Professional Documents
Culture Documents
ISSN: 2477-3492
www.an1mage.org
an1mage@an1mage.org
ISSN: 2477-3492
Editorial
An1mage Jurnal Studi Kultural ini bertujuan untuk memberikan
ruang dan kesempatan bagi peneliti untuk mengkritisi, berfikir
kritis (critical thinking) guna mendekonstruksi segala hal yang
merugikan bagi kehidupan masyarakat secara umum dan
khusus, serta merekontruksinya menjadi lebih baik lagi
diberbagai bidang secara berkelanjutan.
M.S. Gumelar
Redaktur Pelaksana
ISSN: 2477-3492
Daftar Isi
1 Imagologi Mbok Jamu Sebagai Representasi Wanita Etnis Jawa Tradisional dalam Diskursus
Stereotype Citra
I Made Marthana Yusa
7 Dekontruksi Pemikiran Mistis Fritjof Capra dalam Buku Titik Balik Peradaban
Michael Sega Gumelar
12 Reduksi Peran Institusi Pendidikan Universitas Udayana Fakultas Sastra dan Budaya Program Studi
Sastra Inggris sebagai Perpanjangan Tangan Kaum Kapitalis
Lidwina Hana
20 Komodifikasi Buah Mangrove untuk Pemberdayaan Masyarakat Pesisir di Desa Tuban, Kecamatan
Kuta, Kabupaten Badung Bali
Mutria Farhaeni
33 Banjar Laba Nangga, Identifying Stakeholders for Cultural Heritage Management at a Prehistoric
Site in North Bali
Rodney Westerlaken
55 Perempuan Bali dalam Pergulatan Gender (Kajian Budaya, Tradisi, dan Agama Hindu)
Ni Nyoman Rahmawati
Laporan Riset
Imagologi Mbok Jamu Sebagai Representasi Wanita Etnis Jawa
Tradisional dalam Diskursus Stereotype Citra
I Made Marthana Yusa*
STMIK STIKOM Indonesia
Info Artikel
Sejarah artikel: Abstrak
1. Pendahuluan
Eksistensi mbok jamu dan dinamikanya menarik untuk dikaji, baik
dalam diskusi sosial atau budaya, maupun dalam berbagai bingkai
diskursus.
Selain itu, sistem tanda yang membentuk tampilan mbok jamu mencapai 3,49 saat diwisuda. Sutri memutuskan mengisi waktu
dengan bakul gendong dan kebaya Tradisional Jawa-nya luangnya dengan membantu ibunya berjualan jamu.
merepresentasikan mbok jamu sebagai agen budaya dan Tradisi
Jawa. Ibu Sutriyani, Tukilah, sudah 10 tahun berjualan jamu. Namun
karena usia, belakangan ia sering merasa kelelahan bila harus
Namun tidak sedikit juga yang membangun konotasi mbok jamu bersepeda jauh untuk menjajakan jamu buatannya. "Dari zaman
sebagai simbol pembangkit gairah seksual (contoh gambar 1). Hal sekolah, Sutri yang bantu bikin jamu, kadang kulakan juga," timpal
tersebut disebabkan karena banyak produk jamu yang dijual sang ibu di kesempatan yang sama [3].
diperuntukkan untuk meningkatkan kemampuan seksual pria, atau
memperbaiki mutu sensualitas alat reproduksi wanita (salah satu
contoh produknya : Galian Rapet).
3. Imagologi
Dewasa ini, dikenal istilah imagologi untuk mengungkapkan fase
Citra 2. Citra Wahidahtul Janah (Foto:detikNews)
dan tindak lanjut atas usaha untuk memperkenalkan atau
Sumber: http://health.detik.com/read/2015/01/07/195824/2796942/775/kalau-mbok-jamunya membangun pencitraan. Imagologi (imago berarti imaji atau citra
secantik-ini-yakin-masih-tak-suka-minum-jamu
dan logos berarti ilmu atau kebenaran) adalah istilah sentral yang
Lain lagi cerita Wanita Jawa lainnya bernama Sutriyani, gadis asal digunakan untuk menjelaskan ilmu tentang citra atau imaji di
Dusun Samen RT 01 Sumbermulyo Bambanglipuro Bantul (Citra dalam masyarakat informasi serta peran sentral teknologi informasi
3). Sekilas tak ada yang istimewa dengannya, namun ternyata dia dalam membentuk citra tersebut.
bukanlah sembarang penjual jamu.
Dari perkembangan teknologi pencitraan mutakhir, imagologi terus
Sebab penjual jamu yang satu ini mengantongi ijazah sarjana. bergaung sebagaimana keinginan agar sampai pada hasrat yang
Gadis yang akrab disapa Sutri itu adalah lulusan FKIP, Jurusan dituju, seperti radio, televisi, video, internet, surveillance, satelit,
Pendidikan Fisika, Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa (UST) dan realitas virtual yang menciptakan suatu dunia yang di
Yogyakarta. Bahkan ia berhasil menyelesaikan kuliahnya hanya dalamnya aspek kehidupan setiap orang sangat bergantung pada
dalam kurun 3,5 tahun dengan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) dunia citraan. Penggunaan citra-citra tertentu untuk menciptakan
imaji tentang realitas yang pada titik tertentu dianggap merupakan Tidak sekali-dua bisa disimak bersama via media massa (cetak
realitas itu sendiri merupakan sasaran dari imagologi. Padahal, maupun elektronik) ada wanita sebagai bandar judi, pengedar
semuanya tak lebih dari sebuah fatamorgana dan fantasmagoria [4] narkoba, penjaja seks komersial (PSK), bahkan sekaligus
menjadi germonya, bintang film porno yang mengundang pro
4. Wanita Jawa dalam Balutan Citra Mbok Jamu kontra secara meluas di dalam masyarakat. Dalam
Pelopor jamu, Nyonya Meneer, kelahiran Sidoarjo tahun 1895 hubungannya dengan tulisan ini, ditemukan ada mbok jamu
terlahir sebagai Lauw Ping Nio. Seperti Warga China pada saat itu, yang menjajakan seks juga. Penjaja seks berbalut seragam
ke-Jawa-annya sangat kental, menutupi Etnisitas Cina-nya. mbok jamu.
Tampilan portrait-nya sebagai merk dagang Produk Jamu Nyonya
Meneer terlihat "sangat Jawa." Pada portrait itu (Citra 4) terlihat Disadari bersama bahwa berkat sifat-sifat, keyakinan, dan
Nyonya Meneer menggunakan sanggul dan Kebaya Khas Jawa semangatnya, Sosok Kartini telah ditampilkan sebagai potret
(sesungguhnya Kebaya Jawa ini pada awalnya berasal dari China). wanita ideal yang patut dicontoh, baik sifat maupun
perilakunya. Apalagi ia kini telah diangkat sebagai pahlawan
nasional. Selain itu, Kartini menggambarkan Sosok Wanita
Jawa yang telah menampilkan dirinya sebagai wanita yang
berkepribadian agung (a woman with a great personality).
Citra 4. Portret Nyonya Meneer pada merk dagang produk Jamu-nya Stereotip Wanita Jawa yang mempunyai sifat-sifat nrimo,
sumber : http://mungkopas.blogspot.co.id/2012/12/nyonya-meneer-pengusaha-jamu-jawa.html
sabar, pasrah, halus, setia dan berbakti ternyata masih
Dewasa ini, kalau diamati tentang sepak terjang Wanita Jawa merupakan gambaran ideal mengenai Wanita Jawa pada
sungguh tidak mudah untuk mencapai pengertian yang bulat umumnya. Secara obyektif, bagi Wanita Jawa masa kini,
mengenai bagaimana sebenarnya pribadi Wanita Jawa pada masa gambaran tersebut rasanya tidak sesuai lagi dengan cara mereka
kini. Mengapa demikian? Adalah suatu kenyataan bahwa sejak sekarang menampilkan dirinya di tengah-tengah masyarakat.
tahun 70-an, Wanita Jawa telah menampilkan dirinya dengan
berbagai cara. Dalam berbagai peran yang diisinya, Wanita Jawa dapat
menunjukkan sikap yang tegas, berinisiatif, malahan tidak
Dalam mengisi berbagai kegiatan di arena sosial, mereka kalah tangkas dari kaum pria. Ia pun berani menolak sesuatu
menunjukkan berbagai sifat dan sikap terhadap problematik yang bila tidak sesuai dengan pandangannya (tidak nrimo dan pasrah
dihadapi, di antaranya peran sebagai ibu, isteri, wanita karir - lagi). Ia juga tidak segan-segan mengutarakan pendapatnya
mbok jamu termasuk dalam kategori ini, dan sebagai warga bilamana dipandang perlu [5].
masyarakat. Tidak jarang, berbagai kegiatan yang dilakukan
wanita mengundang komentar dari banyak pihak: Kartini tentu Sampai sekarang pun, secara implisit masih ada tuntutan agar
sangat bangga bila ia melihat apa yang telah dicapai oleh Wanita wanita senantiasa menggunakan tutur kata (bahasa) yang halus,
Indonesia pada masa kini. dan bersikap lemah lembut karena sikap yang kasar lebih
pantas bagi anak laki-laki (kaum pria). Kita bisa melihat
Tentu tidak menutup mata realita yang ada menunjukkan betapa tingkah polah laku ini pada kebanyakan mbok jamu yang tetap
hebatnya prestasi yang berhasil diraih dan diukir oleh para wanita memperhatikan kehalusan tutur kata.
di negeri tercinta ini.
Memang dalam Keluarga Jawa pada umumnya lebih protektif
Mulai dari keberhasilan/kesuksesan di dunia enterpreneur pada anak perempuan daripada anak laki-laki, bahkan seakan
(wirausaha), karyawati sebuah perusahaan top dengan penghasilan tidak memberi peluang anak perempuan untuk berdikari. Ini
yang begitu menggiurkan, artis, selebritis, atlet di tingkat dunia membuktikan bahwa dalam diri seorang wanita sejak semula
yang mengharumkan nama bangsa dan negara seperti Susi Susanti, memang sudah ditanamkan pengertian agar ia mau
eksekutif, birokrat, menteri, bahkan sampai jabatan tertinggi di menunjukkan sikap conform terhadap aturan-aturan yang
republik ini (presiden) juga diamanahkan oleh seluruh rakyat berlaku.
Indonesia kepada seorang wanita, yakni Ibu Megawati
Soekarnoputri. Adalah pantang bagi seorang gadis bepergian sendiri, tanpa ada
laki-laki yang mengawalnya. Ketentuan ini pun harus dimaknai
Sebaliknya, Kartini pun akan sedih dan merana andai saja sempat kembali, dan memang harus dilihat dan disesuaikan dengan
menyaksikan kiprah segelintir kaum wanita yang melanggar adat situasi kondisi yang ada. Harus diingat bahwa mobilitas kaum
kesopanan dan nilai-nilai atau norma-norma yang telah kita wanita sekarang ini tidak kalah dengan kaum pria, baik pelajar,
sepakati bersama dalam pergaulan hidup di masyarakat. karyawan, maupun mereka yang berwirausaha, semuanya
dituntut serba praktis.
Mbok jamu adalah anomali dari adat tersebut. Dalam Namun Sido Muncul tidak lantas diam dengan anggapan tersebut.
kebersahajaannya, mbok jamu sebenarnya tampil sebagai sosok Jamu yang pertama kali diproduksi skala pabrik di tahun 1951 itu
feminis yang tanpa takut bepergian sendiri, tanpa ditemani laki mengalami transformasi sedemikian rupa. Jamu yang awalnya
laki dalam menjajakan jamunya, namun tetap berbentuk tablet bulat hitam, berubah menjadi serbuk. Kemudian
merepresentasikan Tradisi Jawa dalam setelan pakaian dan dikembangkan lagi dalam bentuk cair seperti yang biasa kita
caranya bertutur menjajakan jamunya. konsumsi sekarang ini[1].
Tidak dapat dipungkiri bahwa di kalangan Keluarga Jawa, terutama Usaha menaikkan level jamu dilakukan juga melalui perubahan
dalam diri seorang wanita, semenjak usia yang relatif muda sudah strategi komunikasi pemasaran dengan target market menengah ke
mulai dikembangkan dasar-dasar sifat agar ia setia dan berbakti atas. Melalui jargon 'Orang Pintar Minum Tolak Angin' juga
kepada orangtua, juga terhadap suami dan keluarga ketika wanita endorser dari kalangan selebritis yang mewakili target market
sudah kawin. Ada ungkapan yang lazim didengar, yakni wanita tersebut Tolak Angin berhasil membawa nama jamu naik kelas.
diposisikan sebagai konco wingking. Ini pun perlu diredifinisi dan
reinterpretasi supaya tidak menimbulkan salah penafsiran. Beberapa artis dan tokoh yang pernah menjadi endorser Tolak
Sesungguhnya bagi kaum pria, wanita (istri) merupakan partner, Angin adalah Lula Kamal, Agnes Monica, Rhenald Kasali, Sophia
bersama-sama menjalani pahit getirnya hidup berumah tangga. Latjuba, Soebroto Laras, Anggito Abimanyu, hingga menteri
BUMN, Dahlan Iskan juga tak luput dari strategi pemasaran Tolak
Bisa jadi konco wingking di sini lebih pas kalau dikonotasikan Angin.
sebagai mitra karena istri adalah ratu rumah tangga, dialah yang
mengatur ekonomi keluarga. Sosok mbok jamu merupakan Di sisi lain, Tolak Angin juga mengedukasi masyarakat untuk
metafora ratu rumah tangga ini. Kisah mbok jamu bernama Sutri beralih ke obat herbal melalui tampilan TVC yang menonjolkan
[3] merepresentasikan pahlawan ekonomi bagi keluarganya. hasil uji ilmiah Tolak Angin untuk dapat masuk ke logika
Budayawan dan penyair mbeling, Emha Ainun Najib bahkan akademisi. Selain itu, pendekatan lain juga dilakukan melalui
pernah melontarkan statement secara berkelakar mengenai seminar dengan Ikatan Dokter Indonesia (IDI).
keunggulan wanita atas pria.
6. Mbok Jamu dalam Budaya Populer
Secara etimologis, perempuan berasal dari kata empu, wanita (wani Citra mbok jamu sebagai representasi icon feminis sering tampil
noto), artinya berani menata atau mengatur. Jelas dari sini bahwa dalam ruang diskusi dan ruang media massa dengan berbagai
sesungguhnya wanita punya kedudukan sosial yang luhur. Di mata wacana yang diperbincangkan. Mbok jamu juga representasi
Emha, perempuan jauh lebih hebat dan perkasa daripada laki-laki, budaya Populer Jawa karena keotentikan identitas khas yang dapat
sehingga Tuhan menakdirkan wanita untuk bersakit-sakit dilihat dari setelan pakaiannya, ataupun khasiat jamu yang
mengandung dan melahirkan anak. Akan tetapi, dengan dijajakannya sangat dekat dengan keseharian masyarakat,
kehalusannya, dengan kepintarannya, perempuan memilih khususnya Masyarakat Jawa.
bersembunyi di balik kesombongan dan kepongahan laki-laki[3].
Dinamika representasi mbok jamu menarik untuk dicermati, baik
Ada satu ciri yang membedakan Wanita Jawa masa kini, dari era dalam sosok (bisa wanita muda hingga wanita paruh baya),
Kartini, mereka ingin, bersedia, boleh, bahkan diharapkan dapat tampilan (dari Wanita Tradisional Jawa, Wanita Muslimah Jawa)
mengisi dua peranan (roles). Di dalam rumah sebagai ibu dan istri, hingga representasi Wanita Jawa modern dengan berbagai atribut
sedangkan peranan lain di luar rumah. jamu modern-nya (Citra 5).
Citra 6. Representasi mbok jamu sebagai masyarakat golongan kelas ekonomi menengah
Sumber: http://foto.tempo.co/read/beritafoto/17569/Mbok-Jamu-Gendong-Gelar-Aksi-Dukung Citra 8. Seni Patung Mbok Jamu karya Irine Lui
Jokowi-JK/6 Sumber: http://annual.cofa.unsw.edu.au/2012/graduates/1027/irine-lui/10594?category=ceramics
Laporan Riset
Dekonstruksi Pemikiran Mistis Fritjof Capra dalam Buku Titik Balik Peradaban
Dekonstruksi ini diperlukan dalam mengungkap pemikiran mistis Friftjof Capra yang terjebak kembali ke pola pikir lama
Kata Kunci:
yaitu when you don't know anything about anything god knows yaitu bila kita tidak mengetahui sesuatu tuhan tahu
Fritjop
Dekonstruksi
semuanya.
Capra
Mistis
Intuisi
2016 Komunitas Studi Kultural Indonesia. Diterbitkan oleh An1mage. All rights reserved.
1. Pendahuluan Alam semesta tidak lagi dipandang sebagai sebuah mesin, yang
Fritjof Capra dalam bukunya berjudul Titik Balik Peradaban tersusun atas sekumpulan objek yang terpisah, melainkan sebagai
sebuah keseluruhan yang harmonis yang tidak bisa dipisah-pisahkan;
Sains, Masyarakat dan Kebangkitan Kebudayaan yang suatu jaringan hubungan dinamis yang meliputi manusia pengamat
diterjemahkan oleh M.Thoyibi dan diterbitkan oleh Bentang dan kesadarannya dengan cara yang sangat esensial.
Pustaka dalam bab satu dengan bahasan Gelombang yang
Kenyataan bahwa fisika modern, manifestasi dari spesialisasi ekstrem
Berbalik memberikan gambaran betapa kacaunya ilmu
dari pikiran rasional, kini tengah berhubungan dengan mistisisme,
pengetahuan yang mengakibatkan terjadinya potensi perang nuklir esensi dari agama dan manifestasi dari spesialisasi ekstrem pikiran
dan musnahnya manusia karena pengetahuan, ilmu pengetahuan intuitif, dengan begitu indahnya menunjukkan hakikat modus
dan teknologi. kesadaran rasional dan intuitif yang merupakan kesatuan dan saling
melengkapi.
Fritjof Capra dalam bukunya tersebut membahas perlunya manusia Dari hasil karya pemikiran Fritjof Capra berupa informasi yang
kembali melihat potensi bahaya ilmu pengetahuan yang cenderung tertulis secara eksplisit sekaligus implisit bahwa kita harus kembali
dianggap membuat kacau tersebut agar kita bijaksana, buku kepada mistis yang sudah jelas dibawa oleh ajaran agama yang
tersebut mengajak pembaca melihat solusi dari sisi mistis, bahkan mengutamakan Tuhan sebagai jawaban dari segalanya dalam buku
menyarankan menggunakan salah satu pemikiran dari negeri China Titik Balik Peradaban-Sains, Masyarakat dan Kebangkitan
yaitu Yin dan Yang. Kebudayaan yang diterjemahkan oleh M.Thoyibi Gelombang
yang Berbalik tersebut justru akan membawa manusia kembali ke
Namun Fritjof Capra menempatkan pemahaman Yin dan Yang zaman masa lalu yaitu kembali pada kepercayaan mistis [1].
menurut versinya sendiri. Fritjof Capra menempatkan Yang sebagai
pengetahuan, ilmu pengetahuan dan teknologi dari Barat yang
2. Dekonstruksi
cenderung mengutamakan logika dan sangat patriarki sedangkan Ada tiga kalimat kunci dari pernyataan Fritjof Capra dalam kalimat
Yin yang seharusnya diwujudkan pula sebagai penyeimbang, tersebut yaitu kata mistis, mistisisme dan intuitif. Mari kita
ternyata digunakan sebagai alat bukan sebagai ilmu pengetahuan amati dan cermati apa arti dari kata mistis sesungguhnya. Kata
dari Timur tetapi menjadi wujud berupa pemahaman mistis. mistis merupakan kata sifat dari mistik.
Hal ini terlihat sangat jelas pada bahasan Gelombang yang Mistis artinya bersifat mistik. Kini arti mistik itu apa? Mistik
Berbalik di halaman ke 37 di paragraph ke dua tertulis: menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yang dapat
Namun demikian, pada abad kedua puluh fisika telah melewati
beberapa revolusi konseptual yang jelas mengungkapkan batas-batas diakses secara online di http://kbbi.web.id. Mistik adalah subsistem
pandangan dunia mekanistik dan menuju ke arah pandangan dunia yang ada dalam hampir semua agama dan sistem religi untuk
ekologis organik yang menunjukkan banyak kesamaan dengan memenuhi hasrat manusia mengalami dan merasakan emosi bersatu
pandangan mistik sepanjang zaman dan dalam semua tradisi.
dengan Tuhan; tasawuf; suluk [2].
Peneliti koresponden: Program Studi Digital Communication, www.surya.ac.id, Bumi Jati Elok
Blok A5 Nomor 2 Jalan Raya Parung Panjang, Legok, Tangerang, Banten, Indonesia 16826 Mobile:
+62818966667 E-mail: ms.gumelar@gmail.com.
Jurnal Studi Kultural Volume INo. 1 Januari 2016 www.an1mage.org 7
Michael Sega Gumelar Dekonstruksi Pemikiran Mistis Fritjop Capra .
Kemudian menurut Kamus Merriam Webster yang dapat diakses Memiliki pengetahuan (knowledge) belum tentu memiliki ilmu
secara online juga di http://www.merriam-webster.com/. Mystic: pengetahuan. Ilmu pengetahuan dalam Bahasa Inggris-nya adalah
spiritual knowledge through prayer and deep thought: someone science, diserap ke dalam Bahasa Indonesia menjadi sains. Science
who practices mysticism. Yang berarti pengetahuan spiritual dalam Bahasa Yunani-nya adalah , epistmi.
melalui doa dan pemikiran mendalam sesorang yang
mempraktekkan kepercayaan mistis [3]. Ilmu pengetahuan artinya menurut KBBI adalah pengetahuan
sistematis yang diperoleh dari sesuatu observasi, penelitian, dan uji
Menurut Dictionary Reference yang dapat juga diakses online di coba yang mengarah pada penentuan sifat dasar atau prinsip
http://dictionary.reference.com. Mystic: believes in the possibility sesuatu yang sedang diselidiki, dipelajari, dan sebagainya. Jadi
of attaining, insight into mysteries transcending ordinary human ilmu pengetahuan adalah mengetahui secara detil di dalam suatu
knowledge, as by direct communication with the divine or bidang ilmu secara spesifik [2].
immediate intuition in a state of spiritual ecstasy.
Penulis memberikan contoh yaitu bila seorang manusia mengetahui
Yang berarti kepercayaan dalam kemungkinan mencapai, adanya komputer, maka mengetahui adanya komputer itu disebut
memandang ke dalam suatu misteri melebihi pengetahuan manusia, sebagai pengetahuan.
melalui komunikasi langsung dengan Sang Agung atau intuisi
langsung saat mengalami kesurupan (trance) [4]. Tetapi bisakah manusia tersebut membuat komputer? Bila manusia
tersebut sampai mampu membuat komputer, mampu membuat
Kemudian dari penjelasan tersebut di atas kita mengarah pada kata komputer ini disebut sebagai ilmu pengetahuan.
mistisme yang berarti mengarah pada kepercayaan dan ajaran
yang menyatakan bahwa ada hal-hal yang tidak terjangkau oleh Kini kita bahas secara logika apa itu mistis? Dari penjelasan
akal manusia karena terbatas kemampuannya, tentang Tuhan dan penulis di bahasan dua yaitu dekonstruksi. Definisi kata dari
ketuhanan. berbagai kamus secara eksplisit menyatakan bahwa mistis adalah
segala hal yang berkaitan dengan mistik.
Kini kata berikutnya adalah intuitif. Intuitif memiliki arti bersifat
(secara) intuisi, berdasar bisikan (gerak) hati. Kini apa itu intuisi? Mistik itu sendiri akhirnya penulis rangkum dan definisikan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) sendiri. Mistik adalah sebagai segala hal perbuatan untuk
http://kbbi.web.id/. Intuisi adalah daya atau kemampuan dibaktikan, memuja, memperjuangkan segala sesuatu untuk dan
mengetahui atau memahami sesuatu tanpa dipikirkan atau atas nama Tuhan bagi pelakunya untuk mendapatkan apa yang
dipelajari; bisikan hati; gerak hati [2]. dijanjikan Tuhan dalam kepercayaan tersebut.
