Professional Documents
Culture Documents
LEPTOSPIROSIS
Perceptor :
Oleh :
1
2017
BAB I
PENDAHULUAN
2
Meningkatkan pemahaman dan pengetahuan tentang Leptospirosis serta
meningkatan pembelajaran terhadap pola farmakoterapi terhadap pasien
Leptospirosis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
3
juga mnyebabkan ikterus. Bentuk beratnya dikenal sebagai Weil’s disease.
Penyakit ini dikenal dengan berbagai nama seperti mud fever,
slamp fever, swamp fever, autumnal fever, infectious jaundice, dan lain-lain.
Leptospira acapkali luput didiagnosa karena gejala klinis tidak spesifik, dan sulit
dilakukan konfirmasi diagnosa tanpa uji laboratorium. Kejadian luar biasa
leptospirosis dalam decade terakhir di beberapa negara telah menjadikan
leptospirosis sebagai salah satu penyakit yang termasuk emerging infectious
disease.
Etiologi
4
Epidemiologi
5
Angka kejadian penyakit Leptospira sebenarnya sulit diketahui. Penemuan
kasus leptospirosis pada umumnya adalah underdiagnosed, unrreported dan
underreported sejak beberapa laporan menunjukkan gejala asimtomatis dan gejala
ringan, self limited, salah diagnosis dan nonfatal.
Beberapa tahun terakhir di derah banjir seperti Jakarta dan Tangerang juga
dilaporkan terjadinya penyakit ini. Bakteri leptospira juga banyak berkembang
biak di daerah pesisir pasang surut seperti Riau, Jambi dan Kalimantan.
6
tikus. Tukang susu dapat terkena karena terkena pada wajah saat memerah susu.
Penelitian seroprevalensi pada pekerja menunjukan antibodi positif pada rentang
8-29%.
Meskipun penyakit ini sering terjadi pada para pekerja, ternyata dilaporkan
peningkatan sebagai penyakit saat rekreasi. Aktifitas yang beresiko meliputi
perjalanan rekreasi ke daerah tropis seperti berperahu kano, mendaki, memancing,
selancar air, berenang, ski air, berkendara roda dua melalui genangan, dan
kegiatan olahraga lain yang berhubungan dengan air yang tercemar. Berkemah
dan bepergian ke daerah endemik juga menambahkan resiko.
Penularan
Manusia dapat terinfeksi melalui kontak dengan tanah, air, atau lumpur
yang telah terkontaminasi oleh urine binatang yang telah terinfeksi leptospira.
Infeksi tersebut terjadi jika terdapat luka/erosi pada kulit ataupun selaput lendir.
Air tergenang atau mengalir lambat yang terkontaminasi urine binatang infeksius
memainkan peranan dalam penularan penyakit ini, bahkan air yang deras pun
dapat berperan. Kadang-kadang penyakit ini terjadi akibat gigitan binatang yang
sebelumnya terinfeksi leptospira, atau kontak dengan kultur leptospira di
laboratorium. Ekspos yang lama pada genangan air yang terkontaminasi terhadap
kulit yang utuh juga dapat menularkan leptospira. Orang-orang yang mempunyai
resiko tinggi mendapat penyakit ini adalah pekerja-pekerja di sawah, pertanian,
perkebunan, peternakan, pekerja tambang, pekerja di rumah potong hewan, atau
orang-orang yang mengadakan perkemahan di hutan, dokter hewan.
7
Patogenesis
Patologi
8
leptospirosis. Organ-organ yang sering dikenai leptospira adalah ginjal, hati, otot
dan pembuluh darah. Kelainan spesifik pada organ :
1. Ginjal
2. Hati
3. Jantung
4. Otot rangka
5. Mata
Leptospira dapat masuk ruang anterior dari mata selama fase leptospiremia
dan bertahan beberapa bulan walaupun antibody yang terbentuk cukup tinggi. Hal
ini akan menyebabkan uveitis.
