You are on page 1of 16

UNIVERSITAS DIPONEGORO

ANALISIS FASIES DAN PERMODELAN SIKUEN


STRATIGRAFI BATUAN KARBONAT LINTASAN KORIDO,
FORMASI WAINUKENDI, KABUPATEN SUPIORI, PAPUA

NASKAH PUBLIKASI
TUGAS AKHIR

JOSHUA SHIMA
L2L 009 043

FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI

SEMARANG
APRIL 2014
ANALISIS FASIES DAN PERMODELAN SIKUEN STRATIGRAFI BATUAN
KARBONAT LINTASAN KORIDO, FORMASI WAINUKENDI, KABUPATEN
SUPIORI, PAPUA

Joshua Shima *, Hadi Nugroho*, Fahrudin*, Asep Kurnia


Permana** (corresponding email:joshua.shima@gmail.com)

*Program Studi Teknik Geologi Universitas Diponegoro, Semarang


**Pusat Survei Geologi, Badan Geologi Bandung

ABSTRACT

Korido is located in Supiori District , Papua , Indonesia . This area is in the north of the Central
Range and included in the North Irian Basin which is the fore arc basin (Mc Adoo & J.C. Haebig,
1999). Own research area based on geology map created by Masria et al ( 1981) composed by
Wainukendi Formation which is composed predominantly by carbonate sedimentary rocks .
The purpose of this study is to determine the pattern of lithology and lithological boundaries were
obtained from measured stratigraphy along the trajectory of research which is then integrated with
the micro facies analysis and facies zone were obtained by petrographic analysis to determine the
depositional environment and depositional processes that occur in Wainukendi Formation. More
over, the relative age determination is also done based on the analysis of large benthic foraminifera
so the deposition process can be integrated with relative age . The ultimate goal of this research is to
integrate field data, micro facies analysis results and deposition process analysis results to create a
model of sedimentation, determining stratigraphic marker, and the determines system tract that
develops in Wainukendi Formation in the study area .
The method used in this research is geological mapping focused on stratigraphy subjects in Korido
area to get lithostratigraphy sequence, platform type, sedimentation processes, and laboratory
analysis include petrographic analysis to determine micro facies and facies zone and paleontological
analysis to determine the relative age which then integrated to obtain stratigraphic marker and
systems tract that develops in Wainukendi Formation.
From the analysis of platform type showed the type of platform existing in this area is rimmed shelf
type which is then used as a reference in micro facies analysis according to Wilson (1975) to obtain 4
facies zone that exist in this study area is reef platform margin , slope , toe of slope apron and deep
shelf . Based on the analysis of the deposition process obtained 3 cycles of sedimentation that
occurred from Wainukendi Formation . From the results of this analysis are used in determining the
stratigraphic sequence to obtain stacking patterns that evolve based sequence boundary and its
systems tract is composed of LST - TS - MFS - TST - HST so that obtain a full cycle changes in
accommodation space and sediment supply where there is an increase in accommodation space which
was offset by an increase in the supply of sediment in LST phase is characterized by progradation and
agradation, an increase in the supply of sediment is lower than the increase in accomodation space in
TST phase is characterized by retrogradation, and lastly, a decrease in accommodation space while
sediment supply rate is still high in HST phase characterized by progradation.

Keywords: Facies, Depositional Environment, Permian-Triassic Rocks, Reservoir and Source Rock
Potential, Kekneno Area.

I. PENDAHULUAN batugamping. Mc Adoo dan J.C. Haebig


(1999) menjelaskan bahwa daerah ini
Daerah Pulau Supiori, Papua merupakan termasuk dalam Cekungan Irian Utara dimana
salah satu daerah yang sangat menarik untuk batas cekungan ini adalah Pegunungan Tengah
dikaji dalam hal geologi. Daerah ini berada di di selatan dan Palung Irian di Utara. Mc Adoo
utara dari Pegunungan Tengah dan dominan dan J.C. Haebig juga menjelaskan bahwa
tersusun atas endapan sedimen laut terutama cekungan ini merupakan cekungan busur

