You are on page 1of 7

ISSN 1412-565X

TANTANGAN GLOBALISASI TERHADAP PEMBINAAN


WAWASAN KEBANGSAAN DAN CINTA TANAH AIR DI SEKOLAH

Oleh: Dasim Budimansyah


Dosen Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia

Abstract: The objective of this research is to describe some issues occurred in schools in regards of
the fast developing process of globalization towards students which is contributed by mass media;
television, how does this influence the students’ habitual in their daily life and in filling their spare
times, it also describe of how the Pendidikan Kewarganegaranan (Civic Education) program is being
implemented to solve these issues. This research was conducted in two different places in Indonesian
homeland; West Java (Jawa Barat) and Batam which has been assumed that these places are already
influenced by globalization. The respondents of this research were the students and teachers of SMP,
SMA and SMK. The result of this study shows that globalization challenges the power of assembling
self concept and giving publicity of values through television agents. In order to solve that problems
the Pendidikan Kewarganegaraan (civic education) must be delivered refer to the Citizenship
Education concept.

Keywords: Globalization, Civic Education, Citizenship Education

Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah hendak mengungkapkan sejumlah persoalan yang muncul di
sekolah-sekolah seiring derasnya arus globalisasi menerpa para siswa melalui media massa televisi,
bagaimana pengaruhnya terhadap kebiasaan mereka sehari-hari baik dalam belajar maupun mengisi
waktu senggang, serta bagaimana program Pendidikan Kewarganegaraan diselenggarakan untuk
menanggulangi persoalan-persoalan tersebut. Penelitian dilakukan di dua wilayah di tanah air (Jawa
Barat dan Batam) yang diasumsikan sangat deras terkena pengaruh globalisasi. Responden adalah
siswa dan guru SMP, SMA, dan SMK. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa globalisasi menantang
kekuatan penerapan unsur jati diri dan memporakporandakan nilai-nilai adiluhung bangsa melalui
agennya televisi. Untuk menanggulangi persoalan demikian program pendidikan kewarganegaraan
harus diselenggarakan dengan mengacu pada konsep Citizenship Education.

Kata kunci: globalisasi, civic education, citizenship education

PENDAHULUAN kehidupan demokrasi konstitusional (Budimansyah,


Setiap negara-bangsa (nation-state) yang 2007:11-12).
ingin tetap eksis selalu mendidik rakyatnya menjadi Sejalan dengan pemikiran tersebut Alexis de
warganegara yang cerdas dan baik (smart and Toqueville (Branson, 1998:2) menegaskan sebagai
good citizen). Oleh karena itu masyarakat sangat berikut:
mendambakan generasi mudanya dipersiapkan “...each new generation is a new
people that must acquire the knowledge,
untuk dapat berpartisipasi dalam kehidupan
learn the skills, and develop the dispositions
masyarakat dan negaranya. Keinginan tersebut or traits of private and public character that
undergird a constitutional democracy. Those
lebih tepat disebut sebagai perhatian yang terus
dispositions must be fostered and nurtured by
tumbuh, terutama dalam masyarakat demokratis. word and study and by the power of example.
Banyak sekali bukti yang menunjukkan bahwa Democracy is not a “machine that would go
of itself,”but must be consciously reproduced,
tak satu pun negara, termasuk Indonesia, telah
one generation after another”.
mencapai tingkat pemahaman dan penerimaan
Kutipan tersebut di atas menegaskan bahwa
terhadap hak-hak dan tanggung jawab di antara
setiap generasi adalah masyarakat baru yang harus
keseluruhan warganegara untuk menyokong
memperoleh pengetahuan, mempelajari keahlian,
7
Jurnal Penelitian Pendidikan Vol. 11, No. 1, April 2010

