You are on page 1of 12

Simposium XII FSTPT, Universitas Kristen Petra Surabaya, 14 November 2009

KAJIAN TEKNIS TERHADAP IMPLEMENTASI CMRFB PADA JALUR PANTURA


DI PROVINSI JAWA BARAT
(Studi Kasus: Ruas Jalan Cirebon-Losari dan Palimanan-Jatibarang)

Desy Yofianti Harmein Rahman


Mahasiswa Program Studi Magister Sistem dan Teknik Staf Pengajar Program Studi Teknik Sipil FTSL ITB
Jalan Raya - FTSL ITB Jalan Ganesha No. 10 Bandung 40132
Jalan Ganesha No. 10 Bandung 40132 email: rahman@trans.si.itb.ac.id
email: desy_yofianti@yahoo.com harmeinrahman@yahaoo.com

Abstract
Investment in road infrastructure needs a high cost so that the technology utilizing has to be planned. Pantura
traffic lane always gets special attention from government because it often damage, such as rutting and cracking
because of fatigue. One of the methode that use to repair pavement structural damage is using recycling
technology with foam bitumen as a binder to cold mix recycling (CMRFB). This paper described the
implementation of CMRFB base in Pantura traffic lane in West Java Province for the part of Cirebon-Losari and
Palimanan-Jatibarang road. Several assessment need to determine the properties of CMRFB including existing
material gradation, density, mix design, Indirect Tensile Strength (ITS), and Tensile Strength Ratio (TSR).
Compacting process influence the density in the field, so the process need specific control. From this research
can be conclude that CMRFB base which implemented in Cirebon-Losari and Palimanan-Jatibarang road can
improve the strength of road pavement structure, and recycling process with foam bitumen have to take a note of
three main factor, as follows: water content, mixing, and compacting. Recommendation for this research are data
result of Pantura traffic lane in West Java for Cirebon-Losari and Palimanan-Jatibarang road as the try out need
to be discussed for the next foam bitumen improvement in Pantura traffic lane and need testing and continuous
field monitoring to determine the strength improvement or reduction for the entire road pavement structure.

Keyword : foam bitumen, CMRFB, road pavement, Pantura traffic lane, implementation.

PENDAHULUAN

Prasarana transportasi berupa jalan sangat diperlukan terutama untuk membangun


perekonomian suatu daerah sehingga dapat berkembang lebih cepat. Investasi di bidang
prasarana jalan memerlukan biaya yang tidak sedikit sehingga perlu perencanaan dalam
penggunaan teknologi yang akan digunakan. Jalur Pantura merupakan Jalan Nasional
sepanjang 1316 km antara merak hingga Banyuwagi di sepanjang pesisir Utara Pulau Jawa,
khususnya antara Jakarta dan Surabaya.

Jalan di sepanjang Jalur Pantura merupakan perkerasan fleksibel yang setiap tahun selalu
dialokasikan dana untuk rehabilitasi dan pemeliharaan jalan yang jumlahnya sangat fantastik.
Jalur ini selalu mendapat perhatian khusus dari pemerintah, apalagi mendekati hari raya Idul
Fitri, Natal dan Tahun Baru, karena sering sekali mengalami kerusakan. Jalan di Jalur Pantura
setiap tahun selalu di overlay sehingga ketinggian permukaan elevasi jalan selalu bertambah.
Perlakuan untuk setiap segmen jalan di jalur pantura berbeda-beda tergantung dari beban yang
lewat dan jenis kerusakan yang terjadi. Kerusakan yang banyak terjadi di Jalur Pantura berupa
alur (rutting) dan retak (cracking) akibat kelelahan (fatigue). Untuk mengatasi kerusakan
yang sering terjadi dan mereduksi biaya pemeliharaan jalan, maka diperlukan suatu metode
atau teknologi untuk memperbaiki kerusakan jalan di sepanjang Jalur Pantura.

Salah satu metode yang digunakan adalah teknologi daur ulang (recycling) menggunakan
foam bitumen sebagai bahan pengikat untuk campuran daur ulang beraspal dingin atau dikenal
dengan istilah Cold Mix Recycling by Foam Bitumen (CMRFB).

377
Simposium XII FSTPT, Universitas Kristen Petra Surabaya, 14 November 2009

Penggunaan expanded asphalt atau dikenal dengan istilah foam bitumen sebagai bahan
pengikat pengganti aspal dalam campuran beraspal diaplikasikan di Jalur Pantura pada awal
tahun 2007. Perkerasan Jalan di sepanjang Jalur Pantura, sebelumnya sudah menggunakan
teknik recycling in place menggunakan semen sebagai stabilisasi yang dikenal dengan
Cement Treated Recycling Base (CTRB).

Tulisan ini mendeskripsikan implementasi CMRFB base di Jalur Pantura di Provinsi Jawa
Barat untuk ruas Jalan Cirebon-Losari dan Palimanan-Jatibarang. Beberapa pengujian
diperlukan untuk menentukan propertis dari campuran daur ulang beraspal dingin dengan
foam bitumen, termasuk gradasi material eksisting, kepadatan (density), perencanaan
campuran (mix design), Indirect Tensile Strength (ITS) dan Tensile Strength Ratio (TSR).
Pemadatan dan ketebalan material di lapangan perlu dilakukan pemeriksaan secara ketat.

TINJAUAN PUSTAKA

Kondisi perkerasan jalan di sepanjang Jalur Pantura sudah beberapa kali dilakukan overlay,
baik itu menggunakan AC-WC, AC-BC maupun HRS. Karena beban yang ditanggung oleh
perkerasan jalan terlalu besar sehingga menyebabkan jalan menjadi cepat rusak. Untuk
mengatasi masalah tersebut, maka perkerasan jalan yang lama di milling dan bahan garukan
beralih fungsi dari lapisan permukaan (surface course) menjadi lapisan pondasi atas (base
course). Dengan adanya perubahan fungsi lapisan tersebut, diperlukan spesifikasi baru yang
dapat mengakomodir fungsi base course, yaitu: menahan gaya lintang dari beban roda dan
menyebarkan beban ke lapisan dibawahnya, serta sebagai bantalan terhadap lapisan
permukaan.

Sebelum melakukan perbaikan di ruas Jalan CirebonLosari dan Palimanan-Jatibarang, perlu


dilakukan investigasi terlebih dahulu, yaitu:
Kondisi kerusakan perkerasan eksisting
Kekuatan tanah dasar dan ketebalan perkerasan eksisting
Tipe dan volume lalu lintas
Kekurangan material pada perkerasan eksisting
Biaya perbaikan

Stabilisasi menggunakan foam bitumen tetap akan menghasilkan material yang lebih fleksibel,
bila dibandingkan dengan stabilisasi menggunakan jenis stabilizer yang lain. Keuntungan
foam bitumen yaitu mudah diaplikasikan, kekuatan lebih cepat tercapai sehingga jalan dapat
segera dibuka untuk lalu lintas setelah pemadatan selesai serta diperlukan aditif berupa semen
dengan persentase yang kecil untuk meningkatkan kekuatan (Ramanujam, J.M. & Jones, J.D.,
2000).

Campuran Dingin (Cold Mix)

Berdasarkan Basic Asphalt Recycling, (2001) diharapkan umur pelayanan dengan


menggunakan cold in place recycling (CIR) dengan HMA (hot mix asphalt) dapat bertahan
selama 7-15 tahun. Tetapi efektivitas dan kinerja CIR dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
kondisi lokal, iklim, lalu lintas, tipe teknologi dan kualitas material yang digunakan, serta
kualitas dari pekerja.

378
Simposium XII FSTPT, Universitas Kristen Petra Surabaya, 14 November 2009

Keberhasilan dari teknik daur ulang dipengaruhi oleh gradasi material yang baru. Gradasi
lebih mendekati pada standar gradasi C, sehinga diperlukan penambahan persentase yang
lolos saringan 0,075 mm antara 515% (Ramanujam, J.M. & Fernando, D.P., 1997).

