You are on page 1of 14

PENGARUH ASIMETRI INFORMASI DAN SISTEM

IMBALAN TERHADAP HUBUNGAN ANTARA PARTISIPASI


PENGANGGARAN DAN BUDGETARY SLACK
Rizki Yudo Pratomo,

Abdul Hamid,

Yessi Fitri,

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Abstract

This research is purposed to examined the effect of budgetary participation on


budgetary slack using information asymmetry and compensation system as moderating
variables. Hypotheses that proposed on this research is budgetary participation will have
positive and significant effect on budgetary slack. The information asymmetry and
compensation system will have positive and significant effect on the relationship between
budgetary participation and budgetary slack.

The populations are lower and middle managers on the banking organization that located in
DKI Jakarta and Bekasi. Convenience sampling used to take the samples. The sample was
taken about 38 respondents which collected by using questionnaires. Data analyze method is
validity and reliability analysis, classical assumption analysis and hypotheses analysis used
simple regression and MRA (Moderated Regression analysis).

From computation, four of the 28 items of questionnaires were not valid. The result of
reliability test and classical assumption test show that all variables are reliable and fulfilled
the classical assumption. The result of hypotheses analysis show that budgetary participation
have not significantly effect on budgetary slack. Furthermore, information asymmetry have
positively and significantly effect on the relationship between budgetary participation and
budgetary slack. While, compensation system have no significant effect and did not moderate
the relationship between budgetary participation and budgetary slack.

PENDAHULUAN

Penyusunan anggaran dapat dilakukan dengan pendekatan top-down atau bottom-up. Dahulu
penganggaran dilakukan dengan sistem top-down, dimana rencana dan jumlah anggaran telah
ditetapkan oleh atasan/pemegang kuasa anggaran sehingga bawahan/pelaksana anggaran
hanya melakukan apa yang telah disusun (Ompusunggu dan Bawono, 2006:2).

Penyusunan anggaran keuangan tradisional, top-down budgeting, biasanya berpotensi


menimbulkan masalah. Para praktisi menyatakan bahwa anggaran menghalangi alokasi
sumber daya organisasi untuk mendapatkan manfaat yang terbaik, menyebabkan pembuatan
keputusan yang cenderung berorientasi jangka pendek dan permainan anggaran yang bersifat
disfungsional (Lasdi, 2007:2). Perilaku disfungsional merupakan perilaku individual yang
pada dasarnya bertentangan dengan tujuan organisasi (Hansen dan Mowen, 2004:376).

Sebaliknya, pendekatan partisipasi atau bottom-up memungkinkan terjadinya negosiasi antar


para manajer untuk mencapai tujuan organisasi (Sardjito, 2005:13). Partisipasi manajer
tingkat menengah dan bawah dalam penyusunan anggaran akan memberikan manfaat:
mengurangi ketimpangan informasi dalam organisasi serta menimbulkan komitmen yang
lebih besar kepada para manajer untuk melaksanakan dan memenuhi anggaran (Welsch, 1998
dalam Sardjito, 2005:13)

Namun penyusunan anggaran secara partisipatif atau bottom-up bukan berarti tidak
menimbulkan masalah. Hansen dan Mowen (2004:377) mengidentifikasi beberapa masalah
yang timbul dalam penganggaran partisipatif, antara lain: (1) atasan atau bawahan akan
menetapkan standar anggaran yang terlalu tinggi atau terlalu rendah, (2) membuat
kelonggaran dalam anggaran (budgetary slack), dan (3) terdapat pseudoparticipation atau
partisipasi semu.

Partisipasi dalam penganggaran merupakan variabel yang banyak dihubungkan dengan


budgetary slack dan ditemukan terdapat pengaruh yang tidak konsisten (Sari, 2006:2). Bila
partisipasi anggaran tidak dilaksanakan dengan baik dapat mendorong bawahan/pelaksana
anggaran melakukan senjangan anggaran (Utomo, 2006 dalam Ompusunggu dan Bawono,
2006:2). Para peneliti akuntansi menemukan bahwa budgetary slack dipengaruhi oleh
beberapa faktor termasuk diantaranya partisipasi bawahan dalam penyusunan anggaran
(Yuwono, 1999 dalam Falikhatun, 2007a:3).

Berbeda dengan hasil penelitian Onsi (1973); Camman (1976); Merchant (1985) dan Dunk
(1993) yang menunjukkan bahwa partisipasi dalam penyusunan anggaran dapat mengurangi
senjangan anggaran. Hal ini terjadi karena bawahan membantu memberikan informasi pribadi
tentang prospek masa depan sehingga informasi yang disusun menjadi lebih akurat (Abdul
Rahman dan Supomo, 2003:130).

