You are on page 1of 10

ARTIKEL FILSAFAT ILMU

PANDANGAN FILSAFAT ISLAM TERHADAP


TRADISI LOKAL DI INDONESIA
(Artikel ini disusun guna untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Ilmu)

Dosen Pengampu : Dr. Jaka Isgiyarta, M.Si, AK, CA

Disusun Oleh :
DITA SEPTIANA (12030116420059)
Kelas : 36 B

MAGISTER AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2017

1
ABSTRACT

Culture is the taste, intention, and ideals that exist in the life of the community.
Culture is seen as the way of view of a group or group that continues to grow and be passed
on to the next generation so that culture is not lost in time. Culture has some very complex
elements that can be used by every next generation in daily life. While religion greatly affect
the culture that occurs in the daily life of society. Religion is a symbol that represents the value
of obedience to God. While the culture also contains values and symbols for people to live in
it.

In Indonesia there are various local cultures from each region. Culture is
characteristic of each region. In addition, Islam is the majority religion adopted by the people
in Indonesia. Islam and local Indonesian culture affect each other. Religion uses culture as a
medium to spread the teachings of Islam. In addition, culture also often uses the symbols of
Islam, so it encourages the occurrence of acculturation between Islamic culture with local
Indonesian culture.

According to philosophical view, the existence of religious culture which is reflected


from the existence of religious ceremonies is a manifestation of the existing religion in society.
In addition, the religious ceremony can increase the sense of solidarity that exists in society.
In the view of Islam, the culture that exists in society today is a hereditary heritage of the
ancestors that must be preserved. However, in Islam it is forbidden to perform traditions that
are contrary to Islamic cultures. Thus, Islam only permits traditions that match Al Qur'an and
Hadith.

Keywords : Islamic Philosophy, Local Culture, Acculturation

1. Pendahuluan
Kebudayaan merupakan rasa, karsa, dan cita yang terdapat dalam kehidupan
masyarakat. Budaya dipandang sebagai cara pandang suatu kelompok atau golongan yang
terus berkembang dan diwariskan kepada generasi penerus supaya kebudayaan tidak
hilang ditelan zaman. Kebudayaan memiliki beberapa unsur yang sangat kompleks yang
dapat digunakan oleh setiap generasi penerus dalam menjalankan kehidupan sehari-hari.
Terdapat tujuh unsur kebudayaan yang universal, antara lain agama atau kepercayaan,
orgaisasi sosial, ilmu pengetahuan, bahasa, kesenian, mata pencaharian, dan teknologi
yang digunakan. Semua unsur-unsur tersebut selalu ada dalam setiap kehidupan manusia
dalam bermasyarakat (Hemawan, 2014).
Salah satu unsur budaya yang paling kental di masyarakat adalah agama. Agama
sangat mempengaruhi budaya yang terjadi dalam kehidupan masyarakat sehari-hari.
Agama merupakan simbol yang melambangkan nilai ketaatan kepada Tuhan. Sedangkan

