You are on page 1of 23

PENGEMBANGAN KURIKULUM MAZHAB KRITIS

DI MAS MANBAUL HUDA BANDUNG

(Analisis Landasan Filosofis dalam muatan kurikulum Lokal)

Oleh : KAHPIANA

ABSTRACT

This study is entitled "The Mazhab Epistemology of Critical Education in Islam


Perspective" (an Analysis of Islamic Education Philosophy). This study began from
the idea that education is seen not to reflect the humanism and emancipatory attitude
towards interrelationship of human. Education is not seen as a social transmormation
from irrationality to rationality, from oppression to freedom, from theory to practice,
the basic critical theory of epystemology is from theoritical theory. Education is not
only about theory but also action. The objectives of this reasearch are; theoretically to
enrich khazanah Science, especially about education discipline commtted to and has
great attention on human resource quality by giving sharp criticism on social mindset
towards social pragmatism. Another objective of the ressearch is to contribute to
thought to extend educational ideas in academic environment. Practically, this study
is useful for learning model development of education practitioners, whether they are
formal practicioners or non-formal ones. The reason of the implementation of this
study is to know how far the Islamic perspective is on Critical Flow. The writer used
a descriptive qualitative research design with literature reviews. He used a library
research (cintent analysis) to collect the data of the research. The study showed that
Mazhab Epistemology on critical education in Islam perspective is about the
knowlodge method in critical theoretical framework about humanism and
emansipatory concepts. Islam is also about humanism and egalitery emphasizing
highly the human right equality. The implication of human monoteism towards the
almighty god having monotheism freedom framework, by action and revolution as
well as with effective communication constructed from the thought of Karl Max.
Keyword : Critical Theory, Education Epystemology and
Humanism Education.
1. PENDAHULUAN

Dunia dewasa ini telah sedemikian maju. Kemajuan tekhnologi dan

komunikasi informasi yang pesat maka terjadilah hubungan manusia yang semakin

cepat dan tepat. Mengakibatkan perubahan besar di dalam berbagai aspek kehidupan

sosial, ekonomi, budaya dan politik. Inilah yang disebut sebagai gelombang

globalisasi yang melanda seluruh dunia.

Globalisasi dianggap mampu mengubah tata kehidupan ekonomi, politik,

sosial, budaya, begitupun tak akan terhindarkan Pendidikan. Sebagian masyarakat

memandang globalisasi telah menyebabkan krisis di dalam tata kehidupan manusia.

Maka seharusnyalah proses pendidikan melihat posisinya kembali di dalam

menghadapi proses pendidikan abad ke-21. Pendidikan baik teori maupun praksis

meninjau kembali posisinya di dalam krisis global dewasa ini. Proses pendidikan

merupakan proses pemanusiaan termasuk di dalam mengahadapi krisis global.

Pendidikan sebagai sarana penunjang proses perkembangan manusia agar

menjadi manusia yang utuh (Humanisasi), karena masnusia menjadi bahasan yang

paling utama, karena dalam pendidikan manusia bukan hanya sebagi obyek

melainkan sekaligus subyek dari pendidikan. Yang tidak bisa di- pungkiri bahwa

manusia merupakan satu kesatuan yang harus dikembangkan dan terkembangkan,

baik secara fisik, psikis. Manusia diberikan muatan-muatan pengetahuan dan

pembelajaran, manusia mendapatkan didikan dan pembinaan dalam mempersiapkan

kehidupanya kelak.
Pendidikan yang kelak akan membekali manusia pada proses perkembangan

bagi individu maupun sosial, hal ini menunjukan betapa pentingnya proses

pendidikan bagi manusia-manusia agar bisa tercerahkan. Akan tetapi pendidikan yang

kini hadir di tengah-tengah kehidupan pada umumnya, tak senada dengan realitas

kehidupan masyarakat indonesia, sulitnya pendidikan diakses oleh mereka yang

secara ekonomi lemah sehingga terjadi klasifikasi masyarakat, bagi mereka yang

ekonomi menengah ke ataslah yang mampu mendapatkan pendidikan yang baik, dan

pendidikan yang hanya mengedepankan akan kebutuhan dunia kerja semata, yang

pada akhirnya pendidikan hanya menjadi Produsen buruh dan hanya menjadi

penonton di negaranya sendiri.

Dalam penelitian ini penulis mencoba membongkar, suatu aliran Filsafat

kritis dalam pendidikan. Suatu Teori yang awalnya merupakan suatu aliran yang lahir

dari mazhab Frankfurt, Jerman. Menurut Magnin Suseno, Filsafat kritis berdiri dalam

tradisi besar pemikiran yang mengambil inspirasinya dari karya intelektual Karl

Marx. Ciri khas dari filsafat kritis adalah selalu berkaitan erat dengan kritik terhadap

hubungan-hubungan sosial yang nyata. (Listiyono Dkk, 2007: 219).