1
depan dan terdapat prisma akresi hasil hanya tersingkap di utara Korido, pulau
subduksi di cekungan sedimen ini. Supiori. Batuan ini tertindih tidak selaras oleh
Menurut Masria dkk. (1981) batuan Formasi Auwewa ; alasnya tidak tersingkap.
sedimen yang terendapkan pertama kali di b. Formasi Auwewa (Teva)
Pulau Supiori adalah Formasi Wainukendi Formasi Auwewa (Teva) tersingkap di
yang terendapkan pada kala Oligosen yang daerah Korido. Formasi Auwewa terdiri dari
tersusun atas batugamping kristalin dan lava basal, tufa, pecahan batuan malihan, dan
batugamping bioklastika. Formasi inilah yang rijang. Formasi ini menindih tak selaras batuan
menjadi obyek penelitian penulis. Formasi malihan dan ditindih tidak selaras oleh batuan
Wainukendi sendiri tersingkap baik di yang lebih muda. Singkapannya terdapat di
kabupaten Supiori khususnya daerah Supiori sebelah utara Korido, dan di Gunung Makikisi
Selatan dimana formasi ini menyusun di Pulau Supiori serta di Pulau (Mios)
perbukitan terjal yang berada di daerah Bepondi. Umur formasi ini diperkirakan
tersebut. Berdasarkan penelitian Sapiie, dkk Oligosen Awal atau Eosen Akhir.
(2010), formasi ini diselaraskan dengan c. Formasi Wainukendi (Tomw)
Formasi Darante yang terendapkan di daerah Formasi Wainukendi (Tomw) terdiri dari
Nabire. Akan tetapi, perbedaan karakteristik, batugamping kristalin, berbutir sedang sampai
mikrofasies, dan lingkungan pengendapan kasar, setempat lensa konglomerat serta
yang dipaparkan dari penjelasan Masria dkk sisipan napal, batugamping berfosil dan
(1981) dan Sapiie, dkk (2010) membuat greywacke berbutir kasar. Batugamping
Formasi Wainukendi menarik untuk dikaji kristalin sangat pejal dan tidak berfosil.
lebih lanjut tentang mikrofasies dan sikuen Konglomerat berkomponen batuan basa
stratigrafinya. dengan masadasar batugamping. Batugamping
Penelitian yang dilakukan pada Formasi penyisipnya tersusun oleh fosil foraminifera
Wainukendi ini bertujuan untuk mendapatkan besar, di antaranya Amphistegina,Cyclocypeus,
gambaran proses pengendapan serta sikuen Heterostegina, dan Lepidocyclina.
stratigrafinya yang akan berpengaruh terhadap Foraminifera kecil penyusunnya antara
fasies dan lingkungan pengendapan serta lain Globigerinoides immaturus (Le Roy).
diagenesa dari formasi ini. Umurnya berkisar dari Oligosen Akhir hingga
Miosen Awal. Formasi ini diendapkan di
II. LOKASI PENELITIAN lingkungan neritik. Formasi ini membentuk
deretan pegunungan yang bagian tertingginya
Secara administratif daerah penelitian terdapat di bagian selatan pulau Supiori dan di
berada di daerah Warvey dan Korido, pulau Biak terdapat di bagian baratlaut.
Kecamatan Supiori Timur dan Supiori Formasi ini menindih tak selaras Formasi
Selatan, Kabupaten Supiori, Papua. Posisi Auwewa dan ditindih selaras atau menjemari
geografis daerah ini adalah 0 43' 41.9" LS dengan Formasi Wafordori.
0 53' 11.5" LS dan 135 44' 17.1" BT - 135 d. Formasi Wafordori (Tmw)
33' 25.7" BT. Lintasan penelitian memiliki Formasi Wafordori (Tmw) terdiri dari
panjang lintasan 32 km yang berada dalam napal tufaan dengan sisipan batupasir dan
daerah penelitian dengan luas 18 x 20,6 km. lensa batugamping kristalin berfosil. Fosil
fosilnya menunjukkan umur Miosen Awal.
Formasi ini ditindih selaras oleh Formasi
III. GEOLOGI REGIONAL TIMOR Napisendi yang terdiri dari batugamping
BARAT berlapis dengan sisipan batugamping pejal.
Formasi Wafordori terlampar di bagian utara
3.1 Stratigrafi Regional dan timur pulau Supiori sedangkan Napisendi
Menurut Masria dkk. (1981) menyatakan di bagian selatan dan barat.
bahwa litostratigrafi regional Supiori secara e. Formasi Napisendi (Tmn)
umum disusun oleh: Formasi Napisendi (Tmn) terdiri dari
batugamping berlapis, batugamping klastik
a. Batuan Malihan Skis Korido tufaan berbutir halus hingga kasar, dan sedikit
Batuan Malihan Korido terdiri dari filit, batugamping pejal. Di daerah pulau Biak
kuarsit, rijang, tufa malihan, greywacke formasi ini ditindih oleh Formasi Korem
malihan, dan batupasir malihan. Batuan ini (Masria dkk, 1981).

2
VI. DISKUSI
IV. HIPOTESIS PENELITIAN
6.1 Stratigrafi Daerah Penelitian
a) Formasi Wainukendi diperkirakan Berdasarkan pemetaan yang dilakukan
tersusun oleh batuan sedimen karbonat oleh penulis, penulis mendapatkan kolom
yang berumur Oligosen Akhir Miosen litostratigrafi composite dari 4 kolom
Awal. litostratigrafi per lintasan penelitian.
b) Diperkirakan jenis platform yang Berdasarkan rekonstruksi tersebut, penulis
berkembang pada daerah penelitian adalah membagi daerah penelitian menjadi dua satuan
jenis rimmed shelf. batuan yang merupakan litologi penyusun
c) Formasi Wainukendi diperkirakan Formasi Wainukendi yaitu satuan
terendapkan pada lingkungan laut dangkal batugamping klastika dan satuan batugamping
hingga ke daerah lerengan (slope) yang terumbu. Analisis foraminifera besar juga
merupakan batas paparan laut dangkal. menunjukkan satuan batugamping klastika
d) Proses pengendapan Formasi Wainukendi lebih tua (Oligosen Awal) dari satuan
diperkirakan terbagi menjadi dua batugamping terumbu (Oligosen Awal
mekanisme yaitu mekanisme pengendapan Oligosen Akhir).
material karbonat secara allochthonous Satuan batugamping klastika secara
berupa batugamping klastika dan umum tersingkap di daerah selatan dari daerah
pengendapan secara authocthonous berupa penelitian dan tersusun oleh batugamping
batugamping terumbu. packstone rudstone dan wackstone. Satuan
e) Siklus karbonat yang berkembang pada batuan ini terendapkan pada daerah slope -
daerah penelitian diperkirakan dapat deep shelf dilihat dari karakteristik grain dan
menggambarkan perubahan muka air laut kelimpahan organisme oligophotic
relatif seperti terjadinya pendangkalan dibandingkan organisme euphotic. Satuan
atau terjadinya pendalaman. batugamping terumbu secara umum tersingkap
f) Marker sikuen stratigrafi dan pola susun di daerah utara dari daerah penelitian dan
lapisan batuan sedimen karbonat yang tersusun oleh batugamping rudstone dan
berkembang pada daerah penelitian boundstone. Satuan batuan ini terendapkan
diperkirakan dapat menggambarkan laju pada daerah open marine platform margin
perubahan ruang akomodasi dan pasokan slope dilihat dari kelimpahan organisme
sedimen selama pengendapan Formasi euphotic sebagai grain utama penyusun
Wainukendi serta arah pengendapannya. batuan.
g) Batuan karbonat yang berkembang pada
Formasi Wainukendi diperkirakan
menggambarkan siklus naik turunnya 6.2 Analisis Jenis Platform
muka air laut secara langsung terutama Analisis jenis platform dilakukan dengan
pada batas sikuen dan perubahan susunan menganalisis data geologi permukaan dan
sistem pengendapan pada fase sebelum komposisi penyusun batugamping.
kenaikan muka air laut (lowstand), fase Berdasarkan komposisi pembentuknya,
kenaikan muka air laut (transgressive), batugamping Formasi Wainukendi ini tersusun
hingga fase akhir dari kenaikan muka air dominan oleh bioklastika terutama koral, alga,
laut (highstand). dan foraminifera baik foraminifera besar
V. METODOLOGI PENELITIAN bentik maupun foraminifera planktonik.
Kolonial koral berkembang baik bersama
Metode yang digunakan dalam penelitian dengan green alga seperti Halimeda sp pada
ini ada dua metode, yaitu metode observasi zona euphotic yang merupakan zona dimana
dan metode analisis. Metode observasi terbagi memiliki kedalaman yang dangkal sehingga
menjadi dua, yaitu observasi pendahuluan dan kaya akan sinar matahari dan memiliki
observasi rinci untuk memperoleh data geologi sirkulasi air yang baik diakibatkan oleh
lapangan. Sedangkan metode analisis pengaruh gelombang yang intensif. Sementara
mencakup analisis petrografi, large benthic itu, red algae dan foraminifera besar
foraminifera, sedimentologi, dan sikuen berkembang pada zona oligphotic dimana
stratigrafi. merupakan daerah dengan intensitas cahaya
yang tidak begitu baik seperti pada daerah