Selain partisipasi penganggaran, beberapa peneliti menemukan variabel lain yang dapat
bepengaruh terhadap terciptanya budgetary slack. Salah satu faktor penyebab timbulnya
budgetary slack adalah adanya asimetri informasi (Stevens, 2000:5). Asimetri informasi
adalah suatu keadaan dimana informasi yang dimiliki bawahan melebihi informasi yang
dimiliki atasannya (Baiman & Evans, 1983; Kren & Liao, 1988; Dunk, 1993 dalam
Supriyono, 2005:41).

Lebih lanjut, budgetary slack dapat pula terjadi karena adanya sistem pemberian reward oleh
perusahaan yang didasarkan oleh pencapaian target anggaran. Bawahan cenderung
memberikan informasi yang bias agar anggaran mudah dicapai sehingga bawahan
mendapatkan reward atas pencapaian anggaran mereka (Darlis, 2000). Hal ini berarti sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Chow et al (1988) yang menemukan keterkaitan
antara budgetary slack, asimetri informasi dan metode insentif (Brahmayanti dan Sholihin,
2006:175). Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa sistem reward atau imbalan juga turut
mempengaruhi terciptanya budgetary slack dalam proses partisipasi penganggaran.
TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

Partisipasi Penganggaran

Menurut Robbins (2003) dalam Winarno (2006:11), partisipasi adalah suatu konsep dimana
bawahan ikut terlibat dalam pengambilan keputusan sampai tingkat tertentu bersama
atasannya. Sedangkan menurut French et al (1990); Siegel et al (1989) dalam Mulyasari dan
Sugiri (2005:312), partisipasi penganggaran adalah suatu proses untuk membuat keputusan
bersama oleh dua bagian organisasi atau lebih dan keputusan tersebut memiliki pengaruh
terhadap yang membuatnya.

Brownell (1982) dalam Supriyono (2004:285) mendefinisikan partisipasi penganggaran


sebagai luasnya pengaruh para bawahan dan keterlibatannya dalam penentuan anggaran.
Vroom dan Jago (1988) dalam Marsudi dan Ghozali (2001) membedakan partisipasi menjadi
dua, yaitu: (1) perasaan partisipasi dan (2) partisipasi sesungguhnya. Perasaan partisipasi
diartikan sebagai seberapa luas individu merasa bahwa dia telah mempengaruhi keputusan,
Sedangkan partisipasi sesungguhnya meliputi partisipasi legislated, yaitu penciptaan sistem
formal untuk tujuan pembuatan keputusan khusus, dan partisipasi informal, yaitu partisipasi
yang terjadi antara manajer dan bawahannya.

Budgetary Slack

Menurut Hansen dan Mowen (2004:377), Budgetary Slack muncul ketika seorang manajer
dengan sengaja memperkirakan pendapatan rendah atau menaikkan biaya sehingga akan
meningkatkan kemungkinan manajer untuk mencapai anggaran dan tentunya akan
menurunkan resiko yang akan dihadapi manajer. Young (1985) dalam Darlis (2000),
mendefinisikan budgetary slack sebagai pelaporan jumlah anggaran yang dengan sengaja
dilaporkan melebihi sumber daya yang dimiliki perusahaan dan mengecilkan kemampuan
produktivitas yang dimilikinya.

Stevens (1999) dalam Sari (2006) menguingkapkan bahwa budgetary slack adalah perilaku
disfungsional bahkan tidak jujur, karena manajer berusaha untuk memuaskan kepentingannya
dan menyebabkan meningkatnya biaya organisasi, oleh karena itu, manajer secara moral
menilai budgetary slack sebagai sesuatu yang negatif. Anthony dan Govindarajan (1998)
dalam Darlis (2000) mendefinisikan budgetary slack sebagai perbedaan antara laporan yang
dianggarakan yang sesuai dengan estimasi terbaik perusahaan.

Bawahan mengasosiasikan slack sebagai mis-interpretasi atau ketidakjujuran yang menekan


bawahan untuk mengurangi slack, sebaliknya Blanchette et al (2002) menemukan bahwa
bawahan menganggap budgetary slack berpengaruh positif, sehingga bawahan cenderung
untuk menaikkan budgetary slack (Steven, 1996 dalam Sari, 2006:2).

Pendapat lain menyatakan bahwa dengan adanya budgetary slack manajer menjadi lebih
kreatif, lebih bebas melakukan aktivitas operasionalnya, mampu mengantisipasi adanya
ketidakpastian, sehingga secara moral mereka menilai budgetary slack sebagai sesuatu yang
positif (Cyret dan March, 1963; Merchant, 1985 dan Belkoui, 1989 dalam Yuhertiiana, 2004).
Manajer puncak mungkin mempunyai kekuatan untuk menerima atau menolak suatu
rancangan anggaran yang diajukan, namun mereka belum tentu mampu mendeteksi adanya
slack dalam anggaran mereka (Steven, 2000:4).

