You are on page 1of 155

PROCEE EDING The Secon nd International Seminar

S on Sciencce Education ISBN: 978-979-985466-4-2


Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation

S
SCI-01
QUALIT
TY IMPROV
VEMENT OFF LEARNINGG PROCESS S AND BAS
SIC COMPE
ETENCY OF
STUDEN
NTS PHYSICS IN USIN
NG " 5E" MODELS
M OF LEARNING
G

A. Istri Ra
ai Sudiatmikaa
(Fa
aculty of Math
hs and Science
e Education Ganesha
G Univversity of Educcation Singara
aja Bali
r_sudiatmikka@yahoo.com m)

ABS
STRACT
The aim off this researchh was to 1) immprove learniing process, 2)
2 promote basic
ba competen ency of sciencce
among thee students, and
a 3) describ be their respoonses towardds 5E model of o learning. This
T study waas
conducted d at Class II/EE SLTP Negerri 6 Singaraja by involving g 35 studentsts. This was an
a action baseed
research consisted
co of 2 cycles with the
t topics resp spectively: tem
emperature (CyCycle 1) and heat
h (Cycle 2).
2)
The data ono the learnin ng process were
w collected
d by using an n observation
n guide, masttery of physiccs
concepts were collectted by a testt, life skills (imvolving
(i per
ersonal, acadeemic, social and
a vocationa
nal
skills) and the studentss responses toward
t 5 E models
m by usiing quetionary
ry.
The resultt showed thatt: (1) there was
w an improvve on learning ng process, (22) increase onn the studentts
basic com mpetency scie ence, and (3 3) the studen ents responsees were su ufficiently pos
ositive to th he
implementtation of 5E models
m of leaarning.
Keywords
s: 5E models of learning, learning proce
ess, physics concepts.
c

PENDAHULU UAN
Model pembe elajaran meru upakan salah h satu kompo onen penduku ung keberhassilan proses belajar
b menggajar
(Sunarno, 19 998). Salah sa atu model pembelajaran yangy dapat diterapkan ada alah model pe embelajaran "5E"
"
(Collete & Ch hiappetta, 19994; Eisenkraaft, 1997). Model
M pembe elajaran "5E" merupakan perwujudan dari
f
filosofi konstrruktivisme tentang belajarr dan pembe elajaran denga an asumsi ba ahwa "pengettahuan diban ngun
d
dalam pikiran
n pelajar". Model
M pembellajaran ini keemudian diela aborasi ke dalam inkuiri (Suastra, 2002).
Dengan dem mikian secara tidak langsu ung keuntung gan dari pend dekatan inkuiri dalam pembelajaran akan a
d
dapat diperolleh melalui pe enerapan mo odel pembelajjaran "5E". Ad dapun keuntu ungan dari pe endekatan inkkuiri
a
adalah sebag gai berikut: 1)) Pengajaran menjadi berpusat pada siswa
s (student
nt-centered); 2)
2 Proses bellajar
melalui inkuirri dapat membentuk dan mengembangk
m kan konsep diri;
d 3) Tingka at pengharapa an bertambahh; 4)
Belajar inkuirri dapat meng gembangkan bakat kemam mpuan individ du; 5) Mengh hindarkan siswwa dari cara-ccara
belajar tradissional yang ce endrung men nghafal; 6) Memberikan
M w
waktu bagi sisswa untuk mengasimilasi
m dan
mengakomod dasi informasi.
Mode el pembelajarran "5E" men ngandung limma fase pemb belajaran yan fa Engagem
ng meliputi fase ment
(pengikutserttaan), Eksplorasi, Eksplana asi, Elaborasii dan Evaluassi. Melalui lima fase dala am pembelaja aran
maka diharap pkan nantinyya akan dapa at memfasilitaasi siswa unttuk meningka atkan aktifitasnya baik daalam
melakukan percobaan,
p mengemukakan n pendapat serta
s mengajjukan pertanyyaan dalam menemukan dan
mengkonstruksi sendiri pengetahuann
p nya. Bruner (Sadia,
( 1996) menyataka an bahwa pe engetahuan yang
y
d
diperoleh denngan belajar penemuan
p memiliki bebera apa kebaikan. Pertama, pe engetahuan ittu bertahan laama
a
atau lama da apat diingat, atau lebih mudah
m diinga
at, dibandinggkan dengan pengetahuan n yang dipelaajari
d
dengan cara lain. Kedua, hasil belajar penemuan memiliki
m efek transfer
t yang lebih baik diibandingkan hasil
h
belajar lainnyya. Ketiga, se ecara menyeluruh belajarr penemuan dapat d mening gkatkan pena alaran siswa dan
kemampuan untuk berpik kir secara bebbas. Disampiing itu juga, secara khusu us belajar pe enemuan mellatih
keterampilan--keterampilan n kognitif sisw
wa untuk me enemukan da an memecahkan masalah secara man ndiri.
Keterampilan kognitif yang g digunakan oleh
o para sain
ntis sebagai pendekatan
p sistimatik dalamm menyelesaikan

38
PR
ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon ISBN: 978-9799-98546-4-2
C
Current Issues on Research
R and Teaaching in Science Education

masalahh adalah merupakan keterrampilan prosses (Kurniati,, 2001). De engan demikiian, ketiga asspek dari
kompeteensi dasar fissika (pengeta ahuan, keterrampilan dan sikap) akan n dapat terin ntegrasi dalam
m proses
pembela an berdampak pada menin
ajaran. Hal ini nantinya aka ngkatnya kom mpetensi dasar fisika siswa.
Berdasarkan permasalaha an tersebut di
d atas, maka tujuan yang g ingin dicapaai dalam penelitian ini
adalah sebagai
s berikuut.
1. Meningkatkan kualitas pro TP Negeri 6 Singaraja.
oses pembelajjaran fisika di kelas IIE SLT
2. Meningkatkan kompetensi dasar fisika siswa kelas IIIE SLTP Nege eri 6 Singaraja
a.
3. Mendeskripsiikan dan men nganalisis resspon siswa te
erhadap imple ementasi mod del pembelajaaran "5E"
pada pelajaraan fisika.

METOD DE PENELITIIAN
Penelitia
an tindakan kelas
k ini dilakkukan di kelass IIE SLTP Negeri
N 6 Singa araja dengan melibatkan 35 orang
siswa. Penelitian
P ini meliputi
m dua siklus
s dengan rincian kegia
atan setiap sikklusnya sebag
gai berikut.

Siklus I: Mate
S eri Suhu Siklus II: Materi Kalor
P
Persiapan Persia
apan
P
Pelaksanaan Tindakan
T Pelakssanaan Tindakkan
E
Evaluasi Evaluaasi
R
Refleksi Reflekksi

Persiap pan
Observa asi terhadap kegiatan
k belajjar mengajar sains di kelas dan interviu
u dengan gurru untuk mendapatkan
informassi apakah gu uru mengeksp plorasi pengeetahuan awal siswa maup pun mengemb bangkan kete erampilan
proses sains,
s serta apa kendala--kendala yanng dihadapi selama
s gajar sains di kelas ? Selanjutnya
meng
memanttapkan pengu uasaan konsepp-konsep tenttang suhu se erta keteramppilan bagi gurru pengajar dii kelas II.
Peneliti bersama gurru menyusun program da an skenario pembelajaran
p serta memp persiapkan peralatan
dan ba ahan yang diperlukan dalamd kegiata
an. Contoh ra ancangan mo odel pembelajjaran 5E dap pat dilihat
pada tabbel berikut.
T
Tabel 1: Sinttaks Model Peembelajaran 5E
5
Ta
ahap Ke
egiatan
Enga-g
gement Pada fase inni guru memu usatkan perha atian siswa paada konsep, prinsip atau masalah
m
yang akan di pelajari. Aktivitas
A ini dapat berben ntuk pertanyaaan, ketidakccocokan
suatu fenom mena fisis, in
nterpretasi siswa terhadap p suatu masa alah, teka-teki, atau
n yang dapat digunakan untuk meng
strategi lain gikutsertakan dan memfo okuskan
siswa pada a tugas pem mbelajarannya a. Rasa terta arik akan menjadi
m dasarr untuk
menumbuhkembangkan minat dan motivasi belajar siswa. Hal H ini secarra tidak
langsung akan memban ntu guru untuuk mengidenttifikasi konsep-konsep aw wal yang
dimilki siswa.
Sebagai co ontoh pertan nyaan penda ahuluan untu uk menggali prakonsepsi siswa
misalnya: Dapatkah
D tang
gan dipakai unntuk mengukkur suhu?
Beberapa siswa
s ada ya ang menjawa ab dapat, dengan alasan kalau merekka sakit
panas ibu meraba
m anya dengan tangannya.
kepala
Apapun dug gaan siswa, guru tidak pe erlu menyalah hkan atau me embenarkan jawaban
siswa. Biarla
ah siswa men njawabnya me elalui penyelid
dikan pada fa
ase berikutya.

39
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar
S on Sciencce Education ISBN: 978-979-985466-4-2
Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation

Exploration Sela
ama fase eksplorasi, siswaa mengumpulkan informassi, mengetes ide-ide merekka,
merrekam hasil pengamatan, melakukan
m ekksperimen dan sebagainya, sehingga pa ara
sisw
wa akan mem mpunyai peng galaman yang g umum dan konkret, dan n mereka mu ulai
mem mbangun kon nsep-konsep serta
s keteram
mpilan-keteram mpilan.
Gurru mengawali aktivitas dann memberika an siswa wakktu dan kese empatan unttuk
men nginvestigasi objek, mateeri, dan situaasi berdasarkkan ide-ide dari masin ng-
massing siswa teentang fenome ena tersebut..
Gurru menyarankkan kepada siiswa untuk merancang
m sua
atu eksperimeen/penyelidikkan
untuuk menjawab b permasalahaan yang munccul pada fase engagementt.
Gurru menyarankkan agar siswwa mencatat data
d hasil pen
ngamatannya a dan kemudiian
melaporkannya sebagai
s bagia
an dari tugas kelompok.
Gurru memberika an bimbingan seperlunya untuk
u melakukkan investigasi objek, matteri
dann situasi dan mencatat ha asil pengamatan berdasarrkan ide-ide mereka
m sendiri.
Fasee ini adalah untuk menyyediakan pem merolehan pengalaman nyyata bagi sisw wa
dimana mengaja ak siswa secara langsung pada
p fenomena atau situaasi yang mere eka
selid
diki.
Explanation Gurru memberika an kesempattan kepada siswa untukk melakukan diskusi unttuk
mennjelaskan daan memberikkan komentar terhadap hasil pengam matan masinng-
massing kelompo ok dengan menggunaka an ide dan kata-kata merekam sendiri.
Keggiatan ini memberi
m ke
esempatan bagi sisw
wa untuk mengekpresik
m kan
pemmahamannya dan menerim ma umpan balik dari orangg lain.
Sisw
wa disarankan
n untuk meneemukan pola, keterkaitan antar
a konsep, dan menjaw
wab
permmasalahan-peermasalahan yang ditemukkan.
Elaboration Gurru memberika an klarifikasi atas gagasann siswa yang masih bersiffat miskonsep
psi
dann memberi ke esempatan kepada
k siswa untuk mem mbuat jalinan konsep dala am
uktur kognitiffnya dengan cara mengaitkan atau
stru u mengembangkan konse ep-
konsep dan ke eterampilan-ke eterampilan yang diperoolehnya pada a situasi yang
berbbeda. Aplikassi informasi atau
a keteram ang mereka peroleh adallah
mpilan baru ya
merrupakan ump pan balik dalaam konteks baru,
b dengan demikian membuat belajjar
men njadi lebih be
ermakna.
Fasee elaborasi daapat dilakukan berulang unntuk memperrkuat kognisi siswa.
s
Evaluation Fase
e ini dimakksudkan untu uk memangg gil kembali ide-ide, pengetahuan attau
kete wa yang telah mereka pelajari. Aktivita
erampilan sisw as ini juga unntuk membanntu
menngumpan baliik hasil belaja
ar siswa.
Con
ntoh pertanyaan evaluasi yang
y dapat diaajukan oleh guru:
g
Apa elas air dingin dicampur dengan segelass air panas?
akah yang terjjadi jika sege
Lakukan pengukuran terhadap segelas airr dingin dan segelas
s air pa
anas. Kemudiian
ukur pula suhu air
a setelah ked duanya dicam mpur. Apakah h kesimpulanm mu?
Selanjutnya, melatih guru yang akan ditugaskan
S d untuk mengim mplementasikkan model pembelajaran
n 5E
y
yang telah disusun.
d
Pelaksanaan Tindakan
Pada tahap in ni mengimple
ementasikan model
m pembe elajaran 5E ya
ang telah dirrancang pada tahap persia apan
d
dengan topikk suhu. Selam
ma proses pem
mbelajaran ju
uga dilakukan observasi caara belajar sisswa dan aktivvitas
belajar meng gajar di kelas yang meliputi
m kemaampuan mem mahamai konsep, melakukan eksperim men,
membuat lap poran, bertanyya/menjawab pertanyaan guru
g atau tem
man lainnya.

40
PR
ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon ISBN: 978-9799-98546-4-2
C
Current Issues on Research
R and Teaaching in Science Education

Evaluas si
Evaluasii tindakan pad
da siklus I meliputi
m pengu uasaan konssep fisika sisw
wa, sikap sisw
wa, kinerja sisswa, dan
respon siswa
s terhada
ap pembelajarran 5E.
Reflekssi
Refleksi dilakukan unntuk menjawa ab pertanyaan yang berka aitan dengan implementassi model pembelajaran
5E dalam pelajaran fisika, seperrti aktivitas belajar
b siswa
a, kompetenssi dasar siswwa, dan kend dala yang
ditemui selama pemb belajaran. Haasil refleksi ini digunakan untuk
u perbaikkan pada siklus II dengann tahapan
yang samma dengan siiklus I tetapi topiknya
t adallah kalor.

Penguasaan konsep siswa a pada setiap siklusnya dikkumpulkan de engan tes hasil belajar buatan guru.
Keteram mpilan prosess sains sisw wa dikumpulkkan dengan teknik obse ervasi dengan bantuan pedoman
observassi. Aspek--aspek keterrampilan pro oses sains meliputi (1) merencana akan percoba aan, (2)
melaksa anakan prose edur percoba aan, (3) pengumpulan data percobaan, (4) me embuat lapo oran, (5)
mengkomunikasikan hasil secara verbal.
v
Sikap siswa yang diamatii dalam pemb belajaran fisikka dengan model
m 5E meliiputi : (1) meenyajikan
data sessuai dengan fakta yang diamati
d ektivitas), (2)) kritis terhadap temuan,, pendapat siswa dan
(obye
guru, (33) mau mengu ubah pandang gannya bila ada
a fakta baru u muncul, dan n (4) tekun be
ekerja dan tid
dak cepat
putus assa.
Respon siswa a terhadap pe elaksanaan pembelajaran
p model 5E dikkumpulkan de engan kuesio oner yang
terdiri da
ari 10 item. Tiap
T item memiliki skor ma aksimal 5 dan n skor minima al 1.
Seluruh data a penelitian dianalisis
d secara deskriptiff dan dilaporrkan secara deskriptif
d dann naratif.
Kriteria keberhasilan penelitian tin
ndakan adalah h (1) prestasi belajar siswa (penguasaa an konsep dan aplikasi
konsep) berada dalam m kategori ba aik dan ketun
ntasan klasikaal minimal 85 %; (2) rerata keterampila an proses
sains beerada dalam kategori
k baik.

HASIL DAN PEMBA AHASAN


Dalam penelitian
p ndakan kelas yang dilaku
tin ukan pada ke elas IIE SLTP P Negeri 6 Singaraja, pe ertemuan
pertamaa peneliti mem mbagi siswa dalam
d tujuh kelompok
k yanng masing-ma asing kelompo ok terdiri darri 5 orang
siswa. Pembentukan
P kelompok sepenuhnya
s d
diserahkan ke
epada siswa untuk menccari teman ya ang akan
diajak dalam satu kellompok.
Dalam proses pembelajarran, kegiatan yang dilakukkan disesuaika an dengan fa ase-fase pembelajaran
menurutt model pem mbelajaran "5E".
" Setiap saat peneliiti memonito or dan mem mbimbing sisw wa yang
menemu ukan kesulitan n dan permassalahan baik ketika
k merekaa melakukan percobaan maupun
m saat berdiskusi
b
kelompook.
Berdasarkan hasil pengam matan penelitti, pada fase engagementt berbagai ga agasan/ide aw wal siswa
muncul terkait denga an konsep yan ng akan diajaarkan. Sebagaai contoh, kettika siswa dita
anya dapatka ah tangan
digunakkan untuk me engukur suhu? Beberapa siswa
s ada yang menjawab b dapat deng gan alasan ka alau sakit
panas ibbu biasanya meraba
m kepala adik dengan tangannya.. Di sisi lain, pada fase ekksplorasi ada beberapa
kelompook yang belu um memahami petunjuk kerja yang termuat dalam LKS seh hingga mereka harus
membacca dan mema ahami petunjuuk kerja terleb
bih dahulu. Hal
H ini membuat alokasi waktu
w yang dib butuhkan
menjadi lebih lama dari yang telah h direncanaka an.
Hasil observaasi keterampilan proses sains siswa selaama dilaksana akan pembela ajaran 5E sepperti pada
tabel di bawah ini. Berdasarkan Tabel
T 2 keteraampilan prosees sains padaa siklus I sebeesar 2,06 dann siklus II
sebesar 2,27. Berarti mengalam mi peningkata an, akan tetaapi sama-samma berkualifikkasi baik. Jika a kriteria
keberhasilan ditinjau dari keterammpilan proses sains telah memenuhi.
m Naamun, pada pelaksanaann
p nya masih

41
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar
S on Sciencce Education ISBN: 978-979-985466-4-2
Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation

banyak kend dala yang pe erlu diatasi untuk penye empurnaan selanjutnya,
s t
terutama pada keteramp pilan
menyusun lapporan dan me engkomunikasikan secara verbal. Hasil observasi sikkap siswa dala
am pembelajaaran
5E diperoleh rerata sebessar 2,0 (berada dalam kategori baik). Selanjutnya pada siklus III dengan reerata
s
skor 2,27 (be
erada dalam kualifikasi
k san
ngat baik). Sikkap siswa yan
ng masih kura
ang berkembaang pada sikllus I
a
adalah sikap kritis.

Tab
bel 2: Data Keterampilan
K P
Proses Sains Siklus
S I dan Siklus
S II

No Aktivita
as Inkuiri Te
erbimbing Rerata Skor
R Rerata Skor
S
Siklus I Siklus II
1. Meren
ncanakan perccobaan 2,2
23 2,66
2. Melakksanakan prossedur percoba
aan 2,4
46 2,63
3. Pengu
umpulan data percobaan 2,1
11 2,31
4. Memb
buat laporan percobaan
p 1,8
83 2,14
5. Mengkkomunikasika
an hasil secara
a verbal 1,5
57 1,89
Rata-rrata Skor Tota
al 2,0
06 2,27

Ditinjjau dari presttasi belajar siswa,


s pada siklus I rerata skornya 6,7 75 dan sikluss II sebesar 6,886
ssama-sama berkualifikasi
b baik namun n sudah ada peningkatan n. Hal ini terjadi
t karena a tindakan yangy
d
diberikan telah mampu membangkitka
m an motivasi belajar
b siswa melalui berbbagai aktivitass 5E. Di samp ping
itu, sikap siswa dalam pembelajara an yang baik, memberikkan kontribusi pada pre estasi belajarrnya
(penguasaan konsepnya). Namun, dilih hat ketuntasa an belajar kla asikal siswa, pada
p siklus I belum menca apai
8 %. Hal ini menandakan
85 n perlu dilakukan refleksi untuk
u memperbaiki tindaka an selanjutnya a (siklus II).
Masih belum m tercapainya ketuntasan klasikal dise ebabkan kare ena beberapa a kendala da an permasala ahan
s
seperti telah peneliti ura aikan pada hasil
h refleksi siklus I. Pad da proses pe embelajaran siklus I, pen neliti
memberikan kebebasan ke epada siswa dalam memilih anaggota kelompoknya
k . Peneliti beraanggapan bahwa
d
dengan diberrikan kebebassan dalam me enentukan an nggota kelompoknya, makka siswa akan n cendrung un ntuk
memilih reka annya yang sudah
s biasa diajak
d belajar bersama. Dengan
D demiikian akan te erjadi komoniikasi
y
yang saling tiimbal balik dia
antara anggo ota kelompok tersebut
Akan tetapi tindak kan yang pen neliti tempuh ini membawa a dampak yan ng tidak diharrapkan. Terda apat
beberapa ora ang siswa yan ng tingkat kem mampuannya a relatif lebih baik dibandinngkan dengan n siswa yang lain
mengumpul hanya pada kelompok tertentu. Di sissi lain, terdap pat beberapa a siswa yang kemampuan nnya
relatif rendah h terkumpul dalam
d satu kelompok.
k Haal ini menyeb babkan terjadinya dominassi oleh kelom mpok
t
tertentu pad
da proses pe embelajaran. Kelompok yang y memilikki tingkat kem mampuan ya ang lebih tin nggi,
c
cendrung lebih aktif dan mendominasi
m d
dalam setiap kegiatan diskkusi maupun saats melakukkan percobaan n.
S
Selain perma asalahan diattas, terdapat pula perma asalahan lain yang muncu ul pada siklu us I antara lain:l
t
tersitanya waaktu belajar hanya untuk memahami petunjuk kerrja yang ada pada LKS. Permasalahan P n ini
muncul karen na kesalahan n peneliti yan ng membagikkan LKS beg gitu kegiatan pembelajara an akan dimu ulai;
Kurangnya motivasi
m dari lu
uar menyebab bkan sebagian siswa masih enggan unttuk terlibat se ecara aktif da alam
s
setiap fase pe embelajaran. Sebagian dari mereka ma asih berangga apan bahwa keaktifan
k merreka dalam se etiap
kegiatan pem mbelajaran tidak memperoleh penilaian. Anggapan siswa ini juga menyebabkanm n mereka eng ggan
untuk menge emukakan pe ertanyaan kettika mereka menemukan
m kesulitan/perrmasalahan. Untuk
U menga atasi
permasalahan n-permasalah han seperti di atas, penelitti melakukan beberapa tindakan perbaikan seperti te elah
peneliti uraikkan pada hassil refleksi sikklus I. Setela ah diadakan penyempurn naan dan perrbaikan terha adap
kendala dan permasalahan n yang ditem mukan, pada siklus
s II skor yang diperole eh siswa pada masing-masing

42
PR
ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon ISBN: 978-9799-98546-4-2
C
Current Issues on Research
R and Teaaching in Science Education

aspek (kkognitif, afekttif dan psikommotor) sudah h lebih baik dibandingkan


d dengan skor yang diperoleh siswa
pada sikklus I. Pada pelaksanaan tindakan sikklus II, diperroleh pengua asaan konsep p siswa denga an rerata
kelas se
ebesar 6,88 (kualifiaksi
( ba
aik) dan ketu untasan klasikkalnya 91 %. Jika diban ndingkan deng gan hasil
yang dip peroleh padaa siklus I, ma aka hasil yang g diperoleh pada
p ami peningkatan yang
siklus III ini mengala
cukup berarti.
Sehubungan dengan respon siswa, sisw wa memiliki tanggapan yang baik terha adap penerapa an model
pembela ajaran "5E" did kelasnya. Hal ini dapatt dilihat dari skor rerata yang diperoleh sebesar 42, yang
termasuuk dalam kattegori positiff. Sebagian besar dari mereka m menyyatakan bahw wa penerapa an model
pembela ajaran "5E" daapat memban ntu mereka da alam memaha ami konsep-kkonsep fisika, menambah wawasan,
w
materi dapat
d diingat lebih lama, tertuntun
t dan
n mereka juga a menyatakan n bahwa mod del pembelaja aran "5E"
perlu ditterapkan padaa pembelajara an fisika berikkutnya.
Keberhaasilan yang dicapai
d ini sallah satunya disebabkan
d o
oleh tindakann perbaikan yang
y peneliti lakukan.
Disamping itu juga, berhasilnya penelitian ya ang dilakukan karena ad danya bebera apa faktor pe endukung
seperti: (1) jumlah siswa seban nyak 35 oran ng, akan me emberikan ke emudahan ke epada peneliti dalam
mengop ptimalkan pen ngelolaan kela as dan menga ases keterammpilan proses dan sikap, (2 2) tersedianyaa fasilitas
penduku ung seperti sarana
s laboratorium sains yang cukup memadai turrut berkontrib busi terhadapp kualitas
pembela ajaran 5E.

SIMPUL LAN
Berdasarkan hasil analisiss dan pemba ahasan di ata as, dapat dissimpulkan: 1)) implementaasi model
pembela ajaran 5E dapat menin ngkatkan kua alitas proses pembelajara an fisika; 2) Implementasi model
pembela ajaran "5E" dalam
d pembe elajaran fisika dapat menin ngkatkan kom mpetensi dasar fisika (pen
nguasaan
konsep, sikap dan keterampilan
k proses sains) siswa kelass IIE SLTP Negeri 6 Sin ngaraja; dan 3) siswa
memberrikan respon yang positif terhadap im mplementasi model
m pembe elajaran "5E" dalam pembelajaran
fisika.

DA
AFTAR PUSTA
AKA

Collete, T. A. dan Ch E 1994. Science Instructio


hiappetta, L. E. on In The Mid
ddle And Seccondary Schoo
ols, Third
Edition. New
wyork: Macmilllan Publising Company
Eisenkra
aft, A. (1997). Expanding the
t 5E Model. http://www.its-about-time.com/iat/5e..pdf.
Kurniati,, T. 2001. "Pembelajaran Pendekatan Ketrampilan Proses
P Sains Untuk Menin ngkatkan Keteerampilan
wa". Tesis (D
Berpikir Sisw Diajukan Untu
uk Memenuhi Sebagian Syarat
S Mempe eroleh Gelar Magister
Pendidikan Bidang
B Studi Pendidikan Biologi
B ah Lanjutan). Universitas Pendidikan In
Sekola ndonesia,
Bandung
Puskur, Balitbang Depdiknas (a). 2002.
2 Kompe
etensi Dasar Mata
M Pelajara
an Fisika di SLLTP dan MTS.. Jakarta:
Depdiknas
Sadia, W
W. 1996. "Pe
engaruh Prior Knowledge Dan Strategi Conceptual Change Dalam Pembelaja
aran Ilmu
pengetahuan
n Alam (IPA) Di Sekolah h Menengah Pertama". LLaporan Penelitian. STKIP Negeri
Singaraja
Suastra,, W. 2002 "MMengembangkkan Inkuiri IlmiahI Melalu
ui Demonstrassi Terbimbing
g Dalam Pembelajaran
Fisika". Maka
alah. Universittas Pendidika
an Indonesia, Bandung
Sunarno
o, W. (1998)). Model Remmediasi Misko onsepsi Dina
amika dengan n menggunakan Animasi Simulasi
dengan Komputer. Deserttasi pada IKIP
P Bandung: tidak diterbitka
an.
Trowbrid
dge dan Bybe
ee. 1990. Beccoming A Seco
ondary Schoo acher 5th ed. USA: Merill Publishing
ol Science Tea P
Company.

43
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar
S on Sciencce Education ISBN: 978-979-985466-4-2
Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation

S
SCI-02
DUAL MO
ODE INSERV
VICE TRAIN
NING AS AN ALTERNA
ATIVE TEAC
CHERS PRO
OFESSIONA
AL
D
DEVELOPME ENT PROGR
RAM

Ari Widodo, Rian


ndi, dan Nuru
ul Hana
(FPMMIPA UPI)

ABS
STRACT
Teachers professional
p development
d h been a ceentral focus of
has o the Indonesesian governmment, especiallly
in the last
st few years following thee issue of teeachers certiffication. Indeeed, a numbe ber of teacher
ers
professiona
nal developme ent program have
h been laaunched by th he governmeent. However,, it seems tha hat
they gave very little im
mpact on the improvement
i t of teachers teaching
t pracctice. Teacher
ers professiona
nal
developmeent programss always enco ountered with h difficult prob
blems, partlyy due to limiteed budget, th
he
number of o the teach chers, and geographical
g hindrance. An alternattive teacherss professiona nal
developmeent is needed d to the existting teachers professional developmentt program. This T paper dea
eal
with a duaal mode inserervice program
m. The resultt presented is the result of o the first year
ye study of a
three-yearr research proj
oject.

PENDAHULU UAN
G
Guru sebagi ujung
u tombakk pendidikan merupakan salah satu fakttor penting ya ang menentu ukan keberhassilan
pendidikan. Oleh
O karena ittu muncul be
erbagai usaha a untuk menin ngkatkan proffesionalisme guru.
g Pembin
naan
professionalissme guru di Indonesia dilaksanakan oleh o berbagaai pihak, mullai dari tingkkat pemerinta ahan
pusat (Depdiknas), pemerrintahan daerrah (Dinas), dan tingkatan sekolah. Se elain unsur yang
y berasal dari
kelembagaan n pemerintah, terdapat pulla yang berassal dari organ nisasi profesi seperti
s PGRI, ISPI, HISPPIIPAI
maupun dari pihak lain, misalnya
m pergguruan tinggi. Semua pih hak tersebut pada dasarnyya ikut berpe eran
s
serta dalam pembinaan profesionalism me guru. Pe embinaan pro ofessionalismee guru pada tingkat seko olah
d
dilakukan ole
eh kepala sek kolah dan MG GMP sekolah yang dalam pelaksanaan nnya dilakuka an dalam ben ntuk
pertemuan pe eriodik untuk
k mendiskusikkan peningkattan kualitas pembelajaran. Pembinaan yang y berasal dari
pihak lain dila
akukan dalam m berbagai bentuk, baik ituu seminar, lokkakarya, dan penataran.
p
Sekalipun sudah banyak
b progrram peningka atan profesionnalisme guru yang telah dilakukan,
d nammun
kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa b as pembelajaran di dalam
kualita m kelas tidak banyak berub bah.
S
Setelah meng gikuti suatu kegiatan pennataran, cara guru menga ajar tetap sajja seperti sebelum mengikuti
kegiatan pen nataran. Bah hkan hasil pelatihan
p yanng sudah berhasil
b baik ternyata ju uga tidak da apat
d
dipertahanka n keberlanjutannya (Adeyy, 2004). Be erdasarkan survei yang telah
t kami la akukan (Wido odo,
Riandi, Ampra asto & Ana Ra atna Wulan, 2006)
2 diperoleh hasil sebagai berikut
1. Program peningkatan n profesionalitas guru hendaknya memperhatikan aspek peme erataan. Kelu
uhan
yang serring diungkap pkan oleh pa ara guru ada alah bahwa ada
a orang-orrang tertentu u yang sering gkali
mendapa atkan kesempatan untukk mengikuti berbagai ke egiatan seda angkan seba agian yang lain
tidak/jara
ang mendapatkan kesempa atan.
2. Program--program pe eningkatan profesionalism
p me guru-guru u sains yan ng telah ada jarang se ekali
membaha as permasala ahan yang ada
a di lapang gan. Walauppun materi yang
y disajikan
n bisa dipahhami
dengan baik
b oleh para
a guru namun n sulit diimplementasikan.
3. Program--program pen ningkatan pro ofesionalisme guru-guru sains
s yang te
elah ada jaran ng sekali diikuti
dengan monitoring
m dan evaluasi.
4 Pengayaa
4. an materi sains terkini dan metode pe embelajaran merupakan
m d
dua topik keggiatan yang perlu
p
dilakukann. Penelitian yang
y dilakukaan oleh Jeanpierre, Oberh hauser dan Freeman
F (200
05) menunjukkkan

44
PR
ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon ISBN: 978-9799-98546-4-2
C
Current Issues on Research
R and Teaaching in Science Education

bahw wa peningkatan penguasaan guru akkan materi be erpengaruh keberhasilan


k program pen ningkatan
proffesionalisme guru.
g
Secara tekniss pelaksanaan n program pe eningkatan profesionalisme e yang konvensional sering gkali juga
berhadaapan dengan beberapa permasalahan
p n terkait kem mampuan pe emberi layanan dan juga a kondisi
geografiis Indonesia.
1. Jummlah guru ya ang harus mendapatlan
m layanan pengembangan profesionalisme jauh leb bih besar
diba
andingkan de engan kemam mpuan lembag ga-lembaga (LPMP,
( P4TK,, dan perguruan tinggi) yang y bisa
memmberikan laya anan. Akibattnya dengan sistem yang g telah ada,, hanya sediikit sekali gu uru yang
menndapatkan ke esempatan mengikuti
m proogram pening gkatan profe esionalisme. Sebagian be esar guru
justeeru belum beerkesempatan mengikuti ke egiatan-kegiattan dalam ran ngka peningkkatan profesio onalisme.
2. Kondisi geografiss Indonesia yang sangatt luas dan medan m yang berat menye ebabkan banyyak guru
(teru
utama guru-g guru yang tin nggal di daerah terpencil) seringkali tid dak pernah mendapat
m kessempatan
menngikuti prograam yang ditaw warkan.
Tujuan umum m penelitian ini
i adalah unttuk meningka atkan profesioonalitas guru--guru biologi sehingga
pada gilirannya bisa a meningkatkkan kualitas dan d hasil pembelajaran biologi
b di sekkolah. Adapu un tujuan
khusus yang
y akan diccapai adalah:
1. Mem mperluas jang gkauan pembe erian layanann profesional kepada
k guru-guru biologi.
2. Men ningkatkan pe emahaman ko onsep guru-gu uru, terutama a tentang perkkembangan biologi
b terkini.
3. Men ningkatkan pe engetahuan guru-guru tenttang pendeka atan dan meto ode pembelajaran terkini.
4. Men ningkatkan ke emampuan gu uru dalam menggunakan media m pembelajaran, teruta ama ICT.
Keterbatasann penyelengga ara dan guru dalam hal waktu,
w tenagaa, dana, sumb ber dan daya manusia
merupakkan salah satu faktor pen nghambat un ntuk melakukkan program peningkatan profesionalissme guru
sebagaimmana yang diuraikan
d di atas. Dengan memanfaatkan kemajuan teknologi komunikasi saat ini,
sesunggguhnya keterb batasan-keterrbatasan terssebut bisa dittekan. Dengan memanfaattkan fasilitas internet,
programm-program peningkatan
p profesionalismme guru da apat dilakukkan dengan model dua al mode.
Maksudn nya, bagian-b bagian terten ntu dalam prrogram penin ngkatan profe esionalisme guru
g dilakuka
an secara
konvenssional melaluii tatap muka dan ada bag gian-bagian tertentu
t yangg dilakukan dengan mema anfaatkan
internet.
Program bela ajar dengan memanfaatka
m an teknologi internet (e-lea
earning) sesun ngguhnya sud dah mulai
banyak dilakukan. Meskipun
M mikian e-learn
dem ning belum banyak dilakukan untuk prrogram inserv rvice bagi
guru-guru. Penggun naan e-learn ning sebagai bagian daari program dual modee untuk pen ningkatan
profesionalisme guru u bisa meng gatasi keterba atasan mode el program peningkatan
p profesionalism
me yang
konvenssional.
Pertama, dengan sistem dual mode, faktor waktu tidak terlalu menjadi masalah. m Gurru terikat
dengan tugas menga ajar yang terte entu waktunyya. Sungguh tidakt mungkin n apabila guru harus meniinggalkan
kelas da
alam waktu lama karena ha arus mengiku uti program pe eningkatan prrofesionalisme e. Dengan sisstem dual
mode, guru
g tidak peerlu terlalu la
ama meningg galkan sekolah. Hanya pad da tahap aw wal program sajas guru
harus meninggalkan
m kelas. Pada tahap implem mentasi program guru bissa mengikuti program pen ningkatan
profesionalisme deng gan memanfaa atkan fasilitass internet.
Kedua, kond disi Indonesia a yang sang gat luas, me embuat jarakk menjadi pe ermasalahan penting.
Sungguh h tidak efisien
n dari segi waktu
w maupun n biaya apabiila guru-guru harus melakkukan perjalan nan yang
jauh hannya unrtuk mengikuti
m suattu pertemuan n yang hanya berlangsung g beberapa ja am atau bebe erapa hari
saja. De
engan meman nfaatkan internet, guru tid dak peru melakukan hal in ni lagi sebab program pen ningkatan
profesionalisme guru bisa diperole ehnya melalui internet.

45
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar
S on Sciencce Education ISBN: 978-979-985466-4-2
Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation

Ketigga, monitoringg keterlaksan


naan programm dan dukung gan pasca program merup pakan salah satu
s
ffaktor pentingg yang meny yebabkan guru tidak dapatt menerapkan n apa yang teelah diperolehh dalam prog
gram
peningkatan profesionalissme. Dengan sistem dua al mode penyyelenggara dand guru ma asih dapat te
erus
berkomunikassi dan membe erikan dukunggan.
Keem mpat, salah sa
atu kelemahan n sistem peng
gembangan profesionalism
p me guru yang telah ada ada alah
kurangnya perhatian
p te
erhadap keb butuhan indivvidual setiap p guru. Pro ogram-progra am peningka atan
profesionalism
me guru yan ng telah ada a pada umu umnya berisikkan sesuatu yang dinilaii diperlukan//bisa
d
dilakukan ole
eh semua guru u. Permasalahhan pembelajjaran yang dihadapi setiap
p guru sangattlah beragam dan
s
seringkali bersifat khususs. Oleh karenna itu prograam peningkattan profesionnalisme guru hendaknya bisa
memberikan ruang untuk k mengakomo odasi kebutuhan guru ya dual. Model dual
ang sifatnya relatif individ d
mode akan bisa melaku ukan ini seba ab guru bisaa memilih je enis programm yang lebih h sesuai denngan
kebutuhannya a dan bisa meelakukan kontak secara leb
bih individual dengan pelaksana program.

METODE PE ENELITIAN
Pendekatan yang y digunakkan juga menngikuti prinsip Developme ental Researcch (Borg & Gall,
G 1989), yang
y
t
terdiri dari 3 tahap.
t Rencaana kegiatan penelitian
p pad
da setiap taha
apnya adalah sebagai berikkut.
T
Tahap Pertaama
T
Tahap ini me erupakan tahap analisis ke ebutuhan guru-guru biolo ogi. Langkah-langkah yang g akan ditem
mpuh
pada tahap ini i adalah: 1). Melakukan n analisis kom
mpetensi proffesional guruu-guru biologi; 2). Melaku
ukan
need assessm sment untuk menggali keebutuhan pro ofesional guruu-guru biologgi; dan 3). Mengembang gkan
blueprint mod del inservice dual
d mode.
T
Tahap Kedu ua
T
Tahap kedua merupakan tahap pengembangan dan n pengujian model
m inservice dual modee. Pada tahap
p ini
a
akan dilakukkan hal-hal berikut: 1). Mengembangk
M kan model in nservice dual mode; 2). Mengembang gkan
paket-paket program pelatihan tatap p muka; 3). Mengemban ngkan paket-paket pelatihan online; 4).
Penyiapan website; 5). Melakukan
M pelatihan dual mode secara terbatas; da ukan analisis dan
an 6) Melaku
perbaikan.
T
Tahap Ketigga
T
Tahap ketigaa merupakan n tahap uji efektivitas produk
p yang dikembangkkan dan dila anjutkan denngan
penyempurna aan produk. Pada
P tahap in
ni akan dilaku
ukan hal-hal berikut:
b 1). Melakukan
M penngujian lapan
ngan
d
dengan skala penuh; 2). 2 Melakukan analisis hasil;
h 3). Me elakukan pe enyempurnaan n model segala
kelengkapann nya; dan 4). penyebarluasa
p an model.

HASIL DAN PEMBAHAS SAN


Hasil yang disajikan
d dala
am tulisan inni adalah sebagian hasil di tahun peertama. Seba agai bagian dari
penelitian di tahun pertam
ma, telah dilakkukan need assessment
a erhadap guru-guru biologi untuk menja
te aring
hal apa saja yang
y mereka butuhkan untuk meningka atkan kompettensi mereka.

JJenis prograam peningkatan profesi yang diperrlukan guru biologi


S
Sebagaimanaa terlihat dala
am Tabel 1, workshop/pel
w latihan dan pelatihan
p melalui internet merupakan jenis
program pela
atihan yang diiminati guru. Hal ini memp
perkuat dugaa
an awal bahw
wa pelatihan sistem
s dual-m
mode
y
yang menggabungkan an ntara kegiataan tatap muka dan komunikasi via internet
i merupakan proggram
peningkatan profesionalita
as yang dihara
apkan guru.

46
PR
ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon ISBN: 978-9799-98546-4-2
C
Current Issues on Research
R and Teaaching in Science Education

Tab
bel 1: Jenis program penin
ngkatan profe
esi yang diperrlukan guru biiologi
No Jen
nis program Persen
ntase
a. Se
eminar 36
b. Lokakarya 22
c. Wo
orkshop/pelattihan 88
d. Ku
ursus 21
e. Pe
enataran 30
f. Pe
elatihan melalui internet 47

Materi pelatihan ya ang paling diperlukan


d g
guru
Pelatihan tentang konsep-konse
k p biologi, keependidikan, dan komputer merupakkan tiga matteri yang
diperlukkan guru (liha
at Tabel 2). Tingginya kebutuhan
k gu
uru terhadap pelatihan te
entang konse
ep-konsep
biologi menunjukkan n bahwa gurru memang merasa
m u adanya upd
perlu pdate pengetaahuan biologi. Hal ini
sangat wajar
w sebab perkembanga an biologi san
ngat pesat dan tentunya bekal yang diperoleh
d guru selama
kuliah te
entu tidak me
emadai lagi se
ehingga mereeka perlu sena
antiasa meng--update peng
getahuan merreka.
Tab
bel 2: Materi pelatihan yan
ng diperlukan guru
No Ma
ateri pelatihan
n Persen
ntase
a. Pe
elatihan tentan
ng materi/ ko
onsep 84
b. Pe
elatihan materri kependidika
an 44
c. Pe
elatihan tentan
ng komputer 67

Materi untuk meningkatkan ko ompetensi pedagogi


p
Secara umum
u guru memerlukan
m h
hampir semuaa aspek yang
g terkait kompetensi pedaggogi (Tabel 3).
3 Hanya
dua hal yang kurang diminati guru
u yaitu perencanaan pengaajaran dan evvaluasi pembe
elajaran. Pere
encanaan
pengajaran kurang diminati seb bab pelatihann-pelatihan ya
ang diikuti guru
g selama ini seringka
ali terkait
kurikulum dan perenccanaan.
Tab
bel 3: Materi pedagogi yan
ng diperlukan guru
No Ma
ateri pedagog
gi Persen
ntase
A Pe
erencanaan pe
engajaran 33
B Mo
odel-model pe
embelajaran 75
c Ev
valuasi pembe
elajaran 31
d Pe
engelolaan pra
aktikum 63
e Me
edia pembelajjaran 66
f Pe
emanfaatan co
omputer dan internet dalam
m pembelajarran 60

Konsepp biologi yang perlu pen ndalaman


Genetika
a dan biotekknologi merupakan materri biologi yanng paling dib butuhkan guru (Tabel 4)). Hal ini
memang g sangat beralasan
b se
ebab kedua bidang inii merupakan n bidang yangy kemajuuan dan
perkembbangannya saangat pesat dalam beberrapa tahun te erakhir. Selain itu kedua konsep terse ebut juga
dipandang sebagai ko
onsep yang sulit (Johnson & Stewart, 2002;
2 Venville
e, Bribble & Doonovan, 2005
5).

47
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar
S on Sciencce Education ISBN: 978-979-985466-4-2
Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation

Tabel 4:
4 Materi biolo
ogi yang dipe
erlukan guru
No Konsep Persentase
a Sel dan jaringan 38
b Strukturr dan fungsi tumbuhan
t 33
c Strukturr dan fungsi hewan
h 32
d Mikrobio
ologi 53
e Genetik
ka 64
f Evolusi 34
g Bioteknologi 75
H Ekologi 29

Pengetahua an/keterampilan guru dalam


d pengggunaan kom mputer
Kemampuan menggunakan komputer merupakan
m sa
alah satu kete
erampilan pen
nting yang ha
arus dimiliki guru.
T
Tabel 5 menu
unjukkan adanya keragaman yang besa ar dalam hal kemampuan
k g
guru menggunakan kompu uter.
S
Sekalipun ada
a beberapa orang
o guru ya
ang bisa mela
akukan pemprrograman, na amun masih banyak
b juga guru
g
y
yang sama se
ekali belum bisa menggunaakan komputeer.
Tabel 5: Keterampila
an penggunaa
an komputer
No Keteram
mpilan Persentase
a Hanya terbatas
t pada
a pengolah ka
ata (word) 72
b Presenttasi (power po
oint) 40
c Tabulassi dan kalkulassi (excel) 32
d Grafis (photoshop) 5
e Pempro
ograman anim
masi (macrome
edia) 5
F Sama se
ekali tidak bissa 19

Pengetahua an guru tenttang interne et


Dari hasil angket tentang pengetahuan guru dalam m menggunakkan internet terungkap ad
danya perbed
daan
y
yang cukup besar. Ada beberapa
b gurru yang sudah cukup baikk dalam peng
ggunaan inte
ernet namun ada
banyak guru yang sama se ekali belum bisa
b menggunakan internett.
Tabel 6:
6 Kemampua
an menggunakkan internet
No Kemampuan internett Persentase
a Bisa me
enggunakan untuk
u mencarri sumber info
ormasi 52
b Bisa me
enggunakan untuk
u komunikasi (e-mail) 26
c Bisa me
enggunakan sebagai
s sarana pembelajarran 24
d Bisa me
embuat blog/w
website 8
e Belum bisa
b 45

Fasilitas Tek knologi Info


ormasi dan Komunikasi
K (ICT) yang dimiliki Sek kolah
Dalam penelitian ini juga dijaring fasilittas ICT yang dimiliki guru
u dan sekolah
h (Tabel 7). Terungkap
T bahwa
s
sebagian bessar sekolah memiliki
m fasilita
as komputer tetapi hanya sebagian keccil saja sekolaah yang mem
miliki
lab multimedia dan konekssi internet.

48
PR
ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon ISBN: 978-9799-98546-4-2
C
Current Issues on Research
R and Teaaching in Science Education

Tabel 7:
7 Fasilitas ICT
T sekolah
No Fasilitas Persen
ntase
a Ko
omputer 90
b Lab Multimedia 18
c Ko
oneksi interne
et 23
d Ad
da lab multime
edia dan fasilitas internet 22
E Tid
dak ada 3

Secara umum m hasil need assessment menunjukkan


m n bahwa guru u memang me embutuhkan pelatihan
dan pellatihan melallui internet memang mo oda pelatihan n yang diharrapkan guru. Meskipun demikian, d
kemamp puan yang dimiliki guru (baik peralattan maupun pengetahuan n) tentang ko omputer dan n internet
sangat beragam.
b Sebbagian guru memiliki fasillitas kompute er dan interne et dan juga memiliki peng getahuan
dan keteerampilan yan ng baik, namuun banyak jug ga guru yang tidak memiliki fasilitas komputer dan juga tidak
bisa menggunakan ko omputer.
Pelatihan dua al mode mem mang tidak se eperti e-learn
ning yang bia asa diterapkan n di pergurua an tinggi.
Ada beb berapa perbe edaan mendasar antara e--learning dan n dual mode. Pertama, ka arakteristik peserta e-
learning bersifat hom mogen baik dari sisi usia, kemampuan,, dan kebutuh han. Sebalikn
nya guru-guru u peserta
pelatihan dual mode memiliki latar belakan ng yang bera agam. Kedua a, waktu yang dimiliki guru g dan
mahasisswa sangat be erbeda. Mahaasiswa pada umumnya
u meemiliki jadwal yang relatif sama
s sedanggkan guru
memilikii kegiatan yang
y sangat beragam. Oleh O karena itu pelatihan n dengan du ual mode ha arus bisa
mengakkomodasi kera agaman yang dimiliki para guru dan me emanfaatkann nya sebagi seb buah potensi..
Dari hassil need assesssmen terungkap bahwa 90 0% sekolah memiliki
m fasilittas komputerr. Hal ini menunjukkan
bahwa peluang
p untuk dilakukannyya pelatihan dengan dual mode cukup terbuka. Walaupun W sekoolah yang
ernet masih terbatas jum
memilikii fasilitas inte mlahnya, nam mun sesunggu uhnya akses internet bisa a dengan
mudah diusahakan
d oleh guru mauupun sekolah.
Keterbatasan n kemampuan guru dalam m hal kompu uter dan inte ernet menun ntut adanya pelatihan
tentang komputer da an internet. Oleh
O karena itu u sekalipun pelatihan
p komputer dan intternet tidak ada dalam
rencana awal penelitian namun se ebagai langka ah awal pelatihan guru-gurru akan diberi pelatihan pe engunaan
kompute er dan intern net. Kemamp puan guru ya ang beragam m juga menu untut agar website
w pelatiihan bisa
didesain
n sesederhana a mungkin sehingga guru-g guru bisa denngan mudah memanfaatka
m annya.
Penggunaan internet dalam pelatihan n dual mode ini sesungguhnya bukan n hanya dima aksudkan
untuk mengatasi
m maasalah jangkaauan dan fle eksibilitas aksses bagi guru. Hasil kajia an terhadap program
peningkkatan profesio onalisme gurru yang telah lalu menu unjukkan bah hwa program m-program ya ang telah
dilakuka
an kurang me endorong kem mandirian guru u. Penggunaa an internet dih harapkan lebiih membuka wawasan
guru te entang sumb ber informassi yang pad da akhirnya mendorong g mereka untuk mandirri dalam
mengem mbangkan dirii (Yumuk, 200 02).
Karena guru membutuhka an pelatihan tentang
t konseep-konsep bio ologi dan pemmbelajarannya a (model-
model pembelajaran n, media pe embelajaran, pengelolaan praktikum, dan pengajjaran biologi dengan
menggu unakan komp puter), pelatih
han dual mo ode ini akan n menyajikan n kedua hal tersebut. Sa alah satu
kelemahhan pelatihan yang sebelum mnya adalah memisahkan antara isi dan pembelajarran. Pemisaha an antara
isi dan pembelajaran
p n kurang mem mbantu guru untuk menerapkan dalam m pembelajarran (Gunstone e, 1999).
Karena ini
i dalam pela atihan dual mode
m ini, isi da
an pembelajaran akan dipa adukan.

49
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar
S on Sciencce Education ISBN: 978-979-985466-4-2
Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation

SIMPULAN
S
Hasil need assessment terhadap guru-guru bio ologi mengu ungkapkan bahwa
b progra
am peningka atan
profesionalism
me dengan model
m dual mode
m merupakkan program yang diharap pkan guru. Kemampuan
K g
guru
d
dalam mengg gunakan kom
mputer dan in
nternet ternyyata sangat beragam.
b Ole
eh karena itu perlu perlakkuan
khusus bagi guru-guru yaang penguassaan kompute er dan intern
netnya masih rendah. Seccara umum guru
g
memerlukan update pengeetahuan dan keterampilan baik terkait konten
k (materi) maupun pembelajarann nya.

DAFTAR
R PUSTAKA

A
Adey, P. (20
004). The Professional De o Teachers: Practice and
evelopment of d Theory. Do
ordrecht: Klu
uwer
Acaddemic Publishe
ers.
Borg, W. R., & Gall, M. D. (1989). Educcational Resea
arch: An Intro
oduction. New
w York: Longm
man.
Gunstone, R.. (1999). Con
G ntent knowled dge, reflection and their intertwining: A response to
t the paper set.
Scien
nce Educationn, 83(3), 393--396.
JJeanpierre, B.,
B Oberhause er, K. & Fre
eeman, C. (2005). Characcteristics of professional
p d
development that
effecct change in secondary sccience teache
ers classroom
m practice. Jo
ournal of Ressearch in Scie
ence
Teacching, 42(6), 668-690.
6
JJohnson, S. K.
K & Stewart,, J. (2002). Revising
R and assessing exxplanatory moodels in a hig
gh school gen netic
classs: A comparisson of unsucccessful and successful perrformance. Sccience Educattion, 86(4), 463-
4
480.
Venville, G., Bribble,
V B S. J. & Donovan, J.J (2005). An exploration of
o young childdens understtandings of geetics
concpts from onto ological and epistemologica
e al perspective
es. Science Ed
ducation, 89(77), 614-633.
W
Widodo, A. Riandi, Amprrasto & Wula an, A. R. (2006). Analisis dampak program-progrram peningka atan
esionalisme guru sains terhadap pening
profe gkatan kualita
as pembelajaran sains di sekolah.
s Lapo
oran
peneelitian Hibah Kebijakan
K Baliitbang Depdikknas.
Y
Yumuk, A. (2002).
( Lettin
ng go of con ntrol to the learners: Thhe role of in
nternet in proomoting a more
m
autonnomous view of learning in an academ
mic translaton course. Educcational Resea
arch, 44(2), 141-
1
156.

Ucapan terima kasih


Penelitian ini dilaksanakan
n dengan menggunakan dana
d Hibah Ko
ompetensi ya
ang diberikan oleh DP2M Dikti
D
t
tahun angaraan 2008.

50
PR
ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon ISBN: 978-9799-98546-4-2
C
Current Issues on Research
R and Teaaching in Science Education

SCI-03
SCL (STUDEN
NT CENTEREED LEARNIING) BASED
D LEARNIN
NG A PROBBLEM SOLVIING
MODELL TO INCRE
EASE ELEM
MENTARY STUDENT
S A
ABILITY TO
O SOLVE
NATURAL SCIENCE PROBLEMS
P S
Haairida and Erlina
(FKIP Un
niversitas Tanjjungpura)

ABSTRACT
T
Theree is a comm munity concers rs about the science teacching learning ng process in n Kalimantan Barat,
Mostly
ly, the instru
uction was raather teacherr centered th han student centered.
c Ass a result, sttudents
proble
lem solving ability
a was inaadequate as well
w as their creativity an nd theie critica
cal thinking abbilities.
The classroom
c acttion research based on prooblem solving model condu ucted at SDN No. 24 Pontiaanak in
st
the 1 semester of the 2008 8/2009 acadeemic year is directed to meet m this conncern. Twentty four
perso
on 5th grade students parrticipated in thist two-cyclees study. It is found thatt those studen nts are
moree active and crreative. Theirr problem solvving abilities is also increassed.
Keyw
words : stu
udent problem
ms solving ab
bility, SCL (S
Student Cente
ered Learning
g), problem solving
s
mode
el

PENDAHULUAN

Pengajaran IPA di Se ekolah Dasar sekarang


s ini terkesan
t seb
bagai pengajaran IPA yang terbatas pad da produk
atau fakkta, konsep, dan d teori saja a, sehingga siiswa mengan nggap IPA ad dalah pelajaraan yang harus dihafal.
Ditamba ah lagi banyak knya konsep yang abstrakk dalam penga ajaran IPA maka siswa beranggapan ba ahwa IPA
itu sulit.. Hasil observ vasi terhadap pembelajara an yang dilakuukan guru IPA A pada siswa a kelas IV SDN No. 24
dan 01 Pontianak
P padda bulan Pebbruari-Maret 2007
2 menunjukkan bahwa a proses belajar-mengajar IPA yang
dilakukaan kurang be erkualitas, dimana guru mendominasi dalam pem mbelajaran se edangkan sisswa lebih
banyak mendengark kan/mencatat,, guru tidak melatihkan keterampilan
k proses IPA dalam pemb belajaran,
tidak ad da persoalan yang menan ntang siswa untuk
u hkan melalui kegiatan ekssploratif. Seakan-akan
dipecah
IPA han nya membaha as konsep-koonsep yang ada dalam bu uku, jauh darri kehidupan siswa sehari--hari dan
tidak prroblematik. Ko ondisi yang demikian
d dap pat membuatt siswa tidak menyenangi belajar IPA sehingga
pada akkhirnya nilai IPAnya
I menjaadi rendah.
Banyak fakto or yang dapatt mempengarruhi keberhassilan pembela ajaran yang dilakukan oleh h seorang
guru. Se ecara tidak disadari, karen na rutinitas kadang
k guru kurang
k memp perhatikan appakah siswanya sudah
memilikii kemampuan n berbuat sessuatu dengan n konsep yang g dimilikinya atau belum. Keadaan ini disinyalir
terjadi akibat
a sistem pembelajaran yang digun nakan masih berjalan seca ara tradisionaal ((teacher centered)
c .
Ciri utamma dari pend dekatan antarra lain: tidak ada penekan nan pada pen nanaman konssep terlebih dahulu
d di
awal PBM, tidak ada pembelajaran n strategi pem mecahan massalah, kurangn nya keterlibattan siswa seccara aktif
dalam proses
p belajarr mengajar, proses
p belaja
ar mengajar terpusat
t padaa guru, dan interaksi anta ara siswa
dengan guru dan den ngan sesaman nya dalam pro oses belajar mengajar
m san
ngat jarang teerjadi.
Pembela ajaran IPA merupakan pro oses aktif, arttinya pembellajaran IPA merupakan
m se
esuatu yang dilakukan
d
siswa, bukan
b sesuatu u yang dilakuukan untuk sisswa. Proses aktif
a berimplikasi terhadapp antivitas me ental dan
fisik. Ha
ands-on activities tidak cukkup, siswa jug ga harus mem miliki pengalaaman-pengala aman minds-o on. Untuk
itu perlu u dipikirkan agar pembelajaran dapatt merangsang g siswa untu uk berpikir krritis dan krea atif serta
berlangssung problem matik, antaraa lain dengan n menerapkan n model prob blem solving berbasis
b SCL.. Banyak
permasa alahan sehari--hari yang da apat digunaka an dalam belaajar IPA. Misaalnya bagaima ana memanfa aatkan air
untuk energi
e alterna
atif? Permasaalahan sederh hana ini dapaat melatih ke eterampilan dan
d memotiva asi siswa
untuk be elajar IPA. Sisswa dapat be elajar memahami suatu ma asalah, menemukan dan memilih
m altern
natif yang

51
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar
S on Sciencce Education ISBN: 978-979-985466-4-2
Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation

ttepat, meran ngkai alat, melakukan ujiccoba, mengko omunikasikan n percobaan, dan mencarri informasi dari
permasalahan n sehari-harii yang sede erhana, sehin ngga keteram mpilan berpiikir kritis sisswa juga da apat
d
dikembangka an.
Untuk itu pembela ajaran berbassis Student Centered
C Learrning (SCL) deengan model Problem Solv lving
d
dianggap teppat digunakan saat ini, karena
k dalam pembelajara an tersebut siswa secara aktif menccoba
memecahkan n permasalahan sehari-hari IPA dan siswa s ditempa atkan sebaga ai subyek pem mbelajaran yang
y
berhak untukk belajar dala am arti sesun ngguhnya. Guru
G tidak lag
gi hanya seba agai pengajarr (teacher) te etapi
j
juga sebagai mitra (fasilta ator) dalam pembelajaran.
p . Strategi SCLL memiliki ciri khas siswa senantiasa ha arus
berpartisipasii secara aktif dalam prosess pembelajara an. Melalui strategi SCL, peran
p guru akkan bergeser dari
menentukan apa yang ak kan dipelajari ke bagaimaana menyedia akan dan mem mperkaya pen ngalaman bellajar
s
siswa (Balitb
bang Depdiknas, 2003).
Dalam m buku Kurik kulum 2004 Sttandar Kompetensi Edisi 2003,2 disebutkan bahwa pendekatan
p y
yang
s
sangat disaraankan dalam pembelajarran IPA ada alah pembela ajaran sains berorientasi pada siswa atau a
S
Science Cente
tered Learning g (SCL), salahh diantaranyaa melalui pemmecahan masa alah (problem
m solving). Mo odel
p
problem solvi
ving David Joh hnson & Johnsson dapat dia aplikasikan da alam pembela ajaran IPA yanng mengguna akan
s
strategi SCL.. Model prob blem solving menurut Johnson & Joh hnson yang menekankan pada kelom mpok
merupakan pembelajaran
p n dengan lima tahap, yaitu: y (1) taahap mendeffinisikan massalah, (2) ta ahap
mendiagnosiss masalah, (3 3) tahap meru umuskan alte ernatif strateg
gi, (4) tahap menentukan
m dan menerap pkan
s
strategi, sertaa (5) tahap mengevaluasi
m keberhasilan
n strategi (Gulo, 2002:117--122). Dalam model ini, siiswa
d
dituntut berpartisipasi seca ara aktif dan ditantang me emiliki daya pikir
p kritis, ma
ampu mengan nalisis, dan daapat
memecahkan n masalahnya a sendiri. Jad di model ini sangat coco ok diaplikasikkan dalam pe embelajaran IPA
menggunakan strategi SC CL.
Berka aitan dengan upaya menin ngkatkan SDM M (Sumber Daya
D Manusia) dan kualita as proses bela ajar,
y
yang terus digalakkan pem merintah, makka penelitian tentang pene erapan strateg gi SCL dengan model prob blem
s
solving David d Johnson & Johnson ini dirasa amat relevan dan urgen. Hal ini diperkuatt dengan tem muan
penelitian Slaamet, dkk (20 001) bahwa ke emampuan siswa SD dalam m memecahkkan masalah dan d keteramp pilan
proses menin ngkat melalui metode prob blem solving. Belum diperoleh jam minan tentan ng manfaat dan
e
efektivitas se
erta belum dik kenal secara meluas oleh guru-guru IP PA SD tentang g pembelaja aran IPA berb basis
S dengan model proble
SCL em solving Daavid Johnson & Johnson, maka penelitian ini dipand dang perlu un ntuk
d
dilakukan. Peenelitian ini diharapkan da apat meningka atkan kualitass sumber dayya manusia (guru dan sisw wa).
S
Secara umum m, penelitian ini untuk men njawab permasalahan : A Apakah kemampuan meme ecahkan masa alah
IPA sehari-ha ari siswa dap pat meningkatt menggunakkan pembelaja aran berbasiss SCL dengan n model prob blem
s
solving?

METODE PE
ENELITIAN
Sesuai denga
S an tujuan pen nelitian yaitu untuk mening gkatkan kema ampuan mem mecahkan massalah IPA seh hari-
hari. siswa kelas
k V SDN No. 24 Ponttianak melalu ui pembelajaran berbasis SCL dengan n model prob blem
s
solving, maka a penelitian ini mengguna akan metode penelitian tiindakan kelass (classroom action resea arch)
d
dengan 2 (duua) siklus. Lookasi penelitia
an adalah SDDN No. 24 keccamatan Pontianak Selatan. Pelaksan naan
penelitian dila
akukan pada pada bulan April A 2008 September 20 008. Partisipa
an dalam pen nelitian ini ada
alah
s
siswa kelas V sebanyak 24 4 orang dan 2 orang guru mata pelajarran IPA sebag gai kolaborato
or peneliti.
Instru
umen yang digunakan
d da
alam penelitia
an ini meliputi: lembar ob bservasi prosses pembelaja aran
(aktivitas gurru dan siswa)), angket, lem mbar penilaian ompok, kuis atau tes presstasi belajar, dan
n diskusi kelo
c
catatan anekd dotal interakssi guru dan sisswa. Pro
osedur penelittian tindakan kelas ini terd
diri dari 2 sikklus,

52
PR
ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon ISBN: 978-9799-98546-4-2
C
Current Issues on Research
R and Teaaching in Science Education

setiap siklus terdiri dari


d 2 kali perrtemuan. Setiap siklus dila
aksanakan sessuai perubaha
an yang ingin
n dicapai.
Secara lengkap, prosedur penelitiaan tindakan dapat
d dijabarkkan sebagai berikut:
b
Pratind
dakan
Pelaksan
naan penelitiaan diawali dengan observa
asi, memberikkan pretest da
an wawancarra. Hasilnya digunakan
d
untuk re
efleksi awal pe
erencanaan siklus
s I
Perenca
canaan
a. Menyiapkan pera angkat pembe elajaran bersa ama-sama (g guru dan dose en), yaitu:
1) Menelaah Kurikulum/silabus SD
2) Membuat sk kenario pembe elajaran yang g merujuk padap pembelajaran berb basis SCL dengan
problem solvving, bahan ajjar/LKS.
3) Membuat lem mbar observa asi, gunanyya untuk me engamati proses
p pembe
elajaran, kete
erampilan
proses IPA siiswa selama proses
p pembe elajaran berlangsung.
4) Membuat ang gket untuk menjaring data a tentang resp pon guru dan siswa.
5) Merancang kuisk dan tes untuk melihat tingkatan kog gnisi siswa.
6) Menyiapkan catatan
c anekd dotal interakssi guru dan sisswa
b. Melakukan peer teaching dan n pemodelan penerapan skenario pem mbelajaran se
erta mendiskuusikannya
berrsama-sama dengan
d guru.
Tindaka
kan
Tindakan berupa pelaaksanakan skkenario pembe gan problem solving dilaku
elajaran berbasis SCL deng ukan oleh
1 (satu) orang guru IPA.
I
Observ
vasi
Selama tahap tindakaan, observer (peneliti dan
n guru IPA ya
ang lain) mela
akukan penga
amatan meng
ggunakan
lembar observasi
o dan
n catatan anekdotal.
Reflekssi
Pada tah hap refleksi ini, guru IPA (pengajar dan observer) berdiskusi
b ngan tim peneliti untuk mengkaji
den
hasil obsservasi menggenai keaktifan siswa dalam m diskusi kelo
ompok, prese awab soal dalam LKS,
entasi, menja
partisipa
asi dalam pro oses pembela ajaran, kesessuaian skenarrio pembelajaaran berbasiss SCL meng ggunakan
problemm solving den ngan pelaksan naan kegiatan pembelajaran, hasil pre esentasi dan quis serta kaitannya
k
dengan kegiatan ke elompok. Hassil diskusi dig
gunakan untu uk merencana akan siklus berikutnya.
b Paada akhir
siklus dilaksanakan tees.
Hipotesis tindakan dalam m penelitian ini adalah :PPembelajarann IPA menggunakan pembelajaran
berbasiss SCL (Studen nt Centered Learning)
L den
ngan model problem solvin ng maka kemampuan mem mecahkan
masalah h dalam IPA siswa SDN nomorn 24 kela
as V dapat meeningkat
Pengumpulan n data tenta ang keaktifan siswa dan n proses pe embelajaran yang
y dilakukkan guru
dikumpu ulkan melaluii observasi, wawancara,
w perekaman dan
d catatan lapangan. Daata tentang tingkatan
t
kognisi, keterampilan n proses, dan respon dikummpulkan mela alui tes, lemb
baran observaasi, dan angkket

HASIL DAN PEMBA


AHASAN
Siklus 1 Pertemua an 1
Kegiatann diawali den
ngan perenca anaan. Dalamm kegiatan peerencanaan ini dirancan
ng RPP meng ggunakan
pembelaajaran berbassis SCL (Student-Centered d-Learning) de
engan model problem solvving, LKS, in
nstrumen
tes, dan
n lembar obseervasi. Selanju
utnya dilakuka
an peer teach
hing atau pem
modelan.

53
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar
S on Sciencce Education ISBN: 978-979-985466-4-2
Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation

Dalam
m kegiatan tindakan,
t matteri yang dissajikan adala ah Daur Air menggunaka an pembelaja aran
berbasis SCL dengan mod del problem solving
s selamma 2 x 35 me enit. Sehari sebelumnya
s d
dilakukan pre
etest
s
selama 35 me enit.
Obseervasi kegiataan proses be elajar-mengaja ar dilakukan oleh 2 (dua a) orang pen neliti lainnya dan
d
dibantu oleh 1 (satu) oran
ng guru. Seca ara lengkap hasilnya sebag gai berikut:
(a). Penyam mpaian matteri yang dilakukan
d gurru belum sessuai dengan langkah-lang gkah dalam RPP
mengg gunakan mode el problem soolving. Guru le ebih banyak menjelaskan. Materi. Kead daan kelas be elum
terkenddali. Sebanyaak 65% dari jumlah sisw wa di kelas, masih sibukk dengan urrusannya sen ndiri.
Kurangg memperhatikan penjelassan guru. Pe embelajaran yang
y dilaksan
nakan oleh gu uru belum se esuai
dengann alokasi wakktu yang sudah direncanaka an.
(b). Guru kurang
k membbimbing siswa a dalam mela akukan penga amatan. Dalam m ke-lompokk tidak semua anya
menge erjakan tugas yang diberikkan, 1 atau 2 orang saja yang y bekerja. Kelompok yang
y benar-beenar
aktif berdiskusi
b hanya 1 kelom mpok, kelom mpok lainnya a cenderung lebih banya ak bergurau dan
mengo obrol saja. terrlihat sebagia
an besar kelo ompok masih bingung dala am menemukkan penyelesa aian
masalaah secara tepat. Banyak ke elompok yang g masih salahh dalam meng ganalisis massalah yang ad da di
LKS, sehingga
s hassil pengumpullan datanya kurang
k baik dan
d kesimpullan yang dibu uat belum se esuai
dengann masalah.
(c) Pertanyyaan diajukan guru kurang merangsa ang siswa melakukan inte eraksi dengan siswa lainn nya.
Pengajjar belum memberikan stim mulus yang dapat meranga asng siswa un ntuk bertanya a, sehingga kelas
k
terkesa
an sepi. Siswa
S yang aktif
a belum banyak.
b Pada tahap awal, siswa yang mengajukan per
tanyaan tidak ada.
Setelah kegiatan pembelajaran
p n selesai dilakksanakan, dilaanjutkan deng gan refleksi untuk
u membaahas
hasil observasi yang telah dilakukan. Setelah dilakukan refleksi, terungkap
t ba
ahwa pengaja ar terlihat kaaku
d
dalam menyaampaikan materi di awal pembelajaran
p karena model problem so olving ini belum terbiasa bagi
g
guru. Selain itu, adanya a observer di kelas membu uat guru merrasa tidak nyyaman saat mengajar. Guru G
j
juga merasa bahwa dalam m membimbin ng kelompok masih kurang g. Hal ini dise
ebabkan adan nya kekahwattiran
t
tidak cukupnyya waktu yan ng tersedia. Dalam
D kegiata an refleksi 1 ini disepakati antara guru u dan tim pen neliti
bahwa dalam m pertemuan 2, model ya ang digunakan tidak berubah dan RPP P tetap meng gacu pada mo odel
problem solvving. Hanya perlu peneg gasan-penegasan dan perrbaikan dalam m pelaksanaannya, misalnya
t
tentang aloka
asi waktu, pe engurangan dominasi
d guru u, pembimbin ngan pada settiap kelompokk saat melaku ukan
pengamatan.

Siklus 1 Perrtemuan 2
S
Kegiatan pere encanaan ini merupakan kelanjutan da ari kegiatan refleksi tindakan pada pertemuan 1. HasilH
d
diskusi ini tim
m peneliti, disimpulkan
d b
bahwa hal-ha
al yang ditemmukan saat observasi
o pada pertemua an 1
d
diupayakan u
untuk diperke uk tindakan 2 dirancang berdasarkan hasil refleksii ini. Pendeka
ecil. RPP untu atan
y
yang digunakkan masih sam ma, yaitu pem
mbelajaran be erbasis SCL deengan model problem solvving.
Dalamm kegiatan tindakan 2, ma ateri yang dissampaikan ad dalah peristiw
wa-peristiwa alam
a yang terrjadi
d Indonesia menggunak
di kan pembelajjaran berbassis SCL deng gan model problem
p solvving. Selanjuttnya
d
dilaksanakan posttest selama menit 355 menit pada pertemuan berikutnya.
O
Observasi keggiatan prosess belajar-mengajar dilakukkan oleh 2 (duua) orang dossen (tim pene eliti) dan 1 (satu)
o
orang guru IPPA di SDN 24. Secara leng gkap hasilnya sebagai berikut:
(a). Penyamp paian materi yang dila akukan guru sudah meng gikuti tahap-tahap dalam model prob blem
solving. Penggunaan waktu untukk kegiatan sud dah sesuai de
engan yang direncanakan,
d namun terke esan
hati-hatti dalam settiap tahap. Hal
H ini menye ebabkan ada tahap yang belum tunta as dalam pro oses

54
PR
ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon ISBN: 978-9799-98546-4-2
C
Current Issues on Research
R and Teaaching in Science Education

pemmbelajarn, miisalnya pada tahap pemeccahan masala ah, ada siswa a yang memin nta kejelasan tentang
masalah, kurang ditanggapi oleh guru.
(b). Guru sudah berusaha untuk membimbing g semua kelom mpok saat me elakukan peng-amatan dan n diskusi.
Nam mun, belum semua kelom mpok dapat dibimbing, karenak waktuunya tidak cu ukup. Kelomp pok yang
bennar-benar akttif berdiskusi hanya seban nyak 3 kelompok (dari 6 kelompok). Kelompok in ni terlihat
semmangat dalam m mengerjakan tugas-tugass yang diberikkan.
(c) Gurru sudah mencoba meran ngsang interaksi siswa me elalui pertanyaaan-pertanyaan, namun sebagaian
s
bessar siswa belum menangg gapi. Pertanyyaan guru su udah mulai ba anyak (10 orrang) ditangg gapi oleh
sisw
wa, namun interaksi siswa dengan siswa lainnya belu um tampak.
Untuk melen ngkapi hasil refleksi, dilakkukan wawan ncara, pembe erian angket respon untu uk siswa,
analisis terhadap LK KS yang suda ah dikerjakan n siswa dan tes. Hasil wawancara
w engan 4 orang siswa
de
ditemukkan bahwa me ereka belum pernah diajarr dengan cara a seperti yang telah dilakuukan oleh timm peneliti.
Mereka belum terbia asa berdiskussi dalam kelo ompok untuk menemukan n suatu konse ep atau mem mecahkan
masalah h. Mereka juga ada yang merasa
m kesulittan untuk membimbing tem mannya yang g tidak aktif beerdiskusi.
Selain ittu, ada juga siswa yang tersinggung
t d
dengan ucapa an siswa lainnya, karena jawabannya langsung
disalahkkan. Selain ituu, hasil angkket menunju ukkan ada pe eningkatan siikap siswa da alam IPA seb belumnya
(pratindakan = 50%)), yaitu sebessar 70% sisw wa (target 60% %) bersikap positif terhaddap pembelaja aran IPA.
Hasil LKS menunju ukkan, ketera ampilan melakukan peng gamatan, pe engumpulan data dan membuat m
kesimpu ulan siswa ma asih rendah. Sebanyak
S 4 kelompok
k (dari 6 kelompokk) menulis ha asil pengamattan sama
dengan yang ada di d buku pake et. Semua kelompok
k belum tepat da alam membu uat kesimpula an. Pada
pertemu uan berikutny ya, dilakukan posttest sela ama 35 menitt. Hasilnya menunjukkan
m bahwa targett capaian
yang sud dah ditentuka an belum terccapai.
Refleksi padaa pertemuan 2 ini dilaksa anakan seban nyak 2 kali pe ertemuan. Re efleksi 1 dilaksanakan
setelah kegiatan pem mbelajaran se elesai dilaksaanakan. Refle eksi 2 dilaksanakan setelah wawancara a dnegan
siswa, analisis
a LKS dan
d tes. Ha asil dari kegia atan refleksi 1 dan 2 digunakan
d untuk merancang siklus
berikutnnya. Secara leengkap hasil kegiatan
k refleksi 2 sebagai berikut :
(a). Guru
G perlu me elakukan latih han mengajarr lagi, agar terbiasa
t denggan kegiatan-kegiatan bela ajar yang
adda dalam pem mbelajaran be erbasis SCL de engan model problem solvving.
(b). Se ebelum mate eri disampaika an, siswa diberi tugas me embaca dan membuat
m ng-kuman materi yang
ran
beerkaitan deng gan materi ya ang akan diaja arkan. Melaluui cara ini diha
arapkan siswa a aktif untuk bertanya
daan berdiskusi dalam kelom mpok, serta merangsang mereka untu uk mengerjakkan tugas-tug gas yang
diiberikan secara cepat. Selain itu, untuk merangsang agar siswa aktif dalam berdiskusi, guru g akan
m
memberitahu secara
s eksplissit tentang cara-cara berko omunikasi seccara efektif.
(c) Guru mengurangi banyak pe enjelasan saa at mengajar.
(d) Guru meningka atkan bimbing gan saat sisw wa melakukan pengamatan.
(e) Pe an lagi tindakkan pada siklus berikutnya
erlu dilanjutka a.

Siklus II
I Pertemua an 1
Untuk menyelesaikan
m n masalah dallam siklus I (pertemuan 2)), tim penelitii berdiskusi dengan
d guru IPA.
I Hasil
diskusi digunakan
d untuk merencan nakan RPP seelanjutnya. Daalam siklus II,, dilaksanakan pembelajarran dalam
2 kali pe
ertemuan.
Kegiatan ini merupakan kelanjutan
k darri kegiatan se
ebelumnya (siiklus I pertemmuan 2. Dari beberapa
permasa alahan dan so olusi yang su
udah didiskusiikan tim pene eliti, dirancan
nglah kegiatan
n pembelajarran untuk
pertemu uan 1 siklus II mengguna akan pembela ajaran berbassis SCL deng gan problem solving. Nammun pada
kegiatann pratindakann, siswa dituggaskan memb baca materi yang
y akan dia
ajarkan.

55
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar
S on Sciencce Education ISBN: 978-979-985466-4-2
Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation

Dalam kegiattan pembelajaran tindakan 1 siklus II,, materi yang g disampaika an adalah Sum mber Daya Alam
A
y
yang dapat Diperbaharuii. Pelaksanaa an pembelaja aran dalam waktu 2 x 35 menit. Dalam D pelakssaan
t
tindakan, tim peneliti dan guru IPA lainnnya sebagai observer.
Secarra lengkap ha asil observasi dalam pembe elajaran di sikklus II pertem
muan 1 sebagai berikut:
(a). Penyam mpaian mate eri yang dilakkukan guru su udah mengiku uti langkah-lan ngkah pem-b belajaran berbbasis
SCL de engan pendek katan problem m solving. Pe enggunaan wa aktu untuk kegiatan
k pemb belajaran se esuai
dengan n yang direnccanakan. Guru u sudah tidakk merasa terga anggu dnegan adanya obsserver di kelass.
(b). Guru sudah berusah ha untuk mem mbimbing sem mua kelompokk saat melaku ukan pengamatan dan diskkusi.
Kelomp pok yang akttif berdiskusi bertambah sebanyak 4 kelompokk (da
ari 6 kelompook). Kelompokk ini
terlihatt bersemanga at dalam mengerjakan tuga as-tugas yang g diberikan.
Untuk melengkap pi hasil refleeksi, dilakukkan wawanca ara, analisis terhadap LKS L yang su udah
d
dikerjakan sisswa. Hasil wawancara
w de
engan kelomp pok yang bellum aktif (2 kelompok) ditemukan bahwa
mereka belum m mengerti dengan tugas--tugas yang ada a dalam LKS S. Mereka be elum terbiasa berdiskusi daalam
kelompok unttuk memecah hkan masalah.
Hasil LKS menunjjukkan, keterrampilan mellakukan peng gamatan sisw wa sudah cukkup baik. Hal ini
t
terlihat dari LKS yang diisi, sudah mulaim lengkap p berdasarkan pengamata an (3 kelompok). Namun n, 3
kelompok lain nnya masih belum
b berkemmbang ketera ampilan peng gamatannya. Sebanyak 1 kelompok su udah
menuliskan kesimpulan
k ya
ang sesuai den ngan masalah h, tetapi masiih perlu direvisi bahasanya a.
Setelah kegiatan pembelajaran
p n selesai dilakksanakan, dilaanjutkan deng gan refleksi untuk
u memba ahas
hasil observasi yang telah dilakukan. Se ecara lengkap p hasil dari refleksi sebagai berikut:
(a) Guru lebih intensiff lagi dalam melakukan bimbingan b terhadap kelom mpok yang masih
m belum baik
keteram mpilan pengaamtannya.
(b) Kegiata an apersepsi dalam perte emuan beriku utnya dibahass lagi tentang g hal-hal yan
ng harus diam mati
oleh sisswa dan cara membuat ke esimpulan.

Siklus II Pe
S ertemuan 2
Kegiatan ini merupakan kelanjutan dari d kegiatan sebelumnya (siklus II pertemuan
p 1)). Dari beberrapa
permasalahan n dan solusi yang
y sudah didiskusikan
d t peneliti, dirancanglah
tim d kegiatan pemmbelajaran un ntuk
pertemuan 2 siklus II. Kegiatan pembelajaran
p sama deng gan siklus I mengikuti langkah-lang gkah
pembelajarann berbasis SC CL dengan problem
p solving. Dalam apersepsi
a dittambahkan la agi konsep yang
y
belum dipahaami oleh siswa a tentang maateri sebelumnnya.
m kegiatan pembelajaran tindakan 2 siklus II, mate
Dalam eri yang disammpaikan adalah Sumber Daya D
A
Alam yang tidak dapat Diperbaharui.
D Secara lengkap hasil observasi
o dalaam pembelajaran di siklus II
pertemuan 2 sebagai berik kut:
(a). Penyam mpaian mate eri yang dilakkukan guru suudah mengikuuti langkah-lan ngkah pem-b belajaran berb
basis
SCL deengan pendek katan problemm solving. Peenggunaan wa aktu untuk kegiatan
k pemb belajaran seesuai
dengann yang dire encanakan. Gu uru semakin terbiasa denggan model prroblem solving. Hal ini terllihat
dari dominasi guru u yang semakin berkura ang dan lang gkah-langkah h pembelajarran dilaksana akan
dengann baik dan lan ncar.
(b). Semua a kelompok terlihat sudah h aktif semua anya. Kelomppok yang belum aktif pad da pembelaja aran
sebelummnya, terlihaat sudah berssemangat dalam diskusi dand mengerjakan LKS. Gu uru lebih ban
nyak
melakuukan bimbinga an pada kelom mpok ini.
Untuk melengkap pi hasil refleksi, dilakukan pemberian n angket resspon untuk siswa s dan guru,
w
wawncara, an ap LKS yang sudah dikerja
nalisis terhada akan siswa daan tes. Hasil angket
a juga menunjukkan
m ada
peningkatan sikap siswa dalam IPA, yaitu sebesa ar 85% siswa a (target 60% %) bersikap positif terha adap

56
PR
ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon ISBN: 978-9799-98546-4-2
C
Current Issues on Research
R and Teaaching in Science Education

pembela ajaran IPA. Setelah


S dilakkukan wawan ncara dengan n 6 orang siswa
s (dipilih 1 orang da ari setiap
kelompo ok), ditemuka an bahwa selama ini merreka belum pernah p diajar untuk meme ecahkan massalah IPA
secara berkelompok.. Diskusi kelas sangat ja arang sekali dilaksanakan oleh guru. Hal ini terbu ukti, dari
wawanccara mempero oleh respon guru
g terhadap pembelajarran yang sud dah dilaksanakan didapat informasi
bahwa guru
g sangat ja
arang menerrapkan diskussi kelompok karena
k adanya a kekhwatiran n waktu pembelajaran
tidak cuukup dan ma ateri tidak terrsampaiakan semuanya. Dari D hasil waawancara terrsebut, juga diperoleh
informassi bahwa gu uru sangat se enang sekali dengan
d mode el problem so olving berbasis SCL ini. Se elama ini,
guru me erasa bahwa tidak ada ma asalah dalam pembelajaran n IPA yang sudah dilaksan nakan, ternya ata masih
banyak kelemahan ya ang harus dip perbaiki.
Hasil LKS menunjukkan keterampilan melakukan pengamatan dan pengum m-pulan data semakin
baik. Sebanyak 5 kelo ompok sudah h lengkap men nuliskan hasil pengamatan nnya dan 1 ke elompok lainnya belum
lengkap. Keterampila an membuat kesimpulan masih perlu dilatih lagi pada siswa. Masih M guru yaang lebih
banyak berinisiatif dalam mene emukan kesimpulan hasiil pengamata an. Pada pe ertemuan be erikutnya,
dilakukaan posttest seelama 35 men nit dan hasilnya menunjukkkan bahwa kemampuan
k m
memecahkan n masalah
siswa suudah sesuai inndikator keberhasilan.
Refleksi padaa pertemuan 2 ini dilaksa anakan seban nyak 2 kali pe ertemuan. Re efleksi 1 dilaksanakan
setelah kegiatan pe embelajaran selesai dilaksanakan. Refleksi
R 2 diilaksanakan setelah dilaksanakan
wawanccara dengan siswa, analissis LKS dan tes. Hasil kegiatan k ini adalah : sikklus selanjutn nya tidak
dilanjutkkan lagi, karena sudah mencapai indikator keb berhasilan ya ang sudah ditentukan,
d w
walaupun
keterammpilan siswa dalam
d membu uat kesimpulaan belum sesu uai dengan in ndikator. Dari hasil kegiatan refleksi
ini disep
pakati bahwa keterampilan proses tetap p dilatih oleh guru
g IPA dalaam pembelaja aran IPA selan njutnya.

