You are on page 1of 9

Udayana Mengabdi 9 (2): 92 - 100 ISSN : 1412-0925

PENTINGNYA PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA GUNA


MEREVITALISASI KETAHANAN BANGSA

E. Dewi Yuliana
Universitas Hindu Indonesia Denpasar

ABSTRACT

Character education to revitalize the nation’s resilience of nations must be done immediately, because many
multi-dimensional crisis are faced by the Indonesian people. Multi-dimensional crisis are attributed by the
changing dynamics of world order with the strengthening of globalization. They are also caused by modernization,
industrialization, regional autonomy , environmental, moral and intellectual degradations, the potential for conflict
between groups (race, ethnicity, religion), as well as by infrastructure Nationality, statehood, and crisis-prone society.
Character education aims to optimize the cargo-load of good character and positive (traits, attitudes, and behavior
of nobility that became a strong grip and the authorized individual and the nation’s future development. Education
is considered very important character both at various levels and occasions, also begins at home, school, up to
life in society. Planting the values and spirit implied in Pancasila and Unity in diversity can be developed into a
reality in strengthening the national identity. It can be an inspiration to the strengthening of national character
education. Thus, the future progress of the nation, especially in matters of national character education should be
borne jointly by both countries, communities, and all components of the nation Indonesia.

Keywords: education, national character, revitalization, and the resilience of nations.

PENDAHULUAN kesenjangan-kesenjangan sosial, ekonomi, dan budaya


dalam masyarakat. Kesenjangan-kesenjangan tersebut
Pembicaraan dan wacana tentang membangun menyimpan potensi konflik baik horizontal maupun
kembali karakter (watak) guna revitalisasi ketahanan vertikal yang mampu menggerus nilai-nilai luhur dari
bangsa telah memenuhi ruang publik selama ini. karakter bangsa khususnya bangsa Indonesia.
Perubahan-perubahan dramatis, cepat, berjangka Penataan kembali pendidikan karakter bangsa
panjang, dan berdampak luas dalam kehidupan yang diperlukan tidak hanya karena infrastruktur kebangsasaan,
diakibatkan baik oleh industrialisasi, modernisasi dan kenegaraan, dan kemasyarakatan yang rawan krisis,
terlebih-lebih arus globalisasi yang menghantam bangsa melainkan juga karena dinamika perubahan tatanan
Indonesia, pada gilirannya menimbulkan disorientasi dunia dengan semakin menguatnya arus globalisasi
sosial dan kultural. (arus orang, modal, barang, jasa, informasi, gaya hidup,
Gaya hidup masa kini pada dasarnya mencerminkan nilai-nilai, budaya, lintas batas negara). Globalisasi,
dominasi dari paragigma kehidupan modern yang otonomi daerah, ketersediaan sumberdaya alam secara
semakin berpusat pada manusia (anthroposentrisme). terbatas, degradasi lingkungan, degradasi moral dan
Paradigma ini telah menggiring bangsa-bangsa di dunia, intelektual serta potensi konflik antar kelompok (ras,
termasuk Indonesia, pada gairah eksploitasi sumberdaya suku, agama) telah menciptakan berbagai krisis multi
secara berlebihan dengan kurang memperhatikan dimensi dalam konteks yang komplek.
kelestarian lingkungan hidup dan nilai-nilai luhur Berbagai krisis multi dimensi yang dihadapi bangsa
yang hidup di masyarakat. Hubungan antara manusia Indonesia perlu dipandang sebagai tantangan untuk
dengan alam diwarnai oleh egoisme manusia untuk melakukan tatanan kembali terhadap pendidikan
mengeksploitasi, menguasai, dan mengendalikan. karakter bangsa menuju ke arah yang lebih baik, yaitu
Egoisme tersebut tumbuh subur baik dalam masyarakat peradaban yang mampu membawa kehidupan bangsa ke
yang individualistik maupun komunalistik dan telah arah yang semakin berkualitas dan bermakna. Kualitas
mampu mendorong kemajuan teknologi, hingga dan kebermaknaan hidup sangat diperlukan untuk
mencapai satu taraf yang di satu sisi semakin mendorong menjaga fungsionalitas kehidupan dan kemanusiaan.
kemajuan ipteks dan di sisi yang lain telah menciptakan Karena itulah perlu kiranya kembali berbicara tentang

