Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
askaris yang dapat menyebabkan sumbatan dan juga erosi mukosa apendisitis
(E.histolytica).
menyebutkan insidensi apendisitis di asia dan afrika pada tahun 2004 adalah
4,8% dan 2,6% penduduk dari total populasi. menurut departemen kesehatan
sistem cerna lain dengan jumlah pasien rawat inap sebanyak 28.040..
tetapi ketika telah mengalami perforasi angka ini meningkat mencapai 20%-
Angka kejadian apendisitis didunia cukup tinggi yaitu 321 juta kasus
tiap tahun. Data yang dirilis oleh departemen kesehatan RI pada tahun 2008
meningkat pada tahun 2009 sebesar 596.132 orang. Tahun 2009 tercatat, 2.159
kesehatan RI,2008 )
Apendisitis sering terjadi baik pada anak anak maupun orang dewasa.
Insiden tertinggi apendisitis pada laki laki adalah pada umur 10-14 tahun
dengan angka kejadian 27,6% kasus per 10.000 populasi. Sedangkan insiden
tertinggi untuk perempuan yaitu pada usia 15-19 tahun dengan angka
kejadian 20,5% kasus per 10.000 populasi, dan insiden terendah terjadi pada
bayi, berdasarkan World Health Organization (2004), angka mortalitas akibat
apendisitis adalah 22.000 jiwa, dan di mana populasi laki laki lebih banyak
laki laki dan perempuan sekitar 10.000 jiwa (dikutip dalam jurnal zulfikar, et
al, 2013).
yang mengenai seluruh organ tersebut (price & wilson, 2006), apendisitis juga
merupakan penyakit bedah mayor yang paling sering terjadi. Walaupun dapat
terjadi di setiap usia, namun insiden yang paling sering terjadi adalah pada
usia remaja dan deawasa muda ( price & wilson, 2006 ). Insiden terjadinya
apendisitis akut di amerika serikat dengan insiden 1,1 kasus tiap 1000 orang
Sumber lain juga menyebutkan pada ank usia < 1 tahun, hampir
menurun menjadi 94%, dan anak anak berusia < 6 tahun insidennya turun lagi
perforasi.
yangdi maksud dalam pancasila UUD 1945. Namun pada kenyataan nya
seseorang bisa mengalami penyakit, salah satu nya penyakit apendisitis yang
B. Batasan Masalah
Masalah pada studi kasus ini dibatasi pada apendisitis dengan masalah nyeri
C. Rumusan Masalah
D. Tujuan
1. Tujuan Umum
pada pasien post op apendisitis dengan masalah nyeri akut secara langsung
dan komprehensif.
2. Tujuan Khusus
BandarLampung
Lampung
Lampung
Lampung
E. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
a. Perawat
b. Institusi Pendidikan
apendisitis.
c. Rumah Sakit
Sebagai masukan bagi rumah sakit dan sebagai acuan untuk membuat
OLEH :
YOLIAN BELIA CANDI
144012015085
Menurut klafikasi :
a. Apendisitis akut merupakn infeksi yang disebabkan bacteria. Dan
factor pencetusnya disebabkan oleh sumbatan lumen apendisitis.
Selain itu hyperplasia jaringan limf, fikalit (tinja/batu), tumor
apendisitis, dan cacing askaris yang dapat menyebabkan sumbatan
dan juga erosi mukosa apendisitis karena parasit (E.histolytica).
b. Apendisitis rekurens yaitu jika ada riwayat nyeri berulang diperut
kanan bawah yang mendorong dilakukan nya apendiktomi.
Kelainan ini terjadi bila apendisitis akut pertama kali sembuh
spontan. Namun apendisitis tidak pernah kembali kebentuk aslinya
karena terjadi fibross dan jaringan parut.
c. Apendisitis kronis memiliki semua riwayat nyeri perut kana bawah
lebih dari duaminggu, radang kronik apendisitis secara
makroskopik dan mikroskopik (fibrosis menyeluruh didinding
apendisitis, sumbatan parsial atau lumen apendisitis, adanya
jaringan parut dan ulkus lama dimukosa dan infiltrasi sel inflamasi
kronik),dan keluhan menghilang setelah apendiktomi.
3. Patofisiologi
apendisitis disebabkan mula-mula oleh sumbatan lumen, obstruksi
lumen apendisitis disebabkan oleh penyempitan lumen akibat
hyperplasia jaringan limfoid submukosa. Feses yang terperangkap
dalam lumen apendisitis mengalami penyerapan air dan terbentuklah
fekolit yang akhirnya sebagai kausa sumbatan. Sumbatan lumen
apendisitis menyebabkan keluhan sakit disekitar umbilikusdan
epigastriu, nausea dan muntah.
