Professional Documents
Culture Documents
DIABETIC FOOT
Disusun oleh :
Grace Amanda Aviana
406171047
Pembimbing :
dr. Radian Tunjung B., Sp.B., Msi., Med
Mengetahui,
Pembimbing Referat
Puji Syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas kasih,
karunia, dan rahmat-Nya, Penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul “Diabetic Foot”
dengan baik serta tepat pada waktunya.
Referat ini disusun dalam rangka memenuhi tugas akhir Kepaniteraan Klinik Ilmu
Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara di RSUD KRMT Wongsonegoro Kota
Semarang periode 30 Oktober 2017 - 6 Januari 2018 dan juga bertujuan untuk menambah
informasi bagi Penulis dan pembaca tentang Diabetic Foot.
Penulis sangat bersyukur atas terselesaikannya tugas ini. Pada kesempatan ini penulis
ingin berterimakasih kepada :
1. dr. Radian Tunjung B., Sp. B., Msi., Med selaku pembimbing referat dan pembimbing
Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah di RSUD KRMT Wongsonegoro.
2. dr. Tanto Edy Heru Nugroho, Sp. OT selaku pembimbing Kepaniteraan Klinik Ilmu
Bedah di RSUD KRMT Wongsonegoro
3. dr. Hakimansyah SpB selaku pembimbing Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah di RSUD
KRMT Wongsonegoro
4. dr. Andrew Robert Diyo, Sp.BS selaku pembimbing Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah
di RSUD KRMT Wongsonegoro
5. Dokter, staf, dan perawat di RSUD KRMT Wongsonegoro
6. Rekan-rekan anggota Kepaniteraan Klinik di Bagian Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah
di RSUD KRMT Wongsonegoro
Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, Penulis
sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak. Akhir kata,
Penulis mengucapkan terima kasih dan semoga referat ini dapat memberikan manfaat.
Penulis
Seiring dengan perkembangan jaman dan tuntutan pekerjaan, pola kehidupan banyak
orang pun ikut berubah. Jika dahulu banyak orang yang mengkonsumsi banyak
karbohidrat, sayur-sayuran, sekarang ini pola makan orang Indonesia mulai berubah
menjadi ke barat-baratan, dimana komposisi makanannya mengandung banyak lemak,
gula, garam, dan mengandung sedikit serat. Komposisi makanan seperti ini terutama
terdapat pada makanan cepat saji yang semakin laris dijual di pasaran. Disamping itu
tuntutan pekerjaan yang memakan banyak waktu juga menyebabkan tidak adanya
kesempatan untuk berekreasi maupun untuk berolah raga. Pola hidup seperti ini
berisiko menyebabkan tingginya kekerapan penyakit, salah satunya diabetes.1
Diabetes mellitus adalah suatu sindrom klinis kelainan metabolic, yang ditandai
dengan adanya hiperglikemia yang disebabkan oleh defek sekresi insulin, defek kerja
insulin, atau keduanya. Dari berbagai penelitian epidemiologic, seiring dengan
perubahan pola hidup didapatkan prevelensi diabetes melitu juga meningkat, Jika tidak
ditangani dengan baik tentu saja angka kejadian komplikasi diabetes juga akan
meningkat. Dimana salah satu komplikasi yang mungkin terjadi akibat diabetes mellitus
adalah kaki diabetes. 2
Kaki diabetes merupakan salah satu komplikasi kronik diabetes mellitus yang
paling ditakuti. Sampai saat ini di Indonesia kaki diabetes masih merupakan masalah
yang rumit dan tidak terkelola dengan maksimal, karena sedikit sekali orang yang
berminat menggeluti kaki diabetes. Disamping itu ketidak tahuan masyarakat mengenai
kaki diabetic masih sangat mencolok. Di negara maju kaki diabetes masih merupakan
masalah kesehatan yang besar, namun dengan kemajuan cara pengelolaan dan adanya
klinik kaki diabetes yang aktif mengelola sejak pencegahan primer, nasib penyandang
kaki diabetes menjadi lebih cerah. Angka kematian dan angka amputasi dapat ditekan
menjadi sangat rendah. Di Indonesia sendiri maslah kaki diabetes masih merupakan
masalah besar. Sebagian besar perawatan penyandang diabetes mellitus selalu
menyangkut kaki diabetes. Angka kematian dan amputasi masih tinggi, selain itu nasib