1
kebudayaan juga mengandung nilai dan simbol agar manusia bisa hidup di dalamnya.
Agama juga memerlukan simbol, dengan kata lain agama memerlukan adanya kebudayaan
agama. Selain itu agama juga merupakan sesuatu yang final, universal, abadi dan tidak
mengenal perubahan (absolut). Kebudayaan bersifat partikular, relatif dan temporer.
Agama tanpa budaya memang dapat berkembang menjadi agama pribadi, namun sebagai
kolektivitas tidak akan diakui dalam masyarakat. Sebagai contoh agama Islam yang dapat
merespon budaya lokal, adat maupun tradisi lokal selama kebudayaan tersebut tidak
bertentangan dengan Al-qur’an dan Hadist (Kastolani & Yusof, 2016).
Indonesia merupakan negara yang memiliki berbagai macam kebudayaan.
Kebudayaan yang ada di Indonesia bisa berbentuk seperti rumah adat, alat musik, seni
kriya, properti kesenian, pakaian daerah, benda seni, serta adat istiadat. Kebudayaan
Indonesia merupakan hasil karya putra Indonesia yang memiliki ciri khas dan mutu yang
mana sebagian orang dapat mengidentifikasikan diri dan bangga terhadap karyanya.
Kebudayaan Indonesia berasal dari kebudayaan yang majemuk yang berkembang sesuai
dengan sejarahnya masing-masing (Latif, 2014).
Agama Islam merupakan agama mayoritas yang dianut oleh penduduk di
Indonesia. Berkaitan dengan budaya Islam sebagai ajaran agama akan selalu berdialog
dengan budaya lokal dimana Islam berada. Meskipun pada akhirnya terdapat salah satu
yang berpengaruh terhadap kehidupan baik agama atau justru budaya yang lebih dominan.
Namun, keduanya dapat memainkan peranan penting dalam membentuk budaya baru
karena terjadinya dialog antara nilai-nilai keagamaan yang menjadi ideologi umat Islam
dengan nilai-nilai yang terdapat dalam budaya lokal (Widiana, 2015).
Berkaitan dengan penjelasan di atas, terdapat budaya lokal Indonesia yang
sangat kental dengan seremonial. Tradisi ini biasanya dilakukan oleh masyarakat Jawa
untuk memperingati tiap peristiwa yang dianggap penting, baik yang menyangkut segi
kehidupan seseorang seperti ruwatan yang merupakan pembebasan seseorang dari
hukuman atau kutukan dewa yang menimbulkan bahaya, malapetaka atau keadaan
menyedihkan lainnya, baik yang bersifat keagamaan seperti adanya ruwahan, muludan,
syawalan, baik yang menyangkut mengenai usaha seseorang dalam mencari penghidupan
seperti adanya tradisi larung atau sedekah laut, upacara wiwit, tandur, entas-entas dan lain
sebagainya (Yanti, 2013).
Tradisi-tradisi lokal itu muncul karena adanya pemikiran manusia akan tradisi
tersebut, apabila tidak dilakukan maka akan muncul dampak buruk bagi kehidupan
masyarakat. Pemikiran-pemikiran tersebut muncul karena manusia berfilsafat sehingga

2
memunculkan budaya-budaya baru dalam kehidupan masyarakat di daerah tertentu.
Berdasarkan penjelasan tersebut, dalam tulisan ini akan dibahas mengenai pandangan
filsafat Islam terhadap tradisi-tradisi lokal yang ada di Indonesia, dilihat dari hubungan
antara Islam dengan budaya lokal dan bagaimana sikap Islam terhadap budaya-budaya
lokal yang ada di Indonesia.

2. Pembahasan
Sejarah Berkembangnya Filsafat Islam
Filsafat Islam merupakan filsafat yang seluruh cendikiawannya bergama
muslim. Terdapat sejumlah perbedaan besar antara filsafat Islam dengan filsafat yang lain.
Petama, meski semua filsuf muslim klasik menggali kembali karya-karya yang ada dalam
filsafat Yunani seperti filsafat Aristoteles dan Plotinus, namun kemudian para filsuf Islam
akan menyesuaikannya dengan ajaran Islam. Kedua, Islam merupakan agama tauhid.
Maka, bila dalam filsafat lain masih “mencari Tuhan”, sedangkan dalam filsafat Islam
Tuhan itu sudah ditemukan karena Tuhan lah yang menciptakan alam semesta ini (Latif,
2014).
Dalam tradisi intelektual Islam, ditemukan tiga istilah yang biasa dipakai untuk
sophia. Pertama, hikmah, istilah ini dipakai oleh generasi awal pemikir muslim sebagai
padanan kata sophia. Kata hikmah dipilih agar lebih mudah diterima umat muslim supaya
terkesan bahwa filsafat itu tudak bertentangan dengan ajaran Islam, akan tetapi justru
berhulu dan bermuara pada Al-Qur’an. Kedua, falsafah, yang berarti ilmu yang
mempelajari hakikat segala sesuatu sebatas kemampuan manusia. Ketiga, ulum al-awa il,
yang berarti ilmu-ilmu orang yang terdahulu. Istilah ini mengandung makna negatif
terutama saat dipakai oleh penulis-penulis sejarah dari kalangan ahli hadist seperti al-
Dhahabi, Ibnu Hajar al-Asqalani dan al-Suyuti. disebut demikian dimaksud adalah ilmu
yang berasal dari peradabab kuno pra Islam (Arif, 2014).
Dalam perkembangan filsafat Islam tidaklah luput dari proses historis. Dalam
memahami sejarah filsafat Islam diawali dengan adanya argumentasi rasional tentang
keberadaan Tuhan. Menurut Ali Ibn Abi Thalib dalam Kuswanjono (2016), yang
menyatakan tentang bukti-bukti rasional terhadap keesaan Tuhan yang memperlihatkan
telah terdapat kesadaran pada umat muslim sejak abad pertama keberadaan Islam atas
pentingnya peranan rasio manusia dalam mendalami ajaran Islam, sekaligus untuk
melindungi dan mempertahankan Islam. Hal tersebut menjelaskan betapa pentignya peran
akal manusia dalam ajaran Islam. Akal dianggap sebagai anugerah termulia dari Tuhan