9
6. Pembuluh darah
Weil Disease
10
leptospirosis. Pemeriksaan darah menunjukkan adanya anemia. Pada kari ke-3
sampai hari ke-6, muncul tanda-tanda kerusakan ginjal dan hati. Penderita akan
merasakan sakit saat berkemih atau air kemihnya berdarah. Kerusakan hati
biasanya ringan dan akan sembuh total.
Penyakit weil ini biasanya terdapat pada 1-6% kasus dengan leptospirosis.
Penyebab weil disease adalah serotipe icterohaemorragica, pernah juga dilaporkan
oleh seotipe copenhageni dan bataviae. Gambaran klinis berupa gangguan renal,
hepatik atau disfungsi vaskular.
Gambaran Klinis
Masa inkubasi 2-26 hari, biasanya 7-13 hari dan rata-rata 10 hari.
Leptospirosos mempunyai 2 fase penyakit khas yaitu fase leptospiremia dan fase
imun.
11
Fase Leptospiremia
Fase ini ditandai dengan adanya leptospira di dalam darah dan cairan
serebrospinal, berlangsung secara tiba-tiba dengan gejala awal sakit kepala
biasanya di frontal, rasa sakit pada otot yang hebat terutama pada paha, betis dan
pinggang diserai nyeri tekan. Mialgia dapat diikuti dengan hiperestesi kulit,
demam tinggi yang disertai menggigil, juga didapati mual dengan atau tanpa
muntah disertai mencret, bahkan pada sekitar 25% kasus disertai penurunan
kesadaran. Pada pemeriksaan keadaan sakit berat, bradikardi relatif, dan ikterus
(50%). Pada hari ke 3-4 dapat dijumpai adanya konjungtiva suffusion dan
fotofobia. Pada kulit dapat dijumpai rash yang berbentuk makular, makulopapular,
atau urtikaria. Kadang-kadang dijumpai splenomegali, hepatomegali, serta
limfadenopati. Fase ini berlangsung 4-7 hari. Jika cepat ditangani pasien akan
membaik, suhu akan kembali normal, penyembuhan organ-organ yang terlibat dan
fungsinya kembali normal 3-6 minggu setelah onset. Pada keadaan sakit yang
lebih berat demam turun setelah 7 hari diikuti oleh bebas demam selama 1-3 hari,
setelah itu terjadi demam kembali. Keadaan ini disebut fase kedua atau fase imun.
12
Fase Imun
Fase ini ditandai dengan peningkatan titer antibodi, dapat timbul demam
yang mencapai suhu 40°C disertai menggigil dan kelemahan umum. Terdapat rasa
sakit yang menyeluruh pada leher, perut, dan otot-otot kaki terutama otot betis.
Terdapat perdarahn berupa epistaksis, gejala kerusakan pada ginjal dan hati,
uremia dan ikterik. Perdarahan paling jelas terlihat pada fase ikterik, purpura,
ptekie, epistaksis, perdarahan gusi merupakan manifestasi perdarahan paling
sering. Conjungtiva injection dan conjungtival suffusion dengan ikterus
merupakan tanda patognomonis untuk leptospirosis.
13
protein pada LCS dapat meningkat dan glukosa pada LCS normal. Pada
leptopirosis berat, lebih sering ditemukan abnormalitas gambaran radiologis paru
daripada berdasarkan pemeriksaan fisik berupa gambarab hemoragik alveolar
yang menyebar. Abnormalitas ini terjadi 3-9 hari setelah onset. Abnormalitas
radiografi ini paling sering terlihat pada lobus bawah paru.
Diagnosis
Kultur
Dengan mengambil specimen dari darah atau CSS selama 10 hari pertama
perjalanan penyakit. Dianjurkan untuk melakukan kultur ganda dan mengambil
specimen pada fase leptospiremia serta belum diberi antibiotic. Kultur urine
diambil setelah 2-4 minggu onset penyakit. Kadng-kadang kultur urin masih
positif selama memerapa bulan atau tahun setelah sakit. Untuk isolasi leptospira
dari cairan atau jaringan tubuh, digunakan medium Ellinghausen-McCullough-
Johnson-Harris; atau medium Fletcher dan medium Korthof. Spesimen dapat
dikirim ke laboratorium untuk dikultur , karena leptospirosis dapat hidup dalam
14
heparin, EDTA atau sitrat sampai 11 hari. Pada specimen yang terkontaminasi,
inokulasi hewan dapat digunakan.