para penyandang diabetes pasca amputasipun juga masih sangat buruk, sebanyak 14%
2.2.1 Epidemiologi
Kaki diabetes merupakan penyakit yang cukup sering dijumpai di Inggris, 5-7% penderita
diabetes menderita kaki diabetes. Sekitar 25% penderita diabetes mengalami kaki diabetes
sepanjang hidupnya. Secara keseluruhan di dunia terdapat 370 juta orang dengan diabetes dan
angka ini terus meningkat setiap tahunnya di masing-masing negara. Di Indonesia sendiri
sampai saat ini kaki diabetes masih merupakan masalah yang rumit dan tidak terkelola
dengan maksimal. Disamping itu ketidak tahuan masyarakat mengenai kaki diabetes masih
sangat mencolok. 2,5,8-10
Prevalensi penderita ulkus kaki diabetik di Indonesia sekitar 15%, angka amputasi
30%, angka mortalitas 32% dan ulkus skaki diabetik merupakan sebab perawatan rumah sakit
yang terbanyak sebesar 80% untuk DM. Penderita ulkus kaki diabetik di Indonesia
memerlukan biaya yang tinggi sebesar 1,3 juta sampai Rp. 1,6 juta perbulan dan Rp. 43,5 juta
2,5,8-10
per tahun untuk seorang penderita.
Di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) data pada tahun 2003, masalah ulkus
kaki diabetik merupakan masalah serius, sebagian besar penderia DM dirawat karena
mengalami ulkus diabetik. Akibat dari masalah ulkus diabetik angka amputasi masih cukup
tinggi, yaitu sebesar 23,5%. Penderita DM paska amputasi sebanyak 14,3% akan meninggal
dalam setahun dan 37% akan meninggal dalam 3 tahun. Berdasarkan survey pendahuluan
yang dilakukan di Rumah Sakit Tk II Putri Hijau Kesdam I/BB Medan, prosentase pasien
DM rawat inap periode Januari sampai Maret 2012 dengan masalah Ulkus Diabetik sebesar
2.2.2 Etiologi
Terjadinya maslaah kaki diawali adanya hiperglikemia pada penyandang DM yang
menyebabkan kelainan neuropati dan kelainan pembuluh darah. Di kebanyakan pasien,
kelainan neuropati dan kelainan pembuluh darah memiliki peran penting. Sehingga kaki
diabetes diklasifikasikan sebagai neuropati, iskemik, dan neuroiskemik. Neuroiskemik
merupakan efek kombinasi dari neuropati diabetic dan iskemia. Dimana macrovaskular dan
dalam beberapa kejadian disfungsi mikrovaskular dalam perfusi di kaki diabetic juga
terjadi.2,5-6
Neuropati merupakan faktor predisposisi timbulnya ulkus diabetes melalui efek yang
ditimbulkan pada nervus sensorik, motoric dan autonomic. Dimana hilangnya sensasi
sensorik akan menyebabkan pasien rentan terhadap trauma fisik, kimia maupun panas.
Neuropati yang mengenai saraf motoric akan menyebabkan deformitas kaki yang dapat
menyebabkan perubaha distribusi tekanan pada telapak kaki dan selanjutnya akan
mempermudah terjadinya ulkus. Neuropati autonomic biasanya diasosiasikan dengan kulit
kering, yang dapat menyebabkan fisura, kulit pecah-pecah dan kalus. Selain itu dapat juga
muncul pembuluh darah yang menonjol yang sering disalah artikan sebagai baiknya sirkulasi
darah. 5-6,11-13
2.2.3 Patofisiologi
Penyakit Diabetes membuat gangguan/ komplikasi melalui kerusakan pada pembuluh darah
di seluruh tubuh, disebut angiopati diabetik. Penyakit ini berjalan kronis dan terbagi dua yaitu
gangguan pada pembuluh darah besar (makrovaskular) disebut makroangiopati, dan pada
pembuluh darah halus (mikrovaskular) disebut mikroangiopati. Ulkus Diabetikum terdiri dari
kavitas sentral biasanya lebih besar dibanding pintu masuknya, dikelilingi kalus keras dan
tebal. Awalnya proses pembentukan ulkus berhubungan dengan hiperglikemia yang berefek
terhadap saraf perifer, kolagen, keratin dan suplai vaskuler. 2,5-6
Dengan adanya tekanan mekanik terbentuk keratin keras pada daerah kaki yang
mengalami beban terbesar. Neuropati sensoris perifer memungkinkan terjadinya trauma
berulang mengakibatkan terjadinya kerusakan jaringan dibawah area kalus. Selanjutnya
terbentuk kavitas yang membesar dan akhirnya ruptur sampai permukaan kulit menimbulkan
ulkus. Adanya iskemia dan penyembuhan luka abnormal manghalangi resolusi.