Menurut kamus merriam-webster http://www.merriam Dalam hal ini cenderung semua kepercayaan bagi pemeluknya
webster.com/. Intuition: a natural ability or power that makes it imbalannya adalah surga (kesenangan abadi) dan kalau bisa tidak
possible to know something without any proof or evidence: a masuk neraka (siksa abadi), imbalannya yang baik bagi berbagai
feeling that guides a person to act a certain way without fully agama kurang lebih setara dengan surga, demikian juga imbalan
understanding why: something that is known or understood without yang buruknya setara dengan neraka dengan berbagai versinya.
proofor evidence.
Sistem kepercayaan, ajaran dan pemikiran melakukan mistik secara
Yang artinya intuisi adalah kemampuan alami yang memungkinkan individu dan atau kelompok disebut mistisisme.
seseorang mengetahui tanpa bukti: suatu perasaan yang
membimbing seseorang tanpa melakukan sesuatu tanpa mengerti Mari kita lihat hasil dari pemikiran mistik adalah mencakup agama
benar mengapa: sesuatu yang diketahui tanpa bukti [3]. (sistem kepercayaan), Tuhan dan takwa (ritual) yaitu praktek
penyembahan (upacara). Mari kita lihat hasil dari kepercayaan
3. Diskusi yaitu agama.
Dari pemahaman yang umum dan cara berpikir umum
menggunakan kamus umum dan bukan kamus yang spesifik dari Agama adalah satu penyebab peperangan. Berbeda agama, maka
ilmu tertentu. Pemahaman Fritjof Capra tentang diperlukannya konflik dapat terjadi dan dapat menyulut peperangan sehingga
kepercayaan mistik dalam pengetahuan, ilmu pengetahuan dan mengakibatkan banyak korban di kalangan pemeluk agama yang
teknologi sudah dapat dimentahkan dan didekonstruksi. berperang di dalamnya, sejarah banyak mencatat beragam
peperangan karena faktor agama ini.
Dalam cara berpikir untuk menghasilkan suatu pemikiran muncul
kata yang disebut dengan nama logis (logic). Logis artinya sesuai Agama menjadi faktor peperangan karena terjadinya perbedaan
dengan logika (logical). Tuhan yang disembah, bahkan nama Tuhannya juga berbeda.
Apa itu logika? Logika dari Bahasa Yunani , logike yaitu Seandainya nama Tuhannya sama, tetapi orang sebagai penerima
cabang filosofi yang membahas penggunaan dan pembelajaran kitab suci juga orang yang berbeda maka bila seseorang tidak
alasan secara runut dan tidak dapat dibantah (valid reason) [5]. mengikuti pembawa kitab suci yang tersebut, maka orang tersebut
tidak akan terselamatkan, demikian juga pengikut kitab suci
Logika berhubungan dengan pengetahuan. Pengetahuan dari kata lainnya melakukan hal yang sama. Jadi peperangan terus berlanjut.
Bahasa Yunani , gnsi yang diserap menjadi knowledge
dalam Bahasa Inggris. Knowledge artinya mengetahui tentang Kini penulis bahas apa itu intuisi. Menurut KBBI, Intuisi adalah
sesuatu dan menjadi kata benda pengetahuan [5]. daya atau kemampuan mengetahui atau memahami sesuatu tanpa
dipikirkan atau dipelajari; bisikan hati; gerak hati [2]. Bagaimana
Jurnal Studi Kultural Volume I No. 1 Januari 2016 www.an1mage.org 8
Michael Sega Gumelar Dekonstruksi Pemikiran Mistis Fritjop Capra .
mengetahui sesuatu tanpa dipikirkan? Bisikan hati? Apakah hati terobosan dan pencerahannya sehingga sedikit banyak menjadi
dapat berbisik seperti manusia? berdampak buruk pada masyarakatnya, stagnan (tidak berjalan
maju) dan tidak menemukan jalan untuk keluar dari konsekuensi
Menurut kamus KBBI pula, hati adalah organ badan yang berwarna logis (implikasi) yang telah diambilnya.
kemerah-merahan di bagian kanan atas rongga perut, gunanya
untuk mengambil sari-sari makanan di dalam darah dan Sehingga orang-orang yang mempercayai hal-hal mistik kemudian
menghasilkan empedu [2]. seakan menemukan pencerahan dan kemudian dijadikan
pembenaran. Kata-kata umum dan klasik tersebut adalah when
Dari situ kita semua tahu hati bukanlah tempat menyimpan you don't know anything about anything god knows yang artinya
pengalaman dan direkam sebagai memory yang dapat disimpan di saat kamu tidak tahu tentang segala sesuatu Tuhan tahu.
otak, dan karena hati bukanlah otak, maka hati tidak dapat
menghasilkan pikiran seperti otak. Jadi jelas, hati tidak dapat Salah satu yang mempercayai hal tersebut adalah Fritjof Capra,
berpikir dan atau dalam bahasa semiotics (simbol) dengan kata yaitu dengan pemahaman mistik dan intuisinya. Di dalam
berbisik. pemikirannya yang dituangkan dibukunya sangat menekankan
bahwa manusia dengan teknologinya menjadi rakus, buruk, jahat
Kemudian intuisi versi kamus berikut merriam-webster dan dapat memusnahkan manusia.
http://www.merriam-webster.com/. Intuition: a natural ability or
power that makes it possible to know something without any proof Padahal itu semua hanya alat, tetapi sebenarnya yang buruk, jahat
or evidence: a feeling that guides a person to act a certain way dan tidak pedulian adalah orangnya yang mempercayai suatu
without fully understanding why: something that is known or kepercayaan, misalnya percaya pada hal mistik dan intuisi.
understood without proofor evidence.
Kini sebelum membahasa lebih jauh lagi, penulis mengutip lirik
Yang artinya Intuisi adalah kemampuan alami yang Imagine hasil karya penyanyi terkenal yaitu John Lennon.
memungkinkan seseorang mengetahui tanpa bukti: suatu perasaan
yang membimbing seseorang tanpa melakukan sesuatu tanpa "Imagine"
mengerti benar mengapa: sesuatu yang diketahui tanpa bukti [3].
Imagine there's no heaven
Bagaimana mengetahui sesuatu tanpa bukti? Bila seseorang tidak It's easy if you try
melakukan tindak korupsi lalu dijebloskan ke penjara karena ada No hell below us
Above us only sky
intuisi bahwa dia telah melakukan korupsi? Apakah itu tidak
Imagine all the people
disebut dengan nama fitnah?
Living for today...
Bila memang begitu, apakah semua orang yang menggunakan Imagine theres no country
intuisinya sama dengan tukang fitnah yang sangat mahir? Intuisi It isn't hard to do
menjadi sama saja dengan mengacaukan semuanya bukan? Lalu Nothing to kill or diefor
apa yang dapat dipegang dari intuisi? And no religion too
Imagine all the people
Living life in peace...
Penulis membawa pembaca ke masa lalu. Yaitu pada saat kita suci
dalam suatu agama memahami alam ini sangat geosentris yaitu You may say I'm a dreamer
berkenaan dengan pemikiran bahwa bumi dianggap sebagai pusat But I'm not the only one
alam semesta dan berbentuk datar (flat); hal ini terjadi di masa I hope someday you'll join us
hidupnya Nicolaus Copernicus [5]. And the world will be as one
Tetapi yang terjadi? Kenyataannya masih banyak orang-orang di Dari kutipan tersebut bila dikaitkan dengan saran Fritjof Capra agar
masa kini yang masih mempercayai yang sudah jelas terbantahnya kita kembali ke mistik dan intuisi. Apakah Fritjof Capra tidak sadar
pemahaman geosentris yang katanya ilmu dari Tuhan yang tertulis bahwa mistik yang melahirkan Tuhan dan agama juga sebenarnya
di kitab suci tersebut sebagai suatu kebenaran bukan? Jadi di masa penyebab adanya perlombaan senjata?
kini pun orang-orang yang percaya kekuatan mistik dan instuisi
masih banyak. Kekuatiran terhadap dominasi agama lain salah satunya karena
manusia yang percaya mistik yang akhirnya ada potensi
Kepercayaan terhadap hal-hal mistik selalu menguat kembali dan menggunakan senjata nuklir.
terjadi pada saat manusia menemukan titik pengetahuan, ilmu
pengetahuan dan teknologi yang dianggap mulai melambat dalam
Jurnal Studi Kultural Volume I No. 1 Januari 2016 www.an1mage.org 9
Michael Sega Gumelar Dekonstruksi Pemikiran Mistis Fritjop Capra .
Referensi
[1] Capra, Fritjof. (1997). Titik Balik Peradaban Sains, Masyarakat dan
Kebangkitan Kebudayaan.
[2] KBBI. http://kbbi.web.id.
[3] Webster, Merriam. http://www.merriam-webster.com
[4] Dictionary Reference. http://dictionary.reference.com.
[5] Wikipedia. https://en.wikipedia.org/
[6] Lennon, John. (1971). Imagine.
[7] Nietzsche, Friedrich. (1882). Die frhliche Wissenschaft. 108 (New
Struggles), 125 (The Madman),
[8] Ultima, Angel. (2005). Angel Michaels Ultima Dream.
Laporan Riset
Reduksi Peran Institusi Pendidikan Universitas Udayana Fakultas Sastra dan Budaya
Program Studi Sastra Inggris sebagai Perpanjangan Tangan Kaum Kapitalis
Lidwina Hana*
An1mage/Universitas Udayana
Universitas Udayana
Studi Meski banyak pihak yang menempatkan BCCT sebagai pihak yang harus disalahkan karena melarikan uang dan
melakukan pembatalan secara sepihak namun penelitian ini akan lebih menyoroti kebijakan Universitas Udayana,
Tur khususnya Fakultas Sastra dan Budaya Program Studi Sastra Inggris terkait kebijakannya mengenai studi tur yakni untuk
Kapitalis
membongkar apakah kebijakan tersebut memang benar-benar sesuai dengan ideologi pendidikan atau justru lebih
condong ke ideologi kapitalisme.
2016 Komunitas Studi Kultural Indonesia. Diterbitkan oleh An1mage. All rights reserved.
1. Pendahuluan Program studi tur dicanangkan, dan sebagai syarat untuk persiapan
Studi tur pada dasarnya merupakan pembelajaran yang dilakukan di skripsi. Program ini kami siapkan untuk angkatan 2012 yang akan
luar kelas dengan masih memperhatikan hubungannya dengan segera menempuh skripsi. Menurut Mas, tujuan studi tur ini positif,
bahan pelajaran. Namun yang kerap kali terjadi adalah sisi yakni untuk memberi pengalaman pada para mahasiswa jurusan
rekreasinya yang lebih ditonjolkan. Penentuan area studi tur juga Sastra Inggris dan berguna juga dalam mempertahankan akreditasi
sering kali didasarkan pada prestige bukan ke tempat yang sesuai jurusan [1].
dengan tujuan studi tur.
Oleh karenanya penelitian ini mempertanyakan apakah studi tur
Dalam banyak kasus mahasiswa tidak mengunjungi tempat-tempat memang sesuai dengan ideologi tridharma perguruan tinggi dan
yang sesuai dengan semangat pendidikan. Studi tur yang mengacu pada standar nasional pendidikan, atau sudah beralih
seharusnya memiliki esensi utama sebagai pembelajaran malah fungsi dan dimotori oleh ideologi lain?
mengalami pergeseran menjadi kegiatan rekreasi belaka.
2. Telaah Pustaka
Yang lebih menyedihkannya lagi, studi tur yang acap kali berbiaya Ada dua berita yang akan dikaji dalam penelitian ini berasal dari
mahal, bahkan melebihi Uang Kuliah Tunggal (UKT) ini Tribun Bali. Judul berita tersebut adalah Tur ke Singapura Itu
dipaksakan pada mahasiswa, di masukkan dalam Satuan Kredit Sebagai Prasyarat Skripsi yang terbit pada tanggal 21 Oktober
Semester (SKS) bahkan dicanangkan menjadi prasyarat untuk 2015 dan Dituntut Kembalikan Uang Mahasiswa, Ini Jawaban
skripsi seperti yang dialami Mahasiswa Tingkat Akhir Universitas Kaprodi Sastra Inggris Unud yang terbit pada tanggal 22 Oktober
Udayana Program Studi Sastra Inggris. 2015.
Menurut Ni Luh Ketut Mas Indrawati, Ketua Program Studi Pada berita Tur ke Singapura Itu Sebagai Prasyarat Skripsi
(Kaprodi) Sastra Inggris Universita Udayana (Unud), studi tur dijelaskan bahwa program studi tur ini baru dicanangkan, dan
merupakan agenda program studi (Prodi) karena tidak ada sebagai syarat untuk persiapan skripsi. Program ini disiapkan untuk
kebijakan resmi dari pihak universitas maupun fakultas sastra dan angkatan 2012 yang akan segera menempuh skripsi.
budaya yang mengharuskan adanya studi tur itu sebagai prasyarat
untuk menempuh program skripsi. Studi tur merupakan agenda prodi karena tidak ada kebijakan resmi
dari pihak universitas maupun Fakultas Sastra dan Budaya yang
mengharuskan adanya studi tur itu sebagai prasyarat untuk
menempuh program skripsi.
Peneliti koresponden: An1mage | Universitas Udayana. Kampus Bukit Jimbaran, Badung-Bali
80361 Mobile: +6285814894988 | E-mail: lidwinahana@gmail.com
3. Metode
Menggunakan Metode Analisis Wacana Kritis, analisis difokuskan
pada aspek kebahasaan dan konteks-konteks yang terkait dengan
aspek tersebut. Konteks disini dapat berarti bahwa aspek
kebahasaan tersebut digunakan untuk tujuan dan praktik tertentu.
Sementara pada STANDAR 7 MENGENAI PENELITIAN, Singapura. Universal Studios Singapore adalah taman rekreasi
PELAYANAN/ PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT, bertema (themed park) yang lokasinya di dalam Area Resort World
DAN KERJASAMA, disebutkan Program studi memiliki akses Sentosa dengan tiket masuk sekitar 70 SGD.
untuk menggunakan sumber daya guna mendukung kegiatan
penelitian, pelayanan/pengabdian kepada masyarakat, dan
kerjasama (Kegiatan kerjasama dengan institusi di dalam dan di
luar negeri dalam tiga tahun terakhir).
5.Konklusi
Pemilihan Singapura sebagai Destinasi Studi Tur Mahasiswa Sastra
Inggris Unud dititikberatkan pada prestige (gengsi). Dari jadwal
studi tur dapat disimpulkan bahwa kegiatan ini lebih banyak
ditujukan untuk mengunjungi tempat-tempat rekreasi.
Referensi
[1] bali.tribunnews.com/2015/10/22/dituntut-kembalikan-uang
mahasiswa-ini-jawaban-kaprodi-sastra-inggris-unud
[2] bali.tribunnews.com/2015/10/21/tur-ke-singapura-itu-sebagai
prasyarat skripsi
[3] Chris, Barker. (2000). Cultural Studies: Theory and Practice. London:
Sage.
[4] ban-pt.kemdiknas.go.id/download-program-studi
[5] www.lasalle.edu.sg
[6] www.yourSingapura.com/id_id/about-Singapura/traveller
information/Singapura-travel-details.html
Laporan Riset
Reduksi Peran Institusi Pendidikan Universitas Udayana Fakultas Sastra dan Budaya
Program Studi Sastra Inggris sebagai Perpanjangan Tangan Kaum Kapitalis
Lidwina Hana*
An1mage/Universitas Udayana
Universitas Udayana
Studi Meski banyak pihak yang menempatkan BCCT sebagai pihak yang harus disalahkan karena melarikan uang dan
melakukan pembatalan secara sepihak namun penelitian ini akan lebih menyoroti kebijakan Universitas Udayana,
Tur khususnya Fakultas Sastra dan Budaya Program Studi Sastra Inggris terkait kebijakannya mengenai studi tur yakni untuk
Kapitalis
membongkar apakah kebijakan tersebut memang benar-benar sesuai dengan ideologi pendidikan atau justru lebih
condong ke ideologi kapitalisme.
2016 Komunitas Studi Kultural Indonesia. Diterbitkan oleh An1mage. All rights reserved.
1. Pendahuluan Program studi tur dicanangkan, dan sebagai syarat untuk persiapan
Studi tur pada dasarnya merupakan pembelajaran yang dilakukan di skripsi. Program ini kami siapkan untuk angkatan 2012 yang akan
luar kelas dengan masih memperhatikan hubungannya dengan segera menempuh skripsi. Menurut Mas, tujuan studi tur ini positif,
bahan pelajaran. Namun yang kerap kali terjadi adalah sisi yakni untuk memberi pengalaman pada para mahasiswa jurusan
rekreasinya yang lebih ditonjolkan. Penentuan area studi tur juga Sastra Inggris dan berguna juga dalam mempertahankan akreditasi
sering kali didasarkan pada prestige bukan ke tempat yang sesuai jurusan [1].
dengan tujuan studi tur.
Oleh karenanya penelitian ini mempertanyakan apakah studi tur
Dalam banyak kasus mahasiswa tidak mengunjungi tempat-tempat memang sesuai dengan ideologi tridharma perguruan tinggi dan
yang sesuai dengan semangat pendidikan. Studi tur yang mengacu pada standar nasional pendidikan, atau sudah beralih
seharusnya memiliki esensi utama sebagai pembelajaran malah fungsi dan dimotori oleh ideologi lain?
mengalami pergeseran menjadi kegiatan rekreasi belaka.
2. Telaah Pustaka
Yang lebih menyedihkannya lagi, studi tur yang acap kali berbiaya Ada dua berita yang akan dikaji dalam penelitian ini berasal dari
mahal, bahkan melebihi Uang Kuliah Tunggal (UKT) ini Tribun Bali. Judul berita tersebut adalah Tur ke Singapura Itu
dipaksakan pada mahasiswa, di masukkan dalam Satuan Kredit Sebagai Prasyarat Skripsi yang terbit pada tanggal 21 Oktober
Semester (SKS) bahkan dicanangkan menjadi prasyarat untuk 2015 dan Dituntut Kembalikan Uang Mahasiswa, Ini Jawaban
skripsi seperti yang dialami Mahasiswa Tingkat Akhir Universitas Kaprodi Sastra Inggris Unud yang terbit pada tanggal 22 Oktober
Udayana Program Studi Sastra Inggris. 2015.
Menurut Ni Luh Ketut Mas Indrawati, Ketua Program Studi Pada berita Tur ke Singapura Itu Sebagai Prasyarat Skripsi
(Kaprodi) Sastra Inggris Universita Udayana (Unud), studi tur dijelaskan bahwa program studi tur ini baru dicanangkan, dan
merupakan agenda program studi (Prodi) karena tidak ada sebagai syarat untuk persiapan skripsi. Program ini disiapkan untuk
kebijakan resmi dari pihak universitas maupun fakultas sastra dan angkatan 2012 yang akan segera menempuh skripsi.
budaya yang mengharuskan adanya studi tur itu sebagai prasyarat
untuk menempuh program skripsi. Studi tur merupakan agenda prodi karena tidak ada kebijakan resmi
dari pihak universitas maupun Fakultas Sastra dan Budaya yang
mengharuskan adanya studi tur itu sebagai prasyarat untuk
menempuh program skripsi.
Peneliti koresponden: An1mage | Universitas Udayana. Kampus Bukit Jimbaran, Badung-Bali
80361 Mobile: +6285814894988 | E-mail: lidwinahana@gmail.com
3. Metode
Menggunakan Metode Analisis Wacana Kritis, analisis difokuskan
pada aspek kebahasaan dan konteks-konteks yang terkait dengan
aspek tersebut. Konteks disini dapat berarti bahwa aspek
kebahasaan tersebut digunakan untuk tujuan dan praktik tertentu.
Sementara pada STANDAR 7 MENGENAI PENELITIAN, Singapura. Universal Studios Singapore adalah taman rekreasi
PELAYANAN/ PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT, bertema (themed park) yang lokasinya di dalam Area Resort World
DAN KERJASAMA, disebutkan Program studi memiliki akses Sentosa dengan tiket masuk sekitar 70 SGD.
untuk menggunakan sumber daya guna mendukung kegiatan
penelitian, pelayanan/pengabdian kepada masyarakat, dan
kerjasama (Kegiatan kerjasama dengan institusi di dalam dan di
luar negeri dalam tiga tahun terakhir).
5.Konklusi
Pemilihan Singapura sebagai Destinasi Studi Tur Mahasiswa Sastra
Inggris Unud dititikberatkan pada prestige (gengsi). Dari jadwal
studi tur dapat disimpulkan bahwa kegiatan ini lebih banyak
ditujukan untuk mengunjungi tempat-tempat rekreasi.
Referensi
[1] bali.tribunnews.com/2015/10/22/dituntut-kembalikan-uang
mahasiswa-ini-jawaban-kaprodi-sastra-inggris-unud
[2] bali.tribunnews.com/2015/10/21/tur-ke-singapura-itu-sebagai
prasyarat skripsi
[3] Chris, Barker. (2000). Cultural Studies: Theory and Practice. London:
Sage.
[4] ban-pt.kemdiknas.go.id/download-program-studi
[5] www.lasalle.edu.sg
[6] www.yourSingapura.com/id_id/about-Singapura/traveller
information/Singapura-travel-details.html
Implikasi wajib jilbab yang berlaku di Kota bukittinggi mengakibatkan identitasnya semakin kabur. Jilbab yang menjadi
identitas Islam secara umum mengalami pergeseran karena jilbab bukan lagi identitas Islam. Jilbab sudah masuk ke gereja
dan juga vihara. Wacana wajib jilbab mengakibatkan kekacauan identitas.
2016 Komunitas Studi Kultural Indonesia. Diterbitkan oleh An1mage. All rights reserved.
merupakan sebuah pemahaman, penghargaan dan penilaian atas Selain tujuan wisata yang ada di Bukittinggi, di daerah
budaya seseorang, dan penghormatan dan keingintahuan sekitarnya juga mempunyai destinasi yang mendukung Kota
tentang budaya etnis orang lain [1]. Bukittinggi sebagai kota wisata.
Dari pengertian ini terlihat bahwa kondisi realitas sosial budaya Kota Bukittinggi juga menjadi kota perdagangan bagi kota-kota
yang beragam seperti yang dimaksud pluralisme, namun yang ada di Sumatera. Pasar Aur Kuning dan Pasar Atas
multikulturalisme itu di samping mengakui keberagaman juga menjadi pusat perdagangan tekstil yang sangat terkenal. Harga
diikuti oleh penghargaan dan perayaan atas keberagaman itu yang kompetitif dan sangat lengkap mengakibatkan para
sendiri. pedagang dari kota yang lain datang untuk membeli barang
dagangan dari Kota Bukittinggi.
Multikulturalisme merupakan sebuah sudut pandang untuk
melihat kehidupan manusia yang penuh dengan keberagaman Selain itu Kota Bukittinggi juga disebut sebagai kota kesehatan
dan bagaimana merespon keberagaman tersebut. dan juga kota pendidikan. Dengan julukan tersebut (kota
wisata, kota perdagangan, kota pendidikan, kota kesehatan)
Dalam multikulturalisme, keanekaragaman bukan sebagai menjadikan kota ini selalu banyak dikunjungi orang luar baik
ancaman, bukan kerugian, dan bukan juga sebagai rintangan dari dalam satu propinsi dan juga dari propinsi lain. Dari
tetapi sebagai suatu kekayaan, berkah, sebagai mozaik yang penampilannya sepintas kota ini sangat terbuka dengan
memperindah kehidupan. Perbedaan-perbedaan baik agama, masyarakat pendatang.
ras, etnis, suku, golongan, dan lain-lain semua ditempatkan
dalam posisi yang setara dan mempunyai hak yang sama. 2.3. Wajib Jilbab bagi Anak Sekolah
Merupakan suatu hal yang sudah biasa bagi anak sekolah mulai
Seperti yang diutarakan Lubis, [1], dalam multikulturalisme dari anak PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) sampai
ditekankan penghargaan dan penghormatan atas hak-hak perguruan tinggi baik negeri maupun swasta menggunakan
minoritas yang dilihat dari segi etnis, agama, ras, sexual jilbab bagi anak perempuan di Kota Bukittinggi. Secara umum
preference atau warna kulit. jilbab merupakan suatu identitas bagi perempuan yang
beragama Islam.
