You are on page 1of 18

HIDROGRAF SATUAN SINTETIK LIMANTARA

(Studi kasus di sebagian DAS Di Indonesia)


Lily Montarcih L.
Dosen Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Malang
Jl. Mayjen Haryono 167 Malang 65145

ABSTRACT
Ideally, every watershed has its own particular unit hydrograph. If the physical and hydrological
conditions in general are quite homogeneous, it would be quite possible to create a new SUH model that
resembles the ones made up by previous researchers. The SUH model is intended purposefully for (1)
finding out the nature of watershed responses against precipitation data input, where by it could become the
supportive warning systems to areas that are vulnerable to flooding, (2) resuming up hydrograph data
availability that are previously vacant due to the operational problem of the Automatic Water Level Recorder
(AWLR), and (3) producing a specific SUH model for Indonesia (SUH Limantara) with a simple
mathematical model and without the necessary parametric calibration prior of its application.
This research was done on Java island (involving 6 watersheds and 67 sub-watersheds), on Bali island
(involving 2 watersheds and 13 sub-watersheds) and on the east part of Borneo island / pulau Kalimantan
(involving 1 watershed and 9 sub-watersheds). The watershed criteria are that every watershed has an area of
< 5000 km2 and both ARR (Automatic Rainfall Recorder) and AWLR. The calibration model to the observed
hydrograph refers to as the amount of the minimum least square. Verification of the result was conducted by
filling up to the model the discrepancies of hydrology data. The results of this study are: the peak time of
hydrograph = 5.773 hours, the recession time of hydrograph = 9,859 hours and the base time of hydrograph =
15,632 hours; the peak discharge model: Qp = 0,042 * A0,451 * L0,497 * Lc0,356 * S-0,131 * n0,168; the rising curve
equation: Qn = Qp * [(t/Tp)]1,107 and the recession equation: Qt = Qp.e0,175(Tp t). Based on these results, it is
concluded that: 1) The observed hydrograph really typifies the elongated shaped watershed, which has a
faster rising characteristic than that of its recession (hydrograph rising time < hydrograph recession time); 2)
There are 5 dominant watershed parameters that influence the peak discharge; they are the length of main
river/stream (L), followed by the areal size of watershed (A), the length of the main river to be measured up
to a point location nearest to the watershed weight centre (Lc), the roughness coefficient (n) and the river
slope (S); 3) the SUH of this research is compared with the observation hydrograph and as a model control.
The coefficient of determination (R2) and the level of significance 5% are for the peak discharge (R2 =
0,841), the rising curve (R2 = 0,980) and the recession curve (R2 = 0,990). Besides the SUH Limantara is
also compared with the SUH Nakayasu and the deviation obtained is 1,224%.

Keywords : peak discharge model, rising curve, SUH Limantara

JURNAL REKAYASA SIPIL / Volume 3, No.3 2009 ISSN 1978 5658 209
PENDAHULUAN satu cara untuk menganalisa model
hidrologi (Sri Harto, 1993). Cara ini
Kurangnya ketersediaan data dipakai mengingat DAS memiliki
hidrograf merupakan kendala bagi kompleksitas dan heterogenitas yang
perencanaan bangunan air. sedemikian rupa sehingga sangat sulit
Ketidaktersediaan data tersebut dapat (bahkan hampir tidak mungkin) untuk
disebabkan antara lain karena alat mengenali parameternya secara rinci
pencatatnya rusak, kelalaian petugas, data (dalam arti pengaruh suatu parameter
rusak sehingga tidak terbaca atau hilang terhadap salah satu komponen prosesnya).
(Sobriyah et al., 2001) atau memang Akibat lebih lanjut, hasil perkiraan debit
belum terpasang alat pencatatnya. yang tepat mungkin sulit diharapkan
Kendala ini menjadikan model-model HSS karena alihragam hujan menjadi aliran di
akan memberikan manfaat yang cukup DAS merupakan proses alami yang terkait.
besar. HSS dapat memberikan informasi Idealnya setiap DAS memiliki hidrograf
penting untuk keperluan evaluasi satuan tertentu. Jika kondisi fisik dan
keamanan bangunan air (hydraulic hidrologi secara umum dapat dikatakan
structures) dan resiko yang didasarkan homogen, maka sangat dimungkinkan
pada perencanaan (Tung et al., 1995). Di untuk membuat suatu Model HSS baru
kalangan praktisi, penerapan model yang serupa dengan model-model HSS
tersebut dimaksudkan untuk menganalisa yang sudah dihasilkan oleh peneliti-
banjir rancangan (design flood) dengan peneliti terdahulu. Model HSS tersebut
masukan data hujan. Namun demikian, dimaksudkan antara lain: (1) untuk
sejauh ini para praktisi di Indonesia masih mengetahui sifat tanggapan DAS terhadap
sangat fanatik menggunakan HSS masukan data hujan sehingga dapat
Nakayasu, karena dipandang paling dipakai sebagai pendukung warning
praktis, padahal penerapan model tersebut system di lokasi-lokasi rawan banjir; (2)
untuk Pulau Jawa masih memerlukan untuk mengisi kekosongan data hidrograf
kalibrasi beberapa parameter (Hoesein dan akibat kerusakan pada alat AWLR
Montarcih, 1993a). Mereka hampir tidak sehingga dapat digunakan sebagai sarana
pernah menggunakan HSS Gama I karena untuk menghitung banjir rancangan.
model tersebut memerlukan 10 jenis data HSS yang akan dibuat, berdasarkan
fisik DAS dan tidak dapat diterapkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan
untuk DAS yang hanya mempunyai satu menggunakan 5 data penunjang, DAS
sungai. Mengingat model-model HSS yang diteliti mempunyai luas < 5000 km2
diteliti dan dibentuk di daerah yang dan diharapkan menghasilkan persamaan
karakteristik DAS-nya jauh berbeda model matematika yang relatif sederhana,
dengan DAS terapan, maka seringkali tidak perlu kalibrasi parameter untuk
memberikan hasil analisa yang kurang diterapkan di Indonesia serta merupakan
akurat. Akibat lebih lanjut akan HSS khas Indonesia. Disebut sebagai HSS
menimbulkan dampak ketidakefisienan khas Indonesia mengingat lokasi penelitian
dalam penentuan dimensi bangunan air. dilakukan pada DAS-DAS di Indonesia
Kondisi hidrologi di setiap daerah adalah sehingga mempunyai karakteristik DAS
khas, sehingga tidak semua cara dan Indonesia. HSS ini akan diberi nama
konsep yang ada dapat digunakan untuk sebagai HSS Limantara.
memecahkan masalah hidrologi di setiap Pembuatan model dalam kajian ini
DAS (Sri Harto, 1993). dilakukan dengan mengambil batasan-
Salah satu teknik untuk batasan sebagai berikut: (1). Daerah studi
mengembangkan HSS adalah berdasarkan dilakukan pada DAS di Indonesia (DAS
analisa regresi (Blazkova and Beven, yang dimaksud harus lengkap datanya,
1995). Statistik regresi merupakan salah dalam arti mempunyai Automatic Rainfall

