Professional Documents
Culture Documents
Inokulasi Mikoriza Arbuskular Pada Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.)
Yang Ditanam pada Berbagai Komposisi Media Tanam
Oleh: Novriani
Abstract
This research aims to study the effect of mycorrhizal inoculation on oil palm seedling which is
planted in various media composition (a mixture of soil and Empty Fruits Bunch (EFB) compost)
on the growth of oil palm seedlings, mycorrhizal colonization in roots and uptake of N, P and K.
This research was conducted at the experimental garden of Baturaja University, Ogan Komering
Ulu, during four months from December 2009 - March 2010. This research method used Factorial
of Randomized Block Design (FRBD) with two treatment factors and three replications. The first
factor in the form of EFB compost media compositions (0%, 25% compost + 75% soil, 30%
compost + 70% soil, 50% compost + 50 soil, 70% compost + 30 % soil and 75 % compost + 25 %
soil). The second factor is mycorrhizal inoculants (0 g pot-1, 10 g pot-1, 20 g pot-1 and 30 g pot-1).
Result obtained from this research is the application of 30% compost to had significant effect on
increase the percentage of mycorrhizal colonization in roots (83,23%), uptake of N (163.84%),
uptake of P (153.67%), dry weight of canopy (163.27%), root dry weight (141.86 %) and total dry
weigh (156.74%) of oil palm planting compare with no compost. Inoculation of mycorrhizal 10 g
significantly increased percentage of mycorrhizal colonization roots (95.07 %), uptake of N
(110.29%), uptake of P (108.19%), dry weight of canopy (82.29%), root dry weight (84.21%), and
total dry weigh (84.29%) of soil palm planted compare with no mycorrhizal. The combination of
compost 30% and mycorrhizal 10 g resulted the best percentage of mycorrhizal colonization on
roots, uptake of N, dry weight, root dry weight and total dry weight of the best crops of oil palm
seedling. This result suggest that good of palm seeding can be achieved by using combination of
30% compost and 10 g mycorrhizal dosage.
PENDAHULUAN
Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) saat ini merupakan salah satu jenis
tanaman perkebunan yang menduduki posisi penting di sektor pertanian disebabkan kelapa
sawit dapat menambah devisa dan menciptakan lapangan kerja. Luas perkebunan kelapa
sawit di Indonesia pada tahun 2009 mencapai + 7,12 juta ha dengan total produksi + 20,5
ton Crude Palm Oil (CPO) (Dirjenbun 2010). Untuk memperoleh hasil yang terus
meningkat dapat dilakukan dengan perbaikan mutu di pembibitan karena pembibitan
memiliki peran yang sangat penting untuk menghasilkan tanaman kelapa sawit yang baik
dan bermutu (Pahan, 2008).
Bibit yang berkualitas dapat diperoleh dengan menggunakan pupuk yang
mempunyai tingkat efisiensi tinggi yang dapat diperoleh melalui peningkatan daya dukung
tanah dan efisiensi pelepasan hara. Salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan tersebut
yaitu dengan penggunaan pupuk organik sisa tandan kosong kelapa sawit dari limbah
pabrik kelapa sawit dan inokulan mikoriza pada kecambah. Penggunaan pupuk kompos
dengan dosis 5% yang dikombinasikan dengan pemupukan dosis 50 % pada bibit kelapa
sawit telah menunjukkan perbedaan pertumbuhan yang nyata dibandingkan dengan
pemupukan 100% (Sutarta et al., 2005).
TKKS adalah limbah pabrik kelapa sawit yang jumlahnya sangat melimpah. Setiap
pengolahan 1 ton TBS (Tandan Buah Segar) akan dihasilkan TKKS sebanyak 22-23%
TKKS atau sebanyak 220-230 kg TKKS (Isroi, 2008). Setiap ton TBS kelapa sawit yang
diolah oleh PKS dapat menghasilkan 184 kg pupuk kompos. TKKS yang dijadikan pupuk
kompos sangat kaya unsur hara seperti N, P, K, dan Mg yang dapat memenuhi kebutuhan
unsur hara bagi tanaman. Kandungan hara kompos TKKS adalah C sebesar 35,1%, N
2,34%, P2O5 0,31%, K2O 5,53%, Ca 1,46%, dan Mg 0,96% (Ryan, 2009).