Perbedaan diamsalkan sebagai jenis-jenis bunga yang mekar
yang berada dalam taman dan kehadiran bunga yang Identitas dalam hal ini yaitu soal konstruksi kultural karena
bermacam-macam semakin memperindah dan mengasrikan sumber-sumber wacana yang membentuk pondasi material bagi
taman dan bukan sebaliknya. formasi identitas bersifat kultural [3].
Perbedaan-perbedaan yang ada bukan untuk dipermasalahkan Dengan pengertian ini seseorang menjadi individu melalui
melainkan sebagai kekayaan yang memperindah kehidupan. proses sosial atau dengan akulturasi sehingga menjadi sesuatu
Perbedaan bukan untuk disingkirkan atau dihanguskan pribadi yang sebenarnya. Melalui akulturasi atau proses-proses
melainkan untuk dirawat, tidak dikerangkeng melainkan lain si subjek (individu) mengkonstruksi atau
diberikan ruang. mengidentifikasikan dirinya kepada pribadi lain menjadi
identitasnya.
Yang berbeda atau yang lain sebagai yang lain tidak harus
disamakan atau diseragamkan atau dileburkan melainkan harus Identitas menjadi ciri khas satu kelompok yang dikonstruksi
diamini. Masing-masing harus menghormati perbedaan dan untuk membedakan kelompoknya dengan kelompok lain.
memberikan ruang-ruang bagi yang berbeda demi pemenuhan Masing-masing kelompok mempunyai identitas tersendiri dan
hak-hak kaum minoritas. tidak dimiliki kelompok lain. Tidak ada satu identitas dimiliki
oleh dua kelompok yang berbeda.
2.2. Gambaran Umum Kota Bukittinggi
Kota Bukittinggi berada di Propinsi Sumatera Barat. Kota ini Merupakan suatu hal yang menarik untuk dikaji tentang wajib
pernah menjadi Pusat Pemerintahan Republik Indonesia setelah jilbab bagi semua anak sekolah (baik islam atau non islam) di
Yogyakarta diduduki Belanda mulai bulan Desember 1948 Kota Bukittinggi. Jilbab dikonstruksi sebagai suatu pakaian
sampai bulan Juni 1949. resmi atau sopan bagi perempuan yang beragama islam
sehingga jilbab menjadi suatu identitas.
Letaknya yang sangat strategis ditambah cuaca yang sangat
sejuk, kota ini mendapat banyak sebutan di antaranya, kota Namun demikian, penggunaan jilbab di Kota Bukittinggi
wisata, kota pendidikan, kota perdagangan, dan kota kesehatan bukan lagi sebagai identitas islam karena yang non islam juga
[2]. Sebagai kota wisata, daerah ini memiliki beberapa destinasi diwajibkan memakai jilbab. Identitas yang ditunjukkan melalui
di antaranya, Jam Gadang, Ngarai Sihanok, Lobang Jepang, jilbab menjadi kabur akibat dominasi dan hegemoni yang
Pasar Bawah, Aur Kuning, Kebun Binatang, For De Kock, dan dipraktekkan dalam jilbab.
lain-lain.
Wajib jilbab tidak diketahui dari mana asal-muasalnya dan apa
Banyaknya destinasi alam ditambah cuaca yang sejuk dasar hukumnya, namun wacana ini selalu diproduksi.
menjadikan kota ini menjadi tujuan wisatawan yang Meminjam pendapat Foucault tentang analisis arkeologis
berkunjung ke Sumatera Barat. (mencari arche: asal mula) sangat penting untuk menyingkap
apa yang terdapat di balik yang tersembunyi dalam
memunculkan berbagai wacana [4].
Merupakan suatu hal yang sangat perlu untuk menemukan yang menentang wajib jilbab juga diproduksi oleh orang yang
landasan pengetahuan apa dan kuasa apa dalam wacana wajib sama.
jilbab di sekolah. Dari sudut undang-undang atau Perda
misalnya, tidak ada satu pasal pun yang mewajibkan anak Pergeseran-pergeseran wacana ini sangat strategis dilakukan
sekolah yang non Muslim wajib memakai jilbab namun dalam dan agen yang mewacanakan hal demikian dapat diterima
praktiknya menjadi suatu keharusan. dengan baik oleh kelompok yang berbeda.
Wajib jilbab dan juga simbol-simbol Agama Islam lainnya Meminjam pendapat Barker [3], bahwa bahasa tidaklah secara
selalu diwacanakan setiap menghadapi Pemilihan Kepada akurat mencerminkan dunia tetapi bahasa itu digunakan sebagai
Daerah (Pilkada) dan juga Pemilihan Legislatif (Pileg) Kota alat untuk mencapai suatu tujuan.
Bukittinggi.
Bahasa yang digunakan para agen (dalam hal ini petarung)
Simbol-simbol agama digunakan para petarung untuk bermacam-macam makna bahkan mempunyai makna yang
mengambil perhatian para pemilih. Hal ini dilakukan untuk berlawanan di tempat yang berbeda untuk mencapai tujuannya.
menunjukkan bahwa petarung merupakan orang yang agamais,
orang yang setia menegakkan Syariat Islam. Makna yang berlawanan diproduksi para agen dengan
memperhatikan kapan wacana itu dikatakan, di mana
Hal ini perlu diperebutkan untuk mengambil simpati dikatakan, dan kepada siapa dikatakan. Hal ini sangat
masyarakat yang dominan Agama Islam. Dalam kampanye diperlukan sehingga tujuan yang akan dicapai melalui wacana
politiknya para petarung selalu mendengungkan akan tercapai dengan baik.
menegakkan Syariat Islam di Bumi Bukittinggi, tidak
membiarkan orang lain menodai kemurnian Ajaran Islam. Menurut Foucault ada empat domain yang membahayakan
dalam hal diskursus: pertama politik (kekuasaan), kedua hasrat
Di sisi yang lain para petarung juga mendekati masyarakat (seksualitas), ketiga kegilaan, dan keempat palsu atau benar
yang non muslim. Wacana yang diproduksi orang yang sama dalam istilah Nietzsche kehendak untuk berkuasa [5].
tentang wajib jilbab dan simbol-simbol muslim diganti menjadi
orang yang sangat toleran, orang yang akan memperjuangkan Kekuasaan tidak datang dari luar, tetapi dengan menentukan
keberagaman dan saling menghormati yang minoritas. susunan, aturan-aturan, dan hubungan-hubungan dari dalam;
dan memungkinkan semua itu terjadi.
Bahasa yang dipergunakan yaitu, kita tinggal di Negara
Indonesia yang Bhinneka Tunggal Ika, kita bukan negara Kekuasaan berkaitan dengan pengetahuan dan sebaliknya
agama tetapi negara beragama yang bebas memeluk agamanya pengetahuan berkaitan dengan kekuasaan. Wacana wajib jilbab
sesuai dengan kepercayaannya, dan juga pernyataan di satu sisi dan wacana tidak wajib jilbab di sisi yang lain
pernyataan lain yang sifatnya sangat multikulturalis. berimplikasi kepada intoleransi masyarakat.
Meminjam argumentasi Foucault tentang wacana, bahwa Masyarakat yang mayoritas menindas masyarakat minoritas
wacana tidak hanya mengatur apa yang bisa dikatakan dalam dan masyarakat minoritas hanya pasrah menerima keadaan
kondisi-kondisi sosial serta kultural tertentu, namun juga siapa yang menimpa dirinya. Masyarakat menjadi bingung dan
yang dapat bicara, kapan dan di mana [2]. menganggap kelompoknya yang paling benar. Anggapan
tersebut timbul diakibatkan oleh pengetahuan yang diberikan
Orang yang sama membuat wacana yang berbeda dalam ruang orang yang mempunyai kuasa.
yang berbeda. Hal yang demikian perlu dilakukan sebagai suatu
strategi demi satu tujuan yaitu kekuasaan. 2.4. Wajib Jilbab sebagai Suatu Hegemoni
Istilah hegemoni dicetuskan oleh Antonio Gramsci yang
Para petarung mengesampingkan wacana yang akan merupakan eksponen abad ke-20. Hegemoni merupakan
menegakkan Syariat Islam di kelompok muslim diganti dengan kesepakatan sementara dan serangkaian aliansi-aliansi yang
wacana yang memperjuangkan hak-hak minoritas di kelompok terbentuk antar kelompok-kelompok sosial yang dimenangkan
non-muslim. Wacana yang diproduksi berganti-ganti bertujuan dan bukan merupakan pemberian [3].
untuk menunjukkan bahwa petarung akan memperjuangkan
kelompok yang dikunjungi. Hegemoni menjadi suatu cara atau metode yang dilakukan
sekelompok orang kepada kelompok lain sehingga suatu
Dengan demikian setiap kelompok merasa menjadi satu permasalahan dianggap menjadi hal yang wajar. Hegemoni
kelompok dengan petarung sehingga mempercayai kebenaran harus terus diciptakan dan dimenangkan kembali [5].
yang diwacanakan oleh para petarung.
Menurut Gramsci, untuk mempertahankan kekuasaan ada dua
Seperti yang diutarakan Foucault [4] bahwa kekuasaan adalah cara yaitu, dominasi dan hegemoni [6]. Dominasi bersifat
soal praktik yang terjadi dalam suatu ruang lingkup tertentu, di pemaksaan dan kekerasan (coercive) sedangkan hegemoni
mana ruang lingkup tersebut ada banyak posisi yang strategis bersifat halus dan non fisik melalui kepatuhan dan kesadaran
berkaitan dan senantiasa mengalami pergeseran. para elemen masyarakat. Kedua cara ini dilakukan para guru di
sekolah di Kota Bukittinggi terhadap anak didiknya. Para anak
Wacana wajib jilbab dan simbol-simbol Agama Islam dalam didik akan mendapat tekanan oleh guru di sekolah apabila tidak
situasi tertentu selalu diproduksi dan di sisi yang lain wacana menggunakan jilbab.
Anak didik yang memakai jilbab secara tidak benar apalagi Pada saat mereka mau belajar agama di rumah ibadah masing
tidak memakainya sama sekali akan diganjar dengan sebutan masing para anak didik tetap menggunakan jilbab sehingga
anak yang tidak sopan, tidak tahu aturan, bahkan dipulangkan jilbab masuk ke dalam gereja dan vihara.
dari sekolah. Ganjaran yang demikian menyebabkan anak
sekolah dengan terpaksa memakai jilbab menjadi suatu 3. Konklusi
identitas. Multikulturalisme merupakan masalah yang belum terselesaikan
sampai saat ini di Negara Indonesia. Wajib jilbab yang terjadi di
Selain berbentuk dominasi, wajib jilbab lebih dipraktikkan Kota Bukittinggi merupakan salah satu contoh dari perbedaan
dengan cara hegemonik. Para guru mengajarkan kepada anak agama, suku, ras yang sering digunakan untuk mencapai tujuan
didik filosofi Minangkabau yang berbunyi, Di mana bumi yaitu kekuasaan. Perbedaan belum bisa diterima apalagi dirayakan
dipijak, di situ langit dijungjung yang mempunyai arti, di melainkan harus dihindari dan dihanguskan.
mana kita tinggal wajib hukumnya untuk mengikuti aturan di
daerah tersebut. Wajib jilbab dan juga simbol-simbol Agama Islam merupakan
wacana yang diproduksi oleh para petarung politik baik untuk
Dilanjutkan lagi dengan filosofi yang lain, adat bersandi memenangi Pilkada maupun Pileg. Wacana ini disosialisasikan
syara, syara bersandi kitabullah. Yang mempunyai arti, oleh para pengajar di tingkat PAUD sampai perguruan tinggi di
adat berdasarkan agama, dan agama berdasarkan Alquran. bangku sekolah.
Kedua istilah/filosofi ini mau mengatakan bahwa setiap orang
yang tinggal di Kota Bukittinggi wajib mengikuti adat yang Wajib jilbab dilakukan dengan dominasi dan hegemoni. Dominasi
berlaku di kota tersebut yaitu berazaskan Agama Islam. dilakukan para pendidik dengan ganjaran kepada anak didiknya
sebagai anak tidak sopan, tidak tahu aturan, bahkan dipulangkan
Wajib jilbab diwacanakan oleh para petarung politik dan dari sekolah. Bentuk hegemoni dilakukan dengan mengajarkan
disosialisasikan para guru di bangku sekolah sebagai lembaga orang pendatang harus ikut kepada adat setempat, yang minoritas
formal. Wajib jilbab dilakukan secara hegemonik sehingga harus mengikuti yang mayoritas.
orang yang seharusnya tidak layak menggunakan jilbab
menjadi suatu hal yang wajar untuk menggunakannya. Implikasi dari wajib jilbab yang dilakukan secara hegemonik
mengakibatkan kekacauan identitas. Jilbab bukan lagi sebagai
Seperti yang diutarakan Gramsci, dengan metode hegemoni identitas muslim sebab jilbab sudah masuk ke gereja dan vihara.
suatu permasalahan menjadi kelajiman (kewajaran) dan tidak
perlu lagi dipermasalahkan [5]. Masuknya jilbab ke gereja dan vihara akibat anak sekolah yang non
muslim memakai jilbabnya sewaktu belajar agama di rumah
Kelompok yang berkuasa harus memperjuangkan legitimasi ibadah. Jilbab(isasi) menjadi wacana yang diperebutkan demi
kelompoknya, dengan demikian kelompok lain menerima kekuasaan sehingga identitas menjadi kacau.
prinsip-prinsip, ide-ide, dan norma-norma atau nilainya
menjadi milik mereka juga [7]. Referensi
[1] Lubis, Akhyar Yusuf. 2015. Pemikiran Kritis Kontemporer dari Teori
Masyarakat non muslim menganggap penggunaan wajib jilbab Kristis, Cultural Studies, Feminisme, Postkolonial Hingga
di sekolah merupakan hal yang wajar karena Kota Bukittinggi Multikulturalisme. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
[2]
[3] https://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Bukittinggi
Barker, Chris. 2014. Kamus Kajian Budaya. (Terjemahan B. Hendar
merupakan daerah yang mayoritas muslim. Masyarakat
minoritas wajib mengikuti mayoritas yaitu budaya Putranto) Yogyakarta: Kanisius.
Minangkabau dan Agama Islam. [4] Lubis, Akhyar Yusuf. 2014. Postmodernisme Teori dan Metode.
Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Implikasi dari wajib jilbab bagi non muslim mengakibatkan [5] Barker, Chris. 2004. Cultural Studies Teori & Praktik. (Terjemahan
kekacauan identitas. Jilbab bukan lagi hanya identitas yang Nurhadi). Yogyakarta: Kreasi Wacana Yogyakarta.
beragama Islam tetapi jilbab sudah masuk ke tempat ibadah [6] Santoso, Listiyono dkk. 2012. Seri Pemikiran Tokoh Epistemologi
yang non muslim. Merupakan hal yang biasa dijumpai di Kota Kiri. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
[7] Sugiono, Muhadi. 2006. Kritik Antonio Gramsci Terhadap
Bukittinggi bagi anak sekolah menggunakan jilbab ke gereja
Pembangunan Dunia Ketiga.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
dan vihara.
Laporan Riset
Komodifikasi Buah Mangrove untuk Pemberdayaan Masyarakat Pesisir di Desa Tuban,
Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung Bali
Mutria Farhaeni*
STIE BIITM Kuta Badung
Permasalahan yang dikaji pertama adalah jenis-jenis buah mangrove apa saja yang dapat dimanfaatkan sebagai produk
Kata Kunci:
Buah
Komodifikasi
Pemberdayaan
mangrove baik untuk makanan, minuman, sabun, dan kosmetik. Permasalahan kedua adalah pemberdayaan masyarakat untuk
meningkatkan perekonomian masyarakat di sekitar pesisir kawasan mangrove khususnya dan secara umum untuk
masyarakat luas.
Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara kepada Kelompok Pengolah dan Pemasaran (Poklahsar)
Masyarakat
Pesisir Wana Lestari Tuban dan pengambilan dokumentasi dengan alat kamera. Penelitian ini juga dilakukan dengan metode
deskriptif dengan pendekatan kepustakaan. Hasil kajian ini kemudian dideskripsikan, dinarasi serta diinterpretasi dan
disusun dalam bentuk makalah.
Dari hasil kajian dapat disimpulkan bahwa terdapat lima jenis buah mangrove yang terdapat di areal kawasan Tahura
Ngurah Rai Tuban dapat diolah dan dimanfaatkan sebagai produk olahan buah mangrove yaitu jenis api-api (Avicennia
sp), lindur atau bako (Bruguiera gymnorrhiza), Nyirih (Xylocarpus granatum), pidada (Sonneratia caseolaris), nipah
(Nypa fruticans) dan pemanfaatan jenis-jenis mangrove ini perlu dikembangkan dan disosialisasikan agar dapat
meningkatkan kehidupan dan perekonomian masyarakat disekitarnya.
2016 Komunitas Studi Kultural Indonesia. Diterbitkan oleh An1mage. All rights reserved.
1.
Kepulauan
Asia.
juta
Pendahuluan
dengan
Diperkirakan
Indonesia
lebih kurang
luas
memiliki
20
hutan
jenis
mangrove
luas
dari 44
hutan
jenis
di mangrove
Indonesia
mangroveterbesar
sekitar
yang khas
2,5
di Potensi mangrove di Indonesia bila dibandingkan dengan potensi
mangrove di Negara-negara Asia terlihat memiliki potensi terbesar
di Asia.
Dari uraian di atas ada dua permasalahan yang akan dikaji yaitu
Indonesia yang berteluk dengan gelombang laut yang tenang
pertama adalah jenis-jenis buah mangrove apa saja yang dapat
memungkinkan mangrove akan hidup subur dan berkembang
dimanfaatkan secara ekonomi sebagai produk baik untuk makanan,
apabila tidak dirusak oleh adanya usaha-usaha atau kegiatan
minuman, sabun, dan kosmetik.
manusia.
Kedua adalah pemberdayaan dan peningkatan perekonomian
masyarakat di sekitar pesisir kawasan mangrove khususnya dan
Peneliti koresponden: riafarhaeni@gmail.com, Jl. Buluh Indah No. 95 Denpasar Barat
secara umum untuk masyarakat luas.
Telp. +085101474353
Dengan demikian penulis ingin mengkaji manfaat ekonomis buah ekologis dan sosial ekonomis yang memiliki berbagai manfaat
mangrove untuk pemberdayaan masyarakat pesisir di Desa Tuban, (Farimansyah, 2005).
Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung Bali
Adapun tumbuhan yang dominan hidup di daerah hutan
2. Metode mangrove adalah bakau. Bakau merupakan jenis pohon yang
Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara yang tumbuh di daerah perairan dangkal dan daerah intertidal yaitu
terstruktur kepada kelompok Nelayan Wanasari Tuban dan daerah batas antara darat dan laut pengaruh pasang surut masih
pengambilan dokumentasi dengan alat kamera. terjadi.
Penelitian ini juga dilakukan dengan metode deskriptif dengan Hutan bakau tumbuh didaerah tropis dan subtropics, yang
pendekatan kepustakaan seperti leaflet, brosur, buku panduan berfungsi sebagai pelindung pantai dari terjangan gelombang
mangrove di Indonesia dan informasi singkat hasil hutan bukan secara langsung. Oleh karena itu daerah hutan bakau dicirikan
kayu hutan mangrove dari Balai Pengelolaan Hutan Mangrove oleh adanya lapisan lumpur dan sedimen halus. Hutan bakau
(BPHM) wilayah I tentang pemanfaatan mangrove [3]. Hasil kajian juga menjadi tempat hidup bagi habitat liar dan memberikan
ini kemudian dideskripsikan, dinarasi serta diinterpretasi dan perlindungan alami terhadap angin yang kuat, gelombang yang
disusun dalam bentuk makalah. dibangkitkan oleh angin (siklon atau badai), dan juga
gelombang tsunami.
3. Telaah Pustaka
3.1 Mangrove Menurut Marsoedi dan Samlawi (1997), hutan mangrove
Menurut Mac Nae (1968), pada mulanya hutan mangrove adalah vegetasi hutan yang tumbuh di daerah pantai dan di
hanya dikenal secara terbatas oleh kawasan ahli lingkungan, sekitar muara sungai, yang selalu atau secara teratur digenangi
terutama lingkungan laut. oleh air laut serta dipengaruhi pasang surut. Vegetasi hutan
mangrove dicirikan oleh jenis-jenis tanaman bakau, api-api,
Mula-mula kawasan hutan mangrove dikenal dengan istilah prepat, dan tunjang.
vloedbosschen (hutan payau) karena sifat habitatnya yang
payau. Berdasarkan dominasi jenis pohonnya, yaitu bakau, Areal mangrove tidak hanya sebagai koleksi tanaman, tetapi
maka kawasan mangrove juga disebut hutan bakau. merupakan salah satu sumber daya alam yang dapat
memberikan manfaat bagi kehidupan manusia. Hutan mangrove
Kata mangrove merupakan kombinasi antara kata Mangue juga berperan sebagai tempat hidup jenis udang dan ikan yang
(Bahasa Portugis) yang berarti tumbuhan dan Grove (Bahasa bernilai komersial.
Inggris) yang berarti belukar atau hutan kecil Arief (2003).
Dengan demikian secara ringkas hutan mangrove dapat
Dalam bahasa Inggris kata mangrove digunakan baik untuk didefinisikan sebagai suatu tipe hutan yang tumbuh di daerah
komunitas tumbuhan yang tumbuh di daerah jangkauan pasang pasang surut, yang tergenang pada saat pasang dan bebas dari
surut maupun untuk individu-individu spesies tumbuhan yang genangan pada saat surut yang komunitas tumbuhannya
menyusun komunitas tersebut. bertoleransi terhadap garam.
Sedangkan dalam Bahasa Portugis kata mangrove digunakan Sedangkan ekosistem mangrove merupakan suatu sistem yang
untuk menyatakan individu spesies tumbuhan, dan kata mangal terdiri atas organisme (tumbuhan dan hewan) yang berinteraksi
untuk menyatakan komunitas tumbuhan tersebut (Anonim, dengan faktor lingkungan dan dengan sesamanya di dalam
2003). suatu habitat mangrove [4].
makanan yang diperoleh melalui proses pengolahan terlebih makanan sebagai berikut: Kue Kering Lindur, Serabi
dahulu. Lindur, Cake Lindur, Keripik.[3]
Buah Buah
Berbentuk silinder, licin, diameter 1,7-2,0 cm, panjang 20 Diameter 15-20 cm, berwarna coklat kekuningan,
30 cm, hijau gelap hingga ungu dengan bercak coklat. permukaan kasar, buah tergolong berat 1-2 kg, bulat seperti
Kelopak menyatu saat buah jatuh, dapat mengapung, melon, terdiri dari 6-16 biji, dapat mengapung, berbuah
penyebaran oleh air, masa buah terutama pada bulan Juli sepanjang tahun terutama pada bulan Juli-Agustus &
Agustus. November-Desember.
