You are on page 1of 6

PAPER CRITICAL REVIEW:

MENUJU RUANG PUBLIK KOTA YANG BERKELANJUTAN


Oleh:
Isma Yulianti (D042171010)
Departemen Arsitektur
Pasca Sarjana Universitas Hasanuddin
Email : Ismayulianti34@gmail.com

A. INFORMASI BIBLIOGRAF
Nama pengarang : Dianing Primanita A.
Judul Artikel : Menuju Ruang Publik Kota Berkelanjutan
Tanggal Terbit : 30 September 2015
Penerbit : www.kompasiana.com
B. PENDAHULUAN
Ruang publik merupakan bagian yang tak terpisahkan dengan kehidupan
masyarakat di perkotaan. Ruang publik ada di sekitar kita dan menjadi bagian
penting yang menyatu dalam kehidupan sehari-sehari masyarakat di perkotaan:
jalan-jalan yang dilewati ketika dalam perjalanan menuju sekolah atau kantor, alun-
alun dan taman kota tempat anak-anak bermain, tempat komunitas-komunitas kota
berkumpul dan berinteraksi, tempat untuk berolahraga, atau tempat untuk rekreasi
dan menjauhkan diri sejenak dari hiruk-pikuk kehidupan sehari-hari yang sibuk.
Konsep ruang publik berkelanjutan mempunyai tiga kreteria responsive,
democratic and meaningful. Selain tiga kriteria tersebut untuk ruang publik
berkelanjutan dapat mengaplikasikan place making (Project for Public Space),
pemberdayaan community planning, kemitraan antara pemerintah, private sector,
dan masyarakat untuk secara kolaboratif menata kembali ruang publik kota melalui
aset, inspirasi dan potensi masyarakat lokal sehingga bisa mengakomodir
kebutuhan pengembangan di masa mendatang.
C. RESUME
Pengertian ruang publik dalam konteks spasial adalah tempat dimana setiap
orang mempunyai hak untuk bebas mengakses tanpa harus membayar. Ruang
publik berkaitan dengan semua bagian-bagian dari lingkungan alam dan binaan
dimana masyarakat memiliki akses gratis. Ruang publik meliputi: jalan, square,
tanah perkerasan, ruang terbuka hijau dan taman, dan ruang publik/privat yang
aksesnya tidak dibatasi (Carmona et al, 2004:10).
Ruang publik berperan dalam mendefinisikan karakter suatu kota sekaligus
bernilai sebagai aset bagi suatu kota. Apa yang mendefinisikan karakter kota adalah
ruang publiknya, bukan ruang privat. Ukuran dari setiap peradaban besar adalah
kota dan ukuran kehebatan sebuah kota dapat ditemukan dalam kualitas ruang
publik, taman dan alun-alun (John Ruskin, Common Place). Karenanya, ruang publik
adalah elemen kota yang menjadi salah satu indikator dalam menilai apakah suatu
kota dianggap sebagai kota yang sukses atau tidak.
Dalam tatanan aturan perundang-undangan, No. 26 Tahun 2007 tentang
pasal 29 mempertegas mengenai proporsi RTH yaitu paling sedikit 30% dari luas
wilayah kota dan proporsi RTH publik paling sedikit 20% dari luas wilayah kota.
Kondisi dan Permasalahan Ruang Publik Kota di Indonesia Saat Ini
Saat ini ketersediaan ruang publik kota di kota-kota di Indonesia secara
umum dapat dikatakan kurang layak secara kualitas. Masih banyak ditemui ruang
publik kota yang gagal dalam mengemban fungsinya sebagai ruang utama
masyarakat untuk saling berinteraksi dan melaksanakan kegiatan sosial budayanya
secara aman dan nyaman. Penggunaan ruang publik yang tidak sesuai, fasilitas
ruang publik yang kurang responsif terhadap keinginan dan kebutuhan masyarakat,
dan peralihan atau penghilangan fungsi ruang publik menjadi contoh permasalahan
yang harus dihadapi dalam pemanfaatan ruang publik di perkotaan.
Saat ini ketersediaan ruang publik kota di kota-kota di Indonesia secara
umum dapat dikatakan kurang layak secara kualitas. Lebih lanjut permasalahan
ruang publik kota di Indonesia dalam prakteknya dapat dijabarkan menjadi
beberapa permasalahan utama, yaitu terkait ketersediaan dan implementasi ruang
publik kota, implementasi kebijakan tata ruang yang mengatur tentang
