You are on page 1of 50

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kesehatan merupakan salah satu bagian terpenting dalam hidup dari setiap individu
yang harus dijaga dan dipenuhi, agar setiap orang mampu melakukan aktifitasnya
dengan baik dan dalam kondisi yang sehat. Menurut Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, bahwa yang dimaksud dengan
kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial
yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 tahun 2009 tentang


Pekerjaan Kefarmasian, bahwa apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat
dilakukan pekerjaan kefarmasian oleh Apoteker. Yang dimaksud pekerjaan
kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi,
pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran obat,
pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta
pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional. Dimana peran Apoteker untuk
memberikan pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang
berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud untuk mencapai hasil yang pasti
untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.

Berdasarkan kewenangan pada peraturan perundang-undangan, pelayanan


kefarmasian telah mengalami perubahan yang semulahnya berfokus kepada
pengelolaan Obat (drug oriented) berkembang menjadi pelayanan kepada pasien
(patient oriented) yang mengacu kepada pelayanan kefarmasian (pharmaceutical
care). Pharmaceutical care merupakan suatu bentuk pelayanan yang langsung dan
bertanggung jawab kepada pasien guna meningkatkan kualitas hidup pasien.
Sebagai konsekuensi perubahan tersebut, apoteker dituntut untuk meningkatkan
pengetahuan, keterampilan dan mengubah perilaku agar dapat melakukan interaksi
langsung dengan pasien. Bentuk interaksi tersebut antara lain adalah pemberian

1
2

informasi, konseling obat dan monitoring penggunaan obat,untuk mengetahui tujuan


akhir penggunaan obat, serta kemungkinan terjadinya kesalahan pengobatan. Dengan
demikian, pelayanan kefarmasian yang dilakukan oleh Apoteker di Apotek meliputi
kegiatan yang bersifat manajerial, dan pelayanan farmasi klinik.

Dalam rangka mempersiapkan tenaga profesi Apoteker yang profesional maka perlu
dilakukan praktek kerja di apotek sebagai sarana pelatihan untuk menerapkan ilmu
yang telah didapatkan di masa kuliah serta dapat mempelajari segala kegiatan dan
permasalahan yang ada di suatu apotek. Berdasarkan hal tersebut, maka Program
Studi Profesi Apoteker Universitas Jenderal Achmad Yani memberikan kesempatan
kepada mahasiswa untuk mempelajari kegiatan apoteker di apotek dengan
mengadakan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Apotek Kimia Farma.

1.2 Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker


Adapun tujuan dari praktek kerja profesi apotek bagi mahasiswa profesi Apoteker
adalah:
1. Untuk meningkatkan pemahaman calon Apoteker tentang peran, fungsi, posisi dan
tanggung jawab Apoteker dalam pelayanan kefarmasian di apotek.
2. Untuk membekali calon Apoteker agar memiliki wawasan, pengetahuan,
keterampilan, dan pengalaman untuk melakukan pekerjaan kefarmasian di apotek.
3. Untuk memberi kesempatan kepada calon Apoteker untuk melihat dan
mempelajari strategi dan kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan dalam rangka
pengembangan praktek farmasi komunitas di apotek.
4. Untuk mempersiapkan calon Apoteker dalam memasuki dunia kerja sebagai
tenaga farmasi yang profesional.
5. Untuk memberi gambaran nyata tentang permasalahan pekerjaan kefarmasian di
apotek.
3

1.3 Waktu Pelaksanaan


Praktek Kerja Profesi Apoteker dilaksanakan di Apotek Kimia Farma No 10 Bandung
yang terletak di Jalan Braga No. 6 Bandung dari tanggal 1 Maret sampai tanggal 31
Maret 2018.
4

BAB II
TINJAUAN KHUSUS

2.1 Profil PT. Kimia Farma (Persero) Tbk


2.1.1 Sejarah PT. Kimia Farma
Kimia Farma merupakan industry farmasi pertama di Indonesia yang merupakan hasil
nasionalisasi perusahaan Belanda. Pada tanggal 16 Agustus 1971 bentuk hukumnya
dirubah menjadi Perseroan Terbatas, menjadi PT Kimia Farma (Persero) kemudian
pada tanggal 4 Juli 2001 Kimia Farma menjadi perusahaan publik, yang memberikan
kesempatan bagi masyarakat untuk ikut serta menanamkan saham di Kimia Farma.
PT. Kimia Farma Apotek dipimpin oleh seorang Direktur Utama yang membawahi
tiga Direktur, yaitu Direktur Pelayanan dan Supply Chain, Direktur Pengembangan
Bisnis, dan Direktur Keuangan & SDM. PT. Kimia Farma Apotek adalah anak
perusahaan yang dibentuk oleh Kimia Farma untuk mengelola apotek-apotek milik
perusahaan yang ada, dalam upaya meningkatkan kontribusi penjualan untuk
memperbesar penjualan konsolidasi PT. Kimia Farma Tbk.

PT. Kimia Farma Apotek dahulu terkoordinasi dalam Unit Apotek Daerah (UAD),
namun sejak bulan Juli tahun 2004 orientasinya dibuat menjadi Bisnis Manajer (BM)
dan Apotek Pelayanan. Apotek Kimia Farma melayani penjualan langsung, melayani
resep dokter dan menyediakan pelayanan lain, misalnya praktek dokter, dan
pelayanan OTC (swalayan) serta pusat pelayanan informasi obat. Visi dari PT. Kimia
Farma Apotek adalah menjadi perusahaan jaringan layanan kesehatan yang
terkemuka dan mampu memberikan solusi kesehatan masyarakat di Indonesia.
Sedangkan misi dari PT. Kimia farma Apotek adalah menghasilkan pertumbuhan
nilai perusahaan melalui :

1. Jaringan layanan kesehatan yang terintegrasi meliputi jaringan apotek, klinik,


laboratorium klinik dan layanan kesehatan lainnya.
2. Saluran distribusi utama bagi produk sendiri dan produk principal.

4
5

3. Pengembangan bisnis waralaba dan peningkatan pendapatan lainnya (Fee Based


Income).

BM (Business Manager) membawahi beberapa apotek pelayanan yang berada dalam


suatu wilayah. BM bertugas menangani pembelian, penyimpanan barang dan
administrasi apotek pelayanan yang berada di bawahnya. Dengan adanya konsep BM
diharapkan pengelolaan aset dan keuangan dari apotek dalam satu area menjadi lebih
efektif dan efisien, demikian juga kemudahan dalam pengambilan keputusan-
keputusan yang menyangkut antisipasi dan penyelesaian masalah. Secara umum
keuntungan yang didapat melalui konsep BM adalah :

1. Koordinasi modal kerja menjadi lebih mudah.


2. Apotek-apotek pelayanan akan lebih fokus pada kualitas pelayanan, sehingga
mutu pelayanan akan meningkat yang diharapkan berdampak pada peningkatan
penjualan.
3. Merasionalkan jumlah SDM terutama tenaga administrasi yang diharapkan
berimbas pada efisiensi biaya administrasi.

Meningkatkan bargaining dengan pemasok untuk memperoleh sumber barang


dagangan yang lebih murah.

2.2 Apotek Kimia Farma 10 Braga


Apotek Kimia Farma 10 Braga menjalankan fungsinya sebagai salah satu apotek
pelayanan kefarmasian dan kesehatan masyarakat pada setiap hari dari Senin hingga
6
Minggu. Untuk pelayanan dilakukan pembagian jam kerja yang terdiri dari dua shift
yaitu shift pagi (jam 07.00 - 14.00), shift sore (14.00 – 22.00).

2.2.1 Lokasi dan Letak Apotek Kimia Farma 10 Braga


Apotek Kimia Farma 10 Braga terletak di Jalan Braga No.6 Bandung, Jawa Barat,
tepat berada di seberang Museum Konfrensi Asia Afrika. Letak apotek ini strategis
karena terletak di jalan yang dilalui banyak kendaraan, lokasi ini mudah dijangkau
6

oleh masyarakat dengan menggunakan kendaraan umum maupun yang berjalan kaki.
Apotek Kimia Farma 10 Braga memiliki luas bangunan yang sangat memadai dan
dilengkapi dengan sarana penunjang, seperti tempat parkir dan praktik dokter
diantaranya dokter umum, dokter kandungan dan dokter THT. Bangunan apotek
Kimia Farma 10 Braga terdiri dari ruang pelayanan, ruang peracikan, ruang swalayan,
ruang tunggu, ruang praktek dokter, mushola dan toilet.