92
Pentingnya Pendidikan Karakter Bangsa Guna Merevitalisasi Ketahanan Bangsa [E. Dewi Yuliana]

pendidikan karakter yang membawa konsekuensi sosial masih terus potensial tumbuh karena berbagai
perlunya penguatan agama, budaya, identitas, dan faktor seperti politik, sosial, budaya dan agama yang
peradaban yang memperkokoh karakter bangsa dan masih rawan. Hasilnya, tidak heran kalau sebagai
visi kebangsaan guna merevitalisasi ketahanan bangsa. orang Indonesia, misalnya, hampir dalam setiap kali
Wacana dan harapan tentang perlunya pembentukan memperingati Hari Kebangkitan Nasional menyatakan
kembali karakter/watak bangsa, mengingatkan pada tidak lagi memiliki kebanggaan sebagai orang Indonesia
ungkapan Presiden pertama Republik Indonesia, (having no pride as Indonesians). Rasa kebanggaan
Soekarno, tentang ”nation and character building” nasional ini semakin terpuruk saja, ketika bangsa
kembali menemukan relevansinya. Indonesia masih tidak mampu saja membereskan
negaranya. Pejabat-pejabat tinggi Malaysia bahkan
KARAKTER BANGSA TERKOYAK OLEH pernah mengajari Amien Rais sewaktu masih menjabat
KRISIS MULTIDEMENSI Ketua MPR RI untuk tidak mencampuri urusan mereka
ketika mengkritik hukuman cambuk bagi TKI illegal
Pendidikan karakter mutlak harus direvitalisasi yang tertangkap dengan ungkapan “don’t mess up with
kembali. Hal tersebut dikemukakan mengingat our business, mind your own messy house”. Ada kepedihan
dekandensi moral di era globalisasi dewasa ini, dinilai mendalam di sini, meski bisa terkesan sedikit simplistis
telah sangat mengkhawatirkan. Ini juga merupakan dan menyederhanakan masalah, hilangnya kebanggaan
bentuk-bentuk liberalisasi budaya. Karenanya, agar sebagai bangsa karena berbagai krisis sosial itu dalam
masyarakat dapat terjaga dari serangan budaya skala besar bersumber dari terjadinya krisis dalam watak
yang tidak sesuai dengan norma-norma budaya dan karakter bangsa.
Pancasila sebagai moral bangsa, pendidikan karakter Banyak orang mengalami disorientasi identitas
perlu di revitalisasi. Suka atau tidak suka, saat ini bukan hanya karena menghadapi krisis ekonomi,
bangsa Indonesia sedang berada di tengah pusaran tetapi juga karena serbuan globalisasi nilai-nilai dan
hegemoni dunia. Kemajuan ilmu pengetahuan dan gaya hidup yang tidak selalu kompatibel dengan nilai-
teknologi tidak hanya menghadirkan kemudahan nilai dan norma-norma agama, sosial-budaya nasional
dan kenyamanan hidup bagi manusia, tetapi juga dan lokal Indonesia. Sebagai contoh, gaya hidup
mengundangsejumlahpermasalahanbaru. hedonistik, materialistik dan permissif sebagaimana
Kondisi karakter atau watak manusia saat ini, banyak ditayangkan dalam telenovela dan sinetron pada
khususnya bangsa Indonesia kelihatan mengalami berbagai saluran TV Indonesia, hanya mempercepat
disorientasi identitas. Karena itu, harapan dan seruan disorientasi dan dislokasi keluarga dan rumahtangga.
dari berbagai kalangan untuk pembangunan kembali Akibatnya, tidak heran kalau banyak anak-anak yang
watak atau karakter kemanusiaan menjadi semakin keluar dari keluarga dan rumahtangga hampir tidak
meningkat dan nyaring. Pada tingkat internasional, memiliki watak dan karakter. Banyak di antara anak-
kesejahteraan, hidup layak, dan perdamaian masih jauh anak yang alim dan bajik di rumah, tetapi nakal di
dari apa yang diharapkan, bahkan saat ini masih banyak sekolah, terlibat dalam tawuran, penggunaan obat-obat
konflik, kekerasan dan perang di berbagai bagian bumi. terlarang, pergaulan bebas, dan bentuk-bentuk tindakan
Pada level bangsa (nation) Indonesia, harus segera kriminal lainnya, seperti penodongan, pencopetan,
diakui bahwa tidaklah sepenuhnya dalam keadaan pencurian, dan sebagainya. Inilah anak-anak yang bukan
inorder, bahkan sebaliknya dalam banyak segi masih hanya tidak memiliki kebajikan (righteousness) dan inner
dalam kondisi disorder. beauty dalam karakternya, tetapi malah mengalami
Sementara itu, kondisi ekonomi belum sepenuhnya kepribadian terbelah (split personality).
membaik, meski mobil-mobil mewah built up semakin Sekolah menjadi seolah tidak berdaya menghadapi
banyak melintasi jalan raya dan orang yang mengakhiri kenyataan ini dan sekolah selalu menjadi kambing
hidupnya dengan sengaja karena tidak tahan dengan hitam dari merosotnya watak dan karakter bangsa.
kelaparan pun meningkat. Kehidupan sangat kontras Padahal, sekolah sendiri menghadapi berbagai masalah
yang mengerikan, bahkan lebih mengerikan lagi, berat menyangkut kurikulum yang overload, fasilitas
Indonesia masih saja terancam disintegrasi sosial yang tidak memadai, kesejahteraan guru dan tenaga
dan politik baik secara vertikal maupun horizontal. kependidikan yang rendah. Menghadapi beragam
Benih-benih disintegrasi, konflik-konflik dan kekerasan masalah ini sekolah seolah kehilangan ”relevansinya

