You are on page 1of 36

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .
DAFTAR ISI . 1
DAFTAR TABEL . 2
DAFTAR GAMBAR . 3
BAB I PENDAHULUAN .......................... 4
BAB II IMMUNOANALYZER ................. 5
2.1. Definisi. 5
2.2. Tingkat Primer ........... 5
2.2.1. Radioimmunoassay (RIA) .................... 6
2.2.2. Immunoradiometric Assay (IRMA).......................... 7
2.2.3. Imunohistokimia................... 8
2.2.4. Imunofluorosense...................... 10
2.2.4.1 Metode 14
2.2.4.1.1. Enzyme Immunoassay (EIA)...................... 17
2.2.4.1.2. Enzyme Linked Immunosorbent Assay (ELISA) 18
2.2.4.1.3. Electrochemiluminescent Assay (ECLIA) .... 25
2.2.4.1.4. Elektroforese... 26
2.2.4.1.5. Polymerase Chain Reaction (PCR) .................... 28
2.2.4.1.6. Metode Analisis Fisika Kimia ...................... 29
35
2.3.Tingkat Sekunder ....................... 35
2.4.Tingkat Tersier ....................... 36
37
BAB III PENUTUP ..............................................
DAFTAR PUSTAKA

1
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Radiasi Elektromagnetik 31


Tabel 2. Proses Spektrum 33

2
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Pemeriksaan RIA 7


Gambar 2. Pemeriksaan IRMA 8
Gambar 3. Metode langsung dari imunohistokimia 9
Gambar 4. Metode tidak langsung dari imunohistokimia 10
Gambar 5. Imunoflorosens direk 14
Gambar 6. Imunoflorosens indirek 15
Gambar 7. Metode EIA 17
Gambar 8. Metode Pemeriksaan EIA kompetitif pada pemeriksaan T3 18
Gambar 9. Prinsip pemeriksaan ELISA 19
Gambar 10. Metode pemeriksaan ELISA 22
Gambar 11. Metode ELISA direk dan indirek 22
Gambar 12. Ilustrasi metode sandwich ELISA 23
Gambar 13. Perbandingan sensitivitas immunoassay 24
Gambar 14. Metode pemeriksaan chemiluminescence 25
Gambar 15. Proses absorbs 33

3
BAB I

PENDAHULUAN

Imunologi adalah suatu cabang yang luas dari ilmu biomedis yang mencakup

kajian mengenai semua aspek sistem imun (kekebalan) pada semua organisme.

Imunologi antara lain mempelajari peranan fisiologis sistem imum baik dalam

keadaan sehat maupun sakit; malfungsi sistem imun pada gangguan imunologi

(penyakit autoimun, hipersensitivitas, defisiensi imun, penolakan allograft);

karakteristik fisik, kimiawi, dan fisiologis komponen-komponen sistem imun in vitro,

in situ, dan in vivo. Imunologi memiliki berbagai penerapan pada berbagai disiplin

ilmu dan karenanya dipecah menjadi beberapa subdisiplin.1,2

Prinsip pemeriksaan imunologis adalah berdasarkan pada interaksi antara

antigen(Ag) dan antibodi(Ab). Interaksi antigen dan antibodi terdiri dari : 1,2

- Tingkat primer.

- Tingkat sekunder.

- Tingkat tertier.

4
BAB II

IMMUNOANALYZER

2.1. Definisi

Immunoanalyzer adalah alat yang digunakan untuk pemeriksaan dan menganalisa

imunologi untuk mendeteksi atau mengukur reaksi antigen atau antibodi. Analisis

modern dapat melakukan tes dalam beberapa langkah dengan reagen yang

ditambahkan sehingga hasil dapat diperoleh dari satu sampel.7

2.2. Tingkat primer

Merupakan awal reaksi ikatan molekuler antara Ag dan Ab1,2


Reaksi tidak terlihat dengan mata telanjang(biasa) 1
Perlu indikator. Indikator dilengketkan ke Ag atau Ab. yaitu:
o Radioisotop
o Enzim
o zat warna flouresen.

