You are on page 1of 14

Aiman Faiz, Purwati, Imas Kurniawaty/ Ta’dib: Jurnal Pendidikan Islam, Vol. 9 No.

1 (2020) 51-
62 ISSN 1411-8173 | E-ISSN 2528-5092
https://ejournal.unisba.ac.id/index.php/tadib/article/view/6220

CONSTRUCTION OF EMPATHY PROCIAL VALUE THROUGH


EXPERIMENT SOCIAL BASED PROJECT LEARNING METHOD
(DISCOVERING CULTURAL THEMES STUDY IN SUMBER-
CIREBON COMMUNITY)
Aiman Faiz1, Purwati2, Imas Kurniawaty3
1 Universitas
Muhammadiyah Cirebon
2, 3 Universitas
Pendidikan Indonesia
Email: 1aimanfaiz@umc.ac.id, 2purwati_purwati@upi.edu, 3kurniawaty@upi.edu

DOI: https://doi.org/10.29313/tjpi.v9i1.6220
Submitted: May 31th, 2020. Approved: June 20th, 2020. Published: June 20th, 2020

Abstract
The article aims to explore prosocial values in the middle and lower economic community in Sumber still exist. To
describe it, the Project Based Learning method with the social experimental concept is a way of exploring the existing
conditions through the role of students of the Muhammadiyah University of Cirebon.The research method in this study
is a descriptive method with a qualitative approach. data collection using observation and interviews. Results of the study
describe, middle and lower economic communities still have high prosocial value to others. Although these (research
objects) are middle to lower class people, their prosocial behavior skills are quite good. There is a driving force through
empathy, emotional maturity, moral rule orientation, and self interest that underlie the objects of research to do good.
Another influence, is extrinsic motivation resulting from the response of sight, hearing, heart and feelings as well as
cognitive processes within the object being the main factor in doing good. For them helping others without expecting
anything in return is a pleasant thing, they believe Allah will reward what they do to others. Thus, the interpersonal
skills and prosocial behavior of the middle and lower classes in Sumber Kabupaten Cirebon have good results.
Keywords: Prosocial Values; Empathy; Project Based Learning; Social Experiments.

Abstrak
Artikel bertujuan untuk mengeksplore apakah nilai-nilai prososial di masyarakat ekonomi menengah kebawah di
Sumber masih ada. Untuk mendeskripsikannya metode Project Based Learning dengan konsep sosial eksperimen
menjadi media dalam menggali kondisi yang ada melalui peran mahasiswa Universitas Muhammadiyah Cirebon.
Adapun metode penelitian pada penelitian ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Teknik
pengumpulan data dengan observasi dan wawancara. Setelah data ditemukan, data kemudian di reduksi, disajikan
dan di verifikasi untuk mendapatkan simpulan. Hasil penelitian mendeskripsikan, masyarakat ekonomi menengah
kebawah masih memiliki nilai prososial yang tinggi terhadap orang lain. Kendati para (objek penelitian) ini orang-
orang menengah kebawah, namun kemampuan prososial behaviour mereka cukup baik. Selain itu, adanya daya
pendorong melalui empati, kematangan emosi, moral rule orientation, dan self interest yang mendasari para objek
penelitian melakukan kebajikan. Pengaruh lain, adalah motivasi ekstrinsik yang dihasilkan dari respon penglihatan,
pendengaran, hati dan perasaan juga proses kognitif didalam diri objek menjadi faktor utama dalam melakukan
kebaikan. Membantu orang lain tanpa mengharapkan balasan bagi mereka adalah hal yang menyenangkan, mereka
meyakini Allah akan membalas apa yang mereka lakukan pada orang lain. Dengan demikian, kemampuan
interpersonal dan prososial behaviour masyarakat menengah kebawah di Sumber Kabupaten Cirebon hasilnya cukup
baik.
Kata Kunci: Nilai Prososial; Empati; Project Based Learning; Sosial Eksperimen.