Foam Bitumen

Busa aspal (foam bitumen) terjadi ketika sejumlah air dingin didispersikan pada aspal panas
dengan suatu tekanan udara yang menimbulkan bertambahnya luas permukaan dan
menurunnya viskositas aspal secara signifikan. Busa aspal digunakan sebagai bahan pengikat
dalam campuran daur ulang dengan temperatur aspal panas sekitar 160 - 180C. Aspal ini
berbentuk foam hanya dalam waktu singkat sehingga harus segera dicampurkan dengan
material yang akan digunakan (Widajat, D., 2009).

Foam bitumen dapat dibuat dari aspal keras pen 60 atau aspal keras pen 80 dengan proporsi
air tertentu disyaratkan memiliki rasio pengembangan (expansion ratio) minimum 10 kali dan
waktu paruh (half life) minimum 8 detik. Makin tinggi expansion ratio dan half life, kualitas
foam bitumen makin baik. Foam bitumen mempunyai keuntungan dibandingkan dengan aspal
keras karena dapat dicampurkan secara dingin. Kekuatan campuran antara material dengan
foam bitumen terutama didasarkan atas penyelimutan foam bitumen terhadap material halus
yang membentuk mastic aspal.

Menurut Wirtgen, (2004), pemuaian (expansion) didefinisikan sebagai kenaikan volume


maksimum relatif terhadap jumlah bitumen sebelumnya. Waktu Paruh (half life) adalah waktu
(dalam satuan detik) yang dibutuhkan oleh volume foam bitumen untuk luruh dan mengecil
menjadi setengah dari volume pada keadaan muai maksimum.

Gambar 1. Proses Pembuatan Foam Bitumen


Sumber: Wirtgen, Cold Recycling Manual, 2004

Keuntungan dari daur ulang dengan foam bitumen yaitu : ekonomis (menghemat pekerjaan
2540%), tidak memerlukan energi pemanasan, memanfaatkan kembali material aspal, aspal
lama tidak terbuang, ramah lingkungan, cepat (waktu konstruksi singkat dan penutupan traffic
singkat/pendek), mengurangi pengangkutan (> 90%), dan juga mengurangi biaya umur (umur
lebih panjang daripada overlay (Tindodi K. L., 2009).
Beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan pembuatan foam bitumen adalah kuantitas
dan temperatur air; sumber dan tipe bitumen; temperatur bitumen dan foaming chamber;
tekanan bitumen dan air; dan bahan tambah (Yamin, A. & Widajat, D., 2008).

379
Simposium XII FSTPT, Universitas Kristen Petra Surabaya, 14 November 2009

Cold Mix Recycling by Foam Bitumen

Campuran daur ulang beraspal dingin dengan foam bitumen (CMRFB) adalah campuran
antara Reclaimed Asphalt Pavement (RAP) dan agregat baru (bila diperlukan) serta foam
bitumen yang dicampur di Unit Pencampur Aspal, baik di sentral (in plant) maupun di tempat
(in place), dihampar dan dipadatkan dalam keadaan dingin (Dep. PU, 2007). Sebagai bahan
pengisi atau pengikat awal dapat berupa semen atau kapur. Apabila digunakan filler semen,
sebaiknya kadar semen tidak terlalu besar, umumnya sekitar 1,5% - 2%, hal ini dimaksudkan
agar campuran tidak terlalu kaku (Widajat, D., 2009).

Perencanaan Campuran CMRFB Base

Diperlukan mix design untuk menunjukkan kinerja kualitas campuran di laboratorium dengan
menggunakan Alat Wirtgen WLB 10. Sebelum pembuatan mix design, perlu dilakukan
identifikasi aspal yang digunakan untuk pembuatan foam. Quality aspal yang digunakan
sangat mempengaruhi karakteristik foam. Pengujian karakteristik foam bitumen dilakukan
melalui parameter expansion ratio dan halflife. Hal ini dilakukan untuk menentukan
persentase kadar air optimum yang diperlukan pada proses pembuatan foam bitumen.

Rancangan formula campuran CMRFB Base yang digunakan dalam pekerjaan meliputi:
ukuran maksimum partikel, quarry new aggregate (bila digunakan), komposisi agregat baru
setiap saringan (bila digunakan), persentase filler, jenis aspal yang digunakan, expansion ratio
dan half life, gradasi gabungan, kadar air pembentuk foam, kadar air campuran; dan kadar
foam bitumen dalam campuran.