SIMPUL
LAN
Berdasarkan hasil tindakan yang telah
t dilakuka
an dalam siklu ebagai berikut:
us I dan II disimpulkan se
1. Sikllus I
a. Dalam pembe elajaran berbbasis SCL denggan problem solving pada siklus I kogn nisi pengetahuuan siswa
lebih berkemmbang jika dibbandingkan dngan hasil ke egiatan pratin
ndakan. Namun, hasil yang dicapai
belum sesuaii dengan indikkator keberhaasilan.
b. Keterampilan n melakukan pengamata an dan men nyimpulkan siswa
s masih kurang, sehingga
pengumpulan n datanya tidaak lengkap.
c. Hasil angkett menunjukka an ada peniingkatan respon siswa dalam d IPA dibandingkan
d sebelum
dilakukan tind
dakan.
2. Sikllus II
a. Kemampuan
K memecahkan
m masalah IPAA sehari-hari siswa
s sudah mencapai
m indikator keberhaasilan.
b. Keterampilan n melakukan pengamatan n dan pengum mpulan data siswa
s mengalami peningkkatan dari
siklus sebeluumnya. Dari 6 kelompok, hanya 1 kelompok siswa s yang tidak lengka ap dalam
menuliskan hasil
h pengamatan di LKS. Keterampilan n membuat kesimpulan
k m
masih perlu dilatih lagi
pada siswa. Guru
G yang leb
bih banyak beerinisiatif dala
am menemuka an kesimpulan hasil pengaamatan.
c. Hasil angkett menunjukka an ada penin ngkatan respo on siswa dalaam IPA yang lebih baik dari
d siklus
sebelumnya, yaitu sebesar 85% siswa (target 60%)) bersikap possitif terhadap pembelajaran n IPA.

57
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar
S on Sciencce Education ISBN: 978-979-985466-4-2
Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation

DAFTAR
R PUSTAKA

A
Agus Jauhari. (2006). Pen
ningkatan Pen
nguasaan Konnsep dan Skilll Problem Sollving pada Ma
ata kuliah Listrik-
Magnnet dengan menggunakan Pendekata an Pembelajaaran Konsepttual yang dip padukan den ngan
Penggajaran Strate
egi Problem Solving.
S Makalah disampaikkan pada Semminar nasionaal Pendidikan IPA
ascasarjana UPI bandung, 16 Septembe
di Pa er 2006.
A
Afiatin, T. 2004. Pembelajaran Berbasiss Student Cen
ntered Learning. Focus gro oup Discussio
on: Kearifan Guru
G
Besar, Keteladana
an/Budaya Panutan. Yogya akarta:Universsitas Gajah Mada.
Balitbang Dep
pdiknas. (200
03). Kurikulum
m Berbasis Ko
ompetensi. Jakkarta Pusat.
C
Copley, JV. (1
1994). Proble
em Solving forr the Young Children.
C Texa
as:University of
o
Ho
outson.
Depdiknas, (2
2003), Pedom
man Khusus Pe
engembangan Silabus Matta Pelajaran Kimia,
K Jaka
arta, Depdikna
as.
Ennis. (1996)). Critical Thin
nking. New Je
ersey-Prentice
e. Hall, Uper Saddle
S River.
G
Gulo, M. 2002
2. Strategi Be
elajar Mengaja
ar. Jakarta:Grrasindo.
Harsono. 200
04. Kearifan dalam Transfformasi Pemb
belajaran darri Teacher-Ce
entered ke Sttudents-Cente
ered
Learn
ning. Focus group Discussion.: Ke earifan Guruu Besar, Ke eteladanan/Budaya Panu utan.
Yogyyakarta:Universitas Gajah Mada.
M
M. Hollabaugh. (1995). Pro
oblem Solving
g in Cooperattive Group. Un
niversity of Minnesota.
M
P. Heller & K.. Heller. (1999). Cooperative Group Pro
oblem Solving
g in Phsysics. Research rep
port. Universitty of
Minnesota.
Poedjiadi, Anna, (1992). Literasi
L Sains dan
d Teknolog
gi serta Penge
embangannya
a di
Indonesia. Makalah
M disam
mpaikan disam
mpaikan pada a Temukarya Pendidikan dan
d Musyawa
arah Nasional III
ISPI di Sawangan Bogior, 15-18 Juni 1994.
S
Slamet S, dkkk. (2001). Me
eningkatkan Kemampuan
K S
Siswa SD untuk Memecahkkan Masalah Sains (Improvving
The Abilities of Primary
P Scho
oool Studentss on Problem
m Solving in Science Thrrough a Prob
blem
Solving Teaching Method). Jurnal Pendidkann matematika
a dan Sains No.
N 2, Th.VI/2
2001 ISSN : 1410
1
66
- 186

58
PR
ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon ISBN: 978-9799-98546-4-2
C
Current Issues on Research
R and Teaaching in Science Education

SCI-04
THE IMPROVEMENT OF THE
T QUALIT
TY STUDEN
NTS ACHIEEVEMENT AND
A STUDE
ENTS
INTER
REST TOWAARD SCIENCE THROUG
GH THE IM
MPLEMENTA ATION OF THE
T INTEG
GRATED
TE
EACHING-LLEARNING APPROACHH IN PRIMAARY SCHOOL

Haratua TM.S
Silitonga, Erw
wina Octaviantty
(Unive
ersitas Tanjunngpura)

ABSTRACT
T
This study
s was aimed
a to incre
rease the quaality of studen nts understan
anding and th he students interest
in
towarrd science. Through
T the implementatio
i ion of Develoopmentally Ap ppropriate Pra
ractice (DAP) in the
integrrated teaching
ng and learninng approach in Indonesian n, Math, Socia ial Studies and
an Science. Twenty
T
o Ist grade students
two of s of SDN
S 24 Pontitianak particip
pated in two cycles of the he Classroom Action
Reseaarch. There were
w four type
pes of instrumments to be used
u in collect
cting data, succh us : the concept
co
under
erstanding test
st, wood puzzl
zles, guided ob bservation annd field notes.
s. Results indic
icates that sttudents
under
erstanding and d students intterest are inccreased. In general,
ge the integrated
i teaaching and leearning
approoach improvee students. achhievement an nd students in
nterest towardrd science.
Keyw
words: DAP, Teaching
T and
d Learning Ap
pproach

PENDAHULUAN

Data komparasi
k Internasional menunjukkan bahwa a mutu pe endidikan di Indonesia kurang
mengge embirakan, dim mana Human n Developmen nt Index (HDI) yang meng gukur pengettahuan dan kesehatan
k
hidup menunjukkan
m bahwa
b Indone esia mendudu uki peringkat 102 dari 1055 negara yang g disurvai, sattu tingkat
di bawa ah Vietnam (Kompas,
( 2 Mei 2003). Menurut
M Taskker (1981, dalam
d Osborn
ne & Wittrocck, 1983)
penyeba ab rendahnya a hasil belaja ar siswa adallah karena minat
m dan peerhatian siswaa yang renda ah dalam
pembela ajaran.
Menurut Kline (dalam Megawangi dkk,, 2004), hal yang dapat menyebabkan n matinya ga airah atau
insting belajar
b pada anak
a adalah kesalahan
k sikkap orang tua dan guru yang tidak patu ut dalam mendidik dan
memperrlakukan anak k serta sistemm pembelajara an sekolah ya ang tidak meenarik anak. Hal
H ini terutam ma dapat
terjadi pada anak usia
u dini yaittu yang beru usia di bawa ah 9 tahun. Menurut Me egawangi dkkk (2004),
pendidikkan yang patut adalah pendidikan
p ya ang sesuai dengan
d umurr, perkemban ngan psikologis serta
kebutuhhan spesifik annak atau yang g sesuai konssep Developm mentally Approopriate Practicces (DAP).
Berdasarkan uraian dan hasil
h kajian di atas, tim penneliti memand dang perlu un ntuk mengem mbangkan
suatu model
m pembbelajaran yan ng diharapka an dapat meningkatkan
m hasil dan minat siswa dalam
pembela ajaran di seko
olah. Penelitiaan ini menera apkan model belajar
b pembelajaran terin ntegrasi denga an model
tematik yang memad dukan pembe elajaran Sainss dengan pela ajaran Bahasa a Indonesia, Matematika, dan IPS
di kelas I sekolah Daasar dengan memperhatika
m an unsur kepa atutan sesuaii dengan karaakteristik sisw
wa. Untuk
menyesu uaikan dengaan tingkat perrkembangan mentalm siswa yang masih berada pada tahap pra op perasional
(Piaget,DDahar,1996) dan untuk meningkatkan
m minat siswa dalam belaja ar, pembelajaaran dilakukan n dengan
metoda permainan menggunakan n alat perag ga puzzle kayyu yang sesu uai dengan tema
t yang diberikan.
d
Pembela ajaran diupayyakan untuk meningkatkan
m kualitas hasil dan minat siswa
s dalam proses
p pembelajaran.
Konsep Deve elopmentally Appropriate Practices (D DAP) dapat diartikan
d sebaagai pendidikkan yang
patut kaarena disesuaikan dengan memperhatikkan usur tingkkat perkembangan peserta didik. M
Menurut
Bredekaamp (1987) terdapat
t tiga
a dimensi dalam pembah hasan kepatuttan menurutt konsep DA AP, yaitu
kepatutaan menurut umur,
u kepatutan menurut lingkungan sosial s dan buddaya dan kep patutan menu urut anak

59
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar
S on Sciencce Education ISBN: 978-979-985466-4-2
Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation

ssebagai indivvidu yang unik. Prinsip kepatutan


k meenurut umur didasari dari teori Perkem mbangan Kog gnitif
o
oleh Piaget (Novak,
( 1979
9) yang mem mbagi fase-fasse perkembangan mental atau perkem mbangan kog gnitif
s
seseorang.
Anakk kelas 1 SD umumnya
u berrusia 6 hinggaa 7 tahun, sehingga pada umumnya ma asih berada pada
p
f
fase Pra-Ope erasional ataupun mulai memasuki
m fasee Operasional kongkrit. Pada fase ini, anak masih be elum
mampu melakukan operassi mental, nam mun kemamp puan anak unttuk berpikir te entang objek// benda, kejad dian
a
atau orang laain mulai berk
kembang, seh hingga umumn nya cara berppikir anak masih sederhana a dan terganttung
pada objek ya ang konkrit untuk dapat memahami
m suaatu konsep.
Ilmuw wan lain yangg juga menda asari konsep DAP adalah teori
t Vigotskyy tentang Teoori Sosio-Kulttural
y
yang sejalan dengan pend dapat Piaget bahwa anakk akan lebih mudah m mema ahami suatu konsep baru jika
mereka diberri kesempatan n memecahka an suatu masa alah dengan objek
o yang koonkrit (Megawwangi, 2004).
Dari prinsip penerapan
p DAP dalam pe embelajaran terlihat
t bahwwa kegiatan pembelajaran
p yang patut bagi
a
anak usia keelas I SD adaalah kegiatan yang diranca ang sesuai dengan tahapa an perkemba angan anak pada
p
usia tersebutt, yaitu anak diharapkan
d belajar dengann bantuan suatu peraga ya ang konkret untuk
u memba antu
a
anak memah hami konsep yang diberikkan. Proses pembelajaran
p n juga henda aknya menariik dan dilaku ukan
d
dengan suatuu kegiatan yaang disenang gi anak sepertti belajar sammbil bermain.. Penyelesaian suatu masa alah
j
juga hendakknya dengan cara melibatkan anak bekerja b denga an teman da alam suatu kelompok,
k unntuk
memberi ana ak kesempata an membangu un pengetahu uan berdasarr kegiatan da an interaksinyya dengan orrang
lain. Dengan pembelajaran n seperti ini diharapkan
d miinat siswa dallam belajar dapat meningkkat.
Pemb belajaran terrintegrasi ata au pembelaja aran terpadu merupakan pendekatan yang diang ggap
s
sesuai diterapkan di Seko olah Dasar. Salah satu mo odel pembelajjaran terpadu u yang dapatt dilaksanakan di
S
Sekolah Dasaar adalah mod del Integrated d. Pembelajarran terpadu model
m integra
ated merupakkan pembelaja aran
y
yang memad dukan beberrapa mata pelajaran
p denngan memprrioritaskan konsep-konsep
k p, keterampiilan-
keterampilan dan sikap ya ang dapat dipadukan dari masing-massing mata pe elajaran (Fogaarty,1991; daalam
Rustaman,20 003). Pemaduan beberapa mata pelajarran dapat dila akukan denga an memilih saatu tema terte entu
s
sebagai peme ersatu atau se
ecara tematikk.
Imple ementasi pemmbelajaran te erintegrasi dalam penelitian ini dilakuka an dengan memadukan
m antar
bidang studi yang berbeda a dalam satu kelas. Dalam m pelaksanaan nnya, keterpaaduan diharap pkan tidak haanya
d
dalam dalam segi materi saja, tetapi juga terpadu dalam prosess dan kebutuhan siswa. Bidang B studi yang
y
d
dipadukan da
alam penelitia
an ini adalah Sains (IPA) dengan
d Matem matika, Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) dan
Bahasa Indon nesia (BI) den
ngan tema se entral Mengeenal Diriku .KKeterpaduan dilakukan pa ada tema tenttang
Mengenal Diriku. Dengan n pelaksanaa an pembelaja aran seperti ini diharapka an anak dap pat lebih mu udah
memahami pelajaran karena merupaka an suatu hal yang
y bersifat menyeluruh
m d tidak terkkotak-kotak.
dan
METODE PE
ENELITIAN
JJenis penelitia
an yang dilakkukan adalah penelitian tindakan kelas. Penelitian dilakukan secarra kolaborasi oleh o
t peneliti dengan guru kelas
tim k 1 SDN 242 Kotamadya a Pontianak. Siswa
S kelas 1 terdiri dari 22
2 orang siswwa.
Pengumpulan data a dalam pene elitian ini dilakkukan dengan n cara sebaga ai berikut ;
O
Observasi, dilakukan untuk k mengamati proses pemb belajaran yang g terjadi.
Catatan Lapangan, untuk k memperoleh deskripsi yang y berhubuungan dengan n kegiatan yang indikatorrnya
t
tidak termuatt dalam lemba ar pedoman observasi.
o
T
Tes, untuk memperoleh
m da
ata pemaham man konsep siswa.
Penelitian ini terdiri dari 2 siklu
us, dimana se etiap siklus mengikuti
m alurr kegiatan meengikuti konssepsi
Kemmis dan Mc Taggart tentang pene elitian tindaka an kelas (Are
ends,2000) yang terdiri da ari perencanaaan,
t
tindakan, obsservasi dan re efleksi. Adapuun sasaran pe embelajaran yang
y ingin dicaapai setiap siklus adalah:

60
PR
ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon ISBN: 978-9799-98546-4-2
C
Current Issues on Research
R and Teaaching in Science Education

1) Pem mbelajaran te erintegrasi yang


y memfookuskan pad da terlaksana anya pembe elajaran yanng dapat
memmbangkitkan minat siswa untuk
u aktif
2) Pem mbelajaran terrintegrasi yang memfokuskkan pemaham man tentang tema
t Mengenal Diri.
Pelaksanaan siklus 1 dianggap berhasil jika siswa a berminat untuk terlibat dalam pemb belajaran,
dimana indikator min nat adalah jikka siswa mau dan mampu terlibat aktif dalam prose es pembelajarran. Yang
terlihat dari proporsi aktivitas sisw
wa dalam pem mbelajaran le
ebih dari 50 %Tingkat
% keb
berhasilan unttuk siklus
ke-2 ada alah bila minimal 70% sisw wa mampu me enjawab denggan benar paling tidak 65%
% dari soal ya
ang ada.
HASIL DAN PEMBA
AHASAN
naan tindakan
Pelaksan n dalam peneelitian ini dila
akukan dalam
m 2 (dua) sikklus, yaitu sikklus ke-1 mennekankan
pada peningkatan kualitas prosses belajar dengan men ningkatkan minat
m siswa melalui pelaaksanaan
pembelaajaran terinte
egrasi dengaan mengguna akan alat peeraga puzzlee. Siklus ke-2 menekankkan pada
pemahaman konsep tentang
t Menggenal Diriku.
Kualitas prosses pembelajjaran pada siklus
s ke-1 dilihat
d dari akktifitas siswa selama pelaaksanaan
proses pembelajaran
p n dengan menggunakan le embar pedomman observassi pembelajara an. Hasil pen
ngamatan
pembelaajaran yang dilakukan
d dide
eskripsikan pa ada table berikut :
Tabel 1: Deskripsi Aktiivitas Siswa
Pertemuan 1-3
P 1 Perssentase (%)
Indikattor Tidak Tidakk
A
Ada Ada
a
da
ad ada
1). Melakukan ekssplorasi te
erhadap 3 - 28
14.2 -
fenomena 3 - 14.2
28 -
2). Melaksanakan tugas yang
y diberika
an guru 2 1 11,4
43 2,86
3). Melakuk
kan Diskusi 3 - 14.2
28 -
4). Melakuk
kan ketrampilaam proses 2 1 11.4
43 2.86
5). Mengaju
ukan pertanya aan 1 2 8.57
7 5.71
6). Menjawaab Pertanyaan n 3 - 14.2
28 -
7). Mempresentasi Hasil Diskusi
Jumlah dan persentase 17 4 88,57
7% 11,43%
%

Dari tabel di atas, ternyaata persentasse aktifitas siswa


s dalam pembelajarann cukup tingg gi, hal ini
terlihat dari persentaase aktifitas siswa
s berdasa ar indicator aktivitas
a yang ditentukan. Karena sesua ai criteria
pencapa aian keberhassilan siklus bahwa aktifita as lebih dari 50 % tercap pai maka pem mbelajaran dilanjutkan
pada sikklus berikutnyya.
Pada siklus 1, pembelaja aran difokuskkan pada pela aksanaan pembelajaran yangy aktif kre
eatif dan
menyenangkan. Pem mbelajaran pa ada siklus ini dilaksanakan
d 2(dua) kali pe
ertemuan.
Pembela ajaran pertam ma dilakukan n dengan memadukan
m kompetensi pelajaran Ba ahasa Indonesia dan
Matematika. Pertemu uan di awali dengan me engajak anakk bernyanyi lagu Anak Baru B Masuk Sekolah,
S
kemudia an guru mem minta bebera apa siswa memperkenalk
m kan dirinya. Pembelajaran n di lakukan n dengan
menggu unakan alat peeraga kayu ya ang menunjukkkan gambar ayah, ibu, da an anaknya.
Pembelajarann berikutnya dilakukan dengan meng genalkan nam ma bagian tu ubuh dan jum mlah dari
masing-masing bagia an tubuh. Pe engenalan ba agian tubuh di lakukan dengan
d mengggunakan ala at peraga
puzzle kayu
k yang me enunjukkan ba agian tubuh dan
d namanya a. Pembelajaraan ini diawali dengan men nyanyikan
lagu Duua mata saya.

61
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar
S on Sciencce Education ISBN: 978-979-985466-4-2
Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation

Penerapan pembe elajaran terppadu pada dasarnya berffungsi untuk memudahka an siswa bellajar
dengan mem
d mbangun send diri pengetahu uannya secarra utuh. Dalam pembelaja aran siswa da alam terlihat aktif
a
d
dan antusias dan aktif mengikuti
m prosses penbelaja aran yang diilakukan oleh h guru secara a terpadu. Siiswa
s
saling bertanyya dan berdisskusi saling memecahkan
m permasalah yang
y diberikan
n oleh guru sehingga
s merreka
d
dengan kreattif dan senanggnya mengerjjakan tugas yangy diberikan
n oleh guru.
Suasa ana kelas te erlihat hidup dan menyenangkan. Ke egiatan memo otivasi siswa dilakukan guru
g
d
dengan bervvariasi dianta aranya deng gan mengaw wali kegiatan n dengan be ernyanyi, be ercerita atauupun
menunjukkan n alat perag ga sederhana a berupa pu uzzle kayu yang
y sengaja di rancan ng untuk mo odel
pembelajaran n ini. Siswa juga diminta berlatih mela akukan diskussi dengan tem man dalam kelompoknya
k dan
kemudian salah seorang mempresentas
m sikan hasil disskusinya.
Kesulitan yang ma asih terlihat pada
p awal pe
elaksanaan ke egiatan yaitu adanya bebe erapa siswa yang
y
malu untuk menyajikan
m pendapatnya,
p serta ada sisswa yang cen nderung ingin n mendomina asi pehatian guru
g
d
dalam melakuukan aktivitass.Karena criteeria keberhasiilan tindakan telah tercapa ai kegiatan dillanjutkan den
ngan
s
siklus kedua.
Pada siklus II, pembelajaran difokuskan pada p tercapaainya hasil be elajar yang diharapkan
d y
yaitu
pemahaman konsep siswa a dan menga aktifkan siswaa yang masih malu bertan nya. Pembelajjaran pada siiklus
ini dilaksanakkan 4(empat) kali pertemu uan. Proses pe embelajaran dilakukan ole eh guru denga an mengguna akan
a
alat peraga berupa
b e kayu, dianttaranya berupa gambar binatang,
puzzle b buaah-buahan, se erta pohon buah
b
y
yang bertuliskkan angka da an contoh ben nda nyata.
Pada pertemuan pertama, pro oses pembelajjaran di awali dengan be ernyanyi lagu Bangun Tid dur.
Pembelajaran n ini memad dukan kompe etensi Bahasa a Indonesia tentang memahami tekss dan memb baca
d
dengan komp petensi IPA tentang
t keguunaan dan merawat
m angg
gota tubuh. Cara
C merawa at tubuh den ngan
mandi dan menggosok
m giggi serta menccuci rambut dengan
d shamp po menjadi bahan bacaan teks, sedang gkan
s
shampo, sabun dan sikat gigi dengan pastanya dittunjukkan ke epada siswa. Agar siswa lebih memaha ami,
beberapa sisw wa diminta mendemonstra
m asikan dengan n bimbingan guru
g cara men nyikat gigi yang baik.
Pembelajaran n ke-2 dalam siklus ini me emadukan kompetensi Bah hasa Indonessia tentang pe engenalan beenda
d
dengan kompetensi Ilmu Pengetahuan Sosial tenttang Keluarga a. Pembelaja aran ini meng ggunakan pu uzzle
kayu besar ya ang menun ju ukkan model keluarga inti dan puzzle binatang
b serta
a buah-buaha an. Pembelaja aran
ke-3 dan ke--4 memaduka an kompetensi Bahasa Indonesia dan Matematika. Alat peraga yang diguna akan
d
diantaranya a
adalah pohon angka. Pada akhir pembe elajaran diberiikan tes pema ahaman konssep siswa.
S
Siswa terlihatt aktif dalam
m pembelajara an dan antussias. Karena kriteria ketun ntasan bahwa a lebih dari 70%
7
s
siswa dapat menjawab benar b minimaal 65% dari keseluruhan soal, maka tindakant untuuk pembelaja aran
d
dianggap sud
dah selesai.
Hasil wawancara dengan bebe erapa siswa tentang prosses pembelajaran mengun ngkapkan bahwa
s
siswa merassa senang dalam d belajaar, karena proses
p pembbelajaran me enarik.Pada umumnya
u siiswa
menyatakan bahwa belajjar dengan menyanyi m meenyenangkan,, hanya ada seorang sisw wa yang kurrang
s
senang sebab merasa ma alu karena tidak bisa berrnyanyi. Semua siswa me enyatakan bahwa alat perraga
berupa puzzle kayu memudahkan dan n menyenang gkan. Beberap pa siswa lain juga menge emukakan bahwa
mereka mera asa puas dan n bangga kare ena diberi keesempatan mempresentas
m sikan hasil ke erja kelompokknya
s
serta pemberian applaus dari teman sebagai pem mberian peng ghargaan bag gi siswa yang g menyelesaikan
penyajiannya a.
Melallui observasi pelaksanaan pembelajara an dan hasil diskusi
d dengaan guru di te empat penelittian,
t
terlihat bahhwa pembelajaran terp padu dengan n model tematik yang g mengaplikasikan kon nsep
Developmenttally Appropriiate Practicess (DAP) dapa at memotivassi siswa untu uk memberikkan perhatian nnya

62
PR
ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon ISBN: 978-9799-98546-4-2
C
Current Issues on Research
R and Teaaching in Science Education

serta terlibat aktif da


alam tiap tah
hapan pembe elajaran. Keduua hal ini me enurut Osborrne & Wittrocck (1983)
merupakkan hal yang penting dalam m menentuka an keberhasilaan belajar sisw
wa.
Melalui data a tentang re ekapitulasi hasil
h siswa tentang
t pemmahaman ko onsep terlihat bahwa
pemahaman konsepssi siswa telah h mencapai crriteria ketunta asan belajar yang telah ditetapkan, yaaitu 70 %
siswa mencapai
m sko
or minimal 65 5, dimana da ari data terliihat bahwa skor
s rata-rata
a siswa untuuk ketiga
pembelaajaran adalah 9,17 dengan n skor rata-ratta terendah 8 dan tertingggi 10.
SIMPUL
LAN
Pada um mumnya profiil konsepsi sisswa tentang tema Mengen nal Diri pada akhir pembe elajaran pada keempat
pelajaran yaitu Bahassa Indonesia,,Matematika, IPS dan IPA (Sains) telah h sesuai deng gan konsepsi ilmuwan.
Hal ini terlihat dari skor rata-rata yang dicapaid oleh siswa pada tes yang dilakukan
d pa
ada akhir
pembela ajaran, yaitu skor rata-rataa 9,17. Pembbelajaran dian
nggap efektif dalam menin ngkatkan kualitas hasil
belajar siswa
s karena dapat menca apai ketuntasa
an pemahama an konsep yaitu minimal 70 7 % siswa menjawab
m
benar minimal
m 65%.
Penerapan konsep
k Develo
opmentally Appropriate
A P
Practices (DAPP) pada pem mbelajaran terintegrasi
(terpadu u) dapat men ningkatkan minat siswa da an kualitas peembelajaran, khususnya tentang
t aktifittas siswa
yang te erlihat melaluui analisis pedoman kegia atan siswa berdasarkan
b indicator yang ditentukan n, terlihat
bahwa rata-rata
r aktivitas siswa adalah
a 88,57%%. Pembela ajaran juga dapat meningkatkan kreatiifitas dan
minat siiswa dari ana alisis hasil wawancara terhhadap guru dan siswa. Pem mbelajaran dianggap
d efekktif dalam
meningkkatkan kualita as proses pe embelajaran karena
k dapat mencapai crriteria ketunttasan tindaka an bahwa
aktivitass siswa lebih dari
d 50 %.
Model pemb belajaran terrpadu efektiff dalam men ningkatkan kualitas
k hasil belajar dan n proses
pembela ajaran, karenna dalam pen nerapannya dapat
d memotivasi siswa untuk
u terlibat aktif dalam kegiatan
pembela ajaran. Adapu un kesulitan yang
y dialami dalam penera apan pembela ajaran ini adaalah adanya beberapa
siswa ya ang masih ma alu untuk mennyampaikan pendapatnya.
p
Dari ha asil penelitiann yang dilakkukan, telihatt bahwa penerapan kon nsep Develop pmentally Ap ppropriate
Practicess (DAP) pa ada proses pembelajara an terintegrrasi (terpadu u) efektif dalam
d meningkatkan
meningkkatkan kualita as hasil belaja
ar dan prose
es pembelajarran, maka dih harapkan parra guru Sekolah Dasar
khususn nya guru kela as dapat men ngembangkan nnya sebagai alternatif dalam pembelajjaran di seko olah. Dan
penggun naan alat peraaga sederhan na hendaknyaa dapat selalu dilakukan un ntuk menyampaikan pembe elajaran.

DA
AFTAR PUST
TAKA

Anwar.(2004), Pendid
idikan Kecakap
apan Hidup. Baandung:Alfab
beta.
amp,S.(Eds)(1
Bredeka 1987), Develo
lopmentally Appropriate
A Practice in Early
E Childho
ood Program
m serving
Children from
m Birth Throu
ugh Age 8, Washington
W : NAEYC.
N
Brass, K.
K & Duke,M.(1994) , Prim mary Science in m, Dalam Th
i an Integratted Curriculum he Content off Science:
A Constructivvist Approach
h to Its Teach
hing and Learn
ning, London:: The Falmer Press.
Black,P. & Atkin,J.M. (Eds)(1996),, Innovationss in Science, Mathematics
M a Technolo
and ogy Education
n, London
: Routledge.
R. & Oldham,V
Driver,R o Curriculum Developmentt in Science, Studies
V., (1986), A Constructivistt Approach to S in
Science Educcation, 13, 10
05-106.
R.W. (1996), Teori-Teori
Dahar,R T Beelajar, Jakartaa : Erlangga.
DePorte
er, Bobbi & He 999), Quantu
ernacki,M, (19 um Learning, Bandung
B : Kaifa.
-------------, (2001), Quantum
Q Teacching, Bandun
ng : Kaifa.

63
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar
S on Sciencce Education ISBN: 978-979-985466-4-2
Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation

2002) , Mode
Depdiknas, (2 el Pembelajaraan, Jakarta : Depdiknas
Fogarty, Robiin. (1991), Ho
ow to Integraade the Curriccula, Illinois : Skylight Publishing.Inc.
G
Gagne, R.M. (1985), The Conditions
C off Learning, Canada : CBS College
C Publish
hing.
Hidayat,E.M,((1997), Pembelajaran Terrpadu, Khaza
anah Pengajaaran IPA, I (4)), 13-16.
Hernowo, (2005), Menjad
adi Guru yang
ng Mau dan Mampu Men
ngajar Secaraa Menyenang
gkan, Bandun
ng :
Pene
erbit MLC.
999), Bermain
Irawati,S, (19 n dan Belajar,
r, Ujungpandaang : PPLH Taakalar.
J
Jacobson, W..J & Bergman, A.B, (1983), Science Acti
tivities for Chiildren, London
n : Prentice Hall.
H
J
Joni, T. Raka. (1996), Pem
mbelajaran ter
erpadu, Jakarta : Dirjen Dikkti Bagian Proyek PPG
R dkk, (2004
Megawangi,R 4), Pendidika
an Yang patu
ut dan Menyyenangkan, Jakarta
J : Ind
donesia Herittage
Founndation.
Rustaman, N.Y & Saefullah, C. (2003), Pembelajara an terpadu Model
Mo Integratted Bertema Teknologi
T , Da
alam
Fasiliitator Edisi VII, Jakarta : De
epdiknas.
S
Semiawan, 1990), Memup
(1 upuk Bakat daan Kreativitas Anak Sekolah
h, Rosda : Ban
ndung.
003), Menyia
------------,(20 iapkan Pendi didikan yang Berkualitas Harus Mem
mbuat agar Belajar Men
njadi
menyyenangkan, dalam
d Fasilitattor Edisi V: Ja
akarta.
S
Saptono, S. (2003),
( Hasill Kajian pengeembangan Model
Mo Pembelaajaran dalam Rangka Imp
plementasi KB
BK di
SD, Dalam
D Fasilita
ator Edisi VI , Jakarta : Dep
pdiknas.
S
Sukadi, AM, (2003),
( Menyyanyi Memban ngkitkan Motiv
ivasi Belajar Siswa
S kelas Rendah
Re di SD, Dalam Fasilittator
Edisi V , Jakarta : Depdiknas.
S
Sukandi,U, dkkk. (2003), Belajar
Be Aktif daan Terpadu, Jakarta
J : Duta
a Graha Pusta
aka
S
Sutirjo & Ma 05, Tematik: Pembelajara
amik, SI, 200 an Efektif daalam Kurikulu
um 2004, Malang, Bayumedia
Publishing.

64
PR
ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon ISBN: 978-9799-98546-4-2
C
Current Issues on Research
R and Teaaching in Science Education

SCI-05
TEACHIING SCIENCE MODEL FOR DEVE ELOVING
STUDEN
NTS' CREAT
TIVE THINK
KING ABILIITY IN ELE
EMENTARY SCHOOL
I Wayan Suasttra
(Fakultas M
MIPA Undiksha Singaraja)

ABSTRACT
T
This research aim m to analysee requiremen nt of studentt in learning science to be b used as baseb in
desiggning model study
s of scien
nce for develo loving student
nts' creative thinking
th ability
ty. Data collec
ected in
this research
re are: (1) creative thinking
t abilit
ity aspects, (2
2) approach, method, sourrce of learnin ng, role
of teaacher, and asssessment syystem which suited s for stu
udy of sciencce to develop ping thinking ability.
Data collected to through refeerence study, intensive disscussion expeerts team, ob bervation, inteerview,
and quesionery.
q Data
Da analysed descriptively. y.
In the view of data analy lysis, some conclusions
c as follows can n be drawn. 1) There aree four
aspeccts of creativve thinking ab bility that can
n be developeded in science teaching
t and
d learning proccess at
the primary
p schoool, i.e, fluent thinking, flexxible thinking,
g, original thinnking and elaborative
e thhinking
and their
t indicator
ors; 2) the bestb suitable approach for fo science teeaching and learning
l proce
cess is
Conteextual Teach hing Learning (CTL); 3) the th appropriatte methods for fo science teaaching and leearning
proceess at the priimary school are a inquiry, demonstratio
d on, and discusssion; 4) learn ning resourcees that
are relevant
re to th
he developme ment of scien nce teaching anda learning process aree natural and d social
enviroonments, texxtbooks, and audio visuall aids; and 5) 5 the appro ropriate assesssment systemems for
sciencce teaching anda learning for developin ing creative thinking abillity are non-t -test (performmance,
produuct, and portf tfolio ) and tes
est.
In the light of
o the findingsgs of the studydy, there is a very
v felt needd to design sccience teachin
ing and
learniing process model
m for pro
omoting studeents creativee thinking. TheT teaching and a learning model
shoulld be verified in terms of itts feasibility, validity,
v and effectiveness.
e
Keyw
word: science
e teaching lea
arning model, creative thinking ability

PENDAHULUAN

Menyong gsong era industrialisasi dan globa alisasi yang dengan perssaingan yang g semakin ketat maka
faktor penguasaan teknologi memegang
m peranan ya ang penting.. Tantangan n ini meng
ghajatkan
kesiapann sumber daya manusia a Indonesia yang handal dan berkualitas, yang hanya dapatt dicapai
melalui pendidikan. Pendidikan
P M
MIPA berpote
ensi untuk me emainkan peranan strateg gis dalam me enyiapkan
sumber daya manusia untuk men nghadapi era industrialisassi dan globa alisasi. Potenssi ini dapat terwujud
apabila pendidikan MIPA mampu melahirkan n siswa yang kuat dalam MIPA dan be erhasil menumbuhkan
kemamp puan berpikirr logis, berrpikir kritis, kreatif, berin
nisiatif, dan adaptif
a adap perubahan dan
terha
perkemb bangan.
Namun, dew
wasa ini pemb belajaran yangg dikembangkkan di sekola ah-sekolah me emiliki kecendderungan
antara lain
l (1) peng
gulangan dan n hafalan, (2)) siswa belajjar dengan ketakutan
k akaan berbuat salah,
s (3)
kurang mendorong siswa untuk berpikir kreatif, k dan (4) jarang melatihkan pemecahan masalah
(Suderadjat, 2003:65 5; Suastra, 2003;
2 Sadia, dkk,2003 ). Hal ini sesu uai dengan pandangannya
p a Habibie
(Ruindungan, 1996:8 8) dalam ha asil pengamattannya meng gatakan bahw wa sistem pendidikan kitta belum
memberri ruang yang g lebih luas bagi pengem mbangan kem mampuan berrpikir kreatif, khusunya kreativitas
k
berpikir siswa. Munandar (1992::xiv) mengata akan bahwa pihak sekolah belum atau u kurang merangsang
kemamp wa. Lebih tegas lagi, Zamroni (2000:1) mengataka
puan berpikirr kreatif sisw an bahwa dew wasa ini,
pendidikkan cenderung menjadi sarana "stratifikkasi sosial" da
an sistem persekolahan yang hanya me entransfer
kepada peserta didikk apa yang dissebut sebaga ai dead know owledge, yaituu pengetahuan yang terlalu u bersifat

65
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar
S on Sciencce Education ISBN: 978-979-985466-4-2
Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation

hafalan (text xtbookish), seh


hingga bagaikkan sudah dicceraikan dari akar sumberrnya dan aplikkasinya. Kead daan
s
seperti ini te
entu kurang menguntungkkan bagi dun nia pendidikan khususnya bagi pengem mbangan bid dang
s
sains dan tekknologi.
Namp paknya diperlukan transfo ormasi pendid dikan IPA da alam mengha adapi era baruu pembangun nan.
Dari belajar secara "m menghafal" ke k belajar "berpikir".
" D
Dari belajar secara "dan ngkal" ke bellajar
s
secara "mend dalam" atau kompleks. Dari orienta asi pada trransfer penge etahuan ke pengemban ngan
pengetahuan, keterampilan, dan watak. Men njadi tugas segenap pa akar pendidiikan IPA un ntuk
mengembang gkan kurikuluum pendidikkan IPA dan n sistem pen ngujian yang terarah pad da haluan baru
b
t
tersebut, serrta menyebarrluaskan pen ngetahuan te entang meto ode dan teknik
t pembeelajaran IPA yang
y
e
efektif untuk tujuan itu. Segala
S upayaa itu tidak ada
a artinya apabila para gu uru IPA di lapangan seba agai
pemegang "p peran utama",, tidak mewu ujudkan pend ercorak itu di kelasnya.
didikan IPA be
Melihat kenya ataan sepertii ini, tampaknya perlu dilakukan reforrmasi pendidikan ke arah yang lebih baik. b
Reformasi te ersebut perluu difokuskan n pada: pe
erubahan pro oses belajar bukan seke edarperuba ahan
krurikulum, perubahan
p da
ari sistem pem mbelajaran ya ang mengutamakan meng gingat dan me enghafal ke arah
a
mengutamakkan pemaham man secara me endalam, perrubahan proses yang cend derung memb beri tahu ke arah
a
pembelajaran n yang men ncari, mengo olah, dan menemukan
m s
sendiri (inkuiri), perubah
han dari pro oses
pembelajaran n dari guru aktif
a ke siswaa aktif, dan n perubahan dari tanggun ng jawab guru menuju padap
t
tanggung jawab siswa terhadap ha asil belajarnyya sendiri. Oleh karena a itu, melaluui penelitian ini
d
dikembangka an model pem mbelajaran IPA A yang berorientasi pada pengembanga
p an kemampua an berpikir kre
eatif
s
siswa.
METODE PE
ENELITIAN
Penelitian inii merupakan penelitian analisis
a kebuttuhan yang nantinya
n digu
unakan sebagai dasar da alam
merancang model
m pembelajaran IPA un ntuk mengemmbangkan kem mmapuan berrpikir kreatif siswa.
s Guru yang
y
d
dijadikan sam
mpel penelitia
an ini adalah sebanyak 58 orang guru SD yang men ngajar IPA ya ang tersebar di 9
kecamatan ya ang ada di ka
abupaten Bule eleng. Data ya
ang dikumpullkan dalam pe enelitian ini meliputi
m 1) asp
pek-
a
aspek kemam mpuan berpik kir kreatif ya
ang dapat dikembangkan di SD, 2) pendekatan,
p metode, sum mber
belajar, penilaian, dan peran guru dalam pem mbelajaran IP PA yang cocok untuk mengembang
m gkan
kemampuan berpikir kreatif siswa. Datta dikumpulkkan dengan cara diskusi in ntensif denga an tim pakar dan
g
guru inti IPA
A, pemberian n angket pad da guru yang mengajar IPA, observa asi guru mengajar IPA, dan
w
wawancara d
dengan guru IPA.
I anjutnya dianalisis secara deskriptif.
Data sela d

HASIL DAN PEMBAHAS


SAN
Berdasarkan permasalahan yang diajukan dalam pe enelitian ini, berikut diuraikan hasil pe enelitian: anaalisis
kebutuhan asspek-aspek kemampuan
k b
berpikir kreattif dapat dikeembangkangkkan dalam pe embelajaran IPA,
pendekatan, metode, su umber belajar, peran gu uru dalam pembelajaran dan sistem penilaian yang y
c
cocok/sesuai untuk dikembbangkan dala am pembelaja aran IPA sebagai berikut.
Berda asarkan hasil analisis data
a kemampuan n berpikir kre eatif siswa dittemukan ada 4 aspek berp pikir
kreatif yang dapat dikem mbangkan da alam pembela ajaran IPA yaitu
y berpikir lancar, luwe es, orisinal, dan
e
elaboratif. Daari keempat aspek berpikir kreatif tersebbut, dari 25 inndikator yangg diajukan terrnyata 7 indikkator
t
tidak cocok dan
d 18 indikattor sesuai unttuk dikembangkan dalam pembelajaran
p di SD.
Pendekatan yang paling cocok digunakan da alam pembela ajaran IPA sebagai upaya mengembang
m gkan
kemampuan berpikir krea atif siswa di SD
S adalah pe endekatan ko ontekstual (CCTL) dengan skor rerata 4,72 4
(kualifikasi sa
angat cocok).

66
PR
ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon ISBN: 978-9799-98546-4-2
C
Current Issues on Research
R and Teaaching in Science Education

Dari 6 metod de yang diajuukan, ternyata a 3 metode yang


y dapat digunakan
d dallam pembelajjaran IPA
sebagai upaya mengembangkan kemampuan
k b
berpikir kreatif siswa yaitu metode inku uiri dengan skkor rerata
4,67 (ku ualifikasi san
ngat baik), metode
m demo onstrasi deng gan skor rera ata 4,45 (kualifikasi coco ok), serta
metode diskusi denga an skor rerata
a 3,81 (kualifiikasi cocok).
Dari 4 sumb ber belajar ya ang diajukan n, ternyata 2 sumber bela ajar yang daapat digunaka an dalam
pembela ajaran IPA ba agi pengemb bangan kemampuan berpikir kreatif sisswa yaitu ling gkungan alam miah dan
sosial dengan
d skor rerata 4,79 (kualifikasi sangat
s cocokk) dan audio o visual deng gan skor rerrata 4,19
(kualifikasi cocok).
Sistem penilaaian yang rele
evan digunakkan dalam pem mbelajaran IPPA sebagai up paya mengem mbangkan
kemamp puan berpikir kreatif siswa a non-tes dengan skor reratar 4,76 (kualifikaksi sangat cocok)) dan tes
dengan skor rerata 3,71 (kualifikasi cocok).
Berdasarkan studi ke elayakan dan analisis kebu utuhan yang hasil-hasilnya a sudah dipa aparkan di ata as, maka
disusun rancangan model pembe elajaran IPA untuk pengembangan kemampuank b
berpikir kreattif siswa.
Model pembelajaran
p IPA yang diraancang dan akan
a dikemba angkan serta diuji efektivittasnya pada penelitian
p
tahun III adalah sebagai berikut.
Agar kemampuan berpikirr kreatif siswa a dapat berke embangan sesuai dengan potensinya, maka m ada
beberap pa persyaratan n yang perlu dipenuhi guru u IPA dalam pembelajaran
p n sebagai berikut.
1. Guru u harus meng guasai materi ajar secara baik
b dan kommprehensif, arttinya selain guru
g menguassai materi
yang g diajarkan, mereka juga a harus meng guasai hubun ngan antara materi satu dengan yang g lainnya
kareena tidak terrtutup kemun ngkinanan satu topik yang dipelajari akan dapat berkembang ke topik
lainnnya yang releevan.
2. Guru u hendaknya tidak mempo osisikan diri sebagai
s sumbber otoritas peengetahuan/informasi, teta api harus
selalu memposissikan diri seb bagai fasilitattor dan mediiator pembela ajaran yang g cerdas, kreeatif, dan
bijakksana.
3. Guru u harus sadar bahwa siiswa bukanla ah penerima pasif dalam m suatu pem mbelajaran, melainkan
m
merrupakan suatu subjek yang y aktif baik secara fisik maup pun mental dalam mem mbangun
peng getahuannya dan bertangg gung jawab atas
a pembelajjarannya.
4. Guru u harus berrupaya meng gali gagasan--gagasan ata au ide-ide awal
a siswa serta
s meneluusuri dan
mem mahamainya.
5. Gagasan atau ide e awal siswa hendaknya dijadikan acua an dalam merrancang dan mengimpleme
m entasikan
pem mbelajaran.
6. Guru u hendaknya mampu men nyiapkan dan n mengkondissikan pembelajaran yang memungkinkkan siswa
men ngembangkan n kemampuan n berpikir kreaatifnya, dengaan cara:
a. Memberikan kesempatan kepada siswa a untuk meng gungkapkan id de/gagasannyya, meskipun n berbeda
pada umumn nya atau tak lazim.
b. Menghargai setiap
s ide/gag
gasan siswa, walaupun berbeda dengan n pada umum mnya.
c. Menghargai setiap
s pertanyyaan siswa, meskipun
m berb
beda dengan pada umumn nya.
d. Memberikan kesempatan kepada siswa a untuk melaakukan penye elidikan dengaan berbagai cara
c yang
mereka angg gap benar.
e. Memberikan kesempatan kepada sisw wa untuk men nghubungkan materi yang dipelajarinya a dengan
masalah-massalah kehidup pan sehari-harri atau bahkan di luar pelajjaran IPA.
f. Mengajukan pertanyaan terbukat (open n ended) yan ng memungkinkan jawaban yang berag gam/lebih
dari satu jaw
waban.
g. Memberikan kesempatan n kepada sisswa untuk mempresenta
m asikan hasil penyelidikan nnya dan
mendiskusika an hasilnya de
engan teman dan guru.

67
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar
S on Sciencce Education ISBN: 978-979-985466-4-2
Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation

Berdasarkkan analisis kebutuhan yang dipero oleh di atass, maka alu ur pembela
ajaran IPA bagi
pengembangan kemampu uan berpikir kreatif
k sepertii tampak padda Gambar 1. Ada 5 tahappan pokok da alam
pembelajaran n meliputi 1) fase awal, 2)
2 fase eksploorasi, 3) fase
e pengenalan dan pemanttapan konsep p, 4)
f
fase aplikasi konsep, dan 5) fase akhirr. Pada fase eksplorasi
e dib
bagi ke dalam
m 3 tahapan yaitu
y (1) sebe
elum
e
eksplorasi, (2
2) selama eksplorasi, dan (3)
( setelah ekksplorasi.

Fase
e Awal
Guru men nyampaikan kompetensi dasar da an tujuan belajar
Mengajukkan pertanyaan atau
a permasalaha an terkait dengan n konsep yang akan dipelajari
Meminta siswa
s mengomen ntari suatu peristtiwa, kejadian, objek, gambar yang terkait denga
an
topik yang
g akan dipelajari
Guru tidakk membenarkan atau menyalahkkan gagasan sisw wa

Fase Ek
ksplorasi
Sebelumm Eksplorasi
Siswa dengan
d kelompokk kecilnya (3-5 orrang) diminta me enuliskan dugaan
n sementara
(hipotessis) terhadap sua
atu permasalahan/ kejadian yang g diajukan guru pada Lembar Ke
erja
Siswa (LKS)
dak memberikan komentar terhad
Guru tid dap hipotesis sisswa

Selama Eksplorasi
Siswa dalam
d kelompoknnya diminta melaakukan eksplorassi dengan cara mereka
m sendiri
Guru membantu
m siswa yang
y mengalami kesulitan dalam eksplorasi
Guru menyarankan
m kepada siswa agar menulis
m hasil ekssplorasinya

Setelah Eksplorasi
Siswa diminta
d mendisku usikan hasil eksplorasinya dengan n teman satu kelompoknya
Siswa diminta
d menuliska an hasil diskusinya pada LKS
Setiap kelompok
k dimintta melaporkan ha asil eksplorasinya
a dan siswa lainn
nya membri
komenttar atau bertanyaa
Guru memandu
m diskusi kelas

Fase Pen
ngenalan dan
n Pemantapan
n Konsep
Guru memperkanalkan
m konsep-konsep yang
y ditemukan siswa
Siswa yang
y masih miskkonsepsi atau sala
ah dibimbing me
enuju konsepsi ilm
miah (benar) dan
n
memantaapkan konsepsi siswa yang suda ah ilmiah

Fase Aplik
kasi Konsep
Guru menggajukan pertanya aan-pertanyaan yangy bersifat ope
en ended untuk mengecek
m
kemampua an berpikir kreatiff siswa terkait de
engan topik yang
g telah dipelajarin
nya.
Guru memb beri kesempatan n kepada siswa berkomentar, men ngajukan pertanyyaan, dan
mengklarik
kiasi topik yang dipelajari.
d

Fase
e Akhir
Guru bersama siswa meran ngkum isi pembellajaran
Guru memiinta siswa untuk melakukan refle eksi terhadap bela
ajarnya
Guru menggajukan pertanya aan terbuka sebaagai bentuk feed back
Guru memb berikan tugas rum mah kepada sisw
wa dalam bentukk pengayaan
materi yang
g telah dipelajarii

ar 1: Alur keg
Gamba giatan pembe
elajaran IPA

68
PR
ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon ISBN: 978-9799-98546-4-2
C
Current Issues on Research
R and Teaaching in Science Education

Berdasarkan kajian pustakka, diskusi mendalam dengan 3 orang pakar, serta penyebaran kuesioner k
kebutuh han pembelaja aran IPA dipe eroleh data te entang aspekk-aspek kema ampuan berpiikir kreatif sisswa yang
dapat dikembangkan
d n dalam pem mbelajaran IPA A di sekolah dasar. Aspe ek-aspek tersebut meliputti berpikir
lancar, berpikir, luwe es, berpikir orisinal,
o dan berpikir elabo oratif. Keemp pat aspek be erpikir kreatif tersebut
telah dijjabarkan men njadi 25 indikkator. Dari ha asil analisis empirik
e ternyaata keempat aspek terseb but masih
tetap be ertahan atau sesuai denga an kebutuhan, tetapi hanya a 18 indikator yang masih h bertahan, se edangkan
sisanya lagi 7 indikattor dianggap gugur atau tiidak akan dig gunakan pada a penelitian taahap kedua (u uji coba).
Berdasarkan hasil penelusuran terrhadap penge embangan ke emampuan be erpikir kreatif siswa, baik pakar
p dan
praktisi menganggap p bahwa krea ativitas khsuu usnya kreativiitas berpikir merupakan
m s
suatu hal yanng sangat
penting untuk dikembangkan di sekolah dasar. Mengingat selama s ini pe
embelajaran IPAI hanya berorientasi
pada pe enguasaan se ejumlah peng getahuan saja a dan kurang g diarahkan pada pengem mbangan kem mampuan
berpikir.. Hal ini sesuaai dengan pen ndapatnya Se emiawan,et al a (1998:61) yang
y menyata akan bahwa kreativitas
k
sebagai suatu kemam mpuan manussia yang sang gat penting, baik
b dalam arrti personal maupun
m kulturral. Lebih
lanjut Munandar
M (19
985:88-90) memberikan
m d
deskripsi tenttang empat unsur
u berpikiir kreatif ya ang perlu
dikemba angkan dalam m pembelajara an di sekolah h seperti berppikir lancar, berpikir luwes,, berpikir orissinal, dan
berpikir elaboratif. Hal ini diangga ap penting un ntuk dikemba angkan karena a berpikir kre
eatif merupakkan unsur
esensial kreativitas se eseorang. Settiap tindakan kreatif selalu u melibatkan kemampuan
k berpikir kreattif. Begitu
saling mengkaitnya
m aspek
a berpikiir kreatif denngan kreativittas seseorang g, tidaklah sa alah apabila ada
a yang
mengata akan bahwa kreativitas
k itu pada dasarnya adalah berpikir kreatif.
Berdasarkan hasil analisiss kebutuhan pembelajaran
p n IPA bagi pe engembangan n kemampuan n berpikir
kreatif siswa,
s pendekatan yang paling
p sesuaii adalah pend dekatan konttekstual (CTLL). Temuan ini sesuai
dengan pandangann nya Suastra (2004) yang menyatakan bahwa pendekatan CTL sanga at cocok
dikemba angkan di SD D mengingat tingkat berpikir siswa be erada pada operasional
o k
konkret. Pembelajaran
konteksttual adalah pembelajaran n yang mem mbantu guru mengaitkan materi (con ntent) yang diajarkan
dengan situasi dunia nyata (conte ext) dan mend dorong siswa a membuat hu ubungan anta ara pengetahuan yang
dimilikin
nya dengan penerapannyya dalam kehidupan k m
mereka seharri-hari (Johnsson, 2002). Dengan
pendeka atan CTL in ni, siswa akkan mempero oleh kesemp patan untuk menguatkan n, memperlu uas, dan
menerap pkan pengeta ahuan dan keterampilan
k akademik mereka
m dalam
m berbagai macam
m tatanaan dalam
sekolah dan luar sek kolah agar da apat memeca ahkan masala ah-masalah dunia
d nyata atau
a masalah-masalah
yang dissimulasikan. Jadi, pembelajaran konte ekstual adalah pembelajarran yang terrjadi dalam hubungan h
yang errat dengan pengalaman
p s
siswa sesunggguhnya. Pro oses pembelajaran berlang gsung alamia ah dalam
bentuk kegiatan sisw wa bekerja da an mengalam mi, bukan tran nsfer pengeta ahuan dari gu uru ke siswa. Dengan
demikian n, kemampua an berpikir kreatif
k siswa kan
k tumbuh dan berkemb bang sesuai dengan potensi siswa
sendiri.
Metode pembelajaran yan ng cocok untuk digunakan n dalam pembelajaran IPA A bagi pengembangan
kemamp puan berpikir kreatif siswa SD adalah metode
m inkuirii/penyelidikann ( x = 4,67 ),) metode dem monstrasi
( x = 4,454 ), dan meetode diskusi/ttanya jawab ( x = 3,81 ). Dalam peneliitian ini, ketigga metode yaang cocok
digunakkan secara prroporsional se esuai dengan n strategi yan ng dirancang g. Ketiga mettode ini yaitu u metode
inkuiri, demonstrasi,
d dan diskusi merupakan
m meetode penting g dan cocok diterapkan
d dalam pembelajjaran IPA
dalam upaya mengem mbangkan ketteampilan pro oses sains ata au sering diseebut keteramp pilan berpikir (thinking
skill) (Haarlen, 1992; Trowbridge
T & Bybee, 1990 0; Dahar, 198 89; Carin & Su und, 1975).
Sumber belajjar yang coco ok digunakan n dalam pemb belajaran IPA A bagi pengem mbangan kem mampuan
berpikir kreatif siswa a adalah ling gkungan alam miah dan sossial ( x = 4,79 9 ), audio vissual ( x = 4,000 ), dan
buku-bu uku teks/buku u pelajaran ( x = 4,19 ), se edangkan inte ernet belum dianggap
d sesuuai dengan ke ebutuhan
siswa SD D untuk saat ini. Dalam pe enelitian untuuk tahap selan njutnya, sumber belajar ya ang digunaka an adalah

69
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar
S on Sciencce Education ISBN: 978-979-985466-4-2
Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation

lingkungan alamiah
a dan sosial,
s audio visual, dan buku teks/bu uku pelajaran n sesuai deng gan hasil ana alisis
kebutuhan in ni. Hasil ini menunjukkan
m bahwa untuk siswa SD sumbers belajar yang palinng sesuai ada alah
lingkungan alamiah dan sosial
s siswa, di
d samping audio
a visual dan
d buku pela ajaran/buku teks.
t Lingkun
ngan
a
alamiah dan sosial merup pakan sumbe er belajar yan ng ada di sekkitar siswa ya ang dapat dimanfaatkan oleh o
g
guru dalam merancang
m pembelajaran sesuai denga an materi pelajaran yang dibelajarkan. Melalui sum mber
belajar alamiah, siswa aka an lebih mudah menghubu ungkan pelaja aran yang se edang mereka a pelajari den
ngan
kehidupan mereka
m sehari--hari. Oleh karena itu, gu uru memiliki peran penting dalam merrancang kegia atan
pembelajaran n dengan memanfaatkan lingkungan
l alamiah dan sosial
s siswa sebagai sumber belajar. Au udio
v
visual diangggap cocok dim manfaatkan dalam
d pembe elajaran IPA SD menging ggat dewasa ini sudah cu ukup
banyak media audio visual yang ada di sekolah maupun m di pasaran yang dapat diman nfaatkan seba agai
s
sumber belajar dalam pem mbelajaran IP PA. Hal ini dibbutuhkan teru utama dalam menjelaskan suatu fenom mena
y
yang sulit un
ntuk dilihat seecara langsun ng, seperti peredaran darrah, denyut jantung. Deng gan media au udio
v
visual, prosess kerja peredaran adarah, denyut jantu ung, bayi dala am kandunga an akan dapa at terlihat den
ngan
j
jelas dalam tayangan
t videeo. Pembelaja aran dengan bantuan aud dio visual ini tentu akan memotivasi
m siiswa
belajar dan sudah
s barang g tentu meran ngsang pikiran siswa karen na mereka se ecara nyata dapat
d mengam mati
s
secara langssung proses-p proses alamia ah. Buku-buku sumber merupakan sumber bela ajar yang su udah
t
terbiasa digunakan para guru dalam pe embelajaran IPA.
Sistem penilaian yang cocok untuk pembe eljaran IPA bagi
b pengemmbangan kem mampuan berpikir
kreatif siswa adalah non tes dan tes. Ini berarti kedua bentu uk penilaian yang
y dapat digunakan
d daalam
mengembang gkan kemamp puan berpikir kreatif siswa a dalam pemb belajaran IPAA di SD. Hal ini sesuai denngan
t
temuan Suasstra (2006) yang menga atakan bahw wa penilaian otentik cukkup efektif digunakan
d daalam
pembelajaran n sains (Fisik
ka). Hal ini mengindikasik
m kan bahwa te erdapat perge eseran panda angan guru akana
pentingnya penilaian
p non tes dalam pe embelajaran IPA.
I Selama ini
i dan dari hasil
h wawanca ara dengan guru,
t dianggap sebagai satu-satunya alatt penilai keberhasilan belajjar siswa. Den
tes ngan diterapkkannya kurikuulum
t
tingkat satuan pendidikan,, guru telah banyak
b memp peroleh wawa asan melalui penataran-pen
p nataran sehinngga
kesadaran akkan pentingny ya non tes mulai bangkit. Hasil kuesion ner penelitiann ini menunjuukkan bahwa non
t mempero
tes oleh rerata lebbih tinggi dari tes. Ini bera
arti ada pergeeseran pandangan tentang g pentingnya non
t dalam pem
tes mbelajaran IPPA yang selamma ini terabaiikan.

S
SIMPULAN

Berdasarkan rumusan ma asalah, tujuan n penelitian dan


d hasil ana
alisis data se
eperti yang te elah diuraikan di
a
atas, maka da apat diambil kesimpulan se ebagai beriku
ut.
Pertaama, melalui diskusi yang g mendalam tim peneliti dengan tim m pakar, guru-guru SD yang y
mengajar IPA A maka dapa asi sejumlah aspek kema
at diidentifika ampuan berpikir kreatif siiswa yang da apat
d
dikembangka an dalam pem mbelajaran IPA di SD. Adapun aspekk-aspek kema ampuan berp pikir kreatif yang
y
d
dapat dikemb bangkan meliputi kemam mpuan berpikkir lancar, berrpikir luwes, berpikir orisinal, dan berp pikir
e
elaboratif. Keedua, pendeka atan yang paling cocok untuk pembelajjaran IPA bag gi pengemban ngan kemamp puan
berpikir krea atif siswa SD D adalah CT TL. Ketiga, metode yan ng cocok un ntuk pembela ajaran IPA bagi
pengembangan kemampu uan berpikir kreatif sisw wa SD adalah metode inkuiri/penye elidikan, mettode
d
demonstrasi, dan metod de diskusi/tanya jawab, yangy ketigan
nya digunakan secara pro oporsional da alam
pembelajaran n. Keempat, sumber bela ajar yang coccok untuk me endukung keg giatan pembe elajaran IPA bagi
pengembangan kemampu uan berpikir kreatif
k siswa SD
S adalah linngkungan alam miah dan sossial, audio vissual,
d
dan buku tekks/buku pelajaran. Ketiga sumber belajjar ini diguna akan dalam penelitian
p tahun kedua seccara
proporsional sesuai deng gan karakterisstik materi, karakteristik siswa, dan strategi pem mbelajaran yang
y

70
PR
ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon ISBN: 978-9799-98546-4-2
C
Current Issues on Research
R and Teaaching in Science Education

digunakkan. Kelima, bentuk


b penilaian yang coco ok untuk mengembangkan kemampuan berpikir krea atif dalam
pembela ajaran IPA di SD adalah non n tes dan tes. Non tes digunakan untuk u menilaii kemampuan n berpikir
kreatif siswa
s dalam melakukan kerja ilmiah selama prosses pembelajaran berlang gsung, sedangkan tes
digunakkan untuk menilai kemamp puan berpikir kreatif siswa pada akhir pembelajaran n. Keenam, guru
g yang
akan mengimplemen ntasikan mod del pembelaja aran IPA bag gi pengemba angan kemam mpuan berpikkir kreatif
sebaiknyya 1) mengua asai materi ajjar IPA secara a baik dan ko omprehensif, 2) tidak mem mposisikan dirri sebagai
otoritas pembelajara an, melainkan n sebagai fa asilitator dan mediator yang y cerdas, kreatif, dann arif, 3)
berupayya selalu menggali konsepssi awal siswa sebelum pem mbelajaran, 4)
4 menyiapkan n dan mengko ondisikan
pembela ajaran yang mendorong siswa menge embangkan kemampuan berpikir krea atif. Ketujuah
ah, model
konseptual pembela ajaran IPA ba agi pengemba angan kemam mpuan berpikkir kreatif sisw
wa meliputi 5 tahapan
kegiatann. Kelima tahaapan meliputi: 1) fase awa al, 2) fase ekksplorasi (sebe asi, selama eksplorasi,
elum eksplora
dan sete elah eksplorasi), 3) fase pengenalan
p da
an pemantapa 4 fase aplikassi konsep, dan 5) fase
an konsep, 4)
akhir.
Berdasarkan temuan pen nelitian ini, maka
m dapat diiajukan saran n sebagai berrikut. Pertamma, dalam
rangka meningkatkan n kualitas peembelajaran IPAI di SD perlu dilakukan sosialisasi se ecara intensiff tentang
model-mmodel pembellajaran inovattif. Penambah han wawasan n dan keteram mpilan guru dalam
d meranccang dan
melaksaanakan pemb belajaran aka an dapat me eningkatkan kualitas prosses pembela ajaran IPA dan
d pada
akhirnyaa akan meningkatkan presttasi belajar IP PA siswa. Unttuk mengatassi permasalahan ini dapat dilakukan
d
melalui kegiatan wo orkshop, loka akarya, melakkukan PTK, lesson studyy, dan sebag gainya. Kedu ua, masih
lemahnyya pemaham man guru terrhadap konse ep IPA SD perlu ditinda aklanjuti oleh
h pemerintah h melalui
kelompo ok-kelompok kerja guru. Bentuk-ben ntuk kegiatan dapat be erupa pengayyaan materi dengan
mendata angkan pakarr dari Perguru uan Tinggi, melakukan
m keggiatan lesson
n study, atau kegiatan lainnya yang
memfokkuskan pada penguasaan n materi aja ar IPA SD. Ketiga, masih terbatasnyya sarana prasarana p
penduku ung pembelajjaran IPA perrlu disikapi olleh pemerinta ah melalui baantuan-bantua an baik dalamm bentuk
dana blolock grant ma aupun sarana a laboratoriumm IPA. Kegia atan pembelajjaran IPA tan npa didukung g dengan
sarana baik berupa alat, bahan,, gambar, media m audio visual,
v tidak akan dapat berlangsung g dengan
menarikk dan menantang. Guru juga dapatt membuat alat-alat sed derhana yan ng dapat me enunjang
pembela ajaran IPA dengan
d mema anfaatkan ba arang bekas, seperti mem mbuat sistemm pernapasan n, model
pemuaia an, sistem kerrja jantung, dan
d lain sebag gainya.

DA
AFTAR PUSTA
AKA

Adang, JS.
J (1995) Me engembangka engajaran Sains. Jurnal Pe
an Kreativitass dalam Berpiikir Melalui Pe engajaran
MIPA. Bandu
ung: IKIP.
Carin, A.A.
A B. (1975). Tea
Sund, R.B aching Sciencce Through Discovery
Di . Ohio
o: Charles E. Merril Publish
her.
Dahar. R.W.
R (1989). Teori-teori Belajar
Be . Jakarta
a: Penerbit Errlangga.
Harlen, W. (1992). The
T Teaching of
o Science. Lo
ondon: David Fulton Publisshers.
el,J.R & Walle
Fraenke 93). How to Design
en, N.E. (199 D and Evaluate
E Rese
search in Educ
ucation. New York: Mc
Graw Hill.
n,E.B. (2002). Contextual Teaching
Johnson T Learrning. Californ
nia: Corwin Prress.
1992). Menge
Munandar, U,S.C. (1 embangkan Bakat
B dan Krreativitas Anaak sekolah. Jakarta: PT. Gramedia
G
Widiasarana Indonesia.
999). Kreativi
Munandar, S.C.U (19 vitas dan Kebe
berbakatan: Strategi
S Mewu
ujudkan Poten
ensi Kreatif daan Bakat.
Jakarta: PT. Gramedia Pustaka.

71
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar
S on Sciencce Education ISBN: 978-979-985466-4-2
Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation

S
Semiawan, C,, dkk. (1998). Dimensi Kre
eatif dalam Fililsafat Ilmu. Bandung:
B PT. Rosdakarya.
S
Semiawan, C. Dkk. (1992)). Mengemban
ngkan Bakat dan
d Kreativitaas Anak Seko
olah.: PT. Gram
media.
S
Suastra, I,W. Dkk. (2003). Implementa
asi Pembelaja
aran Sains Berrbasis Inkuiri di SLTP. Lap
paoran Penelittian.
IKIP Negeri Singaraja.
S
Suastra, I.W & Kariasa, N. (2000). Penngembangan Kreativitas Be erpikir Siswa Melalui Pemb
belajaran den
ngan
Mode
el Karya Ilmia
ah di SD. Lapo an. IKIP Negeri Singaraja.
oran Penelitia
S
Suastra, I..W. (2004)). Impleme
entasi Pem
mbelajaran Sains ntekstual
Kon S
Sebagai Uppaya
Peng
gembangan Kecakapan
K m IKIP Negerri Singaraja. Penelitian. IKIP
Hidup di SD Laboratorium I
Nege
eri Singaraja.
S
Suastra,W (2006). Belajarr dan Pembela
ajaran Sains. Singaraja: Un
ndiksha.
W (2003). Im
Suastra,I. W.
S mplementasi Pembelajaran
n Sains Berb
basis Inkuiri di SLTP. Laaporan Peneliitian
Rese
earch Grand IK
KIP Negeri Singaraja.
S
Suastra, I,W.. dkk. (2006)). Pengemban ngan Asesme
en Otentik da ajaran Fisika di SMA. Lapo
alam Pembela oran
Peneelitian. Undiksha Singaraja..
Trawbridge, L & Rodger W Bybee. (19
T 990). Becomin
ng a Seconda
ary School Sciience Teacher. London: Merril
M
Publishing Company.
Z
Zamroni. 00). Paradigm
(200 ma Pendidikan
n Masa Depan
n. Yogyakartaa: Bigraf Publiishing.

72
PR
ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon ISBN: 978-9799-98546-4-2
C
Current Issues on Research
R and Teaaching in Science Education

SCI-06
D
DESIGNIN G THE VAR
RIOUS OF EDUCATIVE
E E GAMES FOR DEVELO
OPMENT OF
UCATIVE PARK
EDU
Joni Rokhma at
(Program Studi
S Pendidikkan Fisika, Jurusan Pendidikan MIPA, FKIP
F Universittas Mataram
Jl. Majappahit 62 Ma ataram 8312 25; telp. 0370623873
0
Hp: 08 81805738694 4; email: jrokh
hmat62@gmaail.com)

ABSTRACTS
TS
Tamman Edukatif is a scientificc media even as
a a source ofo study based d on joyful leaarning for all people
p
includding studentss. In a great perspective, Taman Eduk ukatif is builtt able by cen ntral, provincce, and
districct governmennts, whereas, for small peerspective, is built able in the school and
an class unitt for all
levelss. The holly of
o Taman Edukatif
Ed be able
a consists of various educative
ed gammes, subject matter
equippments, the equipments
e o basic techn
of nology, practi
tice and popu ular technolog gy, electrical media,
virtuaal lab and ICT
T, also Educacative Game Show.
S This article
a will disc
scus various educative
e gammes for
suppo orting the devvelopment off Taman Educcatif.
Keyw
words: "tama
an edukatif", educative ga
ames.

PENDAHULUAN

Dalam Undang-unda
U ng Nomor 2 Tahun
T 1989 tentang Sisteem Pendidikan n Nasional, antara
a lain, diisebutkan
bahwa pendidikan adalah
a usaha
a sadar untu uk menyiapka an peserta didik
d melalui kegiatan bimbingan,
pengajaran, dan/ata au latihan baagi peranann nya pada ma asa yang akkan datang (Depdikbud, 1989:3).
Pendidikkan nasional berfungsi un ntuk mengem mbangkan kem mampuan serrta meningka atkan mutu kehidupan
k
dan martabat manussia Indonesia dalam rangkka/upaya mew wujudkan tujuan nasional, yaitu, (seba agaimana
termaktuub dalam alin nea IV Undan ng-undang Dasar
D 1945): (a) melindun ngi segenap bangsa
b Indonnesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia a; (b) mema ajukan kesejaahteraan umu um; (c) men ncerdaskan kehidupan
k
bangsa; dan (d) ikut melaksanaka an ketertiban dunia.
Sedangkan dalam
d Peraturran Pemerintaah no 19 tahhun 2005 tentang Standarr Nasional Pe endidikan,
bab 1, pasal 1, ayatt 8 disebutka an bahwa yan ng dimaksud dengan stan ndar sarana dan
d prasaran na adalah
standar nasional pendidikan yang berkaitan de engan kriteria minimal tenttang ruang be elajar, tempa at berolah
raga, tempat beribad dah, perpustaakan, laborato
orium, bengke el kerja, temp pat bermain, tempat berkreasi dan
berekreaasi, serta sum
mber belajar lain, yang diiperlukan unttuk menunjan ng proses pembelajaran, termasuk
t
penggun naan teknolo ogi informasi dan komunikasi. Berkena aan dengan peraturan in ni, pengadaan n tempat
bermainn, berkreasi, berekreasi, serta
s sumberr belajar adalah termasukk dalam unsu ur penting pe enunjang
proses pembelajaran
p .
Mulyasa (20 005) menyattakan bahwa a menciptaka an pembelajjaran yang efektif, krea atif, dan
menyenangkan, hend daknya tidak membatasi pada
p pembelaajaran klasikal yang dibata asi oleh empa at dinding
kelas, te
etapi proses pembelajaran n dianjurkan dilakukan de engan variasi situasi, misa alnya di laboratorium,
halaman n sekolah, keebun, dan sebbagainya, bah hkan strategi pembelajara annya pun pe erlu divariasikkan untuk
menghin ndari rasa jenuh siswa. Ilmu pengetahuan dan tekknologi selalu u secara aktiif berkemban ng seiring
dengan kemajuan ilm mu pengetahu uan dan teknnologi sehinggga kuantitas informasi keilmuan semakin besar
dan varriatif. Sementara, alokasi waktu belajjar formal ya ang disediakkan bagi sisw wa tidak berubah, ini
menyebabkan adanya a kesenjangaan rasio jumla
ah informasi keilmuan
k dan alokasi waktu belajar, yaiitu terlalu
banyak materi yang harus
h dikuasa
ai siswa dalam
m waktu yang g relatif singka
at.
Prilaku dan gaya
g mengajaar guru dapatt menghasilka an perbedaan n penting padda poses bela ajar siswa
(Centra & Potter: 1980; McDaniell: 1981; Wentzel: 2002), dalam
d Marie at
a all (2006).. Gaya menga ajar yang

73
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar
S on Sciencce Education ISBN: 978-979-985466-4-2
Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation

monoton ce enderung memunculkan


m sikap bosan pada diri d siswa. John Dewe ey dalam teori t
konstruktivismmenya meng gatakan bahw wa pendidik yang cakap harus me elaksanakan pengajaran dan
pembelajaran n sebagai proses menyusun atau memb bina pengalam man secara be erkesinambun ngan. Beliau juga
j
menekankan pentingnya penyertaan
p m
murid di dalamm setiap aktiviitas pengajara an dan pemb belajaran, ano onim
1(1999). Sem mentara ahli teori
t yang lain, Rutherford dan Ahlgre en, berpendap pat bahwa murid
m mempunyai
idea mereka sendiri tentan ng hampir sem mua perkara, anonim 2 (19 999).
Georg ge (tanpa ta ahun): Dalam m pembelaja aran konstrukktivis menga anggap bahw wa peserta didik d
membangun pengetahuan nnya berbasiss pada intera aksi dengan lingkungannyya. Ia menge emukakan bahwa
t
terdapat emp pat asumsi eppistemology, yaitu;
y 1) peng getahuan seccara fisik terbentuk oleh pe eserta didik yang
y
t
terlibat m pembelajaran yang aktiff, 2) Pengetahuan secara simbolis diba
dalam angun oleh pe eserta didik yang
y
membuat re epresentasi aksinya,
a 3) pengetahuan n secara sosial dibangun oleh pese erta didik yangy
menyebarkan n pengertiann nya kepada peserta
p didik lain, dan 4) pengetahuan secara teori dibangun oleh o
peserta didik yang berusah ha menjelaskkan kepada mereka yang kurang k menge erti.
S
Sedangkan B
Bruner dalam (Kearsley, 1999) dalam HuittH (2003) mengemukakkan tiga prinssip pembelaja aran
konstruktivis,, yaitu bahwaa pembelajara an: 1) harus dikaitkan
d deng gan pengalam man dan kontteks agar pesserta
d
didik termotivvasi untuk beelajar, 2) haruus disusun se edemikian rup pa sehingga dapat
d dengann mudah diku uasai
o
oleh peserta didik (organ nisasi spiral), dan 3) seba aiknya diranccang untuk ekstrapolasi
e fa
asilitas dan atau
a
mengisi kesen njangan.
Merujuk pada pem mahaman kon nstruktivisme di atas, ilmu pengetahuan n tidak boleh dipindahkan dari
g
guru kepadaa peserta did dik dalam be entuk yang utuh.
u Pesertaa didik perlu membangun ng sendiri su uatu
pengetahuan dengan me elibatkan pen ngalaman ma asing-masing. Pembelajarran adalah hasil h dari ussaha
peserta didik itu sendiri.
Tidakk dapat dipunngkiri bahwa pada
p usia penndidikan dasa ar merupakan suatu masa yang tidak da apat
lepas dari bbermain. Sua atu model pe embelajaran yang
y serius tidak mudah h untuk diterrapkan, teruta ama
bagi anak pa ada usia SD. Dalam satu hari, porsi waktuw bagi annak-anak taha ap ini umumn nya lebih ban nyak
d
digunakan unntuk bermain n, Bahkan kettika mereka ada a di sekolaah pun, selalu u mencari ceelah waktu un ntuk
bermain kare ena ini sudah menjadi kara akteristiknya. Untuk anak pada jejang pendidikan yang y lebih tin
nggi,
bahkan orang dewasa se ekalipun, dappat disaksikan aneka pro ogram transfo ormasi iptek yang dipadu ukan
d
dengan program-program m hiburan, baik di ruang kelas,
k forum umum, maup pun program-program tayyang
lewat televisi.
Berla
andaskan rasionalisasi di atas, maka melalui tulisan ini ditawarkan suatu konsep Tam man
Edukatif, yaiitu suatu saraana atau med dia bagi setiap anggota masyarakat,
m erutama untuk anak-anak usia
te
s
sekolah, agaar secara intrinsik memiliki rasa ingin n tahu yang tinggi tenta ang keilmuan n sehingga pada p
a
akhirnya meempunyai mo otivasi yang tinggi untukk mempelaja arinya. Perlu ditekankan bahwa Tam man
Edukatif ada alah berbasis pada kegiata an bermain bukan kegiatan belajar. Jad di pada dasarnya pengunjjung
d
dibiarkan untuk bermain,, tetapi, kare ena setiap fa asilitas pemb bangunnya se elalu dimuati dengan ma ateri
keilmuan makka setiap aktivitas dalam ta aman itu men njadi bersifat edukatif.
Tamman Edukatif cocok diberikkan kepada masyarakat,
m t
terutama anak usia sekolah, dengan wa aktu
y
yang tidak te
erikat oleh pemmbelajaran foormal, sehingg ga sangat coccok dijadikan sebagai sara ana pembelaja aran
s
suplemen. Naamun, jika T Taman Edukkatif dibangu un dalam ling gkungan seko olah, maka T Taman Edukkatif
j
juga dapat beerfungsi sebagai variasi daalam pembelajaran formal.
Wujuud dari Tam man Edukatiff dapat dib buat bermaca am-macam. Pada sekala besar, Tam man
Edukatif dap pat berupa sebuah
s taman yang menempati area cukup luas dan pemban ngunannya da apat
d
dibebankan k
kepada pemerintah pusat dan
d daerah, baik daerah tingkat t satu (provinsi)
( mauupun tingkat dua
(kota dan kabupaten) hin ngga tingkat kecamatan.
k S
Sedangkan da alam sekala kecil,
k Tamann Edukatif da apat

74
PR
ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon ISBN: 978-9799-98546-4-2
C
Current Issues on Research
R and Teaaching in Science Education

dibangun oleh satuan sekolah, dari sekolah menengah


m ataas hingga, menengah
m perrtama sampaai dengan
sekolah dasar. Tentu desainnya diisesuaikan de engan tingkat perkembangan pengguna anya.
Gagasan Ta aman Edukatif telah dimu unculkan antaara lain oleh Rokhmat (20 001) melalui artikelnya
a
tentang kartu fisika untuk pem mbelajaran su uplemen, sed dangkan efekktivitas permainan edukatif untuk
pengena alan sain poko ok bahasan fsika
f serta sain secara umum (IPA) tela ah terbukti, yaitu
y melalui penelitian
p
yang dilakukan oleh penulis dari 10 1 mahasiswa a bimbingan langsung
l pennulis, dari tahun 2002 hinggga 2008.
Dalam penelitian
p terrsebut terbukkti bahwa mo odel pembelajjaran melalui permainan kartu remi, monopoli,
m
ular tangga , kartu domino, bukku saku, kartu u kuartet, kartu berberpad danan, dan kartu
k bergambar serta
melalui permainan komik
k lipat seederhana, kaamus istilah, dan berbag gai jenis puzzzle, seperti crossword
c
puzzle, one-way
o puzzzle, mission puzzle,
p multim
imission puzzlle, parallel pu
uzzle, termassuk audio lag gu dapat
meningkkatkan presta asi, menumbu uhkan sikap dan
d kinerja ya ang positip ba agi siswa dalam belajar siiswa baik
melalui pembelajaran n suplemen maupun
m pemb belajaran form
mal.
PERMA
AINAN EDUK
KASI
Sesuai dengan judul, ma aka pada ke esempatan in ni akan dibah has bagaimaana mendesain aneka
permain
nan edukatif sebagai
s unsurr pendukung pengembang gan Taman Edukatif.
E Khuususnya, pemmbahasan
desain aneka
a alat permainan
p eddukatif termasuk audio la agu untuk pe embelajaran. Yaitu melipuuti aneka
permain
nan edukatif berbasis
b puzzzle, kartu, perrmainan edukkatif ular tang
gga berkartu, monopoli, ko
omik lipat
sederhana, scrabble, serta audio lagu.