2.2.2 Visi dan Misi PT. Kimia Farma Tb


Visi PT. Kimia Farma Apotek
Menjadi korporasi bidang kesehatan terintegrasi dan mampu menghasilkan
pertumbuhan nilai yang berkesinambungan melaui konfigurasi dan koordinasi bisnis
yang sinergis.
Misi PT. Kimia Farma Apotek
Menghasilkan pertumbuhan nilai perusahaan melalui usaha dibidang-bidang :
a. Industri dan farmasi dengan basis penelitian dan pengembangan produk yang
inovatif
b. Perdagangan dan jaringan distribusi
c. Pelayanan kesehatan berbasis jaringan retail farmasi dan jaringan pelayanan
kesehatan lainnya.
d. Pengelolahan maksimal asset-aset dalam mengeembangkan usaha perusahaan.

2.2.3 Struktur Organisasi


Apotek Kimia Farma 10 Braga merupakan bagian dari jaringan layanan PT. Kimia
Farma Apotek yang berada di bawah unit Business Manager Bandung, Apotek Kimia
Farma 10 Braga dalam kegiatan operasionalnya dipimpin oleh seorang apoteker
sebagai Apoteker Pengelola apotek (APA), dan APA membawahi 1 orang Apoteker
Pendamping sebagai Apoteker yang memberikan pelayanan informasi obat (PIO), 4
orang Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK) yang terdiri dari 1 orang supervisor dan 3
orang asisten apoteker bertugas dalam melakukan pelayanan kefarmasian dan 2 orang
tenaga non farmasi (pengantar barang dan keamanan).Berdasarkan peraturan menteri
7

kesehatan Republik Indonesia No.9 tahun 2017 tentang Apotek menyatakan Apoteker
pemegang SIA dalam menyelenggarakan Apotek dapat dibantu oleh Apoteker lain,
tenaga teknis kefarmasian/tenaga administrasi. Apoteker dan tenaga teknis
kefarmasian wajib memiliki surat izin praktik sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
Berdasarkan keputusan menteri kesehatan Republik Indonesia No. 1332 /Menkes/
SK/X/2002, Personil Apotek terdiri dari:
1. Apoteker Pengelola Apotek (APA), yaitu Apoteker yang telah memiliki surat
izin apotek (SIA)
2. Apoteker pendamping adalah apoteker yang bekerja di apotek di samping
APA dan atau menggantikan pada jam-jam tertentu pada hari buka apotek
3. Apoteker pengganti adalah apoteker yang menggantikan APA selama APA
tersebut tidak berada ditempat lebih dari 3 bulan secara terus menerus, dan
tidak bertindak sebagai APA di apotek lain
4. Tenaga Teknis Kefarmasian adalah mereka yang berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku berhak melakukan pekerjaan kefarmasian
sebagai tenaga teknis kefarmasian.

2.3 Pengelolaan Perbekalan Farmasi


Menurut Permenkes No. 73 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di
Apotek, pengelolaan perbekalan farmasi adalah suatu proses yang merupakan suatu
siklus kegiatan yang dimulai dari perencanaan, pengadaan, penerimaan,
penyimpanan, pendistribusian, pemusnahan, pengendalian serta pencatatan dan
pelaporan

2.3.1 Perencanaan Barang


Perencanaan di apotek berdasarkan 3 metode yaitu epidemiologi, konsumsi dan
kombinasi. Perencanaan dilakukan bertujuan untuk mendapatkan jumlah, jenis, dan
waktu yang tepat sediaan farmasi yang dibutuhkan untuk menghindari terjadinya
kekosongan dan penumpukan sediaan farmasi alat kesehatan dan bahan medis habis
8

pakai di apotek. Di Apotek Kimia Farma 10 Bandung perencanaan perbekalan


farmasi dilakukan melalui buku defecta, penolakan, dan analisis pareto. Buku defekta
adalah buku yang berisikan nama atau daftar obat yang habis atau akan akan habis,
data barang yang masuk dalam buku defecta didasarkan pada kartu stok. Penolakan
yaitu berupa daftar yang berisikan tentang obat-obat yang tidak tersedia di apotek
ketika diminta oleh konsumen. Obat-obat yang diminta kemudian di catat di daftar
penolakan obat yang kemudian akan dijadikan acuan untuk perencanaan pembelian
obat ke distributor. Analisis pareto adalah sistem pengadaan barang, berdasarkan
kecepatan perputaran dan yang memberikan kontribusi terbesar terhadap pemasukan.
Keuntungan perencanaan berdasarkan analisis ini, antara lain:

1. Persediaan barang terjaga sehingga tidak terjadi stock out maupun over stock.
2. Terhindar dari pembelian kecil-kecilan sehingga pemesanan ekonomis.
3. Resiko barang rusak, hilang, ataupun kadaluarsa rendah.

Pengelompokan barang menggunakan analisa pareto dikenal dengan klasifikasi


analisa pareto ABC yaitu :

1. Pareto A, 15-20% dari jumlah jenis barang terjual memiliki konstribusi paling
tinggi terhadap omset apotek dengan nilai sebesar 80%. Barang klasifikasi A
ini wajib dipesan dan tidak boleh datang terlambat.
2. Pareto B, 20 – 25% dari total barang terjual memiliki kontribusi 15% terhadap
omset dari nilai persediaan.
3. Pareto C, 50-60% dari total barang terjual memiliki konstribusi 5% terhadap
omset apotek.

2.3.2 Pengadaan Barang


Pengadaan adalah suatu proses kegiatan yang bertujuan agar tersedianya sediaan
farmasi dengan jumlah dan jenis yang cukup sesuai dengan kebutuhan pelayanan.
Kriteria yang harus dipenuhi dalam pengadaan sediaan farmasi dan perbekalan
kesehatan adalah :
9

- Apotek hanya membeli sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan yang telah
memiliki izin edar atau nomor registrasi.
- Mutu sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan yang terjamin
- Pengadaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan dan jalur resmi, yaitu
Pedagang Besar Farmasi, Industri, atau apotek lain.
Pengadaan atau permintaan barang di Apotek Kimia Farma 10 Bandung dilakukan
melalui pembelian rutin dan pengadaan nonrutin.
1.Pengadaan rutin
Pengadaan barang di Apotek Kimia Farma 10 dilakukan dengan sistem MinMax.
MinMax merupakan sistem pengadaan barang dengan melihat jumlah maksimum dan
minimum barang yang akan dipesan. Penentuan pemesanan barang dengan sistem
MinMax dilakukan dengan menentukan ROP (titik pemesanan barang),
memperhitungkan waktu tunggu obat (lead time) dan buffer stock. Pengadaan barang
juga perlu disesuaikan dengan frekuensi permintaan pelanggan, terdiri dari barang-
barang fast moving, slow moving. Pengadaan sistem minmax dilakukan dengan
mengirimkan bon permintaan barang apotek (BPBA) secara online melalui program
Kimia Farma Information Sistem (KIS), yang berisi daftar permintaan barang Apotek
Kimia Farma 10 dan jumlah jenis yang diinginkan kepada unit Business Manager
Bandung. Unit Business Manager Bandung, kemudian akan membuat rekap BPBA
dari semua apotek pelayanan, dan menuangkannya ke dalam surat pesanan (SP).
Surat pesanan inilah yang akan diteruskan ke Pedagang Besar Farmasi (PBF) terpilih.
Terdapat dua jenis surat pesanan (SP) terdiri dari surat pesanan umum (OTC, alkes
dan BMHP) dan surat pesanan khusus (narkotika, psikotropika, precursor dan obat-
obat tertentu). Semua surat pesanan ditandatangani oleh Apoteker. Semua barang atau
obat yang diperlukan dapat dipesan melalui BPBA, kecuali untuk pemesanan obat-
obat narkotika dan psikotropika.
2. Pengadaan non rutin
Pengadaan non rutin merupakan pengadaan barang yang bersifat mendesak dan
tidak terduga, yaitu pengadaan dropping antar apotek kimia farma, pembelian
mendesak, cito.
10

Pengadaan non rutin terdiri dari:


ii. Pengadaan Nonrutin
a. Dropping
Dropping adalah penyerahan obat atau perbekalan farmasi lainya yang
dilakukan dari apotek Kimia Farma lain dengan menggunakan BPBA.
Dropping juga dilakukan oleh BM kepada APP yang melakukan permintaan
barang dengan menggunakan BPBA. Dropping dilakukan jika barang yang
diminta tidak ada dalam persediaan untuk menghindari penolakan resep atau
obat.
b. Pembelian Cito
Pesanan cito merupakan pengadaan sediaan farmasi yang dapat dilakukan
kapan saja karena kebutuhan yang segera. Proses pemesanan hampir sama
dengan pemesanan rutin yaitu tetap dibuat BPBA yang kemudian dikirim ke
BM untuk dibuatkan surat pesanan. Namun, dalam pesanan cito barang datang
terlebih dahulu kemudian faktur menyusul.
c. Pembelian Mendesak
Pengadaan mendesak dilakukan apabila barang yang diminta tidak ada dalam
persediaan dan dilakukan pembelian mendesak untuk menghindari penolakan
obat atau resep. Pembelian barang dapat dilakukan ke apotek lain selain Kimia
Farma.
d. Konsinyasi
Konsinyasi merupakan suatu bentuk kerja sama antara Apotek Kimia Farma
dengan suatu perusahaan atau distributor yang menitipkan produknya untuk di
jual di apotek, misalnya alat kesehatan, obat-obat baru, dan suplemen.
Pembayaran dilakukan oleh BM setelah produk terjual di APP.