dan mengembangkan karakter atau watak publik serta bertanggung jawab. Di Indonesia, sekolah
maupun privat yang sejalan dengan demokrasi telah diberikan tanggung jawab melakukan
konstitusional. Sikap mental ini harus dipelihara pembinaan wawasan kebangsaan dan cinta tanah
dan dipupuk melalui perkataan dan pengajaran air sejak awal kemerdekaan melalui mata pelajaran
serta kekuatan keteladanan. Demokrasi bukanlah Pendidikan Kewarganegaraan dalam berbagai label
“mesin yang akan berfungsi dengan sendirinya”, mulai dari secara formal munculnya mata pelajaran
tetapi harus selalu secara sadar direproduksi dari “civics” dalam kurikulum SMA tahun 1962 hingga
suatu generasi ke generasi berikutnya. digunakannya nama mata pelajaran Pendidikan
Oleh karena itu, pembinaan terhadap generasi Kewarga-negaraan dalam Standar Isi tahun 2006
muda menjadi warganegara yang baik menjadi (Budimansyah,2008).
perhatian utama. Tidak ada tugas yang lebih penting Dalam praktik, Pendidikan Kewarganegaraan
dari pengembangan warganegara yang bertanggung dipahami sebagai mata pelajaran yang memfokuskan
jawab, efektif dan terdidik. Demokrasi dipelihara pada pembentukan warganegara yang memahami dan
oleh warganegara yang mempunyai pengetahuan, mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya
kemampuan dan karakter yang dibutuhkan. Tanpa untuk menjadi warganegara Indonesia yang cerdas,
adanya komitmen yang benar dari warganegara terampil, dan berkarakter yang diamanatkan
terhadap nilai dan prinsip fundamental demokrasi, oleh Pancasila dan UUD 1945. Mata pelajaran
maka masyarakat yang terbuka dan bebas, tak Pendidikan Kewarganegaraan bertujuan agar
mungkin terwujud. Oleh karena itu, tugas bagi peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:
para pendidik, pembuat kebijakan, dan anggota (1) Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam
civil society lainnya, adalah mengkampanyekan menanggapi isu kewarganegaraan; (2) Berpartisipasi
pentingnya pendidikan kewarganegaraan kepada secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak
seluruh lapisan masyarakat dan semua instansi dan secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat,
jajaran pemerintahan. berbangsa, dan bernegara, serta anti-korupsi; (3)
Pembinaan wawasan kebangsaan dan Berkembang secara positif dan demokratis untuk
cinta tanah air melalui program pendidikan membentuk diri berdasarkan karakter-karakter
kewarganegaraan merupakan perkara yang perlu masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama
dilakukan secara berkelanjutan demi menjamin dengan bangsa-bangsa lainnya; dan (4) Berinteraksi
keberlangsungan kehidupan negara-bangsa. Dalam dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan
konteks ini pendidikan telah diberikan peranan yang dunia secara langsung atau tidak langsung dengan
besar oleh Indonesia. Dalam Undang-undang Sistem memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi
Pendidikan Nasional ditegaskan bahwa pendidikan (Standar Isi, 2006). Namun, perkembangan ilmu
nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi pengetahuan dan teknologi, terutama teknologi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman informasi dan komunikasi, telah mengubah dunia
dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, seakan-akan menjadi kampung dunia (global
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, village). Dunia menjadi transparan tanpa mengenal
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis batas negara. Kondisi yang demikian itu berdampak
8
ISSN 1412-565X
pada seluruh aspek kehidupan bermasyarakat, upaya pembinaan wawasan kebangsaan dan cinta

berbangsa, dan bernegara. Di samping itu, dapat tanah air di sekolah dengan tantangan globalisasi

pula memengaruhi pola pikir, pola sikap, dan pola yang menghadirkan unsur unsur budaya baru
yang dibawa agen budaya dari luar sekolah,
tindak seluruh masyarakat Indonesia. Fenomena
terutama oleh media massa televisi. Selanjutnya
globalisasi telah menantang kekuatan penerapan
masalah penelitian ini dirumuskan dalam sejumlah
unsur-unsur jati diri bangsa. Kenichi Ohmae
pertanyaan sebagai berikut: (1) Sejauh mana
dalam bukunya yang berjudul Borderless World:
persoalan yang muncul di sekolah-sekolah seiring
Power and Strategy in the Interlinked Economy
derasnya arus globalisasi menerpa para siswa
(1999) dan The End of Nation State: The Rise of
melalui media massa televisi?; (2) Bagaimana
Regional Economies (1996) mengatakan bahwa
potret aktivitas para siswa di luar kegiatan sekolah
dalam perkembangan masyarakat global, batas-
di rumahnya, utamanya dalam aktivitas membaca
batas wilayah negara dalam arti geografis dan dan menonton televisi?; (3) Seberapa kuat kebiasaan
politik relatif masih tetap. Namun kehidupan dalam para siswa belajar di rumah sepulang sekolah,
suatu negara tidak mungkin dapat membatasi utamanya dalam menyelesaikan tugas-tugas
kekuatan global yang berupa informasi, inovasi, pekerjaan rumah?; (4) Bagaimana aktivitas para
industri, dan konsumen yang makin individualistis. siswa dalam mengikuti kegiatan ekstrakurikuler
Pertanyaannya adalah bagaimana perubahan nilai di sekolahnya masing-masing?; (5) Bagaimana
yang terjadi apabila sekolah berhadapan dengan format ideal pembel-ajaran PKn di sekolah menurut
siswa yang lebih tertarik dengan budaya baru yang penilaian siswa dan guru?; (6) Sejauhmana para

