.1: 2632

Journal Studi Kultural


www.an1mage.org An1mage Journals: Jurnal Studi Kultural

Laporan Riset
Kajian Motivasi Tato Rangda pada Orang Bali
INyoman Anom Fajaraditya Setiawan*, I Nyoman Jayanegara
STMIK STIKOM Indonesia, STMIK STIKOM Indonesia

Info Artikel Abstrak


Sejarah artikel:
Seni tato saat ini sangat berkembang dalam perjalanannya, dari wujud atau bentuk dan pemaknaan. Tidak hanya sekedar
Dikirim 17 November 2015
peniruan dari tato yang sudah ada sebelumnya, tapi juga mengalami modifikasi dalam bentuk. Tidak dapat dipungkiri,
Direvisi 19 November 2015
tato dalam hal gaya visual banyak terpengaruh dari motif tradisional dan ini terfokus pada Tato MotifRangda.
Diterima 21 November 2015

Wujud Tato Motif Rangda sebenarnya dihindari oleh Masyarakat Bali, dikarenakan wujud tersebut secara nyata
Kata Kunci: dihubungkan dengan nilai sakral. Namun dibalik fenomena yang ada, beberapa Orang Bali saat ini mengaplikasikan Tato
Kajian Motif Rangda ke dalam tato mereka. Dari hanya sekedar sebagai hiasan pada tubuh sampai dengan memaknainya lebih
Rangda dari sekedar motif belaka.
Motivaasi
Budaya
Dengan mendeskripsikan secara kualitatif, Tato Motif Rangda dari pemakainya memang sangat beragam. Hasil
pengamatan beragam motif dari pemakai tato dapat disimpulkan bahwa, tato dengan Motif Rangda merupakan sarana
Bali
komunikasi menjunjung budaya lokal yaitu Budaya Bali. Atas dasar motivasi yang ada, hal ini akan mengungkap lebih
dalam tentang Tato Rangda pada Orang Bali dari sudut pandang motivasi dalam berkesenian.

2016 Komunitas Studi Kultural Indonesia. Diterbitkan oleh An1mage. All rights reserved.

1. Pendahuluan Walau demikian, wujud tato masih dapat terdeteksi eksistensinya


Tato adalah salah satu wujud budaya di bumi ini. Tato merupakan saat ini. Sebelumnya seolah-olah bergerak di bawah tanah,
suatu perpaduan seni di dalamnya. Budaya tato telah ada ribuan tersembunyi, kini semakin jelas bangkit dan dengan mudah dilihat
tahun dan menjadi suatu visualisasi dengan maksud tertentu, di atau ditemukan. Perubahan pola pikir atau perspektif masyarakat,
berbagai belahan atau negara di dunia. Salah satunya adalah membuat tato menjadi hal yang biasa dipamerkan. Bahkan
Indonesia, yang terkenal akan Motif Tato Suku Dayak Kalimantan beberapa kalangan penggemar, tato dijadikan sebagai suatu
dan Suku Mentawai di Sumatra serta bagian Nusa Tenggara Timur. kebutuhan bagi diri mereka.

Sifat dan motif kesukuan tersebut, kaku dan hitam putih, kini Seperti halnya sebuah lukisan atau bentuk seni yang lain, tato juga
berkembang menjadi lebih berwarna. Hal ini dikarenakan memiliki aliran gaya visual dan pemakai fanatik. Tribal, black and
kombinasi, maksud dan tujuan serta pemahaman tentang tato pada gray, oldschool, newschool, biomechanical, fantasy dan masih
masyarakat saat ini. Wujud visual selain memperkaya motif tato banyak lagi gaya yang lain, ini diminati berbagai lapisan dan kelas
dalam khasanah dunia pentatoan, pengaruh akan budaya setempat masyarakat. Hal ini tidak menutup kemungkinan menjadi bagian
juga sangat berperan dalam pengembangan dan pengayaan motif dari pemikiran posmo mewujudkan pesan visual melalui tato.
motif tersebut.
Indonesia merupakan negara kepulauan dengan berbagai macam
Perkembangan tato yang begitu rumit, selalu diiringi oleh suku, ras dan agama, tentunya bermacam macam pula budaya yang
paradigma yang meliputi tato itu sendiri. Sekilas tentang anggapan terkandung. Khususnya di Bali, seni budaya memang sangat lekat
masyarakat terkait dengan kenegatifan tato, yakni fenomena sosial dibenak masyarakatnya. Sehingga memancarkan vibrasi magnetik
yang terjadi kebetulan dalam lingkup dunia tato. Hal tersebut pada wisatawan lokal maupun mancanegara. Jika dibahas lebih
seperti adanya peraturan pemerintah akan larangan tato serta spesifik, yaitu dari kajian yang dilakukan, Unsur Budaya Bali
kejadian kriminal yang dikaitkan dengan tato. sering menjadi bagian elemen desain pada aplikasi tato.

Secara tidak langsung hal demikian seakan membangun dogma Ilustrasi Lokal Bali yang memang kaya akan motif, menjadi
negatif tato secara menyeluruh. Ini semua merupakan bagian dari primadona tersendiri bagi wisatawan. Ungkapan makna tentunya
suatu fondasi tentang pencitraan tato menjadi sesuatu yang menjadi berbeda bagi mereka yang cenderung menganggap hal
menakutkan, mengerikan dan patut dihindari. Bahkan jika hal ini tersebut sebagai wujud kenangan atau souvenir semata.
terus berkelanjutan, akan berakibat fatal seperti sirnanya sebuah
wujud seni budaya yang mengiringi sejarah peradaban manusia. Terlepas dari pemaparan di atas, pendapat tentang perwujudan tato
dengan Nuansa Bali, sungguh bertolak belakang pada Orang Bali
Peneliti koresponden: anomdesign@gmail.com, Jl. Dewi Sri No. 7 Batubulan, Gianyar sendiri.
Telp. +6281999237169
Jurnal Studi Kultural Volume I No. 1 Januari 2016 www.an1mage.org 26
INyoman Anom Fajaraditya Setiawan Kajian Motivasi Tato Rangda pada Orang Bali

Orang Bali yang mengerti tentang wujud Motif Bali, baik itu dengan menggunakan alat sejenis jarum atau benda dipertajam
pemakai ataupun bukan, akan menghubungkan dengan hal-hal yang yang terbuat dari flora .
bersifat magis. Hal tersebut dianggap memiliki suatu konsekuensi
tertentu yang bersifat kurang baik kedepannya. Pendapat ini juga Amy Krakov mengungkapkan secara teknis bahwa tato adalah
menjadi lebih buruk jika bersentuhan langsung dengan orang-orang pewarnaan permanen pada tubuh dengan cara diresapkan
yang anti tatoisme. dengan benda tajam ke dalam kulit (dermis). Dalam Bahasa
Jawa, tato mempunyai makna yang nyaris sama meskipun
Secara sederhana bisa dikatakan, Motif-motif Bali yang ada, sangat berbeda, yakni dari kata tatu yang memiliki kesejajaran
tidak tepat dan perlu dihindari atau mencari alternatifcitra tato yang makna luka atau bekas luka,[2].
lain untuk diaplikasikan. Pada sisi yang berbeda, kenyataannya ada
segelintir Orang Bali yang mengaplikasikan motif-motif tersebut. Pemaparan pendapat di atas, dapat dirumuskan bahwa istilah
Hal inipun tidak serta merta tanpa alasan, malah memiliki tato di berbagai belahan dunia, bahkan di Indonesia memiliki
pemaknaan yang beragam dan mendalam dari setiap individu kemiripan. Istilah tato sendiri merupakan sebuah proses
pemakainya. melukai kulit dengan benda tajam dan menyisipkan suatu cairan
tinta ke dalamnya.
Sehubungan dengan banyaknya motif dan adanya fakta tentang
fenomena tato bernuansakan Bali pada Orang Bali sendiri, maka Proses melukai dan menyisipkan tinta tersebut mengikuti pola
pembahasan kajian penelitian ini difokuskan pada satu jenis yaitu yang sudah direncanakan, alhasil adalah sebuah lukisan pada
khusus pada jenis Tato Rangda. Adapun cakupan wilayah tubuh. Saat ini, pola atau motif dari tato sangatlah beragam
penelitian bertempat di Denpasar. Kajian tentang hal ini tentunya yang dihasilkan dari seniman dan keinginan pemakai tato.
dengan pertimbangan fakta yang ada dan memang dianggap sangat
menarik untuk diungkap serta diteliti. Fokus kajian Rangda pada 2.2 Tato dalam Kehidupan Masyarakat Bertato
tato, menurut pengamatan, memiliki suatu kontradiksi pendapat. Bagi masyarakat yang memiliki budaya tato Tato pada
awalnya dipercaya untuk kebutuhan ritual, untuk itulah
Kontradiksi ini didasarkan atas wujud, sifat, makna dan hal-hal lain biasanya dipilih orang-orang yang punya kecakapan khusus
yang dikaitkan dengan Rangda itu sendiri.Hal-hal tersebut digali untuk melakukannya.
dari pelaku tato, pemakai tato, narasumber dan sumber-sumber lain
yang dirasa penting dalam pengembangan penelitian.Sehingga Orang-orang yang khusus yang terpilih sebagai penato
pendekripsian tentang Tato Motif Rangda pada Orang Bali dapat karena keterampilan motoriknya untuk pekerjaan yang
terjawab dengan maksimal. Tentunya, ini dikaji berdasarkan membutuhkan keterampilan artistik, serta punya kepekaan akan
kacamata seni dan desain, secara estetis, semiotis, serta motifasi keindahan. Makanya dalam setiap konteks budaya yang
sebagai unsur-unsur pembedah fenomena yang ada. memiliki sub-kultur selalu saja ada orang yang terpilih sebagai
penato.
Adapun garis besar tujuan penelitian, selain daripada mengkaji tato
dalam lingkup seni ataupun desain, serta mencoba memberikan Dengan kemampuan itu, orang itu bisa dianggap sebagai
suatu pemahaman tentang Tato Rangda. Pemahaman dengan seniman, yaitu orang yang mempunyai kemampuan dan
pendekatan diatas, diharapkan dapat memberikan suatu penyadaran keterampilan artistik dan estetis yang lebih untuk menangani
penilaian paradigma tato khususnya pada Orang Bali, baik bagi apa yang diserahkan kepadanya untuk dikerjakan, dalm konteks
yang awam maupun orang-orang yang terlibat di dalamnya. ini pekerjaan menato.

2. Telaah Pustaka Pendapat lain menyebutkan bahwa, tato adalah salah satu
2.1 Istilah Tato wilayah olah seni dan umurnya sebatas sisa hidup dari
Tato dalam topik kajian ini merupakan suatu istilah yang penyandangnya. Makanya tato berbeda dari lukisan, patung
sampai saat ini masih belum pasti kemunculannya. Istilah tato atau karya arsitektur yang punya rentang waktu hidup yang
sendiri, yang diukap dari beberapa sumber memiliki kesamaan lebih lama. Sebab karya tato seseorang tidak dapat diwariskan
yaitu,Kata tato adalah pengindonesiaan dari kata tattoo, sebagaimana objek biasa [1].
artinya adalah goresan, desain, citra, atau lambang yang dibuat
pada kulit secara permanen. Petikan oleh Henk Sciffmacher dari karya Cristopher Scott
mengenai tato yang komprehensif yaitu bukunya yang berjudul
...Dalam The American Heritage Desk Dictionary ditulis Skin deep, Art, Sex and Symbol.
bahwa kata tato berasal dari Polinesia. Lebih detail lagi, dalam
The Art of the New Zealand, Anne Nicholas menulis bahwa (1) penyamaran dalam berburu, (2) alasan religious, (3)
tattoo berasal dari bahasa Tahiti tatau. Namun dari mana tato mengatasi periode-periode sulit, (4) sebagai sarana inisiasi, (5)
sesungguhnya
Pendapat lainberasal
menyebutkan
belum dapatSecara
diketahui secara
kebahasaan,
pasti[1].
tato keperluan medis, (6) sarana komunikasi, (7) mengikuti orang
lain, (8) protes atau perlawanan, (9) rasa erotik, (10) sebagai
mempunyai istilah yang nyaris sama digunakan di berbagai kenangan, (11) mengidentifikasi diri, (12) mencari nafkah, (13)
belahan dunia. informasi medis, (14) memberi stigma individu atau kelompok,
(15) dan kosmetik [1].
Beberapa diantaranya adalah tatoage, tatouage, tatowier,
tatauggio, tatauar, tatuaje, tattoos, tattueringar, tattoos, dan Tato dalam kehidupan sosial masyarakat di maknai dan
tatu. Tato yang merupakan bagian dari body painting adalah memiliki beragam alasan. Seperti yang dijelaskan di atas,
suatu produk dari kegiatan membuat citra pada kulit tubuh bahwa tato memiliki tempat tersendiri bagi pemakainya atau
yang memanfaatkannya.
Jurnal Studi Kultural Volume INo. 1 Januari 2016 www.an1mage.org 27
INyoman Anom Fajaraditya Setiawan Kajian Motivasi Tato Rangda pada Orang Bali

Diungkapkan bahwa tato memiliki andil dalam seni dan Relevansi tentang pendapat di atas merupakan hubungan
perkembangan budaya dalam masyarakat. Hal ini menjadi filosofis tentang Rangda. Ini akan terkait dengan motivasi yang
penting untuk sumber data dalam kajian yang akan dilakukan. menyelimuti mengenai topik yang akan dibahas dalam
penelitian ini.
2.3 Tato dalam Masyarakat Bali
Entah sejak kapan tato mulai dikenal di Indonesia khususnya di 3. Metode
Bali. Tidak ada satupun sumber yang dapat menjelaskan hal 3.1 Rancangan Penelitian
tersebut. Untuk memperoleh data yang sesuai dengan tujuan penelitian,
penulis melakukan studi lapangan (survey), studi pustaka yang
Namun keberadaan tato di Bali dapat dilihat dengan jelas bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang terkait dengan
eksistensinya saat ini. Hal tersebut diungkapkan pula pada tato topik. Data-data awal sebagai landasan teori dipergunakan
dalam masyarakat Bali kekinian yaitu solidaritas komunal untuk menganalisa data-data yang diperoleh dari lapangan
mereka membuat tato mulai mengalami perkembangan untuk mendapatkan kesimpulan data.
dikarenakan membanjirnya kunjungan wisatawan. Bali kini
dilanda tato sekular. Kesimpulan data dianalisis untuk memperoleh kesimpulan
umum dan kesimpulan khusus penelitian yang menjawab
Tato pada awalnya merupakan media pertalian dengan suatu pertanyaan penelitian yang berupa asumsi dan mencapai tujuan
yang transenden, kini lebih mengarah pada hubungan penelitian. Berikut adalah poin penting dari rancangan
horizontal. Kecenderungan Warga Bali meninggalkan desain penelitian:
lokalnya karena adanya kekhawatiran menanggung resiko jika
citra lokal yang ditempatkan, tidak sesuai dengan nilai Penelitian langsung di lapangan dilakukan untuk
transendentalnya. tumbuh suburnya jasa membuat tato di mendapatkan data primer dan penelitian kepustakaan
Dunia Pariwisata Bali merupakan respon reaktif terhadap untuk mendapatkan data sekunder.
wisatawan [2].
Penelitian kepustakaan dilakukan terhadap bahan-bahan
Pemaparan di atas bahwa, tato telah melakukan keterlibatannya bacaan dalam bentuk buku, majalah, bahan seminar,
dalam kehidupan Orang Bali. Hal ini juga didukung oleh koran, majalah, katalog dan sumber tertulis lainnya yang
perkembangan Pariwisata Bali sehingga tato menjadi suatu terkait dan relevan dengan landasan teori.
primadona dalam bisnis pariwisata. Namun dalam
perkembangan pariwisata ini, Warga Bali mulai meninggalkan Sumber-sumber audio-visual dari wawancara dengan
desain lokalnya dan mengalihkan ke desain dari luar. seniman tato dan pemakai tato juga dikumpulkan untuk
menyempurnakan dan melengkapi data.
Fenomena ini timbul dengan alasan permasalahan nilai yang
ada dalam desain tersebut. Pada sisi yang berbeda dan Pencarian sumber-sumber data mempergunakan metode
mendukung topik adalah penggunaan simbol nasional yaitu purposive sampling. Data-data tersebut akan
simbol garuda dalam seni tato sebagai identitas diri diinterpretasikan dan dideskripsikan secara komperatif.
merupakan media politik identitas dalam zaman postmodern ini
tentu menarik untuk dibahasRasa nasionalisme dan fanatisme 3.2 Lokasi Penelitian
terhadap Lambang Garuda Pancasila menjadi identitas Lokasi penelitian adalah elemen penting dalam pengumpulan
dirinyasebagai seorang yang pancasilais [7]. data. Mengingat keterbatasan waktu serta data yang ada maka
difokuskan pada lokasi tertentu. Adapun lokasi penelitian
2.4 Sekilas Tentang Rangda Wilayah Bali adalah Wilayah Denpasar Timur, dalam wilayah
Rangda dari sisi Wujud dan bentuk dianggap raksasa ini peneliti mencari data-data baik berupa informasi, citra,
perempuan yang menyeramkan bertaring panjang, mata wawancara dan sebagainya.
melotot, lidah yang menjulur dan berhiaskan api. Rangda juga
dianggap pemimpin kegelapan dan segala praktek ilmu hitam Dengan kata lain pencarian data pada Wilayah Denpasar Timur
[5]. Dalam seni pertunjukan, Rangda sering ditarikan dalam di asumsikan mewakili Wilayah Bali. Namun dalam prediksi
Cerita Calonarang dan pertunjukan untuk pariwisata. peneliti, akan terjadi kesulitan yang cukup berarti dari lokasi
tersebut. Maka pencarian data atas dasar metode purposive
Rangda dalam kehidupan religi di Bali, khususnya dalam sampling menitik beratkan pada pelaku tato baik dari pencipta
agama Hindu cenderung dikaitkan dengan Dewi Durga serta dan pemakai tato.
dihubungkan dengan kemagisan dan kesakralan. Dalam Titib
dijelaskan bahwa, Durga adalah dewi dan ibu alam semesta.
3.3 Jenis dan Sumber Data
Durga memiliki beraneka wujud dan aspek.
Metode penelitian yang dipilih dengan penggunaanya dalam
penelitian, dimulai dengan langkah-langkah;
Parwati yang merupakan Sakti Dewa Siwa adalah salah satu
Mengidentifikasi makna dan arti dari tato dan Rangda
wujud Durga Dalam mitologi Hindu, Durga dikenal sebagai
sehingga diperoleh kesimpulan tentang pengertiannya.
dewi yang menyeramkan, yang dianggap sebagai penjelmaan
Melakukan proses analisis berdasarkan data-data yang
Uma atau Parwati dalam bentuk krodha. Dalam bentuknya
didapatkan dengan pendekatan teori yang dipilih.
yang menyeramkan Durga dianggap sebagai manifestasi dari
Kali [6]. Membuat kesimpulan mengenai analisa di atas dengan
objek penelitian.

Jurnal Studi Kultural Volume INo. 1 Januari 2016 www.an1mage.org 28


INyoman Anom Fajaraditya Setiawan Kajian Motivasi Tato Rangda pada Orang Bali

Adapun jenis data, dengan pendekatan metode yang digunakan 3.7 Penyajian Hasil Analisis Data
meliputi : Data primer maupun data sekunder ditabulasikan dan dicitrakan
Pendekatan Kualitatif menurut pokok permasalahan yang dibahas. Selanjutnya data
Pendekatan kualitatif dalam hal pengumpulan data tersebut dianalisis dan hasil penelitian tersebut kemudian
merujuk pada purposive sampling dan mendeskripsikan disesuaikan dengan permasalahan yang ada dan diarahkan untuk
informasi yang didapat secara komprehensif dengan data mencapai tujuan.
data yang objektif.
Metode komperatif 4. Diskusi
Metode komperatif yang digunakan bertujuan menarik 4.1 Lokasi Informan di Denpasar Timur
kesimpulan kualitatif interpretatif dari hal-hal yang Lokasi informan yang dimaksud adalah domisili masing
bersifat khusus menjadi bersifat umum. masing informan yang tersebar di Denpasar Timur.
Penulisan Deskriptif Berdasarkan lokasi tersebut, peneliti melakukan wawancara
Penulisan deskriptif yang dilakukan adalah mengurai pada masing-masing berdasarkan kaitan-kaitan fenomena pada
fakta-fakta tentang Tato Rangda dalam implementasinya topik yang diangkat. Hasil wawancara informan pada masing
pada Orang Bali untuk ditemukan hubungannya. masing lokasi secara langsung dilakukan.

Dalam penelitian kualitatif sumber data adalah dari informan Adapun nama informan dan lokasi tempat atau domisili
yang dikategorikan menjadi informan kunci dan informan informan adalah citra 1:
pelengkap. Yang merupakan informan kunci dalam penelitian
ini adalah Para Pemakai Tato Rangda.

Sedangkan informan pelengkap adalah para seniman tato yang


pernah mengaplikasikan karyanya berupa Tato Rangda. Kedua
jenis sumber data ini terfokus pada Orang Bali yang beragama
Hindu.

3.4 Instrumen Penelitian


Mengingat ini adalah penelitian kualitatif, maka intrumen
penelitiannya adalah peneliti sendiri. Peneliti melakukan segala
sesuatunya dari perencanaan penelitian yang dilakukan,
pelaksanaan pengumpulan data, melakukan analisis, penafsiran
data sampai dengan pelaporan hasil penelitian.

Analisis dan penapsiran dilakukan berdasarkan berbagai hal,


dari data-data yang didapatkan, kajian pustaka dan pendekatan
teoritis yang tepat.

3.5 Teknik Pengumpulan Data


Observasi dilakukan guna mengenal, memahami dan
mengekplorasi dari segi tempat dan sumber data yaitu
informan yang akan dihadapi.
Wawancara dilakukan dengan narasumber yang
berkompeten dan berpengalaman dalam bidang yang
terkait yaitu tato seperti seniman tato dan Pemakai Tato
Citra 1. Peta domisili seluruh informan.
Rangda (Sumber: www.map.google.com(2012) & www.denpasarkota.go.id (2013))

Penelitian kepustakaan dilakukan untuk menganalisa dan


mempelajari teori yang berkaitan dengan Tato Rangda.
Data audio dan visual dikumpulkan dengan intrumentasi
yang tepat, efektif dan efisien, lalu dikumpulkan dan
diinventariskan sebagai dokumen digital dengan
duplikasi yang wajar untuk mencegah raibnya data.