Permainan Edukas si Berbasis Puzzle


P
Jenis media
m berbasiis puzzle yang telah dan sedang dikembangkan oleh penuliis antara lain n adalah
crosswo
ord puzzle, on
neway puzzle, parallel puzzzle, mission puzzle,
pu dan mu
ultimission pu
uzzle.
Crosswo
ord Puzzle
Mengacu u pada definiisi puzzle di atas, maka crossword
c puz
uzzle adalah analog
a dengann permainan teka teki
silang atau TTS teta api berbasis puzzle
p . Jadi sebagai
s alat media pembe elajaran, cros
ossword puzzlle didesai
sebagai kotak-kotak atau bangun tertentu ya ang berisi in
nformasi ilmu pengetahua an dan haruss disusun
dengan aturan terten ntu, dapat se
ecara mendattar atau menu urun, dan an
ntara kata yanng satu dan yang
y lain
dapat beerpotongan. Sebagai
S pemaandu, disediaakan sejumlah h pertanyaan atau pernyattaan sedangkkan untuk
mencari jawaban ata au padanan dari pernyataa an di atas dissediakan huru
uf-huruf yang ditempel padda kotak-
kotak keecil untuk dissusun menjaddi jawaban attau padanan pernyataan tersebut.
t Pem
mandu sekundder dapat
pula dipasang denah dari crosswo ord puzzle ini.
Onewayy Puzzle
Pada da asarnya desa ain oneway puzzle sama a dengan cro ossword puzzzzle. Perbedaannya adalah bahwa
kelompo ok pertanyaan atau pernyyataan tersebut berkorela asi satu-satu dengan kelompok jawab ban atau
pernyataaan yang da apat berupa kata atau frasa kata. Ke elompok perttanyaan atau pernyataan tersebut
dipasangg pada papan n utama di setiap
s sel, sed
dangkan keloompok jawaba an, kata, atau frasa kata dipasang
pada ba agian bawah dari papan sekunder yang y berbentuk kotak-ko otak kecil. Teetapi pemasa angan ini
sifatnya tidak mutlak
k, artinya tempat pemasangannya dapat ditukar atau u juga dapat bersifat randoom. Pada
bagian atas
a dari papaan sekunder tersebut
t dipasang potonga an-potongan gambar dan apabila seluru uh papan
sekundeer tertentu terrsebut sudah dipasang denngan benar maka
m akan terrbentuk pola tertentu.
t Pola
a tersebut
dapat berupa
b gambbar atau sisttem pewarna aan tertentu
u, tetapi yan ng paling pe enting adalah h bahwa
pewarna aan atau gammbar tersebut harus menarik perhatian siswa.
s
Parallel puzzle
p

75
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar
S on Sciencce Education ISBN: 978-979-985466-4-2
Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation

Dibandingkan n dengan jen nis lainnya, parallel


p puzzzle adalah jen
nis puzzle ya
ang paling sederhana.
s Saama
d
dengan dua jenis
j mnya, puzzle ini terdiri atas papan utam
sebelum ma dan papan n sekunder ya
ang dapat berrupa
lingkaran-ling
gkaran dan kootak-kotak ke
ecil. Namun demikian, kegunaannya dalam pembelajjaran lebih lu uwes
karena satu papan
p utama dapat dipasangkan dengan set papan sekunder
s den
ngan materi pengetahuan
p a
atau
s materi ya
sub ang berbeda-b beda.
Ilmu pengetahuan n yang akan dijadikan ma ajaran dalam puzzle ini ditempelkan
ateri pembela d p
pada
papan sekunder. Materi pembelajaran
p n yang disajikkan dapat beerupa pasanggan pertanyaa an dan jawabban.
Kelompok pe ertanyaan dittempel pada kelompok pa apan sekundder yang berbentuk lingka aran, sedanggkan
kelompok jaw waban diuraik
kan dalam be entuk huruf-huruf dan diteempelkan padda papan sekkunder berbenntuk
kotak. Berbeda dengan duad jenis puzzzle sebelumnnya, papan sekunder, teruutama untuk yang berben ntuk
lingkaran, pada puzzle inni dapat dibuat lebih banyyak dari jumlaah celah atau
u lubang, tida
ak tembus, yang
y
d
disediakannya a pada papan
n utama.
Mission puzzlle
Sesuai denga
S an namanya, puzzle ini me empunyai sua atu misi terte asarnya desain puzzle jeniss ini
entu. Pada da
d
dapat berma
acam-macam sangat berg gantung pad da kreativitass desainermyya. Sama de engan tiga jenis
s
sebelumnya, puzzle ini terrdiri dari dua bagian, yaitu
u papan utamma dan papan sekunder. Se epintas puzzle
le ini
mirip dengann oneway puzzzle tetapi atu uran permainaannya lebih kompleks,
k mperoleh misinya
yaittu untuk mem
pemakai (pem main) harus mampu melewati rintang gan yang berrupa pencaria an jawaban atau pernyattaan
y
yang cocok dengan pertan nyaan atau pe ernyataan yanng diberikan secara
s berjenjang.
Multimissionss puzzle
Puzzle ini meempunyai lebiih dari satu misi.
m n puzzle jeniss ini dapat be
Pada dasarnya desain ermacam-macam
s
sangat berga
antung pada kreativitas de esainermya. Sama
S dengan
n jenis-jenis sebelumnya,
s puzzle ini teerdiri
d
dari dua baggian, yaitu pa
apan utama dan papan sekunder.
s perti halnya mission puzzzle, multimisssions
Sep
p
puzzle mirip dengan onew way puzzle teetapi aturan permainannya
p a lebih komplleks, yaitu un ntuk mempero oleh
misinya pem
makai (pemain) harus ma ampu melew wati rintangann yang beru upa pencarian jawaban atau
a
pernyataan yang
y cocok de
engan pertanyyaan atau perrnyataan yang
g diberikan se
ecara berjenja
ang.

Permainan Edukatif Berbasis Kartu u


Kartu, sebaga ai permainan edukatif, addalah setiap permainan karrtu yang dimuuati dengan ilmu pengetah
huan
d
dan atau tekknologi sehinngga untuk memainkanny
m ya diperlukan
n prasyarat kompetensi tertentu
t tenttang
pengetahuan tersebut, atau a proses permainan ataua pemakaiannya memberikan dam mpak dikuasainya
kompetensi pengetahuan
p tertentu
t bagi para pemaka ai atau pemain tersebut.
J
Jenis permain nan kartu seb
bagai media edukatif
e tidakk terbatas pad
da permainann kartu yanag
g sudah ada yang
y
s
sudah populer di masya arakat. Jeniss lain dapat dibuat sesu uai dengan kemampuan dan kreativvitas
d
desainernya.
A
Adapun jeniss permainan edukatif berb basis permain nan kartu yaang telah dan
n sedang dikkembangkan oleh
o
penulis antara lain adalah kartu ku uartet, kartu berpadanan, kartu remi, kartu dom mino, dan kartu
k
bergambar.
Kartu Kuartett
Kartu kuartett didesain dalam sejumlah engan setiap setnya terdirri atas 4 buah
h set kartu de h kartu sepad
dan.
S
Sedangkan ju
umlah set ka artu tidak terrtentu, dapat disesuaikan dengan keperluan, dan tidak
t ada ind
deks
untuk menya atakan urutan n tingkat. Denngan mengga anti padanan tersebut dengan informa asi pengetahu
uan,
maka kartu tersebut menjadi
m alat media pemb belajaran beerbentuk perrmainan karttu kuartet yang
y
menyenangka an.

76
PR
ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon ISBN: 978-9799-98546-4-2
C
Current Issues on Research
R and Teaaching in Science Education

Kartu Berpadanan
Be
Kartu beerpadanan leebih sederhanna dibanding gkan dengan kartu kuarte et di atas kaarena desain kartu ini
dalam seejumlah set tertentu
t dengan setiap setnnya hanya terrdiri atas dua kartu sepadaan. Adapun ju
umlah set
kartu te
ersebut sifatn
nya bebas, tid
dak ada kete entuan khusus, jadi dapatt dibuat deng gan jumlah set sesuai
dengan kebutuhan. Dengan me engganti pad danan tersebbut dengan informasi pe engetahuan dan
d atau
teknolog
gi, maka karttu tersebut menjadi
m alat media
m pembellajaran berbe entuk permain nan kartu berrpadanan
yang meenyenangkan.
Kartu Remi
Re
Kartu re emi sebagai alat
a media pembelajaran dapat d didesainn dalam 4 sett kartu dan saatu setnya teerdiri atas
13 kartu u sepadan se ehingga seluruhnya ada 52 kartu. Seda angkan setiap set kartu tersebut
t diberri indeks,
misalnya a dengan huruf kecil di salah
s satu suudut, untuk menentukan
m t
tingkatan darri setiap set tersebut.
Tingkata an ini analog dengan indeks pada kartu u remi, yaitu angka 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, J, Q, K, dan A
(As). Paada indeks ini secara bertuurutan dari te
erendah hingg ga tertinggi. Namun
N demikkian pemberiaan indeks
ini sifatn
nya tidak muttlak karena penggunaan kartu
k ini tidak harus sama dengan peng ggunaan kartu u aslinya.
Dengan mengganti padanan
p ebut dengan informasi pen
terse ngetahuan da an atau tekno
ologi, maka ka artu remi
ini menjadi alat media pembelajarran berbasis permainan
p kartu yang men nyenangkan.
Kartu Domino
Do
Satu sett kartu domino terdiri atas 28 kartu. Settiap kartu meempunyai dua ap sisinya dapat berisi
a sisi dan setia
bulatan merah seban nyak 0, 1, 2, 3, 4, 5, dan 6, (0 berartti tidak terdappat bulatan merah).
m Apabila angka
jumlah 0 s.d. 6 terssebut dipand dang sebagai 7 buah karakter beda, maka dalam setiap kartu u domino
terdapatt dua karakteer dengan kommbinasi terten ntu. Jadi dala
am satu set kaartu domino terdapat
t 28 kombinasi
k
pasanga an yang khas dari karakterr 0, 1, 2, 3, 4,
4 5, dan 6. Se etiap karakter dalam komb binasi itu akan muncul
sebanya ak 8 kali. Denngan mengga anti karakter ini dengan in nformasi peng getahuan dan n atau teknologi yang
sepadan n maka kartu u ini menjadi alat media berbasis perrmainan kartu u yang menyyenangkan da an dapat
dimainka an seperti permainan kartuu domino.
Permainan Edukatif Ular Tang gga
Permainnan ini menga acu pada perm mainan ular tangga
t yang sudah popule er di anak-annak. Desain pe ermainan
ini untukk pembelajaraan, terutama dengan cara menambahka an permainan n ini dengan kartu,
k yang teerdiri dari
dua pakket. Paket pertama terdiri atas kartu-ka artu pertanyaaan dan yang g kedua terdiri dari kartu jawaban.
Pada ba agian muka kartu pertanyyaan diberi indeks atau kode khas dan d indeks atau
a kode yang sama
dicantummkan pula pa ada bagan be elakang kartu jawabannya,, yaitu indekss atau kode pada p pasanga an karatu
pertanya aan dan kartuu jawaban harus sama.
Permain
nan Edukatif Monopoli
M
Permainnan monopoli adalah sejenis permainan strategi berb bisnis. Desain
n alat permainnan ini terdiri atas dua
bagian pokok,
p pertam
ma bagian alaas dapat dari papan atau karton. Sedang bagian ke edua adalah tiga paket
kartu, yaitu paket kaartu kesempattan, paket ka
artu dana ummum, serta pa aket kartu keppemilikan. Paket kartu
ketiga ini terdiri attas beberapa a kelompok, sesuai den ngan jumlah kelompok fasilitas umu um yang
dicantummkan pada bagian
b alas alat
a an ini. Pada alas, bagian pinggir diba
permaina agi kedalam beberapa
kotak, misalnya
m 28 kotak, kemu udian kotak--kotak ini dibbagi atas beeberapa kelom mpok fasilitass umum,
misalnyaa setiap keloompok terdiri atas 3 kottak, dan kelo ompok ini da apat berupa fasilitas tran nsportasi,
penginapan atau perrhotelan, hibu uran, dan pendidikan. Kem mudian terdaapat kotak-kotak tunggal yangy diisi
dengan kesempatan,, dana umum m, dan kartu hukuman te ertentu, seperrti penjara se
elama jumlah h putaran
tertentu atau harus mundur
m sejum
mlah langkah tertentu. Ada
apun kotak keesempatan da an dana umum adalah
terkait dengan
d pake
et kartu keseempatan dan n dana umum m, artinya di pemain ha arus mengam mbil kartu
tersebutt ketika masuk pada kotakk di atas.

77
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar
S on Sciencce Education ISBN: 978-979-985466-4-2
Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation

Pemu uatan keilmua an dalam permainan ini antara


a lain deengan mengiisi setiap karttu dengan su uatu
pertanyaan kemudian
k pe
emain yang mendapatan kartu terseb but berkewajjiban membe eri jawaban dari
pertanyaan tersebut
t seba agai syarat untuk mempe eroleh suatu keuntungan dalam perma ainan itu, sep perti
s
syarat untuk mendapatkan bantuan da ana umum attau untuk me emiliki paket-p paket fasiltas di atas. Den ngan
d
demikian, pe
ermainan mo onopoli ini menjadi
m salah satu media pembelajara an berbasis permainan yang y
menyenangka an.
Permainan Edukatif Komik Lipat Se ederhana
S
Sesuai denga an namanya, komik ini da apat dilipat, bentuknya
b ederhana, dan ukurannya kecil. Pemua
se atan
materi keilm muan dalam komik ini adalah denga an cara meb buat cerita yangy dikaitkaan dengan ilmu
pengetahuan dan atau teknologi. Dengan D demikian, perma ainan ini me enjadi bersifa at edukatif dan
menyenangka an.
Permainan Edukatif Scr crabble
Permainan sccrabble sudah h populer sebbagai permainnan edukatif bahasa
b Inggrris. Pengemba angan permaiinan
ini untuk materi pembelajaran pada a dasarnya sama
s dengan n untuk bah hasa Inggris.. Intinya ada alah
permainan in ni harus dilen ngkapi denga an kamus isttilah untuk. Pemain bertu ugas menyussun kata den ngan
huruf-huruf yang
y dimilikinya, tetapi, se
etelah kata itu
u disusun ia harus
h menjela asan makna ataua arti dari ata
itu dan kemudian jawabannya dicocokkkan menggun naan kamus isstilah.
Strateegi implemen ntasi permain nan ini adalaah pemberian n sistem bon nus. Bonus diberikan
d apa
abila
pemain dapatt menjelasan makna atau arti dari kata yang disusun n sesuai deng gan yang terte era dalam kamus
istilah. Apabilla penjelasannya benar, maka m pemain akan mendap pat point bon nus dari fasilittas double let
etter,
t
tripple letter,
r, double worrd, atau tripp ple word seccara penuh sebaliknya
s jikka salah makka pemain ha anya
mendapat po oint itu sesuai dengan jumlah angka yan ng tercantum pada huruf penyusunnya.
p
A
Audio lagu
A
Audio lagu untuk pembela ajaran sudah banyak dike embangan, te etapi pada um mumnya massih terkonsenttrasi
pada pengeta ahuan popule er. Desain auddio lagu untukk pembelajara an dapat dilakkukan dengan n cara mengg ganti
lirik suatu la agu, usahaka an yang populer untuk siswa,
s dengan materi sua atu mata pe elajaran. Den ngan
d
demikian, lag
gu ini menjadii bersifat edukatif dan tenttu akan sanga at digemari olleh siswa.
S
SIMPULAN

Desain perma ainan edukatif sebagai pendukung pen ngembangan Taman edukkatif dapat dilakukan
d denngan
memuati perm mainan itu deengan materi pembelajaran n. Pada dasarrnya konstrukksinya tidak teerlalu sulit, te
etapi
perlu tetap diperhatikan
d bahwa alat media
m edukattif ini harus berbasis men nyenangkan, baik secara fisik
maupun mua atan materi yang
y dimasukkkan. Impelem mentasi alat permainan
p ini harus bermmotokan Berm main
S
Sambil Belaja ar bukan sebaliknya, seh hingga pemakkai, terutama a anak-anak, tidak akan merasa
m terbebani
o
oleh suatu kegiatan
k baliknya, merreka merasa sedang berm
belajjar tetapi seb main. Permainan edukatiff ini,
d
dalam prosess pebelajaran,, cocok untukk penguatan, media, dan ju uga sumber yang
y berbasis menyenangkkan.
Pengembangn Ta aman Edukattif secara utu uh tidak cuku up hanya didukung oleh aneka
a permaiinan
e
edukatif ini, tetapi
t harus dilengkapi
d ngan unsur-unsur lainnya, seperti anekka alat peraga
den a mata pelajaran,
a
alat teknolog gi dasar, alatt teknologi praktis,
p labora
atorium, labo oratorium virrtual, serta dilengkapi
d sarrana
t
teknologi infoormasi dan koomunikasi.
DAFTAR
R PUSTAKA
A
Anonim 999, Teori Ko
1, 19 onstruktivismee. Tersedia paada http://ww
ww.teachersro
ock.net, Diaksses pada tang
ggal
28 Ju
uli 2007.
A
Anonim 999. Construct
2, 19 ctivism. Tersed
dia pada stein
n@installdude
e.com, Diakse
es pada tangg
gal 28 Juli 200
07

78
PR
ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon ISBN: 978-9799-98546-4-2
C
Current Issues on Research
R and Teaaching in Science Education

Anonim 3. tanpa tahun. Strategi dan


d Gaya Bellajar. Tersediaa pada http:///www.ut.ac.id./html. Diakkses pada
tanggal 12 April
A 2008.
ahun, Komput
Asra, D..M., tanpa ta uter dan Mediia Pembelajarran di SD. Teersedia pada pjjpgsd@unrram.com.
Diakses pada
a tanggal 28 Juli
J 2007.
Conway, J., 1997.. Eductionall Technologygys Effect on Models of Instructtion. Tersed
dia pada
http://coplan
nd.udel.edu/~
~jconway/EDS
ST666.htm. Diakses
D tanggal 3 Agustus 2007.
o, M, 2001. Pssikologi Pendiidikan. Rineka
Dalyono a Cipta. Jakartta.
Darmadjjo, Hendro, 1992.
1 Pendidikkan IPA 2. Deepdikbud. Jakkarta.
Elisabeth
h K. Wilson, 2006.
2 The Im
mpact of an Alternative
Al Mod
odel of Studen
nt Teacher Suupervision: Vie
iew of the
participants. Teachin
ng and Teacher Education 22: Tersedia pada
http://www.e elsevier.com//locate/tate. Diakses
D pada tanggal 12 Pe
ebruari 2006.
ahun, Constru
George, W. G, Jr, at. All., tanpa ta uctivist Learniing Design. Tersedia
T pada
a
http://www..prainbow.com
m/cld/cldp.htm
ml. Diakses pada
p tanggal 5 Agustus 200
07.
W., 2003. Cons
Huitt, W nstructivism. Tersedia
T pada http://chiron
n.valdosta.edu
u/whuitt/col/ccogsys/constrruct.html.
Diakses pada
a tanggal 3 Aggustus 2007.
n. Psikologi Pe
Hurlock,, Elizabeth B, Tanpa tahun erkembangan
n. Erlangga. Jaakarta.
Husain, A. R., 1995. Penyelenggarraan Sistem Pendidikan
P Naasional. C.V. Aneka.
A Solo.
Jaworskki, B, 1996.. Constructiv
ivist and Teaching
Te The Sosio-ccultural Contntext. Terseddia pada
http://www.g
grout.demon..co.uk/Barbarra/chreods.htm
m. Diakses pa
ada tanggal 6 Agustus 200
07.
Marie-Ch
hristine Opde enakker, Jan
n Van Damm me; 2006. Te Teacher Chara racteristics an
nd Teaching Style of
Effectivenesss Enhancing factors of Classroom
C Pr
Practice , Teacching and Te eacher Educa ation 22:
Tersedia pdaa http://www..elsevier.com//locate/tate . Diakses pada a tanggal 12 Pebruari 2006
6
a, 2005. Menja
Mulyasa jadi Guru Proffesional, Band
dung: PT Rem
maja Rosdakarrya.
Pakasi, S, 1981. Pela
lajaran Sain di
d Taman Kan
nak-Kanak daan kelas I, II,
II III SD. Bhaaratara Karyaa Aksara.
Jakarta.
at, J., 2001, Kartu
Rokhma K Fisika sebagai
s bagiaan dari Kartu Sain merupak
akan Model Peembelajaran suplemen
s
di Tingkat SD
D dan SMP, Ju urnal Ilmu Peendidikan, Tah
hun XIV Mare
et.
at, J., 2006, Pengembanga
Rokhma P an Taman Edukatif
E Berb
basis Permain
nan untuk Peembelajaran di
d TK dan
SD, Jurnal Dinamika Pend
didikan, Volum
me 2 No. 1, Mei.
M
Rokhma
at, dkk, 200 06, Pengemb mbangan Prottotype Perm mainan Eduka katif Model Kartu
K Kuarte
tet untuk
Pembelajaran
an Sains Fisikaa di SD, Unram
m: Laporan penelitian.
Rokhma
at, dkk, 20066, Pengenalann Penggunaan
an Alat Mediaa Puzzle untu
uk Pembelajaaran Sains Fissika Pada
Siswa Kelas 3 SD Negeri 27
2 Ampenan, Unram: Lapo oran pengabddian pada massyarakat.
at, J., 2007, Pengembanga
Rokhma P an Permainann Puzzle untu uk Media Pemmbelajaran IPA
PA Fisika di SD
D sebagai
Pendukung Program
P Tam
man Edukatif, Jurnal Pijar MIPA, Volum
me II No. 1, Maret.
Setiawan, D. dkk., 2005. Komp
puter dan Meedia Pembelaajaran. Pusatt Penerbitan Universitas Terbuka.
Jakarta.
at, dkk, 2008, Pengemban
Rokhma ngan Permain
nan Puzzle Untuk
Un Media Pembelajaran
P Aktif, Kreatif
if, Efektif,
Dan Menyennangkan (Pake
kem) Dalam Peelajaran IPA Fisika
F SD, Unrram: Laporan penelitian.
Skinner,, B.F. tanpa tahun. Blockh
head Behaviorrism: B. F. Skkinner and the
he Perversion of
o a Science. Tersedia
pada http:///www.homesttead.com./floowstead/file/ppavlov/jpg.htmm. Diakses pada
p tanggal 28 Juli
2007.
Trilling, B & P. Hood. 1999. Learniing Tchnologyy and Education Reform in
n the Nowledg
geAge or Were Wired,
Webbed, andd Windowed, Now What? Journal of Ed ducation Tech
hnology. Mayy June, 199
99, p: 5
18.
Uno, B. 2006. Orienta
tasi Baru dalam
m Psikologi Pembelajaran.
Pe Jakarta: Bum
mi Aksara.

79
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar
S on Sciencce Education ISBN: 978-979-985466-4-2
Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation

S
SCI-07
CORE BUSI
SINESS PEMBELAJARAN
N IPA: MENIINGKATKAN KREATIVIT
TAS GURU MENGAJAR
M IPA
DENGAN INKU
UIRI DI SD DALAM
D KON
NTEKS PENDIDIKAN TIN
NGGI JARAK
K JAUH
A.A. Ketut Budiastra
(kbudias
stra@yahoo..com Universsitas Terbuka))

ABS
STRACT
This studyy aimed to describe
d thee effectivenesss of the str trategy TDPSP SPM on tutorrial started by b
observing video recorde ded modeling,, discussion, creating lesso son plan, simu ulation in thee form of peeer
teaching, enrichment, and teaching g in real situ
tuation in eleementary sch hool setting. The model of o
instruction
n on this stud dy was emph hasized on immproving the ability of teaachers to teaach science by b
ypes of inquirry approach such as scieence process skills, sciencce technologyy and society
various typ ty,
learning cyycles, and inttegrated apprroach in the contexts of distance
d educcation mode. Modules werre
used as main
m learning sources
s and video
v recordeed modeling as a an educati tional media with
w the use of o
research and
a developm ment (R & D) cycles. This study
s involveed 63 element ntary school teachers
te in onne
of regional
al office of Un
niversitas Terbbuka with thee use of one group
g pretestt posttest dessign during th he
year of 20006 until 20077. The result of the study showed thatt the use of modules
m and video
v recordeed
modeling with
w this strat ategy improveed teachers creativities
c annd their abilitiies in preparin
ing lesson plaan
as well ass in impleme enting sciencee instruction by inquiry in i elementaryy school. The he problems in i
implementting the mode el of instructio
on in elementatary school weere also discuussed.
Keywords
s: TDPSPM sttrategy, inquirry, distance education,
e R & D and creattivities

PENDAHULU
UAN

Secara nasio
S onal hasil belajar IPA belu um menunjukkan hasil ya ang menggembirakan. Pe endapat ini le ebih
d
didasarkan peencapaian haasil belajar me enurut standa ar kelulusan UAN
U maupunn NEM yang diterapkan
d seccara
nasional pada a tahun-tahun n belakangan n ini. Jalil (20003) mengatakkan bahwa mutu
m pendidikaan kita tidak saja
rendah, tetap pi juga mena ampakkan ge ejala menukikk dari tahun ke tahun. Beberapa
B hal yang selama a ini
d
dianggap sangat mempe engaruhi ren ndahnya dayya serap sisw wa terhadap p mata pela ajaran, terma asuk
d
didalamnya y
yang mempen ngaruhi rendahnya daya serap s mata pelajaran
p IPA
A antara lain materi pelaja aran
t
terlalu padat dan dikemas kurang me enarik, kemam mpuan penga ajar dalam menguasai
m dann menyampaikan
materi, serta sarana dan prasarana pendukung
p prroses pembellajaran. Pang gkal penyebab b dari semua a ini
t
tentu sangatt banyak, te etapi tudinga an utama ba anyak ditujukkan kepada guru, karen na gurulah yang
y
merupakan ujung tombak di lapangan yang y bertem mu dengan sisw wa secara terrprogram (Wa ardani, 1999).
Hinduuan, dkk. (20003), menyeb butkan bahwa a banyak perrmasalahan yang
y dihadapi guru SD da alam
mengajarkan IPA, meliputti: 1) jumlah siswa SD dalam satu kela as cenderung besar terutam ma di kota be esar
s
seperti Bandu ung, bahkan ada yang mencapai
m 70 siswa
s dalam satu kelas; 2)2 isi kurikulu
um terlalu pa adat,
berorientasi pada
p tuntutan
n disiplin ilmuu dan hanya cocok
c untuk siswa
s dengan kemampuan di atas rata--rata
d
dan superior,, guru terpakksa mengejarr target kurikkulum dan melupakan
m kettuntasan belaajar siswa da alam
s
satu ungkapa an luas 1 kmm persegi den ngan kedalam man satu senttimeter, peru ubahan kuriku ulum nampakknya
belum berhassil melangsin ngkan kurikulum secara berarti;
b 3) pe
engaruh oran ng tua murid yang berlebiihan
s
sehingga dappat menimbulkan pengaruh negatif; dan 4) perlengkkapan dan alo okasi dana masih
m perlu diitata
kembali.
Dari studi penda ahuluan yang g dilakukan Hinduan, et. et al. (2001) mengidenttifikasi beberrapa
kelemahan pe elaksanaan perkuliahan
p bidang studi IP PA di pendidikkan Prajabata
an guru SD dengan
d kuriku
ulum
t
tersebut, yaiitu: 1) para mahasiswa calon guru seringkali tiidak diberi peluang p yangg optimal un ntuk
berpartisifasi memadukan konsep IPA dan cara me engajarkannyya di SD kare ena bekal untuk itu diajarrkan

80
PR
ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon ISBN: 978-9799-98546-4-2
C
Current Issues on Research
R and Teaaching in Science Education

dalam dua
d matakulia ah terpisah; 2) kuliah bid dang studi IP PA hampir sem mua diajarkann melalui cera amah; 3)
kuliah bidang
b studi IPA sebagian besar diampu u oleh dosen yang tidak memiliki
m peng
galaman meng gajar IPA
di SD, sehingga
s tidak dapat mem mberikan conttoh; 4) penga ayaan materii dinilai terlalu akademis, sehingga
sulit dip
pahami maha asiswa dan tid dak relevan bagi peserta didik, dan 5) waktu pendidikan dirasakan
d
sangat pendek,
p yaitu dua tahun.
Programm S1 PGSD merupakan
m elanjutan darri program D-II PGSD yan
ke ng dimaksudkan untuk membantu
m
para guru lulusan D--II PGSD (Guru Kelas) gun na mengemba angkan dan meningkatkan
m n kualitas dirii menjadi
guru SDD yang professional (Pedom man Pengelola aan PGSD UT T, 2005: 1). Dalam
D UU Noo. 20 Tahun 2003,
2 PP
No. 19 Tahun 2005, Permen No.. 16 Tahun 2007, 2 dan Pe ermen No. 18 8 Tahun 2007 7, disebutka an bahwa
pendidikk pada SD/M MI, atau benttuk lain yang g sederajat harus
h memilikki kualifikasi akademik pe endidikan
minimum m diploma em mpat (D-IV) atau sarjana a (S1). Hal in ni berarti bah hwa pada sa aat yang akan datang
lulusan D-II PGSD su udah tidak me emadai lagi untuk
u mengajjar di SD, walaupun dalam m kenyataann nya masih
ada guru u-guru SD yang berijasah D I, DII, dan bahkan ada yang masih ta amatan SLTA A (Kuswaya, 1997).
1
Interaksi anttara dosen/tuttor pada prog gram PGSD UT U tidak seinttensif interakssi yang dilaku ukan oleh
dosen pada
p programm PGSD prajabatan. Untukk mengantisifa asi keterbatassan waktu interaksi terseb but maka
dalam penelitian
p ini demonstrasi
d tentang cara memadukan
m m
materi dengan cara menga ajarkannya di SD yang
di dalamm program PG GSD prajabattan dilaksanakan langsung g oleh dosen,, digantikan dengan
d mengggunakan
tayangan program video v Buku Materi
M Pokokk (BMP) yang g dirancang khusus untuk itu. Adapu un model
pembela ajaran dalam penelitian in ni menggunakan strategi tayangan pro ogram video,, diskusi, pen nyusunan
renpel, simulasi
s meng gajar teman sejawat,
s peng
gayaan, dan mengajar
m riil di
d SD (TDPSP PM).
Istilah pende ekatan inkuirri yang digu unakan dalam m proses pem mbelajaran IPA
I dalam tu ulisan ini
dimaksu udkan sebaga ai strategi yanng diterapkann oleh guru yang
y menghe endaki pesertta didik untuk terlibat
aktif unntuk mengekssplorasi fenom mena yang adaa di lingku
ungan/alam sekitar
s merekka. Kegiatan ini akan
mengara ahkan merek ka untuk men ngajukan perttanyaan, melakukan penyyelidikan, men narik kesimpu ulan, dan
mengkomunikasikan hasilnya kep pada orang lain (Harlen, et al, 2005)). Selanjutnya a, dalam ma akalah ini
dibahas antara lain efektifitas model pemb belajaran den ngan menera apkan strateggi TDPSPM terhadap
kemamp puan guru me erencanakan pembelajaran n dan melaksanakan pemb belajaran untu
uk bidang stuudi IPA di
SD; hall-hal yang perlu p diperhatikan dalam penyiapan guru IPA SD D; dan penttingnya inquiiri dalam
pembela ajaran IPA di SD.

HASIL DAN PEMBA


AHASAN
Peningkatan kemampuan mahasiswa m d
dalam memmbuat renc cana pembe elajaran (R RP) dan
melaks sanakan pem mbelajaran di d SD
Dalam Tabel 1 disa ajikan skor dan hasil analisis kema ampuan mahasiswa dalam m membuat rencana
pembela ajaran (Renpeel) dan kema ampuan maha asiswa untuk melaksanakan pembelajarran di SD sebe elum dan
setelah diberikan perrlakuan dalamm tutorial. Dissajikan juga dalam
d tabel te
ersebut hasil uji statistik pe
erbedaan
rerata antara skor preetest dan sko
or posttest (ujji Mann-Whitnney), dan signnifikansi per kelompok
k yan
ng diuji.
Ada tujuh komponen yang g dinilai dalamm perencanaa an pembelajarran atau APKG G I, yaitu: 1) Sasaran,
mencanttumkan stand dar kompetensi, kompete ensi dasar, daan indikator, serta menca antumkan efe ek iringan
dan sikkap ilmiah; 2)2 Bahan ajar, kesesuaiannya denga an silabus, standar kom mpetensi, dan n tingkat
perkemb bangan siswa a; 3) Strateggi pembelajarran, sesuai dengan
d kondiisi, urutan & prasyarat, isu-isu
i di
lingkung
gan, alokasi waktu,
w dan daapat mengakttifkan siswa; 4) Merancan ng kegiatan la aboratorium/hands-on,
h
menentu ukan masalah/gejala, me emilih alat/ba ahan, menenttukan langka ah kegiatan, membimbing g sampai
kesimpuulan, dan mengkomunik
m kasikan hasill; 5) Media a, sesuai de engan mate eri pelajaran, tujuan

81
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar
S on Sciencce Education ISBN: 978-979-985466-4-2
Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation

pembelajaran n, dan prinsipp pembuatan media; 6) Evvaluasi, sesua ai dengan tujjuan/indikator, merencana akan
e
evaluasi erja, menyiapkan kunci jaw
kine waban; dan 7) 7 Tampilan fisik dokumen, kebersihan n dan kerapih han,
s
serta penggunaan bahasa tulis.
Sedangkan kemam mpuan yang dinilai dalam m melaksanaka an pembelaja aran (APKG II)
I meliputi tu ujuh
komponen, yaitu:
y 1) Ape ersepsi yang dilakukan guru untuk mengawali
m pe
embelajaran; 2) Arahan guru g
kepada siswa a untuk melakukan kegia orium (handss-on activities
atan laborato es); 3) Aktivittas siswa daalam
pembelajaran n di kelas; 4)) Pendekatan n yang digunakan guru da alam pembelajaran sains;; 5) Kemamp puan
g
guru dalam pembelajaran
p ; 6) Penilaian
n yang dilakuukan guru terrhadap capaiaan siswa seca ara individu atau
a
kelas; dan 7)) Kegiatan guru dalam menutup
m pelajjaran. Adapun ringkasan skor mahasisswa dan hasil uji
beda rataan kelompok
k ujiccoba adalah sebagai
s beriku
ut.
Tabel 1: Riingkasan Skor Mahasiswa dan Uji Beda Rataan Prete est dan Postte
est
Kompone en-komponen n APKG I dan APKG II Kelo ompok Uji Validasi (n=24)

Pretest
P Posttes
st N
N_Gain Uji
Komponen
n beda Keputusa
an
Mean
M SD Mean SD M
Mean SD
rataan
n
APKG I
A - Sasaran 4,63
4 0,88
8 5,17 0,64 0
0,13 0,20
0 185,50 Signifikan
B - Bahan Ajar
A 9,21
9 2,08
8 11,29 0,81 0
0,56 0,49
9 109,00 Signifikan
C - Strategi Signifikan
15,96
1 2,03
3 19,00 0,98 0
0,72 0,27
7 34,00
Pembela ajaran
D - Kegiatan n Lab 12,25
1 2,52
2 16,08 2,50 0
0,45 0,38
8 81,00 Signifikan
E - Media 9,17
9 1,97
7 10,21 0,66 0
0,21 0,42
2 167,50 Signifikan
E - Evaluasi 6,88
6 2,09
9 9,13 2,07 0
0,40 0,36
6 125,50 Signifikan
F - Tampilan n Fisik Tidak
6,88
6 0,45
5 7,08 0,28 0
0,13 0,27
7 232,00
dokume en Signifikan
APKG II
A - Apersepssi 16,17
1 1,31
1 17,75 0,85 0
0,36 0,27
7 86,00 Signifikan
B - Arahan guru
g 13,33
1 2,65
5 18,29 1,99 0
0,70 0,35
5 38,00 Signifikan
C - Aktifitas siswa 7,96
7 1,12
2 10,63 0,71 0
0,63 0,24
4 20,50 Signifikan
D - Pendeka atan Signifikan
guru 11,08
1 1,25
5 14,25 1,36 0
0,64 0,27
7 29,50
E - Proses Signifikan
pembela ajaran 13,00
1 1,59
9 15,13 1,03 0
0,62 0,41
1 68,50
F - Penilaian
n siswa 7,46
7 1,56
6 9,04 1,55 0
0,34 0,28
8 138,50 Signifikan
G - Menutup p Signifikan
pelajara
an 6,63
6 1,01
1 7,54 0,59 0
0,55 0,49
9 127,50
* Berdasarka an tabel nilai uji Mann Whitney
W (U) yang
y disajikan
n pada Lamp piran 16, Sprrent (1991: 283)
2
d
dengan = 0,05 didapatt U = 195. Keputusan
K peningkatan ke emampuan mengajar dinya atakan signiffikan
j
jika U-hitung < 195 atau U-hitung < U-tabel
U atau U-kritis
U (Ruse
effendi, 1998: 398-401)

Dari Tabel 1, dap pat dilihat ba


ahwa berdasa ang dihitung dalam uji be
arkan nilai ya eda rataan unntuk
komponen-ko omponen kem mampuan merencanakan
m n pembelajarran (APKG I) I dan komp ponen-kompo onen
kemampuan melaksanakan pembelajarran (APKG II)) untuk kelom mpok uji valida
asi, dari bebe erapa aspek yang
y
d
diamati mahhasiswa yang g diberikan perlakuan berupa
b peneerapan strate egi TDPSPM dalam tuto orial
memperlihatkkan skor postttest kemamp puan mengaja
ar secara signifikan ( = 0,,05) lebih ting
ggi daripada skor
s
pretest. Hal ini berarti ba
ahwa model tutorial
t dengan menerapkkan strategi TDPSPM
T dalaam pembelaja aran
d
dapat meninngkatkan prrestasi maha asiswa untukk komponen n-komponen kemampuan n merencana akan
pembelajarann dan kompon nen-kompone en kemampuaan melaksanakan pembelajjaran IPA di SD. S

82
PR
ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon ISBN: 978-9799-98546-4-2
C
Current Issues on Research
R and Teaaching in Science Education

Mengajar dengan inkuiri seperti


s yang dilaksanakan
d dalam penelitian ini, tidakk saja membu uat siswa
lebih terrmotivasi untuk belajar IPAA, akan tetappi juga memb buat para gurru lebih sema angat untuk mengajar.
m
Hal ini terungkap
t da
ari hasil waw wancara yang dilakukan de engan bebera apa orang gu uru yang mengatakan
bahwa bila
anak-anaak terlihat se
enang dan semangat untuk belajar IPA A maka guru pun akan iku ut merasa
senang untuk meng gajar IPA. Hanya
H saja mengajar
m denngan inkuiri memerlukan
m persiapan yaang lebih
banyak dari guru, menuntut
m kre
eativitas guru
u, dan adan nya dukungan n alat perag ga atau kit IPAI yang
memada ai. Disampingg itu, dengan mengajar IPA A dengan inku uiri memerlukkan waktu yan ng lebih banyyak untuk
mengaja arkan topik yaang sama bila a dibandingka
an bila topik te
ersebut diajarkan dengan metode ceram mah atau
demonsttrasi saja.
Berdasarkan nilai korelassi untuk me erencanakan dan melaksa anakan pemb belajaran anttara skor
pretest dan skor po osttest kelommpok uji valiidasi diperoleeh angka 0,0 01. Hal ini berarti bahw wa model
pembela ajaran denga an menerapkkan strategi TDPSPM dalam tutorial dapat menin ngkatkan kem mampuan
mahasisswa tidak sa aja mahasisw wa yang memiliki
m kemaampuan awal tinggi, aka an tetapi jug ga dapat
meningkkatkan kemampuan maha asiswa yang memiliki kem mampuan aw wal kurang maupun
m sedanng untuk
merenca anakan dan melaksanakan
m pembelajara
an IPA di SD.

Penyiap pan Guru IP PA SD


Menurutt American Association
A off Physics Tea acher (1988),, Pemegang peran paling g penting pa ada mutu
pendidikkan adalah gu uru. Guru ad dalah kunci dalam
d usaha untuk menin ngkatkan muttu pendidikan n. Senada
dengan pendapat tersebut, Mund dilarto (2001)) dalam hasil penelitiannya a diketahui bahwa
b kecend derungan
rendahn nya mutu pen ndidikan teruutama pada matam pelajaraan IPA semakin jelas pad da jenjang pe endidikan
yang lebbih tinggi. Mu utu pendidikan n di suatu tingkat ditentukkan oleh mutu u pendidikan di tingkat seb belumnya
dan yan ng menjadi pe enentu mutu pendidikan adalah mutu guru. g Oleh ka
arena itu, lang gkah strategiss ke arah
peningkkatan mutu pe endidikan harus ditujukan pada upaya untuk u meningkatkan mutu guru SD.
Dari studi pendahuluan
p yang dilaku ukan Hindua an, et al. (2001)
( meng gidentifikasi beberapa
kelemah han pelaksana aan perkuliahhan bidang studi IPA di pe endidikan Prajjabatan guru SD dengan kurikulum
k
tersebutt, yaitu: 1) para mahassiswa calon guru g seringkkali tidak dib
beri peluang yang optim mal untuk
berpartissifasi memad dukan konsep p IPA dan cara mengajarkkannya di SD D karena beka al untuk itu diajarkan
dalam dua
d matakuliaah terpisah; 2)2 kuliah bida ang studi IPA A hampir sem mua diajarkan n melalui cera amah; 3)
kuliah bidang
b studi IPA sebagian besar diampu u oleh dosen yang tidak memiliki
m peng galaman meng gajar IPA
di SD, sehingga
s tidak dapat mem mberikan conttoh; 4) penga ayaan materii dinilai terlalu akademis, sehingga
sulit dipahami mahassiswa dan tida ak relevan ba agi peserta didik, dan 5) waktu
w pendidikan dirasaka an sangat
pendek, yaitu dua tah hun.
Tytler (1996) menya atakan bahwa a pemisahan antara Konssep-konsep Dasar D IPA da an Pendidikan n IPA SD
memilikii beberapa ke elemahan, ya aitu: 1) materi yang diberrikan pada ko onsep-konsep p Dasar IPA terbingkai
t
murni pada
p disiplin keilmuan, be eberapa topikk tidak releva an dengan pe engajaran IPA A di SD, matteri yang
diberikan diposisikan n ke dalam disiplin yang g terpisah; 2) cara penyu usunan mata akuliah yang pertama
menghe endaki pendek katan mengajjar yang form mal; 3) mataku uliah tersebutt menawarkan n model meng gajar IPA
yang kurang tepat un ntuk diberikan
n di SD.
Dalam NSES (NRC, 1996)) disebutkan guru yang professional se eharusnya da apat menginte egrasikan
antara pengetahuan n tentang IP PA, belajar, pedagogi, siswa,s dan aplikasi
a dari pengetahua an dalam
mengaja arkan IPA. Be eberapa hal yang
y perlu dip
perhatikan anntara lain: 1) belajar IPA melalui
m investtigasi dan
inquiri; 2)
2 menginteg grasikan antarra IPA dan pe engetahuan mengajar;
m 3) mengintegrassikan teori da an praktik
di kelas;; 4) pengemb bangan aktivittas profession nal yang bervvariasi; dan 5)
5 guru sebag gai anggota komunitas
k
yang pro ofesional.

83
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar
S on Sciencce Education ISBN: 978-979-985466-4-2
Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation

Tabel 2:
2 Perubahan Penekanan dalam
d Konten dan Pembela
ajaran Sains

No. Kurang Menekankan Pada P Lebih Mene


ekankan Pad
da
Perubahan Pe
enekanan dalam Konten Sa ains
1. Mengeetahui fakta dan informasi ilmiah Memahami konsep ilm miah dan mengembangk
m kan
kemampuan untuk melakkukan inkuiri
2. Mempe elajari disiplin materi sub
bjek (Fisik, Mempelajari disiplin ma ateri subjek dalam konttek
ilmu haayat, ilmu bumi) hanya un ntuk bidang inkuiri, tekn
nologi, sains dalam perspektif person nal
ilmu itu
u sendiri dan social, sejarah
s dan ha
akikat sains
3. Memisahkan penge etahuan tentang sains Mengintegra asikan semua aspek dari koonten sains
dan prroses sains
4
4. Memua at banyak top pic sains Mempelajari hanya se edikit konsepp sains yang
mendasar
5. Menerttapkan inkuiri sebagai sebuah
s set Menerapkan inkuiri seb
bagai strategi instruksionnal,
dari prroses kemampuan, dan ide-ide yang akan diipelajarai.

Perubahan Peenekanan dalam Pembelajaran Sains


No. Kurang g Menekankan n Pada Lebih Menekkankan Pada
1. Kegiataan untuk mendemonstr
m rasian dan Kegiatan untuk
u menyyelidiki dan menganalisis
memve erifikasi konte
en sains pertanyaan sains
s
2. Penyellidikan hanya meyakinkan dalan satu Penyelidikan
n dilaksanakann dalam perioode waktu yang
periodee klas lama
3. Keterampilan proses diluar konte en sains Keterampilann proses dalam kontek sainns
4
4. Menekkankan pada a keterampilan proses Menggunaka an beragam keterampilan
k proses sainss
secara individu seperti
s observasi atau manipulasi, kognbitif,
k dan
n sesuai prose
edur
nsi
inferen
5. Menda apatkan jawab ban Menggunaka an bukti dan strrategi unttuk
mengemban ngkan atau me erevisi penjelasan
6.
6 Sains sebagai
s eksplorasi dan ekssperimen Sains sebaga
ai argument dan
d penjelasa an
7. Menyeediakan jaw waban untukk tentang Mengkomunikasikan penjelasan dari sa ains
konten
n sains
8
8. Siswa secara ind dividu atau kelompok Kelompok siswa biassanya menganalisis dan d
menga analisis dan mensintesis datad tanpa mensintesis data sesudah
h ada dukungan kesimpula
an
ada du
ukungan kesim mpulan
9
9. Melakuukan penyellidikan yang g terbatas Melakukan lebih
l banyakk penyelidikan
n dalam usaaha
dalam usaha untuk mengkover sejumlah untuk meng gembangkan pemahaman n, kemampua an,
besar konten
k sains nilai dari in
nkuiri dan peengetahuan tentang
t kontten
sains
10. Menyimmpulkan inku uiri dengan hasil dari Mengaplikassikan hasil dari eksperimen unttuk
eksperrimen argumentasii dan penjelassan ilmiah
11. Mengeelola material dan peralatan Mengelola idde-ide dan penjelasan
12. Komunnikasi secara privat tenta ang ide-ide Ide-ide siswa dikomunika asi kepada seemua siswa dan
d
siswa dan
d kesimpulan kepada gu uru bekerja deng gan teman seekelas.

McDeermot (2000)), menyebutkkan bahwa gu uru yang pro ofesional seha


arusnya mem miliki pemaham man
yyang mendalam terhadap p bidang stu udi Fisika, daan kesadaran n tentang su ulitnya materi tersebut un ntuk
d
diajarkan pad
da siswa. Apa
abila para gurru tidak diperrsiapkan untu
uk mengajarkkan bidang stu udi tersebut, ada
kecenderunga an guru akan
n mengajar seperti
s yang diajarkan kepada mereka a. Bila merekka diajari den
ngan
c
ceramah makka mereka akan mengaja ar dengan metode ceramah, meskipun n cara tersebbut kurang te epat
((Teachers ten
end to teach asa they were taught. If the hey were ttaug
ght through lecture
l , theyy likely to lectture,
e
even if such instruction
i is inappropriatee for their stud
udents).

84
PR
ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon ISBN: 978-9799-98546-4-2
C
Current Issues on Research
R and Teaaching in Science Education

Pembelajaran n IPA untu uk anak-anakk telah dikketahui lebih h efektif bila dibangun dengan
menggu unakan benda a-benda kong gkrit sebagai dasar untuk membangun n konsep-konssep ilmiah. Para
P guru
hendakn nya memiliki pemahaman yang sangat mendalam te erhadap mate eri yang dipelajari bila dib
badingkan
dengan apa yang ak kan dikuasai oleh
o siswa. Apakah sebaga ai sesuatu yaang diharapka an atau tidakk, metode
mengaja ar dipelajari melalui conttoh yang dib berikan. Bila kemampuan n untuk men ngajar denga an inkuiri
menjadi suatu tujuan, maka guru harus merefleksikan se emangat terse ebut melalui serangkaian kegiatan
yang diperlukan. Sebagai
S contooh, untuk menyiapkan
m guru menga ajarkan rang gkaian listrik dengan
menggu unakan inquiri, kita harus melibatkan mereka
m pada serangkaian kegiatan tah hap demi tahap untuk
memban ngun model kualitatif ya ang antara lain dapat mereka m gunaakan untuk memprediksiikan dan
menjelaskan rangkaia an sederhana ampu, dan kabel (McDermo
a yang terdiri dari bateri, la ott, 2000).
Hinduan, dkk k. (2003), me enyebutkan bahwa
b model pengajaran yang diberika an kepada ca alon guru
SD seba aiknya meme enuhi karakteeristik berikut: 1) memadu ukan pengeta ahuan tentan ng konsep-konsep IPA
dan penngetahuan ten ntang cara me engajarkannyya; 2) membe erikan contohh konkrit tentaang cara men ngajarkan
suatu to
opik dengan menerapkan
m t
teori pengajaran yang aka an dibahas pa ada waktu ituu. Contoh itu diberikan
dalam bentuk
b demon nstrasi oleh dosen;
d 3) pe
embahasan se ecara rinci te
eori yang pen nerapannya baru
b saja
didemon nstrasikan; 4)
4 memberi kesempatan
k pada calon guru untuk berlatih me emperaktekkannya; 5)
memberrikan pengaya aan dalam pe engetahuan IPA yang dipe erlukan guru untuk dapat mengajar IPA A dengan
baik.
Sejalan denggan penelitiann Hinduan, dkkk. (2003) un ntuk calon guru SD di Prog gram D-II Pra ajabatan,
berdasarkan penelitiaan ini secara umum dapat disimpulkan bahwa prinsiip-prinsip pem mbekalan bida ang studi
IPA padda mahasiswa a program S1 1 PGSD melalui PTJJ agar dalam pelakksanaannya berlangsung
b e
efektif: 1)
nakan secara terintegrasi antara konse
dilaksan ep-konsep da asar IPA dan n metodologi pembelajara annya; 2)
diberikan contoh lanngsung tentan ng pembelaja aran IPA untu uk SD yang dikemas
d dala
am bentuk modul
m dan
programm Video BMP;; 3) iberikan peluang seb banyak mungkkin kepada mahasiswa
m un
ntuk mengem mbangkan
keterammpilan-keterammpilan mengajarnya mela alui peningka atan jumlah dan kualitass pelaksanaa an peer
teachingg; dan 4) diberikan
d kessempatan se ebanyak mun ngkin kepada a mahasiswa a untuk menerapkan
keterammpilan-keterammpilan meng gajar yang diperoleh
d paada saat pe eer teaching dalam situaasi yang
sebenarrnya di SD yan ng juga berfu
ungsi sebagai laboratorium pendidikan.

Penting gnya Inkuirii dalam Pem mbelajaran IPA I


Berdasarkan kecende erungan yang g ditemukan McDermot (1 1990) pada para
p guru, baahwa Apabila a mereka
belajar melalui kuliah didominasii ceramah, walaupun
w ben
ntuk perkuliahan ini tidakk tepat, mere eka akan
ceramah h pula kepadaa siswa merekka, maka mo odel mengajar dalam perku uliahan haruss diberikan yang paling
tepat da an bervariasii. Sesungguhhnya ada dua kutub bela ajar dalam pendidikan,
p y
yaitu tabula rasa dan
konstrukktivisme. Mennurut rujukann tabula rasa, siswa diibaratkan sebag gai kertas puttih yang dapa at ditulisi
apa saja a atau ibaratt wadah koso ong yang da apat diisi apa a saja oleh gurunya.
g Denngan kata lain, dalam
rujukan tabula rasa siswa
s seakan--akan pasif daan memiliki keterbatasan
k d
dalam belajarr. Sedangkan menurut
rujukan konstruktivissme, setiap orang
o yang belajar
b sesunggguhnya mem mbangun pen ngetahuannya a sendiri.
Jadi sisw
wanya aktif dan
d dapat me eningkatkan diri
d dalam kon ndisi tertentu (Rustaman, 2003, dalam Sutarno,
dkk, 20003; Lie, 2004)).
Menurut Nattional Sciencee Education Standard
S (NR
RC, 1996) pen ngembangan profesional bagi b guru
sains peerlu memaduk kan pengetah huan sains, pe embelajaran, pedagogi, da an siswa. Selaain itu pengembangan
profesional guru sains juga perrlu mengaplikkasikan peng getahuan ke dalam peng gajaran sainss melalui
penyeliddikan dan inkkuiri (The Naational Reseaarch Council, NRC, 1996). Selanjutnyaa ditinjau darri tingkat
komplekksitasnya, pembelajaran dengan
d inkuirri dibedakan menjadi tiga a tingkatan (Trowbridge
( & Bybee,

85
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar
S on Sciencce Education ISBN: 978-979-985466-4-2
Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation

1990, dalam Rustaman, 2003).2 Tingkattan pertama adalah pemb belajaran pene emuan (disco overy). Tingkaatan
kedua adalah h pembelajara an inkuiri terrbimbing (guiided inquiry).. Tingkatan paling
p komple
eks adalah in nkuri
t
terbuka atau bebas (open n inquiry). Oleeh karena itu u, perkuliahan n bidang stud di IPA pada pendidikan
p da
alam
j
jabatan guruu SD sewajarnya menghindari dom minasi cerama ah dan men nggunakan variasi
v cara-ccara
mengajarkan IPA yang tep pat lainnya.
Pada dasarnya ilm mu pengetah huan alam (IPA) atau saiins dapat dip pandang seba agai produk dan
proses. Sebag gai produk saains merupaka an ilmu pengetahuan yang g terstruktur yang diperole eh melalui pro oses
a
aktif, dinamiis dan eksploratif dari kegiatan
k induktif (Carin, 1997). Sela anjutnya pem mbelajaran sainss
d
didasarkan p
pada teori belajar
b konstrruktivis yangg berpandang gan bahwa belajar meru upakan kegia atan
membangun pengetahuan yang dilakkukan sendirri oleh siswa a berdasarkan pengalama an yang dim miliki
s
sebelumnya (Ramsey, 19 993). Melakkukan kegiattan sains de engan kemam mpuan dasarr bekerja ilm miah
memberikan pemahaman terhadap pengetahuan, berpikirr dasar da an berpikir tingkat tin nggi,
mengembang gkan sikap krritis, logis, sisstematis, disiplin, objektif,, terbuka dann jujur, koopperatif, rasa in ngin
t
tahu, dan se enang belajar sains. Kem mampuan, sikkap, dan ketterampilan te ersebut dapat menumbuh hkan
`science disp position`, yaittu keinginan, kesadaran daan dedikasi teerhadap sainss yang diperlu ukan dalam abad a
t
teknologi ini (Rustaman,
( 2005).
2
Keterrampilan prosses sains tida ak dapat dipissahkan dari pembelajaran
p IPA berbasiss inkuiri. Menurut
Beyer (1971 1) melalui inkuiri, dimungkinkan pe embelajaran yang melibatkan proses, produk atau a
pengetahuan (content orr knowledge) dengan kontteks dan nilai (context, va alues, and afffective). Den ngan
kata lain, belajar konsep IPA I saja atauu belajar keterampilan saja a (proses sainns, berpikir krritis), tidak daapat
memecahkan n persoalan. Mengalami pembelajarran IPA yang memung gkinkan sisw wa belajar aktif a
membangun konsep dan keterampilan n sedemikian n rupa terinte ernalisasi sehhingga menja adi miliknya dan
menjadi kebiiasaannya, merupakan
m ta
arget yang pe erlu dituju dan
d dicapai oleh
o para pendidik, terma asuk
pendidik di LP PTK yang menyiapkan calo on gurunya (R Rustaman, 20 005).
Siswa a SD memp punyai usia antara
a 7 - 11 tahun ya ang pada umumnya berrada pada taraf t
perkembanga an intelektual operasional kongkrit. Pad da fase ini anaak mampu me elakukan opeerasi atau berpikir
logis tetapi hanya denga an kehadiran benda-bend da kongkrit. Menurut Gag ge & Berline er (1978), da alam
mempelajari IPA sebaikn nya kepada siswa SD dihadirkan be enda nyata atau a benda tiruannya un ntuk
memberikan kesempatan kepada siswa a menyentuh h, melakukan tindakan, melihat dan merasakan ben nda-
benda yang dihadapinya
d sehingga membantu siswa a memperole eh dan mema ahami konsep p yang dipela ajari.
Disamping itu, mengingat usia anak SD berada pada p taraf peerkembangan n operasionall kongkrit, maka m
s
sebaiknya pembelajaranny yapun tidak te erlalu akademmis dan verbalistik tetapi de engan benda kongkrit.
Dalam m kenyataann nya setiap ind dividu siswa memiliki
m varia
asi dalam asp pek fisik maup pun dalam asspek
psikologis. Ad danya variasi dalam aspe ek fisik sanga at mudah dikkenali misalnyya dari ukura an tinggi bad dan,
bentuk badan n, warna kulitt, bentuk muka, warna rambut, dan se ebagainya. Da ari sisi aspek psikologis, siiswa
S dapat dikkenali dari sisii tingkah laku
SD u yang merekka tampilkan seperti kecerriannya, lincah, banyak ge erak,
pendiam, dan n sebagainya.. Untuk melih hat perbedaan n aspek individual dari sisw wa SD menurrut Bloom (19 976)
d
dapat dilihat dari aspek atau fenomena yang dapatt diukur, dap pat diprediksi,, dapat diuba ah dan dijelasskan
d
dengan berba agai cara.
Yager (1996), me enyarankan agar pembelajjaran IPA di SD dapat be erlangsung de engan baik maka m
s
sebaiknya: 1) guru mene erima dan mendorong
m in
nisiatif dan gagasan dari siswa; 2) da alam meranccang
kegiatan pem mbelajaran, guru mengidentifikasi sekaligus mempe ertimbangkan respon siswa a; 3) mendorrong
s
siswa untuk berinteraksi
b baik
b dengan te emannya mau upun dengan guru; 4) perttanyaan yang g dilontarkan oleh o
g
guru mendorong siswa un ntuk berpikir; dan 5) melib batkan siswa dalam
d melaku
ukan suatu akktivitas kemud dian
mendorong siswas mereflekksikan kegiata an yang telahh dilakukan da alam kehidupannya sehari--hari.

86
PR
ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon ISBN: 978-9799-98546-4-2
C
Current Issues on Research
R and Teaaching in Science Education

Namun dem mikian pendid dikan IPA dii sekolah da asar juga ha arus konsiste
en berorienta asi pada
pengemmbangan kete erampilan pro oses, pengem mbangan kon nsep, aplikasii konsep, da
an isu-isu sossial yang
berdasarkan pada sains. Selan njutnya untu uk mencapai tujuan pe embelajaran IPA, Yager (1996),
menyaraankan bagaim mana sebaikn nya pembelajjaran IPA di sekolah dasa ar berlangsunng, yang me eliputi: 1)
guru menerima
m dann mendorong g inisiatif dan gagasan dari siswa;; 2) dalam merancang kegiatan
pembelaajaran, guru mengidentifik
m kasi sekaliguss memperttimbangkan respon
r siswa;; 3) mendoroong siswa
untuk berinteraksi
b baik
b dengan temannya
t ma aupun denga
an guru; 4) pertanyaan
p y
yang dilontarkan guru
mendoro ong siswa un ntuk berpikir;; dan 5) mellibatkan sisw
wa dalam keggiatan kemudian mendoro ong siswa
mereflekksikan kegiata
an dalam kehhidupan seharri-hari.

PENUTU
UP
Model pembelajaran
p dalam pene elitian dengan n menggunakkan strategi tayangan pro ogram video,, diskusi,
penyusuunan renpel, simulasi
s mengajar teman sejawat, pen ngayaan, dan mengajar riil di SD (TDPS SPM) ada
indikasi dapat meninggkatkan kema ampuan guru u untuk meren ncanakan pem mbelajaran daan untuk menngajarkan
IPA denngan inkuiri di
d SD. Inkuirii bagi guru IPA I difokuska
an pada prosses belajar mengajar
m dengan cara
memban ntu siswa un ntuk mempe eroleh penge ertian tentang g alam sekitar mereka. Adapun tujuan dari
mengaja arkan IPA deengan inkuiri adalah: 1) untuk memelihara rasa ing gin tahu dari siswa; 2) melibatkan
m
siswa daalam pembela ajaran yang melibatkan
m ke
egiatan labora atorium secarra sederhana (hands-on activities
a );
3) meng gembangkan sikap positiff siswa terhadap IPA; dan n 4) menyed diakan pengallaman konkrit kepada
siswa.
Pada dasarnyya profesi gurru bisa dikata
akan profesi yang
y sangat berat
b karena mendapat
m sorrotan dan
perhatia
an yang luar biasa dari banyak
b pihakk. Tetapi disaamping itu, profesi
p guru juga dapat dikatakan
d
sebagai profesi yan ng cukup dimanja kare ena selalu diperhatikan.
d Besarnya soorotan guru tersebut
hendakn nya menjadik kan seorang guru memiliki komitmen yang tinggi untuk selalu mengem mbangkan
wawasan dan pengettahuan agar dapat
d memen nuhi tuntutan dari pihak-pihak yang berrkepentingan terhadap
kemajua an pendidikan
n. Bahkan Paul Sartre dala am Sobari (19 994), mengattakan bahwa neraka adalah orang
lain me
erupakan ung gkapan yang tepat bagi guru.g Guru seering menderita batin karrena orang laain. Satu
langkah guru melan nggar norma masyarakat yang dianutt, seribu mulut mencerca anya. Lain seekali jika
langkah itu dilakukan
n oleh orang lain yang buka an berprofesi sebagai guruu.

DA
AFTAR PUSTA
AKA
B. K., (1971). Inquiry in the
Beyer, B t Social Stu
tudies Classro
oom: A Strateegy for Teach
hing. Ohio: Charles
C E.
Merril Publish
hing Companyy.
A. A. (1993). Teaching
Carin, A T Scieence Through
h Discovery. Seventh
S Editio
on. New York: Macmillan Publishing
P
Company.
W. K., Esler, M.K. (1993). Teaching Elementary Science. Sixtth Edition. California:
Esler, W C Wadsworth
Publishing Co
ompany.
Harlen, W. (1985). Teaching
Te and Learning
L Prim
mary Science. London: Harper & Row Lttd.
n, A.A. dan Se
Hinduan etia Adi, D. (1997).
( Prima on PPS IKIP Bandung. Asssignment
ary school science educatio
Report. Depaartemen Pend didikan dan Kejuruan,
K Pro
ogram Pascassarjana Institu
ut Keguruan dan Ilmu
Pendidikan. Unpublished.
U
Hinduan
n, A. A., Liliiasari., Rusta
aman, N., Hidayat,
H E. M.,
M Setia Ad di, D., Rasyid
din, W. (200
01). The
developmentt of teachingg and learning
g science at primary sch
hool and prrimary schoo ol teacher

87
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar
S on Sciencce Education ISBN: 978-979-985466-4-2
Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation

educcation. Final Report URGE E Project. Lo


oan IBRD No
o. 3754-IND Graduate Pro
ogram Indon
nesia
Univeersity of Educcation: Unpub
blished.
J
Jalil, 3). Meningkattkan Prestasi Akademik Sisswa: Sebagaii Salah Satu Tugas
A. (2003 T Mendes
esak dan Realilistis.
Papeer. (Staf Akade
emik Senior FKIP-UT).
F
McDermott, Lilian
L C., Shafffer, Peter S., Constantinou
u, CP. (2000)). Preparing Teachers
T to Te
each Physics and
Physical Science byb Inquiry. Ph hysics Education Journal, 35
3 (6), 411-4116.
Meltzer, D. E.
E (2002). The e relationship
p between ma athematics prreparation annd conceptuall learning gain in
physics: a possib
ble hidden va agnostic prettest scores. American
ariable in dia A Jou
urnal Physics,
s, 70
(12),, 1259-1267.
Mendiknas. (2007a).
( Peraaturan Menteeri Pendidikan
n Nasional Re
Republik Indon
onesia Nomorr 16 Tahun 2007
2
Tenta
tang Standar Kualifikasi
K Aka
kademik dan Kompetensi
K G . Jakarta: Mendiknas.
Guru
Mendiknas. (2007b).
( Pera aturan Menteeri Pendidikan
n Nasional Republik
Re Indon
onesia Nomorr 18 Tahun 2007
2
Tenta
tang Sertifikassi Bagi Guru dalam
d Jabatan
n. Jakarta: Meendiknas.
NSTA (1998)). Standardss for Science e Teacher P Preparation. National
N Scie
ence Teacher Association
n in
Collaboration with
h the Associattion for the Ed
ducation of Te
eachers in Sccience.
National Ressearch Counccil, (1996). National
N Scieence Educatio
on Standardss. Washingto
on, DC: Natio
onal
Acad
demy Press.
Rustaman, N. Y. (2005). Perkembangaan Penelitian Pembelajaran
n Berbasis In
nkuiri dalam Pendidikan
P Saains.
Makaalah dipresen
ntasikan dalam Seminar Nasional
N II Himpunan
H Ikkatan Sarjana
a dan Pemerrhati
Pend
didikan IPA In
ndonesia Bekeerjasama denngan FMIPA Universitas
U Peendidikan Ind
donesia Bandu ung,
22-23
3 Juli 2005.. Fakultas Pendidikan
P M
Matematika d
dan Ilmu Pe engetahuan Alam
A Universsitas
Pend
didikan Indoneesia.
Rustaman, N. Y. (1995). Peranan
P Prakt
ktikum dalam Pembelajaran
n Biologi. Bah
han Pelatihan bagi Teknisi dan
oran Perguru
Labo uan Tinggi. Kerjasama FPMIPA
F IKIP
P Bandung dengan Dire ektorat Jendderal
didikan Tinggi. Bandung: FPMIPA IKIP.
Pend
99). Pening
Wardhani, I G.A.K., (199
W gkatan Kualifi
fikasi Guru dan
da Program Penyetaraan n. (Diambil dari
Kump pulan Makalah Dalam Pend
didikan Terbu
uka dan Jarakk jauh). Unive
ersitas Terbukka.
Wihardit, K. (1997). Kem
W mampuan kog gnitif awal gu uru SD sebellum mengikuti program penyetaraan
p D-II
PGSDD. Laporan Pe
enelitian. Jakaarta: Fakultass Keguruan daan Ilmu Pendiidikan, Univerrsitas Terbukaa.
T
Trowbridge, Leslie W., da
an Bybee, Ro odger W. (19990). Becomiing A Second
dary School Science
S Teaccher.
(Fifth
h Ed.). Columbus: MacmillaanPublishing Company.
C

88
PR
ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon ISBN: 978-9799-98546-4-2
C
Current Issues on Research
R and Teaaching in Science Education

SCI-08
D
DEVELOPIN
NG INQUIRY
Y MODEL LESSON
L WIITH CONTE
EXTUAL TEA
ACHING AN
ND
LEA
ARNING AP
PPROACH TO
T INCREASE UNDERS STANDINGG SCIENCE CONCEPTS
S OF
S
STUDENT RY SCHOOL
IN PRIMAR

Kurnia Ningsih & Ekka Ariyati


(Stafff Pengajar Pe
endidikan Biolo
ogi FKIP Univversitas Tanju
ungpura, Ponttianak)
ABSTRACT
T
The aim
a of the re esearch is kn nown effectivivity of inquiryy model lesso on with conteextual teachinng and
learniing approach
h to increase understandin ng science co oncepts of stu
tudent in prim
mary school. Cause,
C
increaasing understtanding scien nce concepts of primary school
sc studentt must be maastered by sttudent.
This research use ed quasy exp periment desig ign with prete test posttesst nonequivallent control design.
d
Data analyzed byy uji-t statisttic to see differences
di off two group. The
T result of this researcch was
showwn significantly
ly different on n understandiding science concepts
co prim
mary school sttudent. The student
s
teach
hed with inquiry
in modeel lesson wit ith contextuaal teaching and learning g approach than
conveentional. Stattistically requi
uired thitung > ttabel (2,53 > 1,67).
Key words
w : Inqu
uiry model lessson, understa
anding sciencce concepts.

PENDAHULUAN

Peningkkatan mutu pembelajaran


p Ilmu Pengettahuan Alam (IPA) atau Sains S di Sekoolah Dasar (SSD) telah
banyak diupayakan oleh
o pemerinttah, antara la
ain melalui peenataran guru u, pelatihan guru,
g pengadaaan buku
paket, alat
a peraga, dan lain sebag gainya. Tetapi upaya tersebut masih be elum terjangka au untuk semmua SD di
seluruh pelosok (dae erah), khususnya di Kalim mantan Barat. Sebagai con ntoh alat peraaga IPA (Sainns) ada di
sekolah,, tetapi guru tidak menggunakannya karena belum m pernah me engikuti pela
atihan atau penataran
p
tentang alat peraga.
Sesungguhny ya dalam men ngajarkan IPAA (Sains) di SD
S banyak hal yang menja adi kendala. Dalam
D hal
ini diad
dakan Analisis masalah dalam
d menga ajarkan IPA (dengan me enggunakan kartu masallah yang
dibagika
an kepada se etiap guru, daan setiap gurru menuliskan permasalah hannya dalam m mengajar IPAI pada
kartu te
ersebut). Hal ini dilakukan terhadap 50 orang guru SD S Kabupaten Sanggau Kalimantan
K Baarat (hasil
survei 23
2 Januari 20 004) diperolehh sebagai be ma masalah hasil survei, ada 3 (tiga) masalah
erikut: dari lim
penting yang mend desak untuk segera dipe ecahkan yaittu metode/p pendekatan/sttrategi pemb belajaran,
peralata
an dan antisipasi, pengua asaan materi.. Hal ini san ngat berhubu ungan dengan n hasil belaja
ar siswa,
sekarangg NEM siswa dituntut untu uk 4,26 battas lulus pada a setiap bidang studi. Unttuk itu kami menjajaki
m
pada gu uru SD yang ada di Kota a Pontianak (salah
( satu guru
g SDN 17 Pontianak) untuk menya ampaikan
masalahh-masalah yang diperoleh dari teman--teman guru di daerah, apakah juga terjadi di Pontianak.
Ternyataa hasilnya juga seperti ya ang telah dikkemukakan tidak hanya di daerah, di SDN 17 massih belum
mengen nal model-mo odel pembelajjaran, alat peraga
p terbattas dan belum m memanfaa atkan fenome ena alam
menjadi bahan pemb belajaran.
Kalau alat peeraga atau alat
a praktek tidak
t ada, da apat diupayakkan dengan menggunakan bahan-
bahan yang
y ada ling
gkungan anak untuk men ngajarkan ma ateri tertentu... Tetapi guru harus kreaatif untuk
membua at/merancang g dan meman nfaatkan bah han-bahan yang ada di lin ngkungan ana ak dan meng ggunakan
model yang
y tepat unttuk mengajarrkan topik-toppik tersebut.
Pada um mumnya guru u telah meng getahui banyyak faktor yang mempeng garuhi keberh hasilan pembbelajaran,
seperti penguasaan konsep, pem milihan media,, pengemban ngan dan pelaksanaan pendekatan pem mgajaran

89
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar
S on Sciencce Education ISBN: 978-979-985466-4-2
Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation

(Kardi, 1996 6). Untuk me eningkatan keterampilan


k guru SD da alam meranccang pembelajaran IPA dan
meningkatkan n pemahama an siswa da alam mengu uasai konsep p-konsep IPA A (Sains) maka
m diupayaakan
pengembangan model pem mbelajaran inquiry melalui pendekatan kontekstual.
Mode el pembelajarran inquiry be ertolak dari an nak selalu meemiliki rasa inngin tahu (Winataputra, 19 994)
karena itu dikembangkan n melalui pen ndekatan kon ntekstual. Pen ndekatan ini telah diterap pkan di Ame erika
S
Serikat dan hasilnya cuk kup menggem mbirakan (Maisuri, 2002)). Model inquiry memilikki lima fase: (1)
menghadapka an masalah, (2) mencari dan meng gkaji data, (3) mencari data dan eksperimen, (4)
mengorganisa asikan, meru umuskan dan n menjelaskan n, (5) menganalisis prose es penelitian
n (Joyce & Weil,
W
1986). Dari hasil diskusi dengan gurru SD 34 Po ontianak kammi tertarik un ntuk mengem mbangkan mo odel
pembelajaran n tersebut, karena
k ditinja
au dari lingku ungan di sekkolah sangat mendukung dilaksanakan nnya
pembelajaran n kontekstual. Pembelajara an kontekstual menempattkan siswa da alam kontekss bermakna yangy
menghubungkan pengeta ahuan awal siswa deng gan materi yang sedan ng dipelajarii dan sekaligus
memperhatikkan faktor keb butuhan siswaa dan peran guru g (Nurhadii, 2003).
Hasil belajar optimmal yang dima aksudkan dala am penelitiann ini, apabila 85%
8 dari peseerta tes (sam
mpel)
penelitian telaah memperolleh nilai 7 (standar
( penilaian Diknas setempat).
s M
Model Inqury didefinisikan
d o
oleh
Piaget (Sund & Trowbridg ge, 1990) sebagai Pembelajaran yang g mempersiapkan situasi bagi anak un ntuk
melakukan ekksperimen se endiri. Dalam arti luaus ing gin melihat apa yang terja adi, ingin meelakukan sesu uatu,
ingin mengg gunakan simbol-simbol dan d mencari jawaban attas pertanyaan sendiri, menghubung gkan
penemuan ya ang satu den ngan penemu uan yang lain n, membandingkan apa yang y ditemukkan dengan yang
y
d
ditemukan orrang lain.
Kuslaan Stone (Da ahar, 1993) mendefinisikan
m n model inqu uiry sebagai pengajaran dimana
d guru dan
a
anak mempe elajari peristiw
wa-peristiwa dand gejala-geejala ilmiah dengan
d pendeekatan dan jiiwa para ilmu uan.
Model ini diraancang untuk k melibatkan para pelajar dalam prosess penalaran sebab s akibat, dan menjadikan
mereka lebih fasih dan cermat dalam mengajukan
m p
pertanyaan, m
membangun k
konsep, dan merumuskan
m dan
mengetes hip potesis. Penge embang mode el ini adalah Richard
R Suchmman (Winatap putra, 1995).
Pemb belajaran kon ntekstual (Contextual
Co Teeaching and Learning)ataau CTL adalaah suatu sisstem
pengajaran yang
y di dasarrkan pada ala asan bahwa pengertian atau a makna muncul
m dari hubungan
h antara
konten dan konteks,
k kontteks memberri makna terh hadap konten n. Pemahama an yang baikk terhadap su uatu
konten dapatt dicapai sisw wa jika diberiikan konteks yang luas, dimanad didala
amnya siswa dapat memb buat
hubungan-hu ubungan. Me enemukan maknam atau pengertian dalam peng getahuan da an keteramp pilan
mengarahkan n pada pengu uasaan pengettahuan dan keterampilan-k
k keterampilan (Johnson, 20 002).
Pendekatan peng gajaran konttekstual men nekankan pada problem--based learn ning yaitu su uatu
pendekatan yangy menggunakan masa alah dunia nyata sebagaii suatu konte eks bagi sisw wa untuk bellajar
t
tentang berppikir kritis daan keterampilan pemecah han masalah h, serta untu uk memperoleh pengetah huan
konsep yang esensi dari materi
m pelajarran. Pendekattan kontekstu ual mencakup pengumpula an informasi yang
y
berkaitan de engan pertan nyaan, mensiintesa, dan mempresenta asikan penem muannya kep pada orang lain
(Moffitt, 20011).
Pendekatan atau pembelajarran konteksttual (CTL) adalah a konseep belajar yang
y memba antu
g
guru/dosen u
untuk mengaitkan materi//konsep yang diajarkan de engan situasii dunia nyata a mahasiswa dan
mendorong mahasiswa
m un
ntuk membuat hubungan antara a pengettahuan yang dimiliki denga an penerapan nnya
d
dalam kehiduupan sehari-h hari. Pendekattan CTL melib batkan tujuh komponen utamau pembelajaran, yaitu u (1)
konstruktivismme (Construcctivism), (2) menemukan
m (Inquiry), (3)) bertanya (Q Questioning), (4) masyaraakat-
belajar (Learrning Commu unity), (5) pemodelan (M Modeling), (6 6) refleksi (RReflection), daan (8) penilaaian
a
autentik (Autthentic Assesssment) (Umaeedi, 2002).

90
PR
ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon ISBN: 978-9799-98546-4-2
C
Current Issues on Research
R and Teaaching in Science Education

Model Pembelajaran inqu uiry melalui CTL


C yang dimmaksud dalam m penelitian ini meliputi lima
l fase
ase pertama,, menghadap
yaitu: fa pkan masalah h diawali den ngan suatu fe enomena , menggali
m penggetahuan
awal sisswa untuk me emunculkan suatu permasalahan (bisa a dari siswa/guru) yang berhubungan n dengan
topik/ma kan diajarkan,, fase kedua, merumuskan
ateri yang ak n hipotesis (jaawaban semeentara siswa) sebelum
melakukkan eksperime en, fase ketigga melakukan n eksperimen n untuk memb buktikan jawaaban sementa ara siswa
(hipotessis) apakah suudah tepat maka
m dilaksanaakan kegiatan n dengan me elakukan eksp perimen atau simulasi,
fase kee empat merum muskan kesim mpulan yaitu menarik kessimpulan untu uk menjawab b masalah/pe ertanyaan
(pembukktian fase du ua), fase kelima mengana alisis yaitu menganalisis kegiatan
k yangg telah dilakuukan baik
prosedur maupun hasil, dan pemb berian pemantapan (dapat berupa pene erapan materii IPA dalam kehidupan
k
sehari-h
hari, memberikan tugas/PR R, dan evaluassi).
TIM peneliti menggunakan Buku Perco obaan IPA yan ng telah diujiccobakan oleh Direktorat Pe endidikan
Taman Kanak-kanak dan Sekolah h Dasar Ditjen n Dikdasmen Depdiknas melalui
m Bagian Proyek Pen ningkatan
Mutu Peelajaran IPA (SSEQIP) yang hasilnya cuku up menggemb birakan (Suprrapto, 2002).
Materi pembelajaran
p dipilih berda
asarkan kese epakatan anta ara guru dan peneliti, yaitu Perkemba angbiakan
Pada Tu umbuhan. Ma ateri ini diajarrkan di Kelass VI sesuai de engan kurikuulum yang be erlaku/yang digunakan
d
disekolah tersebut (KKurikulum 200 04).
Adapun matteri Perkemba angbiakan pa ada Tumbuhan mempunyyai dua cara a yaitu cara vegetatif
(aseksua al) dan cara generatif
g (sekksual). Perkemmbangbiakan n secara vege etatif adalah bila
b terjadinya a individu
baru tannpa didahului peleburan dua d sel yang sesuai. Dala am perkemba angbiakan veg getatif dibedaakan dua
macam yaitu: (a) Pe erkembangbia akan vegetattif alami: pem mbelahan dirri misalnya pada bakteri, euglena,
ganggan ng bersel tunggal; pemben ntukan spora pada tumbu uhan paku; rh hizoma atau akar
a tinggal (rimpang)
(
pada len ngkuas, bungga tasbih, kunyit, dan lain n-lain; stolon atau geragih h pada pegag gan (tapak kuda) dan
abei; um
mbi batang pa ada kentang; umbi lapis pa ada bawang merah,
m bawan ng putih, dan bunga bakun ng; tunas
pada ba ambu dan pissang. (b) Perrkembangbiakkan secara ve egetatif buata an: misalnya cangkok pad da pohon
mangga a, jeruk, dan jambu; stek batang pada a singkong (u ubi kayu); ste ek daun pada begonia; merunduk
m
pada buunga melati, alamanda,
a maawar, dan lainn-lain.
Perkembangb biakan tumbu uhan secara vegetatif
v buattan terjadi apaabila cara perrbanyakannya a sengaja
dilakuka
an oleh ma anusia. Seda ang untuk perkembangb
p biakan vegettatif alami terjadi apab bila cara
perbanyyakannya terjadi dengan sendirinya,
s de
engan kata la ain tidak dibaantu oleh ma anusia. Menem mpel dan
menyam mbung tidak dikategorikan
d sebagai perkeembangbiaka an, tetapi ditu
ujukan untuk memperbaiki
m sifat.

METOD
DE PENELITIIAN
Sesuai dengan massalah penelitian yang dikemukan, maka m dalam penelitian in ni digunakan metode
eksperimmen dengan bentuk pene elitian semu (Quasy Eksp periment Desisign). Bentuk eksperimen semu ini
dipilih karena
k an mengajar di kelas cen
kegiata nderung meru upakan kegia atan yang bersifat sosial, sehingga
disarankkan untuk melakuukan
m k
kontrol secara
a ketat variaable-variabel yang berpen ngaruh pada variable
terikat. Model rancan ngan eksperim men yang aka an digunakann adalah Prettest-Posttest Nonequivalen
N nt Control
Group Design
D (Sutrisno, 1992)
Populasi dala
am penelitian ini adalah siiswa kelas VII SDN 17 di Pontianak
P yanng terdiri dari 4 kelas.
Pengam mbilan sampell dilakukan dengan
d cara diundi. Kelass yang terpilih adalah ke elas pemband ding VI-A
(kelomp pok pembanding), dan VI-B B sebagai kela
as eksperimen n (kelompok eksperimen).
Variabel bebas pada a penelitian ini adalah model
m pembe elajaran inquiry melalui pendekatan
p C
CTL, dan
pembela ajaran konven ada penelitian ini adalah ha
nsional. Variabel terikat pa asil belajar sisswa dalam memahami
konsep-konsep IPA (Sains) di SD. Variabel kontrol yang perlu dikendalika an secara ketat dalam pen nelitian ini

91
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar
S on Sciencce Education ISBN: 978-979-985466-4-2
Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation

meliputi: materi pelajaran n yang diberikan pada keduak kelompok sama ya aitu perkemb bangbiakan padap
t
tumbuhan, k
kemampuan awal
a siswa pada
p kedua kelompok da apat dikatakaan sama kare ena setelah diujid
s
secara statisstik sama-sam ma berdistrib busi normal dan dari ke edua kelas tersebut tida ak menunjukkkan
perbedaan ya ang signifikan
n
Instru umen yang digunakan
d da
alam penelitiaan ini berupa a tes hasil belajar
b IPA (SSains). Tes hasil
h
belajar ini dikembangkan
d n untuk men ngukur efektifitas model pembelajara an inquiry melalui
m CTL pada
p
pemahaman konsep-konsep IPA (Sains), mengukur kemampuan siswa dalam memaham mi konsep-kon nsep
S
Sains yang diipelajari, dan untuk menge etahui kontrib
busi model pe embelajaran yang
y digunaka an terhadap hasil
h
belajar siswa. Tes akan diujikan
d kepadda siswa sebeelum dan sessudah perlaku uan. Pengembangan butirr tes
berpedoman pada kurikulu um SD yang berlaku.
b
Validitas instrume en ditentukann menurut validitas
v isi. Arikunto
A (19993) mengatakan, sebuah tes
memiliki valid ditas isi apabila mengukur tujuan khusu us tertentu yang sejajar de engan materi atau
a isi pelajaaran
y
yang diberika an Reliabilitas tes ditentuka
an dengan me engujicobakan tes tersebu ut. Suatu tes dikatakan
d reliaabel
j
jika tes terseb but dipakai be
erulang-ulangg akan memp peroleh hasil yang
y sama (SSutrisno, 19922). Reliabilitass tes
s
secara keseluuruhan dilakukan dengan menggunakan
m n rumus alphaha, karena rummus ini dapat digunakan un ntuk
menghitung koefisien reliiabilitas tes yang y penskorrannya lebih umum (tidak hanya 1 dan d 0) (Sutrissno,
1992). Dari hasil
h uji coba diperoleh
d perhitungan relia
abitasnya (r = 0,65) tergollong tinggi.
Untuk meliha at perbedaan n dari dua ke elompok digu unakan Analissis data statistic Uji-t. Un ntuk menentu ukan
e
efektifitas mo odel pembelajjaran inguiry berbasis konttekstual meng ggunakan rum mus effect sizze (ES).