2.3.3 Penerimaan Barang


Pada penerimaan dilakukan pemeriksaan kesesuaian antara faktur/bukti dropping
dengan surat permintaan barang dengan melihat nama apotek yang dituju, kesesuaian
faktur dengan fisik barang yang meliputi nama barang, kekuatan sediaan, jumlah,
11

kondisi fisik barang, expired date, no batch serta penyimpanan (misalnya untuk
vaksin atau insulin menggunakan es atau tidak). Kegiatan penerimaan ini untuk
menjamin kesesuaian jenis spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga
yang tertera dalam surat pesanan dengan kondisi fisik yang diterima. Untuk barang
dengan tanggal kadaluarsa dekat tidak diterima agar mengurangi resiko barang
kadaluarsa sebelum terjual. Jika barang tidak sesuai dengan SP atau ada kerusakan
fisik, maka bagian pembelian akan membuat nota pengembalian barang atau retur dan
mengembalikan barang tersebut ke PBF yang bersangkutan untuk ditukar dengan
barang yang sesuai.

2.3.4 Penyimpanan Barang


Penyimpanan adalah kegiatan menyimpan dan memelihara dengan cara
menempatkan perbekalan farmasi yang diterima pada tempat yang aman dan dapat
menjamin mutunya. Penyimpanan obat di Apotek Kimia Farma 10 Bandung
berdasarkan golongan OTC dan Ethical. Untuk OTC disimpan berdasarkan kelas
farmakologi, untuk obat ethical dipisahkan berdasarkan kestabilan, bentuk sediaan
dan farmakologinya/ kelompok terapi yang disusun secara alfabetis. Setiap kategori
diberi label warna yang berbeda untuk setiap kelas terapi sehingga memudahkan
dalam pengambilan obat.
Penyimpanan narkotik di Apotek Apotek Kimia Farma 10 Bandung sesuai dengan
Peraturan Menteri Kesehatan No. 3 Tahun 2015 yaitu diletakkan pada lemari khusus
yang terbuat dari bahan yang kuat dengan pintu dan kunci ganda. Kunci lemari
dipegang oleh Apoteker penanggung jawab atau Apoteker yang ditunjuk untuk
mengelolanya.
Semua Barang disimpan berdasarkan sistem FEFO (First Expire First Out) dan
sistem FIFO (First In First Out). Barang dengan expire date lebih dekat diletakkan di
paling depan agar barang terjual lebih dulu, hal ini dilakukan agar mengurangi resiko
terjadinya kerusakan barang sebelum terjual.
12

2.3.5 Pemusnahan
Pemusnahan sediaan farmasi meliputi sediaan yang rusak dan sudah kadaluarsa harus
dimusnahkan sesuai dengan jenis dan bentuk sediaan. Pemusnahan Obat kadaluwarsa
atau rusak harus disaksikan oleh petugas Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan
perwakilan dari BPOM, Apoteker Penanggung Jawab Apotek dan petugas/karyawan
dari apotek Kimia Farma 10 Bandung dan dibuat berita acara pemusnahannya. Berita
acara pemusnahan dibuat oleh Apoteker Penanggung Jawab. Berita acara sekurang-
kurangnya memuat:
- Hari, tanggal, bulan dan tahun pemusnahan
- Nama pemegang izin khusus atau APA
- Nama saksi dari pemerintah dan saksi dari apotek tersebut
- Nama dan jumlah obat yang dimusnahkan
- Cara pemusnahan
- Tanda tangan dan identitas lengkap pelaksana dan pejabat yang menyaksikan
pemusnahan
Selain pemusnahan resep yang rusak atau kadaluarsa, pemusnahan dilakukan juga
untuk resep yang telah disimpan melebihi jangka waktu 5 tahun. Sebelum
pemusnahan, dibuat surat pemberitahuan kepada Kepala Kantor Dinas Kesehatan
setempat bahwa akan dilakukan pemusnahan resep, serta tembusan kepada Bisnis
Manajer Apotek setempat. Kemudian dibentuk panitia pemusnahan resep dan
dilakukan pemusnahan dengan cara membakar arsip resep. Setelah itu dibuat berita
acara pemusnahan dengan data: periode tahun transaksi resep, jumlah dus,
tempat/lokasi pemusnahan dan dibuat laporan atas pelaksanaan pemusnahan kepada
Kepala kantor Dinas Kesehatan setempat dari Bisnis Manajer Apotek setempat.

2.3.6 Pengendalian
Pengendalian atau pengontrolan persediaan barang di Kimia Farma 10 Bandung
dilakukan dengan membuat kartu stok kecuali untuk barang yang berada di swalayan
farmasi. Hal ini bertujuan untuk menghindari terjadinya kelebihan, kekurangan,
kekosongan, kerusakan, kadaluwarsa, kehilangan serta pengembalian pesanan dan
13

stok obat sesuai secara fisik dengan komputer. Pengendalian lainnya yang dilakukan
adalah uji petik (random sampling) dan stock opname. Uji petik yaitu
membandingkan kesesuaian jumlah fisik barang, jumlah di kartu stok dan data
computer, uji petik dapat dilakukan setiap hari. Stock opname merupakan kegiatan
membandingkan kesesuaian jumlah fisik barang, jumlah di kartu stok dan data
computer yang dilakukan dalam 1 periode tertentu untuk seluruh item barang. Jika
berdasarkan uji petik dan stock opname yang dilakukan masih terdapat selisih antara
jumlah fisik barang, jumlah di kartu stok dan data komputer, ini dapat disebabkan
karena adanya kehilangan barang, terjadi kesalahan pencatatan pada kartu stok, atau
kesalahan saat mengentry barang.

2.3.7 Pencatatan dan Pelaporan


Pencatatan dilakukan pada setiap proses pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan,
dan bahan medis habis pakai meliputi pengadaan (surat pesanan, faktur),
penyimpanan (kartu stok), penyerahan (nota atau struk penjualan) dan pencatatan
lainnya disesuaikan dengan kebutuhan.
Pelaporan terdiri dari pelaporan internal dan eksternal. Pelaporan internal merupakan
pelaporan yang digunakan untuk kebutuhan manajemen Apotek, meliputi keuangan,
barang dan laporan lainnya. Laporan keuangan di apotek Kimia Farma 204 Bandung
meliputi Laporan Ikhtisar Penerimaan Apotek (LIPH) dan Bukti Setoran Kas yang
dilaporkan setiap hari. Pelaporan eksternal merupakan pelaporan yang dibuat untuk
memenuhi kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
meliputi pelaporan narkotika, psikotropika dan pelaporan lainnya. bersifat eksternal

untuk pelaporan penggunaan psikotropik dan narkotik. Kegiatan pencatatan dan


pelaporan yang dilakukan meliputi :
i. Pencatatan Rekap Resep, yang dilakukan setiap hari dimana resep dikumpulkan
dan dipisahkan berdasarkan tanggal dibuat atau dikeluarkannya resep. Resep asli
beserta struk harga obat disimpan sebagai arsip. Untuk resep yang mengandung
obat-obat golongan narkotika dan psikotropika direkap secara terpisah, dan diberi
14

