Professional Documents
Culture Documents
ABSTRACT
The research objective was to know the influence of livers-substituted of
chicken nugget on the content of vitamin A, Fe and the preferences. The design
experiments of the research was completely randomized design with 5 treatments
and 4 replications. The treatments are T0 = 0%, T1 = 10%, T2 = 20%, T3 = 30%
and T4 = 40% respectively. The content of vitamin A and Fe were tested by UV-
VIS Spectrophotometry method. The data were analyzed by ANOVA, if the
treatments significant was continued by Duncan Multiple Range Test. The
preferences were tested by 25 panelist. The data were analyzed by non-
parametric Kruskal Wallis H-Test using SPSS software version 16.0, if the
treatments significant was continued by Wilcoxon test. The average of the
content of vitamin A are T0 = 8,44%, T1 = 13,13%, T2 = 16,51%, T3 = 21,02%
and T4 = 23,90%;
the content of ferum (Fe) are T0 = 12,06%, T1 = 10,40%, T2 = 9,13%, T3 =
6,08% and T4 = 5,42%; and the preferences are T0 = 4,12%, T1 = 3,84%, T2 =
3,24%, T3 = 3,32% and T4 = 3,16%. The analysis showed significant (P < 0.05)
to the content of vitamin A, Fe and the preferences.
Keywords: chicken nuggets, chicken livers, vitamin A, zat besi, preferences.
ABSTRAK
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh substitusi hati ayam
pada pengolahan nugget ayam terhadap kadar vitamin A, zat besi (Fe) dan
tingkat kesukaan. Rancangan percobaan dalam penelitian ini adalah rancangan
acak lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 4 ulangan. Perlakuan secara
berurutan adalah T0 = 0%, T1 = 10%, T2 = 20%, T3 = 30% dan T4 = 40%.
Kadar vitamin A dan zat besi (Fe) diuji dengan metode Spektrofotometri UV-
VIS. Data dianalisis dengan ANOVA, jika signifikan maka dilanjutkan dengan
uji Wilayah Ganda Duncan. Tingkat kesukaan diuji oleh 25 panelis. Data
dianalisis dengan non- parametrik Kruskal Wallis H-Test dengan menggunakan
software SPSS versi 16.0, jika signifikan maka dilanjutkan dengan uji Wilcoxon.
Rata-rata kadar vitamin A adalah T0 = 8,44%, T1 = 13,13%, T2 = 16,51%, T3 =
21,02% dan T4 =
23,90%; kadar zat besi (Fe ) adalah T0 = 12,06%, T1 = 10,40%, T2 = 9,13%,
T3
= 6,08% dan T4 = 5,42%; dan tingkat kesukaan adalah T0 = 4,12%, T1 = 3,84%,
T2 = 3,24%, T3 = 3,32% dan T4 = 3,16%. Hasil analisis menunjukkan signifikan
(P < 0,05) terhadap kadar vitamin A, zat besi (Fe) dan tingkat kesukaan.
Kata kunci: nugget ayam, hati ayam, vitamin A, zat besi, kesukaan.
KADAR VITAMIN A YANG DISUBSTITUSI DENGAN HATI
AYAM BROILER (NUGGET AYAM)
A. PENDAHULUAN
Daging merupakan salah satu bahan pangan asal hewani yang kandungan gizinya tinggi
dan digemari oleh masyarakat. Menurut Bintoro (2008) daging dan bahan makanan asal
daging mempunyai nilai gizi yang tinggi dan merupakan sumber protein hewani asal
ternak yang uatama disamping bahan lain. Produk olahan daging yang saat ini cukup
popular di kalangan masyarakat yaitu nugget ayam. Namun, tidak semua kalangan
masyarakat dapat mengkonsumsi nugget ayam karena harganya yang relatif mahal.
Berdasarkan uraian di atas maka dilakukan pengembangan produk nugget ayam dengan
substitusi hati ayam. Hati ayam mengandung vitamin A dan zat besi (Fe). Hati ayam
diharapkan dapat meningkatkan kadar vitamin A dan zat besi (Fe) nugget ayam dan
memberikan cita rasa yang berbeda sehingga akan meningkatkan kesukaan konsumen.
Nugget merupakan produk olahan yang dibuat dari daging tanpa kulit dan tulang yang
ditumbuk, dicincang, diberi bumbu, kemudian ditambah dengan remahan roti lalu diikuti
dengan proses penggorengan (Bintoro, 2008). Bahan makanan lain dapat ditambahkan
dalam pengolahan nugget, salah satunya adalah hati ayam yang memiliki kandungan gizi.
Kandungan vitamin A dan zat besi pada hati ayam berturut-turut adalah 20549 IU/100 g
dan 8,6 mg/100 g, sedangkan dalam daging ayam adalah 810 IU/100 g dan 1,5 mg/100 g
(Depkes, 2005). Hati ayam berwarna coklat atau coklat tua
Vitamin adalah suatu zat senyawa kompleks yang sangat dibutuhkan oleh tubuh kita yang
berfungsi untuk mambantu pengaturan atau proses kegiatan tubuh. Tanpa vitamin
manusia, hewan dan makhluk hidup lainnya tidak akan dapat melakukan aktifitas hidup
dan kekurangan vitamin dapat menyebabkan memperbesar peluang terkena penyakit pada
tubuh kita.