HASIL DAN PEMBAHAS SAN


Data hasil penelitian
p ini berbentuk skor siswa yang diperolleh dari dua a kelompok, yaitu kelom mpok
e
eksperimen (
(siswa yang diajar dengan model pem mbelajaran inquiry) dan kelompok
k konntrol (siswa yang
y
d
diajar dengan n model konv vensional). Da
ata tersebut dapat
d dilihat pada tabel 1 berupa skor pre-tes
p dan post-
p
t
tes.
Pada tabel 1 terlih hat bahwa skkor rata-rata pre-tes pada a kelompok eksperimen 4,17, sedang rata- r
rata pada ke elompok kontrrol 5,07 . Staandar deviasi pada kelomp pok eksperim
men 2,02, dan n pada kelom mpok
kontrol 1,81. Dengan varriasi pada ke elompok eksp perrimen 4, 04,
0 sedang va ariasi pada kelompok
k konntrol
3,28.
Skor rata-rata pos-tes
p pada kelompok eksperime en 7,83 (setelah diajar dengan mo odel
pembelajaran n inquiry), paada kelompokk kontrol 6,877 (setelah diaajar dengan model
m konven nsional). Stanndar
d
deviasi pada kelompok ek ksperimen dipperoleh 1,61 dan pada kelompok kontrrol 1,31. Den ngan variasi pada
p
kelompok ekssperimen 2,5 59 sedang pa ada kelompokk kontrol variasinya sebesar 1,72. Untu uk lebih jelassnya
d
dapat dilihatt pada tabel 1. Dari tab bel 1 diperggunakan juga a untuk me enganalisis proses
p penguujian
normalitas, homogenitas, dan uji perbe edaan maupun n penentuan efektifitas seccara statistik
T
Tabel 1: Rangkuman Pero olehan Skor Kelompok
K Ekspperimen dan Kelompok Kontrol
Kelomp
pok Skorr Pre
etes Postes
Mean X1 4,,17 7,83
men
Eksperim SD1 2,,02 1,61
S1 2 4,,08 2,59
Mean X2 5,,07 6,87
Kontrol SD2 1,,81 1,31
S2 2 3,,28 1,72

92
PR
ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon ISBN: 978-9799-98546-4-2
C
Current Issues on Research
R and Teaaching in Science Education

Berdasarkan uji normalita as dan homo ogenitas, dua kelompok berdistribusi


b n
normal dan homogen.
h
selanjutnya untuk menentukan
m apakah kedu ua kelompokk tersebut te erdapat perbedaan secara berarti
dilakukaan pengujian dengan uji- t. Setelah dilakukan pengujian statisttik dengan ta araf signifikann 5 %
diperoleeh bahwa t hittung < t tabel (-1,81 < 1,,67) berarti tidak t terdapatt perbedaan yang
y signifika
an antara
kelompo ok eksperimen n dan kelomp pok kontrol paada kemampu uan awal sisw wa.
Berdasarkan tabel 1 dapa at dilihat bahhwa skor rata a-rata pada postes pada kelompok ekkspermen
7,83 dan n kelompok kontrol
k 6,87. Hal ini menun njukkan bahw wa hasil belaja ar siswa yangg diajar denga an model
pembela ajaran inquiry y pada materri perkemban ngbiakan pada tumbuhan lebih tinggi dibandingkan n dengan
hasil beelajar siswa yang
y diajar deengan modell konvensiona al. Selanjutnyya dilakukan mengetahui seberapa
besar tingkat
t keberhasilan mod del problem best instruction dalam pengajaran, yaitu pada a materi
Pencemaran Lingkungan. Dengan hasil Efek Size (ES = 0,65) termasuk kategori seda ang. Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa pembelajaran dengan model inqua ari melalui pe endekatan kontekstual pad da materi
perkemb bangbiakan tu umbuhan ada alah efektif, dan hasil belajjar optimal.
Padda pelaksanaan penelitian n berlangsung g ada bebera apa siswa pada p erpilih tidak dijadikan
kelas te
sampel penelitian, ka arena ada ya ang tidak had dir pada saat pelaksanaan n pembelajara an, pretes da an postes
(sakit, ijjin, alpa, tidak menuliskan n nama pada saat pertes maupun
m ersebut tidak dijadikan
posttes). Siswa te
sampel penelitian.
Dallam pelaksanaan pembela ajaran dengan n menggunakkan model in nquari, diperooleh gambara an bahwa
guru dalam mengaw wali pembelajaaran telah me emberikan mo otivasi denga an menanyaka an kepada sisswa jenis
tumbuha an yang dibaw wa oleh guru, kemudian dilanjutkan dengan mengga ali pengetahuuan siswa tenttang cara
perkemb bangbiakan setiap
s tumbuhan. Dengan n demikian guru
g dapat mengarahkan
m siswa pada masalah
pokok dalam pembela ajaran.
Sela anjutnya dilakukan kegiattan kelompokk siswa dalam m mengamatii setiap jenis tumbuhan dalam d hal
cara perrkembangbiak kannya, deng gan disedikan n lembar kerja a siswa untukk menuntun pengamatan sehingga
siswa memperoleh
m data
d untuk menyimpulkan
m n setiap jeniis tumbuhan dan cara perkembangbi
p iakannya.
Dengan mengetahui cara perkem mbangbiakan pada tumbuhan diharap pkan siswa dapat
d memperbanyak
sesuai dengan
d cara perkembangbi
p iakannya.

UP
PENUTU
Berdasarkan analisis data yang dip peroleh, dari hasil penelitia
an ini dapat ditarik
d kesimpulan sebagai berikut.
Untuk merancang
m pembelajaran
p Sains (IPA)) dengan model
m inquiry melalui pendekatan ko ontekstual
(contexttual teching and learning) melalui tahapan:
t (a)) menggali pengetahuan
p awal siswaa dengan
mengha adapkan masa alah, (b) Untu
uk memecahkkan masalah diperlukan pe engamatan, mencari
m dan mengkaji
data, (cc) selanjutnyaa melakukan eksperimen, (d) mengorg ganisasikan, merumuskan
m atau menyimpulkan,
dan men njelaskan, (e)) menerapkann pembelajara an dengan an nalisis.
Hasil belajar siswa setelah diajar deng gan model inq quiry melalui pendekatan kontekstual diperoleh
skor ratta-rata 7,83.. Hal ini men nunjukkan ba ahwa kemampuan siswa dalam d mempelajari konseep-konsep
pencemaran lingkung gan dikatakann baik. Dari skor
s yang dipperoleh tiap siswa
s yang memperoleh
m s
skor 6
sebanya ak 27 orang (9 90 %) menun njukkan bahw wa kemampua an belajar siswwa telah optim
mal.
Terdapat perbedaan yang g signifikan hasil
h belajar siswa pada konsep-konse ep perkemba angbiakan
pada tumbuhan yang g diajar deng
gan model inq quiry melalui pendekatan kontekstual dan d siswa ya ang diajar
dengan model konv vensional, seccara statistik dapat dinya atakan thitungg > t tabel (2,53 > 1,67).
Pembela ajaran dengan n model inquiry melalui pe endekatan ko ontekstual pad da materi perkembangbiakan pada
tumbuha an memiliki tingkat efekttivitas tergolo ong sedang dengan ES (Efek ( Size) sebesar
s 0,65.. Dengan

93
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar
S on Sciencce Education ISBN: 978-979-985466-4-2
Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation

ttingginya ekttifitas pembe


elajaran menu
unjukkan bahhwa semakin baik mode el inquiry me
elalui pendeka
atan
kontekstual dapat men asil belajar siswa pada konsep-konssep perkemb
ningkatkan ha bangbiakan pada
p
t
tumbuhan.

DAFTAR PUSTAKA

A
Ananda S., (2001). Autthentic Assess
ssment. A. Web-based
W Syystem for thee Profesionall Developmen
nt of
Teaccher in Contexxtual Teaching
ng and Learnin
ng Project. US
SA:Bowling Grreen State Un niversity.
A
Arikunto S., (1993).
( Dasarr-dasarEvaluaasi Pendidikan
n. Jakarta:Bum
mi Aksara.
2004). Kuriku
Depdiknas, (2 ulum 2004 Maata Pelajaran Sains
S Sekolah
h Dasar. Jakarta:Depdiknass.
Dahar RW., (1993). Teori--teori Belajar. Jakarta:Erlan
ngga
Frazee, B., (22001). Quest
stioning. . A.
A Web-based d System for the
t Profesionanal Developmeent of Teacheer in
Contetextual Teachi
hing and Learnning Project. USA:Bowling
U Green State University.
U
Hamalik O., (1991).
( Tekniik Pengukuran
n dan Evaluassi Pendidikan.. Bandung:Maandar Maju
J
Johnson E. B., (2002). Contextual Teaching
T and
nd Learning. What it is and why its
s here to Stay.
S
ornia:Corwin Press., Inc.
Califo
J
Joyce & Weil,, (1986). Mod
dels of Teachi
hing, New Yorkk:John Willey and Son
Kardi. S., (19
996). Upaya Peningkatan
P K
Kualitas d SD. Lapora
Pembelajaran IPA di an Penelitian. Surabaya:IKIIP
Maesuri P. S., (2002). Hands-on Activity
A dalam
m Contextua al Teaching and Learnin ng (CTL) da alam
Pemb belajaran Mattematika dan n IPA. Makala
ah disajikan pada
p pelatihaan TOT Pemb belajaran Kon
nteks
tual untuk
u instrukt
ktur guru dan dosen 24 Pro
opimsi. Jakartta:Dirjen Pend dasmen Dikna
as.
Mooffitt M., (2001).
( Probl
blem-based Leearning. . A. Web-based System for thhe Profesionaal Developmen
nt of
Teaccher in Contexxtual Teaching
ng and Learninng Project. US
SA:Bowling Grreen State Unniversity.
Nurhadi, dkkk, (2003). Pembelajara an Kontekstu tual (Contexttual Teachin
ng and Leaarning/CTL) dan
Peneerapannya dallam KBK. Malaang:Universittas Negeri Maalang
S
Siegel 990). Statistik
S., (19 k Non Paramet
etrik. Jakarta:G
Gramedia.
Suprapto, (2002). Buku Percobaan
S P IP
PA (Pedoman n untuk Guruu SD Kelas 4).
4 Jakarta:Diirjen Pendasm
men
Direkktorat Pendidikan Taman Kanak-kanakk dan Sekolah
h Dasar Bagiian Proyek Pe
eningkatan Mutu
M
Pelajaran IPA (SEQQIP).
S
Soedjana N., (1993). Meto
ode Statistika.
a. Bandung:Teersito.
S
Soetrisno n Rancangan Percobaan. Makalah
L., (1992). Validitas Penelitian M . Ponttianak:FKIP UNTAN.
U
Umaedi, (20002). Manajemmen Peningkaatan Mutu Beerbasis Sekolaah. Buku 5. Pembelajaran
P n dan Pengaja
jaran
Konte
tekstual. Jakar
arta: Dirjrn Pendasmen Diknas.
W
Winataputra 995). Strategii Belajar Meng
U.S., dkk, (19 ngajar IPA. Mo
odul 1 9. Jakarta:Universsitas Terbuka..

94
PR
ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon ISBN: 978-9799-98546-4-2
C
Current Issues on Research
R and Teaaching in Science Education

SCI-09
T
TEACHING SCIENCE
S TO DEVELOP SCIENTIFIC
S ABILITIES IN
I SCIENCE
E EDUCATIO
ON
Nurryani Y. Rusta
aman
(Faculty
y of Mathema
atics & Sciencce Education Indonesia
I University of Education)

ABSTRACT
T
A con ntinuous studdy on Biotech hnology conccerning scienttific abilities has been caarried out bassed on
prelim
minary study about
a difficult
lty and importtance of Bioteech at varietyy level (second dary and terti tiary) of
educaation. Traditio
onal Biotech which
w has beeen introduced d to students since
s lower secondary,
se ext
xtended
in uppper seconda ary and applie ied in Applicaation of Biolo ogy is potenttial to develo op scientific abilites
a
amon ng students and
a prospectiv ive teachers, as well as am mong sciencee teachers thr hrough lesson study.
Experrimen in pro oducing donu ut among sttudents had challenged science s teach
chers at kabu bupaten
Sumeedang to do preparation
p (o
outsourcing donut
do experts,, tried out by themselves, overcome lim mitation
of tim
me and equip ipment, usin ng local mateerial) and invvolved other science teacchers as obse servers.
Mean nwhile, observrvation during g planning, questionnaire
q es and analys ysis results towards
to life science
s
teachhers, it was fo
ound that com mponents of scientific
sc abilitties have not been totally mastered,
m esppecially
on variable
va identtification and d manipulatioon. Further studys aboutt science teaachers need to be
condu ucted and traaining materiaals to applied scientific abillities as capab bilities for scieencing and teeaching
naturre based scien nce with its an nimations neeed to be preppared, written nly and electro onically.
Keywwords: scien ntific abilities, variables, local materials,, biotechnolog
gy, science teacher asso
osiation
based
d lesson study
y

PENDAHULUAN

Studi berkelanjutan
b pada topik Bioteknologi berkenaan dengan kem mampuan ke erja ilmiah dilakukan
d
berdasarkan hasil sttudi pendahuluan bahwa topik Biotekn nologi dirasakan sulit dan n penting di berbagai
jenjang pendidikan (SMP, SMA, LPTK). Biotteknologi kon nvensional ya ang diperken nalkan sejak di SMP,
diperluas di SMA da an diterapkan dalam Bio ologi Terapan n di LPTK berpotensi
b un
ntuk mengem mbangkan
kemamp puan kerja ilmmiah di kalangan pelajar di d sekolah, ca alon guru di LPTK,
L serta guru melalui program
Lesson Study
S berbasiis Musyawara ah Guru Mata Pelajaran (MGMP).
Kemampuan kerja ilmiah h (scientific abilities
a ) merrupakan salah satu hasil belajar sain ns jangka
panjangg (learning outcomes) yang y perlu dikembangka an pada siswa, calon guru dan gurunya.
Pengem mbangan kema ampuan kerja a ilmiah pada a siswa melibatkan guru sains di seko olah dan hal ini tidak
mudah dilaksanakan.
d . Lesson stud dy (berbasis musyawarah
m guru mata pe elajaran atau MGMP) sebagai suatu
model pembinaan
p prrofesi pendidiik melalui penngkajian pem mbelajaran se ecara kolaboraatif dan berkelanjutan
berlandaaskan prinsip p-prinsip koleegialitas dan mutual learn ning untuk membangun
m learning commmunity
berpotennsi untuk dibe erdayakan. Melalui
M an Lesson Stu
kegiata udy berbasis MGMP
M masalaah pembelaja aran sains
(misalnyya topik Bioteknologi) yan ng dihadapi guru-guru dimungkinkan untuk diatassi bersama, sekaligus
solusi ya
ang digagas untuk menga atasinya dimu ungkinkan terrsebar luas di kalangan guru sains SM MP karena
sejumlahh besar gurru terlibat dalam kegiata annya, sebag gai guru mo odel dan sebagai observver pada
keseluruuhan proses.
Bioteknologi di SMP rela atif baru bag gi guru sainss SMP dan pembelajaran nnya pada umumnya
u
dilakuka
an dengan ceramah dan penugasan. Alasan guru-gu uru untuk pem mbelajaran biioteknologi dii kelas IX
tidak cukup waktunya a apabila dilaksanakan den ngan metode eksperimen. Bioteknologi sendiri sesun ngguhnya
merupakkan topik me enarik karena merupakan aplikasi aktivvitas mikroorg ganisme, sisteem dan proses dalam
industri barang dan jasa untuk kepentingan
k m
manusia (Royyal Society, 1981
1 dalam Henderson
H & Knutton,
1990) seerta terkait deengan kehidu upan sehari-haari (Purwianin ngsih, 2007).

95
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar
S on Sciencce Education ISBN: 978-979-985466-4-2
Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation

Dengan demiikian dirumusskan masalah: Bagaimana a membekalkkan kemampuan bekerja ilm miah di kalan
ngan
g
guru agar siswa
s mempu unyai pengalaman belaja ar yang mem mberdayakan kemampuan n bekerja ilm
miah
t
tersebut?. Be anyaan penelitian yang dijabarkan dari rumusan massalah di atas adalah:
eberapa perta
(1) Apa tangggapan siswa dan guru-gu uru sains settelah belajar bioteknologi yang melaku
ukan eksperimmen
pembuattan donut denngan variasi perbandingan
p n bahan dasarrnya?
(2) Bagaimanakah hasil pembelajaran
p bioteknologi melalui pembbuatan donut??
(3) Kendala apa yang dialami
d guru-guru sains SMPS yang teergabung dala am kegiatan lesson study
dy di
Kabupatten Sumedang g?

METODE PE
ENELITIAN
Dari berbagai pembelajara an pada topikk Bioteknologi yang telah dikembangka
d n pada level SMP dipilih saalah
s
satu untuk dicobakan
d as di kalangan guru SMP berbarengan dengan imp
seccara lebih lua plementasi lessson
s
study di Kabupaten Sume edang. Ditetaapkan tiga sekolah
s yang terlibat setelah ada pembicaraan den ngan
pihak guru ya ang akan me elaksanakan dan
d nara sum mbernya yang g terdapat di zona Tanjungsari, Sumed dang
d
dan Jatinangor. Agar para a guru yang akan melaksa anakan mera asa nyaman, pada awal ke egiatan diberikan
perangkat pe embelajarann nya secara le engkap dan ditawarkan untuk u dipilih yang paling mungkin un ntuk
d
dilaksanakan di SMP. Paraa guru memilih pembuata an donat seba agai topik pembelajaran Bioteknologi
B y
yang
a
akan dicobakkan pada sisw wa-siswa di SM MP di tiga lokkasi tersebut.. Dua sekolah h melaksanakkan pembelaja aran
persis sepertti yang dirancang oleh pe enelitinya (Aggustina, 2006 6), sedangka an satu sekollah memodifiikasi
rencana pembelajarannya setelah dibahas di dalam kelompok guru-guru sain ns SMP yang mengikuti lessson
s
study di salah h satu zona.
Khusus di sekola ah yang ke elompok guru sainsnya melakukan modifikasi pembelajarann p nya,
perencanaan dan ujicoba tampaknya dilakukan de engan sunggu uh-sungguh. Variasi perb bandingan ba ahan
d
dasar (terigu dan kentang g) dijadikan variabel
v bebass, sedangkan ukuran peng gembangan dand tekstur do onut
menjadi varia abel terikat. Adapun
A pengeendalian variaabel dilakukan dengan me engatur waktu dari mengu uleni
hingga digore eng, Pada tah hap uji coba oleh calon gu uru model be ersama guru-g guru sains lainnya melakuukan
persiapan-persiapan yang g diperlukan, seperti men ndatangkan pakar
p donat, mencoba se endiri, menyiaasati
keterbatasan waktu dan alat, menggun nakan bahan lokal.
l
Pada saat implem mentasi diseb barkan lemba ar observasi oleh fasilitattor MGMP untuk mengam mati
interaksi kelompok dalam m kelas me elalui pendisttribusian obsserver pada sejumlah kelompok k sisswa.
S
Sementara ittu dari peneliti disebarkan n angket unttuk diisi oleh h para observver khusus biologi
b (termaasuk
f
fasilitator MGGMPnya) dan lembar obserrvasi untuk digunakan
d oleeh nara sumb ber dari UPI ( 2 orang), seelain
rambu-rambu u wawancara a untuk siswa a, guru obse erver dan guru model dari tim MONE EV Lesson stu udy.
Lembar observasi yang te erisi langsung dikumpulkan n segera sete elah selesai pe embelajaran, juga wawanccara
kepada siswa a. Wawancarra kepada gu uru observerr dan guru modelm dilakukkan setelah kegiatan reflleksi
s
selesai. Angkket untuk diisi oleh parra guru obse erver sains/b biologi diberii waktu satu u minggu un ntuk
d
dikumpulkan, , karena diminta masukan n bukan hanyya untuk pem mbelajaran yang
y telah beerlangsung teetapi
j
juga untuk CD C pembelajaran yang merupakan
m baagian dari pe erangkat pem mbelajaran bioteknologi yang
y
lengkap.
Sebelum dan sete elah pembelajjaran siswa diberi
d tes yanng disiapkan secara
s khusuus. Sementara a itu
hasil pekerjaa an siswa (LKS S yang sudah terisi) dan do onut dinilai oleh guru yang g mengajar.

96
PR
ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon ISBN: 978-9799-98546-4-2
C
Current Issues on Research
R and Teaaching in Science Education

HASIL DAN PEMBA AHASAN


Hasil peembelajaran bioteknologi
b m
melalui pemb buatan donat dibedakan berdasarkan
b h
hasil pengamatan dan
LKS, serrta berdasark
kan hasil tes. Hasil penga--matan selam ma pembelaja aran dan LKS S menunjukka an bahwa
baik sisw
wa maupun guru
g pengama at antusias terhadap pelakksanaan pemb belajaran biotteknologi melaalui pem-
buatan donat.
d Guru-gguru sains daan kepala sekkolah menyam mbut baik pelaaksanaan pem mbelajaran sa ains yang
melibatkkan siswa denngan kegiatan n yang menye enangkan (haands-on), dann sekaligus melibatkan pem mahaman
konsep bioteknologi sebagai ha asil pemaknaan (minds-o on) berdasarkkan kegiatan n siswa. Darri lembar
observassi yang diisii oleh nara sumber (do osen UPI) diiperoleh hasil bahwa sisswa berani bertanya,
b
menjelaskan kepada anggota kelo ompok, inisiatif mengatasi masalah, ken neranian meng gemukakan pendapat,
p
memperrhatikan penjelasan guru, tidak meninggalkan peke erjaan kelompok saat keg giatan praktikkum. Dari
hasil waawancara denngan siswa diketahui mere eka belum pe ernah belajar semacam itu u. Mereka me enyatakan
bahwa ternyata
t pelajjaran sains ju
uga dapat dib buat menyenangkan karen na mereka diiajak terlibat langsung
melakukkan proses saains sekaligus memperoleh hasilnya dan n dapat ditera
apkan dalam kehidupan
k se
ehari-hari.
Mereka juga dapat le ebih bekerjassama dalam mencapai
m keb berhasilan pra
aktikum. Merreka berharap p metode
serupa itu diberikan juga
j kepada guru-guru
g lain
nnya.
Tab
bel 1: Hasil Im
mplementasi Pembelajaran
n Bioteknolog
gi Bermuatan Nilai di Tiga SMP
S di Kabup
paten
Sumedang
Aspek yanng mbelajaran Bioteknolog
Pem B al
i Tradisiona
dibandingkkan Tan
npa modifikasi Deng
gan modifikas
si K
Keterangan
Pe
enguasaan Ko
onsep Guru pe erlu dilibatkan
n dalam
SEDANG < RENDAH
H TINGGII < SEDANG < merencan nakan pembbelajaran
RENDAH berbasis Inkuiri
Ko
omponen KDB
BI Kecerdasan Intelekktual Kecerda
asan Intelektual
& Keccerdasan Emosi & Kecerrdasan Emosi
Pe
engembangan
n Ada Tidak je
elas
Niilai

Dari LKS ya ang diisi sisw wa diketahuii bahwa sisw wa dilibatkann dalam me elakukan perh hitungan,
penguku uran, observa asi, mencata at data pada a tabel dan mengubahnyya ke dalam bentuk graffik (KPS:
berkomu unikasi) sertaa menyimpulkkan (interprettasi). Sementtara peroleha an hasil belajjar siswa berrdasarkan
hasil tess pembelajaran bioteknolo ogi adalah se
ebagai berikuut. Pertama, penguasaan konsep siswa berada
pada re entang rendahsedang un ntuk pembela ajaran biotekknologi tradissional yang tanpa
t modifikkasi, dan
rendah-ssedang-tinggi untuk pem mbelajaran ya ang dengan modifikasi. Kedua, pada kedua pendekatan
tersebutt dapat dikem mbangkan kem mampuan kerjja ilmiah (keccerdasan intellektual dan ke ecerdasan emmosional).
Ketiga, pengembanga
p an nilai tidak jelas pada pe
embelajaran bioteknologi
b t
tradisional yanng dimodifika
asi.
Kendala yan ng dialami gu uru-guru sainns SMP yang g tergabung dalam kegiatan lesson study di
Kabupatten Sumedan ng dalam pen ngembangan kemampuan kerja ilmiah h melalui pem mbuatan donat yang
terdetekksi saat kegiiatan refelekssi antara laiin adalah se ebagai beriku ut. Menurutt guru mode el, waktu
persiapaannya cukup lama dan me embutuhkan perhatian penuh, dan biaya untuk pen ngadaan baha an cukup
mahal. Kepala sekola ah mendukun ng kegiatan pembelajaran
p n dengan memfasilitasi ko ompor dan pe engadaan
bahan untuk
u siswa. Dalam pelakksanaannya sebagaimana
s juga disadari oleh guru model, pem manfaatan
waktu kurang
k efisien
n karena peng gadukan (menguleni) terla alu lama dan jumlah bahan terlalu banyyak, juga
jumlah kompor yang g digunakan tidak perlu untuk setiap kelompok. Selain itu penulisan p da
ata dapat
dilakukaan sambil men nghias donat, dan pre tes dapat
d dilaksanakan di luarr jam pelajara an.
Dari hasil wawancara
w d
dengan guru diketahui tentang
t kesuulitan mempe erkirakan wa aktu dan
melaksaanakan pembe elajaran tepatt waktu, karena karakter siswa
s bervariaasi dan inisiatif siswa masihh kurang.

97
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar
S on Sciencce Education ISBN: 978-979-985466-4-2
Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation

JJuga diketah hui bahwa gu uru masih mengalami


m kebingungan untuk mengem mbangkan ke emampuan kerjak
ilmiah karena a tidak ada dalam kuriku ulum berbasiis komptensi (KBK) maup pun dalam kurikulum
k tinggkat
s
satuan pendiidikan (KTSP). Mereka juga belum menyadari perrbedaan pembelajaran dengan peneka anan
pada kompottensi dengan pada materi pelajaran. Mereka M akan tetap
t menera apkan pembelajaran semaccam
y
yang dicontohkan dengan n beberapa re evisi. Ternyata keberhasila an pembelajaran tidak sem mata-mata up paya
meningkatkan n kualitas pe embelajaran dand kemamp puan gurunya a, tetapi jugaa memerlukan n dukungan dan
kolaborasi de engan berbaga ai pihak (kepaala sekolah, siswa,
s MGMP)).
Kenddala lain yan ng dideteksi dari hasil pe engamatan selam
s pembe elajaran adalah bahwa guru g
t
tampaknya m
masih ragu-raggu (belum be egitu mantap dalam menga angkat hasil kegiatan
k siswaa menuju kep pada
konsep ferme entasi yang melibatkan
m akttivitas mikrooorganisme dalam proses pe embuatan don nat. Mereka le ebih
t
terbiasa mennerangkan du ulu teorinya baru dilanju utkan dengan n pembuktian n melalui pra aktikum. Hakkikat
pembelajaran n inkuiri secarra induktif bellum dipahamii oleh sebagia an guru sains.
Kenddala lain yangg ditemukan melalui
m jawabban hasil pen ngkajian terha adap angket diperoleh ke esan
bahwa sebag gian besar guru masih belum memaham mi benar makkna variabel, identifikasi je enis variabel dan
pengendalian n variabel. Vaariabel kontrool masih tertu ukar dengan variabel
v terika
at. Mereka ku urang menya adari
manfaat men ngendalikan variabel
v agar pengaruh varriabel bebas atau a variabel manipulasi (variasi kompo osisi
bahan dasar donat) dapa at lebih jelas tampak pada a variabel terikat (ukuran n pengembangan adonan dan
t
tekstur)nya.
Kema ampuan kerja a ilmiah dapat dibekalkan dengan cara melibatkan guru-guru g dallam perencan naan
pembelajaran n (dan evalua asinya) untukk mengatasi masalah nya ata yang me ereka hadapi. Guru-guru juga j
d
dilibatkan dallam menguji coba, melakssanakan pemb belajaran dan n melakukan refleksi setela ah pembelajaran.
Dengan dem mikian kesenjangan temua an Rustaman n dkk (2007) tentang kecerdasan emosional e daapat
d
dicarikan solu
usinya dalam hal keinginan n mencoba se endiri.
Penelitian Rustam man dan kaw wan-kawan (2 2006) menghasilkan kema ampuan dasa ar bekerja ilm miah
(KDBI) sebag gai perpadua an antara ke ecerdasan inttelektual (inttelectual inte elegence) den ngan kecerda asan
e
emosional (emotional
e int
ntelligence). KDBI
K tersebuut melibatkan n keterampillan proses sains
s (KPS) dan
kemampuan generik (KG)). Keduanya termasuk ke e dalam intele egensi intelekktual. Melalui pengemban ngan
KPS dan KG,, sikap ilmiah h siswa akan n ikut dikemb bangkan. Perrnyataan ini dikuat oleh pendapat Ha arlen
(1985) bahw wa dari dua jenis scientific ic attitude (atattitude towarrd science daan attitude of o science), sikap
ilmiah yang sering
s diungkkapkan dalam m belajar sainss adalah atttitude of scie ence atau sikkap yang mele ekat
pada sains. Berbeda dengan sikap p ilmiah, ke ecerdasan em mosional tidak begitu saja s dapat ikut
t
terkembangk kan. Kecerdasan emosion nal ini perlu u secara terencana diran ncang sebelu um dan sela ama
pembelajaran n sains.
Temu uan sementara berkenaan n dengan keccerdasan inte elektual pada guru sains di d SMP dan SMA S
menunjukkan n bahwa tiga dari 10 asp pek kecerdasa an emosionall tidak tinggi profilnya. Aspek
A kecerda asan
e
emosional ya
ang dimaksud d adalah keinginan menccoba sendiri, kreativitas mengembangm gkan konsep dan
kreativitas me engembangka an kemampua an inkuiri. Me n Lesson stud
elalui kegiatan dy berbasis MGMP yang daalam
t
tahapannya ada perenca anaan, ujico oba, pelaksaa an dan observasi, dan refleksi dap pat memperkkecil
kesenjangan dan keeng gganan guru u melakukan hal-hal ya ang kurang mendukung pengemban ngan
kemampuan dasar kerja ilmiah.
Penelitian ini massih memerlukkan implemen ntasi diperluaas supaya leb bih jelas profilnya dan da apat
d
dijadikan masukan untuk perbaikan dalam pembin naan calon gu urunya. Hasil ini sekaliguss juga memb buka
peluang baru u untuk kola aborasi dose en dan guru u dalam MGM MP (LPTK dan sekolah) seperti berlatih
mengembang gkan kemamp puan bekerja ilmiah melalui beberapa contoh pemb belajaran yanng dikembang gkan
bersama.

98
PR
ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon ISBN: 978-9799-98546-4-2
C
Current Issues on Research
R and Teaaching in Science Education

PENUTU UP
Silabus dan Rancang gan Program Pembelajara an bioteknoloogi yang suda ah diuji cobaa (dan direvisi) dapat
digunakkan oleh para a guru sains di sekolah masing-masing
m g, dan juga digunakan
d un
ntuk diteliti le
ebih jauh
melalui penelitian kelas
k dan penelitian
p tindakan kelas,, dan dapatt dijadikan salah satu alternatif
pembela ajaran untuk topik
t Bioteknoologi.
Pembelajaran n sains akan lebih cepat berkembang apabila dala am setiap keg giatannya terrkait juga
kegiatann penelitian. Umpamanya
U u
upaya mempe as pembelajarran sains melalui lesson sttudy akan
erbaiki kualita
lebih beerhasil apabilaa diikuti deng gan kegiatan n penelitian. Penelitian yang baik biasanya belum diketahui
jawaban nnya. Begitu pula penelitia an yang berkkenaan denga an pembelaja aran sains. Oleh
O karena penelitian
p
pendidikkan pada umu umnya tidak dapat dikend dalikan sepenuhnya, maka a penelitian pendidikan san ngat baik
dilaksannakan dalam natural
n setting
ng. Namun dissadari juga su ulitnya menemmukan pembe elajaran dalamm natural
setting. Kegiatan lessson study berbasis MGMP dapat diberd dayakan seba agai wahana untuk tujuan tersebut
sekaliguus memperken nalkan contoh pembelajarran yang sesu uai dengan hakikat
h sains dan pembela ajarannya
(inkuiri). Forum terrsebut efektif digunakan n untuk mensosialisasika an inovasi pembelajaran
p dengan
melibatkkan guru sains di lapangan n dalam rangkka membekalkan kemampu uan kerja ilmiah (scientificc abilities)
beserta atributnya.
Penelitian pe
endidikan sain ns diupayaka an yang berm manfaat bagi kehidupan dan memberikkan bekal
pengem mbangan kemampuan, term masuk kemam mpuan bekerrja ilmiah (sccientific ability
ty) dengan peenyisipan
miah (scientifi
sikap ilm fic attitude) daan nilai-nilai yang
y terdapat di dalamnya a. Penelitian pendidikan sa ains tidak
terbatass pada penelitian di dalam m kelas tenta ang pembelajjaran. Terdap pat aspek laiin yang dapa at diteliti,
seperti bagaimana
b membelajarkan
m n sesama gurru peserta less sson study pen ngalaman dan n kemampuan n bekerja
ilmiah. Pemberdayaa
P n bahan dasa ar setempat sebagai
s teachhing material, atau pemanffaatan IT (infformation
technoloogy) sebagai pembelajaran berbantuaan komputer,, program an nimasi, dan pengembanga
p an media
elektronnik untuk ko onsep-konsep p sains yang g abstrak (g genetika, sel ultra-strukttur), yang prosesnya
p
memerlu ukan waktu la ama (kultur jaringan,
j evoolusi, perkemb bangan embrryo), atau wa aktunya terlalu singkat
(pembellahan sel), ata au cakupannyya terlalu luass (biosfer).
Studi lanjutan mengenai kemampuan
k k
kerja d kalangan guru sains perrlu dilakukan sekaligus
ilmiah di
juga upa aya menyiapk kan bahan pe elatihan untukk menerapkan n kemampuan n kerja ilmiahh sebagai bekal belajar
sains (sciencing
c ) dan
n mengajarkan n sains sesua ai hakikat sain pa bahan terttulis maupun bahan e-
ns, baik berup
learningg lengkap dengan animasin nya.

DA
AFTAR PUSTA
AKA

Agustin 006). Pembe


na, T.W. (20 belajaran Bio
oteknologi bermuatan
b N
Nilai Sains untuk
u meninngkatkan
Penguasaaan Konsep, Berpikir Kritis,
K dan Sikap
S Ilmiaah Siswa SMP.
SM Tesis Magister
Pendidikan
n IPA. PPs UPI. Bandungg: Tidak dite
erbitkan.
Harlen, W. (1985). Assessmentt in Science Education. London.
L
Henderrson, J. & Knutton, S. (1990). Biotechnolog
B gy in Schoo
ol: A Handb
dbook for Teachers.
T
undsbury Pre
Buckingham: St. Edmu ess Ltd.
Listiawa 6). Pembelaj
ati, M. (2006 ajaran Biotekknologi melaalui Pendekaatan Inkuiri u
untuk Menin
ngkatkan
Keterampiilan Kerja Ilm
miah dan Peenguasaan Konsep
K Sisw
wa SMP Kelaas IX. Tesis Magister
pada PPS UPI.
U Bandun ng : Tidak diiterbitkan.

99
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar
S on Sciencce Education ISBN: 978-979-985466-4-2
Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation

7). Observassi Pembelaja


Purwianingssih, W. (2007 aran Materi B
Bioteknologii di SMPN 1 Pamulihan
P
Kabbupaten Sum medang melalalui kegiatan
n Lesson Stu
udy. Laporann Field Studyy pada Progrram
Stu
udi Pendidikaan IPA Sekolah Pascasarrjana Universsitas Pendidikan Indonesia.
Rustaman, N.Y.
N (2007).. Basic Scien
nce Inquiry in
i Science Education
E an
nd Its Assesssment. Makaalah
utama dipresentasikan pada sidang pleno p The First
F Interna
ational Semiinar of Scie
ence
Eduucation on Science
Edu
ucation Faciing aginst the cahllenges of the 21th
2 centuryy. di
Audditorium FPM
MIPA UPI di Bandung.
Rustaman, N.Y.,
N 2007). Meng
Arifin, M. & Permanasari, A. (2 gefektifkan Pembelajaran
Pe n Sains dan
Aniimasinya unttuk Mengem mbangkan Keemampuan DasarD Bekerjja Ilmiah den
engan berbaggai
Met
etode. Lapora an Penelitian
n Hibah Pascca, didanai DP2M
D Ditjen Dikti.
Rustaman, N.Y.
N 2007). Imple
& Agusttina, T.W. (2 ementasi Pemembelajaran Bioteknologi
B i Bermuatan
n
Nilaai Sains untu
uk Mengemb bangkan Kemmampuan Keerja Ilmiah siswa
s SMP di Kabupatenn
Summedang. Lap poran Penelitian. Bandunng: Tidak ditterbitkan.

100
PR
ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon ISBN: 978-9799-98546-4-2
C
Current Issues on Research
R and Teaaching in Science Education

SCI-10
LEVANCE OF
THE REL F SCIENCE EDUCATION
E : LISTENING
G TO PUPILS VOICE
-AN INDOONESIAN PILOT PROJECCT COMPAR
RED TO INTE
ERNATIONAL L STUDIES
T
Tatang Suratn
no
(Universittas Pendidikan
n Indonesia; tatangsan@y
t yahoo.com)

ABSTRACT
T
The argument
a of this paper iss that the lacck of relevancce of sciencee education from
fr pupils point
po of
view may hinder pupils learn ning and inteterest in thee subject. Th his pre-liminaary study aim med at
exammining young peoples view w to science and technolo ogy (ST), theeir future and d environmen nt, and
their experiences with
w school science.
sc Usingg a cross-cultu
tural standarddised survey method
m to tarrget 15
year old student populations
p in Cianjur reggency (aboutt 114 pupils), the author then t compare red the
ngs to the similar
findin s studies
es conducted in several countries
c und der the ROS SE project (Sj Sjoberg
&Sche
hereiner, 2007 7). The studyy revealed thaat relatively Cianjurs
C pupils
ls viewed S&T&T was importa tant for
societ
ety, they conce
cerned to enviironment prottection, they have
h interestt to school scie
ience and theyey were
keen to work for money
m and with
w somethin ng important anda meaning gful as well. These
T findings
gs were
ively similar to
relativ t other parrticipating deeveloping cou untries but in most parti ticipating devveloped
counttries pupils te
ended to be skeptic,
s did not
n like sciencce better than n other subjeect, and weree rarely
eagerr to works ass scientist. Geender differen nces also connsidered thatt the boys weere relatively a little
agreee with S&T, greater
g trust with
w science, less concern ned about thee environment nt, and positivve view
to sch
chool science and working g with sciencee and techno ology than girrls. From deeeper analysis of the
resultts suggest thhat science educators
e sho ould carefullyy address the
he pupils idenentitiy in deveeloping
sciencce education curriculum an nd program.
Keyw
words: releva
ance of sciencce education, Indonesian pupils
p view, comparative
c s
study.

PENDAHULUAN

Kajian mengenai
m the
he Relevance of Science Education
E (seelanjutnya diisebut ROSE project) diriintis oleh
kolega saya
s Prof. Sve D Camilla Scchereiner dari Faculty of Education,
ein Sjoberg dibantu oleh Dr. Ed Univ
iversity of
Oslo. Melalui eksplorrasi ROSE weebsite serta komunikasi
k personal via e-mail
e (Mei 2008), kami berdiskusi
b
tentang sejarah, rasio onal dan mettodologi penelitian ROSE project serta saya
s meminta a izin untuk melakukan
m
projek tersebut
t di In
ndonesia. Rosse Project dikkembangkan pertama kalii pada tahun 2001 atas dukungan d
dari lem
mbaga pemerintah Norwegia. Projek serrupa telah dillaksanakan le ebih dari 60 negara
n dan 38
3 negara
diantara
anya telah me erampungkan kajiannya (Schereiner & Sjober,
S 2004).
ROSE projectt merupakan kajian kompa aratif internasional berskaala besar yang g mirip dengaan projek
seperti PISA
P dan TIMMMS yang banyak mengga ali aspek-aspe ek dari pendiidikan sains. Jika TIMMS dand PISA
cenderung mengkaji penguasaan (achievemen nt) materi sains dan tekno ologi (S&T) siiswa, maka fo okus dari
ROSE project
p adalahh mengkaji aspek
a emosional/motivasii, sikap, min nat/pilihan daan pengalaman siswa
terhadapp S&T (Scherreiner & Sjobe er, 2004; Sjob
berg, 2004; Sjoberg
Sj & Schereiner, 2005 5).
Perbedaan fokus
f ROSE ini didasarka an pada argumen bahwa a: 1) terjadi paradoks sains
s dan
pembela ajaran sains dimana S&T menjadi ele emen kunci peradaban
p moodern di era global tetap pi kurang
diminati oleh siswa; 2) kurangnyya relevansi dalam kuriku ulum S&T da apat menjadi penghambatt kualitas
pembela ajaran dan minat
m siswa te
erhadap mata a pelajaran sains;
s dan 3) reorientasi makna
m Sciencce for All
bukan berbasis
b kurikulum standdar belaka, tetapi
t berdassarkan penga alaman belaja ar siswa yan ng dapat
menghu ubungkan asp pek kehidupan nnya dengan lingkungannyya (Schereiner & Sjober, 2004). Oleh ka arena itu,
ROSE project menco oba memfoku uskan pada fa aktor sikap dan
d keragama an budaya da alam perspekktif siswa
dengan asumsi siswa memilikiorientasi terten ntu dalam pe embelajaran sains
s dan ini yang kurang g banyak

101
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar
S on Sciencce Education ISBN: 978-979-985466-4-2
Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation

diperhatikan oleh pendidik


d k sains. Melalui studi ini diharapkan
d da
apat menghasilkan informasi yang berssifat
komplimen te erhadap standdard, benchm mark ataupun indikator yang dihasilkan oleh o studi lain
nnya.
Maknna relevansi dalam
d studi in
ni adalah pen nyikapan siswwa terhadap pendidikan
p saains. Oleh karrena
itu, rumusan masalahnya adalah baga aimana releva ansi pendidika an sains dala
am pandanga an siswa? Seccara
s
spesifik, isu relevansi
r yangg dielaborasi meliputi:
m
Aspek apa saja ya ang ingin dipeelajari oleh sisswa?
Apa minat
m pekerja
aan siswa di masa
m depan?
Bagaimana perspe ektif siswa terrhadap isu pe elestarian lingkungan?
Bagaimana pandangan siswa te erhadap prose es pembelajaran sains di kelas
k mereka??
Bagaimana pendapat siswa ten ntang peran dan
d fungsi darri S&T dalam masyarakat?
Bagaimana siswa memandang dirinya jika ia a kelak menja adi saintis?
Permmasalahan terssebut tidak berdiri
b secara
a eksklusif da an pada dasarnya mengga ali aspek tenttang
a
afeksi siswa terhadap kon nteks dan ko onten dari pe embelajaran sains,
s kepercaayaan merekka terhadap S&T,S
masa depan mereka, kontribusi merekka terhadap lingkungan da an pengalama an mereka mempelajari
m s
sains
baik di sekola ah maupun di d luar sekolaah. Melalui sttudi ini dihara apkan dapat menghasilkan n informasi yang
y
bersifat komp plimen terhaddap standard d, benchmarkk ataupun ind dikator yang dihasilkan oleh studi lain nnya
s
sehingga lebiih memperka aya formulasi kurikulum, pedagogi
p dan asesmen dalam praksis pendidikan
p sa
ains.
S
Selain itu, hasil yang diperroleh dari sammpel siswa di Cianjur ini ke emudian dibandingkan den ngan hasil sejenis
d beberapa negara
di n yang telah
t melakukan study serrupa (cf Sjobe erg, 2007). In
ni tentunya untuk memeta akan
posisi pandan ngan siswa Inndonesia dan serta kecend derungan afekksi siswa lintaas budaya un ntuk memperkkaya
pengembangan kurikulum sains di masa depan.

METODE PE
ENELITIAN
Studi ini men
S nggunakan ku uisioner standdar yang telah h dikembangkkan oleh Proff. Sjoberg dkkk di Universitty of
O
Oslo, Norwayy (Schereinerr & Sjoberg, 2004). Seca ara keseluruhhan kuisionerr ini memuatt 250 item yang y
t
tersebar ke dalam 7 tem ma dan menggunakan skkala Likert 4 poin (Disag gree-Agree daan Never-Oftten).
S
Sebaran item
m di 7 tema teersebut melip puti: My out-oof-school exp
periences (61)); What I wan ant to learn ab bout
(108); My fu uture job (266); Me and thet environmment (18); Myy science claasses (16); My M opinion ab bout
s
science and technology (16);
( My selff as scientistt (open writte
ten response). Instrumen ini telah dikklaim
penggunaann nya untuk lin
ntas budaya sehingga
s tida
ak ada item yang
y dirubah
h untuk ujico oba di Indone esia.
O
Oleh karena itu, setelah mendapat
m izin dari Prof. Sjo
oberg maka saya
s melakukkan proses tra anslasi instrum
men
ke dalam bahasa
b Indonnesia dan proofread dila akukan oleh kolega sayya yang dipa andang mem miliki
kemampuan sains dan ba ahasa Inggriss yang baik. Selanjutnya dilakukan uji keterbacaan n secara terba atas
untuk revisi kata-kata
k yangg masih bias.
Setelah tahap pe ersiapan instrrumen, langkkah selanjutn nya adalah mengontak
m koolega guru yang
y
bersedia men njadikan siswanya sebagaii partisipan sttudi ini. Partissipan dari survei ini adalah siswa berumur
15 tahun yan ng di Indoneesia sebagaian besar seda ang menemp puh pendidian n SMA kelas 10. Karakterristik
partisipan te ersebut didassarkan bahwa pada usia a tersebut siiswa belum mengambil jurusan j terte
entu
s
sehingga dipa
andang memiiliki pandanga an netral terhadap pelajaraan sains dan mata
m pelajara
an lainnya.
Dari hasil kontak tersebut terd dapat tiga sekolah yang bersedia
b masiing-masing di daerah Cian njur,
Pandeglang dand Bogor. Ke epada tiga daerah tersebutt disebar massing-masing 100 1 salin kuessioner dan kolega
d
diperbolehkan n untuk mena ambah salina an jika diperlu
ukan. Dikaren
nakan terbatasnya waktu untuku seminar ini
maka kuesion ner yang dari sekolah di Cianjur
C yang dapat menge embalikan 114 sampel di bulanb Septemmber

102
PR
ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon ISBN: 978-9799-98546-4-2
C
Current Issues on Research
R and Teaaching in Science Education

20081. (Kendala
( disttribusi dan waktu
w pengam mbilan yang mepet
m mengh hambat pengembalian sam mpel dari
dua dae erah lainnya). Oleh karena itu, sifat dari study ini ada alah pre-limin
nary dengan berbagai
b keteerbatasan
yang dim milikinya sehingga tidak dapat
d diklaim
m sebagai me ewakili populaasi Indonesia. Selain itu, sifat dari
study ini adalah pilotting sebagai persiapan
p awaal untuk surveei skala nasio
onal yang akaan dilaksanakaan dalam
waktu dekat.
d Namun n demikian, te emuan tentattif ini setidakn nya dapat me emberikan ga ambaran awal tentang
suara siswa
s terhadap relevansi pe endidikan sains di Indonessia.
Data dianalisis mean-nya a sesuai den ngan kaidah analisis Likkert yang ke emudian diintterpretasi
kecende erungannya. Hasil
H interpre
etasi ini kemu udian dibandiingkan denga an hasil serup
pa yang dike emukakan
oleh Sjooberg & Scherreiner (2007) yang telah melakukan
m stu
udi perbandingan terhadap p hasil ROSE project
p di
40 negara partisipa an. Hasil intterpretasi da an perbandin ngan ini kem mudian diba ahas terutam ma untuk
memeta akan suara sisswa dan kontrribusinya terh hadap formula asi kurikulum dan pembela ajaran sains.
HASIL DAN PEMBA
AHASAN
Aspek apa
a saja yanng ingin dipelajari oleh siswa?
ari pengisian responden siswa terhad
Hasil da dap 108 item m tentang asspek ini makka dapat diiddentifikasi
beberappa topik yang dipandang in
ngin mereka pelajari
p dan to
opik apa saja yang tidak diiminati.
Tabel 1: Top
pik yang dipandang ingin dipelajari
d sisw
wa responden
No T
Topik paling diminati
d resp
ponden Top
pik paling dim
minati respon
nden Topik paling dimminati
(mean)
( laki-laki (mean) responden perem mpuan
(mean)
1 C
Cara kerja kom
mputer (3.33) Cara
a kerja HP (3.39
9) Bintang berkelip dan
d langit
3.34)
biru (3
2 R
Radiasi HP dan komputer (3.2
25) Cara
a kerja kompute
er (3.38) Jenis kelamin dan reproduksi
(3.31)
3 Udara dan air mimum yang bersih
U Binta
ang, planet, tatta surya (3.36)) Cara kerja
k komputer (3.29)
(
(3.24)
4 M
Meteor, komet dan asteroid (3
3.23) Tubuuh ringan/we eightless di luar Udara dan air mimum bersih
angkkasa (3.32) (3.28)
5 J
Jenis kelamin dan
d reproduksi (3.23) Binta
ang berkelip da
an langit biru (3.29) Radiassi HP dan komputer
(3.26)
6 Bintang, planett, tata surya (3.20)
B Cara
a kerja mesin kendaraan
k (3.27
7) Cara kerja
k HP (3.24)
7 T
Tubuh ringan/weightless di d luar Mete
eor, komet dann asteroid (3.25
5) Astrolo
ogi dan horosko
op (3.21)
a
angkasa (3.20)
Tabel 1 memperlihatkan ketertarikan n responden di Cianjur terhadap
t asp
pek-aspek sa ains yang
mereka temui seharii-hari (misaln nya pengguna aan komputerr dan HP) da an benda lua ar angkasa. Selain
S itu,
sebenarrnya, siswa juuga menunjukkkan ketertariikan terhadap p topik-topik yang
y bersifat sosio-saintifik (isu-isu
sains di masyarakat)) seperti klon ning, bencana
a alam, energ gi, dsb. Temuuan ini menu unjukkan bahw wa siswa
responden ingin mem mpelajari ban nyak hal dari sains (lihat juga
j Tabel 5). Secara speesifik, para reesponden
pria cen
nderung meny yukai topik-to
opik IPBA dann rekayasa, sementara
s ressponden pereempuan selain tertarik
pada toopik IPBA (Ilm mu Pengetah huan Bumi dan
d Antariksa
a), mereka ju uga tertarik dengan
d topikk seputar
gadget dan
d kesehatan reproduksi (biologi).
Kecenderung gan minat terrhadap materi sains respon nden Cianjur secara umum m relatif miripp dengan
kecendeerungan mina at responden dari budaya lain (cf. Sjob berg & Scherreiner, 2007) (lihar Tabel 2). Pada
umumnyya siswa dari berbagai ne egara memilikki minat yang g tinggi terhaadap IPBA (m materi yang dianggap
engaging
ng). Selain itu
u, siswa laki-la g menyukai gadget
aki cenderung g (misalnya HP dan komputer), listrik dan
rekayasaa/teknologi (mmisalnya messin), sementarra siswa pereempuan cende erung menyukkai biologi, ke esehatan,

1
Status so
osial ekonomi ressponden menuru
ut parameter kep
pemilikan buku sa
ains tergolong menengah
m kebawah dengan kepem
milikikan
buku 1-10
0 buah sebesar 39%.

103
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar
S on Sciencce Education ISBN: 978-979-985466-4-2
Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation

perawatan (caring
c ), estettika, etikal da an New Age) (misalnya kehidupan
an filosofi (da k saintis) (Sjoberrg &
S
Schereiner, 2
2007).
Tabel 2: Topik sains yang
y paling diiminati siswa responden ROSE
R diberbag
gai negara (Sjjoberg, 2007))
No Topiik paling diminati respond
den Topik paling diminati
T d Topik pa
aling diminatti
responden laaki-laki respondeen perempua an
1 Tubuh ringan/weig
ightless di luar Listrik,, produkksi dan Makanan unntuk kesehatan n dan
angkassa penggu unaannya kebugaran
2 Kemunngkinan hidup di
d luar bumi Cara kerja
k mesin ken
ndaraan Kelainan makan
m (anore
eksia,
bulimia)
3 Pendarratan di bulan dan eksplorassi luar Bahan kimia mudah meledak
m Radiasi mata
ahari terhadap kulit
angkassa
4 Bintang berkelip dan langit biru Cara kerja
k bom atom
m Kehidupan tentang sa
aintis
terkemuka
5 Roket, satelit dan
n perjalanan luar
angkassa

Tabel 3: T
Topik sains ya
ang paling tid
dak diminati re
esponden sisw
wa di Cianjur dibandingkann dengan hassil
survei serupa di beberapaa negara parttisipan ROSE (Sjoberg & Scchereiner, 200
07)

No Topik
k paling tidak
k Topik pa
aling tidak dim
minati To
opik paling tidak pik paling tida
Top ak
dimin
nati responde en respo
onden (Cianju ur) dim
minati responnden diminati
(Beb
berapa negara a lakii-laki (mean) (Cjr) responden
partisipan ROSE)) p
perempuan
(mean) (Cjr)
1 Atom dan
d Molekul Atom dan molekul (2.42)) Pertu
umbuhan&repro
oduksi Atom
m dan molekkul
tumb
buhan (2.43) (2.38
8)
2 Unsur,, sifat dan reak
ksi Pengaruh radioaktivitas (2.48) Atom
m dan molekul (2.46)
( Peng
garuh
kimia radio
oaktivitas (2.47
7)
3 Tumbu
uhan di sekitar Pertumbuhan dan reprroduksi Kesim
metrian dan pola Unsu
ur, sifat d
dan
n (2.5)
tumbuhan daun
n (2.48) reakssi kimia (2.48)
4 Unsur, siffat dan reaksii kimia Unsu
ur, sifat dan reaksi Cara kerja mesin
(2.52) kimia
a (2.55) daraan (2.52)
kend

Seme entara itu, ha asil Tabel 3 menunjukkan n bahwa resp ponden siswa a di Cianjur kurang berm minat
t
terhadap toppik-topik tradiisional dan te eoretikal. Dalam hal ini, materi atom,, sifat dan unsur kimia serta s
t
tumbuhan me erupakan ma ateri standar dari kurikulum m sains. Sem mentara itu, re
esponden sisw wa laki-laki tidak
menyukai top pik teoritis te
erutama di bidang
b gi dan kimia,, sebaliknya responden siswa peremp
biolog puan
c
cenderung ku
urang menyukai topik reka ayasa (misaln nya mesin). Temuan ini pun p relatif sa
ama dengan hasil
h
s
studi perband dingan ROSE project (Sjob berg & Schereiner, 2007) dimana umumnya siswa kurang k menyukai
t
topik-topik traadisional kurikulum sains terutama
t yang oretikal everyd
g bersifat teo yday applicatioon.
Dari 108 item yan ng diberikan diperoleh rerrata tingkat minat
m siswa responden
r terrhadap pelaja aran
s
sains, yaitu sebesar
s 2.93 dimana dapa at dikatakan memiliki minat yang baikk. Nilai rerata tersebut kurrang
lebih sama de erata negara berkembang partisipan RO
engan nilai re OSE project dan
d lebih baikk dari rerata yangy
d
diperoleh neg gara maju pa artisipan projjek ini (Tabell 5). Sjoberg & Schereine er (2007) me enyatakan bahwa
profil minat siswa berbed da berdasarkkan tingkat kemajuan
k buddayanya. Sisswa dari negara berkemb bang
c
cenderung m
memiliki minat terhadap ma ateri sains yan
ng baik namu um menunjukkkan kecenderrungan keinginan
mereka untu uk mempelaja ari semua materi
m tersebu
ut. Sebaliknyya, siswa darri negara ma aju relatif da apat
memilih topikk tertentu yang mereka se enangi dan umumnya
u berrbeda secara jender: pere empuan berm minat
pada biologi dan kesehata an; laki-laki berminat
b pada mesin dan bahan muda ah meledak. Tampilan
T lain
nnya

104
PR
ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon ISBN: 978-9799-98546-4-2
C
Current Issues on Research
R and Teaaching in Science Education

adalah kecenderunga
k an materi sainns tradisional yang relatif tidak
t banyak diminati oleh siswa. Sementara itu,
materi yang
y menjadi top prioritie
es siswa adallah IPBA, kessehatan, tekn nologi (gadge et), sosio-sain
ntifik dan
misteri tak
t terpecahk
kan (cf. Sjoberg & Schereinner, 2007).

Gamba
ar 1: Tingkatt minat para siswa
s negara partisipan RO
OSE (Indonesia (Cianjur) ditunjukkan
d olleh garis
m
merah, m=2.993)

Apa minat pekerjaan siswa di masa depan n?


Item unntuk aspek in ni tidak meng garah pada su uatu profesi tertentu, teta api lebih kepaada karakteriistik daru
suatu pekerjaan.
p Taabel 5 menya ajikan minat pekerjaan re esponden sisswa Cianjur dan
d hasil stuudi ROSE
(Sjobergg & Schereine
Ina
er, 2007). Tem muan ini men nunjukkan ba ahwa siswa Ciianjur terutamma laki-laki ce
enderung
bersifat materialistis yang
y diiringi oleh
o kemauan n yang kuat, sementara sisswa perempu uan cenderung g bersifat
misalnya mem
sosial (m mbantu orang g lain). Semeentara itu, pe erbandingan antar budaya a menunjukkkan minat
pekerjaaan berdasarka an tata nilai terutama siswa perempu uan- yang diaanut terutam
ma siswa perrempuan-
sebagaimmana juga terlihat
t dari respon siswa a Cianjur. Dii lain pihak, siswa pria di Cianjur ce enderung
berminaat pada pekerjjaan yang ng gulik atau berrsifat rekayassa.

Ta
abel 5: Karak
kteristik pekerrjaan yang dim
minati siswa di
d Cianjur dan
n hasil studi ROSE
R (Sjoberg
g&
Scchereiner, 200
07)

No Karakteistik Karrakteistik pek


kerjaan Kaarakteistik pe
ekerjaan Karakteisttik
pekerjaan yaang yang diminati yang diminnati pekerjaan yang
y
diminati respoonden re
esponden (Cia anjur) reesponden responden d
diminati respo onden
(
(Beberapa ne
egara la
aki-laki (meann) (Cjr) responde en
p
partisipan RO
OSE) p
perempuan (m
mean)
(Cjr)
1 Mengerjakan sesuatu
s Menghasilkan banyyak uang enghasilkan
Me banyak Meembantu oran ng lain
yanng sesuai dengan dan meningkatkan uang dan meningkatkan (3..47)
sika
ap dan nilaii yang penggetahuan (3.37
7) 4)
pengetahuan (3.4
diyakini
2 Mengerjakan sesuatu
s Mem
manfaatkan ba
akat dan Bekerja dengan
n mesin Me
engerjakan sesuatu

105
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar
S on Sciencce Education ISBN: 978-979-985466-4-2
Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation

yang penting da
an kemampuan (3.33) atau alatt (3.39) yang penting d
dan
bermakna bermakn na (3.4)
3 Bekerja dengan oran ng Membantu
u orang lain Memanfa
aatkan bakat dan
d Mengerja akan sesuaatu
daripada dengan benda
a (3.32) kemamp
puan (3.39) yang sesuai denggan
sikap dan
d nilai ya ang
diyakini (3.38)
4 Membanttu orang lain Mengerjakkan sesuatu ya ang Mengerja
akan sesu
uatu Menghassilkan banyyak
penting dan bermakkna yang mudah d
dan uang da an meningkatkkan
(3.31) na (3.29)
sederhan pengetahuan (3.36)
5 Membuatt ata
au Mengerjakkan sesuatu ya ang Menjadi pemimpin (3.2
29) Memanfa aatkan bakat dan
d
memperb baiki sesuattu sesuai de engan sikap dan d kemamp puan (3.33)
sendiri nilai yang diyakini (3.18))
6 Bekerja menggunaka an Bekerja dengan oraang Membua at, merancaang Membua at, merancaang
au alat
mesin ata daripada dengan ben nda dan men nemukan sesu
uatu dan mennemukan sesua
atu
(3..16) (3.14) (3.12)

Bagaimana perspektif siswa


s terhad dap isu peleestarian linggkungan?
Berdasarkan respon terha adap item-iteem ini, siswaa di Cianjur memiliki
m kepe edulian yang tinggi terha adap
pelestarian lingkungan terutama siswa a perempuan (cf Sjoberg &Schereiner,, 2007) (Graffik 1). Selain itu,
s
siswa peremmpuan meyak kini bahwa setiap
s orang dapat make ke a differennce dalam up paya pelesta arian
lingkungan da an mereka ju
uga menunjukkkan perlunya a tanggung ja awab. Sebalikknya, siswa laki-laki cenderrung
reluctant dan
n mempercaya akan isu lingkkungan kepad da ahlinya.
Enamm hal yang me enjadi perhattian utama sisswa Cianjur (Grafik 1) (cf. Sjoberg & Scchereiner, 2007),
y
yaitu: 1) settiap orang peerlu menyada ari pentingnyya pelestarian
n lingkungan (item no 10 0); 2) solusi isu
lingkungan dapat
d ditemu
ukan (item no n 7); 3) se etiap orang dapat berkon ntribusi terha
adap pelesta arian
lingkungan (iitem no 12); 4) optimis te erhadap massa depan dun nia (item no 14);
1 5) kerussakan lingkunngan
t
tanggung jaw
wab bersama a (item no 1 (-)); dan 6). 6 Permasala ahan lingkung gan bukanlah h omong kossong
belaka (item no 3).

D. Me and the envirronmental challanges


c

4.00

3.50
response (m)

3.00
m
2.50 Girl
Boy
2.00

1.50

1.00
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
1 14 15 16 17 18
My cha
allanges ...

ar 2: Respon siswa Cianjur terhadap isu


Gamba u pelestarian lingkungan

Bagaimana pandangan siswa terha adap prosess pembelajaran sains di kelas mere eka?
Item-item da
alam aspek inni berkenaan dengan kesan siswa terhaadap pengalaaman belajar sains di seko
olah.
Berdasarkan grafik 2, pela
ajaran sains dipandang:
d 1 meningkatkkan apresiasi terhadap ala
1) am (item no 12);
2) membangkitkan rasa in ngin tahu (noo 10); 3) me
enyadarkan pe hidupan (no 12);
entingnya saiins untuk keh

106
PR
ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon ISBN: 978-9799-98546-4-2
C
Current Issues on Research
R and Teaaching in Science Education

dan 4) membuka
m wawwasan tentanng pekerjaan di masa depa an. Secara um
mum, kesan siswa
s Cianjur terhadap
pelajaran sains relatif baik seba
agaimana ke esan para sisswa dari neg gara berkemmbang, hal seebaliknya
cenderung dialami pa
ara siswa darii negara maju
u (cf. Sjoberg & Schereinerr, 2007).

F. My science
e classes

4.00
0

3.50
0
response (m)

3.00
0
m
2.50
0 G
Girl
B
Boy
2.00
0

1.50
0

1.00
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2 13 14 15
5 16
My science class
c ...

Gambar 3:
3 Kesan siswa
a Cianjur terh
hadap kelas sains mereka

Bagaim mana pendap pat siswa te entang peran n dan fungs si dari S&T dalam
d masya arakat?
Aspek in ni mencoba mengkaji
m kete
ertarikan siswwa Cianjur terhadap S&T dan kontribussinya bagi ke ehidupan.
Respond den mengang ggap bahwa S&T: 1) pen nting bagi masyarakat
m (n
no 1); 2) dap pat menemukan obat
seperti untuk HIV attau kanker; 3) menyediakan kesempa atan untuk ke ehidupan lebbih baik bagi generasi
muda; dand 4) dapat menanggulan ngi kemiskina an. Secara um mum, persepssi responden di Cianjur baik dan ini
sejalan dengan temu uan Sjoberg & Schereiner (2007) untukk kasus di neg gara berkembbang. Namun, Sjoberg
& Schereiner menem mukan kecenderungan skep ptis siswa terh hadap saintis dan sedikit yang
y memilikii persepsi
scientismm (persepsi laki-laki). Ini terlihat dari rendahnya persepsi
p tentaang pernyataaan bahwa S& &T dapat
memeca ahkan hampirr semua masa alah (no 8) (teemuan di Cian njur tidak meenunjukkan keecenderungan n ini).
Namun demikian, secara umum terdapatt kesa
amaan panda angan siswa di d berbagai budaya
b bahwaa mereka
memilikii minat yang netral (negarra berkemban ng) hingga tid dak berminat (negara majju) terhadap pelajaran
sains jikka dibandingkan dengan mata
m pelajaran
n lain. Ini artin
nya walaupun n pandangan mereka baik terhadap
pelajaran sains tetappi tidak menja adikan pelajarran sains lebih diminati da aripada pelajaran lainnya.. Temuan
ini men njadi tantangan bagaiman na menjadika an pelajaran sains lebih diminati lag gi dibandingkkan mata
pelajaran lain.

G. My
M opinion abo
out Science and
d Technology

4.00
3.50
response (m)

3.00 m
2.50 Girl
2.00 Boy
1.50
1.00
1 2 3 4 5 6 7 8 9
My o pinion about ...

Gam
mbar 4: Pend
dapat respond
den terhadap
p S&T

107
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar
S on Sciencce Education ISBN: 978-979-985466-4-2
Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation

Bagaimana siswa memandang dirinya jika ia kelak k menjaadi saintis?


A
Aspek ini digali dengan menggunakan
m pertanyaan terbuka
t dan hasil rekapitu
ulasi respon terungkap
t bahwa
s
secara umum m terdapat pe erbedaan orientasi spesialissasi keilmuan derung menyukai
n. Responden laki-laki cend
t
tema antarikssa (no 3), bumi (no 2), ga adget (HP/lapptop) (no. 6) dan mesin (nno 13). Sebaliiknya, responnden
perempuan cenderung
c be
erminat meng gkaji hal-hal yang berken naan dengan kesehatan dan d penyakit, hal
y
yang menggu ugah rasa ing gin tahu (7), hal yang dianggap berguna (no 1), da an lingkungan n (no 15). Se elain
itu, tidak adaa responden perempuan yang y berminat menjadi ilm
muwan di bida ang mesin (n no 13), listrik (no
14) dan energ gi alternatif. Sementara
S itu esponden yang tidak memiiliki kejelasan tentang renccana
u, proporsi re
bidang keahlian sains (no o 18) relatif banyak yang g menunjukka an respondenn kategori ini belum mem miliki
w
wawasan tentang rencana a keahlian jika
a mereka men njadi ilmuwann.

Me as Sc
cientist

20.0
00
18.0
00
16.0
00
14.0
00
12.0
00
Me as Scientist (G
Girl)
10.0
00
Me as Scientist (B oy)
8.0
00
6.0
00
4.0
00
2.0
00
0.0
00
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18

Gambar 5: Grafik panda angan siswa sebagai


s ilmuw
wan
Temu uan dari studdi awal ROSE E project dise ertai dengan perbandingan terhadap penelitian
p serrupa
memberikan gambaran tentang suarra siswa terh hadap S&T dand pendidikkan S&T di sekolah.
s Hal ini,
s
setidaknya, d
dapat membe erikan gambarran seberapa jauh tingkatt relevansi pe endidikan sain ns di mata sisswa,
bagaimana kiita menilai pa andangan merreka dan apa yang perlu dilakukan seba agai tindak lanjut.
Pengembangan muatanm kurikkulum sains yang dilaku ukan secara seksama oleh o para pa akar
pendidikan dan pakar sains rupanya masih m menyim mpan kesenja angan di mata siswa. Me elimpahnya alliran
informasi memungkinkan siswa untuk memperoleh
m wacana sainss yang merekka bawa ke da alam kelas. Akan
A
t
tetapi, rupanyya orientasi minat
m kajian sains
s oleh sisswa berbeda dengan keterrsediaan materi yang terse edia
d kurikulum.. Contohnya adalah materi IPBA yang memiliki pro
di oporsi yang tidak
t terlalu banyak di da alam
kurikulum cenderung dimiinati oleh sisw wa, sementarra materi trad disional seperrti atom dan molekul men njadi
materi yang kurang dimin nati. Terhadap p temuan ini,, Sjoberg & Schereiner
S (2007) mengajukan pertanyyaan
a
apakah materi IPBA dapatt menjembata ani kesenjanggan antara minat siswa de engan muatan n kurikulum yang
y
berisi materi yang dipanda ang tradisionaal oleh siswa??
Tentuunya kita tidaak serta merrta mengguna akan temuan ini dan hasil ROSE proje ect lainnya unntuk
merombak to otal kurikulum
m, namun setid daknya kita menyadari
m aka
an nilai dan prioritas
p dari penyikapan
p siiswa
t
terhadap sain
ns dan pendiidikan sains. Satu hal yan ng dapat dipe ertimbangkan n adalah men nganalisis matteri-
materi yang dianggap
d pen
nting secara pengembanga
p an kurikulum sekaligus dip pandang enga aging oleh sisswa.
Pemilahan in ni penting ag gar tidak terjeebak untuk menyajikan
m m
materi sains secara berlebihan (overlo oad)
s
sehingga sisw
wa dibingung gkan oleh ban nyaknya pilihan seperti te erungkap dala am studi ini: siswa di neg gara
berkembang cenderung in ngin mempela ajari semua hal
h (cf. Sjoberrg & Scherein ner, 2007). Issu lainnya ada alah
bagaimana mengajarkanny
m ya?

108
PR
ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon ISBN: 978-9799-98546-4-2
C
Current Issues on Research
R and Teaaching in Science Education

Isu tersebut berkaitan de engan isu ba ahwa siswa tidak terlalu berminat
b terhhadap mata pelajaran
sains jikka dibandingk kan terhadap p mata pelaja aran lainnya. Siswa mema ang memand dang bahwa pelajaran
sains menarik,
m mennggugah rasa a ingin tahu u dan berko ontribusi terh hadap kehidu upan mereka a. Untuk
menjem mbatani kesen njangan ini diperlukan pemahaman
p bahwa sainss seperti ha alnya mata pelajaran
lainnya- merupakan bagian dari budaya dan n aktivitas hid dup masyara akat. Inti darri kebudayaan adalah
interaksi diantara anggota
a kommunitasnya. OlehO karena itu, pendidikan sains di d sekolah sebaiknya
s
menekankan pada pe emberdayaan dan otonomi individu (cf Sjoberg & Scchereiner, 200 07) untuk menentukan
pilihan secara
s bertanggungjawab.
Isu pilihan ya
ang mendasa ari kriteria rellevansi ini sejjalan dengan tujuan lain pendidikan
p saains yaitu
memban ngun demok krasi dan ekuiti dan kew warganegaraa an dalam ko onteks globalisasi. Dalam m hal ini
diperlukkan persepsi yang realistikk dan kritis terhadap
t orie
entasi pendid dikan sains (S Sjoberg & Scchereiner,
2007). Hal
H ini dapat diarahkan
d padda upaya pen ningkatan parrtisipasi (enga agement) unttuk saling memberikan
pilihan dan argumen ntasi terhada ap pilihan ya ang diambil. Dalam konte eks pengajaran sains orie entasinya
adalah mendekatkan
m n bahan ajar ke dalam ke ehidupan seh hari-hari siswa a (relevansi terhadap
t materi yang
engagingng) dan menga ajarkan siswaa berargumen ntasi.
Kehidupan sehari-hari sisswa tidak terrlepas dari issu di lingkung gannya: apa yang terjadii di alam
sekitarnyya dan masya arakat di sekeelilingnya. Terhadap isu ini siswa mema andang secara a positif perann mereka
terhadap p upaya pele estarian lingkkungan. Seme entara itu, pandangan
p sisswa tentang pentingnya teknologi
dalam masyarakat
m menunjukkan
m bahwa bagi mereka S&T T memiliki pe engaruh terhadap masyarrakat (cf.
Scherein ner & Sjoberg g, 2006; Sjob berg & Schereiner, 2006). Lantas, apa yang akan diperankan d oleh siswa
kelak? Isu ini berken naan dengan pilihan pekerrjaan dan gam mbaran bagaiimana seanda ainya mereka a menjadi
saintis.
Secara umum m memang minat untuk menjadi saintis relatif sedang (Grafiik 2 no. 14). Namun
demikian n, terdapat perbedaan antaraa minatt kajian anta ara siswa la aki-laki denga an siswa pe erempuan
seandain nya mereka menjadi
m sainttis seperti dikkemukakan pa ada bagian Hasil. Kecende erungan ini se etidaknya
memberrikan gambara an jender unttuk rekrutmen calon saintis pada bidan ng tertentu; IPBA merekrut laki-laki
dan kese ehatan merek krut perempu uan. Selain itu u, negara berkkembang memiliki potensi untuk merekkrut calon
saintis karena
k siswa di
d budaya ini lebih bermina at menjadi sa aintis daripada a siswa dari negara
n maju, terutama
siswa prria. Hal serup pa terjadi untuuk pekerjaan di bidang tekknologi (cf. Schereiner
S Sjoberg, 2006; Sjoberg
&Sj
& Scherreiner, 2006). Hal ini memberikan gamb baran bahwa berkarir di bidangb sains bukanlah
b iden
ntitas dan
prioritass mereka. Nam mun demikian n, secara umum siswa cen nderung mem milih pekerjaan yang sesua ai dengan
nilai dann pandangan yang mereka a anut. Hal ini menunjukkkan bahwa mereka m memilliki identitas tersendiri
t
terhadap p pekerjaan mereka
m kelak (pengecualia an di Cianjur dimana
d nilai materialisme
m m
masih kuat).
Temuan dala am studi ini mencerminkan
m n suara hati yang memb bentuk identitaas siswa, yaittu minat,
nilai, priioritas, terhad
dap pendidika an sains. Perrmasalahannyya adalah bag gaimana men nempatkan te emuan ini
ke dalam pengemba angan kuriku ulum pendidikan sains? Gambarannya
G a adalah sela ama ini telah terjadi
kesenjan ngan antara relevansi
r darii sudut panda ang pakar saiins dan pendiidikan sains vs v relevansi dari
d sudut
pandang g siswa terha adap sains pendidikan sain ns. Tidak men ngherankan jiika minat sisw wa terhadap pelajaran
sains cu ukup rendah,, dan ini mu ungkin salah satu penye ebabnya. Tug gas mendasa ar dari isu in ni adalah
bagaima ana menjemb batani kesenjjangan ini melalui
m penge embangan ku urikulum dan program pe endidikan
sains? Issu ini perlu ditangani seca ara bijak dan seksama kare ena menyang gkut bagaiman na memaduka an kedua
sudut pandang
p (pa
akar vs. sisw wa). Namun demikian, temuan t ini tidak serta merta meng garahkan
pengem mbangan kurik kulum karena a kita tidak dapat
d begitu saja menjadiikan hasil poling siswa ini sebagai
acuan pengembangan kurikulum dan d program pendidikan sa ains (cf. Sche ereiner & Sjobberg, 2006).

109
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar
S on Sciencce Education ISBN: 978-979-985466-4-2
Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation

Kecenderungan minatm siswa tentang


t mateeri IPBA missalnya- meng ggugah kita tentang priorritas
materi yang ingin mereka pelajari. Nam mun demikian n kita masih perlu memasstikan apakah h memang ma ateri
IPBA dapat menjadi
m jemb batan dari ke esenjangan ittu? Materi IP PBA sebenarn nya jauh dari konteks realitas
s
sehari-hari siswa; materi ini kiranya bersifat
b imajinnatif. Apakah materi IPBA A cukup meng gobati kejenuuhan
s
siswa terhaddap materi trradisional saiins? Temuan n yang cukup p memberika an angin seg gar adalah siiswa
mendasarkan n pilihannya atas
a nilai dan kebermaknaa an. Ini terliha
at dari minat mereka terha adap hal-hal baru
b
t
terutama berrkenaan deng gan isu sosio--saintifik (missalnya kloning g, AIDS, pemmanasan globa al) dan tekno
ologi
baru (gadget, t, internet).
Sifat dari isu sossio-saintifik ad dalah ragam persepsi dan konsepsi dalam d arti sisswa menemu ukan
keragaman wacana
w baik dari
d media maupun
m dari sekitarnya,
s um
mumnya di lu uar sekolah. Isu I sosio-sain ntifik
ini seringkalli dibawa ke k dalam ke elas (cf. Su uratno, 2006 6). Permasala ahannya ada alah bagaim mana
mengembang gkan pedagog gi-didaktik terrhadap kecen nderungan sisswa membaw wa isu sosio-ssaintifik ke da alam
kelas? Kajian n terkini dari Suratno (200 06) dan Osbo orne & Simon (2005) me emberikan pe encerahan bahwa
a
aspek argume entasi menjad di dasar dari pengajaran dand pembelaja aran sains. Siifat keragama an perspektif dari
isu sosio-sain ntifik memerluukan logika dasar yang me endasari pem milihan suatu penjelasan
p ya
ang akan diru ujuk.
Proses ini san ngat bergantu ung dari kema ampuan berarrgumentasi.
Kajian suara hatii siswa tenta ang pendidika an sains mellalui ROSE project ini dip pandang mem miliki
lifelong persp pective jika diibandingkan dengan
d kajiann achievemen nt siswa sepeerti studi TIMM MS dan PISA (cf.
S
Sjoiberg & Scchereiner, 2007). Pandang gan ini didasaarkan pada argumen berikkut: 1) pada beberapa neg gara
y
yang memilikki skor PISA/T TIMMS menun njukkan kecen nderungan minat siswa yang rendah te erhadap pelaja aran
s
sains; 2) Sikkap dan nilai merupakan tujuan belajjar yang pen nting sekaliguus penentu perilaku
p di masa
m
d
datang, walaaupun siswa tidak
t bermakksud berkarir di bidang S& &T; 3) konse ep sains mung gkin saja muudah
lupa, tetapi etos
e dan atmmosfir dari pe elajaran sainss cenderung terus
t membe ekas; 4) mina ar berkelanjuutan,
a
apresiasi dann respek terrhadap S&T menjadi fokkus perhatian, bukan se ekadar achiev evement; dan n 5)
menekankan pada pemah haman hakika at sains, nilai (juga keterb batasan) yang g terkandung g dalam S&T dan
S
S&T sebagai bagian dari budaya.
b
Kelim
ma argumenta asi tersebut begitu bermakkna dan sebaiiknya mendassari pengemb bangan kuriku ulum
d
dan program m pendidikan sains teruta ama ditengah h arus standa ararisasi kurikkulum dan te es yang mung gkin
menghambatt belajar sisw wa. Oleh kare ena itu, temu uan awal ini dengan
berrbagai keterba atasannya- perlu
p
d
diperluas denngan skala pe enelitian yangg lebih repressentatif dan mantap untuk konteks Indonesia. Den ngan
d
demikian dihaarapkan dapa at memberikan evidence basedb yang da apat meyakinkkan komunita as pendidik saains,
pemangku ke ebijakan dan masyarakat.
m

PENUTUP
Temuan dan pembahasan
T n dari studi aw wal ROSE pro oject ini meng ggugah kita seebagai pendid dik sains tenttang

suara hati siswa terhadapp sains dan pe endidikan sains. Hal ini yang membentu uk identitas, nilai
n dan priorritas
s
siswa terhada ap sains dan pendidikan sains
s di sekolaah. Faktor-faktor inilah ya
ang dipandang g mempenga aruhi
minat belajarr siswa terhad dap S&T (cf. Sjoberg
S & Schhereiner, 2007 7).
Studii ini juga me emberikan ga ambaran adan nya kesenjanngan tak berkkesudahan an ntara pendidikan
s
sains dengan kontruksi ide entitas siswa (cf. Schereiner & Sjoberg,, 2006). Siswa menginginkkan sesuatu yang y
bermakna, yangy sesuai dengan
d nilai identitas me ereka dan in ni kiranya be elum mereka temukan da alam
pendidikan sa ains maupun untuk kelak berkarir di bidang
b sains. Oleh karena itu, sifat darri studi ini beelum
memosisikan apakah sud dah sampai kepada kessimpulan ata au justru me enjadi awal dari reorien ntasi
pendidikan sa ains yang meencoba agar u user friendly?? Bagaimana kita dapat memecahkan masalah
m ini ta
anpa

110
PR
ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon ISBN: 978-9799-98546-4-2
C
Current Issues on Research
R and Teaaching in Science Education

merusakk tujuan luhur dari S&T


T itu sendiri?? Kiranya inilah tantanga
an dari peng
gembangan kurikulum
k
pendidikkan sains.

Penulis mengucapkan n terima kasih h kepada Pro


ofesor Svein Sjoberg
S dari University
U of Oslo,
O Norwayy atas izin
yang dib
berikan untukk menggunaka an dan mengembangkan perangkat
p inte
elektual dari penelitian ini rujukan
dan insttrumen- pada a konteks In ndonesia Terima kasih jugga kepada Prrof. Jonathan n Osborne da ari Kings
College London yang g telah memberikan pema ahaman awal tentang kajjan argumenttasi dalam pe endidikan
an trend Scien
sains da nce for Publicc Understandin
ing.

DA
AFTAR PUSTA
AKA

Millar, R
R. & Osbornne, J. 1998. Beyond 200 00. Science Education fo or the Future e: A report with ten
recommendaations. The re
eport of a sem
minar series fu
unded by the Nuffield Foun
ndation. Kings College
London Scho
ool of Educatio
on.
OECD. 2
2000. Measuring student knowledge
k and skills. The PISA
P 2000 assessment of reading, math
hematical
and scientificc literacy. Parris: OECD.
Osborne
e, J. 2005. Sccience Education for All: Ra
adical vision or
o hopeless fa
antasy. Inaug
gural Lecture at Kings
College Londdon
Osborne
e, J. Erduran, S. & Simon n, S. 2004. Enhancing thhe quality of argumentation in school science.
Journal of Reesearch in Sccience Teaching. Vol 00 No.00, pp 1-27
7. Sent by Prrof. Jonathan Osborne
[jonathan.ossborne@kcl.ass.uk] to Tatan
ng Suratno [ta
atangsan@yaahoo.com]. Juuni 2005.
Scherein
ner, C & Sjo oberg, S. 200
06. Science education an
nd young pe
eoples identitty constructio
on Two
mutually inco
ompatible pro
oject? A paperr.
Scherein
ner, C. & Sjo oberg, S. 20 004. Sowing the seeds ofo ROSE. Bacckground, rationale, quesstionnaire
developmentt and data collection for ROOSE (Relevan
nce of Science
e Education) A comparattive study
of students views
v of scien
nce and scien
nce education.
Sjoberg,, S & Schereeiner, C. 2007 7. ROSE Reacching the minds and hearts of young people. Pressentation.
Internationall Space Science Institute. Bern,
B June 20
007.
Sjoberg,, S. 2007. PIISA and real life challang
ges: Mission Imposible. Contribution to
o Hopman (E
Ed): PISA
according to PISA Revised
d Version Oct 2007.
Suratno,, T. 2006. Pengembangan pedagogi be erbasis wacan
na argumentatif untuk pem mbelajaran sains di era
informasi. Makalah disajikkan pada Kon
nferensi Guru
u Indonesia yang
y diselenggarakan oleh
h Teacher
mpoerna Foun
Institute Sam ndation dan Provisi
P Education. Jakarta 26-27
2 Novemb ber 2006.

