You are on page 1of 8

JURNAL GIZI KLINIK INDONESIA

Konsumsi lemak total, lemak jenuh, dan kolesterol sebagai faktor risiko sindroma metabolik pada masyarakat perkotaan 121
Vol. 7, No. 3, Maret 2011: 121-128

Konsumsi lemak total, lemak jenuh, dan kolesterol sebagai


faktor risiko sindroma metabolik pada masyarakat perkotaan
di Denpasar
Ni Komang Wiardani 1, Pande Putu Sri Sugiani 1, Ni Made Yuni Gumala1

ABSTRACT

Background: Metabolic syndrome is a health problem with its increasing prevalence. It is characterized by a group
of metabolic risk factors including abdominal obesity, dyslipidemia, elevated blood pressure and insulin resistance.
Metabolic syndrome affected by changes in lifestyle and unhealthy dietary patterns with high cholesterol, saturated
fatty acid and trans fatty acid.
Objective: The study was conducted to analyze the relationship between fat consumption with metabolic syndrome
among adult people in Denpasar city.
Method: The case control study designed was applied. The cases were adult people who had metabolic syndrome,
and the control was healthy people from the case-neighboring household. Total subject were 130, taken by consecutive
sampling: 65 cases and 65 controls. The subject’s identity, fat intake, waist circumference, blood pressure and fasting
blood sugar were collected. The food frequency questionnaire (FFQ) was used to measure fat consumption and blood
glucose test meter for measuring fasting blood sugar. Mantel Haenzel statistic analysis were used to test the association
of fat intake with metabolic syndrome.
Result: The study showed that means of metabolic syndrome components in case group was higher than control (p<0.05).
Waist circumference in case group was 97.23 cm, blood pressure was 141.4/93.3 mmHg, fasting blood glucose was 132
mg/dl. There were significant differences between intake total fat, cholesterol, saturated fatty acid (SAFA) and frequency
of intake in case and control group (p<0.05). 85.5% of cases had fat intake > 25% of total energy, 55.4% had cholesterol
intake > 300 mg/day, and 90.8% had SAFA intake > 10%. Odd Ratio Mantel Haenzel analysis showed that fat consumption
(fat total, cholesterol and frequency consumption of fat were risk factors to metabolic syndrome (OR >1)).
Conclusion: There was significant relationship between fat consumption (fat total cholesterol, SAFA, frequency of fat
consumption) and metabolic syndrome among adult people in Denpasar City.

KEY WORDS fat consumption, metabolic syndrome

PENDAHULUAN

Adanya kemajuan di bidang teknologi memberikan besar terhadap munculnya berbagai masalah kesehatan
dampak terhadap perubahan gaya hidup dan pola makan seperti obesitas, hipertensi, dislipidemia, dan resistensi
di masyarakat. Pada masa kini, pola konsumsi masyarakat insulin yang dikenal dengan sindroma metabolik (2). Hasil
sudah mengalami perubahan, tidak lagi mengonsumsi penelitian di Teheran menunjukkan terdapat hubungan
makanan seimbang yang terdiri dari beraneka ragam antara pola konsumsi dengan kejadian sindroma metabolik
jenis makanan dengan kandungan zat gizi lengkap dan pada penduduk perempuan dengan pola konsumsi tinggi
seimbang, tetapi cenderung mengonsumsi makanan karbohidrat, produk tinggi lemak, mentega, dan rendah
yang mengandung tinggi lemak terutama lemak jenuh, sayuran yang berkaitan dengan bertambahnya risiko
kolesterol, dan rendah serat. Kondisi seperti ini banyak sindroma metabolik (3). 1
ditemukan pada masyarakat yang tinggal di daerah Sindroma metabolik sebagai masalah kesehatan
perkotaan termasuk kota Denpasar sebagai akibat terus meningkat di negara maju dan negara berkembang
perubahan gaya hidup yang sudah mengarah kepada termasuk Indonesia. Beberapa hasil penelitian empiris
gaya hidup modern. Penelitian di Denpasar menemukan memperkirakan sindroma metabolik ditemukan sebanyak
telah terjadi pergeseran pola konsumsi energi masyarakat 22% pada orang yang mengalami overweight dan 60%
kota Denpasar dari sumber karbohidrat ke sumber lemak, pada orang yang obesitas. Hasil penelitian di Amerika
karena masyarakat menitikberatkan protein hewani untuk Serikat menunjukkan prevalensi sindroma metabolik pada
memenuhi kebutuhan protein (1). penduduk dewasa sekitar 21,8% (4). Prevalensi sindroma
Terjadinya pergeseran pola makan di kota-kota metabolik meningkat dengan bertambahnya usia sekitar
besar dari pola makan tradisional ke pola makan Western, 10% pada penduduk usia 20 tahun dan mencapai 40%
yang komposisinya terlalu tinggi lemak dan rendah
serat, menimbulkan ketidakseimbangan asupan gizi dan 1
Politeknik Kesehatan Kemenkes Denpasar Jurusan Gizi, Jl. Gemitir no
merupakan faktor risiko yang sumbangannya sangat 72 Denpasar (Telp 0361 465232), e-mail: kmgwiardani@yahoo.com
122 Ni Komang Wiardani, Pande Putu Sri Sugiani, Ni Made Yuni Gumala