Asimetri Informasi

Asimetri informasi adalah perbedaan informasi yang dimiliki oleh agent (bawahan) dan
principal (atasan) sehingga principal tidak mampu memonitor kemampuan atau potensi
sesungguhnya yang dimiliki oleh agent (Kaplan dan Atkinson, 1998 dalam Brahmayanti dan
Sholihin, 2006:176). Ompusunggu dan Bawono (2006:6) mendefinisikan asimetri informasi
sebagai keadaan dimana salah satu pihak mempunyai pengetahuan lebih daripada pihak
lainnya terhadap suatu hal.

Kemampuan manajer untuk menerima informasi adalah kemampuan untuk mendapat,


mengubah, dan membagikan informasi kepada orang lain (Locke et al, 1986 dalam Mulyasari
dan Sugiri, 2005). Terkait dengan asimetri informasi ini kemudian muncul istilah shrinking,
yaitu usaha yang dilakukan agent/bawahan untuk menyembunyikan informasi privat yang
dimilikinya (Brahmayanti dan Sholihin, 2006:177).

Sistem Imbalan

Menurut Ivancevich (1998) dalam Suryo (2007:4) imbalan atau kompensasi adalah fungsi
manajemen sumber daya manusia yang berkaitan dengan semua bentuk penghargaan yang
dijanjikan akan diterima karyawan sebagai imbalan dari pelaksanaan tugas dalam upaya
pencapaian tujuan perusahaan. Menurut Siswanto (1989); Halim dan Tjahjono (2000) dalam
Mardiyah dan Listianingsih (2005), kompensasi adalah imbalan jasa yang diberikan
perusahaan kepada tenaga kerja karena telah memberikan sumbangan tenaga dan pikiran
demi kemajuan serta kontinuitas perusahaan dalam rangka mencapai tujuan yang telah
ditetapkan baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Jadi, imbalan adalah
penggantian atas jasa yang diberikan karyawan kepada perusahaan yang dapat berupa uang
atau dalam bentuk lain.

Hubungan Partisipasi Penganggaan terhadap Budgetary Slack

Partisipasi manajer dalam penyusunan anggaran akan menimbulkan inisiatif bagi mereka
untuk menyumbangkan ide dan informasi, meningkatkan kebersamaan, dan rasa memiliki,
sehingga kerjasama diantara anggota dalam mencapai tujuan juga ikut meningkat. Namun
bila partisipasi anggaran tidak dilaksanakan dengan baik dapat mendorong bawahan
melakukan senjangan atau slack (Utomo, 2006 dalam Ompusunggu dan Bawono, 2006:2).

Keikutsertaan bawahan dalam penyusunan anggaran merupakan suatu cara efektif untuk
menciptakan keselarasan tujuan atau goal congruence (Abdul Rahman dan Supomo,
2003:131). Namun sebaliknya, bawahan menciptakan slack karena dipengaruhi oleh
keinginan dan kepentingan pribadi sehingga akan memudahkan pencapaian target anggaran,
terutama jika penilaian prestasi manajer ditentukan berdasarkan pencapaian anggaran. Upaya
ini dilakukan dengan menentukan pendapatan yang terlalu rendah (understated) dan biaya
yang terlalu tinggi (overstated) (Schiff dan Lewin 1970; Yuwono 1999, dalam Falikhatun
2007a:211).
Karena adanya keinginan untuk menghindari resiko, bawahan yang terlibat dalam
penyusunan anggaran cenderung untuk melakukan slack. Semakin tinggi resiko, bawahan
yang berpartisipasi dalam penyusunan anggaran akan melakukan slack dalam anggarannya
(Falikhatun, 2007:209).

Hal ini berarti partisipasi anggaran akan memicu timbulnya slack dalam kondisi tidak adanya
goal congruence (kesetaraan tujuan) antara manajer dengan organisasai. Peningkatan atau
penurunan slack tergantung pada sejauh mana individu lebih mementingkan diri sendiri atau
bekerja demi kepentingan organisasinya yang merupakan aktualisasi dari tingkat komitmen
yang dimilikinya (Abdul Rahman dan Supomo, 2003:132).

Sebagian peneliti menyatakan bahwa dengan adanya partisipasi penyusunan anggaran akan
mengurangi kecenderungan untuk menciptakan slack (Camman, 1976; Dunk, 1993; Merchant,
1985; Onsi, 1973 dalam Abdul Rahman dan Supomo, 2003:131). Partisipasi penganggaran
mengurangi ‘respon mempertahankan diri’ bawahan seperti penciptaan budgetary slack
(Camman, 1976 dalam Nova, 2006). Sebaliknya para peneliti akuntansi menemukan bahwa
budgetary slack dipengaruhi oleh beberapa faktor termasuk diantaranya partisipasi bawahan
dalam penyusunan anggaran (Yuwono, 1999 dalam Falikhatun, 2007:208). Penelitian yang
dilakukan oleh Antle dan Eppen (1985) menemukan bahwa partisipasi anggaran akan
menciptakan senjangan anggaran (Nova, 2006).