111
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar
S on Sciencce Education ISBN: 978-979-985466-4-2
Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation

S
SCI-11
DEVE
ELOPMENT OF STUDENT ACTIVITY SHEETS S (LKS) AT SUBJECT SCIENCE
S
ORIENT
TED DIRECT
T INSTRUCCTIONAL FO
OR SENIORR HIGH SCHHOOL WITH SPECIALL
NEED EDUCATION
E N (DEAF) (S
SMALB-B)

Sri Poe
edjiastoeti
(Facu
ulty of Mathem
matics and Scciences, Surab
baya State Un
niversity)

The aim of research wa as to developp LKS, orienteed direct instr tructional for student
s SMAL
ALB-B with foood
additive to
opic. This rese earch is referrring to 4-D models
m (Definne, Design, Develop,
D and Dissemination
D n)
by Thiagarrajan, limitedd until phase Develop. Syn ntaxs or phasses in direct instructional
in a
are: (1) Clarif
ify
goal and establish
e set, (2) Demonstr trate knowledg dge or skill, (3
3) Provide guiided practice,, (4) Check for
fo
understand ding and provvide feedbackk, (5) Provide extending pra ractice.
Three LKS S were deve eloped: (1) Chemical
C in food,
f (2) Preeservation su ubstance in food,
f and (3 3)
Chemical efect
e in food. The results of limited fieeld-test showeed, that stude dent SMALB-B B gives positivve
response, can do activ ivities trained
d, and report rts result of observation.
o The constraaint at makinng
conclusionn and answerss question, so o that still requ
quire intensiveely guided.
Key-word:
d: student activivity sheets, 4-D
4 models, directd Instructtional, deaf sttudent, food additive.
a

PENDAHULU
UAN
UU RI No.20 Tahun 2003 Tentang Sisttem Pendidikkan Nasional Bab B IV Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 32 ayat a
(1) menyeb butkan bahwa a Warga Ne egara yang memiliki
m kelaiinan fisik, em
mosional, me ental, intelekttual,
d
dan/atau sossial berhak memperoleh
m p
pendidikan khusus. Berdasarkan PP RII No.19 Tahu un 2005 Tenttang
S
Standar Nasiional Pendidikan dalam beberapa
b passal dan ayatn nya menjelasskan bahwa, kelompok mata m
pelajaran, beeban belajar, pendidikan kecakapan hidup, kurikkulum, kualifikkasi pendidikk, yang disajikan
untuk Tingkat Satuan Pend didikan bagi peserta
p didik normal juga berlaku untukk pendidikan khusus.
Menu urut BSNP (2006), SMALB B-B merupaka an satuan tingkat pendidikkan untuk pe eserta didik yang
y
berkelainan tunarungu tanpa diserttai dengan kemampuank d bawah ratta-rata. Menurut
intelektual di
s
standar isi un
ntuk SMALB-B B, materi kimia terdapat da a-lam mata pe elajaran IPA. Sedangkan Peraturan
P Mennteri
Pendidikan Nasional
N Repuublik Indonessia Nomor 1 Tahun T 2008 tentang Sta andar Proses untuk SMALB-B,
memberikan pedoman perangkat pembelajaran yan ng perlu direnncanakan, dib buat, dan diimplementasi--kan
untuk menun njang PBM settiap mata pela ajaran.
Berda asarkan hasill studi lapang gan penguassaan materi IPA I guru IPAA SMALB-B padap materi IPA,
khususnya Kiimia kurang memadai,
m karrena berlatar belakang PLB B, namun me empunyai ded dikasi yang tinnggi
d
dan ingin melakukan
m ovasi-inovasi dalam menyyajikan mata pelajaran IP
ino PA baik di kelas
k maupun n di
laboratorium.. Poedjiastoeeti, dkk (200 07) berkolab borasi dengan n guru IPA SMALB-B Negeri N Gedanngan
memberikan pengenalan alata laboratorium kimia unttuk siswa SMALB-B, dipero oleh hasil ada
anya peningka atan
kemampuan dan keteram mpilan guru IPA dalam menyajikan IPA dan menggunakan m n beberapa alat
laboratorium kimia. Demikian juga terrlihat adanya a respon yang positif dari siswa dalam m mengikuti dan
melakukan ke eterampilan menggunakan
m n beberapa ala at laboratoriu
um kimia.
Pemb belajaran Kimmia atau IPA A bagi siswa tunarungu untuk u berbaggai jenjang pendidikan
p diiluar
negeri telah banyak dilaku ukan dan dite eliti (Sale, 20
002; Panselina, 2002; Lan ng & Steely ,2 2004; Lundsfford,
2006; Lang, 2006; Roa ald, 2006). Selain itu peningkatatan
p n akses lab boratorium IP PA untuk siiswa
berkebutuhan n khusus (tu unanetra, tunnarungu, dan tunadaksa) juga telah dilakukand ole
eh proyek CLLASS

112
PR
ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon ISBN: 978-9799-98546-4-2
C
Current Issues on Research
R and Teaaching in Science Education

(Creating
ng Laboratoryy Access for Science Stud dents) bekerja secara pro ofesional dan berkolaborassi Wright
State Unniversity (WSU U).
Mata pelajarran IPA di SMALB-B berissi materi Bio ologi, Fisika, dan Kimia yang
y disajikan
n melalui
penyampaian informa asi dan kegia atan praktikum untuk beb berapa topik yang
y relevan. Standar Ko ompetensi
(SK) maata pelajaran IPA di kelas X, X yang berisi materi Kimia a adalah Men ngidentifikasi,, mengumpulkkan data,
dan me enyimpulkan kegunaan dan efek sam mping bahan kimia di se ekitar serta mengkomuniikasikan.
Kompete ensi Dasar (K KD): (1) Me engumpulkan data bahan kimia di rum mah tangga, (2) Mengi-d dentifikasi
kegunaa an dan efek samping penggunaan baha an kimia di sekitar, (3) Men nyim-pulkan bahan
b kimia alami
a dan
buatan dalam kema asan yang terdapat
t dala
am bahan makanan
m (pe
ewarna, pemanis, pengaw wet, dan
penyeda ap), dan (4) Mengkomunikasikan ke-gunaan dan efek e samping bahan kimia a terhadap lin ngkungan
sekitar (BSNP: 2006)
Penyajian materi dengan topik zat ad ditif makanan n menunjang pencapaian SK dan KD tersebut,
apabila dilaksanakan melalui kegiatan siswa ya ang dihubung gkan dengan bahan-bahan n yang ada di d sekitar
dan seriing dijumpai, akan berman nfaat dalam kehidupannya
k a sehari-hari. Produk-produ uk pangan me erupakan
contoh yang
y sesuai dipilih
d untuk mengembang
m gkan LKS den ngan alat dan bahan yang mudah diperroleh dan
tidak be
erbahaya. Orie entasi penyajjiannya meng gacu pada pe embelajaran la angsung sesu uai dengan ke ebutuhan
dan keteerbatasan sisw wa SMALB-B dalam memp peroleh dan mengolah
m informasi yang memerlukan
m bimbingan
setahap demi setahap dan terstruktur mengikuti fase-fase atau sintaksnyya.
Bagi siswa tu
unarungu, dam mpak lain yan ng ditimbulkan sebagai akiibat ketunaru unguan memp pengaruhi
dalam hal
h masalah persepsi
p audiitif, bahasa dan
d komunika asi, intelektuaal dan kognittif, pendidikan, sosial,
emosi, bahkan
b vokassional. Menurrut Lewton da an Mackey (1 1969), dalam penelitiannyya menjelaska an bahwa
keterbelakangan atau hambatan kognisi anakk tunarungu ada hubunga annya dengan n kemiskinan n bahasa,
perolehaan informasi yang kurang g menyebabkkan daya absstraksi dan imajinasinya mengalami hambatan h
pula. Se
edangkan rendahnya intele egensi rata-ra ata anak gang gguan pendengaran diban ndingkan deng gan anak
yang noormal pendeng garan menuru ut Backwin (1 1985) disebab bkan ganggua an bicaranya, karena ternyyata pada
tes tanp
pa verbal mem mperoleh skorr yang mende ekati (Sadjaah h, 2005).
Seperti yangg diutarakan oleh Pressleyy dan Levin (Moores, 2001: 166), pe er-kembangan n kognitif
secara fungsional
f tid
dak hanya te erkait dengan kemampua an-kemampua an kognisinya a tetapi juga a dengan
pengetaahuannya ketiika menerapkkan pe-ngetah huan atau strrategi tertentu u. Karchmer dand Belmont (Moores,
2001:1666) dalam penelitiannya
p tentang me emori jangka a pendek, menemukan
m bahwa kinerrja siswa
tunarung gu dibawah tingkat
t siswa mendengar. Akan A tetapi setelah diajar menggunaka an strategi yan ng sesuai
ternyataa siswa tunaru ungu memperoleh hasil se etingkat dengan yang men ndengar. Pene elitian tentangg kognisi,
pendidikkan, dan tun narungu (Martin, 1985, 1991), 1 melap porkan bahw wa hasilnya mendukung
m seorang
tunarung gu mempuny yai kemampu unan intelekttual yang no ormal, meskipun kekuran ngan pada kinerjanya
k
kadang--kadang timbu ul.
Dalam rangk ka melaksanakkan amanat UU U RI tentang g Sisdiknas dan Permen te entang standa ar isi dan
standar proses, ma aka perlu segera
s dilaku
ukan pengem mbangan pe erangkat pem mbelajaran IPA I agar
pelaksannaan PBM IP PA di SMALB--B dapat sege era direncana akan, disiapkkan, dan dapa at diimpleme entasikan.
Berdasarkan uraian di atas, diupayakan Pe engembangan n LKS mata a pelajaran IPAI yang berorientasi
pembela ajaran langsung untuk sisw wa SMALB-B dengan
d topikk zat aditif pad
da makanan.

METOD
DE PENELITIIAN
LKS merupakan sala ah satu bahan ajar berup pa media ceta embangkan untuk meman
ak yang dike ndu siswa
melakukkan latihan, tugas,
t praktikkum/kegiatan laboratorium
m dan dapat digunakan
d un
ntuk melengkkapi buku

113
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar
S on Sciencce Education ISBN: 978-979-985466-4-2
Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation

pelajaran (Ba alai Pengemba angan Teknologi Pendidika an Dinas Pendidikan Propinsi Jabar, 20 005). Penyusu unan
LKS perlu me emperhatikan n beberapa ha al, antara lain
n: kesesuaiannnya dengan kompetensi dasar d dan ma ateri
pokok yang harus dikuassai sesuai de engan kurikullum yang be erlaku, dileng gkapi dengan petunjuk un ntuk
memudahkan n, menarik da alam segi pen nulisan dan tu ugas serta peenilaian, mem manfaatkan linngkungan sekkitar,
s
serta dapat mengembangk
m kan pengetah huan dan waw wasan siswa.
Penelitian pengem mbangan atau u Research an nd Developmeent (R&D) meerupakan prosses atau langkkah-
langkah untu uk mengemba angkan suatu u produk baru u atau menye empurnakan produk yang telah ada, yang y
d
dapat dipertaanggung jawa abkan. Produkk tersebut tid dak selalu berrupa perangkkat keras sepe erti buku, mo odul,
a
alat bantu pembelajaran di kelas atau laboratoriu um, tetapi da apat juga berrupa perangkkat lunak sep perti
program kom mputer untuk k pengolahan n data, pembelajaran di kelas, laborratorium, atau perpustaka aan,
a
ataupun moodel-model pendidikan,
p pembelajaran n, pelatihan,, bimbingan,, evaluasi, manajemen, dll
(Sukmadinata a, 2007)
Menu urut Gall da an Borg (20 003), penelittian dan pe engembangan n pendidikan n mengguna akan
pendekatan sistem
s Dick & Carey. Langkkah-langkah tersebut
t dimoodifikasi oleh Sukmadinata a (2007), men njadi
t
tiga langkah berdasarkan n pengalamannya melaku ukan penelitia an dan peng gembangan, yaitu: (1) StudiS
pendahuluan yang melipu uti studi literatur, studi lap
pangan, dan penysunan
p drraft awal prodduk, (2) uji coba
c
t
terbatas dan uji coba lebihh luas, (3) uji produk melalui eksperime en dan sosialissasi produk.
Penelitian ini merupakan penelitian pe engembangan n yang menga acu pada mo odel 4-D menurut Thiagara ajan
(1974) terdirii dari tahap Define,
D Design
gn, Develop, dan
d Dissemina nation. Pada taahap define dilakukan
d anaalisis
s
siswa, analisiis konsep, se
erta analisis tugas mengaccu pada kurikkulum yang berlaku b di SM
MALB-B, sehin ngga
d
dapat ditentuukan perumussan tujuan sessuai dengan materi
m dalam LKS yang aka an dikembang gkan.
Pada tahap desig gn, dilakukan perancangan n LKS yang akan
a dikemba angkan sesua ai dengan tujjuan
d
dan materi yang
y telah ditentukan.
d M
Menyususn ra
ancangan na askah yang berdasarkan
b format terteentu.
Dilanjutkan dengan
d menyiapkan alat da an bahan yang diperlukan,, dihasilkan drafd I.
Pada tahap devellop, diawali dengan
d h dan revisi naskah, sehingga dihasilkkan naskah yang
telaah y
s
siap untuk dicetak, selanju utnya hasil ce etak LKS me erupakan dra af II yang aka an di uji coba secara terba atas.
Hasil uji coba a terbatas dan validasi dra af II mengha asilkan protottipe LKS yang g dikembangkkan. Penelitian n ini
d
dibatasi samppai pada tahaap develop.
Mode el pembelajarran langsung (Direct Instr tructional) dilaandasi teori belajar
b sosiall dan pemode elan
t
tingkah laku oleh
o Albert Ba
andura, hasil belajar yang dicapai berup pa pengetahu uan prosedura al atau deklarratif,
mengikuti fase atau sinttak tertentu. Fase atau sintaknya, te erdiri dari: (1)
( penyampa aian tujuan dan
penyiapan sisswa, (2) dem monstrasi pengetahuan ata au keterampillan, (3) latiha an terbimbingg, (4) pembe erian
umpan bali, dand (5) latihan lanjutan (A Arends, 2004)..
LKS yang dike embangkan berorientasi pada pem mbelajaran langsung, sehinggas daalam
penyusunann nya mengikuti fase-fase di dalamnya. Pada P fase perrtama, disajikkan tujuan da ari kegiatan yang
y
a
akan dilakuka an sesuai denngan SK dan KD, serta in ndikator hasil belajar yang g ingin dicapaai, selain itu juga
j
menyiapkan siswa, Fase kedua, demo onstrasi peng getahuan atau keterampilan dengan cara c memberikan
materi dan contoh selan ngkah demi selangkah apa yang yan ng akan dila atihkan. Fase e ketiga, latihan
t
terbimbing diilakukan oleh siswa denga an cara meng gikuti apa yanng telah dicon ntohkan, tetap pi dengan ma ateri
s
serupa tetapi tidak sama. Fase keemp pat, umpan balik
b diberika
an dengan ca ara memerikssa kegiatan yangy
d
dilakukan ole
eh siswa dan memberikan n jawaban yang benar. Se elanjutnya pada fase kelim ma, latihan la anjut
d
diberikan unttuk lebih memmantapkan ap pa yang dipero oleh pada situuasi lain.
LKS berorien ntasi pembelajaran langssung, sesuai disajikan untuk siswa tunarungu untuk u menga atasi
keterbatasannya, terutam ma dalam perrkembangan kognitifnya. Melalui M latiha
an selangkah demi selang gkah

114
PR
ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon ISBN: 978-9799-98546-4-2
C
Current Issues on Research
R and Teaaching in Science Education

dan dibeerikan secaraa terbimbing, serta pembe erian umpan balik segera, akan dipero oleh pengetahan atau
keterammpilan yang diharapkan, sehingga dapatt melakukan kegiatan
k pada
a situasi lain saat
s latihan la
anjutan.
Sasaran penelitian ini adaalah LKS yan
ng dikembang gkan, sumberr data diperoleh dari paka ar bidang
studi, pa
akar PLB, gurru IPA dan sisswa SMALB-BB Karya Mulyaa Surabaya. Instrumen
I penelitian terdirri dari (1)
lembar validasi LKS S, untuk memperoleh penilaian
p ten
ntang LKS yangy dikemb bangkan. (2)) lembar
pengam matan aktivitass siswa, untuk memperoleeh data siswa selama proses belajar me engajar meng ggunakan
LKS. (3)) Angket resppon siswa, unntuk memperooleh pendapa at siswa selam
ma mengguna akan LKS. (4)) Laporan
terntangg data penga amatan, kesim mpulan, jawa
aban pertanya aan, keterammpilan siswa selama men ngerjakan
LKS.

HASIL DAN PEMBA


AHASAN
LKS yanng dikembang gkan sebanyaak tiga buah.. LKS-1: Bahan kimia dala am produk pangan,
p LKS-22: Bahan
pengawe et dalam mak KS-3: Efek samping bahan kimia dalam makanan dan
kanan, dan LK n minuman.
LKS-1, siswa a melakukan kegiatan mengidentitikasii bahan kimia a yang ada dalamd produkk pangan
dengan cara melihai kom mposisinya daalam label ke emasan, mem milah yang te erma-suk bahhan aditif
makanan (pe emanis, penyeedap, pewarn na, dan penga awet) alami attau buatan.
LKS-2, siswa a melakukan n kegiatan percobaan menggunakan
m n beberapa alat sederhana dan
mengidentitikkasi adanya boraks sebag gai pengawett dan pengen nyal yang dig gunakan padda bakso.
Dalam kegiatan ini tidak ada kesulita an selama me enguji ada attau tidaknya boraks dalam m bakso,
akan tetapi kesulitan
k untu
uk membuat kesimpulan
k da
an menjawab b pertanyaan.
LKS-3, siswa a mengisi LK KS tentang efek
e samping g bahan kimiia dalam ma akanan dan minuman
berdasarkan tabel yang diisajikan.
Hasil validasi LKS-1, 2,
2 dan 3 disajjikanpada tab
bel berikut, se
ehingga dapatt dilihat kelayyakannya.
Tabel 1. Hasil Validasi LK
KS -1,2, dan 3
Perrsentase kelayakan (%))
No. Aspek ya
ang dinilai
LKS-1
1 LKS--2 LKS
S-3
1 Komponen
K 80,33 79,67 82,36
2 Penyajian
P 83,33 85,83 84.17
3 Bahasa
B 81,11 81,11 78,89
4 Ilustrasi
I 84.44 84.44 84.44
5 Kecermatan
K issi 83,33 84.44 83,33
6 Keterbacaan
K 83,33 80,00 80,00
7 Kesesuaian
K de
engan 82,67 82,67 73,99
Pembelajaran
P n langsung
Ketterangan: keelayakan mem menuhi (61-80 0)%; sangat memenuhi
m (81-100)%
Berdasarkan data yang diperoleh,
d ma aka ketiga LKSL yang dikeembangkan memenuhi
m ke
elayakan.
Khususnnya LKS-1 dan LKS-2, 6 dari
d 7 aspek yang
y dinilai menunjukkan
m kelayakannya sangat memenuhi,
kecuali aspek komponen untuk LKS-1 dan aspek a keterbacaan untuk LKS-2, kela ayakannya me emenuhi.
Sedangkkan LKS-3, aspek baha asa, keterba acaan, dan kesesuaian dengan pembelajaran langsung
kelayakaannya meme enuhi dan ya ang lain san ngat memenu uhi. Hal terssebut pada LKS-3 kegiattan yang
dilakuka
an berbeda dengan
d yang lain karena hanya melakkukan latihan n berdasarkan n ateri yang disajikan
pada tabel, sedangkaan LKS-1 ban nyak pengamatan yang dilakukan terha adap kemasan produk pan ngan dan
LKS-2 melakukan
m keggiatan identiffikasi zat aditif (pengawet)) pada makan nan. Dari kettiga LKS menunjukkan

115
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar
S on Sciencce Education ISBN: 978-979-985466-4-2
Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation

ilustrasi yang
g sangat me emenuhi, karrena disajika an materi se esungguhnya dalambentu foto berwarna,
s
sehingga memmberi kejelasan terhadap konsep.
k
Data tentang aktiv
vitas siswa se
elama mengerrjakan LKS, da apat dilihat pada tabel 2 berikut.
b
Taabel 2. Persen
ntasi aktivitass siswa
Perse
entase aktiv
vitas (%)
No. K
Kategori Pen
ngamatan
LKS-11 LKS--2 LKS
S-3
1 Memperhatikan
M n penjelasan guru 11 12 18,5
2 M
Mempelajari rin
ngkasan mate eri dan contoh 12
2,5 14 15,5
3 M
Mengerjakan la
atihan awal 15 1
15,5 20
4 M
Menggunakan alat dan baha
an dengan ba aik 4,,5 5 -
5 M
Mengisis tabel data pengam matan 10 1
10,5 -
6 M
Mengecek jawaaban 4 5 9
7 M
Menjawab perttanyaan 25
5,5 2
26,5 32,5
8 Be
ertanya pada guru 7,,5 3 2,5
9 M
Menyimpulkan 6 6
6,5 -
10 Ke
egiatan yang tidak relevann 4 2 2
To
otal 1000 1
100 100

Data tentang resp


pon siswa sela
ama mengerja
akan LKS, dap
pat dilihat pad
da tabel 3 berikut.
Tabel 3. Respon
R siswa selama mengggunakan LKS

No. Aspek
k P
Persentase (
(%)

1 Penam
mpilan LKS me
enarik 8
84
2 Isi LKS
S menarik 9
92
3 Gamb
bar mudah dip
pahami 9
90
4 Materi mudah dipahami 8
86
5 Cara kerja/petunju
k k jelas 8
86
6 Tabel dan pertanya
aan jelas 9
94
Rata-rrata 8
88,67

Aktivitas siswa yang


y dominaan selama mengerjakan
m LKS-1, 2, dan
d 3, tamppak pada wa aktu
memperhatikkan penjelasan guru. Mempelajari ringkkasan materi, mengerjakan n latihan awal, dan menjaw wab
pertanyaan, sedangkan
s pa
ada mengisi tabel
t lebih se
edikit sesuai dengan
d tugass yang dikerja
akan, sedanggkan
pada LKS-3 tidak ada kegiiata tersebut,, demikian jug ga mengguna akan alat dan bahan tidak ada pada LK KS-3.
A
Aktivitas terrsebut menu unjukkan ba ahwa siswa tunarungu cenderung untuk lebih h berkonsenttrasi
mengerjakan sesuatu, dib bandingkan berkomunikasi
b i antar sesamma. Sesuai de engan respon n siswa terhaadap
LKS selama melakukan kegiatan yan ng menunjukkkan respon yang sanga at positif, terrlihat juga pada
p
a
aktivitasnya. Namun dalaam beberapa a hal terutam ma menyimp pulkan dan menjawab
m peertanyaan masih
kesulitan hal tersebut dapaat terlihat darri laporan keggiatan siswa yang
y tertuangg dalam pengisian LKS.

PENUTUP
Berdasarkan data yang diperoleh, tiga a LKS yang dikembangkan
d n dengan top pik khususnyaa zat aditif pada
p
makanan, sisswa dapat mengidentifik
m kasi adanya bahan kimia a dalam kem masan produk makanan dan
minuman, za at aditif alami dan buatan
n yang terdappat makanan, serta efek bahan kimia dalam maka anan
memenuhi kriteria layak digunakan. Kegiatan
K dala
am LKS dapa at dilaksanakkan dengan baik dan resspon
positif siswa selama meng gerjakan LKS
S, namun ma asih perlu bim
mbingan seca ara intensif dalam pembua atan

116
PR
ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon ISBN: 978-9799-98546-4-2
C
Current Issues on Research
R and Teaaching in Science Education

kesimpu ulan dan me enjawab perttanyaan. Hal tersebut menunjukkan


m keterampilan psikomoto orik anak
tunarung gu lebih menonjol daripada kemampuan kognitifnya
elanjutnya dapat mengam
Penelitian se mbil topik bahhan kimia dissekitar yang lain, misalnya
a produk
pemberssih, obat, atau pupuk, sehingga meleng gkapi LKS yanng sudah ada dan penyajia annya lebih bervariasi.
b
Selain ittu perlu dikaji perkembang
gan kemampuuan kognitif siswa tunarunggu melalui berbagai penyajjian.

DA
AFTAR PUSTA
AKA
Anonim.. (2006). UU RI No.14 Tahun
T 2005 tentang Gurru dan Dosen n serta UU RI
R No.20 Tah
hun 2003
tentang SISD
DIKNAS beserrta penjelasan
nnya. Bandun
ng: Citra Umb
bara.
Arends, R.I. (2004). Guided to Field
F Experien
nces and Port
rtofolio Develo
opment to acccompany Lea
earning to
Teach. New York:
Y McGraw
w Hill.
engembangan
Balai Pe n Teknologi P
Pendidikan Dinas Pendidika
an Propinsi Jabar.
J (2005). Penyusunan
n Naskah
Bahan Ajar Tori
T dan Praktktek. Bandung.
BSNP.(2
2006). Standa
ar Isi. Jakarta:: Depdiknas
nas. (2008). Peraturan
Depdikn P Meenteri Pendidi
dikan Nasionaal RI No.1 Taahun 2008 teentang Standadar Proses
Pendidikan Khusus
K Tunan
netra, Tunarunngu, Tunagraahita, Tunadaaksa, dan Tuna
nalaras. Jakartta.
Gall, M.D., Gall, Y.P., Borg, W.R. (2003). Educcational Rese
earch an Intro
oduction. Sevventh Ed. NY:: Pearson
Education Inc.
T,J.( Editor). (1993). Teacching Chemisttry to Student
Kucera,T bilities. 3th ed. ISBN 0-8412
nts with Disab 2-2734-9.
American Chemical Societty, Committee e on Chemist with Disabilitties.
Lang, H.G.
H (2006).Science Eduucation for Deaf
D Student
nts: Prioritiess for Researrch and Inst structional
Development
nt.NY: Departm
ment of Rese earch and Tea
acher Edu-cattion National Technical Insstitute for
the Deaf Roochester Insttitute of Tecchnology 96 Lomb Memo orial Drive Rochester,
R NYY 14623-
5604.Email: harrylang@rit.edu
Lang, H
H.G., Steely, D.(2003).Web
D b-based scien
nce instructio
on for deaf student:What
s research sayys to the
teacher*.Insstructional Scie
ience 31 : 2777 298, 2003
Lunsford
d, S.K., Bargeerhuff, M.E. (22006). A Proyyect To Make the Laboratoory More Acceessible to Stud
dent with
Dissability. Journal
Jo of Cheemical Educattion. Vol. 83. No.3
N March 2006.
2 p: 407-4
409
Moores, N.F. (2001)). Educating the Deaf. Psychology,
Ps Pr
Principle, and Pravtice. Fiftth Ed.USA: Houghton
H
Mifflin Company.
an Novita. (2007).Recogn
Poedjiasstoeti, S., Miiseri, dan Dia gnation of Chhemistry Laboboratory Equippment to
Increase Stuudy Science at Senior High
h School for Special
Sp Educattion (Deaf). Prosceeding
P off the first
Internationall Seminar of Science
S Educa
ation. ISBN: 979-25-0599-
9 -7.
Sadjaah, E. (2005). Pendidikan Bahasa bag gi Anak Ganggguan Pendeengaran dalaam Keluarga. Jakarta:
Depdiknas. Ditjen
D Dikti. Direktorat
D P2T
TK dan KPT.
C.,Wynne, D.., MacDonald,G. (2002) De
Sale, B.C eaf Students,, Teachers, and
a Inter-pretters in Chemiistry Lab.
Journal of Ch
hemical Educa
cation. Vol.79. No.2. Februaari 2002 (Reseearch: Sciencce and Educattion)
Silvestre
e,N., Ramspottt, A., Pareto,, I.D. (2007). Conversation
nal Skills in Se
emi-structure
ed Interview and Self-
Concept in Deaf
D Student. Journal of De eaf Studies an
nd Deaf Educa cation 12:1 Winter 2007. p: 38-54.
2007). Metode
Sukmadinata, N.S. (2 de Penelitian Pendidikan
P . Ba
andung: SPS--UPI & PT Rem
maja Rosdaka
arya
Thiagara
ajan,S., Semmmel, P.P. & Semmel,
S M.I. (1974). Insttruction Dev
evelopment fo
or Training Teacher
Te of
Exceptional Children
C . Indiana: Indiana University.

117
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar
S on Sciencce Education ISBN: 978-979-985466-4-2
Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation

S
SCI-12
DEVELOPIING OF SCIIENCE LEA
ARNING MA
ATERIAL ON
N LOWER CLASS
C OF ELEMENTAR
E RY
STUDENTS: INTEGRATIN NG WITH AN
NOTHER SU
UBJECT

Suryanti & Wahono


W Widoodo
(State Univerrsity of Suraba
aya)

ABS
STRACT
Integratingg science con ncepts with other
o subject
cts is one of prominent problems
p on lower class ofo
elementaryy teaching. However,
H thee integrating methods imp plemented on n learning material
m and its
it
effectiveneess in improvving studentss achievementts is less studdied. The objjective of thee research is to
t
develop sccience learnin ng material integrated
i wi another subject
with s by th
hematic appro roach that caan
improve sttudents achieevements. The he learning maaterials develo
loped are studdents book an nd assessmen nt
instrumentts. The learn ning materialss have been developed with w four-D models,
m i.e. define,
d designn,
develop, and
a dissemina ate. Implemeentation of th he four-D mododel were: a) competency analysis on all a
subjects in
n semester oneo on first grade
g elementntary school and
a obtaining g the theme; b) developin ng
students book
b and asseessment instrruments appro ropriate with the
t theme; c)) validation; and a d) try ou ut.
Science cooncepts are inntegrated with th other subjeects by themees: I, environ
nment, needs, s, and hobbies
es.
The resultt showed, that
at learning maaterial: a) be good on co ontents, perfoormance, lang guage, learnin
ng
n; b) responde
innovation; ed positive byy students annd teacher, annd c) can impprove studentts achievemen nt
on sciencee as well as th
he other subjeect.
Keywords
s: learning material, thema
atic, studentss achievementt on science

PENDAHULU
UAN
Mutu dan ha asil pembelajaaran IPA pad da berbagai jenjang
j masihh perlu diting
gkatkan (Beleen, 2000; An nam,
2001; TIMSS S, 1999; PIS SA, 2003). Oleh
O karena jenjang SD merupakan dasar bagi jenjang-jenjjang
pendidikan se elanjutnya, maka
m salah saatu strategi piilihan adalah meningkatka an mutu pemb belajaran IPA
A SD
pada kelas rendah.
r Menuurut Depdikna as (2002:1), sebagian be esar siswa tid dak mampu menghubung gkan
a
antara apa yang
y mereka
a pelajari de engan bagaim mana pengettahuan terseb but akan dippergunakan atau
a
d
dimanfaatkan n. Siswa mem miliki kesulita
an untuk mem mahami konssep akademikk sebagaiman na mereka biasa
b
d
diajarkan, yaaitu menggun nakan sesuatu u yang abstrrak dan meto ode ceramah.. Mereka san ngat memerlu ukan
s
sesuatu untu
uk memahami konsep-konssep yang berrhubungan de engan tempa at kerja dan masyarakat
m p
pada
umumnya di mana mereka a akan hidup dan bekerja.
Salahh satu cara yang
y dapat ditempuh
d unttuk menjawab pertanyaan n-pertanyaan tersebut ada alah
perlunya peningkatan kualitas pembela ajaran, yang secara
s mikro, harus ditemu ukan strategi atau pendeka atan
pembelajaran n yang efektiif di kelas, yang lebih me emberdayaka an potensi sisswa. Untuk kelas
k rendah SD,
pendekatan tersebut ada alah pembela ajaran terpad du, yakni pendekatan pe embelajaran yang
y melibattkan
berbagai bida ang studi unttuk memberikkan pengalam man yang bermakna kepa ada siswa, ka
arena siswa akan
a
memahami konsep-konse
k p yang mere eka pelajari melalui
m pengaalaman langsung dan men nghubungkan nnya
d
dengan konssep lain yang sudah dipah hami. Menuru ut Piaget (dalam Joni, 1996), kemamp puan anak un ntuk
bergaul deng gan hal-hal yaang bersifat abstrak yang diperlukan
d un
ntuk mencernakan gagasan n-gagasan da alam
berbagai matta pelajaran akademik um mumnya baru terbentuk pada usia ke etika mereka
a duduk di kelas
k
t
terakhir SD, dan berkemb bang lebih lan njut pada usiia SMP. Oleh sebab itu, cara pengema asan pengalam man
belajar yang dirancang un ntuk para sisswa akan san ngat berpenga aruh terhadap kebermakn naan pengalam man
t
tersebut bagi mereka. Pen ngalaman bela ajar yang lebiih menunjukkkan kaitan unssur-unsur kon nseptualnya, baik
intra maupun n antar bidanng studi, aka an meningkattkan peluang bagi terjadin nya pembelajjaran yang le ebih

118
PR
ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon ISBN: 978-9799-98546-4-2
C
Current Issues on Research
R and Teaaching in Science Education

efektif. Artinya, kaita an konseptua al dari apa yang


y tengah dipelajari de engan semakkin banyak sisi dalam
bidang yang
y sama, dan bahkan de engan bidang yang lain, seemakin terhayyati oleh para a pebelajar.
Joni (1996) berdasarkan rumusan in ntegrasi kurikkulum Forgatty (1991) me engemukakan n, bahwa
impleme entasi pembe elajaran terpaadu dapat dib bayangkan se ebagai suatu kontinum. Pa ada kutub yaang satu,
bentuk implementasi
i nya adalah peengaitan konseptual intra dan/atau anttar bidang stu udi yang terjaadi secara
spontan, dan kutub yang lain adalah pengin ntegrasian se
ecara total ba aik materi maupun
m peserrta didik.
Menurutt Joni (1996 6), pembelaja aran terpadu u yang kegia atan belajarn nya terorganisasikan seca ara lebih
terstrukttur dapat te erwujud, apabila kegiatan n belajar-menngajar yang diselenggara akan itu seca ara lebih
eksplisitt bertolak darii tema-tema.
Dalam kajiann ini, model yang digunakkan adalah model
m terjala (model web bbed) atau yaang biasa
disebut model tematik, karena menggunakan
m n tema dalam m merencana akan pembellajaran. Pembelajaran
tematik merupakan suatu strattegi pembela ajaran yang melibatkan beberapa mata m pelajara
an untuk
memberrikan pengala aman yang be ermakna kepa ada siswa. Ke
eterpaduan da alam pembela ajaran ini dap
pat dilihat
dari asppek proses atau waktu, asspek kurikulum m, dan aspekk belajar men ngajar. Denga an model ini,, konsep-
konsep dand kompetensi IPA dipad dukan dengan n konsep-kon nsep dan kom mpetensi mata a pelajaran lain melalui
tema-tema yang telah dirumuskan n sebelumnya a. Menurut Kovalik
K dan McGeehan
M (1999), tema yang dipilih
menyediakan struktu ur jalan pijaka
an ke konsep p-konsep yan ng penting ya ang membantu siswa mellihat pola
dan membuat hubun ngan-hubunga an di antara fakta-fakta dan
d ide-ide ya ang berbeda.. Hasil-hasil penelitian
p
tentang penerapan model pemb belajaran temmatik, misalnyya yang dila aporkan Buecchler (1993),, Morgan
(1998), Ruth (1998)), memberika an gambaran n bahwa model ini memberi pengaru uh yang bera arti pada
peningkkatan proses dan hasil be elajar, sehing
gga model tersebut
t dapaat menjadi suatu
s alterna
atif untuk
dikemba angkan dan diimplementassikan dalam pembelajaran
p IPA SD, khussusnya di kelaas 1.
Penelitian in
ni dimaksudkkan untuk mengembang
m gkan perangkkat pembela ajaran temattik untuk
meningkkatkan kualita as pembelaja aran IPA berssama-sama dengan mata pelajaran lain di kelas re endah SD
(khususnya kelas I). Penelitian in ni bertujuan untuk menge etahui apakah h perangkat pembelajaran n tematik
yang dikkembangkan telah memen nuhi persyara
atan untuk dig gunakan dilih hat dari aspekk materi, kebbahasaan,
dan pen nyajian; apak kah perangka at pembelajarran tematik yang
y dikemb bangkan dapa at dibaca dan mudah
dipaham mi siswa; apa akah perangkkat pembelaja aran tematik yang dikem mbangkan memberikan kemudahan
bagi gurru dalam mellaksanakan pembelajaran di kelas; dan n apakah pera angkat pemb belajaran tema atik yang
dikemba angkan mamp pu meningkattkan prestasi belajar IPA siswa selaras dengan
d mata pelajaran lain
n.

METOD
DE PENELITIIAN
Penelitia
an pada tahu un pertama in ni adalah meengembangan n perangkat pembelajaran
p n tematik unttuk siswa
kelas I SD yang mengintegra asikan IPA dengan
d matta pelajaran lain. Penge embangan perangkat
p
pembela ajaran model tematik in ni mengguna akan four-D models yakkni define, design,
d deveelop, dan
disseminnate (Thiagarrajan, Semmeel & Semmel, 1974).
Kegiatan utama dari tahap define adallah merancan ng model peraangkat pemb belajaran temaatik yang
didahuluui dengan an nalisis siswa dan analisis kurikulum yang
y mengha asilkan analisis konsep daan bagan
konsep dari semua matapelajara
m n yang dilanjjutkan penyu
usunan tema.. Tema yang berhasil diid dentifikasi
pada se emester I adalah
a diri sendiri,
s kelua
arga, kebutuuhan, kegem maran, binata ang, dan tu umbuhan.
Kompete ensi IPA yangg bersesuaian n dengan tema tersebut diiintegrasikan dengan
d komppetensi mata pelajaran
lain, sebagai contoh h ditunjukkan n dalam Gambar 1. Lan ngkah berikuutnya adalah menentukan n format
perangkkat yang akan n dikembangkkan yang dila anjutkan denggan menuang gkan tema terrsebut ke dallam Buku
Siswa daan alat penila
aian.

119
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar
S on Sciencce Education ISBN: 978-979-985466-4-2
Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation

Penulisan perangk
kat pembelajaaran tematik yang
y dikemba
angkan oleh peneliti
p menccakup Buku Siiswa
dan alat pe
d enilaian berb
basis kelas. Setelah pe erangkat pemmbelajaran tematik
t hasil ditulis dan
berh
menghasilkan
n Draft I, se
elanjutnya dia
adakan kegiatan telaah. Sebagai
S pene pakar pendidikan
elaah pakar-p
y
yang berkompeten di bidangnya, yakni ahli pendidikkan dan guru SD kelas I.

Gambar 1:
1 Contoh hassil pengintegra aran lain dalam
asian kompetensi IPA kelass I SD dengan mata pelaja
tema lingkungan

Kegiaatan telaah dimaksudkan


d untuk melihhat aspek ma ateri, kebahaasaan, penya ajian dan inoovasi
d
dalam pening gkatan KBM. Aspek materii yang dinilai meliputi keb benaran konte en, kemutakh hiran konten, dan
s
sistematika s
sesuai dengann struktur ke
eilmuan. Aspe ek kebahasaan meliputi ba ahasa yang digunakan
d se
esuai
d
dengan usia siswa, menggunakan bah hasa yang baiik dan benar,, istilah yang digunakan tepat
t dan muudah
d
dipahami dan penggunaa an istilah da
an simbol secara ajeg. Aspek
A penyajjian meliputi membangkittkan
motivasi/mina at/rasa ingin tahu, sesuai dengan taraff berpikir dan
n kemampuan n membaca siiswa, mendorrong
s
siswa terlibaat aktif, da an memperh hatikan siswwa dengan kemampuan n/gaya belajar siswa serta s
menarik/men nyenangkan. Aspek inovassi peningkata an KBM meliputi kesesua aian tema de engan kurikullum,
kesesuaian buku
b dengan tema, menekankan dunia a nyata, KBM M yang stude ent centered, dan menunjjang
t
terlaksananya a KBM yang bervariasi.
b
Berda asarkan hasiil telaah dila akukan revissi dan meng ghasilkan Dra aft II. Draftt II selanjuttkan
d
diujicobakan di kelas I SD yang terbiassa dipakai seb
bagai ujicoba inovasi pemb belajaran di Surabaya,
S denngan
j
jumlah subye ek 28 siswa. Ujicoba dilakkukan dengan metode on ne shot case study. Hasil ujicoba terbatas
d
digunakan unntuk mengeta ahui apakah perangkat
p pem ematik yang digunakan dap
mbelajaran te pat menghasilkan
pencapaian hasil
h belajar yang
y memada ai untuk IPA dan
d mata pela ajaran lain, se
erta untuk me erevisi peranggkat
y
yang telah dihasilkan.

120
PR
ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon ISBN: 978-9799-98546-4-2
C
Current Issues on Research
R and Teaaching in Science Education

HASIL DAN PEMBA


AHASAN
Hasil Pe engembang gan Perangk kat Pembelajjaran Temattik
Sesuai dengan
d tahappan pengemba angan peranggkat pembelajjaran yakni model
m 4-D, maaka pada taha ap define
telah dirrumuskan tem ma-tema yan ng ada dalamm kelas I SD semester
s I yakni
y tema diiri sendiri, ling
ngkungan,
kebutuhhan, dan keg egemaran. Beerdasarkan teema yang telah t ditentukan, langkah h selanjutnya a adalah
mengem mbangkan perangkat pem mbelajaran yang terdiri da ari buku sisw wa dan alat penilaian
p untuuk setiap
tema. Karakteristik
K buku
b siswa dikembangkan
d n dengan me engacu pada a kebutuhan anak SD yan ng masih
tahap operasional
o konkrit
k dan ketertarikan
k anak pada gambar-gamb
g bar yang me enarik dan berwarna.
b
Dengan disertai gam mbar-gambar yang menarrik dan berwa arna diharapkan mampu menumbuhka an minat
anak untuk membaca a dan mudah memahami konsep
k yang terkandung
t di dalamnya.
Selain itu, buku
b dikembangkan berd dasarkan prinnsip dari yan ng sederhana a menuju ya ang lebih
komplekks, dari yang dekat dengan dunia anakk menuju ke yang y relatif ja
auh dengan dunianya,
d dan n konteks
yang disajikan berka aitan dengan kehidupan keseharian anak.a Berdasa arkan teori belajar
b sosial Bandura
(Slavin, 1995), yakni anak dapat belajar
b melaluui pemodelann, maka buku siswa juga dikembangkan
d n dengan
mengete engahkan seo orang anak ya ang ideal seb
bagai tokoh yaang diharapka an dapat diguunakan sebag gai model
oleh sisw
wa. Tokoh yang dikembangkan ini berje enis kelamin berbeda
b untuuk tema yang berbeda. Nam ma tokoh
diupayakan mewakili huruf yang akan dilatihka an pada setiaap tema dan mewakili keb beragaman In ndonesia.
Untuk te ema diri sen ndiri, tokoh yaang dikembangkan bernama Nina. Un ntuk tema linngkungan, tokkoh yang
dikemba angkan berna ama Musa. Tokoh
T yang bernama Tomas untuk tema t kebutuhhan, dan tokkoh yang
bernama a Windi untuk k tema kegem maran.
Peran setiap orang yang ada di dalam m buku siswa diupayakan menghindari
m t
timbulnya bia
as jender.
Sebagi contoh, alih--alih laki-lakii, tokoh yang menghapu us papan tullis pada tem ma lingkunga an adalah
perempu uan Selain ittu, kalimat dan ilustrasi Dodi
D dan Mussa membantu u ibu menyiap pkan makanaan, dalam
tema lin
ngkungan digu unakan untukk mendekonsttruksi bias jen nder yang lazzim timbul ba ahwa memasa ak adalah
urusan perempuan.
p

Hasil Va alidasi Perangkat Pemb belajaran Te ematik


Setelah perangkat pembelajaran n tematik ya ang terdiri dari
d buku siswa dan alat penilaian berhasil
dikemba angkan langkah selanjuttnya dilakukkan validasi oleh ahli/ praktisi pen ndidikan. Validasi ini
dimaksu udkan untuk melihat
m kebennaran materi,, kebahasaann dan penyajia
annya. Peran ngkat pembela ajaran ini
telah divalidasi oleh 6 orang ahli dan praktissi pendidikan n. Berdasarkaan validasi, diperoleh
d hassil bahwa
perangkkat yang dike embangkan dilihat
d dari asspek materi, kebahasaan, penyajian, dand peningka
atan KBM
dinilai baik
b oleh validator. Namun demikian terdapat
t bebeerapa catatan yang direkkomendasikan n sebagai
bahan re evisi perangkkat yakni pada
a awal anak belum
b dikenallkan dengan huruf
h kapital,, tempat menulis perlu
dibuat garis
g seperti menulis halu
us, diperbanyyak aktivitas siswa, dan adanya bias jender (misa alnya Ani
bermain n boneka, TonoT bermainn kelereng). Masukan ini sebagai bahan revisii perangkat sebelum
diujicobaakan kepada siswa di kelass.

Hasil Ujjicoba Terbaatas Peranggkat Pembellajaran Tematik


Untuk mengetahui
m bagaimana
b ke eterbacaan perangkat
p pembelajaran tematik
t yang telah dikemmbangkan
maka dilakukan ujicoba terbatass pada siswa kelas I SD.. Setelah pem mbelajaran dengan
d meng ggunakan
perangkkat pembelajaaran tematikk siswa diberi angket teentang penda apatnya tenta ang buku siswa dan
pemahaman mereka melalui tes.. Hasil analissis angket me enunjukkan, menurut pen ndapat siswa isi buku
menarikk, penampilan
n buku menarrik, tidak ada uraian/penje
elasan yang sulit
s dipahami dan ilustrassi/gambar

121
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar
S on Sciencce Education ISBN: 978-979-985466-4-2
Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation

mempermuda ah pemahaman. Berdasarrkan komenta


ar bebas dari siswa diperroleh bahwa buku tematikk ini
bagus, menarik, dan muda
ah dipahami.

Gambarr 2: Grafik rerrata hasil bela


ajar IPA dan empat
e mata pelajaran
p lain

Gamb bar 2 mempe erlihatkan hisstogram reratta hasil belaja ar IPA siswa dibandingkan dengan em mpat
mata pelajaran lain (Matematika, IPS S, Bahasa Ind donesia, dan PPKn) untukk dua tema (diri sendiri dan
lingkungan. Rerata
R hasil belajar IPA siswa adalah h 93.7353 de engan standa ar deviasi 9,4
4590, sedang gkan
rerata untukk empat matta pelajaran lain adalah h 90,2059 de engan standar deviasi 9,0513.
9 Data
a ini
memperlihatkkan bahwa ha asil belajar IP
PA dengan model
m tematikk yang dibanttu dengan bu uku siswa jauh di
a
atas Kriteria Ketuntasan
K Minimal
M (KKM)) ideal sebesaar 75, dan tidak kalah dengan mata pellajaran lain. Hasil
H
a
analisis infereensial dengan n uji t mempe erlihatkan bahhwa rerata ha PA tidak berbe
asil belajar IP beda secara nyata
ny
d
dengan rerata a hasil belajar empat mata a pelajaran lain (t = 1,688;; df = 33; p = 0,101)
Hasil angket yang g diberikan kepada
k guru menunjukkan n bahwa pera angkat pemb belajaran tem
matik
y
yang telah dikembangkan
d n memudahkkan guru dala am melaksan nakan pembe elajaran di ke
elas. Kemudaahan
t
tersebut dilih
hat dari aspek membuat perencanaan,, melaksanakkan KBM, pem mberian tugaas kepada sisswa,
melakukan penilaian, dan pemotivasian siswa untu uk belajar. Na amun untuk pemberian tu ugas masih perlu
p
t
tambahan dalam hal soal-ssoal latihan.

PEMBAHASA
AN HASIL PENELITIAN
Hasil penelitiian memperliihatkan bahw wa perangkatt pembelajara an tematik memberikan
m h
hasil belajar IPA
y
yang relatif tiinggi pada sisswa kelas I SD, tidak kalahh dengan mata pelajaran lain. Hasil ini mengindikasikan
bahwa pemb belajaran tem matik yang dilengkapi den ngan perangkkat pembelajaaran tematik cukup mem mberi
peluang pelib batan berbaga ai pengalamaan siswa, kare ena tema-tema yang dian ngkat dipilih dari
d hal-hal yang
y
d
dikemukakan siswa, yang
g mungkin be ertolak dari pengalaman
p s
sebelumnya, serta berdasa arkan kebutu uhan
y
yang dirasaka an siswa (fel
elt need). Hassil ini sesuai dengan
d temu
uan Hendrik (dalam
( Koste elink, 1991) yang
y
menyatakan bahwa tema a membantu anak-anak mengembang
m gkan semua pemikirannya a dalam bela ajar.
Melalui pemb belajaran tem matik, anak-an nak membang gun hubunga
an di antara informasi yan ng terpisah-p pisah
untuk membe entuk konsep yang lebih ko ompleks dan abstrak (Osbborn dan Osboorn, dalam Ko ostelink, 1991 1).

122
PR
ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon ISBN: 978-9799-98546-4-2
C
Current Issues on Research
R and Teaaching in Science Education

Penerapan pembelajaran tematik yang g menghasilka an hasil belajjar yang relattif tinggi ini ternyata
konsiste
en dengan tem muan program CLASS, yang melaporka an hasil skor ISTEP (India ana Statewide de Testing
for Educcational Progrress) pada sisswa SD yang menerapkan n pembelajara an tematik lebbih tinggi darripada SD
yang lain di negara tersebut, da an bahwa skkor pada SD CLASS teruss meningkat dari waktu ke k waktu
(Buechleer, M., 1993 3). Hasil pen nelitian ini ju
uga selaras dengan pen nelitian perba andingan anttara skor
membacca siswa pada a SD yang me enerapkan pe embelajaran te ematik terpaddu dengan skkor siswa pada a sekolah
kontrol. Selama periode dua tahun, skor sisw wa yang men nggunakan pe embelajaran tematik menunjukkan
peningkkatan sebesarr 16%, seda angkan sekola ah kontrol haanya mencapa ai peningkataan sebesar 3% % (Ruth,
1998).
Selarasnya hasil
h penelitia
an ini dengan n hasil-hasil penelitian seebelumnya, memperkuat
m pendapat
Rohde, et.al.
e (1991) yang menyattakan bahwa (1) tema me emberikan pen ngalaman lan ngsung denga an obyek-
obyek yang nyata ba agi anak untuk memanipula asinya; (2) te
ema mencipta akan kegiatan n yang memu ungkinkan
anak unntuk menggun nakan pemikirannya; (3) membangun kegiatan sekkitar minat-m minat umum anak; a (4)
menyediakan kegiata an dan kebiassaan yang menghubungka an semua asp pek perkemba angan kognittif, sosial,
emosi, dan
d fisik; (5) mengakomod dasi kebutuhaan anak-anakk untuk berge erak dan melakukan kegia atan fisik,
interaksi sosial, kemmandirian, da an harga diri yang positif; (6) men nghargai individu, latar belakang
kebudayyaan, dan pen ngalaman di keluarga yang g dibawa ana ak-anak ke ke elasnya; dan (7) menemukkan cara-
cara unttuk melibatkan anggota ke eluarga anak.

SIMPUL
LAN DAN SA
ARAN
Berdasarkan analisis data dan pe embahasan ha n maka dapat ditarik simp
asil penelitian pulan sebagai berikut:
(1) Peraangkat pembe elajaran tema atik yang telah dikembangkan berkateg gori baik ditinjjau dari aspe
ek materi,
kebahassaan, penyajia an, dan inovaasi pelaksanaan pembelaja aran; (2) pera
angkat pemb belajaran tema atik yang
telah dikkembangkan direspon posiitif oleh siswaa yakni menarrik, mudah dipahami, bagu us, dan tidak ada yang
sulit dip
pahami; (3) Perangkat
P pemmbelajaran te ematik yang telah dikemb bangkan mem mberi kemuda ahan bagi
guru da alam hal mere encanakan, melaksanakan
m n KBM, pemb berian tugas, evaluasi, dan pemotivasian untuk
belajar, dan (4) Hasil ujicoba terb
batas pada sisswa kelas I SD D untuk dua tema
t membe erikan hasil be
elajar IPA
siswa yaang tinggi, da
an tidak kalah dengan emp pat mata pelajjaran lain.
Penelitia
an lanjutan daapat dilakukan pada skala yang lebih lu uas dengan kaarakteristik se
ekolah yang beragam,
b
perlu diilihat pengaruuhnya terhad dap hasil belajar siswa dengan
d mengggunakan kelas pemband ding, dan
melihat secara detil ketuntasan
k tia
ap kompetenssi IPA.

DA
AFTAR PUSTA
AKA
Anam, M
M.C. (2001). Kurikulum
K n Perkembangannya. Maka
dan kalah disampaikan dalam Seminar dan Lokakarya
L
Optimalisasi Pembelajara
an IPA-Fisika Menyongson
ng Otonomi Sekolah di Jurusan
J Fisikka FMIPA
Unesa tanggal 17 Februarri 2001.
Belen, S.
S (2000). Mensinergikan E
Ebtanas, Kurikkulum, dan Buku Pelajaran hunata (Ed) Membuka
n dalam Sindh M
Masa Depann Anak-anak Kita
K . pp:49-65. Jogjakarta: Penerbit Kanisius.
Buechler, M. 1993. Connecting Learning
L Assu
sures Successsful Students:: a Study off the CLASS program.
Bloomington, In: Indiana Education Po
olicy Center.
996. Pembela
bud, Dikti. 19
Depdikb ajaran Terpad
du (Bahan Penataran
P Pel
elatihan Pengeelola PGSD).Bandung:
B
Bagian Proye
ek Pengembangan Pendidikan Guru SD..
bud. 2000. Pe
Depdikb embelajaran Terpadu
T Modeel Jaring Labaa-laba (Webbeed). Bandung: PPPG
Fogarty,, Robin. 1991. The mindfu
ul school: How
w to integratee the curriculaa. Illinois: Skylight Publishin
ng.

123
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar
S on Sciencce Education ISBN: 978-979-985466-4-2
Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation

Grisham, D.LL. 1995, April. Integrating


G g the curriculu
um: The casee of an awarrd-winning ele
lementary sch
hool.
Papeer presented at the annual meeting of the Ame erican Educaational Resea
arch Associattion,
Berke eley, CA. http
p://www.kovvalik.com.
J
Joni, T. Raka. 1996. Pemb
belajaran terp
padu. Naskah Program Pelaatihan Guru Pamong,
P BP3GSD PPTG Diitjen
Dikti,, 1996.
ayorie J. 1991.Teaching Yo
Kostelink, Ma oung Children
n Using Themees. USA: Mich
higan State Un
niversity.
Kovalik, Susaan J. dan Jan ne R. McGeeh han. 1999. Inntegrated the
ematic instruction: from brain
b research
h to
application. Instrtructional-Desi
sign Theoriess and Modeels. II. New Jersey: Law wrence Erlba aum
Assocciates Publishhers. 371-396
6
Morgan, W. 1998. The im mpact of CLA
ASS on teachi
hing and learn
ning in Indian
ana. Blooming
gton, IN: Indiana
ersity. http:///www.kovaliik.com.
Unive
998. A compa
Ruth, N.S. 19 arative study of
o Integrated
d Thematic Insstruction (ITI)
I) and non-inttegrated them
matic
instru
ruction. Doctoral dissertatio M University. http://www..kovalik.com
on, Texas A&M m.
T
Thiagarajan, S., Doroty S. Semmel, da 74. Instructio
an Melvyn I. Semmel. 197 onal Developm
ment for Train
ining
Teacchers of Excep
eptional Childr
dren. Source Book.
B Bloomin
nton: Center for Innovatio
on on Theachhing
the Handicapped.
H
T
TIMSS. 99). The Thiird Internatio
(199 onal Mathem
matics and Science
Sc Studyy-Repeat 199
99. Jakarta:Pusat
Peng
gujian Balitban
ng Depdiknass.

124
PR
ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon ISBN: 978-9799-98546-4-2
C
Current Issues on Research
R and Teaaching in Science Education

SCI-13
THE TEACH
HING AND LEARNING
L P
PROCESS OF
F SCIENCE IN
N GIFTED CLASS AT SD
D
MUH
HAMMADIYYAH SAPEN YOGYAKART
Y TA (PROBLEM & SOLUTIION)
Suwandi
(Physics Teaccher at MAN Yogyakarta
Y IIII
Jl. Mag
gelang KM 4 Yogyakarta
Y 55284 Telp (02
274) 513 613
3 / HP. 08121585195
Email : ask
kahamana@ @gmail.com)

ABSTRACK
K
Evideence shows th hat the teach
hing and learn ning process of
o science att elementary is still sciencee story
and it is not fact or
o reality. Thee reality that the
t competen nce of sciencee teachers whho did not gra
raduate
from science majo or is now.
In facct the teachin
ng and learnin ng of sciencee in elementarry becomes the
th basic of sccience teachining and
learniing process at
a school in next
n level. Acccording Yohaannes Surya, there are many
ma gifted sttudents
who become the e country hu uman resourc rces. The ed ducation shou uld be adap pted from sttudents
comp petencies. The e assumption is there will be
b gifted studdents in Indonnesia.
The problem
p are : How is the teaching and d learning pro
ocess for the gifted
g studen
nts? and Wh hat are
the problems,
p pro
rospects, andd solution fro om them?. That is whyy it is needeed to researc rch the
experriences of SDD Muhammadiy iyah Sapen byy using teachiing and learnining process of
o science metethod in
gifted
d class.
Keyw
words: Gifted
d student, tea
aching and lea
arning process

PENDAHULUAN

Fakta yaang ada menu unjukkan bahhwa rata-rata di SD tak ada laboratorium m IPA. Sehinggga pembelajjaran IPA
lebih pa
ada cerita IP PA dan bukan fakta IPA. GuruG yang ada pun guru kelas
k dengan segala kelebbihan dan
kekurangannya dan bukan b guru bidang
b studi. Kebijakan guru SD dengan n guru kelas rupanya perluu ditinjau
kembali dengan segala konsekue ensinya. Kini yang ada, guru g SD adallah alumni ahli madya pe endidikan
(Ama.Pd d) dari PGSD D atau sarjan na pendidika an (S.Pd.) da an belum Sa arjana Pendiddikan Sains (S.Pd.Si).
Akibatnyya pembelajaran IPA belum m berjalan sebagaimana hakikat IPA itu u sendiri.
Di sisi lain pe
embelajaran IPA
I mengend daki adanya pandangan
p ahwa hakikat IPA meliputti produk,
ba
proses, dan pengemb bangan sikapp ilmiah (Sri Sulistyorini,
S 2007:9). Dalamm pembelajarran IPA, guru u dituntut
untuk dapat mengaja ak peserta diidiknya mema anfaatkan ala am sekitar seebagai sumbe er belajar, ap
palagi bila
tak ada lab. di seko olahnya. Selaain itu meskki di SD, atau malah justtru sejak SD D siswa haruss pernah
melakukkan penelitian n sederhana, sehingga ad da proses me enemukan fakkta IPA. Menurut J. Brune er (1961)
proses penemuan
p peenting bagi prroses belajar siswa, denga an empat alasan; yakni da apat mengem mbangkan
kemamp puan intelektual siswa, mendapatkan
m motivasi intriinsik, menghayati bagaimmana ilmu itu didapat,
dan mem mperoleh day ya ingat yang lebih lama reetensinya (Sri Sulistyorini, 2007:10).
Sedangkan IPA sebagai wahana pe emupukan sikap, menuru ut Wynne Harlen
H dalamm Hendro
Darmodjjo (1993), se etidaknya ada sembilan sikkap ilmiah yan ng dapat dikeembangkan pada
p anak usiia SD/MI,
yaitu sikkap-sikap ing gin tahu, ingin mendapatkkan sesuatu yang baru, kerja k sama, tidak
t putus asa,
a tidak
berprasa angka, mawa as diri, bertanggungjawa ab, berpikir bebas, dan kedisiplinan diri (Sri Su ulistyorini,
2007:100). Kesembila an sikap ini mustahil aka an didapatkan n siswa jika pembelajaran IPA hanya a dengan
metode ceramah saja a (chalk and talk
t ). Padahal penguasaan n IPA, baik prooduk, proses dan pemupukkan sikap
ilmiah di SD akan me endasari sikap
p ilmiah di sekkolah yang lebbih tinggi.
Tidak seedikit dari ana ak yang suka IPA termasu uk anak yang berbakat. Te entu saja sayaang jika mereeka disia-
siakan tidak mendapa dikan sebagaimana mestinyya.
at hak pendid

125
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar
S on Sciencce Education ISBN: 978-979-985466-4-2
Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation

Memang jum mlah anak berbakat tidak banyak. Men nurut Prof. Yohanes Surrya, perintis dan d pembimb bing
T
TOFI, siswa yang dibina ikut olimpiad de internasion nal hanyalah 0,0001 perse en dari popu ulasi atau hanya
s
satu dari tiap p sejuta anak, sekitar 30 000 anak. Me eski tergolong g sedikit, nam mun mereka merupakan aset a
mahal. Jika dijumlah
d ara total tidakk hanya Fisikka saja Inte
seca ernational Phyhysics Olimpiaad (IPho), nam mun
j
juga Internaational Mathe ematical Olimmpiad (IMO),, Internationa nal Biology Olimpiad
O O), Internatio
(IBO ional
C
Chemistry Ol
Olimpiad (IChOO), dan Interrnational Astrtronomy Olimpmpiad (IAO), maka m untuk tahun 2007 saja
kontingen Ind donesia berha asil menyabett 51 medali em mas dari berb bagai olimpiad de Sains terseebut.
Pertaanyaannya, akan diapakan n anak berbakat ini? Kalau u mereka bissa dididik seccara khusus, baik
kelas khusus maupun sek kolah khusus,, tanpa menim mbulkan sika ap elitis dan eksklusif
e dan tidak tercera abut
d akar bud
dari dayanya, kena apa tidak? Beelajar dari kebberhasilan ASS menjelajah ruang angkassa, yang bera awal
d
dari rasa iri atas
a rivalnya,, Rusia yang sukses melun ncurkan Sputtniknya di tah hun 1959. Be egitu malunya a AS
d
dengan kekaalahan ini, maka
m serta-m
merta kurikullum Fisika sebagai
s basiss teknologi ditinjau
d kembali.
T
Terutama ole
eh JR. Zacharrias dari MIT dengan kerja a kelompok Matematika
M daari Stanford University
U (Kittano
& Kirby, 199 92 dalam Co onny Semiaw wan (1997:26 6). Di tahun 1958, Amerika mengad dakan Konferrensi
Pendidikan untuk mencari siswa yang berbakat, da an didukung oleh guru-gu urunya pun disiapkan. Kini AS
t malu lagi dengan Rusia
tak a.
Di negara-nega ara maju, terdapat berbagai jenis prrogram pendidikan y
yang
d
ditujukan untuk mellayani sisw
wa yang memiliki kemampuan dan ke
ecerdasan luar
biasa (Getls dand Dillon, dalam Hallaha an dan Kaufm man, 1982). Hasilnya
H manusia unggul dan d negara akana
unggul. Sehin ngga tidak me engherankan bila Prof Dr Conny
C R. Semmiawan mengiingatkan bahw wa hanya neg gara
d
dan bangsa yang memiliki keunggula an teknologi yang akan tetap t mampu u bertahan dalam persain ngan
g
global. Bagi negara yan ng tertinggal yang tidak mengoptima alkan SDM-nyya akan me enjadi konsum men
t
teknologi neegara maju (Paulus Hariyono, 2008 8:201). Proff Suyanto, M.Ed, Ph.D (2000:39) pun
mengingatkan bila peserta a didik berbakkat tidak ditangani secara baik akan mengalami pen nurunan presttasi.
Bagaimana dengand keceenderungan pendidikan ke k depan? Akan A halnya trend pend didikan, Proff Dr
Komaruddin Hidayat meny yatakan bahw wa di abad 21 nampaknyya lebih bero orientasi padaa pengemban ngan
potensi manu usia, bukan laagi pada eksplorasi alam. Berdasar
B neurroscience, pottensi otak maanusia baru 10 0%
y
yang dioptima alkan. (Mel Silberman, 200 01:ix).
Untuk itu sudah tidak
t saatnya lagi berpole emik mana ya ang harus did dahulukan an ntara pemerattaan
(equity) deng gan layanan anak berbaka at (excellence
ce). Sebenarnya sejak tahu un 1980-an telah
t ada pro oyek
pengembangan pendidika an anak berb bakat di Ind donesia. Pilott Project di Jakarta oleh h Badan Litb bang
Depdikbud, mengidentifika
m asi dan meng gadakan sele eksi anak berrbakat dari 40 0 SD, belasan SMP dan SMU S
(1982). Saya ang karena alasan finansia al, kegiatan ini
i terhenti. Sehingga
S hannya sekitar 50 anak berba akat
y
yang dikirim belajar ke luar negeri oleh o pemerinttah, c.q. Balitbang (1986)), sementara BPPT meng girim
s
sekitar 100 orang.
Padahal bila diban ndingkan pen nting mana antara SDM dan SDA? Nisccaya lebih pe enting SDM. AtasA
d
dasar dua variabel utama itu, negara dan d bangsa di d dunia ini da apat diklasifikkasi menjadi empat
e kelomp pok.
Pertama, neg gara kaya SDAS dengan mutu SDM yang tinggi melahirkan negara maju dan makm mur.
C
Contohnya Ammerika, Kanad da, dan Cina.. Kedua, nega ara miskin SD
DA dengan mu utu SDM rend dah menghasilkan
negara miskin, seperti kebanyakan neg gara Afrika, Bangladesh.
B Ketiga, negarra miskin SDA A tetapi mem miliki
S
SDM mumpu uni, menghassilkan negara maju dan makmur m juga
a, seperti Jep pang, Jerman n, Swiss, Korsel,
S
Singapura, daan Taiwan. Keempat
Ke , negaara dengan SDA melimpah h, tetapi mutu u SDM rendah h, lahirlah neg gara
berkembang dengan kesenjangan yang g tinggi antarrkelompok kaya dengan miskin
m (Rokhmmin Dahuri, Koran
Ko
S
SINDO , Seninn 29 Septemb ber 2008, halaaman 6).

126
PR
ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon ISBN: 978-9799-98546-4-2
C
Current Issues on Research
R and Teaaching in Science Education

Pertanyaan yang
y muncul, dimana posisi Indonesia?? Tidak sulit menjawab
m pe
ertanyaan ini, jika mau
jujur, maka
m posisi RII masih di poosisi keempat. Semoga dengan sikap ju ujur ini akan memacu dan n memicu
kita untu
uk terus maju u dan bermuttu menjadi ne egara tipe nommor satu, SDA A maupun SD DM unggul. Ba agaimana
caranya? Salah satu bahkan satu u-satunya jallan adalah melalui
m pendid
dikan, khusussnya pendidikkan anak
berbakat, dengan tan npa mengaba aikan pemera ataan pendidikkan, pendidikkan untuk sem mua (educatio ion for all
/EFA). Dengan
D syara
at utama sem mua untuk pe endidikan (alll for educatio
on/AFE), baikk pemerintah maupun
rakyat. Kita patut be ersyukur, kini pemerintah sadar konstittusi dengan menganggark
m kan 20 % APBN/APBD
untuk peendidikan, me eski masih te
ermasuk gaji guru
g dan dossen serta tena aga kependid dikan lainnya. Harapan
yang ada, semoga pe endidikan anaak berbakat ke embali menda apat tempat.
Bahkan kare ena meningka atnya kesada aran warga dan
d kemampu uan finansial kaum mene engah ke
atas, kin
ni kian banya ak warga ma asyarakat yanng ikut andil menyelengga arakan pendiidikan anak berbakat,
b
dengan nama beragam. Atau me enyekolahkan n anaknya di lembaga yang melayani anak berbakkat meski
dengan biaya berlipa at. Hingga terrkesan sekolaah mahal, karrena hampir semua
s biaya ditanggung orang
o tua
siswa. Salah satu contohnya
c ad
dalah SD Muh hammadiyah Sapen Yogya akarta. SDM Sapen mema ang telah
lama dikkenal tampil beda
b dengan inovasi kurikkulumnya, sep perti adanya Kelas
K PATAS atau Kelas Akselerasi.
Kini munncul rintisan baru
b : Kelas Cerdas
C ewa MIPA (gif
Istime ifted class). Tulisan deskripptif ini akan menyoroti
m
tiga massalah: 1) agaimana prosess pembelajara an IPA bagi anak
a gifted?; 2) apa saja problem,
p prosspek, dan
embelajaran IPA anak giftted?; dan 3)b
solusi pe bagaimana kiaatnya agar tak ada efek ne egatif adanya a kelas CI
MIPA?

DE PENELITIIAN
METOD
Jenis pe
enelitian yang
g dipakai ada alah penelitian
n deskriptif, suatu
s penelitiian yang sekkedar menggaambarkan
fenomen na apa adanyya, baik fenommena alamiah h maupun rekkayasa manussia, yang berlangsung saat ini atau
yang lammpau, tanpa ada
a perlakuan n (treatment) (Nana Syaod dih Sukmadinata, 2007:72)).
Selanjutnya Prof Dr Nana a Syaodih S menyebutkan n ada bebera apa jenis infoormasii yang diperoleh
dengan penelitian deskriptif
d ba
agi pemecaan masalah: Informasi te entang keada aan saat ini (present
conditio
on), Informasi yang kita ing
ginkan (whatt we may want nt), Bagaimanaa mencapainyya (how to geet there)?

AHASAN
HASIL DAN PEMBA
an fakta yang
Data da g ada dalam tulisan
t ini dip
peroleh antara lain dari : berita koran Kedaulatan Rakyat,
R 8
Septembber 2008, halaman 17 Saiaijan S.Ag, Juaara II Kasek Berprestasi
B Na
Nasional Jadi
di Kepala Seko
olah Sejak
Umur 26 Tahun , Wawancara
W la
angsung deng gan Saijan, S.Ag.
S Senin, 29 Septembe er 2008, pukul 08.00-
09.00 di Ruang 01 Ruang Kase ek dan Wakassek, Dokume en makalah Pengelolaan
P K
Kelas MIPA bagi
b Anak
Cerdas Istimewa : Sebuah
S Rintisa
san oleh Saijan, S.Ag., daan observasi PBM. Hasil penelitian
p desskriptif ini
akan dittampilkan dengan prinsip jurnalistik: 5W
5 + 1H ata au ASIKADIM MEGA (Apa SIapa
S KApan DImana
MEngappa baGAimana).
Apa? Kelas CIC MIPA
Siapa? SD Mu uhammadiyah h Sapen Yogyyakarta
Misi Sekolah : Dengan Sad dar Mutu, Meenjadi Sekolah h Unggul dan Model
Kapan? Tahu un Ajaran 20008/2009. Dasar Hukum: Surat Keputu usan Direkturr Jenderal Diikdasmen
Depdiknas No
o.: 509/C/K Kep/MN/200 02 Tanggal 6 Mei 2002.
Dimana? Jl. Bimokurd do 33 Yo ogyakarta TelpT (0274)) 556674 Fax.(0274) 586031
http://www.s
sdmuhsapen n-yog.sch.id, E-mail : infoo@sdmuhsa apen-yog.sch h.id

127
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar
S on Sciencce Education ISBN: 978-979-985466-4-2
Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation

Menggapa? Dalam rangka men ngembangkan n bakat sisw wa-siswa yangg memiliki po otensi di bid
dang
MIPAA, sebagai pen ngembangan dari Kelas Ce erdas Istimewwa yang suda ebelumnya, yakni
ah berjalan se
Kelass Akselerasi. Dengan
D perbeedaan kelas akselerasi
a 5 ta
ahun, sedangkkan kelas CI MIPA
M 6 tahun
n.
Bagaimana?
T
Tahapan Opperasional
Dengan latarr belakang ad danya keinginan untuk memberikan
m ayanan pendidikan yang berkeadilan bagi
la
s
seluruh peserta didik di sekolah,
s dan memberikan kesempatan bagi peserta a didik yang memiliki pottensi
kecerdasan dan
d bakat istimewa (CI/BI)), maka diben ntuklah kelass MIPA. Tujua
an lain agar siswa
s programm ini
mampu meng gembangkan kemampuan berfikir dan bernalar yang lebih komp prehensif secaara optimal, juga
j
d
dapat menge embangkan seluruh
s kreativitasnya den
ngan baik. Ad dapun tahapan operasion nal pembentu ukan
kelas MIPA deengan merancang hal-hal sebagai berikkut:
1. Aloka asi jam belaja
ar
2. Strukktur program
3. Strate egi pembelaja aran
4. Lama a belajar
5. Layan nan Bimbinga an Konseling
6. Sistem evaluasi
7. Laporan hasil bela ajar
8. Sistem kenaikan kelas
k
9. Indikkator keberhassilan
10. Rekruuitmen siswa
11. Guru
12. Upayya peningkatan mutu guru

Alasan Pem
A milihan Strate egi
Berdasar pen ngalaman empiris bahwa SD S Muhamam mdiyah Sapen n sudah mem mberi kesemp patan pada siiswa
untuk dapat mengoptimalkan potensinya melalui prrogram aksele erasi yang du
ulu diberi namma PATAS (Ce epat
T
Tuntas). Kelaas CI MIPA mengguna akan kurikulu um plus den ngan sistem perluasan (enrichment
e ) dan
pendalaman (to deepen) materi pada bidang studi Matematika dan IPA sertta penguatan n Bahasa Ingg gris.
Dalam praktikknya, pembellajaran kelas CI MIPA men nggunakan ko onsep pembe elajaran learn
ning by doing dan
mastery of learning
l dan pengantar pembelajaran
p dengan kon nsep bilinguaal, diharapkan n siswa mem miliki
kompetensi dalam
d ketiga bidang
b studi tersebut
t serta
a penguasaan n bahasa Ingggris baik aktif maupun pasiif.
Fasilitas Kela
as CI MIPA dilengkapi den ngan multi media
m eksi dengan internet maup
terkone pun intranet dan
ruangan yang g nyaman ber-AC. Untuk referensi sisw wa, telah dise
ediakan ruanggan perpustakkaan multi me edia
y
yang memilikki fasilitas pu
ustaka yang sangat lengkkap baik pustaka digital yangy meliputti pustaka viddeo,
a
audio, pdf, im
mage maupun pustaka maanual dengan n jumlah koleeksi 3600 bukku yang terdiiri dari buku fiksi
d nonfiksi.
dan
Siswaa CI MIPA da alam kesehariannya dipantau baik dala am hal kesehatan fisik ma aupun psikis oleh
o
t
tim dokter SDS Muhammadiyah Sapen dan psiko olog dari Fakkultas Psikoloogi UGM. Un ntuk mendukkung
kelancaran proses
p penyellenggaraan kelas
k CI MIPAA, telah diaddakan kerja sama
s (MoU) dengan Faku ultas
Psikologi UGM M dan Fakulta as MIPA UNY.
Prosees rekruitmen siswa kelass CI MIPA tela ah dilakukan beberapa wa aktu yang lalu u dengan me elalui
beberapa tah hap, yaitu : tahap
t psikotes, tahap tes akademik 3 bidang studi meliputi Mate ematika, IPA dan
Bahasa Inggrris, tahap tess kesehatan, dan surat ke esanggupan orangtua.
o Dari 424 siswa a yang mengikuti

128
PR
ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon ISBN: 978-9799-98546-4-2
C
Current Issues on Research
R and Teaaching in Science Education

tahapan
n tes di atas, jumlah sisw wa yang lolo os seleksi rekkruitmen prog gram CI MIPA A untuk tahu un ajaran
2008/20
009 berjumlah h 30 siswa.
Pengeloolaan Kelas MIPA
Alokasi jam m belajar
Waktu belaja ar tatap muka a diatur sama dengan prog gram reguler
Struktur pro ogram
Kurikulum ya ang digunakan kurikulum nasional yang g standar, naamun dilakukkan improvisasi alokasi
waktunya se esuai dengan tuntutan be elajar peserta a didik yang memiliki keccepatan bela ajar serta
motivasi belaajar lebih tinggi dibanding gkan dengan n siswa seusianya. Kurikulum kelas MIIPA pada
dasarnya sam ma dengan prrogram regula ar, perbedaan nnya adalah :
a. Terletak pada
p penyusu unan program m pengajaran (Program Tah hunan dan Prrogram Semesster)
b. Terletak pada penyusun nan silabus (p pemilihan materi esensial dand materi ku urang esensia al)
Strategi pem mbelajaran
a. Menekank kan kemampuan intelektual tinggi
b. Metode pe embelajaran : hafalan se edapat mung gkin dihindarii dengan me emberii tekan nan pada
inovasi/peenemuan(disccovery oriente ted). Dengan harapan tum mbuhnya kem mandirian sisw wa dalam
belajar.
c. Guru mera ancang kegiaatan belajar de engan mengg gunakan berb bagai macam metode yang g relevan:
diskusi, ek
ksperimen, sttudi lapangan, dsb.
d. Materi non aksanakan di luar tatap mu
n esensial dila uka/berupa pe enugasan.
Lama belaja ar
Sama dengan n kelas regula
ar (diselesaika an dalam wakktu 6 tahun)
Layanan Bim mbingan Ko onseling
a. Dilakukan agar potenssi keberbakatan tinggi ya ang dimiliki siswa,
s dapatt dikembang gkan dan
tersalur se
ecara optimall.
b. Diperlukann untuk me enjaga terjadinya keseim mbangan an ntara perkem mbangan ke ecerdasan
intelektua
al, emosional dan
d spiritual serta
s sosial.
c. Diperlukan untuk menccegah dan me engatasi mun nculnya potensi negatif darri diri siswa.
Sistem evalluasi
a. Aspek ko ognitif, dibe erikan dalam bentuk ulan ngan harian ditambah tu ugas, ulangan umum
semester, serta ujian nasional
n tulis
b. Aspek psik komotorik, diberikan dalam bentuk ujian praktik, nilai inovasi, diskusi, dem monstrasi,
studi lapangan/studi ka asus, dan seb bagainya.
c. Aspek afeektif dengan ketuntasan
k baaik.
Laporan hasil belajar
Pembagian ra apor dilaksanakan setiap akhir
a semeste er sesuai denggan schedule .
Sistem kena aikan kelas
a. Bila seoraang siswa tidaak memenuhi kriteria ketun ntasan belajar, maka dilakukan remedia al
b. Siswa dap pat kembali ke kelas regula ar, bila :
1) Atas peermintaan sen ndiri dari siswwa dan orang tua.
2) Sesuai pengamatan dan hasil eva aluasi bahwa siswa tersebu ut tidak layakk meneruskan n.
Indikator keberhasilan
k n
Dari pemanttauan selama a ini dengan n out come: 90% diterim ma di SMP ternama,
t unttuk kelas
akselerasi sebelumnya, un ntuk kelas CI MIPA diharap pkan lebih tinggi.

129
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar
S on Sciencce Education ISBN: 978-979-985466-4-2
Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation

Rekrrutmen sisw wa
a. Peenjaringan
Siswa diselek ksi secara ketat, me enggunakan kriteria da an prosedur yang da apat
dipertanggungjjawabkan.
b. Krriteria selekssi : informasi data diri objektif
o (akaddemik, hasil pemeriksaan psikologis) dan
informasi data diri subjektif (kesehatan, persetujuan
p o
orang tua, pengamatan dan wawancara a)
c. Akkademik
1)) Nilai raport 5 bidang stud di rata-rata minimal
m 8,50
2)) Nilai tes Akaademik minim mal 8,0
d. Hasil
H pemerikssaan Psikolog gis (psiko-tes)).
Guruu
Guru akselerasi adalah guru ya ang :
a. Memiliki
M pema ahaman tenta ang perlunya layanan pend didikan bagi anak
a berbakaat/unggul
b. Memiliki
M ketrrampilan mem milih strategi pembelajara an, menyusun program kerja, k melakuukan
e
evaluasi pembelajaran bag gi siswa akseleran
c. Kemampuan
K untuk me entransformassi pengetahuan, sikap, ketrampilan, dan seg gala
k
kemampuann nya kepada sisswa
d. Memiliki
M komitmen dalam melaksanakan tugas.
Upay ya peningka atan mutu guru
a. Pelatihan
P guru akseleran : pelatihan pendahulua an sebelum mengajar
m (in
nformasi tenttang
P
Penyusunan Program
P Kerja
a, Kalender Akademik,
A Stra
ategi Pembela ajaran, dan Evaluasi)
E
b. Pelatihan
P Penningkatan Muttu
c. MGMP
M guru akseleran se ecara berkala a : pengembangan teknikk dan metod de pembelajaran,
p
pemilihan maateri esensial dan
d non esen nsial, dan lain-lain.
7. Keeterangan Tambahan:
T K
Kendala, Solusi, dan Faktor Pendukung
a. Kurikulum
K : keterbatsan
k w
waktu dan sarat materi, diisiasati denga an memili ma ateri esensial dan
n
nonesensial.
b. Pengalaman
P belajar
b siswa : pengemban ngan diri relattif kurang karrena harus memahami materi,
l
latihan soal, dan
d evaluasi, diatasi selalu u ada evaluasi program.
c. Kondisi
K psiko
ologis siswa : adaptasi 3 bulanb pertama rata-rata siswa stres, so osialisasi den
ngan
t
teman-teman n reguler kurrang. Diatasi dengan sela alu menginga atkan kerjaka an tugas den ngan
s
sesegera mungkin sebaga ai konsekuen nsi di kelas CIC MIPA, aga ar setela tugas selesai da apat
b
berbaur denggan teman lain n.
d. Faktor
F pendu ukung : input, kurikulum m, tenaga ke ependdikan, fasilitas, dana, manajem men,
l
lingkungan, dan
d PBM.