pada usia 60 tahun. Meskipun belum ada data yang jelas 55 tahun, belum pernah didiagnosis penyakit sindroma
mengenai prevalensi sindroma metabolik di Indonesia, metabolik, bertempat tinggal tetap di kota Denpasar, dan
tetapi data riset kesehatan dasar (Riskesdas 2007) bersedia menjadi subjek penelitian. Subjek dibagi dua
menunjukkan prevalensi komponen sindroma metabolik kelompok yaitu kasus (subjek yang mengalami sindroma
seperti obesitas sentral sekitar 18,8%, hipertensi 29,8%, metabolik) dan kontrol (individu sehat tidak mengalami
dan diabetes mellitus (DM) pada penduduk perkotaan sindroma metabolik) yang di “matching” terhadap umur dan
sekitar 5,7% (5). Penelitian yang dilakukan di Bali jenis kelamin. Berdasarkan perhitungan besar sampel untuk
menunjukkan prevalensi sindroma metabolik pada laki-laki studi kasus kontrol berpasangan (11), dengan nilai Odds Ratio
sebesar 11,28% dan pada perempuan 20,38% (6). (OR) sebesar 2, α=0,05 dan ß=0,2 karena kekuatan uji yang
Peningkatan prevalensi sindroma metabolik diinginkan adalah 80%, besar sampel diperoleh 65 orang
memberikan dampak yang buruk terhadap kelangsungan untuk setiap kelompok dengan total subjek 130 orang, yang
hidup seseorang. Penelitian di berbagai tempat dikumpulkan dengan menggunakan metode consecutive
menunjukkan bahwa angka kesakitan dan kematian sampling pada seluruh kecamatan di kota Denpasar.
penyakit kardiovaskuler akibat sindroma metabolik Jenis data yang dikumpulkan meliputi identitas
meningkat secara bermakna (7). Penelitian di Amerika subjek dengan wawancara menggunakan formulir
Serikat memperlihatkan bahwa 21,7% pasien gangguan identitas subjek, pola konsumsi lemak (jenis lemak dan
jantung dengan sindroma metabolik mengalami kejadian frekuensi konsumsi) menggunakan formulir food frequency
kardiovaskuler dan kematian (8). questionaire (FFQ). Data kejadian sindroma metabolik
Penelitian di Poliklinik Geriatri RSUP Sanglah meliputi 3 komponen yaitu pengukuran lingkar pinggang
Denpasar, membuktikan bahwa konsumsi lemak tinggi dengan pita lingkar pinggang elastis skala 0-150 cm,
akan berisiko 3,8 kali lebih besar terkena sindrom tekanan darah dengan tensimeter merk Citizen, dan kadar
metabolik dibandingkan dengan konsumsi lemak yang gula darah puasa menggunakan alat biosensor glukosa
rendah (OR=3,8; IK 95%:1,1-13,2). Hasil uji multivariat merk Nesco. Penelitian dilakukan oleh tim peneliti dibantu
menunjukkan konsumsi lemak tinggi pada kasus berisiko tenaga paramedis puskesmas dan enumerator yaitu
4,9 kali lebih besar terjadinya sindrom metabolik (OR=4,9; mahasiswa DIII Jurusan Gizi Poltekkes Denpasar.
IK 95%:1,17-20,61) (9). Hal ini diperkuat dengan hasil Data yang diperoleh kemudian diproses dengan
penelitian di Kalimantan pada karyawan di Perusahaan program software komputer dan menggunakan analisis
Unocal Oil Company Balikpapan yang menunjukkan statistik univariat, bivariat. Data identitas subjek dikompilasi
bahwa ada hubungan yang signifikan antara konsumsi dan disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi, data pola
lemak yang melebihi angka kecukupan gizi (AKG) dengan konsumsi lemak meliputi jumlah lemak total, lemak jenuh,
kejadian sindroma metabolik (OR=5,04) (10). Hal ini dan kolesterol dianalisis dengan program Nutri Survey
menunjukkan bahwa sindroma metabolik serta faktor kemudian dibandingkan dengan persentase konsumsi
risikonya perlu mendapatkan perhatian serius agar tidak yang dianjurkan dan dikelompokkan menjadi 2 kategori
mengarah pada berkembangnya penyakit degeneratif. yaitu lemak total baik: jika persentase energi lemak total
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pola kurang atau sama dengan 25% dan lemak total kurang
konsumsi lemak dengan kejadian sindroma metabolik pada baik: jika lebih dari 25%. Lemak jenuh baik: jika kurang
masyarakat perkotaan di Denpasar. atau sama dengan 10% total energi per hari dan lemak
jenuh kurang baik: jika lebih dari 10% total energi per hari,
BAHAN DAN METODE kolesterol baik: jika kurang atau sama dengan 300 mg per
hari, kolesterol kurang baik: jika lebih dari 300 mg per hari.
Penelitian ini merupakan penelitian analitik Frekuensi konsumsi sering jika frekuensi konsumsi sumber
observational dengan rancangan case control study. lemak lebih dari 1 kali seminggu, dan jarang jika kurang
Penelitian dimulai dengan mengidentifikasi individu yang atau sama dengan 1 kali seminggu. Kategori sindroma
mengalami sindroma metabolik (kasus) dan dicarikan metabolik menggunakan kriteria National Cholesterol
kontrol yang sebanding tetapi tidak mengalami sindroma Education Program Adult Treatment Panel (NCEP-ATP
metabolik. Selanjutnya faktor risiko yang dianggap berperan II) modifikasi, dengan minimal 3 komponen yaitu lingkar
(pola konsumsi lemak) ditelusuri secara retrospektif pinggang lebih atau sama dengan 90 cm pada laki-laki dan
selama 3 bulan terakhir. Penelitian dilaksanakan di Kota lebih atau sama dengan 80 cm pada perempuan, tekanan
Denpasar dengan waktu penelitian selama 3 bulan yaitu darah lebih dari 130/85 mmHg, dan gula darah puasa lebih
bulan Oktober sampai Desember 2009. dari 110 mg/dl. Analisis Chi Square dilakukan untuk menilai
Populasi penelitian adalah penduduk usia dewasa perbedaan proporsi pola konsumsi lemak pada kasus dan
pada masyarakat perkotaan di Denpasar. Subjek adalah kontrol. Analisis Odd Ratio (OR) Mantel Haenzel dilakukan
sebagian dari populasi dengan kriteria inklusi yaitu laki-laki untuk menilai hubungan atau besarnya faktor risiko pola
maupun perempuan dewasa berumur 20 tahun sampai konsumsi lemak dengan kejadian sindroma metabolik.
Konsumsi lemak total, lemak jenuh, dan kolesterol sebagai faktor risiko sindroma metabolik pada masyarakat perkotaan 123