3
slope atau lebih dalam lagi seperti pada daerah Berdasarkan ciri ciri tersebut, sayatan
deep shelf. Sementara itu, foraminifera batuan di atas sesuai dengan SMF ( Standard
planktonik berkembang baik pada daerah laut Micro Facies ) berdasarkan Wilson (1975)
dalam yang berada di bawah fair-weather yaitu SMF 10- Bioclastic packstones and
wave base. grainstones with coated and abraded skeletal
Berdasarkan data permukaan didapatkan grains yang menjadi penciri dari FZ 2.
adanya perkembangan terumbu yang baik
yang kemungkinan berperan sebagai pemecah Facies Zone 3 (Toe of Slope Apron)
gelombang dan endapan endapan dengan Sayatan batuan yang termasuk dalam
mekanisme debris flow dan runtuhan yang facies zone ini dideskripsi oleh penulis sebagai
berkembang dari erosi batugamping terumbu. wackstone dan packstone berdasarkan
Sementara itu berdasarkan komposisi klasifikasi Dunham (1962). Keseluruhan
batuannya yang tersusun oleh biota euphotic sayatan secara umum menunjukkan struktur
dan oligophotic, kemungkinan platform yang masif dengan tekstur berupa bioklastika
berkembang adalah rimmed shelf, steppened fragmental halus. Ciri utama dari keseluruhan
ramp, dan homoclinal ramp. Dari integrasi sayatan ini adalah tersusun oleh lumpur
kedua data tersebut, jenis platform yang paling karbonat yang bercampur dengan bioklastika
mungkin berkembang pada daerah ini adalah benthic dan planktonic. Bioklastika ini
jenis rimmed shelf dominan dalam bentuk utuh dan dalam jumlah
sedikit dalam bentuk pecahan.
6.3 Analisis Mikrofasies Berdasarkan ciri ciri tersebut, sayatan
Analisis mikrofasies ini dilakukan dengan batuan di atas sesuai dengan SMF ( Standard
mengamati 37 sayatan petrografi pada 28 Micro Facies ) berdasarkan Wilson (1975)
stasiun pengamatan di lapangan. Analisis ini yaitu SMF 3- Pelagic lime mudstone and
bertujuan untuk mengetahui komposisi wackestone with planktonic microfossils dan
penyusun batuan, proses pengendapan, dan SMF- 4 Microbreccia, bioclastic-lithoclastic
lingkungan pengendapan dari sampel batuan packstone or rudstone yang menjadi penciri
yang diamati. Hasil analisis ini kemudian akan FZ 3.
digunakan sebagai acuan dalam penentuan Facies Zone 4 (Slope)
komponen komponen sikuen stratigrafi. Sayatan batuan yang termasuk dalama
Untuk melakukan analisis ini, penulis facies zone ini dideskripsi oleh penulis sebagai
menggunakan teori dari Wilson (1975) tentang packstone, grainstone, dan rudstone
Standard Micro Facies dan Facies Zone pada berdasarkan klasifikasi Dunham (1962).
jenis platform karbonat rimmed shelf. Hasil Keseluruhan sayatan secara umum
analisis tersebut akan dijelaskan sebagai menunjukkan struktur masif dengan tekstur
berikut : berupa bioklastika fragmental sedang kasar.
Ciri utama dari keseluruhan sayatan ini adalah
Facies Zone 2 (Deep Shelf) tersusun dominan oleh bioklastika beragam
Sayatan batuan yang termasuk dalam ukuran dari ukuran 0,2 mm hingga lebih dari 2
facies zone ini dideskripsi oleh penulis mm. Sayatan batuan pada Facies Zone ini
sebagai foraminiferal packstone berdasarkan secara umum menunjukkan sortasi yang buruk
klasifikasi Dunham (1962). Karakteristik dengan derajat kebundaran membundar
secara umum menunjukkan struktur masif tanggung meruncing. Lumpur karbonat yang
dengan tekstur berupa bioklastika fragmental berperan sebagai matriks dan pengisi
halus sedang. Ciri utama dari batuan pada cangkang tidak dominan karena kelimpahan
facies zone ini adalah tersusun dominan oleh butiran bioklastika.
bioklastika yang mengambang di atas lumpur Berdasarkan ciri ciri tersebut,
karbonat. Penciri khusus lainnya dari sayatan sayatan batuan di atas sesuai dengan SMF
batuan ini adalah adanya penggantian atau (Standard Micro Facies) berdasarkan Wilson
pengisian material cangkang oleh material lain (1975) yaitu SMF 5 : Allochthonous bioclastic
berupa mikrit. Bioklast ini sendiri dominan grainstone, rudstone, packstone and floatstone
terdiri dari foraminifera bentonik, calcisphere, or breccia dan SMF- 6 Densely packed reef
echinodermata, dan brachiophoda. Bioklastika rudstone yang menjadi penciri FZ 4 yaitu pada
ini dominan dalam bentuk bodi utuh. zona Slope yang menjadi daerah pengendapan
batuan ini.