3.6 Analisis Data


Analisis data terfokus pada Tato Rangda pada Orang Bali di
Denpasar Timur untuk dikembangkan dalam ranah pengetahuan
kosmologi seni dan budaya. Berikut adalah tahapan analisis
data yang dilakukan :
Mengidentifikasi citra atau Tato Rangda yang ada dengan
pendekatan pemahaman nilai simbolik yang berasal dari
Bali.
Mencari motivasi setiap Individu Pemakai Tato Rangda
menjadi suatu yang dapat dipertanggung jawabkan. Citra 2. Winarta asal Kesiman.
(Sumber: Foto Anom, 2012)

Jurnal Studi Kultural Volume I No. 1 Januari 2016 www.an1mage.org 29


INyoman Anom Fajaraditya Setiawan Kajian Motivasi Tato Rangda pada Orang Bali

(1) Winarta seorang usahawan berumur 30 tahun berdomisili (9) Informan umur 18 tahun bernama Pramana memiliki
di Kesiman, tepatnya di Jl. Sekar Sari No. 19, Kertalangu Tato Rangda pada bagian dada sebelah kiri. Domisili
memiliki Tato Rangda pada kaki kiri seperi dilihat pada informan di Kesiman tepatnya di Jl Menuri II, No. 5
citra 2. Kertalangu, Kesiman.
(2) Gilang berumur 30 tahun berdomisili di Kesiman, (10) Informan Wirawan umur 30 tahun asal Kesiman
tepatnya di Jl. Sekar No. 10, Kebonkuri, Kesiman, Kertalangu, informan yang berprofesi sebagai seniman
Denpasar memiliki Tato Rangda pada punggung bagian tato berdomisili di Jl. Soka No. 93, Kertalangu.
kanan seperti dapat dilihat pada citra 3. Secara keseluruhan disajikan pada citra 4.

Citra 4. informan Denpasar Timur bertato Rangda..


(Sumber: Foto Anom)

4.2 Motivasi Tato Rangda


Pada penjelasan awal pada pembahasan tentang landasan teori.
Landasan teori dalam penelitian sangatlah penting adanya,
karena landasan teori sebagai bagian instrumen guna
mengungkap permasalahan dalam penelitian.

Citra 3. Gilang asal Kesiman. Adapun landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini
(Sumber: Foto Anom, 2012)
adalah teori motivasi. Motivasi, dari pengertiannya menurut
3) Berikutnya adalah Purnayasa berumur 23 tahun, tepatnya Frence dan Revenmotivasi adalah suatu yang mendorong
berdomisili di Jl. Akasia No. 23 Denpasar memiliki Tato seseorang untuk menunjukkan perilaku tertentu [3].
Rangda pada bagian punggung kiri.
(4) Informan berikutnya Giri berumur 23 tahun, asal Menurut Hisbuan, motivasi (motif) sering kali disamakan
Kesiman tepatnya Jl. Kejanti, No. 18, Kertalangu, dengan dorongan. Dorongan atau tenaga tersebut merupakan
Kesiman. Giri memiliki Tato Rangda pada bagian kaki gerak jiwa dan jasmani untuk berbuat, sehingga motif tersebut
kanan sisi kanan hampir memenuhi punggung pada sisi menggerakkan manusia untuk bertingkah laku dan perbuatan
kanan. itu mempunyai tujuan tertentu.
(5) Mangku Alit adalah nama alias dari seorang juru parkir
umur 40 tahun asal Kesiman. Tepatnya berdomisili di Jl. Pendapat tersebut didukung oleh Jones, mengatakan motivasi
Waribang, Gg. Sakura No. 3, Kesiman, memiliki Tato mempunyai kaitan dengan suatu proses yang membangun dan
Rangda pada tangan sebelah kanan. memelihara perilaku kearah suatu tujuan [4]. Dapat dirumuskan
(6) Informan selanjutnya bernama Sudarsana berumur 39 bahwa kaitannya adalah dorongan berdasarkan tujuan dalam
tahun asal Kesiman. Tepatnya berdomisili di Jl. Kejanti, berperilaku.
No. 12, Kesiman Kertalangu dengan Tato Rangda
terletak pada punggung sebelah kanan. Kaitannya dalam Tato Rangda, perwujudan visual secara nyata,
(7) Rusna umur 33 tahun memiliki Tato Rangda pada posisi dalam Lingkungan Masyarakat Bali memiliki nuansa
bidang dada sebelah kiri seperti dilihat pada citra 5.8. menyeramkan. Jenis visual yakni Rangda dalam tato sangatlah
Domisili informan di Jl. Siulan, No. 180, Br. Laplap dihindari oleh Orang Bali sendiri yang dikarenakan kesan
Tengah, Penatih. tersebut.
(8) Gung Aji (alias) memiliki Tato Rangda yang terletak
pada tengah-tengah bidang dada informan. Domisili Namun kenyataannya, para informan berdasarkan pengumpulan
informan di seputaran Jl. Drupadi, Kelandis. data justru mengaplikasikan Rangda dalam tato mereka. Hal ini

Jurnal Studi Kultural Volume I No. 1 Januari 2016 www.an1mage.org 30


INyoman Anom Fajaraditya Setiawan Kajian Motivasi Tato Rangda pada Orang Bali

dapat dikatakan bahwa Rangda bagi para informan memiliki Keinginan awal ia memilih Rangda dalam tatonya, selain
arti tersendiri bagi mereka. daripada terkait identitas juga terkait dengan model tato yang
lebih modern sehingga interaksinya lebih dinamis. Pada
Seperti yang dikatakan oleh Rusna pada wawancara tanggal 18 informan berikutnya memiliki keterkaitan dengan apa yang
Mei 2011 mengatakan bahwa tidak ada hal yang perlu dikatakan Winarta, yakni Mangku Alit (alias) pada wawancara
ditakutkan, ini didasari atas apa yang dia percayai. Tato Rangda tanggal 24 Mei 2011.
yang diaplikasikannya ke kulit menurut Rusna merupakan
bagian dari pelestarian budaya tradisi. Mangku Alit mengatakan bahwa tatonya yakni Tato Rangda,
hendaknya jangan terlalu remeh untuk menilai. Ia bertato
Segala bentuk yang terkait dengan kenegatifan tato di mata Rangda justru melihat dari sudut pandang positif yaitu adanya
masyarakat adalah hal yang terlalu berlebihan dan samasekali unsur visual yang memiliki makna dalam.
tidak berhubungan dengan kelakuan. Pada kesempatan ini
Rusna dengan percaya diri mengatakan bahwa bangga akan tato Citra pun diciptakan lebih minimalis sehingga jelas terlihat
yang dibuat yakni Tato Rangda. selain daripada posisi yang letaknya di tangan. Mangku Alit
berharap bahwa, dengan tato yang dimilikinya, dapat menjadi
Hal yang mirip juga dikatakan oleh Purna pada wawancara suatu hal yang patut untuk dihargai. Kemiripan dari Winarta
tanggal 28 Pebruari 2012, dikatakan bahwa ia sanggup justru dari hal lain yakni perwujudan yang diinginkan dalam
berkorban badan dalam hal ini adalah tato demi kelangsungan penyederhanaan bentuk visual.
seni tradisi.
Pada wawancara tanggal 27 Agustus 2011 dengan Giri
Dikatakan pula bahwa hal ini akan menjadi satu dokumentasi mengatakan bahwa citra yang diimplementasikan dalam wujud
hidup bagi anak cucunya kelak. Dorongan ini timbul diawali tato merupakan citra belaka seperti halnya citra-citra tato yang
dengan raut wajah yang dimiliki Purna seperti orang asing, lainnya. Namun adanya keinginan bertato Rangda dikarenakan
namun dengan adanya tato yang berakar dari seni tradisi pemilihan citra tato dengan Nuansa Bali yakni Rangda.
memberikan suatu penekanan identitas ke-Bali-annya dan ini Memang pada dasarnya sekujur tubuh dan tato yang ia miliki
adalah suatu hal yang menarik. Purna melihat dari sudut mengarah ke Motif Mitologi Tato Jepang.
pandang penekanan identitas sehingga mendorong dirinya
untuk bertato Rangda. Wawancara pada Gung Aji (alias) yang dilakukan pada tanggal
15 Desember 2012 mengatakan bahwa, Citra Rangda pada
Teori motivasi yang dikembangkan oleh Maslow tatonya adalah sebuah simbol aura positif baginya. Rangda
mengemukakan bahwa, kebutuhan manusia itu dapat diangap sebagai simbol pertiwi dan ibu dalam pemikirannya,
diklasifikasikan ke dalam lima hirarki kebutuhan. serta hal inilah dorongan yang terbesar dalam niat pemakai
(1) kebutuhan fisiologis yaitu kebutuhan untuk bertahan yakni Gung Aji untuk mentato Rangda pada tubuhnya.
hidup,
(2) kebutuhan rasa aman, kebutuhan ini akan dirasa Pada wawancara dengan Sudarsana pada tanggal 3 Juni 2013
mendesak setelah kebutuhan pertama terpenuhi, menyatakan bahwa, Tato Rangda baginya memiliki filosofi
(3) kebutuhan hubungan sosial yaitu kebutuhan hidup dalam kehidupannya. Dalam pengaplikasian tato yang
bersama dengan orang lain, dilakukan oleh Sudarsana adalah mengagungkan wujud di balik
(4) kebutuhan pengakuan, bahwa setiap orang yang normal Rangda pada Orang Bali. Dia yakin dengan adanya Tato
membutuhkan adanya penghargaan diri dan penghargaan Rangda ini dianggap bagian dari pencerahan jalan
prestise diri dari lingkungannya, kehidupannya dan memberikan suatu keberuntungan.
(5) kebutuhan aktualisasi diri, kebutuhan puncak di mana
seseorang bertindak bukan atas dorongan orang lain, Hal yang mirip juga dinyatakan oleh Gilang pada wawancara
tetapi karena kesadaran dan keinginan diri sendiri [4]. tanggal 17 Januari 2012 menyebutkan bahwa dirinya sangat
mengidolakan Rangda serta sebagai penekanan identitas pula.
Jika dikaitkan dengan Tato Rangda, teori ini dapat dirumuskan Sehingga Gilang terdorong untuk mewujudkan tato yang tidak
bahwa ada relevansi dorongan berdasarkan hirarki, namun umum dan bernuansakan Bali.
mungkin saja hal tersebut perlu lebih didalami kaitannya bagi
masing-masing informan. Pada tanggal 22 Mei 2011, dalam kesempatan bertemu dengan
salah satu seniman tato asal Desa Kesiman yakni Wirawan
Dua informan sebelumnya mengatakan bahwa, bertato Rangda menyatakan bahwa, pada umumnya para kolektor atau pemakai
memiliki misi dalam pelestarian seni budaya tradisi. Berbeda tato secara umum memiliki dorongan tertentu untuk membuat
halnya dengan informan berikutnya yaitu Winarta dalam tato.
wawancara pada tanggal 22 Mei 2011.
Terkait dengan Tato Rangda menurutnya para kolektor lebih
Winarta mengatakan bahwa Tato Rangda yang diaplikasikan cenderung memilih citra untuk tato mereka selain untuk tujuan
dalam tubuhnya hanyalah sekedar citra belaka, pemilihannya arti. Setelah citra disepakati ada beberapa prosedur yang perlu
pun karena factor identitas. Pada Citra Tato Rangda milik dilakukan, salah satunya adalah meyakinkan kolektor dan
Winarta ada keunikan yakni telah mengalami stilirisasi yakni melakukan tato setelahnya.
kombinasi bentuk dengan nuansa tribal. Jadi dengan adanya
kesan seram pada Rangda secara nyata tidak perlu
dikhawatirkan.

Jurnal Studi Kultural Volume INo. 1 Januari 2016 www.an1mage.org 31


INyoman Anom Fajaraditya Setiawan Kajian Motivasi Tato Rangda pada Orang Bali

5. Konklusi
Pada hasil konklusi ini akan dideskripsikan segala hal terkait Sedangkan pada Informan Purna dan Rusna lebih mengarah pada
dengan hasil wawancara yang telah dilakukan, lalu kaitan tersebut pelestarian budaya yakni indikasi adanya pengaruh motif luar
dijelaskan berdasarkan asumsi awal. sehingga kedua informan ini memilih mewujudkan tato dengan
Motif Bali yakni Rangda.
Berdasarkan asumsi penelitian dikatakan bahwa, asumsi yang dapat
ditarik kajian ini adalah pola atau motif dari tato sangatlah beragam Terkait dengan penekanan identitas dan Citra Nuansa Bali dapat
baik dari yang dihasilkan senimannya atau menurut keinginan dirasakan pada semua informan dengan pernyataan yakni bentuk
pemakai tato. Karena banyaknya motif maka data yang diperlukan wujud visual pada Bentuk Rangda secara nyata, bentuk mengarah
mengarah pada Orang Bali yang bertato Rangda. pada Ornament Bali dan seolah olah memberikan pesan ke-Bali
annya.
Tato dalam kehidupan masyarakat memiliki beragam alasan. Tato
memiliki tempat tersendiri bagi pemakainya atau yang Hal lainnya adalah termotivasi karena berdasarkan factor keinginan
memanfaatkannya. Diungkapkan bahwa tato memiliki andil dalam dari diri sendiri/personal, selain dari pengaruh yang telah dijelaskan
seni dan perkembangan budaya dalam masyarakat. sebelumnya.

Perkembangan Pariwisata Bali memberikan pengaruh dalam Referensi


berkembangnya tato di Bali. Namun dalam perkembangan [1] Marianto, Dwi& Syamsul Barry. (2000). Tato, Lembaga Penelitian
pariwisata ini, memicu juga ditinggalkannya motif bernuansa lokal. Institut Seni Indonesia, Yogyakarta.
[2] Olong, Hatib Abdul Kadir. (2006). Tato, LKiS, Yogyakarta.
Fenomena ini juga terpengaruh hubungan kepercayaan Masyarakat [3] Sule, Ernie Tisnawati & Kurniawan Saefullah. (2006), Pengantar
Manajemen, Prenada Media, Jakarta.
Bali akan wujud nuansa tradisi, dalam hal ini adalah Rangda.
[4] Sutrisno, Edy. (2009). Manajemen Sumber Daya Manusia, Prenada
Rangda sendiri memiliki tempat khusus pada Orang Bali
Media, Jakarta.
khususnya dalam Hindu Bali. [5] Star, Black & Willard A. Hanna. (1995). Insight Guides Bali, APA
Publication, Hongkong.
Wujud Rangda yang menyeramkan dan diselimuti filosofis dari [6] Titib, I Made. (2001). Teologi & Simbol-Simbol dalam Agama Hindu,
Rangda sendiri membuat hanya segelintir orang yang Paramita, Surabaya.
mewujudkannya dalam tato. Hal ini diasumsikan tidak sembarang [7] Udiana N. P., Tjok. (2011). Garuda di Bali Perspektif Cultural
orang yang memakai Wujud Rangda dalam pengaplikasian tato. Studies, FSRD ISI, Denpasar-Bali.

Fenomena ini tentu saja perlu dikaji keberadaannya, maka landasan


teorilah yang bekerja dalam proses mengungkap fenomena ini
secara mendalam. Secara global, tentunya akan diungkap dari
berbagai sudut pandang, baik sudut kajian tato dengan fenomena
yang meliputi, ungkapan pendapat dari pelaku dan dianalisa
berdasarkan motivasi pemakai tato.

Tentunya akan memberikan suatu hal yang menarik dalam kajian


seni dari fenomena yang selalu mengalami pro dan kontra tentang
eksistensi topik kajian.

Analisa yang dapat ditarik berdasarkan hasil wawancara adanya


kemiripan alasan yang dapat memotivasi informan memilih Citra
Rangda dalam tato yang mereka miliki.

Jika kita kaitkan berdasarkan kutipan Frence dan Reven dengan


wawancara yang dilakukan yakni adanya kedekatan alasan terkait
yakni keinginan penuh dari pemakai tato yakni pada kolektornya.

Bukti ini pada wawancara yang dilakukan pada Purna, Rusna,


Sudarsana dan Gilang dengan pernyataan sama termotivasi
pelestarian sebagai penekanan pada perilaku pelestarian.

Selanjutnya berdasarkan Teori Maslow dalam hirarki kebutuhan


semua informan terarah pada motivasi beberapa kebutuhan yakni
kebutuhan akan Citra Nuansa Bali, pelestarian budaya, penekanan
identitas dan penghormatan.

Masing-masing dijabarkan sebagai berikut. Sudarsana, Gilang,


Mangku Alit dan Gung Aji berdasarkan wawancara menyebutkan
adanya bentuk penghormatan yang merujuk pada penilaian
positivistic terhadap bentuk dan Filosofi Rangda.

Jurnal Studi Kultural Volume INo. 1 Januari 2016 www.an1mage.org 32


Rodney Westerlaken Banjar Laba Nangga, Identifying Stakeholders .

Jurnal Studi Kultural (2016) Volume I No.1: 3343

Journal Studi Kultural


www.an1mage.org An1mage Journals: Jurnal Studi Kultural

Laporan Riset
Banjar Laba Nangga, Identifying Stakeholders for Cultural Heritage Management ata
Prehistoric Site in North Bali
Rodney Westerlaken B.Ed. M.A. *
Stenden University Bali

Info Artikel Abstrak


Sejarah artikel:
Dikirim 20 November 2015 Cultural Heritage Management (CHM) defines how stakeholders should deal with their inheritance, wether coming
Direvisi 25 November 2015 directly from their bloodline, or give by ancestors 2000 years ago. To be able to understand the implications of cultural
Diterima 28 November 2015 heritage management one must identify the different stakeholders.

In this article a description is given of this process of identifying and all the issues that may rise while identifying
Kata Kunci:
Laba
Bali stakeholders. Values, beliefs and traditions of different stakeholders and subsequently with different interests get mixed
with emotions. This subsequently leads to a loss of scientific research and a just interpretation of what has been found, as
in the described case study of Banjar Laba Nangga.
Heritage
Nangga
Prehistoric
2016 Komunitas Studi Kultural Indonesia. Published by An1mage. All rights reserved.

1. Introduction Finally, I will suggest an archaeological approach that will, in my


Excavations find place all over Indonesia on a regular basis as opinion, work best for all stakeholders. This archaeological
Indonesias soil is still thought to be full with (pre)historic approach, that of indigenous archaeology, starts from the
artefacts. Fortunately cultural resource management is gaining assumption that the recent findings, and also the artefacts that
importance in Indonesia. For instance in 1996 a convention was might be still waiting to be discovered, will be maintained and
held in Yogyakarta focussing on tourism and heritage management taken care of to the satisfaction of most stakeholders.
[1].
2. Excavation Site
Also, in the book Archaeology: Indonesian perspective as many as In 2009, Ifirst visited the excavation site of four sarcophagi in
four different scholars (Edy Sedyawati, Jesus T. Peralta, Bambang banjar Laba Nangga, Pangkung Paruk, Buleleng, Bali. When I
Sulistyanto and Novida Abbas) wrote articles about cultural visited the site, it became clear to me that the owner of the land,
resource management [2]. Wayan Sudiarjana, did not want to share his findings with a
museum or research institute.
Several scholars specialized in Balis prehistoric artefacts, as I
Wayan Ardika, Hauser Schublin and Soejono, wrote extensively This was caused by an earlier disagreement with the local
about their archaeological excavations in Bali. institution for the archaeology of Bali, Balai Arkeologi in
Denpasar, after the first discovery of two sarcophagi and grave
Nonetheless, none of these experts considered the implications of goods. This awakened my interest for the rights of the indigenous
their discoveries for the community. What is the perception of the people of Bali in this matter.
indigenous communities? How do they experience the impact of
the discoveries? How has the Indonesian law on cultural heritage When he found the first sarcophagus and realized that he had found
been implemented? something special, Wayan Sudiarjana notified Balai Arkeologi. The
staff of Balai Arkeologi came to the site instantly, but the owner of
In this article I wish to propose answers to these questions. Ifocus the land did not allow the staff of Balai Arkeologi to take any
on an excavation in banjar Laba Nangga, where four sarcophagi artefacts. I received access to the site because I knew people from
and a number of interesting grave goods were found. the neighbouring village, people who Wayan Sudiarjana trusted.

I will discuss the values and stakeholders, the implications of the Therefore, I got full cooperation of Wayan Sudiarjana to do
Indonesian law on cultural heritage, and the perception of the research on the actual site. This site became the case study for this
indigenous communities. MA thesis, on which this article is based. The site is considered
prehistoric, because sarcophagi were found there, remnants that are
Corresponding author: info@rodneywesterlaken.nl p/a Stenden University Bali, Jl Kubu Gunung,
Tegal Jaya, Dalung, Badung, Bali. considered typical for prehistoric times.

Jurnal Studi Kultural Volume I No. 1 Januari 2016 www.an1mage.org 33


Rodney Westerlaken Banjar Laba Nangga, Identifying Stakeholders .

Many authors who have written about prehistorical Indonesia, have His wife had seen in her dreams a man, dressed in an old
documented and analysed various prehistoric artefacts [3,4,5,6,7,8] fashioned way, pointing with a keris at a certain spot on their
but none of them has discussed any legal aspects or archaeological property. Wayan Sudiarjana decided thereupon, caused by
methods related to these prehistoric finds. curiosity upon hearing of the dreaming of his wife, to diga hole
for his septic tank on that spot. Then his spade stuck something
Abbas, an Indonesian archaeologist, states that stakeholders can be hard.
divided into three main groups, namely private sectors, community
and government [2]. In the case of banjar, Laba Nangga the private When he realized what he had found, he notified the local
sector plays a minor role, which makes the community and the Balinese institution for archaeology, Balai Arkeologi in
government the major stakeholders. Denpasar, who came to the site instantly. The research team of
Balai Arkeologi consisted of the head of Balai Arkeologi Drs. I
Important stakeholders in the community are Wayan Sudiarjana Wayan Suantika, Drs. I Dewa Kompiang Gede, Drs. Citha
and Wayan Sineare, inhabitants of banjar Laba Nangga, who both Yuliati, Ketut Puja, Nyoman Suwena and two members of staff
found archaeological artefacts on their land. Other important of Balai Arkeologi [9].
community based stakeholders are the inhabitants of banjar Laba
Nangga and Balinese people from Chinese descent who consider The excavation started with a process to secure the
the artefacts to be objects of worship. archaeological site by digging a wider trench than the one that
was made by Wayan Sudiarjana. The trench was dug in a north
Besides the Republic of Indonesia and the Ministry of Culture and south orientation with a size of 180 x 200 cm. At first, a burial
Tourism, as parties responsible for the law on cultural heritage, without sarcophagus was investigated.
there are two other stakeholders that need further introduction,
namely Balai Arkeologi and Pusat Penelitian dan Pengembangan This burial was found northwest from the first sarcophagus
Arkeologi Nasional. Pusat Penelitian dan Pengembangan discovered by Wayan Sudiarjana. The grave contained human
Arkeologi Nasional, abbreviated to PusLit ArkeNas is the remains, a pot, some pottery fragments, and an incense pot [9].
implementer of the Indonesian law on cultural heritage.
Wayan Sudiarjana had taken the bones from the grave, so it was
Its headquarters are in Jakarta. Balai Arkeologi is a branch office of not excavated professionally. The staff of Balai Arkeologi
Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Nasional. One ofits investigated the bones after their arrival on the excavation site.
branch offices is located in Denpasar. This office is responsible for Consequently, the gender of the human remains could not be
all matters related to archaeology in the provinces of Bali, Nusa identified [9].
Tenggara Barat and Nusa Tenggara Timur.
After the excavation of the grave, one sarcophagus was made
It is the responsibility of Balai Arkeologi to explore, assess, and free of soil, investigated and lifted from the trench. According
present the cultural treasures of the past for the benefit of the to I Dewa Kompiang Gede [9] it contained various beads and
society. Balai Arkeologi states that empowerment of material one bronze mirror.
culture is not just for the sake of pure science in the formal
institutions of archaeology, but it is expected to contribute to
community life.