Citra 6. Bedak lulur dari buah Nyirih Citra 8. Sirup, dodol, selai dari buah Pidada
Sumber : BPHM Wikayah I, 2007 Sumber : BPHM Wikayah I, 2007
Bunga
Rangkaian 1 sampai beberapa bersusun diujug cabang atau
dahan, mahkota putih, kelopak 6-8 helai merah dan hijau,
benangsari banyak putih, diameter 5-8 cm, bungasari
(ephemeral) terbuka malam hari banyak madu pada
pembuluh kelopak.
Buah
Diameter 3,5-4,5 cm, hijau, permukaan halus, kelopak
Citra
Sumber
9. Pohon
: BPHM
dan Wikayah
pengolahan
I, 2007
Nipah
berbentuk cawan menutupi dasar buah, helai kelopak
menyebar atau melengkung berisi 150-200 biji. Berbuah
bulan Mei-Juni dan Oktober-November. Pembuahan sampai Manfaat
masak 2-3 bulan. Air Nira sebagai bahan baku alkohol, cuka, gula merah.
Daun sebagai bahan baku anyaman atap dan dinding. Buah
yang muda dapat dimakan, dibuat permen, kolak dan
manisan. Buah juga dapat dibuat tepung roti [3].
pudding, sabun, dodol dan selai. Akar Pidada dapat 4.2 Pemberdayaan Masyarakat Pesisir di Desa Tuban
digunakan untuk bahan penutup botol, shuttlecock dan Minimnya minat masyarakat untuk menjaga lingkungan
sebagai sumber tannin [3]. mangrove sekitarnya bisa disebabkan kurangnya pengetahuan
atas fungsi dan manfaat hutan. Hal inilah yang membuat
4.1.5 Nipah (Nypa fruticans) Kadek Surasmini, seorang perempuan Bali yang tinggal di
Deskripsi Umum kawasan dekat hutan mangrove, melakukan sebuah aksi nyata,
Palem tinggi capai 4-9 m. tidak ada akar udara. Daun palem melalui Pokhlasar (Kelompok Pengolahan dan Pemasaran)
lanset (anak daun) ujung meruncing panjang unit daun 4-9 Wanalestari Tuban Bali yang diketuainya.
m. daun menyirip tanpa duri banyak helai. Tipe biji
kriptovivipari. Ciri khusus palem mangrove tumbuh Kadek mengajak masyarakat di sekitarnya untuk
berdekatan dan seringkali membentuk komunitas murni di memanfaatkan buah-buah mangrove yang ada di sekitar dapat
sepanjang tepi sungai memberikan nilai ekonomi sehingga masyarakat antusias
untuk melestarikan upaya penanaman mangrove dengan (Bruguiera gymnorrhiza), nyirih (Xylocarpus granatum),
melakukan upaya penanaman mangrove di tempat-tempat pidada (Sonneratia caseolaris), nipah (Nypa fruticans).
kosong. 2. Pemanfaatan jenis-jenis mangrove ini perlu
disebarluaskan dan disosialisasikan untuk pemberdayaan dan
Awalnya, di daerah Tuban terdapat Kelompok Nelayan peningkatan kehidupan dan perekonomian masyarakat
Wanasari Tuban yang beranggotakan para nelayan. Para disekitarnya.
kepala rumah tangga inilah yang mencari ikan dan beternak
kepiting di area sekitar mangrove. Kelompok nelayan ini juga 5.2 Saran
melakukan pemeliharaan hutan mangrove untuk kepentingan 1. Sangat diperlukan pelatihan untuk mengembangkan dan
ekowisata. memasarkan produk buah mangrove.
2. Bantuan pendanaan baik dari pemerintah maupun pihak
Sebagai seorang perempuan yang sudah lama tinggal di swasta dan kepedulian masyarakat disekitar kawasan hutan
wilayah pesisir, Kadek paham bahwa keberadaan mangrove mangrove untuk ikut serta mempertahankan dan melestarikan
bermanfaat untuk mencegah abrasi. Ia juga mengetahui hutan mangrove.
bahwa nenek moyangnya dahulu mengkonsumsi buah
mangrove sebagai makanan alternatif. Ucapan Terima Kasih
Terima kasih saya sampaikan kepada Bapak Michael Sega Gumelar
Berangkat dari rasa penasaran, Kadek bertanya pada Selaku Ketua Redaksi Pelaksana yang telah memberikan
mertuanya mengenai pemanfaatan mangrove sebagai bahan kesempatan dan partisipasi dalam menulis di Journal Studi Kultural
makanan. Ternyata, buah mangrove dapat dikonsumsi sebagai ini.
makanan pengganti nasi. Sementara buah Pidada (Sonneratia
caseolaris), bisa dipakai sebagai pengganti asam untuk Referensi
menghilangkan bau amis saat memasak ikan. [1] Ardhana. IPG. (2000). Pengelolaan Lingkungan Pesisir Dalam
Rangka Konservasi Sumberdaya Mangrove di Wilayah Bali.
Niatnya untuk memanfaatkan buah mangrove pun kian Konferensi BKPSL ke XV di Bandung.
terbuka tatkala mendapatkan pelatihan dari pihak swasta. [2] Ardhana, IPG. (2011). Pengelolaan Ekosistem Mangrove. Bahan
Matrikulasi Mahasiswa Magister Ilmu Lingkungan Universitas
Pengetahuan tentang pemanfaatan mangrove bertambah
Udayana, Denpasar
setelah mendapat kunjungan dari seorang pakar mangrove
[3] BPHM. (2012). Informasi Singkat Hasil Hutan Bukan Kayu Manfaat
yaitu Lulut Sri Yuliani, yang menjelaskan dan meneliti Buah Mangrove. BPHM Wilayah I, Denpasar
kelayakan buah mangrove di Desa Wanasari. [4] www.repository.usu.ac.id diunggah 18 Oktober 2015
[5] www.teoripemberdayaan.blogspot.co.id18 Oktober 2015
Dari hasil penelitian itu terungkap bahwa buah mangrove dari [6] Shozo Kitamura, Chairil Anwar, Amalyos Chaniago, Shigeyuki Baba.
Desa Wanasari layak untuk diolah dan tidak tercemar limbah 1997. Buku Panduan Mangrove di Indonesia-Bali & Lombok. Dephut
karena buah yang akan dimanfaatkan adalah buah yang masak and JICA
di pohon. Semua ilmu yang diperoleh Kadek diajarkan kepada [7] BPHM Wilayah I. (2007). Leaflet Pengenalan Jenis Mangrove.
Ibu-ibu Anggota Pokhlasar Wanasari. BPHM I Denpasar
[8] Nyoto Santoso, Bayu Catur Nurcahya, Ahmad Siregar, Ida Farida.
(2005). Resep Makanan Berbahan Baku Mangrove dan Pemanfaatan
Produk olahan dari buah mangrove ini dipasarkan di
Nipah 2005. Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Mangrove
Kampoeng Kepiting Wanasari. Tidak ada eksploitasi atau Jakarta
penebangan mangrove artinya hanya memanfaatkan buah [9] BPHM. (2007). Leaflet Manfaat Buah Mangrove. BPHM Wilayah I,
yang sudah masak di pohon. Dapat dikatakan bahwa hanya Denpasar
memanfaatkan buah-buah mangrove dan air nira yang [10] www.print.kompas.com diunggah 18 Oktober 2015
diperoleh dari tumbuhan Nipah. Kelompok Poklahsar
Wanalestari tetap memperhatikan aspek konservasi dan
kelestarian hutan mangrove.
5 Konklusi
5.1 Simpulan
Dari hasil dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Buah mangrove yang dapat diolah dan dimanfaatkan
secara ekonomis baik untuk makanan, minuman, sabun dan
kosmetik adalah jenis api-api (Avicennia sp), lindur atau bako
Jurnal Studi Kultural Volume I No. 1 Januari 2016 www.an1mage.org 25
INyoman Anom Fajaraditya Setiawan Kajian Motivasi Tato Rangda pada Orang Bali
Laporan Riset
Kajian Motivasi Tato Rangda pada Orang Bali
INyoman Anom Fajaraditya Setiawan*, I Nyoman Jayanegara
STMIK STIKOM Indonesia, STMIK STIKOM Indonesia
Wujud Tato Motif Rangda sebenarnya dihindari oleh Masyarakat Bali, dikarenakan wujud tersebut secara nyata
Kata Kunci: dihubungkan dengan nilai sakral. Namun dibalik fenomena yang ada, beberapa Orang Bali saat ini mengaplikasikan Tato
Kajian Motif Rangda ke dalam tato mereka. Dari hanya sekedar sebagai hiasan pada tubuh sampai dengan memaknainya lebih
Rangda dari sekedar motif belaka.
Motivaasi
Budaya
Dengan mendeskripsikan secara kualitatif, Tato Motif Rangda dari pemakainya memang sangat beragam. Hasil
pengamatan beragam motif dari pemakai tato dapat disimpulkan bahwa, tato dengan Motif Rangda merupakan sarana
Bali
komunikasi menjunjung budaya lokal yaitu Budaya Bali. Atas dasar motivasi yang ada, hal ini akan mengungkap lebih
dalam tentang Tato Rangda pada Orang Bali dari sudut pandang motivasi dalam berkesenian.
2016 Komunitas Studi Kultural Indonesia. Diterbitkan oleh An1mage. All rights reserved.
Sifat dan motif kesukuan tersebut, kaku dan hitam putih, kini Seperti halnya sebuah lukisan atau bentuk seni yang lain, tato juga
berkembang menjadi lebih berwarna. Hal ini dikarenakan memiliki aliran gaya visual dan pemakai fanatik. Tribal, black and
kombinasi, maksud dan tujuan serta pemahaman tentang tato pada gray, oldschool, newschool, biomechanical, fantasy dan masih
masyarakat saat ini. Wujud visual selain memperkaya motif tato banyak lagi gaya yang lain, ini diminati berbagai lapisan dan kelas
dalam khasanah dunia pentatoan, pengaruh akan budaya setempat masyarakat. Hal ini tidak menutup kemungkinan menjadi bagian
juga sangat berperan dalam pengembangan dan pengayaan motif dari pemikiran posmo mewujudkan pesan visual melalui tato.
motif tersebut.
Indonesia merupakan negara kepulauan dengan berbagai macam
Perkembangan tato yang begitu rumit, selalu diiringi oleh suku, ras dan agama, tentunya bermacam macam pula budaya yang
paradigma yang meliputi tato itu sendiri. Sekilas tentang anggapan terkandung. Khususnya di Bali, seni budaya memang sangat lekat
masyarakat terkait dengan kenegatifan tato, yakni fenomena sosial dibenak masyarakatnya. Sehingga memancarkan vibrasi magnetik
yang terjadi kebetulan dalam lingkup dunia tato. Hal tersebut pada wisatawan lokal maupun mancanegara. Jika dibahas lebih
seperti adanya peraturan pemerintah akan larangan tato serta spesifik, yaitu dari kajian yang dilakukan, Unsur Budaya Bali
kejadian kriminal yang dikaitkan dengan tato. sering menjadi bagian elemen desain pada aplikasi tato.
Secara tidak langsung hal demikian seakan membangun dogma Ilustrasi Lokal Bali yang memang kaya akan motif, menjadi
negatif tato secara menyeluruh. Ini semua merupakan bagian dari primadona tersendiri bagi wisatawan. Ungkapan makna tentunya
suatu fondasi tentang pencitraan tato menjadi sesuatu yang menjadi berbeda bagi mereka yang cenderung menganggap hal
menakutkan, mengerikan dan patut dihindari. Bahkan jika hal ini tersebut sebagai wujud kenangan atau souvenir semata.
terus berkelanjutan, akan berakibat fatal seperti sirnanya sebuah
wujud seni budaya yang mengiringi sejarah peradaban manusia. Terlepas dari pemaparan di atas, pendapat tentang perwujudan tato
dengan Nuansa Bali, sungguh bertolak belakang pada Orang Bali
Peneliti koresponden: anomdesign@gmail.com, Jl. Dewi Sri No. 7 Batubulan, Gianyar sendiri.
Telp. +6281999237169
Jurnal Studi Kultural Volume I No. 1 Januari 2016 www.an1mage.org 26
INyoman Anom Fajaraditya Setiawan Kajian Motivasi Tato Rangda pada Orang Bali
Orang Bali yang mengerti tentang wujud Motif Bali, baik itu dengan menggunakan alat sejenis jarum atau benda dipertajam
pemakai ataupun bukan, akan menghubungkan dengan hal-hal yang yang terbuat dari flora .
bersifat magis. Hal tersebut dianggap memiliki suatu konsekuensi
tertentu yang bersifat kurang baik kedepannya. Pendapat ini juga Amy Krakov mengungkapkan secara teknis bahwa tato adalah
menjadi lebih buruk jika bersentuhan langsung dengan orang-orang pewarnaan permanen pada tubuh dengan cara diresapkan
yang anti tatoisme. dengan benda tajam ke dalam kulit (dermis). Dalam Bahasa
Jawa, tato mempunyai makna yang nyaris sama meskipun
Secara sederhana bisa dikatakan, Motif-motif Bali yang ada, sangat berbeda, yakni dari kata tatu yang memiliki kesejajaran
tidak tepat dan perlu dihindari atau mencari alternatifcitra tato yang makna luka atau bekas luka,[2].
lain untuk diaplikasikan. Pada sisi yang berbeda, kenyataannya ada
segelintir Orang Bali yang mengaplikasikan motif-motif tersebut. Pemaparan pendapat di atas, dapat dirumuskan bahwa istilah
Hal inipun tidak serta merta tanpa alasan, malah memiliki tato di berbagai belahan dunia, bahkan di Indonesia memiliki
pemaknaan yang beragam dan mendalam dari setiap individu kemiripan. Istilah tato sendiri merupakan sebuah proses
pemakainya. melukai kulit dengan benda tajam dan menyisipkan suatu cairan
tinta ke dalamnya.
Sehubungan dengan banyaknya motif dan adanya fakta tentang
fenomena tato bernuansakan Bali pada Orang Bali sendiri, maka Proses melukai dan menyisipkan tinta tersebut mengikuti pola
pembahasan kajian penelitian ini difokuskan pada satu jenis yaitu yang sudah direncanakan, alhasil adalah sebuah lukisan pada
khusus pada jenis Tato Rangda. Adapun cakupan wilayah tubuh. Saat ini, pola atau motif dari tato sangatlah beragam
penelitian bertempat di Denpasar. Kajian tentang hal ini tentunya yang dihasilkan dari seniman dan keinginan pemakai tato.
dengan pertimbangan fakta yang ada dan memang dianggap sangat
menarik untuk diungkap serta diteliti. Fokus kajian Rangda pada 2.2 Tato dalam Kehidupan Masyarakat Bertato
tato, menurut pengamatan, memiliki suatu kontradiksi pendapat. Bagi masyarakat yang memiliki budaya tato Tato pada
awalnya dipercaya untuk kebutuhan ritual, untuk itulah
Kontradiksi ini didasarkan atas wujud, sifat, makna dan hal-hal lain biasanya dipilih orang-orang yang punya kecakapan khusus
yang dikaitkan dengan Rangda itu sendiri.Hal-hal tersebut digali untuk melakukannya.
dari pelaku tato, pemakai tato, narasumber dan sumber-sumber lain
yang dirasa penting dalam pengembangan penelitian.Sehingga Orang-orang yang khusus yang terpilih sebagai penato
pendekripsian tentang Tato Motif Rangda pada Orang Bali dapat karena keterampilan motoriknya untuk pekerjaan yang
terjawab dengan maksimal. Tentunya, ini dikaji berdasarkan membutuhkan keterampilan artistik, serta punya kepekaan akan
kacamata seni dan desain, secara estetis, semiotis, serta motifasi keindahan. Makanya dalam setiap konteks budaya yang
sebagai unsur-unsur pembedah fenomena yang ada. memiliki sub-kultur selalu saja ada orang yang terpilih sebagai
penato.
Adapun garis besar tujuan penelitian, selain daripada mengkaji tato
dalam lingkup seni ataupun desain, serta mencoba memberikan Dengan kemampuan itu, orang itu bisa dianggap sebagai
suatu pemahaman tentang Tato Rangda. Pemahaman dengan seniman, yaitu orang yang mempunyai kemampuan dan
pendekatan diatas, diharapkan dapat memberikan suatu penyadaran keterampilan artistik dan estetis yang lebih untuk menangani
penilaian paradigma tato khususnya pada Orang Bali, baik bagi apa yang diserahkan kepadanya untuk dikerjakan, dalm konteks
yang awam maupun orang-orang yang terlibat di dalamnya. ini pekerjaan menato.
2. Telaah Pustaka Pendapat lain menyebutkan bahwa, tato adalah salah satu
2.1 Istilah Tato wilayah olah seni dan umurnya sebatas sisa hidup dari
Tato dalam topik kajian ini merupakan suatu istilah yang penyandangnya. Makanya tato berbeda dari lukisan, patung
sampai saat ini masih belum pasti kemunculannya. Istilah tato atau karya arsitektur yang punya rentang waktu hidup yang
sendiri, yang diukap dari beberapa sumber memiliki kesamaan lebih lama. Sebab karya tato seseorang tidak dapat diwariskan
yaitu,Kata tato adalah pengindonesiaan dari kata tattoo, sebagaimana objek biasa [1].
artinya adalah goresan, desain, citra, atau lambang yang dibuat
pada kulit secara permanen. Petikan oleh Henk Sciffmacher dari karya Cristopher Scott
mengenai tato yang komprehensif yaitu bukunya yang berjudul
...Dalam The American Heritage Desk Dictionary ditulis Skin deep, Art, Sex and Symbol.
bahwa kata tato berasal dari Polinesia. Lebih detail lagi, dalam
The Art of the New Zealand, Anne Nicholas menulis bahwa (1) penyamaran dalam berburu, (2) alasan religious, (3)
tattoo berasal dari bahasa Tahiti tatau. Namun dari mana tato mengatasi periode-periode sulit, (4) sebagai sarana inisiasi, (5)
sesungguhnya
Pendapat lainberasal
menyebutkan
belum dapatSecara
diketahui secara
kebahasaan,
pasti[1].
tato keperluan medis, (6) sarana komunikasi, (7) mengikuti orang
lain, (8) protes atau perlawanan, (9) rasa erotik, (10) sebagai
mempunyai istilah yang nyaris sama digunakan di berbagai kenangan, (11) mengidentifikasi diri, (12) mencari nafkah, (13)
belahan dunia. informasi medis, (14) memberi stigma individu atau kelompok,
(15) dan kosmetik [1].
Beberapa diantaranya adalah tatoage, tatouage, tatowier,
tatauggio, tatauar, tatuaje, tattoos, tattueringar, tattoos, dan Tato dalam kehidupan sosial masyarakat di maknai dan
tatu. Tato yang merupakan bagian dari body painting adalah memiliki beragam alasan. Seperti yang dijelaskan di atas,
suatu produk dari kegiatan membuat citra pada kulit tubuh bahwa tato memiliki tempat tersendiri bagi pemakainya atau
yang memanfaatkannya.
Jurnal Studi Kultural Volume INo. 1 Januari 2016 www.an1mage.org 27
INyoman Anom Fajaraditya Setiawan Kajian Motivasi Tato Rangda pada Orang Bali
Diungkapkan bahwa tato memiliki andil dalam seni dan Relevansi tentang pendapat di atas merupakan hubungan
perkembangan budaya dalam masyarakat. Hal ini menjadi filosofis tentang Rangda. Ini akan terkait dengan motivasi yang
penting untuk sumber data dalam kajian yang akan dilakukan. menyelimuti mengenai topik yang akan dibahas dalam
penelitian ini.
2.3 Tato dalam Masyarakat Bali
Entah sejak kapan tato mulai dikenal di Indonesia khususnya di 3. Metode
Bali. Tidak ada satupun sumber yang dapat menjelaskan hal 3.1 Rancangan Penelitian
tersebut. Untuk memperoleh data yang sesuai dengan tujuan penelitian,
penulis melakukan studi lapangan (survey), studi pustaka yang
Namun keberadaan tato di Bali dapat dilihat dengan jelas bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang terkait dengan
eksistensinya saat ini. Hal tersebut diungkapkan pula pada tato topik. Data-data awal sebagai landasan teori dipergunakan
dalam masyarakat Bali kekinian yaitu solidaritas komunal untuk menganalisa data-data yang diperoleh dari lapangan
mereka membuat tato mulai mengalami perkembangan untuk mendapatkan kesimpulan data.
dikarenakan membanjirnya kunjungan wisatawan. Bali kini
dilanda tato sekular. Kesimpulan data dianalisis untuk memperoleh kesimpulan
umum dan kesimpulan khusus penelitian yang menjawab
Tato pada awalnya merupakan media pertalian dengan suatu pertanyaan penelitian yang berupa asumsi dan mencapai tujuan
yang transenden, kini lebih mengarah pada hubungan penelitian. Berikut adalah poin penting dari rancangan
horizontal. Kecenderungan Warga Bali meninggalkan desain penelitian:
lokalnya karena adanya kekhawatiran menanggung resiko jika
citra lokal yang ditempatkan, tidak sesuai dengan nilai Penelitian langsung di lapangan dilakukan untuk
transendentalnya. tumbuh suburnya jasa membuat tato di mendapatkan data primer dan penelitian kepustakaan
Dunia Pariwisata Bali merupakan respon reaktif terhadap untuk mendapatkan data sekunder.
wisatawan [2].
Penelitian kepustakaan dilakukan terhadap bahan-bahan
Pemaparan di atas bahwa, tato telah melakukan keterlibatannya bacaan dalam bentuk buku, majalah, bahan seminar,
dalam kehidupan Orang Bali. Hal ini juga didukung oleh koran, majalah, katalog dan sumber tertulis lainnya yang
perkembangan Pariwisata Bali sehingga tato menjadi suatu terkait dan relevan dengan landasan teori.
primadona dalam bisnis pariwisata. Namun dalam
perkembangan pariwisata ini, Warga Bali mulai meninggalkan Sumber-sumber audio-visual dari wawancara dengan
desain lokalnya dan mengalihkan ke desain dari luar. seniman tato dan pemakai tato juga dikumpulkan untuk
menyempurnakan dan melengkapi data.
Fenomena ini timbul dengan alasan permasalahan nilai yang
ada dalam desain tersebut. Pada sisi yang berbeda dan Pencarian sumber-sumber data mempergunakan metode
mendukung topik adalah penggunaan simbol nasional yaitu purposive sampling. Data-data tersebut akan
simbol garuda dalam seni tato sebagai identitas diri diinterpretasikan dan dideskripsikan secara komperatif.
merupakan media politik identitas dalam zaman postmodern ini
tentu menarik untuk dibahasRasa nasionalisme dan fanatisme 3.2 Lokasi Penelitian
terhadap Lambang Garuda Pancasila menjadi identitas Lokasi penelitian adalah elemen penting dalam pengumpulan
dirinyasebagai seorang yang pancasilais [7]. data. Mengingat keterbatasan waktu serta data yang ada maka
difokuskan pada lokasi tertentu. Adapun lokasi penelitian
2.4 Sekilas Tentang Rangda Wilayah Bali adalah Wilayah Denpasar Timur, dalam wilayah
Rangda dari sisi Wujud dan bentuk dianggap raksasa ini peneliti mencari data-data baik berupa informasi, citra,
perempuan yang menyeramkan bertaring panjang, mata wawancara dan sebagainya.
melotot, lidah yang menjulur dan berhiaskan api. Rangda juga
dianggap pemimpin kegelapan dan segala praktek ilmu hitam Dengan kata lain pencarian data pada Wilayah Denpasar Timur
[5]. Dalam seni pertunjukan, Rangda sering ditarikan dalam di asumsikan mewakili Wilayah Bali. Namun dalam prediksi
Cerita Calonarang dan pertunjukan untuk pariwisata. peneliti, akan terjadi kesulitan yang cukup berarti dari lokasi
tersebut. Maka pencarian data atas dasar metode purposive
Rangda dalam kehidupan religi di Bali, khususnya dalam sampling menitik beratkan pada pelaku tato baik dari pencipta
agama Hindu cenderung dikaitkan dengan Dewi Durga serta dan pemakai tato.
dihubungkan dengan kemagisan dan kesakralan. Dalam Titib
dijelaskan bahwa, Durga adalah dewi dan ibu alam semesta.