HASIL DAN BAHASAN

Karakteristik subjek
Skrining dilakukan terhadap 200 penduduk dewasa
di kota Denpasar untuk memperoleh subjek penelitian
yang sesuai dengan kriteria yang ditetapkan. Jumlah
subjek penelitian yang terlibat dalam penelitian sebanyak
130 orang yang terdiri dari kasus berjumlah 65 orang dan
kontrol berjumlah 65 orang dengan perbandingan kasus
dan kontrol 1:1 yang telah dilakukan matching terhadap
Gambar 1. Distribusi kasus dan kontrol berdasarkan
umur dan jenis kelamin.
persentase lemak total
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh data rata-
rata umur kasus 42,2 tahun (± 7,4 tahun) dengan umur Persentase konsumsi lemak jenuh. Konsumsi
terendah 21 tahun dan tertinggi 55 tahun. Rata-rata umur lemak jenuh yang baik maksimal 10% dari total energi yang
kontrol 41,43 tahun (±7,2 tahun) dengan umur terendah 22 dikonsumsi sehari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
tahun dan tertinggi 54 tahun. Sebagian besar kasus dan baik kasus atau kontrol sebagian besar mengonsumsi
kontrol berada pada kelompok umur lebih dari 40 tahun. lemak jenuh dengan kategori kurang baik yaitu lebih
Data karakterisktik subjek disajikan pada Tabel 1. dari10% total energi yang dikonsumsi walaupun proporsi
pada kasus lebih besar yaitu 59 orang (90,8%) sedangkan
Tabel 1. Distribusi kasus dan kontrol menurut karakteristik
49 orang (75,4%) pada kontrol dan perbedaan tersebut
Kasus Kontrol signifikan (p<0,05). Distribusi konsumsi lemak jenuh pada
Karakterisik kasus dan kontrol dapat dilihat pada Gambar 2.
n % n %
Jenis Laki-laki 35 53,8 35 53,8
kelamin Perempuan 30 46,2 30 46,2
Total 65 100,0 65 100,0
Kelompok <30 tahun 5 7,7 7 10,8
umur 30-40 tahun 18 27,7 18 27,7
> 40 tahun 42 64,6 40 61,5
Total 65 100,0 65 100,0
Tingkat Tak Sekolah/SD 6 9,2 2 3,1
pendidikan SLTP 9 13,8 4 6,2
SLTA 21 32,3 34 52,3
Gambar 2. Proporsi konsumsi lemak jenuh pada kasus
PT 29 44,7 25 38,4 dan kontrol
Total 65 100,0 65 100,0
Pekerjaan Tak Bekerja/IRT 8 12,3 13 20,0
Konsumsi kolesterol. Jumlah kolesterol yang
Pedagang 8 12,3 3 4,6
dianjurkan untuk dikonsumsi adalah kurang dari atau sama
PNS 22 33,8 22 33,8
dengan 300 mg per hari. Sebanyak 36 kasus (55,4%)
Karyawan swasta 17 26,2 14 21,6
mengonsumsi kolesterol dengan kategori baik dan 29
Wiraswasta 10 15,4 13 20,0
Total 65 100,0 65 100,0 kasus mengonsumsi kolesterol dengan kategori kurang
baik, sedangkan sebagian besar kontrol sebanyak 45
Pola konsumsi lemak orang (69,2%) mengonsumsi kolesterol dengan kategori
baik (kurang dari atau sama dengan 300 mg per hari).
Persentase konsumsi lemak total. Proporsi
lemak yang dianggap baik bagi seseorang untuk
mempertahankan kesehatan yang optimal adalah 25% dari
total energi sehari. Hasil penelitian menunjukkan terdapat
perbedaan signifikan antara pola konsumsi lemak pada
kasus dan kontrol (p<0,05). Sebagian besar kasus yaitu
53 orang (81,5%) memiliki konsumsi lemak tinggi (>25%
total energi), sedangkan 12 orang (18,5%) konsumsi lemak
total kurang dari atau sama dengan 25% total energi.
Persentase konsumsi lemak kontrol 41 orang (63,1%) Gambar 3. Distribusi kasus dan kontrol berdasarkan
dengan kategori kurang baik dapat dilihat di Gambar 1. konsumsi kolesterol
124 Ni Komang Wiardani, Pande Putu Sri Sugiani, Ni Made Yuni Gumala