Mikroorganisme yang masuk mengadakan kolonisasi didaerah ini. Drainase yang inadekuat
Terdapat 3 faktor yang dipandang sebagai predisposisi kerusakan jaringan pada kaki
diabetes, yaitu neuropati, gangguan pembuluh darah dan infeksi. Jarang sekali infeksi sebagai
faktor tunggal, tetapi seringkali merupakan komplikasi dari iskemia maupun neuropati.
Susunan saraf sangat rentan terhadap komplikasi diabetes mellitus. Secara patogenik terdapat
3 faktor utama yang dapat dianggap sebagai sebab terjadinya neuropati pada diabetes
mellitus. Fakor-faktor tersebut yaitu metabolic, autonom dan vascular. Diabetes mellitus
berama faktor genetik dan lingkungan serta 3 faktor utama tersebut memberi neuropati klinis.
Hal ini dapat menyebabkan gangguan vascular karena menutupnya vasa vasorum, trauma
memberi hipoksia endoneurial yang selanjutnya menyebabkan demielinisasi segmental.
Faktor lain seperti kelainan agregasi trombosit, kelainan etiologi sel darah merah dan
hematologic serta adanya kompleks imun di sirkulasi berpengaruh terhadap neuropati2,5-6,11-14
Kelainan vaskuler yang berukuran kecil seperti arteriol dan kapiler, menyebabkan
ketidakcukupan oksigen dan nutrisi yang terbatas pada jari atau sebagian kecil kulit.
Kemudian, bagian yang iskemi tersebut mengalami ulserasi, infeksi ataupun gangren.
Sebaliknya, jika pembuluh nadi atau arteri yang mengalami gangguan berukuran lebih besar
maka gangguan oksigenasi jaringan akan lebih luas. Adanya trombus yang menyumbat
lumen arteri akan menimbulkan gangren yang luas bila mengenai pembuluh darah yang
sedang atau besar. Faktor lingkungan, terutama adalah trauma akut maupun kronis akibat
tekanan sepatu, benda tajam dan gangguan vaskuler perifer baik akibat makrovaskuler
Penderita diabetes melitus lebih rentan terhadap infeksi daripada orang sehat.