3. Discoveries in Banjar Laba Nangga


3.1. Banjar Laba Nangga, the first discovery
Banjar Laba Nangga is one of the five districts of Pangkung
Paruk. It has 334-kepala keluarga and 1.110 registered
inhabitants. Pangkung Paruk has 1.927-kepala keluarga and
6.454 registered inhabitants. Pangkung Paruk is located on
plain land about two kilometres from the seaside. The land is Figure 1. One of the findings in the second (illegal) excavation; one of the four ear ornaments,
fertile and it has volcanic soil, which is very suitable for possibly ofIndian origin (Photo Rodney Westerlaken January 13, 2010)

agriculture [9].

Since the people can only get water throughout the rainy
season, dry field agriculture is the only kind of agriculture
possible [9]. The fertility of the land and its strategic location
near the shore could explain why this place was inhabited
already a long time ago. Archaeological artefacts found in the
area prove this.

According to Balai Arkeologi, it is very likely that there are


more archaeological artefacts to be found in the surroundings of
this site. Wayan Sudiarjana discovered two sarcophagi while he
was digging for a septic tank on April 5, 2009. Figure 2. Lifting of the sarcophagus out of the trench (Photo: Balai Arkeologi April 6, 2009)

Jurnal Studi Kultural Volume I No. 1 Januari 2016 www.an1mage.org 34


Rodney Westerlaken Banjar Laba Nangga, Identifying Stakeholders .

which made him believe that it were his ancestors who were
buried there. For that reason, Wayan Sudiarjana did not want
the findings to be removed from his property.

3.2. Banjar Laba Nangga, The Second Discovery


A few weeks after the excavation by Balai Arkeologi, the wife
of Wayan Sudiarjana started dreaming again of a man who was
pointing at a certain spot on their land with a keris. Wayan
Sudiarjana started digging on that spot and found a third and a
fourth sarcophagus. Due to the earlier disagreement with Balai
Arkeologi, he chooses not to report his findings. No listings are
made of this second (illegal) excavation. Based upon the notes
ofI Dewa Kompiang Gede [9] and the findings that are still on
the site now, I compiled a list offindings from the third and
fourth sarcophagus. Unfortunately, for obvious reasons, I could
Figure 3. Mirror suggested to be from the Xin dynasty
not differentiate between findings of the third and the fourth
(Photo Rodney Westerlaken January 13, 2010) sarcophagus.

Next step was the excavation of a second sarcophagus for The third and the fourth sarcophagus have the same model as
which purpose the trench needed to be enlarged. This trench the two earlier found sarcophagi, and are found approximately
was now 190x240 cm and 105 cm deep when the cover of the five meters east from the earlier dig. Wayan Sudiarjana stated
sarcophagus was found. that in total six skeletons have been found, so the later two
sarcophagi did not have graves without sarcophagi in their
To uncover the sarcophagus, the trench needed to be dug 216 surroundings.
cm deep. It was located 90 cm from the sarcophagus that
already had been excavated. This sarcophagus contained a The third and the fourth sarcophagus contained one bronze
human body with the legs bent like a baby in the womb with wrist protector, eight bronze mirror fragments (one with
the head towards the hillside (Southeast) and the feet towards Chinese inscriptions, two bronze gentar, one fragment of a
the sea (Northwest). nekara, four bronze bracelets, one iron lance, two sets of
golden ear ornaments, various beads, br ss body with cone
It contained a brass body with cones meant as headwear, one shape as headwear, one iron dagger and potsherds.
miniature nekara and various beads. Fragments of pottery were
found in the direct surrounding of the sarcophagus [9]. At present, Wayan Sudiarjana states that he found the second
set of sarcophagi in May 2010. This cannot be true, as on my
Forty centimetres south of the second sarcophagus, another first visit on 16 august 2009 there were already four sarcophagi.
burial was found. The skeleton was found in the same position In May 2010 there was an investigation led by Agustiyanto and
as the skeleton inside the sarcophagus: the head towards the A.A. Fadhila from Pusat Penelitian dan Pengembangan
hillside, the feet towards the seaside, with the legs bent, and the Arkeologi Nasional (Jakarta), the national archaeological
hands folded on the chest [9]. The grave contained a bronze service of which Balai Arkeologi is the representative in Bali.
spiral and various beads [9].
According to Wayan Sudiarjana, Pusat Penelitian dan
Research of the forehead and the hip lead to the conclusion that Pengembangan Arkeologi Nasional made a complete
these remain belonged to a woman [9]. I Dewa Kompiang Gede registration of all the findings and noted May 2010 as the date
states that she must have been of a high status in her society, as offinding. This is consistent with the information of A.A. Gede
it was very difficult to find materials to make bronze in those Oka Astawa from Balai Arkeologi.
times [9].
3.3. Condition and Background
In between the second sarcophagus and the burial a pestle and I Dewa Kompiang Gede states that the burial gifts in banjar
mortar were found [9]. The sarcophagis model is simple. I Laba Nangga, (both in the sarcophagi as in the burials without
Dewa Kompiang Gede describe them as when face up like a sarcophagi) are in good condition and are good examples of
boat or facedown like a turtle. The sarcophagi do not have any techniques that were already used approximately 2000 years
inscription. There is one bulge on the front side and two bulges ago.
on the narrower backside.
The variety of colours shapes and materials tell us that the
The bulges have round shapes [9]. In his report I Dewa people that were buried in the sarcophagi must have had a high
Kompiang Gede informs us that the research ended on April 5, status and high social level in their society. I Dewa Kompiang
2010, because terbatasnya waktu, restricted time [9]. Therefore, Gede describes that it must have been very difficult in those
Balai Arkeologi asked permission from Wayan Sudiarjana, the times to make a sarcophagus.
owner of the land, to take the artefacts to the office in Denpasar
for further investigation. Therefore, the people who were buried in the sarcophagi must
have been highly respected and may have been leaders (and the
Wayan Sudiarjana did not permit this, due to the fact that his families of those leaders) of a tribe [9].
wife had dreamed about those findings before the excavation,
Jurnal Studi Kultural Volume I No. 1 Januari 2016 www.an1mage.org 35
Rodney Westerlaken Banjar Laba Nangga, Identifying Stakeholders .

The artefacts tell us that banjar Laba Nangga and its Zimmerman also describes the complexity of being or
surroundings must have been in contact with places outside becoming a stakeholder. The commitment of the stakeholder to
Bali and even outside present day Indonesia. Extremely win an issue over other issues is very important to be
interesting in this case is that some of the grave goods in banjar considered when an archaeologist is making an inventory of
Laba Nangga are of Chinese origin. stakeholders [10, 12].

The mirror, found in the first sarcophagus, is suggested to come Mason [13] states that the widening of the circle of stakeholders
from the Xin dynasty (King Wang Mang (8-23 AD)), which involved in an archaeological project, improves both the
was a very short lasting dynasty between Western Han and process and the outcome. Therefore, the identification of
Eastern Han (25AD). Found ear ornaments are of possibly stakeholders is an important task. In addition, cooperation with
Indian origin. In addition, the bronze artefacts (spiral, stakeholders can give archaeologists vital information about
headwear, and beads) show us that there must have been trade locations and the use offound artefacts [10, 12].
with places outside Bali, as there is no copper or tin found on
the island of Bali [9]. An archaeological artefact can have multiple stakeholders who
are all contending for its ownership. This ownership can be
I Dewa Kompiang Gede write in his report that burial gifts merely the possession of the artefacts, control for the very
were only given to the dead as a safeguard for the journey of nature of the pastor how stories about it are told [10].
their soul to afterlife. There was a correlation between the
wealth of the family and the size of the grave [9]. Until today, Each stakeholder has a different stake, and no case is the same.
five sarcophagi have been found in banjar Laba Nangga. Four A good example is the case of the Elgin marbles, which are
on the land of Wayan Sudiarjana and one on the land of Wayan displayed in the British Museum and cause disturbance on high
Sineare in 1996 [9] . political level between the British government who sees itself
as rightful owner and the government of Greece who equally
3.4. Current Situation sees itselfas rightful owner [10].
The management of the cultural resources in banjar Laba
Nangga is not yet carried out well. The condition of the In addition, private citizens have a stake. Found artefacts show
sarcophagi deteriorates. The colour is fading; cracks are evidence of their heritage and can be seen as proof of ancestral
appearing or getting bigger. People with Chinese background narratives. In several countries, like in the U.S.A. artefacts
are praying on the site and placing candles on the sarcophagi found on private land (except human remains) are considered
bulges. This results in suet covering the bulges. property of the landowner. [10]. Furthermore, the private sector
also has its stake.
The artefacts and human remains are stored in a room that is
especially built for the artefacts, but in this room, the artefacts Antiquities dealers, collectors and looters are stakeholders.
are mainly placed on top of each other. The golden objects are Some of them even make their living directly from the
kept separately after an earlier burglary, but can be seen upon acquisition and the sales of artefacts. Finally, museums and
request. One artefact, an iron lance, is kept under very harmful other archaeological organizations have concerns about what
conditions. It stands for 1/3 (from the point) in a pot with holy happens to archaeological artefacts and the interpretations of
water. them [10].

A.A. Gede Oka Astawa and I Dewa Kompiang Gede of Balai The recognition by archaeologists of the rights of stakeholders
Arkeologi were not aware of this current situation, but, being and the complexities of the past has taken decades [10]. The
both Balinese, could appreciate the actions of Wayan pressure for the recognition of the rights of stakeholders came
Sudiarjana in terms of Balinese ancestor cult. primarily from indigenous people and started with the demands
of the return of human remains and sacred objects.
4. Stakeholders and Values
More and more archaeologists are beginning to realize that a found Some of the demands of indigenous people or descendent
object is not just an archaeological artefact having value for them communities even became government regulations [10].
but that the artefact also has values for other stakeholders [10].
This recognition of the rights of indigenous people was seen as
It is even said that cultural resource management is more about a threat by a number of scholars in the U.S.A. In the early
managing people than about managing sites [11]. I realized that the 1980s it led so far that some archaeologists even went to court
findings in banjar Laba Nangga were unlocking emotions among to stake their claims [10].
various stakeholders. These emotions are connected to the values
this heritage has for each group of different stakeholders. In this Initially, local state and provincial governments in the U.S.A.
chapter, I will explain more about those values in relation to responded to demands of indigenous people. In 1989 the first
stakeholders. national laws on this topic were enacted in the U.S.A.

4.1. Stakeholders and Values in a Global Context The Native American Graves Protection and Repatriation Act
Zimmerman, an anthropological expert, give a clear description (NAGPRA) required the inventory of all the human remains of
of what a stakeholder is: a stakeholder is a group or individual native Americans, grave goods and sacred objects, notification
with an interestor stake in an archaeological record [10]. of those remains to possible genetic or cultural descendants,
and repatriation where possible for all federal agencies and any
organization that received federal funds or permits [10,14,15].
Jurnal Studi Kultural Volume I No. 1 Januari 2016 www.an1mage.org 36
Rodney Westerlaken Banjar Laba Nangga, Identifying Stakeholders .

values. The Getty Conservation Institute published a research


The NAGPRA act empowered the community as stakeholder in report on heritage values that can be seen as a guideline.
archaeology. Such movements are also clearly seen in Australia
and Canada [10, 14, and 15]. It states that in the field of cultural heritage conservation,
values are critical to decide what to conserve. In the report,
Nowadays cultural resource management is a developing field different values are mentioned, namely: artistic and aesthetic
of studies that is finding its ways into the thinking pattern of values; cultural values; economical values; historical values,
archaeologists. More and more archaeologists become aware of personal values; social values and scientific values.
the positive effects of consulting all stakeholders.
The identification and ordering of values is important for the
A good recent example of including stakeholders into decisions to be made about what is the best way to preserve
archaeological research is the work of Professor Ian Hodder heritage values in the physical conservation of the object or
from Stanford University in atalhyk, Turkey. He received a location. The typologies of different scholars and disciplines
honory doctorate from the University of Leiden for his work on vary; no specific charts of values are present.
February 8th, 2011.
For example, T. Williams determined eleven typologies of
The university praised Hodder because he closely involved the values during a guest lecture at Leiden University on October
public in his excavation work. In Hodders work both 11, 2010 based on Riegl [17], English Heritage [18], Lipe [19],
archaeologists and the local communities have the opportunity Frey [20], Burra charter, Mason and Avarami [13].
to be part of the interpretation process.
Heritage is valued in myriad and sometimes conflicting ways.
Stakeholders claim their stake because a found object or These different means of attributing value influence
location has a certain value to them. Heritage values can be negotiations among various stakeholders and thus those values
diverse. Values need to be keptin mind by archaeologists when are an important factor influencing discussions about decision
they investigate the stakeholders at a site or for a particular making in the field ofheritage management.
object.
According to the Burra Charter, conservation must integrate the
Values give certain objects cultural significance over others. A assessment of these values in its work and more effectively
heritage value is a token of appreciation, interest, respect or facilitate such negotiations in order for cultural heritage
price given by each stakeholder to a piece or site of cultural conservation to play a productive role in civil society.
heritage.
4.2. Stakeholders and Values in Indonesian Perspective
In other words, an assigned value is the appreciation, interest, Not much is written about cultural resource management in
respect or price that unlocks emotions by the various Indonesia. Abbas [21] wrote an article named Partnership in
stakeholders. Values attributed to cultural heritage, give these cultural resource management: Empowering the stakeholders
objects of cultural heritage a cultural significance that sets them in 2006 which gives a good survey of cultural resource
apart from other objects. management in contemporary Indonesia.

As the values of indigenous people are incorporated into the Indonesia has around 6.000 registered sites of cultural heritage.
structure of heritage management, a different picture of cultural This large number suggests a relatively large potential of
resource management is established. Where the original cultural resources. Abba states that only 28% of these sites are
Western mode of archaeology is predicated on ideas of the managed well.
public trust, the indigenous stewardship is more often
concerned with the care of living history [12]. She states that if those resources were managed soundly and
appropriately, they certainly would initiate benefits for the
Assigning custody of heritage based on indigenous values stakeholders and ultimately extend the age of the heritage itself,
respects the "traditionally, or historically, legitimate cultural or making sustainable use possible [21].
spiritual responsibility for the cultural property at hand" and
infuses stewardship with a duty of familial or communal care. Abbas states that in Indonesia, there is a widespread view that
The differences between the "public trust" school of government attention, control and maintenance towards cultural
archaeological thought, and the "cultural legacy" perspective of resources is weak.
Indigenous thought have cognitive implications: the former
isolates history, failing to link it with other people, places or This weak positioning causes damage to cultural heritage or
times, while the latter binds the studied past with the present even lets it vanish away [21]. In order to overcome this
and future. situation concerned parties have applauded partnership to
strengthen the management of cultural sites and resources [21].
The distinction can be as simple a matter as considering an
archaeological skeletal specimen as object orancestor [12, 16]. Different stakeholders with different values, or, as Abbas states,
different parties with different objectives, should be involved in
To distinguish this skeletal specimen as an historical object or the management simultaneously.
the heritage of ancestor values of all stakeholders need to be
examined. There is no standard list including all heritage It is expected that through this approach, which wishes to
consult and involve stakeholders, problems and challenges
Jurnal Studi Kultural Volume I No. 1 Januari 2016 www.an1mage.org 37
Rodney Westerlaken Banjar Laba Nangga, Identifying Stakeholders .

facing the efforts to manage cultural sites and resources can be Sustainable use of cultural resources has two functions. On the
resolved and addressed, hence conflicts do not necessarily one hand, to unite all stakeholders to collaborate in managing
appear and effective management can be achieved [21]. cultural resources. On the other hand, to impose a binding
common platform which will enable each stakeholder to
Abbas [21] states that in Indonesia there are three major consider other stakeholders when negotiating roles and
stakeholders in archaeological sites: the government, the responsibilities in partnership [21].
community and private sectors. This corresponds to similar
distinctions of cultural resource management in its global That cultural resource management can be very difficult in
context. Abbas gives a model, which shows the relationship of Indonesia and especially in Bali, like in the case study of this
these major stakeholders to come to a sustainable use of article appears from an article by Schoenfelder and Bacus [23].
cultural resources [21].
They experienced that a young leader of an irrigation society
Sustainable use of cultural resources is best achieved when all told them that old bracelets were found in the forest. According
relevant stakeholders are actively involved. Abbas has grouped to the account of the irrigation society leader those who wore
the stakeholders under three headings. Under private sector these bracelets became sick if they neglected to pray, and
Abbas groups culture activities developers and tourism therefore they returned the bracelets to the forest.
developers.
At least one bracelet wearer was said to have lost his or her life.
Under community she groups public (particulary those linked The discovery of the bracelets involved trance, though it is
or directly affected by cultural resource management related unclear whether that was a precondition or an effect of the
activities), NGOs, professional organizations, academia and discovery. As these bracelets were brought back to the forest
universities and other public. there has not been an opportunity to investigate the findings.

Finally, under government she groups ministries and national 4.3. Stakeholders in banjar Laba Nangga
centres for research in archaeology [21]. To achieve sustainable I divided the stakeholders for banjar Laba Nangga in the earlier
use of cultural resources, involvement of these stakeholders is mentioned tripartite division: government, community and
necessary. private sectors. The government is the most influential
stakeholder. Bambang Sulistyanto states that the huge influence
of government regulations on the management of cultural
heritage makes management of the cultural heritage for other
stakeholders difficult [24].

In the governmental group I include the Republic of Indonesia


as legal owner and the Ministry of Culture and Tourism as
promoter of the law on cultural heritage. Archaeological
research centres are responsible for the implementation of the
Indonesian law on cultural heritage and museums are
displaying artefacts that are similar to those found in banjar
Figure 4. Partnership framework for achieving sustainable use of cultural resources through
cultural resource management. Based on a figure by Abbas (Simanjuntaket al.2006: 589)
Laba Nangga. Archaeological research centres and museums
are the implementers of the law on cultural heritage.
Chapter 5 of the Indonesian law on cultural heritage guarantees
this by stating that management of cultural heritage objects and In the community part I include the discoverer and owner of the
sites is the responsibility of the government and those land on which the sarcophagi were found and the discoverer
communities, groups, or individuals are able to participate in and owner of the other plot of land where another sarcophagus
the management of cultural heritage objects and sites [22]. was found in 1996. They believe that the graves belong to their
ancestors.
When the main stakeholders are identified, the degree of
involvement has to be defined. This is done in the Indonesian As Balinese usually do not move from their ancestral land also
law on cultural heritage. The law states that cultural heritage the community of banjar Laba Nangga is included as an
can be used for religious, social, and cultural purposes and for important stakeholder. The Balinese in general may see the
tourism, education and science. discoveries as Balinese heritage and as a chance to get more
information about ancient Bali.
It is not allowed to use cultural heritage solely for personal gain
and/or the gain of a group [22]. Abbas states that in any case, Another group of stakeholders is Balinese with Chinese
irrespective of purpose, the utilization of cultural resources background. Due to a misunderstanding about the grave goods
must benefit all and ultimately lead to their sustainability [21]. during the excavation, a Chinese community nearby got the
impression that those who were buried there were Chinese.
Abbas states that the partnership of stakeholders refers to the Weekly they come to pray near the sarcophagi.
concept of people working together to achieve goals that are
meaningful to them [21]. These partnerships are arrangements To conclude, I also include the Balinese Udayana University
that are voluntary, mutually and beneficial. [21]. among this group of stakeholders. It wishes to conduct research
in cooperation with Balai Arkeologi.

Jurnal Studi Kultural Volume I No. 1 Januari 2016 www.an1mage.org 38


Rodney Westerlaken Banjar Laba Nangga, Identifying Stakeholders .

Finally, there is a small private sector consisting of tourism The law on cultural heritage gives a precise view on how the
developers, who might be interested in the findings, as tourism Indonesian state and the Ministry of Culture and Tourism, as
in the North of Bali is developing and art dealers are willing to stakeholder, think cultural heritage should be treated.
trade the found artefacts.
At the start of the enactment of this law the Minister of Culture
5. The Government as Stakeholder had this responsibility, but in an update of this law (which can
Laws in Indonesia can only be established by the People's be read in Direktorat Peninggalan Purbakala 2009: 99-111) this
Representative Council or DPR.The President can propose a bill to responsibility has been partly transferred to the Director
the DPR. During the process of establishing a bill into a law, the General of Culture.
DPR will create a small taskforce to discuss the bill with the
corresponding ministries. The law on cultural heritage became effective on the date of
promulgation, March 21, 1992 [22]. The purpose of the law on
When a joined agreement has been reached, the President will cultural heritage is to protect objects of cultural heritage, sites
endorse a bill into a law. When an agreement cannot be reached to (within the borders of the Republic of Indonesia), objects that
enact a bill into law, the bill cannot be proposed again during the are suspected to be cultural heritage and valuable objects with
current term of the legislative members [25]. an unknown owner.