DAFTAR
R PUSTAKA

C
Conny Semiawan. 1997. Perspektif
P Pen
ndidikan Anakk Berbakat. Jakarta : PT Grrasindo.
Hallahan Danniel P & M. James Kaufffman. 1982. Exceptional Children
C w Jersey: Prrentice- Hall Inc.
. New
Engle
ewood Cliffs.
Mel Silberman. 2001. Acti
tive Learning 101 Strategi Pembelaaran n Aktif. Yogyaakarta : Yapp
pendis Yaya
asan
Peng
gkajian dan Pe
engembangan n Ilmu-ilmu Pendidikan
P Isla
am.
h S. 2007. Me
Nana Syaodih etode Penelitia
ian Pendidikan
n. Bandung : PT Remaja Rosdakarya
R UPI.

130
PR
ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon ISBN: 978-9799-98546-4-2
C
Current Issues on Research
R and Teaaching in Science Education

Paulus Hariyono
H d. 2008. Mend
Ed dongkrak Kuaalitas Pendidikkan. Semarang : Mutiara Wacana.
W
Saijan.2008. Pengelo lolaan Pembeelajaran MIPA
PA bagi Anakk Cerdas Isttimewa: Sebu
buah Rintisan
n : Tidak
Diterbitkan.
Sri Sulsttyorini.2007. Model Pembeelajaran IPA Sekolah
S Dasaar dan Penerap
apannya dalam
m KTSP. Yog
gyakarta :
Tiara Wacana FIP Jurussan PGSD Unn nes.
o & Dihad Hissyam.2000. Refleksi
Suyanto R dan Reformasi Peendidikan di Indonesia Memasuki
Me Mileenium III.
Yogyakarta : Adicita.

131
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar
S on Sciencce Education ISBN: 978-979-985466-4-2
Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation

S
SCI-14
IMPLEME
ENTATION EXPERIME
ENT APPLIE
ES INQUIR
RY MODEL TO
T IMPROV
VE SCIENC
CE
PROCESS
P S
SKILL OF XI
X LEVEL SMA STUDENTS

Aguss Suyatna
(Ph
hysic Educatio
on Study Prog
gram The Univversity of Lam
mpung)

ABS
STRACT
The aim ofo this study were: (1) to o improve scie ience processs skill of XI Level
L SMA sttudents, (2) to
t
increase thhe percentage e of physics mastery
m learn
ning, (3) wan nts to know th
he students comment
co abouut
applies expperiment usin ng guided inqquiry model. This
T study waas an action research
r whicch was done in
i
SMAN IX Bandar
B Lamp pung. This reesearch was divided
d into 3 cycles, eacch cycle conssist of 4 steps
ps,
which werere planning, im mplementing,, observating,, and reflectin ng. The resullts of the stud
dy shows: ( 1)
1
there is upplifting of scie
ence process skill including
g ability to foormulate hypoothesis, does measuremen nt,
executes experiment
e procedure,
pr doees observatioon, process andan data analylysis, interpret
etation of data
ta,
concludes,, writes reporrt and commu unicates the result of expe periment to cla
lassmate and d teacher, from
m
cycle to cyycle; ( 2) 75%% student obttains score more
m than 75;
5; and ( 3) The
he impression of students to t
implementtation of expe eriment appliees inquiry moddel is positivee
Keywords
s: experimentt applies inqu
uiry model, science processs skill

PENDAHULU
UAN

Berdasarkan hasil diskusi dengan


d guru kelas XI IPA SMAN 9 Band dar Lampung dan observassi yang dilaku ukan
melalui kunju ungan ke sek kolah, diperoleh kenyataan n bahwa kete erampilan pro oses IPA/fisikka siswa kelass XI
IPA masih re endah. Pad da umumnya siswa belum m dapat men nyusun hipottesis, melaku ukan penguku uran
d
dengan benar, melaksanakan prosedurr eksperimen dengan bena ar, melakukan pengamata an dengan be enar,
mengolah da an mengana alisis data, menginterpre
m etasi data dan menarik kesimpulan dengan be enar.
Eksperimen sangat jaran ng dilaksanakkan. Selama semester genap tahun pelajaran 2005/2006 ha anya
d
dilaksanakan satu kali untuk topik Fluid
da. Eksperime en yang dilakksanakan sela ama ini sifatnyya verifikasi yaitu
y
untuk membuktikan teori yang sudah diajarkan se ebelumnya dii kelas. Itupu un hasilnya le ebih sering tidak
s
sesuai denga i disebabkan siswa tidakk melakukan kalibrasi alat terlebih dahulu sebelum alat
an teori. Hal ini
t
tersebut digu
unakan serta a kurang telitti dalam melakukan peng gamatan dan n keliru dalam m melaksana akan
prosedur perccobaan. Siswa a belum dapa at menganalissis data denga an benar. Siswa juga belum dapat men narik
kesimpulan dengan
d benar..
Walaupun rata-ratta baru 43% % siswa yang mencapai ke etuntasan belajar (mempe eroleh nilai sa ama
d
dengan atau lebih besar 75),
7 namun de emikian kema ampuan kogn nitif siswa cukkup baik, berd dasarkan hasiil uji
blok 1, uji blo
ok 2, dan uji blok 3 mata pelajaran Fisiika diperoleh nilai rata-rata a 72,5. Menu urut hasil anaalisis
g
guru Fisika kelas
k XI IPAA bersama-sa ama dengan dosen mitra, rendahnya keterampilan proses IPA dan
t
tingginya kemmampuan kog gnitif dimungkkinkan karenaa proses pemb belajaran Fisika selama inii lebih didominasi
o
oleh metode e ceramah dan d latihan soal.
s m proses pembelajaran di
Dalam d kelas, guru lebih ban nyak
menjelaskan penurunan rumus-rumus fisika dan ca ara mengguna akan rumus tersebut
t untuuk menyelesaikan
s
soal-soal hituungan. Di sam mping itu, sebbagian besar siswa
s mengikkuti bimbingan n belajar Fisikka pada lemb baga
kursus di luarr sekolah. De engan demikia an siswa men njadi terampil menyelesaikkan soal-soal hitungan, nam mun
kurang memiliki keterampilan proses IP PA.
Menu urut guru Fisika, selama in ni kegiatan ekksperimen be elum berjalann efektif dikarrenakan berba agai
kendala antarra lain: (1) Te erbatasnya juumlah dan raggam peralatan n laboratoriumm Fisika, sehingga eksperim men
hanya bisa diilaksanakan secara
s as. (2) Eksperrimen memerrlukan waktu yang cukup la
terbata ama karena guru
g

132
PR
ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon ISBN: 978-9799-98546-4-2
C
Current Issues on Research
R and Teaaching in Science Education

perlu waaktu yang cukup untuk memberikan pe enjelasan keppada siswa. Sehingga
S ekspperimen belum m selesai
nakan, waktu belajar sudah
dilaksan h habis. Kalau dijadwalkan n di luar jam pelajaran Fissika sulit dilaksanakan
karena kesibukan gu uru dan aktivvitas siswa ya ang cukup pa adat. (3) Belu um memiliki pedoman ekksperimen
yang ba aik. Pedoman n eksperimen n yang ada bersifat
b memmverifikasi sua atu teori yanng sebelumnyya sudah
disampa aikan kepada siswa. Eksp perimen belum m mengarah kepada men nemukan sua atu jawaban terhadap
permasa alahan dan be elum mengara ah kepada pe enumbuhan ke eterampilan proses
p IPA.
Salah satu fuungsi dan tujuuan mata pela ajaran fisika di
d SMA dan MA M adalah seb bagai sarana memberi
pengalaman untuk dapatd mengajukan dan me enguji hipotesis melalui pe ercobaan: me erancang dan n merakit
instrumeen percobaan, mengump pulkan, meng golah, dan menafsirkan
m data, menyususn lapora an, serta
mengkomunikasikan hasil percobaan secara lisan dan terttulis (Depdikn nas, 2003). Tanpa melakksanakan
eksperimmen yang seb benarnya makka maksud, fungsi, dan tu ujuan pembe elajaran fisika di SMA dan MA tidak
akan me encapai sasarran.
Berdasarkan hasil diskusi dosen deng gan guru Fissika kelas XI X IPA SMAN 9 Bandar Lampung, L
disepakaati untuk men ningkatkan ke eterampilan proses
p IPA/fissika siswa keelas XI IPA de engan menge efektifkan
kegiatann eksperimen n dalam pem mbelajaran Fissika. Kendala yang terjad di selama ini dalam melaksanakan
eksperimmen akan diccari solusinya a dengan carra menerapka an model inkkuiri terbimbing. Melalui kegiatan
eksperimmen dengan model pemb belajaran inkkuiri terbimbing, siswa akkan dilatih merumuskan
m masalah,
menyusun hipotesis, melaksanaka an prosedur percobaan,
p me elakukan pengukuran, me elakukan peng gamatan,
mengola ah dan menganalisis datta, menginterpretasi data a dan menarrik kesimpula an. Dengan demikian
diharapkkan keteramp pilan proses IPPA/fisika sisw
wa dapat terbe entuk.
Berdasarkan uraian di d atas maka dirumuskan
d m
masalah sebag gai berikut:
1) Apakah den ngan menera apkan mode el inkuiri te erbimbing pa ada kegiatan n eksperimen n dalam
pembelajaran n Fisika dapatt meningkatka an keterampilan proses IP PA?
2) Apakah siswa a dapat meng guasai materi dengan baikk setelah men ngikuti pembe elajaran denga an model
inkuiri terbim
mbing pada ke egiatan ekspe erimen?
3) Bagaimana sikap siswa terhadap penerrapan model inkuiri i terbimbing pada kegiatan eksperrimen?
Rendahnya keterrampilan prosses IPA/Fisika dimungkinka an karena keg giatan eksperiimen yang me erupakan
jantungnnya pembela ajaran Fisika belum berja alan secara efektif. Oleh h karena itu untuk meningkatkan
keterammpilan prosess IPA/Fisika siswa kelas XI IPA akan dilakukan dengan men ngefektifkan kegiatan
eksperimmen. Pelaksan naan eksperimmen selama ini i belum berrjalan efektif dikarenakan ada sejumlah h kendala
dalam pelaksanaanny
p ya sebagaima ana yang telah h diuraikan pa ada pendahuluan.
Untuk mengefektifka
m an pelaksana aan eksperimen perlu dikkembangkan sejumlah pro osedur atau langkah-
langkah inovatif untu uk mengatasi berbagai ken ndala yang seelama ini terja adi dalam pelaksanaan ekksperimen
di SMAN 9 Banda ar Lampung.. Dengan de emikian, tidaak ada alasa an bagi guru u Fisika unttuk tidak
melaksaanakan ekspe erimen deng gan benar. Efektivitas eksperimen
e ditunjukkan melalui pen ningkatan
keterammpilan proses IPA siswa darri siklus ke sikklus.
Indikator darri keterampila an proses IPA A yaitu siswa a dapat menyyusun hipote esis yang tepa at, dapat
melakukkan pengukuran dengan benar, melaksanakan pro osedur ekspe erimen denga an benar, melakukan
m
pengam matan dengan n benar, dapa at mengolah dan menganalisis data, dapat meng ginterpretasi data
d dan
menarikk kesimpulan dengan benar. Langkah--langkah di atas a merupakkan tahapan kegiatan pad da model
pembela ajaran inkuiri. Dengan me emadukan ke egiatan ekspe erimen pada model pemb belajaran inku uiri maka
diharapkkan dapat me eningkatkan keterampilan
k p
proses IPA.
IPA merupakan kumpula an pengetah huan tentang g obyek ata au gejala ala am yang te elah diuji
kebenarrannya (Hung geford et al., 1990). IPA mencakup
m dua a aspek yaitu u IPA sebagaii proses, yang dikenal
dengan metode ilmia ah dan IPA se ebagai produk yang diken nal dengan bo ody of knowleledge (Trowbrridge and

133
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar
S on Sciencce Education ISBN: 978-979-985466-4-2
Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation

Bybee, 1990)). IPA juga memiliki


m nilai--nilai ilmiah atau
a value off science yang g melekat pa ada pengetah huan
ilmiah (NSTA A, 1997; Trow wbridge and Bybee, 1990 0). IPA sebagai proses berrawal dari ob bservasi terhaadap
f
fenomena ala
am dengan ca ara kerja seba agaimana yan ng dilakukan oleh para saintis (Rutherfford and Ahlgren,
1990). Oleh karena itu pembelajaran
p materi IPA sebaiknya dimulai
d dari observasi
o terh
hadap fenom mena
a
alam. Melaluii proses ilmiah dapat dikem mbangkan sikkap ilmiah sisswa. Sikap ilm miah tersebutt mencakup sikap
ingin tahu, menghargai
m pembuktian, berpikir krittis, kreatif, berbicara
b berrdasarkan ke epada bukti-b bukti
konkrit atau data, dan pe eduli terhadap p lingkungan.. Melalui prosses IPA dapatt dikembangkkan keteramp pilan
mengobserva asi, menjelask kan, berpikir, memecahkan n masalah, da an membuat keputusan
k (Ya
ager, 1996).
Ditinjjau dari segi proses,
p maka IPA memiliki berbagai ketterampilan sains misalnya:
Meng gidentifikasi dan menentuk kan variabel bebas
b dan teriikat
Mene entukan apa yang
y diukur
Keterrampilan mengamati men nggunakan sebanyak
s mungkin indera, mengumpu ulkan fakta yang
y
relevaan, mencari kesamaan
k dann perbedaan, serta mengklasifikasikan
Keterrampilan dala am menafsirk kan hasil peng gamatan sepe erti mencatatt secara terp pisah setiap jenis
penggamatan, dan n dapat meng ghubung-hubungkan hasil pengamatan n
Keterrampilan men nemukan sua atu pola dalam m seri pengamatan
Keterrampilan dalam meramalka an apa yang akan
a terjadi berdasarkan
b h
hasil-hasil penngamatan
Keterrampilan men nggunakan allat atau bahan dan menga apa alat atau bahan itu dig gunakan.
Keterrampilan dala am berkomun nikasi seperti: menyusun la aporan secara sistematis, menjelaskan
m h
hasil
percoobaan atau pengamatan (BSNP, 2006)
Towle e dalam BSNP P (2006) meng gatakan bahw wa jika prosess-proses seperti disebutkan n di atas disu
usun
d
dalam suatu urutan terte entu dan dig gunakan untu uk memecah hkan permasa alahan yang dihadapi, makam
rangkaian pro oses ini akan menjadi suatu u metode ilmiiah. Cavendissh dalam BSN NP (2006) me enyatakan bah hwa
keterampilan proses IPA A meliputi ke egiatan mela akukan obserrvasi, memilih kegiatan obeservasi
o y
yang
relevan dengan penyelid dikan lebih lanjut, men nemukan dan mengiden ntifikasi pola--pola baru dan
menghubung gkannya deng gan pola-pola yang ada, mendesain dan melaksa anakan perco obaan, memakai
peralatan den ngan efektif dan hati-hati, menggunak kan pengetah huan untuk melaksanakan
m n investigasi, dan
menggunakan pengetahuannya untuk memecahkan n problem-problem yang berkaitan
b dengan teknologi.
Pembelajaran n sains didassarkan pada teori belajar konstruktiv vis memanda ang belajar sebagai
s kegiaatan
membangun pengetahuan yang dilak kukan sendirri oleh siswa a berdasarka an pengalama an yang dim miliki
s
sebelumnya (Ramsey, 1993).
1 Pemb belajaran be erdasarkan rujukan
r konsstruktivisme memberi siswa
pengalaman sebagai sara ana untuk membentuk
m peengetahuan. Dalam pelak ksanaan pem mbelajaran sa ains,
s
siswa dituntuut mengemba angkan keterrampilan prosses sains, be erpikir induktif, sikap ilmiaah, keteramp pilan
manipulasi alat, keterampilan komuniikasi yang se emuanya teriintegrasi dala am keteramp pilan dasar kerja
k
ilmiah (Rusta aman, 2003). Sains mem miliki karakteeristik dalam cara mempelajarinya, ke etika belum ada
pendidikan fo ormal, orang-orang mempelajarinya dengan d berintteraksi langssung dengan alam, kemud dian
berangsur-an ngsur hasilny ya dicatat dan n dikomunika asikan kepad da orang ban nyak. Cara mempelajari
m sains
t
ternyata men ngalami perg geseran ketik ka pengetahu uan sebagai produk sainss itu menjadi makin bany yak.
Pengetahuan n tersebut diinformasikan melalui berrbagai cara, sehingga ora ang-orang ya ang mempela ajari
s
sains selanjutnya lebih terrpaku pada hasil
h atau produk sains. De engan makin banyaknya pengetahuan
p dan
begitu berke embangnya sains, makin tidak mungk kin orang me empelajari sa ains dengan cara seperti itu.
Pembelajaran n seyoganya menekankan n pengemban ngan kemamp puan untuk memproses
m an menghasilkan
da
pengetahuan n sekaligus dengan
d damp pak pengiring yang men nyertainya, atau
a dikenal dengan pro oses,
produk dan nilai
n (Rustama an, 2005).

134
PR
ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon ISBN: 978-9799-98546-4-2
C
Current Issues on Research
R and Teaaching in Science Education

Model meng gajar inkuirii merupakan n salah satu model ko ognitif yang diunggulka an untuk
pembela ajaran sains di sekolah. Perlunya gu uru sains merancang prrogram pemb belajaran sains yang
berbasiss inkuiri telah ditekankan n sejak lama a oleh para pakar
p pendiddikan dan pa akar pendidik kan sains
(NRC, 1996;
1 Rutherrford & Ahlgrreen, 1990; Trowbridge & Bybee, 19 990). Trowbriidge & Bybee (1990)
memperrkenalkan mo odel inkuiri se ebagai suatu u proses pend definisian dann penyelidika an masalah, formulasi
f
hipotesis, merencan nakan ekspe erimen, me engumpulkan data, dan membuat kesimpulan. Inkuiri
merupakan suatu prosesp bagi siswa untuk k memecahk kan masalah,, merencana akan dan melakukan
eksperimmen, mengum mpulkan dan n menganalissis data, dan menarik kessimpulan (Ru ustaman, 200 05). Jadi,
dalam pembelajaran
p n berbasis ink kuiri, siswa terlibat
t secara mental dan n secara fisikk untuk mem mecahkan
masalah h yang dibe erikan guru. Mengajar sains melalui inkuiri memerlukan m suatu metode yang
melibatkkan siswa da alam pembe elajaran. Artin nya strategi inkuiri men nempatkan siswa
s sebagaai subjek
belajar. Siswa berpe eran untuk menemukan
m s
sendiri inti da
ari materi pelaajaran itu senndiri. Sedanggkan guru
sains be ertindak seba agai agen pe erubahan, membantu
m pe
engembangan n perubahan dalam men ngajarkan
sains, menyiapkan
m peralatan
p dan
n bahan, duk kungan moral, dan memb beri motivasi. Implikasi da ari inkuiri
dalam pembelajaran
p n sains men nuntut guru untuk meny yiapkan kegiatan yang memungkinka
m an siswa
mengide entifikasi dann mereviu informasi seca ara kritis. Dalam pembelajjaran inkuiri guru bertinda ak bukan
sebagai sumber bela ajar, tetapi sebagai fasilittator dan mo otivator belaja
ar siswa. Men nurut Sanjaya a (2007),
kriteria keberhasilan dari proses pembelajara an inkuiri bukkan ditentuka an oleh sejau uh mana sisw wa dapat
mengua asai materi pelajaran,
p akan tetapi sejauhs mana a siswa beraktivitas menccari dan me enemukan
sesuatu..
Sebagian bessar penelitian pembelajara an berbasis inkuiri sudah dilakukan dala am bidang stu udi Fisika,
antara lain sebagai berikut: Ra asagama (20 007) melaku ukan eksperim men dengan n menerapkan model
pembela ajaran inkuiri terbimbing pokok
p bahasa an proses litoosfer dan atmmosfer bumi untuk meningkatkan
pemahaman konsep p dan keterrampilan berrpikir kritis siswa SMP. Hasil pen nelitian menunjukkan
pembela ajaran metod de inkuiri terrbimbing meningkatkan
m keterampilan berpikir krritis siswa le ebih baik
dibandinng metode ce eramah.
Saraswati (2003) melakukan penelitian tindakan kelas k dengan menerapkan model latiha an inkuiri
(MLI) pada konsep Rangkaian lisstrik dalam upaya u menum mbuhkan keb beranian sisw wa untuk mengajukan
pertanya aan dan mengemukakan gagasan g siswa kelas 3 SLT TP, setelah pe embelajaran dengan MLI sebanyak
s
dua sikllus dengan duad tindakan n untuk masiing-masing siklus,s dan lim
ma tahap tin ndakan pada masing-
masingn nya yaitu: (a)) menyajikan n masalah, (b b) pengumpu ulan data, (c)) eksperimen ntasi, (d) pe erumusan
penjelassan, dan (e) analisis inku uiri, diperolehh hasil telah h tumbuh keb beranian siswwa untuk mengajukan
pertanya aan dan men ngemukakan gagasan
g selama dua siklus dengan hassil pada siklus satu 42% dan d pada
siklus dua meningka at menjadi 55 5%. Namun penerapan MLI M ini belum m dapat mendorong siswa a kelas 3
mencapai ketuntasan n belajar seca ara peroranga an maupun se ecara klasikal sesuai standa ar Depdiknas. Kendala
utama yang
y dihadapii guru adalah siswa masih mengalami kesulitank untu
uk menemuka an sendiri konnsep yang
sedang dibelajarkan sehingga peran p guru yang
y seharussnya hanya sebagai
s fasilitator belum tercapai
sepenuh hnya karena masih
m harus membantu
m sisswa dalam proses penemu uan konsep. Respon
R siswa terhadap
model laatihan inkuiri baik.
Limba (2004 4) mencoba menerapkan
m MLI di SLTP untuk menin ngkatkan kete erampilan proses dan
penguassaan konsep p perpindah han kalor, dan sekalig gus mengun ngkap penge embangan semangat
s
berkreattivitas siswa. Di samping itu, penelitia an ini juga dilakukan
d unttuk mengembangkan kem mampuan
penyeliddikan siswa secara
s sistem
matis berdasarrkan fakta ya ang akrab de engan kehidu upan sehari-hari. Hasil
penelitia
an menunjukkan bahwa peningkatan
p k
keterampilan proses sainss dan pengua asaan konsep p setelah
siswa teerlibat dalam pembelajaran konsep perrpindahan ka alor dengan menggunakan
m n model latiha an inkuiri

135
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar
S on Sciencce Education ISBN: 978-979-985466-4-2
Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation

lebih baik se ecara signifikkan daripada a siswa yang g mengalami pembelajarran biasa. Siswa S mengalami
peningkatan semangat be erkreativitas. Kendala yanng dihadapi yaitu waktu pembelajaran kurang se esuai
d
dengan yang direncanakan n dalam renca ana pembelajjaran.
Yusra
an (2003) mengembangk
m kan dan men nerapkan pem mbelajaran berbasis
b inku
uiri pada kon nsep
Fluida Tak Beergerak untuk k meningkatkkan penguasaa an konsep sisswa SMU. Hasil penelitian ini menunjukkkan
a
adanya peninngkatan peng guasaan konssep siswa ya ang terlibat dalam
d pembe elajaran berb
basis inkuiri le
ebih
t
tinggi dari pa
ada yang terllibat dalam pembelajaran
p biasa pada taraf
t signifika
ansi 5%, dengan peningka atan
rata-rata kelaas eksperime en 21% dan kelas kontrol 13%. Pada umumnya siswa s menyukkai pembelaja aran
berbasis inkuuiri. Faktor peengalaman da an kemauan siswa dalam m belajar serta a menggunakkan LKS men njadi
kendala selamma pelaksanaan pembelaja aran ini.
Denggan menerapk kan pembelajjaran inkuiri, siswa dihada apkan pada pengalaman
p k
kongkrit sehin
ngga
s
siswa belajar secara aktif, dengan tingkkat kemampu uan yang berb beda dapat bekerja pada masalah-masa
m alah
s
sejenis dan berkolaborassi untuk men nemukan pem mecahannya, mengemban ngkan ketera
ampilan mene eliti,
mengambil ke eputusan. De engan menera apkan pembeelajaran ini, maka
m keteram mpilan proses sains siswa akan
a
meningkat. Dengan
D dukuungan teori dan melihatt hasil-hasil penelitian te erdahulu yan
ng menunjukkkan
pembelajaran n inkuri dap pat meningkatkan pem mahaman ko onsep dan keterampilan berpikir krritis,
menumbuhka an keberania an siswa untuk
u mengajukan perttanyaan dan n mengemukkakan gagasan,
meningkatkan n keterampila an proses sa ains dan pengguasaan konsep, maka penerapan
p moodel inkuiri pada
p
kegiatan ekspperimen, di saamping akan dapat mening gkatkan keterrampilan prosses IPA/Fisika
a juga akan da apat
meningkatkan n penguasaan n materi siswa a.
METODE PE
ENELITIAN
Penelitian dilaksanakan secaras kolabooratif antara dua orang guru fisika kelas XI den ngan satu orrang
d
dosen Pendidikan Fisika FKIP Unila. Penelitian dilaksanakan di Laborattorium Fisika a SMA Nege eri 9
Bandar Lampung. Waktu u penelitian mulai dari persiapan, perencanaan,
p , sampai de engan pelapo oran
d
dilakukan elama 7 bulan. Persiap
se pan dilaksana akan mulai bulan Mei sampai den ngan Juli 20 008.
Pelaksanaan tindakan diimulai pada bulan Agusttus sampai dengan Septtember 2008 8. Materi yangy
d
dibelajarkan adalah materi kelas XI se emester ganjil KTSP SMA Negeri
N 9 Bandar Lampung g.
S
Subjek pene elitian adalahh siswa kelass XI IPA5 SM MA Negeri 9 Bandar Lampung. Jum mlah siswa kelas
k
t
tersebut seba anyak 42 ora ang yang terddiri dari 16 siswa laki-laki dan 26 pere
empuan. Kem mampuan kog gnitif
s
siswa beraga am, ada yan ng pintar, se edang, dan kurang. Pad da umumnya kemampuan n kognitif siswa
s
sedang. Keteerampilan pro oses IPA sisw
wa rata-rata re endah.
Peneelitian ini merupakan pene elitian tindaka
an kelas (PTKK) yang dilakssanakan sebaanyak tiga sikklus.
S
Setiap sikluss terdiri dari tahap peren ncanaan, pellaksanaan tin ndakan, obse ervasi-evalua
asi, dan refle eksi.
Masing-masin ng siklus dila
aksanakan da alam tiga perrtemuan. Pad da tahap pere encanaan dissusun RPP. yang
y
memuat pe erumusan tujuan/kompe
t etensi, pem milihan dan pengorgan nisasian ma ateri, pemiliihan
s
sumber/med ia pembelaja aran, skenarioo pembelajarran, dan penilaian hasil belajar.
b RPP disusun
d bersaama
o
oleh guru fissika kelas XI dan dosen mitra.
m Penyussunan RPP dimulai denga an diskusi gurru fisika kelas XI
d
dan dosen mitra.
m Pelaksaanaan tindakkan pembelajjaran dimula ai dengan me enunjukkan suatu fenom mena
f
fisika, kemudian mengajjukan pertan nyaan-pertan nyaan kepada a siswa untuk mengetahui penguassaan
s
siswa terhad dap konsep te ersebut. Berddasarkan fen nomena yang g ditunjukkann tersebut guuru merumusskan
beberapa ma asalah untuk k dicarikan jawabannya melalui kegiatan eksperiimen. Melalui diskusi kelas k
d
disusun hipo
otesis atau ja awaban seme entara terhad dap masalah yang diajuka an. Selanjutnnya siswa dib bagi
d
dalam sepulu uh kelompok k. Setiap kelo ompok terdirri dari empatt sampai lima a orang yangg kepandaian nnya
bervariasi (p penentuannya a berdasarkan kepada nillai raport kelas X semestter genap). SetiapS kelom
mpok

136
PR
ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon ISBN: 978-9799-98546-4-2
C
Current Issues on Research
R and Teaaching in Science Education

dengan bantuan LKS S melakukan n serangkaian n kegiatan (eeksperimen) untuk meng guji hipotesis. Selama
kegiatann eksperimen n berlangsun ng, guru mem mberikan ara ahan dan bim mbingan kep pada siswa. Demikian
D
juga pa ada waktu penarikan kesimpulan,
k guru meng gajukan perttanyaan-perttanyaan yan ng dapat
mengara ahkan siswa kepada pena arikan kesimp pulan. Pada a akhir setiapp eksperimen salah satu kelompok
k
mempre esentasikan hasil
h percobaannya di dep pan kelas. Ob bservasi prosses pembelajaran dilakuka an terus-
menerus oleh dosen n dan salah seorang guru selama kegiatan pemb belajaran berlangsung. Observasi
O
mencak kup pengama atan aspek keterampilan n proses IPA A/Fisika setiaap individu siswa, pen ngamatan
terhadap pelaksanaa an guru mengajar, pengu uasaan materri yang dibela ajarkan, dan sikap siswa terhadap
model pembelajaran
p n yang diterappkan. Dua orrang guru anggota penelittian ini bertugas sebagai pengajar
dan pen ngamat. Sed dangkan dossen bertindak k sebagai pengamat dan mereview pelaksanaan
p t
tindakan.
Pada ak khir setiap siklus
s dilaksa
anakan tes fo ormatif. Peningkatan ketterampilan proses
p IPA/Fisika dan
tingkat penguasaan materi siswa a merupakan indikator keb berhasilan prrogram penge embangan in ni. Aspek
yang diuukur adalah kemampuan:
k : merumuskan hipotesis, melakukan
m pe
engukuran, melaksanakan
m prosedur
eksperim
men, melakuk kan pengama atan, mengolah dan menganalisis data a, menginterrpretasi data, menarik
kesimpuulan, menulis laporan dan mengkomunikasikan hasil eksperimen n kepada tem man sekelas dan
d guru,
serta peenguasaan materi.
m Pada akhir setiap siklus dilakssanakan refle eksi dalam bentuk
b diskussi antara
dosen mitra,
m guru, dan
d wakil sisw wa. Pada disk kusi dibicarakkan berbagai kelemahan yang y masih dirasakan
d
pada pe elaksanaan pembelajaran
p n pada suatu siklus dan upaya yang perlu dilakuk kan untuk mengatasi
m
kelemahhan tersebut untuk perba aikan pada siklus berikutn nya. Diskusi didasarkan
d keepada hasil observasi
o
dan evaaluasi.
Data hasil te
es formatif diianalisis seca
ara kuantitatiff dengan me enghitung sko or rata-rata kelas
k dan
persentaase siswa ya ang sudah mencapai ketu untasan belajjar, yaitu me emperoleh sk kor 75 atau lebih dari
skor maaksimum 100 0. Data hasil observasi ke eterampilan proses
p IPA dianalisis
d deng gan menghittung skor
rata-rata
a dan persen ntase siswa yaang sudah te erampil (mem mperoleh skorr 3 ke atas da ari skor makssimum 4)
untuk setiap komponen keteram mpilan proses IPA. Data hasil kuesion ner dianalisiss dengan me enghitung
persentaase siswa yang menyatak kan sangat tidak
t setuju,, tidak setuju , setuju, dan sangaat setuju
pada seetiap pernyataaan kuesione er.

HASIL DAN PEMBA AHASAN


Keterampilan Pros ses IPA
Keterammpilan prosess IPA siswa diukur dari asspek-aspek merumuskan
m h
hipotesis, meelakukan pengukuran,
melakuk kan pengama atan, melakssanakan prossedur, mengo olah dan me enganalisis da ata, mengintterpretasi
data, menarik
m kesim
mpulan, mennulis laporan dan mengk komunikasikan hasil eksp perimen. Berd dasarkan
hasil pe
engamatan dan laporan percobaan
p diperoleh hasil seperti pad da Tabel 1. Pada tabel tersebut,
nampak k semua asp pek keteramppilan proses IPA siswa mengalami
m p
peningkatan dari siklus ke
k siklus
walaupuun skor yang diperoleh ma asih belum memuaskan
m y
yaitu pada sik
klus ketiga dip peroleh skor rata-rata
2,5 dari skor maksiimum 4 atau u 59% sisw wa dapat dik kategorikan memiliki
m keteerampilan pro oses IPA
sedang sampai baik k. Aspek-aspeek yang suda ah dapat dilaakukan oleh sebagian bessar siswa pada siklus
ketiga yaitu
y melaku ukan penguk kuran, melak kukan penga amatan, mela aksanakan prosedur
p ekssperimen,
mengola ah dan menganalisis data,
d menginnterpretasi data,
d dan menarik
m kessimpulan. Se edangkan
merumu uskan hipotessis, menulis laporan, dan mengkomun nikasikan hasil eksperimen n belum dikuasai oleh
sebagian besar sisw wa. Sampai dengan sikluss ketiga seba agian besar siswa
s masih perlu dituntu un dalam
merumu uskan hipotessis. Laporan yang ditulis siswa
s pada umumnya
u maasih kurang sistematis
s dan kurang
lengkapp. Sebagian kecil siswa belum
b dapatt menyerahka an laporan tepat
t waktu.. Diskusi pa ada saat
presentaasi hasil eksperimen massih searah ya aitu dari pen
nyaji ke peseerta. Sebagia an besar sisw wa masih

137
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar
S on Sciencce Education ISBN: 978-979-985466-4-2
Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation

berperan seb
bagai pendeengar setia. Baru sebagia an kecil sisw
wa yang ma au dan mam mpu memberiikan
t
tanggapan te
erhadap peny
yajian hasil ek
ksperimen.
Ta
abel 1: Data a keterampilan proses IPA
A siswa setiap
p siklus
% skor 3 Skor rata-rrata
per siklu
us
No Aspek
1 2 3 1 2 3
1 Me
erumuskan hipotesis 0 7 45 1
1,1 2,0 2,3

2 Me
elakukan pen
ngukuran 10 37 88 2
2,1 2,3 2,9

3 Me
elakukan pen
ngamatan 0 32 79 2 2,2 3,0

4 Me
elaksanakan prosedur
p 0 15 67 2 2,0 2,7

5 Me
engolah dan menganalisiss data 0 12 86 2 1,9 2,8

6 Me
enginterpreta
asi data 10 10 60 1
1,3 1,3 2,4

7 Me
enarik kesimp
pulan 0 7 60 1 1,3 2,5

8 Me
enulis laporan
n dan 0 7 31 1 1,3 2,2

9 Me
engkomunika
asikan hasil 0 0 19 1 1,1 1,4

Ra
ata-rata 2 14 59 1
1,5 1,7 2,5

Sema angat, ketek kunan, keserriusan dan kerjak keras dalam mela aksanakan ek ksperimen pada
p
pertemuan pertama
p siklus pertama masih
m tampak k sangat kura ang. Namun secara
s perlah
han-lahan terrjadi
perubahan setelah guru berkeliling dari satu kelo ompok ke kelompok lain untuk mengo ontrol kemajjuan
pekerjaan sisswa, membe erikan bimbinngan, dan menegaskan
m p
pentingnya m
memiliki keteerampilan pro oses
IPA untuk masa depan mereka.m Pada awalnya sisw wa belum terrampil melaksanakan prossedur percob baan
s
sehingga unttuk satu perccobaan saja pada
p pertemu uan yang perrtama, dibutu uhkan waktu hampir dua jam
pelajaran. Siswa melakuk kan percobaa an dan meng gikuti proseddur tanpa me engetahui ma aksudnya. Siswa
j
juga kurang berinisiatif untuk
u menga atasi kendala a yang terjadi pada alatt yang merek ka pakai. Ke etika
d
diminta untu
uk membuatt dugaan se ementara ata au hipotesis, siswa nam mpak bingung g. Mereka tidak
t
terbiasa dengan cara pembelajaran seperti
s ini. Untuk
U mengatasi hal ini, pada siklus kedua dilaku ukan
perbaikan LK KS. Pada LKS S yang baru, siswa tidak membuat pe erumusan hip potesis dari nol,
n tetapi siswa
t
tinggal melenngkapi kalima at sehingga menjadi hipo otesis yang leengkap. Dem mikian juga taabel pengama atan
y
yang semula harus diranccang sendiri oleh siswa, pada LKS yang baru telah disediakan tabel yang siap
d
diisi berdasa arkan hasil pengukuran.
p Untuk men ningkatkan kemampuan
k siswa dalamm mengolah dan
menganalisiss data, pada siklus ketiga dilakukan perbaikan
p LKS pkan tempat untuk memb
S yaitu disiap buat
g
grafik hubunngan antara dua variabell yang diama ati. Sumbu-ssumbunya telah dibuatkan, siswa ting ggal
menggambarrkan grafikny ya berdasarkaan kepada tab bel hasil penggamatan dan n perhitungann.
Pada awalnya sisw wa merespon n negatif yaittu menyoraki kelompok lain yang mem mbuat kesalah han.
G
Guru tidak menegur
m sisw
wa yang membuat kesalah han maupun siswa yang menyoraki.
m G
Guru juga beelum
f
fokus m membimbing siswa karena
dalam k belum biasa melaksanakan
m pembelajarran seperti ini.
Pelaksanaan percobaan pada pertem muan kedua a masih perrlu waktu ya ang cukup lamal (satu jam
pelajaran), namun
n sudah h lebih baik dibandingkan pertemuan n yang perta ama. Pada akhir pertemu uan,
g
guru mengarrahkan siswa untuk pembuatan laporan dan menya ampaikan sisttematika lapooran.

138
PR
ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon ISBN: 978-9799-98546-4-2
C
Current Issues on Research
R and Teaaching in Science Education

Keberha asilan tindaka


an kelas sang gat dipengaruuhi oleh guruu dalam meng gelola kelas. Selama pelaaksanaan
tindakan n siswa sang gat perlu perhatian dan bimbingan guru. g Walaup pun pembela ajaran berpussat pada
siswa te etapi peran guru
g untuk menciptakan
m s
suasana belajar masih sangat pentingg. Guru haruss mampu
bertinda ak sebagai faasilitator dan motivator. Ia harus men nyediakan dirri sepenuhnya a untuk memmbimbing
siswa. Saran-saran
S perbaikan
p pe
engelolaan keelas dari doseen mitra dan
n hasil diskussi pada tahap
p refleksi
telah me emperbaiki kinerja
k guru dari
d siklus ke siklus. Hal ini berdampak juga pada kinerja siswa a. Mereka
menjadii lebih serius, bersunggu uh-sungguh, kerja kerass, dan lebih disiplin, serrta dapat me engambil
inisiatif untuk menga atasi masalah h yang terjadi pada alat yaang mereka gunakan.
g

Hasil beelajar siswaa


elajar siswa pada ranah ko
Hasil be ognitif diperolleh dari hasil tes formatif menggunakan soal essay.. Soal tes
berkaita
an erat denga an eksperime
en yang telah h dilakukan siswa.
s Kalau siswa melakukan eksperimen dan
membua at kesimpulan
n laporan den
ngan benar, maka
m hampir bisa
b dipastika
an siswa akan dapat menja
awab soal
tes deng
gan baik.

T
Tabel 2: Ha
asil tes formattif setiap siklu
us

Hasil tes
s formatif se
etiap siklus
Aspek
1 2 3
Rata-rata
a nilai formattif 5,0 6,0 7,0

SD 2,37 1,17 1,27


7

Tertinggi 10 9 10

Terendah 3 5 5

% tuntass (memperole
eh skor 75) 18% 19% 60%
%

Pada Tabel 2 dapat dilihatt rata-rata nilai formatif da


ari siklus ke siiklus mengalaami peningkattan. Pada
siklus pe
ertama dipero
oleh rata-rataa skor tes form matif 5 dari skala
s 10, deng gan nilai tertiinggi 10 dan terendah
3 dan hanya
h 18% siswa berhasill mencapai angkaa ketuntaasan belajar. Pada sikluss kedua terjadi sedikit
peningkkatan yaitu diiperoleh rata-rata skor te es formatif 6,, dengan nila ai tertinggi 9 dan terenda ah 5 dan
hanya 19% siswa berhasil mencap pai angka kettuntasan bela ajar. Pada sikllus ketiga terjjadi peningkaatan yang
eroleh rata-ratta skor tes fo
cukup baik yaitu dipe ormatif 7, den ngan nilai tertinggi 10 dan terendah 5 dan sudah
60% sisswa berhasil mencapai angkaa ketunttasan belajarr. Kalau diba andingkan de engan perkembangan
keterammpilan proses IPA siswa dari siklus ke siklus, maka na ampak pening gkatan hasil tes
t formatif inni sejalan
dengan peningkatan keterampilan proses IPA A. Artinya ap pabila siswa dapat meng ginterpretasi data
d dan
menarikk kesimpulan dengan bena ar maka siswa a akan dapat menyelesaika an permasala ahan pada tess formatif
dengan baik.

Sikap siswa
s terhaddap penerap pan eksperim men model inkuiri
i terbimbing
Berdasarkan pengalaaman penelitian ini, mene erapkan mode el inkuiri terb
bimbing pada kegiatan ekksperimen
selama tiga siklus atau 9 kali peertemuan yan ng mencakup p enam maca am eksperim men memerlukkan lebih
banyak waktu diband dingkan dengan pembelaja aran topik yan
ng sama deng gan cara cera amah dan latihan soal.
Ceramahh dan latihan soal cukup efektif
e untuk meningkatkan
m n kemampuan n kognitif sisw
wa namun tidaak efektif
untuk menumbuhkan
m n keterampilann proses IPA.

139
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar
S on Sciencce Education ISBN: 978-979-985466-4-2
Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation

T
Tabel 3: Tanggapan sisw
wa terhadap im
mplementasi eksperimen menggunakan
m n model inkuiri terbimbing

Tangg
gapan
No. Pern
nyataan SS S TS STS
J
Jmh % Jmh % Jmh % Jmh %
1 Perma asalahan yg dia angkat untuk setiap
s LKS 6 16 32 84 0 0 0 0
menan ntang untuk dik kerjakan
2 Waktu u yg disediakan n untuk mengerrjakan LKS 1 3 6 16 29 76 2 5
mencu ukupi
3 Denga an mengikuti prosedur eksperimen
e 8 21 22 58 8 21 0 0
pada LKS, saya dap pat menemukan n jawaban
dari peermasalahan
4 Proseddur yang haruss dikerjakan cukup jelas 2 5 30 81 5 14 0 0
dan da apat dipahami
5 Pertannyaan-pertanya aan yang dimiinta untuk 3 8 33 87 2 5 0 0
didiskuusikan menun ntun saya unttuk dapat
mema ahami materi
6 Denga an mengikuti prosedur eksperimen
e 5 13 31 82 2 5 0 0
yang ada
a pada LKS, saya dapat me emutuskan
apakah hipotesis yang y diajukan
n diterima
atau ditolak
d
7 Saya merasa
m diajak untuk
u aktif berpikir 9 24 24 63 5 13 0 0
8 Belajar Fisika denga an cara ini me enarik dan 9 24 27 71 1 3 1 3
tidak membosankan
m
9 Saya tidak perlu mennghapalkan 2 5 10 26 22 58 4 11
konsep p/prinsip pada a materi Fisikka karena
konsep p/prinsip yan ng diperoleh h selama
pembe elajaran sepe erti ini tidak akan
terlupaakan
10 Sebeluum pembelajarran seperti ini saya tidak 1 3 23 61 14 37 0 0
menge etahui bagaaimana meerumuskan
hipoteesis
11 Sekara ang saya mengetahui
m b
bagaimana 5 13 30 79 3 8 0 0
merum muskan hipotessis
12 Pada pelajaran IP PA/Fisika di SMPS saya 3 8 18 47 15 39 2 5
pernah h mengalami pembelajaran
p se
eperti ini
13 Baru sekarang inilah saya bela ajar fisika 2 5 15 39 19 50 2 5
denga an cara seperti ini
14 Denga an belajar Fiisika seperti ini, saya 9 24 26 68 3 8 0 0
menja adi memahami cara kerja ilmia ah
15 Pada awalnya saya a tidak dapatt menarik 7 18 26 68 5 13 0 0
kesimp pulan, setelah h praktik bebe erapa kali
saya dapat
d membua at kesimpulan dari data
yg perroleh
16 Sekara ang saya bisa dan berani menyajikan
m 4 11 21 55 13 34 0 0
hasil eksperimen
e di depan
d kawan-kkawan dan
guru
17 Setelah saya belajarr Fisika dengan cara ini, 5 13 21 55 12 32 0 0
saya memperoleh
m gaagasan untuk melakukan
m
penelittian dalam bida ang Fisika
Rata-rrata 4
4,8 12,5 23,2 61,3 9,3 24,5 0,6 1,7
7

Keterangan
n:
S Sangat se
SS: etuju, S : Setuju, TS: Tidakk setuju, STS
S: Sangat tidak setuju

Berda asarkan pada apat diketahui secara umu


a Tabel 3, da um (73,8%) siswa
s membe erikan tangga
apan
yyang positif terhadap
t implementasi ekssperimen men
nggunakan model
m inkuiri terbimbing.
t W
Walaupun merreka

140
PR
ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon ISBN: 978-9799-98546-4-2
C
Current Issues on Research
R and Teaaching in Science Education

merasa waktu yang disediakan untuk melakukkan eksperim men tidak men ncukupi. Men nurut siswa, LKS
L yang
disusun cukup baik, permasalahan
p n yang diangkkat cukup menantang untu uk dikerjakan,, prosedur ekksperimen
mengara ahkan siswa untuk mene emukan jawab ban dari permasalahan dan
d memutusskan apakah hipotesis
yang diajukan diterrima atau ditolak. Siswa a setuju bahhwa belajar dengan carra ini menarrik, tidak
membossankan, dan mengajak
m unttuk berpikir. Sebagian beesar siswa me
enyatakan bah hwa belajar seperti
s ini
merupakkan pengalamman baru bagi mereka. Me ereka menjadi memahami cara kerja ilmmiah, bahkan sebagian
besar siiswa menyata ng saya bisa dan berani menyajikan hasil
akan, sekaran h eksperim
men di depan n kawan-
kawan dan
d guru serta a merasa memmperoleh gag gasan untuk melakukan
m pe
enelitian dalam
m bidang fisikka.

PENUTU
UP
Berdasarkan hasil dan pembahasa an maka dapa at disimpulkan n sebagai berikut:
1. Pen nerapan mode bimbing pada kegiatan eksperimen dalam pembelaja
el inkuiri terb aran Fisika settelah tiga
siklus yang te erdiri dari enam macam m eksperimen, dapat menumbuhkan
m n dan meningkatkan
keterampilan proses
p IPA yang menca akup kemam mpuan mela akukan peng gukuran, melakukan
penngamatan, melaksanaka an prosedu ur eksperim men, mengo olah dan menganalisis data,
meenginterpretassi data, dan n menarik kesimpulan.
k Sedangkan merumuskan n hipotesis, menulis
laporan, dan me engkomunika asikan hasil eksperimen masih
m perlu dilatih lebih lan
njut.
2. Settelah mengiku uti pembelajaran dengan modelm inkuiri terbimbing paada kegiatan eksperimen, rata-rata
ai formatif siswa dari sikluss pertama sampai siklus ketiga
nila k menga alami peningkkatan berturut-turut 5,
6, dan 7. Dem mikian juga ketuntasan
k beelajarnya, ya aitu yang me emperoleh nilai 7,5 mengalami
m
penningkatan berrturut-turut 18 8%, 19%, dan 60%.
3. Sika ap siswa terh hadap penera apan model inkuiri terbim mbing pada kegiatan
k eksp
perimen posittif. Siswa
setuju bahwa belajar
b dengan cara ini menarik, tidak membosankkan, dan men ngajak untuk berpikir.
Mereka menjadii memahami cara kerja ilmiah, bahka an sebagian besar
b siswa menyatakan bisa dan
berrani menyajik kan hasil ekksperimen di depan kela as serta merrasa memperoleh gagasa an untuk
melakukan pene elitian dalam bidang
b fisika.

AFTAR PUSTA
DA AKA
BSNP. ((2006). Mode
el Silabus Mata
ta Pelajaran Ilm
lmu Pengetahu
huan Alam Sekkolah Menenga
ah Pertama. Jakarta:
J
D
Depdiknas
nas. (2003). Standar
Depdikn S Komp
petensi Mata Pelajaran
P Fisik
ika SMA & MA
A. Jakarta: Pussat Kurikulum
m,
Ba
alitbang Depd
diknas
ord .(1990). Science-Techn
Hungefo S nology-Society
ty: Investigatiing and Evalu
uating STS Isssues and Solu
ution.
Illlinois: STIPES
S Publ.
Limba, A.
A (2004). Pen ngembangan Model Pembe elajaran Latih
han Inkuiri un
ntuk Meningka
atkan keterammpilan
Prroses Sains, Penguasaan
P K
Konsep dan Se emangat Berkkreativitas Sisswa SLTP pad
da Konsep
Peerpindahan Kalor.
K Tesis Ma
agister. Progrram Pascasarjjana UPI. Ban ndung:tidak diterbitkan.
d
NRC. (19
996). Nationa
al Science Edu
ucation Stand
dards. Washin
ngton DC: Nattional Academ
my Press.
1998). Standa
NSTA (1 dar for Sciencee Teacher Preeparation, NST
TA and AETS
Ramsey, J., (1993). Reform
Move
ement Implica
ation Social Responsibility
R . Science Edu
ucation, 77(2)). 235-
58.
25
Rasagam
ma, I.G. (2007). Model Pembelajara an Inkuiri Te erbimbing Po
okok Bahasann Proses Lito osfer dan
Attmosfer Bumii untuk Meningkatkan Pem mahaman Kon nsep dan Kete
erampilan Berpikir Kritis Siiswa SMP
Te
esis Magister.. PPS UPI. Bandung: tidak diterbitkan.

141
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar
S on Sciencce Education ISBN: 978-979-985466-4-2
Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation

Rustaman, N.Y., (2003), Kemampuan


K D
Dasar Bekerja
a Ilmiah dalam
m Sains, Maka
alah disusun untuk
u disajika
an
dalam Seminar Pend didikan Biolog
gi, Bandung.
Rustaman, N.Y., (2005), Perkembangan
P n Penelitian Pembelajaran
P Inkuiri dalam
m Pendidikan Sains.
S Prosidi
ding
Seminaar Pendidikann IPA II HISPP
PIPAI. Bandunng: FPMIPA UPI
U
F and Ahlgren, A (1990).. Science for All
Rutherford, F.J. A Americanss. New York: Oxford
O Univerrsity Press
S
Sanjaya, Wina. (2007). Str
trategi Pembeelajaran Berorrientasi Standa
dar Proses Pen
ndidikan. Jakaarta: Kencanaa.
Saraswati, S.L. (2003). U
S Upaya Menum mbuhkan Kebe eranian Siswaa SLTP untukk Mengajukan
n Pertanyaan dan
Mengemukakan Gagasan melalu ui Model Lattihan Inkuiri, Penelitian Tindakan
T Kelas pada Konnsep
Rangkaaian Listrik. Tesis
T Magiste
er. PPS UPI. Bandung:
B tidak diterbitkan.
Trowbridge, L.W
T L and Bybe 90). Becoming
ee, R.W. (199 g a Secondaryy School Scien
ence Teacher. Columbus:
Merrill Publishing Co
ompany
Y
Yager, E. Rob 96). Science/T
bert, Ed. (199 Technology/So
Society As Refo
form In Scienc
nce Education. Albany: Statte
Univerrsity of New York
Y Press
Yusran. (2003
Y 3). Pembelajjaran Fluida Tak
T Bergerak yang Berbasis Inkuiri untu uk Meningkatkkan Penguasa
aan
Konsepp Siswa SMU. Tesis Magister. PPS UPI. Bandung: tid
dak diterbitkan.

142
PR
ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon ISBN: 978-9799-98546-4-2
C
Current Issues on Research
R and Teaaching in Science Education

SCI-15
MOD
DELS OF RE
EASONINGG ASSESSME
ENT BY SCIENCE TEA
ACHERS: LE
EADING SENIOR
HIGH SCHOOL PERFORMANCE E IN BATAM
M ISLAND
Ana
A Ratna Wu
ulan (FPMIPA UPI; Email : ana_ratna_up
pi@yahoo.com
m)

ABSTRACT
T
A quaalitative studyy about modeels of reason ning assessmment in sciencce teaching an nd learning process
p
was conducted
c att leading senio
or high schoo ol in Batam Island.
Is The reespondents innvolved in thee study
were five science e teachers of various su ubjects. Thee study was conducted in i the schoo ol year
7/2008. Data were collect
2007/ cted from: qu uestionnaires,
s, interview, performancee abservations ns, and
analyysis of lesson plans,. Dataa analysis wer ere done by descriptive
d annd qualitativee analysis. Bassed on
the reesults, there were
w three models
m of reassoning assesssment that deeveloped in th hat school. Th
he best
modeel involved sttudents on reflective
r and
d peer assessssment. The best model assessment
a t
targets
involvved the whol ole higher ord der thinking skills i.e. anaalysis, evaluaation, and syynthesize. Th he best
perfo
ormance teach her used prob
blem based reeasoning item ms.
Keyw
words: reasoning assessm
ment, science teaching
t and learning, Battam Island

PENDAHULUAN

Perkemb bangan ilmu dan teknolog gi pada abad d ke 21 telah h menyebabkkan dampak--dampak negatif pada
lingkunggan. Kemamp puan penalaran (berpikirr kritis) dipe erlukan untukk menganalissis dan mem mecahkan
masalah h-masalah lingkungan. Ke emampuan pe enalaran yanng dibutuhkan n menurut Marzano
M et al.
a (1994)
meliputi kemampuan n membuat keputusan
k dan kemampua an memecahkkan masalah. Kemampuan n berpikir
kritis meliputi kemam mpuan meng ganalisis, men nsintesis, meembuat keputtusan, meme ecahkan massalah dan
kemamp puan melakuk kan evaluasi secara
s kritis.
Kemampuan bernalar me erupakan keterampilan be erpikir yang dibutuhkan
d o
oleh siswa da
an warga
negara untuk hidup di lingkungan n keluarga, se ekolah, dan masyarakat
m se
ecara berkulittas. Kerangkaa berpikir
kritis menuntun
m annggota masya arakat untukk berpikir se ecara sistem matis, analisiss dan sintesis yang
menuntu unnya untuk k terampil memecahkan n masalah dan d membuat keputusa an-keputusan penting
(Rutherfford & Ahlgren, 1990).
Kemampuan penalaran (reasoning ability) seriing dikemukkakan denga an istilah laain yaitu
kemamp puan berpikir kritis. Kemam mpuan berpikkir kritis adala ah kemampua an berpikir maasuk akal dann reflektif
yang difokuskan pad da pemecaha an masalah dan d pengambilan keputusan. Tujuan berpikir kritiis adalah
mengevvaluasi tindaka an atau keyakkinan yang te erbaik (Ennis, 1996).
Hasil penelittian sebelumnya menunju ukkan bahwa a para guru di sekolah sangat s kuran
ng dalam
menggu unakan soal-ssoal berpikir tingkat
t tinggii. Para guru pada umumn nya hanya menggunakan soal-soal
untuk menilai
m level berpikir
b yang rendah (Gab bel, 1993). Ha asil penelitian
n Wulan (200 07) juga menunjukkan
bahwa pada
p umumny ya calon guru u biologi hanyya menilai ke emampuan be erpikir pada leevel pengetahhuan dan
pemahaman.
Implementassi kurikulum di sekolah se ering hanya mengembang gkan keterammpilan berpikiir tingkat
rendah (lower-order cognitive skilills, LOCS) yaitu kemampua an mengingatt informasi se ederhana atau u aplikasi
sederhana dari pen ngetahuan atau teori pada situasi attau konteks yang mirip. Padahal kem mampuan
penalaraan siswa dapa at dikembang gkan melalui tugas-tugas, latihan, dan masalah-massalah yang be ersifat ill-
defined//structured atau
a open ended.
en Masala ah yang diajjukan terseb but semestinyya bersifat baru
b dan
menanta ang proses berpikir
b analissis, sintesis, dan
d evaluatiff. Strategi aseesmen yang dikembangka an dalam
impleme entasi kurikulum di kelas sangat
s mene entukan bagi pengembang gan kemampu uan penalaran n peserta

143
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar
S on Sciencce Education ISBN: 978-979-985466-4-2
Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation

didik tersebutt. Beberapa ahli


d a telah men nsyaratkan assesmen penalaran pada levvel kemampu uan menganallisis,
mensintesis, dan mengeva no et al., 1994; Stiggins, 1994;
aluasi (Marzan 1 Andersoon & Krathwo
ohl, 2001)
Berdaasarkan latarr belakang penelitian
p tersebut, maka a dirumuskan suatu massalah penelittian:

Bagaimanak kah penerapann asesmen pe enalaran pada a pembelajaraan sains di Se


ekolah Meneengah Atas (SSMA)
unggulan Pulau Batam? Rumusan masalahm terse
ebut dirumuskan ke dalam m dua pertanyaan peneliitian
berikut: 1) ke
emampuan pe enalaran padaa level apakah yang telah dinilai pada pembelajaran
p n sains di Seko
olah
Menengah Attas (SMA) un nggulan Pulau u Batam?; 2) model-mode el asesmen pe enalaran sepe
erti apakah yang
y
t
telah dikemba angkan pada pembelajaran n sains di Sekkolah Meneng gah Atas (SMMA) unggulan Pulau Batam??

METODE PE
ENELITIAN
Metode penelitian yang dig gunakan adalah deskriptif.. Penelitian in
ni dilaksanakaan di suatu Se
ekolah Menenngah
A
Atas an di Pulau Batam. Sekkolah tersebu
unggula ut dipilih sebaagai tempat penelitian ka arena merupa akan
s
salah satu model pengem mbangan kurikkulum berbassis penalaran (berpikir kritis) di Pulau Batam.
B Peneliitian
d
dilaksanakan pada tahun ajaran 2007/2008. Subyekk penelitian adalah
a lima orrang guru saiins yang massing-
masing meng gampu mata apelajaran ya ang berbeda (fisika, kimia a, biologi). Pengumpulan
P n data dilakuukan
melalui angkket, wawanca ara, observassi pembelajarran dan pela aksanaan ase esmen serta analisis renccana
pembelajaran n dan soal-soa
al evaluasi. Analisis data dilakukan secaara deskriptif kualitatif.

HASIL DAN PEMBAHAS


SAN

Hasil penelitiaan ini menun njukkan bahw wa asesmen penalaran


p (rea
easoning asses
essment) telah h dilaksanaka an di
s
sekolah terseebut. Para guru sains (100 0 %) pernah atau telah menggunakan
m soal-soal penalaran pada a tes
f
formatif atauu sumatif. Pada umumnya a guru-guru sains
s tersebuut menggunakkan soal-soal penalaran pada p
level analisis (60 %), seba agian guru tellah mengguna akan soal-soaal penalaran pada
p level ana
alisis dan sinttesis
(20 %), seda angkan guru yang
y lainnya (20 %) telahh menggunakkan strategi assesmen pena alaran untuk level
kemampuan menganalisiss, mensintessis, dan men ngevaluasi. Guru
G sains dengan
d perfo
formance terbaik
menggunakan soal-soal be erbasis masalah (problemm based reasononing items) yang menun ntut kemamp puan
s
siswa pada leevel analisis, evaluasi,
e dan sintesis.

Model Asesm men Penalaran 1


Pada model asesmen pen nalaran yang pertama, gu uru menggunnakan soal-sooal penalaran n yang telah ada
pada Bank Soal.
S Guru kadang-kadan
k ng mengujicoobakan dahuulu soal-soal tersebut untuk kepentin ngan
a
analisis dan perbaikan soal,
s tetapi kadang-kadan
k ng mengguna akan langsun ng soal-soal tersebut. Mo odel
a
asesmen ini digunakan
d oleh guru untu uk pelaksanaa
an tes formattif dan sumattif. Model ase
esmen penala
aran
y
yang dikemba angkan oleh guru
g disajikan
n pada Gamba ar 1.

Model Asesm men Penalaran 2


Pada model asesmen
a penalaran yang kedua,
k guru menyusun
m se
endiri soal-soa
al penalaran dengan
d meng gacu
pada kurikulum/ SK (S Standar Kommpetensi) da an KD (Kom mpetensi Da asar). Guru kadang-kad dang
mengujicobakkan dahulu soal-soal terse ebut untuk keepentingan analisis
a dan perbaikan
p soal, tetapi kadaang-
kadang juga menggunaka an langsung soal-soal terrsebut. Seperrti halnya pada model assesmen perta ama,
Model asesmen ini diguna akan oleh guru untuk pelakksanaan tes formatif
f dan sumatif.
s Padaa model asesm men
ini, guru serringkali kesulitan dalam menyusun
m oal-soal penalaran (higherr order thinkking skills). Pada
so P
penerapan model
m asesmeen tersebut, guru menga aku seringkali tidak puass terhadap kualitas
k soal--soal

144
PR
ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon ISBN: 978-9799-98546-4-2
C
Current Issues on Research
R and Teaaching in Science Education

penalara
an yang dibu
uatnya. Model asesmen penalaran yang
y dikemba
angkan oleh guru disajikkan pada
Gambar 2.

1
Guruu memilih Pengalamann
Bank so
oal soal-soaal penalaran belajar sisw
wa

2
Guru
G
menguujicobakan
soal penalaran
p

3
Guru menganalisis
m
hasil uji coba

4
S
Siswa
mengerrjakan soal-
soal

5
Guru memeriksa
m
hasil pekerjaan
p
s
siswa

6
Guru membberi umpan balik
b

G
Gambar 1: Model
M Asesme
en Penalaran 1

Model Asesmen
A Peenalaran 3
Pada mo odel asesmenn penalaran yang
y ketiga, guru memilihh soal penalaran dari bankk soal atau menyusun
m
sendiri soal-soal pe enalaran den ngan mengacu pada ku urikulum/ SK K (Standar Kompetensi)
K dan KD
(Kompettensi Dasar). Guru kadang-kadang me engujicobakann dahulu soa al-soal tersebut untuk kep
pentingan
analisis dan perbaik kan soal, tetapi kadang--kadang juga a menggunakan langsung soal-soal tersebut.
Asesmen n dilaksanaka
an secara berrkelompok da an digunakann oleh guru teersebut untukk asesmen seehari-hari
(formatitive assessmeent). Pada pelaksanaan
p asesmen terrsebut, siswa a dalam kelo ompok diminta untuk
memerikksa kembali soal-soal ya h kelompoknyya. Diantara kelompok kemudian
ang telah dikkerjakan oleh k
bertukarr hasil pekerjaan. Kelom mpok tersebuut kemudian memeriksa hasil jawaba an kelompok lainnya,
mengan nalisis pekerja
aan tersebutt, dan mene emukan kesa alahan-kesalaahan (bila ada) untuk kemudian
k
dikomun nikasikan kepada kelomp pok yang pekerjaannya
p diperiksa. Model asesm men penalarran yang
dikemba angkan oleh guru
g disajikan
n pada Gamba ar 3.

145
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar
S on Sciencce Education ISBN: 978-979-985466-4-2
Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation

1
Guru menyyusun Penggalaman
Kurikulum
K ssoal-soal pennalaran belajjar siswa
SK / KD

2
Guru
mengujicobbakan
soal penallaran

3
Guru mengaanalisis
G
hasil uji coba
c

4
Siswaa
mengerjakann soal-
soal

5
Guru memeeriksa
hasil pekerrjaan
siswaa

6
Guruu memberi um
mpan balik

Gambar 2. Mo
G odel Asesmen n Penalaran 2
Berdasarkan data hasil pe enelitian, terd
dapat tiga model
m asesmeen penalaran yang telah dikembangka
d n di
s
sekolah terse
ebut. Model asesmen
a penalaran ketiga a merupakan model asesm men penalaran terbaik karrena
t
telah melibattkan siswa daalam proses asesmen.
a Mod del asesmen ketiga meliba atkan siswa untuk
u melakuukan
penilaian dirii (self assesssment) terhadap penalara annya dan pe enilaian sebaaya (peer assssessment) un ntuk
menilai penallaran siswa laain. Dengan menilai
m kemam mpuan berpikkir (penalaran)) siswa lain, setiap
s siswa akan
a
mengembang gkan penalarrannya send diri. Penilaian
n diri yang dilakukan membuatm sisswa sadar atas
a
kemampuan penalarannya a sehingga dapat
d mempe erbaiki kelem
mahannya. Be erkaitan deng gan hal terseebut
beberapa sum mber (Stigginns, 1994; NR RC, 1996, NS STA, 1998) telah
t mengemmukakan ten ntang penting gnya
reflective asssessment/selff assessment sebagai
s saranna asesmen yang otentik dan d bermakna a bagi siswa.
Model asesm men ketiga ju uga dipandan ng unggul karena
k guru banyak men nggunakan so oal-soal berb
basis
masalah (pro oblem based d items). Messkipun memiliki banyak keunggulan,
k m
model asesmen ketiga masih
memiliki kele emahan karen na keterbatasannya dalam menilai pena alaran secara individual. Aktivitas
A asesm
men
s
secara kelom
mpok tersebutt masih didom minasi oleh siswa-siswa
s t
tertentu (sisw
wa-siswa palinng pandai da alam
kelompoknya). Padahal Grrace dan Cath hy (1992) me enyatakan bah hwa feedbackk asesmen semestinya berssifat
individu agar dapat menge embangkan potensi
p setiap peserta didikk.

146
PR
ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon ISBN: 978-9799-98546-4-2
C
Current Issues on Research
R and Teaaching in Science Education

Meskipuun masih mem mpunyai kelemahan, mode el asesmen tersebut


t meruupakan suatu u model pemb baharuan
asesmen n alternatif unntuk kemamp puan penalaraan dalam sainns. Beberapa modifikasi masih
m diperlukkan untuk
mengem mbangkan mo odel ketiga te ersebut ke arah
a asesmenn penalaran secara
s individ
dual. Para gu uru sains
lainnya dapat
d meniruu atau mengembangkan model asesmen n ini untuk pe
embelajaran sains
s sehari-hari.
Model asesmen
a keduua memiliki keunggulan
k k
karena guru menyusun
m se
endiri soal-soaal penalaran. Cara ini
memilikii keuntungan n karena gurru dapat me enyesuaikan asesmennya dengan pen ngalaman bellajar dan
karakterristik siswa. Kemauan
K guru menyusun n sendiri soal-soal penalaran menunju ukkan komitm men yang
besar daari guru terhaadap asesmen n.
Bank soal yang digun nakan guru untuk model asesmen
a penaalaran pertamma sebagian besar
b adalah bank
b soal
untuk seeleksi masuk perguruan tin nggi. Dengan demikian, be eberapa soal penalaran dittemukan terla alu tinggi/
melampaui tuntutan kurikulum SM MA. Dalam ha al ini masih diiperlukan kem
mampuan dan n kepekaan guru sains
dalam memilih
m soal-ssoal yang sessuai dengan tuntutan SK dan KD pada le evel SMA.

1
Bannk Guru mem milih Guru membbuat Kurikuluum &
soaal soal penallaran soal penalaaran pembelaj
ajaran

2
Guru 10
Guuru memberi umpan
meemodifikasi soal
s
balik

3 9
Guru Keelompok siswwa (yg
m
mengujicobak
kan diperiksa & yg
soal memerikssa
mendiskusikann hasil
pemeriksaaan)
Guuru menganallisis
4
soal
Siswa 8
meengkomunikkasikan
Siswa dalam
m keesalahan keloompok
kelompok yg diperiksaanya
meengerjakan soal
s
5
Sisw
wa memeriksaa
kembbali hasilnyaa Siiswa mengannalisis
Kelompok lain
K kessalahan penggerjaan
m
memeriksa haasil sooal kelompook lain
Gambar 3. Model ase
esmen penalaran 3
peengerjaan sooal 7
Selff assessment 6
Peer asseessment
Kesimp pulan
enelitian ini menunjukkan bahwa
Hasil pe b asesmmen penalaran
n telah dikembangkan di SMA
S unggulan
n di Pulau
Batam pada
p berbaga etiga model asesmen pen
ai level penalaran. Dari ke nalaran yang telah dikembangkan,

147
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar
S on Sciencce Education ISBN: 978-979-985466-4-2
Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation

model asesm men ketiga merupakan model asesm men terbaik karena tela ah melibatkaan siswa da alam
melaksanakan self assesssment dan peer assesssment. Bebe erapa modifikkasi masih diperlukan
d unntuk
mengembang gkan model asesmen
a terse
ebut dari ase
esmen penalaaran kelompok menuju ase esmen penala aran
individual. Pa
ara guru sainns masih me enghadapi keesulitan dalam
m menyusun n sendiri soal-soal penalaran.
S
Sebagian gurru sains masih perlu menngembangkan n kemampuan n dan kepeka aan dalam memilih
m soal--soal
penalaran dari bank soal yang
y sesuai dengan tuntutan SK dan KD D pada level SMA.
S

DAFTAR PUSTAKA
Anderson, L.W
A W. & Krathwo 001). A Taxon
ohl, D.R. (20 nomy for Leaarning, Teachi
hing and Asses
essing. New York:
Y
Longgman.
1996). Critica
Ennis, R.H. (1 al Thinking. Neew Jersey: Prrentice Hall.
G
Gabel, D.L. (1993).
( Hand
dbook of Res
esearch on Sccience Teach
hing and Leaarning. New York:
Y Maccmillan
Comp pany.
G
Grace hy. (1992). Po
& Cath ortofolio and its
i use: A Dev
evelopmentallyy Appropriatee Assessment. Washington DC:
Office
e of Educational Research and Improveement (ED).
Marzano, R.JJ., Pickering, D, Mctighe, J. (1994). A
Assessing Stud
udent Outcommes: Performaance Assessmment
Usingg the Dimenssions of Learrning Model. Alexandria: Association
A fo
or Supervison
n and Curricu
ulum
Deveelopment.
NRC (Nationa 996). Nationa
al Research Council). (19 al Science Ed
ducation Stan
ndards. Wash
hington: Natio
onal
Acaddemy Press.
NSTA (Nation
nal Science Teacher
T Assocciation) & AET
TS. (1998). Standards
S for Science Teaccher Preparati
tion.
F (1990). Science
Rutherford, F.J. Sc for All Americans: Scientific
S Literracy. New Yorrk: Oxford Un
niversity.
Stiggins, R.J. (1994). Stu
S udent-Centereed Classroom
m Assessmentt. New York : Macmillan College
C Publish
hing
Comp pany
W
Wulan, A.R. (2007). Pembbekalan Kemaampuan Perfo formance Asse
sessment kepaada Calon Gu
uru Biologi daalam
Meniilai Kemampuuan Inquiry. Disertasi.
D Banddung: UPI.

148
PR
ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon ISBN: 978-9799-98546-4-2
C
Current Issues on Research
R and Teaaching in Science Education

SCI-17
ENHANCIN
NG SCIENCE ASSESMEENT BY PIO
ONERING WORK
W OF SCHOOL
S OF
INTER
RNATIONA
AL LEVEL AS
SSISTANSH
HIP PROGRRAM ON SE
ECONDARYY LEVEL: HO
OW TO
MEASURRE STUDENT PERFORMMANCE IN SCIENCE

Arif Hidayyat1, Cece Suparya2, Nikki Rizki3, Wandi Praginda4


Omang Wirasasmita5, Setiya
S Utari6,
1,5,6)
D
Department off Physics Educcation, UPI, Bandung
B
2)
Math T
Teacher, RSBII Chairman Prrogram, SMPN N 1 Cimahi
4)
P3G Jawa Ba arat
3)
Physics Teacher,
T SMU
UN 1 Cianjur

ABSTRACT T
In ord
rder to improvve the qualityy of education n and on the make
m success
ss of 12 year basic
b educatio ion and
3 yeaear for nest level in Ind donesia, the governmentt keep mainttain efforts to t increase school
achiev
evement so th hat can meett a demand with w Nationall Education Standard
S in particular
pa on 1st-3rd
1
secon ndary level (SSMP) which sta tandard itemss are : content
nt, process, co ompetence off graduate, ed ducator
man power, facililities and infr frastructures, managemen nt, defrayal, and educatio on assesmen nt shall
ne with a good
incline od program-lin ne and perio odic especiallyy for mathem matics and scie ience subjects ts. How
mathehematics and science aree taught and d and learneded especially important to o measure student
s
perfoormance in sciience.
The program ass ssesed the 10 00 Cimahi and
an Cianjur secondary
s levvel studentss ability to perform
p
scienttific tasks in a variety of situation, ran nging from th hose that affefect their perssonal lives to o wider
issues
es for the com mmunity to the th world thatt are : identitifying scientiffic issues, exp planing pheno nomena
scienttifically and using scientif ific evidence, which root oted in the concept
co of sccientific literaacy i.e:
posseesses scientifific knowledgee, understand d the characteteristic feature
res of sciencee, show awarreness,
and engages
e in sci
cientific-related
ed issues with
h the result: smmile and frowwn reported.
Keyw
words : science assessmen
nt. Scientific literacy
l

INTROD
DUCTION

Today, knowledge of o science an nd about scie ence is more e important than ever. Science
S is relevant to
everyones life and an understa anding of sccience is an essential to ool for peop ple in achievving their
goals(UN NESCO: 2002 2, OECD: 2003). One of th he 8 most imp portant aspecct of Educatio
on National Standar
S in
Indonessia is Educatio onal Assesment, with pione eering work ofo School of International
I Level (RSBI) tends on
science.This makes how h science iss taught and learned espe ecially importaant to be a sppesific progra
am that is
held for regular (OEC CD: 2003).
This programm examines th he performances of 15-yea as (science) as a wider
ar-olds in keyy subject area
range off learning sysstem outcome es in the scho ool for spesiffic and education system forf a large in terms of
student achievement, within a com mmon OECD (Organisation n for Economiic Cooperation n and Develompment)
or international fram mework accorrding to the The RSBI Te echnical Guid delines from the governm ment. The
assistanship program m is one of in nitiative from the school to o collaborate with universsity as a conssultant to
assist th
heir daily work ks to develop and keep in tracks as well.
The Program ms assessmen nt of studentss scientific knowledge and skills is roo oted in the co oncept of
scientific
ic literacy, deffined as the extent
e to whicch an individual:

149
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar
S on Sciencce Education ISBN: 978-979-985466-4-2
Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation

Posse esses scientiffic knowledg ge and uses that knowle edge to iden ntify question ns, acquire new
knowwledge, explain scientific phenomena and draw evvidence-based d conclusionss about scien nce-
relateed issues.
Unde erstands the characteristic
c features of sccience as a fo orm of human n knowledge and a enquiry.
Show ws awarenesss of how scie ence and tecchnology sha ape our mate erial, intellecttual and culttural
envirronments.
Engages in science e-related issu
ues and with thet ideas of science,
s as a reflective
r citizzen.
The Program
P essed studentts ability to perform scienttific tasks in a variety of situations, rang
asse ging
f
from those that affect the eir personal lives to wide er issues for thet communiity or the wo orld. These taasks
measured stu udents perfo ormance in relation
r both to their scie ence compete encies and to t their scienntific
knowledge. TheT Program assessed
a thre
ee broad scien nce competen ncies:
Identtifying scienttific issues. ThisT required
d students to o recognise issues that can c be exploored
scien
ntifically, and to
t recognise the
t key features of a scien ntific investiga
ation.
Expla aining pheno omena scienti tifically. Studeents had to apply knowledge of scieence in a given
situattion to describe or interpre et phenomena a scientificallyy and predict changes.
Using g scientific evidence.
ev Thiss meant interrpreting the evidence to draw conclusions, to exp plain
themm, to identify the assumptiions, evidencce and reason ning that undderpin them and a to reflectt on
their implications.
It is important, butb not sufficcient, for students to und derstand scie entific theoriees and facts well
e
enough to exxplain phenom mena scientiffically. They must
m also be able to recog gnise which questions
q cann be
a
addressed scientifically an
nd see how re esults can be used, in orde er to apply thheir scientific knowledge. ThisT
c
competencies s require studdents to demo t one hand,, knowledge, cognitive abiilities, and on the
onstrate, on the
o
other, attitudes, values an nd motivation as they meett and respond d to science-related issues.
Curreent thingking about desire ed outcomes of science education
e emphasises scie entific knowleedge
(including kn nowledge of scientific
s appproach to enq quiry) and an n appreciation n of sciences contribution n of
s
society. This outcomes req quire an unde erstanding off important co oncepts and explanation
e o science, and of
of
t strength and limitation
the ns of science in the world. They impy a critical stan nce and reflecctive approach to
s
science (Millaar and Orsbo orne, 1998). Such goals provide an orientationo and emphasis for the scie ence
e
education of all people (FFensham, 1985)

KNO
OWLEDGE
- About the n
natural world

COMPE
ETENCIES (knowledge of science)
s
CONTEXT - About sciencce it self
- id
dentify scienctificc issues
Life situation that
t involve (knowledge abo
out science)
- E
Explaining pheniomena
science and tecchnology
scientifically
- U scientific evid
Use dence
ATT
TITUDES
Resp
ponses to science
e issues
- inte
erest and respon
nsibility
- sup
pport for scientific enquiry

Figu
ure 1. Framew
work Program
ms for Science
e Assesment

150
PR
ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon ISBN: 978-9799-98546-4-2
C
Current Issues on Research
R and Teaaching in Science Education

The outcome es are hoped i.e:


A basic profile of knowledge and skills among 15-ye ear-oled-stude
ents
Trend indicattor showing how
h results ch
hange overtimme
A valuable knnowledge basse for policy analysis
a and re
esearch

RESEAR
RCH METHO
OD
This pro ogram examin nes the perforrmances of 15 5-year-olds inn key subject areas (sciencce), collects co ontextual
data fro om students school in Cimahi and Cianjur (both are cities in West Java) which repre esentative
sampless of 100 (75% % in Cianjur and 25% in Cimahi), 15-yyear-olds, stu udents drawn n in both citiees and its
regularitty with updattes are expeccted every th hree years. While
W most young people in Cimahi and d Cianjur,
also in Indonesia,
I continue their in nitial educatio on beyond the age of 15, this is norma ally close to th
he end of
the initiaal period of basic
b schooling in which alomost young people follow w a broadly common
c curriculum. It
is useful to determine e, at that stag ge, the exten nd to which th hey have acquired knowled dge and skillss that will
have the em in the futu ure, includingg the individua alised paths of
o further learrning they ma ay follow.
The knowled dge and skillss tested are defined
d not primarly
p in te
erms of a commmon denom minator of
national curricula butt in terms of whatw skills arre deemed to be essential for future life e, and this is the most
fundame ental feature of program. School curricula are tradittionally constrructed largelyy in terms of bodies of
informattion and tech hniques to be e mastered. TheyT nally focus lesss, within currriculum areas, on the
tradition
skills to be developed d in each dom main for use generally
g in adult
a life. The
ey focus evenn less on more e general
compete encies, develo oped accros thet curriculum m, to solve problems
p and apply ideas and understa anding to
situasionns encounte ered in life. The assesm ment doesnt exclude curriculum-ba
c ased knowled dge and
understa anding, but it tests for itt mainly in te erms of acqu uisition of bro oad conceptss and skills th hat allow
knowled dge to be app plied.
The ten quesstions of pape er-and-pencil tests are use ed, with assessments lastingg a total of ann hour for
each stu udent, emph hasizes on tessting in termss of mastery and broad co oncepts is particularly sign
nificant in
life of the
t concern among city to develop human capita al, which de efines as: The
T knowledg ge, skills,
compete encies and other
o attributtes embodied d in individuals that are relevant to personal, so ocial and
economic well-being
How the program works are a starting from f hing the assesment framew
establish works, develo oping the
instrume ng and interpreting the ressults with in-depths teacher peer revie
ents, analysin ews, and supp ported by
teacher and school consultant
c bassed on OECD D assesment as a suggested by The RSBII Technical Gu uidelines.
The pro ogram have beenb run sincee 2 months ago a with currrent step havve finished de evelop the insstrument,
contentss and science e assessment expert sharing. All of the t instumen nts are readyy to be teste ed to the
studentss with scaled student proficiency in scie ence well prep pared.