tanda, yang akan digunakan untuk keperluan pembuatan laporan penggunaan


narkotika dan psikotropika.
ii. Pencatatan Kartu Stok, yang dilakukan dengan mengisi kartu stok yang tersedia
dalam setiap rak obat pada saat terjadi penambahan atau pengurangan jumlah
obat serta jumlah sisa obat yang tersedia.
iii. Pencatatan Defekta dan Surat Pesanan (SP)
Defekta berisi keperluan barang yang habis atau hampir habis selama pelayanan
atau barang-barang yang stoknya dianggap kurang karena barang tersebut
diperkirakan akan cepat terjual (fast moving), sehingga harus segera dipesan agar
dapat tersedia secepatnya sebelum stok habis. Catatan barang yang perlu dibeli di
defekta diketik ulang dan direkap menjadi Surat Pesanan (SP). SP terdiri dari
nama barang, keterangan, stok, pareto, jumlah, kemasan, jumlah pemberian,
harga satuan, jumlah permintaan.
iv. Laporan Administrasi Keuangan
Laporan Administrasi keuangan berfungsi sebagai pemberi informasi kepada
pengelola atau pemilik apotek mengenai perubahan-perubahan yang terjadi pada
unsur-unsur kekayaan yang dimiliki apotek pada awal dan akhir kegiatan apotek,
karena adanya transaksi jual beli.
Laporan yang berhubungan dengan keuangan berupa:
i. Bukti setoran kas apotek
Berisi jumlah penerimaan uang yang berasal dari penjualan obat dengan
resep dokter dan tanpa resep dokter, penjualan alat kesehatan dan dari
bagian swalayan. Juga jumlah uang yang dikeluarkan untuk kepentingan
operasional.
ii. Laporan Ikhtisar Penjualan Harian (LIPH)
Laporan Ikhtisar Penjualan Harian merupakan laporan harian yang terdiri
dari kumpulan bukti setoran kas apotek dalam satu hari.
iii. Laporan pengeluaran penggunaan operasional sehari-hari atau rutin
Seperti pembelian alat tulis kantor, fotokopi, bayar parkir, jasa
pengiriman barang.
15

2.4 Pelayanan Farmasi Klinik di Apotek Kimia Farma 10 Braga


Pelayanan kefarmasian di Apotek Kimia Farma 10 meliputi pelayanan obat resep,
baik itu resep tunai dan kredit yang bekerja sama dengan instansi-instansi (seperti
PT.Angkasa Pura, PLN) yang menyediakan anggaran kesehatan bagi para
karyawannya, pelayanan obat non resep, pelayanan swalayan farmasi, dan Praktek
dokter.

2.4.1 Pelayanan Resep Tunai


Alur pelayanan resep tunai yaitu pasien datang membawa resep kemudian oleh
petugas melakukan skrining resep jika lengkap maka data Input kemudian chek harga
dan ketersediaan obat, jika resep tidak lengkap maka menghubungi dokter penulis
resep. Selanjutnya dilakukan konfirmasi kepada pasien mengenai harga dan
ketersediaan obat dan jika pasien setuju maka pasien membayar sesuai dengan harga
obat dalam resep setelah itu obat disiapkan sesuai dengan resep yang ditebus oleh
pasien setelah selesai disiapkan chek kembali kesesuaian resep, obat, dan etiket serta
copy resep dan kwitansi jika ada atau diminta oleh pasien, kemudian barulah Obat
diserahkan kepada pasien oleh Apoteker disertai dengan pemberian informasi obat.

2.4.2 Pelayanan Resep Kredit


Alur pelayanan resep kredit yaitu pasien datang membawa resep kemudian dilakukan
skrining resep oleh petugas jika lengkap maka Input data serta chek ketersediaan obat
kemudian petugas Apotek meminta fotocopy kartu Asuransi pasien dan fotocopy
kartu identitas pasien, kemudian obat disiapkan sesuai dengan resep setelah selesai
disiapkan chek kembali kesesuaian resep dengan obat dan etiket, kemudian obat
diserahkan kepada pasien oleh Apoteker disertai dengan pemberian informasi obat.
Resep diarsip terpisah untuk selanjutnya dibuat laporan ke pihak business manager.
2.4.3 Pelayanan Obat tanpa resep
Pelayanan obat tanpa resep dilakukan atas permintaan langsung dari pasien.
Pelayanan obat tanpa resep meliputi pelayanan obat bebas dan obat bebas terbatas,
Upaya Pengobatan Diri Sendiri (UPDS), obat tradisional, kosmetik, dan alat
16

kesehatan. Pelayanan UPDS merupakan pelayanan terhadap permintaan obat keras


tertentu yang termasuk dalam Daftar Obat Wajib Apotek (DOWA) dan dilakukan
dengan mengisi formulir permintaan obat UPDS yang berisi nama dan alamat
pemohon, keluhan, nama obat, jumlah, harga, tanda tangan Apoteker Pengelola
Apotek (APA) dan pemohon. Hal penting yang harus diperhatikan dalam pelayanan
UPDS adalah pemberian informasi obat. Cara melakukan pelayanan ini adalah
dengan cara WWHAM (Who, What, How long, Action, Medicine) yaitu menanyakan
siapa yang sakit, apa gejala yang dialami, sudah berapa lama gejala berlangsung,
tindakan apa yang sudah dilakukan, dan obat apa saja yang sedang digunakan oleh
pasien. Petugas apotek harus dapat memastikan bahwa pasien dengan permintaan
obat UPDS sudah terbiasa dan mengetahui cara pemakaian obat tersebut. Jika pasien
baru pertama kali menggunakannya, maka apoteker berkewajiban memberikan
penjelasan singkat mengenai obat tersebut, baik cara pakai maupun dosis
penggunaan.

2.4.4 Pelayanan Swalayan Farmasi


Pelayanan swalayan farmasi meliputi penjualan obat bebas, obat bebas terbatas,
perlengkapan bayi, kosmetik, alat kesehatan, suplemen, vitamin, susu, perawatan
kulit, perawatan rambut, obat herbal, alat kontrasepsi dan perbekalan farmasi lainnya
yang dapat dibeli tanpa resep dokter.

2.4.5 Pelayanan Informasi Obat


Pelayanan informasi obat di Apotek Kimia Farma umumnya mengenai aturan pakai,
cara penggunaan obat dan cara penyimpanan obat yang tertera dalam resep pada saat
penyerahan obat kepada pasien. Informasi obat meliputi nama obat, kegunaan atau
khasiat obat, cara pemakaian dan interval pemakaian obat, efek samping yang
mungkin terjadi, makanan, minuman atau aktivitas yang harus dihindari, cara
penyimpanan obat, interaksi obat (bila ada), dan informasi obat untuk keadaan khusus
lainnya.
17

2.4.6 Home Pharmacy Care


Home pharmacy care atau pelayanan kefarmasian di rumah adalah pendampingan
pasien oleh apoteker dalam pelayanan kefarmasian di rumah dengan persetujuan
pasien atau keluarganya. Kegiatan ini rutin dilakukan di Apotek Kimia Farma 10
Braga sebagai salah satu bentuk pelayanan farmasi klinik. Pelayanan Kefarmasian di
Rumah (home pharmacy care) ini dilakukan dengan berkunjung ke rumah pasien,
khususnya untuk kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis.
Adapun tujuan dari pelaksanaan home care tersebut adalah:
1. Tercapainya keberhasilan terapi obat
2. Terlaksananya pendampingan pasien oleh apoteker untuk mendukung
efektifitas, keamanan dan kesinambungan pengobatan
3. Terwujudnya komitmen, keterlibatan dan kemandirian pasien dan keluarga
dalam penggunaan obat dan atau alat kesehatan yang tepat
4. Memperkenalkan profesi apoteker dilingkungan masyarakat.
5. Membangun hubungan interpersonal antara apoteker, pasien dan keluarga
pasien.
18

BAB III
TUGAS KHUSUS

3.1 Latar Belakang


Secara umum apotek mempunyai dua fungsi, yaitu memberikan layanan kepada
masyarakat sekaligus sebagai tempat usaha yang menerapkan prinsip laba. Dengan
kata lain, apotek merupakan perwujudan dari praktek kefarmasian yang berfungsi
melayani kesehatan masyarakat sambil mengambil keuntungan secara finansial dari
transaksi kesehatan tersebut. Kedua fungsi tersebut bias dijalankan secara beriringan
tanpa meninggalkan satu sama lain. Meskipun sesungguhnya mencari laba, namun
apotek tidak boleh mengesampingkan peran utamanya dalam melayani kesehatan
masyarakat (Bogadenta, 2013) Namun kedua fungsi tersebut bias dijalankan dengan
baik jika apotek memiliki pengelolaan manajemen yang baik, ini memiliki hubungan
erat dengan kemajuan erat dengan berkembangnya sebuah organisasi atau badan
usaha seperti apotek. Apotek yang mampu berkembang dan maju tidak lepas dari
pengelolaan manajemen yang baik.Manajemen pengelolan memang menjadi kunci
bagi perkembangan sebuah usaha dan organisasi (Bogadenta, 2013).