Berdasarkan kajian teoritis di atas, maka hipotesis yang dirumuskan adalah:

H1 : Partisipasi penganggaran berpengaruh positif dan signifikan


terhadap budgetary slack.

Hubungan Asimetri Informasi Terhadap Partisipasi Penganggaan dan Budgetary Slack

Partisipasi penganggaran dapat digunakan oleh atasan untuk memperoleh informasi mengenai
tugas dan lingkungan tugas bawahannya (Christensen, 1982; Baiman dan Evans, 1983; Penno,
1984; Kirby et al, 1991 dalam Supriyono, 2005:42). Terkait dengan asimetri informasi ini
kemudian muncul istilah shrinking, yaitu usaha yang dilakukan agent/bawahan untuk
menyembunyikan informasi privat yang dimilikinya (Brahmayanti dan Sholihin, 2006:177).
Dalam kondisi shrinking seperti inilah bawahan cenderung melakukan slack dalam proses
penyusunan anggaran.

Dunk (1993) dan Fitri (2004) dalam Falikhatun (2007b:7) meneliti pengaruh asimetri
informasi terhadap hubungan antara partisipasi penganggaran dan budgetary slack, hasilnya
adalah asimetri informasi berpengaruh negatif terhadap hubungan antara partisipasi
penganggaran dan budgetary slack. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Young (1985);
Chow et al (1989); Steven (2002); Nugraheni dan Sugiri (2004) dalam Brahmayanti dan
Sholihin (2006:178) menemukan bahwa asimetri informasi berpengaruh positif terhadap
munculnya budgetary slack.

Berdasarkan kajian teoritis di atas, maka hipotesis yang dirumuskan adalah:

H2 : Asimetri informasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap hubungan


antara partisipasi penganggaran dengan budgetary slack.

Hubungan Sistem Imbalan Terhadap Partisipasi Penganggaan dan Budgetary Slack


Insentif yang diberikan atas dasar anggaran adalah lebih kuat jika para manajer berpartisipasi
secara aktif dalam proses penetapan jumlah anggaran (Kenis, 1979 dalam Roekhudin, 1993).
Artinya keterkaitan antara partisipasi anggaran dan sistem pemberian reward dalam
organisasi dapat meningkatkan efektivitas organisasi. Namun seringkali keinginan atasan
tidak sama dengan bawahan, sehingga menimbulkan konflik diantara mereka (Luthans, 1998
dalam Darlis, 2000). Jika konflik kepentingan seperti ini terjadi, pemberian reward justru
dapat memicu timbulnya slack dalam penentuan anggaran.

Perusahaan biasanya memberlakukan kebijakan pemberian reward atau insentif kepada


bawahan berdasarkan pencapaian anggaran. Bawahan cenderung memberikan informasi yang
bias agar anggaran mudah dicapai sehingga bawahan mendapatkan reward atas pencapaian
anggaran mereka. Hal ini berarti hubungan partisipasi anggaran dan budgetary slack menjadi
positif, yaitu semakin tinggi partisipasi anggaran, semakin tinggi pula budgetary slack (Darlis,
2000).

Berdasarkan kajian teoritis di atas, maka hipotesis yang dirumuskan adalah:

H3: Sistem imbalan berpengaruh positif dan signifikan terhadap hubungan antara
partisipasi penganggaran dengan budgetary slack.

Model Penelitian

Gambar 1

Model Hubungan Asimetri Informasi dan Sistem Imbalan Terhadap Partisipasi


Penganggaran dan Budgetary Slack

METODE PENELITIAN

Metode Penentuan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah para manajer tingkat menengah (middle) dan manajer
tingkat bawah (lower) pada lembaga keuangan perbankan yang tersebar di wilayah DKI
Jakarta dan Bekasi. Peneliti memilih jenis organisasi perbankan karena: (1) menurut Moore et
al (2000) dalam Yuhertiiana (2004) fenomena budgetary slack bisa terjadi pada tiap jenis
organisasi (termasuk perbankan), dan (2) diharapkan penelitian ini dapat menjadi
perbandingan dengan penelitian-penelitian sebelumnya yang banyak menggunakan sampel
perusahaan manufaktur.

Alasan penelitian ini mengambil sampel manajer middle dan lower adalah karena manajer
pada level tersebut turut berperan dalam proses penentuan anggaran, khususnya pada
perusahaan yang menerapkan anggaran partisipatif. Pengambilan sampel dilakukan dengan
metode convenience sampling, yaitu pemilihan sampel dari elemen populasi yang datanya
mudah diperoleh peneliti (Indriantoro dan Supomo, 2002:130). Menurut Rescoe dan Sekaran
(1992) dalam Winarno (2006:31) ukuran sampel lebih besar dari 30 dan kurang dari 500
cocok untuk semua penelitian.