4
Facies Zone 5 (Platform Margin Reef) akan terendapkan material karbonat dengan
Sayatan batuan tersebut dideskripsi densitas yang lebih rendah dengan mekanisme
oleh penulis sebagai boundstone berdasarkan suspensi atau gravity flow. Berdasarkan
klasifikasi Dunham (1962). Keseluruhan analisis mikrofasies menurut Wilson (1975),
sayatan secara umum menunjukkan struktur zona ini termasuk dalam zona toe of slope
masif dengan tekstur build up. Ciri utama dari apron (FZ 3) dan deep shelf (FZ 2) dengan
keseluruhan sayatan ini adalah tersusun batugamping yang berkembang pada zona ini
dominan oleh bioklastika beragam ukuran dari termasuk dalam SMF 3, 4, dan 10. Pada
ukuran 0,5 mm hingga lebih dari 2 mm. daerah penelitian ini tidak terekam kehadiran
Sayatan batuan pada Facies Zone ini secara batugamping terumbu yang merupakan sumber
umum menunjukkan sortasi yang buruk pasokan utama material karbonat pada satuan
dengan derajat kebundaran membundar batugamping klastika yang terekam pada
tanggung meruncing. Lumpur karbonat pada daerah penelitian. Oleh sebab itu, proses
sayatan berperan sebagai matriks dan material sedimentasi dimodelkan seperti pada Gambar
pengisi rongga terutama rongga di dalam 4.13 (A,B).
butiran bioklast. Bioklast pada batuan ini yang Setelah terjadi pengendapan satuan
berkembang baik adalah koral, red algae, dan batugamping klastika pada daerah slope deep
bryozoa. Selain itu juga terdapat bioklast lain shelf terjadi pengisian ruang akomodasi oleh
yang juga terekam dalam sayatan seperti sedimen sehinga terjadi proses pendangkalan
foraminifera besar, moluska, dan brachiopoda. laut. Selain itu, sedimen karbonat yang
Bentuk dari bioklast ini beragam dari bentuk terendapkan juga cenderung merubah
seperti cabang batang, memanjang dan saling bentukan platform itu sendiri. Hal ini
berseling, serta berkumpul membentuk koloni. mengakibatkan perubahan lingkungan dari
Kenampakan bioklast terutama koral inilah daerah yang kurang sinar matahari dan
yang menjadi penciri utama dari batuan ini cenderung membentuk lerengan menjadi
dalam penentuan fasies dan penamaan batuan. daerah yang kaya akan sinar matahari dan
Berdasarkan ciri ciri tersebut, menjadi lebih landai. Hal ini yang
sayatan batuan di atas sesuai dengan SMF ( menyebabkan organisme organisme euphotic
Standard Micro Facies ) berdasarkan Wilson dapat hidup dengan baik. Pertumbuhan
(1975) yaitu SMF 7 : Organic boundstones organisme euphotic dan terjadinya pelandaian
yang menunjukkan zona pengendapan pada pada dasar platform pada daerah ini juga
Facies Zone 5. Hal ini didasarkan pada ciri menggeser perkembangan platform margin
utama yaitu tersusun oleh bioklas insitu berupa menuju daerah ini dan perkembangan
koral, red algae, dan bryozoa yang tumbuh organisme euphotic membentuk satuan
pada daerah terumbu. Berdasarkan batugamping terumbu. Berdasarkan analisis
kenampakan sayatan yang menunjukkan mikrofasies menurut Wilson (1975), zona ini
dominasi koral dalam pada sayatan ini, maka termasuk dalam daerah platform margin reef
diperkirakan zona yang tepat adalah FZ 5. (FZ 5) dimana pada zona ini bertumbuh
organisme authocthonous yang membentuk
6.4 Analisis Proses Sedimentasi Formasi batugamping organic boundstone (SMF 7).
Wainukendi Proses pengendapan ini dapat dilihat pada
Berdasarkan analisis jenis platform yang model pengendapan Gambar 4.13 (C).
telah dijelaskan pada sub bab 4.2 didapatkan
jenis platform yang berkembang pada daerah 6.5 Analisis Siklus Karbonat dan Sikuen
ini adalah jenis rimmed shelf. Pada daerah Stratigrafi
depan terumbu akan terendapkan material Berdasarkan pola litologi ini dapat
karbonat dengan densitas tinggi yang telah terlihat adanya perubahan karakteristik litologi
hancur oleh gelombang yang juga dipengaruhi terutama ukuran butir dan komposisi penyusun
oleh kemiringan dengan mekanisme runtuhan, yang cukup signifikan. Hal ini menunjukkan
debris flow, dan sliding. Berdasarkan analisis adanya pengaruh perubahan pasokan sedimen
mikrofasie menurut Wilson (1975), zona ini dan ruang akomodasi yang dipengaruhi baik
termasuk dalam zona front reef slope (FZ 4) oleh adanya pengaruh tektonik atau perubahan
dimana batugamping yang berkembang pada global eustacy. Kecenderungan awal yang
zona ini diantaranya termasuk dalam SMF 5 berkembang adalah shallowing upward (I)
dan 6. Sementara pada daerah yang agak jauh yang kemudian berangsur berubah menjadi