93
Udayana Mengabdi Volume 9 Nomor 2 Tahun 2010

dengan pembentukan karakter”. Sekolah, sebagai memiliki kesalehan individual formal dan kesalehan
konsekuensinya, lebih merupakan sekadar tempat bagi komunal-sosial, dan sekaligus berkeadaban (civility)
transfer of knowledge daripada character building, tempat dalam lingkup civil society, menghargai keragaman dan
pengajaran daripada pendidikan. kehidupan multikultural, dan memiliki perspektif lokal,
Sisi lainnya yang dapat dilihat adalah bahwa nasional dan sekaligus global. Daftar ciri-ciri ideal ini
pendidikan masih menjadi alat kekuasaan negara, tentu saja masih bisa ditambah lagi.
dimana sekolah dijadikan sebagai institusi instrumental Keadaban (civility) ini penting ditekankan. Karena
dari negara dan mengabdi kepada kepentingan politik dalam beberapa tahun terakhir masyarakat kita
sesaat siapapun pemegang pemerintahan. Hal itu cenderung semakin kehilangan “keadaban” (civility).
tercermin karena kurang cermatnya membuat sebuah Kita menyaksikan amuk massa, tawuran kini tidak
grand design pendidikan nasional, sehingga selalu lagi hanya terjadi di lingkungan pelajar dan kampung,
muncul masalah kurikulum, sampai-sampai ada tetapi juga antar mahasiswa bahkan di lingkungan satu
ungkapan ganti menteri ganti kebijakan, ganti menteri perguruan tinggi. Merosotnya keadaban ini juga bisa
ganti kurikulum. disaksikan pada berbagai kalangan masyarakat lainnya,
Kenyataan lain menunjukkan bahwa kekuatan pasar sejak semakin meluasnya KKN melalui “desentralisasi”
telah menerobos dunia pendidikan di tanah air, sehingga korupsi yang menumpang pada desentralisasi dan
muncul privatisasi sekolah dan komersialisasi pendidikan otonomi daerah.
yang menjadikan sekolah mahal. Bukan hanya itu, Banyak anak bangsa telah kehilangan “rasa malu”,
inilah salah satu muatan yang diteriaki orang sebagai sehingga keadabannya hampir tidak terlihat sama sekali.
bentuk-bentuk liberalisme baru atau neoliberalisme. Bisa dipastikan, kenyataan ini merupakan gejala terjelas
Maraknya privatisasi dan industrialisasi sekolah serta dari krisis sosial yang semakin parah dalam masyarakat
ketidakmampuan negara dalam memastikan pendidikan kita. Karena itulah perlu kiranya kembali berbicara
bermutu yang terjangkau bagi semua warga negara tentang pendidikan karakter bangsa guna merevitalisasi
menyebabkan timbulnya semacam pengelompokan atau ketahanan bangsa.
faksionalisasi siswa di sekolah-sekolah, menurut latar
belakang sosio-ekonomi, agama dan etnisitas. MEMBENTUK PENDIDIKAN KARAKTER
Teknologi multi media yang berubah begitu cepat, YANG EFEKTIF
selain makin memudahkan dalam pencarian informasi,
teknologi ini juga memiliki kekayaan muatan yang tidak Berbagai macam krisis multi dimensi yang dihadapai
terbatas, baik ragam maupun kemudahan mengaksesnya. oleh bangsa Indonesia menyebabkan terjadinya krisis
Tetapi di balik semua itu, juga sangat potensial untuk identitas karakter bangsa, hal ini memunculkan wacana
mengubah gaya hidup seseorang. Bahkan dengan dan harapan tentang perlunya dibangkitkan kembali
mudah dapat merambah ke pintu-pintu keluarga yang pembentukan watak bangsa. Hal ini senada dengan
semula dibangun dengan kesantunan atau ke dalam ungkapan Presiden pertama Republik Indonesia,
bilik-bilik keluarga yang semula sarat dengan norma Soekarno tentang ”nation and character building”, kini
susila. kembali menemukan relevansinya.
Semakin derasnya arus globalisasi yang membawa Berbicara tentang pendidikan karakter, sebaiknya
berbagai bentuk dan ekspresi budaya global merupakan dimulai dengan ungkapan indah Phillips dalam The
faktor tambahan penting yang mengakibatkan pengikisan Great Learning (2000): “If there is righteousness in the
watak bangsa berlangsung semakin lebih cepat dan luas. heart, there will be beauty in the character; if there is beauty
Akibat lebih lanjut, krisis watak bangsa menimbulkan in the character, there will be harmony in the home; if there
disrupsi dan dislokasi dalam kehidupan sosial dan is harmony in the home, there will be order in the nation;
kultural bangsa, sehingga dapat mengancam integritas if there is order in the nation, there will be peace in the
dan ketahanan bangsa secara keseluruhan. Padahal, yang world”.
diharapkan adalah terciptanya masyarakat Indonesia Arti penting dari pendidikan karakter adalah
yang memiliki jati diri (identitas) dan ketahanan, mengoptimalkan muatan-muatan karakter yang baik
berkepribadian dan berkarakter yang tangguh, berpegang dan positif (baik sifat, sikap, dan perilaku budi luhur,
teguh pada nilai-nilai demokratis, menghargai tinggi law akhlak mulia) yang menjadi pegangan kuat dan modal
and order, berkeadilan (sosial, politik, dan ekonomi); dasar pengembangan individu dan bangsa nantinya.

94
Pentingnya Pendidikan Karakter Bangsa Guna Merevitalisasi Ketahanan Bangsa [E. Dewi Yuliana]

Dunia barat pun sudah sejak lama menyadari betapa sebagaimana terlihat dalam pernyataan Phillips (2000)
ilmu pengetahuan tanpa karakter menjadi tidak berarti. bahwa pendidikan karakter haruslah melibatkan semua
Goleman (2008) menyatakan betapa kepribadian pihak, (1) rumahtangga dan keluarga, (2) sekolah,
manusia mendominasi 80 persen dari kehidupan dan (3) lingkungan sekolah lebih luas (masyarakat).
seseorang, dibanding dengan 20 persen kecerdasan Karena itu, langkah pertama yang harus dilakukan
otaknya semata-mata. Para teknokrat di dunia barat adalah menyambung kembali hubungan dan educational
sudah sadar bahwa betapa pun sebuah kemajuan networks yang nyaris terputus antara ketiga lingkungan
dicapai, dapat menjadi perusak bila tidak dibekali pendidikan ini. Pembentukan watak dan pendidikan
dengan perimbangan karakter yang di dalamnya karakter tidak akan berhasil selama antara ketiga
menggabungkan kaidah-kaidah etika, moral dan agama. lingkungan pendidikan tidak ada kesinambungan dan
Karena itu, pendidikan yang sekarang ini dijalankan harmonisasi.
oleh bangsa Indonesia, harus dapat memberikan andil Rumahtangga dan keluarga sebagai lingkungan
dalam pembentukan karakter bangsa, akan lebih mudah pembentukan watak dan pendidikan karakter pertama
jika pembelajaran karakter itu direvitalisasi melalui dan utama mestilah diberdayakan kembali. Sebagaimana
pendidikan. disarankan Philips (2000), keluarga hendaklah kembali
Pendidikan karakter sebenarnya dapat diaktualisasikan menjadi school of love, sekolah untuk kasih sayang atau
melalui cita-cita dan tujuan nasional bangsa Indonesia tempat belajar yang penuh cinta sejati dan kasih sayang.
yang di dalamnya mencakup usaha mencerdaskan Keluarga merupakan basis dari bangsa, dan karena itu
kehidupan bangsa. Hal ini diimplementasikan dengan keadaan keluarga sangat menentukan keadaan bangsa
membangun manusia Indonesia yang cerdas dan itu sendiri.
berbudaya. Pengertian cerdas harus dimaknai, bukan Keluarga yang baik memiliki empat ciri. Pertama,
saja sebagai kemampuan dan kapasitas untuk menguasai keluarga yang memiliki semangat (motivasi) dan
ilmu pengetahuan, budaya serta kepribadian yang kecintaan untuk mempelajari dan menghayati ajaran-
tangguh akan tetapi juga memiliki kecerdasan emosional ajaran agama dengan sebaik-baiknya untuk kemudian
yang dengan bahasa umum disebut sebagai berkarakter mengamalkan dan mengaktualisasikannya dalam
mulia atau berbudi luhur, berakhlak mulia. Sedangkan kehidupan sehari-hari. Kedua, keluarga di mana setiap
berbudaya memiliki makna sebagai kemampuan dan anggotanya saling menghormati dan menyayangi,
kapasitas untuk menangkap dan mengembangkan saling asah dan asuh. Ketiga, keluarga yang dari
nilai-nilai moral dan kemanusiaan yang beradab dalam segi nafkah (konsumsi) tidak serakah dalam usaha
sikap dan tindakan berbangsa dan bernegara (karakter mendapatkannya, sederhana atau tidak konsumtif
bangsa) dengan penuh tanggung jawab. dalam pembelanjaan. Keempat, keluarga yang sadar
Berhadapan dengan berbagai masalah dan tantangan, akan kelemahan dan kekurangannya, dan karena itu
pendidikan nasional pada saat yang sama (masih) selalu berusaha meningkatkan ilmu dan pengetahuan
tetap memikul peran multidimensi. Berbeda dengan setiap anggota keluarganya melalui proses belajar dan
peran pendidikan pada negara-negara maju, yang pada pendidikan seumur hidup (life long learning).
dasarnya lebih terbatas pada transfer ilmu pengetahuan, Sedangkan pendidikan karakter melalui sekolah,
peranan pendidikan nasional di Indonesia memikul tidak semata-mata pembelajaran pengetahuan semata,
beban lebih berat Pendidikan berperan bukan hanya tatapi lebih dari itu, yaitu penanaman moral, nilai-nilai
merupakan sarana transfer ilmu pengetahuan saja, tetap etika, estetika, budi pekerti yang luhur. Pemberian
lebih luas lagi sebagai pembudayaan (enkulturisasi) yang penghargaan (prizing) kepada yang berprestasi, dan
tentu saja hal terpenting dan pembudayaan itu adalah hukuman kepada yang melanggar, menumbuhsuburkan
pembentukan karakter dan watak bangsa (nation and (cherising) nilai-nilai yang baik dan sebaliknya mengecam
character building), yang pada gilirannya sangat krusial, dan mencegah (discowaging) berlakunya nilai-nilai
dalam bahasa lebih populer menuju rekonstruksi negara yang buruk. Selanjutnya menerapkan pendidikan
dan bangsa yang lebih maju dan beradab. berdasarkan karakter (characterbase education) dengan
Pendidikan karakter merupakan langkah penting dan menerapkan ke dalam setiap pelajaran yang ada di
strategis dalam membangun kembali jati diri bangsa samping mata pelajaran khusus untuk mendidik
dan menggalang pembentukan masyarakat Indonesia karakter, seperti pelajaran Agama, Sejarah, Moral
baru. Tetapi penting untuk segara dikemukakan Pancasila dan kebudayaan asli bangsa Indonesia.

