You are on page 1of 9

LAPORAN SEMENTARA

PRAKTIKUM FARMAKOTERAPI ENDOKRIN DAN SALURAN CERNA

kasus gangguan saluran nafas case 1 (asma)

Penanggung jawab dosen :

Dr. Gunawan Pamudji W., M.Si., Apt

Disusun Oleh :

Kelompok 1/D

Eko Sarwono 17113215A

Muh Deni Kurniawan 20144063A

Helmy Azhuri 20144072A

Normalisa 20144065A

Jemmy Kristian 20144077A

Trimida 20144104A

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SETIA BUDI
SURAKARTA
2017
ASMA

S.T., a 12-year-old girl with severe persistent asthma, has not been well controlled on
mometasone (Asmanex) one inhalation daily (she admits to using it only when she feels as if
she needs it) and uses as-needed inhaled albuterol MDI five or six times every day. When her
symptoms worsen, she uses her breathing machine (nebulizer) at home. S.T. awakens most
nights with wheezing. She has been hospitalized four times in the last 2 years and has
required bursts of prednisone with increasing frequency. S.T. has missed many days of
school in the past year and has withdrawn from physical education classes and her
extracurricular sports activity after school. Her parents are concerned about her increased use
of prednisone now that she is approaching puberty. S.T. is just finishing a 2-week course of
prednisone 20 mg/day and has a round facies appearance typical of chronic oral
corticosteroid use. On physical examination, S.T. has diffuse expiratory wheezes, and
pulmonary function testing reveals significant reversibility. Her FEV1 is only 60% predicted
before use of albuterol in the physicians office and improves to 75% predicted 15 minutes
after use of the SABA. What actions are needed to improve S.T.s care?

Penyelesaian:

I. SOAP

1. Subjektif
Nama Pasien : S.T
Umur pasien : 12 tahun
Riwayat penyakit : Asma persisten berat
Keluhan pasien : setiap malam ekspirasi mengi

2. Objektif

Parameter Hasil pengukuran Data Normal Keterangan


FEV1 60% 80% Persisten parah

3. Assesment

Problem Subjektif Objektif Terapi DRP


medic
Asma Setiap malam FEV1 60% Mometasone adekuat
persisten terdapat gejala meningkat (Asmanex) 1x sehari
parah nafas mengi menjadi
70% 15 Albuterol inhalasi Tidak
menit (MDI) 5/6 jam perhari adekuat
setelah
Prednisone 20 mg adekuat
pengunaan
perhari
SABA

4. Plan
Pengunaan albuterol (SABA) tidak menurunkan frekuensi serangan asma pada asrma akut
parah ini sehingga di ganti dengan farmoterol (LABA) untuk mengendalikan asma. Selain itu,
pemberian kortikosteroid (prednison) dapat meningkatkan reseptor 2-agonis yang justru
diperlukan pada tatalaksana asma, sedangkan pemberian LABA akan menurunkan dosis
kortikosteroid yang secara langsung mengurangi efek samping terhadap tumbuh kembang
anak atau efek samping dari prednison.

II. TUJUAN TERAPI


1. Perbaikan hipoksemia signifikan
2. Pembalikan cepat penutupan jalan udara (dalam hitungan menit)
3. Pengurangan kecenderungan penutupan aliran udara yang parah timbul kembali
4. Pengembangan rencana aksi tertuls jika keadaaan memburuk
Ga
mbar. Algoritma penatalaksanaan serangan asma di rumah sakit
III. TERAPI NON FARMAKOLOGI DAN FARMAKOLOGI

Non farmakologi

1. Meminimalkan paparan alergen


2. Kontrol terhadap faktor pemicu serangan (debu, polusi, merokok, olah raga,
perubahan suhu)
3. Menghindari stress fisik dan emosional.
4. Olah raga khusus asma 2x seminggu selama 8 minggu
5. Tidak boleh minum alkohol
6. Tidak boleh memelihara hewan peliharaan