5
deepening upward. Setelah menunjukkan oleh Catuneanu dkk. (2011) dimana sikuen
kecenderungan deepening upward proses merupakan satu susunan sedimen yang
kembali berubah menjadi pola shallowing terendapkan dalam satu siklus penuh
upward (II). Perubahan pola ini menunjukkan perubahan akomodasi atau pasokan sedimen.
adanya siklus karbonat yang menunjukkan Hal ini menjelaskan bahwa satu sikuen
perubahan dari shallowing (I) menjadi mencakup satu siklus penuh dimana
deepening yang kemudian kembali lagi melibatkan endapan endapan lowstand,
menjadi shallowing (II). Siklus ini highstand, serta endapan endapan pada fase
menunjukkan secara umum perubahan yang transgressive regressive dimana dibatasi
signifikan dari adanya perubahan ruang oleh satu batas sikuen (SB). Untuk mengetahui
akomodasi dan pasokan sedimen yang hal hal tersebut dilakukan analisis sequence
kemungkinan diakibatkan oleh kenaikan muka stratigraphy surface dan analisis system tract.
air laut. Hal hal tersebut akan dijelaskan secara lebih
Berdasarkan analisis jenis platform detail sebagai berikut :
dan analisis mikrofasies, diketahui jenis
platform yang berkembang adalah jenis 6.5.1 Lowstand Sytem Tract
rimmed shelf. Lingkungan yang terekam pada Karakteristik endapan LST di
hasil analisis facies zone menunjukkan lapangan dicirikan dengan kenampakan
lingkungan pengendapan berada pada zona brecciated limestone, bioklastika berupa
platform margin hingga ke daerah slope. Dari foraminifera besar, dan material karbonat non
hasil analisis tersebut dapat terlihat adanya skeletal seperti intraklast. Dari hasil analisis
pergeseran lingkungan pengendapan yang mikrofasies didapatkan bahwa endapan LST
disebabkan oleh adanya perubahan muka air pada daerah penelitian memiliki ciri umum
laut relatif dan relief dasar laut yang berstruktur masif, tekstur fragmental klastika
disebabkan oleh tektonik lokal dan perubahan kasar, tersusun dominan oleh bioklastika
global eustacy. terutama foraminifera besar seperti
Analisis sikuen stratigrafi ini Discosyclina sp, Lepidocyclina sp dan
didasarkan atas analisis data lapangan, analisis Nummulites sp yang saling menumpuk dengan
mikrofasies, dan siklus karbonat dari rapat bersamaan dengan bioklastika lain
batugamping Formasi Wainukendi. seperti foraminifera planktonik laut dalam,
Berdasarkan data lapangan didapatkan moluska, red algae, dan bryozoa. Terdapat
composite log dari hasil pemetaan (Lampiran lumpur karbonat yang berperan sebagai
09). Pada composite log ini dapat dilihat pengikat material material karbonat lain
urutan batuan dari tua ke muda dan pola yang sebagian besar telah terekristalisasi
perubahan litologinya. Di atas telah didapatkan menjadi mikrospar.
siklus karbonat yang berkembang pada daerah Dari hasil analisisis mikrofasies
penelitian dimana terjadi perubahan pola dari juga didapatkan bahwa batuan karbonat yang
shallowing upward (I) menjadi deepening berkembang di LST ini terendapkan pada FZ 4
upward lalu kembali lagi menjadi pola : Slope (Wilson, 1975). Daerah slope secara
shallowing upward (II). Ketiga pola dari siklus umum memiliki kemiringan 5o ke arah
karbonat yang didapatkan dari data composite cekungan. Hal ini juga yang menegaskan
log ini menunjukkan adanya pengaruh mekanisme pengendapan yang berkembang
perubahan muka air laut yang kemudian pada daerah ini merupakan gravity flow
mempengaruhi perubahan pasokan sedimen, dengan material karbonat berasal dari erosi
ruang akomodasi, dan lingkungan yang terjadi pada daerah laut dangkal. Hal ini
pengendapan. Selain itu, perubahan pola ini disebabkan adanya pengaruh kelerengan yang
juga akan memberikan marker stratigrafi yang menjadi pemicu terjadinya proses
jelas dimana akan terbentuk ciri khusus pengendapan dengan mekanisme gravity flow.
sebagai penanda terjadinya perubahan muka Kemiringan ini menjadikan material material
air laut. Marker inilah yang akan digunakan dengan densitas tinggi dengan mudah
oleh penulis sebagai dasar penentuan sikuen menurunin lereng yang kemudian bercampur
dan system tract yang berkembang pada dengan material material dengan densitas
daerah penelitian. rendah yang tersuspensi bersamaan dengan
Dalam analisis sikuen ini, penulis gelombang air dan membentuk tren
menggunakan konsep sikuen yang dijelaskan prograding ke arah seaward. Selain proses