95
Udayana Mengabdi Volume 9 Nomor 2 Tahun 2010

Di sisi lain tidak kalah pentingnya pendidikan mereka senangi. Sedangkan etika mengacu kepada hal-
di masyarakat, lingkungan masyarakat juga sangat hal tentang dan justifikasi terhadap tingkah laku yang
mempengaruhi terhadap karakter dan watak seseorang. pantas berdasarkan standar-standar yang berlaku dalam
Lingkungan masyarakat luas sangat mempengaruhi masyarakat, baik yang bersumber dari agama, adat
terhadap keberhasilan penanaman nilai-nilai etika, estetika istiadat, nilai, norma dan sebagainya. Standar-standar
untuk pembentukan karakter. Situasi kemasyarakatan itu adalah nilai-nilai moral atau akhlak tentang tindakan
dengan sistem nilai yang dianutnya, mempengaruhi mana yang baik dan mana yang buruk.
sikap dan cara pandang masyarakat secara keseluruhan. Selanjutnya menurut Lickona (2007) terdapat
Lingkungan masyarakat luas jelas memiliki pengaruh 11 prinsip agar pendidikan karakter dapat berjalan
besar terhadap keberhasilan penanaman nilai-nilai efektif : (1) kembangkan nilai-nilai etika inti dan
estetika dan etika untuk pembentukan karakter. Sistem nilai-nilai kinerja pendukungnya sebagai fondasi
nilai yang dianutnya, mempengaruhi sikap dan cara karakter yang baik, (2) definisikan ’karakter’ secara
pandang masyarakat secara keseluruhan. Jika sistem nilai komprehensif yang mencakup pikiran, perasaan, dan
dan pandangan mereka terbatas pada “kini dan di sini”, perilaku, (3) gunakan pendekatan yang komprehensif,
maka upaya dan ambisinya terbatas pada kini dan di sini disengaja, dan proaktif dalam pengembangan karakter,
pula. Selanjutnya lingkungan masyarakat mengemban (4) ciptakan komunitas sekolah yang penuh perhatian,
tanggung jawab bersama dalam menegakkan nilai-nilai (5) beri siswa kesempatan untuk melakukan tindakan
yang baik dan mencegah nilai-nilai yang buruk. moral, (6) buat kurikulum akademik yang bermakna
Anak-anak sebagai penerus bangsa apabila dan menantang yang menghormati semua peserta
datang dari keluarga baik yang memiliki ke empat ciri didik, mengembangkan karakter, dan membantu siswa
seperti yang telah diuraikan di atas, maka anak-anak untuk berhasil, (7) usahakan mendorong motivasi
tersebut telah memiliki potensi dan bekal yang memadai diri siswa, (8) libatkan staf sekolah sebagai komunitas
untuk mengikuti proses pembelajaran di sekolah. Sekali pembelajaran dan moral yang berbagi tanggung
lagi, sekolah seperti sudah sering dikemukakan banyak jawab dalam pendidikan karakter dan upaya untuk
orang, seyogianya tidak hanya menjadi tempat belajar, mematuhi nilai-nilai inti yang sama yang membimbing
namun sekaligus juga tempat memperoleh pendidikan, pendidikan siswa, (9) tumbuhkan kebersamaan dalam
termasuk pendidikan watak dan pendidikan nilai. kepemimpinan moral dan dukungan jangka panjang
Sekolah, pada hakikatnya bukanlah sekedar tempat bagi inisiatif pendidikan karakter, (10) libatkan keluarga
“transfer of knowledge” belaka. Seperti dikemukakan dan anggota masyarakat sebagai mitra dalam upaya
Fraenkel (1977), sekolah tidaklah semata-mata tempat pembangunan karakter, (11) evaluasi karakter sekolah,
di mana guru menyampaikan pengetahuan melalui fungsi staf sekolah sebagai pendidik karakter, dan sejauh
berbagai mata pelajaran. Sekolah juga adalah lembaga mana siswa memanifestasikan karakter yang baik.
yang mengusahakan usaha dan proses pembelajaran Dalam pendidikan karakter penting sekali
yang berorientasi pada nilai (value-oriented enterprise). dikembangkan nilai-nilai etika inti seperti kepedulian,
Lebih lanjut, John Childs (dalam Fraenkel, 1977) kejujuran, keadilan, tanggung jawab, dan rasa hormat
menyatakan, bahwa organisasi sebuah sistem sekolah terhadap diri dan orang lain bersama dengan nilai-
dalam dirinya sendiri merupakan sebuah usaha moral nilai kinerja pendukungnya seperti ketekunan,
(moral enterprise), karena sekolah merupakan usaha etos kerja yang tinggi, dan kegigihan--sebagai basis
sengaja masyarakat manusia untuk mengontrol pola karakter yang baik. Sekolah harus berkomitmen untuk
perkembangannya. mengembangkan karakter peserta didik berdasarkan
Pembentukan watak dan pendidikan karakter melalui nilai-nilai dimaksud, mendefinisikannya dalam
sekolah, dengan demikian, tidak bisa dilakukan semata- bentuk perilaku yang dapat diamati dalam kehidupan
mata melalui pembelajaran pengetahuan, tetapi adalah sekolah sehari-hari, mencontohkan nilai-nilai itu,
melalui penanaman atau pendidikan nilai-nilai. Apakah mengkaji dan mendiskusikannya, menggunakannya
nilai-nilai tersebut? Secara umum, kajian-kajian tentang sebagai dasar dalam hubungan antarmanusia, dan
nilai biasanya mencakup dua bidang pokok yaitu mengapresiasi manifestasi nilai-nilai tersebut di sekolah
estetika dan etika (akhlak, moral, budi pekerti). Estetika dan masyarakat. Yang terpenting, semua komponen
mengacu kepada hal-hal tentang dan justifikasi terhadap sekolah bertanggung jawab terhadap standar-standar
apa yang dipandang manusia sebagai “indah”, apa yang perilaku yang konsisten sesuai dengan nilai-nilai inti.