Farmakologi

1. Kortikosteroid inhalasi

Kortikosteroid inhalasi mempunyai efek anti-inflamasi terhadap sel dan jaringan


spesifik. Kortikosteroid yang masuk secara langsung dan diabsopsi di paru akan
berikatan dengan reseptornya, menghambat sintesis sitokin proinflamasi, dan
menurunkan jumlah sel T limfosit, sel dendrit, eosinofil juga sel mast.
Penggunaan kortikosteroid inhalasi menunjukkan perbaikan fungsi paru,
menurunkan hiperesponsif bronkus, menurunkan eksaserbasi asma dalam
kunjungan gawat darurat (Raissy et al, 2013). Kepatuhan menggunakan obat ini
menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat asma dengan perkiraan 21%
penurunan resiko kematian akibat serangan asma (Sloan et al, 2013). Efek
samping yang mungkin pada penggunaan kortikosteroid inhalasi lebih minimal
daripada kortikosteroid sistemik. Hal ini bergantung pada dosis, potensi
bioavailabiliti, metabolisme hati, dan waktu paruhnya. Obat inhalasi
kortikosteroid dosis tinggi yang digunakan jangka panjang bisa menimbulkan
efek sistemik seperti purpura, supresi adrenal dan penurunan densitas tulang.
Namun, dengan menggunakan spacer dapat mengurangi efek samping sistemik
dengan menurunkan bioavailabiliti. Selain itu, spacer juga membantu untuk
mengurangi efek samping lokal seperti kandidiasis orofaring, disfonia, dan batuk
akibat iritasi saluran napas atas.

2. Kortikosteroid sistemik

Penggunaan kortikosteroid jangka lama lebih direkomendasikan secara inhalasi


daripada sistemik akibat efek samping pemberian sistemik lebih serius. Namun,
pemberian sistemik dapat diberikan pada penderita asma persisten berat yang
tidak terkontrol. Penggunaan sistemik secara oral lebih dianjurkan dari parenteral
(intramuskular, intravena, subkutan) karena pertimbangan waktu paruh oral lebih
singkat dan efek samping yang muncul lebih sedikit. Efek samping yang
ditakutkan misalnya osteoporosis, hipertensi, diabetes, obesitas, penekanan axis
hipotalamus-hipofisa-korteks adrenal, purpura, penipisan kulit, striae, disfoni

3. Agonis beta-2 kerja lama (Long-acting 2-agnonist) inhalasi

Mekanisme kerja obat beta-2 agonis yaitu melalui reseptor 2 yang


mengakibatkan relaksasi otot polos bronkus. Formoterol dan salmeterol termasuk
dalam golongan LABA ini, kedua obat itu memiliki lama kerja obat >12 jam.
Namun, obat golongan LABA sebaiknya tidak digunakan sebagai monoterapi
jangka panjang karena tidak mempengaruhi respon inflamasinya justru
meningkatkan angka kesakitan dan kematian. LABA dikombinasi dengan
kortikosteroid inhalasi telah terbukti sangat efektif dalam mengurangi gejala asma
dan eksaserbasi dengan menunjukkan hasil fungsi paru yang lebih baik.
Kombinasi LABA dan kortikosteroid inlamasi hanya direkomendasikan untuk
pasien yang gagal mencapai asma terkontrol dengan kortikosteroid dosis
rendahmedium.

IV. ALASAN PEMILIHAN OBAT DAN EVALUASI OBAT

Alasan pemilihan obat

Pemilihan obat farmoterol golongan LABA untuk menkontrol gejala kekambuhan


asma. Terapi kombinasi LABA dan kortikosteroid tersebut dapat memperbaiki uji
fungsi paru, gejala asma, dan aktivitas sehari-hari yang pada akhirnya
meningkatkan kualitas hidup anak asma. Dengan kombinasi di atas, dosis
kortikosteroid dapat diturunkan sehingga efek samping terhadap tumbuh
kembang anak dapat dikurangi.
Pada asma yang timbul setiap malam hari (asma noktunal), inhalasi agonis B2
kerja lama lebih dipilih di bandingkan agonis B2 lepas lambat dan asma noktunal
dapat merupakan indikator penanganan antiinflamasi yang kurang memadai.