3
untuk manusia, dan itulah yang menyebabkan filsafat dapat masuk dengan mudah dalam
Islam (Kuswanjono, 2016).
Munculnya filsafat Islam didasari oleh faktor internal dan faktor eksternal.
Faktor-faktor internal yang mempengaruhi kemunculan filsafat Islam antara lain :
pertama, adanya doktrin internal Islam yang menyimpulkan bahwa doktrin Islam dalam
Al-Qur’an menjadi faktor yang utama bagi kemunculan dan berkembangnya filsafat Islam
karena Al-Qur’an mendorong bagi umat yang membacanya untuk masuk ke dimensi-
dimensi pemikiran filosofi; kedua, adanya penyimpangan umat Islam setelah masa khulafa
al-rasyidah, melihat penyimpangan-penyimpangan tersebut umat Islam merasa tidak
senang dan mendorong umat Islam untuk menggali filsafat Yunani dan melahirkan filsafat
baru sesuai dengan ajaran Islam; ketiga, adanya pertentangan kelompok literalis dengan
rasionalis, dalam hal ini kelompok literalis yaitu para ahli hadist dan para Ahlu al-sunnah
dan kelompok rasional adalah mu’tazilah. Sedangkan faktor-faktor eksternal yang
mempengaruhi kemunculan filsafat Islam antara lain : pertama, adanya serangan non
muslim terhadap doktrin Islam dengan argumen filsafat, untuk menangkis serangan non
muslim, umat muslim mempelajari argumen yang mereka pakai untuk mematahkan
argumen mereka; kedua, bercampurnya teks-teks ilmu pengetahuan dengan filsafat,
sehingga teks ilmu pengetahuan dan filsafat saling terkait dan sering dimasukkan dalam
karya dan manuskrip yang sama (Pamil, 2012).

Akulturasi Islam danTradisi Lokal

Akulturasi merupakan suatu bentuk proses sosial yang muncul apabila suatu
kelompok manusia dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur-unsur
kebudayaan asing (terjadi kontak budaya) yang mana unsur-unsur budaya asing lambat
laun dapat diterima dan diolah dalam kebudayaan sendiri tanpa menghilangkan unsur-
unsur kepribadian kebudayaan sendiri. Proses akulturasi ini sangat penting khususnya di
daerah yang penduduknya memiliki latar belakang yang bermacam-macam agar tercipta
kehidupan yang harmonis dalam bermasyarakat. Proses akulturasi kebudayaan di
Indonesia, khususnya masyarakat Jawa berlangsung dengan cukup baik, misalnya
akulturasi budaya Islam dengan budaya lokal, budaya pra Islam dengan budaya Islam,
budaya modern dengan budaya tradisional, masing-masing diterima dan mengalami
akulturasi satu sama lain tanpa harus kehilangan identitasnya sendiri (Widiana, 2015).

4
Akulturasi Islam dalam lintas sejarah telah menjadikan Islam tidak dapat
dipisahkan dari aspek lokalitas. Masing-masing dengan ciri khasnya sendiri menunjukkan
nilai-nilai ketauhidan sebagai kesatuan yang mengikat satu sama lain. Islam dalam sejarah
yang beragam merupakan penerjemahan Islam universal ke dalam realitas kehidupan
manusia. Relasi antara Islam sebagai agama dengan budaya lokal sangat jelas dalam kajian
antropologi agama. Dalam pandangan ini diyakini bahwa agama merupakan jelmaan dari
sistem budaya. Berdasarkan teori ini, Islam dipandang sebagai agama yang merupakan
penjelmaan dari budaya suatu masyarakat muslim (Rohmah, 2015).