Dunia farmasi, khususnya apotek merupakan lahan bisnis yang amat menggiurkan
dan membuat orang tertarik untuk melakukan investasi didalamnya. Hal ini wajar,
mengingat dunia kesehatan sepertinya tidak pernah mati karena merupakan salah satu
kebutuhan masyarakat yang penting. Hal tersebut juga ditunjang dengan adanya
kenyataan bahwa permintaan obat dari tahun ke tahun semakin meningkat seiring
kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan. Realitas ini kemudian membuat
banyak investor menanamkan modalnya ke apotek. Akan tetapi tidak sedikit diantara
mereka yang kemudian gulung tikar lantaran menajemennya buruk, oleh karena itu
manajemen pengelolan apotek harus benar – benar diperhatikan mulai dari
perencanaan sampai dengan pengadaan (Bogadenta, 2013).
Perencanaan merupakan kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah, dan harga dalam
rangka pengadaan dengan tujuan mendapatkan jenis dan jumlah yang sesuai dengan

18
19

kebutuhan dan anggaran, serta menghindari kekosongan obat. Kendala yang sering
terjadi pada tahapan perencanaan adalah merencanakan obat lebih banyak dan
memilih jenis item obat yang kurang tepat, sehingga sering terjadi duplikasi. Selain
itu juga pemilihan obat-obat yang harganya mahal, padahal tersedia obat-obat yang
lebih murah. Hal ini menyebabkan beberapa obat terlalu banyak direncanakan
pembeliannya dan beberapa obat terlalu sedikit direncanakan pembeliannya (Quick,
1997). Obat yang sering keluar (fast moving) harus selalu disediakan di Apotek, dan
obat yang jarang keluar (slow moving) perlu dipertimbangkan untuk perencanaan
pengadaannya supaya tidak terjadi pemborosan obat rusak atau obat ED karena
terlalu lama disimpan di gudang. Selain itu tim perencanaan pengadaan obat juga
harus menyeimbangkan antara dana apotek dengan pembelian. Supaya apotek tidak
merugi karena pembelian lebih besar dari pada dana yang dipunyai apotek
(Permatasari, 2013). Salah satu metode yang dapat digunakan untuk menganalisa
perencanaan obat yaitu dengan menggunakan metode Analisa ABC. Analisa ABC
dapat digunakan untuk mengevaluasi aspek ekonomi dari perencanaan pengadaan
obat. Dengan Analisa ABC dapat diidentifikasi obat-obat yang memakan biaya besar
karena penggunaannya banyak atau harganya mahal, untuk selanjutnya dievaluasi
lebih lanjut. Dengan menggunakan Analisa ABC, manajemen pengadaan obat dapat
berkonsentrasi mengadakan obat yang fast moving (pengeluarannya cepat) dan
disesuaikan dengan anggaran dana yang dimiliki supaya semua berjalan dengan
efektif dan efisien (Quick, 1997).

3.2 Tinjauan pustaka


Pada keadaan ideal, anggaran yang cukup akan diperlukan untuk perencanaan obat
tetapi umumnya ini sulit terjadi karena anggaran sangat terbatas. Hal yang dilakukan
adalah mencari anggaran tambahan atau mengurangi perencanaan kebutuhan obat
yang ada. Adapun alat yang dapat digunakan untuk menganalisis perencanaan ini
adalah sistem VEN yang dikembangkan oleh Nation Pharmaceutical Corporation di
Sri Lanka dan yang ke-2 analisis ABC. (Swamidass, 2000).
20

Analisis ABC juga dikenal dengan nama analisis Pareto dari nama ekonom Itali
Vilfredo Pareto. Hukum Pareto menyatakan bahwa sebuah grup selalu memiliki
presentase terekcil (20%) yang bernilai atau memiliki dampak terbesar (80%) karena
itu disebut juga 80/20 rule. (Mohanta, 2005).
Dalam analisis ABC, obat diklasifikasikan menurut presentasenya dari biaya total
dalam penggunaan obat, yaitu : (Pudjaningsih, 2006)
A : obat dengan presentase tertinggi dari biaya total
B : obat dengan presentase medium dari biaya total
C : obat dengan presentase terendah dari biaya total
Analisis ABC adalah metode popular dan efektif yang digunakan untuk
mengklasifikasikan jenis persediaan ke dalam kategori tertentu yang dapat dikelola
dan dikontrol secara terpisah. Analisis ABC konvensional yaitu A,B, dan C
berdasarkan atas pemakaian dana anggaran obat. (Clevert, 2007) .Klasifikasi ABC
adalah salah satu teknik yang umum digunakan dimana item dibagi menjadi 3 kelas
berdasarkan prinsip pareto, yaitu kelas A (sangat penting), B (sedang), C (tidak
terlalu penting). Dengan analisis ABC dapat diidentifikasi jenis–jenis obat yang
dimulai dari golongan obat yang membutuhkan biaya terbanyak .

Menurut Schroeder (2010), klasifikasi ABC adalah sebagai berikut:


1. Kelas A merupakan barang-barang yang memberikan nilai yang tinggi. Walaupun
kelompok A ini hanya diwakili oleh 20% dari jumlah persediaan yang adatetapi
nilai yang diberikan adalah sebesar 80%.

2. Kelas B merupakan barang-barang yang memberikan nilai sedang. Kelompok


persediaan kelas B ini diwakili oleh 30% dari jumlah persediaan dan nilai yang
dihasilkan adalah sebesar 15%.

3. Kelas C merupakan barang-barang yang memberikan nilai yang rendah. Kelompok


persediaan kelas C diwakili oleh 50% dari total persediaan yang ada dan nilai yang
dihasilkan adalah sebesar 5%.
21

3.3 Tujuan
Untuk menganalisis barang pareto A, B, C dn Non pareto serta menghitung efektifitas
persediaan yang ada diapotek Kimia Farma No 10 Bandung.

3.4 Tempat dan waktu penelitian


Penelitian dilakukan di Apotek Kimia Farma No.10 Bandung 1 maret sampai 31
maret 2018

3.5 Hasil dan Pembahasan


a. Analisis Pareto
Analisis pareto dilakukan dengan cara merekap hasil penjualan selama kurun waktu
tertentu. Kemudian produk diurutkan dari yang total penjualannya paling besar ke
yang paling rendah. Hasil akumulatif penjualan yang memberikan nilai penjualan
hingga 80% dari total penjualan dalam periode tersebut akan masuk pareto A. Secara
teori, jumlah item yang masuk ke dalam pareto A hanya 20% dari produk yang terjual
bulan tersebut. Selanjutnya, urutan item yang berikutnya, yang memberikan
kontribusi 15% (80-95%) masuk ke dalam pareto B. Produk yang memberikan
kontribusi 5% masuk ke dalam pareto C. Secara teori, jumlah item yang masuk pareto
B dan C masing-masing 40%. Item yang tidak terjual sama sekali pada periode
tersebuk masuk ke dalam non pareto.Hasil analisis pareto penjualan produk di KF 10
Bandung selama periode 1-28 Februari ditampilkan dalam tabel berikut.

Tabel 1Hasil Analisis Pareto Bulan Februari 2018


Pareto Jumlah Item Nyata % Item Nyata % Item Teorretis
A 352 20,53 20
B 592 34,52 40
C 771 44,95 40
Total 1715 100 % 100
22

Persentase item yang memberikan kontribusi 80% dari total omset selama bulan
Februari (Pareto A) mendekati teori pareto, yaitu 20,53%. Persentase item yang
memberikan kontribusi 15% (Pareto B) lebih kecil dari nilai teoretisnya, yaitu
34,52%. Persentase item yang memberikan kontribusi 5% (Pareto C) lebih besar dari
nilai teoretisnya.Hasil pengelompokkan ini selanjutnya dijadikan acuan untuk
perencanaan dan pengadaan barang pada periode selanjutnya.Oleh karena itu, kualitas
stok pada 1 Maret dianalisis berdasarkan hasil penjualan periode sebelumnya, yaitu
Februari.Berikut adalah hasil analisisnya. Idealnya, nilai stok untuk pareto A
disediakan sebanyak 60% dari total nilai stok yang ada di apotek; pareto B 25%;
pareto C 10%; dan non pareto 5%.