JURNAL REKAYASA SIPIL / Volume 3, No.3 2009 ISSN 1978 5658 210
Recorder-ARR dan Automatic Water Level Harto, 1993); b) Hujan effektif dihitung
Recorder-AWLR); (2) Kriteria DAS yang dengan metode phi () indeks; c)
dipakai: DAS dengan luas < 5000 km2 Hidrograf satuan pengamatan diturunkan
(DAS kecil). Ditetapkannya DAS kecil dari hidrograf banjir pengamatan dengan
(artinya DAS dengan luasan < 5000 km2) memakai metode Collins.; d) Dalam
mengingat DAS dengan luasan > 5000 perhitungan faktor fisik DAS, debit
km2 tidak akan pernah ditutup oleh suatu puncak yang digunakan adalah debit
hujan besar berintensitas seragam karena puncak pada hidrograf satuan pengamatan;
hujan besar berintensitas seragam e) Dalam pembuatan kurva hidrograf naik
memiliki daerah cakupan yang terbatas dan kurva hidrograf turun, waktu puncak
(Sosrodarsono, 1977 dan Wilson, 1993); yang digunakan adalah waktu puncak pada
(3) Lokasi penelitian di sebagian Indonesia hidrograf satuan pengamatan; f)
dianggap mewakili: Jawa (6 DAS, 67 Sub Pembuatan model dilakukan berdasarkan
DAS), Bali (2 DAS, 13 Sub DAS), pada hidrograf satuan yang diteliti; g)DAS
Lombok (1 DAS, 5 Sub DAS) dan dianggap sebagai sistem linier yang tidak
Kalimantan Timur (1 DAS, 9 Sub DAS); berubah menurut waktu, sehingga
(4) Pembuatan model dilakukan masukan yang terjadi setiap saat akan
berdasarkan data fisik DAS dengan mengakibatkan aliran yang sama (Sri
mengambil data hujan dari ARR terdekat Harto, 1993); (9) Model yang dibuat hanya
dan data hidrograf banjir pengamatan dari diverifikasikan untuk DAS-DAS terukur
AWLR di DAS kajian. Dalam hal ini yang lengkap datanya, dalam arti DAS
dipilih hidrograf yang terpisah (isolated) yang mempunyai data hidrograf
dan mempunyai satu puncak (single peak) pengamatan.
serta mempunyai hujan yang cukup dan Berdasarkan latar belakang masalah
pencatatan distribusi hujan jam-jaman; (5) dan batasan masalah di atas, penelitian ini
Di DAS yang tidak mempunyai stasiun dirumuskan sebagai berikut: (1)
hujan otomatis, menurut Sri Harto (1993), Bagaimana bentuk model: a) debit puncak
pola distribusi hujan dapat diperkirakan banjir; b) kurva naik hidrograf; c) kurva
berdasarkan data dari stasiun terdekat; (6) turun hidrograf di semua DAS yang
Besaran fisik DAS diambil dari sumber mewakili?; (2) Berapakah perbandingan
data, yaitu dari instansi terkait. Peta yang keakuratan model yang dibuat dan HSS
dilampirkan adalah peta DAS dengan skala Nakayasu dibandingkan dengan data
minimum 1 : 500.000. Dalam studi ini historik?
tidak dilampirkan peta topografi terbaru
karena data penunjang yang dipakai TUJUAN
berkisar antara 1984 s/d 1998, sehingga Kajian ini bertujuan untuk mendapatkan
data pengukuran seperti kemiringan sungai rumusan perkiraan debit puncak banjir
dan luas hutan akan berubah. Kedua data sungai melalui model hidrograf satuan
tersebut disesuaikan dengan pengambilan sintetis yang diharapkan dapat berlaku
data waktu pengamatan hidrograf dan data secara regional di masing-masing wilayah
hujan; (7) Kondisi aliran sungai (yang sungai. Selain itu kajian ini bertujuan juga
berhubungan dengan hidrograf banjir untuk menghasilkan HSS yang khas untuk
pengamatan) ditentukan pada saat Indonesia, antara lain persamaan model
pertengahan musim hujan, yaitu matematikanya sederhana dan tanpa
diperkirakan antara Bulan Desember s/d kalibrasi parameter dalam penerapannya.
Bulan April tahun berikutnya; (8) Asumsi- Sedangkan manfaat dari model yang
asumsi yang dipakai dalam pembuatan dibuat antara lain untuk: (1) Mengetahui
model antara lain: a) Pemisahan hidrograf sifat tanggapan khas DAS terhadap
aliran langsung dari aliran dasar masukan data hujan, sehingga dapat
menggunakan straight line method (Sri memberikan informasi warning system di

JURNAL REKAYASA SIPIL / Volume 3, No.3 2009 ISSN 1978 5658 211
daerah rawan banjir; (2) Mengisi METODE PENELITIAN
kekosongan data hidrograf akibat
kerusakan AWLR., sehingga dapat Metode yang diuraikan di bawah ini
memberikan masukan bagi instansi terkait berlaku untuk masing-masing DAS dan
untuk memprediksi debit banjir rancangan berlaku umum untuk semua DAS
di DAS yang bersangkutan jika tidak
tersedia stasiun hidrometri dan stasiun Analisis hidrograf satuan pengamatan
hujan otomatis (dalam arti DAS tidak (hidrograf satuan observasi)
terukur atau ungauge-catchment). Hidrograf satuan pengamatan
Penelitan ini dilakukan dengan (hidrograf satuan observasi) pada masing-
mengumpulkan data hujan, data AWLR masing DAS dihitung dengan cara Collins
dan data fisik DAS di sejumlah lokasi (Sub Bab 2.4.), dengan tahapan
penelitian. Data hujan dan data AWLR perhitungan sebagai berikut: (1) Hidrograf
dianalisa untuk menghasilkan hidrograf Muka Air (Stage Hydrograph)
satuan pengamatan dan debit puncak. dialihragamkan menjadi hidrograf debit
Sedangkan data fisik DAS diproses untuk (Discharge Hydrograph) dengan liku
menghasilkan data fisik DAS yang kalibrasi; (2) Aliran dasar dipisahkan dari
dominan. Berdasarkan data hidrograf hidrografnya dengan salah satu cara
satuan pengamatan, debit puncak dan data empiris: Straight Line Method (Sri Harto,
fisik DAS yang dominan akan dilakukan 1993); (3) Hujan efektif yang
pembuatan model hidrograf satuan sintetis. menyebabkan banjir dianalisa
Kemudian verifikasi model akan dilakukan menggunakan Indeks Infiltrasi (Phi
dengan menggunakan data AWLR yang Index); (4) Hidrograf satuan sembarang
belum terpakai. Secara umum kerangka ditetapkan, dengan menetapkan ordinat-
konsep penelitian disajikan seperti pada ordinatnya dengan besaran tertentu; (5)
flow chart berikut ini. Hidrograf satuan awal (coba-coba)
tersebut dikalikan dengan semua hujan
efefktif kecuali hujan efektif terbesar; (6)
Hidrograf limpasan langsung yang didapat
di atas dikurangkan dengan hidrograf
limpasan langsung terukur, dari sini
didapatkan hidrograf limpasan langsung
yang ditimbulkan oleh hujan maksimum
tersebut, diperoleh hidrograf satuan kedua
(coba-coba); (7) Hidrograf satuan kedua
dibandingkan dengan hidrograf satuan
awal. Apabila masih terdapat perbedaan
yang besar (sesuai dengan patokan
kesalahan yang ditentukan), maka tahapan
kelima dan keenam diulangi lagi
berdasarkan hidrograf satuan akhir; (8)
Demikian seterusnya hingga diperoleh
perbedaan yang sekecil mungkin antara
Gambar 1. hierograf satuan akhir dengan hidrograf
Bagan alir pembuatan model hidrograf satuan sebelumnya.
satuan sintetis secara umum Masing-masing DAS dicari hidrograf
satuan pengamatannya. Untuk
menghasilkan hidrograf satuan
pengamatan untuk semua DAS, dilakukan
dengan merata-rata ordinat hidrograf

JURNAL REKAYASA SIPIL / Volume 3, No.3 2009 ISSN 1978 5658 212
satuan pengamatan pada jam yang sama, Seperti telah diuraikan pada di atas.,
debit puncak dan waktu untuk mencapai luas DAS (A), panjang sungai utama (L)
debit puncak, dengan tahapan sebagai dan panjang sungai diukur sampai titik
berikut: (1) Menghitung waktu puncak terdekat dengan titik berat DAS (Lc)
rata-rata dan debit puncak rata-rata; (2) diperkirakan dengan mengukur parameter-
Menghitung hidrograf satuan pengamatan parameter tersebut pada peta DAS.
tak berdimensi (t/TP dan Q/Qp) untuk Panjang sungai (L) merupakan jarak dari
masing-masing DAS; (3) Menghitung outlet ke batas daerah aliran, diukur
hidrograf satuan pengamatan rata-rata tak sepanjang saluran utama pada peta DAS.
berdimensi; (4) Menghitung hidrograf Sedangkan Lc, yang merupakan panjang
satuan pengamatan (hidrograf satuan sungai dari outlet sampai titik berat DAS,
observasi) rata-rata. juga diukur sepanjang sungai utama.
Kemiringan sungai (S) merupakan
kemiringan sungai utama dan bisa
Parameter-parameter fisik DAS yang diperkirakan berdasarkan rumus.
berpengaruh terhadap model Sedangkan koefisien kekasaran (n)
Parameter DAS yang paling mudah diperkirakan juga berdasarkan rumus.
diperoleh dan relatif tidak mengalami Kelima parameter yang diperlukan
perubahan adalah sifat geografik dan pada penelitian ini seperti tersebut di atas,
morfologi DAS (Sri Harto, 1993). Menurut bisa diperoleh dari instansi terkait.
konsep tampungan, jika seluruh DAS telah Pengambilan data masing-masing
terkontribusi dalam bentuk limpasan, maka parameter tersebut disesuaikan dengan
akan tercapai aliran maksimum di mana waktu pengambilan data hidrograf
tidak terjadi perubahan tampungan (Chow, pengamatan dan data hujan. Luas DAS
1988). Untuk kasus DAS, rumus (A), panjang sungai utama (L) dan panjang
fungsional waktu puncak mengandung sungai diukur sampai titik terdekat dengan
faktor-faktor fisik berupa n (koefisien titik berat DAS (Lc) relatif tidak
kekasaran DAS), L (panjang sungai mengalami perubahan hingga saat ini.
utama), A (luas DAS), S (kemiringan Namun untuk kemiringan sungai (S), jika
sungai utama) atau Tp = f(n,L,A,S). dipakai data 10 atau 20 tahun yang lalu,
Karena faktor fisik DAS ada sebanyak 4 jelas tidak sama dengan kondisi saat ini,
buah (n, L, A dan S), maka secara korelasi mengingat adanya proses sedimentasi atau
dipastikan ada hubungan kuat antara n, L, erosi di sungai. Demikian juga untuk data
A dan S. Dengan demikian diupayakan koefisien kekasaran DAS (n), yang mana
strategi penggabungan beberapa faktor diperlukan data luas hutan, pasti tidak
fisik DAS menjadi sebuah parameter, sama dengan kondisi sekarang. Untuk itu,
seperti yang dilakukan oleh Mulyantari pada penelitian ini, hanya dilampirkan peta
(1993). Gupta (1967) dalam Sri Harto DAS dari masing-masing lokasi penelitian
(1993) mengadakan penelitian untuk dan bukan peta sub-DAS. Hal ini
mengaitkan debit puncak dengan faktor disebabkan karena hidrograf pengamatan
fisik DAS yang lain, yaitu Lc (panjang rata-rata yang akan dipakai sebagai
sungai sampai titik terdekat dengan titik kalibrasi model merupakan hasil rata-rata
berat DAS). Berdasarkan alasan di atas, dari hidrograf pengamatan pada DAS yang
parameter DAS yang digunakan dalam mewakili lokasi penelitian seperti
studi ini adalah luas DAS (A), panjang Lombok, Brantas Hulu, Brantas Tengah,
sungai utama (L), panjang sungai diukur Brantas Hilir, Bengawan Solo Hulu,
sampai titik terdekat dengan titik berat Bengawan Solo Hilir, Citarum Hulu,
DAS (Lc), kemiringan sungai (S) dan Tukad Badung, Tukad Nyuling dan
koefisien kekasaran (n). Kandilo. Sedangkan peta topografi terbaru
tidak dilampirkan, sehubungan dengan