1
PENDAHULUAN (pembuang air). Hal-hal semacam ini,
Kemajuan teknologi dari disadari atau tidak turut menurunkan
globalisasi dewasa ini membawa rasa empati di masyarakat. Faktor utama
perubahan bagi kehidupan manusia, di era masyarakat Indonesia saat ini berkurang
ini juga manusia seakan-akan memberi rasa empatinya adalah adanya pengaruh
ruang sebebas-bebasnya terhadap dari dampak teknologi yang merubah
derasnya gelombang arus globalisasi yang tatanan kehidupan manusia dan lebih
masuk melalui teknologi dan informasi mengedepankan mengedepankan
yang kian deras. Dalam bukunya, eksistensinya. Oleh sebab itu, kemajuan
Koesoema, 2018, hal. 4 mengungkapkan teknologi yang berasal dari arus
kehadiran media yang di bawa arus globalisasi harus disikapi dengan bijak
globalisasi membawa konsep diantaranya; agar pengaruh dari kemajuan teknologi
perubahan, akses pengetahuan/ informasi, tersebut tidak merubah kebiasaan
dan keterhubungan (interaction). masyarakat Indonesia dan mengkiskan
Perubahan dan keterhubungan yang rasa kepedulian kepada sesama/ empati.
terjadi akibat globalisasi menawarkan Pengertian empati sendiri
parameter baru, adanya keterhubungan merupakan aspek kognisi yang berperan
melalui kecanggihan alat elektronik untuk merespon adanya emosi yang
membuat individu semakin mudah dalam datang dari luar/ orang lain yang
menjelajah ruang dan dimensi secara kemudian dapat membangun hubungan
bebas dan tak terbatas. Berbagai informasi interpersonal dengan orang lain. (Spreng,
yang dikirim dengan alat digital McKinnon, Mar, & Levine, 2009).
membuat masyarakat semakin cepat Sementara, Feshbach dalam Eisenberg &
menerima informasi. Lebih jauh lagi, Mussen, 1989 mengungkapkan empati
adanya globalisasi yang menekankan adalah kondisi seseorang yang turut
berbagai apek interaksi, pengaruh satu merasakan apa yang dirasakan oleh orang
sama lain, pertukaran dan berbagai lain seolah-olah orang tersebut ikut
pengalaman. Dengan berbagai konsep merasakan adanya perasaan dan kondisi
yang ditawarkan oleh globalisasi secara yang saling berkaitan. Meskipun, empati
luas dan terbuka, dapat dipastikan akan dapat melibatkan perasaan dan respon
mempengaruhi pemikiran, tindakan dan emosi namun juga dapat melibatkan aspek
pedoman nilai moral manusia yang penalaran kognitif seperti mampu
mengedepankan aspek individualisme memahami kondisi emosional orang lain
sehingga mengikis nilai empati. dan kemampuan untuk memposisikan
Jika diamati memang empati dirinya.
manusia saat ini mulai tersingkirkan oleh Tentunya, peran dunia pendidikan
adanya eksistensi sosial terutama dalam dalam mengkonstruksi nilai empati di
sosial media. Sebut saja sebuah kasus masyarakat menjadi sangat besar,
yang dialami sendiri oleh penulis, saat pendidikan diyakini menjadi pilar dalam
terjadi kecelakaan ternyata orang yang menopang berdirinya sebuah peradaban
pertama melihat bukan menolong orang bangsa karena eksistensi suatu bangsa
yang celaka namun justru memotret dulu sangat ditentukan oleh karakter yang
orang yang celaka tersebut. Di kasus lain, dimilikinya. Sebagaimana yang
saat ada genangan air karena hujan deras, diungkapkan Budimansyah, 2010 bahwa
orang- orang justru sibuk dalam membangun bangsa dan
mengabadikannya melalui ponsel membangun karakter yang merupakan
pintarnya (smartphone) bukan justru kunci utama yang harus dibangun agar
bahu-membahu untuk membuang air dapat bersaing dalam kondisi saat ini.
atau membersihkan sampah saat Senada dengan hal tersebut Erikson dalam
menutupi drainase

2
Muslich, 2010, hal. 35 mengungkapkan tercapai dari mahasiswa ke masyarakat
aspek penting dari karakter menentukan luas. Proses pembelajaran yang terfokus
kualitas dari sumber daya manusia, pada dosen sebagai sumber ilmu
alasannya karena kemajuan suatu bangsa pengetahuan yang selama ini ada, perlu
dibangun dari pondasi karakter dirubah paradigmanya dan menyesuaikan
masyarakat yang kuat. dengan kebutuhan pendidikan pada
Berdasarkan penelitian yang telah pada abad-21 ini. (Mayasari,
dilakukan oleh Julia Aridhona tahun 2017 Kadarohman, Rusdiana, & Kaniawati,
bahwa seseorang yang memiliki perilaku 2016, hal. 50).
prososial tinggi menunjukkan bahwa Salah satu strategi harus
mengalami perkembangan moral dalam dikembangkan dalam pembelajaran abad-
rentang kehidupannya sebagai manusia. 21 diantaranya adalah kemampuan di
Moral yang tinggi juga mempengaruhi bidang teknologi. Perkembangan
tingginya religiusitas yang tinggi teknologi semakin membuaka jalan untuk
menunjukkan bahwa remaja telah mampu meningkatkan kualitas pendidikan.
menyesuaikannya. Hal ini menunjukkan Dengan penerapan teknologi digital dalam
bahwa seseorang yang memiliki nilai pembelajaran abad-21, telah merevolusi
prososial ia mampu menunjukkan model dan pendekatan dalam
moralitas yang tinggi pada orang lain. pembelajaran. (Belmawa Ristekdikti, 2019,
Sementara, hasil penelitian Muslihatul hal. 29–30). Dengan demikian, strategi
Arifah 2018 menunjukkan adanya pembelajaran abad-21 yang salah satunya
ketertarikan warga Solo dalam berempati menekankan kemahiran di bidang digital
melalui media teknologi (instagram). dan kemampuan menggunakan media
Artinya bahwa penggunaan media teknologi perlu dikembangkan ke arah
teknologi bisa membawa dampak yang nilai-nilai kemanusiaan. Salah satunya yang
positif apabila strategi yang dijalankan baik penulis terapkan pada pembelajaran
dan dapat mencapai sasaran. Dari dua Pendidikan Karakter di Universitas
penelitian terdahulu, menunjukkan bahwa Muhammadiyah Cirebon dengan berbagai
nilai-nilai prososial bisa nampak karena topik yang berkaitan dengan nilai-nilai
adanya stimulus, salah satunya melalui prososial yang dikembangkan melalui
media teknologi. project based learning berbasis sosial
Inovasi saat ini tentu sangat eksperimen, dengan bantuan teknologi
dibutuhkan dalam segala aspek termasuk digital sebagai alat perekam berbagai
dalam menginternalisasikan nilai-nilai respon nilai prososial di masyarakat
prososial. Oleh karena itu, adanya menengah kebawah.
pengembangan media pembelajaran Konstruksi nilai empati
berkaitan dengan inovasi menjadi dimasyarakat menengah kebawah
kebutuhan saat ini. Pembelajaran dalam (pedagang dan tukang ojek) menjadi
pendidikan moral hendaknya harus sebuah hal yang menarik. Ketika kita
dirubah paradigmanya dari yang hanya melihat orang kaya berempati dengan
konsepnya tradisional menuju ke arah membantu orang lain, itu merupakan hal
yang modern, sehingga pembelajaran bisa yang lumrah karena mereka memiliki
mengaplikasikan nilai-nilai yang dipelajari kelebihan harta untuk membantu.
dan diaplikasikan kedalam kehidupan Sedangkan masyarakat menengah
nyata. Proses pembelajaran yang kebawah memiliki keterbatasan dalam
konsepnya berupa hapalan teori masih perekonomiannya, namun apakah masih
belum bisa mencapat pada tahap memiliki hati dan perasaan untuk mau
learning to be. Sehingga pemahaman, ber- empati kepada orang yang
pengertian mendalam dan implementasi membutuhkan. Untuk itu penelitian ini
masih belum difokuskan