Proses selanjutnya ialah invasi kuman E.koli dan spesibakteriodes
dari lumen kelapisan mukosa, submukosa, lapisan muskularis dan
akhirnya ke peritoneum parietalis sehingga terjadilah peritonitis local
kanan bawah suhu tubuh mulai naik.
Gangrene dinding apendisitis disebabkan oleh oklusi pembuluh
darah dinding apendisitis akibat distensi lumen apendik. Bila tekanan
intra lumen terus meningkat terjadi perforasi dengan ditandai kenaikan
suhu tubuh meningkat dan menetap tinggi.
Tahapan peradangan apendisitis :
1. Apendisitis akuta (sederhana, artinya tanpa perforasi)
2. Apendisitis akuta perforata (termasuk apendisitis gangrenosa,
karena gangrene dinding apendisitis sebenarnya sudah terjadi
mikroperforasi).
4. Manifestasi klinis
Gejala awal yang khas, yang merupakan gejala klasik apendisitis
adalah nyeri samar (nyeri tumpul) didaerah epigastrium disekitar
umbilicus atau periumbilikus. Keluhan ini biasanya disertai dengan
rasa mual, bahkan terkadang muntah, dan pada umumnya nafsu makan
menurun. Kemudian dalam beberapa jam, nyeri akan beralih
kekuadran kanan bawah, ketitik Mc Burney (seperti gambar). Dititik
ini ini terasa lebih tajam dan jelas letaknya, sehingga merupakan nyeri
somatic setempat. Namun terkadang, tidak dirasakan adanya nyeri
didaerah epiastrium, tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita
merasa memerlukan obat pencahar. Tindakan ini di anggap berbahaya
karena bias mempermudah terjadinya perforasi (Nurarif, 2015).
5. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan fisik
1) Inspeksi : akan tampak adanya pembengkakan (swelling)
rongga perut dimana dinding perut tampak mengencang
(distensi).
2) Palpasi : didaerah perut kanan bawah bila ditekan akan terasa
nyeri dan bila tekanan nya dilepas juga akan terasa nyeri
(Blumberg isgn) yang mana merupakan kunci dan diagnosis
apendisitis akut.
3) Dengan tindakan tungkai kanan dan paha ditekuk kuat / tungkai
diangkat tinggi-tinggi , maka rasa nyeri perut semakin parah
(psoas sign).
4) Kecurigaan adanya peradangan usus buntu semakin bertambah
bila pemeriksaan dubur dan atau vagina meninbulkan rasa nyeri
juga.
5) Suhu dubur (rectal) yang lebih tinggi dari suhu ketiak (axilla),
lebih menunjang lagi adanya radang usus buntu.
6) Pada apendisitis terletak pada retro sekal maka uji psoas akan
positif dan tanda perangsangan peritoneum tidak begitu jelas,
sedangkan bila apendisitis terletak dirongga pelvis maka
obturator sin akan positif dan tanda perangsangan peritorium
akan lebih menonjol (Nurarif, 2015).
b. Pemeriksaan laboratorium
Kenaikan dari sel darah putih (leukosit) hingga sekitar 10.000-
18.000/mm3. Jika terjadi peningkatan yang lebih dari itu, maka
kemungkinan apendisitis sudah mengalami perforasi (pecah).
c. Pemeriksaan radiologi
- Foto polos perut dapat memperlihatkan adanya fekalit (jarang
membantu).
- Ultrasonografi (USG) CT scan.
- Kasus kronik dapat dilakukan rontgen foto abdomen, USG
abdomen dan apendikogram.
6. Penatalaksanaan
Tatalaksana apendisitis pada kebanyakan kasus adalah
apendoktomi. Keterlambatan dalam tatalaksana dapat
meningkatkan kejadian perforasi. Teknik laparoskopik,
apendiktomi laparoskopik sudah terbukti menghasilkan nyeri pasca
bedah yang lebih sedikit, pemulihan yang lebih cepat dan angka
kejadian infeksi luka yang lebih rendah. Akan tetapi terdapat
peningkatan kejadian abses intra abdomen dan pemanjangan waktu
operasi. Laparoskopi itu dikerjakan untuk diagnose dan terapi pada
pasien dengan akut abdomen, terutama pada wanita.( Nurarif,
2015).