Kelapa sawit adalah tanaman yang secara alami dapat bersimbiosis dengan CMA.
Inokulasi mikoriza yang bersimbiosis ini dapat membantu meningkatkan daya absorbsi
hara, air dan membantu agregasi tanah. Selain itu jamur mikoriza dapat meningkatkan
ketahanan tanaman terhadap infeksi patogen (Sunarti et al., 2004).
Dijelaskan oleh Setiadi et al. (2003), bahwa mikoriza juga sangat berperan dalam
meningkatkan toleransi tanaman terhadap kekeringan, logam-logam berat Al dan Fe dan
meningkatkan serapan hara terutama unsur hara P. Mencermati kondisi demikian maka
dapat disepakati potensi mikoriza yang cukup menjanjikan dalam bidang pertanian.
Bahan organik merupakan salah satu komponen penting dalam menentukan jumlah
spora CMA. Jumlah maksimum spora ditemukan pada tanah-tanah yang mengandung
bahan organik 1-2% sedangkan pada tanah-tanah berbahan organik kurang dari 0,5%
kandungan spora sangat rendah. Ameliorasi tanah dengan bahan organik sisa tanaman atau
pupuk hijau merangsang perkembangbiakan cendawan CMA (Anas, 1997 dalam Subiksa,
2004).
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh inokulasi mikoriza pada
kecambah sawit yang ditanam pada berbagai komposisi media tanam (berupa campuran
tanah dan kompos limbah TKKS) terhadap pertumbuhan bibit sawit, kolonisasi mikoriza
pada akar dan serapan hara N, P dan K.
METODE PENELITIAN
31
Novriani, Hal; 30 - 42
AgronobiS, Vol. 2, No. 4, September 2010 ISSN: 1979 8245X
70% kompos + 30% tanah, dan 75% kompos + 25% tanah). Perbandingan bahan media
tanam didasarkan volume (v/v).
2. Faktor kedua yaitu inokulasi mikoriza terdiri dari: (0 g inokulasi CMA pot-1, 10 g
inokulasi CMA pot-1, 20 g inokulasi CMA pot-1, 30 g inokulasi CMA pot-1). Mikoriza
yang digunakan adalah inokulan campuran yang terdiri dari genus Glomus manihotis,
Glomus etunicatum, Gigospora margarita dan Acaulospora sp yang kepadatan
populasi 50-200 spora/10 gram inokulan.
Tanah yang digunakan untuk penelitian ini adalah dari ordo Ultisol (analisis PTP
Mitra Ogan) yang memiliki tingkat kesuburan yang rendah sampai sedang. Kriteria ini
terlihat dari sifat-sifat kimianya, reaksi tanah tergolong masam (pH=5,31), kandungan
C-organik (4,30%) dan N-total(0,25%) tergolong sedang, kandungan unsur hara P (8,40 g
g-1) dan K (0,83 cmol(+)kg-1) tergolong rendah serta KTK (9,78) tergolong rendah.
Menurut Hardjowigwno (1996), Ultisol merupakan jenis tanah yang mempunyai
tingkat kesuburan relatif rendah, dengan tingkat kemasaman tinggi, ketersediaan basa-basa
dan fospor yang rendah dan kelarutan Al dan Fe yang tinggi. Untuk mengatasi rendahnya
tingkat kesuburan tanah ini dapat dilakukan dengan pemberian pupuk organik dan pupuk
hayati berupa mikoriza.
Aplikasi mikoriza 10 g meningkatkan persen kolonisasi pada akar sebesar 95,07% jika
dibandingkan perlakuan tanpa mikoriza. Hal ini menunjukkan bahwa aplikasi mikoriza
10 g sudah efektif dalam melakukan kolonisasi pada akar tanaman dibanding
pemberian mikoriza 20 g dan mikoriza 30 g. Sejalan dengan penelitian Suherman et al.