Frekuensi konsumsi sumber lemak. Sumber tekanan darah lebih dari 130/85 mmHg, dan lingkar
lemak yang dikonsumsi adalah bahan makanan sumber pinggang lebih dari 90 cm untuk laki-laki serta lebih dari
hewani serta hasil olahannya seperti minyak kelapa, 80 cm untuk perempuan atau kadar kolesterol high density
mentega, dan margarin. Sumber hewani yang dikonsumsi lipoprotein (HDL) kurang dari 40 mg/dl pada laki-laki dan
merupakan sumber lemak jenuh dan kolesterol berasal dari kurang dari 50 mg/dl pada perempuan.
daging ayam, daging babi, daging kambing, daging sapi, Penilaian terhadap obesitas sentral dapat ditentukan
jeroan, dan lain-lain. Sedangkan sumber lemak tak jenuh berdasarkan lingkar pinggang (Waist Circumference).
yang dikonsumsi sebagian besar bersumber dari ikan Hasil penelitian menunjukkan rata-rata lingkar pinggang
dan lemak nabati seperti kacang-kacangan dan minyak kasus menurut jenis kelamin adalah 101,40 cm (±7,92)
sayuran. Sumber lemak hewani yang biasa dikonsumsi di pada laki-laki dan 92,37 cm (±6,87) pada perempuan,
antaranya adalah daging ayam, daging sapi, dan daging sedangkan kontrol adalah 83,97 cm (±8,15) pada laki-laki
babi, sedangkan sumber lemak tak jenuh yang biasa dan 81,30 cm (±8,33) pada perempuan. Kadar gula darah
dikonsumsi adalah ikan laut. yang dianggap normal adalah berkisar antara 70-110
Hasil penelitian menunjukkan proporsi kasus yang mg/dl. Rata-rata kadar gula darah puasa kasus 132 mg/
mengonsumsi sumber lemak jenuh dan kolesterol dengan dl (±32mg/dl), sedangkan kadar gula darah pada kontrol
frekuensi sering lebih besar dibandingkan kontrol yaitu 95 mg/dl (±9,8mg/dl). Rata-rata tekanan diastolik pada
kasus 56 orang (86,2%) sedangkan kontrol 41 orang kasus adalah 93,3 mmHg (±8,5mmHg) dan kontrol 78,0
(63,2%). mmHg (±7,7mmHg). Sedangkan rata-rata tekanan darah
sistolik pada kasus adalah 141,4 mmHg (± 12,9mmHg)
dan pada kontrol 118,8 mmHg (± 9,3mmHg). Ditemukan
13,3% kontrol yang memiliki tekanan darah di atas normal
(>130/85mmHg). Nilai rerata komponen sindroma metabolik
pada kasus dan kontrol disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Nilai rerata komponen sindroma metabolik pada


kasus dan kontrol
Gambar 4. Distribusi kasus dan kontrol berdasarkan Komponen
frekuensi konsumsi sumber lemak jenuh Subjek
sindroma Rerata p
penelitian
metabolik
Lingkar pinggang Kasus 97,23 cm ( ± 8,6) 0,01
Frekuensi konsumsi sumber lemak tak jenuh.
Kontrol 83,93 cm (± 7,6)
Konsumsi lemak tak jenuh pada kasus dan kontrol lebih
Kadar gula darah Kasus 132 mg/dl (± 32,7) 0,01
banyak bersumber dari ikan dan kacang kacangan. Hasil puasa Kontrol 95 mg/dl (± 9,8 )
penelitian menunjukkan tak ada perbedaan konsumsi lemak
Tekanan darah
tak jenuh pada kasus dan kontrol (p>0,05). Kasus dan kontrol Diastolik Kasus 93,3 mmHg (± 8,5 ) 0,01
sebagian besar mengonsumsi sumber lemak tak jenuh Kontrol 78,0 mmHg ( ± 7,7)
dengan frekuensi sering (>1 x /minggu) (Gambar 5). Sistolik Kasus 141,4 mmHg (± 12,9) 0,01
Kontrol 118,8 mmHg (± 9,3)