Berangkat dari masalah di atas, maka penulis akan memfokuskan penelitian

sebagai berikut :

1. Bagaimana konsep teori kritis?

2. Bagaimana konsep teori kritis dalam filsafat Islam?

3. Bagaimana Epistemologi mazhab Pendidikan kritis dalam persfektif


Islam?

2. METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif non Interaktif

atau yang disebut juga dengan content analysis (Analisis isi). content analysis

merupakan metode penelitian yang khas untuk penelitian yang khusus untuk ilmu

sosial, humaniora yang menyangkut data kualitatif. Menurut Noeng Muhajir (1998 :

49), content analysis merupakan analisis ilmiah tentang isi suatu komunikasi.

Secara teknis content analysis memerlukan beberapa upaya, yaitu klasifikasi

tanda-tanda yang dipakai dalam komunikasi, menggunakan kriteria sebagai dasar

klasifikasi, dan menggunakan teknik analisis tertentu sebagai pembuat prediksi.

Metode content analysis sejak James Berolson (1949), sampai Lindzey dan Aronson

(1968), sebagaimana yang dikutif oleh Noeng muhajir (1998 : 49) memerlukan tiga

syarat, yaitu : Objektiveitas, pendekatan sistematis, dan generalisasi.

3. EPITEMOLOGI KRITIS

Salah satu objek kajian yang menyibukan filsafat adalah gejala pengetahuan.

Cabang ilmu filsafat yang secara khusus menggeluti pertanyaan-pertanyaan yang

menyeluruh dan mendasar tentang pengetahuan disebut epistemologi. Istilah

epistemologi sendiri berasal dari kata Yunani episteme yang berarti pengetahuan, dan

logos berarti perkataan, ilmu, pikiran, kata. Sebagai cabang ilmu filsafat,

epistemologi bermaksud mengkaji dan mencoba menemukan ciri-ciri umum dan


hakiki dari pengetahuan manusia, bagaimana pengethauan itu pada dasarnya

diperoleh dan diuji kebenaranya? Manakah ruanglingkup atau batas-batas

kemampuan manusia untuk mengetahuai?. Dan epismologi juga bermaksud secara

kritis mengkaji syarat-syarat logis yang mendasari dimungkinkanya pengetahuan

serta mencoba memberi pertanggung jawaban rasional terhadap klaim kebenaran dan

objektivitasnya, (Sudarmita, 2002: 18).

Epistemologi atau filsafat pengetahuan pada dasarnya juga merupakan suatu

upaya rasional untuk menimbang dan menentukan nilai kognitif pengalaman manusia

dalam interaksi dengan diri, lingkungan sosial, dan alam sekitar. Maka dengan

demikian epistemologi adalah suatu disiplin ilmu yang bersifat evaluatif,normatif dan

kritis, evaluatif berarti menilai, ia menilai apakah suatu keyakinan, sikap, penyataan

pendapat, teori pengetahuan dapat dibenarkan, dijamin kebenaranya, atau memilki

dasar yang dapat dipertanggung jawabkan secara nalar. Normatif, berarti mengukur

norma atau tolak ukur, dan dalam hal ini tolak ukur kenalaran bagi kebenaran

pengatahuan. (Sudarmita, 2002: 19).

Berdasarkan cara kerja atau metode pendekatan yang diambil terhadap gejala

pengetahuan bisa dibedakan beberapa macam epistemologi. Pertama, epistemologi

Metafisis, epsitemologi macam ini berangkat dari suatu paham tertentu tentang

kenyataan, lalu bagaimana manusia dapat mengetahui keyataan, lalu tentang

bagaimana manusia mengetahui kenyataan tersebut. Misalnya Plato yang meyakini

bahwa kenyataan yang sejati adalah kenyataan dalam dunia ide-ide, sedangkan

kenyataan yang kita alami di dunia ini adalah kenyataan yang fana dan gambaran
kabur saja dari kenyataan dunia ide-ide.

Kedua, epistemologi skeptis. Dalam epistemologi macam ini, seperti misalnya

yang dikerjakan oleh Descartes, kita perlu membuktikan dulu apa yang dapat kita

ketahui sebagai sungguh nyata atau benar-benar tak dapat diragukan lagi dengan

menganggap sebagai tidak nyata atau keliru sesgala sesuatu yang kebenaranya masih

dapat diragukan.

Ketiga, epistemologi Kritis. Epistemologi tidak memperioritaskan metafisika

atau epistemologi tertentu, melainkan berangkat dari asumsi, prosedur dan

kesimpulan akal sehat ataupun asumsi, prosedur dan kesimpulan pikiran ilmiah

sebagaimana kita temukan dalam kehidupan, lalu kita coba tanggapi secara kritis

asumsi, prosedur dan kesimpulan tersebut. (Sudarmita, 2002: 20-22).

Maka dengan demikian, dalam alur peta pemikiran karya ilmiah ini, penulis

akan mencoba membongkar akar penalaran teori kritis, sebagai bahan pertimbangan

pengetahuan manusia. Yang dikatagorikan pada macam epistemologi kritis,

sebagimana yang telah penilis jelaskan dalam latar belakang masalah.