(2007), bahwa pemberian 10 g mikoriza mampu meningkatkan persentase kolonisasi
mikoriza pada akar tanaman sawit jika dibandingkan dosis mikoriza 15 g.
32
Novriani, Hal; 30 - 42
AgronobiS, Vol. 2, No. 4, September 2010 ISSN: 1979 8245X
Tabel 1.
Persentase Kolonisasi Mikoriza pada Akar Tanaman
Kelapa Sawit Umur 4 Bulan pada Berbagai Taraf Kompos dan Mikoriza
Kombinasi perlakuan terbaik antara kompos dan mikoriza yang menghasilkan persen
kolonisasi mikoriza tertinggi pada akar terdapat pada perlakuan 30% kompos dan 10 g
mikoriza sebesar 43,13%, dan kolonisasi yang terendah 0,00% pada kombinasi
perlakuan kompos 0% dan mikoriza 0 g.
Besarnya kolonisasi mikoriza yang terjadi pada akar tanaman pada perlakuan kompos
30% dan 10 g mikoriza, diduga karena adanya kondisi yang menguntungkan dari
penambahan kompos TKKS. Penambahan kompos dapat menambah kandungan hara,
dengan kondisi yang baik dapat merangsang pertumbuhan spora mikoriza. Hal ini juga
didukung oleh tingkat curah hujan yang tinggi selama penelitian. Kelembaban yang
tinggi pada tanah akan merangsang pertumbuhan spora dan terbentuknya kolonisasi
dengan tanaman inang (Delvian, 2006).
Kolonisasi pada akar tanaman terjadi juga pada perlakuan kompos tanpa mikoriza,
tetapi jika dibandingkan dengan perlakuan kombinasi pemberian kompos dan mikoriza
tingkat persentasenya lebih tinggi. Kolonisasi pada perlakuan kompos tanpa mikoriza,
menunjukkan bahwa adanya mikoriza alami yang terkandung di dalam bahan organik
sehingga mampu melakukan kolonisasi pada akar tanaman.
Dari Tabel 2, pemberian kompos 30% memberikan hasil serapan hara N terbesar yaitu
5,91 mg tanaman-1. Hal ini diduga bahwa pemberian kompos tandan kosong kelapa
sawit (kandungan N 2,34%) mampu meningkatkan kandungan hara N di dalam tanah
sehingga bisa memenuhi hara yang dibutuhkan tanaman.
Dijelaskan oleh Brady (1990), bahwa hasil dekomposisi bahan organik dimasukkan ke
dalam tanah akan menghasilkan beberapa unsur hara diantaranya usur hara N, P dan K.
33
Novriani, Hal; 30 - 42
AgronobiS, Vol. 2, No. 4, September 2010 ISSN: 1979 8245X
Tabel 2.
Serapan Hara N (mg tanaman-1) pada Tanaman Kelapa Sawit
Umur 4 Bulan pada Berbagai Taraf Kompos dan Mikoriza
Dijelaskan oleh Anas (1997) dalam Subiksa (2005) bahwa bahan organik sangat
diperlukan dalam merangsang perkembangbiakan cendawan mikoriza. Untuk akar
tanaman yang terkolonisasi mikoriza akan membantu penyerapan hara.
34
Novriani, Hal; 30 - 42
AgronobiS, Vol. 2, No. 4, September 2010 ISSN: 1979 8245X
Tabel 3.
Serapan Hara P, K (mg tanaman-1) pada Tanaman Kelapa Sawit
Umur 4 Bulan pada Berbagai Taraf Kompos dan Mikoriza
Penambahan kompos tidak berpengaruh terhadap serapan hara K pada tanaman kelapa
sawit. Hal ini diduga tanah yang digunakan sebagai media tanam pada penelitian ini
mengandung K-dd tergolong sedang (0,38 cmol (+) kg -1) ditambah dengan sumbangan
hara K dari kompos tandan kosong kelapa sawit (K2O 5,53 %,). Dengan kandungan
hara yang cukup banyak di dalam tanah tetapi belum sepenuhnya bisa diserap tanaman,
sehingga tidak mempengaruhi serapan hara K pada tanaman kelapa sawit.