Metode Pengumpulan Data


Sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Pengumpulan data
dilakukan dengan cara mengantar langsung ke tempat responden dan pengambilan
jawabannya dilakukan sendiri oleh peneliti berdasarkan waktu yang telah disepakati. Hal ini
dimaksudkan agar tingkat pengembaliannya (response rate) tinggi. Selain itu, pengumpulan
data dalam penelitian ini juga menggunakan metode snowball sampling, yaitu penarikan
sampel secara berantai, dari satu sampel responden yang diketahui diteruskan ke kepada
responden berikutnya (Hamid, 2007:30).

Statistik Deskriptif

Gambaran umum responden mengenai pendidikan terakhir responden, lama bekerja, usia dan
jabatan responden yang diukur menggunakan skala nominal dijelaskan melalui tabel
karakteristik responden.

Pengujian Hipotesis

Untuk menguji hipotesis pertama (H1), yaitu pengaruh partisipasi penganggaran terhadap
budgetary slack, alat uji yang digunakan adalah regresi linier sederhana (simple linear
regression). Sementara untuk menguji hipotesis kedua dan ketiga digunakan metode MRA
(Moderated regression analysis) atau uji interkasi, dimana persamaanya adalah sebagai
berikut:

Y= α + β1X1 + e………………………………….…….(1)

Y = α + β1 X1 + β2 X2 + β4 X1*X2 + e…………………..(2)

Y = α + β1 X1 + β3 X3 + β4 X1*X3 + e …………………..(3)

Operasional Variabel

Partisipasi Penganggaran

Partisipasi penganggaran adalah tingkat keterlibatan dan pengaruh individu dalam


penyusunan anggaran (Brownell, 1982 dalam Sumarno, 2005). Untuk mengukur variabel
partisipasi penganggaran, peneliti menggunakan instrumen yang dikembangkan oleh Kenis
(1979) yang terdiri dari 6 item pertanyaan dengan menggunakan skala Lickert 5 poin, dengan
rentang antara 1 (sangat tidak setuju) sampai dengan 5 (sangat setuju).

Budgetary Slack
Budgetary slack atau senjangan anggaran didefinisikan sebagai tindakan bawahan yang
mengecilkan kapabilitas produktifnya ketika dia diberi kesempatan untuk menentukan
standar kerjanya (Young 1985, dalam Darlis, 2000). Budgetary slack diukur dengan
menggunakan Instrumen yang dikembangkan oleh Dunk (1993) yang terdiri dari 6 item
pertanyaan dengan menggunakan skala Likert 5 point dengan pilihan jawaban antara lain: 1
(sangat tidak setuju) sampai dengan 5 (sangat setuju).

Asimetri Informasi

Asimetri informasi adalah suatu keadaan dimana informasi yang dimiliki bawahan melebihi
informasi yang dimiliki atasannya, termasuk informasi lokal maupun informasi pribadi (Dunk,
1993). Pengukuran variabel ini menggunakan instrumen yang dikembangkan oleh Dunk
(1993) yang terdiri dari 6 (enam) buah pertanyaan dengan menggunakan skala Likert 5 point,
yaitu 1 (sangat tidak setuju) sampai dengan 5 (sangat setuju).

Sistem Imbalan

Imbalan atau kompensasi adalah fungsi manajemen sumber daya manusia yang berkaitan
dengan semua bentuk penghargaan yang dijanjikan akan diterima karyawan sebagai imbalan
dari pelaksanaan tugas dalam upaya pencapaian tujuan perusahaan (Ivancevich, 1998 dalam
Suryo, 2007). Pengukurannya menggunakan instrumen yang dikembangkan oleh Suryo (2007)
yang telah dimodifikasi oleh peneliti untuk keperluan penelitian, yang berisi 10 (sepuluh)
item pertanyaan dengan menggunakan skala Likert 5 point antara 1 (sangat tidak setuju)
sampai dengan 5 (sangat setuju).

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Statistik Deskriptif

Pengiriman kuesioner dilakukan dari awal bulan Februari 2008, sedangkan proses
pengembaliannya dilakukan sampai pertengahan Maret 2008. Kuesioner yang disebarkan
sebanyak 45 lembar eksemplar dengan jumlah pengembalian sebanyak 40 kuesioner. Dari 40
kuesioner yang diterima, 2 kuesioner (4,4%) diantaranya tidak dapat digunakan akibat
pengisian yang kurang lengkap, sehingga total kuesionar yang memenuhi syarat dan dapat
diolah berjumlah 38 kuesioner atau sekitar 84,4% dari total keseluruhan kuesioner.
Demografi responden disajikan pada tabel 1.