• Vitamin yang tidak larut di dalam air : Vitamin A, D, E, dan K atau disingkat
Vitamin ADEK.
B. VITAMIN A
Vitamin A adalah vitamin larut lemak yang berperan dalam berbagai fungsi tubuh.
Vitamin A terdapat di dalam pangan hewani, yaitu hati, kuning telur, susu (di dalam
lemaknya) dan mentega (Almatsier, 2009). Hariyadi (2011) menambahkan vitamin A
umumnya lebih stabil dalam minyak goreng. Vitamin A relatif stabil setelah proses
penggorengan. Mineral yang banyak diperhatikan dalam daging adalah kalsium,
phosphorus, sodium, potasium dan besi. Kandungan mineral dalam otot relatif konstan.
Pada jaringan lemak kandungan mineral relatif lebih rendah, karenanya jumlah
kandungan lemak secara tidak langsung mempengaruhi kandungan mineral (Bintoro,
2008). Menurut Minantyo (2011) menjelaskan bahwa mineral umumnya stabil oleh
panas namun pada pemaparan panas yang ekstrim yaitu lebih dari 100 ºC mineral juga
dapat rusak. Sumber vitamin A = susu, ikan, sayuran berwarna hijau dan kuning, hati,
buah-buahan warna merah dan kuning (cabe merah, wortel, pisang, pepaya, dan lain-
lain) Penyakit yang ditimbulkan akibat kekurangan vitamin A = rabun senja, katarak,
infeksi saluran pernapasan, menurunnya daya tahan tubuh, kulit yang tidak sehat, dan
lain-lain.
Vitamin A adalah salah satu zat gizi mikro yang diperlukan oleh tubuh yang berguna
untuk meningkatkan daya tahan tubuh (imunitas) dan kesehatan mata.Vitamin A didapat
dalam 27 bentuk yaitu preformed vitamin A ( retinol, retinal, asam retinoid dan
derivatnya) dan provitamin A (karotenoid) yang merupakan prekursor vitamin A.
Preformed vitamin A terdapat khusus dalam makanan hewani manakala bahan nabati
memiliki provitamin A.Vitamin A sensitif terhadap oksigen dan sinar UV. Vitamin A
relatif stabil terhadap panas dan bioavailabilitasnya diperkuat dengan adanya vitamin E
dan antioksida lain.
Deplesi vitamin A dalam tubuh merupakan proses yang berlangsung lama, dimulai
dengan habisnya persediaan vitamin A dalam hati, kemudian menurunnya kadar vitamin
A plasma, dan baru timbulnya disfungsi retina, disusul dengan perubahan jaringan
epitel.
Kadar vitamin A dalam plasma tidak merupakan kekurangan vitamin A yang dini, sebab
deplesi terjadi jauh sebelumnya. Apabila sudah terdapat kelainan mata maka kadar
vitamin A serum sudah sangat rendah (kurang dari 5 μg/100 ml), begitu juga kadar
RBPnya (< 20 μg/100ml). Konsentrasi vitamin A dalam hati merupakan indikasi yang
baik untuk menentukan status vitamin A. Akan tetapi, biopsy hati merupakan tindakan
yang mengandung resiko bahaya. Di samping itu, penentuan kadar vitamin A jaringan
tidak mudah dilakukan (Supariasa, 2002).
Nilai batas normal plasma vitamin A dalam darah (mg/100 ml) untuk semua umur
dikategorikan sebagai berikut :
Kurang : < 10
Margin : 10 – 19
Cukup : 20 +
(Supariasa, 2002)
Diet yang dianjurkan (RDA) untuk vitamin A adalah 1,0 mg / hari untuk lelaki dewasa
dan 0,8 mg / hari untuk wanita dewasa. Karena beta-karoten dikonversi menjadi vitamin
A dalam tubuh, kebutuhan tubuh akan vitamin A dapat dipenuhi seluruhnya oleh beta-
karoten. 6 mg beta-karoten dianggap setara dengan 1 mg vitamin A.
Menurut Supariasa (2001), Dalam penyakit mata yang di akibatkan oleh kekurangan
vitamin A disebut xerophtalmia. Penyakit ini merupakan penyebab kebutaan yang
paling sering terjadi pada anak – anak di indonesia yang umumnya terjadi pada usia 2-3
tahun. Hal ini karena setelah disapih, anak tidak diberi makanan yang memenuhi syarat
gizi, sementara anak itu belum bisa mengambil makanan sendiri.
