You are on page 1of 8

Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu Vol.

3(1): 61-67, Feb 2015 Deni Hernando et al

KADAR AIR DAN TOTAL MIKROBA PADA DAGING SAPI DI TEMPAT


PEMOTONGAN HEWAN (TPH) BANDAR LAMPUNG

WATER CONTENT AND MICROBIAL QUALITY OF THE MEAT IN BANDAR


LAMPUNG ABATTOIRS

Deni Hernandoa, Dian Septinovab, dan Kusuma Adhiantob


a
The Student of Department of Animal Husbandry Faculty of Agriculture Lampung University
b
The Lecture of Department of Animal Husbandry Faculty of Agriculture Lampung University
Department of Animal Husbandry, Faculty of Agriculture Lampung University
Soemantri Brojonegoro No.1 Gedung Meneng Bandar Lampung 35145
Telp (0721) 701583. e-mail: kajur-jptfp@unila.ac.id. Fax (0721)770347

ABSTRACT

The aim of this research was: 1) to determine the water content of the meat in Bandar Lapung abattoirs; 2)
to determine the microbial quality of the meat in Bandar Lampung abattoirs. The research was conducted at
March 2014 continously from Bandar Lampung abattoirs. The analysis of the water content was conducted
in Laboratorium Nutrisi Ternak, Jurusan Peternakan while the analysis of the microbial quality conducted in
Laboratorium Penguji Balai Veteriner Lampung. The method of research was survey. The obtain data was
analyzed by using the descriptive quantitative analysis.
The analysis shows that water content of the meat in Mrs. Mul’s abattoir were 71,92% and 71,55%. The
total microbial count were 0,67 x105 CFU/g and 1,2 x105 CFU/g. The water content of the meat in H.
Bustomi’s abattoir were 74,84% and 74,43%. The total microbial count were 0,46x105 CFU/g and 5,9 x105
CFU/g. The water content of the meat in H. Udin’s abattoir were 74,24% and 73,14%. The total microbial
count were 4,9x 105 CFU/g and 0,088x105 CFU/g. The water content of the meat in Mr. Ampan’s abattoir
were 72,22% dan 72,65%. The total microbial count were 4,4x105 CFU/g and 0,075x105 CFU/g. Based on
the result, it was concluded that the meat from Bandar Lampung abattoirs were still proper for consumption.

(Keywords: Meat, Water content, Microbial quality)

PENDAHULUAN sesuai dengan pendapat Hedrick (1994) yang


menyatakan bahwa daging dan olahannya dapat
Daging sapi merupakan salah satu bahan dengan mudah menjadi rusak atau busuk, oleh
pangan hewani yang dibutuhkan bagi tubuh karena itu penanganan yang baik harus dilakukan
manusia karena kaya akan protein dan asam selama proses berlangsung. Beberapa mikroba
amino lengkap yang diperlukan oleh tubuh. Selain patogen yang biasa mencemari daging adalah
protein, daging sapi juga kaya akan air, lemak, Escherichia Coli, Salmonella sp, dan
dan komponen organik lainnya. Kandungan gizi Staphylococcus sp. Kontaminasi mikroba pada
yang baik di dalam daging ini sangat daging sapi dapat berasal dari peternakan dan
mempengaruhi perkembangan mikroorganisme. rumah potong hewan yang tidak higienis, begitu
Penyediaan daging sapi yang kandungan juga sumber air dan lingkungan tempat diolahnya
mikrobanya tidak melebihi Batas Maksimum daging tersebut sebelum sampai kepada
Cemaran Mikroba (BMCM) sangat diharapkan konsumen (Mukartini et al., 1995).
dalam memenuhi persyaratan untuk mendapatkan Pertumbuhan mikroba pada daging sangat
daging sapi yang aman, sehat, utuh, dan halal dipengaruhi oleh kadar air daging tersebut.
(ASUH). Rumah Pemotong-an Hewan (RPH) Kandungan air dalam bahan makanan
merupakan tempat yang rawan dan berisiko cukup memengaruhi daya tahan bahan makanan
tinggi terhadap cemaran mikroba patogen. terhadap serangan mikroba. Kandungan air
Setelah ternak dipotong, mikroba yang terdapat tersebut dinyatakan dengan water activity, yaitu
pada hewan mulai merusak jaringan sehingga jumlah air bebas yang dapat digunakan oleh
bahan pangan hewani cepat mengalami kerusakan mikroorganisme untuk pertumbuhannya.
bila tidak mendapat penanganan yang baik Kelembaban dan kadar air biasanya berpengaruh
(Rahayu, 2006). terhadap pertumbuhan mikroorganisme. Bakteri
Fardiaz (1992) mengatakan bahwa daging sapi dan jamur memerlukan kelembaban di atas 85%
mudah rusak dan merupakan media yang cocok untuk pertumbuhannya (Purnomo, 2004).
bagi pertumbuhan mikroba, karena tingginya Kasmadiharja (2008) menyatakan bahwa kadar
kandungan air dan zat gizi seperti protein. Hal ini air yang meningkat dipengaruhi oleh jumlah air

61
Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu Vol. 3(1): 61-67, Feb 2015 Deni Hernando et al

bebas yang terbentuk sebagai hasil samping dari HASIL DAN PEMBAHASAN
aktivitas bakteri.
A. Gambaran Umum
BAHAN DAN METODE
Tempat pemotongan hewan (TPH) di
Penelitian dilakukan pada Bulan April Indonesia banyak menjadi sorotan akibat kasus
2014 di Tempat Pemotongan Hewan (TPH) penolakan ekspor sapi asal Australia , karena
Bandar Lampung, Laboratorium Penguji Balai kinerja sebagian besar RPH/TPH di Indonesia
Veteriner Lampung dan Laboratorium Nutrisi tidak memenuhi standar. TPH di Bandar
Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Lampung dapat di lihat pada Tabel 2. TPH
Universitas Lampung. tersebut berjumlah 4 buah dan merupakan milik
Bahan yang digunakan untuk penelitian ini adalah perseorangan. Sapi-sapi yang dipotong di TPH
daging sapi yang berasal dari seluruh atau tersebut ada yang berasal dari Bandar Lampung
beberapa TPH di Bandar Lampung. Daging sapi dan ada juga yang dari luar Bandar Lampung.
yang digunakan adalah daging paha paling luar Sapi yang dipotong TPH ibu Mul adalah sapi
yang kandungan lemaknya sedikit dan tanpa lokal seperti PO dan sapi Bali. Sapi potong
memperhatikan bangsa dan umur sapi. tersebut berasal dari wilayah perkampungan yang
ada di Metro.
Peubah yang Diamati Lokasi TPH yang dibangun Ibu Mul belum
memenuhi peraturan pemerintah tentang lokasi
Total kandungan mikroba yang terdapat bangunan RPH. Hal ini karena TPH Ibu Mul
pada sampel daging sapi diuji dengan berada di lokasi ramai penduduk di daerah Way
menggunakan metode Total Plate Count (TPC) Halim, sehingga sulit untuk melakukan
(SNI 2897:2008) dan kadar air yang terdapat pembuangan limbah cair atau limbah padat.
pada sampel daging yang diuji dengan metode Menurut peraturan SNI 01-6159-1999 tentang
pengeringan atau oven (Legowo dkk, 2005). persyaratan lokasi RPH yaitu harus berada di
pinggiran kota dan tidak berada di daerah padat
Metode Penelitian Analisis Data penduduk.
Sapi yang dibawa dari wilayah
Metode penelitian yang dipakai adalah perkampungan untuk dipotong pada TPH Ibu Mul
metode sensus. Data dianalisis dengan analisa diistirahatkan pada kandang yang berada di
deskriptif kuantitatif. belakang rumah selama 6 jam. Hal ini tidak
sesuai dengan Smith et al. (1978) yang
Prosedur Penelitian menyatakan bahwa ternak yang ingin dipotong
harus diistirahatkan minimal 12 jam.
Uji Total Plate Count Metode pemotongan sapi yang dilakukan di TPH
ini adalah metode tradisional. Sebelum
Penentu Angka Lempeng Total/Total Plate pemotongan terlebih dahulu sapi dirobohkan ke
Count (ALT/TPC) ( sumber bacteriological lantai dengan menggunakan tali tambang,
analytical manual, 1998 dan SNI 2897, 2008 ). kemudian sapi dipotong di bagian lehernya
dengan cepat. Lalu pada bagian kaki belakang
Cara Kerja diangkat dan digantung untuk mempercepat
pengeluaran darah dan mempermudah pengulitan
Persiapan pengujian total mikroba juga proses pembentuk karkas. Tempat
Pemotongan Hewan Ibu Mul hanya memiliki 2
a. sampel yang diuji dipotong kecil-kecil secara ruangan yaitu kandang istirahat, dan tempat
aseptic menggunakan gunting dan pinset; pemotongan, sehingga karkas hasil pemotongan
b. menimbang 25 gram daging sapi untuk contoh langsung dipasarkan tanpa melalui proses
padat dari semi padat sehingga untuk contoh pelayuan dan penyimpanan.
cair sebanyak 25 ml sampel, kemudian Berbeda dengan TPH ibu Mul, peralatan dan
dimasukkan ke dalam 225 ml larutan BPW teknik yang digunakan dalam pemotongan pada
0,1% steril, kemudian dihomogenkan dengan H. Bustomi sudah modern. Sapi yang akan
stomacher selama 1--2 menit, ini merupakan dipotong dipingsankan dengan menggunakan
larutan dengan pengenceran 10-2. stunning gun. Sapi yang dipotong pada TPH ini
berasal dari PT Santosa Agrindo (Santori)
Uji Kadar Air Lampung Tengah.
Tempat Pemotongan Hewan ini memiliki
Pemeriksaan kadar air digunakan metode ruang tersendiri untuk menangani proses
pengeringan atau oven (thermogravimetri) pemotongan ternak yaitu ruangan pemingsanan,
(Legowo dkk, 2005). ruangan pengulitan dan pengeluaran jeroan, ruang

62
Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu Vol. 3(1): 61-67, Feb 2015 Deni Hernando et al

pemotongan karkas, dan ruang penyimpanan. Sapi yang datang dari PT. Santori diterima
Menurut Lestari (1994), perancangan bangunan di TPH H. Bustomi sekitar pukul 18.00–19.00
RPH yang berkualitas sebaiknya sesuai dengan WIB, kemudian sapi dibawa ke kandang
standar yang telah ditentukan dan sebaiknya pengistirahatan dan dipotong pada jam 23.00-
sesuai dengan Instalasi Standar Internasional dan 03.00. Hal ini sesuai dengan pendapat Smith et al.
menjamin produk sehat dan halal. (1978) yaitu ternak yang ingin dipotong harus
diistirahatkan selama 12—24 jam.

Tabel 1. Nama TPH di Bandar Lampung

Jumlah Pemotongan
TPH Alamat Tahun Pendirian
Ternak Perhari

Jalan Ki Maja dekat rel kereta api


Ibu Mul 1997 1
Way Halim Bandar Lampung
Komplek Cemara Indah Jl Harapan
H. Bustomi gg Cemara Indah Kota Sepang 2002 10
Bandar Lampung
Jalan Wolter Mongosidi No. 60
H. Udin 2003 9
Teluk Betung Bandar Lampung
Jalan Sisingamangaraja Kemiling
Bapak Ampan 2003 14
Bandar Lampung

Selama istirahat sapi diberi pakan hijauan istirahat, tempat pemingsanan, tempat
dan minum. Ternak diistirahatkan supaya tidak pengeluaran jeroan dan pengulitan, serta ruang
stres, darah dapat keluar sebanyak mungkin, dan pemotongan karkas. Hal ini sesuai dengan SNI
cukup tersedia energi agar proses rigormortis 01-6159-1999 tentang syarat lokasi, kelengkapan
berjalan sempurna (Suparno, 2005). Sapi yang bangunan utama, komponen, dan kelengkapan
dipotong diperiksa kesehatannya oleh petugas RPH.
kesehatan tempat sapi berasal, sehingga di TPH Sapi di TPH H. Udin telah mengalami
tidak lagi dilakukan pemeriksaan kesehatan sapi. pengecekan kesehatan di perusahaan
Menurut Peraturan Pemerintahan nomor 22 tahun penggemukan sapi asal ternak sebelum dipotong.
1993 tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner, Hal ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah
sapi yang akan dipotong harus di cek kesehatan Nomor 22 Tahun 1983 tentang Kesehatan
oleh pihak berwenang. Masyarakat Veteriner, yaitu ternak yang ingin
Saat memulai proses pemotongan sapi dipotong sebaiknya diperiksa kesehatannya oleh
yang ada di dalam kandang istirahat digiring pihak yang berwenang. Sebelum sapi dipotong,
masuk ke suatu lorong besi menuju kandang jepit, sapi diistirahatkan di kandang istirahat selama 5
kemudian sapi dikunci kepala dan badannya, jam dan diberi pakan berupa hijauan segar dan
setelah itu sapi dipingsankan dengan stunning minum. Hal ini tidak sesuai dengan pendapat
gun. Setelah pingsan sapi dipotong lehernya, Smith et al. (1978) yaitu ternak yang ingin
kemudian dibawa ke area prosessing. dipotong harus diistirahatkan selama 12-24 jam.
TPH milik H. Udin memiliki bangunan Tempat Pemotongan Hewan milik Bapak
serta alat yang sesuai dengan kelengkapan Ampan bekerja sama dengan PT. Juang Jaya Abdi
bangunan RPH. Sapi yang dipotong di TPH ini Alam (JJAA) Lampung Selatan. TPH ini mulai
berasal dari PT. Great Giant Livestock Company beroperasi dari pukul 23.00 WIB sampai 04.00
(GGLC), Lampung Tengah. WIB dengan rata–rata jumlah pemotongan 14 sapi
Lokasi TPH ini berada di pinggiran kota per hari.
dengan tingkat kepadatan penduduk yang rendah Lokasi TPH Bapak Ampan berada di pinggiran
dan berada di tempat yang rendah. TPH ini juga kota Tanjung Karang. Ruangan pada TPH ini
dekat dengan jalan raya sehingga memudahkan cukup lengkap yang terdiri dari kandang istirahat,
dalam proses pendistribusian daging. Hal ini ruang pemingsanan, ruang pengeluaran jeroan,
sesuai dengan Suharno (2010), RPH harus dan pengulitan serta ruang pemotongan karkas.
berlokasi di daerah yang tidak menimbulkan TPH ini sesuai dengan syarat pemerintah tentang
gangguan atau pencemaran lingkungan misalnya bangunan RPH mengenai ruangan, lokasi dan
di bagian pinggir kota yang tidak padat kelengkapan alat pemotongan. Hal ini sesuai
penduduknya. Kondisi bangunan dan dengan pendapat Suharno (2010), yang
kelengkapan alat juga sudah memenuhi standar menyatakan RPH berlokasi di daerah yang tidak
bangunan RPH. Bangunan terdiri dari kandang menimbulkan gangguan atau pencemaran

63
Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu Vol. 3(1): 61-67, Feb 2015 Deni Hernando et al

lingkungan misalnya di bagian pinggir kota yang Bandar Lampung yang diambil dari TPH adalah
tidak padat penduduknya. Kondisi TPH Bapak 73,12%. Hal ini tidak sesuai dengan pendapat
Ampan cukup baik karena memiliki tempat Winarno (1980) bahwa kadar air dalam daging
limbah cair dan limbah padat. berkisar antara 60%–70%.
Proses pemotongan sapi di TPH Bapak Menurut pendapat Judge et al.,(1989),
Ampan diawali dengan pengistirahatan pada bahwa rataan kadar air daging sapi brahman
ternak sapi setelah mengalami perjalanan dari asal cross, angus dan murray masih berada pada
sapi. Ternak sapi ini diberi pakan hijauan, diberi kisaran normal kadar air daging, yaitu antara 65-
minum dan diistirahatkan selama 7 jam. 80%. Nugroho (2008) mengatakanbahwa nilai
Pengistirahatan di TPH Bapak Ampan tidak kadar air sapi adalah 77,5±04% untuk bangsa sapi
sesuai dengan pendapat Smith et al. (1978), Bos Indicus, sedangkan untuk sapi bangsa Bos
ternak yang ingin dipotong harus diistirahatkan Taurus adalah berkisar antara 72,4-74,8%.
selam 12--24 jam. Pada penelitian ini kadar air terendah didapat dari
TPH Ibu Mul yaitu dengan kisaran 71,73%,
B. Kadar Air Daging Sapi di TPH Bandar sedangkan nilai kadar air daging sapi yang
Lampung tertinggi pertama terdapat pada TPH Bapak H.
Bustomi dengan kisaran rata-rata74,63% dan nilai
Kadar air dalam bahan makanan sangat kadar air daging sapi yang tertinggi kedua
mempengaruhi kualitas, cemaran mikroba dan terdapat pada Bapak H. Udin yaitu dengan kisaran
daya simpan dari pangan tersebut. Oleh sebab itu, rata-rata 73,69%. Pada Bapak Ampan terdapat
penentuan kadar air dari suatu bahan pangan nilai kadar air daging sapi dengan kisaran
sangat penting agar dalam proses pengolahan 72,43%, hal ini dikarenakan daging sapi yang
maupun pendistribusian mendapat penanganan dipotong mengalami proses pengistirahatan,
yang tepat. Kadar air daging sapi ini dapat dilihat pemotongan dan proses daging menjadi karkas
pada Tabel 2. yang cukup baik sehingga kadar air dalam daging
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa nilai tidak melebihi 80% (SNI 01-2891-1992).
rata-rata keseluruhan kadar air daging sapi di