Akulturasi Islam dengan tradisi lokal tercermin dari adanya kesamaan


pandangan spiritual yang nampaknya menjadi sangat penting pada proses penyebaran
agama Islam di Jawa. Masyarakat Jawa tradisional yang hidup pada masa lalu telah
mempunyai pemikiran tentang adanya energi yang besar yang terdapat pada alam semesta
sehingga pada zaman dahulu dikenal dengan adanya kepercayaan animisme dan
dinamisme. Selain itu, akulturasi juga dapat tercermin dalam adanya persamaan
pandangan hidup tentang persatuan masyarakat antara agama Islam dengan kebudayaan
Jawa. Islam dan tradisi lokal yang berpadu berkembang dengan baik dan beriringan sesuai
dengan tujuan awal yang telah direncanakan, sehingga tujuan untuk mempersatukan
masyarakat dapat berjalan dengan baik. Akulturasi Islam dengan tradisi lokal tercermin
juga dengan adanya persamaan tentang tujuan hidup. Tujuan agama Islam adalah untuk
mengontrol kehidupan manusia agar sesuai dengan yang telah ditentukan oleh sang
Pencipta. Sedangkan kebudayaan atau tradisi bertujuan untuk memberikan pencerahan
kepada masyarakat tentang hukum sebab akibat yang terjadi di masyarakat, dengan kata
lain tradisi dapat dijadikan alat pengontrol tingkah laku masyarakat agar sesuai dengan
nilai-nilai kebudayaan setempat (Hemawan, 2014).

Berdasarkan penjelasan di atas, budaya Islam dan budaya lokal di Indonesia


saling mempengaruhi satu sama lain. Dengan adanya kebudayaan lokal, dapat dijadikan
sebagai media dakwah Islam untuk menyebarkan agama Islam pada masa itu. Seperti yang
telah dilakukan oleh Walisongo yang menyebarkan dakwah Islam melalui budaya Islam
yang diintegrasikan dengan budaya lokal. Cara tersebut dianggap lebih efektif dalam
melakukan dakwah, karena pada masa itu kebanyakan masyarakat di Jawa masih
memegang dengan kuat ajaran leluhur mereka seperti adanya animisme dan dinamisme.

5
Dengan adanya media dakwah yang menggunakan kebudayaan, mengakibatkan
terbentuknya kebudayaan baru yang saling terintegrasi dalam kehidupan masyarakat.
Sebagai contoh, Sunan Kalijaga menggunakan wayang sebagai alat untuk menyebarkan
agama Islam di Demak, hal tersebut selain berguna sebagai penyebaran agama, ternyata
juga dapat meningkatkan minat masyarakat akan wayang, sehingga keberadaan kesenian
wayang akan terjaga. Selain itu, Sunan Kalijaga juga menciptakan pakaian adat, seni suara,
seni ukir, serta gamelan. Selain itu, kebudayaan di Indonesia juga banyak yang
menggunakan simbol-simbol Islam, sehingga Islam juga bisa menjadi sumber dari
kebudayaan. Hal ini membuktikan bahwa telah ada akulturasi antara agama Islam dan
budaya lokal masyarakat Jawa. Dan akulturasi tersebut telah menghadirkan budaya atau
tradisi baru dalam masyarakat yang sampai saat ini masih terjaga kelestariannya.

Pandangan Filsafat Islam terhadap Tradisi Lokal

Islam memiliki ajaran-ajaran yang memuat keseluruhan ajaran yang pernah


diturunkan kepada para nabi dan umat-umat terdahulu dimana ajaran tersebut memuat
berbagai aspek dalam kehidupan manusia sepanjang zaman. Dengan kata lain, ajaran Islam
sangat sesuai untuk segala waktu dan tempat. Secara umum, ajaran Islam bersumber dari
Al-Qur’an dan Hadist, yang dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori, yaitu aqidah,
syariah, dan akhlak. Aqidah menyangkut tentang keyakinan atau keimanan seseorang,
syariah menyangkut tentang ajaran dan hukum-hukum yang terkait dengan perbuatan
orang mukallaf (orang Islam yang sudah dewasa), sedangkan akhlak menyangkut ajaran-
ajaran tentang budi pekerti manusia. Berdasarkan tiga hal tersebut, masalah tradisi dan
budaya Indonesia sangat terkait dengan ajaran-ajaran Islam, terutama dalam bidang aqidah
dan syariah (Marzuki, 2006).