Gejala – gejala xerophtalmia terbagi dua, yaitu
Keadaan yang reersibel yaitu yang dapat sembuh
1. Buta senja (hemerolopia)
2. Xerosis conjunctiva
3. Xerosis kornea
4. Bercak bitot
5. Keadaan yang irensibel, yaitu keadaan yang agak sulit sembuh
6. Ulserasi kornea
7. Keratomalasia
Klasifikasi yang ditetapkan pada pertemuan bersama WHO, UNICEF, Helen Keller
Internasional dan IVACG di jakarta pada tahun 1981merupakan modifikasi kliasifikasi,
yaitu :
XN : buta senja
X 1A : konjunctiva mengering (conjunctiva xerosis)
X 1B : bercak bitot
X 2 : kornea mengering (cornea xerosis)
X 3A : ulserasi kornea
X 3B : keratomalasia
XS : parut kornea
XF : xerophtalmia fundus
Metode Penentuan Status Gizi Secara Biokimia Pada Vitamin A
Serum retinol
Sirkulasi vitamin A dalam serum sebagian besar dalam bentuk retinol kompleks dan
protein pengikat retinol (retinol-binding protein: RBP) dalam rasio 1:1 sisanya dalam
bentuk ester retinil (kira-kira berjumlah sekitar 8%) dan dalam jumlah sedikit pada asam
retinoic dan proses metabolism lain. Hasil perhitungan total serum vitamin A bila
dibandingkan dengan retinol sebanding pada level < 1,2µmol/l.
Level serum retinol menggambarkan status vitamin A hanya bila persediaan vitamin A
dalam hati <0,07µmol/g dalam hati. Akibat yang buruk dari nilai serum vitamin A yang
rendah dapat diamati pada anak-anak yang kekurangan nutrisi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi konsentrasi serum retinol
Umur
Jenis kelamin
Ras
Diet rendah lemak (<5 sampai 10 gram setiap harinya) akan berpengaruh buruk terhadap
penyerapan karoten pro vitamin A, dan pada jagka waktu yang lebih lama akan
mengakibatkan konsentrasi plasma retinol dalam kondisi rendah.
Defisiensi nutrisi dapat mempengaruhi konsentrasi serum retinol. Kekurangan nutrisi
energy protein mengurangi produksi apo-protein pengikat retinol (retinol-binding
protein: RBP) dalam hati, karena sedikitnya jumlah persediaan subtract protein.
Beberapa penyakit dapat menggambarkan perubahan level serum retinol. Penyakit ginjal
kronis dapat mengakibatkan konsentrasi serum retinol dengan cara mengurangi
katabolisme vitamin A dan sel pembawanya.
Estrogen maupun endogen atau keduanya digunakan pada alat kontrasepsi atau terapi
pergantian hormone, dimana hal ini mengakibatkan jumlah serum retinol dan RBP
bertambah sebagai akibat dari meningkatnya mobilisasi vitamin A dalam hati.
Dari jurnal didapat hasil kandungan vitamin A dalam sample yang dianalisa dengan
melakukan perhitungan sebagai berikut:
Pada jurnal, Hasil pengujian kadar vitamin A nugget ayam yang disubtitusi dengan hati
ayam dapat dilihat pada Tabel 1. Perlakuan subtitusi hati ayam berpengaruh secara
signifikan (P < 0,05) terhadap kadar vitamin A nugget ayam. Tabel 1 menunjukkan
bahwa semua perlakuan baik T0, T1, T2, T3 maupun T4 menunjukkan perbedaan yang
nyata. Kadar vitamin A tertinggi ada pada perlakuan T4, yaitu 23,9 mg/100 g dan
terendah T0 sebesar 8,44 mg/100 g. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan substitusi
hati ayam dengan level presentase yang semakin meningkat menghasilkan kadar vitamin
A nugget ayam yang semakin meningkat pula. Vitamin A terdapat di dalam pangan
hewani, yaitu hati, kuning telur, susu (di dalam lemaknya) dan mentega (Almatsier,
2009). Kandungan vitamin A yang ada dalam hati ayam adalah 20549 IU/100 g,
sedangkan dalam daging ayam adalah 810 IU/100 g (Depkes, 2005).
Kandungan vitamin A pada hati ayam lebih besar dibandingkan pada daging ayam. Hal
ini menjelaskan bertambahnya kadar vitamin A nugget ayam seiring dengan semakin
tingginya substitusi hati ayam. Proses penggorengan dan penambahan bahan- bahan lain
serta bumbu-bumbu yang digunakan dalam pengolahan nugget ayam diduga juga ikut
menambah kadar vitamin A nugget ayam.
Hati Ayam
- Dicuci
- Dikukus
- Dihaluskan dengan blender
- Ditambahkan
Bumbu-
bumbu lain
Adonan
nugget
- Dikukus
-Dipotong-potong
-Digoreng
Nugget Ayam
2. PROSEDUR PENGUJIAN KADAR VITAMIN A
5 gram
sampel
- Dihaluskan
- Ditambahkan
10 ml KOH 30%
dalam methanol
- Ditambahkan
20 ml
kloroform
Sampel
1 ml Ekstrak
-Diencerkan dengan
Kloroform
E. KESIMPULAN
Dari jurnal didapat hasil kandungan vitamin A dalam sample yang dianalisa
dengan melakukan perhitungan sebagai berikut:
DAFTAR PUSTAKA
Winarno, F. G. 2002. “ Kimia Pangan dan Gizi ”. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama