You are on page 1of 27

1

Peran OJK Dalam Lembaga Keuangan


Perbankan Syariah

Priyo Hartono/DPB1-BI

Kantor Otoritas Jasa Keuangan


Daerah Istimewa Yogyakarta
Otoritas Jasa Keuangan
Peran OJK dalam Perbankan Syariah

Sekilas Perkembangan
Perbankan Syariah Nasional

Agenda Keunikan Perbankan Syariah


dan Implikasi Hukum

Peran Dalam Regulasi &


Pengawasan Perbankan
Syariah

2
Peran OJK dalam Perbankan Syariah

Sekilas Perkembangan
Agenda Perbankan Syariah Nasional

3
Indikator Perkembangan Perbankan Syariah
Indonesia (Q1-2014)
(Rp. Milyar )

Keterangan 2009 2010 2011 2012 2013 Q1-2014 Q2-2014

Total Aset
66,090 97,519 145,467 195,018 242,276 240.915 244.196
Growth Aset 33.37% 47.56% 49.17% 34.06% 24.23% -0.56% 1.36%
Pembiayaan Yang
Diberikan 46,886 68,181 102,655 147,505 184,121 184.964 188.063
Growth PYD 22.74% 45.42% 50.56% 43.69% 24.82% 0.46% 1.68%

Dana pihak ketiga


52,271 76,036 115,415 147,512 183,534 180.945 185.508
Growth DPK 41.84% 45.46% 51.79% 27.81% 24.42% -1.41% 2.52%

Rasio Keuangan 2009 2010 2011 2012 2013 Q1-2014 Q2-2014


CAR 10.77% 16.25% 16.63% 14.13% 14.44% 16.20% 16.68%
ROA 1.48% 1.67% 1.79% 2.14% 2.00% 1.16% 1.09%
ROE 25.81% 17.58% 15.73% 24.06% 17.24% 15.94% 12.58%
NPF Gross 4.01% 3.02% 2.52% 2.22% 2.62% 3.22% 3.48%
BOPO 89.54% 86.88% 85.63% 81.37% 83.40% 91.90% 84.50%
FDR 89.70% 89.67% 88.94% 100.00% 100.32% 102.22% 95.50
Aset perbankan syariah pada akhir tahun 2013 mencapai Rp242,3 Triliun dengan rata-rata pertumbuhan aset perbankan
syariah selama 5 tahun terakhir adalah 37.68%. Market share sebesar 4.89%
Informasi : Market Share Perbankan Syariah DIY sebesar 7,72% pada posisi Juni 2014 (tertinggi secara nasional)

4
Penggunaan Produk Bank Syariah (BUS dan UUS)

Skim Produk Des 2013 Juni 2014 Share Growth

Akad Mudharabah 13,625 13,802 7.35% 1.30%


Akad Musyarakah 39,874 42,830 22.80% 7.42%
Akad Murabahah 110,565 112,288 59.76% 1.56%
Akad Salam 0 0 0.00% 0.00%
Akad Istishna 582 588 0.31% 1.05%
Akad Ijarah 10,481 10,319 5.49% -1.55%
Akad Qardh 8,995 8,057 4.29% -10.43%
Lainnya 0 0 0.00% 0.00%
Total 184,122 187,885 2.04%
Dana Pihak Ketiga :
Giro iB 18,523 13,978 7.54% -24.54%
Tabungan iB 57,200 55,801 30.08% -2.44%
Deposito iB 107,812 115,729 62.38% 7.34%
Total 183,534 185,508 1.08%

5
Perkembangan Outreach Perbankan Syariah

Kelompok Bank 2009 2010 2011 2012 2013 Q1-2014 Q2-2014

Bank Umum Syariah 6 11 11 11 11 11 11


Jumlah Kantor 711 1215 1401 1745 1998 2136 2139

Unit Usaha Syariah 25 23 24 24 23 23 23


Jumlah Kantor 287 262 336 517 590 425 425

BPRS 138 150 155 158 163 163 163


Jumlah Kantor 225 286 364 401 402 431 429

6
Permasalahan Yang Dihadapi Bank Syariah

Permasalahan yang dihadapi oleh Industri Perbankan Syariah


seiring dengan perkembangannya, sebagai berikut:
1. Pembiayaan perbankan syariah didominasi sektor konsumtif,
jasa bisnis dan perdagangan;
2. Variasi akad dalam transaksi perbankan Syariah masih
didominasi dengan Akad Murabahah;
3. Produk Bank Syariah yang belum kompetitif dibandingkan
dengan produk bank konvensional;
4. Sumber Daya Insani (SDI) di perbankan Syariah yang masih
terbatas baik jumlah, maupun kualitas dari sisi aspek fiqh,
operasional, manajemen risiko dan aspek legal.

7
Peran OJK dalam Perbankan Syariah

Keunikan Perbankan Syariah


Agenda dan Implikasi Hukum

8
Perbedaan Karakteristrik Lembaga Keuangan
Syariah dan Lembaga Keuangan Konvensional

ASPEK BANK SYARIAH BANK KONVENSIONAL

HUKUM ISLAM DAN HUKUM


AKAD DAN LEGALITAS HUKUM POSITIF
POSITIF
STRUKTUR ORGANISASI
OJK/BI, DPS DAN DSN MUI OJK/BI
DAN PENGAWASAN

INVESTASI HALAL HALAL DAN HARAM

TITIPAN, BAGI HASIL, JUAL


PRINSIP OPERASIONAL INTEREST RATE/ SUKU BUNGA
BELI, SEWA, JAMINAN, PINJAM

TUJUAN PROFIT DAN FALAH ORIENTED PROFIT ORIENTED


HUBUNGAN DENGAN
KEMITRAAN DEBITUR KREDITUR
NASABAH
LEMBAGA PENYELESAIAN 1. PENGADILAN AGAMA 1. PENGADILAN UMUM
SENGKETA 2. BASYARNAS 2. BANI

9
KEDUDUKAN FATWA DSN MUI
SEBAGAI DASAR PENETAPAN HUKUM ISLAM DALAM AKAD SYARIAH

Setiap akad/perjanjian yang dibuat oleh lembaga keuangan dan perbankan


syariah harus sesuai fatwa yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional
(DSN).
Jika suatu akad/perjanjian tidak dibuat dengan menggunakan kontruksi yang
ditetapkan oleh DSN, maka akad tersebut akan menjadi akad yang cacat hukum,
atau bahkan dapat dibatalkan demi hukum.
Hal ini sesuai dengan asas penundukan diri seperti yang tertera dalam UU No.21
Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yaitu pada pasal 1 angka 7 disebutkan
bahwa Bank Syariah adalah Bank yang menjalankan usahanya berdasarkan
Prinsip Syariah. Sedangkan Prinsip Syariah berdasarkan UU No.21 Tahun
2008 disebutkan bahwa Prinsip Syariah adalah prinsip hukum Islam dalam
kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang
memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah.
Dengan demikian maka setiap akad/perjanjian, yang paling utama adalah harus
sesuai dengan kontruksi fatwa DSN, selain itu juga harus sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, seperti UU No.21 tahun 2008
tentang Perbankan Syariah, Peraturan Bank Indonesia (PBI)/ Peraturan Otoritas
Jasa Keuangan (POJK), KUHPerdata, Peraturan Mahkamah Agung (Perma)
maupun peraturan lainnya selama hal tersebut tidak saling bertentangan.
Keunikan Lembaga Keuangan & Bank Syariah:
Implikasi Regulasi & Aspek Hukum

Perbankan dan Lembaga Keuangan Syariah sejak awal dibangun dengan filosofi ekonomis syariah dan
perundang-undangan khusus, memiliki kekhasan dalam sistem operasionalnya berimplikasi
sejumlah perbedaan sistem pengaturan, pengawasan, tata kelola (GCG), berbagai standar dan
infastruktur sistem yang berbeda (termasuk infrastruktur hukum)

Legal dan Sharia Framework menjadi salah satu aspek penting mendorong pengembangan keuangan
dan perbankan syariah berkelanjutan, terutama untuk:
Memberikan kepastian hukum terhadap kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah
Memberikan perlindungan hukum kepada nasabah
Secara lebih luas, memberikan keyakinan terhadap sistem keuangan syariah (terlebih dalam
konteks dual system)

Isu mengenai hukum dan infrastrukturnya untuk lembaga keuangan dan perbankan syariah masih
menjadi area yang perlu terus dikembangkan di Indonesia, sebagai misal:
Indonesia yang menganut azas civil law mengalami sejumlah problem dibanding negara yang
menganut common law yang dinilai lebih favorable bagi inovasi produk keuangan termasuk
produk syariah.
Konsep financial trust sulit diterapkan dalam konteks civil law, namun negara bisa
memberikan fleksibilitas/pengecualian, mis.: UU SBSN

11
Struktur Pengawasan Bank Syariah
Hadirnya norma syariah dalam perbankan syariah akan mengurangi moral hazard.
Tambahan lini pengawasan oleh DPS akan semakin menjaga prudential bank syariah.

MOU untuk saling


berkonsultasi dalam setiap
penerbitan fatwa dan Departemen Perbankan
DSN- MUI regulasi bank syariah Syariah (DPBS)

Fatwa produk dan Harmonisasi Regulasi dan


layanan bank peraturan bank
pengawasan
syariah
syariah bank syariah

Produk bank syariah


Secara teoritis dilandaskan pada
prudential bank syariah sistem bagi hasil akan
akan lebih baik dari lebih adil bagi nasabah
bank konvensional
Penyelesaian Sengketa
(Menurut UU Perbankan Syariah)

UU No. 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah

Pasal 55
(1) Penyelesaian sengketa Perbankan Syariah dilakukan oleh pengadilan dalam
lingkungan Peradilan Agama;
(2) Dalam hal para pihak telah memperjanjikan penyelesaian sengketa selain
Peradilan Agama, penyelesaian sengketa dilakukan sesuai dengan isi Akad.

Penjelasan
Yang dimaksud dengan penyelesaian sengketa dilakukan sesuai dengan isi
Akad adalah upaya sebagai berikut:
a. Musyawarah;
b. mediasi perbankan;
c. Badan Arbitrase Syariah Nasional (Basyarnas) atau lembaga arbitrase lain;
d. Melalui pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum.
Penyelesaian Sengketa
(Menurut UU Perbankan Syariah)

Mediasi umumnya dilakukan untuk kasus-kasus ringan


MEDIASI terkait dengan operasional bank antara nasabah
deposan, contoh: kasus penarikan tunai di ATM.

Penyelesaian sengketa dilakukan di Pengadilan Negeri atau Non


LITIGASI Litigasi melalui Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS)

Parkatek umumnya sebelum tahun 2012, pelaku industri lebih memilih pengadilan negeri atau
arbitrase dalam penyelesaian sengketa perbankan syariah dibandingkan pengadilan agama

Berdasarkan UU No. 3 tahun 2006 tentang Perubahan Atas UU No. 7 tahun 1989 tentang Peradilan
Agama, pada Pasal 49 disebutkan: Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan
menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang: a. Perkawinan;
b. Waris; c. Wasiat; d. Hibah; e.Wakaf; f. Zakat; g. Infaq; h. Shadaqah; dan i. Ekonomi Syariah.

Putusan Pembatalan MK Nomor 93/PUU-X/2012 atas pasal 55 ayat (2) UU th 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah:
Putusan pembatalan tersebut hanya untuk pembatalan terkait dengan Penjelasan Pasal 55 ayat (2) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah,
dimana dalam penjelasan tersebut terdapat unsur penyelesaian sengketa dilakukan di lingkungan Peradilan Umum. Sedangkan pada pasal 55 ayat (1), Penyelesaian
sengketa Perbankan Syariah dilakukan oleh pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama.. Jika penjelasan Pasal 55 ayat (2) tetap diberlakukan, maka seakan-akan dalam
penyelesaian sengketa tersebut dibuka peluang untuk dilakukan di dalam lingkungan peradilan umum, sehingga Kewenangan Mutlak (Kompetensi Absolut) dari pengadilan
agama seperti yang tercantum dalam UU no. 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama dan juga tertuang dalam Pasal 55 ayat (1) UU No.21 Tahun 2008 akan terjadi
kontradiksif, dengan penjelasan pasal 55 ayat (2) UU No.21 Tahun 2008, yaitu adanya unsur Peradilan Umum.
Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah

Penyelesaian sengketa terkait dengan aktivitas kegiatan ekonomi syariah, termasuk


di dalamnya sengketa pada perbankan syariah, berdasarkan informasi yang
diperoleh dari Bank Umum Syariah, selama periode tahun 2012 sampai dengan saat
ini dilakukan dengan cara:
1. MEDIASI melalui sarana mediasi ini, umumnya dilakukan untuk kasus-kasus
yang ringan terkait dengan operasional bank antara nasabah deposan, seperti
kasus penarikan tunai di ATM.
2. LITIGASI penyelesaian sengketa dilakukan di Pengadilan Negeri dan Badan
Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS)

Mengapa masyarakat perbankan syariah lebih memilih pengadilan negeri atau


arbitrase dalam penyelesaian sengketa dibandingkan pengadilan agama?
Berdasarkan UU No. 3 tahun 2006 tentang Perubahan Atas UU No. 7 tahun 1989
tentang Peradilan Agama, pada Pasal 49 disebutkan: Pengadilan Agama bertugas dan
berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama
antara orang-orang yang beragama Islam di bidang: a.Perkawinan; b.Waris; c.Wasiat;
d.Hibah; e.Wakaf; f.Zakat; g.Infaq; h.Shadaqah; dan i.Ekonomi Syariah.

15
Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah

Walaupun terdapat aturan pada UU No. 3 tahun 2006 terkait penyelesaian perkara ekonomi
syariah di Pengadilan Agama, tetapi pada umumnya penyelesaian perkara ekonomi syariah
yang terjadi di Perbankan Syariah dilakukan di Pengadilan Negeri dan Badan Arbitrase. Hal ini
dikarenakan hal-hal sebagai berikut:
1. Terdapat persepsi sebagian masyarakat terhadap Pengadilan Agama yang hanya
mengurus perkara terkait dengan Perkawinan, Waris, Wasiat, dan lainnya yang terkait
dengan orang-orang yang beragama Islam (tidak termasuk Ekonomi Syariah).
2. Sengketa di Perbankan Syariah tidak semuanya antara nasabah yang beragama Islam,
tetapi terdapat nasabah non-Islam yang bersengketa dengan Bank Syariah, sehingga
pilihan forum Pengadilan Negeri dan Arbitrase menjadi pilihan yang lebih utama.
3. Perbankan Syariah dan Nasabah yang bersengketa cenderung memilih Pengadilan Negeri
dan Badan Arbitrase, karena dianggap lebih terbiasa dalam menangani sengketa yang
terkait dengan dunia bisnis.
4. Adanya celah hukum yaitu adanya ketentuan yang memungkinkan penyelesaian sengketa
terkait dengan transaksi ekonomi syariah dilakukan di luar Pengadilan Agama, yaitu:
a. UU No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah Pasal 55 Ayat 2 dan penjelasannya;
dan
b. UU No. 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman Pasal 59 ayat 3.

16
Peran OJK dalam Perbankan Syariah

Peran Dalam Regulasi &


Agenda Pengawasan Perbankan Syariah

17
Otoritas Jasa Keuangan

Regulator & Pengawas


Perbankan
(Bank Umum, dan BPR)

Regulator & Pengawas


Pasar Modal & IKNB
Tugas & Fungsi
Otoritas Jasa Keuangan

menyelenggarakan sistem
pengaturan & pengawasan yang
Fungsi terintegrasi terhadap keseluruhan
kegiatan di dalam sektor jasa
keuangan

Melaksanakan pengaturan &


pengawasan terhadap kegiatan jasa
keuangan di sektor :
perbankan,
Tugas pasar modal,
perasuransian,
dana pensiun,
lembaga pembiayaan, &
lembaga jasa keuangan lainnya
Otoritas Jasa Keuangan

Sektor Pasar IKNB


Perbankan Modal Perasuransian,
Dana Pensiun,
Lembaga
Pembiayaan
Mengatur dan Mengawasi

Konsumen
Melindungi
Transisi
Otoritas Jasa Keuangan
Pengawasan Perbankan
masih berada di BI

2015
31 Des 2013 Pengaturan dan
Pengawasan LKM
Pengaturan dan
31 Des 2012 Pengawasan
Pengaturan dan Perbankan beralih
Pengawasan Pasar ke OJK
22 Nov 2011 Modal & IKNB
beralih ke OJK Catatan:
UU OJK disahkan Transisi dari BI dan Bapepam-LK ke OJK
(Masa Transisi) meliputi transisi kewenangan, SDM,
dokumen dan penggunaan kekayaan
Pengawasan Pasar Modal dan IKNB Selama masa transisi, BI dan Bapepam LK
masih berada di Bapepam-LK tetap melaksanakan kewenangannnya
Kewenangan
Otoritas Jasa Keuangan
Wewenang Pengawasan Wewenang Pengaturan
melakukan pengawasan dan menetapkan peraturan
perlindungan Konsumen sektor pelaksanaan UU OJK;
Perbankan, Pasar Modal & IKNB menetapkan peraturan
memberikan dan/atau mencabut perundang-undangan di sektor
izin usaha; pengesahan; jasa keuangan;
persetujuan atau penetapan menetapkan peraturan mengenai
pembubaran. pengawasan;
memberikan perintah tertulis kpd menetapkan peraturan mengenai
LJK & menunjuk Pengelola tata cara penetapan perintah
Statuter. tertulis
menetapkan sanksi administratif
RUANG LINGKUP REGULASI DAN STANDAR SYARIAH
PADA LEMBAGA KEUANGAN DAN PERBANKAN SYARIAH