6
sedimentasi dan penurunan muka air laut dari suspensi material karbonat densitas
berdasarkan pola susunan lapisan dan rendah yang terbawa oleh air. Hal ini
karakteristik batuan, dari data bioklastika juga disebabkan material karbonat yang berasal dari
didapatkan terjadinya pergeseran lingkungan laut dalam merupakan fragmental klastika
dan perubahan muka air laut. Hal ini terlihat halus disebabkan sedikit memiliki organisme
dari kenampakan foraminifera besar seperti penghasil karbonat. Hal ini menyebabkan
Nummulites sp. yang berkembang baik pada material material tersebut tersuspensi
zona proximal seperti pada daerah platform bersama dengan arus air dan terendapkan
margin reef dengan kedalaman 0 80 m, dengan tren retrograding ke arah landward.
Discocyclina sp. yang hidup pada daerah Selain proses sedimentasi dan
depan terumbu dan shallow marine open penurunan muka air laut berdasarkan pola
platform dengan kedalaman 0 95 m, dan susunan lapisan dan karakteristik batuan, dari
Lepidocyclina sp. yang berkembang baik pada data bioklastika juga didapatkan terjadinya
berbagai lingkungan dari daerah restricted pergeseran lingkungan dan perubahan muka
hingga daerah slope. (Boudagher-Fadel, 2008; air laut. Hal ini terlihat dari kenampakan
dalam Powell, 2010), . Hal ini menunjukkan foraminifera planktonik laut dalam yang hidup
adanya penurunan muka air laut yang pada daerah dengan kedalaman di bawah fair-
menyebabkan penyebaran ketiga foraminifera weather wave base. Foraminifera planktonik
ini dapat terekam pada endapan LST ini. laut dalam ini merupakan organisme
Sementara itu, pengaruh foraminifera oligophotic yang dapat berkembang baik di
planktonik laut dalam juga terekam pada daerah yang memiliki intensitas cahaya yang
batuan ini dimana terdapat penyebarannya tidak begitu baik. Selain itu, foraminifera
pada fasies foraminiferal wackstone dengan planktonik ini memiliki ukuran yang kecil
kenampakan semen fibrous bladed yang yang disebabkan hanya memiliki sumber
merupakan proses sementasi pada zona makanan yang sedikit. Hal ini juga
phreatic marine. menunjukkan adanya kenaikan muka air laut
yang menyebabkan penyebaran foraminifera
6.5.1 Transgressive System Tract planktonik dapat terekam pada endapan TST
Karakteristik endapan TST di ini. Sementara itu, endapan TST ini secara
lapangan dicirikan dengan kenampakan fasies umum termasuk dalam fasies foraminiferal
mudstone - wackstone, bioklastika berupa wackstone dengan kenampakan semen fibrous
foraminifera planktonik laut dalam dan bladed yang merupakan proses sementasi
calcisphere. Dari hasil analisis mikrofasies pada zona phreatic marine.
didapatkan bahwa endapan TST pada daerah
penelitian memiliki ciri umum berstruktur 6.5.2 Highstand System Tract
laminasi, tekstur fragmental klastika halus, Karakteristik endapan HST di
tersusun dominan oleh bioklastika terutama lapangan dicirikan dengan kenampakan fasies
foraminifera planktonik laut dalam yang saling packstone rudstone dan boundstone,
menumpuk dengan rapat bersamaan dengan bioklastika berupa foraminifera besar, red
calcisphere. Terdapat juga lumpur karbonat alga, dan koral. Dari hasil analisis mikrofasies
yang berperan sebagai pengikat material didapatkan bahwa endapan HST terbagi
material karbonat lain yang sebagian besar menjadi dua yaitu batugamping klastika
telah terekristalisasi menjadi mikrospar. fragmental kasar dan batugamping terumbu.
Dari hasil analisisis mikrofasies Batugamping klastika fragmental kasar pada
juga didapatkan bahwa batuan karbonat yang daerah penelitian memiliki ciri umum
berkembang di TST ini terendapkan pada FZ 2 berstruktur masif, tekstur fragmental klastika
: Deep Shelf Apron dan FZ 3 : Toe of Slope kasar, tersusun dominan oleh bioklastika
(Wilson, 1975 ; Gambar 4.8). Daerah deep terutama foraminifera besar yang saling
shelf secara umum berada di bawah fair- menumpuk dengan rapat bersamaan dengan
weather wave base tetapi dalam jangkauan red alga dan bryozoa. Terdapat juga lumpur
extreme storm waves, serta berada tepat di karbonat yang berperan sebagai pengikat
bawah zona euphotic. Hal ini juga yang material material karbonat lain yang
menegaskan mekanisme pengendapan yang sebagian besar telah terekristalisasi menjadi
berkembang pada daerah ini merupakan mikrospar.
suspension dengan material karbonat berasal