The Indonesian law Undang Undang Republik Indonesia nomor 5, With this law on cultural heritage the Indonesian government
tahun 1992, tentang benda cagar budaya deals with the mastery, aims to regulate arrangements for the ownership, registration,
ownership, discovery, search, protection, maintenance, transfer, protection, preservation, discovery, search, utilization,
management, utilization and oversight of the objects of cultural management, licensing and supervision [22].
heritage in Indonesia.
In the law on cultural heritage, it is stated that objects of
The law is endorsed by the President and approved by the DPR (5). cultural heritage form the wealth of the Indonesian culture,
The Indonesian law on cultural heritage is based on the which is important for the understanding and development of
Monumenten Ordonnantie, a former Dutch colonial law. It was knowledge of history, science, and culture.
enacted, especially upon request of the Oudheidkundige Dienst in
Nederlandsch-Indi, who encountered problems in their work Therefore, cultural heritage needs to be protected and preserved
because there was no legal protection for the execution of their for the sake of the nation and its identity [22].
duty at that time [26].
The Indonesian law on cultural heritage provides us with
The Monumenten Ordonnantie was, however, not the first token of information about the values attributed to cultural heritage
interest from the Dutch colonizers in Indonesian cultural heritage. through the eyes of the government as stakeholder. It considers
Already in 1656, Rijcklof van Goens, who became Governor cultural, historical and scientific values as most important
General in 1678, visited the kraton of Mataram and noted a treasure values of cultural heritage.
of gold. In the 17th century, the Dutch noted the Pejeng moon, a
large kettledrum in Pejeng, near Ubud [26]. To understand the implications of the law on cultural heritage
better, the law provides some definitions that are used in the
At the time of commencement of the current law on cultural law and which are useful to reproduce here.
heritage (Undang Undang Republik Indonesia nomor 5 tahun 1992
tentang benda cagar budaya) in 1992, the monumenten ordonnantie Objects of cultural heritage are: a man-made objects, movable
no. 19 Year 1931 (Staatsblad75 year 1931 number 238), as or immovable, in the form of an entity or a group, or the parts
amended with monumenten ordonnantie no. 21 of 1934 (Staatsblad or the remains, which are at least 50 years old, or represent a
year 1934 no. 515), were both declared invalid. distinctive style or at least represent a style of at least 50 years
old, and is deemed to have significant value for history, science
5.1. The Republik Indonesia and The Ministry of Culture and culture; b natural objects, which have significant value for
and Tourism as Stakeholder history, science and culture [22].
As the implementation of the law on cultural heritage is laid
down by the Ministry of Culture and Tourism and approved by The site: The site is the location that contains or reportedly
the DPR, the Ministry of Culture and Tourism is an important contains objects of cultural heritage including its environment
stakeholder. that is necessary for the security of possible unfound cultural
heritage [22].
Based on the provisions of law number 5 of 1992 on cultural
heritage, objects of cultural heritage are stated to be owned by Responsibility: The Minster of Culture and Education and the
the State [22]. This makes the Republic of Indonesia also Director General of Culture decide who is entitled to bear
another important stakeholder. responsibility for a particular piece of cultural heritage. The
Director General holds a list with the entire cultural heritage of
Those two bodies, the Ministry of Culture and Tourism and the Indonesia.
government of the Republic of Indonesia, are strongly
connected to each other and speak through one voice, namely In the law on cultural heritage, the Republic of Indonesia
law number 5 of 1992 on cultural heritage. clearly claims its stake. It states that all objects of cultural
heritage are held by the State, but that everyone can bear

Jurnal Studi Kultural Volume I No. 1 Januari 2016 www.an1mage.org 39


Rodney Westerlaken Banjar Laba Nangga, Identifying Stakeholders .

responsibility of a particular object of cultural heritage lectures, seminars, gathering funds, and other activities to
considering its social function. spread information and find possibilities for protection and
maintenance of objects of cultural heritage [22].
The Director General of Culture appoints those who may bear
responsibility over a particular piece of cultural heritage. 6. The Community as Stakeholder
Although ownership of cultural objects is a civil right, the Ethnological field research in banjar Laba Nangga is a difficult
Indonesian law states that, in the transfer of responsibility or task. The banjar consists of 334-kepala keluarga, but illiteracy is
control to another person, the former owner must keep heed to high. After a meeting with Nyoman Windra, kepala dusun of
the provisions in the Indonesian law about objects of cultural banjar Laba Nangga, we concluded that, due to the illiteracy in the
heritage and other applicable laws. community, a result of 100 completed questionnaires was
reachable.
If those objects of cultural heritage held by individuals are not
being preserved well the State will take over the responsibility I was not permitted to do the interviews myself. Nyoman Windra
and take control over those objects. asked me to make a questionnaire that he distributed under those
kepala keluarga who are able to write and read. People that were
Citizens of the Republic of Indonesia can only own objects of not from the same region never did ethnological fieldwork in
cultural heritage if these objects are owned or controlled by a banjar Laba Nangga.
hereditary or an inheritance.
Nyoman Windra assured me thatif he distributed and coordinated
Another possibility is that if an object of cultural heritage the fieldwork the outcome would be more objective and reliable.
already exists in various examples and some of those are The field research was conducted from 13 till 20 January 2011. On
already owned by the State. Any person that has cultural the question if the community is aware that they live on soil that
heritage under his or her responsibility has to report this to the was inhabited already 2000 years ago, 53% of the respondents
government [22]. answered yes, 47% answered no.

If the implementation of the utilization of objects of cultural I asked the people who answered yes how they knew that this
heritage are found to be not in accordance with permissions place was inhabited already for such a long time. For 75% of the
granted, contrary to safeguard objects of cultural heritage or are people that answered yes the archaeological findings in the
used for seeking personal gain the Ministry of Culture and community are convincing them that this area was inhabited 2000
Tourism may stop the utilization of these objects [22]. years ago. 15% of the respondents are convinced by the
archaeological findings as well as by ancestral stories. 10% of the
As the government sees itself as legal owner of cultural people are only convinced by ancestral stories.
heritage, and through this ownership claims its stake, the
government also claims that every person has to report to the The main argument for those who said no was that they do not
government ifan object of cultural heritage is missing and / or believe their land was inhabited 2000 years ago because their
damaged not later than fourteen days from the loss or damage ancestors said that in earlier times the place where their community
to the Indonesian national police or the nearest agency is located nowadays was forest. The archaeological discoveries in
responsible for the protection of cultural heritage. the community do not convince them that the village was inhabited
2000 years ago.
If the item is missing for more than 6 years it will be taken off
the lists of cultural heritage [22]. As owner of cultural heritage I asked the villagers whether the findings should be seen from a
the Republic of Indonesia provides strict rules for every person scientific or from what I call mystical point of view. 44% of the
who bears responsibility for cultural heritage. community refers to the findings as scientific. 6% of the
community sees the findings of the sarcophagi as mystical. 18%
Those who bear responsibility are required to protect and of the community sees the findings both scientific and mystical.
safeguard the objects and preserve their historical value and 32% of the respondents did not have an opinion.
authenticity. Objects of cultural heritage should be protected
against damage due to natural factors and/or due to human On the question whether the findings should remain in banjar Laba
activities, transfer ofownership and bearing of responsibility by Nangga or can be stored and displayed in an archaeological
people who are not eligible, changes in the authenticity and institute or museum, 85% of the respondents stated that they
historical value. wanted to keep the findings in the village. 11% of the community
stated that the findings were better to be kept in a museum.
When those obligations are not carried out well the government
will give a warning. If within 90 days since the warning is The most frequently heard argument for this opinion was that the
issued, no good protection efforts are carried out by the people community does not know how to preserve the objects. 4% of the
who are responsible for the object(s) of cultural heritage, the community prefers to leave the decision to the government .12.5%
government can take over the obligation to protect the object(s) of the 85% members of the community who stated that the findings
[22]. should remain in the village came up with the idea to build a
museum in the community.
The government decided that public participation in the
conservation or management of objects of cultural heritage is It may be concluded that the community of banjar Laba Nangga
possible by individuals or legal entities, foundations, attributes cultural, historical, social and scientific values to this
associations, clubs, or other similar bodies. They may use cultural heritage.
Jurnal Studi Kultural Volume I No. 1 Januari 2016 www.an1mage.org 40
Rodney Westerlaken Banjar Laba Nangga, Identifying Stakeholders .

6.1. Udayana University and Balinese People or People of In the case of the half sarcophagus found fifteen years ago
Balinese Descent as Stakeholder responsibility has not been an issue, as the sarcophagus was
Archaeology is one of the departments in the Faculty of Letters found empty and it still lays on the land where it was found and
of Udayana University, Bali. The university describes nobody has problems with this.
archaeology as a science that studies the results of human
culture from the past and the modern emphasis on the Nobody really claimed the stake of owning the sarcophagus.
relationship of all cultural objects with human behaviour at all Wayan Sudiarjana and Wayan Sineare both think that the
times and places. graves belong to their ancestors. Ancestor cult is extremely
important in Balinese culture.
On that basis there are a number of objectives to be achieved in
archaeological studies, including reconstructing the cultural The ancestors play an important role in the cosmos, together
history, reconstructing the ways of human life and with gods and spirits. The general belief is that the living are
reconstructing the cultural processes. Eighty-four important closely tied to the deceased ancestors; they can help their
values that Udayana University, as stakeholder, attaches to descendants, or fail to help them and even hinder them if they
cultural heritage are historical and scientific values. do not honourtheir ancestors [27].

Professor I Wayan Ardika states that Balai Arkeologi works too Boon describes ancestor cult as not just a simple ideological
individually on sites and constantly is overtaken by events instrument for social integration, it can also aggravate rifts as
caused by late reports and circumstances. Although he thinks well unify factions [28]. To give a practical example: Balinese
that the Indonesian law of 1992 is implemented well in Bali, he usually do not move from their ancestral land and during a
says that the implementation can be done better. marriage the bride asks her ancestors for permission to leave
her clan before joining that of her future husband [29].
He states that local people should get more knowledge about
archaeological heritage and that excavations should be planned Relics that are seen as holy or mystical by Balinese
better. inhabitants, like the ancestral findings of Wayan Sudiarjana,
give the Balinese people kesaktian which according to Wiener
Also it takes too long before Balai Arkeologi or the can be translated as efficacy or the ability to achieve goals,
Archaeological museum in Bedulu conduct research. A solution most usually those goals that are beyond human capacities
for this matter will be to strive for a stronger cooperation [30].
between Udayana University, Balai Arkeologi in Denpasar and
Museum Gedung Arca in Bedulu, cooperation between a It can be seen as some kind of magic power or strength. Those
government stakeholder and a community stakeholder. relics form a connection between a person and the invisible
world of Gods, spirits and ancestors. Each artefact can be seen
According to I Wayan Ardika, the Udayana University as potential or actual vehicle of the Gods and their followers
welcomes such cooperation. On the one hand, knowledge from [31].
local people is important and helps the process of excavating.
Locals can describe earlier findings that were not registered, According to Hildred Geertz, kasaktian cannot properly be
can tell narratives from their ancestors. translated as power. It cannot be used to take control over
other peoples actions. Sakti is used to ensure safety around
When locals are involved in the excavation process, they can oneself and those who are near [31].
tribute to their own heritage values during the excavation
process. On the other hand, local people can be a danger to Wayan Sudiarjana does not want the findings to be removed
cultural heritage due to a lack of knowledge how to treat from his property. Important values which Wayan Sudiarjana
objects of cultural heritage. and Wayan Sineare attach to the relics on their land are
cultural, historical, personal and social values.
I Wayan Ardika states that locals should have more knowledge
about their cultural heritage, especially those who are living on Another group of stakeholders are Balinese people with a
soil that is suspected to contain cultural heritage. A good Chinese background. Due to a misunderstanding about the
example of this lack of knowledge by local people is the site in grave goods during the excavation, a Chinese community
Keramas. nearby got the impression that those who were buried there
were Chinese. Weekly they come to the graves to pray.
Due to a lack of knowledge of local people, two sarcophagi
have been destroyed there and the site is not investigated 7. Conclusion
properly. The excavation spot in Keramas is littered with There is no doubt that the discovery in banjar Laba Nangga is of
prehistoric pottery, 11th-century Song Dynasty ceramic shards great scientific value. The grave goods are of great beauty and
and later shards from the Ming Dynasty. some of the found artefacts are not exhibited in museums in Bali or
in Museum Nasional in Jakarta. Balai Arkeologi declares that the
6.2. Minor Community Groups as a Stakeholder soil of banjar Laba Nangg is still thought to bear prehistoric
As discoverer and owner of the excavation spot Wayan artefacts.
Sudiarjana bears responsibility for the found objects of cultural
heritage. When the report and the investigation are finished, he With my article, I did not intend to give an interpretation of the
may ask for permission to bear the responsibility. discoveries in banjar Laba Nangga in its archaeological context. I
Jurnal Studi Kultural Volume I No. 1 Januari 2016 www.an1mage.org 41
Rodney Westerlaken Banjar Laba Nangga, Identifying Stakeholders .

did not search for answers who the people in the sarcophagi where It is questionable how far archaeological education for the
or with whom they traded. indigenous should go. On the one hand the indigenous can become
too smart as stated by I Wayan Ardika. On the other hand it is
Abbas [21] said that, in Indonesia, there are three major groups of questionable to what extend archaeological education should be
stakeholders, all with their own values. If those stakeholders, given to the community... to get the indigenous people toe the line?
namely private sectors, community and government, are working
together in a proper way, this cooperation can lead to sustainable References
use of cultural resources. [1] Nuryanti, Wiendu (1997). Tourism and Heritage Management,
Gadjah Mada University, Yogyakarta.
In the case of banjar Laba Nangga the group of private stakeholders [2] Simanjuntak, Hisyam, Prasetyo, Nastiti. (2006). Archaeology:
Indonesian perspective; R.P. Soejonos festschrift, LIPI, Jakarta
is very small. The community and government groups play the
[3] Soejono, R.P. (1977). Sistim-sistim penguburan pada akhir masa
major roles in the development to a sustainable use of the cultural
prasejarah di Bali 1 Jilid 1 teks, Jilid 2 ilustrasi Disertasi pada
resources of banjar Laba Nangga. The community group consists of Universitas Indonesia, Jakarta.
the discoverers of the artefacts, the members of the community of [4] Soejono, R.P. (1977). Sarkofagus Bali dan Nekropolis Gilimanuk,
banjar Laba Nangga and its surroundings, Balinese in general, Proyek Pelita Pengembangan Media Kebudayan Departemen P&K,
Balinese with a Chinese background and Universitas Udayana. Jakarta.
[5] Geria, I Made (2006). Dampak perkembangan permukiman terhadap
The government group consists of the Republic of Indonesia, the lingkungan pesisir situs Gilimanuk. Balai Arkeologi, Denpasar.
[6] Sutaba, IMade. (1974). Newly discovered sarcophagi in Bali,
Indonesian ministry of culture and education, archaeological
Archipel volume 7.
research centres and museums.
[7] Yuliati, C. (2000). Hubungan antar situs prasejarah di depanjang
pantai Bali utara, tinjauan bentuk dan pola hias gerabah, Balai
To distinguish the values of those groups I used seven value Arkeologi, Denpasar.
groups, namely artistic and aesthetic values, cultural values, [8]. Yuliati, C. (2000). Status Sosial Masyarakat Prasejarah Ditinjau dari
economical values, historical values, personal values, social values Sistem Penguburan, Balai Arkeologi, Denpasar.
and scientific values. One of the conclusions of my research is that [9] Gede, I Dewa Kompiang. (2009). Laporan penelitian arkeologi,
the two major stakeholders in my case, the community and the ekskavasi penyelamatan desa Pangkung Paruk, kecematan Seririt,
Kabupaten Buleleng, Balai Arkeologi, Denpasar.
government, have three common values: cultural, historical and
[10] Zimmerman, Larry J.. (2006). Consulting stakeholders in Balme and
scientific values. The community has one extra value: social
Paterson, Archeology in practice. Blackwell publishing, Oxford.
values. [11] McNiven, Ian and Russel, Lynette, (2005). Appropriated pasts:
indigenous peoples and the colonial culture of archeology, AltaMira
The frictions between the government and the community are Press, Lanham.
caused by this social value. These frictions need to be solved before [12] Smith, Claire and Burke, Heather (2007). In the spirit of the code, in
a sustainable use of cultural resources is possible. I hope that this Larry J. Zimmerman et al: Ethical issues in Archeology, AltaMira
friction is solved before new artefacts will be unearthed. press, Walnut Creek.
[13] Mason, R & Avarami E. (2008). Assessing values in conservation
planning: Methodigical issues and choices in Graham Fariclough et
The Indonesian law on cultural heritage deals, among other things,
al, The Heritage Reader, Routlegde, London.
with the sustainable use of cultural heritage. It gives explanations [14] Fine-Dare (2002). Grave injustice. University of Nebreska, Nebreska.
on definitions as cultural heritage, site and responsibility. The law [15] Richman, Jennifer and Forsyth Marion (2004). Legal perspectives on
distinguishes values in history, science and culture of the Cultural resources, AltaMira Press, Walnut Creek.
Indonesian nation. [16] Meskell, Lynn (2002). Intersection of identity and politics in
archeology, Annual review of Anthropology.
The law also gives definitions about ownership, maintenance, [17] Riegl, A. (1902). The modern cult of monuments, its characters and
discovery, trading and moving of cultural heritage. I compared the origins, in Oppositions, page 621-651.
[18] English Heritage. (1997). Sustaining the Historic Environment: New
definitions given in the law with the reality of my case study and
perspectives on the future, English Heritage discussion document,
came to the conclusion that the law was not carried out as it was
London.
intended. [19] Lipe, W.(1984). Value and meaning in cultural resources, Cambridge
University Press, New York.
This has led to frictions on both sides: the community and the [20] Frey, B. (1997). The evaluation of cultural heritage, Macmillan,
government. The second excavation was carried out illegally London..
because of earlier friction between the community and the [21] Abbas, Novida (2006). Partnership in cultural resources:
government. The community did not get any guidance for Empowering the stakeholders in Simanjuntak, Hisyam, Prasetyo,
Nastiti (eds), Acheology: Indonesian perspective; RP Soejonos
protection procedures, maintenance and utilization of the artefacts
festschrift. LIPI, Jakarta.
by Balai Arkeologi.
[22] Departemen pendidikan dan kebudayaan. (1995). Undang-undang
republik Indonesia nomor 5 tahun 1992 tentang banda cagar budaya
By searching for objects of cultural heritage by way of excavation dan peraturan pemerintah republik Indonesia nomor 10 tahun 1993
without the permission of the government and by not reporting the tentang pelaksanaan Undang Undang nomor 5 tahun 1992 tentang
discovery of the second discovery, the discoverer risks a benda cagar budaya. Departemen pendidikan dan kebudayaan, Jakarta
punishment of respectively five years of imprisonment and/or a [23] Schoenfelder, Jhn W. and Bacus Elisabeth A.. (2006). Motivation and
fine of 50.000.000 rupiah for illegal excavating and one year materialization: power, kesaktian, and the Balinese archeological
imprisonment and/or a fine of 10.000.000 rupiah for not reporting a record in Simanjuntak, Hisyam, Prasetyo, Nastiti (eds), Acheology:
Indonesian perspective; RP Soejonos festschrift. LIPI, Jakarta.
discovery.
[24] Sulistyanto, Bambang (2006). The pattern of conflict of benefitting
from cultural heritage in Indonesia record in Simanjuntak, Hisyam,

Jurnal Studi Kultural Volume I No. 1 Januari 2016 www.an1mage.org 42


Rodney Westerlaken Banjar Laba Nangga, Identifying Stakeholders .

Prasetyo, Nastiti (eds), Acheology: Indonesian perspective; RP


Soejonos festschrift. LIPI, Jakarta.
[25] Dampriyanto. (2009). Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 dalam satu naskah, Masmedia Buana Pustaka,
Sidoarjo.
[26] Haryati Soebadio. (1987). Monumenten ordonnantie en de
monumentenzorg in Indonesi, Kongres study Belanda di Indonesia,
unknown
[27] Barth, Frederik (1993). Balinese worlds. Chicago University Press.
[28] Boon, James A. (1997). The archeological romance of Bali, New
York, Cambridge University Press.
[29] Hauser Schablin, B & I Wayan Ardika. (2008). Burials, Texts and
Rituals, Ethno archaeological investigations in North Bali, Indonesia,
Universittsverlag Gttingen.
[30] Wiener, Margeret J. (1995). Visible and invisible realms, power,
magic and colonial conquest in Bali, Universit of Chicago, Chicago
[31] Geertz, Hildred. (2004). The life ofa Balinese temple: Artistry,
Imaginiation and Histroy in a peasant village, University of Hawaii
press, Honolulu.

Jurnal Studi Kultural Volume I No. 1 Januari 2016 www.an1mage.org 43


I Made Gede Anadhi Komodifikasi Arsitektur Bade... .

Jurnal Studi Kultural (2016) Volume I No.1: 4447

Journal Studi Kultural


www.an1mage.org An1mage Journals: Jurnal Studi Kultural

Laporan Riset
Komodifikasi Arsitektur Bade di Kota Denpasar
I Made Gede Anadhi
Universitas Udayana

Info Artikel Abstrak


Sejarah artikel: Komodifikasi pada era kesejagatan ini rupanya telah merambah sampai ke ranah sarana upacara keagamaan. Ketersediaan
Dikirim 1 November 2015 sarana upacara siap saji menjadi pilihan bagi masyarakat yang telah mengalami perubahan mata pencaharian dari sektor
Direvisi 27 November 2015 pertanian ke sektor industri dan jasa, terutama di perkotaan. Masyarakat Kota Denpasar kini lebih memilih untuk
Dierima 1 Desember 2015 membeli sarana ritual mereka di sentra-sentra perajin upakara, lebih-lebih untuk sarana upacara pengabenan yang
cenderung harus cepat dilakukan, dan pengerjaannya membutuhkan keterampilan khusus, seperti pembuatan sarana
pengusung jenasah berupa Arsitekur Bade.
Kata Kunci:
Arsitektur Bade
Komodifikasi
Distribusi
Produksi Para perajin melihat hal ini sebagai peluang usaha untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam berupacara, sehingga
jadilah Arsitektur Bade sebagai sebuah komoditi. Arsitektur Bade ditawarkan layaknya barang dagangan pada umumnya.
Ia diproduksi lalu didistribusikan untuk dikonsumsi oleh masyarakat pengguna dalam upayanya melaksanakan upacara
ngaben.
Konsumsi
Dampak komodifikasi Arsitektur Bade tidak dapat dilepaskan dari kaidah-kaidah komodifikasi tersebut, seperti budaya
massa, tersandar, berbagai modifikasi proses dan patokan harga tertentu. Di sisi lain, komodifikasi Arsitektur Bade dapat
dimaknai sebagai bentuk desakralisasi budaya, peningkatan kreatifitas dan inovasi seniman bangunan dan seniman ukir
(undagi-sangging), dan juga bermakna kesejahteraan bagi para pengusaha dan karyawan pada sentra-sentra produksi
arsitektur bade.
2016 Komunitas Studi Kultural Indonesia. Diterbitkan oleh An1mage. All rights reserved.