Serologi
Jenis uji serologi dapat dilihat pada table 3 pemeriksaan untuk mendeteksi
adanya leptospira dengan cepat adalah dengan pemeriksaan Polymerase Chain
Reaktion (PCR), silver stain, atau fluroscent antibody stain, dan mikroskop
lapangan gelap.
DIAGNOSIS BANDING
Dengue Fever
Hantavirus Cardiopulmonary Syndrome
Hepatitis
Malaria
Meningitis
Mononucleosis, influenza
Enteric fever
Rickettsial disease
Encephalitis
Primary HIV infection
Pengobatan
15
Pemberian antibiotic harus dimulai secepat mungkin, biasanya pemberian
dalam 4 hari setelah onset cukup efektif. Berbagai jenis antibiotik pilihan, seperti :
PROGNOSIS
Prognosis penderita dengan infeksi ringan sangat baik tetapi kasus yang
lebih berat seringkali lebih buruk. Jika tidak ada ikterus, penyakit jarang fatal,
karena pada kasus dengan ikterus angka kematian mencapai 5% pada umur di
16
bawah 30 tahun, dan pada usia lanjut mencapai 30-40%. Sedangkan leptospirosis
selama kehamilan dapat meningkatkan mortalitas fetus.
Komplikasi
Pencegahan
17
Vaksinasi terhadap hewan-hewan tersangka reservoir sudah lama
direkomendasikan, tetapi vaksinasi terhadap manusia belum berhasil dilakukan,
masih memerlukan penelitian lebih lanjut. Sementara itu, cara-cara yang dapat
dilakukan oleh masyarakat agar terhindar dari penyakit ini, diantaranya:
Menyimpan makanan dan minuman dengan baik agar terhindar dari tikus.
Mencuci tangan, dengan sabun sebelum makan.
Mencuci tangan, kaki serta bagian tubuh lainnya dengan sabun setelah
bekerja di sawah/ kebun/ sampah/ tanah/ selokan dan tempat tempat yang
tercemar lainnya.
Melindungi pekerja yang beresiko tinggi terhadap Leptospirosis ( petugas
kebersihan, petani, petugas pemotong hewan dan lain lain ) dengan
menggunakan sepatu bot dan sarung tangan.
Menjaga kebersihan lingkungan.
Menyediakan dan menutup rapat tempat sampah.
Membersihkan tempat tempat air dan kolam kolam renang.
Menghindari adanya tikus didalam rumah atau gedung.
Menghindari pencemaran oleh tikus.
Melakukan desinfeksi terhadap tempat tempat tertentu yang tercemar oleh
tikus.
Meningkatkan penangkapan tikus.
18
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 Anamnesis
Identitas pasien
Nama : Tn. A
Usia : 45 Tahun
Alamat : Jl. Raya Ngantang
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Pemerah Susu sapi
Status : Kawin
Agama : Islam
Tanggal Periksa : 10 Maret 2014
19
Riwayat Hipertensi : disangkal
Riwayat DM : disangkal
Riwayat Jantung : disangkal
Riwayat Penyakit Tumor : disangkal
Riwayat Sakit Serupa : disangkal
Riwayat Sosial Ekonomi : Pasien berasal dari keluarga menengah,
pasien tinggal bersama istri dan kedua anaknya. Pasien bekerja sebagai
pemerah susu di peternakan sapi milik majikannya, setiap hari selalu
bersinggungan dengan sapi. Istrinya hanya seorang IRT biasa.
Riwayat Gizi: Pola makan pasien sehari 3 kali, yang terdiri dari nasi,
sayur, tahu tempe, ayam, daging sapi kadang-kadang.
3.2 Pemeriksaan fisik
Keadaan Umum : Tampak Lemas, Compos mentis GCS(456)
Vital sign
- TD : 90/70
- Nadi : 80x/menit
- RR : 20x/menit
- Suhu : 38 oC
- BB : 57 kg
- TB : 165 cm
Kulit : Putih, Ptekie (-), ekimosis (-), purpura (-), Rash (-)
Kepala : Normocephal, rambut tidak rontok
Mata : : Conjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-),
conjuntival injection (+/+).
Hidung : Epistaksis (-/-)
Telinga : Daun telinga simetris, membran tympani (intak),
nyeri tekan mastoid (-/-), sekret (-/-).
Mulut : Simetris, mulut kering (-), sianosis (-), bibir kering
(-), lidah kotor (-),tepi lidah hiperemis (-), gusi berdarah (-).
Tenggorokan : Tonsil membesar (-/-), pharing hiperemis (-)
Leher : JVP tidak meningkat, pembesaran KGB (-)
20
Thorax : bentuk normochest, retraksi interkostal (-),
retraksi subkostal (-)
Cor
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis tidak kuat angkat
Perkusi
Batas kiri atas : ICS II Linea para sternalis sinistra
Batas kanan atas : ICS II Linea para sternalis dekstra
Batas kiri bawah : ICS V mid clavicula line parasternalis
sinistra
Batas kanan bawah: ICS IV linea para sternalis dekstra
Auskultasi : bunyi jantung I-II intensitas normal, regular, bising
(-) Suara tambahan jantung : (-)
Pulmo :
Statis (depan dan belakang)
Inspeksi : bentuk normal, simetris
Palpasi : fremitus raba kiri sama dengan kanan
Perkusi : sonor/sonor
Auskultasi : suara dasar vesikuler
wheezing ronkhi
- -
- -
-
-
- -
- -
Dinamis (depan dan belakang)
Abdomen :
Inspeksi : datar/sejajar dinding dada, venektasi (-), massa (-), bekas
jahitan (-)
21
Auskultasi : peristaltik (+) normal, BU normal
Palpasi : nyeri epigastrium (-), hepar dan lien tdk teraba, turgor
baik, massa (-), asites (-)
Perkusi : timpani seluruh lapangan perut
Ektremitas
palmar eritema (-/-)
+ +
Akral Hangat
+ +
Odema - -
- -
Leptospirosis
Dengue Fever
Meningitis
Malaria
Encephalitis
Leukositosis
trombositopenia ringan
albuminuria,
hematuria
serologi positif leptospirosis
3.5 Resume
Pasien datang ke UGD RSI diantar oleh istrinya dengan keluhan demam
sejak ± 5 hari yg lalu. Demam disertai menggigil. Selain itu juga disertai nyeri
kepala, rasa tidak enak pada seluruh badannya. Nyeri kepala dirasakan terutama
pada bagian dahi. Nyeri lainnya dirasakan terutama pada paha, betis, dan
pinggang. Selain itu, pasien juga mengeluh mual-mual dan matanya merah. Pada
pemeriksaan fisik Tn.A tampak lemas dan tekanan darah 90/70mmHg, Suhu: 38o
22
C, conjunctiva injection (+/+). Pada pemeriksaan penunjang didapatkan
Leukositosis, trombositopenia ringan, albuminuria, hematuria, serologi positif
leptospirosis
1. Non Farmakologi
a. Edukasi pasien dan keluarga tentang penyakitnya
b. Memberikan edukasi tentang penularan penyakit pasien
c. Edukasi tentang pencegahan
d. Tirah baring
2. Farmakologi
a. Dosisiklin 2x100 mg selama 7 hari
b. Asam mefenamat prn (1-3) x 500 mg
c. Infus Ringer Asering
23
BAB IV
PEMBAHASAN
Rasa tidak nyaman pada seluruh badan (nyeri pada paha, betis, dan
pinggang)
Mual-mual
Leptospirosis
4.2. Tujuan Terapi
Menghilangkan penyebab penyakit leptospirosis yaitu bakteri L.