3.3 Jenis dan Sumber Data
Durga memiliki beraneka wujud dan aspek.
Metode penelitian yang dipilih dengan penggunaanya dalam
penelitian, dimulai dengan langkah-langkah;
Parwati yang merupakan Sakti Dewa Siwa adalah salah satu
Mengidentifikasi makna dan arti dari tato dan Rangda
wujud Durga Dalam mitologi Hindu, Durga dikenal sebagai
sehingga diperoleh kesimpulan tentang pengertiannya.
dewi yang menyeramkan, yang dianggap sebagai penjelmaan
Melakukan proses analisis berdasarkan data-data yang
Uma atau Parwati dalam bentuk krodha. Dalam bentuknya
didapatkan dengan pendekatan teori yang dipilih.
yang menyeramkan Durga dianggap sebagai manifestasi dari
Kali [6]. Membuat kesimpulan mengenai analisa di atas dengan
objek penelitian.
Adapun jenis data, dengan pendekatan metode yang digunakan 3.7 Penyajian Hasil Analisis Data
meliputi : Data primer maupun data sekunder ditabulasikan dan dicitrakan
Pendekatan Kualitatif menurut pokok permasalahan yang dibahas. Selanjutnya data
Pendekatan kualitatif dalam hal pengumpulan data tersebut dianalisis dan hasil penelitian tersebut kemudian
merujuk pada purposive sampling dan mendeskripsikan disesuaikan dengan permasalahan yang ada dan diarahkan untuk
informasi yang didapat secara komprehensif dengan data mencapai tujuan.
data yang objektif.
Metode komperatif 4. Diskusi
Metode komperatif yang digunakan bertujuan menarik 4.1 Lokasi Informan di Denpasar Timur
kesimpulan kualitatif interpretatif dari hal-hal yang Lokasi informan yang dimaksud adalah domisili masing
bersifat khusus menjadi bersifat umum. masing informan yang tersebar di Denpasar Timur.
Penulisan Deskriptif Berdasarkan lokasi tersebut, peneliti melakukan wawancara
Penulisan deskriptif yang dilakukan adalah mengurai pada masing-masing berdasarkan kaitan-kaitan fenomena pada
fakta-fakta tentang Tato Rangda dalam implementasinya topik yang diangkat. Hasil wawancara informan pada masing
pada Orang Bali untuk ditemukan hubungannya. masing lokasi secara langsung dilakukan.
Dalam penelitian kualitatif sumber data adalah dari informan Adapun nama informan dan lokasi tempat atau domisili
yang dikategorikan menjadi informan kunci dan informan informan adalah citra 1:
pelengkap. Yang merupakan informan kunci dalam penelitian
ini adalah Para Pemakai Tato Rangda.
(1) Winarta seorang usahawan berumur 30 tahun berdomisili (9) Informan umur 18 tahun bernama Pramana memiliki
di Kesiman, tepatnya di Jl. Sekar Sari No. 19, Kertalangu Tato Rangda pada bagian dada sebelah kiri. Domisili
memiliki Tato Rangda pada kaki kiri seperi dilihat pada informan di Kesiman tepatnya di Jl Menuri II, No. 5
citra 2. Kertalangu, Kesiman.
(2) Gilang berumur 30 tahun berdomisili di Kesiman, (10) Informan Wirawan umur 30 tahun asal Kesiman
tepatnya di Jl. Sekar No. 10, Kebonkuri, Kesiman, Kertalangu, informan yang berprofesi sebagai seniman
Denpasar memiliki Tato Rangda pada punggung bagian tato berdomisili di Jl. Soka No. 93, Kertalangu.
kanan seperti dapat dilihat pada citra 3. Secara keseluruhan disajikan pada citra 4.
Citra 3. Gilang asal Kesiman. Adapun landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini
(Sumber: Foto Anom, 2012)
adalah teori motivasi. Motivasi, dari pengertiannya menurut
3) Berikutnya adalah Purnayasa berumur 23 tahun, tepatnya Frence dan Revenmotivasi adalah suatu yang mendorong
berdomisili di Jl. Akasia No. 23 Denpasar memiliki Tato seseorang untuk menunjukkan perilaku tertentu [3].
Rangda pada bagian punggung kiri.
(4) Informan berikutnya Giri berumur 23 tahun, asal Menurut Hisbuan, motivasi (motif) sering kali disamakan
Kesiman tepatnya Jl. Kejanti, No. 18, Kertalangu, dengan dorongan. Dorongan atau tenaga tersebut merupakan
Kesiman. Giri memiliki Tato Rangda pada bagian kaki gerak jiwa dan jasmani untuk berbuat, sehingga motif tersebut
kanan sisi kanan hampir memenuhi punggung pada sisi menggerakkan manusia untuk bertingkah laku dan perbuatan
kanan. itu mempunyai tujuan tertentu.
(5) Mangku Alit adalah nama alias dari seorang juru parkir
umur 40 tahun asal Kesiman. Tepatnya berdomisili di Jl. Pendapat tersebut didukung oleh Jones, mengatakan motivasi
Waribang, Gg. Sakura No. 3, Kesiman, memiliki Tato mempunyai kaitan dengan suatu proses yang membangun dan
Rangda pada tangan sebelah kanan. memelihara perilaku kearah suatu tujuan [4]. Dapat dirumuskan
(6) Informan selanjutnya bernama Sudarsana berumur 39 bahwa kaitannya adalah dorongan berdasarkan tujuan dalam
tahun asal Kesiman. Tepatnya berdomisili di Jl. Kejanti, berperilaku.
No. 12, Kesiman Kertalangu dengan Tato Rangda
terletak pada punggung sebelah kanan. Kaitannya dalam Tato Rangda, perwujudan visual secara nyata,
(7) Rusna umur 33 tahun memiliki Tato Rangda pada posisi dalam Lingkungan Masyarakat Bali memiliki nuansa
bidang dada sebelah kiri seperti dilihat pada citra 5.8. menyeramkan. Jenis visual yakni Rangda dalam tato sangatlah
Domisili informan di Jl. Siulan, No. 180, Br. Laplap dihindari oleh Orang Bali sendiri yang dikarenakan kesan
Tengah, Penatih. tersebut.
(8) Gung Aji (alias) memiliki Tato Rangda yang terletak
pada tengah-tengah bidang dada informan. Domisili Namun kenyataannya, para informan berdasarkan pengumpulan
informan di seputaran Jl. Drupadi, Kelandis. data justru mengaplikasikan Rangda dalam tato mereka. Hal ini
dapat dikatakan bahwa Rangda bagi para informan memiliki Keinginan awal ia memilih Rangda dalam tatonya, selain
arti tersendiri bagi mereka. daripada terkait identitas juga terkait dengan model tato yang
lebih modern sehingga interaksinya lebih dinamis. Pada
Seperti yang dikatakan oleh Rusna pada wawancara tanggal 18 informan berikutnya memiliki keterkaitan dengan apa yang
Mei 2011 mengatakan bahwa tidak ada hal yang perlu dikatakan Winarta, yakni Mangku Alit (alias) pada wawancara
ditakutkan, ini didasari atas apa yang dia percayai. Tato Rangda tanggal 24 Mei 2011.
yang diaplikasikannya ke kulit menurut Rusna merupakan
bagian dari pelestarian budaya tradisi. Mangku Alit mengatakan bahwa tatonya yakni Tato Rangda,
hendaknya jangan terlalu remeh untuk menilai. Ia bertato
Segala bentuk yang terkait dengan kenegatifan tato di mata Rangda justru melihat dari sudut pandang positif yaitu adanya
masyarakat adalah hal yang terlalu berlebihan dan samasekali unsur visual yang memiliki makna dalam.
tidak berhubungan dengan kelakuan. Pada kesempatan ini
Rusna dengan percaya diri mengatakan bahwa bangga akan tato Citra pun diciptakan lebih minimalis sehingga jelas terlihat
yang dibuat yakni Tato Rangda. selain daripada posisi yang letaknya di tangan. Mangku Alit
berharap bahwa, dengan tato yang dimilikinya, dapat menjadi
Hal yang mirip juga dikatakan oleh Purna pada wawancara suatu hal yang patut untuk dihargai. Kemiripan dari Winarta
tanggal 28 Pebruari 2012, dikatakan bahwa ia sanggup justru dari hal lain yakni perwujudan yang diinginkan dalam
berkorban badan dalam hal ini adalah tato demi kelangsungan penyederhanaan bentuk visual.
seni tradisi.
Pada wawancara tanggal 27 Agustus 2011 dengan Giri
Dikatakan pula bahwa hal ini akan menjadi satu dokumentasi mengatakan bahwa citra yang diimplementasikan dalam wujud
hidup bagi anak cucunya kelak. Dorongan ini timbul diawali tato merupakan citra belaka seperti halnya citra-citra tato yang
dengan raut wajah yang dimiliki Purna seperti orang asing, lainnya. Namun adanya keinginan bertato Rangda dikarenakan
namun dengan adanya tato yang berakar dari seni tradisi pemilihan citra tato dengan Nuansa Bali yakni Rangda.
memberikan suatu penekanan identitas ke-Bali-annya dan ini Memang pada dasarnya sekujur tubuh dan tato yang ia miliki
adalah suatu hal yang menarik. Purna melihat dari sudut mengarah ke Motif Mitologi Tato Jepang.
pandang penekanan identitas sehingga mendorong dirinya
untuk bertato Rangda. Wawancara pada Gung Aji (alias) yang dilakukan pada tanggal
15 Desember 2012 mengatakan bahwa, Citra Rangda pada
Teori motivasi yang dikembangkan oleh Maslow tatonya adalah sebuah simbol aura positif baginya. Rangda
mengemukakan bahwa, kebutuhan manusia itu dapat diangap sebagai simbol pertiwi dan ibu dalam pemikirannya,
diklasifikasikan ke dalam lima hirarki kebutuhan. serta hal inilah dorongan yang terbesar dalam niat pemakai
(1) kebutuhan fisiologis yaitu kebutuhan untuk bertahan yakni Gung Aji untuk mentato Rangda pada tubuhnya.
hidup,
(2) kebutuhan rasa aman, kebutuhan ini akan dirasa Pada wawancara dengan Sudarsana pada tanggal 3 Juni 2013
mendesak setelah kebutuhan pertama terpenuhi, menyatakan bahwa, Tato Rangda baginya memiliki filosofi
(3) kebutuhan hubungan sosial yaitu kebutuhan hidup dalam kehidupannya. Dalam pengaplikasian tato yang
bersama dengan orang lain, dilakukan oleh Sudarsana adalah mengagungkan wujud di balik
(4) kebutuhan pengakuan, bahwa setiap orang yang normal Rangda pada Orang Bali. Dia yakin dengan adanya Tato
membutuhkan adanya penghargaan diri dan penghargaan Rangda ini dianggap bagian dari pencerahan jalan
prestise diri dari lingkungannya, kehidupannya dan memberikan suatu keberuntungan.
(5) kebutuhan aktualisasi diri, kebutuhan puncak di mana
seseorang bertindak bukan atas dorongan orang lain, Hal yang mirip juga dinyatakan oleh Gilang pada wawancara
tetapi karena kesadaran dan keinginan diri sendiri [4]. tanggal 17 Januari 2012 menyebutkan bahwa dirinya sangat
mengidolakan Rangda serta sebagai penekanan identitas pula.
Jika dikaitkan dengan Tato Rangda, teori ini dapat dirumuskan Sehingga Gilang terdorong untuk mewujudkan tato yang tidak
bahwa ada relevansi dorongan berdasarkan hirarki, namun umum dan bernuansakan Bali.
mungkin saja hal tersebut perlu lebih didalami kaitannya bagi
masing-masing informan. Pada tanggal 22 Mei 2011, dalam kesempatan bertemu dengan
salah satu seniman tato asal Desa Kesiman yakni Wirawan
Dua informan sebelumnya mengatakan bahwa, bertato Rangda menyatakan bahwa, pada umumnya para kolektor atau pemakai
memiliki misi dalam pelestarian seni budaya tradisi. Berbeda tato secara umum memiliki dorongan tertentu untuk membuat
halnya dengan informan berikutnya yaitu Winarta dalam tato.
wawancara pada tanggal 22 Mei 2011.
Terkait dengan Tato Rangda menurutnya para kolektor lebih
Winarta mengatakan bahwa Tato Rangda yang diaplikasikan cenderung memilih citra untuk tato mereka selain untuk tujuan
dalam tubuhnya hanyalah sekedar citra belaka, pemilihannya arti. Setelah citra disepakati ada beberapa prosedur yang perlu
pun karena factor identitas. Pada Citra Tato Rangda milik dilakukan, salah satunya adalah meyakinkan kolektor dan
Winarta ada keunikan yakni telah mengalami stilirisasi yakni melakukan tato setelahnya.
kombinasi bentuk dengan nuansa tribal. Jadi dengan adanya
kesan seram pada Rangda secara nyata tidak perlu
dikhawatirkan.
5. Konklusi
Pada hasil konklusi ini akan dideskripsikan segala hal terkait Sedangkan pada Informan Purna dan Rusna lebih mengarah pada
dengan hasil wawancara yang telah dilakukan, lalu kaitan tersebut pelestarian budaya yakni indikasi adanya pengaruh motif luar
dijelaskan berdasarkan asumsi awal. sehingga kedua informan ini memilih mewujudkan tato dengan
Motif Bali yakni Rangda.
Berdasarkan asumsi penelitian dikatakan bahwa, asumsi yang dapat
ditarik kajian ini adalah pola atau motif dari tato sangatlah beragam Terkait dengan penekanan identitas dan Citra Nuansa Bali dapat
baik dari yang dihasilkan senimannya atau menurut keinginan dirasakan pada semua informan dengan pernyataan yakni bentuk
pemakai tato. Karena banyaknya motif maka data yang diperlukan wujud visual pada Bentuk Rangda secara nyata, bentuk mengarah
mengarah pada Orang Bali yang bertato Rangda. pada Ornament Bali dan seolah olah memberikan pesan ke-Bali
annya.
Tato dalam kehidupan masyarakat memiliki beragam alasan. Tato
memiliki tempat tersendiri bagi pemakainya atau yang Hal lainnya adalah termotivasi karena berdasarkan factor keinginan
memanfaatkannya. Diungkapkan bahwa tato memiliki andil dalam dari diri sendiri/personal, selain dari pengaruh yang telah dijelaskan
seni dan perkembangan budaya dalam masyarakat. sebelumnya.
Laporan Riset
Banjar Laba Nangga, Identifying Stakeholders for Cultural Heritage Management ata
Prehistoric Site in North Bali
Rodney Westerlaken B.Ed. M.A. *
Stenden University Bali
In this article a description is given of this process of identifying and all the issues that may rise while identifying
Kata Kunci:
Laba
Bali stakeholders. Values, beliefs and traditions of different stakeholders and subsequently with different interests get mixed
with emotions. This subsequently leads to a loss of scientific research and a just interpretation of what has been found, as
in the described case study of Banjar Laba Nangga.
Heritage
Nangga
Prehistoric
2016 Komunitas Studi Kultural Indonesia. Published by An1mage. All rights reserved.
I will discuss the values and stakeholders, the implications of the Therefore, I got full cooperation of Wayan Sudiarjana to do
Indonesian law on cultural heritage, and the perception of the research on the actual site. This site became the case study for this
indigenous communities. MA thesis, on which this article is based. The site is considered
prehistoric, because sarcophagi were found there, remnants that are
Corresponding author: info@rodneywesterlaken.nl p/a Stenden University Bali, Jl Kubu Gunung,
Tegal Jaya, Dalung, Badung, Bali. considered typical for prehistoric times.
Many authors who have written about prehistorical Indonesia, have His wife had seen in her dreams a man, dressed in an old
documented and analysed various prehistoric artefacts [3,4,5,6,7,8] fashioned way, pointing with a keris at a certain spot on their
but none of them has discussed any legal aspects or archaeological property. Wayan Sudiarjana decided thereupon, caused by
methods related to these prehistoric finds. curiosity upon hearing of the dreaming of his wife, to diga hole
for his septic tank on that spot. Then his spade stuck something
Abbas, an Indonesian archaeologist, states that stakeholders can be hard.
divided into three main groups, namely private sectors, community
and government [2]. In the case of banjar, Laba Nangga the private When he realized what he had found, he notified the local
sector plays a minor role, which makes the community and the Balinese institution for archaeology, Balai Arkeologi in
government the major stakeholders. Denpasar, who came to the site instantly. The research team of
Balai Arkeologi consisted of the head of Balai Arkeologi Drs. I
Important stakeholders in the community are Wayan Sudiarjana Wayan Suantika, Drs. I Dewa Kompiang Gede, Drs. Citha
and Wayan Sineare, inhabitants of banjar Laba Nangga, who both Yuliati, Ketut Puja, Nyoman Suwena and two members of staff
found archaeological artefacts on their land. Other important of Balai Arkeologi [9].
community based stakeholders are the inhabitants of banjar Laba
Nangga and Balinese people from Chinese descent who consider The excavation started with a process to secure the
the artefacts to be objects of worship. archaeological site by digging a wider trench than the one that
was made by Wayan Sudiarjana. The trench was dug in a north
Besides the Republic of Indonesia and the Ministry of Culture and south orientation with a size of 180 x 200 cm. At first, a burial
Tourism, as parties responsible for the law on cultural heritage, without sarcophagus was investigated.
there are two other stakeholders that need further introduction,
namely Balai Arkeologi and Pusat Penelitian dan Pengembangan This burial was found northwest from the first sarcophagus
Arkeologi Nasional. Pusat Penelitian dan Pengembangan discovered by Wayan Sudiarjana. The grave contained human
Arkeologi Nasional, abbreviated to PusLit ArkeNas is the remains, a pot, some pottery fragments, and an incense pot [9].
implementer of the Indonesian law on cultural heritage.
Wayan Sudiarjana had taken the bones from the grave, so it was
Its headquarters are in Jakarta. Balai Arkeologi is a branch office of not excavated professionally. The staff of Balai Arkeologi
Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Nasional. One ofits investigated the bones after their arrival on the excavation site.
branch offices is located in Denpasar. This office is responsible for Consequently, the gender of the human remains could not be
all matters related to archaeology in the provinces of Bali, Nusa identified [9].
Tenggara Barat and Nusa Tenggara Timur.
After the excavation of the grave, one sarcophagus was made
It is the responsibility of Balai Arkeologi to explore, assess, and free of soil, investigated and lifted from the trench. According
present the cultural treasures of the past for the benefit of the to I Dewa Kompiang Gede [9] it contained various beads and
society. Balai Arkeologi states that empowerment of material one bronze mirror.
culture is not just for the sake of pure science in the formal
institutions of archaeology, but it is expected to contribute to
community life.
agriculture [9].
Since the people can only get water throughout the rainy
season, dry field agriculture is the only kind of agriculture
possible [9]. The fertility of the land and its strategic location
near the shore could explain why this place was inhabited
already a long time ago. Archaeological artefacts found in the
area prove this.
which made him believe that it were his ancestors who were
buried there. For that reason, Wayan Sudiarjana did not want
the findings to be removed from his property.
Next step was the excavation of a second sarcophagus for The third and the fourth sarcophagus have the same model as
which purpose the trench needed to be enlarged. This trench the two earlier found sarcophagi, and are found approximately
was now 190x240 cm and 105 cm deep when the cover of the five meters east from the earlier dig. Wayan Sudiarjana stated
sarcophagus was found. that in total six skeletons have been found, so the later two
sarcophagi did not have graves without sarcophagi in their
To uncover the sarcophagus, the trench needed to be dug 216 surroundings.
cm deep. It was located 90 cm from the sarcophagus that
already had been excavated. This sarcophagus contained a The third and the fourth sarcophagus contained one bronze
human body with the legs bent like a baby in the womb with wrist protector, eight bronze mirror fragments (one with
the head towards the hillside (Southeast) and the feet towards Chinese inscriptions, two bronze gentar, one fragment of a
the sea (Northwest). nekara, four bronze bracelets, one iron lance, two sets of
golden ear ornaments, various beads, br ss body with cone
It contained a brass body with cones meant as headwear, one shape as headwear, one iron dagger and potsherds.
miniature nekara and various beads. Fragments of pottery were
found in the direct surrounding of the sarcophagus [9]. At present, Wayan Sudiarjana states that he found the second
set of sarcophagi in May 2010. This cannot be true, as on my
Forty centimetres south of the second sarcophagus, another first visit on 16 august 2009 there were already four sarcophagi.
burial was found. The skeleton was found in the same position In May 2010 there was an investigation led by Agustiyanto and
as the skeleton inside the sarcophagus: the head towards the A.A. Fadhila from Pusat Penelitian dan Pengembangan
hillside, the feet towards the seaside, with the legs bent, and the Arkeologi Nasional (Jakarta), the national archaeological
hands folded on the chest [9]. The grave contained a bronze service of which Balai Arkeologi is the representative in Bali.
spiral and various beads [9].
According to Wayan Sudiarjana, Pusat Penelitian dan
Research of the forehead and the hip lead to the conclusion that Pengembangan Arkeologi Nasional made a complete
these remain belonged to a woman [9]. I Dewa Kompiang Gede registration of all the findings and noted May 2010 as the date
states that she must have been of a high status in her society, as offinding. This is consistent with the information of A.A. Gede
it was very difficult to find materials to make bronze in those Oka Astawa from Balai Arkeologi.
times [9].
3.3. Condition and Background
In between the second sarcophagus and the burial a pestle and I Dewa Kompiang Gede states that the burial gifts in banjar
mortar were found [9]. The sarcophagis model is simple. I Laba Nangga, (both in the sarcophagi as in the burials without
Dewa Kompiang Gede describe them as when face up like a sarcophagi) are in good condition and are good examples of
boat or facedown like a turtle. The sarcophagi do not have any techniques that were already used approximately 2000 years
inscription. There is one bulge on the front side and two bulges ago.
on the narrower backside.
The variety of colours shapes and materials tell us that the
The bulges have round shapes [9]. In his report I Dewa people that were buried in the sarcophagi must have had a high
Kompiang Gede informs us that the research ended on April 5, status and high social level in their society. I Dewa Kompiang
2010, because terbatasnya waktu, restricted time [9]. Therefore, Gede describes that it must have been very difficult in those
Balai Arkeologi asked permission from Wayan Sudiarjana, the times to make a sarcophagus.
owner of the land, to take the artefacts to the office in Denpasar
for further investigation. Therefore, the people who were buried in the sarcophagi must
have been highly respected and may have been leaders (and the
Wayan Sudiarjana did not permit this, due to the fact that his families of those leaders) of a tribe [9].
wife had dreamed about those findings before the excavation,
Jurnal Studi Kultural Volume I No. 1 Januari 2016 www.an1mage.org 35
Rodney Westerlaken Banjar Laba Nangga, Identifying Stakeholders .
The artefacts tell us that banjar Laba Nangga and its Zimmerman also describes the complexity of being or
surroundings must have been in contact with places outside becoming a stakeholder. The commitment of the stakeholder to
Bali and even outside present day Indonesia. Extremely win an issue over other issues is very important to be
interesting in this case is that some of the grave goods in banjar considered when an archaeologist is making an inventory of
Laba Nangga are of Chinese origin. stakeholders [10, 12].