Guna mendapatkan hasil yang maksimal campuran agregat diusahakan memenuhi gradasi
yang disarankan. Gradasi agregat gabungan tersebut merupakan gradasi gabungan antara
agregat baru (bila diperlukan), RAP dan filler harus berada di dalam batas-batas amplop
gradasi yang diberikan dalam gambar 2.

Gambar 2. Gradasi Agregat Gabungan


Sumber: Dep. PU, 2007, Spesifikasi Khusus CMRFB-Base

METODOLOGI

Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini disajikan pada gambar 3.

380
Simposium XII FSTPT, Universitas Kristen Petra Surabaya, 14 November 2009

Mulai

Pengumpulan Data

Data Kinerja Pengamatan di Lapangan


- kerusakan jalan proses pelaksanaan penghamparan CMRFB base
- ITS
- Lendutan
- Kepadatan
Ruas Jalan Cirebon-Losari Ruas Jalan Palimanan-Jatibarang

Ruas Jalan Ruas Jalan


Cirebon-Losari Palimanan-Jatibarang
Analisis Hasil Pengamatan di Lapangan

Analisis Data Kinerja

Kesimpulan dan Saran

Selesai

Gambar 3. Metodologi Penelitian

KONDISI JALAN EKSISTING DAN DATA KINERJA

Lokasi yang dijadikan studi kasus untuk dilakukan pengkajian terhadap implementasi
CMRFB pada Jalur Pantura di Provinsi Jawa Barat adalah Ruas Jalan Cirebon-Losari dan
Palimanan-Jatibarang, dapat dilihat pada gambar 4.

Gambar 4. Lokasi Implementasi CMRFB di Jalur Pantura

Ruas Jalan Cirebon-Losari

Implementasi CMRFB base di ruas Jalan Cirebon-Losari tahun 2008 pada KM 26+500
30+000. Permukaan jalan yang ada merupakan lapisan beraspal yang cukup tebal hasil
pelapisan (overlay) beberapa kali. Tebal perkerasan jalan eksisting di ruas Jalan Cirebon
Losari antara 80 110 cm dengan tebal lapis beraspal antara 20-50 cm, serta sisanya berupa

381
Simposium XII FSTPT, Universitas Kristen Petra Surabaya, 14 November 2009

lapis granular material dan selected material di atas tanah dasar. Di beberapa tempat
kedalaman alur mencapai > 2cm di posisi lajur cepat yang sangat mengurangi
ketidaknyamanan pengemudi dan membahayakan lalu lintas (Widajat, D., 2009).

Survei kondisi bertujuan untuk mengetahui tingkat kerusakan perkerasan jalan dan dilakukan
secara visual di sepanjang jalan yang akan direhabilitasi. Kondisi kerusakan ruas Jalan
Cirebon-Losari dapat dilihat pada gambar 5a dan 5b.

Gambar 5a. Luas Kerusakan Arah losari Gambar 5b. Luas Kerusakan Arah Cirebon
Sumber: Puslitbang, 2008 Sumber: Puslitbang, 2008

Untuk mengetahui kekuatan sisa perkerasan jalan eksisting, dilakukan pengukuran lendutan
setiap interval 50 m pada lajur lambat dan cepat untuk masing-masing arah dengan alat FWD
(Falling Weight Deflectometer). Pengukuran lendutan dilaksanakan hanya pada lokasi yang
perkerasan masih berperilaku elastik. Hasil yang diperoleh disajikan pada tabel 1 dan gambar
6a dan 6b. Data lendutan ini digunakan untuk pekerjaan lapis ulang (direct overlay).