Berbicara mengenai budaya masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat Jawa,


tidak terlepas dari akulturasi dengan berbagai kultur yang ada pada waktu itu. Oleh karena
itu, corak dan bentuknya diwarnai dengan berbagai unsur budaya yang beraneka ragam,
antara masyarakat Jawa yang satu dengan yang lainnya. Hal ini disebabkan oleh kondisi
sosial budaya yang ada di masyarakat setempat sudah mendarah daging sejak zaman
dahulu. Ada dua pandangan tentang hubungan antara agama dan budaya lokal. Pertama,
pandangan yang menyatakan bahwa corak hubungan antara agama dan budaya lokal
bersifat sinkretik yang berarti terdapat percampuran antara agama Islam dengan budaya
lokal. Misalnya dalam kasus budaya Jawa, maka terjadi percampuran antara Islam, Hindu,

6
Budha, dan animisme, yang dikategorikan sebagai Islam nominal. Dalam corak sinkretik
ini, maka yang lebih dominan adalah budaya Jawa, sedangkan Islam berada di luarnya.
Para ahi yang menjelaskan tentang hubungan Islam dengan budaya lokal yang memiliki
corak sinkretik adalah Geertz, Manan, Beatty, dan Mulder. Kedua, menyatakan bahwa
hubungan antara Islam dengan budaya lokal hakikatnya bercorak akulturatif, yaitu bukan
sebuah percampuran antara berbagai elemen, tetapi terjadi proses saling menerima dan
memberi, sehingga menjadikan Islam yang memiliki corak khas, seperti Islam Jawa, Isam
Malaysia, Islam Pakistan, Islam India, dan sebagainya (Khairuddin, 2015).

Tradisi atau adat istiadat dalam suatu daerah merupakan ciri khas dari daerah
tersebut. Adat istiadat merupakan sesuatu yang harus dijaga kelestariannya agar dapat
diwariskan kepada generasi penerus. Akan tetapi, tidak sedikit dari tradisi-tradisi yang ada
di Indonesia, jauh dari nilai-nilai murni Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan Hadist.
Sebagai contoh, dalam tradisi-tradisi lokal seperti nyadran, larung, grebeg besar, bahkan
selametan kematian seseorang, terdapat percampuran antara kultur-kultur seperti Hindu
dengan kultur budaya setempat. Jika ditinjau dari sudut pandang Islam, Al-Qur’an sebagai
pedoman hidup telah menjelaskan bagaimana kedudukan tradisi lokal dalam agama itu
sendiri, karena nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi tersebut diyakini dapat
memberikan keberuntungan dan kesuksesan bagi masyarakat setempat. Akan tetapi, hal
ini dapat menjadikan perdebatan dalam Islam, dalam menetapkan hukum dari acara tradisi
Jawa. Seperti yang kita ketahui, dalam tradisi-tradisi tersebut juga terdapat nilai-nilai Islam
di dalamnya, seperti pembacaan doa yang sesuai dengan ajaran Islam. Para ahli Islam
berpendapat bahwa sebagai seorang muslim seharusnya memeluk Islam secara kaffah
yaitu baik lahir maupun batin. Oleh karena itu, sebaiknya dalam menyikapi tradisi lokal
yang diterapkan dalam kehidupan masyarakat, hendaknya umat muslim mendahulukan
dalil-dalil yang terdapat dalam Al-Qur’an dan Hadist daripada tradisi tersebut. Sebagai
umat muslim bukan berarti tidak boleh untuk melestarikan budaya lokal, akan tetapi
seharusnya umat muslim dapat memilah mana budaya yang sesuai dengan ajaran Islam
dan mana yang tidak sesuai. Hal ini dikarenakan tidak semua budaya lokal yang ada di
dalam masyarakat hanya memuat unsur-unsur Islam saja, tetapi kebanyakan budaya lokal
yang ada dalam masyarakat merupakan percampuran beberapa aspek agama seperti Hindu,
Budha, bahkan animisme, yang pastinya bertentangan dengan ajaran Islam.