Nama metode pemeriksaan untuk menentukan interaksi antara Ag dan Ab

disesuaikan dengan nama indikator diatas. Ilmu yang mempelajari tentang reaksi Ag

dan Ab disebut dengan serologi. 3

Macam pemeriksaan teknik imunologi untuk menentukan kadar Ag atau Ab

yang rendah: 4

Radioisotop disebut sebagai Radioimmunoassay (RIA),

Immunoradiometric Assay (IRMA)

Flouresense disebut sebagai Imunofluoresense

5
Enzim disebut sebagai Enzyme-linked Immunosorbent Assay (ELISA),

Enzyme Immunoassay (EIA)

Immunohistochemistry

2.2.1. Radioimmunoassay (RIA)

Radioimmunoassay pertama kali dikembangkan oleh Rosalyn Yalow (1921-)

dan Solomon A. Berson (1918-1972) dari amerika serikat, pertama kalimereka

bekerja untuk mempelajari tentang hormon khusunya insulin yaitu hormonyang

mengatur kadar gula dalam darah. 4

Radioimmunoassay adalah teknik nuklir yang banyak digunakan untuk

mengetahui konsentrasi hormon. Pengujian ini menggunakan antibodi yang spesifik

untuk hormon sebagai protein terikat dengan radioaktif sebagai label, seperti I 131, I135,

H3. 4

Prisip dasar dari radioimmunoassay ini adalah prinsip kompetitif, yaitu analit

yang dideteksi berkompetisi dengan analit yang berlabel radioaktif untuk berikatan

dengan antibodi, sehingga sebuah antigen yang bereaksi dengan antibody yang

spesifik untuknya dan tidak mengadakan reaksi silang (cross reaction) dengan tipe

antigent yang sama. 4

Dasar kerja RIA adalah untuk mengetahui perbandingan konsentrasi antibodi

yang terdapat pada bagian dalam tabung dan antigen yang terdapat didalam sampel

dengan menggunakan radio aktif. 4

6
Persaingan konsentrasi antigen sampel dapat ditentukan dari reaksi reduksi

pengikatan konsentrasi antigen dari antibodi yang terdapat pada bagian dalam

tabung.4

Gambar1. Pemeriksaan RIA9

2.2.2. Imunoradiometric Assay (IRMA)

Prinsip IRMA adalah dengan ikatan non-kovalen reversible antara antigen dan

antibody spesifik yang dilabel dengan radioaktif. 4

7
Gambar 2. Pemeriksaan IRMA9

2.2.3. Imunohistokimia

Immunohistochemistry (IHC) memiliki prinsip kerja dengan

mengkombinasikan teknik histologi, imunologi dan biokimia untuk mengidentifikasi

komponen jaringan tertentu dengan reaksi spesifik Ag atau Ab yang dapat

divisualisasikan dg penempelan label. Antibodi akan mengikat Antigen secara

spesifik. 5,6

Jaringan atau konstituen sel dimulai dari sel segar yang beku dan potongan

jaringan terfiksasi paraffin atau resin, mendeteksi interaksi antibody antigen spesifik

di mana antibody telah diberi label/marker yang tampak. Marker tersebut bisa dari

pengecatan florosense, marker radioaktif, atau enzim. 6

8
Imunohistokimia ini menunjukkan lokasi tertentu sel atau protein pada

jaringan/ organ di preparat/ slide sehingga dapat digunakan untuk mengidentifikasi

proses-proses selular dalam jaringan/organ, misalnya apoptosis. 6

Metode imunohistokimia meliputi6

a. Metode langsung

Gambar 3. Metode langsung dari imunohistokimia9

b. Metode tidak langsung6

9
Gambar 4. Metode tidak langsung dari imunohistokimia9

Keterangan gambar: P: peroksidase; AP: alkalin fosfatase; panah biru: antibody kedua