Kejadian sindroma metabolik berdasarkan persentase


konsumsi lemak
Pola konsumsi lemak meliputi persentase energi
lemak yaitu lemak total, persentase penggunaan lemak
jenuh, kolesterol, dan lemak tak jenuh dibandingkan
dengan total energi yang dikonsumsi dalam sehari
serta frekuensi konsumsi jenis sumber lemak. Hasil
Gambar 5. Distribusi kasus dan kontrol berdasarkan penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan
frekuensi konsumsi sumber lemak tak jenuh
yang signifikan antara konsumsi lemak total, kolesterol,
dan konsumsi lemak jenuh dengan kejadian sindroma
Gambaran komponen sindroma metabolik
metabolik pada kasus dan kontrol. Persentase konsumsi
Sindroma metabolik merupakan sekumpulan gejala lemak yang melebihi anjuran persentase lemak yang
yang mengarah pada timbulnya penyakit degeneratif. dianjurkan dalam sehari memiliki risiko 2,5 kali lebih besar
Seseorang dikatakan mengalami sindroma metabolik mengalami kejadian sindroma metabolik dibandingkan
apabila ditemukan minimal 3 kriteria penilaian berikut dengan persentase lemak yang baik (p<0,05). Konsumsi
seperti: kadar gula darah puasa lebih dari 110 mg/dl, lemak jenuh lebih dari 10% total energi meningkatkan
Konsumsi lemak total, lemak jenuh, dan kolesterol sebagai faktor risiko sindroma metabolik pada masyarakat perkotaan 125

Tabel 3. Kejadian sindroma metabolik berdasarkan persentase konsumsi lemak

Kasus Kontrol
Persentase konsumsi lemak OR 95% CI p
n % n %
Lemak total
Tidak baik (>25%) 53 81,5 41 63,1 2,58 1,2-5,78 0,021
Baik (≤25%) 12 18,5 24 36,9
Total 65 100,0 65 100,0
Lemak jenuh
Tidak baik (>10%) 59 90,8 49 75,4 3,21 1,17-8,83 0,024
Baik (≤10%) 6 9,2 16 24,6
Total 65 100,0 65 100,0
Lemak tak jenuh
Tidak baik 4 6,2 9 13,8 0,48 0,12-1,39 0,154
(<3% dan >7%)
Baik (3-7%) 61 93,8 56 86,2
Total 65 100,0 65 100,0
Kolesterol
Tidak baik (>300mg) 36 55,4 20 30,8 2,79 1,36-5,73 0,005
Baik (≤300 mg) 29 44,6 45 69,2
Total 65 100,0 65 100,0

risiko kejadian sindroma metabolik 3,2 kali lebih besar bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara frekuensi
dibandingkan konsumsi kurang atau sama dengan 10%. konsumsi sumber lemak jenuh dengan kejadian sindroma
Kejadian sindroma metabolik berdasarkan persentase metabolik. Subjek yang mengonsumsi sumber lemak jenuh
konsumsi lemak disajikan pada Tabel 3. dan kolesterol dengan frekuensi lebih sering (>1x seminggu)
Tabel 3 juga memperlihatkan bahwa kolesterol berisiko 3,6 kali lebih besar mengalami kejadian sindroma
merupakan faktor risiko terhadap kejadian sindroma metabolik dibandingkan dengan subjek yang mengonsumsi
metabolik. Subjek dengan konsumsi lebih dari 300 mg per sumber lemak jenuh jarang (≤1x seminggu) (OR=3,64;
hari berisiko 2,79 kali lebih besar dibandingkan dengan 95%CI=1,5-8,65) (Tabel 4).
konsumsi kurang atau sama dengan 300 mg per hari. Tabel 4 juga memperlihatkan bahwa tidak terdapat
Sebaliknya terlihat bahwa konsumsi lemak tak jenuh perbedaan yang signifikan antara frekuensi konsumsi
bukan merupakan faktor risiko terhadap kejadian sindroma sumber lemak tak jenuh dengan kejadian sindroma
metabolik (OR = 0,48; 95% CI= 0,12-1,39). metabolik. Frekuensi konsumsi sumber lemak tak jenuh
bukan merupakan faktor risiko terhadap kejadian sindroma
Kejadian sindroma metabolik berdasarkan frekuensi metabolik (p<0,05).
sumber lemak
Sindroma metabolik dan pola konsumsi lemak
Bahan makanan sumber lemak yang biasa dikonsumsi
oleh subjek yang bersumber dari protein nabati yaitu Sindroma metabolik merupakan sekumpulan
kacang-kacangan, minyak kelapa, margarin, dan sumber gejala yang ditemukan pada seseorang yang mengarah
hewani seperti daging dan olahannya. Makanan tersebut kepada timbulnya penyakit degeneratif seperti diabetes
merupakan sumber asam lemak jenuh, kolesterol, dan mellitus, arterosklerosis, dan penyakit jantung koroner.
sumber asam lemak tak jenuh. Hasil penelitian menunjukkan Permasalahan sindroma metabolik terus berkembang