Lembaga Keuangan
& Perbankan Syariah

Aspek Keuangan
Aspek Hukum Islam/ Syariah

Prinsip Kehati-hatian No Riba

No Maisir
Undang- Fatwa
Azas Manajemen Lembaga
Keuangan yg Sehat Undang DSN-MUI No Gharar

No Dzalim

No Haram

Peraturan Bank Indonesia (PBI) &


Surat Edaran Bank Indoensia (SEBI)/
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK)
Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan (SEOJK)
Lingkup Cakupan
Regulasi & Standard Perbankan Syariah
PENDIRIAN BANK UMUM SYARIAH
PENDIRIAN BPR SYARIAH
KELEMBAGAAN PEMBUKAAN KC SYARIAH OLEH BANK KONVENSIONAL
GCG BANK UMUM DAN UNIT USAHA SYARIAH
PENUTUPAN BANK DAN KANTOR BANK

KEHATI-HATIAN
PENILAIAN KUALITAS ASSET
PEMBENTUKAN CADANGAN PENGHAPUSAN (PPAP)

GIRO WAJIB MINIMUM


PASAR KEUANGAN &
KLIRING
MONETER
PASAR KEUANGAN ANTAR BANK SYARIAH
FASILITAS PINJAMAN JANGKA PENDEK SYARIAH

STANDARD PSAK Syariah No.101 - 109 dan PAPSI


PEDOMAN AUDIT BANK SYARIAH
LAPORAN BANK UMUM & BPR SYARIAH
Pengawasan Bank Syariah
Pada dasarnya regulasi dan pendekatan pengawasan bank
syariah sama dengan bank konvensional pada umumnya.

Perbedaan terletak pada pengawasan dari sisi syariah


Selain harus mematuhi aturan Untuk memastikan sharia compliance,
perbankan secara umum, bank maka di setiap bank syariah (BUS
syariah juga harus mematuhi aturan maupun UUS) harus memiliki Dewan
syariah (sharia compliance) Pengawas Syariah (DPS).

Tugas dan Tanggung Jawab Dewan Pengawas Syariah(DPS):


Memastikan dan mengawasi kesesuaian kegiatan operasional bank terhadap fatwa yang telah
ditetapkan oleh Dewan Syariah Nasional (DSN) Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Menilai aspek syariah terhadap pedoman operasional dan produk yang dikeluarkan bank.
Memberikan opini dari aspek syariah terhadap pelaksanaan operasional bank secara keseluruhan.
Mengkaji produk dan jasa baru yang belum ada fatwa untuk dimintakan fatwa kepada DSN-MUI.
Menyampaikan hasil pengawasan syariah sekurang-kurangnya setiap 6 bulan kepada Direksi,
Komisaris, DSN-MUI dan Bank Indonesia.
Era Baru Pengawasan Jasa Keuangan
Pembentukan OJK adalah pelaksanaan amanah yang diatur dalam UU Bank Indonesia,
OJK didirikan berdasarkan UU No. 21 Tahun 2011 tanggal 22/11/2011
Apa yang menjadi pertimbangan penting pendirian OJK (dari penjelasan UU OJK):
Sistem keuangan dan seluruh kegiatan jasa keuangan yang menjalankan fungsi intermediasi
bagi berbagai kegiatan produktif di dalam perekonomian nasional memiliki peran sangat
strategis dalam sistem ekonomi.
Negara memberikan perhatian serius terhadap perkembangan kegiatan sektor jasa
keuangan, dengan mengupayakan terbentuknya kerangka peraturan dan pengawasan sektor
jasa keuangan yang terintegrasi dan komprehensif.
Proses globalisasi sistem keuangan, pesatnya kemajuan di bidang TI serta inovasi finansial
menciptakan sistem keuangan sangat kompleks, dinamis, dan saling terkait antar-
subsektor keuangan baik dalam hal produk maupun kelembagaan.
Konglomerasi-keterkaitan kepemilikan telah menambah kompleksitas transaksi dan interaksi
antar lembaga jasa keuangan di dalam sistem keuangan.
Problem moral hazard, belum optimalnya perlindungan konsumen jasa keuangan, dan
terganggunya stabilitas sistem keuangan semakin mendorong diperlukannya pembentukan
lembaga pengawasan di sektor jasa keuangan yang terintegrasi.
Sekian
Terimakasih
Wassalamualaikum Wr. Wb

You might also like