JURNAL REKAYASA SIPIL / Volume 3, No.3 2009 ISSN 1978 5658 213
adanya perubahan morfologi sungai dan Analisa gradien kurva naik (m1) dan kurva
tata guna lahan. turun (m2) dilakukan dengan cara coba-
Faktor yang berpengaruh terhadap coba, yang didekati dengan 3 (tiga)
model akan ditetapkan berdasarkan persamaan regresi, yaitu linier, berpangkat
besarnya koefisien determinasi. Analisa dan eksponensial. Pemilihan model
pembuatan model dilakukan dengan didasarkan pada kriteria yang telah
menggunakan cara regresi dengan disebutkan di atas.
beberapa alternatif berdasarkan variabel
bebas yang digunakan (lima, empat, tiga, Perbandingan model HSS Limantara
dua dan satu variabel bebas). dengan HSS Nakayasu
Hidrograf Satuan Sintetik (HSS)
Pembuatan model debit puncak Nakayasu merupakan hidrograf yang
Pembuatan model debit puncak pada sampai saat ini masih umum digunakan
studi ini didasarkan pada pemakaian 5 baik oleh para ahli maupun para praktisi di
(lima) karakteristik fisik DAS, yaitu luas Indonesia. Pada studi ini, akan dipaparkan
DAS (A), panjang sungai utama (L), perbandingan penyimpangan antara model
panjang sungai diukur sampai titik terdekat HSS Limantara dan HSS Nakayasu
titik berat DAS (Lc), kemiringan dasar terhadap hidrograf satuan pengamatan.
sungai (S) dan koefisien kekasaran (n).
Analisa pembuatan model menggunakan
cara regresi dengan beberapa alternatif Pengumpulan data
berdasarkan variabel bebas yang Kriteria pemilihan sampel atau data
digunakan (lima, empat, tiga, dua dan satu untuk masing-masing DAS atau Sub DAS
variabel bebas). Dalam analisa ini, debit adalah sebagai berikut: (1) Tersedia stasiun
puncak (Qp) merupakan variabel tetap, hidrometri (AWLR) dan di dalam atau
sedangkan karakteristik fisik DAS (A, L, sekitar DAS terdapat stasiun hujan otomatis,
Lc, S dan n) merupakan variabel bebas. luas DAS < 5000 km2; (2) Faktor fisik
Dengan demikian akan dihasilkan banyak DAS memiliki jenis tanah relatif homogen,
alternatif. Pemilihan model didasarkan demikian pula dengan karakteristik
pada model yang rasional dengan kriteria hidrologi bahwa hujan tahunan juga
sebagai berikut (Soewarno, 1995): (1) homogen. Dengan demikian bentuk
Variabel bebas dan variabel tidak bebas hidrograf relatif serupa.; (3) Hidrograf harus
mempunyai hubungan korelasi yang cukup dipilih yang berpuncak tunggal, yang
kuat, dengan koefisien korelasi r antara disebabkan oleh hujan jam-jaman. Waktu
0,60 1,00 dan koefisien determinasi (R2) hujan dan hidrograf harus bersesuaian. Jika
terbesar; (2) Nilai perkiraan kesalahan terdapat beberapa hidrograf yang memenuhi
standar (SEY) terkecil; (3) Terdapat persyaratan tersebut, maka akan dilakukan
pengaruh nyata antara variabel bebas perataan hidrograf dengan catatan hidrograf
dengan variabel tidak bebas, dalam model tersebut tetap mewakili puncak tertinggi
regresi digunakan Uji-F; (4) Tes untuk DAS yang bersangkutan.
penyimpangan pada model hidrograf Sedangkan data sekunder yang
terpilih berdasarkan hidrograf satuan diperlukan adalah sebagai berikut: (1) Peta
pengamatan dengan tingkat penyimpangan DAS dengan skala minimum 1 : 500.000;
cukup rendah. (2) State Hydrograph dari stasiun AWLR
termasuk lengkung debit yang
Pembuatan model kurva naik dan bersangkutan; (3) Hujan jam-jaman dari
kurva turun stasiun ARR dan hujan harian dari stasiun
Pembuatan model kurva naik dan manual untuk DAS yang tidak tersedia
kurva turun dilakukan berdasarkan analisa stasiun ARR; (4) Data kemiringan sungai
gradien kurva naik dan kurva turun. dan luas hutan yang disesuaikan dengan

JURNAL REKAYASA SIPIL / Volume 3, No.3 2009 ISSN 1978 5658 214
waktu pengambilan data hidrograf dilakukan pendekatan melalui rasio
pengamatan dan data hujan. proporsional antara luas hutan (Af) terhadap
Di samping data di atas, juga dilakukan luas DAS (A). Chow (1989) menyatakan
pengumpulan data yang dapat bahwa koefisien kekasaran (n) lahan
menggambarkan deskripsi wilayah secara pertanian dengan tanaman digariskan 0,035
umum. Selanjutnya, sebagai bahan untuk sedangkan untuk hutan atau semak belukar
pembuatan model HSS baru dibutuhkan 0,07. Berdasarkan batasan yang diberikan,
hidrograf satuan yang diturunkan dari hidrograf satuan hanya bisa diterapkan
hidrograf aliran langsung. Dari hidrograf untuk DAS yang relatif kecil dengan tata
satuan pengamatan tersebut diperoleh guna lahan yang relatif sama (Soemarto,
bentuk kurva, kemudian diukur besaran- 1995). Dengan demikian pemasukan faktor
besaran: waktu puncak (Tp), waktu turun koefisien kekasaran dalam model HSS
(Tr), waktu dasar (Tb), dan debit puncak sebenarnya merupakan langkah awal untuk
(Qp). memanipulasi tata guna lahan yang relatif
bervaraisi dan berubah dari waktu ke waktu.
Analisis data Untuk keakuratan model HSS yang dibuat,
Analisis data ini berlaku untuk masing- faktor tata guna lahan harus dimasukkan
masing DAS. Seperti telah dijelaskan pada dalam perhitungan banjir rancangan, yang
bagian sebelumnya, untuk mendapatkan merupakan fungsi dari HSS, koefisien
hidrograf pengamatan yang berlaku umum pengaliran (faktor tata guna lahan) dan
untuk semua DAS dilakukan dengan distribusi hujan jam-jaman.; (4) Aliran
merata-ratakan ordinat hidrograf pada jam dasar. Pemisahan aliran dasar dari hidrograf
yang sama, debit puncak dan waktu untuk diperlukan untuk memperoleh hidrograf
mencapai puncak. Tahapan analisis data aliran langsung. Hidrograf aliran langsung
tersebut adalah sebagai berikut: (1) sangat berhubungan dengan perhitungan
Alihragam stage hydrograph menjadi hujan efeltif atau kehilangan air dan
discharge hydrograph. Data hidrograf yang penurunan hidrograf menjadi hidrograf
tercatat di stasiun AWLR berupa hidrograf satuan hasil analisis dari hidrograf banjir
muka air. Untuk mengubah data tersebut pengamatan. Untuk memisahkan aliran
menjadi hidrograf debit diperlukan dasar dapat digunakan berbagai cara, tetapi
lengkung debit atau tabel hubungan antara tidak satupun cara yang dapat memberikan
kedalaman air dan debit yang tersedia di kebenaran nyata (Sri Harto, 1993). Hal ini
setiap stasiun hidtrometri (Sri Harto, 1993); disebabkan karena rasio antara aliran dasar
(2) Dalam hal ini, dianggap penampang dengan debit puncak pada kasus banjir
sungai tidak berubah. Kemiringan sungai sangat kecil. Berdasarkan kriteria ini, dipilih
rerata. Kemiringan sungai berpengaruh cara pemisahan aliran dasar menggunakan
terhadap kecepatan aliran dan memainkan straight line method.; (5) Kehilangan air. Di
peran dalam membentuk hidrograf. Pada antara jenis kehilangan (intersepsi,
umumnya hanya sungai utama yang penguapan, infiltrasi, dan tampungan di
diperhatikan dalam menggambarkan cekungan), yang terbesar adalah infiltrasi.
kemiringan DAS secara umum (Linsley et Infiltrasi adalah masuknya air ke dalam
al., 1989). Secara detil cara penentuan tanah (Sri Harto, 1993). Laju infiltrasi
kemiringan sungai menggunakan rumus.; adalah laju infiltrasi nyata suatu jenis tanah,
(3) Koefisien kekasaran DAS. Di dalam sedangkan kapasitas infiltrasi adalah laju
DAS terdapat hutan dan beberapa bagian infiltrasi maksimum untuk suatu jenis tanah.
tegalan, sawah, dan pemukiman, yang Secara fisik terdapat beberapa faktor yang
membutuhkan perkiraan koefisien berpengaruh, yaitu jenis tanah, kepadatan
kekasaran (n). Koefisien kekasaran erat tanah, kelembaban tanah, dan tanaman
kaitannya dengan kecepatan limpasan. penutup lahan (vegetasi). Kesulitan-
Untuk memperoleh koefisien kekasaran kesulitan yang ada pada pendekatan teoritis

