You are on page 1of 14

DIABETES MELITUS

1. PENDAHULUAN

Diabetes mellitus merupakan ganguan metabolik/endokrin yang paling umum pada


masa kanak-kanak dengan konsekuensi penting terhadap perkembangan fisik dan emosi.
Istilah diabetes mellitus (DM) menggambarkan gangguan metabolik oleh karena multiple
etiologi yang dikarakterisasikan dengan hiperglikemia kronik yang mengganggu
metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang diakibatkan karena defek sekresi insulin,
aktivitas insulin maupun oleh keduanya
Diabetes mellitus merupakan salah satu penyakit metabolik-endokrin yang sering pada
anak, sehingga mengganggu tumbuh kembang anak. Biasanya diabetes yang diderita oleh
anak adalah diabetes tipe 1 dimana terjadi kerusakan pada sel beta pankreas sehingga
menyebabkan gangguan produksi insulin. Insulin berfungsi mengatur kadar glukosa darah
dengan cara memfasilitasi masuknya glukosa ke dalam sel, terutama otot serta
mengkonversi glukosa menjadi glikogen sebagai cadangan energi. Insulin juga menghambat
pelepasan glukosa dari glikogen hepar dan memperlambat pemecahan lemak menjadi
tigliserida, asam lemak bebas, dan benda keton. Insulin juga menghambat pemecahan
protein dan lemak untuk masuk kedalam proses glukoneogenesis di hepar dan ginjal
Pengaruh DM terhadap kualitas hidup, serta morbiditas dan mortalitas. Diabetes
mellitus hingga saat ini masih mempunyai jumlah penderita yang cukup banyak di Indonesia
juga di seluruh dunia. Pada orang yang sehat karbohidrat dalam makanan yang dimakan
akan diubah menjadi glokosa yang akan di distribusikan ke seluruh sel tubuh untuk
dijadikan energi dengan bantuan insulin. Pada orang yang menderita kencing manis, glukosa
sulit masuk ke dalam sel karena sedikit atau tidak adanya zat insulin dalam tubuh.
Akibatnya kadar glukosa dalam darah menjadi tinggi yang nantinya dapat memberikan efek
samping yang bersifat negatif atau merugikan.
Efek DM meliputi komplikasi yang melibatkan pembuluh darah kecil, pembuluh darah
besar mengalami disfungsi, kegagalan dan kerusakan berbagai macam organ yang
berlangsung lama terutama diakibatkan terjadinya retinopati, nefropati, neuropati, penyakit
jantung iskemik, serta obstruksi. DM dapat muncul dengan gejala yang khas yaitu polidipsi,
poliuri, polifagi (Trias Classic) serta pandangan kabur dan penurunan berat badan. Pada
kondisi yang paling berat, dapat terjadi ketoasidosis maupun hiperosmolar non-ketotik yang
dapat memicu terjadinya stupor, koma, dan kematian apabila terapi yang diberikan tidak
efektif.

2. EPIDEMIOLOGI
Angka kejadian diabetes mellitus di USA adalah sekitar 1 dari setiap 1500 anak
(pada anak usia 5 tahun) dan sekitar 1 dari 350 anak (pada anak usia 18 tahun). Puncak
kejadian diabetes adalah pada usia 5-7 tahun serta pada masa awal pubertas seorang anak.
Kejadian pada laki-laki dan perempuan sama.
Insiden tertinggi diabetes mellitus tipe 1 terjadi di Finlandia, Denmark serta Swedia
yaitu sekitar 30 kasus baru setiap tahun dari setiap 100.000 penduduk. Insiden di Amerika
Serikat adalah 12-15/100 ribu penduduk/tahun, di Afrika 5/100.000 penduduk/tahun, di Asia
Timur kurang dari 2/100.000 penduduk/tahun.
Insiden di Indonesia sampai saat ini belum diketahui. Namun dari data registry
nasional untuk penyakit DM pada anak dari UKK Endokrinologi PP IDAI, terjadi
peningkatan jumlah dari 200-anak dengan DM pada tahun 2008 menjadi 580-an pasien pada
tahun 2011. Sangat dimungkinkan angkanya lebih tinggi apabila kita merujuk pada
kemungkinan anak dengan DM yang meninggal tanpa terdiagnosis sebagai ketoasidosis
diabetikum ataupun belum semua pasien DM tipe 1.