2.2.4. Imunoflorosens

Florosensi adalah penyerapan molekul energi cahaya pada satu panjang

gelombang dan memendarkan seketika emisi kembali,sesuai spektrum panjang

gelombang. Beberapa molekul berpendar secara alami dan lain-lain dapat

dimodifikasi untuk membuat senyawa neon. 6

Senyawa florosens memiliki dua spektrum karakteristik: spektrum eksitasi

(panjang gelombang dan jumlah cahaya yang diserap) dan spektrum emisi (panjang

gelombang dan jumlah cahaya yang dipancarkan). Spektrum ini sering disebut

10
sebagai berkas fluoresensi senyawa atau sidik jari. Tidak ada dua senyawa memiliki

berkas fluoresensi yang sama. Ini adalah prinsip ini yang membuat fluorometry

teknik analisis yang sangat spesifik. 6

Spektroskopi florosensi adalah jenis spektroskopi elektromagnetik yang

menganalisis fluoresensi dari sampel. Fluoresensi adalah lepasnya energi dalam

bentuk radiasi dengan energi yang lebih rendah atau panjang gelombang yang lebih

tinggi berupa cahaya tampak. Spektroskopi fluoresensi digunakan dalam, biokimia,

kedokteran, dan bidang penelitian kimia untuk menganalisis senyawa organic3,5

Fluorometry adalah pengukuran fluoresensi. Instrumen yang digunakan untuk

mengukur fluoresensi disebut fluorometer. Sebuah fluorometer menghasilkan

panjang gelombang cahaya yang diperlukan untuk merangsang analit kepentingan;

selektif mengirimkan panjang gelombang cahaya sesuai intensitas cahaya yang

dipancarkan. Intensitas cahaya yg dipancarkan sebanding dengan konsentrasi analit

yang diukur (sampai konsentrasi maksimum). Fluorometers menggunakan

monochromators (spektrofluorometer a), filter optik (fluorometer filter), atau sumber

cahaya sempit/ Band seperti LED atau laser untuk memilih eksitasi dan emisi panjang

gelombang. 3,5

Fluorometry dipilih untuk sensitivitas luar biasa, spesifisitas yang tinggi,

kesederhanaan, dan murah dibandingkan dengan teknik analisis lainnya. Fluorometry

adalah biasanya 1000-kali lipat lebih sensitif dibandingkan pengukuran

absorbansi.bermanfaat untuk analisis kuantitatif dan kualitatif. 3,5

11
Fluorosensi merupakan pemancaran sinar dari S1 S0 , dalam waktu yang

amat singkat (10-8) detik. Jika eksitasi dihentikan,fluoresensi terhenti. Emisi foton

sama nilainya dengan energi yang diserap oleh suatu molekul. 3,5

Jika bc kecil maka

Qf = Effisiensi fluoresensi (nilainya tetap)

Po = Intensitas awal (nilainya tetap)

= Absorptivitas molar (nilainya juga tetap)

b = Tebal kuvet (nilainya juga tetap)

sehingga persamaan menjadi:

Nilai tetap QF, Po, dan b) c = Kc

Jadi intensitas fluoresensi yang terbaca berbanding langsung dengan kadar.

Faktor-faktor yang berpengaruh pada fluoresensi 3,5

1) Temperatur (Suhu)
a. EF berkurang pada suhu yang dinaikkan
b. Kenaikan suhu menyebabkan tabrakan antar mol atau dengan mol

pelarut
c. Energi akan dipancarkan sebagai sinar fluoresensi diubah menjadi

bentuk lain misal : EC


2) Pelarut
a. Dalam pelarut polar intensitas fluoresensi bertambah, karena dalam

pelarut polar
b. Jika pelarut yang digunakan mengandung atom-atom yang berat (CBr4,

C2H5I) maka intensitas fluoresensi berkurang, sebab ada interaksi gerakan

12
spin dengan gerakan orbital elektron ikatan mempercepat LAS maka

intensitas menjadi berkurang 3,5


3,5
3) pH
pH mempengaruhi keseimbangan bentuk molekul dan ion
4) Oksigen terlarut\
Adanya oksigen terlarut dalam cuplikan menyebabkan intensitas fluoresensi

berkurang sebab :
a. Oksigen terlarut oleh pengaruh cahaya dapat mengoksidasi senyawa yang

diperiksa
b. Oksigen mempermudah LAS
5) Kekakuan struktur (rigiditas struktur)
Struktur yang rigid mempunyai intensitas yang tinggi. Adanya CH2- pada

fluoren menyebabkan strukturnya lebih kaku.

Imunoflorosens adalah suatu metode analisis imunologi (pengikatan spesifik

antigen-antibodi) dengan studi penanda fluorescent dikombinasikan dengan antigen

protein spesifik dalam metode distribusi intraseluler. Ditempatkan sebagai fluorescein

fluoresensi terdeteksi dalam mikroskop fluoresensi, lokalisasi demikian seluler

antigen. Sitokimia imunofluoresensi didasarkan pada prinsip reaksi antigen-antibodi,

yang pertama dikenal antigen atau antibodi berlabel penanda fluorescent fluorescein

dibuat, dan kemudian antibodi fluorescent (atau antigen) sebagai probe molekul

dalam sel atau pemeriksaan jaringan antigen yang sesuai (atau antibodi). 3,5

Sel atau jaringan kompleks antigen-antibodi yang dibentuk pada mengandung

fluorescein mikroskop fluoresensi spesimen fluoresensi dengan penyinaran

menggunakan sinar eksitasi bersinar terang fluoresensi (kuning-hijau atau oranye),

fluoresensi dapat dilihat di mana sel-sel atau jaringan , untuk menentukan sifat

13
antigen atau antibodi, positioning, dan konten ditentukan dengan menggunakan

teknik kuantitatif 3

2.2.4.1. Metode Imunofluorosense4

Direct Imunofluoresense

Ab dilabel dg marker flourescent Ab secara langsung diberikan pada jaringan yg

diinginkan

Marker
fluorescent
Antibo
di

Potongan jaringan
beku

Antigen

Gambar 5. Imunoflorosens direk9

Indirect immunoflouresense 3,5

Menggunakan Ab yg tdk berlabel terhadap Ag yg diuji dengan Ab sekunder yang

berlabel (yang berikatan spesifik dg Ab pertama). Semakin banyak ikatan Ab

sekunder maka sinyal floresen semakin meningkat

14
Antibodi kedua dengan
label

Antigen Antibodi
pertama

Gambar 6. Imunoflorosens indirek10

Hubungan struktur molekul dan fluorosensi2

Struktur molekul yang mempunyai ikatan rangkap mempunyai sifat

fluoresensi karena strukturnya kaku dan planar


EDG (OH-, -NH2, OCH3) yang terikat pada sistem dapatmenaikkan

intensitas fluoresensi
EWG (NO2, Br, I, CN, COOH) dapat menurunkan bahkan menghilangkan

sifat fluoresensi
Penambahan ikatan rangkap (aromatik polisiklik) dapat menaikkan

fluoresensi
2
Pengaturan pH dapat merubah intensitas fluoresensi,

Contoh :

- Phenol menjadi phenolat menaikkan fluoresensi

Amina aromatik menjadi ammonium aromatik menurunkan fluoresensi

15
Heterosiklis dengan atom N, S dan O mempunyai sifat fluoresensi

Heterosiklis dengan gugus NH, jika medianya asam akan menaikkan

intensitas fluoresensi

Keuntungan analisis florosensi adalah memiliki kepekaan yang baik karena: 2

Intensitas dapat diperbesar dengan menggunakan sumber eksitasi yang

tepat
Detektor yang digunakan seperti tabung pergandaan foto sangat peka
Pengukuran energi emisi lebih tepat daripada energi terabsorbsi
Dapat mengukur sampai kadar 10-4 10-9 M

2.2.4.1.1 Enzyme Immunoassay (EIA)

Metode EIA menggunakan enzim sebagai label, digunakan pertama kali

menggunakan prinsip kompetitif seperti pada RIA. Enzim yang digunakan sebagai

label adalah sebagai berikut. 2

Horseradish peroksidase
Glukosa-6-fosfat-dehidrogenase
Alkalin fosfatase
-D-galaktosidase

16
Gambar 7. Metode EIA10

Gambar 8. Metode pemeriksaan EIA kompetitif pada pemeriksaan T310

2.2.4.1.2. Enzyme-linked Immunosorbent Assay (ELISA)

Enzyme-linked Immunosorbent Assay (ELISA) merupakan bagian dari EIA,

yaitu suatu EIA nonkompetitif yang lebih sensitive (<1pg/ml), dengan teknik

17
biokimia yang terutama digunakan dalam bidang imunologi untuk mendeteksi

kehadiran antibodi atau antigen dalam suatu sampel sehingga dapat menentukan

kadar Ag atau Ab. ELISA menjadi salah satu metode yang sensitif untuk mendeteksi

antibodi, antigen, hormon maupun bahan-bahan toksik. Immunoassay enzim yang

secara khusus disebut uji kadar imunosorben terikat enzim atau ELISA ini

merupakan uji serologis yang digunakan untuk imunodiagnosis infeksi oleh virus,

bakteri, parasit dan antigen mikrobial lainnya 4,5

Prinsip ELISA adalah menggunakan reaksi perubahan warna. Enzim yang

ditambahkan akan bereaksi dengan substrat memproduksi produk yg berubah warna.

Bila kita ingin mendeteksi antigen (Ag), maka prosesnya: 4,5,13

Ag(serum) + AbE kompleks Ag-AbE cuci

Inkubasi dengan substrat kromogenik (semula tak berwarna) menjadi

berwarna bila dihidrolisis oleh enzim intensitas warna yang terjadi diukur dengan

fotometer/ spektrofotometer sehingga dapat menentukan kadar antigen. Hidrolisis

oleh enzim berlangsung dalam waktu tertentu. Reaksi berhenti bila ditambahkan

asam atau basa kuat. Reaksi harus berlangsung dalam keaadan optimal yaitu dengan

mempertimbangkan:

- kadar reaktan

- temperatur

- masa inkubasi yang telah ditentukan secara eksperimental

18
Gambar 9. Prinsip pemeriksaan ELISA10

Berdasarkan hal di atas, setiap reagen dari pabirk yang berbeda memiliki

prosedur yang berbeda pula.14

2.2.4.1.2.1. Metode ELISA4,5

Teknik Kualitatif adalah Berdasarkan bahwa tiap antibodi berikatan pada

antigen yang spesifik.

Teknik kuantitatif berdasarkan jumlah ikatan antigen-antibodi yang

ditentukan dengan nilai absorbansi.

2.2.4.1.2.2. Tipe ELISA4,5

Direct/Non Kompotitif

Untuk menentukan Ab atau Ag

Langkah-langkah pemeriksaan ini adalah:

19
1. Antibodi diletakkan di lempeng ELISA (ELISA plate)

2. Sampel darah dimasukkan sehingga terbentuk ikatan antigen-antibodi

3. Enzyme-linked antibody spesific untuk menguji antigen ditambahkan dan

mengikat antigen, membentuk sandwich

4. Substrat enzim ditambahkan dan reaksi menghasilkan produk yang

menyebabkan perubahan warna

Contoh: Pada test kehamilan / test pack (hormon hCG)

Indirect

Langkah-langkah pemeriksaan ini adalah:

1. Antibodi diletakkan di lempeng ELISA (ELISA plate)

2. Antiserum pasien dimasukkan sehingga terbentuk ikatan antigen-antibodi

3. Enzyme-linked anti HISG ditambahkan dan mengikat antibodi

4.Substrat enzim ditambahkan dan reaksi menghasilkan produk yang

menyebabkan perubahan warna

Untuk menentukan Ab dan Ag

Reagen berlabel enzim tidak ikut bereaksi pada ikatan Ag-Ab awal

Contoh: Test HIV (rapid test)

Sandwich

Untuk menentukan Ab dan Ag

o Jika Ab yang dilekatkan pada fase padat

Metode Kompotitif4,5

20
Umumnya untuk menentukan Ag, dengan cara Ab spesifik [dilekatkan pada

partikel /sumur ] dicampur bersama sama Ag * tambahkan serum [Ag] yang

akan bersaing dengan Ag*untuk mengikat . Ab diatas akan membentuk kompleks

Ag*-Ab-Ag

Gambar 10. Metode Pemeriksan ELISA10

21
Indirect

Gambar 11. Metode ELISA direk dan indirek10

22
Gambar 12. Ilustrasi metode Sandwich ELISA10

23
RADIO
IMMUNO ASSAY
FLUORESCENCE
POLARIZATION
ENZYME
IMMUNOIMMUNO CHEMILUMINESCENCE
ASSAY RADIOMETRIC
IMMUNO ASSAYASSAY
IMMUNO ASSAY
EIA IRMA ICMA

10 -9 10 -12 10 -15

NANOGRAM PICOGRAM FEMTOGRAM

Gambar 13. Perbandingan Sensitivitas Immunoassay11

2.2.4.1.3. Electrochemiluminescent Assay (ECLIA)

Electrochemiluminescent Assay (ECLIA) merupakan emisi cahaya akibat

reaksi elektrokimia, biasanya reaksi redoks, menghasilkan eksitasi molekul yang

kembali ke ground state. Molekul yang sering digunakan sebagain chemluminescence

adalah luminal, acridium, esters, ruthenium derivates, dan nitrophenyl oxalate.

Pemeriksaan ini adalah yang paling sensitive dibandingkan RIA dan EIA. Reagennya

stabil dan nontoksik. 2,3,13

24
Gambar 14. Metode pemeriksaan Chemiluminescence10

2.2.4.1.4. Elektroforese

Metode ini dikenalkan oleh Tiselius pada tahun 1930, kemudian

dikembangkan. Metode ini digunakan untuk menentukan protein, serum, dan urin

denan cara pemisahan dan pengukuran kadar makromolekul (protein).

Komponen elektroforese terdiri atas: 2,3

Dapar/buffer
Media pendukung seperti media gel agarosa dan media selulosa asetat
Power supply unit, digunakan untuk menghasilkan energi pada kedua

elektroda sehingga terjadi pergerakan dan pemisahan molekul protein.

Tegangan dan besar arus juga dapat dikendalikan.


Pewarna protein, terdiri dari panceou red, amino black, dan coomassie blue.

25
Densitometer merupakan alat pengukur kuantitas berdasarkan intensitas

warna pita pada elektroforese, saat media pendukung melalui system optic

yang bekerja seperti fotometer.

Prinsip dasar elektroforese tergantung pada muatan partikel dan kecepatan

migrasi. Partikel bermuatan dalam media pendukungnya bila terpapar dengan medan

listrik akan bergerak kea rah elektroda yang berlawanan. Molekul protein bersifat

ampoter. Bila protein berada pada lingkungan pH di bawah titik isoelektriknya,

protein akan bermuatan netto positif, begitu pula sebaliknya. Pada pH isoelektrik

protein tidak bermuatan listrik atau muatannya nol. 2,3

Sedangkan kecepatan migrasi protein bergantung pada

Kekuatan medan listrik, semakin besar perbedaan muatan neto, maka gerakan

makin cepat.
ukuran molekul. Semakin kecil mol, gerakan akan semakin cepat.
Media pendukung. Pori-pori bersifat filter
Viscositas media. Semakin tinggi viskositas, gerakan semakin lambat
Kekuatan medan listrik. Tegangan listrik yang besar akan mempercepat

gerakan.
Endoosmosis, yaitu gerakan berlawanan arah dalam media pendukung
Kadar ion dalam dapar: kadar ion rendah menyebabkan migrasi cepat.
Suhu, suhu tinggi menyebabkan migrasi cepat

Fraksi-fraksi serum protein elektroforesis dengan gel agragosa meliputi

prealbumin, albumin, -1 globulin, -2 globulin, -globulin, -globulin, Fraksi-fraksi

protein terlihat berupa pita-pita spesifik yang letaknya spesiik, dan digmabarkan di

26
densitometer berupa kurva. Fraksi-fraksi protein yang terlihat berupa pita yang

spesifik letaknya. Densitometer menghasilkan fraksi protein berupa kurva. 2,3

Berdasarkan pergerakan SPE, fraksi protein prealbuin bermigrasi paling

bdekat ke anoda, sedangkan fraksi protein albumin merupakan yang terbanyak yang

berfungsi mempertahankan tekanan osmotic. Fraksi protein lain seperti -1 globulin,

-2 globulin, -globulin, -globulin bermigrasi terdekat ke katoda.