Tabel 2 Nilai Stok per 1 Maret


Kategori Jumlah Nilai Stok Nyata Stok Nyata Stok Ideal
Pareto Item (Rp) (%) (%)
Pareto A 352 351947857 45,48 60
Pareto B 592 36787033 4,75 25
Pareto C 771 186961949 24,16 10
Non Pareto - 198242243 25,61 5
Total 1715 773939082 100 100

Stok pada tanggal 1 Maret untuk pareto A dan B disediakan masih sangat kurang,
padahal kontribusi dua kelompok ini paling besar terhadap omset apotek. Dampak
stok yang kurang adalah terjadinya lost sales, ada uang yang ‘hilang’ karena barang
tersebut tidak disediakan. Omset yang seharusnya bisa didapatkan, menjadi terlewat.
Selain itu, jika hal itu terus terjadi pada konsumen yang sama, kepercayaan konsumen
terhadap apotek dapat menurun. Konsumen dapat berpindah kepada kompetitor yang
selalu mampu memenuhi permintaannya.

Sebaliknya, stok pareto C dan stok pasif (non pareto) disediakan terlalu banyak,
padahal kontribusinya paling kecil. Pada stok pasif, tidak ada perputaran uang.Dan
23

jika produk tersebut kadaluarsa sebelum terjual, maka itu bernilai kerugian
juga.Walaupun begitu stok pasif tetap harus disediakan untuk memenuhi kebutuhan
pasien, terutama pasien khusus dan pelanggan tetap. Namun, jumlahnya lebih kecil
dibandingkan stok pareto lain. Idealnya untuk stok pasif disediakan 5% saja.

b. Pemenuhan Persediaan dan Service Level


Tabel 3. Monitoring Service Level Bulan Maret 2018
No Pareto Pemenuhan Persediaan

Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Di Jumlah %


Kredit Item Item Sp (Rp) Difaktur Jumlah
Di Sp Difaktur (%) (Rp) Rp
1 A 363 209 57,576 184.508.534 116.519.976 63,152

2 B 207 68 32,850 7.487.096 3.949.904 52,756

3 C 63 21 33,333 741.296 429.212 57,900

Total 633 298 47,077 192.736.926 120.899.092 62,726

Pada tabel tersebut menjelaskan mengenai pemenuhan persediaan dari distributor


terhadap pesanan yang dipesan apotek.Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan
didapatkan bahwa persen pemenuhan persediaan yaitu 47,077%, sedangkan
persentase pemenuhan persediaan sebaiknya lebih besar dari 96% atau idealnya
98%.Hal ini menunjukkan bahwa item yang dapat dipenuhi oleh distributor hanyalah
47,077% dari seluruh pesanan yang dipesan oleh apotek.Persediaan yang tidak
terpenuhi dapat menyebabkan semakin banyaknya penolakan item di apotek. Hal ini
dapat menurunkan service level apotek terhadap konsumen. Apabila service level
apotek menurun maka omset apotek juga akan menurun karena permintaan konsumen
yang tidak dapat dipenuhi oleh apotek. Oleh karena itu, apotek dapat memilih
distributor atau PBF lain yang lebih lengkap untuk dapat memenuhi persediaan
24

apotek. Pemilihan PBF selain dari segi kelengkapan produk juga harus legal, cepat,
bisa dibayar kredit, memiliki banyak diskon dan layanan purna jual.

Bila berdasarkan pareto, produk yang tergolong pareto A memiliki persentase


pemenuhan persediaan paling tinggi yaitu 57,576%, kemudian disusul dengan pareto
B yaitu 32,850%. Hal ini sudah sesuai dengan teori dimana pareto A memiliki
kontribusi paling besar terhadap omset sehingga harus dipenuhi. Namun pada pareto
C miliki persen pemenuhan persediaan yang lebih besar yaitu 33,333% dibandingkan
dengan persen pemenuhan persediaan pareto B. Berdasarkan teori, persen pemenuhan
persediaan pareto B sebaiknya lebih besar daripada persen pemenuhan persediaan
pareto C karena produk-produk pareto B memiliki kontribusi terhadap omset lebih
besar dari pada produk-produk pareto C.

c. Analisis Penolakan Bulan Maret 2018


Tabel 4. Analisis Penolakan Bulan Maret 2018
No PARETO PENOLAKAN JUMLAH RUPIAH
ITEM RUPIAH ITEM (%) (%)
1 PARETO A 61 2.826.004 22,6 13.9
2 PARETOB 18 876.487 6,6 4.3
3 PARETO C - - - -
4 NON PARETO 192 16.677.106 70,8 81.8
TOTAL 271 20.379.597 100 100

Suatu penolakan dapat terjadi karena ketiadaan item atau stok yang tersedia atau
memang item tersebut tidak dijual di apotek yang bersangkutan. Berdasarkan
persentase jumlah item yang ditolak dan persentase rupiah, item yang termasuk
kelompok non pareto memiliki nilai persentase terbesar selanjutnya pareto A lalu
pareto B. Apabila dijumlahkan nilai atau total rupiah penolakan yang terjadi pada
bulan Maret 2018 adalah Rp 20.379.597 dan total omset penjualan yang didapat
25

pada bulan yang sama adalah Rp 671.172.528, maka persentase penolakan


berdasarkan jumlah omset yang masuk adalah 3.04 %. Berdasarkan hasil tersebut
nilai persen sebesar 3.04 % tersebut dapat dihilangkan atau dikurangi sehingga akan
meningkatkan nilai omset apabila tidak terjadi penolakan pada suatu item. Penolakan
item barang di Apotek seharusnya kurang dari 2% .

3.6Home Pharmacy Care[


Saat ini paradigma pelayanan kefarmasian telah bergeser dari pelayanan yang
berorientasi pada obat (drug oriented) menjadi pelayanan yang berorientasi pada
pasien (patient oriented) yang mengacu pada asas Pharmaceutical Care. Kegiatan
pelayanan yang semula hanya berfokus pada pengelolaan obat sebagai komoditi
bertambah menjadi pelayanan yang komprehensif berbasis pasien dengan tujuan
meningkatkan kualitas hidup pasien. Konsekuensi dari perubahan paradigma tersebut
maka apoteker dituntut untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan agar
mampu berkomunikasi dengan tenaga kesehatan lain secara aktif, berinteraksi
langsung dengan pasien di samping 17
menerapkan keilmuannya di bidang farmasi.
Apoteker di sarana pelayanan kesehatan mempunyai tanggung jawab dalam
memberikan informasi yang tepat tentang terapi obat kepada pasien. Apoteker
berkewajiban menjamin bahwa pasien mengerti dan memahami serta patuh dalam
penggunaan obat sehingga diharapkan dapat meningkatkan keberhasilan terapi
khususnya kelompok pasien lanjut usia dan pasien dengan penyakit kronis.

Menurut Kinsella & Taeuber (1993), populasi lanjut usia Indonesia diperkirakan akan
meningkat dengan pesat 414 % dari tahun 1990-2025 suatu angka tertinggi didunia.
Umur harapan hidup orang Indonesia mencapai 70 tahun atau lebih pada tahun 2015
– 2020. Peningkatan umur harapan hidup akan berdampak bertambahnya kelompok
lanjut usia dan meningkatnya masalah kesehatan, antara lain masih tingginya infeksi
penyakit kronis dan peningkatan penyakit degeneratif. Kondisi ini menyebabkan
kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan jangka panjang dan
berkesinambungan menjadi meningkat. Salah satu pelayanan kesehatan yang sesuai
26

dengan kebutuhan masyarakat tersebut adalah melalui pelayanan kefarmasian di


rumah yaitu pelayanan kepada pasien yang dilakukan di rumah khususnya untuk
kelompok pasien lanjut usia, pasien yang menggunakan obat dalam jangka waktu
lama seperti penggunaan obat-obat kardiovaskuler, diabetes, TB, asma dan obat-obat
untuk penyakit kronis lainnya. Pelayanan kefarmasian di rumah oleh apoteker
diharapkan dapat memberikan edukasi dan pemahaman tentang pengobatan dan
memastikan bahwa pasien yang menjalani pengobatan mandiri di rumah (self
medification) dapat menggunakan obat dengan benar.

Jenis Pelayanan Kefarmasian di rumah yang dapat dilakukan oleh Apoteker, meliputi:
1. Penilaian/pencarian (assessment) masalah yang berhubungan dengan
pengobatan.
2. Identifikasi kepatuhan pasien.
3. Pendampingan pengelolaan Obat dan/atau alat kesehatan di rumah, misalnya
cara pemakaian Obat asma, penyimpanan insulin.
4. Konsultasi masalah Obat atau kesehatan secara umum.
5. Monitoring pelaksanaan, efektifitas dan keamanan penggunaan Obat
berdasarkan catatan pengobatan pasien.
6. Dokumentasi pelaksanaan Pelayanan Kefarmasian di rumah.