3. KLASIFIKASI
International Society of Pediatric and Adolecene Diabetes dan WHO
merekomendasikan klasifikasi DM berdasarkan etiologi (Tabel 1).

Tabel 1. Klasifikasi DM berdasarkan etiologi (ISPAD 2009)

I. DM Tipe-1 (destruksi sel- β)


a. Immune mediated
b. Idiopatik
II. DM Tipe-2
III. DM Tipe lain
a. Defek genetik fungsi pankreas sel β
b. Defek genetic pada kerja insulin
c. Kelainan eksokrin pancreas
Pankratitis; Trauma/pankreatomi; Neoplasma; Kistik fibrosis;
Haemokhromatosus; Fibrokalkulus pankreatopati; dan lain-lain.
d. Gangguan endokrin
Akromegali; Sindrom Cushing; Glukanoma; Feokromositoma;
Hipertiroidisme; Somatostatinoma; Aldosteronoma; dan lain-lain.
e. Terinduksi obat dan kimia
Vakor; Pentamidin; Asam nikotinik; Glukokortikoid; Hormon tiroid;
Diazoxid; Agonis β-adrenergik; Tiazid; Dilantin; α-interferon; dan lain-lain.

IV. Diabetes Mellitus Kehamilan

Sumber : ISPAD Clinical Practice Consensus Guidlines 2009

4. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi Diabetes Mellitus tipe 1

Walaupun secara genetis dan embriologi terdapat kesamaan pada bagian islet sel beta
pancreas dengan islet sel bagian lain yaitu sel alpha, sel delta, dan sel PP namun hanyalah sel
beta yang mengalami penghancuran oleh proses autoimmunitas. Secara patologis islet sel
beta pancreas di infiltrasi oleh limfosit (insulitis), hal ini mengakibatkan terjadinya atopikasi
dari sel beta pulau langerhans pancreas dan sebagian besar penanda immunologis yang
melindungi pancreas dari serangan limfosit hilang. Teori yang menjelaskan kematian sel beta
masih belum jelas sampai sekarang namun ada perkiraan penghancuran ini melibatkan
pembentukan metabolit nitrit oksida, apoptosis, dan sitotoksisitas dari T limfosit CD8.
Sebenarnya penghancuran sel beta oleh autoantigen tidaklah spesifik pada sel beta. Sebuah
teori yang ada sekarang membantu menjelaskan bahwa sebuah sel pancreas menyerang 1
molekul sel beta pancreas lalu menyebar pada sel beta lainnya menciptakan sebuah seri dari
proses autoantigen. Penghancuran islet sel beta pancreas cenderung di mediasikan oleh sel T
limfosit, dibandingkan dengan antigen islet sel beta pancreas sendiri.

Patofisologi Diabetes mellitus tipe 2

Diabetes mellitus tipe 2 ditandai dengan kelainan sekresi insulin, resistensi insulin,
kelebihan produksi glukosa hati, dan pancreas lemak yang abnormal. Pada tahap awal
toleransi glukosa masih dalam standar nilai normal, kendati terjadi resistensi insulin pada
otot sekeleton namun pancreas masih mampu mengkompensasikan dengan menaikan sekresi
insulin kedalam darah. Resistensi insulin dan keadaan hiperinsulinemia akibat kompensasi
pancreas terus berkembang, pada sebagian individu kemampuan pancreas untuk terus
berkompensasi dengan keadaan hiperinsulinemia akibat kompensasi mengalami kemunduran
sampai pada keadaan tidak mampu menkompensasi balik. Pada tahap awal terjadi impaired
pancrea tolerance (IGT) ditandai dengan peningkatan nilai toleransi glukosa post prandial.
Selanjutnya pancreas tidak lagi mampu mensekresi insulin yang adekuat untuk mentransport
glukosa darah kedalam sel mengakibatkan hati mengkompensasi dengan memproduksi
glukosa secara konstan lewat proses glukoneogenesis, sehingga terjadi kejadian
hiperglikemia puasa. Lebih lanjut lagi maka terjadi kegagalan sel beta pancreas.
Gangguan produksi atau gangguan reseptor insulin.

Penurunan proses penyimpanan glukosa dalam hati.
Penurunan kemampuan reseptor sel dalam uptake glukosa.

Kadar glukosa >>, kelaparan tingkat selular.

Hiperosmolar dalam, peningkatan proses glikolisis dan glukoneogenesis

Proses pemekatan <<

Glukosuria shiff cairan intraseluler ekstraseluler

Pembentukan benda keton

Poliuria

Dehidrasi

Keseimbangan kalori negatif rangsang metabolisme anaerobic

Polifagia dan tenaga <<asidosis

Kesadaran terganggu

Nutrisi : kurang dari kebutuhan ganguan kes. Cairan dan elektrolit

Resiko tinggi cedera

5. Gejala Klinis

Gejala Klinis Diabetes Mellitus tipe 1


Sebagian besar penderita DM tipe-1 mempunyai riwayat perjalanan klinis yang akut.
Biasanya gejala poliuri, polidipsi, polfagi dan berat badan yang cepat menurun terjadi antara
satu sampai dua minggu sebelum diagnosis ditegakkan. Apabila gejala-gejala klinis ini
disertai dengan hiperglikemia maka diagnosis DM tidak diagukan lagi.Perjalanan alamiah
penyakit DM tipe-1 ditandai dengan adanya priode “remisi” parsial yang dikenal sebagai
periode honeymoon. Periode ini terjadi akibat brfungsinya kembali jaringan residual
pankreas sehingga pankreas mensekresikan kembali sisa insulin. Periode ini akan berakhir
apabila pankreas sudah menghabiskan selurh sisa insulin. Secara klinis ada tidaknya periode
ini harus dicurigai apabila seorang penderita baru DM tipe-1 sering mengalami serangan
hipoglikemia sehingga kebutuhan insulin harus dikurangi untuk menghinari hipoglikemia.
Apabila dosis insulin yang dibutuhkan sudah mencapai <0,5U/kgBB/hari maka dapat
dikatakan penderita berada pada periode “remisi”.

Gejala Klinis Diabetes Mellitus tipe 2

Gejala yang umum adalah obes, riwayat keluarga DM tipe-2, dan akantosis nigrikans. Gejala
klinis dapat ringan sampai berat dan tidak jarang ditemukan Ketoasidosis Diabetik. Beberapa
anak dengan gejala klinis yang klasik seperti penurunan berat badan, sedangkan yang lain
dapat tanpa gejala dan ditemukan glikosuria atau hiperglikemia pada saat skrining kesehatan.

6. DIAGNOSIS

Kriteria diagnosis untuk diabetes melitus tipe 1 hampir sama sama dengan
diabetes mellitus tipe 2, yaitu ;

1. Gejala klasik diabetes (poliuria, polidipsi, polifagi, dan penurunan berat badan tanpa
sebab yang jelas) ditambah dengan konsentrasi glukosa darah sewaktu >200 mg/dl
(11,1 mmol/l)

2. Gula darah puasa > 126 mg/dl (7,0 mmol)

3. Gula darah 2 jam post prandial > 200 mg/dl (11,1 mmol/l) selama oral glucose
tolerance test (OGTT). Tes dilakukan sesuai prosedur WHO, yaitu menggunakan
glukosa sebanyak 75 g glukosa anhidrat dilarutkan dalam air.
4. Hb A1C > 6,5%

7. PERJALANAN PENYAKIT
Perjalanan penyakit ini melalui beberapa periode menurut ISPAD Clinical Practice
Consencus Guidelines yaitu:
a) Periode pra-diabetes
b) Periode manifestasi klinis
c) Periode honey moon
d) Periode ketergantungan insulin yang menetap

Periode Pra-Diabetes
Pada periode ini, gejala-gejala klinis DM mulai muncul. Pada periode ini sudah
terjadi sekitar 90% kerusakan sel β-pankreas. Predisposisi genetik tertentu memungkinkan
terjadinya proses destruksi ini. Sekresi insulin mulai berkurang ditandai dengan mulai
berkurangnya sel β-pankreas yang berfungsi. Kadar C-petide mulai menurun. Pada periode
ini autoantibody mulai ditemukan apabila dilakukan pemeriksaan laboratorium.

Periode Manifestasi Klinis


Pada periode ini, gejala klinis DM mulai muncul. Pada periode ini sudah terjadi
sekitar 90% kerusakan sel β-pankreas. Karena sekresi insulin sangat kurang, maka kadar gu;a
darah akan tinggi/meningkat. Kadar gula darah yang melebihi 180mg/dL akan menyebabkan
dieresis osmotik. Keadaan ini menyebabkan terjadinya pengeluaran cairan dan elektrolit
melalui urin (poliuri, dehidrasi, polidipsi). Karena gula darah tidak dapat di-uptake ke dalam
sel, penderita akan merasa lapar (polifagi), tetapi berat badan akan semakin kurus. Pada
periode ini penderita memerlukan insulin dari luar agar gula darah di-uptake ke dalam sel.