3
memperoleh data dari masyarakat (disajikan pada akhir bagian metode
menengah kebawah. penelitian); dan Keempat, memberikan studi
pustaka yang berkaitan dengan topik-topik
penting dalam penelitian ini.
METODOLOGI PENELITIAN
Dengan analisis tersebut,
Penelitian ini menggunakan rekonstruksi pemikiran mahasiswa dalam
metode penelitian deskriptif dengan bentuk deskripsi, narasi dan argumentasi
menggunakan Discovering cultural dapat dituliskan dengan laporan hasil
themes atau analisis tema kultural yang ada penelitian Discovering cultural themes
di masyarakat menengah kebawah dalam bentuk makalah sebelum disusun
(pedagang dan tukang ojek di Sumber. menjadi artikel sehingga menemukan
Tujuan analisis ini berusaha kesimpulan yang pas sesuai sasaran
menghubungkan domain yang dianalisi penelitian.
dalam hal ini nilai prososial sehingga Sebelum pelaksanaan sosial
menjadi satu kesatuan yang holistik. eksperimen, perancangan harus
Dalam memahami gejala khas yang akan dimatangkan agar peta konsepnya tertata
eksplore menggunakan hasil pengamatan dengan baik. Pada implementasi Project
secara langsung dengan cara melebur diri dosen berperan hanya sebagai fasilitator
yang kemudian di perdalam oleh saja. Adapun, langkah-langkah yang harus
wawancara kepada responden. Pada saat dipehatikan dalam pelaksanaan project
wawancara, peneliti sudah melakukan based learning mengacu pada teori yang
analisis terhadap jawaban yang dikembangkan oleh The George Lucas
diwawancarai. Penelitian ini dibantu oleh Education (2005) diantaranya:
mahasiswa Universitas Muhammadiyah
Cirebon jurusan PGSD angkatan 2018 1). Memulai dari pertanyaan esensial
sebanyak 25 orang yang terlibat dalam Pembelajaran nilai prososial
melaksanakan sosial eksperimen yang dimulai dengan pertanyaan esensial, yaitu
dibagi menjadi 5 tim dengan peran pertanyaan yang dapat memberi
masing-masing, diantaranya; aktor utama, penugasan peserta didik dalam melakukan
pengambil gambar/ video, pembuat suatu aktivitas. Mengambil topik yang
naskah dan editing. sesuai dengan realitas dunia nyata dan
Tujuan mahasiswa membuat dimulai dengan sebuah investigasi
project berbasis sosial eksperimen dengan mendalam di masyarakat Kabupaten
berbagai cerita yang tujuannya untuk Cirebon khususnya daerah Sumber.
melihat respon para pedagang dan tukang
ojek, pekerja yang memiliki tingkat 2). Membuat desain perencanaan project
ekonomi menengah kebawah di wilayah Perencanaan dilakukan secara
Sumber, Kab. Cirebon dan sekitarnya. kolaboratif antara dosen dan mahasiswa.
Adapun narasumber yang menjadi Dengan perencanaan tersebut akan
responden dikalangan pedagang dan memberikan gambaran yang berkaitan
tukang ojek berjumlah 10 orang. Analisis dengan pelaksanaan project. Serta
data yang digunakan dalam penelitian ini merangcang apa saja alat yang dibutuhkan
adalah dengan; dalam penyelesaian project tersebut
Pertama, memberikan catatan
penting kepada mahasiswa; Kedua,
memberikan kode pada fokus penelitian;
Ketiga, menyusun tipologi yang berkaitan 3). Membuat jadwal
dengan nilai prososial dan project based Dosen dan mahasiswa membuat
learning saat pembelajaran di kampus jadwal dan aktivitas dalam menyelesaikan