JURNAL REKAYASA SIPIL / Volume 3, No.3 2009 ISSN 1978 5658 215
untuk infiltrasi mengakibatkan dipakainya
indeks infiltrasi dan yang paling sederhana
dengan metode phi index, yang bernilai
rerata (konstan) selama terjadi hujan; (6)
Penurunan hidrograf satuan. Hidrograf
satuan suatu DAS dapat diturunkan dari
hidrograf banjir pengamatan, yang
dihasilkan oleh hujan efektif dengan
distribusi merata, hujan seragam ini tidak
akan pernah terjadi pada daerah seluas >
5000 km2. Hidrograf satuan dapat
diperoleh dengan membagi ordinat
hidrograf limpasan langsung dengan hujan Gambar 2.
efektif dengan durasi tertentu (Wilson, Bagan alir pembuatan model
1993). Penurunan hidrograf satuan pada hidrograf satuan sintetis secara teknis
hujan kompleks memerlukan teknik
penurunan tersendiri. Dibandingkan
dengan metode matrik sederhana di mana HASIL DAN PEMBAHASAN
dapat terjadi kesalahan beruntun dan
bilangan negatif, maka metode yang dapat Hidrograf satuan pengamatan
memberikan hasil terbaik dan wajar adalah (hidrograf satuan observasi)
metode Collins (Wilson, 1993 dan Sri Berdasarkan data hidrograf banjir
Harto, 1993); (7) Kriteria akurasi model. pengamatan, untuk masing-masing Sub
Hendaknya dimaklumi bahwa hampir DAS dianalisa hidrograf satuan
tidak mungkin proses alami yang terjadi pengamatan (hidrograf satuan observasi)
dapat disamai dengan tepat. Oleh sebab itu setiap DAS, dengan menggunakan cara
akan selalu terjadi penyimpangan antara Collins.
keluaran terukur dengan terhitung. Dalam Data hidrograf banjir (dari analisis
hal ini perlu ditetapkan patokan kesalahan AWLR) yang dipakai untuk menurunkan
atau simpangan (Sri Harto, 1993). Sebagai hidrograf satuan pengamatan untuk
patokan akurasi adalah kemiripan bentuk masing-masing DAS dipilih yang tertinggi
hidrograf terukur dan terhitung. Kemiripan dan berpuncak tunggal. Waktu untuk
bentuk ditunjukkan oleh nilai koefisien pengambilan data AWLR (data hidrograf
determinasi yang diperoleh dari setiap banjir) tersebut harus bersamaan dengan
ordinat pada absis yang sama. Di samping waktu pengambilan data ARR (data hujan
itu, akan dihitung besarnya simpangan jam-jaman) untuk masing-masing DAS.
debit puncak, waktu puncak, dan volume. Namun tidak perlu ada keseragaman waktu
Berdasarkan patokan tersebut, kriteria antar DAS, mengingat tujuan analisis
batasan ketelitian dengan toleransi yang hidrograf satuan adalah untuk aliran tinggi
umum dalam analisis hidrologi adalah (high flow). Dengan demikian
koefisien korelasi > 0,70 (koefisien pengambilan data untuk analisis harus
determinasi > 0,50) dan simpangan relatif mempunyai keekstriman yang seoptimal
volume < 10 %. Pemilihan model terbaik mungkin, yaitu dengan cara mengambil
ditetapkan berdasarkan nilai koefisien hidrograf banjir yang berpuncak paling
korelasi (koefisien determinasi) tertinggi tinggi di masing-masing DAS.
(Jayadi, 1996). Berdasarkan analisis faktor bentuk
Untuk lebih jelasnya, metode DAS, hampir semua Sub DAS termasuk
pengerjaan model tersebut disajikan dalam jenis yang berbentuk memanjang, kecuali
bentuk bagan alir (flowchart) sebagai untuk Sub DAS di Citarum Hulu. DAS
berikut: dengan corak cenderung memanjang,

JURNAL REKAYASA SIPIL / Volume 3, No.3 2009 ISSN 1978 5658 216
mempunyai waktu untuk mencapai puncak kesalahan standar SEY = 0,809. Dari
banjir yang relatif singkat, karena begitu persamaan tersebut dapat disimpulkan
hujan turun air akan dengan cepat menuju bahwa kelima parameter DAS yang dipakai
titik pertemuan (outlet). Sehubungan pada pembuatan model debit puncak
dengan cepatnya air menuju outlet, maka semuanya berpengaruh, yaitu luas DAS
diperlukan waktu yang cukup panjang (A), panjang sungai utama (L), panjang
untuk menurunkan debit puncak tersebut sungai diukur sampai titik terdekat dengan
atau dapat dikatakan waktu turun hidrograf titik berat DAS (Lc), kemiringan sungai
menjadi lama. Hal ini tidak terjadi pada (S) dan koefisien kekasaran (n).
DAS Kandilo, yang mana mempunyai Dari persamaan terpilih, dapat
waktu naik lebih besar dari pada waktu disimpulkan bahwa parameter DAS yang
turun hidrograf. Namun demikian, untuk paling dominan adalah panjang sungai (L)
masing-masing Sub DAS cenderung dengan eksponen 0,497; kemudian
berbentuk memanjang. Dengan demikian berturut-turut diikuti oleh luas DAS (A)
secara umum dapat disimpulkan bahwa dengan eksponen 0,451; panjang sungai
untuk jenis DAS yang cenderung diukur sampai titik terdekat dengan titik
berbentuk memanjang, mempunyai waktu berat DAS (Lc) dengan eksponen 0,356;
naik hidrograf (time to peak) lebih kecil koefisien kekasaran (n) dengan eksponen
dibandingkan dengan waktu turun 0,168 dan kemiringan sungai (S) dengan
hidrograf (time recession). eksponen 0,131. Rumus kontinuitas
Dari hasil rerata hidrograf satuan aliran: Q = V x A (V = 1/n x R2/3 x S1/2)
pengamatan (HSO) di seluruh DAS, menunjukkan bahwa debit merupakan
didapatkan waktu naik (time to peak) fungsi dari jari-2 (radius) yang analog
sebesar 5,773 jam dan waktu turun (time dengan panjang sungai (L) dan luas (A)
recession) sebesar 9,859 jam, sehingga yang analog dengan luas DAS (A).
waktu dasar (time base) adalah 15,632 Dengan demikian parameter DAS yang
jam. Dengan demikian dapat disimpulkan paling dominan terhadap model debit
bahwa hidrograf banjir untuk DAS-DAS analog dengan rumus kontinuitas aliran.
yang diteliti mempunyai karakteristik Asdak (1995) mengatakan bahwa
naiknya lebih cepat dari turunnya (waktu semakin panjang sungai, maka jarak antara
naik hidrograf < waktu turun hidrograf). tempat jatuhnya hujan dengan outlet
Berdasarkan keterangan di atas, dapat semakin besar, sehingga waktu yang
disimpulkan bahwa DAS-DAS yang diperlukan air hujan untuk mencapai outlet
diteliti umumnya berbentuk memanjang. lebih lama dan dengan demikian akan
menurunkan debit puncak. Hal ini
Parameter-parameter fisik DAS yang disebabkan karena makin panjang sungai
berpengaruh terhadap model makin banyak memberikan kesempatan
Dengan debit puncak (Qp) sebagai bagi air hujan untuk mengalir sebagai
variabel tetap dan karakteristik fisik DAS limpasan sehingga jumlah kehilangan air
(A, L, Lc, S dan n) sebagai variabel bebas, semakin besar. Berdasarkan pernyataan
dihasilkan 62 alternatif persamaan regresi. tersebut berarti makin panjang sungai akan
Pemilihan model didasarkan pada model menghasilkan debit puncak banjir makin
yang rasional dengan kriteria seperti di kecil. Pernyataan ini bertolak belakang
atas. Dari 62 alternatif persamaan regresi dengan yang dihasilkan dalam penelitian
(dengan lima, empat, tiga, dua dan satu ini. Dengan panjang sungai (L) sebagai
variabel) dipilih model debit puncak secara faktor paling dominan terhadap model
umum (untuk semua DAS): Qp = debit dan dengan eksponen 0,497 berarti
0,042.A0,451.L0,497.Lc0,356.S-0,131.n0,168 dengan semakin panjang sungai justru akan
koefisien determinasi R2 = 0,841 (tingkat menghasilkan debit puncak banjir makin
kepercayaan: 5%) dan nilai perkiraan besar. Memang benar seperti yang