Periode Honey Moon


Periode ini disebut juga fase remisi parsial atau sementara. Pada periode ini sisa-sisa
sel β-pankreas akan bekerja optimal sehingga akan diproduksi insulin dari dalam tubuh
sendiri. Pada saat ini kebutuhan insulin dari luar tubuh akan berkurang hingga kurang dari
0,5 U/kgBB/hari. Namun periode ini hanya berlangsung sementara, bisa dalam hitungan hari
ataupun bulan, sehingga perlu adanya edukasi pada orang tua bahwa periode ini bukanlah
fase remisi yang menetap.

Periode Ketergantungan Insulin yang Menetap


Periode ini merupakan periode terakhir dari penderita DM. pada periode ini penderita
akan membutuhkan insulin kembali dari luar tubuh seumur hidupnya.

8. PENATALAKSANAAN DM TIPE 1
Tatalaksana pasien dengan DM tipe 1 tidak hanya meliputi pengobatan berupa
pemberian insulin. Ada hal-hal lain yang perlu diperhatikan dalam tatalaksana agar penderita
mendapatkan kualitas hidup yang optimal dalam jangka pendek maupun jangka panjang
(Rustama DS, dkk. 2010; ISPAD Clinical Practice Concencus Guidelines. 2009).
Terdapat 5 pilar manajemen DM tipe 1, yaitu :
1. Insulin
2. Diet
3. Aktivitis / exercise
4. Edukasi
5. Monitoring kontrol glikemik
1. Insulin
Insulin merupakan terapi yang mutlak harus diberikan pada penderita DM tipe 1.
Dalam pemberian insulin harus diperhatikan jenis insulin, dosis insulin, regimen yang
digunakan, cara menyuntik serta penyesuaian dosis yang diperlukan.
a. Jenis insulin : Kita mengenal beberapa jenis insulin, yaitu insulin kerja cepat,
kerja pendek, kerja menengah, kerja panjang, maupun insulin campuran
(campuran kerja cepat/pendek dengan kerja menengah). Penggunaan jenis insulin
ini tergantung regimen yang digunakan.
b. Dosis Insulin : Dosis total harian pada anak berkisar antara 0,5-1 Unit/KgBB
pada awal diagnosis ditegakkan. Dosis ini selanjutnya akan diatur disesuaikan
dengan faktor-faktor yang ada, baik pada penyakitnya maupun pada
penderitanya.
c. Regimen : Kita mengenal dua macam regimen, yaitu regimen konvensional, serta
regimen intensif. Regimen konvensional/mix split regimen dapat berupa
pemberian dua kali suntik/hari atau tiga kali suntik/hari. Sedangkan regimen
intensif berupa pemberian regimen basal bolus. Pada regimen basal bolus
dibedakan antara insulin yang diberikan untuk memberikan dosis basal maupun
dosis bolus.
d. Cara menyuntik : Terdapat beberapa tempat penyuntikan yang baik dalam hal
absorpsinya yaitu di daerah abdomen, lengan atas, lateral paha. Daerah bokong
tidak dianjurkan karena paling buruk absorpsinya.
e. Penyesuain Dosis : Kebutuhan insulin akan berubah tergantung dari beberapa hal,
seperti hasil monitor gula darah, diet, olahraga, maupun usia pubertas (terkadang
kebutuhan meningkat hingga 2 unit/KgBB/hari), kondisi stress maupun saat sakit.

Tabel 2. Jenis-jenis insulin

Jenis insulin Awitan Puncak kerja Lama kerja

Meal Time Insulin

Insulin Lispro 5-15 menit 1 jam 4 jam


(Rapid acting) 30-60 menit 2-4 jam 5-8 jam
Regular (Short
acting)

Background
Insulin 1-2 jam 4-12 jam 8-24 jam
NPH dan Lente 2 jam 6-20 jam 18-36 jam
(Intermediate
acting)

Ultra Lente (Long


acting)

Insulin Glargine 2-4 jam 4 jam 24-30 jam


(Peakless Long
acting)