4. TEORI KRITIS MAZHAB FRAKFURT

Pandangan teori kritis banyak terpengaruhi oleh aliran Frankfurt. Mazhab

farankfurt atau sekolah Frankfurt (Frankfurt schule) merujuk pada gerakan

intelektual yang dilakukan secara multidisipliner oleh sekelompok intelektual jerman

yang berpusat di kota Frankfurt, Jerman. Pada tahun 1923, sekelompok intelektual

Jerman mendirikan Institute social (Institute social furschung) yang otonom


bertempat di universitas Frankfurt. Sebagian anggotanya bersimpati pada Marxisme

dan terlibat dengan partai komunis Jerman. Institute ini melahirkan tokoh-tokoh besar

seperti, Leo Lowenthal, Walter Benyamin, Freidrich Pollock, Max Horkhaimer,

Theodore W. Ardono, Erich Fromm, dan Herbert Marcuse, dan tokoh yang menonjol

dari mazhab ini adalah Jurgen Hebermas. Mereka mengembangkan teori kritis yang

pernah dirintis oleh Kant, Hegel, Marx dan Frued. (Bagus Takwim. 2003: 87).

Mazhab Frankfurt mengembangkan suatu teori yang dinamakan teori kritis,

teori kritis bukan sekedar hasil kontemplasi pasif untuk memperoleh prinsif-prinsif

objektif dari realitas, teori kritis bersifat emansipatoris dan terkait langsung dengan

praktis dan pembebasan manusia dari irasionalitas. Teori yang bersifat emansipatoris,

menurut mereka harus memenuhi tiga syarat :

1. Bersikap kritis dan curiga terhadap zamannya seperti yang dilakukan

oleh marx terhadap system kapitalisme.

2. Berpikir secara historis, berpijak pada masyarakat dalam prosesnya

yang historis dan dialetika.

3. Tidak memisahkan teori dari praksis dan tidak melepaskan fakta dan

nilai hanya untuk mendapatkan hasil objektif semata.

Dalam penelitian ini penulis mencoba mempertemukan epistemologi teori

kritis mazhab Frankfurt, lebih khusus pada tokoh Jurgen Hebermas dan teori kritis

yang dikembangkan oleh Hasan Hanafi, sebagaimana teori kritis pada pembebasan

manusia yang lebih khusus pada praktik pendidikan.


5. TEORI KRITIS DALAM PENDIDIKAN

Telah dijelaskan di atas, bahwa Teori kritis merupakan suatu mazhab dalam

ilmu sosial yang meyakini bahwa sosial harus memainkan peranan yang signifikan

dalam mengubah dunia dan meningkatkan kondisi kemanusiaan. Tujuan teori kritis

adalah untuk mengaitkan antara teori dan praktik, memberi pandangan, dan

memberdayakan subyek manusia untuk mengubah situasi-situasi opresif yang

mengatasi mereka. (Nuryanto:2008:119).

Teori kritik dapat digunakan dalam berbagai aspek kehidupan, salah satunya

pendidikan, lebih dari itu teori kritis dalam pendidikan menjadi mazhab tersendiri

yang mempunyai gagasan untuk memberdayakan kaum tertindas dan

mentransformasikan ketidakadilan sosial yang terjadi di masyarakat melalui

pendidikan (Peter McLaren, 1998).

Sedangkan menurut Mansour Fakih, menyatakan sebagai berikut:

Mazhab pendidikan kritis adalah mazhab pendidikan yang meyakini adanya


muatan politik dalam segala aktivitas pendidikan. Aliran ini dalam diskursus
pendidikan disebut juga aliran kiri karena orientasi politiknya yang
berlawanan dengan mazhab liberal dan konservatif. Dalam konteks akademik,
mazhab ini disebut dengan the sociology of education atau critical theory
of education.

Bahasa kritis menjadi sebuah keharusan dalam mazhab ini, kekuatan

hegemoni baik kekuasaan dan individu tidak menjadi dominan, sebab hal ini akan

menjadikan peserta didik terkonstruks oleh kekuatan dalam kekuasaan. Memilki arti
bahwa proses pendidikan yang dipraktekan pendidikan mazahab kiri, yang

mengkritik kemapanan.

Visi pendidikan kritis dilandaskan pada suatu pemahaman bahwa pendidikan

tidak bisa dipisahkan dari konteks sosial, kultural, ekonomi dan politik yang lebih

luas. Institusi pendidikan tidaklah netral, indpenden, dan bebas dari berbagai

kepentingan, tetapi justru menjadi bagian dari institusi social lain yang menjadi ajang

pertarungan kepentingan.

Pendidikan harus dipahami dalam kerangka relasi-relasi antar pengetahuan,

kekuasaan dan ideologi. Berbagai kepentingan inilah yang akan membentuk wajah

institusi pendidikan dan mempengaruhi subjektivitas peserta didik.