perencanaan ruang publik kota, peralihan atau penghilangan fungsi ruang publik
kota, komersialisasi dan privatisasi ruang publik kota, serta tingkat partisipasi
masyarakat terhadap ruang publik kota.
Kuantitas ruang publik di kota-kota di Indonesia terutama RTH cenderung
tidak memenuhi proporsi luasan 20% dari luas wilayah kota. Di Indonesia masih
banyak ditemui ruang publik yang tergolong gagal menghidupkan interaksi antar
masyarakat penggunanya karena ketidaksesuaian antara desain dan kebutuhan.
Aksesibilitas umumnya masih buruk karena tidak tersedianya sarana dan prasarana
transportasi yang mendukung kemudahan aksesibilitas, selain itu masih banyak
ditemukan ruang publik yang tidak menyediakan sarana parkir yang memadai.
Keberadaan Pedagang Kaki Lima (PKL) tidak tertata rapi dan justru merusak image
ruang publik itu sendiri. Terbatasnya perawatan dan pengelolaan yang selalu
dibebankan pada pemerintah kota, kurangnya kenyamanan dan keamanan. Ruang
publik yang seharusnya ditujukan untuk kepentingan publik dan dapat diakses oleh
seluruh lapisan masyarakat dijadikan ruang publik milik privat.
Dalam konteks kebijakan tata ruang kota, pada prakteknya terjadi
ketidaksingkronan antara apa-apa yang tertuang dalam RTRW, RUTRK, RDTRK, RTR
atau RTBL yang terkait dengan perencanaan ruang publik kota sehingga hal ini
menjadi celah yang memicu terjadinya pelanggaran-pelanggaran terhadap fungsi
dan alih guna lahan. Contohnya peralihan fungsi RTH publik menjadi area terbangun
untuk permukiman.
Konsep Ruang Publik Kota yang Berkelanjutan
Konsep ruang publik kota yang berkelanjutan yaitu memiliki tiga kriteria
dasar yaitu responsive, democratic and meaningful. Selain itu, dalam perencanaan
ruang publik harus mengaplikasikan place making (Project for Public Space),
pemberdayaan community planning, kemitraan antara pemerintah, private sector,
dan masyarakat untuk secara kolaboratif menata kembali ruang publik kota melalui
aset, inspirasi dan potensi masyarakat lokal sehingga bisa mengakomodir
kebutuhan pengembangan di masa mendatang.
Bandung dan Surabaya sudah selangkah lebih maju dan dapat dijadikan
acuan kota-kota lain di Indonesia dalam mewujudkan ruang publik kota untuk
semua yang berkelanjutan di masa mendatang.
D. CRITICAL REVIEW
Artikel yang berjudul Menuju ruang publik kota yang berkelanjutan ini
mengemukakan tentang masalah – masalah ruang Publik di indonesia secara umum
mulai dari ketersediaan dan implementasi Ruang Publik yang ada di Indonesia
sampai dengan tingkat partisipasi masyarakat terhadap ruang publik kota dan
memberikan contoh kota yang akan mewujudkan Ruang publik yang berkelanjutan
di masa mendatang.
Menurut pendapat saya, permasalahan – permasalahan yang yang
disampaikan pada artikel ini sudah benar. Akan tetapi penulis tidak mengemukakan
lebih detail permasalahan yang terjadi misalnya Terkait implementasi ruang publik
kota, permasalahan yang muncul adalah masalah minimnya kualitas ruang publik.
Pada bagian ini penulis tidak menjelaskan bagaimana kualitas ruang publik yang
baik.
Beberapa masalah Ruang Publik yang dikemukakan oleh penulis, yaitu
Kuantitas ruang publik di kota-kota di Indonesia terutama RTH cenderung tidak
memenuhi proporsi luasan 20% dari luas wilayah kota. Pada bagian ini penulis tidak
mengemukakan secara detail tentang kondisi ketersediaan RTH saat ini.
Selanjutnya penulis mengungkapkan banyak ditemui Ruang Publik yang
tergolong gagal menghidupkan interaksi antar masyarakat penggunanya karena
ketidaksesuaian antara desain dan kebutuhan. Disini penulis tidak memberikan
salah satu contoh ruang publik yang tergolong gagal karena tidak kesesuaian antara
desain dan kebutuhan.