Interogans. Untuk tujuan terapi ini digunakan kelas obat
antibakteri/antibiotic
Mengurangi gejala-gejala (demam, nyeri kepala, nyeri otot). Untuk tujuan
terapi ini digunakan kelas obat antipiretik, analgetik, antiinflamasi.
Menaikkan tekanan darah, dan pengobatan suportif. Untuk tujuan terapi ini
digunakan cairan infuse.
4.3. Antibiotik
24
Leptospirosis ringan:
Doksisiklin 100 mg 2x sehari 7-10 hari, atau
Ampisilin 500-750 mg 4x sehari 7-10 hari, atau
Amoksisilin 500 mg 4x sehari 7-10 hari, atau
Azythromicin 500 mg/ hari selama 3 hari
Leptospirosis sedang/berat:
Penisilin G 1,5 juta unit/6 jam (IV), atau
Ampisilin 1 g/ 6 jam (IV) selama 7 hari, atau
Ceftriakson 1 g/ hari (IV) selama 7 hari, atau
Cefotaksim 1 g/ 6 jam (IV) selama 7 hari, atau
Eritromisin 500mg/6 jam (IV) selama 7 hari
Profilaksis:
Doksisiklin 200 mg/ minggu untuk orang orang yang terpapar dalam
jangka pendek
Pada kasus ini, yang dipilih adalah doksisiklin 100 mg, 2x sehari. Dipilih
doksisiklin karena merupakan antibiotik first line pada kasus leptospirosis ringan,
dan pada pasien ini masih termasuk kategori ringan.
A. Doksisiklin
Obat : antibiotik
Golongan : tetrasiklin
Nama obat : doksisiklin
Contoh dari golongan yang sama :
1. Klortetrasiklin
2. Oksitetrasiklin
3. Tetrasiklin
4. Demeklosiklin
5. Minosiklin
25
Komposisi
Tiap kapsul Doxycycline mengandung doksisiklin hcl yang setara dengan
doksisiklin 100 mg.
Farmakodinamik
Doksisiklin adalah antibiotik golongan tetrasiklin. Doksisiklin bekerja
secara bakteriostatik dengan mencegah sintesa protein mikroorganisme pada
ribosomnya. Doksisiklin mempunyai spektrum kerja yang luas terhadap bakteri
gram positif dan gram negatif.
Farmakokinetik
Absorbsi
Absorbsi kira-kira 30-80% diserap lewat saluran cerna, baik diberikan 2
jam sebelum atau sesudah makan, karena potensi golongan tetrasiklin membentuk
kelat (komplek obat dengan zat lain yang sukar diserap misalnya kalsium,
magnesium, besi, almunium) yang terdapat dalam susu atau antasida.
Distribusi
Dalam plasma terikat dengan protein plasma dalam jumlah yang berfariasi.
Masa paruh doksisiklin tidak berubah pada insufisiensi ginjal, sehingga obat ini
aman diberikan pada pasien gagal ginjal. Pada CSS kadarnya hanya 10-20%,
golongan tetrasiklin dapat menembus sawar darah uri.
Metabolisme: metabolisme di hepar
Ekskresi
Ekskresi obat di ginjal
Indikasi
Indikasi Doksisiklin adalah :
26
Kontraindikasi
Doksisiklin jangan diberikan kepada penderita yang hipersensitif atau
alergi terhadap antibiotik doksisiklin atau tetrasiklin.
Dosis dan aturan pakai
Tanyakan kepada dokter anda mengenai dosis dan aturan pakai
Doksisiklin.
Dosis Doksisiklin yang umum diberikan :
Dewasa dan anak lebih dari 8 tahun dengan berat badan 45 kg atau lebih :
Hari pertama 200 mg dibagi dalam 2 dosis setiap 12 jam dilanjutkan
dengan 100 mg/hari. Pengobatan harus dilanjutkan minimal 1-2 hari
setelah tanda-tanda dan gejala infeksi menghilang.