I. Tujuan
Tujuan Umum:
Tercapainya keberhasilan terapi obat.
Tujuan Khusus:
a. Terlaksananya pendampingan pasien oleh apoteker untuk mendukung
efektifitas, keamanan dan kesinambungan pengobatan.
b. Terwujudnya komitmen, keterlibatan dan kemandirian pasien dan keluarga
dalam penggunaan obat dan atau alat kesehatan yang tepat.
c. Terwujudnya kerjasama profesi kesehatan, pasien dan keluarga
27

II.Manfaat
1. Bagi Pasien
 Terjaminnya keamanan, efektifitas dan keterjangkauan biaya pengobatan.
 Meningkatkan pemahaman dalam pengelolaan dan penggunaan obat
dan/atau alat kesehatan.
 Terhindarnya reaksi obat yang tidak diinginkan.
 Terselesaikannya masalah penggunaan obat dan/atau alat kesehatan dalam
situasi tertentu.
2. Bagi Apoteker
 Pengembangan kompetensi apoteker dalam pelayanan kefarmasian di
rumah.
 Pengakuan profesi farmasi oleh masyarakat kesehatan, masyarakat umum
dan pemerintah.
 Terwujudnya kerjasama antar profesi kesehatan.
III. Hasil
a. Target
 Nama Pasien : Anton Suranto
 Umur Pasien : 59 Tahun
 Alamat Pasien : Kompleks PLN Cigarelac no.26
 Penyakit Pasien : Kolesterol dan Diabetes tipe 2
 Nama dokter : Dr. Dewi A
28

b. Tindak Lanjut
Tabel 1: Keterangan Obat Yang Sedang Digunakan Pasien
Efek
Obat Komposisi Indikasi Dosis
Samping
Forxiga Dapagliflozin Tambahan 10 mg 1 x/h Hipoglikemia,vulvov
terhadap diet untuk terapi aginitis,balanitis,dan
dan olahraga kombinasi inksi gnital
untuk mem - untuk
perbaiki kontrol gangguan hati
glukosa darah awal 5 mg
pada pasien DM ,dapat
tipe 2 ditingkatkan 10
mg jika dapat
ditoleransi
dengan baik
Trajenta Metformin Memperbaiki Dosis bersifat Nasofaringitis,hipers
duo dan kontrol glikemik individual ensivitas,
linaglipitin pada pasien dosis anjuran :1 batuk,penurunan
diabets melitus tab 2 x nafsu
tipe 2 /hr.Dosis makan,diare,mual,pa
harian maks : nkrearitis,
Linaglipitin 5 muntah,pruritus
mg ,metformin
2000 mg
29

Lipitor 10 Atrovastatin Sebagai Dosis awal Gangguan GI


Ca tambahan yang ,rabdomiolisis,mual,
terhadap diet dianjurkan : 10 diare,nyeri perut
untuk mg 1 x / hari. dyspepsia,konstipasi,
mengurangi Rentang dosis kembung,sakit
kenaikan :10-80 mg 1x/ kepala.
kolesterol total hari.kombinasi
,kolesterol – dengan
LDL,apolipotein siklosporin :
B dan trigliserida dosis tidak
pada pasien lebih dari 10
dengan mg.
hiperkolesterole
mia primer.
Menurunkan
resiko penyakit
jantung koroner
dan infak
miokard
30

plavix clopidogrel Mencegah Dewasa 75 mg Sakit kepala


kejadian 1 x / hari ,pusing,parestesia,ga
aterotrombosis .angina tak ngguan GI dan
pada pasien yang stabil 300 mg hematologi ,ruam
menderita infrak lalu lanjutkan kulit,pruritus
miokard,stroke dengan dosis
iskemik,atau 75 mg 1 x /
penyakit arteri hari.
perifer tahap
lanjut

Tabel 2: Daftar Pertanyaan dan Jawaban Selama Wawancara dengan Pasien

No. Pertanyaan Jawaban Pasien Keterangan


1. Bagaimana kabar Sehat Pasien terlihat dan merasa
bapak saat ini? sehat.
Sehat?
2. Apakah bapak Iya sebulan sekali saya Hasil pemeriksaan pasien
rutin untuk periksa ke dokter (rutin) masih di simpan.
periksa ke dokter?
Diagnosis dokter Kolesterol dan diabetes Pasien mengetahui
tentang memiliki kolesterol dan
3.
gejala/penyakit gula darah yang tinggi
pasien?
4. Sudah berapa Sejak tahun 2016 itu Pasien mengetahui nama
lama bapak menderita kolesterol dan obat-obat yang digunakan.
mengalami gula darahnya tinggi
31

penyakit tersebut? timbul jika pasien


jongkok mungkin
karena terlalu kenyang
(waktu itu saja)
Setelah meminum Perubahan setelah
obat apa yang minum obat tidak
5. bapak rasakan? banyak,tetapi bapak
tetap meminumnya
untuk menjaga saja.
Apa bapak Pusing dan nyeri otot Pasien mengetahui gejala
mengetahui gejala dari penyakitnya.
6.
dari penyakit
bapak?
Apakah ada obat Iya ada,jika merasa Pasien menyimpan dan
lain yang bapak terlalu pegal maka menunjukkan obat b6
7. a
gunakan? mengkonsumsi vitamin yang digunakannya.
b6
8. Obat apa saja Saat ini, obat yang perlu Obat yang digunakan
yang perlu bapak saya minum yaitu sesuai
konsumsi forxiga, Trajenta
berdasarkan duo,plavix,dan Lipitor
petunjuk dokter dan kadang-kadang vit
pada konsultasi b6 jika kesemutan
terakhir dengan
dokter?
9. Apa harapan Kadar kolesterolnya Penanganan gejala dan
dokter dari hasil normal, dan gula darah kekambuhan, serta pasien
pengobatan? terkontrol sudah menghindari
makanan pencetus
32

penyakitnya

10. Bagaimana jadwal Sesuai dengan yang Jadwal minum obat pasien
minum obat bapak dokter dan apoteker sudah teratur.
saat ini? sarankan.

11. Mohon maaf, Dulu merokok,tapi Pasien tidak merorok


apakah bapak sekarang sudah berhenti
merokok?

12 Apakah bapak Dulu aktif berolahraga, Pasien rutin untuk jalan


masih rutin sekarang masih rutin pagi
berolahraga? seperti jalan pagi

13 Apakah dokter Iya kata dokter kurangi Pasien menjaga pola


meminta bapak untuk makan nasi makannya, pasien hanya
untuk berlebihan dan jeroan sesekali nimun kopi dan
menghindari soda mengurangi makan
obat/makanan nasi dan sering ngemil,
tertentu? Jika ya untuk daging hanya
apa saja? sewaktu waktu saja,
jarang mengkonsumsi
yang berlemak-lemak dan
jika mengolah ikan dan
33

ayam untuk makan, maka


kulitnya dibuang.

14 Apa boleh kami Tentu saja, saya sangat Pasien merasa senang
melakuakan senang dikunjungi, agar dengan program home
program ini silaturahmi tetap terjaga. pharmacy care.
kembali?

IV. Kesimpulan

Pasien telah memahami pentingnya dan cara menjalankan terapi, patuh menjalankan
terapi, dan memahami batasan-batasan yang harus diperhatikan dalam menjalankan
terapi. Dan pasien juga mengetahui gejala yang dirasakan dari penyakitnya, sehingga
dapat langsung terkontrol.
34

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
Dari hasil pelaksanaan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang dilaksanakan di
Apotek Kimia Farma 10 Braga Bandung, dapat disimpulkan :
1. PKPA merupakan kegiatan yang sangat bermanfaat karena mendapatkan
pemahaman tentang peran, fungsi, posisi, dan tanggung jawab apoteker, dalam
pelayanan kefarmasian di apotek dan kegiatan lain yang berupa pengelolaan
sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya, serta kegiatan administrasi.
Seorang apoteker harus mampu menerapkan pengetahuan dan keahliannya
dalam pengelolaan apotek, baik dalam bidang kefarmasian maupun bidang
manajemen apotek.
2. Mendapatkan pengetahuan serta keterampilan dalam pelayanan di apotek
mengenai kefarmasian dan berkomunikasi dengan pasien, serta untuk
meningkatkan wawasan, pengetahuan, dan pengalaman dalam praktik
kefarmasian secara profesional dan sesuai dengan standar praktik kefarmasian.