Dengan demikian pendidikan kritis berupaya merenungkan terhadap the

dominan ideology atau kekuatan ideologi ke arah perubahan sosial. Konsep

pendidikan ini memiliki tugas utama pendidikan adalah menciptakan ruang agar sikap

kritis terhadap sistem dan struktur (kekuasaan) yang tidak adil, serta melakukan

dekonstruksi dan advokasi menuju sistem sosial yang lebih adil.

Sosio-educatif yang berbasis keadilan dan kesetaraan harus teraktualisasi

dalam praktik pendidikan sehari-hari, sehingga institusi pendidikan memberikan

layanan pendidikan yang demokratis tanpa membeda-bedakan status sosial manusia.

Sistem politik pemerintah pun yang menjadi sumber kebijakan pendidikan harus

demokratis pula, dan menjamin atas hak-hak individu manusia merdeka untuk

mendapatkan pendidikan secara merata.

Titik akhir mazhab pendidikan kritis adalah kecintaan dan penghargaan yang
tinggi terhadap manusia, sebagai manusia peserta didik dipersepsi sebagai subjek

yang merdeka dan punya potensi untuk menjadi actif beings, bukan hanya sebagai

objek yang dapat ditindas oleh sistem yang berlaku dalam tatanan institusi,

masyarakat dan pemerintahan.

Wahono, (2001 ; iii-iv) menjelaskan ada tiga pemahaman manusia terhadapa

proses pendidikan, Pertama, pendidikan dipahamahi sebagai wahana menyalurkan

pengetahuan (Transfer Knowledge), pembentukan watak, alat pelatihan keterampilan,

media mengasah otak serta meningkatkan keterampilan kerja.

Kedua, pendidikan lebih diyakini sebagai suatu media untuk menanamkan

nilai-nilai moral dan ajaran agama, alat pembentukan kesadaran bangsa, alat

meningkatkan taraf ekonomi, alat mengurangai kemiskinan, alat mengangkat status

sosial, alat menguasai teknologi, serat media untuk membongkar rahasia alam raya

dan manusia.

Ketiga, menempatkan pendidikan sebagai wahana untuk menciptakan

keadilan sosial, untuk memanusiakan manusia dan membebaskan manusia.

H.A.R Tilaar (2011: 13) menyatakan, pendidikan mempunyai dua dimensi

yang saling bertautan. Pertama, pendidikan merupakan suatu hak asasi manusia.

Kedua, pendidikan sebagai suatu proses. Sebagai suatu hak asasi manusia berarti

manusia tanpa pendidikan tidak dapat mewujudkan kemanusiaanya, sedangkan

pendidikan sebagai suatu proses bahwa manusia menjadi manusia tidak terjadi

dengan sendirinya, tetapi merupakan suatu proses kemanusiaan dalam kebersamaan

dengan sesama manusia.


Pendidikan sebagai suatu proses berarti bahwa pendidikan merupakan suatu

peristiwa memanusia. Peristiwa tersebut berarti merupakan suatu perubahan,

perubahan suatu hakikat manusia yang memanusiaakan kebebasan dirinya dan

kesadaran dari ketergantungan pada sesuatu.

Hendry Giroux dan Aronowitz, yang dikutip oeh Dr. Mansour Fakih,

(2002:xvi-xv) membagi paradigma pendidikan menjadi tiga aliran, yakni pendekatan

konservatif, liberal serta kritis.

Pertama, Paradigma Konservatif, bagi mereka ketidak kesederajatan

masyarakat merupakan suatu hukum keharusan alami, suatu hal yang mustahil bisa

dihindari serta sudah menjadi keharusan bahkan takdir Tuhan, bagitupun pendidikan

tidaklah bisa merubah kondisi masyarakat, karena mereka beranggapan bahwa

kesenjangan sosial, buta huruf, orang-orang miskin karena kesalah mereka sendiri.

(williem Oneil, (2002:Viii)

Kedua, paradigma Liberal, golongan ini berangkat dari keyakinan bahwa ada

masalah di masyarakat tetapi bagi mereka pendidikan tidak ada kaitanya dengan

persoalan politik dan ekonomi masyarakat. Dengan keyakinan seperti itu tugas

pendidikan tidak ada sangkut-pautnya dengan persoalan politik dan ekonomi, mereka

beranggapan masalah masyarakat dan pendidikan adalah dua masalah yang berbeda

yang tidak ada kaitanya.

Kaum Konservatif dan Liberal sama-sama berpendirian bahwa pendidikan

adalah a-politik dan excellence haruslah merupakan target utama pendidikan

Lain halnya dengan yang Ketiga, paradigma kritis, urusan pendidikan adalah
melakukan refleksi kritis, terhadap the dominant ideology kearah transformasi sosial,

tugas utama pendidikan adalah menciptakan ruang agar sikap kritis terhadap sistem

dan struktur ketidakadilan, serta melakukan dekonstruksi dan advokasi menuju sistem

yang lebih adil.