Keadaan infeksi sering ditemukan sudah dalam kondisi serius karena gejala klinis yang tidak
begitu dirasakan dan diperhatikan penderita. Faktor-faktor yang merupakan risiko timbulnya
infeksi yaitu faktor imunologi dimana produksi antibodi menurun, peningkatan produksi
steroid dari kelenjar adrenal, dan daya fagositosis granulosit menurun; faktor metabolic yaitu
hiperglikemia, dan benda keton mengakibatkan asam laktat menurun daya bakterisidnya,
serta glikogen hepar dan kulit menurun; faktor angiopati diabetika; dan faktor neuropati2,5-6
Beberapa bentuk infeksi kaki diabetik antara lain: infeksi pada ulkus telapak kaki,
selulitis atau flegmon non supuratif dorsum pedis dan abses dalam rongga telapak kaki. Pada
ulkus yang mengalami gangren atau ulkus gangrenosa ditemukan infeksi kuman Gram
positif, negatif dan anaerob. Pada kaki diabetik yang disertai infeksi, berdasarkan letak serta
penyebabnya dibagi menjadi 3 kelompok yaitu abses pada deep plantar space, selulitis non
supuratif dorsum pedis, ulkus perforasi pada telapak kaki 2,5-6
2.2.4. Klasifikasi
Klasifikasi untuk kaki diabetes diperlukan untuk berbagai tujuan. Diantara berbagai
tujuan, tujuan terpenting adalah untuk mengetahui hasil pengobatan dan juga untuk
memahami mengenai kaki diabetes secara lebih lanjut. Terdapat berbagai klasifikasi yang
digunakan untuk kaki diabetes. Mulai dari Wagner-Meggitt, Kings Collage Hospital,
University of Texas, PEDIS dan lainnya. Namun klasifikasi yang paling sering digunakan
adalah klasifikasi Meggitt-Wagner dan University of Texas.3,5-7,11-14
Preulcerative or Superficial
Wound Wound
postulcerative wound, not
Stage A penetrating to penetrating to
lesion completely involving tendon,
tendon or capsule bone or joint
epithelialized caosule or bone
2.2.10 Amputasi
Jangan pikirkan amputasi jika assessment yang mendetail dari ahli saraf belum dilakukan.
Indikasi untuk dilakukannya amputasi adalah adanya nyeri saat istirahay yang tidak dapat
diatasi dengan analgetik atau revaskularisasi, infeksi yang mengancam nyawa yang tidak bisa
diatasi dengan cara lain, ulkus yang tidak sembuh disertai dengan penyakit lain yang lebih
tinggi resikonya dibanding dengan hasil amputasi. Sekitar setengah dari pasien yang
menjalani amputasi akan mengalami kaki diabetes pada kaki lainnya dalam 18 bulan setelah
amputasi. Mortalitas amputasi dama 3 tahun adalah 20-50% dan dalam 6 tahun sekitar 50%
pasien mengalami iskemia di kaki lainnya. 8-13
2.2.12 Prognosis
Mortalitas pada penyandang diabetes dan kaki diabetes sering diasosiasikan dengan
arteriosclerosis yang mengenai arteri coroner dan renal. Kehilangan anggota gerak
merupakan hal yang dapat terjadi pada pasien kaki diabetes terutama jika perawatan tertunda.
Lebih dari setengah amputasi nontrauma merupakan komplikasi dari kaki diabetes. Penderita
DM paska amputasi sebanyak 14,3% akan meninggal dalam setahun dan 37% akan
meninggal dalam 3 tahun.Individu yang menderita kaki diabetes memiliki resiko lebih tinggi
untuk kematian, infark miokard, dan stroke dibandingkan dengan orang yang tidak menderita
kaki diabetes.12-14
Pada pemeriksaan fisik perlu dilihat adanya deformitas, berapa besar luka yang ada,
dimana lokasinya dan juga kedalaman luka. Apa warna luka yang ada, apakah hitam
(nekrosis), kuning , merah atau merah muda. Apakah ada bone expose, nekrosis maupun
gangrene. Apakah luka yang ada terinfeksi, jika iya apakah ada gejala sistemik atau gejala
infeksi seperti demam, menggigil, ketidakseimbangan metabolic dan confusion. Adakah bau
yang tidak menyenangkan, nyeri lokal, apakah ada eksudat, berapa banyak eksudat yang
1. Suyono S. Diabetes Melitus di Indonesia. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 6th ed.
Jakarta: InternaPublishing;2014. p. 2317-2324
2. Waspadi S. Kaki Diabetes. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 6th ed. Jakarta:
InternaPublishing;2014. p. 2369-2376
3. Purnamasari D. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. 6th ed. Jakarta: InternaPublishing;2014. p. 2325-2329
4. Waspadi S. Komplikasi Kronik Diabetes Mekanisme Terjadinya, Diagnosis, dan
Strategi Pengelolaan. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 6th ed. Jakarta:
InternaPublishing;2014. p. 2361-2368
5. International Best Practice Guidelines: Wound Management in Diabetic Foot Ulcers.
Wounds International, 2013. Available from: www. woundsinternational.com
6. Frykberg RG. Diabetic Foot Ulcers:Pathogenesis and Management. American
Academy of Family Physicians,2002. Avaliable ftom :
https://www.aafp.org/afp/2002/1101/p1655.pdf
7. Jain AK. A New Classification of Diabetic Foot Complications: A Simple and
Effective Teaching Tool.{Internet}. Jdfc.org.2012. Avaliable from :
http://jdfc.org/wp-content/uploads/2012/01/v4-i1-a1.pdf
8. McIntosh A, dkk. Prevention and Management of Foot Problems in Type 2 diabetes:
Clinical Guidelines and Evidence. Sheffield, University of Sheffield. 2003. Avaliable
from : https://www.nice.org.uk/guidance/cg10/documents/footcare-2nd-consultation-
full-guideline2
9. Hunt DL. Diabetes : Foot Ulcers and Amputations. BMJ Clinical Evidance. 2011.
Avaliable from : http://www.clinicalevidence.com/x/systematic-
review/0602/overview.html
10. American Diabetes Association. Foot Care.American Diabetes Association. 2014.
Avaliable from : http://www.diabetes.org/living-with-diabetes/complications/foot-
complications/foot-care.html
11. Doupis J. Classification, Diagnosis, and Treatment of Diabetic Foot Ulcers.
WOUNDS. 2008. Avaliable from : http://www.woundsresearch.com/article/8706
12. AOFAS. Diabetic Foot Ulcers. OrthopaedicsOne Articles. Avaliable from :
https://www.aofas.org/PRC/conditions/Documents/Diabetic-foot-ulcer.pdf
13. Bortos M, Kuhnke J,dkk. BEST PRACTICE RECOMMENDATIONS FOR THE
Prevention and Management of Diabetic Foot Ulcers. Foundations of Best Practice
for Skin and Wound Management. 2017. Avaliable from :
https://www.woundscanada.ca/docman/public/health-care-professional/bpr-
workshop/895-wc-bpr-prevention-and-management-of-diabetic-foot-ulcers-1573r1e-
final/file
14. Morbach S. Diagnosis, Treatment and Prevention of the Diabetic Foot Syndrome.
Hartmann. 2004 Avaliable from :
http://www.hartmann.bg/images/Diabetic_Foot_Syndrome.pdf
Charcot’s joint pertama kali diperkenalkan oleh Jean-Martin Charcot pada tahun 1868, pada
pasien tabes dorsalis. Terjadi deformitas berat, krepitasi, dan instabilitas sendi dengan derajat
berbeda, yang dihubungkan dengan desiensi nutrisi spinal cord. Charcot’s joint bisa
diakibatkan oleh berbagai penyakit, diabetes melitus (DM) merupakan penyebab utama.
Charcot’s joint juga bisa didapatkan pada kasus trauma tungkai dan intoksikasi alkohol.
Berbagai terminologi yang sering digunakan dan menggambarkan patogenesis kondisi ini
antara lain neuropathic arthropathy, osteoarthropathy, Charcot’s joint, Charcot neuropathic
osteoarthropathy, Charcot’s neuroarthropathy, dan neurotrophic join. Berdasarkan
American Diabetes Association dan American Pediatric Medical Association, nomenklatur
standar yang disepakati adalah Charcot neuropathic osteoarthropathy (CN) atau kaki
Charcot.
Kaki Charcot adalah suatu kondisi yang mengenai tulang, sendi, dan jaringan lunak
kaki dan pergelangan kaki, di mana fase awal ditandai dengan inflamasi.Kaki Charcot
merupakan kondisi progresif yang ditandai dengan dislokasi sendi, fraktur patologis, dan
destruksi berat arsitektur kaki yang dapat memperburuk deformitas. Dislokasi dan atau
fraktur progresif yang terjadi mengakibatkan deformitas berat kaki dan pergelangan kaki.
Kondisi ini berpotensi ulserasi dengan atau tanpa infeksi dan meningkatkan risiko amputasi.