2.2.4.1.4. Polymerase Chain Reaction (PCR)

Metode Polymerase Chain Reaction (PCR) merupakan metode yang cepat dan

sederhana untuk mengkopi dan memperbanyak urutan DNA spesifik yang diinginkan

dan divisualisasikan sebagai pita yang jelas pada agarose gel. PCR sebenarnya

mengulangi siklus denaturasi, hibridasi DNA yang diinginkan dengan bantuan DNA

primer, dan ekstensi region DNA tersebut oleh DNA polymerase.

Pada PCR konvensional, target amplifikasi adalah asam nukelat harus

dilakuan terlebih dahulu sampai selesai baru dideteksi. Pada PCR yang baru,

amplifiksai dilakukan terhadap sinyal sedangkan target asam nukleat tidak

diamplifikasi. 2,3

Prinsip PCR

1) Ekstraksi DNA
2) Alat PCR
a) Target DNA

27
b) Persiapan larutan reaksi PCR (dNTP, buffer, DNA primer, dan Taq DNA

polymerase)
c) Denaturasi DNA
Denaturasi awal : 5 menit, pada suhu 94oC
Denatruasi : 1 menit pada suhu 94oC
Analing primer : 1 menit pada suhu 50oC
Mengkopi DNA oleh DNA polymerase, elongasi akhir selama 10 menit

pada suhu 72oC

Program alat PCR dapat dilakukan 25 30 kali siklus. 2,3

2.2.4.1.5. Metode Analisis Fisika-Kimia

Pemeriksaan lainnya adalah Metode analisis fisika-kimia (Physical-

chemical methods analysis/PCMA) Berdasarkan ketergantungan aplikasi dengan

pengukuran bahan fisik dari substansi dan komposisi kualitatif. PCMA terbagi ke

dalam beberapa jenis2,3

Metode Optical berdasarkan pengukuran bahan optikal dari substansi

Metode Chromatographic berdasarkan penggunaan kemampuan substansi

yang berbeda ke suatu penyerapan selektif.

Metode Radiometric methods berdasarkan pengukuran bahan radioaktif

Metode Thermal berdasarkan pengukuran dari suhu suatu substansi

Metode spectrometric massa merupakan metode penelitian fragmen substansi

yang terionisasi (splinter)

Metode Kinetic berdasarkan pengukuran berdasarkan kecepatan reaksi

konsentrasi suatu substansi

28
Berdasarkan metode-metode di atas, maka keuntungan menggunakan PCMA

adalah sebagai berikut.1,2

Sensitivitas tinggi, karena mampu mendeteksi kadar yang rendah sampai

dengan 10-9 g
Selektivitas tinggi
Metode analisis yang cepat
Adanya otomatisasi dan komputerisasi
Analisis jarak
Analisis tanpa mendestruksi sampel
Analisis local

Sedangkan kekurangan dari PCMA adalah sebagai berikut.

Definisi error sekitar 5 % (terkadang mencapai 20 %), sedangkan untuk

gravimetric mencapai - 0,01-0,005 % dan untuk titrimetri mencapai 0,1-

0,05%
Hasil dari metode-metode yang terpisah itu lebih buruk, daripada metode

analisis klasik
Penting untuk menggunakan standard an solusi standar, kelulusan uji alat dan

plot alat ke chart kalibrasi


Kompleksitas penggunaan alat, alat yang mahal, dan substansi yang mahal

pula

Berdasarkan pada objek investigasi1,2

Analisis spectrum nuclear


Analisis spectrum molekuler

Berdasarkan pada asal interaksi radiasi elektromagnetik dengan substansi

Analisis Absorbsi

29
Analisis Absorbsi-Atomik
Analisis Absorbsi-Molekuler
Analisis Turbidimetrik
Analisis Spektrum Emisif
Fotometri api flame photometry
Analisis fluorescence
Analisis spectrum dengan penggunaan efek kombinasi dispersi cahaya

Metode lain

Metode nephelometrik
Analisis refractometrik
Analisis polarimetrik
Analisis interferometrik
Berdasarkan rentang spectrum elektromagnetik yang digunakan di analisis:
Spektroskopi (spektrofotometri) pada spectrum visible dan UV
Spektroskopi IR
Spektroskopi X-ray
Spektroskopi gelombang mikro