TS AND DISCUSSION
RESULT

The Prog
gram tasks re
equired scienttific knowledg ge of two kind
ds:
Knowledge of o science. This
T entailed an understa anding of funndamental sccientific concepts and
theories, in core scientiffic areas. Th he four conteent areas coovered in pro ogram were Physical
systems, Living systemss, Earth and space systtems, and T Technology systems, representing
key aspects of
o understand ding the naturral world.
Knowledge about
a science
ce. This inclu uded understanding the purposes
p andd nature of scientific
enquiry and understandin ng scientific explanations,
e which are the results of scientific
s enqu
uiry. One

151
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar
S on Sciencce Education ISBN: 978-979-985466-4-2
Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation

can think
t of enquiry as the meeans of sciencce (how scien
ntists obtain evidence)
e and
d of explanattions
as the goals of science (how sccientists use data).
d

A sample off program sc cience questtions


T
The three sccience questio ons shown here h illustrate
e the range of o questions used in the program, in n six
d
different dime ensions:
1. First, the ey show the different com mpetencies th hat students needed. The e CLOTHES question
q invo
olves
identifyin
ng which issu ues can be sccientifically in nvestigated and
a the GREE EENHOUSE question relates to
scientific explanationss, while ACID D RAIN requirees understanding of how to use evidence to suppo ort a
conclusioon.
2. Second, they t are of different
d diffic
iculty levels, ranging
r from the very diffficult GREENH NHOUSE questtion,
which re equires students not only to understa and scientific methods bu ut also to de eal with absttract
concepts and relationsships, to the much easier ACID RAIN question, q whe ere several obbvious cues allow
students to draw a sim mple conclusio on.
3. Third, they require diifferent know wledge catego ories. CLOTHE ES involves knowledge
k ab
bout science (the
nature off scientific enqquiry) and GR REENHOUSE and a ACID RAI AIN knowledgee of science (Earth and sp pace
systems and Physica al systems, re espectively).
4 Fourth, they
4. t represent three are eas of scienttific applicatio on, specifically Frontiers of science and
technolog gy (CLOTHES ES), Environm ment (GREEN NHOUSE) and Hazards (ACID A RAIN).
5. Fifth, the ey are drawn from differe ent contexts. The issues they raise are e of social (CLOTHES
C ), glo
lobal
(GREENH HOUSE) and personal
p (ACIDID RAIN) relevvance.
Finallly, these exa amples show the main question qu typess used in thee pogramme: multiple-choice
q
questions in simple and complex
c formms (ACID RAI AIN and CLOT THES, respecttively) and an n open respo onse
q
question (GRREENHOUSE). The items are a organised d in group based on a passage settin ng out a reall-life
s
situation. Th
hose example es are provided in appe endix A and the assessm ment program catagoriess of
knowledge off science and konledge abo bout science caan be found in appendix B. B
Figure2. Stud dents Proficienncy in Science e
S
Smiles that ca an be discussses are:
Teachers are enth husiastic with the program,, including the e principal in Cimahi with a good suppo ort.
For the t contents, we are help ped by sciencce expert fro om Colorado Spring, US and a Universityy of
Warssaw, Poland for f their sugg gested sciencce assessmen nt format and d reasons acccording to OECD
PISA results so that the quesstion have sim milar or equiivalent qualities with international scie ence
assesssment
We also a have a great
g concern with the mattersm for itts contents and good responses from the
schoo ols
Frowns that we fo ound are:
Even we are goin ng to impleme ent the progrram in Schoo ol of Internattional Level (S SBI), we are not
sure for 100 % that student can understand d the question n that is deliveer in English-formatted texxt.
One hand, it is a good progresss while the questions q havve an internattional level, but
b in other hand
h
we sttill consider about
a it difficuulty level for the
t pupils. It is a hard cho oice to imagin ne for the ressults
that we are pred dicted. In other hand, we w shall do such s things tot recognize our educatio onal
proce esses and com mpare it with others based d on the resultt of the assesssment

152
PR
ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon ISBN: 978-9799-98546-4-2
C
Current Issues on Research
R and Teaaching in Science Education

F
Figure 2: Stu
udents Proficie
ency in Sciencce

CONCLUSION
Science is the major testing doma ain for the firsst time in prog
gram. A majo
or innovation is to include students
nal responsess towards scie
attitudin enctific issuess, not just in accompaniying questionn naire but in additional
a
questionns about attitu
udes in scienccetific issues juxtaposed
j w test questtion relating to
with t the same isssues.
The definition of science literacy has its t consideration of what 15-year-old- students
i origin in the
should know,
k value and
a be able to t do as prep paredness for life in moderrn society witth central of definition

153
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar
S on Sciencce Education ISBN: 978-979-985466-4-2
Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation

are the comp


a petencies thaat are characcteristic of sccience nd scieentific enquirry. The abilitty of students to
perform thesse competencces depends on o their scien ntific knowled
dge, both knowledge of the t natural world
w
a knowledg
and ge about science it self,and
d their attitud
des towards science-relate
s d issues.
The ratio
r of items assessing their knowledge e about scien
nce enable sep parated scale
es, with descriibed
proficiency le
evels, to be constructed
c e
each of the competencies
c s, or for the two types off knowledge and
a
attitudes thatt are assessedd with embeddded items.
A
Acknowledge ements
T
The author thanks for SMPN 1 Cimahi and SMAN S ence teacherr for useful discussion and
1 scie
e
encourageme ent, Rodger Bybee
B and sciience expert group for pro oviding copiess of their pappers, Ewa Barrtnik
f suggestin
for ng some of th he examples included
i in th
he present paaper, I Made Padri and Physics
P Educa
ation
Department for
f the supports inside.
REFE
ERENCE
Fensham, P.JJ (1985), Scie
ence for All: A Reflective Essay.
E Journaal of Curriculu
um Studies 17
7(4)
Fensham, P.JJ (2000), T nges Drivers for Scientificc Literacy, Canadian
Time to Chan C Jou
urnal of Scieence,
Math
hematics and Technology Education
E 2, 9-24.
9
Fleming, R. (1989), Litera
acy for a Tech e, Science Education
hnological Age Ed 73 (4)
(
G
Gardner, P.L. (1975), Atttitudes to Scie ew, Studies in
ence: A Revie i Science Edu
ducation 2
Klopfer , L ((1971), A Structure
S for The Effectivve Domain in ucation, Scie
n Relation to Science Edu ence
Educcation 60
Law, N. (20002), Scientifiss Literacy: Ch
harting the Te ultifaceted Entterprise, Can
errains of Mu nadian Journaal of
Scien
nce, Mathema atics and Tecn nology Educat
ation 2, 151-1
176
O
OECD (1999)), Measuring Student
S Know
wledge and Skkills: A New Framework
F forr Assesment, OECD, Paris
O
OECD 0), Measuring
(2000 ng Student K Knowledge and
a Skills: The
T PISA 20
000 Assesmeent of Read
ding,
Math
hematical, and
d Scientific Lit
iteracy, OECD, Paris
O
OECD (2001)), Knowledge and Skills forr Life: First res
esult from PISA
SA 2000, OECD
D, Paris
O
OECD (2002)), Reading forr Change- Perrformance and
nd Engagemen
nt Across Cou
untries, OECD,, Paris
O
OECD a), The PISA 2003
(2003a 2 Assesm
ment Framewo
ork: Mathemat
atics, Reading,
g, Science and
d Problem Solv
lving
Know
wledge and Skills,
Sk OECD, Paris
P
O
OECD 3b), Definitio
(2003 on and Selecction of Com
mpetencies: Theoretical and Concept ptual Foundattion,
Summmary of The e Final Report Key Com
mpetencies fo
or a Succesfuull Life and Well-Function
ning
Socie
ety, OECD, Paris
P
O
OECD (2004)), Learning fo
or Tomorrowss World First
st Results from
m PISA 2003, OECD, Paris
O
OECD (2005)), Are Studentts Ready for A Technologyy-Rich World?? What PISA Studies
S Tell Us,
Us OECD, Paris
O
Osborne, J., Simson and S. S Collin (20003) Attitudess towards Sciience: A Re
eview of the Literature
L and
d its
Implilications, Inte
ernational Jou
urnal of Scien
nce Education 25 (9)
993), Interna
UNESCO (19 ational Forum
m on Sciencttific and Tecchnological Literacy
Li for All:
A Final Rep
port,
UNES
SCO, Paris
03), UNESCO
UNESCO (200 O and the Intternational Deecade of Educcation for Susstainable Devvelopment (20
2005-
20155),UNESCO International
I Sciecnce, Teechnology & Environmenttal Education n Newsletter, vol.
XXVIIII, no. 1-2, UNESCO,
U Pariss
005), Interna
UNESCO (20 ational Impleementation Scheme
S for the UN Deccade of Edu
ucationa and
d for
Susta
tainable Devellopment, UNE
ESCO, Paris

154
PR
ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon ISBN: 978-9799-98546-4-2
C
Current Issues on Research
R and Teaaching in Science Education

SCI-18
IDENT
TIFICATION
N OF SCIEN
NCE MISCO
ONCEPTION
N THROUGH
H PROCESS
S SKILL EXERCISE
Sarrwanto*, Achmad A. Hindu
uan**, A. Russli**
(*UNS, **IEU, **U
Unpar)

ABSTRACT
T
Learn
ning science in elementaryy school is the he basis formining of fundammental concep pt. Misconcepption at
elemeentary schooll students wiill be broughtt at ladder education.
ed Man
any misconcep ption at elem
mentary
schoool teachers are
a found byy science pro ocess skill prractice. Miscoonception at elementary school
teach
hers are caussed by the teachers
te havee never donee experiment, t, mistakes when
w they giv
ive the
meanning of bookks, and wron ng prediction n to naturall phenomenaa. Practice of o process skill
sk for
elemeentary schoool teachers effectively
ef to lessen the misconception
m on. Identifying
g of misconcception
causee the teacher very enthusiaastic to followw the practicee of process skkill.
Keywword: practicce of processs skill, learniing science in
i elementaryy schools, elementary te
eachers
misco
onception.

PENDAHULUAN

Ditemukkan banyak kesalahan


k konnsep pada mahasiswa
m pendidikan Fisikka FKIP Univversitas Sebellas Maret
Surakartta. Kesalahann konsep ini teridentifikassi saat para mahasiswa
m m
melakukan latihan mengaja ar (mikro
g). Dilakukan penelusuran kesalahan ko
teaching onsep ini ke jenjang pendiidikan yang le ebih rendah (SMA
( dan
SMP). Dilakukan
D juga
a penelusuran n identifikasi kesalahan
k kon
nsep pada guru sekolah da asar.
Fakta yang terjadi
t di lapangan menunjukkan pem mbelajaran IPA A di Indonessia khususnya a sekolah
dasar masih
m banyak dilakukan seccara verbalisttik, disajikan dengan meto ode ceramah yang menun ntut siswa
untuk mengenal
m baanyak peristtilahan IPA secara hafa alan tanpa makna
m asari, 2007). Metode
(Lilia
pembela ajaran IPA yang tidak tepa at ini dapat memicu
m timbulnya miskonse epsi (Wilantarra, 2003). Misskonsepsi
adalah pengertian yang
y tidak akkurat akan ko onsep, pengg gunaan konsep yang sala ah, klasifikasii contoh-
contoh yang
y salah, kekacauan
k ko
onsep-konsep yang berbed da dan hubun ngan hierarkiss konsep-konsep yang
tidak be
enar (Suparno o, 1998). Misskonsepsi aka an mengakib batkan interprretasi konsep p-konsep dala am suatu
pernyataaan yang tid dak dapat diterima
d (Novvak, 1984), tidak sesuaii dengan pe engertian ilmmiah atau
pengertiian yang diterrima oleh parra ilmuwan (V Van den Berg,, 1991).
Demikian jugga pembelajarran IPA guru sekolah dasa ar di Indonesiia pada umum mnya dilakuka an secara
ceramah h. Ini dilakuukan dengan n berbagai alasan,
a antarra lain wakttu, peralatan n, dan keterampilan.
Keterammpilan melaku ukan percoba aan bagi gurru sekolah da asar ternyataa yang paling g perlu untuuk segera
diperbaiki. Sehingga a dilakukan pelatihan keterampilan
k melakukan kegiatan pembelajaran
p dengan
pendekaatan keteram mpilan prosess. Diharapkan n setelah me engikuti latihan keteramp pilan proses ini, guru
mampu melakukan percobaan
p dengan baik, membuat
m med dia pembelaja aran, dan mam mpu mengelo ola waktu
pembela ajaran dengan n baik.
Kegiatan latih
han keteramp pilan proses ini diselenggaarakan selama a sembilan ha ari dibagi mennjadi tiga
tahap. Masing-masin
M g tahap pela atihan adalah tiga hari. Se elang waktu antara
a tahap pelatihan ad dalah dua
minggu.. Ini dimaksud dkan agar hassil pelatihan dapat
d diimplementasikan dalam
d pembellajaran di kelaas. Selain
itu juga memberikan n kesempatan n kepada guru untuk me engenali perm masalahan yang ditemukan n selama
implemeentasi, dan daapat dipecahkkan saat kemb bali mengikutti pelatihan pa
ada tahap berrikutnya.
Saat me elakukan keg giatan latihan n keterampila an proses ini, ditemukan banyak seka ali kesalahan
n konsep.
Berbagaai alasan diungkapkan oleh h guru sehingga terjadi kessalahan konse ep. Oleh kareena itu dalam makalah

155
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar
S on Sciencce Education ISBN: 978-979-985466-4-2
Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation

ini akan dibah has mengena ai tipe kesalah han konsep ya ang ditemukaan dan cara memperbaiki
m k
kesalahan konnsep
t
tersebut.
Selain
n faktor mettode pembela ajaran, misko onsepsi juga dapat muncu ul dari intuisi yang salah dari
pengalaman sehari-hari, fa aktor bahasa (Wilantara, 2003),
2 penafssiran umum melalui
m pengaamatan langssung
y
yang tidak sesuai dengan n ilmuwan (V Van den Berg g, 1991). Misskonsepsi mu ungkin pula diperoleh
d meelalui
proses pemb belajaran pad da jenjang pe endidikan seb belumnya. Se ejumlah miskkonsepsi berssifat sangat sulit
d
dihilangkan (
(resistan), wa alaupun telah h diusahakan n untuk menyangkalnya dengand penaalaran yang logis
d
dengan menu unjukkan perbedaannya de engan pengamatan-penga amatan seben narnya. Penye ebab dari seb buah
miskonsepsi resistan pad da seseorang g karena settiap orang membangun
m pengetahuan n persis den ngan
pengalamann nya.
Pengetahuan yan ng dibangun n dari inform masi verbal atau dari membaca rentan r terhaadap
miskonsepsi. Penafsiran yang salah terhadap t info
ormasi verba al maupun bacaan
b mudaah memunculkan
miskonsepsi. Ini sering te erjadi pada guru sekolah dasar.d Sebaggian besar gu uru sekolah dasar bukan gurug
bidang studi tetapi guru kelas.
k Sebaga ai guru kelas,, mereka diharapkan mem miliki kompete ensi pada semmua
mata pelajara an. Sedikit seekali guru ya ang mampu menguasai
m ba
aik isi maupu un strategi pe embelajaran dari
masing-masin ng mata pelajjaran (Darma adji, 2003; Ha adara, 2003).. Rendahnya penguasaan konsep IPA guru g
s
sekolah dasar memungkinkan terjadinyya miskonsepssi.
Miskoonsepsi dapatt diidentifikassi dan didetekksi dengan pe eta konsep, tes
t essai, inte erview klinis, dan
d
diskusi kelas. Kegiatan pe embelajaran yang dimulai dengan kon nflik kognitif juga dapat digunakan
d un
ntuk
mengidentifikkasi miskonse epsi. Orang akan menun njukkan konssepsi yang ada a dalam pikirannya
p keetika
mendapatkan n konflik kogn nitif. Jika seseeorang ragu terhadap kebenaaran gagasannyya, maka dapaat diharapkan akan
a
m
merekonstruks si gagasan ataau konsepsinyaa sehingga paada akhir prosses pembelajarran akan diperroleh pengetahhuan
i
ilmiah. Pengeetahuan ilmiah h ini memilikii konsistensi internal
i yang tinggi sehinggga dapat dia adaptasikan pada
p
permasalahan n lain yang id
dentik.
Salah
h satu cara untuk
u mengub bah miskonse epsi adalah dengan
d jalan mengkonstru uksi konsep baru
b
y
yang lebih sesuai
s (Bodneer, 1986). Ke egiatan perco obaan, demo onstrasi, mau upun simulasii yang dilaku ukan
d
dengan keterampilan pro oses dapat digunakan untuk mengkon nstruksi konssep baru. Ko onsep baru yang
y
d
dibangun meelalui kegiatan n keterampila an proses akkan memiliki daya tahan yang y lama dan lebih man ntap
d
dibandingkan n informasi veerbal serta me enghindarkan dari terjadinyya miskonsep psi.
METODE PE
ENELITIAN
Penelitian ini dilakukan de
engan metodee diskriptif an
nalitik. Sampeel terdiri atas guru-guru se
ejumlah 34 orrang
d
dari salah saatu kecamattan di kabup paten Wonog n dilakukan selama 3 bulan, mulai dari
giri. Penelitian
identifikasi masalah
m hingga
a implementa
asi pada pemb belajaran di kelas.
k

HASIL DAN PEMBAHAS


SAN
Guru sudah memiliki kon
G nsep IPA yan ng diperolehnya ketika belajar
b di sekkolah menenngah dan kuliah.
Hambatan ya ang ditemuk kan pada pe elatihan keterrampilan prooses adalah kebiasaan da alam melaku ukan
percobaan. Guru
G cenderunng ingin segeera dapat hassilnya dan suddah menebakk hal yang akkan terjadi da
alam
percobaan seesuai konsep yang dimilikinya. Akibatnyya observasi selama berlangsungnya percobaan
p kurrang
d
diperhatikan. Keadaan ini terjadi padaa kegiatan aw
wal pelatihan.. Hambatan yang
y ditemukkan ini diperb
baiki
d
dengan melattih kesabaran
n dan ketelitia
an guru pada saat melakukkan percobaan n.
Hamb batan latihan
n keterampila an proses yang lain berhubungan den ngan karakteeristik pendidikan
o
orang dewassa. Orang de ewasa dalam belajar mem miliki pengala
aman, konse apan belajar dan
ep diri, kesia
o
orientasi bela
ajar. Sehingg
ga dalam me elakukan perrcobaan banyyak ditemuka an kesalahan-kesalahan yang
y

156
PR
ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon ISBN: 978-9799-98546-4-2
C
Current Issues on Research
R and Teaaching in Science Education

berhubuungan dengan
n pengalamannnya. Kesalah
han-kesalahan
n yang teriden
ntifikasi saat melakukan percobaan
dirangku
um pada tabe
el 1.
Tabel 1: Kesalah ang Teridentifikasi
han Konsep ya
No Konten Penyebab b Upaya mem mperbaiki
Belum pernah m
membandingka
an
Issi Menunjukkan termometer dari alkohol dan
1 termometer dari
d raksa dengan termomete
er
te
ermometer raksa dan membandingkkan sifat fisisnyya
dari alkohol
Cara
C
Meniru paraamedis ketika menggunaka
an Mengidenttifikasi perbeda
aan termomete
er badan
2 m
menggunakan
termometer badan
b dan termo
ometer percoba aan (kit)
te
ermometer
Menunjukkan sebuah termometerr yang
Je
enis skala Termometer yang ada di sekolah hanyya
3 memiliki 2 jenis skala dan
d mencari hubungan
te
ermometer u jenis skala
memiliki satu
antara ked
dua skala
Kurang jelasnya perbedaan antarra Melakukann percobaan pemanasan
p airr sampai
4 M
Mendidih
mendidih dan n menguap menunjukkkan air dalam keadaan menddidih
Belum men ngetahui perrbedaan ruan ng
Pemanasan
P Membandingkan percobaan pemanasa
an ruang
5 terbuka dan n ruang terttutup terhada ap
u
udara terbuka da
an ruang tertuttup
tekanan udarra yang dipanaaskan
Turunnya pe ermukaan air dalam bejan na Mendiskussikan proses berpindahnya kalor
k dari
6 P
Pemuaian air sesaat dipa anaskan dian nggap sebaggai pembakarr spiritus ke air. Melakukan pe
ercobaan
peristiwa anoomali air anomali air
Mengangkat beban menggunakan sattu
Gaya
G pada Menunjukkan besar gayya untuk men ngangkat
katrol tetap dengan arah gaya tarikan ke
k
7 satu katrol beban meenggunakan satu katrol tetap
p dengan
bawah tera asa lebih mudah daripad da
etap
te berbagai arah
a gaya tarikkan.
diangkat langgsung
Mengamatti permukaan bulan
b yang menghadap
Rotasi
R bulan Menganggap p rotasi bulan lebih cepa at
bumi selaalu tetap, dan mendemonsstrasikan
8 d
dan rotasi daripada rota asi bumi, karen
na bulan adala
ah
gerakan bulan bersam ma bumi men ngelilingi
b
bumi satelit bumi.
matahari
Menyimulaasikan geraka an bumi, bullan dan
Media demo onstrasi gerakaan bumi, bulan,
Gerhana
G matahari dengan bid dang ekliptikaa bulan
9 dan mataha ari di sekolahh menunjukka an
b
bulan membentu uk sudut 6o terrhadap bidang ekliptika
setiap purnam
ma terjadi gerh
hana bulan
bumi.
Mendemonstrasikan g
gerakan bum
mi saat
Bumi dian
nggap meng galami gera
ak
Gerak semu
G berevolusii menggunaka an globe. Arahh sumbu
10 mengangguk yang period dik setiap tahu
un
m
matahari rotasi glo
obe dan kem miringan tetap selama
agar lintasan matahari terlih
hat bergeser.
berevolusii.
Posisi kutub utara pada globe selalu di
Arah
A rotasi Mengubah h posisi pengam mat tidak selalu
u di atas
11 ga saat berotassi selalu tampa
atas, sehingg ak
b
bumi kutub utarra, tetapi juga diatas kutub se
elatan.
berlawanan putar
p jarum jam
m.
Perubahan
P Fase-fase bulan terbeentuk karen
na Mendemonstrasikan gerakan
g bulan saat
12 k
kenampakan perubahan bayang-bayan ng bumi yan ng mengelilin
ngi bumi dan n mengamati daerah
b
bulan menutupi perrmukaan bulan n terang dann daerah gelap
p di bulan terse
ebut.
Tinggi rendah
T
Botol yang dibunyikan dengan cara Mengidenttifikasi getaran
n pada benda tersebut
13 b
bunyi dari
nghasilkan bunyyi yang berbed
berbeda men da yang menyebabkan jadi sumber bunyi.
sumber botol
Bayangan ta angan kanan dand kiri tampa ak
Bayangan
B Mendemonstrasikan de engan spidol dalam
terbalik ke
etika bercermin sehinggga
14 y
yang dibentuk posisi sejjajar permukaan cermin da
atar dan
dianggap siffat bayangan yang dibentu uk
cermin datar mengamati bayangannya a
cermin datar adalah terbalikk kanan-kiri.
Menganggap p lampu yang dekat denga an
Nyala lampu
N Mendemonstrasikan beb
berapa lampu dirangkai
d
kutub + men ndapat arus listtrik lebih dahulu
15 p
pada seri dan mengukur kua
at arus yang mengalir
dan lebih beesar sehingga menyala palin ng
ra
angkaian seri pada tiap lampu.
terang
Kebiasaan menggunakan dua baterrai
Mendemonstrasikan rangkaian tiga baterai
dalam rangka aian, ketika sa
alah satu baterrai
Susunan
S dengan satu erai
bate dibalik,, dan
16 dibalik dian
nggap muatan n listrik salin ng
b
baterai membandingkannya den ngan nyala lammpu dari
bertumbukan n sehingga arus tida
ak
satu baterrai.
mengalir.

157
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar
S on Sciencce Education ISBN: 978-979-985466-4-2
Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation

Berda asarkan hasill temuan di atas, penyebab kesalaha an konsep pa ada guru da apat diidentifiikasi
menjadi: 1). Meniru oran ng yang men nggunakan alata yang me eristik tidak sama. 2). Tidak
emiliki karakte
a
adanya saranna pembelaja aran yang sessuai dengan konsep, sehingga guru hanya beberap pa peristiwa fisis
d
diungkapkan berdasarkan intuisi guru. 3). Kurangn nya bahan ba acaan/buku te eks bagi guru u SD, buku yang
y
d
dipakai guru mengajar sama dengan buku b yang dippakai siswa dalam belajar.. 4). Kurang tanggapnya
t g
guru
t
terhadap periistiwa alam dilingkungannyya.
Kesalahan konsep p yang teride entifikasi ini dapat diperb baiki melalui latihan keterampilan pro oses.
Latihan keterrampilan proses ini dapat dilakukan
d den
ngan percobaa an, demonstra asi, dan simuulasi. Pengalam man
ketika melakkukan percob baan untuk mengkonstru
m ksi konsep-kkonsep baru merupakan salah satu cara c
mengubah ke esalahan kon nsep (Bodnerr, 1986). Terridentifikasinyya kesalahan konsep juga a menumbuh hkan
motivasi intrinsik yang cuk kup tinggi baggi peserta pelatihan. Guru memberikan n komentar, se eharusnya da alam
melakukan pembelajaran IPA sangat diperlukan
d ke
egiatan perco obaan agar tiddak banyak terjadi
t kesala
ahan
konsep.
Kit IP
PA diperlukan sebagai sara ana untuk me elakukan latihan keterampiilan proses sa ains. Pelatihann ini
t
telah menumbuhkan kesad daran pada guru dan kepa ala sekolah te
erhadap arti penting
p sebuah kit IPA seba agai
komponen pe ercobaan dan n media pemb belajaran IPA (tabel 2). Pa ada dasarnya semua sekolah sudah perrnah
mempunyai kit k IPA melalui proyek inpres (sehingga kit ini sering juga din namakan kit inpres). Nam mun,
pemberian ba antuan kit terrsebut tidak diikuti
d dengan pelatihan pe enggunaannya a dalam pemb belajaran. Kit IPA
t
tersebut jara
ang dipakai sebagai
s meddia pembelaja aran. Sebaga ai contoh, saaat awal pela atihan hanya a 15
s
sekolah dari 34 sekolah yang
y memilikki kit dalam kondisi baik dan lengkap p, empat seko olah diantaraanya
memiliki kit baru dan ba aru dibuka pada
p hari ke
edua pelatiha an. Sebelas sekolah mela akukan kaniibal
beberapa kit agar diperole eh satu kit yang
y baik. Satu sekolah tidak memiliki kit IPA, kem mudian menda apat
pinjaman dari kantor cab bang dinas pendidikan.
p S
Setelah pelatiihan tahap pertama
p selessai, tiga sekoolah
membeli kit baru denga an dana BOS S (Bantuan Operasional Sekolah). Ja adi, tidak ad danya sosialiisasi
penggunaan kit mengakib batkan tidak digunakannyya kit IPA dalam pembelajaran IPA. Dengan D demikkian,
pemberian bantuan
b peralatan ke sekkolah harus diikuti
d dengaan sosialisasi penggunaan nnya agar da apat
d
dimanfaatkan n secara optimum. Keadaan ini tidak hanya terjad di di lokasi pe
enelitian, tetaapi juga daerah-
d
daerah lain di Indonesia se ebagaimana dilaporkan
d ole
eh Subijanto (2001).
(
Tabel 2: Meedia Pembelajjaran yang Be elum Digunakkan
Nama Media
a
No Peng
ggunaan A
Alasan belum
m digunakan
Pembelajara
an
1 Model bola langit Me
enunjukkan letaak rasi-rasi binttang Belum
m tahu cara meenggunakannya
2 Apron tatasurya
t Me
edia simulasi sisstem tata surya
a Belum
m tahu cara meelakukan simulasi
3 Mikroskkup siswa Me
engamati benda a-benda kecil Berja
amur, takut me
erusakkan alat
4 Koleksii Batuan Me
engenal jenis-je
enis batuan Belum
m tahu cara meenggunakannya
5 Higrom
meter Me
engukur kelemb baban udara Belum
m tahu cara meenggunakannya

Selain
n kit IPA, beb
berapa sekolaah memiliki media
m pembelaajaran IPA tettapi belum peernah digunakkan.
Media tersebbut disajikan pada
p tabel 2. Alat-alat ini pada umum mnya sudah dimiliki
d oleh sekolah lebih dari
lima tahun. Namun,
N karena tidak ada sosialisasi alat
a ini belum
m digunakan sebagai
s media pembelajaran.
Media-media tersebut dilatihkan pengg gunaannya pa ada pelatihan tahap dua da an tahap tiga. Media lain yang
y
s
sudah ada dii sekolah dann sering dipakkai guru untu uk media pem mbelajaran IPPA adalah gloobe, namun guru
g
mengalami kesulitan
k dala
am pengguna aannya. Banyyaknya kesalahan dalam melakukan percobaan yang y
berhubungan n dengan med dia dan sumbe er belajar suddah disadari oleh
o guru sebeelum pelaksanaan pelatihaan.

158
PR
ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon ISBN: 978-9799-98546-4-2
C
Current Issues on Research
R and Teaaching in Science Education

KESIMP
PULAN
Kesalaha
an konsep IP PA tidak hanya
a terjadi padaa siswa saja tetapi
t juga be
erasal dari gu
uru. Kesalahan konsep
yang teerjadi pada guru khusussnya guru SD D akan men nyebabkan ke esalahan kon nsep pada siswanya.
s
Kesalaha
an konsep inii dapat diiden
ntifikasi denga
an latihan ke
eterapilan proses. Untuk memperbaiki
m k
kesalahan
konsep dapat
d dilakuk
kan dengan keeterampilan proses
p melalui percobaan, simulasi dan demonstrasi.

DA
AFTAR PUSTA
AKA
Bodner, G. M. (19886). Construcctivism a the
eory of know
wledge. Purdu
ue Universityy. Journal of Chemical
Education. 63
3, (10).
Darmadjji. (2007). Me
endongkrak nilai
n ujian kendali mutu den
ngan tim suksses di SDN Wotsogo
W 01 Ke
ecamatan
Jatirogo. Lap
poran Penelitia
ian Dinas Pendidikan Kabupaten Tuban.. Tidak Dipublikasikan.
Hadara, A. (2003). Peelajaran muattan lokal. Ma
akalah disamp
paikan pada Kongres
K kebud hun 2003.
dayaan V Tah
Bukittinggi, 20
2 - 23 Oktob
ber 2003
Liliasari. (2007). Sciientific Conce
epts and Genneric Science Skills Relatioonship in the 21st Centuryy Science
Education. Makalah
M dung tanggal 27 Oktober 2007.
Seminar Internasiional Pendidikkan IPA. Band
Novak, J.D
J and Bob Gowin.
G 1985. Learning How
w to Learn. Cambridge Univversity Press.
Suparno 8). Miskonsep
o, S.J. (1998 psi (Konsep Alternatif) Siswa
Si SMU dalam
da Bidang
g Fisika. Yogyyakarta :
Kanisius
n Berg, Ed. (1991). Miskon
Van den nsepsi Fisika dan
d Remidiasii. Salatiga: Un
niversitas Krissten Satya Wa
acana
Wilantarra, I. P. E. (2003). Implementasi mo odel belajar konstruktivis dalam pemb belajaran fisika untuk
mengubah miskonsepsi
m ditinjau darri penalaran formal sisw wa. Laporan Penelitian PPS P IKIP
Singaraja. [O edia: http://www.damandirri.or.id/file/ipu
Online], Terse utuekaikipsing
gbab4.pdf.

159
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar
S on Sciencce Education ISBN: 978-979-985466-4-2
Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation

S
SCI-19
THE STUDY
S OF SCANNING
S G EFFECTIV
VENESS MA
ANAGEMENTT OF SMA SCIENCE
S
LA
ABORATORRY AS A TRA
AINING DE
EVELOPMEN RAM NECESSITY
NT PROGR

Mamatt Supriatna
(P4TK IP
PA Bandung)

This reseaarch entitles " The Study ofo Scanning Effectiveness


Ef M
Management t of SMA Scien nce Laboratorry
as a Traini
ning developm ment program m necessity". The
T problemm are how heaadmaster sup pporter factorsrs,
science tea
eacher, and education
e peersonnel effec
ectively arrang ged Science laboratory management
m i
in
cultivate school
sc of P4TK
TK IPA? Whatt constraints pursuing
p the arrangement
a t of managem ment of sciencce
laboratoryy in SMA as a cultivate scchool of P4TK K IPA? And what
w is educaation and traaining program m
characterisstic done by P4TK
P IPA to increase
i mannagement effe fectiveness off science labor
oratory in SMA A?
This resear
arch is a surveey study of management
m e
effectiveness scanning scieence laborato
ory in SMA thahat
has an aim m to obtain a description about manag gement effectctiveness of science
s laboraatory in Senioor
High Schooool in the casee of planning, execution, and
a observatio on of manageement of scieence laboratorry
in SMA. The
T theories are
a around the t meaning of laboratoryy, Laboratoryy function, Effectiveness
Ef o
of
Laboratoryy function, Science
S Labor
oratory Manag gement, relev
evant researcch which co onducted, an nd
training pro
rogram in PPP PPTK IPA.
The finding
ngs are (1) in n general P4T4TK Cultivate School of SM MAN has inad dequate scien
ence laboratorry
rooms; ( 2)2 in generall the quality of the manag agement of every
ev SMAN that
th doesnt constructed
c b
by
P4TK IPA still
s needs to be improved; d; (3) the man nagement acttivity doesnt based
b on stanndard or cleaar
managemeent guidance e; (4) most off SMA Cultivaate School don n't have perso
sonal laboratoory organizer;; (
5) Reparattion equipme ents and labo oratory techninician do not available; ( 6) 6 inexistence
ce of the sam me
perceptionn among scho ool personnel involving att laboratory management nt; and ( 7) the
t importancce
of performming a training g program foor laboratory organizer
o bassed on requirrement and leevel of sciencce
teacher thhinking. In th he effort of fulfilling
f and increasing arrangement
ar o managemeent of sciencce
of
laboratoryy in SMA is sub bmitted by soome suggestio ions as follows
ws : It is neede
ded a standard d of laboratorry
managemeent arrangem ment nationalllly, the centeer of laborato ory equipmen nt reparationn of which caan
increase thhe fund efficie
iency which must
m be releassed by school
ol in obtaining
g laboratory equipment,
eq annd
it is expec
ected there iss further stududy to constrruct every peersonnel invo olved in scien nce laboratorry
managemeent (Headma aster, Sciencee Teachers, anda Laboratoory assistancee) in choosingng the trainin ng
requiremenent.
Keywords
s: Effectivene
ess, Science Laboratory,
L Re
equirement Analysis,
A trainiing program

PENDAHULU
UAN

Penelitian ini berjudul "SStudi Penellusuran Kee efektifan Pe engelolaan Laboratoriu um Sains SMAS
s
sebagai An
nalisis Kebu utuhan Peng gembangan Program Diklat" D yangg didasarkan pada pemikkiran
bahwa pengelolaan laboratorium yan ng baik dan efektif akan n menunjang g pencapaian n proses bellajar
mengajar Saiins dengan baik dan efekttif pula sesua ai dengan tun ntutan kurikulum yang berrlaku serta da
alam
rangka meng gusahakan terrcapainya tinggkat pemaham man dalam pembelajaran
p Sains yang optimal
o sehin
ngga
mencakup ca ara belajar mengajar
m Sains yang aktif, kreatif, dan menyenangkkan di sekola ah sesuai den
ngan
kemajuan di bidang IPTEK K.
m penangana
Dalam an diklat penggelola laborattorium diperlukan perenccanaan yang g dimulai den
ngan
melakukan self assessm ment, meng ganalisis kebutuhan, dan merumuska an masalah yang kemud dian
d
dikonseptuali sasikan dalam visi ke depan,
d dan disusun
d prog
gram-programm yang jelass yang mam mpu
mengakomod dasi perkembbangan di lapangan. Pe enelitian ini bertujuan unntuk: 1) mengetahui ting gkat
e
efektivitas pe aboratorium Sains yang dilakukan ole
engelolaan la eh pengelolaa laboratorium
m Sains SMA A di

160
PR
ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon ISBN: 978-9799-98546-4-2
C
Current Issues on Research
R and Teaaching in Science Education

sekolah;; 2) mengetahui faktor-fakktor pendudu ung Kepala Se ekolah, guru sains, dan personil
p lainnya dalam
pelaksannaan pengelo d sekolah Binaan P4TK IPA;
olaan laborattorium IPA di I 2) mendeskripsikan kendala-
kendala dalam pelak ksanaan pengelolaan laborratorium sainss di SMA bina aan P4TK IPA
A; 3) mendesskripsikan
karakterristik program
m pendidikan dan
d latihan yang
y dibutuhkkan oleh guruu Sains dan pengelola
p labo
oratorium
Sains (p
pengelola/tekn nisi) untuk me
eningkatkan efektivitas
e pengelolaan lab
boratorium Sa
ains di SMA.

METOD
DE PENELITIIAN
Penelitiaan ini dimakssudkan untukk meneliti pe engaruh pengelolaan labo oratorium Sa ains di SMA terhadap
efektivittas pemakaian n laboratoriumm Sains di SMMA. Untuk mencap pai maksud tersebut, digunakan
metode survey dengan mendeskkripsikan sertta menganalissis efektifitass pengelolaan n laboratorium
m di SMA
Binaan P4TK
P IPA. Populasi penelittian ini adalah
h SMA binaa an P4TK IPA yang
y tersebarr di 7 propinssi. Sesuai
dengan dana dan waktu w yang terrsedia ditetap
pkan yaitu 181 SMA sebag gai sampel pe enelitian yang diambil
dari 6 prropinsi. Sumber informasi dari penelittian ini adala ah guru sainss yang menja adi binaan P4TK IPA,
Kepala Sekolah,
S labo
oran, dan situ
uasi tiap laborratorium sainss yang beradaa di sekolah binaan
b tersebut.
Informasi-informasi dari
d guru sain
ns, kepala se ekolah, dan laaboran dikummpulkan melalui teknik wa awancara.
Informasi dari guru dand laboran dikumpulkan
d juga melalui angket, seda angkan informmasi mengen nai situasi
laboratoorium sains dikumpulkan
d melalui observasi langsun ng. Teknik pe engumpulan data yang digunakan
adalah melalui
m angke et, wawancara, observasi, dan studi dokumentasi
d untuk mem mperoleh data a tentang
pendapa at pengelola laboratorium m, guru sainss, kepala se ekolah, dan laboran
l sainss tentang ke eefektifan
pemanfa aatan laboratorium dalam pembelajaran n Sains. Saraan-saran dari guru, kepala sekolah, labo oran, dan
unsur-un nsur yang terrkait akan dideskripsikan menurut
m dafta
ar deskriptor yang
y tercantuum dalam kue esioner.

HASIL DAN PEMBA


AHASAN

Peninjauuan laboratorrium SMA bin naan PPPPTK K IPA yang tersebar


t di 7 provinsi, un
ntuk meliat efektivitas
e
pengelolaan laboratooriumnya sertta alternatif untuk
u penang ggulangannyaa. Ada empatt aspek yang dibahas,
yaitu ko
ondisi laborato
orium sains, pentingnya keberadaan
k p
petunjuk pelaksanaan pengelolaan labo oratorium
sains, pe
erlunya keberradaan unit perbaikan (repparasi) alat, serta
s pembina aan laboratorium.
aan pengelola

Kondisii Laboratorium Pendidik kan Sains SMA di Sekollah binaan P4TK P IPA
Menurutt hasil obserrvasi, tiap SMAN binaan yang menja adi objek pe enelitian telah
h memiliki bangunan
b
laboratoorium sains. Untuk
U laborattorium fisika (100%) dan kimia dan biologi
bi yang terpisah
te hanya
ya 11,1%.
Gabungagan antara lab b biologi dan kimia
k adalah (88,8%).
Permasalahan yang tamp pak dari kondisi laboratoriu um yang diam mati di antarranya adalah sebagian
besar seekolah menda apat kesulitan
n dalam penga aturan jadwal penggunaan n laboratorium
mnya, pembag gian alat,
dan men ngadakan persiapan di da alam laboratorium yang be elum terpisahh antar bidang g studi yang sebagian
besar masih
m bergabung.
Sarana labo oratorium yang perlu ad da tambahan n/dilengkapi adalah pera alatan prosess belajar
mengaja ar yang dituntut dalam (sttandar isi dan n standar kommpetensi) sertta tututan pen nilaan proses ilmiah di
dalam la aporan siswa bidang studi sains. Peralatan tersebutt yang lebih penting buka an semata-ma ata harus
berkualittas tinggi, namun dapat menjelaskan
m k
konsep yang akan
a diterapkaan terhadap anak
a didik.
Di dalam labooratorium sains, terdapat pula
p peralatan elektronik yang
y sangat peka
p dan mud dah rusak
jika terkkena uap be erasal dari za at-zat kimia yang ada di d sekitarnya. Untuk mem melihara alat tersebut
diperlukkan penempattan khusus ya aitu dengan adanya
a penammbahan lemarri. Hal lain ya ang dipandang g penting
adalah perlu adanya a rehabilitasi bak cuci ka arena bak cu uci ini sesuattu yang palin ng penting adanya di

161
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar
S on Sciencce Education ISBN: 978-979-985466-4-2
Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation

laboratorium.. Data lapang


gan menunjukkan bahwa kerusakan alat-alat labora atorium di an
ntaranya berm
mula
atan tidak dicuci akibat kurrang lancarnyya pasokan air
karena perala a di bak cuci.

Pentingnya Standar Pelaksanaan bagi Pengellolaan Laborratorium Sa ains


Data dari ha asil observasi menunjukkkan bahwa pola p pengelolaaan laborato orium sains sangat
s berag gam.
Kebebasan mengembangk
m kan pola pen ngelolaan lab boratorium sa ains yang se esuai dengan kondisi seko olah
memang perllu ditumbuhka an dengan sisstem MPMBS.. Akan tetapi,, hendaknya pola p pengelolaan laboratorrium
s
sains yang diikembangkan di tiap sekolah binaan tid dak menurunkkan kualitas pengelolaan
p itu sendiri karrena
t
terlalu terdeteerminasi oleh
h kondisi sekoolah dan dana a sekolah untuuk pelaksanaa an oprasional laboratorium m.
A yang perrlu diperhatik
Ada kan dalam ma asalah struktu ur organisasi pengelolaan laboratorium.. 55,5% SMAN di
s
sekolah binaan yang me empunyai stru uktur organissasi laboratorium sains yang y tertulis secara eksp plisit.
S
Sementara itu
u 27,7 % SMA AN mengkom munikasikan sttruktur organisasi secara liisan dalam ra apat sekolah, dan
16,6% malah han tidak mennentukan struktur organisa asi laboratoriu
um.
Bukan dalam aspe ek organisasi saja ketidaksseragaman pe engelolaan lab boratorium lainnya pun terrjadi
hal serupa. Pada
P aspek perencanaan
p misalnya, 47,2%
4 SMAN binaan men ngharuskan penangung jaw wab
laboratorium membuat ren ncana tertuliss pembelian alat
a dan zat. 17% SMAN hanya h menunttut rencana yang
y
d
dikomunikasi kan secara lisan dalam ra apat dinas se ekolah. Seme entara itu, 34%
3 mengharuskan tiap jenis
laboratorium bidang studi mengajukan rencana massing-masing se ecara tertulis dan terprogrram.
Perangkat ad dminsitrasi alat
a dan zatt yang dib buat pengelola laboratorium sains SMA umumnya da apat
d
dipandang b
belum memad dai. Hanya sekitar
s 24% yang dapatt dipandang lengkap. Se ekitar 20% carac
pencatatannyya tidak te eratur, dan bahkan se ekitar 16% la aboratorium SMAN binaan tidak da apat
menunjukkan n buku catatan inventaris alat.
a
Pada aspek pelap poran kepada Kepala Seko olah, 40,7% SMAN men nuntut adanya a laporan terrtulis
s
setiap akhir tahun ajara an. Sisanya cukup
c berupa a catatan tenttang alat yang rusak. Bahkan B ada pula
y
yang tidak dituntut
d dari pengelola la aborarorium laporan dari hasil
h kerjanya.
Dalam hal pe enyediaan dan na, umumnya a (73,6%) SM MA binaan menganut
m pola
a pemberian danad atas usu ulan
d
dari tiap koordinator laboratorium bida ang studi. Jum mlah dana ya ang diberikan n bergantung pada keputu usan
Kepala Sekollah setelah melihat
m kebuttuhan yang diajukan gurru. Sementarra itu, pengu usulan pembe elian
barang dapatt, dilakukan pada
p waktu ya ang tak terten ntu. Hanya 166,2% SMAN yang y menyediakan dana ru utin,
baik dari segii jumlah maup pun waktu pe ernbeiannya.
Gamb baran kelemmahan penge elolaan laboratorium yang diuraikan di atas, ba aik pada asspek
perencanaan. pengorganissasian, pelakssanaan, dan pengawasan,
p sangat mung gkin terjadi seebagai akibat dari
ketidakjelasan penuntun atau petun njuk pengelolaan laboratorium yang baku (stand dar Pengelolaan
Laboratorium m).
Kebe eradaan stand dar pedoman n pengelolaa an laboratoriuum sains SMA A berfungsi ganda. Perta ama,
j
juklak tersebut menjadi pedoman
p teknnis bagi peke erjaan setiap personil labo oratorium. Kedua memberikan
kejelasan ten ntang apa yang harus dilakukan
d p poersonil laboratorium untuk memu
tiap udahkan .Kepala
S
Sekolah dalamm mengevalu uasi prestasi kerja
k anak buahnya serta mengadakan
m supervisi tenttang pengelolaan
laboratorium,, sebagaimana yang menja adi tugas proffesinya.

Pentingnya Unit Perbaiikan (Repara asi) Alat lab


boratorium
Berlandaskann dari pandan
ngan guru-gu
uru sains bah an alat-alat, kurang tersedianya perala
hwa kerusaka atan
reparasi di sekolah,
s dan ketidakmammpuan guru dan teknisi laboratorium memperbaikknya merupa akan
kendala utama atas keberlangsung
k gan praktiku um. Maka adanya
a unit reparasi dipandang
d p
perlu

162
PR
ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon ISBN: 978-9799-98546-4-2
C
Current Issues on Research
R and Teaaching in Science Education

keberadaannya unit reparasi


r (ben
ngkel kerja), karena
k merup pakan satu ba agian yang pe
enting di dala
am upaya
meningkkatkan efisien
nsi penggunaa
an dana bagi fasilitas laborratorium sainss.

Penting gnya Diklat dan Pembin naan Penge elola Laborattorium


Personil yang terlibaat dalam pela aksanaan pengelolaan lab boratorium sa
ains SMA di sekolah bina aan ialah
Pengawa as dari Dinass Propinsi atau Kabuten/Koota, Kepala Sekolah, Wakil Kepala Seko olah Bidang Kurikulum
K
dan Sarrana, Guru-gu uru sains, Laaboran, dan Pesuruh. Kendala-kendala a dalam pela aksanaan pen ngelolaan
laborato
orium berkaitaan dengan kebijakan Kepala Sekolah, ke etenagaan, fa
asilitas/sarana
a, dan sumbeer dana.
Temuan n yang menun njukkan telah adanya upayya dalam pela aksanaan pengelolaan labo oratorium sain
ns di SMA
binaan masih perlu ditingkatkan dan dioptimalkan. Kele
engkapan sa arana admin nistrasi pen
ngelolaan
masih perlu peningkatan yang terus-meneru
t s, patokan perencanaan
p penggunaan n laboratoriu
um sains
dan pemmbagian jadw wal pengguna aan laboratoriium yang labboratoriumnnyya bergabung g, masih pe erlu juga
dibenahi. Dalam pe enyediaan da an pembuata an laporan pertanggungjjawaban labo oratorium, peerlu lebih
teratur waktu
w pelakpssanaannya, bentuknya,
b da
an cakupannyya.

PENUTU UP
Berdasarkan hasil pe embahasan te erhadap berbagai temuan dari penelitia an ini , beberrapa kesimpu ulan yang
dapat diitarik adalah sebagai
s berikut.
1. Pad da umumnya SMAN binaa an P4TK IPA telah memilliki laboratoriium sains yang y dapat digunakan
d
unttuk praktikum m. Sedikit sekkali (11,1%) yang terpisah h untuk masing-masing bidang
b studi, sebagian
bessar (88,9%) dipakai
d bersama (dua bida ang studi) terrutama kimia dan biologi. Fasilitas labo oratorium
sainns yang massih dipandang g kurang mem madai adalah h keadaan ba ak cuci, lema ari alat/zat, pemadam
p
kebbakaran, perle engkapan PPP PK, dan alat perbaikan.
p
2. Pad da umumnya tiap SMAN yang y dibina oleh P4TK IPA A telah melakksanakan pen ngelolaan labo oratorium
seccara umum, akan tetapii sebagian besar b kualita
as pengelolaa annya masih h perlu ditin ngkatkan.
Perrangkat admin nistrasi laboraatorium sains umumnya diipandang belu um memenuh hi standar pen ngelolaan
labooratorium. Srrandar yag be elum dipenuh hi adalah pere encanaan, pe engaturan pelaksanaan, pe encatatan
alatt dan zat, dann pelaporan. Dari aspek pa aling teknis yang dipandan ng masih belu um memadai terutama
dalaam segi pena ataan alat da an zat, pemanfaatan fasilitas laboratorrium, pemelih haraan, dan perbaikan
p
alatt- alat labora
atorium yang rusak.
3. Kom mponen yang g terkait dalam pengelolaa an laboratoriuum (Kepala Sekolah,
S Guruu Sains, dan Laboran)
dalaam melaksan nakan kegiattan pengelolaannya kura ang didasarkkan pada sta andar atau pedoman
penngelolaan ya ang jelas, dan kebijakkan pengelo olaan labora atorium sain ns. Pada umumnya
u
penngelolaannya diserahkan pada p guru biddang studi (kkimia, fisika, biologi).
b Di be
eberapa SMA AN binaan
tida
ak pula tersed dia tenaga lab boran, sedang gkan keberadaannya sanga at dibutuhkann.
4. Di beberapa SM MAN ditemukkan banyak peralatan ya ang rusak da an tidak dipperbaiki, kare ena tidak
terssedianya pera alatan perbaikkan/reparasi dan
d teknisi laboratorium ya ang memperb baikinya.
5. Ken ndala-kendala a yang dihad dapi dalam pe engelolaan laaboratorium sains
s di SMAAN ialah tidakk adanya
perrsepsi yang sa ama di antara a personil sekkolah yang terlibat pada pe engelolaam iaaboratorium dalam
d hal
penntingnya kegia atan laborato orium dan asp pek-aspek yan ng mendukung kelancaran PBM sains.
6. Pro ogram diklat untuk
u pengelo ola laboratorium didasarka an pada kebu utuhan dan tingkat pemha aman dari
gurru sains adalah Cara me engadministra asikan alat dan
d bahan, Pengetahuan
P Penggunaan n Alat di
Labboratorium IP PA , Cara merrawat peralata an khusus di laboratorium biologi, fisika a, atau kimia, Standar
proosedur operassional bekerja a di laboratoriium, Pertolonngan pertama pada kecela akaan di laboratorium,
Keaamanan dan n keselamata an kerja di laboratorium, Pengawa asan aspek-a aspek yang ada di

163
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar
S on Sciencce Education ISBN: 978-979-985466-4-2
Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation

laboratorium, Standar minimal sarrana dan prassarana laborattorium, serta alat/bahan yang
y harus adda di
dalamnyya, Cara men nangani kece elakaan di labboratorium, dan
d Penataann laboratorium secara um mum
serta Peranan Laboraatorium dalam
m pembelajara an IPA
Dalamm upaya mem menuhi dan meningkatkan pelaksanaa an pengelolaaan laboratoriu
um sains di SMA
S
d
diajukan bebeerapa saran sebagai
s berikuut.
1. Perlu adanya standar Pelaksan naan (Juklak) pengelolaan laboratorium yang baku se ecara nasionaal.
2. Kebe eradaan pusatt-pusat perbaaikan alat labo
oratorium saiins merupaka an kebutuhann yang mende esak
untukk diadakan.
3. Untuk meningkatk kan mutu pengelolaan lab boratorium, dipandang
d pe
erlu adanya pengkajian
p la
anjut
untukk pembinaan n terhadap tia
ap personil ya alam pengelolaan laboratorium IPA (Kepala
ang terlibat da
Sekolah, Guru-gurru Sains, dan Laboran).

DAFTAR
R PUSTAKA
Depdikbud. (1999). Penge
elolaan Laboraatorium Sekol
olah dan Manu
ual Alat Ilmu Pengetahuan
P n Alam: Jakarta.
_ ______; (2000), Pengelola
___________ aan Laboratorrium Sains: Direktorat Pendidikan Dasar dan Meneng
gah.
Derektorrat Pendidikan
n Menengah Umum:
U Jakarrta.
C
Creedy, John. (1978). A Laboratory
La Maanual for Scho
ools and Colleg
eges. London : Heinemann Education Bo
ooks
Limited..
w, Rolland B an
Bartholomew 80, Science Laboratory
nd Crawlwey,, Frank E, 198 L
Brown, Byron C. (2004). Enviromental
E l Health and Safety
S . Medica
al College of Georgia.
G
C
Corder, ny, (1988). Teknik
Anton Te Manajeemen Pemelih
haraan ( diterjjemahkan oleeh Kusnul Had
di). Jakarta:
Erlangga
a.
Dana, Charless A. (2002). Science
S Facilit
ities Standards
ds. Texas Educcation Agencyy.
1993). Buku Katalog
Depdilbud. (1 K Alat Laboratorium
L Sains untuk SMA
S . Jakarta
a : Dikmenum
m.
1999) Pelatiha
Depdiknas (1 an Manajemeen Pendidikann bagi Kepala Sekolah Men
nengah Umum
m se Indonesi
sia di
Surabaya
ya. Jakarta; Deepdikbud.
Kertawidjaja, Ion. (dkk) (1990).
( Studii Pelaksanaan
n, Pengelolaaan Laboratoriu
ium Pendidikaan Sains, SMA
MA di
Provinsi Jawa Barat. FPMIPA
F IKIP Bandung.
ono (2004). Modul
Momo Rosbio M Pengad
dministrasian Alat
A dan Bahaan Sains, Jakaarta: Dikmenjjur.
Purba, Janilus P. ; (1989)), Pengaruh Pengelolaan
P L
Laboratorium,
, Kondisi Peraalatan, dan Kemampuan
K G
Guru
terhadap
p Efektivitas Pemanfaatan
P n Laboratorium
m Sains bagi Siswa Kelas II SMA Negeeri di
Kota Mad
adya Bandung g: FPS IKIP Baandung.
S
Simpson, Ron
nald D. dan Anderson,
A orman D. Scie
No ience Studentts, and Schoo
ol: A Guide for
fo the Midlle and
Scondarri Schools Teaacher: John Wiley
W and Son
ns; New York.
Falah Producction.Supraptoo; 1981, Lap
poran Evaluassi tentang Peenggunaan, Pemeliharaan,
P , dan Perbaaikan
Alat-alat
at Pengajaran Sains di SMA
A: BP3: Depdikkbud.
S
Syansuddin, 1996); Analissis Posisi Pembangunan
M. Abin (1 Pe Pendidikan. Jakarta. Biiro Perencan
naan
Depdikb
bud.
T Penelitian
Tim n dan Pengem
mbangan PPP 99. Upaya Pengembangan
PPTK IPA, 199 Pe n Program PP
PPPTK IPA
T
Tobing, gke L. 1982, Cara
Rang C Menilai Kegiatan
K Labo
boratorium: Pu
usat Pengemb
bangan Penattaran Guru Saains;
Bandungg.
uyub, Haryantto, 1999 Gag
Umaedi & Gu gasan dan Saaran-saran Pen engembangan n PPPPTK IPA
A sebagai Scieence
Teachin
ng Center Beertaraf Internaational. PPPPT
TK IPA Bandu
ung.

164
PR
ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon ISBN: 978-9799-98546-4-2
C
Current Issues on Research
R and Teaaching in Science Education

SCI-20
DEVEL
LOPING OF VIDEO-BA
ASED COAC
CHING PACK
KAGE: RES
SULTS OF THE SECOND
D YEAR
RESE
EARCH PRO
OJECT

Riandi, Ari Wid


dodo and Bammbang Supriattno
nt of Biology Education FP
(Departmen PMIPA UPI; ria
an@upi.edu)

ABSTRACT
T
This paper
p presen nts results off the second
d phase of a three-year research
re proje
ject on videoo-based
coach
hing. The pro roject aims at developing g a video-bassed coaching g program to o improve teaeachers
teach
hing skills. Ass part of the project
p a coac
aching packag ge was develooped. The paackage consist sts of a
video
o software (vivideo analyzerr) and a num mber of video o on biology lessons specicially chosen for
f the
coach
hing purpose. This paper discusses
d asseessment of th
he package annd revisions done
d to improove the
packaage both in teerms of the so oftware and the
t videos. In n the second year
y the Videeoanalyzer is revised
r
to maake it more ussers friendly and
a the video os now also in
nclude a speci
cially arrangedd lesson.
Keyw
words: video--based coaching, teaching skills, users friendly,
f video
o analyzer

PENDAHULUAN

Program m coaching me erupakan suaatu program yang


y dirancan
ng untuk mem mbantu guru menemukan
m k
kelebihan
dan kekkurangannya serta membe erikan saran untuk meningkatkannya (Fischler,
( 20004). Program tersebut
diharapkkan dapat me emperbaiki program-progrram peningka atan kualitas yang selama a ini banyak dilakukan
d
seperti penataran dand pelatihan
n. Umumnya setelah me engikuti suatu u kegiatan penataran,
p caara guru
mengaja a seperti sebelum mengikkuti kegiatan penataran (Widodo,
ar tetap saja ( Riandi, Amprastto & Ana
Ratna Wulan,
W 2006). Kondisi inni jelas menuntut perlun nya alternatiff baru dalam m usaha pen ningkatan
kemamp puan mengaja ar guru/calon
n guru (Hindu uan, 2005). Pada
P coaching
g berbasis vid deo, melalui pemilihan
p
cuplikann rekaman vid deo pembelajjaran yang te epat dan men nyajikannya secara
s terprog
gram, guru akan
a tahu
betul appa yang haruss diperbaiki dan
d bagaiman na memperba aikinya. Pengetahuan baru u yang diperooleh guru
melalui program coa oaching juga lebih aplikattif sebab pen ngetahuan te ersebut adala ah pengalama an nyata
sesama guru dan buk kan penjelasaan teoritis atasan, ahli, atau penatar
Coaching me erupakan istila
ah yang umu um digunakan n dalam bidan ng pengemba angan profesionalisme
seseoran ng dalam bidang pekerjaa annya. Coachi hing banyak digunakan dalaam industri dan d manajeme en dalam
meningkkatkan kemam mpuan profe esional individdu-individu daalam suatu perusahaan.
p Pemanfaatan n metode
coaching g dalam penin ngkatan profeesionalisme guru
g masih sa
angat jarang sebab
s peninggkatan profesionalisme
guru biaasanya masih dilakukan seccara massal melalui
m penata
aran, dan wo orkshop.
Coaching me erupakan layaanan individua al terhadap seeseorang yan ng ingin meningkatkan kem mampuan
profesionalnya dalam m bidang peke erjaannya (Lo oos dalam Fisschler, Schroe eder, Tonhae euser & Zedleer, 2002).
Coachingng bagi guru-gguru merupakkan sebuah proses
p layana
an ahli kepada a guru dalam m usaha meningkatkan
kemamp puan profesioonal guru. Se ecara metodo ologi semua proses yang g terjadi dala am kegiatan coaching
dilakukaan dengan me emperhatikan prinsip-prinssip pemberian n layanan proffesional pada guru.
Secara umum m coaching berlangsung dalam empat tahapan yang y terstruktur, yaitu: orientasi,
klarifikassi, pemecahan/perubahan,, dan penutup p (Schrder & Fischler, 200 03).
Tahap orientasi:
o Tahhap ini meruppakan tahap perkenalan dan d tahap peengkondisian agar tercipta suasana
yang saling memperccayai. Berdasarkan kesepa akatan bersamma antara coa achee (guru) dan coach ditentukan
hal-hal yang akan menjadi
m fokuss utama kegiiatan coachin ng. Dalam ko onteks coach hing berbasis rekaman
video pe embelajaran, rekaman pe embelajaran yangy telah dilakukan
d gurru tersebut menjadi
m bahaan utama

165
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar
S on Sciencce Education ISBN: 978-979-985466-4-2
Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation

untuk menen ntukan perbaikan yang aka an dilakukan. Coach akan membantu
m guuru untuk me enemukan hall-hal
a yang perrlu diubah/dip
apa perbaiki.
Tahap klarifikasi: Pada tahap ini i dilakukan analisis perm masalahan. Ma asalah yang akan dipecah hkan
d
diuraikan sehhingga jelas mana
m permassalahan utama a dan juga permasalahan
p mana yang akan dipecah hkan
t
terlebih dahuulu. Berdasark kan rekaman video yang te elah dianalisiss bersama, cooach akan meembantu coacchee
mencari akar permasalaha an (permasala ahan utama) yang
y perlu te
erlebih dahuluu dicari solusin
nya.
Tahap pemecahan n (perubahan): Pada tahap p ini coacheee dengan bantuan coach berusaha
b menncari
s
solusi terhada ap permasala ahan yang dih hadapi. Coacch berusaha memberikan
m s
saran dan altternatif-altern
natif,
namun coach chee sendirilah yang haru us mengemba angkan solussi permasalah han yang dih hadapinya. Pa aket
program coac aching yang berisi
b cuplikan
n rekaman vid deo pembelajjaran yang b baik dan yan ng kurang baik
b
a
akan diputar agar coache ee bisa meng gembangkan ide guna me engatasi permmasalahan ya ang dihadapin nya.
C
Coach juga akan
a memberrikan saran da an masukan kepada
k coachhee untuk meeningkatkan pengetahuan
p dan
keterampilannya.
Tahap penutup: Pada P tahap in
ni dilakukan evaluasi
e terhaadap apa yan ng telah dicaapai coachee dari
proses coach hing. Hal-hal yang pada tahapt pendah huluan disepakati untuk diubah/diperb
d baiki akan dinilai
a
apakah tujuaan tersebut te elah tercapai. Ketika coacchee tampil mengajar,
m coa
oach akan meengobservasi dan
merekam keg giatan pembelajaran terssebut sehingg ga coach ma aupun coache hee dapat meengamatinya dan
menilai kema ajuan yang tellah dicapai.
Coacching, terlebih h lagi coachinng berbasis reekaman video pembelajarran, belum banyak dilakukkan.
Penelitian yan ng dilakukan oleh sebuah tim peneliti di d Free Univerrsity of Berlin,, Jerman (Fischler, Schroe eder,
T
Tonhaeuser, & Zedler, 20002; Schrder & Fischler, 20 003) mengun ngkapkan bahwa guru yang g telah mengikuti
c
coaching memerlihatkan peningkatan
p yang berarti dalam cara mengajarnya a. Setelah me engikuti coachching
pandangan guru tentang cara c mengajaar yang efektiif jadi berubaah dan hal terrsebut diperlihhatkannya da alam
kegiatan pem mbelajaran ya ang berubah dari pembe elajaran yang berpusat pa ada guru (ce eramah) men njadi
pembelajaran n yang berpu usat pada sisswa. Analisis terhadap ke egiatan pemb belajaran gurru tersebut juga
j
memperlihatkkan bahwa gu uru mengajarr dengan menggunakan metode m pembelajaran yang g lebih bervariasi
(Schroeder & Fischler, 200 03).
Ide pemanfaatan
p rekaman viddeo pembelajjaran untuk coaching
c tern
nyata juga menarik
m perhaatian
kelompok pe eneliti lain unntuk melakukkan hal serup pa (Duit, Euler, Friege, Komorek,
K & Mikelskis-Seiffert,
2003). Deng gan memanfa aatkan sejum mlah rekaman n video pem mbelajaran ya ang telah dikkumpulkan, para p
peneliti ini merancang
m untuk melakukan coaching g berbasis video pembelaajaran. Hal ini menunjukkkan
bahwa coach ching bisa menjadi
m strategi yang te epat untuk mengembang
m gkan pemaha aman guru dan
peningkatan praktek men ngajarnya, ya ang keduanya a memang harus
h dikemb bangkan seca ara paralel (D Duit,
W
Widodo, & Mu ueller, 2007)..
Hasil uji coba terrbatas menun njukkan bahw wa paket pro ogram coachin ng yang telah dikembang gkan
d
dapat diguna akan walaupun masih mem merlukan beberapa penyem mpurnaan. Be eberapa hal yang
y masih perlu
p
penyempurna aan antara lain adalah kua alitas video, tampilan,
t dann petunjuk pe engoperasian. Sekalipun pa aket
program coacching yang te elah dikemba angkan masih h memiliki beb berapa kelammahan, namun n dalam uji coba
c
t
terbatas teruungkap bahw wa paket prog gram coachin ng tersebut bisa
b memban ntu coachee (terutama guru)
untuk menya adari kelemah han dalam dirrinya yang pe erlu diperbaikii, mendapatkkan ide untuk memperbaikkinya
kelemahan ya ang dimiliki, dan
d memotiva asi mereka un ntuk meningkkatkan kemam mpuan diri.
METODE PE ENELITIAN
Penelitian yan
ng dilakukan merupakan penelitian
p ngembangan (R & D). Hasiil yang disajikkan dalam tulisan
pen
ini merupaka an sebagian hasil yang telah dicapai dari penelitian tahun kedua (proye ek penelitian
n ini

166
PR
ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon ISBN: 978-9799-98546-4-2
C
Current Issues on Research
R and Teaaching in Science Education

direncan
nakan berlang
gsung selama a 3 tahun). Secara
S utuh tahapan
t pene
elitian yang dilakukan
d dap
pat dilihat
pada bagan alur pene
elitian pada Gambar
G 1 berikut ini.

Gambar 1: Prosedurr dan langkah


h penelitian

167
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar
S on Sciencce Education ISBN: 978-979-985466-4-2
Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation

HASIL DAN PEMBAHAS


SAN
Salah satu ta
S ahapan pentinng dalam pen nelitian tahap
p II ini adalah
h penyempurn naan paket program
p coachhing
y
yang telah dikembangka
d n pada taha ap I (V.1). Untuk keperluan ini telah dilakukan penyempurn naan
t
terhadap Videeoanalyzer ve
ersi 1 (V.1) menjadi
m Videoanalyzer verssi 2 (V.2). Benntuk penyemppurnaan terse
ebut
t
terutama pa
ada penamba ahan menu baru yaitu Komentar ahli ah Menu tersebut
t dim
maksudkan un ntuk
memudahkan n para user (guru dan ca alon guru) dalam melaku ukan perbaika an atau peniingkatan kualitas
pembembelajjaran yang selama
s ini dillakukannya. Gambar
G 2 menyajikan
m tampilan Video
oanalyzer verrsi 2
(V.2) yang teelah disempurrnakan.

G
Gambar 2: Tampilan
T prog
gram Videoan
nalyzer V.2 ya
ang telah dise
empurnakan

Pakett program co oaching yangg telah disem mpurnakan te elah diujicoba


akan penggunaannya kep pada
mahasiswa, guru
g pemula dan guru ya ang cukup be erpengalamann. Dalam uji coba
c terbatass pada peneliitian
t
tahap II ini kepada
k respo
onden disajikaan sejumlah cuplikan vide eo pembelaja aran dan vide eo rujukan un ntuk
kegiatan me embuka dan menutup pelajaran. Vid deo rujukan adalah vide eo pembelaja aran yang te elah
d
diskenariokan n, dishooting dan diedit unntuk disesuaikan dengan kebutuhan.
k Selanjutnya re esponden dim minta
untuk membe erikan komen ntar terhadapp kegiatan pe embelajaran tersebut
t serta
a memberikan n nilai. Sekaliipun
d
dalam kegaia atn ini respon
nden diminta untuk meberrikan komenttar dan nilai, namun tujua an sesungguh hnya
a
adalah agarr responden dapat men ngidentifikasi kelemahan dan kelebihan dirinya dan sekaligus
mendapatkan n ide tentan ng bagaiman na guru-guru lain mengajar. Untukk keperluan perbaikan dan
penyempurna aan paket proogram coachin ng yang dikem mbangkan da alam tahap II ini dimintakaan judgemen dari
a dan kom
ahli mentar respon nden. Hasil ju
udgemen ahli sebagai massukan yang dapatd dijadika
an pertimbang gan,
metrik produ uk yang digunakan
d diisederhanakan dengan menilai
m Grap
phical User Interface (G GUI),
Berdasarkan GUI tersebut, beberapa ha al yang perlu dipertimbankkan untuk me emperlancar interkasi manusia
d kompute
dan er (Human Computer Intera action) adalahh sebagai berrikut:
1. Ukuran n huruf kurang proporsion nal, antara huuruf yang ada di menu program, dengan n huruf yang ada
di dala am layar uta ama. Huruf, tombol dan input teks dapat dibua at sederhana a sehingga tidak

168
PR
ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon ISBN: 978-9799-98546-4-2
C
Current Issues on Research
R and Teaaching in Science Education

menghabiskan ruang yan


m ng terlalu be esar dalam layar utama dengan tetap t mempeerhatikan
fu
ungsionalitas dan tampilan
n yang menarrik. Misalnya dengan
d memunculkan efek 3D dalam huruf
h dan
to
ombol;
2. Taampilan layar tampak terpisah cukup p jauh antaraa menu prog gram dengann menu layar utama.
diisarankan sebaiknya tampilan berada dalam satu layar penuh h sehingga mata
m penggu
una tidak
d tampilan tersebut yang
diilelahkan dengan melihat dua g terpisah cukup jauh.
3. Peemilihan mod del warna dari
d aplikasi sebaiknya dipertimbangkkan, hal terssebut didasarri karena
peengguna akan n menggunakkan aplikasi in
ni dalam dura
asi waktu yang a. Setelah melihat satu
g cukup lama
ta
ayangan, pen ngguna akan melihat tamp pilan aplikassi secara penuh saat itu mata
m pengguna dapat
m
melakukan relaksasi deng
gan melihat tampilan wa arna yang ja auh lebih menarik
m dan terkesan
m
mencerahkan.

PENUTU
UP
Berdasarkan hasil uji coba terbata
as dan judgem
ment ahli, pakket program coaching
c yang
g telah dikem
mbangkan
menunju ukkan bahwaa secara um mum paket te ersebut sudaah bisa digun nakan untuk keperluan coaching.
c
Beberappa hal yang masih
m perlu disempurnakan n adalah tam
mpilan program m (perangkatt lunak) Video
oanalyzer
V.2. Tammpilan dimak
ksud berdasarrkan judgeme ent ahli menyyangkut perb bandingan ukkuran video dan
d huruf
dengan melihat ruang tampilan ya ang muncul. Selain
S itu warrna dan disainn tombol-tom
mbol menu ma asih perlu
disempuurnakan agar lebih menarrik dan tidakk melelahkan pengguna. PaketP m coaching ini masih
program
terus dissempurnakan dan akan diuuji coba penggunaannya se ecara lebih lu
uas pada tahu
un mendatang g.

DA
AFTAR PUSTA
AKA

M & Mikelskkis-Seifert, S.. (2003). Phy


Duit, R.., Euler, M., Friege, G., Komorek, M., hysik im Kon
ntext. Ein
Programm zurz Verbessererung der naaturwissenscha
haftlichen Gru undbildung durch
d Physiku
unterricht
[Physics in Context
C - A program
p to improve
im scien
ntific literacy in physics in
nstruction]. Occational
O
Paper. IPN Kiel
K - Germany.
Duit, R., Widodo, A., & Wodzinsski, C. T. (20007). Concep
ptual change ideas: Teach
hers' views and
a their
instructional practice. In S. Vosniado
ou (Ed.). Re
eframing the Conceptual Change App proach in
Learning andd Instruction. Amsterdam: Elsevier.
Fischler,, H. (2004). Grundsaetze e fachdidaktisschen Coachings [Dasar-dasar coachiing untuk pe endidikan
bidang stud di]. In A. Pitton (E Ed.), Chemieie- und ph hysikdidaktiscche Forschu
ung und
naturwissensschaftliche Bild
ldung (pp. 176-178). Muen
nster: LIT Verrlag.
Fischler,, H., & Schrder, H.-J. (2
2003). Fachd didaktisches coaching
c fr Lehrende in der Physik [Subject-
hing for physics teachers]. Zeitschrift f
related coach r Didaktik deer Naturwissen
nschaften, 9, 43-62.
Fischler,, H., Schroede
er, H.-J., Ton
nhaeuser, C., & Zedler, P. (2002).
( Unterrrichtssckriptss und Lehrere
expertise:
Bedingungenn ihrer Modifikkation. Zeitsch
chrift fr Paeda
dagogik, 45, 157-172.
Hinduan 5). Meningkat
n, A. A. (2005 atkan Profesio
onalisme Guruu IPA Sekolah
h. Paper pressented at the Seminar
Nasional Him
mpunan sarjan
na dan Pemerrhati pendidikkan Indonesia, Bandung.
er, H.-J., & Fischler, H. (2003). Sub
Schrde bject-related pedagogicall coaching: A case study
dy. Paper
presented at the ESERA Conference,
C Noordwijkerho out, The Nethe
erlands.
Schroed
der, H.-J., & Fischler, H. (2004). Fach hdidaktisches Coaching: Methoden
M der Beratung an
a einem
Fallbeispliel. In A. Pitton (Ed.), Chemie-- und phy hysikdidaktisch
he Forschunng und
naturwissensschaftliche Bild
ldung (pp. 179
9-181). Muennster: LIT Verrlag.
Widodo,, A. Riandi, Amprasto
A & Ana Ratna Wu ulan. (2006). Analisis
A damp
pak program--program pen ningkatan
profesionalism
me guru sain
ns terhadap peningkatan
p k
kualitas pemb
belajaran sain
ns di sekolah. Laporan
penelitian Hib
bah Kebijakan
n Balitbang Depdiknas.
D

169
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar
S on Sciencce Education ISBN: 978-979-985466-4-2
Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation

S
SCI-21
THE IMPL
LEMENTATIION OF BIIOLOGY TEA
ACHING IN
N HIGH SCH
HOOL (CAS
SE STUDY IN
I
TH
HE HIGH SCCHOOL, MEELOBOURN
NE, AUSTRAALIA)

Achmadd Munandar,
(Jurusan Pen
ndidikan Biolo
ogi FPMIA, Un
niversitas Pen
ndidikan Indon
nesia, Bandun
ng)

ABS
STRACT
The object ctive of the research
r as product of observation,
o d
discussion, lec
ecturing, semiinar in Biolog gy
teaching ofo High Schoo ol, Australia. The
T activitiess of the reseaarch at La Trorobe and Mon nash Universit ity
and the Highschool,
H Melbourne.
Me The
he focus of th he research on
o the Biologyy teaching. The T case stud dy
carried outut in the Gove ernment and d Private (Caththolic) High School
S at Benndigo district about 150 km
from Melbobourne. The re esearch carrieed out 2002, 2007 by obsservation and d literature stu
udy.
The observvation of teac aching-learning
ng process at high school, especially
e on Biology is begegun by gettinng
the informmation by the e teacher using
ng video; disccussion and sm mall seminar concerning the th topic of th he
subject maatter and then n carry out tot observation n, practicum and
a to do thee report.
By the currriculum of biology
b teachi
hing, the teach
cher could deveveloped lesso on plan etc. The
T curriculum m
contains ofo : curriculu lum focus, fo or exampless the contextt of subject matter,
m durattion, learninng
activities, skills,
s process
sses and proccedures. The student asseessment by the th the repo port of activity
ty,
writing and d oral examinnation, practiccum test and asiggnment
a i. poster or by
i.e b multimediaa etc.
The researrch is descriptptive research
h with cooperaation of the FPMIPA
F lecture
rer and the Madrasah
Ma Aliyaah
(MAN) teac acher.
Keywords s: The teach her information, discussio
on, small se
eminar, writing and oral examination
n,
practicum test, field study and assign
nment report.

UAN
PENDAHULU
Penelitian ini dilakukan di Sekolah Menengah Austra alia (High Schhool) Australiaa, pada tahun
n tahun 2000 dan
d
dilanjutkan p
pada tahun 2007/2008 me ni pada SMA yang terletak di
elalui studi litteratur.Lokasii penelitian in
d
daerah Bendiigo kurang le ebih 150 km dari
d kota Melb bourne. Sekoolah tersebut adalah SMA A Negeri dan SMA
S
S
Swasta (Kath
holik School). Penelitian ini difokuskan pada
p mata pellajaran Sainss Biologi pada
a kelas II.
Landasan teori belajar yang digunakan
d guru-guru, sam ma seperti di Indonesia
I anttara lain me
elalui
pendekatan inkuairi
i (inqu
uiry approach h), contextuaal learning, leearning by exxperience, leaearning by dooing,
s
system approoach, compre ehensive apprproach, group p learning, peeer teaching, team teachin ing dsb. Adaapun
metode meng gajar yang digunakan ada alah : cerama ah; diskusi; eksperimen;
e t
tanya jawab, praktikum; studi
s
lapangan/ karyawisata. Te eori belajar yang diguna akan seperti yang telah disebutkan di muka, yang y
umumnya se eperti apa yang
y dilakukan di Indonessia, karena be erasal dari sumber yang sama yaitu dari
A
Amerika (USAA) dan Eropa a Barat. Hanya dalam implementasinyya dalam ben ntuk teknik mengajar
m merreka
melakukannyya secara deta ail dan sunggguh-sungguh.. Teori belaja ar (Konsep) Satuan Aca ara Pembelajaaran
/
/Pesiapan Me
engajar Pe elaksanaan Pe embelajaran Evaluasi umpan balikk (feed-back) diskusi antar
pengajar pad da bidang yan ng sama. Dengan demikian n yang dibicarrakan bukan diskusi
d mengenai teori bellajar
melainkan ba agaimana melaksanakan te eori belajar te
ersebut dalam m proses belajar mengajar.
METODE PE
ENELITAN

Metoda pene elitian ini ad


dalah studi kaasus (qualitat
ative research
h), dengan melakukan
m obsservasi : kea
adan
kelas; kegiattan guru; kurikulum
k ; buku-buku pelajaran yang digunakan, wawancarra dengan guru;
mengikuti keg oratorium; prraktikum dan studi lapanga
giatan di labo an.

170
PR
ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon ISBN: 978-9799-98546-4-2
C
Current Issues on Research
R and Teaaching in Science Education

HASIL DAN PEMBA


AHASAN
Keadaan Ke elas. Umumn nya kelas mem mpunyai stan ndar yang sam ma, yaitu yanng dapat men nampung
paling banyak
b 25 ora ang siswa da an setiap kelaas dilengka api dengan pe erangkat multimedia, nam mun tidak
melupakkan yang trad disional seperti papan tu ulis (bkack-booard), kapur tulis (chalk), OHP. Masih h banyak
guru-guru yang men ngajar hanya dengan men nggunakan papan
p tulis da
an kapur, terutama dalam m bidang
studi Fiisika dan Mattematika. Messkipun demikkian guru-guru u diminta perrtangung-jaw waban terhada ap proses
belajar mengajar
m dann hasil belajarr, terutama daalam ujian naasional.
Kegiatan Guru.G Menngajar, Mem mbuat Persiap pan Mengaja ar, Evaluasi Belajar, Pra aktimum,
Mengore eksi hasil tes/evaluasi bela ajar dsb., semuanya dilakkukan di seko olah dalam dengan
d kata lain
l tidak
diperkennankan memb bawa pekerjaan ke rumah.. Mereka bera anggapn bahw wa rumah seb bagai tempat istirahat.
Kurikulum. Kurikulum mengacu pada a kurikulum sttandar nasion nal. Setiap 4 (empat)
(
tahun se ekali kurikulu
um tersebut di d evaluasi daan direvisi berdasarkan ma asukkan semuan pihak, kh hususnya
dari guru-guru, peme erintah dan masyarakat.
m R
Revisi dan evaaluasi tersebu ut konsinten menurut
m jangka waktu
tersebutt.
Buku Acuan n. Pemerintah h menentukan n buku acuan n yang diguna akan di sekolaah. Banyak bu uku-buku
biologi yang
y ditulis para
p ahli (sw
wasta) namun n telah mend dapat rekome endasi dari pe emerintah ya ang layak
digunakkan. Buku-buk ku tersebut ba aik yang masiih baru maup pun buku beka as (used bookk) banyak da an mudah
diperole
eh di toko buk ku.
Kegiatan Gu uru dan Sisw wa. Praktikum m, studi lapan
ngan merupa akan bagian yang
y tidak terrpisahkan
dari teori. Kegiatan antara teorri dan praktekk/observasi mereka berupaya untuk berimbang dan d siswa
dituntut mengimplme entasikannya dalam kehid dupan sehari--hari. Pendidikan kemandirrian sudah ditekankan
sejak mereka
m masuk k ke taman kanak-kanakk dan belajarr mematuhi aturan a mpat. Dalam kegiatan
setem
laborato
ortium dan sttudi lapangan aktivitas siswa dimonittor oleh guru u dan atau oleh
o para guuru. Cara
menanamkan disiplin n dimulai darii para guru. Sebagai conttoh dalam me elaksanakan tugas
t menga ajar guru-
guru dituntut tepat waktu
w sesuaai dengan jadw wal yang telaah ditetapkan. Hasil yang sangat
s menarik dalam
penelitia
an ini ialah pertama, pa ada pembah hasan bidang g studi Biolo ogi terdapat bagian yang g secara
kompreh hensif dihub bungkan dan n dibahas de engan masala ah pertanian, ekonomi dan keaungan, industri,
dunia ke erja, pertahaanan dan p
politik yang dilakukan
d meelalui pendeka atan lingkung gan dan pendekatan
sistem. Pengajaran tiim dilakukan oleh semua guru g yang terrlibat, dari gurru senior dan yunior terdirri dari 4-5
orang guru. Mereka sangat
s solid dalam
d kelomppok berdasarkkan pada kea ahlian yang sa ama maupun berbeda.
Karya siswa dalam bentuk
b hasil observasi
o maupun karya lain antara lain poster, maket m sangatt dihargai
oleh gurru, siswa dan pimpinan sekkolah.

PENUTU
UP
Keahlian, dissiplin, motivaasi, kemandirrian guru me erupakan fon ndamen utamma dalam melakukan
m
proses belajar
b mengajar di sekola ah. Komitmen n antara paraa guru dalamm pengajarann tim harus mendapat
m
perhatia
an untuk mencapai tujuan n yang ditetaapkan sesuai dengan tujuan yang te elah ditetapka
an dalam
kurikulum. Berpikir deduktif dan n induktif yan
ng dilakukan dalam penga amatan/ penelitian Bioloogi perlu
dilengka
api dengan be erfikir sistem dan kompre ehensif, yang dapat mengh hasilkan waw
wasan yang leebih luas.
Menghargai karya sisswa, yang didasarkan pada a penilaian ya
ang obyektif dari
d para evaluator sekolah h.

171
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar
S on Sciencce Education ISBN: 978-979-985466-4-2
Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation

DAFTAR
R PUSTAKA

ane H. (2000). School and society. Lond


Ballatine, Jea don : Mayfield
d.
W (2000). So
Baron, Roberrt A., Byrne D. and Griffit W. ocial Psycholog
ogy. Boston, MA:
M Allyn and Bacon.
hn W. 1994. Research Dessign : Qualitat
Cresswell, Joh
C ative & Quanti
titave Approacch. Thousand Oaks, Califo
ornia
: Sag ge Publication
ns, Inc.
Down, Rogerrs N. (1999). Image and Environment,
E cognitive maapping and spatial
sp behavio
ior. Chicago. IL.:
Aldin
ne.
ard (1998). Cognitive
Eiser. J. Richa C Socia
ial Psychologyy. London :Mcc.GrawHill
La Trobe Univversity Union. 2000. Annua
ua Report, Ban
ndoora Vic. www,union,Lattrobe.edu.au.

172
PR
ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon ISBN: 978-9799-98546-4-2
C
Current Issues on Research
R and Teaaching in Science Education

SCI-22
THE LEARNING SC
CIENCE BA
ASE HUMAN
NISTICS
Sudarto
(Makasssar State University)

ABSTRACT
T
The question
q in this
t research
h was how the model of o learning science
sc basess humanisticss could
increaase the stud dents learnin
ing outcomess and grows ws their emo otional, spiritu
tual, and creeativity
potenntial? The aiims of this reesearch was producted leearning tools of science baseba humanist stics by
develo
lopment procecess.
This study
s was de
evelopment reesearch. Prod duct desired in this researc
rch was yieldining the studyy model
periph
pheral of scien
nce bases on special
s human
anistics for graade VII SMP.
Devel
elopment proccess of study model of scieence bases on n humanisticss through fou
ur phases, thaat was:
definee, design, de
evelop, and disseminate.
d I this first year,
In y developm
pment processs until develo opment
stagee. Later after research of third
t year haas just come up with phasse disseminatte. At define phase,
reseaarcher team did
d observatio on about stud dy of sciencee in SMP, esppecially situati
tion that is fac
aced by
teach
her, student characteristic,
c concepts wh
hich will be tau
aught, and forrmulation of purpose
p of stu
udy. At
desig
gn phase, rese earcher team
m did things: audition
a of meedium, auditio
ion of format, writing of teeaching
matteer, study sce enarios, the planning of learning aplilication, the sheet
s of stu
udent learning g, and
equippment of eva aluation. At development
d t stage, perfoformed test tot peripheralals which hass been
comppiled and plannned. Result ofo this, herein
nafter was made
ma perfect based
b on inpuut from teachher and
studeent.