JURNAL REKAYASA SIPIL / Volume 3, No.3 2009 ISSN 1978 5658 217
dikatakan Asdak (1995) bahwa semakin berarti makin panjang Lc akan
panjang sungai akan menyebabkan menghasilkan debit puncak banjir makin
kehilangan air makin besar, namun besar. Namun dengan eksponen yang
prosentase kehilangan air tersebut sangat relatif kecil maka Lc tidak terlalu
kecil dibandingkan dengan besarnya debit berpengaruh terhadap besarnya debit
puncak banjir, mengingat yang dibicarakan puncak banjir. Memang terdapat
dalam kasus ini adalah aliran-aliran tinggi. perbedaan untuk Lc yang cenderung ke
Di samping itu, semakin panjang sungai arah hulu dengan Lc yang berada di
akan memberikan kesempatan air hujan tengah-tengah DAS, tetapi perbedaan
tetap berada pada badan sungai, dalam arti tersebut relatif kecil.
kemungkinan untuk meluap sangat kecil. Koefisien kekasaran DAS (n) dalam
Dengan demikian untuk sungai yang relatif hal ini diperkirakan berkisar antara 0,035
panjang, sangat dimungkinkan hampir dan 0,070. Jika DAS secara keseluruhan
semua air hujan yang jatuh ke sungai akan berupa hutan, maka koefisien kekasaran
mencapai outlet, yang akan menaikkan DAS: n = 0,070. Sebaliknya jika tidak ada
debit puncak banjir. hutan sama sekali, maka koefisien
Makin besar DAS akan menyebabkan kekasaran DAS: n = 0,035. Seperti
makin lama pula limpasan mencapai diketahui, hutan umumnya ditumbuhi
outlet, sehingga lebar dasar hidrograf pohon-pohon besar sehingga dianggap
(lama limpasan) menjadi lebih panjang dan sebagai permukaan cukup kasar, yang
debit puncaknya akan berkurang (Sri dapat menghambat jalannya air hujan.
Harto, 1995). Hal ini bertolak belakang Sedangkan tegalan, sawah, pemukiman
dengan yang dihasilkan dalam penelitian dan lain-lain dianggap sebagai permukaan
ini. Dengan luas DAS (A) merupakan yang tidak cukup kasar, sehingga tidak
faktor dominan kedua dan dengan dimasukkan dalam perhitungan koefisien
eksponen 0,451 berarti makin besar DAS kekasaran DAS. Permukaan yang kasar
akan menghasilkan debit puncak banjir akan menghambat jalannya air hujan
makin tinggi. Hal ini berkaitan dengan menuju sungai. Dengan demikian secara
semakin luas suatu DAS akan rasional koefisien kekasaran DAS tersebut
menyebabkan distribusi hujan semakin relatif tidak memberikan sumbangan
tidak merata. Sifat ini bertentangan dengan terhadap besarnya debit puncak banjir
konsep yang dikemukakan Sherman dalam arti berbanding terbalik dengan
(1932) dalam Sri Harto (1993) bahwa besarnya debit puncak banjir (Qp). Karena
hidrograf satuan merupakan hidrograf debit yang dibahas dalam konteks ini
limpasan langsung yang dihasilkan oleh merupakan debit banjir (aliran tinggi),
hujan efektif merata di DAS. Ukuran DAS maka dalam kondisi tertentu tanah akan
menentukan patokan maksimum jenuh. Dengan demikian, saat kondisi
penggunaan hidrograf satuan. Sebenarnya tanah jenuh, air hujan akan melimpas
ukuran yang pasti belum ada, namun walaupun tidak sebesar jika tidak ada
menurut Soemarto (1995) diambil hutan, sehingga koefisien kekasaran DAS
maksimum 5000 km2, seperti yang relatif tidak menghambat debit banjir.
sementara telah dilakukan pada penelitian Pada penelitian ini, koefisien kekasaran
ini. Dengan demikian jika terjadi hujan DAS tetap berpengaruh terhadap model
merata dalam suatu DAS, maka makin debit puncak dengan eksponen 0,168 dan
besar DAS, limpasan akan cepat mencapai merupakan faktor dominan keempat dari 5
outlet dan akan menaikkan debit puncak parameter DAS yang dipakai dalam
banjir. penelitian ini. Karena mempunyai
Jarak outlet ke titik berat DAS (Lc) eksponen yang berharga positif berarti
merupakan faktor dominan ketiga dalam koefisien kekasaran dalam hal ini
penelitian ini. Dengan eksponen 0,356 berbanding lurus dengan besarnya debit

JURNAL REKAYASA SIPIL / Volume 3, No.3 2009 ISSN 1978 5658 218
puncak banjir. Sesuai dengan keterangan Qp = 0,042.A0,451.L0,497.Lc0,356.S-0,131.n0,168
di atas, koefisien kekasaran DAS (pers.
diprediksi tetap memberikan sumbangan 4.1.)
terhadap besarnya debit banjir walaupun dengan Qp= debit puncak banjir hidrograf
dalam jumlah yang relatif kecil. satuan (m3/dt/mm); A= luas DAS (km2); L=
Parameter kemiringan sungai (S) panjang sungai utama (km); Lc= panjang
yang dihasilkan penelitian ini dengan sungai dari outlet sampai titik terdekat
eksponen -0,131 sangat sesuai dengan dengan titik berat DAS (km); S=
yang dikatakan Subramanya (1989) bahwa kemiringan sungai utama; n= koefisien
dalam banyak kasus, kemiringan DAS kekasaran DAS; 0,042= koefisien untuk
yang landai justru menghasilkan debit konversi satuan (m0,25/dt)
puncak yang lebih besar. Hal ini Persamaan debit di atas (persamaan
disebabkan karena jika kemiringan landai 4.1.) didapat dengan koefisien determinasi
berarti waktu dasar hidrograf menjadi R2 = 0,841 (tingkat kepercayaan: 5%) dan
panjang dan akan menghasilkan liku resesi nilai perkiraan kesalahan standar SEY =
hidrograf yang tidak curam sehingga akan 0,809. Besar koefisien determinasi 0,841 =
menaikkan debit puncak. 84,1% mempunyai arti bahwa sebesar
84,1% data A, L, Lc, S dan n bisa diwakili
Pembuatan model debit puncak oleh persamaan 4.1., dengan kata lain
Pembuatan model debit puncak sebesar 100% - 84,1% = 15,9% parameter
didasarkan pada pemakaian 5 (lima) bebas (A, L, Lc, n dan S) tidak dapat
karakteristik fisik DAS, yaitu luas DAS menjelaskan keterkaitannya dengan debit
(A), panjang sungai utama (L), panjang puncak banjir (Qp).
sungai diukur sampai titik terdekat titik
berat DAS (Lc), kemiringan dasar sungai Pembuatan model kurva naik dan
(S) dan koefisien kekasaran (n). Analisis kurva turun
pembuatan model menggunakan cara Analisis gradien kurva naik (m1)
regresi dengan beberapa alternatif dilakukan dengan mengambil waktu
berdasarkan variabel bebas yang puncak (Tp) = 5,773 jam (waktu naik
digunakan (lima, empat, tiga, dua dan satu untuk hidrograf pengamatan rerata).
variabel bebas). Dalam analisis ini, debit Pemilihan model didasarkan pada kriteria
puncak (Qp) merupakan variabel tetap, yang telah disebutkan didapatkan hasil
sedangkan karakteristik fisik DAS (A, L, sebagai berikut:
Lc, S dan n) merupakan variabel bebas.. 1. Persamaan kurva naik:
Pemilihan model debit dilakukan
berdasarkan 1) kriteria statistika: koefisien Qn = Qp. [(t/Tp)]1,107 (pers. 4.2.)
determinasi tertinggi dan kesalahan standar
terkecil; 2) rasionalisasi model: untuk dengan Qn = debit pada persamaan kurva
berapun harga variabel bebas (A, L, Lc, S naik (m3/dt/mm); Qp = debit puncak
dan n) tidak menghasilkan nilai negatif hidrograf satuan (m3/dt/mm); t = waktu
untuk debit dan 3) filosofis hidrologi: hidrograf (jam); Tp = waktu naik hidrograf
model debit yang didapat analog dengan atau waktu mencapai puncak hidrograf
persamaan kontinuitas aliran yaitu Q = V x (jam)
A (menurut rumus Manning, V = 1/n x R2/3 Persamaan kurva naik di atas didapat
x S1//2 ), jadi merupakan fungsi perkalian. dengan koefisien determinasi (R2) = 0,980
Berdasarkan kriteria tersebut, dihasilkan (tingkat kepercayaan: 5%) dan SEY =
model debit puncak secara umum (untuk 0,286. Besar koefisien determinasi 0,980 =
semua DAS): 98,0% mempunyai arti bahwa sebesar
98,0% data t, Tp dan Qp bisa diwakili oleh
persamaan 4.2., dengan kata lain sebesar