Kaki Charcot diabetik didapatkan pada sekitar 16% pasien DM dengan neuro-
artropati. Insidens kaki unilateral antara 0,08-7,7%, dan keterlibatan bilateral antara 5,9-
39,3%. Keterlibatan kaki kontralateral berhubungan dengan adanya peningkatan tekanan
pada kaki yang sehat akibat imobilisasi atau pengurangan beban pada kaki yang sakit. Pasien
sebagian besar telah menderita DM sekitar 10-15 tahun, pada umumnya dengan kontrol yang
buruk. Tidak didapatkan perbedaan insidens berdasarkan jenis kelamin.
Terdapat berbagai teori patogenesis Charcot’s joint antara lain neuropati dan
inflamasi. Interaksi berbagai faktor (DM, neuropati sensori motor, neuropati otonom, trauma,
dan metabolisme abnormal dari tulang) mengakibatkan inflamasi lokal akut yang
menimbulkan berbagai tingkat dan pola destruksi tulang, subluksasi, dislokasi, dan
deformitas. Teori Perancis yang dikemukakan oleh Jean-Martin Charcot menyatakan bahwa
kerusakan sendi berhubungan dengan kerusakan sistem saraf pusat yang mengendalikan
nutrisi sendi dan tulang. Teori Jerman oleh Volkman dan Virchow menyatakan bahwa trauma
Kepaniteraan Ilmu Bedah
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 30 Oktober 2017 – 6 Januari 2018
berulang pada sendi denervasi merupakan faktor yang mempercepat timbulnya CN.
Trauma ekstremitas yang mengalami neuropati berat merupakan teori yang paling
luas diterima. Kaki Charcot diabetik timbul akibat neuropati otonom menyebabkan pelebaran
pembuluh darah, sehingga terjadi hubungan antara arteri dan vena menyebabkan peningkatan
aliran darah ke kaki. Peningkatan resorpsi sel tulang menimbulkan osteopenia berat, sehingga
menurunkan kekuatan tulang. Neuropati motorik berhubungan dengan ketidakseimbangan
dan distribusi abnormal tekanan pada telapak kaki. Gangguan sensorik yang menyertai
neuropati sensoris perifer membuat pasien tidak merasakan tekanan abnormal tersebut,
sehingga terjadi destruksi tulang. Destruksi tulang akan meningkat jika pasien tetap
melakukan ambulasi pada kaki tersebut. Pada penderita DM lama, terjadi neuropati akibat
komplikasi mikroangiopati, tidak adanya sensasi protektif akan memicu cedera berulang
(sprain atau bahkan fraktur) sehingga menimbulkan trauma saat ambulasi, baik langsung
maupun melalui proses instabilitas, degenerasi, subluksasi sendi, dan laksiti ligamen yang
akhirnya menimbulkan kaki Charcot.
Klasifkasi kaki Charcot yang paling banyak digunakan adalah sistem Eichenholtz
yang juga berdasarkan gambaran radiologi. Sistem ini membagi tiga yaitu fase
perkembangan, koalesen, dan rekonstruksi yang menunjukkan tingkat proses perubahan
siologis. Pada fase perkembangan terjadi inflamasi akut ditandai hiperemia, edema jaringan
lunak, fragmentasi osteokondral, subluksasi sendi, atau dislokasi dan destruksi sendi pada
berbagai tingkat. Arkus longitudinal bisa kolaps akan menyebabkan subluksasi midfoot pada
bidang transversal yang akan menimbulkan gambaran rocker bottom foot. Subluksasi sendi
pergelangan kaki akan menimbulkan deformitas valgus atau varus di pergelangan kaki,
sehingga pasien berjalan dengan posisi pergelangan kaki inversi atau eversi. Ambulasi pada
fase ini akan meningkatkan deformitas secara signifikan. Gambaran radiologi menunjukkan
adanya demineralisasi tulang, fragmentasi periartikuler, dan dislokasi tulang.