Tabel 1. Hasil Pengukuran Lendutan


Lendutan Arah Losari Arah Losari Arah Cirebon Arah Cirebon
(DF1) Lajur Lambat Lajur Cepat Lajur Lambat Lajur Cepat
0,001 mm
Maksium 906 508 877 483
Minimum 135 100 94 73
Rata-Rata 440 224 516 198
Standar Deviasi 176 86 185 85
Sumber: Puslitbang, 2008

Gambar 6a. Lendutan Arah Losari Gambar 6b. Lendutan Arah Cirebon
Sumber: Puslitbang, 2008 Sumber: Puslitbang, 2008

Gradasi RAP disajikan pada gambar 7, yang menunjukkan RAP tidak memenuhi persyaratan
gradasi untuk CMRFB. Untuk itu perlu penambahan agregat baru sehingga gradasi CMRFB

382
Simposium XII FSTPT, Universitas Kristen Petra Surabaya, 14 November 2009

memenuhi syarat yang ditentukan, terutama perlu penambahan agregat halus berupa abu batu
sehingga sesuai dengan gradasi yang diinginkan.

Gambar 7. Gradasi Cirebon-Losari


Sumber: Puslitbang, 2008

Nilai ITS untuk kadar semen 1,5% dapat dilihat pada gambar 8b. Sedangkan untuk kadar
semen 1,0% , besarnya nilai ITS ditunjukkan pada gambar 8a.

Gambar 8a. Nilai ITS, Semen 1,0% Gambar 8b. Nilai ITS, Semen 1,5%
Sumber: Puslitbang, 2008 Sumber: Puslitbang, 2008

Nilai kepadatan (density) CMRFB yang sudah diaplikasikan di ruas Jalan Cirebon-Losari
dapat dilihat pada gambar 9a dan 9b.

Gambar 9a. Nilai Density CMRFB Arah Losari Gambar 9b. Nilai Density CMRFB Arah Cirebon
Sumber: Puslitbang, 2008 Sumber: Puslitbang, 2008

Ruas Jalan Palimanan-Jatibarang

Implementasi CMRFB base di ruas Jalan Palimanan-Jatibarang pada Km 27+800 31+100


dengan kondisi jalan 2 lajur 2 arah (arah Jakarta dan arah Cirebon) yang dibatasi oleh median

383
Simposium XII FSTPT, Universitas Kristen Petra Surabaya, 14 November 2009

dan Km 33+100 34+100, dengan kondisi jalan 2 lajur 1 arah (arah Cirebon). Pada tabel 2
terlihat kuantitas kerusakan jalan baik pada lajur lambat dan lajur cepat.

Tabel 2. Rekapitulasi Kerusakan di Ruas Jalan Palimanan-Jatibarang

Jenis dan Kuantitas Kerusakan Perkerasan


Arah dan
Retak Tambalan Lubang Ambles Pelepasan Butir Defleksi Plastis
Lajur
(m2) (m2) (m2) (m2) (m2) (m2)
Arah Cirebon
- Lajur Lambat 1697 1091 47 47 2892 393
- Lajur Cepat 486 122 11 5 1 6

Arah Jatibarang
- Lajur Lambat 5044 1715 12 18 838 1478
- Lajur Cepat 167 114 11 3 - 1806

Sumber: Puslitbang, 2008

Tabel 3. Rekapitulasi ITS CMRFB di ruas Jalan Palimanan-Jatibarang

Bulan Unsoaked Soaked TSR


November 427 494 87
Desember 382 423 90
Desember 381 428 90
1190 1345 267
rata-rata 397 448 89
Sumber: Puslitbang, 2007

IMPLEMENTASI CMRFB DI LAPANGAN

Sistem pencampuran dan penghamparan CMRFB dilakukan di tempat (in place) dengan
menggunakan alat WR 2500. Pemadatan dilaksanakan pada kondisi 90% kadar air optimum,
karena kadar air yang berlebihan akan menghalangi kohesi antara partikel agregat.

Gambar 10. Proses Penghamparan Filler Semen Secara Manual

384
Simposium XII FSTPT, Universitas Kristen Petra Surabaya, 14 November 2009

Proses penghamparan semen dilakukan secara menual seperti yang terlihat pada gambar 10
menggunakan tenaga manusia.

Gambar 11. Proses Pencampuran dan Pemadatan

Gambar 12. Hasil Pencampuran dengan Alat WR 2500

Gambar 13. Hasil CMRFB Setelah Proses Pemadatan

ANALISIS HASIL

Kinerja Campuran CMRFB di Ruas Jalan Cirebon-Losari

Sebelum dilakukan perbaikan perkerasan, kerusakan lebih banyak terjadi di lajur lambat baik
dari arah Losari maupun Cirebon. Kondisi ini cenderung disebabkan oleh beban dari

385
Simposium XII FSTPT, Universitas Kristen Petra Surabaya, 14 November 2009

kendaraan yang terlalu besar, kemudian kecepatan yang lambat menyebabkan lapisan pada
perkerasan jalan tidak mampu menahan beban. Hal ini terjadi karena perkerasan jalan yang
masih fleksibel dan juga kekuatan dari lapisan dibawahnya seperti kekuatan subgrade,
subbase dan base yang sudah mengalami penurunan.

Sedangkan dari data hasil pengukuran lendutan di ruas Jalan Cirebon-Losari, terlihat nilai
rata-rata lendutan perkerasan jalan cukup besar yaitu 440 mm dari arah Losari pada lajur
lambat dan 224 mm di lajur cepat. Sedangkan nilai rata-rata lendutan arah Cirebon pada lajur
lambat sebesar 516 mm dan 198 mm pada lajur cepat. Kondisi ini inilah yang
mengindikasikan bahwa perkerasan jalan sudah memerlukan pelapisan ulang. Nilai lendutan
pada lajur lambat umumnya lebih tinggi dibandingkan dengan nilai lendutan pada lajur cepat
untuk jalur atau arah yang sama. Hal ini menunjukkan bahwa perkerasan sudah mengalami
deterioration karena sudah berkurangnya kekuatan (strength) dari setiap lapisan pada struktur
perkerasan untuk menahan beban lalu lintas.

Berdasarkan gambar 8 diperoleh kekuatan (strength) dari campuran untuk nilai kadar semen
1,5% dan foam bitumen 2,3% yaitu: ITS unsoaked sebesar 649 kPa, ITS soaked sebesar 550
kPa, dan TSR sebesar 85%. Sedangkan untuk kadar semen 1,0% , besarnya nilai ITS
unsoaked, ITS soaked, dan TSR secara berurutan adalah 425 kPa, 375 kPa, dan 88%.

Dari data ini dapat disimpulkan bahwa dengan kadar filler semen yang besar yaitu 1,5% akan
diperoleh nilai kekuatan (strength) yang direpresentasikan dengan parameter ITS yang lebih
tinggi dibandingkan dengan kadar filler semen sebesar 1%. Kondisi ini kemungkinan
dipengaruhi oleh sifat fisika dan kimiawi semen. Nilai ITS unsoaked, ITS soaked, dan TSR
semuanya memenuhi kriteria spesifikasi CMRFB dari Departemen Pekerjaan Umum (2007).

Nilai kepadatan (density) yang tinggi menunjukkan bahwa pemadatan yang dilakukan
menggunakan alat berat sudah memenuhi persyaratan yang ditentukan sehingga rongga antar
agregat tidak terlalu besar. Kadar foam bitumen juga merupakan faktor yang mempengaruhi
proses pemadatan, karena fungsi foam bitumen sebagai bahan pengikat pengganti aspal.
Selain itu, proses pemadatan juga dipengaruhi oleh penggunaan kadar air. Jika kadar air yang
digunakan terlalu sedikit, pemadatan tidak akan sempurna apalagi proses pemadatan
dilakukan pada kondisi cuaca yang panas, sehingga memerlukan pengontrolan kadar air yang
sangat ketat pada proses pemadatan.

Kinerja Campuran CMRFB di Ruas Jalan Palimanan-Jatibarang

Pada tabel 2 terlihat kuantitas kerusakan jalan lebih besar terjadi pada lajur lambat
dibandingkan lajur cepat baik untuk arah Cirebon maupun arah Jatibarang di ruas Jalan
Palimanan-Jatibarang. Hal ini diakibatkan oleh kemampuan perkerasan jalan yang tidak
seimbang dengan beban lalu lintas yang lewat, sehingga perkerasan tidak mampu menahan
beban tersebut dan juga karena kecepatan kendaraan yang lambat menyebabkan beban
tersebut tidak dapat disebarkan ke lapisan dibawahnya dengan cepat.