7
3. Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan beberapa hal, yaitu :
a) Kebudayaan merupakan rasa, karsa, dan cita yang terdapat dalam kehidupan
masyarakat. Terdapat tujuh unsur kebudayaan yang universal, antara lain agama atau
kepercayaan, orgaisasi sosial, ilmu pengetahuan, bahasa, kesenian, mata pencaharian,
dan teknologi yang digunakan. Sedangkan agama merupakan simbol yang
melambangkan nilai ketaatan kepada Tuhan.
b) Akulturasi agama Islam dan budaya lokal dapat terjadi karena adanya kesamaan
pandangan spiritual, pandangan hidup, dan tujuan hidup.
c) Budaya lokal menjadi media dalam penyebaran agama Islam, sehingga agama Islam
dan budaya lokal dapat saling mempengaruhi satu sama lain. Dengan demikian, akan
terlahir budaya baru dari integrasi antara budaya Islam dengan budaya lokal yang akan
menjadi ciri khas di suatu daerah.
d) Ditinjau dari sudut agama Islam, tradisi lokal yang ada di dalam masyarakat
merupakan percampuran antara beberapa aspek agama seperti Hindu, Budha, dan
animisme. Menurut pandangan Islam, umat muslim dalam menyikapi tradisi lokal
yang diterapkan dalam kehidupan masyarakat, hendaknya mendahulukan dalil-dalil
yang terdapat dalam Al-Qur’an dan Hadist daripada tradisi tersebut. Bukan berarti
Islam melarang adanya tradisi lokal dalam masyarakat, hanya saja hal ini membuat
umat Islam harus lebih selektif dalam memilah tradisi lokal yang tidak sesuai dengan
ajaran agama Islam, yang dikarena tradisi-tradisi tersebut bertentangan dengan Al-
Qur’an dan Hadist.

Daftar Pustaka

Arif, S. (2014, Mei). Filsafat Islam antara Tradisi dan Kontroversi. Jurnal Tsaqafah, X, 1-22.
Hemawan, J. (2014, November). Pengaruh Agama islam terhadap Kebudayaan dan Tradisi
Jawa di Kecamatan Singorojo Kabupaten Kendal. Jurnal Ilmiah Pendidikan Sejarah
IKIP Veteran Semarang, II, 44-57.
Kastolani, & Yusof, A. (2016, Agustus). Relasi Islam dan Budaya Lokal Studi Tentang
Tradisi Nyadran di Desa Sumogawe Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang.
Kontemplasi, IV, 51-74.
Khairuddin, M. (2015, Juli). Tradisi Selametan Kematian dalam Tinjauan Hukum Islam dan
Budaya. Jurnal Penelitian Keislaman, XI, 173-192.

8
Kuswanjono, A. (2016, Agustus). Hakikat Ilmi dalam Pemikiran Islam. Jurnal Filsafat, XXVI,
291-320.
Latif, M. (2014). Orientasi ke Arah Pemahaman Filsafat Ilmu. Jakarta: Kencana.
Marzuki. (2006). Tradisi dan Budaya Masyarakat Jawa dalam Perspektif Islam. Kajian
Masalah Pendidikan dan Ilmu Sosial.
Pamil, J. (2012). Transformasi Filsafat Yunani ke Dunia Islam dan Kemunculan Filsafat
Islam. Jurnal Pemikiran Islam, 103-112.
Rohmah, N. (2015). Akulturasi Islam dengan Budaya Lokal (Memahami Nilai-Nilai Ritual
Maulid Nabi di Pekalongan). Jurnal Studi Islam dan Sosial, IX, 1-19.
Widiana, N. (2015, Desember). Pergumulan Islam dengan Budaya Lokal. Teologia, XXVI,
198-215.
Yanti, F. (2013, Juni). Pola Komunikasi Islam terhadap Tradisi Heterodoks (Studi Kasus
Tradisi Ruwatan). Analisis, XIII, 201-220.

You might also like