Dari Gambar 1 dapat dilihat pada perlakuan tanpa kompos, pemberian mikoriza dengan
berbagai dosis dapat meningkatkan tinggi tanaman lebih besar jika dibandingkan
dengan tanpa mikoriza. Tinggi tanaman yang tertinggi pada akhir penelitian terdapat
pada perlakuan tanpa kompos dengan inokulan mikoriza 30 g yaitu 31,53 cm. Pada
tanah miskin hara, semakin banyak jumlah spora mikoriza yang diberikan maka
kemungkinan terjadi kolonisasi pada akar tanaman akan semakin besar.
Dari hasil penelitian Widiastuti et al. (2005), bahwa pemberian spora 500 buah lebih
meningkatkan pertumbuhan tanaman dibandingkan jumlah spora 200 dan 350 buah.
Pada penelitian ini, inokulan yang digunakan mengandung 50-200 spora/10 g tanah,
jadi diperkirakan jumlah spora yang ada di dalam tanah pada perlakuan 30 g mikoriza
sekitar 150 - 600 buah spora.
35
Novriani, Hal; 30 - 42
AgronobiS, Vol. 2, No. 4, September 2010 ISSN: 1979 8245X
1. Kompos 0 % 2. Kompos 25 %
3. Kompos 30 % 4. Kompos 50 %
5. Kompos 70 % 6. Kompos 75 %
Gambar 1.
Tinggi Tanaman (cm) Kelapa Sawit pada Umur 4 Bulan
Pada Berbagai Taraf Kompos dan Mikoriza yang Diukur Setiap 2 Minggu
Tinggi Tanaman (cm)
Mikoriza 0 g
Keterangan : Mikoriza 10 g
35.00
-15.00
Mikoriza 20 g
2
Minggu Ke
Mikoriza 30 g
Pada perlakuan kompos 25%, 30% dan 50% tinggi tanaman tertinggi terdapat pada
pemberian mikoriza 10 g. Dari ketiga perlakuan, tinggi tanaman tertinggi pada akhir
penelitian terdapat pada perlakuan kompos 30% dengan tinggi 29,70 cm. Dijelaskan
oleh Setiadi (1991), ketersediaan hara makro dan mikro merupakan salah satu penentu
keberhasilan simbiosis mikoriza. Hal ini diduga bahwa bahan organik bisa
merangsang perkembangbiakan mikoriza kemudian mengefisienkan pemanfaatan
36
Novriani, Hal; 30 - 42
AgronobiS, Vol. 2, No. 4, September 2010 ISSN: 1979 8245X
unsur hara yang ada sehingga mampu meningkatkan penyerapan unsur hara untuk
pertumbuhan tanaman.
Pada Gambar 1 dapat dilihat pada semua perlakuan kompos dengan pemberian 30 g
mikoriza menyebabkan tinggi tanaman lebih rendah, hal ini diduga bahwa dengan
pemberian kompos pada dosis inokulan mikoriza yang tinggi akan membuat mikoriza
tidak terlalu aktif dalam membantu penyerapan hara pada tanaman. Keberadaan
mikoriza di dalam akar tetap mendapat makanan dari tanaman sehingga menyebabkan
persaingan pemafaatan hasil fotosintat.
Aplikasi kompos 70% dan 75% tidak menyebabkan perbedaan tinggi tanaman, tetapi
jika diberi mikoriza tinggi tanaman lebih baik dibanding tanpa diberi mikoriza.
Peningkatan dosis mikoriza pada perlakuan 70% dan 75% tidak diikuti oleh
peningkatan tinggi tanaman. Hal ini menunjukkan bahwa pada tanah yang kaya unsur
hara pengaruh mikoriza terhadap pertumbuhan tanaman tidak akan terlihat jelas.