Kadar foam bitumen yang digunakan yaitu 2,5% , penggunaan kadar air sebesar 2,5% dan
filler semen sebesar 1,5% diperoleh nilai ITS unsoaked sebesar 397 kPa, ITS soaked sebesar
448 kPa, dan TSR sebesar 89%. Nilai ITS dan TSR yang diperoleh sudah memenuhi kriteria
spesifikasi CMRFB base.

386
Simposium XII FSTPT, Universitas Kristen Petra Surabaya, 14 November 2009

Dengan kadar foam bitumen dan penggunaan kadar filler semen yang sama yaitu 1,5%
didapatkan nilai ITS unsoaked lebih tinggi 63% dan nilai ITS soaked lebih tinggi 23% di ruas
Jalan Cirebon-Losari dibandingkan ruas Jalan Palimanan-Jatibarang. Adanya perbedaan nilai
ITS ini kemungkinan disebabkan oleh proses pencampuran dan pemadatan yang dilakukan
pada kedua ruas jalan tersebut.

Pelaksanaan CMRFB di Lapangan


Jika menggunakan alat untuk menghamparkan semen (spreader), mungkin hasilnya akan
lebih baik lagi, karena ketebalan dari semen dapat diatur berdasarkan kecepatan dari
kendaraan misalnya 5 km/jam untuk penggunaan filler semen 1%.

Pada proses pencampuran in place menggunakan alat WR 2500, perlu diperhatikan


temperatur pemanasan aspal karena akan berpengaruh terhadap kualitas foam bitumen yang
dihasilkan. Kualitas foam bitumen yang dihasilkan dapat dilihat secara visual setelah proses
pencampuran, dapat dilihat pada gambar 11. Jika terdapat banyak aspal yang menggumpal
pada suatu segmen jalan yang sedang dikerjakan, maka dapat dipastikan bahwa proses
produksi foam bitumen tidak berjalan sesuai dengan ketentuan. Hal ini mungkin saja
disebabkan oleh kurangnya pengontrolan terhadap temperatur pemanasan aspal, tekanan
udara, dan kadar air yang digunakan. Jika temperatur pemanasan aspal terlalu rendah,
workability akan rendah atau dengan kata lain akan mengalami kesulitan dalam pengerjaan di
lapangan.

Jika temperatur pemanasan di bawah 160C, akan mempengaruhi kemudahan pengerjaan


(workability) di lapangan sehingga kualitas pekerjaan yang diinginkan tidak bisa tercapai.
Semakin tinggi atau besar nilai expansion ratio dan halflife yang dihasilkan, maka kualitas
foam bitumen semakin baik, sehingga dapat menyelimuti agregat halus (fine aggregate)
secara lebih sempurna. Batasan nilai minimum yang digunakan berdasarkan spesifikasi
khusus CMRFB Departemen Pekerjaan Umum (2007) untuk expansion ratio (ER) adalah 10
kali dan halflife 8 detik.

Pemadatan (compaction) harus segera dilakukan, karena keterlambatan dalam pemadatan


akan menyebabkan campuran cepat mengeras yang disebabkan adanya filler semen dalam
campuran dan juga proses pencampuran dilakukan secara dingin (cold mix). Pada proses ini
juga perlu diperhatikan penggunaan kadar air sehingga bisa tercapai kepadatan yang
diinginkan.

Proses pemadatan yang dilakukan sangat menentukan kepadatan di lapangan. Data hasil dari
pengujian kepadatan di lapangan, dapat dilihat apakah mempunyai perbedaan yang kecil
terhadap hasil pengujian di laboratorium.