dibawa arus globalisasi? siswa menguasai kompetensi kewarganegaraan

Usaha sekolah dalam melakukan pembinaan sebagai warganegara muda dan kendala-kendala

jati diri bangsa telah ditantang oleh unsur budaya yang menghambat pencapaiannya?; (7) Bagaimana
sosok warganegara yang baik dan cerdas menurut
baru yang dibawa khususnya oleh media massa.
penilaian para siswa dan guru?; dan (8) Seberapa
Pada diri siswa terjadi konflik untuk menerima apa-
besar kontribusi PKn, pelajaran lain, dan kegiatan
apa yang disampaikan pihak sekolah dengan apa
ekstrakurikuler di sekolah dalam membentuk
yang diterima dari agen budaya dari luar sekolah,
warganegara yang baik dan cerdas?.
terutama televisi. Rupa-rupanya evolusi global
sedang berlangsung keaarah budaya pascamodern. Signifikansi Penelitian

Implikasinya sukar bagi sekolah untuk mengekalkan Hasil-hasil penelitian ini akan sangat

apa-apa yang telah dibinakan pada para siswa tanpa bermanfaat baik bagi pengembangan teori
kewarganegaraan, pemecahan masalah-masalah
kerja sama pada tataran makro dengan agen-agen
kewarganegaraan, dan memberikan masukan bagi
budaya luar sekolah yang berpengaruh.
pengambil kebijakan dalam pembinaan pendidikan
Fokus Studi kewarganegaraan persekolahan (school civic
Persoalan pokok yang menjadi fokus studi education) maupun pendidikan kewarganegaraan
dalam penelitian ini adalah kesenjangan antara kemasyarakatan (community civic education).
9
Jurnal Penelitian Pendidikan Vol. 11, No. 1, April 2010