Berat kering tajuk pada perlakuan kompos 30% berbeda nyata dengan berat kering
tajuk sawit perlakuan kompos 0%, 25%, 50%, dan 70% tetapi tidak berbeda nyata
dengan berat kering tajuk kelapa sawit perlakuan kompos 75% (Tabel 4). Kandungan
hara yang dapat disumbangkan dari kompos TKKS adalah C sebesar 35,1%, N 2,34%,
P2O5 0,31%, K2O 5,53%, Ca 1,46%, dan Mg 0,96% (Ryan, 2009). Unsur hara ini
sangat diperlukan dalam proses fotosintesis, apabila proses fotosintesis mampu berjalan
dengan baik maka tanaman akan dengan tumbuh normal diikuti dengan peningkatan
berat kering tanaman.
Tabel 4.
Berat Kering Tajuk (g) Tanaman Kelapa Sawit Umur 4 Bulan
Pada Berbagai Taraf Kompos dan Mikoriza
Pemberian mikoriza 10 g menghasilkan berat kering tajuk terbesar yaitu 2,47 g jika
dibanding dengan pemberian mikoriza 20 g yang menghasilkan berat kering tajuk 2,04
g dan 30 g yang menghasilkan berat kering tajuk 2,10 g (Tabel 4). Dijelaskan oleh Rao
dan Subha (1994), mikoriza mampu meningkatkan serapan hara terutama unsur hara P
dengan mengaktifkan enzim fosfatase, nitrogenase dan dehidrogenase sehingga unsur
hara lebih tersedia bagi tanaman. Unsur hara P ini dapat berperan dalam proses
pertumbuhan tanaman, karena fosfor berfungsi pada berbagai reaksi biokimia dalam
37
Novriani, Hal; 30 - 42
AgronobiS, Vol. 2, No. 4, September 2010 ISSN: 1979 8245X
metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang dapat menunjang pertumbuhan yang
ditandai dengan peningkatan berat kering tanaman.
Pengaruh interaksi kompos dan mikoriza terhadap berat kering tajuk sawit dapat dilihat
pada Tabel 4 kombinasi perlakuan kompos 30% dengan 10 g inokulan mikoriza
menghasilkan berat kering tanaman tertinggi (3,85 g) yang berbeda nyata dengan
kombinasi lainnya. Dijelaskan oleh Anas (1997) dalam Subiksa (2005), bahwa bahan
organik sangat diperlukan dalam merangsang perkembangbiakan cendawan
mikoriza. Untuk akar tanaman yang dikolonisasi mikoriza akan membantu
penyerapan hara sehingga mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman.
Pada Tabel 5 terlihat bahwa berat kering akar sawit pada perlakuan kompos 30%
berbeda dengan pada perlakuan kompos 0%, kompos 25%, kompos 50%, kompos
70%, dan kompos 75%. Dijelaskan oleh Mikkelsen (2005), bahwa asam humik yang
berasal dari bahan organik mampu merangsang pertumbuhan dan meningkatkan
biomassa tanaman. Dari hasil penelitian Santi (2008), pemberian pupuk organo-
kimia mampu meningkatkan berat kering tajuk, batang dan akar tanaman kelapa sawit.
Tabel 5.
Berat Kering Akar (g) Tanaman Kelapa Sawit
Umur 4 Bulan Pada Berbagai Taraf Kompos dan Mikoriza
Produksi berat kering akar tertinggi terlihat pada kombinasi perlakuan 30% kompos
dan 10 g mikoriza. Pemberian kompos merupakan salah satu penentu keberhasilan
terjadinya simbiosis antara akar dengan mikoriza. Dari hasil penelitian Nusantara
(2002), simbiosis mikoriza pada tanaman sengon baru terbentuk 6 MST jika tumbuh
pada media buatan yang haranya cukup, dan 16 MST jika ditumbuhkan pada tanah
ultisol. Selain itu juga mikoriza mampu menghasilkan hormon auksin dan giberalin, di
mana fungsi dari auksin adalah dapat merangsang pertumbuhan akar tanaman (Berta et
al., 1993).