7
Dari hasil analisisis mikrofasies berkembang baik pada zona proximal seperti
juga didapatkan bahwa batuan karbonat yang pada daerah platform margin reef dengan
berkembang di TST ini terendapkan pada FZ 4 kedalaman 0 80 m, Discocyclina sp. yang
: Slope dan FZ 5 : Platform Margin Reef hidup pada daerah depan terumbu dan shallow
(Wilson, 1975 ; Gambar 4.8). Daerah slope marine open platform dengan kedalaman 0
secara umum berada pada dasar laut dengan 95 m, dan Lepidocyclina sp. yang berkembang
kemiringan 5 kearah cekungan, terletak baik pada berbagai lingkungan dari daerah
setelah platform margins. Platform margin restricted hingga daerah slope. (Boudagher-
reef secara umum memiliki kedalaman hanya Fadel, 2008; dalam Powell, 2010). Selain itu,
beberapa meter dan dicirikan dengan perkembangan dari batugamping terumbu
kehadiran barrier reef sebagai pemecah dengan organisme seperti colonial coral dan
gelombang. Kedua zona ini berada di atas fair- Hamileda sp. juga menunjukkan daerah
weather wave base. Hal ini juga yang dengan kedalaman yang rendah, kaya akan
menegaskan mekanisme pengendapan yang matahari dan agitasi gelombang yang tinggi.
berkembang terbagi menjadi dua mekanisme Hal ini menunjukkan adanya penurunan muka
yaitu mekanisme authocthonous dan air laut yang menyebabkan penyebaran
allochtonous. Mekanisme allochtonous organisme ini dapat terekam pada endapan
menggambarkan pengendapan pada HST ini.
lingkungan slope dimana pada daerah ini
mekanisme gravity flow berkembang baik. Hal VII. KESIMPULAN & SARAN
ini menggambarkan material karbonat berasal
dari erosi yang terjadi pada daerah laut 7.1 Kesimpulan
dangkal. Hal ini disebabkan adanya pengaruh Berdasarkan data permukaan hasil
kelerengan yang menjadi pemicu terjadinya observasi lapangan pada daerah Warvey
proses pengendapan dengan mekanisme Korido dan analisis biozonasi
gravity flow. Kemiringan ini menjadikan foraminifera besar, didapatkan urutan
material material dengan densitas tinggi stratigrafi rinci dan karakteristik dari
dengan mudah menurunin lereng yang Formasi Wainukendi yang secara umum
kemudian bercampur dengan material terdiri dari dua satuan batuan yaitu
material dengan densitas rendah yang satuan batugamping klastika dan satuan
tersuspensi bersamaan dengan gelombang air batugamping terumbu yang
dan membentuk tren prograding ke arah menunjukkan umur relatif dari masing
seaward. masing batuan adalah berumur Oligosen
Pada mekanisme pengendapan Awal (Rupellian) hingga Oligosen Akhir
authocthonous material karbonat berasal dari (Chattian).
organisme yang hidup pada daerah itu sendiri. Berdasarkan kenampakan batugamping
Hal ini menggambarkan mekanisme yang di lapangan yang terdiri dari
terjadi pada lingkungan platform margin reef. batugamping terumbu dan batugamping
Kedalaman yang dangkal menyebabkan klastika dapat disimpulkan jenis platform
organisme hidup dengan baik pada daerah ini yang berkembang adalah jenis rimmed
terutama organisme framework pembentuk shelf dimana batugamping terumbu
terumbu karang. Selain itu, keberadaan merupakan batugamping penyusun core
organisme ini juga menarik organisme reef yang berperan sebagai barrier reef
organisme lain untuk bersimbiosis pada yang membatasi antara daerah laud
ekosistem ini untuk hidup. Hal ini yang dangkal dengan laut terbuka dan
menyebabkan daerah platform margin batugamping klastika merupakan
merupakan salah satu pusat produksi material penyusun daerah slope basin dengan
karbonat utama. dicirikan oleh bioklastika oligophotic
Selain proses sedimentasi dan yang dominan.
penurunan muka air laut berdasarkan pola Berdasarkan analisis mikrofasies
susunan lapisan dan karakteristik batuan, dari terhadap 37 sayatan petrografi
data bioklastika juga didapatkan terjadinya didapatkan 4 facies zone (FZ)
pergeseran lingkungan dan perubahan muka berdasarkan klasifikasi Wilson (1975)
air laut. Hal ini terlihat dari kenampakan yang berkembang pada daerah penelitian
foraminifera besar seperti Nummulites sp. yang

8
diantaranya FZ 2 (Deep Shelf), FZ 3 (Toe transgressive system tract (TST) yang
of Slope), FZ 4 (Slope), dan FZ 5 diindikasikan oleh endapan
(Platform Margin Reef). Standard Micro transgression yang menandakan muka
Facies (SMF) yang berkembang adalah air laut dalam keadaan terus naik , dan
SMF 3 7 dan SMF 10 sehingga highstand system tract (HST) yang
didapatkan lingkungan pengendapan diindikasikan dengan endapan higstand
Formasi Wainukendi berada pada normal regression yang menandakan
lingkungan laut dangkal. muka air laut telah mencapai batas
Berdasarkan analisis proses pengendapan maksimum kenaikan dan mulai
dengan menggunakan data lapangan dan mengalami penurunan. Pola sikuen yang
data petrografi didapatkan proses berkembang adalah LST TS TST
pengendapan terbagi menjadi tiga tahap MFS HST.
yaitu tahap pengendapan batugamping Berdasarkan analisis siklus karbonat dari
bioklastika fragmental kasar yang kolom litostratigrafi composite
terendapkan secara allochthonous oleh didapatkan gambaran pola susunan
mekanisme debris flow, tahap kedua lapisan yang berkembang pada Formasi
pengendapan batugamping bioklastika Wainukendi adalah pola coarsening
fragmental halus kaya akan foraminifera thinning upward (shallowing upward)
planktonik laut dalam yang terendapkan menjadi fining thickening upward
secara allochthonous dengan mekanisme (deepening upward) yang kemudian
suspension, dan tahap terakhir menjadi coarsening thickening upward
pengendapan batugamping klastika (shallowing upward).
fragmental kasar dan batugamping
terumbu yang terendapkan secara
authocthonous. 7.1 Saran
Berdasarkan analisis sequence Untuk penelitian lebih jauh tentang
stratigraphy surface dan pola susunan proses pengendapan batuan karbonat
lapisan yang berkembang pada Formasi pada daerah Pulau Supiori dapat
Wainukendi didapatkan gambaran pola dilakukan dengan melakukan observasi
pengendapan prograding - aggrading lapangan ke daerah utara dan barat dari
dimana laju peningkatan ruang daerah penelitian karena daerah tersebut
akomodasi lebih kecil dibandingkan laju tersusun atas batugamping yang
peningkatan pasokan sedimen pada fase memiliki karakteristik yang berbeda
shallowing (I), yang kemudian berubah dengan Formasi Wainukendi, dimana
menjadi pola retrograding dimana laju batugamping pada daerah tersebut
peningkatan ruang akomodasi lebih besar termasuk dalam Formasi Wafordori dan
dibandingkan laju peningkatan pasokan Formasi Napisendi.
sedimen pada fase deepening. Fase akhir Untuk melakukan studi detail tentang
dari pengendapan adalah shallowing (II) proses pengendapan dalam kerangka
yang menunjukkan pola pengendapan sikuen stratigrafi pada Formasi
prograding yang dicirikan oleh ruang Wainukendi diperlukan data bawah
akomodasi yang mulai menurun permukaan sehingga didapatkan juga
sementara laju peningkatan pasokan kenampakan pola pengendapan di bawah
sedimen tetap besar. permukaan yang dapat dikorelasikan
Berdasarkan analisis sikuen stratigrafi dengan data permukaan yang telah
didapatkan bounding surface berupa diteliti oleh penulis.
transgressive surface (TS) dan maximum
flooding surface (MFS). System tract
yang berkembang adalah lowstand VIII. UCAPAN TERIMA KASIH
system tract (LST) yang diindikasikan
oleh endapan lowstand normal Terima kasih saya sampaikan kepada
regression yang menandakan mulai seluruh anggota Tim Survei Dinamika
terjadinya kenaikan muka air laut awal Cekungan, Pusat Survei Geologi Badan
dari fase muka air laut paling rendah, Geologi Bandung yang telah memberikan saya
kesempatan untuk melakukan penelitian di