KESIMPULAN

CMRFB base yang diimplementasikan baik pada ruas Jalan Cirebon-Losari maupun
Palimanan-Jatibarang dapat meningkatkan kekuatan (strength) struktur jalan, yang
direpresentasikan dengan parameter nilai ITS dan TSR. Besarnya nilai parameter yang
diperoleh pada kedua ruas jalan tersebut, diatas batas nilai minimum yang ditentukan
dalam spesifikasi khusus CMRFB yaitu ITS 300 kPa dan TSR 80%.
Implementasi CMRFB di ruas Jalan Cirebon-Losari lebih baik dibandingkan dengan ruas
Jalan Palimanan-Jatibarang. Implementasi CMRFB di ruas Jalan Cirebon-Losari dengan

387
Simposium XII FSTPT, Universitas Kristen Petra Surabaya, 14 November 2009

kadar foam bitumen 2,3% dan semen 1,5% menghasilkan kekuatan dengan nilai ITS
unsoaked sebesar 649 kPa, lebih tinggi 63% dan ITS soaked 550 kPa, lebih tinggi 23%
terhadap CMRFB di ruas Jalan Palimanan-Jatibarang yang mempunyai nilai ITS unsoaked
397 kPa dan ITS soaked 448 kPa.
Proses recycling dengan foam bitumen harus memperhatikan tiga faktor yang sangat
penting, yaitu kadar air (water content), pencampuran (mixing) dan pemadatan
(compacting).

SARAN

Data hasil yang diperoleh pada Jalur Pantura di Provinsi Jawa Barat untuk ruas Jalan
Cirebon-Losari dan Palimanan-Jatibarang sebagai uji coba perlu didiskusikan untuk
perkembangan foam bitumen selanjutnya di Jalur Pantura.
Perlu pengujian dan monitoring kinerja di lapangan secara berkesinambungan untuk
menentukan peningkatan atau penurunan kekuatan secara keseluruhan pada struktur
perkerasan jalan.
Perlu dilakukan pelapisan ulang (overlay) di ruas Jalan Cirebon-Losari karena nilai
lendutannya yang besar. Nilai lendutan pada lajur lambat umumnya lebih tinggi
dibandingkan dengan nilai lendutan pada lajur cepat untuk jalur atau arah yang sama. Hal
ini menunjukkan bahwa perkerasan sudah mengalami deterioration karena sudah
berkurangnya kekuatan (strength) dari setiap lapisan pada struktur perkerasan untuk
menahan beban lalu lintas.

DAFTAR PUSTAKA

ARRA, 2001, Basic Asphalt Recycling Manual, U.S. Department of Transportation, USA.
Departemen Pekerjaan Umum, 2007, Spesifikasi Khusus Cold Mix Recycling Base by Foam
Bitumen (CMRFB-Base), Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta.
Puslitbang Departemen Pekerjaan Umum, 2008, Kajian dan Pengawasan Uji Coba Skala
Penuh Recycling Lapisan Beraspal Dengan Campuran Beraspal Panas, Puslitbang,
Bandung.
Puslitbang Departemen Pekerjaan Umum, 2007, Pengawasan dan Kajian Uji Coba Skala
Penuh Teknoloi Daur Ulang Jalan, Puslitbang, Bandung.
Ramanujam, J.M., Fernando, D.P., 1997, Foam Bitumen Trial at Gladfield-Cunningham
Highway, Southern Region Symposium 20-22 November 1997.
Ramanujam, J.M., Jones, J.D., 2000, Characterisation of Foamed Bitumen Stabilization,
Proceeding Road System & Engineering Technology Forum: 1-22, Queensland,
Australia.
Tindodi, K.L., 2009, Cold Milling; Concrete Treat Recycling Base; Cold Mixed Recycling
Foam Bitumen-Base, Arjawinangun, Cirebon.
Wirtgen, 2004, Wirtgen Cold Recycling Manual 2nd Edition November, Wirtgen Group,
Germany.
Widajat, D., 2009, Uji Coba Teknologi Daur Ulang Campuran Dingin Dengan Foam
Bitumen Pada Jalan Pantura Jawa Barat, Jurnal Jalan Jembatan Volume 26 No. 1,
April 2009, hal: 57-72.
Yamin, A., Widajat, D., 2008, Penggunaan Foam Bitumen Untuk Daur Ulang Perkerasan
Jalan, Jurnal Jalan-Jembatan Volume 25 No. 2, Agustus 2008, hal: 130-153.

388

You might also like