Dalam perspektip kritis, pendidikan harus mampu menciptakan ruang untuk

menganalisis secara bebas dan kritis untuk transformasi sosial, dengan kata lain tugas

utama pendidikan adalah memanusiakan manusia yang mengalami dehumanisasi

karena sistem dan struktur yang tidak adil.

Poulo Freire (2007:xiii) menyatakan, pendidikan harus menjadi proses

pemerdekaan, bukan penjinakan sosial-budaya (Sosial and domestication).

Teori pendidikan Kritisisme memiliki tujuan dalam memberikan keleluasaan

terhadap kaum tertindas dalam mendapatkan hak-haknya untuk memperoleh

pendidikan yang baik, walau demikian hal tersebut sangat sulit untuk direbut kerena

ada sistem yang tidak memberikan ruang yang leluasa bagi mereka. Poulo Freire

(2007:vii)

Sebagaimana yang telah diungkapkan dahulu, bahwa peranan pendidikan

adalah upaya membangun sistem manusia yang utuh, maka diperlukan meode yang

tepat, seperti yang dulu pernah dilakukan oleh tokoh-tokoh pendidikan nasional,

seperi Ki Hajar Dewantara, dan metode KH. Achmad Dahlan, yang membebaskan

pikiran manusia dan sikap demokratis ang diunjukan oleh guru. (Francis Wahono.

2001:112).
6. TEORI KRITIS PERSFEKTIF MAZHAB ISLAM KIRI

Teori kritis juga bukan hanya dikembangkan oleh filusuf-filusuf yang

notabene lahir dai barat, akan tetapi lahir pula dari timur. Dalam sejarah

pemikiran Islam, tokoh yang mengembangkan teori kritis dalam tradisi pemikiran

Islam, tokoh pemikir dari Mesir, Hassan Hannafi yang menggagas dan memunculkan

al-Yasar al-Islami (Islam Kiri).

M. Najib Buchori, (2000;21) yang dikutip dari buku yang diterjemahkan dari

karya Dr. Hassan Hannafi, secara singkat dapat dikatakan bahwa Kiri Islam bertopang

pada tiga pilar dalam mewujudkan revolusi Islam. Ketiga pilar ini dalam proyek Kiri

Islam yang disebut oleh Hassan Hanafi sebagai Proyek Khazanah dan Pembaharuan

(al-Turts wa al-Tajdd): sikap kita terhadap khazanah Islam klasik, sikap kita

terhadap khazanah Barat, dan sikap kita terhadap realitas umat Islam kontemporer

1. Kritis Revolusioner Hasan Hanafi


Dalam sejarah Islam banyak dijumpai aneka revolusi sosio-religio-politik,

seperti revolusi Qoramitha dan Mahdiisme di Sudan, Sanusiyah, di Libiya, Al-Jajair

dan banyak lagi, gerakan Komuitas Islam di Amerika yang menginginkan kebebasan

dan kemerdekaan.

Tugas utama dalam gerakan pembebasan ini, terinsfirasi oleh oleh Iman

(Theologi), yang kemudian Hasan Hanafi menyebutnya dengan theology revolution,

theology pembangunan dan theology progresif. Dalam peta pemikiran agama, aliran
ini menjadi suatu cabang yang paling penting. Teologi menjadi ilmu tentang

kerakyatan (Ilm al-jamahir); ilmu tentang gerakan-gerakan kerakyatandi dalam

masyarakat tertindasseperti afrika, asia, dan Amerika Latin. Dengan demikian, agama

menjadi ilmu, aksi, tauhid dan kesyahidan. (Shimogaki:2007:160-161).

Epistemologi Hasan Hanafi bukan lah mengadopsi gerakan revolusi dan teori

praxis Kalr Marx, namun lebiuh cenderung terinsfirasi oleh pemikir-pemikir

revolusioner Islam, seperti Al-Afghoni, mereka terinsfirasi oleh gerakan kaum

muskimin kontemporer. (Shimogaki:2007:179).

Hanafi menyeru manusia untuk menelusuri asal muasal akidah dengan

menggunakan rasio, hingga tauhid mempunyai ikatan dengan amal nyata, Allah

dengan bumi, dzat Ilahiyah dengan dzat insaniyah, sifat-sifat ketuhanan dengan nilai-

nilai humanisme, dan kehendak Allah dengan

Formulasi akidah humanitarian Hasan Hanafi dibangun atas semangat

bagaimana agar akidah yang diyakini umat bisa menjadi pendorong dalam melakukan

aktivitas hidup. Akidah oleh karenanya, dibangun atas semangat membela manusia

(ad difa ani al Insan). Bukan membela Tuhan (ad difa ani illah). Kemuliaan akidah

tidak berasal dari obyeknya (Tuhan), melainkan dari bekas dan kemampuannya untuk

menggerakkan manusia, memobilisasi orang banyak dan masuk dalam gerakan

sejarah. Akidah adalah pusaka dari nenek moyang, revolusi adalah mobilisasi.

Akidah adalah keyakinan manusia dan rohnya, revolusi adalah tuntutan

masanya. Bahwa pemikiran Hassan Hanafi dalam kancah pemikiran akidah muslim

klasik lebih cenderung kepada pemikiran kaum Mutazilah yang rasional. Sedang
dalam kancah pemikiran kontemporer, Hanafi cenderung berada pada posisi tengah-

tengah, yaitu antara kelompok Islamisme yang meyakini bahwa kebesaran umat Islam

tergantung pada kesadaran mereka dalam melaksanakan ajaran agamanya dengan

kembali pada Quran dan Sunnah dan kelompok sekularisme, yang mempercayai

Islam sebagai agama peradaban (hadhari), yang karenanya harus terbuka dengan

unsur-unsur peradaban lain.

Dalam kerangka pemikiran pendidikan kita mengenal dengan pendidikan

sebagai pencerdasan dan pembebasan masyarakat tertindas, dalam hal ini pendidikan

sudah selayaknya menjadi kerangka gerakan pembebasan.

2. Integrasi Pendidikan Islam ; Tauhid revolusioner M. Natsir


Dalam penelitian Filsafat pendidikan, penulis mengambil salah satu tokoh

penting pendidikan Islam di Indonesia; mohamad Natsir atau yang sering di sebut pak

Natsir. Beliau bukan hanya pemikir politik atau praktisi politik, tetapi juga tokoh

pendidikan Islam.
Salah satu gagasan pendidikan Islamnya yang paling fenomenal adalah

integrasi pendidikan Islam. Pada capita selekta jilid I (pp. 66-79) secara khusus,

Natsir menyoroti mengenai Pendidikan, dari mulai ideologi pendidikan islam, guru,

sekolah tinggi Islam sampai bahasa asing sebagai alat pencerdasan. Salah satu tokoh

yang berkontribusi terhadap pemikiran pendidikan Islam. Karangka epistemologi

sedemian kokohnya, salah satu konsep pendidikan Pak Natsir yang paling fenomenal

adalah konsep integrasi pendidikan.


Menurut Mohamad Natsir, tujuan pendidikan Islam selaras dengan tujuan

manusia diciptakan, yaitu untuk mengabdikan diri kepada Allah SWT dengan
menempatkan manusia sebagai Khalifah di muka bumi. Kemajuan dan kemunduran

bangsa bergantung pada kesanggupan dan ketahanna Ummah untuk menduduki

temapat yang mulai. (Harjono. 1995 : 57)


Pendidikan dalam pandangan Natsir ialah satu pimpinan jasmani dan ruhani

yang menuju kepada kesempurnaan dan lengkapnya siifat-sifat kemanusiaan dengan

arti yang sesungguhnya. Pemimpin itu dimaskud sekurang-kurangnya antara lain

perlu dua perkara :


1. Satu tujuan yang tertentu tempat mengarahkan pendidikan itu
2. Satu asas tempat mendasarkannya. (Harjono (1995 :79).
Natsir dalam capita selekta jilid I, menjelaskan Bahwa seorang pendidik Islam

tidak usah memperdalam dan memperbesar-besarkan antagonisme (pertentangan)

antara barat dan timur itu. Islam hanya memilki antagonisme hak dan Batil, jika yang

hak datangnya dari Barat maka akan diterima, segala yang batil akan tersingkirkan

sekalipun datangnya dari Timur. (pp.78)


Natsir menjadi ajaran Tauhid sebagai satu-satunya ideologi pendidikan Islam,

yang dimanispestasikan dalam dalam bentuk kepribadian yang adalah sasaran

tujuanya dari pendidikan adalah itu sendiri. Natsir mengisahkan Ismail anak Ibrahim

yang merelakan nyawanya kerena memenuhi kehendak Allah melalui mimpi Ibrahim

untuk disembelih. Pendidikan yang didasarkan pada tauhid dalam rangka

penghambaan pada Syahadah (persaksian), dan Syahadah dari sisi pendidikan tidak

lain adalah sebuah pembebasan dari segala bentuk belenggu yang diciptakan oleh

manusiasendiri. Melalui kredo tauhid ini Islam lalu menggalakan akal pikiranya

dengan sebaik-baiknya. (pp.70)


Kerangka teologis menjadi kerangka ideologis yang kuat bagi pendidikan

Islam, jika pendidikan Islam sebagai alat pemersatu ummat untuk menghilangkan
manusia dari penindasan akal yang kemudia menjadi sikap syirik dan taklid buta,

maka peran akal murni manusia sangat lah penting dalam membedakan anara yang

hak dan yang batil. Sekalipun yang hak sacara garis epistemology dating dari barat.
Pada akhir penelitian ini, pemikiran natsir jika ditarik lurus dengan pemikiran

Hasan Hanafi, memilki satu kesatuan dan persamaan dalam hal pengetahuan atau

epistemologi, tidak memisahkan dan tidak menjadikan persolaan pengetahuan yang

lahir dari manapu, Timur dan Barat adalah kepunyaan Allah.

Dalam pilar yang pertama, Kiri Islam menekankan perlunya revitalisasi

khazanah Islam klasik. Dalam hal ini rasionalisme memegang kunci utama.

Rasionalisme merupakan keniscayaan untuk kemajuan dan kesejahteraan muslim

serta untuk memecahkan situasi kekinian di dalam dunia Islam. Karena khazanah

klasik kita mengandung dua muatan: positif dan negatif, maka Kiri Islam menegaskan

perlunya pemilah-milahan dalam melakukan revitalisasi ini. Dalam ilmu Ushl al-

Dn Kiri Islam cenderung pada madzhab Mutazilah yang merupakan gerakan

revolusi akal, alam dan kebebasan manusia. Dalam bidang fikih dan Ushlnya,.

Dalam bidang filsafat, Kiri Islam lebih memilih filsafat Ibnu Rusyd karena

menolak faham iluminasi (al-isyrq). Sementara tasawwuf, tampaknya tidak

mendapatkan tempat dalam Kiri Islam, bahkan dituduh sebagai penyebab

kemunduran umat Islam.

Dalam pilar kedua, Kiri Islam menekankan perlunya menentang peradaban

Barat dengan imperialisme budayanya yang cenderung membasmi kebudayaan

bangsa-bangsa yang secara kesejarahan kaya. Dalam hal ini Kiri Islam menawarkan
'oksidentalisme' sebagai tandingan 'orientalisme' dalam rangka mengakhiri mitos

peradaban Barat.

Sedangkan dalam pilar ketiga, Kiri Islam menekankan pentingnya analisis

terhadap realitas dunia Islam. Untuk analisis ini Kiri Islam mengkritik metode

tradisional yang bertumpu pada teks (nash), dan mengusulkan suatu metode tertentu,

agar realitas dunia Islam dapat berbicara bagi dirinya sendiri. Dunia Islam saat ini

sedang menghadapi dua macam ancaman. Pertama, ancaman dari luar, berbentuk

imperialisme, zionisme dan kapitalisme. Dan kedua, dari dalam, berupa kemiskinan,

ketertindasan dan keterbelakangan. Permasalahan-permasalahan inilah yang menurut

Kiri Islam perlu segera dicarikan jawabannya.

Teori Kritis, bukan hanya lahir dari filusuf-filusuf yang notabene lahir dari

barat, akan tetapi filusuf-filusuf timur juga banyak yang mengangkat tema-tema

yang sama, seperti halnya Hasan hanafi, Mohamad Abduh, juga tokoh yang mengkaji

secara serius tentang tema humanisme dan emansifatoris, maka epistemologi kritis

yang lahir dari pemikir timur (baca:Islam) dapat menjadi bahan epistemologi teori

kritis sebagai pembanding dari pemikir kritis yang notabene lahir dari barat.

7. KESIMPILAN

1. Garis epistemologi kritis memadurkan dua tradisi pemikiran dan lingkungan

antara Islam dan non Islam. Sebagai kontek kajian pemikiran Islam, penulis

mengambil dari salah satu tokoh penting pemikir pendidikan islam; Mohamad

Natsir, sebagai tokoh yang banyak memberikan gagasan dan pencerahan tentang
pendidikan Islam, dengan konsep pendidikan Tauhid dan integrasi pendidikan

Islam, menjadikan Ideologi pendidikan islam adalah penghambaan terhadap

Allah, sebagaimana dalam Q.S Azzariyat tidak lah aku menciptakan manusia

untuk menyembahku. Dari penalaran ayat tersebut, Natsir menjadikan integritas

Iman dan Ilmu haruslah menjadi satu, tidak memisahkan antara pengetahuan dari

barat dan timur, yang ada hanya lah hak dan bathil, yang hak datangnya dari

barat sekalipun itu adalah sebuah pengetahuan.

2. Teori kritis merupakan suatu mazhab dalam ilmu sosial yang meyakini bahwa

sosial harus memainkan peranan yang signifikan dalam mengubah dunia dan

meningkatkan kondisi kemanusiaan. Tujuan teori kritis adalah untuk mengaitkan

antara teori dan praktik, memberi pandangan, dan memberdayakan subyek

manusia untuk mengubah situasi-situasi opresif yang mengatasi mereka.


3. Teori Kritis dalam persfektif Islam pada visinya demikian tak jauh berbeda,

yaitu emansipatoris dan humanisme. Islam sama seperti pola pendidikan Kritis

Humanisme dan emansipatoris, namun dalam kerangka bingkai nilai-nilai

transcendental, yang ujung-ujungnya mendekatkan diri kepada Allah.


Dalam pendidikan Islam pun demikian halnya, masyarakat yang tertindas adalah

subjek yang memang harus terselamatkan, dalam hal ini dalam pendidikan.

Beberapa produk pemikiran baik dari pemikir Mazhab Frankfurt dan Hasan

Hanafi lebih mengidentifikasi pendidikan pada ranah praxis, gerakan. Begitu

pula yang dijemaskan oleh Mohamad Natsir, dengan Intergrasi Pendidikan Islam:

dengan konsep pendidikan Tauhid revolusioner.


4. Epistemologi mazhab pendidikan kritis, kesemuanya membicarakan langkah

praxis atau tindakan, gerakan dan revolusi. Epistemologis kritis dengan tiga

tokoh penting mazhab kritis (Jurgen Habermas dan Hasan Hanafi), penulis

dapatlah menarik kesimpulan dari kerangka yang dikembangkan dari kata praxis,

tindakan komunikatif dan revolusi (gerakan). Mohamad Natsir yang

menjungjung kemanusiaan (humanisme) dan emansipatoris. Suatu kerangka

pemahaman tentang pendidikan yang beraliran kiri, juga di gagas oleh pemikir

pendidikan Islam sekaliber Mohamad Natsir, tentang integrasi pendidikan islam,

yang menjadikan tauhid (syahadat) sebagai basis ideologi pendidikan Islam.

IMPLIKASI
Implikasi dari karya penelitian ini adalah antara lain :
1. Bahwa teori kritis adalah suatu mazhab yang mangagumkn nilai

keadilan dan kemanusiaan, hal ini harus tersemai pada karakteristik

pendidikan.
2. Bahwa teori kritis dalam filsafat Islam dan Filsafat pendidikan Islam

sama halnya menggerakan masyarakat dari belenggu taklid buta atau dari

irrasionalitas menuju Rasionalitas, dari ketertindasan menuju

kemerdekaan.
DAFTAR PUSAKA

Achmadi 2004. Ideologi Pendidikan islam (Paradigma Humanisme Teosentris).

Yogyakarta. Pustaka pelajar

Freire, Poulo 2007. Poliik Pendidikan (Kebudaaan, kekuasaan dan Pembebasan).

Yogyakara. Pustaka Pelajar

Fischer, Alec. 2008. Berpikir Kritis (Sebuah Pengantar). Jakarta, Penerbit Erlangga

Harjono, Anwar dkk. 1995. M.Natsir (Sumbangan dan pemikiran untuk


Indonesia).Jakarta. Cahaya Ilmu

Hanafi, Hasan 2003 Dari Akidah ke revolusi (sikap kita terhadap Tradisi lama).

Jakarta Selatan. Paramadina

Hanafi, Hasan 2007. Islamologi I (dari Teologi Statis ke Anarkis). Yogyakarta. LkiS

___________. 2007. Islamologi II (dari Rasionalisme ke Empirisme). Yogyakarta.

LKiS

Ilyas, Mohammad 2008. Nilai-nilai pendidikan dalam Puisi Iqbal (analisis Filsafat

Pendidikan Islam). Skripsi Universitas Islam Negeri SGD. Bandung

Karim, Shofwan. 2003. Mohammad Natsir (1908-1993). Didownload dari

http;//scribd.com pada 27 juli 2011.

Nuryatno, Agus 2008. Mazhab Pendidikan Kritis (Meningkap Relasi Pengeahuan

Politik dan Kekuasaan). Yogakarta. Resis Book

Natsir. Mohamad. 1954. Capita Selekta Jilid I . Jakarta-Bandung Penerbit W. Van

Hoeve

Soyomukti, Nurani. 2008. Metode pendidikan Marxis Sosialis(Antara tori dan

praksis), Yogyakarta, Ar-ruzz Media

Sudarminta, J. 2002. Epistemologi Dasar (Pengantar Filsafat pengetahuan),

Yogyakarta, Penerbit Kanisius

Sugiharto, Bambang. 2008. Humanisme dan Humaniora (relevansinya bagi

Pendidikan). Yogyakarta. Jalasutra

Susantoso, Listiyono dkk. 2007. Epistemologi Kir i. Yogyakarta, Ar-ruzz Media

Shimoghaki, Kazuo.2007. Kiri islam: antara Moderenisme dan posmodernisme


(Telaah Kritis Pemikiran Hasan Hanafi), Yogyakarta, LKIS

Takwin, Bagus 2003. kar-akar Ideologi: pengantar kajian Konsep Ideoloi dari

Plato hingga Bourdieu. Yogyakarta. Jalasutra

Tafsir, Ahmad. 2008. Ilmu Pendidikan dalamn Persfektif Islam.Bandung. P Remaja

Rosdakara

_____________ 2008. Filsafat Pendidikan Islam (Integrasi jasmani, Rohani dan

kalbu memanusiakan manusia). Bandung. Remaja Rosdakara

Oneil F. William. 2002. Ideologi-Ideologi Pendidikan. Yogakarta. Pustaka Pelajar

Wahono, Francis. 2001. Kaptialisme Pendidikan (antara Kompetisi dan Keadilan).

Yogakarta. Pustaka Pelajar

Saenong, F Farid Artikel; kiri dalam pemikiran agama:Mengenal kiri islam hassan

Hanafi jakarta Kamis 21 Maret 2002

You might also like