JURNAL REKAYASA SIPIL / Volume 3, No.3 2009 ISSN 1978 5658 219
100% - 98,0% = 2,0% parameter bebas (t,
Tp dan Qp) tidak dapat menjelaskan
keterkaitannya dengan debit pada
persamaan kurva naik (Qn). Besarnya nilai
koefisien determinasi dalam hal ini
(mendekati angka 1) disebabkan karena ada
data yang saling tergantung yang dipakai
dalam analisis pembuatan kurva naik (debit
puncak banjir/Qp dan waktu naik
hidrograf/Tp pada persamaan 4.2. adalah
sama dengan pada hidrograf satuan
pengamatan).
2. Persamaan kurva turun:
Perbandingan model HSS Limantara
Qt = Qp.e0,175(Tp t) .. . (pers 4.3.) dan HSS Nakayasu
Kalibrasi dilakukan pada HSS
dengan Qt= debit pada persamaan kurva Nakayasu., hasil yang didapat sebagai
turun (m3/dt/mm); Qp= debit puncak berikut: parameter = 2 (sama dengan
hidrograf satuan (m3/dt/mm); Tp= waktu yang disarankan), tg = 0,11 + 0,003 L
naik hidrograf atau waktu mencapai (yang disarankan: tg = 0,4 + 0,058 L), Tp
puncak hidrograf (jam); t = waktu = tg + 0,47 tr (yang disarankan: Tp = 0,8
hidrograf (jam); 0,175= koefisien untuk tr) dan Qp = [ C.A.Ro / {55,264 (0,3 Tp +
konversi satuan (dt-1) T0,3)}] (yang disarankan: Qp = [ C.A.Ro /
Persamaan kurva turun di atas {3,6 (0,3 Tp + T0,3)}] ). Perbandingan
didapat dengan koefisien determinasi gambar hidrograf dapat dilihat pada
0,990 (tingkat kepercayaan: 5%) dan SEY Gambar 14. Sedangkan hasil perbandingan
= 0,354. Besar koefisien determinasi 0,990 yang dilakukan terhadap debit puncak
= 99,0% mempunyai arti bahwa sebesar (Qp) dapat dilihat pada Tabel 1.
99,0% data t, Tp dan Qp bisa diwakili oleh Dari analisis yang dilakukan,
persamaan 4.3., dengan kata lain sebesar koordinat HSS Limantara menunjukkan
100% - 99,0% = 1,0% parameter bebas (t, penyimpangan yang kecil terhadap
Tp dan Qp) tidak dapat menjelaskan hidrograf satuan pengamatan (HSO), yaitu
keterkaitannya dengan debit pada sebesar 1,224%. Dari analisis yang
persamaan kurva turun (Qt). Besarnya nilai dilakukan, koordinat HSS Limantara dan
koefisien determinasi dalam hal ini HSS Nakayasu dengan kalibrasi
(mendekati angka 1) disebabkan karena ada menunjukkan penyimpangan yang kecil
data yang saling tergantung yang dipakai terhadap hidrograf satuan pengamatan
dalam analisis pembuatan kurva turun (debit (HSO), yaitu sebesar 1,224%. (<10%).
puncak banjir/Qp dan waktu naik Sedangkan HSS Nakayasu tanpa kalibrasi
hidrograf/Tp pada persamaan 4.3. adalah mempunyai simpangan sebesar 20,7%
sama dengan pada hidrograf satuan (>10%) terhadap hidrograf satuan
pengamatan). pengamatan (HSO). (Hasil perbandingan
Dari hasil yang diperoleh di atas, dapat dilihat pada Gambar 11).
persamaan kurva naik dan kurva turun Berdasarkan hasil di atas, untuk
mengikuti persamaan eksponensial., mendapatkan hasil yang mendekati
berarti tidak memungkinkan debit bernilai kenyataan, penerapan HSS Nakayasu
nol. Perbandingan HSS Limantara dan untuk DAS Indonesia perlu kalibrasi
HSO dapat dilihat pada Gambar 10 berikut parameter.
ini.

JURNAL REKAYASA SIPIL / Volume 3, No.3 2009 ISSN 1978 5658 220
berat DAS 29,386
ke outlet
Kemiring S - 0,00040
an sungai
utama 0,14700
Koefisien N - 0,035
kekasaran 0,070
DAS
Bobot Af % 0,00 -
luas hutan 100

Tabel 1. Perbandingan HSS Limantara dan


HSS Nakayasu Terhadap HSO Hasil verifikasi
Dengan verifikasi yang dilakukan
Waktu Debit terhadap data hidrograf yang tidak dipakai
Puncak Puncak untuk menyusun model dan dipilih DAS
(Tp) (Qp)
yang paling besar, yaitu DAS Kandilo di
(Jam) (m3/dt/mm)
5,773 20,956 Kalimantan Timur (data parameter DAS:
HSO
A = 3994 km2; L = 169,74 km; Lc = 120,8
HSS 5,773 20,956 km; S = 0,00128 dan n = 0,064),
menunjukkan waktu mencapai puncak
Limantara
banjir (Tp) 12,6 jam dan debit puncak
HSS 124,103 16,617 banjir (Qp) 34,751 m3/dt/mm. Sedangkan
untuk HSS Limantara: Tp = 5,773 jam dan
Nakayasu
Qp = 20,956 m3/dt/mm. Berarti terdapat
Tanpa penyimpangan Qp sebesar 39,46%. Jika
Kalibrasi dicari selisih ordinat (debit) hidrograf pada
HSS 5,773 20,956 jam yang sama, didapat jumlah simpangan
sebesar 43%, berartkeandalan ordinat
Nakayasu (debit) adalah 57%. Hasil perhitungan dan
Dengan gambar perbandingan hidrograf dapat
Kalibrasi dilihat pada Gambar 12 berikut ini
Batasan keberlakuan model HSS
Limantara
Model HSS Limantara yang
dihasilkan dapat diterapkan pada DAS lain
yang memiliki kemiripan karakteristik
dengan DAS-DAS di lokasi penelitian.
Spesifikasi teknik model HSS Limantara
disajikan pada
Tabel 2. Spesifikasi Teknik Model HSS
Limantara
Uraian Notasi Satuan Kisaran
Luas DAS A km2 0,325
1667,50
0 Jika berdasarkan kisaran parameter
Panjang L km 1,16 yang dipakai untuk membuat model HSS
sungai 62,48 Limantara, 3 parameter DAS tersebut yaitu
utama A, L dan Lc berada di luar batas yang
Jarak titik Lc km 0,50 dipakai. HSS Limantara dibuat