Fase koalesen ditandai dengan reduksi edema jaringan lunak, proliferasi kalus tulang,
dan konsolidasi fraktur. Terjadi pembentukan perioseal baru. Periode ini merupakan
penyembuhan, terjadi absorbsi debris dan penyembuhan fraktur. Fase rekonstruksi ditandai
dengan ankilosis tulang dan proliferasi hipertro . Terjadi perbaikan dan remodelling tulang,
yaitu peningkatan densitas dan sklerosis dengan perbaikan stabilitas sendi. Pada fase ini
terjadi proses penyembuhan. Gambaran radiologi menunjukkan adanya absorpsi debris
Pemeriksaan terdiri dari riwayat pasien, evaluasi neurologi (re eks Achilles),
gangguan sensoris, motorik, vaskuler (arteri dorsalis pedis dan arteri tibialis posterior), dan
muskuloskeletal. Pada kaki Charcot diabetik,biasanya sirkulasi masih adekuat. Neuropati
otonom mengubah regulasi yang meningkatkan aliran darah dan terbentuk shunting arteri-
vena sehingga terjadi hiperemi. Neuropati otonom juga menyebabkan gangguan fungsi
kelenjar yang mengakibatkan kulit kaki menjadi kering, kurang lentur, dan lebih rentan
terluka. Evaluasi motorik dilakukan pada otot-otot intrinsik kaki yang sering mengalami
atrofi . Pemeriksaan meliputi deformitas kaki, penurunan luas gerak sendi, perbedaan panjang
tungkai, adakah amputasi sebelumnya, dan evaluasi berjalan. Pada evaluasi berjalan bisa
didapatkan abnormalitas tekanan pada kaki akibat deformitas yang bisa memicu ulkus, dan
peningkatan risiko jatuh. Gangguan proprioseptif juga menyebabkan berjalan dengan wide
base dan cenderung melihat ke lantai.
Diagnosis banding dari kaki charcot adalah Osteomielitis, inflamasi karena artritis,
selulitis, trauma, deep vein thrombosis (DVT), dan gout. Kaki Charcot fase akut sering sulit
dibedakan dari osteomielitis dan selulitis. Tes klinis adalah mengelevasi kaki selama lima
menit. Pada kaki Charcot eritema akan berkurang, sedangkan pada selulitis akan menetap.
tambahan adalah memperbaiki faktor risiko CVD (Cerebro-Vascular Disease), yaitu pro l
lipid, tekanan darah, berat badan, dan kapasitas fungsional. Pasien kaki Charcot diabetik
lebih baik latihan non-weight bearing, dianjurkan dalam bentuk berenang, latihan di air,
sepeda dengan tahanan ringan, atau latihan anggota gerak atas. Orthesa diberikan sesuai fase
penyakit. Pada fase I, standar emas terapi adalah imobilisasi dan non-weight bearing (NWB).
Inisiasi NWB yang tepat akan menghentikan progresivitas deformitas. Imobilisasi bisa
dilakukan dengan Total Contact Cast (TCC), below knee cast, atau Patellar Tendon Bearing
(PTB) dengan patton bottom. Prinsip ini masih kontroversial karena imobilisasi juga akan
memicu osteoporosis dan memperlemah kondisi tulang. TCC bertujuan imobilisasi dan
menghilangkan beban pada kaki Charcot. Setiap 1-2 minggu harus disesuaikan ukurannya
sesuai reduksi edema. Penggunaan TCC juga meningkatkan beban kaki kontra.
Kontraindikasi tindakan operasi yaitu pada fase akut, terdapat fragmentasi tulang, atau
pembentukan tulang periosteal baru. Operasi saat fase akut berpotensi untuk memicu dan
memperluas atro tulang. Tujuan tindakan operatif adalah menghilangkan penonjolan tulang
dan memperbaiki deformitas, sehingga mencapai posisi kaki plantigrade yang stabil,
realigned, dan dapat diakomodasi dengan penggunaan brace atau sepatu, sehingga bisa
mencegah ulserasi dan amputasi tungkai. Intervensi operatif adalah pemanjangan tendon
Achilles (jika terdapat ekuinus pergela- ngan kaki), eksostektomi, artrodesis, dan amputasi.
Pemasangan fiksasi internal dan eksternal diikuti imobilisasi yang lebih lama dibandingkan
dengan pasien tanpa DM. Eksostektomi dilakukan untuk menghilangkan penonjolan tulang
seperti pada Rocker Bottom Foot. Ulkus disembuhkan untuk meminimalisasi risiko infeksi.