Tabel 4. Kejadian sindroma metabolik berdasarkan frekuensi konsumsi sumber lemak

Frekuensi sumber Kasus Kontrol


lemak OR 95% CI p
n % n %
Lemak jenuh
Sering (>1x/mg) 56 86,2 41 63,1 3,64 1,55-8,65 0,003
Jarang (≤1x/mg) 9 13,8 24 36,9
Total 65 100,0 65 100,0
Lemak tak jenuh
Sering (>1x/mg) 30 46,2 24 36,9 1,46 0,72-2,95 0,28
Jarang (<1x/mg) 35 53,8 41 63,1
Total 65 100,0 65 100,0
126 Ni Komang Wiardani, Pande Putu Sri Sugiani, Ni Made Yuni Gumala

yang erat kaitannya dengan perubahan gaya hidup di banyak yaitu 86,2% dan konsumsi kolesterol lebih dari 300
masyarakat. mg sebanyak 55,4%.
Hasil penelitian terhadap komponen sindroma Penelitian yang hampir sama dilakukan pada
metabolik menunjukkan bahwa rata-rata lingkar pinggang penduduk di Amerika Utara juga menunjukkan bahwa
pada kasus melebihi normal dengan rata-rata 101,40 cm persentase konsumsi lemak dalam bentuk lemak jenuh
(±7,92) pada laki-laki dan 92,37 cm (± 6,87) pada perempuan sekitar 60% dari lemak total (15). Tingginya asupan
dan terdapat perbedaan yang signifikan dengan lingkar dan kadar asam lemak jenuh berimplikasi terhadap
pinggang pada kontrol (p<0,05) (Tabel 2). Lingkar pinggang peningkatan low density lipoprotein (LDL) kolesterol darah,
di atas normal menunjukkan adanya penimbunan jaringan selanjutnya menumpuk pada dinding pembuluh darah yang
lemak abdominal atau obesitas sentral. Obesitas jenis menimbulkan penyempitan pembuluh darah sehingga lemak
ini dianggap lebih kuat hubungannnya dengan sindroma jenuh berisiko tinggi terhadap arterosklerosis dan penyakit
metabolik dibandingkan lemak subkutan atau lemak tubuh kardiovaskuler. Pada umumnya sumber utama lemak jenuh
total. Lemak di daerah visceral lebih bersifat lipolitik dan bersumber dari hewani yaitu berbagai jenis daging dan
merupakan penyebab resistensi insulin dan hiperinsulinemia hasil olahannnya, dari nabati banyak terdapat pada minyak
akibat meningkatnya produksi oleh sel beta pankreas dan kelapa dan minyak yang mengalami hidrogenasi atau lemak
berkurangnya pengeluaran insulin di hati (12). trans seperti pada mentega (16).
Peningkatan kadar gula darah pada kasus dan Kolesterol mempunyai peranan penting bagi
intoleransi glukosa merupakan salah satu manifestasi tubuh, tetapi apabila dikonsumsi berlebihan akan
sindroma metabolik yang menjadi awal penyakit diabetes membahayakan karena menumpuk pada pembuluh darah
mellitus. Terdapat hubungan yang kuat antara intoleransi dan menyebabkan arterosklerosis serta sumbatan pada
glukosa dan risiko kardiovaskuler pada sindroma metabolik pembuluh darah. Tingginya asupan kolesterol pada subjek
dan diabetes yang dipicu oleh obesitas, perubahan gaya disebabkan karena sebagian besar subjek mengonsumsi
hidup, pola makan yang salah, dan aktivitas fisik kurang sumber hewani seperti daging ayam, daging babi serta
(13). hasil olahannya. Makanan dengan kandungan kolesterol
Terdapat perbedaan yang signifikan antara tekanan yang tinggi menyebabkan peningkatan kadar kolesterol
darah pada kasus dan kontrol (p<0,05) (Tabel 2). darah, kolesterol LDL, dan risiko penyakit kardiovaskuler,
Peningkatan tekanan darah atau hipertensi pada subjek sebaliknya mengonsumsi makanan dengan kandungan
merupakan faktor risiko penyakit kardiovaskuler dan koleterol kurang dari 200 mg memiliki profil lipid yang lebih
terdapat hubungan yang signifikan antara hipertensi, baik yang ditunjukkan oleh kadar HDL, LDL, dan trigliserida
resistensi insulin, dan penyakit kardiovaskuler. Publikasi yang normal (15).
hasil penelitian di berbagai negara di Eropa menunjukkan
bahwa sekitar 50% pasien yang memiliki hipertensi Analisis faktor risiko pola konsumsi lemak terhadap
essensial juga mengalami resistensi insulin serta memiliki kejadian sindroma metabolik
komponen sindroma metabolik lainnya seperti kadar Hasil penelitian menunjukkan konsumsi lemak
trigliserida yang tinggi dan HDL kolesterol yang rendah yang tidak baik melebihi anjuran persentase lemak yang
(14). dianjurkan dalam sehari memiliki risiko 2,58 kali lebih besar
Lemak memiliki peranan yang penting bagi tubuh. terhadap kejadian sindroma metabolik, dibandingkan dengan
Selain sebagai sumber energi, lemak diperlukan oleh tubuh konsumsi lemak yang baik (OR 2,58; 95% CI=1,2-5,8) (Tabel
sebagai pelarut vitamin larut lemak, komponen membran sel 3). Apabila dikaitkan dengan frekuensi penggunaan sumber
sebagai hormon, sistem imun, dan termoregulator. Asupan lemak, hasil penelitian juga menunjukkan bahwa terdapat
lemak dalam jumlah yang memadai serta berimbang antara perbedaan yang signifikan antara frekuensi konsumsi
lemak jenuh, tak jenuh, kolesterol, dan lainnya akan mampu sumber lemak jenuh dengan kejadian sindroma metabolik
memenuhi fungsi di atas. Anjuran asupan lemak diharapkan (OR = 3,64; 95%CI=1,5-8,65) (Tabel 4). Sebaliknya
tidak melebihi 25% dari total energi yang dikonsumsi sehari, konsumsi lemak tak jenuh bukan merupakan faktor risiko
lemak jenuh maksimal 10% dari total energi, dan lemak tak terhadap kejadian sindroma metabolik (OR = 0,48; 95% CI=
jenuh berkisar 3-7% dari total energi. 0,12-1,39) (Tabel 3), demikian juga tak terdapat hubungan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar signifikan antara frekuensi konsumsi sumber lemak tak
kasus (81,5%) memiliki persentase konsumsi lemak tinggi jenuh dengan kejadian sindroma metabolik (OR= 1,46;
(>25%), demikian juga proporsi konsumsi lemak jenuh dan 95%CI=0,72-2,95) (Tabel 4).
kolesterol lebih dari 300 mg/dl lebih banyak ditemukan Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil di Teheran
pada kasus (p<0,05) (Tabel 3). Kondisi ini juga diikuti yang menemukan bahwa ada hubungan yang signifikan
dengan peningkatan frekuensi penggunaan sumber lemak antara pola konsumsi dengan kejadian sindroma metabolik
jenuh dan kolesterol. Proporsi kasus yang mengonsumsi pada penduduk wanita dewasa (3). Mereka yang memiliki
lemak jenuh dengan frekuensi sering (>1x seminggu) lebih pola konsumsi western memiliki risiko tinggi terhadap
Konsumsi lemak total, lemak jenuh, dan kolesterol sebagai faktor risiko sindroma metabolik pada masyarakat perkotaan 127