Tabel 1. Demografi Responden

Deskripsi Jumlah Persentase


Pria 16 42.1%
Jenis Kelamin
Wanita 22 57.9%
< 20 thn 0 0.0%
20-30 thn 6 15.8%
Usia
31-40 thn 23 60.5%
>40 thn 9 23.7%
Pendidikan SLTA 2 5.3%
Terakhir D3 9 23.7%
S1 25 65.8%
S2 2 5.3%
S3 0 0.0%
< 1 thn 1 2.6%
Lama Bekerja 1-3 thn 6 15.8%
>3 thn 31 81.6%
Manajer tingkat
11 28.9%
Menengah
Jabatan
Manajer tingkat Bawah 14 36.8%
Supervisor 13 34.2%
Operasional 15 39.5%
Pembiayaan 4 10.5%
Departemen / Kredit 2 5.3%
Bagian General Affair 2 5.3%
E-Banking 2 5.3%
Lain-lain 13 34.2%

Sumber: Data diolah

Uji Validitas

Berdasarkan hasil pengujian validitas, 4 dari 28 item pertanyaan dinyatakan tidak valid
karena memiliki nilai signifikan >0,05. Hasil pengujian istrumen yang tidak valid disajikan
pada tabel 2.

Tabel 2. Daftar Pertanyaan Tidak Valid

Pearson Keteranga
Pertanyaan PA Tidak
Correlation n 0,058 0.310
2 Valid
BS 4 0.423 0.134 Tidak Valid
SI 5 0,058 0.310 Tidak Valid
SI 6 0,067 0.300 Tidak Valid

Uji Reliabilitas
Berdasarkan hasil pengujian, semua instrumen dalam penelitian ini dinyatakan reliabel
karena memiliki nilai cronbach alpha >0,60.

Tabel 3. Hasil Uji Reliabilitas

Variabel Cronbach Alpha Keterangan


Partisipasi Penganggaran 0,8060 Reliabel
Budgetary Slack 0,7292 Reliabel
Asimetri Informasi 0,7957 Reliabel
Sistem Imbalan 0,7824 Reliabel

Pengujian Hipotesis dan Pembahasan

Hipotesis 1 (Partisipasi penganggaran berpengaruh positif dan signifikan terhadap budgetary


slack).

Alat uji yang digunakan pada hipotesis 1 adalah regresi sederhana. Hasil analisis regresi
untuk hipotesis 1 ditunjukkan pada tabel berikut:

Tabel 5. Hasil Uji Hipotesis 1

1. Error
Model Koefisien t Value
(constant) 16,383 2,247 7,292 0,000
Partisipasi Anggaran 0,124 0,117 1,059 0,297
R Square=0,030 n=38

Berdasarkan Tabel 5 diperoleh nilai koefisien determinasi (R Square) sebesar 0,030. Artinya
variabel budgetary slack dijelaskan oleh variabel partisipasi penganggaran hanya sebesar 3%,
sedangkan sisanya 97% dijelaskan oleh variabel lain di luar model.

Hasil uji t pada hipotesis 1 mempunyai tingkat signifikansi sebesar 0,297 yang artinya lebih
besar dari 0,05. Berarti penelitian ini menolak H1 yang menyatakan bahwa partisipasi
penganggaran berpengaruh signifikan terhadap budgetary slack. Oleh karena nilai
signifikansi probabilitasnya lebih dari 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa partisipasi
penganggaran tidak berpengaruh terhadap budgetary slack.

Tidak didukungnya hipotesis pertama ini menunjukkan bahwa partisipasi dalam penyusunan
anggaran ternyata tidak memicu bawahan untuk menciptakan slack dalam anggaran yang
mereka susun. Seperti diungkapkan Abdul Rahman dan Supomo (2003:132), peningkatan
atau penurunan slack tergantung pada sejauh mana individu lebih mementingkan diri sendiri
atau bekerja demi kepentingan organisasinya yang merupakan aktualisasi dari tingkat
komitmen yang dimilikinya. Artinya, jika tidak ada konflik kepentingan antar karyawan di
dalam suatu organisasi, maka penerapan anggaran partisipatif kemungkinan tidak akan
menyebabkan timbulnya slack dalam anggaran perusahaan tersebut. Untuk itu penyusunan
anggaran secara partisipatif harus dibarengi dengan tingkat goal congruence yang tinggi,
yaitu kesetaraan tujuan antara organisasi dan karyawan.

Hasil penelitian ini bertentangan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
Falikhatun (2007), dimana hasilnya partisipasi penganggaran berpengaruh positif dan
signifikan terhadap budgetary slack. Hasil yang berbeda ini kemungkinan disebabkan karena
objek penelitian yang berbeda dengan penelitian sebelumnya. Pada penelitian ini
menggunakan objek lembaga keuangan perbankan dimana karakteristik anggarannya bebeda
dengan jenis perusahaan lain diluar perbankan.