4
project. Diantaranya: a) membuat memberi umpan balik tentang tingkat
timeline, b) membuat deadline atau pemahaman yang sudah dicapai
batas akhir, c) merencanakan cara mahasiswa, membantu dosen dalam
penyelesaian alternatif, d) membuat menyusun strategi pembelajaran
jadwal bimbingan, berikutnya.
e) membuat penjelasan yang berkaitan
dengan pemilihan suatu cara, 6). Evaluasi berdasarkan pengalaman
Pada proses akhir, dosen dan
4). Memonitor perkembangan project mahasiswa mahasiswa melakukan refleksi dari hasil
Dalam hal ini dosen project yang sudah dilaksanakan. Refleksi
bertanggungjawab untuk melakukan ini bertujuan untuk melihat perasaan
monitor terhadap aktivitas peserta didik dan pengalamannya selama proses
selama menyelesaikan proyek. Monitoring pelaksanaan project sampai
dilakukan dengan cara menfasilitasi penyelesaiannya. Dosen dan mahasiswa
mahasiswa saat proses berjalan. Dengan mengembangkan diskusi dalam
kata lain dosen berperan menjadi memperbaiki selama proses sampai
mentor bagiaktivitas mahasiswa. adanya temuan-temuan baru dalam project
Agar mempermudah proses tersebut. Adapun syntax dari
monitoring, dibuat sebuah rubrik yang langkah-langkah di atas di perjelas
dapat merekam melalui kerangka pemikiran dibawah ini
keseluruhan aktivitas yang penting. dikembangkan oleh penulis (2020)
sebagai berikut:
5). Melakulan penilaian hasil
Penilaian dilakukan untuk
membantu dosen dalam mengukur
ketercapaian standar, mengevaluasi
kemajuan masing-masing mahasiswa,

5
HASIL DAN PEMBAHASAN creative, collaborative, comunicative) di
era global ini. Sesuai dengan hakekat
Seperti yang diprediksikan pada pendidikan termasuk pendidikan tinggi
tahun 2040 Indonesia akan memiliki adalah olah pikir (menjadi cerdas, kreatif
modal yang sangat bagus, yaitu adanya dan inovatif), olah rasa (memiliki budi,
peningkatan jumlah penduduk usia kerja kehalusan rasa, humanis, toleran, peduli,
atau bonus demografi. Dengan adanya suka menolong), olah hati (beriman,
jumlah penduduk pada usia produktif bertakwa, jujur, adil, amanah,
menjadi peluang dalam mempercepat bertanggungjawab, empati) dan olah raga
kemajuan negara, namun disisi lain dapat (sehat, disiplin, sportif, tangguh, gigih)
menjadi bencana jika tidak dipersiapkan Hadi, 2014 dalam Fuadin, 2016, hal. 3.
dengan baik. Oleh sebab itu, dunia Pembelajaran yang diharapkan
pendidikan memiliki peran penting dan mampu mengatasi permasalahan dengan
strategis dalam mempersiapkan terobosan kondisi abad-21 salah satu strateginya
untuk generasi emas tersebut. Mereka melalui pembelajaran PjBL (Project-Based
yang akan berada dalam kelompok usia Learning) yang didasari oleh teori
produktif ini merupakan the future leaders konstruktivisme yang memandang bahwa
yang harus diberi kesempatan dan akses siswa/ mahasiswa mampu membangun
terhadap peningkatan kapasitas dirinya pengetahuannya sendiri. Pengembangan
melalui suatu sistem pendidikan tinggi strategi konstruktivisme melibatkan
yang bersifat beyond ricks and mortars, keaktifan mahasiswa dalam memecahkan
beyond the walls. (Belmawa Ristekdikti, berbagai masalah yang faktual dan
2019, hal. 29–30). memberikan kebebasan (otonom) dalam
Untuk itu, dosen sebagai memberikan solusi dalam permasalahan
penggerak pendidikan harus yang ada. (Maula, Prihatin, & Fikri, 2014,
mempersiapkan calon-calon pendidik hal. 2).
yang memiliki kompetensi sesuai dengan Project based learning memiliki
zamannya. Sesuai dengan konsep filsafat keterkaitan dengan aliran filsafat
pendidikan yang mengacu pada filsafat konstruktivisme dalam pembelajaran.
progresivisme yang sejalan dengan Konstruktivisme mengembangkan
pertumbuhan manusia di zamannya. suasana yang mendorong peserta didik
Manusia akan terus mengikuti untuk mengkonstruk sendiri
perkembangan secara dinamis sepanjang pengetahuannya. (Bell, 1995, hal. 28).
manusia itu sendiri tumbuh dan Artinya project based learning
berkembang di zamannya, maka menitikberatkan pada kebebasan peserta
pendidikanpun harus menyesuaikan akan didik untuk merencanakan aktivitas
hal tersebut. Hal ini sejalan dengan belajar sampai mampu membuat
konsep live long education (pendidikan (Nurohman, 2015, hal. 9).
seumur hidup) yang menekankan Dalam penulisan penelitian ini
pendidikan harus menyesuaikan dengan Project Based Learning yang digunakan
kondisi zaman. menggunakan (Sosial Eksperimen),
Tentunya pendidikan tinggi dengan metode tersebut diharap menjadi
menjadi tempat yang strategis dalam merupakan salah satu alternatif cara yang
pengembangan sumber daya manusia bisa dilakukan dalam proses pembelajaran
(SDM) yang diharapkan mampu bagi mahasiswa. Selain itu, model
melahirkan kemapuan mahasiswa yang pembelajaran ini juga menuntut
memiliki daya nalar dan berpikir kritis yang mahasiswa untuk mengaplikasikan nilai
tinggi sesuai dengan yang diharapkan empati di dalam dirinya terlebih dahulu
dalam pembelajaran 4C (critical thinking,