Jika didapatkan osteomielitis, eksisi tulang dilakukan lebih luas. Dengan eksostektomi, akan
didapatkan permukaan kaki yang datar lebih luas untuk menahan beban badan. Artrodesis
dilakukan pada deformitas midfoot dan hindfoot yang tidak memungkinkan penggunaan
brace dan menyebabkan ulserasi berulang. Tujuan utamanya adalah mempertahankan
stabilitas dan alignment kaki dan pergelangan kaki, sehingga bisa menggunakan sepatu terapi
dan menurunkan risiko ulserasi.
http://care.diabetesjournals.org/content/34/9/2123
https://www.foothealthfacts.org/conditions/charcot-foot
www.cdkjournal.com/index.php/CDK/article/download/19/17
Teori metabolik
o Jalur Polyol
Teori jalur polyol berperan dalam beberapa perubahan dengan
metabolism ini.Pada status yang normoglikemik, kebanyakan glukosa
intraseluler di fosforilasi ke glukosa-6-phosphate oleh hexokinase, hanya
sebagian kecil dari glukosa masuk jalur polyol. Pada kondisi-kondisi
hiperglikemia, hexokinase yang disaturasi, maka akan terjadi influks
glukosa ke dalam jalur polyol. Aldose reduktase yang secara normal
Kepaniteraan Ilmu Bedah
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 30 Oktober 2017 – 6 Januari 2018
mempunyai fungsi mengurangi aldehid beracun di dalam sel ke dalam
alkohol non aktif, tetapi ketika konsentrasi glukosa di dalam sel menjadi
terlalu tinggi, aldose reduktase juga mengurangi glukosa ke dalam jalur
sorbitol, yang mana kemudian dioksidasi menjadi fruktosa. Dalam proses
mengurangi glukosa intraseluler tinggi ke sorbitol, aldose reduktase
mengkonsumsi co-faktor NADPH (nicotinamide adenine dinucleotide
phosphat hydrolase). NADPH adalah co-faktor yang penting untuk
memperbaharui intracelluler critical anti oxidant, dan pegurangan
glutathione.Dengan mengurangi jumlah glutathione, jalur polyol
meningkatkan kepekaan stress oksidatif intraseluler.Stres oksidatif
berperan utama di dalam patogenesis neuropati diabetika perifer.Ada bukti
peningkatan oksigen radikal bebas dan peningkatan beberapa penanda
stres oksidatif seperti malondialdehide dan lipid hydroksiperoksida pada
penderita neuropati diabetika.Indikator kuat untuk membuktikan oleh
beberapa penelitian mengenai penggunaan antioksidan baik pada
binatang percobaan maupun pada pasien.
o Teori AGEs
Peningkatan glukosa intraseluler menyebabkan pembentukan
advanced glycosilation products (AGEs) melalui glikosilasi nonenzymatik
pada protein seluler. Glikosilasi dan protein jaringan menyebabkan
pembentukan AGEs.Glikosilasi nonenzimatik ini merupakan hasil interaksi
glukosa dengan kelompok amino pada protein.1 Pada hiperglikemia kronis
beberapa kelebihan glukosa berkombinasi dengan asam amino pada
sirkulasi atau protein jaringan. Proses ini pada awalnya membentukproduk
glikosilasi awal yang reversibel dan selanjutnya membentuk AGEs yang
ireversibel. Konsentrasi AGEs meningkat pada penderita DM. Pada
endotel mikrovaskular manusia , AGEs menghambat produksi prostasiklin
dan menginduksi PAI-1(Plasminogen Activator Inhibitor-1) dan akibatnya
terjadi agregasi trombosit dan stabilisasi fibrin, memudahkan trombosis.
Mikrotrombus yang dirangsang oleh AGEs berakibat hipoksia lokal dan
meningkatkan angiogenesis dan akhirnya mikroangiopati.
Teori autoimun
Neuropati Autoimun adalah mekanisme hasil pengembangan dari
neuropati diabetik telah menarik minat untuk dipelajari.Neuropati autoimun
dapat muncul dari dari perubahan imunologik sel endothelial kapiler.Teori ini
juga mulai dapat dianggap benar atas dasar laporan kesuksesan pengobatan
neuropati diabetik dengan menggunakan immunoglobulin ke dalam pembuluh
darah.