You are on page 1of 6

SITOKINESIS PADA PROSES PEMBELAHAN SEL MAMALIA

Review oleh: Alif Firman Firdausy, S.Farm., Apt


Dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah genetika molekuler
Program Magister Ilmu Biomedik Fakultas Kedokteran
Universitas Brawijaya

A. PENDAHULUAN
Sel merupakan unit kehidupan terkecil yang menyusun tubuh makhluk hidup,
termasuk mamalia. Setiap sel dapat memperbanyak diri dengan membentuk sel-sel baru
melalui proses yang disebut pembelahan sel atau reproduksi sel. Pada organisme bersel
satu (uniseluler), seperti bakteri dan protozoa, proses pembelahan sel merupakan salah satu
cara untuk berkembang biak. Protozoa melakukan pembelahan sel dari satu sel menjadi
dua, dari dua sel menjadi empat, dan dari empat sel menjadi delapan, dan seterusnya. Pada
makhluk hidup bersel banyak (multiseluler), pembelahan sel mengakibatkan bertambahnya
sel-sel tubuh. Oleh karena itu, terjadilah proses pertumbuhan pada makhluk hidup.
Pembelahan sel pada makhluk hidup multiseluler pada dasarnya meliputi 2 cara,
yakni pembelahan sel secara mitosis dan pembelahan sel secara meiosis. Dalam review ini
tidak akan dibahas secara mendalam mengenai setiap tahapan yang terjadi pada kedua tipe
pembelahan sel tersebut, melainkan hanya akan membahas lebih mendetil tentang salah
satu tahapan penting yang terjadi pada akhir proses pembelahan sel, baik itu secara mitosis
maupun secara meiosis. Tahapan yang dimaksud adalah sitokinesis. Proses sitokinesis
yang terjadi pada makhluk hidup multiseluler memiliki mekanisme yang berbeda antara
animal cell dengan sel tumbuhan. Lebih spesifik, review ini akan membahas proses apa
saja yang terjadi pada saat sel hewan (animal cell), khususnya yang termasuk ke dalam
golongan mamalia, ketika mengalami tahap sitokinesis.
B. SITOKINESIS
Sitokinesis adalah tahapan terakhir dari siklus sel dimana proses ini mengakibatkan
pembelahan satu sel induk untuk menghasilkan dua sel anakan (daughter cells). Sitokinesis
pada sel hewan diawali dengan penentuan letak pembelahan (division site) yang secara
umum terletak di sumbu ekuatorial sel. Di sinilah yang nantinya akan terbentuk lekukan
pembelahan (cleavage furrow). Lekukan tersebut tersusun oleh aktin, myosin dan protein
kompleks lain yang bermuara di suatu cincin kontraktil yang disebut cincin aktomyosin
(actomyosin ring). Cincin aktomyosin dapat berkontraksi masuk ke arah intraseluler
membentuk suatu dinding pembatas berupa membran yang membatasi antara sel anakan
satu dengan sel anakan lainnya. Kontraksi cincin aktomyosin tersebut membentuk suatu
kerutan yang menyebabkan akumulasi komponen-komponen benang spindel pada satu titik
focus. Akumulasi spindel ini disebut midbody. Pada akhir proses sitokinesis, yang disebut
dengan tahap cell abcission, lekukan tempat terjadinya pembelahan menutup secara
sempurna sehingga menyegel sitoplasma beserta komponen-komponen sel anakan satu
sama lain maka terbentuklah dua sel anakan yang terpisah secara sempurna (Guertin, D.
A., Trautmann, S., dan McCollum, D, 2002).
1) Penentuan Letak Pembelahan (Site of Cell Division)
Salah satu tahap dalam sitokinesis adalah menentukan letak cell division. Hal ini
adalah sangat penting berkaitan dengan segregasi kromosom. Apabila terdapat
kesalahan dalam menentukan titik pembelahan sel, maka dapat terjadi ketidaksamaan
jumlah single copy genom antara dua sel anakan.
Ada dua pendapat terkait positioning titik pembelahan. Pertama adalah model
yang dikemukakan oleh Rappaport (1986), menyebutkan bahwa posisi titik
pembelahan ditentukan oleh suatu sinyal yang timbul akibat overlapping astral
mikrotubulus, yakni suatu subpopulasi mikrotubulus yang dapat dijumpai hanya pada
saat menjelang mitosis. Pendapat kedua yang menjadi rujukan hingga saat ini
menyatakan bahwa yang berperan penting dalam menentukan titik pembelahan adalah
pergerakan benang-benang spindle mitotik yang terjadi pada saat awal tahapan anafase.
2) Pembentukan Lekuk Pembelahan (Cleavage Furrow)
Pembentukan Cleavage furrow melibatkan sejumlah kompleks protein yang
meregulasi pembentukan actin-myosin II filaments. Salah satu yang memegang peran
penting adalah protein RhoA. RhoA termasuk dalam kelompok protein GTPase, yakni
enzim penghidrolisis (enzim hidrolase) yang dapat mengikat dan menghidrolisis
guanosine triphosphate (GTP). Hal ini dibuktikan oleh Piekny, dkk (2005) yang
menyimpulkan bahwa inaktivasi RhoA pada sel mamalia menghambat pembentukan
cleavage furrow saat telofase, begitu juga pada sel-sel organisme lain. Selain RhoA
terdapat juga banyak protein pendukung sitokinesis lain yang turut berperan seperti
CDC42, Polo-like kinase 1 (PLK1), mitotic kinesin-like protein 1 (MKLP1), inner
centromere protein (INCENP), Survivin, Borealin, protein Aurora B, charged
multivesicular body protein 4C (CHMP4C), dll.
Mengenai gambaran sederhana pembentukan furrow pada proses sitokinesis, lebih
jelasnya dapat dilihat pada Gambar 1:

Gambar 1. Proses pembentukan cleavage furrow pada sel mamalia (Carmena, M., dkk, 2012)

Gambar 1a menunjukkan proses yang terjadi pada saat akhir tahap anaphase,
sedangkan Gambar 1b menunjukkan proses yang terjadi pada saat tahap telofase dan
sitokinesis sel mamalia.
a. Akhir Anafase
Polo-Like Kinase 1 (PLK1) mengaktivasi mitotic kinesin-like protein 2
(Mklp2) sehingga membentuk kompleks dengan CPC (Chromosomal Passenger
Complex). CPC sendiri adalah suatu protein komples yang terdiri dari Aurora-B
protein kinase, inner centromere protein (INCENP), survivin dan borealin
(Ruchaud, S., 2007). Selanjutnya CPC dan PLK1 menstabilkan daerah
centralspindlin complex melalui fosforilasi. Centralspindlin complex terdiri dari
Mitotic Kinesin-Like Protein 1 (MKLP1), Epithelial Cell-Transforming 2 (ECT2)
and human CYK4 homologue RAC GTPase-Activating Protein 1 (RACGAP1).
CPC juga memfosforilasi Rho Guanine Nucleotide Exchange Factor (GEF) untuk
menghambat sementara protein GEF sampai dimulainya tahap telofase.
b. Telofase
RACGAP1 berikatan dengan MKLP1 lalu mengikat sekaligus mengaktivasi
ECT2. ECT2 yang aktif selanjutnya menstimulasi perubahan RhoA·GDP menjadi
RhoA·GTP yang aktif. Sementara itu GEF yang terdefosforilasi turut mengaktifkan
protein Rho di mikrotubulus. Protein Rho yang teraktivasi menstimulus
polimerisasi aktin hingga terbentuk cincin kontraktil.
CPC juga memfosforilsi filamen septin dan intermediet filament yang turut
berpengaruh dalam pembentukan cincin kontraktil.
3) Cell Abcission
Abcission adalah tahapan akhir dari proses sitokinesis yang sangat penting
karena berhubungan dengan terjadinya pemutusan midbody yang menghubungkan dua
sel anakan. Proses cell abcission melibatkan sebuah mekanisme kompleks yang
membutuhkan regulasi ketat untuk memastikan bahwa kromosom tersegregasi secara
sempurna begitu juga isi sitoplasma antara dua sel anakan. Salah satu komponen
penting yang berperan dalam cell abcission adalah ESCRT (Endosomal Sorting
Complex Required for Transport). Kompleks ESCRT membentuk polimer berupa
filamen sepanjang 17 nm yang berada di lokasi konstriksi membran (Gambar 2).

Gambar 2. (A) Gambar electron tomogram sel HeLa pada fase akhir pembelahan. (B) Perbesaran
gambar A, tampak lilitan filamen 17 nm (Guizetti & Gerlich, 2012)

ESCRT-III yang berada di midbody berrelokasi menjauh dengan membentuk struktur


spiral menyerupai corong dengan bantuan protein VPS4. Relokasi ESCRT-III
menyebabkan salah satu subunit penyusunnya yakni CHMP2A memicu konstriksi
jembatan antar sel anakan (Mierzwa & Gerlich, 2014).
Selain dengan stimulasi VPS4, degradasi filamen aktin juga berperan penting pada
relokasi ESCRT-III. Degradasi F-aktin terjadi akibat hidrolisis PtdIns(4,5)P2, suatu
komponen fosfolipid pembentuk F-aktin, oleh enzim OCRL phosphatase. Polimerisasi
F-aktin juga dihambat oleh p50RhoGAP, suatu bagian dari komplek protein endosome
RAB11/FIP3 (Echard, 2012).

Gambar 3. Ilustrasi peran komponen-komponen sitokinesis


DAFTAR PUSTAKA

Carmena, M., Wheelock, M., Funabiki, H., dan Earnshaw, W. C. 2012. The Chromosomal
Passenger Complex (CPC): From Easy Rider to the Godfather of Mitosis. Nature
Reviews Molecular Cell Biology No. 13:789-803
Echard, A. 2012. Connecting Membrane Traffic to ESCRT and the Final Cut. Nature Cell
Biology 14, 983–985
Guertin, D. A., Trautmann, S., dan McCollum, D. 2002. Cytokinesis in Eukaryotes.
Microbiol. Mol. Biol. Rev. June 2002 vol. 66 no. 2:155-178.
Guizetti, J., Gerlich, D.W. 2012. ESCRT-III Polymers in Membrane Neck Constriction.
Trends Cell Biol., 22:133–140
Rappaport, R. 1986. Establishment of the Mechanism of Cytokinesis in Animal Cells. Int.
Rev. Cytol. 105:245-281
Ruchaud, S., Carmena, M., dan Earnshaw, W. C. 2007. Chromosomal Passengers:
Conducting Cell Division. Nature Reviews Molecular Cell Biology No. 8:798–812
Mierzwa, B., Gerlich, D.W. 2014. Cytokinetic Abscission: Molecular Mechanism and
Temporal Control. J. Devcel. Vol 31. Issue 5:525-538

You might also like