2. Diet
Secara umum diet pada anak DM tipe 1 tetap mengacu pada upaya untuk
mengoptimalkan proses pertumbuhan. Untuk itu pemberian diet terdiri dari 50¬55%
karbohidrat, 15-20% protein dan 30% lemak. Pada anak DM tipe 1 asupan kalori perhari
harus dipantau ketat karena terkait dengan dosis insulin yang diberikan selain monitoring
pertumbuhannya. Kebutuhan kalori perhari sebagaimana kebutuhan pada anak
sehat/normal. Pemberian diet ini juga memperhatikan regimen yang digunakan. Pada
regimen basal bolus, pasien harus mengetahui rasio insulin:karbohidrat untuk
menentukan dosis pemberian insulin.
Jumlah kebutuhan kalori untuk anak usia 1 tahun sampai dengan usia pubertas
dapat juga ditentukan dengan rumus sebagai berikut :

1000 + (usia dalam tahun x 100) = ....... Kalori/hari

Komposisi sumber kalori per hari sebaiknya terdiri atas : 50-55% karbohidrat, 10-
15% protein (semakin menurun dengan bertambahnya umur), dan 30-35% lemak.
Pembagian kalori per 24 jam diberikan 3 kali makanan utama dan 3 kali
makanan kecil sebagai berikut :
20% berupa makan pagi.
10% berupa makanan kecil.
25% berupa makan siang.
10% berupa makanan kecil.
25% berupa makan malam.
10% berupa makanan kecil.

3. Aktivitas / exercise
Anak DM bukannya tidak boleh berolahraga. Justru dengan berolahraga akan
membantu mempertahankan berat badan ideal, menurunkan berat badan apabila menjadi
obes serta meningkatkan percaya diri. Olahraga akan membantu menurunkan kadar gula
darah serta meningkatkan sensitivitas tubuh terhadap insulin. Namun perlu diketahui
pula bahwa olahraga dapat meningkatkan risiko hipoglikemia maupun hiperglikemia
(bahkan ketoasidosis). Sehingga pada anak DM memiliki beberapa persyaratan yang
harus dipenuhi untuk menjalankan olahraga, di antaranya adalah target gula darah yang
diperbolehkan untuk olahraga, penyesuaian diet, insulin serta monitoring gula darah
yang aman. Apabila gula darah sebelum olahraga di atas 250 mg/dl serta didapatkan
adanya ketonemia maka dilarang berolahraga. Apabila kadar gula darah di bawah 90
mg/dl, maka sebelum berolahraga perlu menambahkan diet karbohidrat untuk mencegah
hipoglikemia.

4. Edukasi
Langkah yang tidak kalah penting adalah edukasi baik untuk penderita maupun
orang tuanya. Keluarga perlu diedukasi tentang penyakitnya, patofisiologi, apa yang
boleh dan tidak boleh pada penderita DM, insulin (regimen, dosis, cara menyuntik,
lokasi menyuntik serta efek samping penyuntikan), monitor gula darah dan juga target
gula darah ataupun HbA1c yang diinginkan.

5. Monitoring kontrol glikemik


Monitoring ini menjadi evaluasi apakah tatalaksana yang diberikan sudah baik
atau belum. Kontrol glikemik yang baik akan memperbaiki kualitas hidup pasien,
termasuk mencegah komplikasi baik jangka pendek maupun jangka panjang. Pasien
harus melakukan pemeriksaan gula darah berkala dalam sehari. Setiap 3 bulan
memeriksa HbA1c. Di samping itu, efek samping pemberian insulin, komplikasi yang
terjadi, serta pertumbuhan dan perkembangan perlu dipantau.

3
9. KOMPLIKASI
Komplikasi Jangka Pendek
Hipoglikemia
Hipoglikemia merupakan komplikasi akut tersering pada pasien DM tipe-1.
Hal ini dapat terjadi karena usaha kita untuk mencapai nilai normal kadar glukosa
darah. Semakin ketat usaha kita untuk mencapai kadar glukosa darah yang normal,
semakin besar risiko terjadinya hipoglikemia. Insidens hipoglikemia sebagai
komplikasi dapat dikurangi dengan meningkatkan pemantauan gula darah.(5)

Ketoasidosis Diabetik
KAD sebagai akibat defisiensi insulin adalah suatu keadaan darurat dan
merupakan penyebab tersering kematian yang berhubungan dengan diabetes anak.
Salah satu komplikasi terberat KAD adalah edema otak yang terjadi sekitar 0,5-0,9%
kasus KAD dan menyebabkan 21-24% kematian pada KAD atau 20% kematian pada
diabetes anak.(5)