Tabel 2. Kadar air daging sapi dari TPH di Bandar Lampung

Kadar Air Daging (%)


TPH Rata-rata
1 2

Ibu Mul 71,92 71,55 71,73


H. Bustomi 74,84 74,43 74,63
H. Udin 74,24 73,14 73,69
Ampan 72,22 72,65 72,43

Kualitas daging dari TPH di Bandar maka persentase susut masak daging sapi akan
Lampung termasuk dalam kualitas daging yang menurun (41,55%). Daging yang mempunyai
baik karena memiliki kadar air yang normal. angka susut masak rendah, memiliki kualitas yang
Kualitas daging dari masing-masing TPH ini baik karena kemungkinan keluarnya nutrisi
memiliki warna, tekstur, aroma, keempukan yang daging selama pemasakan juga rendah (Suryati et
baik karena daging tersebut baru dipotong dan al., 2008). Pada penelitian yang sama dari
masih segar. Warna daging pada masing-masing Kurniawan (2014) bahwa susut masak pada
TPH adalah warna merah terang. Aroma daging daging sapi Ibu Mul sebesar 51,27% dan susut
seperti daging segar pada umumnya, tekstur masak pada H. Udin sebesar 38,18%.
daging pada masing-masing TPH cukup halus. Kadar air daging sapi dari TPH Bandar
Daging dari TPH yang ada di Bandar Lampung Lampung bervariasi. Menurut Soeparno (2009)
memiliki keempukan yang cukup baik. Hal ini kadar air daging dipengaruhi oleh jenis ternak,
sesuai dengan pendapat Dhuljaman et al. (1984) umur, kelamin, pakan serta lokasi dan fungsi
bahwa daging yang berkualitas tinggi adalah bagian-bagian otot dalam tubuh. Kadar air yang
daging yang berkembang penuh dan baik, tinggi disebabkan umur ternak yang muda, karena
konsistensi kenyal, tekstur halus, warna terang, pembentukan protein dan lemak daging belum
dan marbling yang cukup. sempurna (Rosyidi et al., 2000).
Susut masak daging sapi dipengaruhi oleh Peningkatan umur dapat meningkatkan
daya ikat air dan kadar air. Semakin tinggi daya proporsi bahan kering sehingga menurunkan
ikat air dan semakin rendah kadar air daging sapi, kadar air. Proporsi bahan kering daging adalah

64
Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu Vol. 3(1): 61-67, Feb 2015 Deni Hernando et al

protein, sementara protein berkorelasi dengan air TPH H. Bustomi, TPH H. Udin, dan Bapak
dalam otot. Pada setiap TPH umur sapi yang Ampan berasal dari perusahaan penggemukan
dipotong bervariasi. Pada TPH Ibu Mul sapi yang sapi di Lampung Tengah dan Lampung Selatan.
dipotong berumur 2 tahun 4 bulan, sapi yang Sapi tersebut merupakan sapi yang komersil yang
dipotong di TPH H. Bustomi berumur 3 tahun 1 dipelihara dengan baik dan pemberian pakan
bulan, lalu di TPH H. Udin sapi yang dipotong sesuai kebutuhan.
berumur 2 tahun 7 bulan, dan di TPH Ampan sapi
yang dipotong berumur 3 tahun. Umur sapi yang C. Total Mikroba pada Daging Sapi
dipotong pada setiap TPH ini antara 2--3 tahun.
Bangsa sapi dan cara pemeliharaan juga Penyebaran mikroorganisme yang tumbuh pada
dapat mempengaruhi kadar air daging. TPH Ibu bahan pangan asal hewan dan hasil olahannya
Mul sapi yang dipotong adalah sapi lokal seperti pada umumya terdiri dari bakteri, jamur/kapang,
PO dan Bali. Sapi ini berasal dari peternak- virus dan terdapat juga binatang satu sel. Daging
peternak asal Metro yang dipelihara secara merupakan bahan makanan yang disukai oleh
tradisional atau kepar dan pemberian pakan yang mikroorganisme dan dapat dicemari oleh
seadanya. Sedangkan sapi yang dipotong di TPH mikroorganisme tersebut. Total mikroba daging
H. Bustomi, H. Udin dan Bapak Ampan sapi yang sapi yang berasal dari Tempat Pemotongan
dipotong adalah Brahman X. Hewan di Bandar Lampung disajikan pada Tabel
Pakan yang diberikan pada sapi juga dapat 3.
mempengaruhi kadar air daging. Sapi-sapi dari