JURNAL REKAYASA SIPIL / Volume 3, No.3 2009 ISSN 1978 5658 221
berdasarkan Sub-DAS dengan kisaran sebesar 1,840 m3/dt/mm, sedangkan dari
parameter sebagai berikut: A berkisar HSS Limantara sebesar 2,648 m3/dt/mm.
mulai 0,325 km2 sampai dengan 1667,500 Selisih ordinat (debit) hidrograf relatif
km2; L berkisar mulai 1,16 km sampai kecil yaitu sebesar 4,17%, yang berarti
dengan 62,48 km dan Lc berkisar mulai mempunyai keandalan ordinat (debit)
0,50 km sampai dengan 29,386 km. 95,83%. Selisih debit tersebut tidak
Soemarto (1995) mengatakan bahwa dihitung dalam bentuk harga mutlak,
ukuran DAS menentukan patokan namun dihitung berdasarkan debit
maksimum penggunaan hidrograf satuan hidrograf satuan verifikasi dikurangi debit
dan diambil maksimum 5000 km2. Hal ini hidrograf satuan Limantara. Dengan
berkaitan dengan bahwa DAS dengan demikian akan terdapat hasil perbedaan
luasan > 5000 km2 tidak akan pernah (selisih) yang positif atau negatif. Hal ini
ditutup oleh suatu hujan besar berintensitas mengingat pengontrolan pada hidrograf
seragam karena hujan besar berintensitas satuan sintetis didasarkan pada jumlah
seragam memiliki daerah cakupan yang volume limpasan di bawah hidrograf dan
terbatas (Sosrodarsono, 1977 dan Wilson, bukan pada perbedaan debit ( Q) pada
1993). Pada penelitian ini untuk sementara jam yang sama (Wilson, 1990). Oleh sebab
diambil batasan tersebut karena belum ada itu, pada verifikasi ini walaupun
hasil penelitian lain yang lebih pasti. simpangan debit puncak relatif besar
Namun kenyataannya, hasil verifikasi namun simpangan ordinat (debit) hidrograf
untuk DAS dengan luas 3994 km2 relatif kecil. Hasil perhitungan dan
menunjukkan penyimpangan yang relatif gambar hidrograf dapat dilihat pada
besar. Untuk itu perlu dilakukan penelitian Gambar 13 berikut ini.
lanjutan tentang batasan luas maksimum
penggunaan hidrograf, mengingat luas
DAS merupakan faktor dominan kedua
pada pembuatan model HSS Limantara.
Demikian juga untuk parameter panjang
sungai, yang merupakan faktor paling
dominan dalam model HSS Limantara.
Panjang sungai untuk DAS tersebut berada
di luar kisaran yang dipakai untuk
membuat model. Kedua faktor dominan
tersebut diprediksi sebagai penyebab
terjadinya simpangan yang relatif besar
pada verifikasi yang dilakukan. Untuk itu
perlu dikaji lebih lanjut tentang batasan
kisaran yang sesuai untuk penggunaan
hidrograf. Penyimpangan yang cukup besar
Selain itu verifikasi juga dilakukan pada debit puncak diprediksi karena waktu
pada DAS Palung di Pulau Lombok. untuk mencapai puncak banjir pada
Walaupun semua parameter DAS Palung hidrograf pengamatan terjadi pada jam ke-
(A = 47,80 km2; L = 22,83 km; Lc = 1, jadi diperkirakan pada saat tersebut
15,125 km; S = 0,08717 dan n = 0,0370) terjadi hujan yang cukup ekstrim (seperti
berada di dalam kisaran yang dipakai banjir bandang), yang begitu hujan
untuk membuat HSS Limantara, namun langsung sangat deras. Padahal pada
hasil verifikasi menunjukkan hidrograf pengamatan rerata untuk Pulau
penyimpangan debit puncak (Qp) yang Lombok, waktu untuk mencapai puncak
cukup besar, yaitu sebesar 44%. Debit banjir terjadi pada jam ke-4. Dengan
puncak dari hidrograf satuan pengamatan demikian dapat disimpulkan bahwa

JURNAL REKAYASA SIPIL / Volume 3, No.3 2009 ISSN 1978 5658 222
penyimpangan yang relatif besar pada Penyimpangan yang relatif besar
debit puncak disebabkan karena hidrograf disebabkan karena DAS Cipedes
pengamatan yang dipilih sebagai bahan mempunyai waktu naik hidrograf (Tp =
verifikasi merupakan hidrograf akibat 13,6 jam) yang jauh lebih besar
hujan yang sangat ekstrim artinya begitu dibandingkan dengan waktu turun
turun hujan langsung deras sekali sehingga hidrograf (Tr = 5,95 jam). Hidrograf-
tidak sesuai dengan sifat hidrograf yang hidrograf yang dipakai untuk membuat
umumnya terjadi di Pulau Lombok. model HSS Limantara umumnya
Kedua verifikasi di atas dilakukan mempunyai waktu naik hidrograf yang
pada DAS yang dipakai dalam penelitian lebih kecil dari waktu turun hidrograf.
namun menggunakan data hidrograf yang Verifikasi untuk DAS yang tidak
tidak dipakai dalam pembuatan model. dipakai untuk membuat model HSS
Verifikasi juga dilakukan pada DAS yang Limantara juga dilakukan pada Sub DAS
tidak dipakai untuk pembuatan model Garang (di Jawa Tengah). Parameter Sub
yaitu pada DAS Cipedes (Jawa Barat) dan DAS Garang berada dalam kisaran yang
Sub DAS Garang (Jawa Tengah). dipakai dalam pembuatan model HSS
Limantara, antara lain: A = 73,5 km2; L =
DAS Cipedes (di Jawa Barat)
34,264 km; Lc = 22,16 km; S = 0,0129 dan
mempunyai parameter sebagai berikut: A
n = 0,0506. Verifikasi menunjukkan
= 116,716 km2; L = 44,65 km; Lc = 22,29
km; S = 0,0914 dan n = 0,0394. penyimpangan debit puncak sebesar
25,39%, dengan debit puncak pada
Sebenarnya semua parameter DAS
Cipedes berada di dalam kisaran yang hidrograf pengamatan sebesar 7,307
dipakai untuk membuat HSS Limantara. m3/dt/mm sedangkan debit puncak pada
HSS Limantara sebesar 5,452 m3/dt/mm.
Namun demikian, verifikasi menunjukkan
penyimpangan debit puncak yang relatif Selisih ordinat (debit) hidrograf relatif
besar, yaitu sebesar 39,33%, dengan debit kecil yaitu sebesar 3,96%, yang berarti
puncak pada hidrograf pengamatan sebesar mempunyai keandalan ordinat (debit)
96,04%. Perbedaan debit puncak yang
9,389 m3/dt/mm, sedangkan debit puncak
pada HSS Limantara sebesar 5,696 relatif besar diprediksi sebagai akibat
m3/dt/mm. Selisih ordinat (debit) waktu naik hidrograf atau waktu untuk
hidrograf sebesar 36,15%, yang berarti mencapai puncak banjir (Tp) pada DAS
mempunyai keandalan ordinat (debit) Garang (Jawa Tengah) sebesar 3 jam,
padahal hidrograf pengamatan yang
63,85%. Hasil perhitungan dan
perbandingan gambar hidrograf bisa mewakili Jawa Tengah mempunyai waktu
dilihat pada Gambar 14 berikut ini. untuk mencapai puncak banjir (Tp) sebesar
1,56 jam (rerata Tp dari 3 DAS di
Bengawan Solo Hulu). Hal ini tampak
jelas pada gambar perbandingan hidrograf,
yang mana perbedaan besar terjadi pada
jam ke-nol sampai dengan jam ke-tiga
(waktu untuk mencapai puncak banjir:
Tp). Perhitungan verifikasi dan gambar
perbandingan hidrograf dapat dilihat pada
Gambar 15 berikut ini.

JURNAL REKAYASA SIPIL / Volume 3, No.3 2009 ISSN 1978 5658 223
mempunyai besar yang sama baik untuk
HSO, HSS Limantara maupun HSS
Nakayasu dengan kalibrasi, yaitu sebesar
20,956 m3/dt/mm. Sedangkan untuk HSS
Nakayasu tanpa kalibrasi sebesar 16,617
m3/dt/mm. Demikian juga waktu puncak
banjir (Tp), untuk HSO, HSS Limantara
dan HSS Nakayasu dengan kalibrasi
adalah sama, yaitu sebesar 5,773 jam.
Sedangkan untuk HSS Nakayasu tanpa
kalibrasi sebesar 124,103 jam.

Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang
KESIMPULAN DAN SARAN dikaitkan dengan hasil verifikasi dan
manfaat dari penelitian ini, disarankan
Kesimpulan sebagai berikut:: (1) Sesuai dengan hasil
Beberapa kesimpulan dihasilkan penelitian yang telah dilakukan, panjang
sebagai berikut: (1) Model debit: Qp = sungai (L) dan luas DAS (A) merupakan
0,042.A0,451.L0,497.Lc0,356.S-0,131.n0,168 (satuan faktor paling dominan dalam pembuatan
Qp: m3/dt/mm, A: km, L: km, Lc: km, HSS Limantara. Berdasarkan verifikasi
0,042 m0,25/dt, dengan koefisien determinasi yang telah dilakukan, terutama di DAS
R2 = 0,841 dan tingkat kepercayaan 5%); yang relatif besar yaitu DAS Kandilo
persaman kurva naik: Qn = Qp. [(t/Tp)]1,107 (dengan L dan A di luar batas keberlakuan
(satuan: Qn dan Qp: m3/dt/mm, t dan Tp: model HSS Limantara), memberikan
jam, dengan koefisien determinasi R2 = penyimpangan yang relatif besar baik
0,980 dan tingkat kepercayaan 5%) dan terhadap debit puncak maupun simpangan
persamaan kurva turun: Qt = Qp.e0,175(Tp t) ordinat (debit) hidrograf. Kedua faktor
(satuan Qt dan Qp: m3/dt/mm, Tp dan t: tersebut diprediksi sebagai penyebab
jam, 0,175: dt-1, dengan koefisien terjadinya simpangan yang cukup besar.
determinasi R2 0,990 dan tingkat Demikian juga untuk koefisien kekasaran
kepercayaan 5%) adalah merupakan DAS (n) yang secara rasional berbanding
model HSS Limantara. Pada HSS terbalik dengan debit puncak, pada
Limantara tersebut ada 3 parameter yang penelitian ini berbanding lurus namun
hasilnya berlawanan dengan yang hanya sedikit pengaruhnya terhadap debit
dikatakan oleh para pakar terdahulu. Luas puncak. Untuk itu kepada peneliti lanjutan
DAS (A), panjang sungai utama (L) dan disarankan untuk mencoba-coba
koefisien kekasaran DAS (n), yang mengklasifikasikan data hidrograf berdasar
seharusnya berbanding terbalik dengan panjang sungai atau luas DAS, kemudian
debit puncak banjir, ternyata pada dicoba verifikasi di banyak DAS. Dengan
penelitian ini berbanding lurus; (2) kata lain, disarankan untuk mencoba
Koordinat HSS Limantara dan HSS memberikan kisaran panjang sungai (L)
Nakayasu dengan kalibrasi menunjukkan dan luas DAS (A). Selain itu disarankan
penyimpangan kecil terhadap hidrograf untuk mengkaji kembali cara penentuan
satuan pengamatan (HSO), yaitu sebesar koefisien kekasaran DAS (n); (2)
1,224%. (<10%). Sedangkan HSS Mengingat sulitnya membuat model
Nakayasu tanpa kalibrasi mempunyai hidrograf satuan sintetis (persamaan debit
simpangan sebesar 20,7% (>10%) puncak, persamaan kurva naik dan kurva
terhadap hidro*graf satuan pengamatan turun hidrograf) yang benar-benar akurat
(HSO). Untuk debit puncak banjir dengan kesalahan masing-masing yang

JURNAL REKAYASA SIPIL / Volume 3, No.3 2009 ISSN 1978 5658 224
relatif kecil (<10 %), maka kepada Di Daerah Pengaliran Kandilo
Departemen Pekerjaan Umum, untuk (DPS) Kandilo Kalimantan Timur.
jangka panjang disarankan melengkapi Laporan Penelitian. Universitas
masing-masing DAS dengan AWLR dan Brawijaya Malang.
ARR. Ilyas, M.A. (1996). Pengembangan
Model Hidrologi Dengan Sistem
DAFTAR PUSTAKA Parameter Terdistribusi Pada
DAS, Untuk Penanggulangan
Asdak, C. (1995). Hidrologi dan Konservasi Sumber Daya Air.
Pengelolaan DAS. University Press, Proc. PIT XIII HATHI , Medan, hal
Gajah Mada, Yogyakarta. I-43.
Blazkova, S. and K. Beven. (1997). Flood INWRDAM. (2001). Decision Support
Frequency Prediction for Data System in the Field of Water
Limited Catchments in the Czech Resources Planning And
Republic Using a Stochastic Management.
Rainfall Model and TOPMODEL, http://www.nic.gov.jo/inwrdam/dss.h
Journal of Hydrology 195: 256-278. tm1. March 12, 2001.
Fariansyah, A. M.; Aniek M.; L. Jayadi, R. (1996). Optimasi Parameter
Montarcih. dan Agus S. (1999). Kalibrasi Model Hujan Aliran
Model Hidrograf Satuan Sintetis Menggunakan Algoritme Gauss-
di Pulau Lombok, Jurnal Teknik VI Newton. Media Teknik UGM. No. 2
(1). th. XVIII Agustus.
Hidayat, I (1998). Pengaruh Mulyantari, F. (1993). Modifikasi
Karakteristik Sungai Terhadap Hidrograf Satuan Sintetis Segitiga
Pada Hidrograf Satuan Sintetik Untuk Small Watershed Di
Nakayasu (Studi Kasus Sungai Wilayah Sungai Bengawan Solo.
Brantas). Tesis. Universitas Jurnal Litbang Pengairan. No. 26
Brawijaya, Malang. th.7-KW.IV hal. 48.
Hoesein, A.A. dan L. Montarcih. (1993a). Nandakumar, N and R.G. Mein.(1997).
Kalibrasi Parameter Hidrograf Uncertainty in Rainfall-Runoff
Satuan Sintetik Nakayasu di Sub Model Simulations And The
DAS Lesti, Genteng, dan Implications for Predicting the
Amprong, Jawa Timur. Laporan Hydrologic Effect of Land-Use
Penelitian. Fakultas Teknik Change, Journal of Hydrology 192:
Universitas Brawijaya, Malang. 211-232.
------------------------------- (1993b). Pavoni, B; A. Voinov and N. Zhavora.
Kalibrasi Parameter Hidrograf (2001). Basin (Watershed)
Satuan Sintetik Snyder di Sub Approach As A Methodological
DAS Lesti, Genteng, dan Basis for Regional Decision
Amprong, Jawa Timur. Laporan Making And Management in the
Penelitian, Fakultas Teknik EX USSR.
Universitas Brawijaya, Malang. http://helios.unive.it/%7Eintas/gaboa
Holko, L. and A. Lepsito. (1997). rt.htm1. March 12, 2001.
Modelling the Hydrological Sobriyah; Sudjarwadi; Sri Harto Br dan D.
Behaviour of Mountain Catchment Legono. (2001). Input Data Hujan
Using TOPMODEL. Journal Dengan Sistem Grid
Hydrology 196: 361-377. Menggunakan Cara Pengisian dan
Ikhsan, M. Z. dan L. Montarcih (2002). Tanpa Pengisian Data Hilang pada
Model Matematik Untuk Estimasi Sistem Poligon Thiessen. Proc.
Hidrograf Satuan Sintetik (HSS) Kongres VII & Pertemuan Ilmiah

JURNAL REKAYASA SIPIL / Volume 3, No.3 2009 ISSN 1978 5658 225
Tahunan (PIT) XVIII HATHI,
Jurusan Pengairan Fakultas Teknik
Unibraw Malang, Vol. II, hal. 66-76.
Soewarno. (1991). Hidrologi
Pengukuran dan Pengolahan Data
Aliran Sungai Hidrometri. Nova,
Bandung.
Sri Harto, Br. (1995). Analisis Hidrologi,
PAU Ilmu Teknik Universitas Gajah
Mada, Yogyakarta
Suhartanto, E. dan S. Hardjomidjojo.
(2001). Optimasi Pengelolaan DAS
di Sub Daerah Aliran Sungai
Cidanau Kabupaten Serang
Propinsi Banten Menggunakan
Model Hidrologi ANSWERS. Proc.
Kongres VII & Pertemuan Ilmiah
Tahunan (PIT) XVIII HATHI,
Jurusan Pengairan Fakultas Teknik
Unibraw Malang, Vol. II, hal. 98-
103.
Suwignyo. (2001). Kajian Pengaruh
Faktor Bentuk DAS Terhadap
Parameter Hidrograf Satuan
Sintetik Sungai-Sungai di Jawa
Timur. Proc. Kongres VII &
Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT)
XVIII HATHI, Jurusan Pengairan
Fakultas Teknik Unibraw Malang,
Vol. II, hal. 98-103.
Tung, B. Z.; Yeh, Y.K.; Chia, K. and
Chuang, J. Y.. (1997). Storm
Resampling for Uncertainty
Analysis of a Multiple-Storm Unit-
Hydrograph, Journal Of Hydrology
194: 366-384.
Varshney, R.M. (1978). Engineering
Hydrology. Irrigation Research
Institute, Central Water & Power
Comission, New Delhi.
Viessman, W. JR; J. W. Knapp; G. L.
Lewis and T. L. T. E. Harbaugh.
(1977). Introduction to Hydrology.
Harper & Row Publishers, New York

JURNAL REKAYASA SIPIL / Volume 3, No.3 2009 ISSN 1978 5658 226

You might also like