Hipotesis 2 (Asimetri informasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap hubungan antara
partisipasi penganggaran dan budgetary slack.).

Tabel 6. Hasil Uji Hipotesis 2

1. Error
Model Koefisien t Value
(constant) 46,678 11,387 4,275 0,000
Partisipasi Anggaran -1,438 0,542 -2,651 0,012
Asimetri Informasi -1,709 0,596 -2,868 0,007
MODERAT 1 0,082 0,028 -2,932 0,006
Adj. R Square=0,158 F=3,317 p=0,031 n=38

Hasil uji koefisien determinasi (adjusted R square) untuk hipotesis 2 diperoleh nilai 0,158.
Artinya sebesar 15,8% variabel budgetary slack mampu dijelaskan oleh variasi variabel
partisipasi penganggaran dan asimetri informasi. Selebihnya sebesar 84,2% dijelaskan oleh
variabel lain di luar model,

Hasil uji signifikansi parameter individual (uji t statistik) menghasilkan nilai t hitung sebesar
2,932 dengan tingkat signifikansi 0,006 yang berarti lebih kecil dari 0,05. Hal ini berarti hasil
penelitian ini mendukung H2 yang menyatakan asimetri informasi berpengaruh secara
signifikan terhadap hubungan antara partisipasi penganggaran dan budgetary slack.
Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Young (1985); Chow et
al (1989); Steven (2002); Nugraheni dan Sugiri (2004) dalam Brahmayanti dan Sholihin
(2006:178) yang menemukan bahwa asimetri informasi berpengaruh terhadap hubungan
antara partisipasi penganggaran dan budgetary slack.

Adanya asimetri informasi antara atasan (superior) dengan bawahan (subordinate) akan
mengakibatkan penciptaan slack atau senjangan dalam sistem penganggaran partisipatif.
Seperti diungkapkan Utomo (2005) dalam Ompusunggu dan Bawono (2006:16),
bawahan/pelaksana anggaran yang memiliki informasi yang lebih akurat dari pada
atasan/pemegang kuasa anggaran berarti bawahan/pelaksana anggaran tersebut lebih
mengetahui hal yang mampu dilakukannya dibandingkan dengan atasan/pemegang kuasa
anggaran.

Dalam kondisi seperti ini, dalam hal bawahan memiliki informasi yang lebih akurat
dibandingkan atasannya, bawahan mungkin saja memanfaatkannya dengan melakukan
shrinking, yaitu usaha yang dilakukan untuk menyembunyikan informasi privat yang
dimilikinya (Brahmayanti dan Sholihin, 2006:177). Tujuannya tentu untuk membuat
kelonggaran dalam anggaran yang mereka susun. Pendapatan sengaja dibuat rendah dan
beban sengaja dibuat tinggi, sehingga terget aggaran tersebut mudah dicapai.

Jika target anggaran tercapai, maka kinerja bawahan akan dinilai baik oleh atasan mereka,
sehingga reward dari perusahaan akan mereka peroleh atas prestasi yang mereka capai.

Hipotesis 2 (Asimetri informasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap hubungan antara
partisipasi penganggaran dan budgetary slack.).

Tabel 7. Hasil Uji Hipotesis 3

1. Error
Model Koefisien t Value
(constant) -0,861 9,787 -0,088 0,930
Partisipasi Anggaran 0,786 0,509 1,545 0,132
Asimetri Informasi 0,665 0,354 1,878 0,069
MODERAT 2 -0,025 0,018 -1,378 0,177
Adj. R Square=0,247 F=3,721 p=0,020 n=38

Hasil uji koefisien determinasi (adjusted R square) untuk hipotesis 3 diperoleh nilai 0,247.
Artinya sebesar 24,7% variabel budgetary slack mampu dijelaskan oleh variasi variabel
partisipasi penganggaran dan sistem imbalan. Selebihnya sebesar 75,3% dijelaskan oleh
variabel lain di luar model.

Hasil uji t untuk hipotesis 3 yang ditampilkan pada tabel 4.26 menghasilkan nilai t
hitung sebesar -1,378 dengan tingkat signifikansi 0,177 atau berada jauh di atas 0,05. Hasil
tidak signifikan ini berarti menolak H3 yang menyatakan sistem imbalan berpengaruh
signifikan terhadap hubungan antara partisipasi penganggaran dan budgetary slack.
Sejalan dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Luthans (1998) dalam Darlis (2000),
keterkaitan antara partisipasi anggaran dan sistem pemberian reward atau imbalan dalam
organisasi dapat meningkatkan efektivitas organisasi. Namun seringkali keinginan atasan
tidak sama dengan bawahan sehingga menimbulkan konflik kepentingan di antara mereka.
Jika konflik kepentingan seperti ini terjadi, pemberian reward atau imbalan justru dapat
memicu timbulnya slack dalam penyusunan anggaran, terlebih jika pemberian reward atau
imbalan didasarkan pada pencapaian target anggaran, sehingga sistem imbalan dapat menjadi
motif utama bagi para penyusun anggaran untuk dapat mencapai anggarannya, yaitu dengan
menciptakan slack.