1. Pendahuluan Walaupun usaha tersebut belum dijadikan mata pencaharian pokok


Perubahan mata pencaharian masyarakat dari agraris ke industri pada saat awalnya, namun kemudian berkembang menjadi usaha
telah membuat masyarakat lebih sibuk bekerja dan sangat kurang serius seiring meningkatnya permintaan masyarakat. Hal ini sesuai
ada waktu untuk kegiatan sosial, sehingga mereka lebih banyak dengan pemikiran Karl Marx dan George Simnel (dalam Turner,
mengkomodifikasi sarana ritualnya dari griya sulinggih, pemangku, 2003: 132) [3] terkait ekonomi uang yang berdasarkan pada
pedagang banten, pengusaha bade menara jenasah, dan sentra semangat menciptakan keuntungan sebanyak-banyaknya.
industri upakara sarana upacara lainnya.
Paradigma komodifikasi yang terjadi pada Ranah Arsitektur Bade
Gejala inilah yang direspon oleh para pengusaha Arsitektur Bade akan menarik jika dikaji dari sudut pandang kajian budaya sehingga
yang sejalan dengan Pemikiran Mazhab Frankfrut tentang budaya dapat diungkap aspek-aspek komodifikasi yang menyangkut
populer atau budaya massa yang memang diciptakan oleh kapitalis produksi, distribusi dan konsumsi Arsitektur Bade sebagai sebuah
melalui industri budayanya dengan tujuan untuk stabilitas dan komoditi. Bagaimana bentuk komodifikasi yang terjadi? Bagaimana
mempertahankan kesinambungan kapitalisme yang oleh Althuser proses, serta dampak dan makna komodifikasi Arsitektur Bade
dan Gramsci disebut sebagai salah satu bentuk idiologi dominan tersebut? Ulasan dalam penelitian ini akan mencoba memberi
(Sunardi dalam Strinati, 2007: xvi) [1], berupa konsumsi budaya jawaban atas segala pertanyaan tersebut.
populer dalam kehidupan sehari-hari (Storey, 2004: 21) [2].
2. Telaah Pustaka
Gejala pengkomodifikasian Arsitektur Bade berhubungan dengan Satu kajian yang terkait dengan Arsitektur Bade adalah karya
usaha dan upaya yang dilakukan oleh beberapa pihak baik secara Sulistyawati. Sulistyawati (2008) [4] dalam tulisannya yang
langsung maupun tidak langsung dalam menjadikan karya berjudul Arsitektur Orang Mati di Bali merupakan sub judul
Arsitektur Bade sebagai sebuah komoditas. dalam buku Pustaka Arsitektur Bali, menguraikan beberapa jenis
arsitektur bangunan terkait dengan Upacara Kematian Umat
Gejala tersebut mulai tampak sekitar tahun 1970-an yang ditandai Hindu di Bali.
oleh munculnya beberapa sekeha kelompok seprofesi pembuatan
bade yang berorientasi keuntungan. Tulisan tersebut bersifat kajian pustaka, dengan penekanan kajian
arsitektonis terhadap upakara sarana upacara ngaben, khususnya
Peneliti koresponden: Program Studi Kultural, Perum. Unud No. 41, Batubulan, Gianyar, Bali,
Indonesia 16826 Mobile: +6285737043377 E-mail: madegedeanadhi@gmail.com

Jurnal Studi Kultural Volume I No. 1 Januari 2016 www.an1mage.org 44


I Made Gede Anadhi Komodifikasi Arsitektur Bade... .

terkait dengan bangunan atau arsitektur ngaben sesuai dengan 4. Diskusi


Strata Sosial Masyarakat Tradisional Bali. Komodifikasi seperti yang disampaikan oleh Faireclough adalah
suatu konsep yang sangat luas, tidak hanya menyangkut masalah
Sulistiyawati, dalam pustaka tersebut membagi Arsitektur produksi komoditas dalam pengertian yang sempit tentang barang
Pemereman menjadi lima bagian sesuai kedudukan sesorang dalam barang yang diperjualbelikan, akan tetapi bagaimana barang
Strata Tradisional Masyarakat Bali sebagai berikut: Arsitektur tersebut diorganisasikan dan dikonseptualisasikan dari segi
Pemereman untuk Warga Brahmana, untuk raja penguasa tunggal produksi, distribusi, dan konsumsi komoditas (Faireclough, 1995:
(kaum ksatria), untuk raja di bawah penguasa tunggal, untuk warga 207) [6].
wesia, dan untuk warga jaba.
Komodifikasi tidak saja terjadi pada barang-barang kebutuhan
Sumbangan buku ini dapat memberikan data sekunder untuk konsumtif, akan tetapi telah merambat pada bidang seni dan
memperdalam jenis dan bentuk Arsitektur Bade sesuai dengan kebudayaan pada umumnya (Piliang, 2003: 34) [7].
Strata Sosial Masyarakat Tradisional Bali dan mempertajam
analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini. Kata arsitektur dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan seni
dan ilmu merancang serta membuat konstruksi bangunan, jembatan
Persamaannya, sama-sama membahas bangunan atau karya dan sebagainya. Juga diartikan metode dan gaya rancangan suatu
arsitektur untuk orang meninggal khususnya bade. Perbedaannya, konstruksi bangunan (Alwi dkk, 2005:66) [8]. Adapun dalam judul
pustaka tersebut membahas dengan penekanannya dari sisi bentuk penulisan ini kata arsitektur dikaitkan dengan konstruksi bangunan
arsitektural. Adapun penelitian yang penulis lakukan ini bade sebagai salah satu bentuk bangunan atau Arsitektur Kematian
memfokuskan pada komodifikasi dalam Arsitektur Bade. Umat Hindu di Bali.

Tesis yang berjudul Komodifikasi Bentuk Pepalihan dan Ragam Kata bade diartikan juga sebagai tempat besar dan tinggi untuk
Hias Wadah Karya Ida Bagus Nyoman Parta di Desa Angantaka, mengusung jenazah yang akan dibakar di kuburan (Anandakusuma,
Kabupaten Badung karya tulis I Gusti Ngurah Agung Jaya CK 1986:14) [9]. Bade sebagai salah satu pemereman dari segi
(2011) [5] mengungkapkan komodifikasi bentuk pepalihan dan arsitektonis adalah suatu Jenis/Bentuk Bangunan Tradisional Bali
ragam hias wadah karya IBNP akibat gesekan antara budaya lokal yang bersifat sementara dan ringan berbentuk bebaturan dan
dengan budaya globalisasi. pepalihan, di atasnya berdiri balai-balai, dirancang khusus untuk
tempat jenazah pada waktu akan diusung dari rumah duka menuju
Telah terjadi perubahan pakem dalam pembuatan pepalihan yang ke kuburan (Sulistyawati, 2008:102) [4].
tidak lagi mengikuti pakem dalam lontar Yama Tattwa, dengan
pertimbangan kebutuhan komodifikasi, yakni mempercepat Bade terdiri atas pepalihan bacem, pepalihan gunung gelut,
produksi, praktis, dan ekonomis. Sumbangan pustaka ini pepalihan lelengen, pepalihan sancah, pepalihan taman, pepalihan
memberikan data sekunder untuk memperdalam dan mempertajam padma, pepalihan bada dara, pepalihan rongan dan pepalihan
fokus analisis yang dilakukan oleh penulis, dan pemahaman tentang tumpang.
konsep komodifikasi dalam Arsitektur Bade.
Jaya CK (2011:19) [5] menyatakan di tiap-tiap bagian pepalihan
Perbedaan Tulisan Jaya CK terletak pada fokus penelitiannya di yang terdapat pada Arsitektur Bade, terdiri atas susunan pepalihan
mana ia membahas tentang komodifikasi bentuk pepalihan dan yang berukuran besar, sedang, dan kecil, diantaranya:
ragam hias wadah karya IBNP yang dilihat dari aspek produksi,
distribusi, dan konsumsi. Sedangkan penelitian penulis membahas (a) pepalihan wayah adalah pundan berundak tiga seperti anak
mengenai komodifikasi Arsitektur Bade. tangga yang jumlahnya tiga dan mempunyai nama yang diurut
dari bawah, yaitu weton, pai, dan ganggong.
Persamaan penelitian yang penulis lakukan dengan Tulisan Jaya (b) pelok adalah pembatas tiap-tiap pepalihan wayah.
CK terdapat pada sama-sama membahas tentang bentuk bade atau (c) padma terdiri atas undakan yang berjumlah lima.
wadah yang pada dasarnya dibentuk oleh susunan pepalihan dan (d) peneteh adalah pembatas yang ukurannya dua senti meter.
ragam hias. (e) amenlima adalah bidang datar yang persegi empat panjang
yang berada di tiap-tiap dinding bangunan wadah.
Relevansi Tulisan Jaya CK dengan penelitian yang penulis lakukan (f) lelengen adalah ruang segi empat berada di tiap sudut wadah.
adalah memberikan wawasan dan pemahaman mengenai bentuk, (g) gulesebungkul atau cakepgule adalah dua undak digabung
makna dan dampak komodifikasi wadah atau bade di masyarakat, menjadi satu dengan pinggiran menyerupai sudut segi tiga.
disamping itu Tulisan Jaya CK digunakan juga sebagai acuan untuk (h) amenliman adalah bidang datar yang persegi empat panjang
mendapatkan konsep, teori dan teknik. yang berada di masing-masing dinding bade/wadah.

3. Metode Pemaparan di atas mengarahkan pengertian Arsitektur Bade dalam


Penelitian ini menggunakan metode observation study atau penelitian ini adalah rancang bangun menara pengusung janasah
observasi lapangan ke sentra-sentra perajin arsitektur bade yang ada pada Upacara Kematian Umat Hindu di Bali, dari bentuknya yang
di Kota Denpasar. Penelitian ini temasuk qualitative study paling sederhana sampai yang ornamennya rumit/komplek.
penelitian kualitatif, dengan pendekatan teori komodifikasi.
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara, Jadi, judul penelitian ini mengacu pada fenomena komodifikasi
dan studi dokumen. Seluruh data diolah dengan teknik analisis yang terjadi pada Arsitektur Bade di Kota Denpasar, yakni: bentuk
deskriptif kualitatif dan interpretatif. komodifikasinya, proses komodifikasinya, serta dampak dan makna
komodifikasi Arsitektur Bade tersebut dari perspektif kajian
budaya.
Jurnal Studi Kultural Volume I No. 1 Januari 2016 www.an1mage.org 45
I Made Gede Anadhi Komodifikasi Arsitektur Bade... .

4.1 Bentuk Komodifikasi Arsitektur Bade 4.3 Dampak dan Makna Komodifikasi Arsitektur Bade
Arsitektur Bade sebagai komoditas barang produksi yang Dampak perubahan pada Arsitektur Bade sebelum dijadikan
diproduksi kemudian didistribusi untuk dikonsumsi oleh komoditi dan yang telah menjadi komoditi, jika ditabulasikan
konsumen, yakni masyarakat yang memakai Arsitektur Bade dapat dilihat seperti tabel di bawah ini (citra 2):
pada penyelenggaraan upacara pengabenan.
No. Arsitektur
Komoditi
Bade Non Arsitektur Bade Sebagai
Arsitektur Bade sebagai sebuah komoditi, ditawarkan Komoditi
selayaknya benda profan lainnya, dibuatkan daftar harga per 1. Hanya dibuat jika ada orang Selalu dibuat sebagai
meninggal
unit sesuai type/jenis, harga paket dengan sanan pemikul, persediaan
termasuk biaya transport ke lokasi pemesanan (Citra 1). 2. Sifat keindahan:
magis, religius sakral, Sifat keindahan: profan,
sekuler
Bentuk pepalihan dan ragam hias yang membentuk arsitektur 3. Budaya
elit) tinggi (kelompok Budaya massa (masyarakat
bade yang sudah baku didekonstruksi dan direkonstruksi sesuai umum)
tuntutan ranah komodifikasi yakni: penyederhanaan bentuk, 4. Kaya nilai dan makna
filosofis Miskin nilai dan makna
filosofis
standarisasi bentuk, pola, ukuran, dan susunan warna.
5. Bentuk terikat makna religius Bentuk terikat makna
materi
Hal ini dengan pertimbangan efektifitas bahan baku dan
6. Terikat
alat kaidah material dan Bebas kaidah material dan
efisiensi waktu serta pemanfaatan tenaga kerja. Hal ini akan
alat
mempercepat proses produksi, sehingga segera bisa
7. Terikat proses kerja Modifikasi proses kerja
didistribusikan untuk dikomsumsi oleh masyarakat konsumen
8. Disain asli, unik Reproduksi, terstandar
di Bali maupun luar Bali.
9. persembahan
Ngayah sebuah Mayah sesuai
pembayaran
Citra 2. Dampak Perubahan dalam Arsitektur Bade. Sumber: Suyoga, 2015: 202 [10].

Dampak komodifikasi Arsitektur Bade adalah pada struktur


bentuk pepalihan dan ragam hias yang telah mengalami puncak
keemasannya akan didekonstruksi dan direkonstruksi sesuai
tuntutan budaya global, juga perilaku seniman dan masyarakat
pemakai yang akan mengikuti arus modernisasi untuk
memuaskan keinginan-keinginan insan individu, estetika
modern dan kepraktisan serta keefisienan aspek produksi dan
distribusi komoditi.

Komodifikasi Arsitektur Bade dapat dimaknai sebagai bentuk


desakralisasi budaya. Modifikasi untuk mencapai efektif efisien
disamping mempengaruhi bentuk Arsitektur Bade, bahan dan
alat kerja, juga telah mempengaruhi proses pembuatannya yakni
dengan pengurangan beberapa tahap kerja termasuk ritual yang
Citra 1. Proses Distribusi Arsitektur Bade untuk Dikonsumsi oleh Masyarakat seharusnya menyertainya.
Photo oleh I M.G.Anadhi, 2015.

Komodifikasi ini juga bermakna peningkatan kreatifitas dan


4.2 Proses Komodifikasi Arsitektur Bade inovasi seniman bangunan dan seniman ukir (undagi-sangging)
Masyarakat yang membutuhkan sarana upacara ngaben dalam menginterpretasi pakem Asta Kosala Kosali, dan Yama
biasanya datang langsung ke sentra kerajinan Arsitektur Bade. Tattwa untuk mendapatkan bentuk-bentuk baru, pola dan
Mereka yang datang akan menyampaikan maksudnya untuk ukuran terstandar, sehingga bisa diaplikasikan dengan bantuan
memesan jenis Arsitektur Bade tertentu sesuai klannya dengan software komputerisasi dalam mengukir atau menatah ragam
kelengkapan lainnya. hias, dan peralatan berteknologi modern dalam pengerjaan
Arsitektur Bade.
Kelengkapan tersebut antara lain: petulangan tempat kremasi
jasad, sanan pemikul, bale basmian tempat meletakkan Komodifikasi Arsitektur Bade juga dapat bermakna
petulangan saat dibakar, dan lainnya. Harga bade akan berbeda kesejahteraan bagi para pengusaha dan karyawan pada sentra
beda sesuai dengan jenisnya dan banyak sedikitnya sentra produksi Arsitektur Bade dalam melayani masyarakat
kelengkapan yang dipesan konsumen. pengguna produksi konsumen Arsitektur Bade, yang telah
larut dalam budaya konsumerisme.
Undagi seniman bangunan dan sangging seniman ukir
selaku Produsen Arsitektur Bade akan memberikan mandat atau
arahan kepada tukang dan para pengrajin untuk merancang dan
membuat konstruksi bade, kemudian setelah selesai, Arsitektur
5. Konklusi
Bade akan didistribusikan kepada konsumen dengan sarana Bentuk komodifikasi Arsitektur Bade yang tersusun atas pepalihan
angkut ke alamat tempat tujuan untuk memenuhi pola konsumsi
dan ornamen, dapat berupa: penyederhanaan bentuk, standarisasi
masyarakat (Umat Hindu untuk upacara pengabenan dan umat bentuk, pola, ukuran, dan susunan warna yang baku, dengan
lain untuk kebutuhan museum atau lainnya).
pertimbangan efektifitas bahan baku dan efisiensi waktu serta
Jurnal Studi Kultural Volume I No. 1 Januari 2016 www.an1mage.org 46
I Made Gede Anadhi Komodifikasi Arsitektur Bade... .

pemanfaatan tenaga kerja. Arsitektur Bade ditawarkan dalam


bentuk unit dan paket harga.

Proses komodifikasi Arsitektur Bade terkait dengan kebutuhan


masyarakat selaku konsumen dengan perajin arsitektur bade selaku
produsen dalam menawarkan komoditinya. Jadi ada proses
pemesanan, produksi, dan distribusi untuk dikonsumsi oleh
masyarakat pengguna.

Penelitian ini menunjukkan paling tidak terdapat sembilan point


yang menjadi dampak komodifikasi Arsitektur Bade yang tidak
dapat dilepaskan dari kaidah-kaidah komodifikasi tersebut.

Komodifikasi Arsitektur Bade dapat dimaknai sebagai bentuk


desakralisasi budaya, peningkatan kreatifitas dan inovasi seniman
bangunan dan seniman ukir (undagi-sangging), dan juga bermakna
kesejahteraan bagi para pengusaha dan karyawan pada sentra-sentra
produksi Arsitektur Bade.

Ucapan Terima Kasih


Ucapan terima kasih disampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Drs. I
Nengah Duija, M.Si. Rektor Institut Hindu Dharma Negeri
Denpasar dan Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S.(K) serta Prof.
Dr. A.A. Bagus Wirawan, S.U. atas kesempatan yang diberikan
kepada penulis untuk mengikuti program doktor pada Program
Studi Kajian Budaya, Universitas Udayana Denpasar.

Referensi
[1] Strinati, Dominic. (2007). Popular Cultural: Pengantar Menuju Budaya
Popular. Terjem. Yogyakarta: Jejak.
[2] Storey, Jhon. (2004). Teori Budaya dan Budaya Pop: Memetakan
Landskap Konseptual Cultural Studies. Terjem. Yogyakarta: CV.
Qalam.
[3] Turner, Bryan. (2003). Teori-Teori Sosiologi Moderintas
Posmodernitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
[4] Sulistyawati. (2008). Arsitektur Orang Mati di Bali. Pustaka Arsitektur
Bali. Denpasar: Ikatan Arsitek Indonesia Daerah Bali.
[5] Jaya CK, I Gusti Ngurah Agung. (2011). Komodifikasi Bentuk
Pepalihan dan Ragam Hias Wadah Karya Ida Bagus Nyoman Parta di
Desa Angantaka, Kabupaten Badung. Tesis (tidak diterbitkan).
Denpasar: Universitas Udayana Denpasar.
[6] Faireclough, N. (1995). Discourse and Sosial Change. Cambridge:
Polity Press.
[7] Piliang, YasrafAmir. (2003). Hipersemiotika: Tafsir Cultural Studies
Atas Matinya Makna. Yogyakarta: Jalasutra.
[8] Alwi, Hasan dkk. (2005). Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi ke-3.
Cet. III. Jakarta: Balai Pustaka.
[9] Anandakusuma, Sri Reshi. (1986). Kamus Bahasa Bali. Denpasar: CV.
Kayumas Agung.
[10] Suyoga, IP.G. (2015). Transformasi Konsep pada Arsitektur Bade.
Gianyar: Kryastaguna.

Jurnal Studi Kultural Volume I No. 1 Januari 2016 www.an1mage.org 47


B. Parmadie Cultural Studies: Sudut Pandang Ruang .

Jurnal Studi Kultural (2015) Volume II No.1:4854

Journal Studi Kultural


www.an1mage.org An1mage Journals: Jurnal Studi Kultural

Laporan Riset
Cultural Studies: Sudut Pandang Ruang Budaya Pop
B. Parmadie
Program Doktoral Kajian Budaya Universitas Udayana Bali

Info Artikel Abstrak


Sejarah artikel:
Dikirim 13 Oktober 2015
Budaya dalam Cultural studies lebih didefinisikan secara politis ketimbang secara estetis. Objek kajian dalam cultural
studies (CS) bukanlah budaya yang didefinisikan dalam pengertian yang sempit, yaitu sebagai objek keadiluhungan
Direvisi 18 November 2015
estetis (seni tinggi); juga bukan budaya yang didefinisikan dalam pengertian yang sama-sama sempit, yaitu sebagai
Diterima 11 Desember 2015
sebuah proses perkembangan estetis, intelektual, dan spiritual; melainkan budaya yang dipahami sebagai teks dan praktik
hidup sehari-hari.
Kata Kunci:
Cultural Studies Lebih jauh menghadirkan sederetan teori dan metode yang telah digunakan dalam cultural studies untuk melihat dan
Budaya pop mengkaji budaya pop kontemporer.Pada tulisan ini lebih memfokuskan pada fenomena-fenomena alat disekitar kita
Televisi seperti; televisi, fiksi, film, musik pop dan konsumsi masyarakat saat ini.Fokus tulisan ini sudut pandang dan ruang
Fiksi kajian budaya (Cultural Studies) pada budaya pop ini adalah pada aspek relasi budaya dan kekuasaan yang dapat dilihat
dalam budaya pop.
Film
Musik
Perlu penkajian lebih mendalam tentang; Pertama, institusi-institusi yang memproduksi kesenian dan
kebudayaan.Kedua, formasi-formasi pendidikan, gerakan, dan faksi-faksi dalam produksi kebudayaan.Ketiga, bentuk
bentuk produksi, termasuk segala manifestasinya.Keempat, identifikasi dan bentuk-bentuk kebudayaan, termasuk
kekhususan produk-produk kebudayaan, tujuan-tujuan estetisnya.Kelima, reproduksinya dalam perjalanan ruang dan
waktu. Dan keenam, cara pengorganisasiannya.

2016 Komunitas Studi Kultural Indonesia.Diterbitkan oleh An1mage.All rights reserved.

1. Pendahuluan Cultural studies didasarkan pada Marxisme[1]. Marxisme


menerangkan Cultural studies dalam dua cara fundamental.
Tulisan ini memiliki tujuan ganda: pertama, mengantarkan Pertama, untuk memahami makna dari teks atau praktik budaya,
pembaca yang tertarik pada kajian budaya pop kontemporer; kedua, kita harus menganalisisnya dalam konteks sosial dan historis
mengusulkan peta perkembangan cultural studies melalui suatu produksi dan konsumsinya.
pembahasan serangkaian teori dan metode untuk mengkaji budaya
pop. Namun, walau terbentuk oleh struktur sosial tertentu dengan
sejarah tertentu, budaya tidak dikaji sebagai refleksi dari struktur
Cultural studies bukanlah sekumpulan teori dan metode yang dan sejarah ini.Sejarah dan budaya bukanlah entitas yang terpisah.
monolitik. Cultural studies senatiasa merupakan wacana yang
membentang, yang merespons kondisi politik dan historis yang Asumsi kedua yang diambil dari Marxisme adalah pengenalan
berubah dan selalu ditandai dengan perdebatan, ketidaksetujuan, masyarakat industrial kapitalis adalah masyarakat yang disekat
dan intervensi sekat secara tidak adil menurut misalnya saja garis etnis, gender,
keturunan, dan kelas.
Budaya dalam cultural studies lebih didefinisikan secara politis
ketimbang secara estetis. Objek kajian dalam cultural studies Cultural studies juga menegaskan bahwa penciptaan budaya pop
bukanlah budaya yang didefinisikan dalam pengertian yang sempit, (praktik produksi) dapat menentang pemahaman dominan
yaitu sebagai objek keadiluhungan estetis (seni tinggi); juga terhadap dunia serta menjadi pemberdayaan bagi mereka yang
bukan budaya yang didefinisikan dalam pengertian yang sama subordinat.
sama sempit, yaitu sebagai sebuah prosesperkembangan estetis,
intelektual, dan spiritual; melainkan budaya yang dipahami sebagai Namun, bukan berarti bahwa budaya pop selamanya
teks dan praktik hidup sehari-hari. memberdayakan dan menentang. Lebih jauh menghadirkan
sederetan teori dan metode yang telah digunakan dalam cultural
Cultural studies juga menganggap budaya itu bersifat politis dalam studies untuk melihat dan mengkaji budaya pop kontemporer.
pengertian yang sangat spesifik, yaitu sebagai ranah konflik dan
pergumulan. Cultural studies dilihat sebagai situs penting bagi 1.1. Televisi
produksi dan reproduksi hubungan sosial dalam kehidupan sehari Televisi adalah suatu bentuk budaya pop akhir abad kedua
hari. puluh.Televisi merupakan aktivitas paling populer di
dunia.Wacana televisual memiliki tiga momen yang berbeda.
Peneliti koresponden: PGSD FKIP Universitas Bengkulu, Jl. WR. Supratman Kandang Limun
BENGKULU 38123. Mobile: +6281927373777| E-mail: bepevanbencoeleen@gmail.com

Jurnal Studi Kultural Volume 1 No. 1 Januari 2016 www.an1mage.org 48


B. Parmadie Cultural Studies: Sudut Pandang Ruang .
.
melontarkan penilaian estetik berkenaan dengan preferensi
orang lain.