The mirror, found in the first sarcophagus, is suggested to come Mason [13] states that the widening of the circle of stakeholders
from the Xin dynasty (King Wang Mang (8-23 AD)), which involved in an archaeological project, improves both the
was a very short lasting dynasty between Western Han and process and the outcome. Therefore, the identification of
Eastern Han (25AD). Found ear ornaments are of possibly stakeholders is an important task. In addition, cooperation with
Indian origin. In addition, the bronze artefacts (spiral, stakeholders can give archaeologists vital information about
headwear, and beads) show us that there must have been trade locations and the use offound artefacts [10, 12].
with places outside Bali, as there is no copper or tin found on
the island of Bali [9]. An archaeological artefact can have multiple stakeholders who
are all contending for its ownership. This ownership can be
I Dewa Kompiang Gede write in his report that burial gifts merely the possession of the artefacts, control for the very
were only given to the dead as a safeguard for the journey of nature of the pastor how stories about it are told [10].
their soul to afterlife. There was a correlation between the
wealth of the family and the size of the grave [9]. Until today, Each stakeholder has a different stake, and no case is the same.
five sarcophagi have been found in banjar Laba Nangga. Four A good example is the case of the Elgin marbles, which are
on the land of Wayan Sudiarjana and one on the land of Wayan displayed in the British Museum and cause disturbance on high
Sineare in 1996 [9] . political level between the British government who sees itself
as rightful owner and the government of Greece who equally
3.4. Current Situation sees itselfas rightful owner [10].
The management of the cultural resources in banjar Laba
Nangga is not yet carried out well. The condition of the In addition, private citizens have a stake. Found artefacts show
sarcophagi deteriorates. The colour is fading; cracks are evidence of their heritage and can be seen as proof of ancestral
appearing or getting bigger. People with Chinese background narratives. In several countries, like in the U.S.A. artefacts
are praying on the site and placing candles on the sarcophagi found on private land (except human remains) are considered
bulges. This results in suet covering the bulges. property of the landowner. [10]. Furthermore, the private sector
also has its stake.
The artefacts and human remains are stored in a room that is
especially built for the artefacts, but in this room, the artefacts Antiquities dealers, collectors and looters are stakeholders.
are mainly placed on top of each other. The golden objects are Some of them even make their living directly from the
kept separately after an earlier burglary, but can be seen upon acquisition and the sales of artefacts. Finally, museums and
request. One artefact, an iron lance, is kept under very harmful other archaeological organizations have concerns about what
conditions. It stands for 1/3 (from the point) in a pot with holy happens to archaeological artefacts and the interpretations of
water. them [10].
A.A. Gede Oka Astawa and I Dewa Kompiang Gede of Balai The recognition by archaeologists of the rights of stakeholders
Arkeologi were not aware of this current situation, but, being and the complexities of the past has taken decades [10]. The
both Balinese, could appreciate the actions of Wayan pressure for the recognition of the rights of stakeholders came
Sudiarjana in terms of Balinese ancestor cult. primarily from indigenous people and started with the demands
of the return of human remains and sacred objects.
4. Stakeholders and Values
More and more archaeologists are beginning to realize that a found Some of the demands of indigenous people or descendent
object is not just an archaeological artefact having value for them communities even became government regulations [10].
but that the artefact also has values for other stakeholders [10].
This recognition of the rights of indigenous people was seen as
It is even said that cultural resource management is more about a threat by a number of scholars in the U.S.A. In the early
managing people than about managing sites [11]. I realized that the 1980s it led so far that some archaeologists even went to court
findings in banjar Laba Nangga were unlocking emotions among to stake their claims [10].
various stakeholders. These emotions are connected to the values
this heritage has for each group of different stakeholders. In this Initially, local state and provincial governments in the U.S.A.
chapter, I will explain more about those values in relation to responded to demands of indigenous people. In 1989 the first
stakeholders. national laws on this topic were enacted in the U.S.A.
4.1. Stakeholders and Values in a Global Context The Native American Graves Protection and Repatriation Act
Zimmerman, an anthropological expert, give a clear description (NAGPRA) required the inventory of all the human remains of
of what a stakeholder is: a stakeholder is a group or individual native Americans, grave goods and sacred objects, notification
with an interestor stake in an archaeological record [10]. of those remains to possible genetic or cultural descendants,
and repatriation where possible for all federal agencies and any
organization that received federal funds or permits [10,14,15].
Jurnal Studi Kultural Volume I No. 1 Januari 2016 www.an1mage.org 36
Rodney Westerlaken Banjar Laba Nangga, Identifying Stakeholders .
As the values of indigenous people are incorporated into the Indonesia has around 6.000 registered sites of cultural heritage.
structure of heritage management, a different picture of cultural This large number suggests a relatively large potential of
resource management is established. Where the original cultural resources. Abba states that only 28% of these sites are
Western mode of archaeology is predicated on ideas of the managed well.
public trust, the indigenous stewardship is more often
concerned with the care of living history [12]. She states that if those resources were managed soundly and
appropriately, they certainly would initiate benefits for the
Assigning custody of heritage based on indigenous values stakeholders and ultimately extend the age of the heritage itself,
respects the "traditionally, or historically, legitimate cultural or making sustainable use possible [21].
spiritual responsibility for the cultural property at hand" and
infuses stewardship with a duty of familial or communal care. Abbas states that in Indonesia, there is a widespread view that
The differences between the "public trust" school of government attention, control and maintenance towards cultural
archaeological thought, and the "cultural legacy" perspective of resources is weak.
Indigenous thought have cognitive implications: the former
isolates history, failing to link it with other people, places or This weak positioning causes damage to cultural heritage or
times, while the latter binds the studied past with the present even lets it vanish away [21]. In order to overcome this
and future. situation concerned parties have applauded partnership to
strengthen the management of cultural sites and resources [21].
The distinction can be as simple a matter as considering an
archaeological skeletal specimen as object orancestor [12, 16]. Different stakeholders with different values, or, as Abbas states,
different parties with different objectives, should be involved in
To distinguish this skeletal specimen as an historical object or the management simultaneously.
the heritage of ancestor values of all stakeholders need to be
examined. There is no standard list including all heritage It is expected that through this approach, which wishes to
consult and involve stakeholders, problems and challenges
Jurnal Studi Kultural Volume I No. 1 Januari 2016 www.an1mage.org 37
Rodney Westerlaken Banjar Laba Nangga, Identifying Stakeholders .
facing the efforts to manage cultural sites and resources can be Sustainable use of cultural resources has two functions. On the
resolved and addressed, hence conflicts do not necessarily one hand, to unite all stakeholders to collaborate in managing
appear and effective management can be achieved [21]. cultural resources. On the other hand, to impose a binding
common platform which will enable each stakeholder to
Abbas [21] states that in Indonesia there are three major consider other stakeholders when negotiating roles and
stakeholders in archaeological sites: the government, the responsibilities in partnership [21].
community and private sectors. This corresponds to similar
distinctions of cultural resource management in its global That cultural resource management can be very difficult in
context. Abbas gives a model, which shows the relationship of Indonesia and especially in Bali, like in the case study of this
these major stakeholders to come to a sustainable use of article appears from an article by Schoenfelder and Bacus [23].
cultural resources [21].
They experienced that a young leader of an irrigation society
Sustainable use of cultural resources is best achieved when all told them that old bracelets were found in the forest. According
relevant stakeholders are actively involved. Abbas has grouped to the account of the irrigation society leader those who wore
the stakeholders under three headings. Under private sector these bracelets became sick if they neglected to pray, and
Abbas groups culture activities developers and tourism therefore they returned the bracelets to the forest.
developers.
At least one bracelet wearer was said to have lost his or her life.
Under community she groups public (particulary those linked The discovery of the bracelets involved trance, though it is
or directly affected by cultural resource management related unclear whether that was a precondition or an effect of the
activities), NGOs, professional organizations, academia and discovery. As these bracelets were brought back to the forest
universities and other public. there has not been an opportunity to investigate the findings.
Finally, under government she groups ministries and national 4.3. Stakeholders in banjar Laba Nangga
centres for research in archaeology [21]. To achieve sustainable I divided the stakeholders for banjar Laba Nangga in the earlier
use of cultural resources, involvement of these stakeholders is mentioned tripartite division: government, community and
necessary. private sectors. The government is the most influential
stakeholder. Bambang Sulistyanto states that the huge influence
of government regulations on the management of cultural
heritage makes management of the cultural heritage for other
stakeholders difficult [24].
Finally, there is a small private sector consisting of tourism The law on cultural heritage gives a precise view on how the
developers, who might be interested in the findings, as tourism Indonesian state and the Ministry of Culture and Tourism, as
in the North of Bali is developing and art dealers are willing to stakeholder, think cultural heritage should be treated.
trade the found artefacts.
At the start of the enactment of this law the Minister of Culture
5. The Government as Stakeholder had this responsibility, but in an update of this law (which can
Laws in Indonesia can only be established by the People's be read in Direktorat Peninggalan Purbakala 2009: 99-111) this
Representative Council or DPR.The President can propose a bill to responsibility has been partly transferred to the Director
the DPR. During the process of establishing a bill into a law, the General of Culture.
DPR will create a small taskforce to discuss the bill with the
corresponding ministries. The law on cultural heritage became effective on the date of
promulgation, March 21, 1992 [22]. The purpose of the law on
When a joined agreement has been reached, the President will cultural heritage is to protect objects of cultural heritage, sites
endorse a bill into a law. When an agreement cannot be reached to (within the borders of the Republic of Indonesia), objects that
enact a bill into law, the bill cannot be proposed again during the are suspected to be cultural heritage and valuable objects with
current term of the legislative members [25]. an unknown owner.
The Indonesian law Undang Undang Republik Indonesia nomor 5, With this law on cultural heritage the Indonesian government
tahun 1992, tentang benda cagar budaya deals with the mastery, aims to regulate arrangements for the ownership, registration,
ownership, discovery, search, protection, maintenance, transfer, protection, preservation, discovery, search, utilization,
management, utilization and oversight of the objects of cultural management, licensing and supervision [22].
heritage in Indonesia.
In the law on cultural heritage, it is stated that objects of
The law is endorsed by the President and approved by the DPR (5). cultural heritage form the wealth of the Indonesian culture,
The Indonesian law on cultural heritage is based on the which is important for the understanding and development of
Monumenten Ordonnantie, a former Dutch colonial law. It was knowledge of history, science, and culture.
enacted, especially upon request of the Oudheidkundige Dienst in
Nederlandsch-Indi, who encountered problems in their work Therefore, cultural heritage needs to be protected and preserved
because there was no legal protection for the execution of their for the sake of the nation and its identity [22].
duty at that time [26].
The Indonesian law on cultural heritage provides us with
The Monumenten Ordonnantie was, however, not the first token of information about the values attributed to cultural heritage
interest from the Dutch colonizers in Indonesian cultural heritage. through the eyes of the government as stakeholder. It considers
Already in 1656, Rijcklof van Goens, who became Governor cultural, historical and scientific values as most important
General in 1678, visited the kraton of Mataram and noted a treasure values of cultural heritage.
of gold. In the 17th century, the Dutch noted the Pejeng moon, a
large kettledrum in Pejeng, near Ubud [26]. To understand the implications of the law on cultural heritage
better, the law provides some definitions that are used in the
At the time of commencement of the current law on cultural law and which are useful to reproduce here.
heritage (Undang Undang Republik Indonesia nomor 5 tahun 1992
tentang benda cagar budaya) in 1992, the monumenten ordonnantie Objects of cultural heritage are: a man-made objects, movable
no. 19 Year 1931 (Staatsblad75 year 1931 number 238), as or immovable, in the form of an entity or a group, or the parts
amended with monumenten ordonnantie no. 21 of 1934 (Staatsblad or the remains, which are at least 50 years old, or represent a
year 1934 no. 515), were both declared invalid. distinctive style or at least represent a style of at least 50 years
old, and is deemed to have significant value for history, science
5.1. The Republik Indonesia and The Ministry of Culture and culture; b natural objects, which have significant value for
and Tourism as Stakeholder history, science and culture [22].
As the implementation of the law on cultural heritage is laid
down by the Ministry of Culture and Tourism and approved by The site: The site is the location that contains or reportedly
the DPR, the Ministry of Culture and Tourism is an important contains objects of cultural heritage including its environment
stakeholder. that is necessary for the security of possible unfound cultural
heritage [22].
Based on the provisions of law number 5 of 1992 on cultural
heritage, objects of cultural heritage are stated to be owned by Responsibility: The Minster of Culture and Education and the
the State [22]. This makes the Republic of Indonesia also Director General of Culture decide who is entitled to bear
another important stakeholder. responsibility for a particular piece of cultural heritage. The
Director General holds a list with the entire cultural heritage of
Those two bodies, the Ministry of Culture and Tourism and the Indonesia.
government of the Republic of Indonesia, are strongly
connected to each other and speak through one voice, namely In the law on cultural heritage, the Republic of Indonesia
law number 5 of 1992 on cultural heritage. clearly claims its stake. It states that all objects of cultural
heritage are held by the State, but that everyone can bear
responsibility of a particular object of cultural heritage lectures, seminars, gathering funds, and other activities to
considering its social function. spread information and find possibilities for protection and
maintenance of objects of cultural heritage [22].
The Director General of Culture appoints those who may bear
responsibility over a particular piece of cultural heritage. 6. The Community as Stakeholder
Although ownership of cultural objects is a civil right, the Ethnological field research in banjar Laba Nangga is a difficult
Indonesian law states that, in the transfer of responsibility or task. The banjar consists of 334-kepala keluarga, but illiteracy is
control to another person, the former owner must keep heed to high. After a meeting with Nyoman Windra, kepala dusun of
the provisions in the Indonesian law about objects of cultural banjar Laba Nangga, we concluded that, due to the illiteracy in the
heritage and other applicable laws. community, a result of 100 completed questionnaires was
reachable.
If those objects of cultural heritage held by individuals are not
being preserved well the State will take over the responsibility I was not permitted to do the interviews myself. Nyoman Windra
and take control over those objects. asked me to make a questionnaire that he distributed under those
kepala keluarga who are able to write and read. People that were
Citizens of the Republic of Indonesia can only own objects of not from the same region never did ethnological fieldwork in
cultural heritage if these objects are owned or controlled by a banjar Laba Nangga.
hereditary or an inheritance.
Nyoman Windra assured me thatif he distributed and coordinated
Another possibility is that if an object of cultural heritage the fieldwork the outcome would be more objective and reliable.
already exists in various examples and some of those are The field research was conducted from 13 till 20 January 2011. On
already owned by the State. Any person that has cultural the question if the community is aware that they live on soil that
heritage under his or her responsibility has to report this to the was inhabited already 2000 years ago, 53% of the respondents
government [22]. answered yes, 47% answered no.
If the implementation of the utilization of objects of cultural I asked the people who answered yes how they knew that this
heritage are found to be not in accordance with permissions place was inhabited already for such a long time. For 75% of the
granted, contrary to safeguard objects of cultural heritage or are people that answered yes the archaeological findings in the
used for seeking personal gain the Ministry of Culture and community are convincing them that this area was inhabited 2000
Tourism may stop the utilization of these objects [22]. years ago. 15% of the respondents are convinced by the
archaeological findings as well as by ancestral stories. 10% of the
As the government sees itself as legal owner of cultural people are only convinced by ancestral stories.
heritage, and through this ownership claims its stake, the
government also claims that every person has to report to the The main argument for those who said no was that they do not
government ifan object of cultural heritage is missing and / or believe their land was inhabited 2000 years ago because their
damaged not later than fourteen days from the loss or damage ancestors said that in earlier times the place where their community
to the Indonesian national police or the nearest agency is located nowadays was forest. The archaeological discoveries in
responsible for the protection of cultural heritage. the community do not convince them that the village was inhabited
2000 years ago.
If the item is missing for more than 6 years it will be taken off
the lists of cultural heritage [22]. As owner of cultural heritage I asked the villagers whether the findings should be seen from a
the Republic of Indonesia provides strict rules for every person scientific or from what I call mystical point of view. 44% of the
who bears responsibility for cultural heritage. community refers to the findings as scientific. 6% of the
community sees the findings of the sarcophagi as mystical. 18%
Those who bear responsibility are required to protect and of the community sees the findings both scientific and mystical.
safeguard the objects and preserve their historical value and 32% of the respondents did not have an opinion.
authenticity. Objects of cultural heritage should be protected
against damage due to natural factors and/or due to human On the question whether the findings should remain in banjar Laba
activities, transfer ofownership and bearing of responsibility by Nangga or can be stored and displayed in an archaeological
people who are not eligible, changes in the authenticity and institute or museum, 85% of the respondents stated that they
historical value. wanted to keep the findings in the village. 11% of the community
stated that the findings were better to be kept in a museum.
When those obligations are not carried out well the government
will give a warning. If within 90 days since the warning is The most frequently heard argument for this opinion was that the
issued, no good protection efforts are carried out by the people community does not know how to preserve the objects. 4% of the
who are responsible for the object(s) of cultural heritage, the community prefers to leave the decision to the government .12.5%
government can take over the obligation to protect the object(s) of the 85% members of the community who stated that the findings
[22]. should remain in the village came up with the idea to build a
museum in the community.
The government decided that public participation in the
conservation or management of objects of cultural heritage is It may be concluded that the community of banjar Laba Nangga
possible by individuals or legal entities, foundations, attributes cultural, historical, social and scientific values to this
associations, clubs, or other similar bodies. They may use cultural heritage.
Jurnal Studi Kultural Volume I No. 1 Januari 2016 www.an1mage.org 40
Rodney Westerlaken Banjar Laba Nangga, Identifying Stakeholders .
6.1. Udayana University and Balinese People or People of In the case of the half sarcophagus found fifteen years ago
Balinese Descent as Stakeholder responsibility has not been an issue, as the sarcophagus was
Archaeology is one of the departments in the Faculty of Letters found empty and it still lays on the land where it was found and
of Udayana University, Bali. The university describes nobody has problems with this.
archaeology as a science that studies the results of human
culture from the past and the modern emphasis on the Nobody really claimed the stake of owning the sarcophagus.
relationship of all cultural objects with human behaviour at all Wayan Sudiarjana and Wayan Sineare both think that the
times and places. graves belong to their ancestors. Ancestor cult is extremely
important in Balinese culture.
On that basis there are a number of objectives to be achieved in
archaeological studies, including reconstructing the cultural The ancestors play an important role in the cosmos, together
history, reconstructing the ways of human life and with gods and spirits. The general belief is that the living are
reconstructing the cultural processes. Eighty-four important closely tied to the deceased ancestors; they can help their
values that Udayana University, as stakeholder, attaches to descendants, or fail to help them and even hinder them if they
cultural heritage are historical and scientific values. do not honourtheir ancestors [27].
Professor I Wayan Ardika states that Balai Arkeologi works too Boon describes ancestor cult as not just a simple ideological
individually on sites and constantly is overtaken by events instrument for social integration, it can also aggravate rifts as
caused by late reports and circumstances. Although he thinks well unify factions [28]. To give a practical example: Balinese
that the Indonesian law of 1992 is implemented well in Bali, he usually do not move from their ancestral land and during a
says that the implementation can be done better. marriage the bride asks her ancestors for permission to leave
her clan before joining that of her future husband [29].
He states that local people should get more knowledge about
archaeological heritage and that excavations should be planned Relics that are seen as holy or mystical by Balinese
better. inhabitants, like the ancestral findings of Wayan Sudiarjana,
give the Balinese people kesaktian which according to Wiener
Also it takes too long before Balai Arkeologi or the can be translated as efficacy or the ability to achieve goals,
Archaeological museum in Bedulu conduct research. A solution most usually those goals that are beyond human capacities
for this matter will be to strive for a stronger cooperation [30].
between Udayana University, Balai Arkeologi in Denpasar and
Museum Gedung Arca in Bedulu, cooperation between a It can be seen as some kind of magic power or strength. Those
government stakeholder and a community stakeholder. relics form a connection between a person and the invisible
world of Gods, spirits and ancestors. Each artefact can be seen
According to I Wayan Ardika, the Udayana University as potential or actual vehicle of the Gods and their followers
welcomes such cooperation. On the one hand, knowledge from [31].
local people is important and helps the process of excavating.
Locals can describe earlier findings that were not registered, According to Hildred Geertz, kasaktian cannot properly be
can tell narratives from their ancestors. translated as power. It cannot be used to take control over
other peoples actions. Sakti is used to ensure safety around
When locals are involved in the excavation process, they can oneself and those who are near [31].
tribute to their own heritage values during the excavation
process. On the other hand, local people can be a danger to Wayan Sudiarjana does not want the findings to be removed
cultural heritage due to a lack of knowledge how to treat from his property. Important values which Wayan Sudiarjana
objects of cultural heritage. and Wayan Sineare attach to the relics on their land are
cultural, historical, personal and social values.
I Wayan Ardika states that locals should have more knowledge
about their cultural heritage, especially those who are living on Another group of stakeholders are Balinese people with a
soil that is suspected to contain cultural heritage. A good Chinese background. Due to a misunderstanding about the
example of this lack of knowledge by local people is the site in grave goods during the excavation, a Chinese community
Keramas. nearby got the impression that those who were buried there
were Chinese. Weekly they come to the graves to pray.
Due to a lack of knowledge of local people, two sarcophagi
have been destroyed there and the site is not investigated 7. Conclusion
properly. The excavation spot in Keramas is littered with There is no doubt that the discovery in banjar Laba Nangga is of
prehistoric pottery, 11th-century Song Dynasty ceramic shards great scientific value. The grave goods are of great beauty and
and later shards from the Ming Dynasty. some of the found artefacts are not exhibited in museums in Bali or
in Museum Nasional in Jakarta. Balai Arkeologi declares that the
6.2. Minor Community Groups as a Stakeholder soil of banjar Laba Nangg is still thought to bear prehistoric
As discoverer and owner of the excavation spot Wayan artefacts.
Sudiarjana bears responsibility for the found objects of cultural
heritage. When the report and the investigation are finished, he With my article, I did not intend to give an interpretation of the
may ask for permission to bear the responsibility. discoveries in banjar Laba Nangga in its archaeological context. I
Jurnal Studi Kultural Volume I No. 1 Januari 2016 www.an1mage.org 41
Rodney Westerlaken Banjar Laba Nangga, Identifying Stakeholders .
did not search for answers who the people in the sarcophagi where It is questionable how far archaeological education for the
or with whom they traded. indigenous should go. On the one hand the indigenous can become
too smart as stated by I Wayan Ardika. On the other hand it is
Abbas [21] said that, in Indonesia, there are three major groups of questionable to what extend archaeological education should be
stakeholders, all with their own values. If those stakeholders, given to the community... to get the indigenous people toe the line?
namely private sectors, community and government, are working
together in a proper way, this cooperation can lead to sustainable References
use of cultural resources. [1] Nuryanti, Wiendu (1997). Tourism and Heritage Management,
Gadjah Mada University, Yogyakarta.
In the case of banjar Laba Nangga the group of private stakeholders [2] Simanjuntak, Hisyam, Prasetyo, Nastiti. (2006). Archaeology:
Indonesian perspective; R.P. Soejonos festschrift, LIPI, Jakarta
is very small. The community and government groups play the
[3] Soejono, R.P. (1977). Sistim-sistim penguburan pada akhir masa
major roles in the development to a sustainable use of the cultural
prasejarah di Bali 1 Jilid 1 teks, Jilid 2 ilustrasi Disertasi pada
resources of banjar Laba Nangga. The community group consists of Universitas Indonesia, Jakarta.
the discoverers of the artefacts, the members of the community of [4] Soejono, R.P. (1977). Sarkofagus Bali dan Nekropolis Gilimanuk,
banjar Laba Nangga and its surroundings, Balinese in general, Proyek Pelita Pengembangan Media Kebudayan Departemen P&K,
Balinese with a Chinese background and Universitas Udayana. Jakarta.
[5] Geria, I Made (2006). Dampak perkembangan permukiman terhadap
The government group consists of the Republic of Indonesia, the lingkungan pesisir situs Gilimanuk. Balai Arkeologi, Denpasar.
[6] Sutaba, IMade. (1974). Newly discovered sarcophagi in Bali,
Indonesian ministry of culture and education, archaeological
Archipel volume 7.
research centres and museums.