Kesimpulan yang dapat diperoleh adalah sistem reward atau imbalan tidak mampu memicu
timbulnya penciptaan slack dalam sistem penganggaran partisipatif, dengan catatan apabila
terdapat goal congruence yang tinggi antara karyawan dengan organisasi. Kondisi sebaliknya
dapat terjadi jika atasan/superior dan bawahan/subordinate masing-masing memiliki konflik
kepentingan dan tidak memiliki goal congruence, sehingga akan memicu setiap individu
untuk cenderung memenuhi kepentingannya masing-masing, salah satunya adalah dengan
cara membuat slack dalam anggaran yang mereka susun.

Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dalam penelitian ini adalah:

1. Partisipasi penganggaran tidak berpengaruh signifikan terhadap budgetary slack,


sebab nilai signifikannya lebih dari 0,05, yaitu 0,297, dengan demikian H1
2. Asimetri informasi berpengaruh signifikan terhadap hubungan antara partisipasi
penganggaran dan budgetary slack. Nilai koefisien parameternya 2,932 dengan
tingkat signifikansi sebesar 0,006 (<0,05) menandakan variabel asimetri informasi
adalah variabel pemoderasi. Dengan demikian, penelitian ini berhasil membuktikan
H2.
3. Sistem imbalan tidak berpengaruh signifikan terhadap hubungan antara partisipasi
penganggaran dan budgetary slack. Nilai koefisien parameternya sebesar -1,378
dengan tingkat signifikansi sebesar 0,177 (>0,05) menandakan variabel sistem
imbalan bukanlah variabel pemoderasi. Dengan demikian, penelitian ini tidak berhasil
membuktikan H3 atau dengan kata lain H3

Implikasi

Beberapa implikasi yang diharapkan dalam penelitian ini adalah:

1. Penelitian ini dapat memberikan masukan yang penting bagi manajer puncak untuk
merubah persepsi yang menyatakan bahwa partisipasi dalam penyusunan anggaran
dapat memicu timbulnya budgetary slack, sebab hal tersebut tidak terbukti
kebenarannya. Partisipasi dalam penyusunan anggaran mungkin justru akan memicu
kinerja yang baik bagi para karyawan, dengan catatan tidak terdapat konflik
kepentingan antara atasan dengan bawahan dalam perusahaan.
2. Perbedaan pengetahuan yang lebih baik tentang suatu hal yang dimiliki oleh bawahan
dibandingkan atasannya (asimetri informasi) ternyata dapat memicu bawahan untuk
melakukan slack dalam proses penyusunan anggaran. Hal ini dapat terjadi diduga
karena tidak adanya goal congruence atau kesetaraan tujuan antara perusahaan
dengan karyawan.
3. Sistem imbalan terbukti tidak dapat memicu bawahan melakukan tindakan
disfungsional budgetary slack dalam proses penyusunan anggaran mereka. Hal ini
mungkin disebabkan karena adanya goal congruence yang tinggi dalam perusahaan.

REFERENSI

Abdul Rahman, Firdaus dan Bambang Supomo. “Pengaruh Partisipasi Anggaran dan
Keterlibatan Kerja terhadap Senjangan Anggaran dengan Komitmen Organisasional
Sebagai Variabel Moderating”, Jurnal Bisnis dan Akuntansi, Vol 5, No. 2, 2006.

Apriani, Lisia. “Hubungan Antara Imbalan Moneter dan Kinerja Individual dengan Level
Pekerjaan Karyawan dan Strategi Organisasi sebagai Variabel Pemoderasi”. Jurnal Riset
Akuntansi Indonesia, Vol. 9, No. 2, 2006.

Bradshaw, John H, Chris Hunt, Joanne Hills & Bhagwan S Khanna. “Can Budgetary Slack
Still Prevail within New Zealand’s New Public Management?”, 2007, diakses tanggal 23
Oktober 2007 dari http://papers.ssrn.com/sol3/papers.cfm?abstract_id=229131

Brahmayanti, Shofiana dan Mahfud Sholihin. “Pengaruh Reputasi dalam Hubungan Antara
Asimetri Informasi dengan Senjangan Anggaran dibawah Metode Truth Inducing”. Jurnal
Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Vol.21, No.2, 2006.

Bulan Siregar, Narumondang. “Penyusunan Anggaran Perusahaan Sebagai Alat Manajemen


dalam Pencapaian Tujuan”, 2003, diakses tanggal 28 Agustus 2007,
dari http://library.usu.ac.id/download/fe/akuntansi-narumondang.pdf.

You might also like