Cultural studies, terutama cultural studies feminis, mesti


memutuskan hubungan dengan ideologi budaya massa.
Cultural studies feminis harus berjuang keras melawan
paternalisme budaya massa [yang di situ] kaum
perempuan dilihat sebagai korban pasif dari pesan-pesan
opera sabun yang memperdayakan kesenangan [mereka]
Citra 1.Ilustrasi televisi. Sumber: sama sekali dikesampingkan.
http://static.portaleducacao.com.br/arquivos/imagens_artigos/21112012211446tv.jpg

Kesenangan tidak seharusnya dikutuk sebagai kendala bagi


Pertama-tama, para professional media memakai wacana
tujuan feminis membebaskan kaum perempuan.
televisual dengan khusus mereka tentang misalnya saja, sebuah
peristiwa sosial yang mentah.Kedua, segera sesudah makna
1.1.2. Dua Ekonomi Televisi
dan pesan berada pada wacana yang bermakna, yaitu sesudah
John Fiske (1987) dalam Edgar, Andrew and Peter Sedgwick
makna dan pesan itu mengambil bentuk wacana televisual,
[2] berpendapat bahwa komoditas budaya termasuk televisi
aturan formal bahasa dan wacana bebas dikendalikan.
yang dari situ budaya massa tersebar dalam dua ekonomi
sekaligus: ekonomi finansial dan ekonomi kultural.
Pada momen ketiga, momen decoding yang dilakukan khalayak,
serangkaian cara lain dalam melihat dunia bisa dengan bebas
Ekonomi finansial terutama menaruh perhatian pada nilai
dilakukan. Seorang khalayak tidak dihadapkan dengan peristiwa
tukar, sedangkan ekonomi kultural terutama berfokus pada
sosial mentah melainkan dengan terjemahan diskursif dari
nilai guna makna, kesenangan, dan identitas sosial.
suatu peristiwa.
Fiske menegaskan bahwa kekuatan khalayak sebagai
Dengan kata lain, makna dan pesan tidak sekedar ditransmisikan,
produsen khalayak
Kekuatan dalam ekonomi
berasal kultural
dari fakta
amatlah
bahwa menentukan.
makna tidak
keduanya senatiasa diproduksi: pertama oleh sang pelaku
encoding dari bahan mentah kehidupan sehari-hari; kedua, oleh
beredar dalam ekonomi kultural dengan cara yang sama
khalayak dalam kaitannya dengan lokasinya pada wacana
dimana kekayaan beredar dalam ekonomi finansial.
wacana lainnya.Klarifikasi pemahaman tentang
encoding/decoding menurut:
Dua ekonomi Fiske beroperasi demi kepentingan pihak
petarung yang saling berlawanan: ekonomi finansial
1) Produksi pesan penuh makna dalam wacana TV senatiasa
cenderung mendukung kekuatan kerja sama dan
merupakan pekerjaan problematis.
homogenisasi, sementara ekonomi kultural cenderung
mendukung kekuatan perlawanan dan perbedaan.
2) Pesan dalam komunikasi sosial selalu bersifat kompleks
dalam hal struktur dan bentuk.
Pendekatan Fiske terhadap budaya pop termasuk televisi
adalah pendekatan yang mengakui budaya pop sebagai
3) Aktivitas pemetik makna dari pesan juga merupakan
sebuah medan pertarungan dan walaupun mengakui
sebuah praktik yang problematis, betapapun transparan
kekuasaan terhadap kekuatan dominasi, justru memilih
dan natural tampaknya aktivitas itu.
mengarahkan perhatiannya pada taktik-taktik populer yang
dengan itu kekuatan-kekuatan ini diatasi, dihindarkan, atau
1.1.1. Televisi dan Ideologi Budaya Massa
dilawan.
Serial TV Dallas merupakan opera sabun jam tayang utama
prime time Amerika yang sukses dan ditonton lebih dari
Dengan kata lain, pendekatan ini lebih memilih untuk meneliti
sembilan puluh negara di dunia pada awal 1980-an. Budaya
vitalitas dan kreativitas populer yang menggabungkan
pop merupakan produk dari produksi komoditas kapitalis dan
kebutuhan tetap tersebut.
karenanya merupakan subjek bagi hukum ekonomi pasar
kapitalis.
1.2. Fiksi
Dalam Culture and Environment, Paula Saukko. (2003) [3]
Dalam serial TV tersebut, ada penggemar, ada pula yang
menyalahkan fiksi populer karena menawarkan bentuk
membenci.Para Pembenci Dallas menyitir ideology dengan
bentukdiktif berupa kompensasi dan distraksi. Bentuk
sangat jelas. Mereka mempergunakannya dalam dua cara:
kompensasi ini merupakan kebalikan dari reaksi itu sendiri,
menempatkan program secara negative sebagai contoh
karena ia cenderung pada penolakan untuk menghadapi realitas.
budaya massa, dan sebagai salah satu cara
mempertanggungjawabkan serta mendukung ketidaksukaan
Ada tiga pendekatan penting terhadap studi fiksi populer dalam
mereka terhadap program tersebut.
cultural studies: pembacaan simptomatik, bentuk-bentuk
pembacaan, dan pembacaan roman.
Ideologi populisme adalah ideology tentang kepercayaan
bahwa selera seseorang punya nilai yang setara dengan orang
lain. Ideologi populisme menegaskan bahwa karena selera
adalah sebuah kategori otonom, yang terbuka secara terus
menerus bagi infleksi individu, sungguh tidak bermakna jika
Jurnal Studi Kultural Volume 1 No. 1 Januari 2016 www.an1mage.org 49
B. Parmadie Cultural Studies: Sudut Pandang Ruang .
.
dan yang kedua meskipun menerima kemungkinan pembacaan
yang bervariasi, sebaliknya bersikeras bahwa pendekatan ini
merupakan pembacaan yang bervariasi terhadap teks yang
sama.

Bennet dan Woollacott [5] berpendapat bahwa teks maupun


pembaca senantiasa telah diaktifkan secara cultural sampai
pada tingkat di mana perbedaan antara subjek dan objek terus
menerus kabur.

Dengan kata lain, teks dan konteks bukanlah momen-momen


Citra 2.Karya fiksi. Sumber: https://www.static
src.com/wcsstore/Indraprastha/images/catalog/full/grazera_grazera-dongeng-cinta-budaya-by-
watiek-ideo-dan-fitri-kurniawan-buku-fiksi_full01.jpg terpisah yang tersediabagi analisis pada waktu yang berbeda.
Teks dan konteks merupakan bagian dari proses yang sama
keduanya tak bisa dipisahkan: seseorang tak bisa memiliki
teks tanpa sebuah konteks, atau konteks tanpa teks.
1.2.1. Ideologi dan Pembacaan Simptomatik
Menurut Y.A. Piliang (2010) [4], wacana ideologis adalah 1.2.3. Membaca Fiksi Romantis
sebuah sistem yang tertutup. Wacana ideologis hanya bisa Narasi feminin cenderung mengambil salah satu dari tiga
menyelesaikan sendiri problem-problem itu sejauh ia bisa kemungkinan posisi: penghinaan; kebencian; atau olok-olok
menjawab. yang sembrono.Bangkitnya feminisme hampir paralel dengan
pesatmya pertumbuhan popularitas fiksi romantis.
Supaya tetap aman di dalam batas-batas yang ditentukannya
sendiri, wacana ideologis harus tetap diam terhadap Menurut Smithton, roman ideal adalah sesuatu di mana
pertanyaan-pertanyaan yang mengancamnya untuk keluar dari perempuan cerdasdan independen dengan cita rasa humor
batas-batas ini.Althusser mencirikan metode pembacaan Karl yang bagus diluapi, sesudah banyak rasa curiga dan
Max atas karya Adam Smith sebagai simptomatik karena ketidakpercayaan, dan sejumlah kekejaman dan kekerasan,
oleh cinta terhadap pria yang cerdas, lembut, pandai bercanda.
Pembacaan itu menguak peristiwa yang tak pernah terkuak di
dalam teks yang dibacanya dan dengan cara yang sama Yang selama hubungan mereka terjalin berubah dari seseorang
menghubungkannya pada suatu teks yang berbeda, yang hadir yang pra-terpelajar dan emosional menjadi seseorang yang
sebagai ketidakhadiran yang diperlukan pertama kali. bisa peduli padanya dan memeliharanya dengan cara yang
secara tradisional kita akan mengharap hanya dari seorang
Seperti pembacaan pertamanya, pembacaan kedua Marx perempuan kepada laki-laki.
mengandaikan eksistensi dua teks, dan pengukuran yang
pertama terhadap yang kedua. Namun apa yang membedakan Pemecahan terhadap roman yang ideal memberikan kepuasan
pembacaan ini dari pembacaan klasik adalah fakta bahwa pada segitiga yang sempurna: perlindungan kebapakan, kepedulian
pembacaan yang baru teks kedua diartikulasikan dengan ibu, dan cinta dewasa yang bergairah.
perubahan dalam teks pertama.
1.2.4. Surat Kabar dan Majalah Pers Populer
Melalui pembacaan simptomatik atas Smith, Marx mampu Untuk memahami pers populer sebagai budaya pop, kita harus
mengukur problematika yang awalnya tak tampak yang belajar dari kritikus Norwegia Jostein Gripsrud (1992),
terkandung dalam paradoks sebuah jawaban yang tidak sesuai melampaui moralisme tidak berguna yang kerap kali hadir
dengan setiap pertanyaan yang diajukan. dalam kritik-kritik terhadap pers populer.

Oleh karena itu, membaca sebuah teks simptomatis berarti Tujuan rersmi jurnalisme adalah menyajikan informasi perihal
melakukan pembacaan ganda: membaca teks manifes terlebih dunia dengan dan dengan demikian merupakan sebuah
dahulu, kemudian menghasilkan dan membaca teks yang komitmen terhadap moda analitis.Kendati demikian, pada
laten, yaitu problematik. praktiknya, moda penuturan ceritalah yang paling sering
dimainkan.
1.2.2. Bentuk-bentuk Pembacaan
Teks-teks fiksi populer tak lebih dari sekedar wadah-wadah Perbedaan penting antara pers populer dan apa yang disebut
ideologi, sebuah alat yang menyenangkan senatiasa berhasil sebagai pers berkualitas adalah pengerahan (oleh pers
mentransmisikan ideologi dominan dari industri-industri populer) yang personal sebagai kerangka kerja yang bersifat
budaya kepada massa yang dikorbankan dan termanipulasi. menjelaskan.Budaya pop itu secara potensial dan kerap secara
aktual, progresif (meski bukan radikal).
Bennet dan Woollacott menolak padangan bahwa teks
menentukan pembacanya sendiri maupun pandangan yang Perbedaan antara progresif dan radikal adalah: teks populer
jelas bertentangan bahwa pembacalah yang menghasilkan boleh jadi bersifal progresif lantaran teks-teks itu bisa
makna teks. mendorong produksi makna yang bekerja untuk mengubah
atau mendestabilisasi tatanan sosial, namun teks-teks tersebut
Mereka menyalahkan kedua pendekatan tentang bekerja tidak pernah bisa radikal dalam pengertian bahwa teks-teks itu
dengan pandangan metafisik terhadap teks, karena klaim tidak pernah bisa menentang atau menggulingkan tatanan
pertama bahwa makna teks mendahului kondisi pembacanya, tersebut.
Jurnal Studi Kultural Volume 1 No. 1 Januari 2016 www.an1mage.org 50
B. Parmadie Cultural Studies: Sudut Pandang Ruang .
.
1.3.1. Strukturalisme dan Film Pop
Pers populer di satu sisi, dan pers pemerintah di sisi lain, dari Pada 1970-an, ada pembagian yang jelas dalam cultural
pers alternatif.Pers populer dipandang paling rendah dari pers studies antara studi teks dan studi budaya yang
dua pers lainnya.Pers populer beroperasi pada garis batas diekspresikan dalam kehidupan seseorang. Jika objek studinya
antara yang public dan yang privat: gayanya yang sensasional, adalah teks, metode analisisnya adalah strukturalisme.
terkadang skeptic, tidak jarang bersungguh-sungguh secara
moralistis; ungkapannya populis; kelonggaran bentuknya Strukturalisme merupakan metode teoretis yang berasal dari
menampik perberdaan stilistik antara fiksi dan documenter, karya ahli bahasa Swiss, Ferdinand de Saussure (1974)
antara berita dan hiburan. [6].Saussure membagi bahasa dalam dua komponen, yang
bersama-sama menghasilkan yang ketiga.
Bagi pers, populer atau yang lainnya, untuk menjadi budaya
pop ia harus diterima oleh rakyat; ia harus memprovokasi Saussure menyebut yang pertama penanda dan yang kedua
percakapan dan memasuki sirkulasi dan resirkulasi oral. penanda.Bersama-sama keduanya membentuk
tanda.Saussure juga berpendapat bahwa makna bukanlah
Majalah perempuan menarik pembacanya dengan memaknai hasil dari kesesuaian esensial penanda dan petanda, melainkan
kombinasi antara hiburan dan sarana yang berguna.Daya tarik hasil dari perbedaan hubungan.
ini ditata melalui serangkaian fiksi.
Selanjutnya, menurut Saussure, makna dihasilkan melalui
Apa yang sungguh-sungguh dijual dalam fiksi-fiksi majalah proses kombinasi dan seleksi. Fungsi bahasa adalah
perempuan merupakan femininitas yang sukses dan karenanya mengorganisir dan mengonstruksi akses kita terhadap realitas,
menyenangkan. Majalah perempuan juga mengonstruksi ketimbang merefleksikan realitas yang telah ada.
kolektivitas fiksional perempuan.
Oleh karena itu, bahasa yang berbeda akan mengorganisir dan
1.2.5. Membaca Budaya Visual mengonstruksi dunia secara berbeda. Saussure membuat
Karya awal Barthes mengenai budaya pop menaruh perhatian pembedaan lain yang telah terbukti sangat mendasar bagi
pada proses pemaknaan, suatu cara yang dengan itu makna perkembangan strukturalisme, pembagian bahasa menjadi
makna dihasilkan dan disirkulasikan. langue dan parole.

Pada level pemaknaan sekunder atau konotasilah apa yang Langue mengacu pada sistem bahasa, aturan-aturan dan
disebut mitos itu dihasilkan dan tersedia bagi konsumsi. konvensi-konvensi yang mengaturnya.Ini adalah bahasa
Melalui mitos, ideologi yang dipahami sebagai sekumpulan sebagai institusi sosial.Parole mengacu pada pengucapan
gagasan dan praktik yang mempertahankan secara aktif individu, penggunaan bahasa oleh individu.
mempromosikan pelbagai nilai dan kepentingan kelompok
dominan dalam masyarakat. Strukturalisme sebagai sebuah mode analisis sosial,
mengambil dua ide dasar dari karya Saussure.Pertama,
Ada tiga keungkinan posisi pembacaan yang dari ketiganya perhatian pada relasi pokok antara teks dan praktik kultural
citra bisa dibaca.Yang pertama semata-mata melihat tentara tata bahasa yang memungkinkan makna.
kulit hitam yang memberi hormat pada bendera sebagai
contohImperialisme Perancis, sebuah simbol bagi Kedua, pandangan bahwa makna senantiasamerupakan hasil
imperialisme.Yang kedua melihat citra sebagai alibi dari aksi resiprokal dan hubungan antara seleksi dan
imperialisme Perancis.Posisi pembacaan terakhir adalah posisi kombinasi yang dimungkinkan melalui struktur pokok.
pembacaan pembaca mitos. Dengan kata lain, teks dan praktik kultural dipelajari sebagai
analogi terhadap bahasa.
1.3. Film
Studi film telah membangkitkan sebentangan teori dan 1.3.2. Post Strukturalisme dan Film Pop
metode. Film dipelajari dari segi potensinya sebagai seni, Para posstrukturalis menolak gagasan ihwal struktur pokok
sejarahnya yang dituturkan sebagai momen dalam tradisi yang pada akhirnya menentukan makna teks atau praktik
yang hebat, film-film, bintang, dan sutradara yang paling budaya. Bagi para possrukturalis, makna senatiasa dalam
berarti; film dianalisis berdasarkanperubahan teknologi proses, berhenti sejenak dalam aliran kemungkinan yang tiada
produksi film; film dikutuk sebagai industri budaya; dan film henti.
didiskusikan sebagai situs penting bagi produksi subjektivitas
individu dan identitas nasional. Mulvey mengemukakan bahwa kesenangan terhadap sinema
pop harus dihancurkan guna membebaskan perempuan dari
eksploitasi dan penindasan karena dijadikan bahan mentah
bagi tatapan lelaki.

Pengaruh Mulvey sangat banyak. Namun beberapa feminis


dan orang lain yang menggeluti dunia film dan cultural
studies mulai meragukan validitas universal Nya, yang
mempertanyakan apakah tatapan senantiasa bersifat kali
Citra 3.Poster movie. Sumber: http://pbs.twimg.com/media/Bq-gxmcCcAIYEn7.jpg:large laki, atau apalah tatapan mata itu semata-mata bersifat
dominan itu diantara sederetan cara melihat yang berbeda,
termasuk tatapan perempuan.
Jurnal Studi Kultural Volume 1 No. 1 Januari 2016 www.an1mage.org 51
B. Parmadie Cultural Studies: Sudut Pandang Ruang .
.
1.3.3. Cultural Studies dan Film Pop Musik pop mempertontonkan realisme emosional; lelaki dan
Cristine Gledhil mencatat adanya pembaruan mutakhir minat perempuan muda mengidentifikasi diri mereka sendiri dengan
feminis dalam budaya pop mainstream. Gledhil representasi kolektif ini dan menggunakannya sebagai
menganjurkan sebuah pemahaman mengenai hubungan antara fiksi-fiksi penuntun. Fiksi simbolik tersebut adalah cerita
penonton dan teks film sebagai salah satu negosiasi. rakyat yang dengan cara itu anak usia belasan, sebagian,
membentuk dan menyusun pandangan dunianya.
Negosiasi ini bisa dianalisis pada tiga level berbeda: khalayak,
teks, institusi.Penerimaan merupakan momen yang paling 1.4.3. Subkultur, Etnografi, dan Homologi Struktural
radikal, sebab yang paling bervariasi dan tidak dapat Kegunaan subkultural musik adalah konsumsi musik dalam
diprediksi. Situasi menonton atau membaca mempengaruhi bentuknya yang paling aktif.Konsumsi musik merupakan
makna dan kesenangan akan sebuah karya dengan salah satu bagi sebuah subkultur untuk memalsukan
mengajukan serangkaian determinasi ke dalam pertukaran identitasnya dan memproduksi dirinya sendiri secara kultural
kultural. dengan menandai pembedaan dan perbedaannya dari anggota
masyarakat lainnya.
1.4. Musik Pop
Musik pop ada dimana-mana.Ia telah kian menjadi bagian yang Kegunaan subkultur musik menaruh perhatian pada
tidak terelakkan dalam kehidupan kita. Saat ini, nilai penting bagaimana khalayak musik pop bisa dibagi dalam dua
musik pop, yang tentu saja bersifat kultural dan ekonomi, telah kelompok; (1) Kelompok mayoritasyang menerima gambaran
membawanya menjadi fokus sentral dalam cultural studies. dewasa tentang anak muda secara agak tidak kritis, (2)
Kelompok minoritas yang disitu beberapa tema
1.4.1. Ekonomi Politik Musik Pop pemberontakan sosial terangkum.
Menurut Simon Frith (1983), karya Theodor Adorno [7],
anggota terkemuka Mazhab Frankurt mempresentasikan Jadi mengonsumsi musik tertentu menjadi sebuah cara
analisis paling sistematis dan paling membakar terhadap mengada (way of being) di dunia. Konsumsi musik digunakan
budaya massa serta paling menantang siapa pun yang sebagai tanda yang dengannya kaum muda menilai dan dinilai
mengklaim bahkan sejumput nilai atas produk industri music oleh orang lain.
yang diproduksi dalam jumlah besar.
Dalam Profane Culture bahwa etnografi terbaik melakuakn
Pada 1941 Adorno memublikasikan sebuah esai yang sangat sesuatu yang tidak dilakukan oleh teori dan komentar:
berpengaruh On Popular Music.Esai itu membuat tiga etnografi menghadirkan pengalaman manusia tanpa
pernyataan spesifik mengenai music pop, iamenyatakan bahwa meremehkannya, dan tanpa menjadikannya sebagai refleks
music pop itu distandarisasikan. Pernyataan kedua Adorno pasif dari struktur sosial dan kondisi sosial.
adalah bahwa musik pop mendorong pendengaran pasif.Yang
ketiga adalah klaim bahwa musik pop beroperasi seperti 1.4.4. Kata-Kata dan Musik: Membuat Kata-kata
semen sosial. Sederhana Jadi Enak Didengar
Kata-kata adalah bunyi yang bisa kita rasakan lebih dahulu
Ekonomi politik budaya kebanyakan punya cara yang sama sebelum menjadi pernyataan-pernyataan untuk dipahami
dengan pendekatan Adorno. Pendekatan ekonomi politik dahulu sebelum menjadi pernyataan-pernyataan untuk
budaya memantapkan tatapannya hampir semata-mata pada dipahami.
kekuatan musik industri.
Lirik ditulis untuk dimainkan.Lirik hanya akan benar-benar
Tidak disangsikan lagi bahwa industri musik punya kekuatan hidup dalam penampilan seorang penyanyi.Bunyi yang timbul
ekonomi dan budaya yang sangat besar.Penting kiranya disekitar kata-kata merupakan tanda emosi dan kesungguhan
membedakan antara kekuatan budaya industri dan kekuatan yang nyata.
pengaruhnya. Terlalu sering keduanya dicampuradukkan,
padahal keduanya tidak selamanya sama. Kritik terhadap dugaan kedangkalan lirik-lirik musik pop tidak
dimaksudkan sebagai sajak. Musik pop meminjam bahasa
1.4.2. Kaum Muda dan Musik Pop sehari-hari dan mementaskannya dalam sebuah permainan
Kajian cultural studies berkenaan dengan budaya musik pop suara dan peforma yang efektif.
lebih tepat dimulai dengan karya Stuart Hall dan Paddy
Whannel. 1.4.5. Politik dan Musik Pop
Politik memasuki momen yang berbeda dalam menciptakan
Sebagaimana mereka tegaskan, potret anak muda sebagai musik pop, adalah: produksi, distribusi, performa, konsumsi,
orang lugu yang dieksploitasi oleh industry musik pop dan lain-lainnya. Pada level akal sehat, pop politik benar
terlalu disederhanakan. benar pop yakni bersifat politik musik pop yang memuat
komentar politik secara terbuka tentang dunia.