peningkatan komponen sindroma metabolik seperti KESIMPULAN DAN SARAN


resistensi insulin, peningkatan LDL kolesterol, dan
tekanan darah. Penelitian di Jepang menunjukkan bahwa Pola konsumsi lemak masyarakat perkotaan di
tingginya persentase energi yang bersumber dari lemak Denpasar menunjukkan perbedaan signifikan pada
berhubungan dengan risiko penyakit DM pada daerah kelompok yang mengalami sindroma metabolik dan yang
industri di Jepang yang ditunjukkan oleh indeks massa tidak. Kelompok yang mengalami sindroma metabolik
tubuh (IMT), obesitas sentral, glukosuria, dan resistensi mengonsumsi lemak total, lemak jenuh, dan kolesterol
insulin lebih tinggi dibandingkan negara nonindustri (16). dengan proporsi lebih banyak. Nilai rerata komponen
Pola konsumsi dengan komposisi lemak tinggi sindroma metabolik pada kelompok yang mengalami
seperti yang terjadi pada subjek merupakan salah satu sindroma metabolik yaitu lingkar pinggang 101,40 cm
ciri gaya hidup masyarakat modern. Diet model tersebut pada laki-laki dan 92,37 cm pada perempuan, kadar gula
umumnya mengarah pada obesitas dan selanjutnya dapat darah 132 mg/dl, dan tekanan darah sistolik 141,4 mmHg/
berkembang menjadi sindroma metabolik (17). Pola makan diastolik 93,3 mmHg. Persentase konsumsi lemak total,
western umumnya mengandung kalori dan lemak tinggi lemak jenuh, kolesterol yang kurang baik, dan frekuensi
terutama kandungan lemak jenuh dan kolesterol. Tingginya sumber lemak sering merupakan faktor risiko kejadian
persentase asupan lemak, baik lemak total maupun sindroma metabolik pada masyarakat perkotaan di
lemak jenuh dari total kalori menyebabkan penimbunan Denpasar, sedangkan konsumsi lemak tak jenuh serta
lemak di jaringan adiposa terutama di daerah visceral dan frekuensi sumber lemak tak jenuh bukan merupakan faktor
peningkatan kadar lemak dalam darah seperti peningkatkan risiko kejadian sindroma metabolik.
kadar trigliserida, koleterol total, dan kolesterol LDL. Disarankan agar masyarakat perkotaan di Denpasar
Penimbunan lemak dalam bentuk trigliserida di daerah menerapkan pola menu seimbang dengan mengurangi
sentral akan menyebabkan peningkatan kadar asam lemak konsumsi makanan yang mengandung lemak jenuh dan
bebas dan peningkatan oksidasi lipid yang meningkatkan kolesterol tinggi, serta meningkatkan konsumsi makanan yang
metabolisme asetil ko-A. Akibatnya terjadi hambatan kerja mengandung lemak tak jenuh seperti pada ikan, minyak ikan,
insulin dan mobilisasi glukosa ke dalam sel sehingga minyak sayur, dan kacang. Diperlukan adanya pemberian
timbul hiperglikemia. Peningkatan kadar trigliserida di penyuluhan yang lebih intensif kepada masyarakat tentang
dalam tubuh menyebabkan peningkatan kadar kolesterol pentingnya pola hidup dan makanan yang sehat sesuai
total dan LDL kolesterol, penimbunan lemak di arteri prinsip gizi seimbang untuk mempertahankan kesehatan dan
yang disebut ”plaque” yang menyebabkan darah yang mencegah terhadap timbulnya masalah kesehatan seperti
mengandung oksigen sulit mencapai jantung karena sindroma metabolik.
terjadi penyempitan pembuluh darah yang pada akhirnya
meningkatkan kejadian serangan jantung dan stroke (18). RUJUKAN
Mekanisme pola makan khususnya pola makan tinggi
lemak dengan kandungan asam lemak tertentu terhadap 1. Nursanyoto H, Yuni G, Suiraoka. Dampak pergeseran
berkembangnya sindroma metabolik sebenarnya belum pola konsumsi terhadap derajat kesehatan dalam
diketahui pasti (17). Diperkirakan bahwa proporsi konsumsi konteks dinamika variabel demografi masyarakat
asam lemak jenuh yang lebih tinggi meningkatkan kadar perkotaan di Denpasar. Jakarta: Depkes RI; 1999.
asam lemak jenuh dalam serum, kadar insulin plasma 2. Satoto. Kegemukan, obesitas dan penyakit degeneratif:
serta penurunan sensitivitas insulin. epidemiologi dan strategi penanggulangan dalam FG
Konsumsi asam lemak tak jenuh ganda justru Winarno. Prosiding Widya Karya Pangan Dan Gizi VI.
dapat menurunkan risiko sindroma metabolik dengan Jakarta: LIPI; 1998.
meningkatkan kadar kolesterol HDL dan menurunkan kadar 3. Esmaillzadeh A, Mosug KFB, Willet W. Dietary
kolesterol total atau timbunan kolesterol dalam pembuluh pattern, insulin resistance and prevalence of the
darah sehingga mencegah terjadinya arterosklerosis dan metabolic syndrome in women. Am J Clin Nutr 2007;
penyakit jantung koroner. Di samping itu asam lemak 85: 910-8.
tak jenuh ganda meningkatkan elastisitas pembuluh 4. Mayo Clinic. Metabolic syndrome [serial online]
darah sehingga mengurangi risiko hipertensi. Penelitian 2007 [cited 2009 Feb 20]. Avalaible from: http//www.
di Teheran menunjukkan bahwa masyarakat yang mayoclinic.com.
mengonsumsi diet sehat seperti sayuran, kacang- 5. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
kacangan, dan buah-buahan memiliki risiko yang rendah Depkes RI. Laporan hasil riset kesehatan dasar
terhadap sindroma metabolik (3). (Riskesdas) [serial online] 2007 [cited 2010 Des 2].
128 Ni Komang Wiardani, Pande Putu Sri Sugiani, Ni Made Yuni Gumala

