You are on page 1of 7

Minangkabau Traditional Dance Tari Piring

Originated in a town called Solok in the province of West Sumatra, Tari Piring is one of the
most enchanting traditional dances of Indonesia. Piriang, as it is called in its original
Minangkabau language, symbolizes the farmers joy for a successful harvest.

Berasal dari sebuah kota bernama Solok di Provinsi Sumatera Barat , Tari Piring adalah salah satu
tarian tradisional yang paling mempesona dari Indonesia . Piriang , seperti yang disebut dalam
bahasa Minangkabau aslinya , melambangkan sukacita petani untuk panen yang sukses.

Piring dance literally means plate (piring) dance (tari). It is the cultural dance of the
Minangkabau people, influenced by the late Pagaruyung Kingdom, which ruled West
Sumatra in the 14th century.

Tari Piring secara harfiah berarti piring ( Piring ) tari ( tari ) . Ini adalah tarian budaya masyarakat
Minangkabau , dipengaruhi oleh almarhum Pagaruyung Raya , yang memerintah Sumatera Barat
pada abad ke-14 .

The dance ritual was originally performed by young ladies and men carrying food on the
plates, to give thanks to the God for a successful harvest. Nowadays, this fast tempo dance
is performed with dancers with only plates on each of their hands.

Tarian ritual awalnya dilakukan oleh wanita muda dan laki-laki membawa makanan di piring , untuk
bersyukur kepada Tuhan atas panen yang sukses. Saat ini, tarian ini tempo cepat dilakukan dengan
penari dengan hanya piring di masing-masing tangan mereka .

Depending on the choreography, the plates would sometimes be thrown into the air and the
dancers will let them hit the ground to be broken into pieces. The dancers would then,
without fear, step or jump or even roll around the broken glass without injuring themselves.
This action of people leaping into piles of broken glass is considered to be the magic of Tari
Piring.

Tergantung pada koreografi , piring terkadang dilempar ke udara dan para penari akan membiarkan
mereka memukul tanah yang akan pecah berkeping-keping . Para penari kemudian akan , tanpa rasa
takut , langkah atau melompat atau bahkan berguling-guling pecahan kaca tanpa melukai diri
mereka sendiri . Ini tindakan orang melompat ke tumpukan pecahan kaca dianggap keajaiban Tari
Piring .

Depending on the purpose of performing this dance, Tari Piring can have many different
variations. These days, it is performed on public events, such as wedding parties, cultural
events, etc. Some of the well-known variations include Tupai Bagaluik (the moving
raccoon), bagalombang (waving/curling), and aka malikik.

Tergantung pada tujuan melakukan tarian ini , Tari Piring dapat memiliki banyak variasi yang
berbeda . Hari-hari ini , itu dilakukan pada acara-acara publik , seperti pesta pernikahan, acara
budaya , dll Beberapa variasi terkenal termasuk Tupai Bagaluik ( rakun bergerak ) , bagalombang (
melambaikan / keriting ) , dan malikik alias .
Throughout the performance, the dance is accompanied by traditional Minangkabau
music, such as talempong (similar to the Javanese gamelan), bansi,salung (a flute that is
usually made from bamboo, reed or rice stalks), etc. The music starts off slow and soft but it
gets faster with time. The music is a crucial element in Tari Piring since it directs the
dancers to move in a certain way.

Sepanjang pertunjukan , tarian ini diiringi oleh musik tradisional Minangkabau , seperti talempong (
mirip dengan gamelan Jawa ) , Bansi , salung (seruling yang biasanya terbuat dari bambu , buluh atau
nasi tangkai ) , dll Musik dimulai off lambat dan lembut tapi itu akan lebih cepat dengan waktu .
Musik merupakan elemen penting di Tari Piring karena mengarahkan para penari untuk bergerak
dengan cara tertentu .

Musik Pengiring Tari Piring

Alat musik yang digunakan untuk mengiringi Tari Piring, memadai


dengan pukulan Rebana dan Gong sahaja. Pukulan Gong amat penting sekali
kerana ia akan menjadi panduan kepada penari untuk menentukan langkah
dan gerak Tari Piringnya. Pada kebiasaannya, kumpulan Rebana yang
mengiringi dan mengarak pasangan pengantin diberi tanggungjawab untuk
mengiringi persembahan Tari Piring. Namun, dalam keadaan tertentu Tari
Piring boleh juga diiringi oleh alat musik lain seperti Talempong dan Gendang.

Tari Piring diiringi oleh musik Penayuhan. Contoh lagu pengiringnya yaitu
Takhian sai tiusung, Takhi pikhing khua belas, Seni budaya lappung, Dang
sappai haga tekas (jangan sampai ditinggalkan)

Saluang adalah alat musik tradisional khas Minangkabau, Sumatra Barat.


Yang mana alat musik tiup ini terbuat dari bambu tipis atau talang
(Schizostachyum brachycladum Kurz). Orang Minangkabau percaya bahwa
bahan yang paling bagus untuk dibuat saluang berasal dari talang untuk
jemuran kain atau talang yang ditemukan hanyut di sungai. Alat ini termasuk
dari golongan alat musik suling, tapi lebih sederhana pembuatannya, cukup
dengan melubangi talang dengan empat lubang. Panjang saluang kira-kira 40-
60 cm, dengan diameter 3-4 cm. Adapun kegunaan lain dari talang adalah
wadah untuk membuat lamang (lemang), salah satu makanan tradisional
Minangkabau.

Pemain saluang legendaris bernama Idris Sutan Sati dengan penyanyinya


Syamsimar.

Keutamaan para pemain saluang ini adalah dapat memainkan saluang


dengan meniup dan menarik napas bersamaan, sehingga peniup saluang dapat
memainkan alat musik itu dari awal dari akhir lagu tanpa putus. Cara
pernapasan ini dikembangkan dengan latihan yang terus menerus. Teknik ini
dinamakan juga sebagai teknik manyisiahan angok (menyisihkan napas).

Tiap nagari di Minangkabau mengembangkan cara meniup saluang,


sehingga masing-masing nagari memilhki ciri khas tersendiri. Contoh dari ciri
khas itu adalah Singgalang, Pariaman, Solok Salayo, Koto Tuo, Suayan dan
Pauah. Ciri khas Singgalang dianggap cukup sulit dimainkan oleh pemula, dan
biasanya nada Singgalang ini dimainkan pada awal lagu. Sedangkan, ciri khas
yang paling sedih bunyinya adalah Ratok Solok dari daerah Solok.

Dahulu, kabarnya pemain saluang ini memiliki mantera tersendiri yang


berguna untuk menghipnotis penontonnya. Mantera itu dinamakan Pitunang
Nabi Daud. Isi dari mantera itu kira-kira : Aku malapehan pituang Nabi Daud,
buruang tabang tatagun-tagun, aia mailia tahanti-hanti, takajuik bidodari di
dalam sarugo mandanga bunyi saluang ambo, kununlah anak sidang
manusia...... dan seterusnya
SALUANG

Talempong adalah sebuah alat musik pukul tradisional khas suku


Minangkabau. Bentuknya hampir sama dengan instrumen bonang dalam
perangkat gamelan. Talempong dapat terbuat dari kuningan, namun ada pula
yang terbuat dari kayu dan batu. Saat ini talempong dari jenis kuningan lebih
banyak digunakan.

Talempong berbentuk lingkaran dengan dialeter 15 sampai 17,5


sentimeter, pada bagian bawahnya berlubang sedangkan pada bagian atasnya
terdapat bundaran yang menonjol berdiameter lima sentimeter sebagai
tempat untuk dipukul. Talempong memiliki nada yang berbeda-beda. Bunyinya
dihasilkan dari sepasang kayu yang dipukulkan pada permukaannya.

Talempong biasanya digunakan untuk mengiringi tarian pertunjukan


atau penyambutan, seperti Tari Piring yang khas, Tari Pasambahan, dan Tari
Gelombang. Talempong juga digunakan untuk melantunkan musik menyambut
tamu istimewa. Talempong ini memainkanya butuh kejelian dimulai dengan
tangga nada do dan diakhiri dengan si. Talempong diiringi oleh akord yang cara
memainkanya serupa dengan memainkan piano.
Rabab adalah alat musik gesek tradisional khas Minangkabau yang
terbuat dari tempurung kelapa. Dengan rabab ini dapat tersalurkan bakat
musik seseorang. Biasanya dalam rabab ini dikisahkan berbagai cerita nagari
atau dikenal dengan istilah Kaba.

Kesenian Rabab sebagai salah satu kesenian tradisional yang tumbuh


dan berkembang dalam kebudayaan masyarakat Minangkabau, tersebar
dibeberapa daerah dengan wilayah dan komunitas masyarakat yang memiliki
jenis dan spesifikasi tertentu.

Rabab Darek, Rabab Piaman dan Rabab Pasisie merupakan salah satu
kesenian tradisional yang cukup berkembang dengan wilayah dan di dukung
oleh masyarakat setempat. Rabab Darek tumbuh dan berkembang di daerah
darek Minangkabau meliputi Luhak nan Tigo sedangkan Rabab Piaman
berkembang di daerah pesisir barat Minangkabau, yang meliputi daerah tepian
pantai (pesisir).
Pesisir Selatan sebagai wilayah kebudayaan Minangkabau yang menurut
geohistorisnya di klasifikasikan kepada daerah Rantau Pasisia yang cakupan
wilayah tersebut sangat luas dan didaerah inilah berkembangnya kesenian
Rabab Pasisia. Rabab Pasisia ditinjau dari aspek fisik pertunjukanya memiliki
spesifikasi tersendiri dan ciri khas yang bebeda dengan rabab lainya. Terutama
dari segi bentuk alat mirip, dengan biola secara historis berasal dari pengaruh
budaya portugis yang datang ke Indonesia pada abad ke XVI melalui pantai
barat Sumatra.

Dalam rabab memiliki komposisi tersendiri tergantung kepada lagu yang


diinginkan dengan memainkan lagu yang bersifat kaba sebagai materi pokok.
Lagu yang lahir tesebut merupajan ide gagasan yang berasal dari komunitas
masyarakat yang berbeda namun ada dalam daerah yang sama.
bansi

lempong

You might also like