Politik itu berkenaan besar dengan kekuasaan, dan musik pop


bisa punya kekuatan besar.Musik pop bisa bersifat politis jika
para musisi berkata demikian.Komunitas-komunitas yang
punya selera tertentu bisa menjadi konstituensi politik.
Citra 4.Ilustrasi music pop. Sumber: http://www.sgbeatbox.com/wp
content/uploads/2013/03/Pop-Music-originated.jpg

Jurnal Studi Kultural Volume 1 No. 1 Januari 2016 www.an1mage.org 52


B. Parmadie Cultural Studies: Sudut Pandang Ruang .
.
Industri musik punya definisi musik pop politiknya sendiri: pop
politik sebagai kategori penjualan.
2.3. Budaya Penggemar
Beberapa musik pop dipasarkan karena bersifat politik. Definisi Penggemar adalah bagian paling tampak dari khalayak teks dan
lain mengenai musik pop politik adalah musik pop yang praktik budaya pop.Kelompok penggemar berada di bawah
diorganisasi secara politik. Menyebut musik pop bersifat politik tatapan kritis cultural studies. Dulunya, penggemar diperlakukan
berarti membawanya memainkan keragaman maknanya. Musik pop dengan dua cara: ditertawakan atau dipatologikan. Penggemar
bisa bersifat politis secara simultan dengan banyak cara yang selalu dicirikan sebagai suatu kefanatikan yang potensial.
berbeda.
Penggemar dipahami sebagai korban-korban pasif dan patologis
2. Konsumsi dalam Kehidupan Sehari-hari media massa. Dengan kata lain, kelompok penggemar
Konsumsi muncul sebagai sebuah perhatian budaya pada akhir merupakan suatu symptom yang tampak dari kemungkinan
1950-an dan awal 1960-an dalam perdebatan mengenai runtuhnya budaya, moral, dan sosial yang tak terelakkan lagi
perkembangan masyarakat konsumen. Baru-baru ini, konsumsi mengikuti transisi dari masyarakat pedesaandan agrikultural
bisa ditemukan dalam pelbagai studi mengenai budaya penggemar menuju masyarakat industrial dan urban.
dan dalam pelbagai studi tentang belanja sebagai bentuk budaya
pop. Kelompok penggemar adalah apa yang orang lain lakukan,
kita selalu mengejar kepentingan-kepentingan memamerkan
2.1. Teori-teori Konsumsi selera dan preferensi.
Analisis budaya perihal konsumsi bermula dari perhatian politik
Marxisme.Herbert Marcuse mengembangkan deretan argumen Menurut Jenkins, ada tiga ciri utama yang menandai mode
untuk menunjukkan bahwa ideologi konsumerisme mendorong pemberian (makna) budaya penggemar dalam teks-teks media :
kebutuhan palsu dan bahwa kebutuhan ini bekerja sebagai satu (1) Cara penggemar menarik teks mendekati ranah pengalaman
bentuk kontrol sosial. hidup mereka, (2) Peran yang dimainkan melalui pembacaan
kembali dalam budaya penggemar, (3) Proses yang dengannya
Psikoanalisis postkulturalis Jaques Lacan juga menawarkan informasi program dimasukkan ke dalam interaksi sosial yang
sebuah model pemikiran kritis mengenai konsumsi. Ideologi terus-menerus. Komunitas-komunitas penggemar bukan hanya
konsumerisme bekerja dengan cara seperti ideologi roman. kumpulan pembaca yang antusias.Budaya penggemar juga
berkenaan dengan produksi budaya.
Ideologi roman adalah sebuah narasi yang terbangun diseputar
satu pencarian: cinta adalah solusi bagi semua problem, 2.4. Berbelanja sebagai Budaya Pop
cinta membuat kita lengkap, cinta membuat kita penuh, Berbelanja adalah suatu aktivitas yang kompleks.Konsumsi
cinta membuat kita utuh. selalu lebih dari sekedar aktivitas ekonomi mengonsumsi
produk atau menggunakan komoditas untuk memuaskan
Ideologi konsumerisme bisa dilihat sebagai salah satu strategi kebutuhan-kebutuhan material.
pengalihan; salah satu contoh mengenai pencarian yang tiada
akhir, pergerakan hasrat metonimik yang tak ada habisnya. Konsumsi juga berhubungan dengan mimpi dan hasrat, identitas,
dan komunikasi.Pendek kata, berbelanja telah menjadi budaya
Pierre Bourdieu (1984) dalam Wolff [8] menggeser argument itu pop.
dari apa yang dilakukan konsumsi terhadap kita menjadi
bagaimana kita menggunakan konsumsi untuk tujuan pembedaan Konklusi
sosial. Menggunakan konsumsi untuk pembedaan dan Fokus tulisan ini sudut pandang dan ruang kajian budaya (CS) pada
pembedaan bukanlah hal yang baru. budaya pop ini adalah pada aspek relasi budaya dan kekuasaan
yang dapatdilihat dalam budaya pop.
2.2. Konsumsi Subkultural
Subkultur-subkultur kaum muda berkomunikasi melalui tindakan Mengacu fenomena diatas dalam tradisi kajian budaya di Inggris,
konsumsi.Seperti ditegaskan Hebdige, subkultur-subkultur kaum menilai konsep budaya atau "culture" (dalam Bahasa Inggris)
muda menaruh perhatian pertama dan terutama pada konsumsi merupakan hal yang paling rumit diartikan sehingga bagi mereka
(Hebdige 1979: 94-5 dalam Wolff) [9]. konsep tersebut disebut sebuah alat bantu yang kurang lebih
memiliki nilai guna.
Konsumsi subkultural adalah konsumsi yang pada tahapnya yang
paling diskriminatif. Melalui suatu proses perakitan, subkultur Williams mendefinisikan konsep budaya menggunakan pendekatan
subkultur mengambil pelbagai komoditas yang secara komersial universal, yaitu konsep budaya mengacu pada makna-makna
tersedia untuk tujuan dan makna subkultur itu sendiri. bersama. Makna ini terpusat pada makna sehari-hari: nilai, benda
benda material/simbolis, norma.
Analisis kultural selalu cenderung merayakan yang luar biasa
sebagai bertentangan dengan yang biasa. Kebudayaan adalah pengalaman dalam hidup sehari-hari: berbagai
teks, praktik, dan makna semua orang dalam menjalani hidup
Subkultur-subkultur menghubungkan kaum muda dengan mereka (Barker, 2005: 50-55) [10]. Kebudayaan yang didefinisikan
perlawanan, yang secara aktif menolak menyesuaikan diri pada oleh Williams lebih dekat budaya' sebagai keseluruhan cara hidup.
selera komersial pasif mayoritas kaum muda.
Sebab ia menganjurkan agar kebudayaan diselidiki dalam beberapa
term. Pertama, institusi-institusi yang memproduksi kesenian dan
Jurnal Studi Kultural Volume 1 No. 1 Januari 2016 www.an1mage.org 53
B. Parmadie Cultural Studies: Sudut Pandang Ruang .
.
kebudayaan. Kedua, formasi-formasi pendidikan, gerakan, dan
faksi-faksi dalam produksi kebudayaan.

Ketiga, bentuk-bentuk produksi, termasuk segala


manifestasinya.Keempat, identifikasi dan bentuk-bentuk
kebudayaan, termasuk kekhususan produk-produk kebudayaan,
tujuan-tujuan estetisnya. Kelima, reproduksinya dalam perjalanan
ruang dan waktu. Dan keenam, cara pengorganisasiannya.

Ucapan Terima Kasih


Ucapan terima kasih kepada Allah SWT selalu memberikan berkah
dan kelapangan pemikiran, Dr. I Gede Mudana dalam memberi
masukan dan bimbingan, Mr. M.S. Gumelar.

Teman-teman S3 Kajian Budaya Universitas Udayana angkatan


2015, keluarga besar MPAC PGSD FKIP Universitas Bengkulu,
AN1MAGE, terkhusus isteri dan anak-anak penulis (A-SIX
Parmadie), yang telah menbantu penulis dalam segala hal sehingga
bisa nyelesaikan tulisan ini. Terima kasih..amin ya robbal
alamin.

Referensi
[1] Grossberg, Lawrence. (1992). Cultural studies: An Introduction"
dalam Lawrence Grossberg, Cary Nelson, Paula Treichler (eds),
Cultural studies, Routledge, New York.
[2] Edgar, Andrew and Peter Sedgwick (ed.) (1999). Cultural Theory
The Key Concepts, Routledge.
[3] Paula Saukko. (2003). Doing Research in Cultural studies, Sage
Publication, California.
[4] Yasraf Amir Piliang (2010). Semiotika dan Hypersemiotika.
Matahari: Bandung
[5] Bennet, Tony. (1980). "Popular Culture: A Teaching Object, Screen
Education" yang dikutip dalam buku Keith Tester, Media, Budaya dan
Moralitas, terj. Muhammad Syukri, Kreasi Wacana dan Juxtapose,
2003.
[6] Ferdinand de Saussure (1974). Doing Research. Sage Publication,
California,
[7] Theodor Adorno. 1999. The Complete Correspondence. Cambridge
England: Polity Press.
[8] Wolff, Janet. (1992). "Excess and Inhibition: Interdisiplinarity in the
Study of Art" dalam Lawrence Grossberg, Cary Nelson, Paula
Treichler (eds.), Cultural Studies, Routledge, New York.
[10] Barker, Chris. (2005). Cultural studies: Teori dan Praktik.Yogyakarta:
PT Bentang Pustaka.

Jurnal Studi Kultural Volume 1 No. 1 Januari 2016 www.an1mage.org 54


Ni Nyoman Rahmawati Perempuan Bali dalam Pergulatan Gender .

Jurnal Studi Kultural (2016) Volume I No.1: 5560

Journal Studi Kultural


www.an1mage.org An1mage Journals: Jurnal Studi Kultural

Laporan Riset
Perempuan Bali dalam Pergulatan Gender
(Kajian Budaya, Tradisi, dan Agama Hindu)
Ni Nyoman Rahmawati*
Sekolah Tinggi Agama Hindu Negeri Tampung Penyang

Info Artikel Abstrak


Sejarah artikel: Gender merupakan interaksi sosial masyarakat yang membedakan perilaku antara laki-laki dan perempuan secara
Dikirim 14 Oktober 2015 proporsional menyakut moral etika dan budaya Kekeliruan dalam merefleksikan konsep purusa dan pradana dalam
Direvisi 9 November 2015 wujud laki-laki dan perempuan dalam kehidupan sosial di masyarakat telah menimbulkan adanya ketimpangan dan
Diterima 12 Desember 2015 ketidak adilan terhadap perempuan di Bali, yang memadang laki-laki memiliki kedudukan yang lebih istimewa dari pada
perempuan.

Kata Kunci: Hal ini tercermin dari pemberlakuan hukum adat yang masih belum memiliki kesetaraan gender walaupun dari hasil
Dekonstruksi penelitian terdahulu menyatakan bahwa Kaum Perempuan Bali tidak merasa mengalami ketidakadilan gender karena
Fritjop memaknai setiap perannya sebagai sebuah kewajiban, walaupun sebenarnya Perempuan Bali merasakan beban kerja
Capra akibat ketimpangan peran yang diterimanya. Hal ini kontradiktif dengan Pandangan Hindu yang memuliakan kaum
Mistis perempuan sebagai kekuatan sakti, yang memiliki peran yang penting dalam penciptaan alam semesta .
Intuisi
2016 Komunitas Studi Kultural Indonesia. Diterbitkan oleh An1mage. All rights reserved.

1. Pendahuluan Ironis memang sebagai umat beragama kita selalu dicekoki oleh
Gender sudah menjadi pembicaraan yang diperbincangkan baik di dogma-dogma Tuhan Maha Pengasih, Maha Penyayang, dan Maha
dunia pendidikan, perpolitikan, ekonomi, bahkan menjadi wacana Adil jika itu benar haruskah ada perbedaan antara laki-laki dan
dalam pembahasan serius maupun perbincangan ringan di tengah perempuan?
tengah masyarakat.
Haruskah ada sekat-sekat yang menjadikan perempuan lebih rendah
Sebagaimana diketahui wacana gender muncul sebagai dekonstruksi dari pada laki-laki? Patut diakui pernyataan-peryataan seperti itu
terhadap budaya patriarki yang telah menghegemoni paradigma penuh dengan kontradiksi yang patut untuk direnungkan kembali.
masyarakat sekurang-kurangnya tiga ribu tahun lamanya.
Sebagaimana halnya hegemoni budaya patriarkhi terhadap
Bahkan Fritjof Capra mengatakan, selama tiga ribu tahun terakhir pemikiran dunia. Budaya patriarkhi juga mewarnai adat budaya
Peradaban Barat dan pendahulu-pendahulunya, dan kebudayaan yang ada di Bali, sebagaimana yang disampaikan oleh Holleman dan
kebudayaan lainnya, telah didasarkan atas sistem filsafat, sosial, dan Koentharaningrat dalam Sudarta, bahwa Kebudayaan Bali identik
politik di mana laki-laki dengan kekuatan, tekanan langsung, atau dengan sistem kekerabatan patrilineal. (Sudarta, 2006) [2].
melalui ritual, tradisi, hukum dan bahasa, adat kebiasaan, etiket,
pendidikan, dan pembagian kerja menentukan peran apa yang boleh Hal ini tentunya sangat kontradiktif dengan pandangan Agama
dan tidak dimainkan oleh perempuan di mana perempuan dianggap Hindu sebagai ajaran yang diyakini kebenarannya secara dominan
lebih rendah dari pada laki-laki (Capra; 14) [1]. oleh Masyarakat Bali, yang dalam ajarannya sangat memuliakan
perempuan, bahkan perempuan dianggap sebagai sakti
Budaya patriarkhi, yang telah mempengaruhi pemikiran-pemikiran (kekuatan) bagi laki-laki.
mendasar seluruh masyarakat dunia tentang hakekat manusia dan
hubungannya dengan alam dalam pandangan budaya patriarkhi, Bahkan menurut Saiva Siddhanta sakti bukanlah maya , tetapi
dengan dokrin-dokrinnya diterima secara universal sehingga seakan faktor abadi yang penting, yang bekerja sama dengan Siva di
akan tampak sebagai hukum alam, apalagi dogma-dogma ini mana tanpa ada kerja sama dengan-Nya, Siva tidak memiliki daya
diperkuat oleh dokrin-dokrin agama yang mau tidak mau bagi dan tak mampu menghasilkan keberadaan alam semesta yang
masyarakat awam hingga kini masih terpatri oleh pemikiran tersembunyi dalam diri-Nya (Maswinara;2006,292) [3].
pemikiran yang lebih mendewakan laki-laki daripada kaum
perempuan yang notebennya sama-sama manusia ciptaan Tuhan. Perempuan dalam Hindu dipuja sebagai Dewi. Sebagaimana
diceritakan dalam Kitab Purana-purana Hindu Brahman dalam
manifestasi beliau sebagai Tri Murti selalu dihadirkan
* Peneliti koresponden: Sekolah Tinggi Agama Hindu Negeri Tampung Penyang Palangka Raya.
berpasangan dengan sakti seperti Dewa Brahma dengan saktinya
Jl. G.Obos X Palangka Raya. Mobile: 085705375598 E-mail: ninyomanrahmawati0202@gmail.com Dewi Saraswati dalam melakukan tugas beliau sebagai pencipta,

Jurnal Studi Kultural Volume 1 No. 1 Januari 2016 www.an1mage.org 55


Ni Nyoman Rahmawati Perempuan Bali dalam Pergulatan Gender .

Dewa Wisnu dengan saktinya Dewi Laksemi sebagai pemelihara, Handayani dan Sugiarti (2008) [5] dalam pandanganya
dan Dewa Siwa dengan Saktinya Dewi Parwati sebagai pelebur. mengatakan gender adalah sebagai konsep sosial yang
membedakan (dalam artian memilih atau memisahkan) peran
Pandangan Hindu yang memuliakan perempuan sangat kontradiktif laki-laki dan perempuan, bersifat dapat dipertukarkan, tidak
dengan tradisi dan hukum adat yang ada di Bali. Di mana dalam ditentukan oleh perbedaan biologis atau kodrat melainkan
tradisi dan Hukum Adat Bali belum mencerminkan ketidak dibedakan atau dipilah menurut kedudukan, fungsi, dan peranan
kesetaraan gender. Hal ini dapat dilihat dalam hal kedudukan laki masing-masing dalam berbagai bidang kehidupan dan
laki dan perempuan dalam perkawinan, pewarisan dan perannya pembangunan
dalam kehidupan sosial di masyarakat.
Gender adalah suatu konsep kultural yang merujuk pada
Dalam Kehidupan Sosial Masyarakat Bali dan juga dalam perananya karakteristik yang membedakan antara wanita dan pria baik
di Masyarakat Laki-laki Bali memiliki kedudukan dan peranan yang secara biologis, perilaku, mentalitas, dan sosial budaya. Pria dan
diistimewakan. Hal ini dapat dilihat dalam mengambil keputusan wanita secara sexual memang berbeda, begitu pula secara
penting di masyarakat hanya laki-laki yang berhak untuk perilaku dan mentalitas. Namun perannya di masyarakat dapat
memutuskan sedangkan perempuan hanya menerima yang disejajarkan dengan batasan-batasan tertentu.
diputuskan oleh laki-laki.
Pengertian gender didefinisikan sebagai aturan atau normal
Demikian juga dalam hal pewarisan hanya anak-laki-laki yang perilaku yang berhubungan dengan jenis kelamin dalam suatu
berhak mewarisi, sedangkan perempuan hanya sebagai penikmat sistem masyarakat. Gender merupakan interaksi sosial
tanpa punya hak atas warisan. Hal yang sama juga terhadap status masyarakat yang membedakan perilaku antara laki-laki dan
kepemilikan anak semuanya jatuh pada pihak laki-laki. Hal ini perempuan secara proporsional menyakut moral etika dan
tentunya sangat berlawanan dengan prinsip kesamaan yang dianut budaya. Bagaimana seharusnya laki-laki dan perempuan
oleh kesetaraan gender. Padahal salah satu kitab suci Hindu, yaitu diharapkan berperan dan bertindak sesuai dengan ketentuan
dalam Seloka I.32 Manawa Dharmasastra [4] menyatakan bahwa: sosial, moral, etika dan budaya dimana mereka berada.

DwidhaDwidha krtwatmano deham Menurut Ajaran Hindu gender bukan merupakan perbedaan
Ardhena purusobhawat, perlakuan sosial antara laki-laki dengan perempuan, tapi
ardhena Nari tasyam sa mempertimbangkan pada hal-hal mana yang pantas dilakukan
wirayama smrjat prabhuh oleh laki-laki dan mana yang pantas dilakukan oleh perempuan.

Artinya: Dalam hal ini Hindu lebih memandang gender dari kewajiban
Dengan membagi dirinya menjadi sebagian laki-laki dan yang mesti dilakukan oleh masing-masing individu sebagaimana
perempuan (ardha nariswari) Ia ciptakan wiraja dari dikodratkan oleh Tuhan (Brahman). Sebagaimana yang termuat
perempuan itu. dalam kitab Manawa Dharmasastra [6] bab IX seloka 96
menyatakan bahwa:
Seloka di atas menjelaskan bahwa Tuhan (Ida Sang Hyang Widi
Wasa) dengan membagi diri beliau menjadi dua yaitu sebagian laki Prajanartha striyah srstah
laki dan sebagian perempuan maka diciptakanlah laki-laki dan Samtnartham ca manawah
perempuan. Jadi laki-laki dan perempuan dalam Pandangan Hindu Tasmat sadharanu dharmah
sama-sama diciptakan oleh Tuhan, sehingga seharusnya memiliki Crutau patnya sahadita.
kedudukan yang sama dalam kehidupan sosial di masyarakat.
Artinya:
Dengan melihat hasil-hasil penelitian ilmiah terdahulu dan Untuk menjadi ibu, wanita diciptakan dan untuk menjadi
mengaitkannya dengan keadaan yang teramati secara tidak langsung ayah, laki-laki diciptakan upacara keagamaan karena itu
di lapangan, tulisan ini mencoba untuk mengangkat permasalahan ditetapkan di dalam Weda untuk dilakukan oleh suami
mendasar yang dihadapi keluarga yang tidak memiliki keturunan bersama istrinya
laki-laki dan perempuan di Bali dalam memperjuangkan kesetaraan
gender di bawah kungkungan budaya patriarki. Menginggat mereka Dalam seloka ini dijelaskan bahwa dalam setiap kelahiran
juga punya hak untuk meneruskan keturunan dan menjaga manusia memiliki peran dan kewajibannya masing-masing.
kelestariannya keturunannya. Peran dan kewajibannya ini sesuai dengan guna karma yang
dimilikinya, namun dalam menjalankan perannya diharapkan
1.1 Konsep Gender dalam Pandangan Hindu antara laki-laki dan perempuan saling menjalin kerja sama yang
Kesetaraan gender dengan sex selama ini telah menimbulkan harmonis dan seimbang.
kesalah pahaman akan identitas laki-laki dan perempuan dalam
menjalankan perannya dalam kehidupan di dunia sosial. Tidak ada manusia baik laki-laki maupun perempuan diciptakan
Berbicara mengenai sex merujuk pada perbedaan antara pria dalam kesempurnaan. Kesempurnaan itu tercapai hanya jika
dan wanita berdasar pada jenis kelamin yang ditandai oleh terjalinnya kerjasama yang baik satu dengan yang lainya.
perbedaan anatomi tubuh dan genetiknya.
Dalam Hindu antara perempuan dan laki-laki memiliki
Perbedaan seperti ini lebih sering disebut sebagai perbedaan kedudukan yang sama, saling mendukung, dan saling
secara biologis atau bersifat kodrati (given), dalam artian sudah melengkapai satu dengan yang lain. Dari konsepsi penciptaan ini
melekat pada masing-masing individu semenjak lahir. sudah tergambar bahwa laki dan perempuan secara azasi harkat
dan martabat serta gendernya adalah sejajar.
Jurnal Studi Kultural Volume 1 No. 1 Januari 2016 www.an1mage.org 56
Ni Nyoman Rahmawati Perempuan Bali dalam Pergulatan Gender .