Tabel 3. Total mikroba daging sapi dari TPH di Bandar Lampung

Total Mikroba
TPH Rata-rata (CFU/g)
uji 1 uji 2
Ibu Mul 0,67 x 105 1,2 x 105 0,93 x 105
H.Bustomi 0,46x 105 5,9 x 105 3,1 x 105
H.Udin 4,9x 105 0,088 x 105 2,4 x 105
Ampan 4,4x 105 0,075 x 105 2,2 x 105
Keterangan: Hasil uji labolatorium Balai Veteriner Lampung.

Berdasarkan Tabel 3, total mikroba daging (Buckle et al.,1987). Berdasarkan jumlah


yang berasal dari seluruh TPH di Bandar mikroba, kontaminasi mikroba yang tertinggi
Lampung berkisar antara 0,93 x 105--3,1 x 105 terjadi pada TPH H.Bustomi yaitu 3,1 x 105CFU/
CFU/ g,. Menurut SNI-7388-2009 batas jumlah g dan kontaminasi mikroba terendah terdapat
cemaran mikroba pada daging segar yang layak pada TPH Ibu Mul yaitu 0,93x 105 CFU/g.
untuk dikonsumsi yaitu 1x106 CFU/g. Kontaminasi mikrooganisme terjadi karena
Berdasarkan data total mikroba, maka daging sapi sanitasi dan higienis yang kurang baik. Semakin
yang berasal dari TPH di Bandar Lampung adalah buruk sistem sanitasi dan higienis, tingkat
daging sapi yang memiliki kualitas yang masih pencemaran mikroba akan semakin tinggi. Sistem
baik, sehingga layak untuk dikonsumsi. sanitasi dan higienis di TPH Ibu Mul terlihat
Jumlah mikroba berkaitan dengan masa paling buruk diantara TPH-TPH lainnya. Hal ini
simpan daging. Daging yang jumlah mikroba karena tempat pemotongan dan proses
banyak akan lebih cepat mengalami proses pengkarkasan dilakukan pada tempat yang sama.
pembusukan, sehingga berdasarkan jumlah Kondisi lantainya juga kurang higienis, licin,
mikrobanya daging yang diduga akan lebih tidak rata, retakan pada lantai, dindingnya tidak
cepatnya proses pembusukan adalah daging yang licin dan berwarna gelap. Walau kondisi sistem
berasal dari TPH H. Bustomi. sanitasi dan higienis paling buruk, jumlah
Jumlah mikroba pada daging menunjukkan mikroba di TPH ibu Mul yang paling rendah. Hal
bahwa telah terjadi kontaminasi pada TPH di ini disebabkan oleh selang waktu pengambilan
Bandar Lampung. Kontaminasi bakteri dalam daging sampai pengujian sampel daging di TPH
proses pemotongan ternak sangat mungkin terjadi, Ibu Mul yang rendah dibandingkan sampel daging
sebab proses pemotongan, khususnya pengulitan dari TPH lainnya.
dan pengeluaran jeroan merupakan titik paling Pertumbuhan mikroba terbagi dalam
rentan terhadap terjadinya kontaminasi dari beberapa fase yaitu fase lag, fase logaritmik, fase
bagian luar kulit dan isi saluran pencernaan konstan, dan fase kematian. Daging sapi yang

65
Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu Vol. 3(1): 61-67, Feb 2015 Deni Hernando et al

berasal dari TPH Ibu Mul selang waktu dari Kontaminasi juga bisa terjadi saat ternak
pemotongan sampai pengujian sampel lebih tersebut masih hidup dan lingkungan sekitar.
singkat yaitu 3 jam, sehingga pertumbuhan Menurut Soeparno (2005) awal kontaminasi pada
mikroba yang terjadi pun lebih sedikit daging dari mikroorganisme yang memasuki
dibandingkan pertumbuhan mikroba daging sapi peredaran darah pada saat penyembelihan dan bila
dari TPH lainnya. Menurut Soeparno (2005), ada alat-alat yang dipergunakan untuk
jumlah mikroba akan meningkat dengan cepat pengeluaran darah tidak steril. Kontaminasi
pada fase pertumbuhan seiring dengan bertambah berikutnya dapat terjadi pada saat persiapan
waktu. daging, pembuatan produk daging, proses
Menurut Soeparno (2005) faktor yang penyimpanan, dan distribusi. Proses pemotongan
mempengaruhi pertumbuhan bakteri antara lain pada Ibu Mul dilakukan selama 1 jam pada pukul
adalah pH dan kadar air.Menurut hasil penelitian 05.00-06.00. Proses pemotongan pada H.
Kurniawan (2014) dalam penelitian yang sama, Bustomi dilakukan selama 4 jam pada pukul
pH pada daging sapi di TPH Bandar Lampung 23.00-03.00. Proses pemotongan pada H. Udin
berkisar antara 5,3--6,4. dilakukan selama 3 jam pada pukul 01.00-04.00.
Kadar air pada daging sapi di TPH Bandar Proses pemotongan pada Ampan dilakukan
Lampung berkisar antara 71,73--74,63%. Hal ini selama 4 jam pada pukul 00.00-04.00.
berarti pH dan kadar air daging di TPH Bandar
Lampung dalam keadaan normal. Sehingga
pertumbuhan mikroba pada TPH di Bandar SIMPULAN DAN SARAN
Lampung berkisar antara 0,93x105--3,1 x 105
CFU/g. Mikroba pada daging sapi di TPH Bandar Simpulan
Lampung tidak melebihi SNI-7388-2009 yaitu
1x106 CFU/g. Pertumbuhan bakteri tergantung Berdasarkan penelitian yang telah
pada pH dan kadar air yang ada dalam daging dilakukan, dapat disimpulkan bahwa :
sapi. Nilai pH dan kadar air yang rendah akan Kadar air daging sapi di TPH Ibu Mul adalah
menghambat pertumbuhan bakteri sehingga total 71,92% dan 71,55%. Total mikroba daging sapi
koloni bakteri menjadi rendah. di TPH Ibu Mul adalah 0,67 x105 CFU/gram dan
Menurut Soeparno (2005), daging sangat 1,2 x105 CFU/gram. Kadar air daging sapi di
memenuhi persyaratan bagi pertumbuhan TPH H. Bustomi adalah 74,84% dan 74,43%.
mikroorganisme, karena mempunyai kadar air Total mikroba daging sapi TPH H. Bustomi
yang tinggi (68-75%), kaya akan zat yang adalah 0,46x105 CFU/gram dan 5,9 x105
mengandung nitrogen, mengandung sejumlah CFU/gram. Kadar air daging sapi di TPH H.
karbohidrat yang dapat difermentasikan, kaya Udin adalah 74,24% dan 73,14%. Total mikroba
akan mineral, dan kelengkapan faktor untuk daging sapi di TPH H. Udin adalah 4,9x 10 5
pertumbuhan mikroorganisme, dan mempunyai CFU/gram dan 0,088x105CFU/gram Kadar air
pH yang menguntungkan bagi sejumlah daging sapi di TPH Bapak Ampan adalah 72,22%
mikroorganisme. Mikroorganisme pembusuk dan 72,65%. Total mikroba daging sapi di TPH
pada daging dapat memperoleh kebutuhan Bapak Ampan adalah 4,4x105 CFU/gram
dasarnya dari daging tersebut untuk tumbuh, 0,075x105 CFU/gram. Berdasarkan kadar air dan
faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan total mikroba daging sapi di TPH Bandar
mikroorganisme pada daging meliputi temperatur, Lampung masih layak untuk dikonsumsi.
ketersediaan air, tekanan osmose, pH, dan
potensial oksidasi reduksi (Lawrie, 2003). Saran
Perlakuan ternak sebelum pemotongan
akan berpengaruh terhadap jumlah mikroba yang Berdasarkan hasil penelitian ini dapat
terdapat dalam daging. Ternak yang baru disarankan kepada pengelolah TPH di Bandar
diangkut dari tempat lain hendaknya tidak Lampung untuk mengevaluasi atau meninjau
dipotong sebelum cukup istirahat, karena akan kembali terhadap penerapan praktek higienis dan
meningkatkan jumlah bakteri dalam daging sanitasi pada TPH di Bandar Lampung, supaya
dibandingkan dengan ternak yang masa kadar air dan pencemaran mikroba daging sapi
istirahatnya cukup lama (Djaafar dan Rahayu, dapat berkurang.
2007). Jarak tempuh dari asal sapi ke TPH H.
Bustomi adalah 140 km. Setelah menempuh jarak
tersebut, sapi hanya diistirahatkan 5 jam. Jarak DAFTAR PUSTAKA
tempuh asal sapi ke TPH Ibu Mul adalah 80 km,
dengan lama pengistirahatan sapi adalah 6 jam, Buckle, K. A., R. A. Edwards., G. H. Fleet dan M.
sehingga jumlah mikroba daging sapi Ibu Mul Wooton. 1987. Ilmu Pangan. Terjemahan :
lebih rendah dibandingkan dengan sapi dari TPH Purnomo dan Adiono.Universitas
H. Bustomi. Indonesia Press. Jakarta.