[7] Yuliati, C. (2000). Hubungan antar situs prasejarah di depanjang
pantai Bali utara, tinjauan bentuk dan pola hias gerabah, Balai
To distinguish the values of those groups I used seven value Arkeologi, Denpasar.
groups, namely artistic and aesthetic values, cultural values, [8]. Yuliati, C. (2000). Status Sosial Masyarakat Prasejarah Ditinjau dari
economical values, historical values, personal values, social values Sistem Penguburan, Balai Arkeologi, Denpasar.
and scientific values. One of the conclusions of my research is that [9] Gede, I Dewa Kompiang. (2009). Laporan penelitian arkeologi,
the two major stakeholders in my case, the community and the ekskavasi penyelamatan desa Pangkung Paruk, kecematan Seririt,
Kabupaten Buleleng, Balai Arkeologi, Denpasar.
government, have three common values: cultural, historical and
[10] Zimmerman, Larry J.. (2006). Consulting stakeholders in Balme and
scientific values. The community has one extra value: social
Paterson, Archeology in practice. Blackwell publishing, Oxford.
values. [11] McNiven, Ian and Russel, Lynette, (2005). Appropriated pasts:
indigenous peoples and the colonial culture of archeology, AltaMira
The frictions between the government and the community are Press, Lanham.
caused by this social value. These frictions need to be solved before [12] Smith, Claire and Burke, Heather (2007). In the spirit of the code, in
a sustainable use of cultural resources is possible. I hope that this Larry J. Zimmerman et al: Ethical issues in Archeology, AltaMira
friction is solved before new artefacts will be unearthed. press, Walnut Creek.
[13] Mason, R & Avarami E. (2008). Assessing values in conservation
planning: Methodigical issues and choices in Graham Fariclough et
The Indonesian law on cultural heritage deals, among other things,
al, The Heritage Reader, Routlegde, London.
with the sustainable use of cultural heritage. It gives explanations [14] Fine-Dare (2002). Grave injustice. University of Nebreska, Nebreska.
on definitions as cultural heritage, site and responsibility. The law [15] Richman, Jennifer and Forsyth Marion (2004). Legal perspectives on
distinguishes values in history, science and culture of the Cultural resources, AltaMira Press, Walnut Creek.
Indonesian nation. [16] Meskell, Lynn (2002). Intersection of identity and politics in
archeology, Annual review of Anthropology.
The law also gives definitions about ownership, maintenance, [17] Riegl, A. (1902). The modern cult of monuments, its characters and
discovery, trading and moving of cultural heritage. I compared the origins, in Oppositions, page 621-651.
[18] English Heritage. (1997). Sustaining the Historic Environment: New
definitions given in the law with the reality of my case study and
perspectives on the future, English Heritage discussion document,
came to the conclusion that the law was not carried out as it was
London.
intended. [19] Lipe, W.(1984). Value and meaning in cultural resources, Cambridge
University Press, New York.
This has led to frictions on both sides: the community and the [20] Frey, B. (1997). The evaluation of cultural heritage, Macmillan,
government. The second excavation was carried out illegally London..
because of earlier friction between the community and the [21] Abbas, Novida (2006). Partnership in cultural resources:
government. The community did not get any guidance for Empowering the stakeholders in Simanjuntak, Hisyam, Prasetyo,
Nastiti (eds), Acheology: Indonesian perspective; RP Soejonos
protection procedures, maintenance and utilization of the artefacts
festschrift. LIPI, Jakarta.
by Balai Arkeologi.
[22] Departemen pendidikan dan kebudayaan. (1995). Undang-undang
republik Indonesia nomor 5 tahun 1992 tentang banda cagar budaya
By searching for objects of cultural heritage by way of excavation dan peraturan pemerintah republik Indonesia nomor 10 tahun 1993
without the permission of the government and by not reporting the tentang pelaksanaan Undang Undang nomor 5 tahun 1992 tentang
discovery of the second discovery, the discoverer risks a benda cagar budaya. Departemen pendidikan dan kebudayaan, Jakarta
punishment of respectively five years of imprisonment and/or a [23] Schoenfelder, Jhn W. and Bacus Elisabeth A.. (2006). Motivation and
fine of 50.000.000 rupiah for illegal excavating and one year materialization: power, kesaktian, and the Balinese archeological
imprisonment and/or a fine of 10.000.000 rupiah for not reporting a record in Simanjuntak, Hisyam, Prasetyo, Nastiti (eds), Acheology:
Indonesian perspective; RP Soejonos festschrift. LIPI, Jakarta.
discovery.
[24] Sulistyanto, Bambang (2006). The pattern of conflict of benefitting
from cultural heritage in Indonesia record in Simanjuntak, Hisyam,
Laporan Riset
Komodifikasi Arsitektur Bade di Kota Denpasar
I Made Gede Anadhi
Universitas Udayana
Tesis yang berjudul Komodifikasi Bentuk Pepalihan dan Ragam Kata bade diartikan juga sebagai tempat besar dan tinggi untuk
Hias Wadah Karya Ida Bagus Nyoman Parta di Desa Angantaka, mengusung jenazah yang akan dibakar di kuburan (Anandakusuma,
Kabupaten Badung karya tulis I Gusti Ngurah Agung Jaya CK 1986:14) [9]. Bade sebagai salah satu pemereman dari segi
(2011) [5] mengungkapkan komodifikasi bentuk pepalihan dan arsitektonis adalah suatu Jenis/Bentuk Bangunan Tradisional Bali
ragam hias wadah karya IBNP akibat gesekan antara budaya lokal yang bersifat sementara dan ringan berbentuk bebaturan dan
dengan budaya globalisasi. pepalihan, di atasnya berdiri balai-balai, dirancang khusus untuk
tempat jenazah pada waktu akan diusung dari rumah duka menuju
Telah terjadi perubahan pakem dalam pembuatan pepalihan yang ke kuburan (Sulistyawati, 2008:102) [4].
tidak lagi mengikuti pakem dalam lontar Yama Tattwa, dengan
pertimbangan kebutuhan komodifikasi, yakni mempercepat Bade terdiri atas pepalihan bacem, pepalihan gunung gelut,
produksi, praktis, dan ekonomis. Sumbangan pustaka ini pepalihan lelengen, pepalihan sancah, pepalihan taman, pepalihan
memberikan data sekunder untuk memperdalam dan mempertajam padma, pepalihan bada dara, pepalihan rongan dan pepalihan
fokus analisis yang dilakukan oleh penulis, dan pemahaman tentang tumpang.
konsep komodifikasi dalam Arsitektur Bade.
Jaya CK (2011:19) [5] menyatakan di tiap-tiap bagian pepalihan
Perbedaan Tulisan Jaya CK terletak pada fokus penelitiannya di yang terdapat pada Arsitektur Bade, terdiri atas susunan pepalihan
mana ia membahas tentang komodifikasi bentuk pepalihan dan yang berukuran besar, sedang, dan kecil, diantaranya:
ragam hias wadah karya IBNP yang dilihat dari aspek produksi,
distribusi, dan konsumsi. Sedangkan penelitian penulis membahas (a) pepalihan wayah adalah pundan berundak tiga seperti anak
mengenai komodifikasi Arsitektur Bade. tangga yang jumlahnya tiga dan mempunyai nama yang diurut
dari bawah, yaitu weton, pai, dan ganggong.
Persamaan penelitian yang penulis lakukan dengan Tulisan Jaya (b) pelok adalah pembatas tiap-tiap pepalihan wayah.
CK terdapat pada sama-sama membahas tentang bentuk bade atau (c) padma terdiri atas undakan yang berjumlah lima.
wadah yang pada dasarnya dibentuk oleh susunan pepalihan dan (d) peneteh adalah pembatas yang ukurannya dua senti meter.
ragam hias. (e) amenlima adalah bidang datar yang persegi empat panjang
yang berada di tiap-tiap dinding bangunan wadah.
Relevansi Tulisan Jaya CK dengan penelitian yang penulis lakukan (f) lelengen adalah ruang segi empat berada di tiap sudut wadah.
adalah memberikan wawasan dan pemahaman mengenai bentuk, (g) gulesebungkul atau cakepgule adalah dua undak digabung
makna dan dampak komodifikasi wadah atau bade di masyarakat, menjadi satu dengan pinggiran menyerupai sudut segi tiga.
disamping itu Tulisan Jaya CK digunakan juga sebagai acuan untuk (h) amenliman adalah bidang datar yang persegi empat panjang
mendapatkan konsep, teori dan teknik. yang berada di masing-masing dinding bade/wadah.
4.1 Bentuk Komodifikasi Arsitektur Bade 4.3 Dampak dan Makna Komodifikasi Arsitektur Bade
Arsitektur Bade sebagai komoditas barang produksi yang Dampak perubahan pada Arsitektur Bade sebelum dijadikan
diproduksi kemudian didistribusi untuk dikonsumsi oleh komoditi dan yang telah menjadi komoditi, jika ditabulasikan
konsumen, yakni masyarakat yang memakai Arsitektur Bade dapat dilihat seperti tabel di bawah ini (citra 2):
pada penyelenggaraan upacara pengabenan.
No. Arsitektur
Komoditi
Bade Non Arsitektur Bade Sebagai
Arsitektur Bade sebagai sebuah komoditi, ditawarkan Komoditi
selayaknya benda profan lainnya, dibuatkan daftar harga per 1. Hanya dibuat jika ada orang Selalu dibuat sebagai
meninggal
unit sesuai type/jenis, harga paket dengan sanan pemikul, persediaan
termasuk biaya transport ke lokasi pemesanan (Citra 1). 2. Sifat keindahan:
magis, religius sakral, Sifat keindahan: profan,
sekuler
Bentuk pepalihan dan ragam hias yang membentuk arsitektur 3. Budaya
elit) tinggi (kelompok Budaya massa (masyarakat
bade yang sudah baku didekonstruksi dan direkonstruksi sesuai umum)
tuntutan ranah komodifikasi yakni: penyederhanaan bentuk, 4. Kaya nilai dan makna
filosofis Miskin nilai dan makna
filosofis
standarisasi bentuk, pola, ukuran, dan susunan warna.
5. Bentuk terikat makna religius Bentuk terikat makna
materi
Hal ini dengan pertimbangan efektifitas bahan baku dan
6. Terikat
alat kaidah material dan Bebas kaidah material dan
efisiensi waktu serta pemanfaatan tenaga kerja. Hal ini akan
alat
mempercepat proses produksi, sehingga segera bisa
7. Terikat proses kerja Modifikasi proses kerja
didistribusikan untuk dikomsumsi oleh masyarakat konsumen
8. Disain asli, unik Reproduksi, terstandar
di Bali maupun luar Bali.
9. persembahan
Ngayah sebuah Mayah sesuai
pembayaran
Citra 2. Dampak Perubahan dalam Arsitektur Bade. Sumber: Suyoga, 2015: 202 [10].
Referensi
[1] Strinati, Dominic. (2007). Popular Cultural: Pengantar Menuju Budaya
Popular. Terjem. Yogyakarta: Jejak.
[2] Storey, Jhon. (2004). Teori Budaya dan Budaya Pop: Memetakan
Landskap Konseptual Cultural Studies. Terjem. Yogyakarta: CV.
Qalam.
[3] Turner, Bryan. (2003). Teori-Teori Sosiologi Moderintas
Posmodernitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
[4] Sulistyawati. (2008). Arsitektur Orang Mati di Bali. Pustaka Arsitektur
Bali. Denpasar: Ikatan Arsitek Indonesia Daerah Bali.
[5] Jaya CK, I Gusti Ngurah Agung. (2011). Komodifikasi Bentuk
Pepalihan dan Ragam Hias Wadah Karya Ida Bagus Nyoman Parta di
Desa Angantaka, Kabupaten Badung. Tesis (tidak diterbitkan).
Denpasar: Universitas Udayana Denpasar.
[6] Faireclough, N. (1995). Discourse and Sosial Change. Cambridge:
Polity Press.
[7] Piliang, YasrafAmir. (2003). Hipersemiotika: Tafsir Cultural Studies
Atas Matinya Makna. Yogyakarta: Jalasutra.
[8] Alwi, Hasan dkk. (2005). Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi ke-3.
Cet. III. Jakarta: Balai Pustaka.
[9] Anandakusuma, Sri Reshi. (1986). Kamus Bahasa Bali. Denpasar: CV.
Kayumas Agung.
[10] Suyoga, IP.G. (2015). Transformasi Konsep pada Arsitektur Bade.
Gianyar: Kryastaguna.
Laporan Riset
Cultural Studies: Sudut Pandang Ruang Budaya Pop
B. Parmadie
Program Doktoral Kajian Budaya Universitas Udayana Bali
Oleh karena itu, membaca sebuah teks simptomatis berarti Tujuan rersmi jurnalisme adalah menyajikan informasi perihal
melakukan pembacaan ganda: membaca teks manifes terlebih dunia dengan dan dengan demikian merupakan sebuah
dahulu, kemudian menghasilkan dan membaca teks yang komitmen terhadap moda analitis.Kendati demikian, pada
laten, yaitu problematik. praktiknya, moda penuturan ceritalah yang paling sering
dimainkan.
1.2.2. Bentuk-bentuk Pembacaan
Teks-teks fiksi populer tak lebih dari sekedar wadah-wadah Perbedaan penting antara pers populer dan apa yang disebut
ideologi, sebuah alat yang menyenangkan senatiasa berhasil sebagai pers berkualitas adalah pengerahan (oleh pers
mentransmisikan ideologi dominan dari industri-industri populer) yang personal sebagai kerangka kerja yang bersifat
budaya kepada massa yang dikorbankan dan termanipulasi. menjelaskan.Budaya pop itu secara potensial dan kerap secara
aktual, progresif (meski bukan radikal).
Bennet dan Woollacott menolak padangan bahwa teks
menentukan pembacanya sendiri maupun pandangan yang Perbedaan antara progresif dan radikal adalah: teks populer
jelas bertentangan bahwa pembacalah yang menghasilkan boleh jadi bersifal progresif lantaran teks-teks itu bisa
makna teks. mendorong produksi makna yang bekerja untuk mengubah
atau mendestabilisasi tatanan sosial, namun teks-teks tersebut
Mereka menyalahkan kedua pendekatan tentang bekerja tidak pernah bisa radikal dalam pengertian bahwa teks-teks itu
dengan pandangan metafisik terhadap teks, karena klaim tidak pernah bisa menentang atau menggulingkan tatanan
pertama bahwa makna teks mendahului kondisi pembacanya, tersebut.
Jurnal Studi Kultural Volume 1 No. 1 Januari 2016 www.an1mage.org 50
B. Parmadie Cultural Studies: Sudut Pandang Ruang .
.
1.3.1. Strukturalisme dan Film Pop
Pers populer di satu sisi, dan pers pemerintah di sisi lain, dari Pada 1970-an, ada pembagian yang jelas dalam cultural
pers alternatif.Pers populer dipandang paling rendah dari pers studies antara studi teks dan studi budaya yang
dua pers lainnya.Pers populer beroperasi pada garis batas diekspresikan dalam kehidupan seseorang. Jika objek studinya
antara yang public dan yang privat: gayanya yang sensasional, adalah teks, metode analisisnya adalah strukturalisme.
terkadang skeptic, tidak jarang bersungguh-sungguh secara
moralistis; ungkapannya populis; kelonggaran bentuknya Strukturalisme merupakan metode teoretis yang berasal dari
menampik perberdaan stilistik antara fiksi dan documenter, karya ahli bahasa Swiss, Ferdinand de Saussure (1974)
antara berita dan hiburan. [6].Saussure membagi bahasa dalam dua komponen, yang
bersama-sama menghasilkan yang ketiga.
Bagi pers, populer atau yang lainnya, untuk menjadi budaya
pop ia harus diterima oleh rakyat; ia harus memprovokasi Saussure menyebut yang pertama penanda dan yang kedua
percakapan dan memasuki sirkulasi dan resirkulasi oral. penanda.Bersama-sama keduanya membentuk
tanda.Saussure juga berpendapat bahwa makna bukanlah
Majalah perempuan menarik pembacanya dengan memaknai hasil dari kesesuaian esensial penanda dan petanda, melainkan
kombinasi antara hiburan dan sarana yang berguna.Daya tarik hasil dari perbedaan hubungan.
ini ditata melalui serangkaian fiksi.
Selanjutnya, menurut Saussure, makna dihasilkan melalui
Apa yang sungguh-sungguh dijual dalam fiksi-fiksi majalah proses kombinasi dan seleksi. Fungsi bahasa adalah
perempuan merupakan femininitas yang sukses dan karenanya mengorganisir dan mengonstruksi akses kita terhadap realitas,
menyenangkan. Majalah perempuan juga mengonstruksi ketimbang merefleksikan realitas yang telah ada.
kolektivitas fiksional perempuan.
Oleh karena itu, bahasa yang berbeda akan mengorganisir dan
1.2.5. Membaca Budaya Visual mengonstruksi dunia secara berbeda. Saussure membuat
Karya awal Barthes mengenai budaya pop menaruh perhatian pembedaan lain yang telah terbukti sangat mendasar bagi
pada proses pemaknaan, suatu cara yang dengan itu makna perkembangan strukturalisme, pembagian bahasa menjadi
makna dihasilkan dan disirkulasikan. langue dan parole.
Pada level pemaknaan sekunder atau konotasilah apa yang Langue mengacu pada sistem bahasa, aturan-aturan dan
disebut mitos itu dihasilkan dan tersedia bagi konsumsi. konvensi-konvensi yang mengaturnya.Ini adalah bahasa
Melalui mitos, ideologi yang dipahami sebagai sekumpulan sebagai institusi sosial.Parole mengacu pada pengucapan
gagasan dan praktik yang mempertahankan secara aktif individu, penggunaan bahasa oleh individu.
mempromosikan pelbagai nilai dan kepentingan kelompok
dominan dalam masyarakat. Strukturalisme sebagai sebuah mode analisis sosial,
mengambil dua ide dasar dari karya Saussure.Pertama,
Ada tiga keungkinan posisi pembacaan yang dari ketiganya perhatian pada relasi pokok antara teks dan praktik kultural
citra bisa dibaca.Yang pertama semata-mata melihat tentara tata bahasa yang memungkinkan makna.
kulit hitam yang memberi hormat pada bendera sebagai
contohImperialisme Perancis, sebuah simbol bagi Kedua, pandangan bahwa makna senantiasamerupakan hasil
imperialisme.Yang kedua melihat citra sebagai alibi dari aksi resiprokal dan hubungan antara seleksi dan
imperialisme Perancis.Posisi pembacaan terakhir adalah posisi kombinasi yang dimungkinkan melalui struktur pokok.
pembacaan pembaca mitos. Dengan kata lain, teks dan praktik kultural dipelajari sebagai
analogi terhadap bahasa.
1.3. Film
Studi film telah membangkitkan sebentangan teori dan 1.3.2. Post Strukturalisme dan Film Pop
metode. Film dipelajari dari segi potensinya sebagai seni, Para posstrukturalis menolak gagasan ihwal struktur pokok
sejarahnya yang dituturkan sebagai momen dalam tradisi yang pada akhirnya menentukan makna teks atau praktik
yang hebat, film-film, bintang, dan sutradara yang paling budaya. Bagi para possrukturalis, makna senatiasa dalam
berarti; film dianalisis berdasarkanperubahan teknologi proses, berhenti sejenak dalam aliran kemungkinan yang tiada
produksi film; film dikutuk sebagai industri budaya; dan film henti.
didiskusikan sebagai situs penting bagi produksi subjektivitas
individu dan identitas nasional. Mulvey mengemukakan bahwa kesenangan terhadap sinema
pop harus dihancurkan guna membebaskan perempuan dari
eksploitasi dan penindasan karena dijadikan bahan mentah
bagi tatapan lelaki.
Referensi
[1] Grossberg, Lawrence. (1992). Cultural studies: An Introduction"
dalam Lawrence Grossberg, Cary Nelson, Paula Treichler (eds),
Cultural studies, Routledge, New York.
[2] Edgar, Andrew and Peter Sedgwick (ed.) (1999). Cultural Theory
The Key Concepts, Routledge.
[3] Paula Saukko. (2003). Doing Research in Cultural studies, Sage
Publication, California.
[4] Yasraf Amir Piliang (2010). Semiotika dan Hypersemiotika.
Matahari: Bandung
[5] Bennet, Tony. (1980). "Popular Culture: A Teaching Object, Screen
Education" yang dikutip dalam buku Keith Tester, Media, Budaya dan
Moralitas, terj. Muhammad Syukri, Kreasi Wacana dan Juxtapose,
2003.
[6] Ferdinand de Saussure (1974). Doing Research. Sage Publication,
California,
[7] Theodor Adorno. 1999. The Complete Correspondence. Cambridge
England: Polity Press.
[8] Wolff, Janet. (1992). "Excess and Inhibition: Interdisiplinarity in the
Study of Art" dalam Lawrence Grossberg, Cary Nelson, Paula
Treichler (eds.), Cultural Studies, Routledge, New York.
[10] Barker, Chris. (2005). Cultural studies: Teori dan Praktik.Yogyakarta:
PT Bentang Pustaka.
Laporan Riset
Perempuan Bali dalam Pergulatan Gender
(Kajian Budaya, Tradisi, dan Agama Hindu)
Ni Nyoman Rahmawati*
Sekolah Tinggi Agama Hindu Negeri Tampung Penyang
Kata Kunci: Hal ini tercermin dari pemberlakuan hukum adat yang masih belum memiliki kesetaraan gender walaupun dari hasil
Dekonstruksi penelitian terdahulu menyatakan bahwa Kaum Perempuan Bali tidak merasa mengalami ketidakadilan gender karena
Fritjop memaknai setiap perannya sebagai sebuah kewajiban, walaupun sebenarnya Perempuan Bali merasakan beban kerja
Capra akibat ketimpangan peran yang diterimanya. Hal ini kontradiktif dengan Pandangan Hindu yang memuliakan kaum
Mistis perempuan sebagai kekuatan sakti, yang memiliki peran yang penting dalam penciptaan alam semesta .
Intuisi
2016 Komunitas Studi Kultural Indonesia. Diterbitkan oleh An1mage. All rights reserved.
1. Pendahuluan Ironis memang sebagai umat beragama kita selalu dicekoki oleh
Gender sudah menjadi pembicaraan yang diperbincangkan baik di dogma-dogma Tuhan Maha Pengasih, Maha Penyayang, dan Maha
dunia pendidikan, perpolitikan, ekonomi, bahkan menjadi wacana Adil jika itu benar haruskah ada perbedaan antara laki-laki dan
dalam pembahasan serius maupun perbincangan ringan di tengah perempuan?
tengah masyarakat.
Haruskah ada sekat-sekat yang menjadikan perempuan lebih rendah
Sebagaimana diketahui wacana gender muncul sebagai dekonstruksi dari pada laki-laki? Patut diakui pernyataan-peryataan seperti itu
terhadap budaya patriarki yang telah menghegemoni paradigma penuh dengan kontradiksi yang patut untuk direnungkan kembali.
masyarakat sekurang-kurangnya tiga ribu tahun lamanya.