96
Pentingnya Pendidikan Karakter Bangsa Guna Merevitalisasi Ketahanan Bangsa [E. Dewi Yuliana]

Karakter yang baik mencakup pengertian, kepedulian, sampai sejauh mana sekolah menjadi komunitas yang
dan tindakan berdasarkan nilai-nilai etika inti. lebih peduli dan saling menghargai? (2) Pertumbuhan
Karenanya, pendekatan holistik dalam pendidikan staf sekolah sebagai pendidik karakter : sampai sejauh
karakter berupaya untuk mengembangkan keseluruhan mana staf sekolah mengembangkan pemahaman tentang
aspek kognitif, emosional, dan perilaku dari kehidupan apa yang dapat mereka lakukan untuk mendorong
moral. Siswa memahami nilai-nilai inti dengan pengembangan karakter? (3) Karakter siswa : sejauh
mempelajari dan mendiskusikannya, mengamati mana siswa memanifestasikan pemahaman, komitmen,
perilaku model, dan mempraktekkan pemecahan dan tindakan atas nilai-nilai etis inti? Hal seperti
masalah yang melibatkan nilai-nilai. Siswa belajar itu dapat dilakukan di awal pelaksanaan pendidikan
peduli terhadap nilai-nilai inti dengan mengembangkan karakter untuk mendapatkan baseline dan diulang lagi
keterampilan empati, membentuk hubungan yang di kemudian hari untuk menilai kemajuan.
penuh perhatian, membantu menciptakan komunitas Pembentukan watak melalui sekolah merupakan
bermoral, mendengar cerita ilustratif dan inspiratif, dan usaha mulia yang mendesak untuk dilakukan. Bahkan,
merefleksikan pengalaman hidup. kalau kita berbicara tentang masa depan, sekolah
Sekolah yang telah berkomitmen untuk bertanggungjawab bukan hanya dalam mencetak
mengembangkan karakter melihat diri mereka sendiri peserta didik yang unggul dalam ilmu pengetahuan
melalui lensa moral, untuk menilai apakah segala dan teknologi, tetapi juga dalam jati diri, karakter dan
sesuatu yang berlangsung di sekolah mempengaruhi kepribadian. Hal ini relevan dan kontekstual bukan
perkembangan karakter siswa. Pendekatan yang hanya di negara-negara yang tengah mengalami krisis
komprehensif menggunakan semua aspek persekolahan watak seperti Indonesia, tetapi juga bagi negara-negara
sebagai peluang untuk pengembangan karakter. Ini maju sekalipun (Fraenkel, 1977; Kirschenbaum dan
mencakup apa yang sering disebut dengan istilah Simon, 1974). Usaha pembentukan watak melalui
kurikulum tersembunyi, hidden curriculum (upacara sekolah, selain dengan pendidikan karakter di atas,
dan prosedur sekolah; keteladanan guru; hubungan secara berbarengan dapat pula dilakukan melalui
siswa dengan guru, staf sekolah lainnya, dan sesama pendidikan nilai dengan langkah-langkah sebagai
mereka sendiri; proses pengajaran; keanekaragaman berikut .
siswa; penilaian pembelajaran; pengelolaan lingkungan Pertama, menerapkan pendekatan “modelling” atau
sekolah; kebijakan disiplin) dan kurikulum akademik, “exemplary”. Yakni mensosialisasikan dan membiasakan
academic curriculum (mata pelajaran inti, termasuk lingkungan sekolah untuk menghidupkan dan
kurikulum kesehatan jasmani), dan program-program menegakkan nilai-nilai akhlak dan moral yang benar
ekstrakurikuler, extracurricular programs (tim olahraga, melalui model atau teladan. Setiap guru dan tenaga
klub, proyek pelayanan, dan kegiatan-kegiatan setelah kependidikan lain di lingkungan sekolah hendaklah
jam sekolah). mampu menjadi “model” yang hidup (living exemplary)
Di samping itu, sekolah dan keluarga perlu bagi setiap peserta didik. Mereka juga harus terbuka dan
meningkatkan efektivitas kemitraan dengan merekrut siap untuk mendiskusikan dengan peserta didik tentang
bantuan dari komunitas yang lebih luas (bisnis, berbagai nilai-nilai yang baik tersebut.
organisasi pemuda, lembaga keagamaan, pemerintah, Kedua, menjelaskan atau mengklarifikasikan kepada
dan media) dalam mempromosikan pembangunan peserta didik secara terus menerus tentang berbagai nilai
karakter. Kemitraan sekolah-orang tua ini dalam yang baik dan yang buruk. Usaha ini bisa dibarengi pula
banyak hal sering kali tidak dapat berjalan dengan baik dengan langkah-langkah seperti memberi penghargaan
karena terlalu banyak menekankan pada penggalangan (prizing) dan menumbuhsuburkan (cherising) nilai-nilai
dukungan finansial, bukan pada dukungan program. yang baik dan sebaliknya mengecam dan mencegah
Berbagai pertemuan yang dilakukan tidak jarang (discouraging) berlakunya nilai-nilai yang buruk.
terjebak kepada sekadar tawar-menawar sumbangan, Menegaskan nilai-nilai yang baik dan buruk secara
bukan bagaimana sebaiknya pendidikan karakter terbuka dan kontinu, memberikan kesempatan kepada
dilakukan bersama antara keluarga dan sekolah. peserta didik untuk memilih berbagai alternatif
Pendidikan karakter yang efektif harus menyertakan sikap dan tindakan berdasarkan nilai, melakukan
usaha untuk menilai kemajuan. Terdapat tiga hal penting pilihan secara bebas setelah menimbang dalam-dalam
yang perlu mendapat perhatian: (1) karakter sekolah : berbagai konsekuensi dari setiap pilihan dan tindakan,