6
sebelum mengaplikasikannya ke mengungkapkan “bahwa
masyarakat luas.
Berdasarkan hasil pelaksanaan
pembelajaran proyek (PjBL) yang
dilakukan oleh Mahasiswa
Muhammadiyah Cirebon, ada beberapa
proyek pembelajaran dengan membuat
sosial eksperimen nilai empati di
masyarakat. Diantaranya:
1) Mahasiswa sebagai aktor
memainkan peran sebagai pengemis
dengan menggunakan pakaian kotor dan
compang-camping. Target yang dituju
pada project ini adalah para pedagang
kecil yang berada di kota Cirebon.
Berdasarkan hasil pengamatan dan
wawancara dari mahasiswa, para
pedagang kecil/ kaki lima yang mereka
temui memiliki nilai empati yang cukup
tinggi. Ibu Yati dan pa Dede misalanya
yang mau membantu pengemis karena,
turut prihatin kepada pengemis
(mahasiswa yang menyamar) dan
memberikan bantuan semampunya
meskipun keadaan perekonomiannya
sendiri sedang sulit. Hal lain, menurut
pa Iman dan bu Ai yang berpendapat
bahwa berbuat baik kepada sesama
tidak akan rugi, membantu oranglain
harus mengesampingkan ego diri
sendiri. Dengan hasil proyek yang
dilakukan mahasiswa, empati yang
dimiliki masyarakat menengah kebawah
di wilayah Cirebon terbilang masih
tinggi.
2) Pada project yang ke-2,
mahasiswa berperan sebagai seorang
wanita yang kehabisan ongkos dan
meminta bantuan kepada pengendara ojek
untuk mengantarkan aktor (mahasiswa) ke
tempat yang diminta. Berdasarkan
pengamatan, pengendara ojek tersebut
awalnya kebingungan namun setelah
beberapa saat empati dari pengendara ojek
tersebut mulai tersentuh hatinya dan
mau mengantarkan mahasiswa tersebut
ke tempat yang dituju. Alasannya
sederhana, karena lagi-lagi rasa empati
yang tertanam di dalam jiwa pengeemudi
ojek tersebut. Menurut pa Andi dan pa
Suki sebagai pengemudi ojek
7
kita sebagai manusia harus memahami afektif,
kondisi kondisi yang terjadi dan
memposisikan diri apabila dia (ojek)
berada didalam kondisi yang di alami
aktor tersebut (mahasiswa), tentu akan
sangat bingung dan sedih”.
Berdasarkan hasil temuan dan
analisis dengan dua project yang telah
di ceritakan di atas, penulis
menyimpulkan bahwa di dalam tatanan
masyarakat menengah kebawah, nilai-
nilai prososial/ empati masih terjaga
dengan baik khususnya di wilayah
Sumber-Cirebon. Secara tidak langsung
mereka tidak memahami apa itu makna
empati, namun secara implementasi
mereka memahami hubungan
interpersonal dengan orang lain dengan
saling membantu, bersedia meringankan
beban orang lain merupakan bagian dari
kebajikan yang harus dijunjung tinggi
didalam tatanan masyarakat. Hal
tersebut juga berkaitan dengan karakter
moral dengan “orientasi hubungan”.
Karakter moral memungkinkan kita
untuk memperlakukan orang lain dan
diri kita sendiri dengan hormat dan
peduli bertindak dengan integritas
dalam kehidupan etika kita. (Nucci &
Narvaez, 2014, hal. 342). Hal tersebut
bersinggungan dengan bagaimana
hubungan interpersonal yang dibangun
oleh mahasiswa dengan masyarakat
sekitar.
Jika di analisis berdasarkan hasil
wawancara dilapangan dan diolah dengan
berbagai teori, nilai-nilai prososial (empati)
yang ada pada objek penelitian memiliki
daya pendorong dari dalam dirinya.
Faktor pendorong yang mempengaruhi
psikologi dan motif seseorang turut
meningkatkan karakteristik pribadi
seseorang. Menurut Hakam, 2006, hal.
159–164 dalam internalisasi nilai
prososial terdapat motivasi seperti hal-
hal berikut ini:

1) Empati
Empati merupakan respons
yang kompleks, meliputi komponen
afektif dan kognitif. Dengan komponen
8
berarti seseorang dapat merasakan apa yang dipengaruhi oleh pengalaman, dan
yang orang lain rasakan dan dengan dalam perkembangan emosi menuju
komponen kognitif seseorang mampu tingkat yang konstan, yaitu adanya
memahami apa yang orang lain rasakan integrasi dan organisasi dari semua unsur
beserta alasannya (Sarwono & Meinarno, emosi. Kartono, 1995, hal. 165
2011, hal. 128). Sementara Hurlock, 1999, mengemukakan pandangannya mengenai
hal. 118 mengemukakan bahwa empati kematangan emosi, menurutnya
merupakan kemampuan seseorang untuk kematangan emosi merupakan suatu
mengerti tentang perasaan dan emosi keadaan atau kondisi mencapai tingkat
orang lain serta kemampuan untuk kedewasaan dari perkembangan
membayangkan diri sendiri di tempat emosianal, oleh karena itu pribadi yang
orang lain. bersangkutan tidak lagi menampilkan
Empati merupakan perasaan pada emosianal seperti pada masa kanak-
simpati dan perhatian kepada orang lain, kanak. Seseorang yang telah mencapai
khususnya pada orang yang menderita kematangan emosi dapat mengendalikan
(Taylor, 2012, hal. 472). Empati terjadi emosinya itu. Emosi yang terkendali
ketika seseorang terfokus pada kebutuhan menyebabkan seseorang mampu untuk
dan emosi dari korban. Kesediaan berpikir secara lebih baik, dan melihat
personal menyebabkan merasa cemas dan persoalan secara lebih objektif (Walgito,
prihatin, sehingga menimbulkan sikap 2004, hal. 42). Hurlock, 1999, hal. 213
simpati dan sayang. Sementara Baron & memberikan definisi mengenai
Byrne, 2005, hal. 110 mengatakan bahwa kematangan emosi, Hurlock mengatakan
empati meliputi komponen afektif dan bahwa kematangan emosi sebagai tidak
kognitif, secara afektif orang berempati meledaknya emosi seseorang di hadapan
merasakan apa yang orang lain rasakan orang lain, melainkan menunggu saat dan
dan secara kognitif orang berempati tempat yang lebih tepat untuk
memahami apa yang orang lain rasakan. mengungkapkan emosinya dengan cara
Jadi empati menurutnya merupakan sikap yang lebih tepat dan dapat diterima.
seseorang untuk dapat merasakan dan Dengan demikian, kematangan
mengerti tentang keadaan orang lain. emosi seseorang memiliki peran yang
Pengertian tersebut jika dianalisis melalui besar dalam mempengaruhi tindakan
hasil wawancara, sangat relevan bahwa sesorang dalam hal ini adalah tindakan
nilai empati dikalangan masyarakat prososial. Dengan kematangan emosi ini
menengah kebawah di Sumber muncul seseorang akan bertindak dengan
karena kesediaan personal untuk pemikiran yang tepat dan sesuai dengan
memahami perasaan orang lain dengan kondisi yang sedang dihadapinya seketika
membayangkan diri sendiri di tempat itu. Dalam hal ini kematangan
orang lain seperti yang diungkapkan emosional berpengaruh dalam
Hurlock. berempati kepada orang lain. Tentunya
entry behaviour yang didapatkan sejak
2) Kematangan Emosi kecil membawa pengaruh terhadap nilai
Davidoff, 1991, hal. 49 dirinya.
mengatakan bahwa kematangan emosi
merupakan kemampuan individu untuk 3) Moral Rule Orientation
dapat menggunakan emosinya dengan Moral Rule Orientation
baik serta dapat menyalurkan emosinya merupakan sebuah komitmen dan hasrat
pada hal-hal yang bermanfaat. Osho, untuk memenuhi aturan moral, standar,
2008, hal. 102 mengatakan bahwa dan prinsip yang diterima sebagai aturan
kematangan emosi itu terbentuk dari dirinya, dan dibutuhkan atau diperlukan
perkembangan untuk menolong orang lain yang