Bagi pengembangan teori kewarganegaraan sebagai alat pengukur data pokok. Mc Millan &
penelitian ini diharapkan akan memperkaya Schumacher (2001:304) menyatakan bahwa “dalam
sejumlah teori yang telah ada yang terdiri atas teori penelitian survey, peneliti menyeleksi suatu sampel
Liberalisme, Komunitarianisme, Republikanisme, dari responden dan menggunakan kuesioner untuk
Neorepublikanisme. Bagi keperluan pemecahan mengumpulkan informasi terhadap variabel yang
masalah penelitian ini akan menghasilkan sejumlah menjadi perhatian peneliti. Data yang dikumpulkan
model aplikatif untuk menanggulangi konflik kemudian digunakan untuk mendeskripsikan
nilai kewarganegaraan sebagai akibat dari adanya karakteristik dari populasi tertentu”. Neuman
pergulatan nilai adiluhung yang bersumber (1991: 267) juga menyatakan bahwa “para
pada nilai-nilai lokal dan nasional degan nilai- peneliti survey mengambil sampel dari banyak
nilai baru yang dibawa agen budaya global. responden yang menjawab sejumlah pertanyaan.
Bagi pengambil kebijakan penelitian ini akan Mereka mengukur banyak variable dan membuat
memberikan sejumlah alternatif strategi dan kesimpulan dari pertanyaan-pertanyaan mengenai
pendekatan dalam penyelenggaraan program perilaku, pengalaman, atau karakteristik dari suatu
citizenship education yang adaptif untuk menangkal fenomena”.
pengaruh negatif globalisasi terhadap pembinaan Dengan demikian penelitian ini memiliki
kesadaran berbangsa dan bernegara. karakteristik sebagaimana diungkapkan Singleton
& Straits (1999: 239) yaitu : 1) sejumlah besar
METODE PENELITIAN responden dipilih melalui prosedur sampling
Penelitian ini menggunakan dua pendekatan, untuk mewakili populasi; 2) kuesioner sistematik
kuantitatif dan kualitatif dengan pola “the dominant- digunakan untuk bertanya mengenai sesuatu
less dominat design” dari Creswell (1994:177). mengenai responden, dan mencatat jawaban-
Bagian pertama dalam penelitian ini menggunakan jawaban mereka; dan 3) jawaban-jawaban tersebut
pendekatan kuantitatif, yakni melalui metode dikode secara numerik dan dianalisis.
survey. Pendekatan kuantitatif dijadikan sebagai Langkah berikutnya dalam penelitian ini
pendekatan yang dominan dalam penelitian ini menggunakan paradigma tambahan (kurang
karena tujuan penelitian untuk mengukur banyak dominan) dengan pendekatan kualitatif untuk
variable dan membuat kesimpulan dari pertanyaan- pendalaman. Pada tahap ini ditambahkan metode
pertanyaan mengenai perilaku, pengalaman, atau wawancara. Pendapat yang membenarkan adanya
karakteristik dari suatu fenomena. Penelitian ini penambahan melalui informasi pelengkap dengan
pun mengambil sampel dari suatu populasi yang wawancara ini dikemukakan oleh Kerlinger
banyak dan tersebar dalam wilayah yang luas di (2000:769) yang mengatakan: “... wawancara
Jawa Barat dan itu dapat digunakan sebagai penopang atau
Kepulauan Riau. pelengkap metode lain, tindak lanjut dalam
Pendekatan kuantitatif ini menggunakan menghadapi hasil yang tak terduga/terharapkan,
metode survey, karena mengambil sampel dari memvalidasikan metode-metode lain, menyelami
suatu populasi dengan menggunakan kuesioner lebih dalam motivasi responden serta alasan-
10
ISSN 1412-565X
alasan responden memberikan jawaban dengan siswa lebih tertarik dengan budaya baru yang
cara tertentu.” Singarimbun dan Effendi (1995:9) ditawarkan agen budaya luar sekolah terutama
mengemukakan pendapat serupa bahwa penelitian media televisi dibandingkan dengan budaya kita
kuantitatif yang menggunakan kuesioner yang sendiri yang ditanamkan di sekolah. Adanya
disiapkan sebelumnya, kemudian diperkaya pertentangan antara nilai-nilai yang bersumber
melalui wawancara maupun observasi kualitatif dari budaya adiluhung bangsa Indonesia dengan
tersebut, maka gambaran tentang fenomena sosial nilai-nilai yang dibawa oleh agen globalisasi
yang disajikan dalam tabel, menjadi semakin jelas, tersebut mengakibatkan terjadinya konflik nilai
menarik, dan lebih hidup nuansa-nuansa fenomena pada diri siswa.
sosial. 2.Terpaan media massa televisi memporak-
Populasi dalam penelitian ini adalah porandakan nilai-nilai adiluhung bangsa
siswa SMPN dan SMA/SMK di Jawa Barat dan Indonesia, sehingga para siswa sering
Batam. Populasi tersebut dipilih karena memiliki menampilkan perilaku yang menyimpang dari
karakteristik yang terkait dengan tujuan penelitian, ukuran budaya kita. Gemerlapnya acara televisi,
yaitu daerah-daerah yang diasumsikan sangat utamanya siaran televisi asing yang ditangkap
deras terkena pengaruh globalisasi. Karena ukuran oleh fasilitas parabola dan semacamnya, menyita
populasi penelitian ini sangat besar dan tersebar luas perhatian dan waktu para pelajar sehingga
secara geografis di seluruh Jawa Barat dan Batam, kegiatan menekuni pelajaran menjadi terganggu.
maka perlu dilakukan pengambilan sampel. Oleh 3. Tayangan televisi banyak sekali mengajarkan
karena kondisi populasi diasumsikan homogen, nilai-nilai yang menantang pencapaian misi
yakni menerima pelajaran PKn di sekolah dan PKn dalam mendidik warganegara yang cerdas
berada dalam pengaruh globalisasi melalui media dan baik (smart and good citizen). Tayangan
massa televisi, maka teknik sampling yang dipilih televisi yang lebih mengutamakan aspek hiburan
adalah sampling acak aksidental, yakni memilih tidak berkontribusi positif terhadap pembinaan
sampel secara acak pada wilayah yang dikunjungi. warganegara yang terdidik (educated citizen).
Sebaran kota dan kabupaten lokasi penelitian Budaya konsumerisme yang dibawakan berbagai
berdasarkan teknik sampling aksidental adalah acara di televisi menggiring para pemirsa
(1) Bandung, (2) Sumedang, (3) Majalengka, (4) termasuk para pelajar menampilkan gaya hidup
Tasikmalaya, (5) Indramayu, (6) Cirebon, (7) konsumtif.
Cianjur, dan (8) Batam. 4. Tayangan televisi nasional sangat miskin nuansa
pengembangan wawasan kebangsaan dan cinta
HASIL PENELITIAN tanah air. Untuk mengimbangi adanya penetrasi
Berdasarkan analisis data diperoleh simpulan nilai-nilai yang tidak sesuai dengan budaya
hasil penelitian sebagai berikut: bangsa yang dibawakan oleh tayangan televisi
1. Globalisasi menantang kekuatan penerapan asing maupun nasional perlu dibuat tayangan
unsur jati diri bangsa Indonesia melalui agen tandingan yang sama menariknya yang sarat
budaya luar sekolah terutama media massa. Para akan nilai-nilai kebangsaan.