Available from http://www.dostoc.com/18707850. 11. Sastroasmoro, S. Dasar-dasar metodologi penelitian


Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar 2007. klinis edisi II. Jakarta: Sugeng Seto; 2002.
6. Gotera W. Studi epidemiologis obesitas sentral dan 12. Arifin A. Obesitas visceral dan sindroma metabolik.
sindrome metabolik pada penduduk desa dan kota Prosiding Pertemuan Ilmiah Nasional Dietetik II.
di Bali. Majalah Penyakit Dalam 2003; 4(3). Bandung: ASDI; 2005.
7. Waspadji S. Diabetes mellitus: mekanisme dasar dan 13. Soegondo S, Gustaviani R. Sindroma metabolik buku
pengelolaan yang rasional. dalam: penatalaksanaan ajar ilmu penyakit dalam II. Jakarta: FK UI; 2006.
diabetes mellitus terpadu cet 3. Jakarta: Pusat Diabetes 14. Reaven, Gerad M. The metabolic syndrome: is this
dan Lipid RSUP Nasional Cipto Mangunkusuma dan diagnosis necessary. Am J Clin Nutr 2006; 83:1237-47.
FKUI; 2007. 15. Rolfes SR, Kathryn P, Ellie W. Understanting normal
8. Klein S, Sheard NF, Sunyer XP, Daly A, Rosett JW, and clinical nutrition. New York: Thomson Wadsworth;
Kulkarni K, Clark NG. Weight management trought 2004.
life style modification for prevention and management 16. Tomisaka K, Lako J, Maruyama C, Anh NTL, Lien DTK,
type 2 diabetes. Am J Clin Nutr 2004; 80:257-63. Khoi H, Chuyen VN. Dietary pattern and risk factor for
9. Dewi IGASK, Pramantara IDP, Pangastuti R. Pola type 2 diabetes mellitus in Fijian, Japanese, Vietnamese
makan berhubungan dengan sindrom metabolik pada populations. Asia Pac J Clin Nutr 2002; 11(1):8-12.
lanjut usia di Poliklinik Geriatri RSUP Sanglah Denpasar. 17. WHO. Facts related to chronic disease: non
Jurnal Gizi Klinik Indonesia 2010; 6(3):105-13. communicable disease prevention and health promotion
10. Sudarminingsih S, Lestariana W, Susetyowati. [serial online] 2003 [cited 2005 Apr 14]. Avalaible from:
Hubungan pola makan dengan sindroma metabolik http://www.who.int.
pada karyawan PT.Unocal Oil Company di offshore 18. Mathur R. Metabolic sindrome [serial online] 2009
Balikpapan Propinsi Kalimantan Timur. Jurnal Gizi [cited 2009 Feb 20]. Avalaible from: http/www.medecin
Klinik Indonesia 2007; 4(2):63-8. .com.

You might also like