Tabel 1. Radiasi Elektromagnetik1,2

Tipe Panjang gelombang Interaksi


<10nm Emisi nuclear
X-ray <10nm Ionisasi atomic
UV 10 380 nm Transisi electronic
Vis 380 800 nm Transisi elektronik
IR 800 nm 100 um Ikatan interaksi

Radio Meter Absoprsi nuclear

Berdasarkan lompatan energi1,2

Spektrum Electronic
Spektrum Vibrational
Spektrum Rotational

30
31
Gambar 15. Proses Absorbsi12

Tabel 2 Proses spektrum1,2

Spektrum (Metode) Karakteristik Proses


energy kuantum
Radio-frequency 1 -1 Perubahan putaran electron dan
10 -10 meters
(NMR, EPR) nuklear
-1 -3
Microwave 10 -10 meters Perubahan kondisi rotasi
The optical
UV 200-400 nm Perubahan valensi kondisi
The visible 400-750 nm electron
Infra-red (IR)
X-ray -1 Perubahan kondisi vibrasi
10-13000 cm
Gamma radiation
-8 -10
(nuclear-physical) 10 -10 m Perubahan kondisi electron
-10 -13 internal
10 -10 m
Reaksi nuclear

32
B. Tingkat Sekunder1

Presipitasi

Aglutinasi.

C. Tingkat tertier 1,4

Interaksi antara Ag dan Ab terjadi dalam tubuh manusia/ invivo.

33
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Analisis imunologi merupakan suatu pemeriksaan yang bertujuan untuk

mendeteksi awal adanya infeksi virus, mempekirakan status imun dan pemantauan

respon pasca vaksinasi. Analisis imunologi ini memiliki beberapa tingkat

pemeriksaan: tingkat primer, sekunder, dan tersier.

34
Daftar Pustaka

1. Flynn FV. Automated Immunoanalysis. Journal of Clinical Pathology.

2011;32(6):636.
2. Robinson, Paul J. Immunofluorescence. Staining Methods Fifth Edition. 2009:

61 65.
3. Coons AH, et al. Immunological properties of an antibody containing a

fluorescent group. Proc Soc Exp Biol Med 2010;47,200-2.


4. Robertson D, et al. Multiple immunofluorescence labelling of formaqlinfixed

paraffin-embedded (FFPE) tissue. BMC Cell Biology 2008; 9:13.


5. Hsueh Hi-Yung, Baker John Hegerfeld. Enzyme Linked Immunosorbent

Assay (ELISA). Cited Aug 3, 2015 from

https://www.sdstate.edu/sdces/fcs/upload/ELISA_Part1_PPT.pdf
6. eBioscience. Enzyme Linked Immunosorbent Assay (ELISA). Immunoassay

Protocol-Best Protocol. 2013.


7. Life-Science-and-Laboratory Immunoassay-Analyzers, 2012

http://www.news-medical.net
8. Medical_devices/innovation/immunoassay_analyzer.pdf, 2008

http://www.who.int

9. Dr.Ozar Sanuddin, SpPK(K) Bagian Patologi Klinik Fakultas kedokteran

USU/UISU Medan, Prinsip Pemeriksaan Metode Elisa, PCR dan

Elektroforese 2010

10. Dr.Ozar Sanuddin, SpPK(K) Bagian Patologi Klinik Fakultas kedokteran

USU/UISU Medan, Prinsip Kerja Pemeriksaan Imunoserologi dan Kimia

Klinik, 2010

35
11. Pharmaceutical-Lab-Equipment/880-Immunoassay-Analyzer 2012

http://www.labcompare.com

12. Pemeriksan-laboratorium-imunologi 2011 http://www.slideshare.net

13. Pathfast-immunoanalyzer-principle, 2010 http://www.pathfast.com

14. Vidas-solution 2015 http://www.biomerieux-diagnostics.com

15. Mini-VIDAS-Immunoanalyzer-from-Biomerieux 2014 http://www.news-

medical.net

36

You might also like