Evaluasi obat

1. Mometasone (Asmanex)

Indikasi : pengontrol asma, pengontrol Rhinitis Alergi, peradangan kulit yang


berat yang tidak respon terhadap kortikosteroid potensi lemah, psoriasis.

Kontra indikasi : hipersensitivitas, Infeksi kulit karena jamur, bakteri atau virus

Efek samping : Keringanan kulit, peningkatan pertumbuhan rambut pada wajah,


sakit tenggorokan, bintik-bintik pada kulit, mulut kering, gatal atau penipisan
kulit

Interaksi obat : prednison, prednisolone.

2. salmeterol inhalasi
Indikasi : Obstruksi saluran nafas reversibel (termasuk asma noktural dan asma
karena latihan fisik) pada pasien yang memerlukan terapi bronkodilator jangka
lama yang seharusnya juga menjalani pengobatan antiinflamasi inhalasi
(kortikosteroid) atau kortikosteroid oral (catatan : salmeterol tidak bisa untuk
mengatasi serangan akut dengan cepat, dan pengobatan pengobatan kortikosteroid
yang sedang berjalan tidak boleh dikurangi dosisnya atau dihentikan)

Kontraindikasi : Hipertiroidisme, insufisiensi miokard, aritmia, hipertensi

Efek samping : Tremor halus terutama tangan, ketegangan saraf, sakit kepala,
vasodilatasi perifer, takikardi (jarang pada pemberian aerosol), hipokalemia
sesudah dosis tinggi, reaksi hipersensitif termasuk bronkospasma paradoks,
urtkaria, dan angio edema. Sedikit rasa sakit pada tempat injeksi intramuskular

Interaksi obat : aplikasi bersama kortikosteroid meningkatkan efek obat.

3. predisone

Indikasi : mengurangi inflamasi dan reaksi alergi, menekan sistem kekebalan


tubuh. Penyakit asma broncial, penyakit keganasan system limfatik.

Kontraindikasi : Tukak lambung, osteoporosis, diabetes melitus, penyakit infeksi


sistemik, gagal ginjal kronis, uremia, hamil, tuberkulosa aktif, hipersensitif.

Efek samping : Mual, anoreksia (kehilangan nafsu makan), nyeri otot,


gelisah. Edema, hipernatremia, hipokalemia, iritasi lambung.

Interaksi obat : Rifampisin, Barbiturat.

V. MONITORING DAN KIE

Monitoring

Monitoring terhadap terapi untuk mengobati asma pasien dipantau 1-2


minggu.
Seberapa sering kekambuhan.
Memantau efektivitas terapi dan efek samping penggunaan kortikosteroid

KIE (komunikasi, informasi dan edukasi)

1. Gunakan mometasone 1x sehari bila perlu, hindari pengunaan bersamaan prednison


dan formoterol.
2. Gunakan formoterol 50mcg(2xhisapan) 2x sehari. Pada pagi dan sore hari. hindari
pengunaan bersamaan prednison dan mometasone.
3. Minum prednison 1x sehari pada saat/sesudah makan. Hindari pengunaan bersamaan
formoterol dan mometasone.
4. Jika pasien yang lupa mengonsumsi prednison, disarankan untuk segera
mengonsumsinya begitu teringat jika jadwal dosis berikutnya tidak terlalu dekat.
Jangan menggandakan dosis prednison pada jadwal berikutnya untuk mengganti dosis
yang terlewat.
5. Efek samping dari prednison dapat dikendalikan dengan cara inhalasi dan permainan
dosis, serta dengan penambahan LABA dapat meningkat kualitas hidup pasien.
6. Efek samping dari prednison dapat diturunkan dengan cara di tambah obat antagonis
reseptor leukotrien sehingga dosis prednison dapat diturunkan sedikit-demi sedikit,
sehingga tidak perlu kuatir dengan efek samping prednison karena dapat diatasi
dengan penurunan dosis dan penggunaan LABA.

You might also like