Anak-anak kurang lebih dari 8 tahun dengan berat badan kurang dari 45 kg
: hari pertama 4,4 mg/kgBB/hari terbagi dua dosis setiap 12 jam,
selanjutnya 2,2 mg/kgBB 1 kali sehari atau dalam 2 dosis setiap 12 jam.
Untuk infeksi berat dapat diberikan 2,2 mg/kgBB setiap 12 jam.
27
Seperti pada penggunaan antibiotik lainnya, terjadinya pertumbuhan yang
berlebihan dari mikroorganisme yang resisten yang dapat menyebabkan
glositis, stomatitis, vaginitis, stafilokokal enteritis, sehingga pengobatan
harus segera dihentikan.
Interaksi obat
Kemasan
Doksisiklin Kapsul, dus, isi 10 strip @ 10 kapsul
A. Asam Mefenamat
Obat Generik :
28
Obat Bermerek :
KOMPOSISI / KANDUNGAN
Asam Mefenamat 250 mg : Tiap tablet mengandung Asam Mefenamat 250 mg.
Asam Mefenamat 500 mg : Tiap tablet mengandung Asam Mefenamat 500 mg.
FARMAKOLOGI
INDIKASI / KEGUNAAN
KONTRAINDIKASI
Pada penderita tukak lambung, radang usus, gangguan ginjal, asma dan
hipersensitif terhadap asam mefenamat.
Pemakaian secara hati-hati pada penderita penyakit ginjal atau hati dan
peradangan saluran cerna.
DOSIS DAN ATURAN PAKAI
Dewasa dan anak di atas 14 tahun : Dosis awal yang dianjurkan 500 mg
kemudian dilanjutkan 250 mg tiap 6 jam.
29
Dismenore : Asam Mefenamat 500 mg 3 kali sehari, diberikan pada saat
mulai menstruasi ataupun sakit dan dilanjutkan selama 2-3 hari.
Menoragia : Asam Mefenamat 500 mg 3 kali sehari, diberikan pada saat
mulai menstruasi dan dilanjutkan selama 5 hari atau sampai perdarahan
berhenti.
EFEK SAMPING
Gangguan saluran cerna, antara lain iritasi lambung, kolik usus, mual,
muntah dan diare, rasa mengantuk, pusing, sakit kepala, penglihatan
kabur, vertigo, dispepsia.
Pada penggunaan terus-menerus dengan dosis 2000 mg atau lebih sehari,
asam mefenamat dapat mengakibatkan agranulositosis dan anemia
hemolitik.
INTERAKSI OBAT
30
Terhadap Ibu Menyusui : Didistribusikan melalui air susu ibu, sehingga
tidak direkomendasikan untuk digunakan oleh ibu yg sedang menyusui.
Terhadap Anak-anak : Belum ada studi ttg keamanan & efikasi
penggunaan asam mefenamat pada pasien anak dibawah 14 tahun. Belum
ada studi tentang keamanan untuk anak
Terhadap Hasil Laboratorium : Dapat menyebabkan reaksi false-positif
tes urin menggunakan tes tablet diazo.
KEMASAN
31
Pada kasus bedah, asetat dapat mempertahankan suhu tubuh sentral
pada anestesi dengan isofluran.
Mempunyai efek vasodilator
4.6. Penulisan Resep
M. Fathan Rasyid Al-Faruqi
SP/SIP 209.121.0003
Alamat : Jl.Tlogo Suryo no. 9 Malang
Jam praktek 18.00-21.00
Tlp: 085791297784
S 2 dd cap 1 pc
32
BAB V
PENUTUP
Kesimpulan
33
DAFTAR PUSTAKA
1. Zein, Umar. Leptospirosis. Dalam buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid III edisi
IV. Jakarta : pusat penerbitan Departemen ilmu penyakit dalam FKUI. 2006. Hal
1823-5.
2. Anonim. Leptopsirosis, diunduh dari http://medicastore.com/penyakit/190/
Leptospirosis.html
3. Cunha, John P. Leptospirosis. http://www.medicinenet.com/leptospirosis/
page2.htm
4. Dugdale, David C. Leptospirosis. http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/
ency/article/001376.htm
34