66
Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu Vol. 3(1): 61-67, Feb 2015 Deni Hernando et al

Djaafar, T.F. dan S. Rahayu. 2007. Cemaran Mukartini, S., C. Jehne, B. Shay, and C. M. L.
mikroba pada produk pertanian, penyakit Harfer.1995. Microbiological status of
yang ditimbulkan dan pencegahannya. beef carcass meat in Indonesia. J. Food
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Safety 15--291–303.
Pertanian 26(2): 67−75. Purnomo, B.2004. Materi Kuliah Mikrobiologi.
Dhuljaman, M., Sugana, N., Natasasmita, A., dan Universitas Bengkulu. Bengkulu.
Lubis , A. R. 1984. Studi Kualitas Karkas Rahayu, E. S. 2006. Amankan Produk Pangan
Domba Lokal Priangan Berdasarkan Jenis Kita: Bebaskan dari Cemaran Berbahaya.
Kelamin dan Pengelompokan Bobot Apresiasi Peningkatan Mutu Hasil Olahan
Potong Domba dan Kambing Indonesia. Pertanian. Dinas Pertanian Propinsi DIY
Pusat Penelitian dan Pengembangan dan Kelompok Pemerhati Keamanan
Peternakan. Bogor. Mikrobiologi Produk Pangan. Yogyakarta.
Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pengelolaan Rosyidi, 2010. Pengaruh Bangsa Sapi terhadap
Pangan. Departemen Pendidikan dan Kualitas Fisik dan Kimiawi Daging.
Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Universitas Brawijaya. Malang
Tinggi, Pusat Antar Universitas Pangan Smith, G. C., G. T. King, dan Z. L.
dan Gizi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Carpenter.1978. Laboratory Manual for
_________.1993. Analisa Mikrobiologi Meat Science. 2 nd Ed. American Press,
Pangan.Raja Grafindo Persada. Jakarta. Boston, Massachusetts.
Hedrick, H. B. 1994. Principles of Meat Science, Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging.
3.ed. Dubuque: Kendall/Hunt Publishing. Gadjah Mada University Press.
354p. Yogyakarta.
Kasmadiharja, H. 2008. Kajian Penyimpanan Standar Nasional Indonesia.1999. Rumah
Sosis, Naget Ayam dan Daging Ayam Pemotongan Hewan. Badan Standarisasi
Berbumbu dalam Kemasan Polipropilen Nasional. Jakarta.
Rigid. Skripsi. Fakultas Teknologi _________________. 2009. Metode Pengujian
Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Cemaran Mikroba Dalam Daging, Telur dan
Kurniawan, Nikodemus. 2014. Kualitas Fisik Susu serta Hasil Olahannya. Badan
Daging Sapi dari Tempat Pemotongan Standardisasi Nasional. Jakarta.
Hewan di Bandar Lampung. Skripsi. Suharno. 2010. Perencanaan Pembangunan
Fakultas Pertanian. Universitas Negeri Rumah Potong Hewan Kota Surakarta.
Lampung. Bandar Lampung. Bandar Penerbit Amus. Surakarta.
Lampung. Suryati, T dan I. I. Arif. 2005. Pengujian daya
Lawrie R A. 2003. Ilmu Daging. Penerjemah putus Warner Bratzler, susut masak dan
Aminuddin Parakkasi. UI Press. Jakarta. organoleptik sebagai penduga tingkat
Legowo, A. M. Nurwantoro dan Sutaryo. 2005. keempukan daging sapi yang disukai
Analisis Pangan. Badan Penerbit konsumen. Laporan Penelitian. Fakultas
Universitas Diponegoro. Semarang. Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Lestari. 1994. Rumah Pemotongan Hewan Winarno F. G., S. Fardiaz, dan D. Fardiaz. 1980.
Ruminansia Indonesia. P.T. Bina Aneka Pengantar Teknologi Pangan. PT Gramedia.
Lestari. Jakarta. Jakarta

67
Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu Vol. 3(1): 61-67, Feb 2015 Deni Hernando et al

68

You might also like