97
Udayana Mengabdi Volume 9 Nomor 2 Tahun 2010

membiasakan bersikap dan bertindak atas niat dan dan mengabaikan toleransi serta simpati dan empati.
prasangka baik dan tujuan-tujuan ideal, membiasakan Akibatnya, seseorang menjadi rendah kepekaannya
bersikap dan bertindak dengan pola-pola yang baik yang dan hidupnya selalu was-was, tidak tenang, serba
diulangi secara terus menerus dan konsisten. takut yang pada hakikatnya tidak mampu membangun
Ketiga, menerapkan pendidikan berdasarkan karakter kebahagiaannya.
(character-based education). Hal ini bisa dilakukan Bentuk kemiskinan yang ketiga adalah kemiskinan
dengan menerapkan character-based approach ke spiritual, fitur utamanya adalah karena rendahnya iman.
dalam setiap mata pelajaran yang ada di samping mata Seseorang yang imannya rendah, hampir dipastikan
pelajaran-mata pelajaran khusus untuk pendidikan taqwanya rendah, begitu pula dengan karakter dan
karakter, seperti pelajaran agama, sejarah, Pancasila dan akhlaknya. Seseorang yang karakternya serta akhlaknya
sebagainya. Memandang kritik terhadap mata pelajaran- rendah, mengakibatkan miskin hati nurani, miskin
mata pelajaran terakhir ini, maka perlu dilakukan kepedulian dan miskin keikhlasan hati dan tentu saja
reorientasi baik dari segi isi/muatan dan pendekatan, miskin iman dan moral. Jika ketiga kemiskinan tersebut
sehingga mereka tidak hanya menjadi verbalisme dan menghinggapi seseorang, maka menjadi terintegrasi,
sekedar hapalan, tetapi betul-betul berhasil membantu wujudnya adalah kemiskinan makna hidup, yang da-
pembentukan kembali karakter bangsa. pat terjadi pada individu, masyarakat, golongan dan
bangsa. Seseorang koruptor bisa jadi sudha kaya dalam
PANCASILA SEBAGAI LANDASAN harta, ilmunya pun cukup, tetapi dipastikan mengalami
KARAKTER BANGSA kemiskinan emosional dan spiritual. Penjelasan tentang
makna-makna kemiskinan tersebut memberikan alasan
Visi kebangsaan yang kokoh dapat dibangun dengan betapa pendidikan karakter itu menjadi amat penting
menjaga kesinambungannya dengan sejarah dan akar dan memiliki kedudukan yang sentral. Kita tahu bahwa
budaya bangsa, yaitu Bangsa Indonesia yang dirintis pendidikan itu, intinya membuat seseorang lahir sebagai
sejak 102 tahun lalu, ketika bangkitnya era dengan manusia-manusia yang berkarakter baik, kuat di sam­
Kebangkitan Nasional yang dimotori oleh Dr. Soetomo ping cerdas secara akal.
dan Dr. Wahidin Soediro Hoesodo melalui Boedi Beranjak dari pemikiran di atas maka masa
Oetomo, dengan mengusung memerangi kemiskinan. depan kemajuan bangsa khususnya dalam persoalan
Kemiskinan mempunyai relevansi yang sangat kuat pendidikan karakter bangsa, hendaknya didahului
dengan karakter bangsa. Musuh laten manusia pada dengan pengentasan kemiskinan secara menyeluruh.
hakikatnya adalah kemiskinan, kebanyakan orang Tugas ini sebaiknya dipikul secara bersama baik oleh
membicarakan kemiskinan sebatas kemiskinan rasional. negara, masyarakat, dan semua komponen bangsa
Hal itu tidak salah, tetapi tidak seluruhnya tepat. Ada Indonesia. Harapan ini akan dapat terwujud jika tujuan
jargon bahwa ”bangsa yang miskin, akan tetap bodoh, mendasar berbangsa dan bernegara Indonesia senantiasa
dan bangsa yang bodoh selamanya akan miskin”. Oleh dicita-citakan oleh segenap anggota masyarakat dan
karena itu semua golongan harus mau dan mampu komponen bangsa dari generasi ke generasi dan
mengentaskan kemiskinan, baik hal itu menyangkut diupayakan pencapaiannya secara menerus. Untuk
kemiskinan rasional, kemiskinan emosional dan itu diperlukan suatu ruang sosial yang kondusif dan
kemiskinan spiritual. Sebab sekali lagi, kemiskinan masyarakat yang semakin menguasai ilmu pengetahuan,
adalah musuh bangsa. teknologi, dan seni sehingga dapat membuka peluang
Kemiskinan rasional, adalah akibat dari rendahnya bagi dirinya untuk berpartisipasi secar optimal dalam
pikiran. Hal tersebut karena rendahnya penguasaan ilmu. membangun kemajuan bangsa. Dengan demikian
Akibatnya seseorang miskin dalam mengembangkan akan semakin banyak anggota masyarakat yang
kreatifitas, budidaya dan teknologi yang kemudian menjadi bagian dari solusi dan semakin sedikit anggota
membuat seseorang menjadi miskin harta dan materi. masyarakat yang menjadi bagian dari masalah.
Tegasnya, dalam kemiskinan rasional, tekanannya Atas dasar pemikiran di atas, maka berbagai
adalah kemiskinan harta dan materi. pemikiran, gagasan, dan aksi yang mengarah pada
Kemiskinan emosional, fitur-fitur utamanya merujuk pencapaian tujuan mendasar kehidupan berbangsa
kepada rendahnya rasa cinta dan kasih sayang kepada dan bernegara yang berkarakter perlu ditumbuhkan di
sesama, lebih mengedepankan egoisme, egoisitas berbagai kalangan baik di kalangan elit politik, kalangan