9
Cekungan Biak-Yapen, Papua. Terima kasih Dunham, R. J. 1962. Classification Of
kepada Bapak Asep Kurnia Permana, selaku Carbonate Rocks According To
pembimbing saya baik di lapangan maupun di Their Depositional Texture.
kantor, Bapak Hadi Nugroho dan Bapak Yoga Classification of Carbonate Rocks
Aribowo sebagai dosen pembimbing di symposium: Tulsa, OK, American
kampus yang telah berbagi ilmu, masukan dan Association of Petroleum
arahan dalam penulisan penelitian ini, serta Geologists Memoir 1, p. 108-121.
kepada seluruh pihak yang telah mendukung
saya selama melaksanakan penelitian hingga Embry, A. 2009. Practical Sequence
selesai. Stratigraphy. Canadian Society of
Petroleum Geologist, 79 p.
DAFTAR PUSTAKA Emery, D. & Keith Myers. 2006. Sequence
Stratigraphy. Blackwell Science
Jurnal dan Publikasi Ltd. : Australia.
Catuneanu, O., W.E. Galloway, Christopher. Flugel, E. 2010. Microfacies Of Carbonate
G.St.C. Kendall, A.D. Miall, H. W. Rocks Analysis, Interpretation And
Posamentier. A. Strasser. M.E. Application. Edisi ke-2. Springer.
Tucker. 2011. Sequence Masria, M., N. Ratman, K. Suwitodirdjo.
Stratigraphy : Methodology and 1981. Geology of the Yapen
Nomenclature. Newsletter on Quadrangle, Irian Jaya. Geol. Res.
Stratigraphy, Vol. 44/3, 173245, Dev. Centre : Indonesia.
German. Narbuko, C., dan Abu, A. 2007. Metodologi
McAdoo, R.L. & J.C. Haebig .1999. Tectonic Penelitian. Bumi Aksara: Jakarta.
elements of the North Irian Basin. Tucker, Maurice E. and V. Paul Wright. 1990.
Proc. 27th Ann. Conv. Carbonate Sedimentology.
Indon.Petrol. Assoc., p.545-562. Blackwell Science Ltd., England.
Sapiie B., A.C. Adyagharini, Philips Teas. Tucker, Maurice E. 1996. Sedimentary Rock in
2010. New Insight Of Tectonic the Field. John Willey & Sons Ltd.,
Evolution Of Cendrawasih Bay and England.
Its Implication For Hydrocarbon Schlager, W. 2005. Carbonate Sedimentology
Prospect, Papua, Indonesia. And Sequence Stratigraphy. SEPM:
Proceedings Indonesian Petroleum Tulsa, Oklahoma 74235, U.S.A.
Association 34th Annual Scholle, Peter A. and Dana S. Ulmer-Scholle.
Convention and Exhibition. 2003. A Colour Guide to the
Sapiie, B., W. Naryanto, A.C. Adyagharini, A. Petrography of Carbonate Rock :
Pamumpuni. 2012. Geology and Grain, texture, porosity,
Tectonic Evolution of Bird Head diagenesis. AAPG Memoir 77,
Region Papua, Indonesia: U.S.A
Implication for Hydrocarbon Walker, R.G., and James, N.P. 1992. Facies
Exploration in the Eastern Models : Response To Sea Level
Indonesia. Proc. AAPG Change. Geological Association of
International Convention and Canada: Ontario.
Exhibition, Singapore. Wilson, J.L. 1975. Carbonate Facies In
Geologic History. 471 pp., New
Referensi Buku York: Springer
Catuneanu, Octavian. 2003. Principles of
Sequence Stratigraphy. Elsevier
Science, Canada.

10
LAMPIRAN

Peta Lintasan, Profil Singkapan, dan Kolom Litostratigrafi Composite 2. Lintasan Korido II
1. Lintasan Korido I

Gambar 1. Lintasan pemetaan dan lokasi pengukuran penampang stratigrafi, profil Gambar 2. Lintasan pemetaan dan lokasi pengukuran penampang stratigrafi, profil
singkapan, dan kolom litostratigrafi terukur daerah Korido dan sekitarnya, singkapan, dan kolom litostratigrafi terukur daerah Korido dan sekitarnya,
Kabupaten Supiori Selatan, Provinsi Papua. Kabupaten Supiori Selatan, Provinsi Papua.

11
3. Lintasan Warvey I 4. Lintasan Warvey II

Gambar 3. Lintasan pemetaan dan lokasi pengukuran penampang stratigrafi, profil Gambar 4. Lintasan pemetaan dan lokasi pengukuran penampang stratigrafi, profil
singkapan, dan kolom litostratigrafi terukur daerah Warvey dan sekitarnya, singkapan, dan kolom litostratigrafi terukur daerah Warvey dan sekitarnya,
Kabupaten Supiori Selatan, Provinsi Papua. Kabupaten Supiori Selatan, Provinsi Papua.

12
Tabel Biozonasi Umur Relatif Formasi Wainukendi

Tabel 1. Tabel biozonasi satuan batugamping klastika Formasi Wainukendi. Tabel 2.Tabel biozonasi satuan batugamping terumbu Formasi Wainukendi.
Biozonasi menunjukkan umur Oligosen Awal (Rupelian) Biozonasi menunjukkan umur Oligosen Akhir (Chattian)

13
Model Pengendapan Formasi Wainukendi

14
Model Sikuen Stratigrafi Formasi Wainukendi

15

You might also like