Komplikasi Jangka Panjang


Komplikasi jangka panjang terjadi akibat perubahan mikrovaskular berupa
retinopati, nefropati, dan neuropati. Retinopati merupakan komplikasi yang sering
didapatkan, lebih sering dijumpai pada pasien DM tipe 1 yang telah menderita lebih
dari 8 tahun. Faktor risiko timbulnya retinopati antara lain kadar gula yang tidak
terkontrol dan lamanya menderita diabetes. Nefropati diperkirakan dapat terjadi pada
25%-45% pasien DM tipe 1 dan sekitar 20%-30 akan mengalami mikroalbuminuria
subklinis. Mikroalbuminuria merupakan manifestasi paling awal timbulnya nefropati
diabetik. Neuropati merupakan komplikasi yang jarang didapatkan pada anak dan
remaja, tetapi dapat ditemukan kelainan subklinis dengan melakukan evaluasi klinis
dan pemeriksaan saraf perifer. Komplikasi makrovaskular lebih jarang didapatkan
pada anak dan remaja. Komplikasi tersebut dapat terjadi akibat kontrol metabolik
yang tidak baik.
10.PROGNOSIS
Diabetes Mellitus tipe 1 adalah penyakit kronis yang serius. Gula darah, HbA1c,
kolesterol, tekanan darah, dan berat badan yang terkontrol sangat penting sebagai faktor
penentu prognosis dan perkembangan penyakit diabetes sendiri terutama komplikasi
makrovaskular dan mikrovaskular. Prognosis akan menjadi buruk bila penyakit tidak
dideteksi secara cepat, hal ini juga akan mengakibatkan komplikasi akut maupun kronis
yang cukup berat sehingga dapat mengancam jiwa penderita. Prognosis baik akan
didapatkan apabila pengelolaan status hiperglikemia dan ketogenesis terlaksana dengan
baik, kecepatan dan ketepatan deteksi dini penyakit serta pendidikan tentang penyakit
Pasien DM tipe 1 yang dapat survive dalam waktu 10-20 tahun setelah onset tanpa
komplikasi, pasien tersebut memiliki prognosis yang baik. Factor lain yang berpengaruh
terhadap prognosis penyakit ini adalah edukasi dan motivasi, kesadaran pasien, serta
tingkat pendidikan pasien.

DAFTAR PUSTAKA

Al Homsi MF, Lukic ML. An Update on the pathogenesis of Diabetes Mellitus. Faculty of
Medicine and Health Sciences, UAE University, Al Ain, United Arab Emirates; 2000
Brink SJ, Lee WRW, Pillay K, Kleinebreil (2010). Diabetes in children and adolescents,
basic training manual for healthcare professionals in developing countries, 1st ed.
Argentina: ISPAD, h 20-21.

Irland NB. The story of type 1 diabetes. Nursing for women’s health, volume 14, 2010; 327-
338

ISPAD Clinical Practice Consensus Guidelines 2009. Pediatric Diabetes 2009: 10.

Mortensen HB, et al. Multinational study in children and adolescents with newly diagnosed
type 1 diabetes: association of age, ketoacidosis, HLA status, and autoantibodies on residual
beta-cell function and glycemic control 12 months after diagnosis. Pediatric Diabetes 2010:
11: 218–226.

Netty EP. Diabetes Mellitus Tipe I dan Penerapan Terapi Insulin Flexibel pada Anak dan
Remaja. Diajukan pada Forum Komunikasi Ilmiah (FKI) Lab./SMF Ilmu Kesehatan Anak
FK UNAIR/RSUD Dr. Soetomo Surabaya. February 13, 2002.

Rustama DS, Subardja D, Oentario MC, Yati NP, Satriono, Harjantien N (2010). Diabetes
Melitus. Dalam: Jose RL Batubara Bambang Tridjaja AAP Aman B. Pulungan, editor. Buku
Ajar Endokrinologi Anak, Jakarta: Sagung Seto 2010, h 124-161.

Thomas RC, et al. Autoimmunity and the Pathogenesis of type 1 Diabetes. McGill University
Medical School, Montreal, Canada; 2010; 47(2): 51–71

Weinzimer SA, Magge S (2005). Type 1 diabetes mellitus in children. Dalam: Moshang T Jr.
Pediatric endocrinology. Philadelphia: Mosby Inc, h 3-18.

You might also like