98
Pentingnya Pendidikan Karakter Bangsa Guna Merevitalisasi Ketahanan Bangsa [E. Dewi Yuliana]

guru dan akademisi, kalangan agama, kalangan profe- aksi implementasinya. Dengan demikian Pancasila akan
sional sipil dan militer, kalangan dunia usaha, kalangan dilahirkan kembali melalui iterasi aksi-refleksi yang
pers dan media, kalangan anggota masyarakat baik desa partisipatif melalui proses dialog bebas yang inspiratif
maupun kota. Terlibatnya berbagai kepentingan dalam dan konstektual dalm menunjang dan memberi arah
pendidikan karakter bangsa, menunjukkan perlunya pada pendidikan tentang karakter bangsa.
upaya serius untuk (1) melaksanakan pendidikan yang Dalam jangka yang panjang dapat diharapkan bahwa
berkaitan dengan penguatan karakter kebangsaan, (2) way of life bangsa Indonesi yaitu Pancasila akan semakin
menutup peluang bagiterkoyaknya karakter bangsa, (3) bersifat inklusif, terbuka, dan anthropokosmik. Melalui
membuka peluang bagi partisipasi yangmemperkuat proses yang dialogis tersebut semangat yang terkandung
karakter bangsa. Untuk itu diperlukan upaya-upaya yang dalam Pancasila menjadi senantiasa sesuai jamannya,
sistemik dan salah satu teknologi yang tersedia adalah aktualisasinya sesuai dengan konteks permasalahannya,
pendidikan dalam arti seluas-luasnya. Dalam hal ini dan dengan demikian tercipta harmonoi antara
kaitannya adalah dengan membangkitkan kembali nilai- kenyataan dengan arah yang menjadi cita-cita dan
nilai dan semangat yang telah dimiliki oleh bangsa In- keinginan bersama dalam suatu bingkai Bhineka Tunggal
donesia yaitu terkandung dalam Pancasila dan Bhineka Ika dalam menunjang pendidikan karakter bangsa.
Tunggal Ika dapat dijadikan landasan berpijak bagi pen- Melalui pendidikanlah kebiasaan-kebiasaan dalam
guatan kembali karakter bangsa yang telah mengalami penyelesaian konflik kepentingan, menyelesaikan
disorientasi akibat serbuaab arus globalisasi. permasalahan antara suatu pihak pertama dan pihak
Untuk menghindarkan sifat doktriner dari Pancasila kedua, dapat mengubah diri dari kecendrungan pada
selain sebagai ideologi bangsa juga sebagai identitas pola menang-kalah menjadi kecendrungan pada pola
bangsa, dalam penguatan kembali karakter bangsa menang-menang. Langkah bertahap perlu ditempuh
seyogianya aktualisasi Pancasila lebih diutamakan dalam untuk membangun realitas baru yang semakin inklusif
domain publik dan bukan dalam domain privat. Dalam yang mampu mencakup realitas-realitas yang berbeda-
domain publik perlu diutamakan sikap menghargai beda atau bahkan kelihatannya saling bertentangan.
keberagaman dalam semangat Bhineka Tunggal Ika Melalui teknologi pendidikan yang semakin me­
yang menghargai sinergi dan kerja sama. Pendekatan ningkat kualitasnya dari generasi ke generasi, iterasi
doktriner dalam menyelesaikan masalah dan konflik dalam membangun realitas insklusif dapat dilakukan
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan secara terus menerus sedemikian rupa sehingga aneka
bernegara perlu dihindarkan dan aktualisasi nilai-nilai ragam realitas dapat semakin tercakup dalam suatu
ke-Indonesiaan yang terkandung dalam Pancasila dicapai realitas insklusif yang baru. Sebagai misal realitas untuk
melalui dialog-dialog kontekstual yang meningkatkan memperkuat karakter bangsa melalui pendidikan yang
pemahaman bersama. berakar pada penanaman nilai-nilai yang terkandung
Dinamika dan kompleksitas globalisasi membawa dalam Pancasila dan Binneka Tunggal Ika dapat
konsekuensi bahwa pemahaman terhadap Pancasila per- dikembang lanjutkan menjadi realitas memperkuat
lu diperkaya dengan wawasan dimensi ruang dan waktu identitas jati diri bangsa tanpa memandang keberagaman
yang semakin luas. Dimensi ruang dan waktu yang luas dan ketidakberagaman. Selanjutnya, toleransi tersebut di
tersebut menampung keberadaan alam dan kehidupan atas seyogianya dapat berkembang lebih jauh menjadi
yang telah ada semenjak jutaan tahun yang lalu. toleransi antar umat kehidupan, suatu toleransi yang
Kenyataan ini membawa implikasi perlunya memaknai barangkali memerlukan evolusi budaya dalam ratusan
Pancasila sebagai petunjuk yang sangat prinsip yang tahun untuk melampui tahap-tahap yang diperlukan
bersifat terbuka, insklusif, dan anthropokosmik. Melalui untuk mencapai budaya kebersamaan mahluk hidup
dialog-dialog bebas yang partisipatif akan berkembang yang semakin harmonis.
pemaknaan-pemaknaan baru dan gagasan-gagasan baru
dalam memperbaiki proses kehidupan bermasyarakt, SIMPULAN
berbangsa, dan bernegara. Implementasi dari gagasan-
gagasan baru tersebut selanjutnya direfleksikan secara Penataan kembali pendidikan karakter bangsa harus
kritis dan hasil refleksi disintesakan lebih lanjut de­ngan segera dilakukan. Hal ini disebabkan oleh berbagai krisis
pandangan-pandangan baru melalui dialog-dialog yang multi dimensi yang dihadapi oleh bangsa Indonesia.
partisipatif. Hasil dialog ditindaklanjuti dengan aksi- Krisis multi dimensi selain disebabkan oleh infrastruktur