38
Novriani, Hal; 30 - 42
AgronobiS, Vol. 2, No. 4, September 2010 ISSN: 1979 8245X
Aplikasi kompos 30% berbeda dengan perlakuan kompos 0%, kompos 25%, kompos
50%, kompos 70%, tetapi tidak berbeda dengan perlakuan kompos 75% (Tabel 6). Hal
ini diduga bahwa pemberian karena kompos dapat menyumbangkan unsur hara, baik
hara makro maupun mikro yang diperlukan utuk pertumbuhan tanaman. Selain itu juga
dijelaskan oleh Ayuso et al. (1996), asam humik yang berasal dari kompos mampu
meningkatkam sintesa protein, aktivitas hormon tumbuh, meningkatkan laju
fotosintesis dan mempengaruhi aktivitas enzim. Semuanya ini akan meningkatkan
pertumbuhan tajuk tanam, meningkatkan pertumbuhan akar yang dapat juga
meningkatkan berat kering tajuk dan akar tanaman.
Tabel 6.
Berat kering total (g) tanaman kelapa sawit
umur 4 bulan pada berbagai taraf kompos dan mikoriza
Pemberian mikoriza 10 g berbeda nyata terhadap berat kering total tanaman yang
dihasilkan pada perlakuan tanpa mikoriza, 20 g mikoriza dan 30 g mikoriza. Perlakuan
10 g mikoriza menghasilkan berat kering total tertinggi yaitu 3,52 g. Dari penelitian
Widiastuti et al. (2003), bahwa tanaman kelapa sawit yang diinokulasi mikoriza terjadi
peningkatan pertumbuhan akar yang akan diikuti pertumbuhan tajuk tanaman karena
mikoriza bisa merangsang pertumbuhan akar dan penyerapan hara pada tanaman. Ini
terlihat dari peningkatan serapan hara N, P, K pada tanaman dan berat kering tanaman.
Sejalan dengan penelitian ini bahwa pemberian mikoriza nyata meningkatkan berat
kering tajuk 82,96% dan berat kering akar 84,21% sehingga menghasilkan berat kering
total tanaman yang meningkat sebesar 84,29% jika dibandingkan tanpa mikoriza.
Kombinasi perlakuan 30% kompos dan 10 g mikoriza menghasilkan berat kering total
yang tertinggi yaitu 5,27 g. Hal ini diduga bahwa pemberian kompos mampu
memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah (Hakim et al., 1990). Kondisi tanah yang
menguntungkan dapat meningkatkan pertumbuhan akar dan tajuk tanaman, hara
kompos juga dapat dijadikan sebagai sumber makanan bagi mikoriza sehingga terjadi
kolonisasi pada akar tanaman.
Adanya kolonisasi mikoriza pada tanaman akan merangsang pertumbuhan akar dan
membantu penyerapan hara dan air untuk pertumbuhan tanaman. Dijelaskan oleh
Widiastuti et al (2003) bahwa, pada tanaman yang berasosiasi dengan mikoriza
peningkatan pertumbuhan akar tanaman diikuti dengan peningkatan pertumbuhan
tajuk tanaman, sehingga dapat meningkatkan berat kering total tanaman.