Perbedaan laki dan perempuan itu adalah perbedaan yang perempuan dan laki-laki harus saling mendukung sehingga
komplementatif artinya perbedaan yang saling lengkap mampu mencapai hasil yang diinginkan.
melengkapi.
Dalam Rgveda laki dan perempuan yang sudah menjadi suami
Perempuan tanpa laki-laki tidak lengkap. Demikian juga istri disebut dengan satu istilah yaitu Dampati artinya tidak
sebaliknya laki-laki tanpa kehadiran perempuan juga tidak dapat dipisahkan. Dalam Bahasa Bali disebut dempet.
lengkap. Tidak ada perbedaan perlakuan sosial kehidupan antara Begitu juga dalam Manawa Dharmasastra [14] IX.45
laki-laki dan perempuan dalam kehidupan bermasyarakat, dinyatakan bahwa suami istri itu adalah tunggal, sehingga
berbangsa dan bernegara. kalau orang disebut istri sudah termasuk di dalamnya
pengertian suami.
Tuhan menciptakan manusia laki-laki dan perempuan untuk
saling mengisi dan membantu dalam menciptakan kesejahteraan
dunia. Dengan demikian laki-laki dan perempuan sama-sama Kalau ada perempuan yang sudah disebut sebagai istri sudah
punya peranan penting dalam mengaktualisasikan nilai-nilai dapat dipastikan ada suaminya. Karena kalau ada perempuan
kemanusiaan demi tercapainya kesejahteraan dan kebahagiaan yang belum bersuami tidak mungkin dia disebut istri. Begitu
lahir batin. juga kalau ada laki-laki disebut sebagai suami sudah dapat
dipastikan ada istrinya.
Menurut Pandangan Hindu kedudukan laki-laki dan perempuan
sama-sama terhormat, yang membedakan adalah tugas dan Tidak ada laki-laki yang bujangan disebut suami. Mereka
tanggungjawabnya sebagai kodrat manusia (guna karma). disebut suami dan istri karena mereka sejajar tetapi beda
Sebagai kodrat manusia laki-laki dan perempuan memang fungsi dalam rumah tangga. Kata suami dalam Bahasa
berbeda, hal ini dikarenakan manusia lahir tidak dapat Sansekerta artinya master, lord, dominion atau pemimpin.
menghindari hukum rwabhineda, dua hal yang berbeda ada laki
laki dan perempuan, baik buruk, suka dan duka, gagal dan Sedangkan kata istri berasal dari Bahasa Sanskerta dari akar
berhasil. kata str artinya pengikat kasih. Istri berasal dari wanita.
Kata wanita juga berasal dari Bahasa Bahasa Sansekerta dari
Sejak Awal Peradaban Agama Hindu yaitu dari Zaman Veda asal kata van artinya to be love (yang dikasihi), karena itu
hingga dewasa ini perempuan senantiasa memegang peranan dikatakan bahwa wanita setelah menjadi istri kewajibannya
penting dalam kehidupan. Hal ini tidak mengherankan bila menjadi tali pengikat kasih seluruh keluarga.
ditinjau dari konsepsi Ajaran Agama Hindu dalam Siwa Tattwa,
yang mengatakan bahwa adanya keberlangsungan kehidupan di Memperhatikan seloka-seloka di atas dapat disimpulkan
dunia karena perpaduan antara unsur suklanita dan swanita. bahwa kesetaraan gender sangat diakui dalam Ajaran Hindu,
dengan memberikan ruang yang sama antara wanita dan pria
Tanpa swanita tak mungkin ada dunia yang harmonis. Bahkan dalam mengapresiasikan dirinya dalam kehidupan sosial di
menurut kitab Manawadharmasastra disebutkan bahwa antara masyarakat.
perempuan dan laki-laki diumpamakan sebagai tangan kanan
dan tangan kiri yang tidak dapat dipisahkan dalam menjalani Hal ini tentunya dapat dilihat dari pentingnya peran
kehidupan sosial kemasyarakatan. perempuan dalam segala aspek kehidupan masyarakat
maupun dalam kegiatan-kegiatan upacara keagamaan,
Mereka mempunyai kedudukan yang sama namun fungsi dan sehingga dalam membina kehidupan keluarga, masyarakat,
tugas serta kewajiban yang berbeda sesuai dengan guna karma nusa dan bangsa kedua-duanya hendaknya saling mengisi
(kodarat) dan swadharmanya masin-masing. Sebagaimana secara seimbang dan serasi.
dinyatakan dalam kitab Manawa Dharmasastra [6] Bab IX
seloka 33 sebagai berikut: Peranan wanita dalam segala aspek kehidupan baik dalam
kehidupan keluarga, masyarakat, bangsa amat penting,
Ksetrabhuta smrtha nari disamping peran pokoknya sebagai ibu rumah tangga dan
Bijabhutah smrtah puman, sekaligus sebagai pendidik dalam keluarga.
Ksetrabija samayogat
Sambhawah sarwadehinam. Manawa Dharmasastra juga menyebutkan wanita dinyatakan
sebagai sumber kebahagiaan dan kesejahteraan. Hal ini
Artinya : tertuang dalam Bab III sloka 55 dan 57 sebagai berikut:
Menurut smrti wanita dinyatakan sebagai tanah, laki-laki
dinyatakan sebagai benih (bibit), hasil terjadinya jazad Sloka 55 :
badaniah yang hidup terjadi karena hubungan antara tanah Pitrobhir bhatrbhic
dengan benih (bibit). Caitah patibhir dewaraistatha,
Pujia bhusayita wyacca
Sebagaimana dinyatakan dalam sloka di atas, di mana Bahu kalyanmipsubhih.
berlangsungnya keturunan dikarenakan adanya kerja sama
antara laki-laki dan perempuan. Tanpa adanya perempuan dan Artinya :
juga tanpa adanya laki-laki maka proses keberlangsungan Wanita harus dihormati dan disayangi oleh ayah
kehidupan di dunia ini tidak akan pernah ada. Hal ini ayahnya, kakak-kakaknya, suami dan ipar-iparnya yang
menandakan bahwa dalam melakoni kegiatan antara menghendaki kesejahteraan sendiri.

Jurnal Studi Kultural Volume 1 No. 1 Januari 2016 www.an1mage.org 57


Ni Nyoman Rahmawati Perempuan Bali dalam Pergulatan Gender .

Berdasarkan seloka ini kedudukan wanita di dalam Hukum memandang adanya ketidak seimbangan antara laki-laki dan
Hindu sangat diistimewakan dan harus dihormati, mempunyai perempuan.
arti wajib hukumnya bagi orang tuanya, saudara lakinya,
suaminya, anaknya untuk tetap menghormati dan melindungi Di samping itu Perempuan Bali berangapan bahwa kerja
wanita itu, yang menghendaki kesejahteraan sendiri yaitu merupakan suatu kewajiban sebagaimana swadharma-nya
untuk kesejahteraan dan kebahagiaan keluarga sendiri di mana sebagai seorang istri terhadap suami. Hal ini terlihat dalam
wanita itu tinggal. hasil penelitian yang dilakukan oleh Ni Made Diksa Widayani
dan Sri Hartati dalam jurnal Psikologi Undip Vol.13 No.2
Begitu juga Sloka 57 mengatakan bahwa: Oktober 2014 [7], tentang Kesetaraan dan Keadilan Gender
Cosanthi jamayo yatrah dalam Pandangan Perempuan Bali: Studi Fenomenologis
Winacyatyacu tatkulam, terhadap Penulis Perempuan Bali.
Na cocanti tu yatraita
Wardhate taddhi sarwada Dari hasil penelitian dinyatakan bahwa subyek 3 dari
penelitian ini menyatakan bahwa Kaum Perempuan Bali tidak
Artinya : merasa mengalami ketidakadilan gender karena memaknai
Di mana warga wanita hidup dalam kesedihan keluarga setiap perannya sebagai sebuah kewajiban.
itu cepat akan hancur, tetapi di mana wanita tidak
menderita keluarga itu akan selalu bahagia. Walaupun sebenarnya Perempuan Bali merasakan beban kerja
akibat ketimpangan peran yang diterimanya. Persepsi dan
Dari penjelasan seloka di atas, menyatakan bahwa perempuan pemahaman yang dimiliki oleh Perempuan Bali terhadap
merupakan cerminan dari kebahagian dalam setiap keluarga. KKG (Kesetaraan dan Keadilan Gender) berbeda sesuai
dengan adanya perbedaan pengalaman dan adanya
1.2. Konsep kesetaraan Gender dalam Pandangan Perempuan penyesuaian diri dan dukungan sosial yang membentuk
Bali konsep diri individu.
Merujuk pada pemahaman kesetaraan gender di atas yaitu
yang berarti kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan Pada dasarnya persepsi Perempuan Bali terhadap kesetaraan
untuk memperoleh kesempatan serta hak-haknya sebagai dan keadilan gender (KKG) dipengaruhi oleh faktor ekternal
manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam dan faktor internal. Faktor ekternal yaitu faktor yang berasal
kegiatan politik, hukum, ekonomi, sosial budaya, pendidikan dari luar individu atau disebut juga dengan faktor situasional.
dan pertahanan dan keamanan nasional (hankamnas), serta Faktor ini terdiri dari Kebudayaan Bali, pendidikan, dan pola
kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan tersebut. asuh.

Kesetaraan gender juga meliputi penghapusan diskriminasi Faktor internal merupakan faktor dari dalam individu atau
dan ketidak adilan struktural, baik terhadap laki-laki maupun disebut juga faktor personal, yang meliputi persepsi, sikap,
perempuan. penilaian, kebutuhan, resistensi, penyesuaian diri. Hal ini
tentunya sangat ditentukan oleh sejauh mana Perempuan Bali
Keadilan gender adalah suatu proses dan perlakuan adil mampu merefleksikan pengetahuan yang dimilikinya sebagai
terhadap perempuan dan laki-laki. Dengan keadilan gender kontrol dalam membangun pemahaman terhadap kesetaraan
berarti tidak ada pembakuan peran, beban ganda, subordinasi, dan keadilan dalam kehidupan sosial di masyarakat.
marginalisasi dan kekerasan terhadap perempuan maupun
laki-laki. 1.3 Ketidaksetaraan Gender dalam Adat Patriarki di Bali
Sebagaimana yang dikatakan Surpha (2006) [8] bahwa
Terwujudnya kesetaran dan keadilan gender ditandai dengan Masyarakat Bali memiliki pandangan hidup yang sangat
tidak adanya diskriminasi antara perempuan dan laki-laki, dipengaruhi dan dijiwai oleh Kebudayaan Bali dan Agama
dengan demikian mereka memiliki akses, kesempatan Hindu. Pandangan hidup tersebut mengandung kosep dasar
berpartisipasi, dan kontrol atas pembangunan serta mengenai kehidupan yang dicita-citakan dan pikiran-pikiran
memperoleh manfaat yang setara dan adil dari pembangunan. mendalam mengenai wujud kehidupan yang lebih baik dalam
Memiliki akses dan partisipasi berarti memiliki peluang atau masyarakat.
kesempatan untuk menggunakan sumber daya dan memiliki
wewenang untuk mengambil keputusan terhadap cara Namun dalam kenyataanya khususnya dalam penerapan
penggunaan dan hasil sumber daya tersebut. hukum adat di Bali masih sangat kontras dengan ketidak
setaraan gender. Hukum adat di Bali sangat kental
Memiliki kontrol berarti memiliki kewenangan penuh untuk dipengaruhi oleh budaya partiharki, dimana di dalam Hukum
mengambil keputusan atas penggunaan dan hasil sumber Adat Bali kedudukan laki-laki dianggap lebih tinggi dari
daya. Sehingga memperoleh manfaat yang sama dari perempuan. Budaya patriarki masih memandang perempuan
pembangunan. lebih rendah dari laki-laki.

Pemahaman keadilan gender sebagai keadilan bagi perempuan Terutama dalam hal perkawinan adanya konsep purusa
dan laki-laki dalam mengisi dan menikmati hasil predana yang dianut oleh Masyarakat Bali sebagai refleksi
pembanguan, dipandang berbeda oleh Perempuan Bali yang dari ajaran Agama Hindu tentang jiwa (purusa) yang identik
sudah terbiasa dengan budaya partiarkhi, di mana Perempuan dengan laki-laki dan material (predana) yang identik dengan
Bali memandang kerja sebagai persembahan (yadnya) perempuan.
sehingga harus dilakukan secara tulus ihklas tanpa
Jurnal Studi Kultural Volume 1 No. 1 Januari 2016 www.an1mage.org 58
Ni Nyoman Rahmawati Perempuan Bali dalam Pergulatan Gender .

Di mana dalam Konsep Hindu jiwa melambangkan keabadian,


materi sebagai sesuatu yag tidak kekal. Hal ini tentunya tidak jadi masalah jika si perempuan
memiliki bekal kemandirian secara finansial, karena dia tidak
Kalau dilihat dari Filsafat Sankhya maka purusa (jiwa) akan pusing dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
sebagai spirit, roh atau rohani, dan Predana disebut sebagai
prakerti (materi/ kebendaan) yang mana kedua unsur (asas) Tapi jika si perempuan sendiri tidak memiliki skill yang
inilah yang membentuk dunia ini (bhuwana agung). cukup maka di sana akan menjadi masalah sehingga besar
kemungkinan akan terjadinya marjinalisasi terhadap si
Tetapi akan sangat keliru jika kemudian konsep predana dan perempuan dari keluarga laki-laki apalagi didukung oleh
prakerti ini diidentikkan dengan laki-laki dan perempuan ketiadaan keberpihakkan suami terhadap istrinya.
dalam kehidupan sosial. Karena pada kenyataannya setiap
manusia dalam Pandangan Hindu disebut bhuwana alit Tidak hanya sampai di situ dalam perkembangan zaman yang
memiliki kedua asas tersebut. semakin modern ternyata belum mampu mengubah
paradigma berpikir Masyarakat Bali secara signifikan,
Kekeliruan dalam merefleksikan pemahaman akan konsep sehingga saat ini banyak keluarga yang hanya memiliki anak
purusa dan pradana dalam wujud laki-laki dan perempuan perempuan terancam putung (tidak memiliki penerus
telah menimbulkan adanya ketimpangan dan ketidakadilan keturunan), hal ini terjadi karena sulitnya bagi laki-laki baik
terhadap perempuan di Bali, terutama dalam adat perkawinan dari dirinya maupun dukungan keluarga yang mau nyentana/
di mana perempuan (predana) dianggap lebih rendah nyeburin (laki-laki setelah menikah menjadi milik keluarga
kedudukannya dari pada laki-laki (purusa), sehingga perempuan).
Perempuan Hindu di Bali sering dikatakan sebagai Pewaris
tanpa warisan. Karena dalam pandangan Masyarakat Bali yang merupakan
bagian dari budaya partiharki dengan menikah nyeburin
Hal ini tentunya sangat terkait dengan pemberlakuan adat (nyentana) laki-laki kehilangan haknya menjadi kepala
istiadat yang mengatur kehidupan Masyarakat Bali yang keluarga (kedudukannya dalam keluarga dianggap lebih
masih belum mencerminkan kesetaraan gender. Di mana rendah dari perempuan).
Perempuan Bali jika sudah menikah dia sepenuhnya menjadi
hak milik laki-laki yang menikahinya dan keluarga pihak laki Budaya Patrilineal khususnya yang memengaruhi Hukum
laki, tanpa adanya banyak perdebatan. Adat Bali menjadi faktor terjadinya diskriminasi terhadap
kaum perempuan di Bali, di mana tidak semua orang tua mau
Bahkan semasih kecil Perempuan Bali sudah dibentuk dan memberikan kesempatan kepada anak perempuannya untuk
dipersiapkan untuk menjadi milik keluarga lain. Begitu juga mengenyam pendidikan yang lebih tinggi dengan argumen
dalam hal pembagian waris bagi siperempuan yang sudah bahwa nantinya anak perempuannya akan menjadi milik
menikah keluar, tentunya namanya pun dihapuskan dari calon orang lain.
penerima warisan di rumahnya sendiri. Dan dalam bayangan
akan mendapatkan warisan dari pihak keluarga laki-laki Hal ini tentunya memicu terjadinya kesenjangan dalam
sesuai hak yang dimiliki suaminya. kehidupan sosial di masyarakat, di mana perempuan selalu
menjadi sosok yang didominasi oleh pihak laki-laki. Keadaan
Tapi dalam kenyataan warisan dari pihak laki-laki adalah ini sangat kontradiktif dengan semangat kesetaraan gender
sepenuhnya menjadi miliki suami yang nantinya akan yang menginginkan kebersamaan dan kesederajatan antara
diwariskan kembali kepada anak laki-laki dalam keluarga itu. laki-laki dan perempuan.

Ketimpangan atau diskriminasi antara laki-laki dan Konklusi


perempuan di Bali juga tercermin dari kata-kata yang dipakai Budaya Patrilineal khususnya yang memengaruhi Hukum Adat Bali
pada saat seorang laki-laki meminang si perempuan yaitu menjadi faktor terjadinya diskriminasi terhadap kaum perempuan di
dengan mengunakan kata ngayahin yang diartikan sebagai Bali.
melayani. Akan beda artinya jika laki-laki pada saat
meminang perempuan dengan menggunakan kata-kata Kekeliruan dalam merefleksikan pemahaman akan konsep purusa
mendampingi yang mencerminkan kedudukan yang setara dan pradana dalam wujud laki-laki dan perempuan dalam
antara suami dan istri. kehidupan sosial di masyarakat telah menimbulkan adanya
ketimpangan dan ketidakadilan terhadap perempuan di Bali,
Hal ini senada dengan ciri-ciri sistem kekerabatan patrilineal terutama dalam adat perkawinan.
yang disampaikan oleh Holleman dan Koentjaraningrat dalam
Sudarta, 2006 [2] sebagai berikut: (1) Hubungan kekerabatan Dimana perempuan (predana) dianggap lebih rendah
diperhitungkan melalui garis keturunan ayah, anak-anak kedudukannya dari pada laki-laki (purusa). Perempuan Bali
menjadi hak ayah; (2) Harta keluarga atau kekayaan orang tua memandang kerja sebagai sebuah persembahan (yadnya) sehingga
diwariskan melalui garis pria; (3) Pengantin baru hidup harus dilakukan secara tulus ihklas tanpa memandang adanya
menetap pada pusat kediaman kerabat suami (adat patrilokal); ketidakseimbangan peran antara laki-laki dan Perempuan.
(4) Pria mempunyai kedudukan yang tinggi dalam kehidupan
masyarakat, dengan perkataan lain perempuan yang telah Perempuan Bali tidak merasa mengalami ketidakadilan gender
kawin (menikah) dianggap memutuskan hubungan dengan karena memaknai setiap perannya sebagai sebuah kewajiban,
keluarganya sendiri, tanpa hak berpindah ke dalam keluarga walaupun sebenarnya Perempuan Bali merasakan beban kerja akibat
suaminya dan tidak akan memiliki hak-hak dan harta benda. ketimpangan peran yang diterimanya
Jurnal Studi Kultural Volume 1 No. 1 Januari 2016 www.an1mage.org 59
Ni Nyoman Rahmawati Perempuan Bali dalam Pergulatan Gender .

Referensi:
[1] Capra.Fritjof. (2004). Titik Balik Peradaban Sains, Masyarakat dan
Kebangkitan Kebudayaan. Yogyakarta:PT Bentang Pustaka.
[2] Sudarta.W. (2006). Pola Pengambilan Keputusan Suami Istri Rumah
Tangga Petani Pada Berbagai Bidang Kehidupan. Kembang Rampai
Perempuan Bali, 65-83.
[3] Maswinara. I Wayan. (2006). Sistem Filsafat Hindu (Sarva Darsana
Samgraha). Surabaya:Paramita.
[4] Pudja Gede. (1977/1978), Manawa Dharma Sastra, Jakarta: Dep.
Agama R.I.
[5] Handayani.T. & Sugiarti. (2008). Konsep dan Teknik Penelitian
Gender. Malang: UMM Press.
[6] Pudja Gede. (1977/1978), Manawa Dharma Sastra, Jakarta: Dep.
Agama R.I.
[7] Wiyani. Diska. Ni Made & Hartati Sri. (2014). Kesetaraan dan
Keadilan Gender dalam Pandangan Perempuan Bali: Studi
Fenomenologis Terhadap Penulis Perempuan Bali. Jurnal Psikologi
Undip Vol 13 No. 2 Oktober, 149-162.
[8] Surpha.I.W.(2006).Seputar Desa Pakraman dan Adat Bali.Denpasar:
Pustaka Bali Post.
[9] Abdulah Irwan. (1997), Sangkan Paran Gender, Pusat Penelitian
[10] Acee Suryadi. Aceep Idris.(2004). Kesetaraan Gender dalam Bidang
Pendidikan. Jakarta: PT Genesindo.
[11] Achmad. Muthiain. (2001). Bias Gender dalam Pendidikan. Surakarta:
UMS.
[12] Elfi Muawanah. (2009). Pendidikan Gender dan Hak Asasi Manusia.
Yogyakarta: TERAS.
[13] Fakih Mansour. (1996). Analisis Gender dan Transformasi Sosial,
Yogyakarta:Pustaka Pelajar.
[14] Giddens. Anthony.(1994). Masyarakat Post-Tradisional, Yogyakarta;
IRCiSoD.
[15] Moh. Roqib. (2003). Pendidikan Perempuan. Yogyakarta: Gama
Media.
[16] Pandit., I Nyoman. (1993), Saracamuscaya., Jakarta;Hanuman Sakti.
[17] Pudja. SH MA. I Gede. (1988), Bhagawadgita. Jakarta: Hanuman
Sakti.
[18] Sri Awati. Ni Made. (1993). Swadharma Ibu Dalam Keluarga Hundu,
Denpasar: Upada Sastra
[19] Sudibya I Gde.(1997).Hindu Budaya Bali Bunga Rampai Pemikiran
Denpasar: PT BP.
[20] Titib. I, Made. (1996). Veda Sabda Suci Pedoman Praktis Kehidupan.

Jurnal Studi Kultural Volume 1 No. 1 Januari 2016 www.an1mage.org 60


www.an1mage.org Jurnal Studi Kultural

Jurnal Studi Kultural Volume 1 No. 1 Januari 2016 www.an1mage.org v

You might also like