99
Udayana Mengabdi Volume 9 Nomor 2 Tahun 2010

kebangsasaan, kenegaraan, dan kemasyarakatan yang maka masa depan kemajuan bangsa khususnya dalam
rawan krisis, juga disebabkan karena adanya dinamika persoalan pendidikan karakter bangsa sebaiknya dipikul
perubahan tatanan dunia dengan semakin menguatnya secara bersama oleh negara, masyarakat, dan semua
arus globalisasi (arus orang, modal, barang, jasa, komponen bangsa Indonesia.
informasi, gaya hidup, nilai-nilai, budaya, lintas batas
negara). Globalisasi, modernisasi, industrialisasi, UCAPAN TERIMAKASIH
otonomi daerah, degradasi lingkungan, degradasi moral
dan intelektual serta potensi konflik antar kelompok Terimakasih kami sampaikan kepada ketua
(ras, suku, agama) telah menciptakan berbagai krisis Lembaga Pengabdian Kepada Masyarakat (LPM)
multi dimensi dalam konteks yang komplek yang Universitas Udayana beserta jajarannya, karena telah
membawa konsekuensi perlunya penataan kembali bersedia meluangkan media jurnal Pengabdian Kepada
pendidikan karakter bangsa. Wacana dan harapan Masyarakat “Udayana Mengabdi”, sehingga kami bisa
tentang perlunya pembentukan kembali karakter/watak ikut berpartisipasi di dalamnya. Terimakasih juga kami
bangsa, mengingatkan pada ungkapan Presiden pertama sampaikan kepada rekan-rekan, dan pihak lain atas
Republik Indonesia, Soekarno, tentang ”nation and partisipasinya sehingga tulisan ini dapat terselesaikan.
character building” kembali menemukan relevansinya.
Arti penting dari pendidikan karakter adalah DAFTAR PUSTAKA
mengoptimalkan muatan-muatan karakter yang baik
dan positif (baik sifat, sikap, dan perilaku budi luhur, Azra, Azyumardi. 2009. Agama, Budaya, dan Pendidikan Karakter
akhlak mulia) yang menjadi pegangan kuat dan modal Bangsa. (http://icmijabar.or.id).
dasar pengembangan individu dan bangsa nantinya. Fraenkel, Jack R. 1977. How to Teach about Values: An Analytical
Pembentukan watak dan pendidikan karakter dimulai Approach, Englewood, NJ: Prentice Hall.
dari rumah, melalui sekolah, dan dalam kehidupan Fromm. (2009). Identitas Diri Tidak Terlepas dari Identitas Sosial
sehari-hari di masyarakat, dengan demikian, tidak (http://idhamputra.wordpress.com).
bisa dilakukan semata-mata melalui pembelajaran Hawibowo, Singgih. 2006. Menggali Visi dan Paradigma
Pembangunan. Dalam Sutanto, Jusuf dan Tim (editor).
pengetahuan, namun juga harus melalui penanaman Revitalisasi Pertanian dan Dialog Peradaban. Penerbit Buku
atau pendidikan nilai-nilai. Secara umum, kajian-kajian Kompas. Jakarta.
tentang nilai biasanya mencakup dua bidang pokok Kinasih, Ayu Windy. 2007. Identitas Etnis Tionghoa di Kota Solo.
yaitu estetika dan etika (akhlak, moral, budi pekerti). Yogyakarta : Laboratorium Jurusan Ilmu Pemerintahan
Estetika mengacu kepada hal-hal tentang dan justifikasi Fisipol UGM.
terhadap apa yang dipandang manusia sebagai “indah”, Kirschenbaum, Howard and Sydney B. Simon. 1974. “Values
apa yang mereka senangi. Sedangkan etika mengacu and Futures Movement in Education”, dalam Alvin Toffler
kepada hal-hal tentang dan justifikasi terhadap tingkah (ed.), Learning for Tomorrow: The Role of the Future in
Education. New York: Random House.
laku yang pantas berdasarkan standar-standar yang
Lickona. 2007. Menata Ulang Pendidikan Karakter Bangsa.
berlaku dalam masyarakat, baik yang bersumber dari http://www.mediaindonesia.com.
agama, adat istiadat, nilai, norma dan sebagainya. Maunati, Yekti. 2006. Identitas Dayak : Komodifikasi dan Politik
Di sisi lain nilai-nilai dan semangat yang terkandung Kebudayaan. Yogyakarta : LKiS.
dalam Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika dapat menjadi Phillips, C. Thomas. 2000. Family as the School of Love. Makalah
inspirasi bagi penguatan identitas pendidikan karakter pada National Conference on Character Building, Jakarta,
bangsa dalam menghadapi krisis multidimensi. Dalam 25-26 Nopember, 2000.
jangka panjang dapat diharapkan bahwa way of life Widagdo, Badjoeri. 2009. Revitalitasi Pendidikan Karakter
bagsa Indonesia yaitu Pancasila akan semakin bersifat Bangsa. (http://www.hupelita.com/baca.php?id)
inklusif, terbuka, dan anthropokosmis. Dengan demikian Wolton, Dominique. 2007. Kritik atas Teori Komunikasi, Kajian
realitas untuk memperkuat karakter bangsa melalui dari Media Konvensional hingga Era Internet (terjemahan).
Yogyakarta : Kreasi Wacana.
pendidikan yang berakar pada penanaman nilai-nilai
yang terkandung dalam Pancasila dan Bhinneka
Tunggal Ika dapat dikembang lanjutkan menjadi realitas
memperkuat identitas jati diri bangsa tanpa memandang
keberagaman dan ketidakberagaman. Dengan demikian

100

You might also like