11
Jurnal Penelitian Pendidikan Vol. 11, No. 1, April 2010

5. Format ideal pembelajaaran PKn adalah diajarkan menghargai dan dapat menerima perbedaan-
sebagai mata pelajaran tersendiri, ditopang perbedaan budaya; (4) memiliki kapasitas
oleh sejumlah mata pelajaran lain yang relevan berpikir dengan cara yang kritis dan sistematis.
untuk memperkuat aspek tanggung jawab Keinginan untuk menyelesaikan konflik dengan
warga negara, dan disempurnakan oleh berbagai cara tanpa kekerasan; (5) memiliki keinginan
program kegiatan ekstrakurikuler maupun ekstra untuk mengubah gaya hidup dan kebiasaan
mural yang diselenggarakan di sekolah maupun konsumtif untuk melindungi lingkungan
luar sekolah termasuk pendidikan interventif Kemampuan bersikap sensitif dan melindung
dengan keluarga, organisasi sosial politik, hak asasi manusia (misalnya, hak wanita, hak
maupun media massa. etnis minoritas, dan lain-lain); (6) memiliki
6. Pencapaian misi PKn dalam mendidik keinginan dan kemampuan untuk ikut serta
warganegara yang cerdas dan baik (smart and dalam politik pada tingkat lokal, nasional dan
good citizen) tidak hanya dilaksanakan dalam internasional.
kegiatan kurikuler di kelas, akan tetapi harus
didukung oleh berbagai kegiatan ekstrakurikuler Rekomendasi
di luar kelas. Kenyataan yang ada masih terjadi 1. Karena televisi merupakan agen yang paling
sebaliknya dimana pencapaian misi PKn dalam efektif dalam menyebarkan nilai-nilai budaya
mendidik warganegara yang cerdas dan baik modern, sedang nilai-nilai tersebut banyak yang
(smart and good citizen) masih dibebankan pada tidak sesuai dengan nilai-nilai adiluhung bangsa,
pundak guru PKn, belum menjadi tanggung maka perlu dilakukkan upaya pencegahan oleh
jawab seluruh guru di sekolah. keluarga agar anak terbebas dari pengaruh buruk
7. Suasana kehidupan di sekolah belum kondusif tersebut, misalnya dengan cara mendampingi
bagi upaya mencapai misi PKn dalam mendidik pada saat anak-anak menonton btelevisi dan/
warganegara yang cerdas dan baik (smart and atau memberikan penjelasan mengenai tayangan
good citizen). Tata tertib sekolah belum menjadi yang dapat berpengaruh buruk bagi mereka.
alat yang efektif untuk mengendalikan perilaku 2. Efektivitas penerapan kurikulum PKn yang
siswa sebagai warganegara muda (young citizen) diorganisir secara terpisah (separated subject
yang santun dan berbudi pekerti luhur. curriculum) perlu dilengkapi dengan berbagai
8. Beberapa kompetensi yang penting sebagai kegiatan sekolah yang dikemas dalam berbagai
indikator seorang warganegara yang cerdas dan kegiatan baik ko maupun ekstrakurikuler yang
baik adalah: (1) memiliki kemampuan untuk dapat membantu pencapaian visi dan misi PKn
melihat dan mendekati masalah sebagai anggota mencerdaskan kehidupan bangsa melalui koridor
masyarakat global; memiliki kemampuan value-based education.
bekerja sama dengan orang lain dengan cara 3. Tata tertib serkolah perlu ditingkatkan daya
yang kooperatif dan menerima tanggung jawab ikatnya kepada seluruh siswa di sekolah agar
atas peran/tugasnya di dalam masyarakat; (3) para siswa dibiasakan untuk berperilaku baik
memiliki kemampuan memahami, menerima, sebagai seorang warganegara Indonesia yang
12
ISSN 1412-565X
memiliki karakter ke-Indonesiaan seiring dengan sekolah maupun di rumah.
adanya keteladanan dari orang dewasa baik di