39
Novriani, Hal; 30 - 42
AgronobiS, Vol. 2, No. 4, September 2010 ISSN: 1979 8245X
DAFTAR PUSTAKA
Anas, I. 1997. Bioteknologi Tanah. Bogor: Laboratorium Biologi Tanah Jurusan Tanah
Fakultas Pertanian Institute Pertanian Bogor
Bolan, N., A. Robson dan N.J. Barrow. 1987. Effect of Vesicular Arbuscular Mycorrhiza
on The Availability of Iron Phosphate to Plants. Plant Soil 99:401-410
Brady, N.C. 1990. The Nature and Properties of Soil. New York: The MacMillan
Company
Delvian. 2004. Aplikasi Cendawan Mikoriza Arbuskula dalam Reklamasi Lahan Kritis
Pasca Tambang. Medan: Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara
Hakim, N., M.Y. Nyakfa, A.M. Lubis, S.G. Nugroho, M.R. Saul, M.A. Diha, G.B. Hong,
Bailey. 1990. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Bandar Lampung: Universitas Lampung
Hardjowigeno S. 1996. Genesis dan Klasifikasi Tanah. Bogor: Fakultas Pertanian Pasca
Sarjana IPB
40
Novriani, Hal; 30 - 42
AgronobiS, Vol. 2, No. 4, September 2010 ISSN: 1979 8245X
Mikkelsen, R.I. 2005. Humic Substances in Biological Agriculture. AGRES a Voice for
Eco-Agricult.
Rao, N. dan S. Subha. 1994. Mikroorganisme Tanah dan Pertumbuhan Tanaman. Edisi
Kedua. Jakarta: Universitas Indonesia Press
Santi, L.S dan D.H. Goenadi. 2008. Pupuk Organo-Kimia untuk Pemupukan Bibit Kelapa
Sawit. Jakarta: Menara Perkebunan
Ayuso, M., T. Hernandez, C. Garcia dan J.A. Pascual. 1996. Stimulation of Barley
Growth and Nutrient Absorption by Humic Substances Originating from Various
Materials. Bioresoure Technology 57: 251-257
Berta, G., S. Sgorbati, V. Soler, A. Fusconi, A. Trotta, A. Citterio, M.G. Bottone,
E.Sporvaoli dan S. Scanerini. 1990. Variations in Chomatin Structure in
Host1nuclei of a Vesicular Mycorhiza. NewPhytol 14: 199-205
Sunarti, R., S. Ika, Syekhfani dan L.A. Abdul. 2004. Peranan Jamur Mikoriza Pada
Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit dan Pengaruhnya dalam Menekan Kolonisasi
Patogen Ganoderma Boninense. Jurnal Agrivita 2: 212-221.
Sutarta. E.S, Winarna dan N.H. Darlan. 2005. Peningkatan Efektivitas Pemupukan
Melalui Aplikasi Kompos TKS Pada Pembibitan Kelapa Sawit. Prosiding
Pertemuan Teknis Kelapa Sawit 2005: Peningkatan Produktivitas Kelapa Sawit
Melalui Pemupukan dan Pemanfaatan Limbah PKS. Medan.
Widiastuti, H., G. Edi, S. Nampiah, K.D. Latifah, H.D. Didiek dan S. Sally. 2003.
Optimalisasi Simbiosis Cendawan Mikoriza Arbuskula Acaulospora tuberculata
dan Gigospora margarita Pada Bibit Kelapa Sawit di Tanah Masam. Menara
Perkebunan. 70 (2): 50-57.
41
Novriani, Hal; 30 - 42
AgronobiS, Vol. 2, No. 4, September 2010 ISSN: 1979 8245X
Widiastuti, H., S. Nampiah, K.D. Latifah, H.G. Dediek, S.Sally dan G. Edi. 2005.
Penggunaan Spora Cendawan Mikoriza Arbuskular Sebagai Inokulasi Untuk
Meningkatkan Pertumbuhan dan Serapan Hara Bibit Kelapa Sawit. Menara
Perkebunan 73 (1): 26-34.
Direktorat Jenderal Perkebunan. 2010. Indonesia Punya Kebun Koleksi Nasinal Sumber
Daya Genetik Kelapa Sawit. (http://www.ditjenbun.deptan.go.id) Diakses 24
Februari 2010)
Isroi. 2008. Cara Mudah Mengomposkan Tandan Kosong Kelapa Sawit. (http//:Just
another Word Press.com, weblog) Diakses 15 Juli 2008)
42
Novriani, Hal; 30 - 42