9
diinginkan. Beberapa aturan itu lain pada masa sebelumnya. Tanggung
merupakan norma dan standar khusus jawab sosial (the sosial responsibility
yang diterapkan pada situasi yang norm) yaitu seseorang harus memberikan
spesifik, sementara yang lainnya lebih luas pertolongan kepada orang lain yang
dan lebih umum seperti prinsip keadilan membutuhkan pertolongan tanpa
(Hakam, 2006, hal. 162). Keyakinan mengharapkan balasan di masa yang akan
moral prososial seseorang cenderung datang. Norma ini memotivasi orang
mendorong orang itu untuk menolong untuk memberikan bantuannya kepada
orang lain, seseorang yang orang-orang yang lebih lemah dan lebih
memperlihatkan pada moral rasioning memperlukan bantuan untuk segera
tinggi ditemukan lebih bersifat reaktif ditolong.
terhadap seseorang yang memerlukan
pertolongan dengan pertimbangan moral, 4) Self-Interest
sementara menolong yang didasari nilai Self-Interest dapat berupa
maka motivasi untuk menolong orang berbagai jenis, biasanya menghasilkan
lain yang membutuhkan pertolongan bentuk yang mungkin melibatkan
adalah untuk memenuhi aturan atau menolong dalam rangka mengurangi salah
prinsip moral. satu empati darurat dirinya. Menolong
Ketika menolong, seseorang agar tidak disalahkan, dikritik, atau
mungkin tidak menyadari apa keuntungan dihukum kerena bertindak saat norma
bagi dirinya. Tindakan ketika menolong sosial membutuhkan seseorang untuk
dikarenakan seseorang merasa harus ditolong, untuk mendapatkan pujian
memberikan bantuannya kepada orang atau penghargaan, serta menolong
lain sebagai moral kebaikan yang terjadi dengan harapan mendapatkan timbal
secara alamiah (Sarwono & Meinarno, balik dari seseorang yang telah
2011, hal. 130). Kegiatan menolong ini mendapatkan pertolongan (Hakam, 2006,
dipersefsikan sebagi sesuatu yang hal. 163).
diharuskan oleh aturan moral dalam Sejauh mana seseorang
masyarakat. Moral merupakan sebuah mengevaluasi individu lain secara positif
norma yang ada dimasyarakat yang (memiliki daya tarik) akan dipengaruhi
dikatakan sebagai harapan-harapan kesediaan orang untuk memberikan
masyarakat berkaitan dengan tingkah laku bantuan. Apapun faktor yang dapat
yang seharusnya dilakukan seseorang meningkatkan ketertarikan kepada
(Myers, dalam (Sarwono & Meinarno, seseorang akan meningkatkan
2011, hal. 130)). kemungkinan terjadinya respons untuk
Lebih lanjut dikatakan bahwa menolong (Sarwono & Meinarno, 2011,
moral seseorang yang memotivasi untuk hal. 132). Adanya kesamaan antara
melakukan tindakan menolong penolong dengan orang yang akan
dipengaruhi oleh: norma timbal-balik (the ditolong juga meningkatkan kemungkinan
reciprocity norm) dan norma tanggung terjadinya tingkah laku menolong.
jawab sosial (the sosial responsibility Seseorang akan cenderung menolong
norm). Norma timbal-balik (the orang yang dalam beberapa hal mirip
reciprocity norm) yaitu perasaan dengan dirinya. Oleh karena itu, pada
seseorang harus menolong orang lain umumnya orang akan menolong anggota
yang pernah menolongnya. Hal ini kelompoknya terlebih dahulu (in group),
menyiratkan adanya prinsip balas budi baru kemudian menolong orang lain (out-
dalam kehidupan masyarakat. Dengan group) karena sebagai suatu kelompok
demikian, seseorang harus menolong tentunya ada beberapa kesamaan dalam
orang lain karena kelak di masa diri mereka yang mengikat dalam suatu
mendatang ia akan ditolong oleh orang kelompok.
lain atau ia pernah ditolong orang
10
Batson dan Thompson dalam kepentingan-kepentingan pribadi dirinya
(Baron & Byrne, 2005, hal. 106) (Baron & Byrne, 2005, hal. 106).
menyatakan bahwa masalah motivasional Selain adanya daya pendorong
haruslah dipertimbangkan juga. Mereka melalui empati, kematangan emosi, moral
mengindikasikan bahwa ada tiga motif rule orientation, dan self interest.
utama yang relevan ketika seseorang Seseorang juga memiliki motivasi
dihadapkan pada sebuah dilema moral: ekstrinsik (melakukan sesuatu untuk
self-interest (kadang-kadang disebut mendapat sesuatu yang lain) yang
egosime), moral integrity (integritas dihasilkan dari respon penglihatan,
moral), dan moral hypocrysy (hipokrisi pendengaran, hati dan perasaan juga
moral). Orang-orang dapat secara kasar proses kognitif didalam diri objek menjadi
dikategorikan berdasarkan motif yang faktor utama dalam melakukan kebaikan.
utama bagi mereka. Kebanyakan dari kita Mengambil pemikiran (Santrock, 2004)
termotivasi, -setidaknya sebagian- oleh yang mengungkapkan munculnya
self-interest, dan banyak dari tingkah laku motivasi ekstrinsik berupa harapan
kita didasarkan pada upaya mencari terhadap balasan yang diberikan oleh
berbagai hal yang memberi kepuasan Allah kepada pelaku kebaikan, mereka
paling besar. Orang-orang yang memiliki senantiasa yakin akan ada balasan di dunia
motif ini sebagai motif utama tidak maupun akhirat yang menjadi dasar
dipusingkan oleh pertanyaan benar dan mereka ber-empati kepada orang lain.
salah atau adil tidak adil, bagi mereka
hanya melakukan apa yang terbaik bagi diri
mereka. KESIMPULAN
Individu-individu lain benar-benar
ingin menjunjung moral sehingga Berdasarkan pada hasil
menunjukan motif yang berbeda yaitu pengembangan project, kondisi
integritas moral (moral integrity). Bagi masyarakat yang berada di daerah
mereka yang termotivasi dengan integritas Kabupaten Cirebon khususnya Sumber,
moral, pertimbangan akan kebajikan dan sebagian besar masih memiliki rasa
keadilan sering kali membutuhkan empati terhadap sesama manusia. Hal ini
sejumlah pengorbanan self-interest untuk menunjukkan dikalangan kondisi ekonomi
melakukan hal yang benar. Bagi orang menengah kebawah, rasa empati masih
yang bermoral, konflik antara self-interest tinggi nilainya. Adanya daya dorong dan
dan integritas moral dapat diselesaikan motif yang menunjukkan pertimbangan
dengan membuat pilihan bermoral, kebajikan dan moral integritas yang tinggi
suatu pilihan yang juga dipengaruhi oleh membuat mereka melakukan hal yang
adanya dukungan internal dan eksternal. bermoral bagi orang lain. Selain itu,
Hipokrisi moral (moral hypocrisy) kematangan berpikir turut memberikan
adalah mereka yang ingin terlihat pertimbangan moral yang baik bagi objek
bermoral sementara sebenarnya pengembangan project meskipun kondisi
menghindari kerugian dari tingkah laku mereka tidak berbeda jauh dari orang yang
bermoral yang sebenarnya. individu mereka tolong. Di sisi lain, adanya
pada kategori ini didorong oleh self- faktor motivasi intrinsik dan ekstrinsik
interest tetapi juga menjadi salah satu pendorong para objek
mempertimbangkan penampilan luar melakukan tindakan menolong orang lain
mereka. Kombinasi ini berarti bahwa dengan harapan mendapat balasan atau
penting bagi mereka untuk terlihat menjadi tabungan bagi dirinya untuk
peduli dalam melakukan hal benar, bekal di akhirat nanti.
sementara mereka sebenarnya tetap
mengutamakan