PENDAHULUAN

Pendidikkan merupak kan ujung tombak kualita as sumber da aya manusia. Hal ini sen nada dengan pasal 3
Undang--undang Siste em Pendidika an Nasional Nomor
N 20 Tahun 2003 yang menyatakkan bahwa Pe endidikan
Nasional berfungsi mengembang
m kan kemamp puan dan me embentuk wattak serta perradaban bang gsa yang
bermarttabat dalam rangka menccerdaskan ke ehidupan ban ngsa, bertujuaan untuk be erkembangnya a potensi
peserta didik agar menjadi manussia Indonesia yang berima an dan bertakkwa kepada Tuhan
T Yang Maha
M Esa
(Allah SWT),
S berakh
hlak mulia, seehat jasmani dan rohani, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi
warga negara
n yang cinta
c musyaw warah serta be ertanggung ja awab. Denga an demikian, terlihat
t bahwwa melalui
pendidikkan nasional diharapkan terbentuk manusiam Indonnesia yang berkualitas
b tinggi, baik dalam hal
materil maupun spirrituil. Karena itu pendidikan nasional harus menjadi prioritas utama u dalam agenda-
agenda pembaharuan nasional. Warna W kehiduppan yang nan apat rasakan tergantung corak
ntinya kita da c dan
mutu pe endidikan nasional yang ditterapkan seka arang.
Bagaima ana sebenarn nya mutu pen ndidikan nasio onal kita? Apaakah sudah mencapai
m gkat yang diharapkan?
ting
Untuk menjawab
m pe
ertanyaan ini, kita harus melihat
m minim
mal empat asspek yang mana m aspek in
ni sangat
berkaitaan dengan pe endidikan. Asppek pertama adalah aspekk intelektual ataua aspek ya ang berkaitan
n dengan
kecerdassan intelektu ual (IQ). Muttu pendidikan n nasional da alam kaca mata
m intelektuual, khususnyya dalam
bidang sains
s dapat daikatakan
d baahwa mutu pendidikan ma asih rendah. Hal ini ditand dai dengan reendahnya
kinerja siswa Indone esia dalam biidang sains dibandingkan
d dengan siswwa bangsa la ain sebagaima ana yang
dilaporkkan oleh TIMS SS tahun 199 99, yakni perringkat ke-32 dari 38 nega ara (berada di d bawah Tha ailan dan
Malaysiaa) dengan sko or 435 dari skkor total 650.. Begitu pula pada tahun 2003
2 menurut laporan TIM MSS, lagi-
lagi presstasi sains an
nak Indonesia a masih renda ah, yakni urutan ke-32 dari 45 negara dengan skorr 420 dari
skor tottal 650 (Rusttaman dalam Anggraeni, 2006). Sedangkan menurrut laporan terbaru, t yaitu
u laporan

173
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar
S on Sciencce Education ISBN: 978-979-985466-4-2
Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation

ttahun 2007 dari d survei PISA yang dilakkukan oleh OECD O pada tahun 2006, skkor sains anakk-anak Indon nesia
berada jauh di d bawah rata a-rata skor.
Dari pernyata aan di atas, terlihat
t bahwa a secara intelektual, baik dalam hal sains maupun dalam d hal seccara
umum, prestasi pendidika an Indonesia sangatlah rendah. Adapun prestasi pe endidikan terttinggi diraih oleh
o
Finlandia. Ap pa rahasia suk kses pendidikkan Finlandia?? Sistem pen ndidikan Finlandia memang g unik. Reme edial
t
tidaklah diannggap sebaga ai kegagalan tapi untuk perbaikan. Orientasi
O dibuat untuk tujuan-tujuan yangy
harus dicapai. Penekanan n ada di prosses, bukan padap hasil. PRR dan ujian tak musti dikerjakan den ngan
s
sempurna-ya ng penting murid
m menunjjukkan adanyya usaha. Ujian justru dip pandang sebagai penghan ncur
mental siswa. Sejak awal, murid diajarri bertanggung jawab men ngevaluasi dirrinya sendiri. Mereka didorrong
untuk bekerjja secara ind dependen. Guru tidak mesti selalu mengontrol
m m
mereka. Prosees pembelaja aran
berjalan dua arah. Suasan na sekolah bo oleh dibilang jadi
j lebih cairr, fleksibel, da
an menyenangkan dan efe ektif.
G
Guru juga tak pernah mengkritik murid d yang justruu dinilai membuat murid malu m dan men nghambat pro oses
pembelajaran n itu sendirii. Murid bo oleh berbuatt kesalahan, namun guru akan me emintanya un ntuk
membandingkan dengan hasil h sebelumnya. Finlandia a sukses men nggabungkan kompetensi guru g yang tin
nggi,
kesabaran, toleransi
t dan komitmen pada p keberhasilan melalu ui tanggung jawab pribadi. Di Finlan ndia,
perbedaan an ntara murid berprestasi baik
b dan murrid yang kura ang sangatlah h kecil. Kata seorang guru di
Finlandia, Ka alau saya gaggal dalam mengajar seoran ng murid, maka itu berarti ada yang tid dak beres denngan
pengajaran sa aya!
A
Aspek kedua yang harus dipandang
d ad
dalah aspek emosional.
e Aspek ini rupan nya sangat tiddak terperhatikan
d
dalam dunia pendidikan kiita selama ini. Aspek ini se eolah bukan tugas utama pendidikan.
p R
Rupanya aspek ini
d
dibiarkan beg gitu saja selama ini. Wajar saja kecerd dasan emosional para anak didik kita dan d mantan anak a
d
didik kita sangat rendah. Hal
H ini ditanda ai dengan serringnya anak--anak didik kitta tawuran.
Dapatkah kita a bangsa Indonesia sedikkit meniru sisstem pendidikkan Finlandia a? Jika kita melihat perubaahan
kurikulum pendidikan nasiional khususn nya kurikulumm pendidikan dasard dan me enengah, yakni dari Kuriku ulum
Berbasis Tujuan (Objectiv ives Based Curriculum
C ) menjadi
m Kurikkulum Berbassis Kompeten nsi (Compete ency
Based Curricu ulum) yang se elanjutnya me enjelma menjjadi Kurikulum m Tingkat Sattuan Pendidikkan (KTSP), makam
pola-pola pe endidikan Finlandia men njadi lebih mudah diad daptasi. Nam mun, tidaklah h mungkin kita
mengadaptassi semuanya secara langsu ung, perlu taahapan. Nah, salah satu ta ahapan yang perlu diadap ptasi
a
adalah dalamm hal pembelajaran, khussusnya dalam m pembelajarran sains. Un ntuk itu kita perlu menen ngok
bagaimana se eharusnya keegiatan pembelajaran Sains dilakukan berdasarkan
b k
kurikulum pen
ndidikan nasio onal
y
yang baru.
Nah, pembelajaran Sainss dalam Kurikulum Nasio onal yang ba aru disaranka an agar pem mbelajaran Sains
S
berlangsung dalam rangk ka pembentukan watak, peradaban dan d peningkatan mutu ke ehidupan pesserta
d
didik. Kegiattan pembelajjaran Sains hendaknya memberdaya
m kan semua potensi pese erta didik un ntuk
menguasai kompetensi
k yang
y diharapkan, kegiatan pembelajaran mengem mbangkan kemampuan un ntuk
mengetahui, memahami, melakukan sesuatu, hidup dalam ke ebersamaan dan mengakktualisasikan diri.
Dengan demikian kegiatan n pembelajarran perlu: berrpusat pada peserta didikk, mengemban ngkan kreativvitas
peserta didikk, menciptakan kondisi yan ng menyenan ngkan dan me enantang, be ermuatan nilai, etika, estettika,
logika, dan kinestetik, dan d menyediakan pengallaman belaja ar yang bera agam. Pelakssanaan kegia atan
pembelajaran n menerapka an berbagai strategi dan metode. Pe embelajaran menyenangkkan, konteksttual,
e
efektif, efisie
en dan berm makna. Dalam m hal ini ke egiatan pem mbelajaran mampu
m mengembangkan dan
meningkatkan n kompetenssi, kreativita as, kemandirrian, kerjasama, solidarittas, kepemim mpinan, emp pati,
t
toleransi dan kecakapan hidup
h a didik guna membentuk watak
peserta w serta meningkatkan
m n peradaban dan
martabat ban ngsa. Terlihatt bahwa ruh h pembelajarran sains yan ng dikehenda aki oleh kurikkulum pendidikan
nasional san ngat senada dengan sua asana pembelajaran di Finlandia. Terlihat T bahwwa pembelaja aran

174
PR
ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon ISBN: 978-9799-98546-4-2
C
Current Issues on Research
R and Teaaching in Science Education

hendakn
nya bersifat memanusiakan (human nistis). Karen
na itu perlu u rupanya dikembangkan
d n model
pembela
ajaran (khusu
usnya pada mata pelajaran
n sains sebaga
ai uji coba) ya
ang berbasis humanistis.
METOD
DE PENELITIIAN
Penelitia
an ini bertujuuan untuk menghasilkan suatu s paket pengembang gan perangka at pembelajarran Sains
Berbasiss Humanistis di Sekolah Menengah
M Pe
ertama berup pa Buku yang g terdiri dari materi ajar, skenario
pembela ajaran, RPP, LPS,
L dan alat evaluasi. Ada
apun prosedur pengemban ngan model te ersebut adalah melalui
tahap-taahap sebagaim mana tahap-ttahap yang diiperkenalkan oleh Thiagara ajan (1975:5)) yang dikena al dengan
istilah Four-D
F Moddel (define, design, dev velope, dan n disseminatte) atau dalaam bahasa Indonesia
I
diterjem
mahkan men njadi Mode el-4P (pendefinisian,, perancan ngan, pen ngembangan n, dan
pendise eminasian).
Pada tahap pendefinisia
p an, tim peneliti melakukan n observasi teentang pembe elajaran sainss di SMP,
terutama situasi yang dihadapi guru, karakkteristik sisw wa, konsep-ko onsep yang akan diajarkkan, dan
perumussan tujuan pe embelajaran.
Pada tahap perancanga an, tim pene eliti melakukan hal-hal: pe emilihan med dia, pemilihann format,
penulisaan materi ajarr, skenario pe embelajaran, RPP,
R LPS, dan
n alat evaluassi.
Pada tahap pengembang
p gan, diadakaan ujicoba terrhadap perangkat-perangkkat yang telah h disusun
dan direencanakan. Ha asilnya, selan njutnya disempurnakan berrdasarkan ma asukan dari gu uru dan siswaa.
Pada tahap pendisemin nasian, peran ngkat-perangkat yang tela ah dianggap baku, diseba arluaskan
untuk diijadikan acuan.
Pada pe enelitian tahap
p pertama inii, baru sampa ai pada tahap p pengembang gan, yaitu ujii coba peranggkat yang
telah direncanakan
d atau disussun. Hasil-ha asil yang diidapatkan pa ada tahap pertama ini setelah
disempu urnakan (direv visi) berdasarrkan masukan n dari siswa dan guru nan ntinya akan diterapkan
d pa
ada tahun
kedua sesuai
s rencana penelitian ini.
i Sementarra penerapan hasil penyem mpurnaan perangkat pembelajaran
berbasiss humanistis yang
y bakan di tahun pertama pa
diujicob ada tahun ke edua, maka di tahun kedua a ini pula
diadakan n juga uji cob
ba perangkatt pembelajara an berbasis humanistis tah hap dua deng gan sasaran kelas
k VIII
dan IX SMP
S pada sekkolah yang sa ama pada tah hap pertama. Pada tahun ketiga,
k diadakkan ujicoba perangkat
p
1,2, da an 3 di sek kolah yang berbeda de engan sekola ah pada tahap 1 dan 2, tetapi diadakan
penerap pan/pengemba angan perang gkat pembelaajaran 2 dan 3 di sekolah h yang sama dengan seko olah pada
tahap 1 dan 2. Gamb baran rancang gan penelitian
n tersebut dappat dilihat pad
da Gambar 1..

HASIL DAN PEMBA


AHASAN
Pad
da penelitian ini dihasilkan empat bundel perangkat pembelajaran n sains berbaasis humanisttis. Setiap
bundel terdiri
t dari : materi
m ajar, skenario
s pembelajaran, RPPP, LPS, dan alat evaluasi.. Perangkat-p perangkat
ini telah mengalami sedikit
s perbaikkan berdasarkkan masukan siswa dan gu uru mitra di la
apangan.
Pada penelitian ini dihasilkan beberapa an ngket dari gu
uru maupun siswa
s sekaita
ann dengan perangkat
p
pembela ajaran sains berbasis
b huma anistis yang te
elah dibuat dan dilaksanakkan, seperti berikut:
b
(1) Berd dasarkan hasil Angket Respon Guru Terrhadap Perangkat Pembela ajaran Sains
Berbbasis Humanistis Secara UmumU maka dapat disimp pulkan bahwa a: Perangkat Pembelajarran Sains
Berbbasis Humanistis yang Dike embangkan memudahkan
m pembelajaran sains dan memotivasi
m gu
uru untuk
mem mbelajarkan sains.
s
(2) Berd dasarkan hasil Angket Respon Guru Terrhadap Perangkat Model Pembelajaran Sains
Berbbasis Human nistis dalam Kaitannya dengan
d Penggembangan Potensi
P Emosional, Spirittual, dan
kreaativitas Siswa maka dapat disimpulkan bahwa: Peran ngkat Pemb belajaran Sainns Berbasis Hu umanistis
yangg Dikembang gkan menjadi guru semakin n sadar akan pentingnya potensi-potens
p si tersebut

175
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar
S on Sciencce Education ISBN: 978-979-985466-4-2
Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation

Garis Besar Tahap Penge


embangan Pakket Pembelaja
aran Sains Hu
umanistis (PSH) Selama 3 Tahun

Tahun I 200
08
(Tahap I) Penulisan PSH 1
untuk kelass VII

Tahun I 20008 Ujicoba PS


SH 1
R
Revisi
(KBM ditanngani Paket PSH 1
(Tahap II) Guru Mitrra)

Tahun II 2009 P
Penulisan PSH 2 & 3 Pengembangan
P
(Tahap I) unntuk kelas VIII dan IX PSH 1

Tahun II 2009 Ujicoba PSH 2 & 3


R
Revisi
(Tahap II) (KBM ditanngani Paket PSH 2 & 3
Guru Mitrra)

Ujicoba PSH 1 sd 3
Tahun III 20
010 (KBM ditanngani Pengembangan
P
(Tahap I) Guru Mitrra) PSH 2 & 3

Lapooran Akhir
Tahun III 20
010 Diseminaasi daan Paket
(Tahap II) Pem
mbelajaran

K
Keterangan
n:
: Jenis Kegiatan : Urutann Kegiatan
: Hasil Kegiatan : Lanjuttan Kegiatann

: Koord
dinasi

Gam
mbar 1: Gariss besar alur penelitian

176
PR
ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon ISBN: 978-9799-98546-4-2
C
Current Issues on Research
R and Teaaching in Science Education

ditu
umbuhkembangkan dala am pembela ajaran sainss dan membuka waw wasan guru u dalam
menumbuhkakembangkan po otensi-potensi tersebut dalam pembelajaran.
(3) Berddasarkan hasil Angket Respon Perasaan n Siswa Selamma Mengikuti Pembelajaran n Sains
Berbbasis Humanistis maka dip peroleh hasil: 55 orang (911,7%) siswa merasa
m senagng, 5
oranng (8,3%) sisswa merasa biasa
b dan 0 % siswa yang tidak
t senang.
(4) Berddasarkan hasil Angket Pendapat Siswa terhadap
t Pera
angkat Pembe elajaran Sainss
Berbbasis Humanistis maka dip peroleh hasil: (100%) siswa a berpendapaat bahwaPera angkat
Pemmbelajaran Sains Berbasis Humanistis
H m
memudahkan p
pemahaman s
siswa dan (1000%)
sisw
wa berpendap pat bahwaPera angkat Pembe elajaran Sainss Berbasis Hu
umanistis mem mbuat
sisw
wa termotivasi untuk belaja ar.
(5) Berddasarkan hasil Angket Pendapat Siswa Terhadap
T Perrangkat Mode el Pembelajaraan Sains
Berbbasis Human nistis dalam Kaitannya dengan
d Peng
gembangan Potensi
P Emosional, Spirittual, dan
kreaativitas Siswa maka dapat disimpulkan bahwa: Peran ngkat Pemb belajaran Sain
ns Berbasis Hu umanistis
yangg Dikembangkan menja adi siswa se emakin sadar akan pen ntingnya potensi-potensi tersebut
ditumbuhkemban ngkan dalam m pembelajjaran sains dan mem mbuka waw wasan siswa a dalam
men numbuhkakem mbangkan potensi-potensi tersebut dala am kehidupan n sehari-hari mereka.
m
(6) Berddasarkan ha asil Angkett Pendapat Siswa Pe erlu Tidaknyya Model Pembelajaran Sains
Berbbasis Huma anistis Dilanju
utkan, maka diperoleh ha asil: 83,3% berpendapat
b s
sangat perlu,, 16,7 %
berppendapat perlu, dan 0% berpendapat tidak perlu.
(7) Berddasarkan hasil Angket Pendapat Siswa Tentang
T Perla
akuan Guru yang
y Diterima
wa Seiring Ciri-Ciri Model Pembelajaran
Sisw P n Sains Berbassis Humanistis maka dipero oleh
hassil bahwa pad da umumnya gurug telah meengajar dengan menerapkkan prinsip-priinsip
kemmanusiaan da alam mengaja ar.
Hassil evaluasi sisswa dapat dilihat sebagai berikut:
Tabel 1:
1 Hasil Evaluasi siswa
Rentang
g Skor K
Kategori Jumlah
90 100 Sangat ting
ggi 8 oran
ng (13,33%)
80 89 Tinggi 48 ora
ang (80%)
65 79 Sedang 4 oran
ng (6,67%)
55 64 Rendah 0
0 - 54 Sangat ren
ndah 0
Berdasarkan masukan-ma asukan guru mitra
m dan temmuan di lapanngan, maka dapat dikataka an bahwa
perangkkat pembelaja aran sains berbasis
b hummanistis yang g telah dibuat sangat memabnt
m gurru dalam
mengaja ar dan memudahkan guru g dalam mengajar. Guru mitra a merasakan tantangan n dalam
mengop ptimalkan kre eativitas sisw
wa. Hal ini karena
k guru mitra sendirri selama ini juga belum m banyak
memaha ami bagaiman na mengkreatifkan siswa tersebut.
t Berrdasarkan maasukan ini maaka kiranya kreativitas
k
para guru perlu dilattihkan dan ditingkatkan dalam
d rangka mengkreatiffkan siswa. Suatu
S hal yanng sangat
mengge embirakan adalah bahwa siswa-siswa kelas k VII yanng lain yang tidak terlibat dalam pene elitian ini
sangat berharap
b diajar dengan pe erangkat moddel embelajarran sains berbasis humaniistis yang tela ah dibuat
ini. Mere
eka iri karenaa mengangga ap bahwa pe erangkat yang g telah dibuat dalam pene elitian ini ben
nar-benar
menyenangkan dan memudahkan
m siswa dalam belajar sainss.

PENUTU
UP
Perangkkat yang dihassilkan
1. Memudahkan n guru untuk membelajarkkan sains.

177
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar
S on Sciencce Education ISBN: 978-979-985466-4-2
Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation

2. Memotivasi guru untuku membe elajarkan sainss.


3. Menjadikan guru semakin sada ar akan penttingnya poten nsi emosionall siswa ditum mbuhkembang gkan
dalam
m pembelajarran sains.
4. Menjadikan guru semakin sad dar akan pen ntingnya pote ensi spiritual siswa ditum mbuhkembang gkan
dalam
m pembelajarran sains.
5. Menjadikan guru semakin sada ar akan penttingnya poten nsi kreativitass siswa ditummbuhkembang gkan
dalam
m pembelajarran sains.
6. Perassaan siswa se elama mengikkuti pembelajjaran sains berbasis
b huma anistis adalah
h: 91,7% sen nang
dan hanya
h 8,3% yang
y merasa biasa.
7. Pendapat siswa terhadap pe erangkat pem mbelajaran sains berbasiss humanistiss adalah: 10 00%
berpeendapat bahw wa perangkatt pembelajara an sains berbasis humanisstis memudah hkan pemaham man
siswa
a dan memotiivasi siswa un ntuk belajar.
8. Pendapat siswa terhadap
t perrangkat pembelajaran sains berbasis humanistis dalam kaitan nnya
dengan pengemb bangan poten nsi emosional siswa adala ah: 96,7% be erpendapat bahwa
b peranggkat
pemb belajaran saiins berbasis humanistis menjadikan siswa paham tentang emosional dan
menjadikan siswa a semakin memahami
m arrti hidup dalam kaitannyya dengan perlunya semakin
memahami diri sendiri dan oran ng lain..
9. Pendapat siswa terhadap
t perrangkat pembelajaran sains berbasis humanistis dalam kaitan nnya
dengan pengemb bangan poten nsi spiritual siswa adalah h: 93,3% be erpendapat bahwa
b peranggkat
pemb belajaran sain ns berbasis humanistis me enjadikan sisw wa paham tentang spiritu ual, 96,7% siiswa
berpeendapat bahw wa perangkatt pembelajara an sains berba asis humanisttis menjadika an siswa semakin
memahami kebera adaan Tuhan YME dalam hiduph ini dan pentingnya beribadah
b kep
pada Tuhan YME,
Y
6,7%
% siswa berpe endapat bahw wa perangkat pembelajaran n sains berbasis humanistiis tidak memb buat
siswa
a paham ten ntang spiritu ual, dan han nya 3,3% sisswa yang be erpendapat bahwa
b peranggkat
pemb belajaran sain ns berbasis humanistis
h tid
dak menjadikan siswa sem makin memah hami keberad daan
Tuhaan YME dalam m hidup ini dan n pentingnya beribadah ke epada Tuhan YME.
10. Pendapat siswa terhadap
t perrangkat pembelajaran sains berbasis humanistis dalam kaitan nnya
dengan pengemb bangan potensi kreativita as siswa adalah: 91,7% % siswa berp pendapat bahwa
peranngkat pembe elajaran sainss berbasis humanistis me enjadikan sisswa semakin paham tenttang
kreattivitas, 95% siswa berpendapat bahw wa perangkatt pembelajara an sains berrbasis human nistis
menjadikan siswa semakin kre eatif, 8,3% sisswa berpenda apat bahwa perangkat
p pembelajaran sains
s
berbaasis humanisttis tidak men njadikan siswa a semakin pa aham tentang g kreativitass, dan hanya 5%
siswa
a yang berp pendapat ba ahwa perang gkat pembelajaran sainss berbasis humanistish t
tidak
menjadikan siswa semakin krea atif.
11. Pendapat siswa te erhadap peran ngkat pembellajaran sains berbasis hum manistis tentan ng perlu tidakknya
mode el pembelajaran sains be erbasis humanistis dilanjutkan adalah: 83,3% berp pendapat san ngat
perlu dan 16,7% siswa yang berpendapat
b perlu, sedanggkan yang be erpendapat tidak perlu ada alah
0%.
12. Pada umumnya siswa berpenda apat bahwa guru
g telah meemperlakukan n diri mereka sebagai manusia
sebaggaimana ciri model
m pembe elajaran sains berbasis hum manistis.
13. Peranngkat pembelajaran sains berbasis hum manistis pada a dasarnya su udah sempurn na di mata siiswa
dan guru.
g Hal ini ditandai
d deng
gan sedikitnya a perbaikan ya ang ditawarka an oleh mereka.
14. Hasil evaluasi sisw wa menunjukkkan bahwa siswas yang memperoleh
m s
skor berkateggori sangat tinnggi
adala
ah 13,33%; siswa s yang memperoleh
m skor berkate egori tinggi adalah
a 80%, dan siswa yangy
memperoleh skor berkategori sedang
s hanyaa 6,67%.

178
PR
ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon ISBN: 978-9799-98546-4-2
C
Current Issues on Research
R and Teaaching in Science Education

Berdasarkan hasil da an temuan ya ang diperoleh h dalam penelitian ini, dike emukakan be eberapa saran n sebagai
berikut:
1. Perangkat pe erangkat pem mbelajaran saiins berbasis humanistis
h inii kiranya segeera disebarka
an karena
siswa lain se elain siswa yang
y menjadi sampel dallam penelitian ini sangat menyukai perangkat p
pembelajaran n sains be erbasis hum manistis yang g dikemaba angkan ini dan merekka ingin
menggunaka annya juga.
2. Dalam mode el pembelajarran sains berrbasis human nistis ini, guru harus sena antiasa berlattih untuk
memunculkan kreativitas--kreativitas ba aru yang berkkaitan dengan n materi sainss yang akan diajarkan
sehingga kre eativitas-kreattivitas itu nanttinya memotivasi siswa un ntuk lebih krea atif lagi.
3. Dalam mode el pembelajaran sains be erbasis huma anistis ini, gu uru harus se enantiasa me emperluas
wawasannya tentang ke ecerdasan em mosional, spirritual, dan kreativitas
k di samping ke ecerdasan
intelektual.
4. Dalam mode el pembelajaran sains be erbasis huma anistis ini, gu uru harus se enantiasa me emperluas
wawasannya tentang hakiikat manusia dan perkemb bangannya.
5. Bagi guru sains yang lain yang ingin mengembang
m kan model in ni, maka pera angkat yang dihasilkan
d
dalam penelitian ini dapatt dijadikan acu uan.
6. Bagi peneliti yang bermin nat melanjutkkan penelitian n ini di temp pat lain dihara apkan agar menelaah
m
segala kelem mahan dan keterbatasan
k penelitian ini sehingga penelitian
p ng dilakukan nantinya
yan
benar-benar dapat lebih menyempurna
m akan hasil pen nelitian ini.

DA
AFTAR PUSTA
AKA

a, N. 1978. Filsafat
Drijakara F Nanussia. Yogyakartta. Kanisius
Hartoko, Dick (ed). 1985. Memanu
usiakan Manu
usia Muda. Yo
ogyakarta. Kan
nisius
03. Strategi Pembelajaran
upriyono. 200
Koes, Su Pe Fisika. Malang
g. JICA.
Nurdin, M. 2005. Pen
ndidikan yang
g Menyebalkan
n.Yogyakarta.. Ar Ruzz
Nurhadi. 2004. Kuriku
kulu 2004, Perrtanyaan dan Jawaban. Jakkarta. Grasind
do
Nurkanccana, Wayan, dan PPN Sum 6. Evaluasi Pendidikan
martana. 1986 Pe . Usaha Nasional. Surabaya.
Thiagara
ajan, S. Dorotthy S Semme n I, Semmel. !975. Instruct
el, and Melvyn ctional Deve
velopment forr Training
Teachers of Exceptional Children
C , A So
ourcebook, Bloominngton. Cente
er for Innovvation on
Teaching thee Handicappedd
__. 2003. Sta
_______ andar Kompete
tensi Mata Pel
elajaran Sains Sekolah Mene
nengah
Pertama dan Tsanawiyah. Jakarta. Dep
pdiknas
__. 2006. Sisd
_______ diknas 2006. Bandung. FOKUSMEDIA
http://no
ofieiman.com
m/2007/05/pendidikan-indo
onesia-terbaikk-di-dunia/

179
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar
S on Sciencce Education ISBN: 978-979-985466-4-2
Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation

S
SCI-23
IMPROVE
EMENT OF THE
T SCIENCE INSTRU
UCTION AC
CTIVITIES IN
I SMP
BASED ON THE FIV
VE DOMAINS OF SCIE
ENCE

Zuhdan K. Prasetyo,
P Ana
asufi Banawi, Bibiana Estri P,
Esti Y. Widayanti., Puji R. S., Suyono

ABS STRACT
The main purpose of this t research is increasing g the effectiveeness of scien
ence instructio on by applyin ng
teaching model
m based on Domain of o Science Ed ducation, so that
t the activvity, creativityy, and positivve
attitude to
o learn science e in class at SMP
S Negeri 2 Depok Slemaan Yogyakartaa grows.
This actionn research was wa applied ussing the modi dification of Suusan Loucks-H Horsley (SLH)H) model whicch
has four phases,
p i.e.: (1)
( invite, (2)) explore, (3)) propose exp planations and d solutions, (4)
(4 take action n.
The researarch was cond ducted in 2 cycles
c and thhe actions weere based on n the result of collaboratio on
between leecturers and teachers
t invo
olved in the research.
re Thee data, the ch
hange processs instruction of o
Active, Creeative, Effectiv ive, and Fun (PAKEM),
( waas obtained th hrough the ob bservation ussing instrumen nt
which havve been prep pared. The information
i o
obtained by using
u the insstrument and d the result of o
researcherrs interview withw the stude dents express three main aspects,
a that are learning, students, an nd
teacher actctivities, wherere expressed ini these threee aspects show ow PAKEM crite terion.
The resultt shows thatt by applying science instr truction based d on five dom mains of scieence with SLLH
model, thee activity, creaeativity, and positive
p attitudde toward sciience instructtion grows. Itt was indicateed
by the inccreasing perccentage in in nstruction, sttudents and teacher activvities. Instrucction activitiees
increases 25%, with average a of improvement
im on activities equal
of instructio e to 12,,5%. Student nts
activities experienced
e improvementt equal to 43,75%,
4 with
h average off improvemen nt of studentnts
activity eqqual to 21,8 88%. The teeacher activitties improved d equal to 33,33%, witth average of o
improvemeent of teacher er activities eqqual to 16,67% %.
Keyword : Five domain
ns of science,, Model SLH, and PAKEM

PENDAHULU UAN
Selam
ma ini, sebag gian besar dari berbagai pembelajaran
p termasuk IPA A didasarkan pada tiga ra anah
T
Taksonomi B
Bloom, yaitu kognitif, affektif dan psikoomotorik dann telah diusahakan berorie entasi baik pada
p
c
contents mau upun processs. Dalam pelaksanaannya a, pembelajarran berbasis ranah Bloom m tidak seimb bang
y
yaitu umumn nya hanya me enitikberatkann pada ranah kognitif, sehiingga kecenderungan-kece enderungan yangy
t
terekam darii hasil observvasi peneliti dan banyak dikeluhkan guru-guru
g IPAA di SMPN 2 Depok Slem man
Y
Yogyakarta d
diantaranya adalah
a pembe elajaran berla
angsung: (1) tidak menye enangkan, me enimbulkan sikap
negatif terhaadap mata pe elajaran IPA; (2) pasif, diidominasi cerramah guru; (3) monoton n, tidak mem mberi
peluang peng gembangan kreatifitas;
k da
an (4) tidak efektif,
e jumlah waktu yang g disediakan belum maksimal
t
termanfaatka an bagi pencapaian kompetensi peserta didik.
Bebeerapa dekade e terakhir da alam pendidikkan sains, McCormack
M daan Yager sejjak Tahun 1989 1
mengembang gkan lima ran nah dalam ta aksonomi pen ndidikan sainss yang lebih luas dan mendalam darip pada
c
contents andd process (MaccCormack, 19 995: 24), yaitu: knowledgee, process off science, creaativity, attitud
dinal,
a applicatio
and ions and conn nections domaain (lima dom main pendidika an sains). Limma ranah pen ndidikan sainss itu
d
dapat dipanddang merupak kan perluasan n, pengemba angan dan pe endalaman tig ga ranah Bloo om yang mam mpu
meningkatkan n aktivitas pembelajaran
p IPA di kelas dan meng gembangkan sikap positip p terhadap matam
pelajaran itu (Susan Louck ks-Horsley, dkkk. 1990).

180
PR
ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon ISBN: 978-9799-98546-4-2
C
Current Issues on Research
R and Teaaching in Science Education

Oleh karena itu, lima ranah pendidikkan sains perlu dikemban ngkan sebaga ai acuan pelaaksanaan
pembela ajaran IPA di sekolah-seko olah, walaupu un untuk tiga a ranah Bloom m saja belum m optimal dimmunculkan
dalam setiap kebanyakan pembela ajaran. Mela alui mata pelaajaran IPA be erbasis lima ra anah pendidikkan sains
peserta didik dihara apkan tidak saja
s dapat meningkatkan
m n pengetahua an dan keterampilan, tettapi juga
berkemb bang sikap po ositip terhadaap IPA itu sen ndiri maupun dengan lingkkungannya, serta s menerap pkan dan
menghu ubungkannya dalam kehid dupan sehari--hari secara lebih
l aktif. Pembelajaran n berbasis lim
ma ranah
pendidikkan sains mellalui mata pe elajaran IPA akan
a meningkkatkan kemam mpuan minim mal peserta diddik, yang
tercermiin dalam lima a ranah terseebut, yaitu pe engetahuan, keterampilan,
k , kreativitas, sikap, dan peenerapan
sains yang dikaitkan dalam kehidu upan nyata.
Berdasarkan uraian di atas, beberap pa permasalahan dapat dikemukakan
d dalam peneelitian ini,
bahwa pembelajaran
p IPA di kelas pada SMPN 2 Depok Slem man Yogyakartta:
1) Aktivvitas peserta didik belum optimal men nuju pengemb bangan kegia atan yang dila andasi mindss-on dan
hand
nds-on science e.
2) Krea atifitas pesertta didik dalam
m membangun n ide atau kon nsep IPA belu um terfasilitassi secara mem
madai.
3) Keeffektifannya belum maksim mal menuju ke etuntasan bela ajar yang diruumuskan.
4) Akib bat ketiga pe ermasalahan itu, peserta didik pasif, guru g monoton dan pembelajaran tidak efektif,
makka memunculk kan sikap neg gatif terhadapp IPA itu senddiri dan sciencce is fun jauh h dari kenyata
aan.
Mengacu beberapa permasalahan terssebut, maka perlu dilakukan tindakan n tertentu di kelas itu
melalui penelitian inii. Tindakan yang
y akan dillaksanakan dalam penelitiian ini, setela ah ditawarkann peneliti
kepada para guru pe engampu di sekolah
s itu dan
d melalui diskusi
d yang intensif sebag gai bentuk koolaborasi,
adalah menerapkan
m penggunaan
p m
model pembe elajaran IPA berbasis
b Domaain of Educattion for Sciencce (Susan
Loucks-H Horsley, et.al). Dengan ha arapan, penggunaan mode el pembelaara an IPA Susan Loucks-Horssley ini, di
SMPN 2 Depok Slem man Yogyakarrta dapat me ewujudkan pe embelajaran IPA yang me enumbuhkan aktifitas,
kreatifita
as, efektifitas, dan benar-b benar bahwa science is fun n.

Takson nomi untuk Pendidikan


P S
Sains
Taksono omi untuk Pendidikan Sain ns terdiri atass lima domainn sebagai berrikut: (1) Dommain I Know owing and
Understatanding (know wledge domaain) disebut juga ranah pengetahuan, (2) Domain n II Explo oring and
Discover
ering (processs of science doomain), pengg gunaan beberapa proses sains
s untuk beelajar bagaim
mana para
saintis berpikir
b dan bekerja, yang g kemudian dikenal
d pula sebagai kete erampilan prooses sains. Beberapa
B
proses sains
s (Rezba, 1995: 23) ad dalah: Prosess sains dasar:: observasi, komunikasi,
k k
klarifikasi, pen
ngukuran,
inferenssi, dan predikksi; Proses sains
s terpaduu: identifikasi variabel, peenyusunan ta abel data, pe embuatan
grafik, diskripsi hub bungan anta ar variabel, penyediaan dan pemro osesan data, analisis invvestigasi,
penyusu unan hipotesiss, definisi opeerasional variabel, desain n investigasi, dan eksperimmen, (3) Dom main III
Imaginining and Creati
ting (creativity
ty domain), (4 4) Domain IV Felling and d Valuing (atttitudinal domaain), rasa
kemanusiaan, nilai-n nilai, dan ketrampilan pen ngambilan-keputusan, (5) Domain V Using and Applying
(applicat
ations and con nnections dom main), mengg gunakan prosses sains dala am memecah hkan masalah-masalah
yang terrjadi dalam keehidupan sehari-hari.

Model pembelajara
p an SLH
Model pembela ajaran yang dikembangka
d n Susan Louccks-Horsley (SLH) dan kaw wan-kawan (1990)
( ini
dipandang sebagai salah
s satu model
m pembelajaran beroriientasi konstruktivistik yang bagus. Model
M ini
mereflekksikan keunik
kan kualitas sa nologi secara bersamaan melalui
ains dan tekn m empat tahap pemb belajaran,
sebagai berikut: (1) Tahap 1 - in nvite, mengajjak peserta didik
d belajar. Tahap ini daapat dilakukann melalui
penyajia
an demonstra asi discrepannt events (FFriedl, 1991: 4), gejala-gejala aneh,, atau gamb bar yang

181
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar
S on Sciencce Education ISBN: 978-979-985466-4-2
Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation

memunculkan n berbagai pertanyaan atau kebingungan, mela alui pengalamman hands-o on, atau seccara
s
sederhana m
melalui pertanyaan-pertan nyaan guru; (2) Tahap 2 - explore e, kesempataan peserta didikd
melakukan eksplorasi
e unttuk menjawa ab pertanyaann mereka se endiri melalui observasi, pengukuran
p a
atau
e
eksperimen; (3) Tahap 3 - Propose exxplanations an nd Solutions, peserta didikk menyiapkan n penjelasan dan
penyelesaian,, dan melak ksanakan, ap pa yang merreka pelajari;; (4) Tahap 4 Take Action A , mem
mberi
kesempatan peserta didik k mencari keg gunaan temu uan mereka, dan menerapkan apa yang telah merreka
pelajari.
Dalam penelitian ini, pembelajarran IPA di ke elas berlangssung dalam beberapa
b siklu
us untuk sammpai
pada keberla angsungan pe embelajaran IPA yang effektif di kelass. Penerapan n model pem mbelajaran daalam
s
setiap siklus merupakan konseptualisa asi proses pe
enelitian tinda
akan yang pe ertamakali diikemukakan oleho
Lewin (1952)) dan kemudia an dikembang gkan oleh Kolb (1984), Carrr dan Kemmis (1986) dan n lainnya. Seccara
s
singkat tahap
pan dalam se etiap siklus tin
ndakan dalamm penelitian ini terdiri dari empat mom men utama: plan,
p
a observe dan
act, d reflect (ZZuber-Skerrittt, 1992:13).
Empat tahap itu, yaitu tahap perrencanaan, tin ndakan, obse ervasi, evaluassi-refleksi, dilanjutkan den
ngan
perencanaan kembali untu uk melaksana akan tindakan
n pada sikluss berikutnya (Suharsimi,
( 2
2006; 17) sam
mpai
pembelajaran n efektif terw
wujud. Keefe ektifan pembeelajaran IPA di kelas diten ntukan berda asarkan penilaaian
t
terhadap asppek kegiatann, peserta didik dan guru dalam pe embelajaran (Lawson, 19 995: 122) yang
y
instrumennya a disajikan dalam Lampiran n 1.

METODE PE ENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian
p tind
dakan dengan n subyek penelitian ini ada alah peserta didik
d kelas VIIII di
S
SMPN 2 Depo ok Sleman Yo ogyakarta. Pe enelitian ini berlangsung
b s
selama 6 bula
an dengan ku urun waktu April
A
s
s.d. Sepembe er 2008. Pelaaksanaan pen nelitian dilakuukan pada ja am efektif se elama 2 bulan n, April s.d. Juni
2008, yaitu merekam
m prosses pembelajjaran, menganalisis data, dan menyem minarkan hasil penelitian. Data
D
d
diperoleh melalui observ vasi, terhada ap perubaha an proses Pembelajaran Aktif, Kreattif, Efektif, dan
Menyenangka an (PAKEM) dengan meng ggunakan insttrumen yang sudah disiapkan. Informasi yang dipero oleh
d
dengan men nggunakan in nstrumen yan nd ada dan hasil wawa ancara dosen n-guru denga an peserta didik
d
mengungkap tiga aspek utamau dalam pembelajaran n, yaitu aktiviitas pembelajjaran, peserta a didik, dan guru
g
(lampiran 1).. Perekaman n proses pem mbelajaran dila aksanakan pa ada setiap siklus
s dari duaa siklus tinda
akan
d
dalam setiap pembelajaran IPA. Langkkah-langkah penelitian
p yanng dilaksanakkan dalam dua siklus tinda akan
masing-masin ng terdiri ataas tahap perrencanaan, pelaksanaan tindakan,
t obsservasi, dan evaluasi-refleeksi.
Data yang dip peroleh dianaalisis dengan teknik persen ntase dan hassilnya dijadika an sebagai ba ahan penyusu unan
perencanaan tindakan pada siklus berikutnya.
b A
Apa yang te erungkap dallam tiga asp pek itulah yang
y
menunjukkan n proses dan hasil pembela ajaran telah memenuhi
m kritteria PAKEM.
Dengan meng ggunakan rum mus mencari nilai tiap aspe ek dari tiga asspek yang ada, yaitu:
(1)
JJumlahSkor
Konversi =
NilaiK x100%
SkorTotal

182
PR
ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon ISBN: 978-9799-98546-4-2
C
Current Issues on Research
R and Teaaching in Science Education

HASIL DAN PEMBA AHASAN


Setelah guru melaku ukan langkahh-langkah pe
emecahan ma
asalah selama
a 2 siklus, maka
m hasilnyya adalah
seperti yang
y terlihat pada Tabel 1.

Tabe
el 1 : Data Pe
ersentase Aktiivitas: Pembe
elajaran, Pese
erta Didik, dan
n Guru
dallam Pembelajjaran Sains de
engan Model SLH
No. Ura
aian Pra AR
A S
Siklus I Siklus II Rerrata
1 K
Kegiatan Pem
mbelajaran 50%
% 5
57,14% 75% 12,5
5%
2 K
Kegiatan Pese
erta Didik 37,5%
% 5
56,25% 81,25% 21,8
88%
3 K
Kegiatan Guru
u 45,83
3% 5
58,33% 79,16% 16,6
67%

Padaa Tabel 1, terrlihat adanya a peningkatan n aktivitas peembelajaran dari


d pra actio
on sampai paada siklus II
sebesar 25%. Pening gkatan aktivitas pembelaja aran terlihat dari
d siklus ke siklus, pening gkatan yang paling besar
terjadi pada
p siklus III sebesar 17,,86% dengan n rata-rata peeningkatan akktivitas pemb belajaran sebe
esar 12,5%.
Aktivitass peserta didik yang semula 37,5%, pada akhir siklu us II menjadi 81,25% atau u mengalami peningkatan
sebesar 43,75%, pe eningkatan yang
y paling besar terjadii pada sikluss II sebesarr 25% denga an rata-rata
peningkkatan aktivitass peserta did dik sebesar 21,88%. Seme entara itu, akktivitas guru yang semula a 45,83% di
akhir sikklus II menjad di 79,16% attau mengalam mi peningkata an sebesar 333,33%, pening gkatan yang paling besar
terjadi pada
p siklus II sebesar 20,883% dengan rata-rata
r peniingkatan aktivvitas guru sebbesar 16,67%
%. Gambaran
peningkkatan aktivitass pembelajara an, aktivitas peserta
p didik, dan aktivitas guru nampakk pada Grafikk 1.

90
80
70
60
Persentase

50
t

40
Pra AR
30
P

Siklus I
20
10 Siklus II
0
1 2 3
Aspek

mbar 1 : Grafik Aktivitas : Pembelajara


Gam an, Peserta Didik, dan Guru
u tiap Siklus

Dalam setiap
s siklus terjadi
t peninggkatan aktivittas pembelaja
aran, aktivitas peserta diddik dan aktivitas guru,
yang ditunjukkan
d dengan berttambahnya persentase kenaikan tig ga aspek yang
y diukur dengan
mengguunakan instrumen yang su udah disiapkan dalam pene elitian ini. Secara deskripttif gambaran kenaikan
persenta
ase tiga asp pek tersebut tampak dala am Grafik 2. Dari grafikk, menunjukkkan proses dan d hasil
pembelaajaran telah memenuhi
m kritteria PAKEM sebagaimana
s yang diinginkkan.

183
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar
S on Sciencce Education ISBN: 978-979-985466-4-2
Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation

90
80
70
60

Persentase
50
40
30
Guru
u
20
Pese
erta Didik
10
Pem
mbelajaran
0
Aspek dala
am tiap siklus

Gambar 2 : Grafik Pen


ningkatan Akttivitas: Pembe
elajaran, Pese
erta Didik, da
an Guru

Untuk menge
etahui lebih je
elas kegiatan tiap siklus seccara rinci seb
bagai berikut:

S
Siklus I

Pada siiklus I terpotrret adanya pe eningkatan akktivitas pemb belajaran bila dibandingkan n sebelum penelitian
d
diadakan sebesar 7,14% %, minat siswa
s dalam belajar IPA A juga men ningkat ini ditunjukkan
d d
dengan
meningkatnya a aktivitas peserta
p didik sebesar 18,,75%, semen ntara keaktifaan guru men ningkat 12,5% dari
s
sebelumnya.
Pada topik
t Sistem Pernapasan pada Manusia dalam perencanaanp dan penerap pan penggun naan
s
siklus pembe elajaran, tam mpak bahwa guru terlebiih dahulu mengajukan
m p
pertanyaan in
nvestigasi/seb
bab-
musabab yan ng diajukan dalam tahap in nvite, walaupun pertanyaaan lebih banyaak mengarah ke pengetah huan
kontekstual dan
d sedangka an yang prose edural belum
m optimal. Pesserta didik, teelah menunju ukkkan kemajjuan
d
dalam melakksanakan ekssplorasi yang kemudian ju uga menimbu ulkan sedikit pertanyaan sebab-musab bab.
Dalam diskussi kelas, hipo otesis belum juga mampu u berkembang g dan walaupun peserta didik lebih aktif. a
Penarikan ke esimpulan dapat diajukan beberapa ka ali, setelah mereka
m menillai kesimpulan yang diaju ukan
s
sebelumnya t
tidak meyakinnkan. Pelaksa anaan eksperimen meningkkat aktivitasnyya, meskipun n lebih cenderrung
d
disebut coba--coba, bukan eksperimen.
Hasil analisis
a dan refleksi
r pada siklus I, yan ng perlu dipe erhatikan sebbagai action plan pada siiklus
berikutnya ad dalah:
1. Masih re endahnya mo otivasi siswa dalam belaja ar, baru seba agian kecil siswa
s yang teermotivasi un ntuk
belajar dan
d aktif (gu
uru perlu leb bih menantan ng siswa dala am belajar dan
d memberiikan iming-im ming
hadiah)
2. Rendahnyya keterampilan proses sisswa ini terbukkti dengan ku urangnya inisiiatif untuk belajar dan bekkerja
mandiri dengan
d LKS yang telah adaa (siswa perlu
p dilatih supaya
s terbia
asa bekerja/b bereksperimen n di
laboratorrium sendiri dan diawasi oleh guru)
3. Aktifitas siswa dalam kelas belum sepenuhnya terkontrol se ebab siswa be elum dibagi dalam
d kelomppok-
kelompokk permanen (perlu ada nam ma kelompokk)
4 Siswa passif dan lamba
4. at dalam beke erja/bereksperimen (perlu adanya batassan waktu)
5. Siswa be elum mampu menganalisiss, menginterp pretasi dan mengevaluasi
m d
data sendiri, dalam kelommpok
(perlu bim
mbingan yang g terarah dari guru)

184
PR
ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon ISBN: 978-9799-98546-4-2
C
Current Issues on Research
R and Teaaching in Science Education

De
engan demikian, tahap-tahap lain dalam siklus pem mbelajaran da
alam topik ini telah dapat berjalan,
walaupuun belum opttimal. Sekalii lagi, telah terjadi
t perubahan perwujudan struktur siklus pembelajaran
pada top
pik ini.

Siklus III
Pa
ada akhir siklus II tampakk bahwa aktivvitas pembela ajaran telah mencapai
m 75%% meningkatt 17,86%
dari siklu % dari pra acttion. Minat sisswa dalam be
us I dan 25% elajar IPA men ningk ini ditunjukkan oleh aktivitas
peserta didik menca apai 81,25% meningkat 25% 2 dari sikllus I dan 433,75% dari prap action, seementara
keaktifan guru menca apai 79,16% meningkat 20 0,83% dari siklus I dan 33,33% pra acttion.
Pe
eserta didik, telah menunjjukkkan kemajuan dalam melaksanaka an eksplorasi yang kemud dian juga
menimb bulkan beberaapa pertanyaaan sebab-musabab. Pada a tahap ini peeserta didik lebih antusiass, atraktif
dan sen nang dalam belajar/bereks
b sperimen dala am kelompokknya masing-m masing dan lebih mandiri,, cekatan
serta suudah menjaga a keselamatann diri dan me enjaga alat prraktikum. Ha ampir sebagia an besar peseerta didik
yang pa ada awalnya tampak pasif dan nakal di kelas, kini menjadi leb bih aktif dan lebih antusia as dalam
melaksa anakan ekspe erimen. Dalaam diskusi kelas, hipottesis sudah mampu berrkembang. Penarikan P
kesimpu ulan sudah sesuai deng gan hasil pe ercobaan dan n meyakinka an. Peserta didik dimintta untuk
mengem mukakan hasill percobaannyya di depan kelas
k dengan bahasa sendiri.

PENUTU UP
Beerdasarkan hasil penelitian ulkan bahwa penggunanan
n ini disimpu n pembelajarran IPA berbasis lima
domain Sains dengan n model SLH dapat menin ngkatkan aktivvitas pembelaajaran IPA di SMP Negeri 2 Depok
Sleman Yogyakarta yang y ditandai dengan men ningkatnya peersentase aktivitas: pembe elajaran, pese
erta didik,
dan gurru. Aktivitas pembelajaran
p meningkat dari
d pra actio
on sampai pada siklus II sebesar
s 25%, dengan
rata-rataa peningkatan n aktivitas pe
embelajaran sebesar
s 12,5%%. Aktivitas peserta didikk yang semula a 37,5%,
pada akkhir siklus II menjadi 81,,25% atau mengalami
m pe
eningkatan se ebesar 43,75 5%, dengan rata-rata
peningkkatan aktivitass peserta didik sebesar 21,88%. Semen ntara itu, aktivitas guru ya
ang semula 45 5,83% di
akhir siiklus II men njadi 79,16% % atau men ngalami peniingkatan seb besar 33,33% %, dengan rata-rata
peningkkatan aktivitass guru sebessar 16,67%. Dengan dem mikian pembe elajaran IPA berbasis lima a domain
Sains de engan model SLH cukup effektif untuk mewujudkan
m p
pembelajaran n IPA yang me enumbuhkan aktifitas,
kreatifita
as, efektifitas, dan benar-bbenar bahwa science is fun
n atau atau mewujudkan
m P
PAKEM.

Un
ntuk itu disara
ankan :

1. Pemmbelajaran IPA berbasis lima domain Sains S dengan n model SLH cukup efekttif untuk mew wujudkan
pemmbelajaran IPA as, dan benarr-benar bahwa science
A yang menumbuhkan akttifitas, kreatifiitas, efektifita
is fun
fu atau atau mewujudkan n PAKEM, maka kelas-kela as lain diharapkan dapat menerapkan
m model ini
untuuk mewujudka an PAKEM sehingga dapatt meningkatka an hasil belaja
ar IPA nantinyya.
2. Pene elitian ini baru melihat tiga embelajaran, peserta didik, dan guru diharapkan
a aspek aktiviitas, yaitu: pe
ada penelitian lan d peserta didik.
njutan untuk melihat hasil belajar IPA dari
3. Insttrumen penelitian tingkat validitasnya masih belum m memuaskan n, diharapkann pada penellitian lain
dapa at digunakan instrumen ya ang validitas dan
d reliabilitasnya telah teruji.

185
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar
S on Sciencce Education ISBN: 978-979-985466-4-2
Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation

DAFTA
AR PUSTAKA
A

C
Carr, W, andd Kemmis, S. (1986). Beccoming Critica
al: Education,, Knowledge and Action Research
R , Fallmer
Presss, Besingstoke
e, Hants.
Friedl, Alfred E. (1991). Teaching
T Scie
ience to Child
dren an Integ
grated Approa
oach. New Yo
ork: Mc Graw
w-Hill
Bookk Co.
Kolb, D. (19884). Experien
ntial Learning,, Experience as the Sourcce of Learning
g and Develo
opment, Prenttice-
Hall, Englewood Cliffs,
C New Jerrsey.
Lawson, A. E. (1995). Scie
ence Teaching
g and the Devvelopment off Thinking. California: Wadssworth Pub.Co.
Lewin, K. (1952). Field Theory
T in So
ocial Science,
e, Selected Th
heoretical Pa
apers edited by D. Cartright.
Tavisstock Publicattions, London.
Loucks-Horsle
ey, S., et al. (1990).
( Elemeentary School
ol Science for the
t 90s. And
dover, MA: Ne
etwork.
995). Trends and Issues in
MacCormack,, Allan J. (19 i Science Cu
urriculum. Neew York: Krau
uss Internasio
onal
Publications.
Rezba, R.J., Constance Sp ald L. Fiel, H.. James Funkk. (1995). Lea
prague, Rona earning and Assessing
A Scieence
Proce
cess Skills. Dub
buque, Iowa: Hunt Publishhing Companyy.
S
Suharsimi, Arrikunta, Suharrdjono, dan Supardi.
S 6). Penelitian
(2006 n Tindakan Keelas. Jakarta: Bumi Aksara
1992). Action
Zuber-Skerrittt, Ortrun, (1
Z n Research in
n Higher Edu
ucation: Exam
mples and Reflections
Re . Ko
ogan
Pagee, London.

186
PR
ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon ISBN: 978-9799-98546-4-2
C
Current Issues on Research
R and Teaaching in Science Education

SCI-24
4
T
THE DEVELO
OPMENT OF TAXONOMY-BASED D ASSESMENT UNIT FOOR SCIENC
CE
EDUUCATION IN
N APPRENT
TICE TEACH
HER PROGRRAM IN OR
RDER TO IM
MPROVING G THE
PROFESION
P NALISM OFF PHYSICS EDUACTIO
ON STUDENNT

Zu
uhdan K Praseetyo
Supriyadi
Eko Widodo o

Yogy aculty of Mathematic and Science


yakarta State University, Fa S Education,
Department of Physics Education, Sttudy Programm of Science
October 18, 20
008

ABSTRACT T
Assesssment forma at matters were
w complexx ones, includuding the asssessment form rmat for app prentice
teachher program (or PPL) in physics educcation departtment. This assessment a w an attem
was mpt to
formu ulating the PPL
P assessmeent format with
w aimed ata obtaining the result of o content ind ndicator
develolopment form m assessmen nt items, whi hich have to be able to reflecting the th physics teacher
t
profes
essionalism an nd obtaining the
t form of fo ormat develop pment which include the PPL P assessmeent unit
of phhysics educattion student that describi bing all domaains, which conform
c with
h science edu ucation
taxonnomy.
The research
r wass perform with
wi referencee study, asseessment form mat developm ment and triaal from
assesssment format at that definedd based on observation,
ob q
questioner andd interview. This research h using
reseaarch and deve elopment meth thod and desccriptive-qualitatative analysiss.
The summary
s obt
btained from this
t researchh was that itt can be dete termined thatt the McCorm mack &
Yagerrs science ed ducation taxon
onomy-based PPL assessme ment developm ment include following
f indic
icators.
In the
he lesson plan n (or RPP) thhese indicatorrs were the suitability
s betw
tween standar ard competenc nce and
objecctive; betwee en competen nce standard d and basic competence;; between in ndicator andd basic
comp petence; betw ween teaching g material and d indicator; between
be learniing steps andd indicator; beetween
learniing model andnd learning ste
teps; between n unit and maaterial and teaeaching materrial, between source
and learning
l proccess; betweeen evaluation n unit and indndicator and learning proccess; and th he last,
refereences suitabibility. In teach
ching and leaarning proces ess these ind dicators weree the way to o drive
motivvation based on o psycholog gical condition
n and environ nment; the waay to give dire rection to be able
a to
find the
t problems;; the way to give g direction
n to be able to stating the hypothesis; the t way giving ng spirit
to stu
udy continuou usly; the wayy giving stimuulation so thatt the studentt able to creattive; the wayy giving
directtion to studyy correctly; th
he way giving g direction too be able to stating the conclusion;
c th
he way
givingg aid for stud
dent to solve their
t problemms, to lead thee class discusssion with ressponsibility; th
he way
to faairly selecting
g student to express thei eir work; thee way giving reward for student with h good
achiev
evement; the way giving punishment to t student fairly
fa and able le to determiine the assesssment
formaat that includee the indicato
or and score based
b on, for example, Like
kert scale, whihich used effecctively.

Keyw
words : science education domain-base
ed assessmen
nt indicator a
assessment fo
ormat-, PPL su
ubject.

PENDAHULUAN
Selama ini penilaian dalam berb bagai mata kuliah
k ermasuk penilaian dalam Program
pendidikan fisika te
Pengalaman Lapanga an (PPL) dilakkukan berdassarkan takson
nomi Bloom yang
y meliputi ranah kognittif, ranah
psikomo
otor, dan ranaah afektif. Pe
erkembangan n selanjutnya tokoh pendid dikan sains McCormack
M dan Yager
pada tahun 1989 me engembangka an lima ranah dalam pen ndidikan sainss yang yang lebih luas daan dalam

187
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar
S on Sciencce Education ISBN: 978-979-985466-4-2
Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation

s
serta tidak ha anya fokus pa ada content and a process (McCormack, 1995 : 24). Kelima K ranah tersebut ada alah:
knowledge, process
p of scie
ience, creativivity, attitudinaal, and applicaations and co onnections domain. Walau upun
s
secara definit
itive penilaian berbasis ranah Bloom dig gunakan, nam mun nampaknya ranah ini belum b digunaakan
s
seluruhnya s
secara seimb bang, hanya mengutamakkan salah sa atu ranah dan ranah lainnya diabaikkan.
Penilaian berrbasis lima ra anah pendidikkan sains dap pat dinyatakan sebagai pe erluasan, pengembangan, dan
pendalaman darid tiga rana ah Bloom itu.
Bilam
mana dicerma ati PPL meng ggali secara simultan
s segaala aspek pembelajaran yang y dimuaraakan
pada pelaksa anaan proses belajar men ngajar di kela as. Aspek ata au ranah itu tidak sekeda ar aspek kogn nitif,
psikomotoir dand afektif, namun
n masih terdapat asp pek aspek lain yang me engikutinya. Beberapa asspek
lain misalnya a kreatifitas, aspek
a sikap terhadap
t fisikka atau sainss, dan aspek aplikasi dan koneksi den ngan
lingkungan dand teknologii. Oleh kare ena itu, di dalamd PPL pe enilaian maha asiswa mestinya tidak ha anya
s
sekedar penillaian dari ran nah Bloom tettapi juga lebih dari ranah tersebut yaittu yang tergabung dalam lima
ranah yang dikembangkan
d n dalam pendidikan sains di d atas.
Formmat penilaian dalam PPL yang y digunakkan selama in ni masih terp pusat pada asspek ketramp pilan
d
dasar menga ajar yaitu: ke etrampilan membuka
m pela ajaran, ketraampilan melaksanakan pe embelajaran, dan
ketrampilan menutup pe elajaran. Pe enilaian yang g lain adalah penilaian laporan perssekolahan, yang y
menitikberatkkan pada seg gi administrattif sekolah da an persekolahan. Penilaian PPL samp pai saat ini tidak
nampak seca ara utuh kepro ofesionalan guru
g fisika yan ng harus ada a, yaitu keproofesionalan da alam menyiap pkan
pembelajaran n, keprofesio onalan dala am melaksanakan pembelajaran, dan d keprofeesionalan da alam
persekolahan n. Dapat dik katakan penilaian yang ad da belum me erupakan pen nilaian yang menyeluruh dari
s
segala aspek,, sehingga ha asilnya tidak mencerminka
m an penilaian secara keselurruhan. Dalam m pelaksanaan nnya
penilaian masih sangat su ubyektif. Pen nilaian ini adalah sangat mungkin merugikan bagi mahasiswa, dan
j
juga sebalikn nya mungkin n sangat men nguntungkan mahasiswa. Penilaian semacam itu u, secara ma akro
penilaian yan ng ada kurang g dapat menccerminkan guru Fisika yang profesional. Berdasarka an kondisi sep perti
y
yang telah diutarakan, pen nelitian untukk mengemban ngkan model penilaian PPLL yang sesuaii dengan hake ekat
ranah mutakkhir yang kom mprehensif pe erlu dilakukan. Model pe enilaian PPL ini diharapka an dapat dipakai
untuk mening gkatkan kepro ofesionalan gu uru Fisika sep perti yang dih hasilkan dari penelitian
p ini.
Meng gacu pada be erbagai perm masalahan di atas, maka permasalahan
p n penelitian ini dibatasi pada
p
indikator yan ng sesuai den ngan mata ku uliah PPL berrdasar takson nomi pendidikkan sains, da an bentuk forrmat
y
yang dapat digunakan
d di dalam penillaian PPL ma ahasiswa juru usan pendidikkan fisika FM MIPA UNY. Oleh O
karena rumussan masalah yang dapat dikemukakan
d adalah: (1) Apa
A indikator isi dari butir butir penila aian
y
yang harus ada pada pe enilaian PPL yang sesuai dengan selu uruh ranah pendidikan
p saains yang da apat
mencerminka an keprofesion nalan guru IP PA Fisika? dan n (2) Apa ben ntuk format ya ang berisi perrangkat penila aian
PPL mahasisw wa pendidika an fisika yang g dapat men nggambarkan seluruh ranah sesuai de engan takson nomi
pendidikan sa ains?
Sesua ai dengan ma asalah di atass tujuan pene elitian ini adalah: (1) Mend dapatkan hasiil pengemban ngan
indikator isi dari
d butir butir
b penilaian yang haruss ada pada penilaian p PPLL yang sesuaii dengan selu uruh
ranah pendid dikan sains ya ang dapat me encerminkan keprofesionalan guru IPA Fisika, dan (2) ( Mendapattkan
bentuk penge embangan forrmat yang be erisi perangkat penilaian PP PL mahasiswa a pendidikan fisika yang da apat
menggambarrkan seluruh ranah r sesuai dengan
d taksoonomi pendidiikan sains
Adannya hasil peng gembangan in ndikator isi da ari butir buttir penilaian yang
y harus da an bentuk forrmat
y
yang berisi perangkat
p pe
enilaian PPL mahasiswa pendidikanp fissika yang da apat menggam mbarkan selu uruh
ranah sesuai dengan takssonomi pend didikan sains, dapat dimanfaatkan unttuk: (1) Hasil pengemban ngan
indikator isi dari
d butir butir
b penilaiann yang sesuai dengan selu uruh ranah pendidikan saiins dapat dip pakai
s
sebagai baha an pengetahu uan atau bah han kajian ba agi pemerhatti pendidikan fisika, dan (2) ( Format yang
y

188
PR
ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon ISBN: 978-9799-98546-4-2
C
Current Issues on Research
R and Teaaching in Science Education

dikemba angkan yang menggamba arkan seluruh h ranah sesu uai dengan ta aksonomi pendidikan sain ns, dapat
digunakkan di dalam penilaian
p PPL mahasiswa pendidikan
p fisika.
Program Pen ngalaman Lap pangan (PPL) adalah suatu u bentuk perkkuliahan prakttik dimana mahasiswa
m
praktik menjadi guru u mengajar di d kelas nyatta. Apa yan ng dilakukan mahasiswa dalam d perkulliahan ini
dengan tujuan utam ma berlatih un ntuk menjadii guru yang profesional. Mahasiswa berdiri di mu uka kelas
membaw wakan suatu topik fisika dan d melakukkan proses be elajar mengajjar sebagaim mana guru pro ofesional.
Segala apaa yang dik kerjakan mah hasiswa di da alam PPL sessuai dengan segala apa yang y dikerjakkan guru.
Tindakan tersebut seperti
s halnyaa membuat kurikulum, membuat m RPP P, menyiapa akan alat da an bahan
percobaan, melaksa anakan pemb belajaran sessuai dengan n RPP, mela akukan evalu uasi, dan melakukan
m
pekerjaa an adminstrattif sekolah. Dapat dinyatakan pula ba ahwa PPL bag gi mahasiswa a calon guru termasuk
t
calon gu uru fisika (T Tim, 2006), sewajarnya
s m
mampu dinilai secara khusus. Penilaia an harus efe ektif, oleh
karena itu format dan d lembar penilaian
p saatt menilai ren ncana pembe elajaran, saatt pengamatan proses
pembela ajaran, dan saat
s menilai hubungan
h antara mahasisswa dengan sekolah
s atau praktik perse ekolahan,
dapat menghasilkan
m gambaran
g seccara kompreh hensif kompettensi calon gu uru fisika yang efektif.
Tujuan instruksional adalah tujuan ya ang akan diccapai di dala am proses pe embelajaran. Menurut
Bloom yang
y diutaraka an oleh Alfred d T. Collete (1989
( 371),, tujuan instru uksional ini meliputi
m ranahh kognitif,
ranah affektif, dan ranah psikomotor. Ranah kognitif k sendiri berhubungan dengan ke emampuan in ntelektual
atau keilmuan. Ran nah afektif berhubungan dengan sikap p, kepercayaan, minat, dan d nilai-nilai. Ranah
psikomo otor meliputi ketrampilan motorik dan koordinasi antara a mata dengan tang gan. Dengan n kondisi
taksonomi Bloom in ni jelas bahwa penilai keberhasilan
k belajar melliputi penilaia an proses dan d hasil
kognitifn nya.
Tujuan instruuksional adala ah tujuan yan ng akan dicap pai di dalam proses
p pembe elajaran. Men nurut Ten
Brink (1 1990, p75) krriteria keberh hasilan dalam proses belajjar mengajar meliputi 4 kondisi k yaitu: orientasi
pada sisswa, deskripsi hasil pembe elajaran, dapa at dimengerti dan dapat diamati. Oleh h karena itu, mestinya
di dalamm membuat krriteria dan be entuk form sua atu penilaian harus lengka ap.
Pada ranah atau
a domain pendidikan sainss bentuk baru seperti yang dinyata akan oleh MccCormack
dan Yag ger pada tahu un 1989 (McC Cormack & Yager, 1995 : 24), 2 pakar terrsebut menge embangkan lim ma ranah
ranah ya ang lebih luaas dalam pend didikan sains yang tidak hanya
h conten
nt and processs. Nampakn nya ranah
yang dikembangkan oleh McCorrmack dan Yager Y ini dappat dipakai sebagai
s anutaan para peng gembang
pendidikkan sains. Ranah R itu addalah ranah knowledge, processp of science,
s creattivity, attitud dinal, and
applicatitions and connnnections. Berikut ini adalaah lima domaain dan beberrapa contohnyya yang dapaat dipakai
sebagai panduan un ntuk pengemb bangan penilaian di dalam m pendidikan n IPA, yaitu: (1) domain I: ranah
pengeta ahuan diantarranya fakta dan konsep, (2) ( domain III: ranah keterampilan prosses sains yaittu antara
lain obsservasi, peng gamatan, klassifikasi, dan pengukuran, (3) domain III: ranah h kreatifitas, misalnya
mengha asilkan bayang gan mental, memimpikan,
m dan mengha asilkan gagasa an yang luar biasa, (4) do omain IV:
ranah siikap, misalny ya sikap mem mbangun terha adap sains, dan
d sikap possitif terhadap p keprofesiona alan, dan
domain V: ranah penggunaan da an penerapan n, sebagai co ontoh adalah menggunaka an materi saiins untuk
kepentin ngan kehidupan sehari-harri dan teknolo ogi.
Berdasarkan tiga ranah yang y dikemba angkan Bloom m dan lima ra anah McCormack & Yager,, nampak
bahwasa anya di dalam pembelaja aran, dapat dikembangka
d an berbagai macam
m penillaian di sega ala aspek
pendidikkan. Dasar pengembanga
p an tersebut dapat
d dipakai dari pendapa at yang dikem mukakan oleh h Lawson
(Lawson n, 1995 : 212 2) yaitu: a. Menggunakan
M n bahan ba ahan dan akttifitas yang menarik
m bagi siswa, b.
Menggunakan bahan n bahan dan d aktifitas yang yang membawa
m sisswa untuk berfikir, bertanya, dan
mendiskkusikan makn nanya, c. Me emberi kesem mpatan untu uk melakukan n investigasi yang menumbuhkan
inisiatif individu,
i d. Issi dari materi disesuaikan dengan
d tingkaat perkemban ngan mental siswa,
s e. Men nyertakan

189
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar
S on Sciencce Education ISBN: 978-979-985466-4-2
Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation

konsep dasar untuk men ngembangkan n pemahaman n teori, f. Baacan bacaan yang sesuaii dengan kon ndisi
s
siswa, dan g. Alat yang efe ektif yang dip
pilih untuk dig
gunakan.
Didalam penilaian terdapat dua a macam alatt penilaian ya aitu tes dan non
n tes Alatt penilaian da alam
ujud tes digu unakan dalam m bidang cogn nitive, sedanggkan pada pen nilaian non te
es digunakan antara lain padap
kondisi mampu dan tidak k mampu sese eorang melakksanakan sua atu jenis peke erjaan. Dapa at pula penilaaian
non tes digunakan untuk mendata ko ondisi seseoraang dalam su uatu sistem dan
d keadaan.. Penilaian PPL
t
termasuk pennilaian kondissi sesorang daalam melaksa anakan suatu perkerjaan setelah menda apatkan berba agai
macam mate eri pembelajaran. Evaluassi yang ada je elas mengacu u pada penila aian non tes yang didasarrkan
j
juga pada pe enilaian dari segi kognitif. Penilaian dalam
d ujud non tes ini da apat berupa daftar
d isian yang
y
a yang harus dinilai sesua
berisi kriteria ai dengan tujuan dari pem mbelajaran. Daftar isian ini i sudah barrang
t
tentu lengkap p dengan sko or yang diambil berdasarkkan skala Like ert. Keterincian dan ketep patan dari da aftar
isian lengkap dengan skala a Likert, menjjadikan alat ukur
u non tes ini dapat dipaakai efektif di lapangan.
Berdaasarkan kurik kulum 2002 yang
y berlaku sampai saat ini mata kulia ah PPL di Jurrusan Pendidikan
Fisika FMIPA UNY, dilakuk kan di semestter enam. Issi perkuliahan n termasuk pe enilaian sesua ai dengan silaabus
y
yang dikemba angkan di ma asing masin ng jurusan. Oleh
O karena ittu dengan sen ndirinya benttuk penilaian baik
isi maupun fo ormat penilaiian PPL dapa at dikembang gkan. Pada silabi
s kurikulu
um 2004 yang berlaku PP PL di
J
Jurusan Penddidikan Fisikaa FMIPA UNY Y sampai sekkarang ini, nampak
n penilaian baik isi maupun forrmat
penilaian PP PL belum terstandar
t (K
Kurikulum, 2007:
2 130) yang
y dapat dipakai seb bagai tolok ukuru
ketercapaian kompetensi mahasiswa
m da
alam perkuliahan PPL. Sam mpai saat ini rambu
r isi dan format penila aian
PPL masih menggunakan
m n penilaian PPL
P dengan rambu isi dan format untuk seluru uh jurusan yang
y
d
dikoordinasik kan oleh lemb baga yang mengkordinasi
m i pelaksanaan n KKN dan PPL.
P Denga an mengguna akan
rambu forma at dan isi yang umum, den ngan sendirin nya banyak ha al yang tidakk sesuai dengan pembelaja aran
Fisika yang diharapkan.

METODE PE ENELITIAN
Penelitian dilakukan di La aboratorium Pendidikan
P Fisika FMIPA UNY dan sekkolah sekolah yang dipakai
untuk PPL mahasiswa
m jurusan pendidikan fisika tah
hun 2007 di SMP Kodia Yogyakarta.
Y Waktu peneliitian
a
adalah: selam
ma PPL mahassiswa jurusan n pendidikan fisika
f tahun 2007.
2 Subyekk penelitian addalah mahasiiswa
j
jurusan pendidikan fisika MIPA
M UNY yanng melaksana akan PPL tahhun 2007. Dissain penelitian
n melalui R&D
D ini
beberapa tah hapnya digambarkan denga an gambar se ebagai berikutt.

Studi Pustakka
Taksonomi

Format Pe
enilaian Uji Coba Format
F Perangkatt Format
Studi Pustakka Mata Kuliah PPL Penilaian Mata
M Penilaian yang
Kurikulum Hassil Kuliah PPLL Hasil Sesuai dengan Mata
Pengembbangan Pengemba angan Kuliah PPLL
Studi Pusta
aka
Format Penillaian
PPL yang
g
dikembangkkan

Gamb
bar 1 : Beberrapa tahap da
alam R&D

190
PR
ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon ISBN: 978-9799-98546-4-2
C
Current Issues on Research
R and Teaaching in Science Education

Instrumen pe
enelitian terdiri atas kisi kisi untuk menjaring
m indiikator sesuai taksonomi Blloom dan
taksonomi pendidikan
n sains yang dipakai saat kaji pustaka.. Instrumen la ainnya adalahh instrumen observasi,
o
instrume an instrumen dokumentasi.
en angket, da

HASIL DAN PEMBA AHASAN


Hasil penelitiian yang beru upa kondisi persiapan
p pemmbelajaran haasil pengamaatan dokumen ntasi RPP
yang dibuat pada praktik perssekolahan da an hasil ang gket dalam rangka pem mbuatan RPP beserta
kemungkinan yang perlu p diisikan pada format. Hasil penelitian yang berupa kondisi proses pembelajaran
hasil peengamatan dan hasil ang gket dalam ra angka pengissian format penilaian di dalam prose es belajar
mengaja ar beserta ke emungkinan yangy perlu diissikan pada foormat.
Mengacu pada hasil pen nelitian tersebbut, maka se ecara menyeluruh indikator isi dari butirbutir
penilaiann harus sesu uai dengan isi materi dari silabus perkkuliahan. Kon ndisi materi pada perkulia ahan PPL
melipuri aspek kognitif, psikomoto or, dan afektif. Bentuk pe enilaian yang diminta oleh
h silabus jugaa meliputi
aspek ko ognitif, afektiif dan psikom motor seperti tabel
t terlamppir. Berdasarrkan hasil pennelitian formaat bentuk
dan isi dari format penilaian
p yan
ng ada pada kurikulum tid dak sesuai lagi dengan ko ondisi PPL di sekolah.
Oleh karrena itu perlu u pengembang gan format ya ang lebih jelas dan lebih le
engkap.
Ditinjau dari proses perku uliahan PPL yang
y meliputi perencanaan n dan praktik jelas sekali deskripsi
penilaiann tidak sesua ai dengan sen nyatanya dala am proses pe erkuliahan. Hirarkhi keilm
muan dalam PPL P yang
bertitik tolak pada praktik jelas sekali maha asiswa haruss mampu me embuat perencanaan pela aksanaan
pembela ajaran yang meliputi pen nguasaan ma ateri ajar, pe enguasaan metoda
m pembelajaran, pen nguasaan
media pembelajaran,
p , dan pengua asaan alat eva aluasi, maka model seperrti tergambar dapat diubah h dengan
model yang
y berorie
entasi pada kompetensi yang y dirunutt, dan dengan melihat indikator yan ng dapat
dikemba angkan berda asarkan hirarkhi taksonom mi yang dianu ut. Bailaman na ranah yan ng dianut diuubah dari
ranah berdasarkan
b taksonomi Bloom
B menja adi ranah pendidikan
p sa
ains yang didasarkan
d ta
aksonomi
pendidikkan sains den ngan sendirin nya jumlah in ndikator disessuaikan deng gan ranah yang dirunut. Misalnya
saja pa ada ranah pe engetahuan diantaranya fakta dan konsep k untuk persiapan pembelajara an dapat
dinyatakkan indikator yang ada ada alah: Kesesua aian materi ajar dengan ind dikator yang dibuat pada persiapan
p
mengaja ar dalam ujud d RPP. Indikkator yang dapat dinyatakan untuk RP PP adalah keesesuaian: ko ompetensi
standar dengan tujjuan, standar mompeten nsi dengan kompetensi dasar, indika ator dengan stangar
kompete ensi, materi ajar
a dengan indikator, lan ngkah pembe elajaran deng
gan indikator,, model pembelajaran
dengan langkah pem mbelajaran, alat dan bahan n dengan materi ajar, sum mber dengan proses pemb belajaran,
alat evaluasi dengan indikator dan n proses pemb belajaran, dan daftar pusta aka.
Indikator yan ng dapat din nyatakan untu uk proses belajar mengajar adalah cara memberi: motivasi
atas dassar psikologiss dan lingkun ngan, arahan n untuk dapa at memunculkkan masalah,, arahan untuk dapat
menyata akan hipotesiis, semangatt untuk belajjar terus menerus, stimulan agar sisw wa mampu berkreasi,
b
arahan untuk bekerja dengan be enar, arahan untuk dapat menyatakan n kesimpulan,, bantuan pa ada siswa
yang me engalami kesu ulitan, arahann diskusi kelass secara berta anggung jawa ab, kesempattan siswa untuk tampil
berkarya a secara adil, ganjaran kepada siswa yang belajar dengan ba aik, dan hukkuman kepa ada siswa
yang be erhak secara baik. Pembe erian skor digunakan den ngan skala Likert, misalnyya sangat se esuai dan
lengkap antara mate eri ajar deng gan indikator diberi skor 4 yang berarti sempurna a. Bilamana tidak
t ada
keterkaitan antara in ndikator dengan materi diberikan
d nila
ai 0, dan bilamana berad da antara se esuai dan
lengkap dengan tida ak ada keterkkaitannya dib berikan nilai anatara
a 1 ya
ang berarti kuurang, 2 yan ng berarti
sedang, dan 3 yang berarti
b baik teetapi belum sangat baik.
Dari data ang gket dan waw wancara serta a dokumentasi, nampak bahwab semua indikator yan ng sesuai
dengan kajian pusta aka tidak se elalu muncul karena fakktor keterbata asan pengua asaan keilmu uan yang

191
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar
S on Sciencce Education ISBN: 978-979-985466-4-2
Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation

berhubungan
n dengan carra membuat RPP, dan masihm miskinn
nya pengalamman di dalam m proses bellajar
mengajar. Se
emua indikato
or itu akan muncul pada guru yang bennarbenar tela
ah profesiona
al.

PENUTUP
Berdasarkan hasil dan pem mbahasan pen nelitian dapatt disimpulkan bahwa:
1. Dapat ditentukan
d ind
dikator yang terdapat pa ada pengemb bangan penillaian PPL de engan takson nomi
pendidikan saains dari McCoormack & Yag ger yang berisikan:
a Untuk RP
a. PP mempuny yai indikator kesesuaian: (a) kompete ensi standar dengan tuju uan; (b) stan ndar
mompete ensi dengan kompetensi
k d
dasar; (c) ind
dikator dengaan stangar ko ompetensi; Ke esesuaian ma ateri
ajar denggan indikator; (d) langkah h pembelajara an dengan in ndikator; (e) model pemb belajaran den ngan
langkah pembelajaran; (f) alat dan bahan dengan materi ajar; (g) sumber dengan pro oses
pembelajjaran; (h) alatt evaluasi denngan indikator dan proses pembelajaran n, dan (i) dafttar pustaka.
b. Untuk prroses belajar mengajar me empunyai ind dikator, beruppa cara mem mberi: (a) mo otivasi atas da asar
psikologiss dan lingkunngan; (b) ara ahan untuk dapat
d memun nculkan masa alah; (c) arah han untuk da apat
menyatakkan hipotesiss; (d) semang gat untuk be elajar terus menerus;
m (e) stimulan aga ar siswa mam mpu
berkreasii; (f) arahan untuk bekerjja dengan be enar; (g) arahhan untuk da apat menyata akan kesimpu ulan;
(h) bantuuan pada sisswa yang me engalami kesu ulitan; (i) kesempatan me emimpin diskkusi kelas seccara
bertanggung jawab; (j) ( kesempata an memilih siswa untuk ta ampil berkaryya secara adiil; (k) ganjaran
kepada siswa
s yang belajar
b denga an baik; dan (l) hukuma an kepada siswa
s yang bertindak
b di luar
ketentuan n.
2. Dapat dittentukan suattu bentuk format penilaian n yang berisikkan indikator dan skor den ngan skala Likkert,
yang dap pat digunaka an secara effektif pada penilaian
p PPLL sesuai den ngan ranah pendidikan yang y
dikemban ngkan seperti format pada lampiran I dan lampiran II. I Disamping g itu, dalam hal
h ini disaran nkan
untuk: (1
1) pembuatan n format lain sesuai
s dengann taksonomi yang
y dikembaangkan, (2) pemakaian
p forrmat
penilaian perlu disesu uaikan denga an pemberika an bobot pad da masing kegiatan
k sehinngga mahasiiswa
mendapa atkan penilaian yang adil, dan
d (3) penila aian pada pem mbelajaran mikro
m perlu dissesuaikan den ngan
penilaian pada PPL, karena
k dari ke
edua perkulia ahan itu peng gajaran mikroo merupakan prasyarat un ntuk
PPL.
DAFTAR R PUSTAKA
C
Collette, etta, L.E. Sci
A.T.. and Chiappe cience Instruc
uction in The Middle and Secondary
S Scchools. Toron
nto :
Maxwwell Macmillan
n Canada.
C
Cuevas api. And Lamb. G. William.. 1994. Physic
M. Ma ical Science. New
N York : Ho
olt, Rinehart and
a Sons.
endro. 1992 . Pendidikan IPA
Darmodjo He IP .Jakarta : Depdikbud Dikti
Edison T., A. 1988. EASY AND
A INCRIDIIBLE EXPERIM
MENTS. New York.
Y John Wiley and Sonss, Inc.
Kurikulum. 20
007. Kurikulum
m 2002 FMIP
PA. Yogyakarta: UNY
Lawson, A E. 1995. Sciencce Teaching and
a the develo
lopment of Th
hinking. Califo
ornia : Wadwo
orth Pub Co.
95. Trend an
MacCormack,, Allan J. 199 nd Issues in Science Currriculum. New
w York : Krau
uss Internatio
onal
Publications.
egfried, R. An
Rosen, S. Sie nd Dennison John,
J M. 1965. Concepts in
i PHYSICALL SCIENCE. Neew York : Harper
and Row.
R
S
Serway R.A. and J 1985. Colllege Physics. San Franciscco : Saunders College Publishing.
a Faughn J.S.
S
Supriyadi. 2006. Alat Perag
aga Fisika Sed
derhana dan Konsepsual.
K Y
Yogyakarta : Pustaka
P Temp
pelsari
S
Supriyadi. 2003. Kajian Pe
enilaian Pencaapaian Belajarr Fisika. Yogyyakarta : FMIP
PA UNY JICA
6. Panduan PPL
............ 2006 P UPPL UNY
Y. Yogyakarta : UNY
3. Kurikulum dan Silabi Fissika Pre-servicce. Yogyakartta : JICA FM
............ 2003 MIPA UNY

192

You might also like