DAFTAR PUSTAKA

Anderson, Benedict. (2002). Imagined Communities (Komunitas-komunitas Terbayang). Yogyakarta: Kerjasama


Insist dan Pustaka Pelajar.
Azra, A. (2008). “Nasionalisme, Etnisitas, dan Agama di Indonesia : Tantangan Globalisasi” dalam Jurnal
Negarawan, No. 8, Mei 2008.
Buchori, Mochtar. (1994). Pendidikan Wawasan Kebangsaan: Masalah Program dan Metode. dalam Poespowardojo,
Soerjanto dan Parera, Frans M. (1994). Pendidikan Wawasan Kebangsaan: Tantangan dan Dinamika
Perjuangan Kaum Cendekiawan Indonesia. Jakarta: LPSP dan Grasindo.
Dahm, Bernhard. (1987). Sukarno dan Perjuangan Kemerdekaan. terjemahan oleh Hasan Basari dari judul Sukarno
and the Struggle for Indonesian. Jakarta: LP3ES.
Fakih, Mansour. (2008). Runtuhnya Teori Pembangunan dan Globalisasi. Yogyakarta: INSIST Press bekerjasama
dengan Pustaka Pelajar.
Hamzah, Hardi. (2007). Aktualisasi Wawasan Kebangsaan Indonesia. Lampung Post.
Kalidjernih, Freddy K. (2008). “Globalisasi dan Kewarganegaraan”. Makalah disampaikan dalam Seminar Nasional
Pendidikan Kewarganegaraan, Bandung, 6 Desember 2008.
Kartasasmita, Ginandjar. (1994). “Pembangunan Nasional dan Wawasan Kebangsaan” makalah disampaikan pada
Sarasehan Nasional Wawasan Kebangsaan di Jakarta, 9 Mei 1994.
Kohn, Hans. (1961). Nasionalisme: Arti dan Sejarahnya. Terjemahan oleh Sumantri Mertodipuro dari Nationalism,
Its meaning and History. Jakarta: PT Pembangunan Djakarta kerjasama dengan Franklin Publications inc
New York.
Poespowardojo, Soerjanto dan Parera, Frans M. (Ed) (1994). Pendidikan Wawasan Kebangsaan: Tantangan dan
Dinamika Perjuangan Kaum Cendekiawan Indonesia. Jakarta: Kerjasama LPSP dan PT Grasindo.
Poespowardojo, Soerjanto. (1999). Menuju Integrasi Bangsa Indonesia Masa Depan. Jakarta: LP3ES.
Renan, Ernest. (1968). Apakah Bangsa Itu? (qu’est ce qu’une nation?). Pidato di Universitas Sorbonne pada 11
Maret 1882. Jakarta: Erlangga.
Sasongko, Haryo. (2008). Wawasan Kebangsaan di Tengah Globalisasi. Suara Karya Online.
Saul, John Ralston. (2008). Runtuhnya Globalisme dan Penemuan Kembali Dunia. Terjemahan oleh Dariyanto dari
judul The Collapse of Globalism and the Reinvention of the World. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Soedharsono, Soemarno. (2008). Membangun Kembali Jati Diri Bangsa: Peran Penting Karakter dan Hasrat untuk
Berubah. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
Soeprapto. (1994). “Sasaran Pendidikan Wawasan Kebangsaan”. dalam Poespowardojo, Soerjanto dan Parera, Frans
M. (1994). Pendidikan Wawasan Kebangsaan: Tantangan dan Dinamika Perjuangan Kaum Cendekiawan
Indonesia. Jakarta: LPSP dan Grasindo.
Tilaar. (2007). Mengindonesia Etnisitas dan Identitas Bangsa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Wahid, Abdurrahman. (1994). “Masihkan Diperlukan Wawasan Kebangsaan Dewasa ini?” dalam Poespowardojo,
Soerjanto dan Parera, Frans M. (Ed) (1994). Pendidikan Wawasan Kebangsaan: Tantangan dan Dinamika
Perjuangan Kaum Cendekiawan Indonesia. Jakarta: Kerjasama LPSP dan PT Grasindo.
Wildan, Dadan. (2008). Nasionalisme dan Jatidiri Bangsa di Era Global. Jurnal Negarawan, No. 8 Mei 2008.

BIODATA SINGKAT
Penulis adalah Dosen dan Ketua Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan, Sekolah
Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia

13

You might also like