11
Peneliti berharap adanya peneltian Perkembangan (Istiwidayati
lebih lanjut yang berbasis pada nilai-nilai & Soedjarwo,
prososial ini untuk mengukur seberapa ed.). Jakarta: Erlangga.
pedulinya masyarakat akan nilai-nilai
prososial. Penelitian ini juga sebagi upaya Kartono, K. (1995). Psikologi Anak
dalam mengembangkan pemahaman (Psikologi Perkembangan). Bandung:
masyarakat di bidang sosial. Mandar Maju.
Koesoema, D. (2018). Pendidikan Karakter
DAFTAR PUSTAKA di Zaman Keblinger. Jakarta:
Grasindo.
Baron, R. ., & Byrne, D. (2005). Psikologi
Sosial. Jakarta: Erlangga. Maula, M. M., Prihatin, J., & Fikri, K.
(2014). Pengaruh Model PjBL (
Bell, B. (1995). Children’s Science, Project-Based Learning ) terhadap
Constructivism and Learning in Science. Kemampuan Berpikir Kreatif dan
Victoria: Deakin University Press. Hasil Belajar Siswa pada Materi
Pengelolaan Lingkungan. Jurnal
Belmawa Ristekdikti. (2019). Inspirasi Kajian Pendidikan dan Hasil
Kepemimpinan di Era Revolusi Industri Penelitian, 1(2), 1–6.
5.0. Jakarta: Direktur Jenderal
Pembelajaran dan Mayasari, T., Kadarohman, A., Rusdiana,
Kemahasiswaan. D., & Kaniawati, I. (2016).
Apakah Model Pembelajaran
Budimansyah, D. (2010). Tantangan Problem Based Learning Dan
globalisasi terhadap pembinaan Project Based Learning Mampu
wawasan kebangsaan dan cinta Melatihkan Keterampilan Abad
tanah air di sekolah. Jurnal 21? Jurnal Pendidikan Fisika dan
Penelitian Pendidikan, Vol. 11(No.1). Keilmuan (JPFK),
Davidoff, L. (1991). Psikologi Suatu 2(1), 48.
Pengantar (D. Marijuniati, ed.). https://doi.org/10.25273/jpfk.v2
Jakarta: Erlangga. i1.24

Eisenberg, N., & Mussen, P. H. (1989). Muslich, M. (2010). Pendidikan Karakter:


The Roots of Prosocial Behavior in Menjawab Tantangan Krisis
Children. New York: Cambridge Multidimensional. Jakarta: Bumi
University Press. Aksara.

Fuadin, A. (2016). Kontribusi Nucci, L. P., & Narvaez, D. (2014).


Pembelajaran Bahasa Indonesia di Handbook Pendidikan Moral dan
Perguruan Tinggi dalam Karakter. Bandung: Nusa Media.
Menghadapi Masyarakat Ekonomi Nurohman, S. (2015). Pendekatan Project
Asean. Semantik: Jurnal Ilmiah Based Learning sebagai Upaya
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Internalisasi Scientific Method bagi
Sastra Indonesia, 5(1), 1–11. Mahasiswa Calon Guru Fisika. 1(1),
Hakam. (2006). Perilaku Prososial (Prinsip 1–20.
dan Aplikasi). Bandung: Value Osho. (2008). Emotional Learning (A.
Press. Kahfi, ed.). Yogyakarta: Pustaka
Hurlock, E. B. (1999). Psikologi Pelajar.
Santrock, J. W. (2004). Psikologi Pendidikan.
12
Jakarta: Prenadamedia Group.

13
Sarwono, S., & Meinarno, E. A. (2011).
Psikologi Sosial. Jakarta: Salemba
Humanika.
Spreng, R. N., McKinnon, M. C., Mar, R.
A., & Levine, B. (2009). The
Toronto Empathy Questionnaire:
Scale Development and Initial
Validation of a Factor-analytic
Solution to Multiple Empathy
Measures. Journal of Personality
Assessment, Vol. 91(No. 1), 62–
71.
https://doi.org/10.1080/0022389
0802484381
Taylor, S. . (2012). Health Psychology. New
York: Mc. Graw Hill.
Walgito, B. (2004). Pengantar Psikologi
Umum. Jakarta: Penerbit Andi.

14

You might also like