Permasalahan yang lain, yaitu banyaknya ditemukan ruang publik yang tidak
menyediakan sarana parkir yang memadai. Sebaiknya penulis, mencantumkan
aturan – aturan mengenai penyediaan sarana parkir untuk Ruang publik. Dan juga
Tidak dikemukakan seberapa besar masalah krusial pada masyarakat terhadap
pemanfaatan ruang publik kota di Indonesia.
Pada artikel ini, penulis mengemukakan dengan baik tentang permasalahan
ketidaksingkronan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota (RTRW) terhadap Ruang
Terbuka, dengan memberikan satu contoh permasalahan dan juga dikemukakan d
dengan baik ruang perbuka publik yang sifatnya privat, bisa dinikmati oleh kalangan
tertentu saja.
Konsep Ruang Publik Kota yang Berkelanjutan
Pada bagian ini, yaitu Konsep ruang Publik yang berkelanjutan penulis
memberikan contoh kota yang akan mewujudkan konsep ruang publik yang
berkelanjutan yakni Bandung dan Surabaya. Penulis mengatakan bahwa Bandung
dan surabaya akan mewujudkan Ruang Publik yang berkelanjutan disebabkan
Bandung telah menerapkan konsep Command Center, konsep ini sangat sesuai
untuk mendukung perwujudan ruang publik kota yang berkelanjutan. Disini penulis
tidak menjelaskan seberapa besar pengaruh keberhasilan konsep commend center
untuk dijadikan konsep Ruang Publik berkelanjutan.
Selain itu, penulis mengatakan bahwa bandung telah mengaplikasikan Public
Private Partnership dapat mencontoh dari beberapa program pembangunan
infrastruktur dan pelayanan dasar yang telah dicanangkan oleh Walikota Bandung,
Ridwan Kamil. Dalam hal ini implementasi Good Urban Governance yang akuntabel,
transparan, responsif, partisipatif, efektif sangat diperlukan dalam mewujudkan
Ruang publik berkelanjutan. Pada bagian ini, penulis tidak memberikan contoh
Good Urban Governance yang ada dikota Bandung.
Kemudian, penulis juga tidak memberikan contoh Ruang Publik yang ada di
kota Bandung yang menerapkan tiga kriteria dasar dalam mewujudkan ruang publik
berkelanjutan yaitu responsive, democratic and meaningful. Ruang publik harus bisa
mengakomodir kegiatan, keinginan, dan minat pengguna (responsive). Ruang publik
harus bisa digunakan oleh masyarakat umum dari berbagai latar belakang sosial,
ekonomi, budaya serta dapat diakses oleh berbagai kondisi fisik manusia tanpa
diskriminasi (democratic). Ruang publik harus memiliki keterkaitan antara ruang dan
manusia serta dengan konteks sosial, dapat memberikan arti atau makna bagi
masyarakat lokal secara individual maupun kelompok (meaningful) (Carr, 1992:19).
Penulis juga hanya mengatakan bahwa Surabaya sebagai percontohan kota
yang mewujudkan ruang publik yang berkelanjutan tetapi, tidak menjelaskan
langkah – langkah apa saja yang telah maupun akan di lakukan kota Surabaya dalam
mewujudkan Ruang Publik berkelanjutan.

E. KESIMPULAN
Kesimpulannya, Ketersediaan ruang publik cenderung kurang diperhatikan
dan dikesampingkan sehingga Ruang Publik di Indonesia kurang layak secara
kualitas. sebaiknya dalam mengembangkan dan merencanakan ruang terbuka
publik, sebaiknya menerapkan konsep Ruang terbuka publik yang berkelanjutan
yakni responsive, democratic and meaningful. sehingga Ruang Publik tersebut
berfungsi secara optimal dan memenuhi kebutuhan masyarakat.

REFERENSI
Carmona et al. 2004. Public Places Urban Spaces: The Dimensions of Urban Design.
New York: Routledge.

Carr, Stephen. (1992). Public Space. New York: Van Nostrand Reinhold Company.

https://www.pikiran-rakyat.com/serial-konten/kejar-pad-dengan-komersialisasi-
ruang-publik

https://www.kompasiana.com/yume_thedreamer/menuju-ruang-publik-kota-yang-
berkelanjutan. Diakses 29 April 2018, pukul 12.51 WITA

You might also like