Sebagaimana halnya hegemoni budaya patriarkhi terhadap
Bahkan Fritjof Capra mengatakan, selama tiga ribu tahun terakhir pemikiran dunia. Budaya patriarkhi juga mewarnai adat budaya
Peradaban Barat dan pendahulu-pendahulunya, dan kebudayaan yang ada di Bali, sebagaimana yang disampaikan oleh Holleman dan
kebudayaan lainnya, telah didasarkan atas sistem filsafat, sosial, dan Koentharaningrat dalam Sudarta, bahwa Kebudayaan Bali identik
politik di mana laki-laki dengan kekuatan, tekanan langsung, atau dengan sistem kekerabatan patrilineal. (Sudarta, 2006) [2].
melalui ritual, tradisi, hukum dan bahasa, adat kebiasaan, etiket,
pendidikan, dan pembagian kerja menentukan peran apa yang boleh Hal ini tentunya sangat kontradiktif dengan pandangan Agama
dan tidak dimainkan oleh perempuan di mana perempuan dianggap Hindu sebagai ajaran yang diyakini kebenarannya secara dominan
lebih rendah dari pada laki-laki (Capra; 14) [1]. oleh Masyarakat Bali, yang dalam ajarannya sangat memuliakan
perempuan, bahkan perempuan dianggap sebagai sakti
Budaya patriarkhi, yang telah mempengaruhi pemikiran-pemikiran (kekuatan) bagi laki-laki.
mendasar seluruh masyarakat dunia tentang hakekat manusia dan
hubungannya dengan alam dalam pandangan budaya patriarkhi, Bahkan menurut Saiva Siddhanta sakti bukanlah maya , tetapi
dengan dokrin-dokrinnya diterima secara universal sehingga seakan faktor abadi yang penting, yang bekerja sama dengan Siva di
akan tampak sebagai hukum alam, apalagi dogma-dogma ini mana tanpa ada kerja sama dengan-Nya, Siva tidak memiliki daya
diperkuat oleh dokrin-dokrin agama yang mau tidak mau bagi dan tak mampu menghasilkan keberadaan alam semesta yang
masyarakat awam hingga kini masih terpatri oleh pemikiran tersembunyi dalam diri-Nya (Maswinara;2006,292) [3].
pemikiran yang lebih mendewakan laki-laki daripada kaum
perempuan yang notebennya sama-sama manusia ciptaan Tuhan. Perempuan dalam Hindu dipuja sebagai Dewi. Sebagaimana
diceritakan dalam Kitab Purana-purana Hindu Brahman dalam
manifestasi beliau sebagai Tri Murti selalu dihadirkan
* Peneliti koresponden: Sekolah Tinggi Agama Hindu Negeri Tampung Penyang Palangka Raya.
berpasangan dengan sakti seperti Dewa Brahma dengan saktinya
Jl. G.Obos X Palangka Raya. Mobile: 085705375598 E-mail: ninyomanrahmawati0202@gmail.com Dewi Saraswati dalam melakukan tugas beliau sebagai pencipta,
Dewa Wisnu dengan saktinya Dewi Laksemi sebagai pemelihara, Handayani dan Sugiarti (2008) [5] dalam pandanganya
dan Dewa Siwa dengan Saktinya Dewi Parwati sebagai pelebur. mengatakan gender adalah sebagai konsep sosial yang
membedakan (dalam artian memilih atau memisahkan) peran
Pandangan Hindu yang memuliakan perempuan sangat kontradiktif laki-laki dan perempuan, bersifat dapat dipertukarkan, tidak
dengan tradisi dan hukum adat yang ada di Bali. Di mana dalam ditentukan oleh perbedaan biologis atau kodrat melainkan
tradisi dan Hukum Adat Bali belum mencerminkan ketidak dibedakan atau dipilah menurut kedudukan, fungsi, dan peranan
kesetaraan gender. Hal ini dapat dilihat dalam hal kedudukan laki masing-masing dalam berbagai bidang kehidupan dan
laki dan perempuan dalam perkawinan, pewarisan dan perannya pembangunan
dalam kehidupan sosial di masyarakat.
Gender adalah suatu konsep kultural yang merujuk pada
Dalam Kehidupan Sosial Masyarakat Bali dan juga dalam perananya karakteristik yang membedakan antara wanita dan pria baik
di Masyarakat Laki-laki Bali memiliki kedudukan dan peranan yang secara biologis, perilaku, mentalitas, dan sosial budaya. Pria dan
diistimewakan. Hal ini dapat dilihat dalam mengambil keputusan wanita secara sexual memang berbeda, begitu pula secara
penting di masyarakat hanya laki-laki yang berhak untuk perilaku dan mentalitas. Namun perannya di masyarakat dapat
memutuskan sedangkan perempuan hanya menerima yang disejajarkan dengan batasan-batasan tertentu.
diputuskan oleh laki-laki.
Pengertian gender didefinisikan sebagai aturan atau normal
Demikian juga dalam hal pewarisan hanya anak-laki-laki yang perilaku yang berhubungan dengan jenis kelamin dalam suatu
berhak mewarisi, sedangkan perempuan hanya sebagai penikmat sistem masyarakat. Gender merupakan interaksi sosial
tanpa punya hak atas warisan. Hal yang sama juga terhadap status masyarakat yang membedakan perilaku antara laki-laki dan
kepemilikan anak semuanya jatuh pada pihak laki-laki. Hal ini perempuan secara proporsional menyakut moral etika dan
tentunya sangat berlawanan dengan prinsip kesamaan yang dianut budaya. Bagaimana seharusnya laki-laki dan perempuan
oleh kesetaraan gender. Padahal salah satu kitab suci Hindu, yaitu diharapkan berperan dan bertindak sesuai dengan ketentuan
dalam Seloka I.32 Manawa Dharmasastra [4] menyatakan bahwa: sosial, moral, etika dan budaya dimana mereka berada.
DwidhaDwidha krtwatmano deham Menurut Ajaran Hindu gender bukan merupakan perbedaan
Ardhena purusobhawat, perlakuan sosial antara laki-laki dengan perempuan, tapi
ardhena Nari tasyam sa mempertimbangkan pada hal-hal mana yang pantas dilakukan
wirayama smrjat prabhuh oleh laki-laki dan mana yang pantas dilakukan oleh perempuan.
Artinya: Dalam hal ini Hindu lebih memandang gender dari kewajiban
Dengan membagi dirinya menjadi sebagian laki-laki dan yang mesti dilakukan oleh masing-masing individu sebagaimana
perempuan (ardha nariswari) Ia ciptakan wiraja dari dikodratkan oleh Tuhan (Brahman). Sebagaimana yang termuat
perempuan itu. dalam kitab Manawa Dharmasastra [6] bab IX seloka 96
menyatakan bahwa:
Seloka di atas menjelaskan bahwa Tuhan (Ida Sang Hyang Widi
Wasa) dengan membagi diri beliau menjadi dua yaitu sebagian laki Prajanartha striyah srstah
laki dan sebagian perempuan maka diciptakanlah laki-laki dan Samtnartham ca manawah
perempuan. Jadi laki-laki dan perempuan dalam Pandangan Hindu Tasmat sadharanu dharmah
sama-sama diciptakan oleh Tuhan, sehingga seharusnya memiliki Crutau patnya sahadita.
kedudukan yang sama dalam kehidupan sosial di masyarakat.
Artinya:
Dengan melihat hasil-hasil penelitian ilmiah terdahulu dan Untuk menjadi ibu, wanita diciptakan dan untuk menjadi
mengaitkannya dengan keadaan yang teramati secara tidak langsung ayah, laki-laki diciptakan upacara keagamaan karena itu
di lapangan, tulisan ini mencoba untuk mengangkat permasalahan ditetapkan di dalam Weda untuk dilakukan oleh suami
mendasar yang dihadapi keluarga yang tidak memiliki keturunan bersama istrinya
laki-laki dan perempuan di Bali dalam memperjuangkan kesetaraan
gender di bawah kungkungan budaya patriarki. Menginggat mereka Dalam seloka ini dijelaskan bahwa dalam setiap kelahiran
juga punya hak untuk meneruskan keturunan dan menjaga manusia memiliki peran dan kewajibannya masing-masing.
kelestariannya keturunannya. Peran dan kewajibannya ini sesuai dengan guna karma yang
dimilikinya, namun dalam menjalankan perannya diharapkan
1.1 Konsep Gender dalam Pandangan Hindu antara laki-laki dan perempuan saling menjalin kerja sama yang
Kesetaraan gender dengan sex selama ini telah menimbulkan harmonis dan seimbang.
kesalah pahaman akan identitas laki-laki dan perempuan dalam
menjalankan perannya dalam kehidupan di dunia sosial. Tidak ada manusia baik laki-laki maupun perempuan diciptakan
Berbicara mengenai sex merujuk pada perbedaan antara pria dalam kesempurnaan. Kesempurnaan itu tercapai hanya jika
dan wanita berdasar pada jenis kelamin yang ditandai oleh terjalinnya kerjasama yang baik satu dengan yang lainya.
perbedaan anatomi tubuh dan genetiknya.
Dalam Hindu antara perempuan dan laki-laki memiliki
Perbedaan seperti ini lebih sering disebut sebagai perbedaan kedudukan yang sama, saling mendukung, dan saling
secara biologis atau bersifat kodrati (given), dalam artian sudah melengkapai satu dengan yang lain. Dari konsepsi penciptaan ini
melekat pada masing-masing individu semenjak lahir. sudah tergambar bahwa laki dan perempuan secara azasi harkat
dan martabat serta gendernya adalah sejajar.
Jurnal Studi Kultural Volume 1 No. 1 Januari 2016 www.an1mage.org 56
Ni Nyoman Rahmawati Perempuan Bali dalam Pergulatan Gender .
Perbedaan laki dan perempuan itu adalah perbedaan yang perempuan dan laki-laki harus saling mendukung sehingga
komplementatif artinya perbedaan yang saling lengkap mampu mencapai hasil yang diinginkan.
melengkapi.
Dalam Rgveda laki dan perempuan yang sudah menjadi suami
Perempuan tanpa laki-laki tidak lengkap. Demikian juga istri disebut dengan satu istilah yaitu Dampati artinya tidak
sebaliknya laki-laki tanpa kehadiran perempuan juga tidak dapat dipisahkan. Dalam Bahasa Bali disebut dempet.
lengkap. Tidak ada perbedaan perlakuan sosial kehidupan antara Begitu juga dalam Manawa Dharmasastra [14] IX.45
laki-laki dan perempuan dalam kehidupan bermasyarakat, dinyatakan bahwa suami istri itu adalah tunggal, sehingga
berbangsa dan bernegara. kalau orang disebut istri sudah termasuk di dalamnya
pengertian suami.
Tuhan menciptakan manusia laki-laki dan perempuan untuk
saling mengisi dan membantu dalam menciptakan kesejahteraan
dunia. Dengan demikian laki-laki dan perempuan sama-sama Kalau ada perempuan yang sudah disebut sebagai istri sudah
punya peranan penting dalam mengaktualisasikan nilai-nilai dapat dipastikan ada suaminya. Karena kalau ada perempuan
kemanusiaan demi tercapainya kesejahteraan dan kebahagiaan yang belum bersuami tidak mungkin dia disebut istri. Begitu
lahir batin. juga kalau ada laki-laki disebut sebagai suami sudah dapat
dipastikan ada istrinya.
Menurut Pandangan Hindu kedudukan laki-laki dan perempuan
sama-sama terhormat, yang membedakan adalah tugas dan Tidak ada laki-laki yang bujangan disebut suami. Mereka
tanggungjawabnya sebagai kodrat manusia (guna karma). disebut suami dan istri karena mereka sejajar tetapi beda
Sebagai kodrat manusia laki-laki dan perempuan memang fungsi dalam rumah tangga. Kata suami dalam Bahasa
berbeda, hal ini dikarenakan manusia lahir tidak dapat Sansekerta artinya master, lord, dominion atau pemimpin.
menghindari hukum rwabhineda, dua hal yang berbeda ada laki
laki dan perempuan, baik buruk, suka dan duka, gagal dan Sedangkan kata istri berasal dari Bahasa Sanskerta dari akar
berhasil. kata str artinya pengikat kasih. Istri berasal dari wanita.
Kata wanita juga berasal dari Bahasa Bahasa Sansekerta dari
Sejak Awal Peradaban Agama Hindu yaitu dari Zaman Veda asal kata van artinya to be love (yang dikasihi), karena itu
hingga dewasa ini perempuan senantiasa memegang peranan dikatakan bahwa wanita setelah menjadi istri kewajibannya
penting dalam kehidupan. Hal ini tidak mengherankan bila menjadi tali pengikat kasih seluruh keluarga.
ditinjau dari konsepsi Ajaran Agama Hindu dalam Siwa Tattwa,
yang mengatakan bahwa adanya keberlangsungan kehidupan di Memperhatikan seloka-seloka di atas dapat disimpulkan
dunia karena perpaduan antara unsur suklanita dan swanita. bahwa kesetaraan gender sangat diakui dalam Ajaran Hindu,
dengan memberikan ruang yang sama antara wanita dan pria
Tanpa swanita tak mungkin ada dunia yang harmonis. Bahkan dalam mengapresiasikan dirinya dalam kehidupan sosial di
menurut kitab Manawadharmasastra disebutkan bahwa antara masyarakat.
perempuan dan laki-laki diumpamakan sebagai tangan kanan
dan tangan kiri yang tidak dapat dipisahkan dalam menjalani Hal ini tentunya dapat dilihat dari pentingnya peran
kehidupan sosial kemasyarakatan. perempuan dalam segala aspek kehidupan masyarakat
maupun dalam kegiatan-kegiatan upacara keagamaan,
Mereka mempunyai kedudukan yang sama namun fungsi dan sehingga dalam membina kehidupan keluarga, masyarakat,
tugas serta kewajiban yang berbeda sesuai dengan guna karma nusa dan bangsa kedua-duanya hendaknya saling mengisi
(kodarat) dan swadharmanya masin-masing. Sebagaimana secara seimbang dan serasi.
dinyatakan dalam kitab Manawa Dharmasastra [6] Bab IX
seloka 33 sebagai berikut: Peranan wanita dalam segala aspek kehidupan baik dalam
kehidupan keluarga, masyarakat, bangsa amat penting,
Ksetrabhuta smrtha nari disamping peran pokoknya sebagai ibu rumah tangga dan
Bijabhutah smrtah puman, sekaligus sebagai pendidik dalam keluarga.
Ksetrabija samayogat
Sambhawah sarwadehinam. Manawa Dharmasastra juga menyebutkan wanita dinyatakan
sebagai sumber kebahagiaan dan kesejahteraan. Hal ini
Artinya : tertuang dalam Bab III sloka 55 dan 57 sebagai berikut:
Menurut smrti wanita dinyatakan sebagai tanah, laki-laki
dinyatakan sebagai benih (bibit), hasil terjadinya jazad Sloka 55 :
badaniah yang hidup terjadi karena hubungan antara tanah Pitrobhir bhatrbhic
dengan benih (bibit). Caitah patibhir dewaraistatha,
Pujia bhusayita wyacca
Sebagaimana dinyatakan dalam sloka di atas, di mana Bahu kalyanmipsubhih.
berlangsungnya keturunan dikarenakan adanya kerja sama
antara laki-laki dan perempuan. Tanpa adanya perempuan dan Artinya :
juga tanpa adanya laki-laki maka proses keberlangsungan Wanita harus dihormati dan disayangi oleh ayah
kehidupan di dunia ini tidak akan pernah ada. Hal ini ayahnya, kakak-kakaknya, suami dan ipar-iparnya yang
menandakan bahwa dalam melakoni kegiatan antara menghendaki kesejahteraan sendiri.
Berdasarkan seloka ini kedudukan wanita di dalam Hukum memandang adanya ketidak seimbangan antara laki-laki dan
Hindu sangat diistimewakan dan harus dihormati, mempunyai perempuan.
arti wajib hukumnya bagi orang tuanya, saudara lakinya,
suaminya, anaknya untuk tetap menghormati dan melindungi Di samping itu Perempuan Bali berangapan bahwa kerja
wanita itu, yang menghendaki kesejahteraan sendiri yaitu merupakan suatu kewajiban sebagaimana swadharma-nya
untuk kesejahteraan dan kebahagiaan keluarga sendiri di mana sebagai seorang istri terhadap suami. Hal ini terlihat dalam
wanita itu tinggal. hasil penelitian yang dilakukan oleh Ni Made Diksa Widayani
dan Sri Hartati dalam jurnal Psikologi Undip Vol.13 No.2
Begitu juga Sloka 57 mengatakan bahwa: Oktober 2014 [7], tentang Kesetaraan dan Keadilan Gender
Cosanthi jamayo yatrah dalam Pandangan Perempuan Bali: Studi Fenomenologis
Winacyatyacu tatkulam, terhadap Penulis Perempuan Bali.
Na cocanti tu yatraita
Wardhate taddhi sarwada Dari hasil penelitian dinyatakan bahwa subyek 3 dari
penelitian ini menyatakan bahwa Kaum Perempuan Bali tidak
Artinya : merasa mengalami ketidakadilan gender karena memaknai
Di mana warga wanita hidup dalam kesedihan keluarga setiap perannya sebagai sebuah kewajiban.
itu cepat akan hancur, tetapi di mana wanita tidak
menderita keluarga itu akan selalu bahagia. Walaupun sebenarnya Perempuan Bali merasakan beban kerja
akibat ketimpangan peran yang diterimanya. Persepsi dan
Dari penjelasan seloka di atas, menyatakan bahwa perempuan pemahaman yang dimiliki oleh Perempuan Bali terhadap
merupakan cerminan dari kebahagian dalam setiap keluarga. KKG (Kesetaraan dan Keadilan Gender) berbeda sesuai
dengan adanya perbedaan pengalaman dan adanya
1.2. Konsep kesetaraan Gender dalam Pandangan Perempuan penyesuaian diri dan dukungan sosial yang membentuk
Bali konsep diri individu.
Merujuk pada pemahaman kesetaraan gender di atas yaitu
yang berarti kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan Pada dasarnya persepsi Perempuan Bali terhadap kesetaraan
untuk memperoleh kesempatan serta hak-haknya sebagai dan keadilan gender (KKG) dipengaruhi oleh faktor ekternal
manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam dan faktor internal. Faktor ekternal yaitu faktor yang berasal
kegiatan politik, hukum, ekonomi, sosial budaya, pendidikan dari luar individu atau disebut juga dengan faktor situasional.
dan pertahanan dan keamanan nasional (hankamnas), serta Faktor ini terdiri dari Kebudayaan Bali, pendidikan, dan pola
kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan tersebut. asuh.
Kesetaraan gender juga meliputi penghapusan diskriminasi Faktor internal merupakan faktor dari dalam individu atau
dan ketidak adilan struktural, baik terhadap laki-laki maupun disebut juga faktor personal, yang meliputi persepsi, sikap,
perempuan. penilaian, kebutuhan, resistensi, penyesuaian diri. Hal ini
tentunya sangat ditentukan oleh sejauh mana Perempuan Bali
Keadilan gender adalah suatu proses dan perlakuan adil mampu merefleksikan pengetahuan yang dimilikinya sebagai
terhadap perempuan dan laki-laki. Dengan keadilan gender kontrol dalam membangun pemahaman terhadap kesetaraan
berarti tidak ada pembakuan peran, beban ganda, subordinasi, dan keadilan dalam kehidupan sosial di masyarakat.
marginalisasi dan kekerasan terhadap perempuan maupun
laki-laki. 1.3 Ketidaksetaraan Gender dalam Adat Patriarki di Bali
Sebagaimana yang dikatakan Surpha (2006) [8] bahwa
Terwujudnya kesetaran dan keadilan gender ditandai dengan Masyarakat Bali memiliki pandangan hidup yang sangat
tidak adanya diskriminasi antara perempuan dan laki-laki, dipengaruhi dan dijiwai oleh Kebudayaan Bali dan Agama
dengan demikian mereka memiliki akses, kesempatan Hindu. Pandangan hidup tersebut mengandung kosep dasar
berpartisipasi, dan kontrol atas pembangunan serta mengenai kehidupan yang dicita-citakan dan pikiran-pikiran
memperoleh manfaat yang setara dan adil dari pembangunan. mendalam mengenai wujud kehidupan yang lebih baik dalam
Memiliki akses dan partisipasi berarti memiliki peluang atau masyarakat.
kesempatan untuk menggunakan sumber daya dan memiliki
wewenang untuk mengambil keputusan terhadap cara Namun dalam kenyataanya khususnya dalam penerapan
penggunaan dan hasil sumber daya tersebut. hukum adat di Bali masih sangat kontras dengan ketidak
setaraan gender. Hukum adat di Bali sangat kental
Memiliki kontrol berarti memiliki kewenangan penuh untuk dipengaruhi oleh budaya partiharki, dimana di dalam Hukum
mengambil keputusan atas penggunaan dan hasil sumber Adat Bali kedudukan laki-laki dianggap lebih tinggi dari
daya. Sehingga memperoleh manfaat yang sama dari perempuan. Budaya patriarki masih memandang perempuan
pembangunan. lebih rendah dari laki-laki.
Pemahaman keadilan gender sebagai keadilan bagi perempuan Terutama dalam hal perkawinan adanya konsep purusa
dan laki-laki dalam mengisi dan menikmati hasil predana yang dianut oleh Masyarakat Bali sebagai refleksi
pembanguan, dipandang berbeda oleh Perempuan Bali yang dari ajaran Agama Hindu tentang jiwa (purusa) yang identik
sudah terbiasa dengan budaya partiarkhi, di mana Perempuan dengan laki-laki dan material (predana) yang identik dengan
Bali memandang kerja sebagai persembahan (yadnya) perempuan.
sehingga harus dilakukan secara tulus ihklas tanpa
Jurnal Studi Kultural Volume 1 No. 1 Januari 2016 www.an1mage.org 58
Ni Nyoman Rahmawati Perempuan Bali dalam Pergulatan Gender .
Referensi:
[1] Capra.Fritjof. (2004). Titik Balik Peradaban Sains, Masyarakat dan
Kebangkitan Kebudayaan. Yogyakarta:PT Bentang Pustaka.
[2] Sudarta.W. (2006). Pola Pengambilan Keputusan Suami Istri Rumah
Tangga Petani Pada Berbagai Bidang Kehidupan. Kembang Rampai
Perempuan Bali, 65-83.
[3] Maswinara. I Wayan. (2006). Sistem Filsafat Hindu (Sarva Darsana
Samgraha). Surabaya:Paramita.
[4] Pudja Gede. (1977/1978), Manawa Dharma Sastra, Jakarta: Dep.
Agama R.I.
[5] Handayani.T. & Sugiarti. (2008). Konsep dan Teknik Penelitian
Gender. Malang: UMM Press.
[6] Pudja Gede. (1977/1978), Manawa Dharma Sastra, Jakarta: Dep.
Agama R.I.
[7] Wiyani. Diska. Ni Made & Hartati Sri. (2014). Kesetaraan dan
Keadilan Gender dalam Pandangan Perempuan Bali: Studi
Fenomenologis Terhadap Penulis Perempuan Bali. Jurnal Psikologi
Undip Vol 13 No. 2 Oktober, 149-162.
[8] Surpha.I.W.(2006).Seputar Desa Pakraman dan Adat Bali.Denpasar:
Pustaka Bali Post.
[9] Abdulah Irwan. (1997), Sangkan Paran Gender, Pusat Penelitian
[10] Acee Suryadi. Aceep Idris.(2004). Kesetaraan Gender dalam Bidang
Pendidikan. Jakarta: PT Genesindo.
[11] Achmad. Muthiain. (2001). Bias Gender dalam Pendidikan. Surakarta:
UMS.
[12] Elfi Muawanah. (2009). Pendidikan Gender dan Hak Asasi Manusia.
Yogyakarta: TERAS.
[13] Fakih Mansour. (1996). Analisis Gender dan Transformasi Sosial,
Yogyakarta:Pustaka Pelajar.
[14] Giddens. Anthony.(1994). Masyarakat Post-Tradisional, Yogyakarta;
IRCiSoD.
[15] Moh. Roqib. (2003). Pendidikan Perempuan. Yogyakarta: Gama
Media.
[16] Pandit., I Nyoman. (1993), Saracamuscaya., Jakarta;Hanuman Sakti.
[17] Pudja. SH MA. I Gede. (1988), Bhagawadgita. Jakarta: Hanuman
Sakti.
[18] Sri Awati. Ni Made. (1993). Swadharma Ibu Dalam Keluarga Hundu,
Denpasar: Upada Sastra
[19] Sudibya I Gde.(1997).Hindu Budaya Bali Bunga Rampai Pemikiran
Denpasar: PT BP.
[20] Titib. I, Made. (1996). Veda Sabda Suci Pedoman Praktis Kehidupan.