4.2 Saran

Saran yang diberikan setelah dilaksanakannya Praktik Kerja Profesi Apoteker


(PKPA) di Apotek Kimia Farma 10 Braga Bandung, yaitu :

1. Mempertahankan dan meningkatkan kondisi pelayanan yang ramah, cepat, dan


tepat, sehingga akan menciptakan hubungan baik dengan pelanggan khususnya
untuk pelanggan baru yang berpotensi menjadi pelanggan tetap ke apotek.
2. Penyesuaian harga terbaru untuk obat dan produk di swalayan perlu dilakukan
dengan segera,ketika terjadi perubahan harga obat dan produk selain obat pada
distributor, sehingga tidak terjadi kesalahan komunikasi ketika pelanggan
melakukan pembayaran.

34
35

DAFTAR PUSTAKA

1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2009. Undang-Undang No.36 Tahun


2009 Tentang Kesehatan. Jakarta: Depkes RI.

2. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2009. Peraturan Pemerintah RI No.


51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta: Depkes RI.

3. Tim penyusun pedoman PKPA.2018.Pedoman Pelaksanaan Praktik Kerja


Profesi Apoteker.Cimahi: Unjani.

4. PT. Kimia Farma. 1999. Profil Perusahaan PT. Kimia Farma. Jakarta.

5. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Peraturan Menteri Kesehatan


Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Apotek. Jakarta: Kemenkes RI.

6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 73 Tahun tentang


Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, Jakarta 2016

7. Departemen Kesehatan RI tentang Pedoman Pelayanan Kefarmasian di Rumah


(Home Pharmacy Care).Jakarta: 2008

8. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia dan Ikatan Apoteker Indonesia. 2011.


PedomanCara Pelayanan Kefarmasian yang Baik. Jakarta: Depkes RI dan IAI.

9. Bogadenta, Aryo. Manajemen Pengelolaan Apotek. D-Medika:


Yogyakarta

10. Permatasari, A. A. 2013. Analisa Perencanaan Pengadaan Obat Berdasarkan


Analisa ABC di Apotek Jati Medika Grogol Sukoharjo Bulan Juli – Desember
2012. Karya Tulis Ilmiah. Program Studi DIII Farmasi Poltekkes Bhakti Mulia:
Sukoharjo

11. Quick, J.D., 1997, Managing Drug Suplly, Jonathan. D., (Eds), Second Edition,
Reursod and Expanded, Kumarin Press, US

35
36

LAMPIRAN 1
STRUKTUR ORGANISASI APOTEK KIMIA FARMA 10 BRAGA

Apoteker Penanggung Jawab


(APA)

Apoteker Pendamping
(Aping)

Supervisor

Tenaga Teknis Kefarmasian Non-Tenaga Teknis


(TTK) Kefarmasian (Non-TTK)
37

LAMPIRAN 2
DENAH KIMIA FARMA 10 – BRAGA
38

LAMPIRAN 3
ALUR PENGADAAN PERBEKALAN APOTEK
39

LAMPIRAN 4
ALUR PENERIMAAN BARANG
40

LAMPIRAN 5
BON PERMINTAAN BARANG APOTEK

BON PERMINTAAN BARANG APOTEK (BPBA)

TANGGAL : NO. urut :

NO NAMA SATUAN JUMLAH JUMLAH SISA KET


YANG YANG PERSEDIAN
BARANG DIMINTA DIBERIKAN

PJ PENERIMA PJ PJ
BARANG
GUDANG PEMBELIAN PELAYANAN
41

LAMPIRAN 6
KARTU STOK
42

LAMPIRAN 7
CONTOH ETIKET dan Kemasan
43

LAMPIRAN 8
CONTOH COPY RESEP DAN KUITANSI
44

LAMPIRAN 9
45

LAMPIRAN 10
46

LAMPIRAN 11
LAPORAN PENGGUNAAN NARKOTIKA

LAPORAN PENGGUNAAN NARKOTIKA

NAMA APOTEK : FORM :


NO. SIA : LEMBAR :
ALAMAT :
BULAN

No Penerimaan Pengeluaran
Kode NamaBahanSediaan Satuan StokAwal StokAkhir
Urut Kode Sarana Jumlah Untuk Jumlah

Bandung, ………….. 20…..


Apoteker Penanggung Jawab

(…….…………………….)
47

LAMPIRAN 12
LAPORAN PENGGUNAA PSIKOTROPIKA

LAPORAN PENGGUNAAN PSIKOTROPIKA

NAMA APOTEK : FORM :


NO. SIA : LEMBAR :
ALAMAT :
BULAN

No Penerimaan Pengeluaran
Kode NamaBahanSediaan Satuan StokAwal StokAkhir
Urut Kode Sarana Jumlah Untuk Jumlah

Cimahi, ………….. 20…..


Apoteker Penanggung Jawab

(…….…………………….)
48

LAMPIRAN 13
Alur Pelayanan Resep Tunai

Resep

Penerimaan :
1. Pemeriksaan keabsahan dan kelengkapan resep : nama, alamat, nomor SIP dan paraf dokter penulis
resep; nama, dosis, jumlah dan aturan pakai obat; serta nama, alamat dan nomor telepon pasien
2. Pemeriksaan ketersediaan obat
3. Pemberian nomor resep dan penetapan harga

Perjanjian dan pembayaran :


1. Pengambilan obat semua atau sebagian
2. Ada/tidak penggantian obat atas persetujuan dokter/pasien
3. Pembayaran tunai
4. Pembuatan kuitansi dan salinan resep (jika diminta)

Obat tersedia Obat tidak tersedia

Apotek akan mengusahakan obat dari


sumber-sumber/apotek lainnya

Peracikan :
1. Penyiapan etiket atau penandaan obat dan kemasan
2. Peracikan obat : perhitungan dosis, penimbangan, pencampuran dan pengemasan
3. Penyajian hasil akhir peracikan

Pemeriksaan akhir :
1. Kesesuaian hasil peracikan dengan resep : nomor resep serta nama, nama obat, jumlah, bentuk
sediaan, jenis sediaan, dosis dan aturan pakai.
2. Kesesuaian salinan resep dengan resep asli
3. Kebenaran kuitansi LAMPIRAN 14

Penyerahan obat dan pemberian informasi :


1. Penyerahan obat harus disertai penjelasan informasi tentang nama,bentuk, jenis sediaan,
dosis, jumlah dan aturan pakai obat, cara penyimpanan serta efek samping yang mungkin
terjadi dan cara mengatasinya
2. Tanda terima pasien penerima obat

Dokumentasi resep disertai pemeriksaan ulang seluruh resep pada hari itu, pelayanan purna
jual berupa komunikasi dan informasi obat setiap waktu, serta penggantian obat bila
ALUR
diperlukan atas PELAYANAN
permintaan dokter RESEP KREDIT
49

LAMPIRAN 14
Alur Pelayanan Resep Kredit

Resep

Penerimaan :
1. Pemeriksaan keabsahan dan kelengkapan resep : nama, alamat, nomor SIP dan paraf dokter penulis
resep; nama, dosis, jumlah dan aturan pakai obat; serta nama, alamat dan nomor telepon pasien
2. Pemberian nomor resep dan penetapan harga
3. Pemeriksaan ketersediaan obat

Obat tidak tersedia


Obat tersedia

Apotek akan mengusahakan obat dari


sumber-sumber/apotek lainnya

Peracikan :
1. Penyiapan etiket atau penandaan obat dan kemasan
2. Peracikan obat : perhitungan dosis, penimbangan, pencampuran dan pengemasan
3. Penyajian hasil akhir peracikan

Pemeriksaan akhir :
1. Kesesuaian hasil peracikan dengan resep : nomor resep serta nama, jumlah, bentuk sediaan, jenis
sediaan, dosis dan aturan pakai
2. Kesesuaian salinan resep dengan resep asli

Penyerahan obat dan pemberian informasi :


1. Penyerahan obat harus disertai penjelasan informasi tentang nama,bentuk, jenis sediaan, dosis, jumlah
dan aturan pakai obat, cara penyimpanan serta efek samping yang mungkin terjadi dan cara
mengatasinya
2. Pembuatan faktur rangkap dua (instansi dan arsip apotek) disertai tanda tangan pasien penerima obat

Pelaporan dan pembayaran :


1. Apotek pelayanan membuat laporan transaksi kredit instansi yang bersangkutan dan melaporkannya
kepada BM
2. Pembayaran transaksi kredit instansi yang bersangkutan ke BM

Dokumentasi resep disertai pemeriksaan ulang seluruh resep pada hari itu, pelayanan purna jual berupa
komunikasi dan informasi obat setiap waktu, serta penggantian obat bila diperlukan atas permintaan
dokter
50

LAMPIRAN 15
Dokumentasi Home Care

You might also like