Professional Documents
Culture Documents
1. PENDAHULUAN
2. EPIDEMIOLOGI
Angka kejadian diabetes mellitus di USA adalah sekitar 1 dari setiap 1500 anak
(pada anak usia 5 tahun) dan sekitar 1 dari 350 anak (pada anak usia 18 tahun). Puncak
kejadian diabetes adalah pada usia 5-7 tahun serta pada masa awal pubertas seorang anak.
Kejadian pada laki-laki dan perempuan sama.
Insiden tertinggi diabetes mellitus tipe 1 terjadi di Finlandia, Denmark serta Swedia
yaitu sekitar 30 kasus baru setiap tahun dari setiap 100.000 penduduk. Insiden di Amerika
Serikat adalah 12-15/100 ribu penduduk/tahun, di Afrika 5/100.000 penduduk/tahun, di Asia
Timur kurang dari 2/100.000 penduduk/tahun.
Insiden di Indonesia sampai saat ini belum diketahui. Namun dari data registry
nasional untuk penyakit DM pada anak dari UKK Endokrinologi PP IDAI, terjadi
peningkatan jumlah dari 200-anak dengan DM pada tahun 2008 menjadi 580-an pasien pada
tahun 2011. Sangat dimungkinkan angkanya lebih tinggi apabila kita merujuk pada
kemungkinan anak dengan DM yang meninggal tanpa terdiagnosis sebagai ketoasidosis
diabetikum ataupun belum semua pasien DM tipe 1.
3. KLASIFIKASI
International Society of Pediatric and Adolecene Diabetes dan WHO
merekomendasikan klasifikasi DM berdasarkan etiologi (Tabel 1).
4. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi Diabetes Mellitus tipe 1
Walaupun secara genetis dan embriologi terdapat kesamaan pada bagian islet sel beta
pancreas dengan islet sel bagian lain yaitu sel alpha, sel delta, dan sel PP namun hanyalah sel
beta yang mengalami penghancuran oleh proses autoimmunitas. Secara patologis islet sel
beta pancreas di infiltrasi oleh limfosit (insulitis), hal ini mengakibatkan terjadinya atopikasi
dari sel beta pulau langerhans pancreas dan sebagian besar penanda immunologis yang
melindungi pancreas dari serangan limfosit hilang. Teori yang menjelaskan kematian sel beta
masih belum jelas sampai sekarang namun ada perkiraan penghancuran ini melibatkan
pembentukan metabolit nitrit oksida, apoptosis, dan sitotoksisitas dari T limfosit CD8.
Sebenarnya penghancuran sel beta oleh autoantigen tidaklah spesifik pada sel beta. Sebuah
teori yang ada sekarang membantu menjelaskan bahwa sebuah sel pancreas menyerang 1
molekul sel beta pancreas lalu menyebar pada sel beta lainnya menciptakan sebuah seri dari
proses autoantigen. Penghancuran islet sel beta pancreas cenderung di mediasikan oleh sel T
limfosit, dibandingkan dengan antigen islet sel beta pancreas sendiri.
Diabetes mellitus tipe 2 ditandai dengan kelainan sekresi insulin, resistensi insulin,
kelebihan produksi glukosa hati, dan pancreas lemak yang abnormal. Pada tahap awal
toleransi glukosa masih dalam standar nilai normal, kendati terjadi resistensi insulin pada
otot sekeleton namun pancreas masih mampu mengkompensasikan dengan menaikan sekresi
insulin kedalam darah. Resistensi insulin dan keadaan hiperinsulinemia akibat kompensasi
pancreas terus berkembang, pada sebagian individu kemampuan pancreas untuk terus
berkompensasi dengan keadaan hiperinsulinemia akibat kompensasi mengalami kemunduran
sampai pada keadaan tidak mampu menkompensasi balik. Pada tahap awal terjadi impaired
pancrea tolerance (IGT) ditandai dengan peningkatan nilai toleransi glukosa post prandial.
Selanjutnya pancreas tidak lagi mampu mensekresi insulin yang adekuat untuk mentransport
glukosa darah kedalam sel mengakibatkan hati mengkompensasi dengan memproduksi
glukosa secara konstan lewat proses glukoneogenesis, sehingga terjadi kejadian
hiperglikemia puasa. Lebih lanjut lagi maka terjadi kegagalan sel beta pancreas.
Gangguan produksi atau gangguan reseptor insulin.
↓
Penurunan proses penyimpanan glukosa dalam hati.
Penurunan kemampuan reseptor sel dalam uptake glukosa.
↓
Kadar glukosa >>, kelaparan tingkat selular.
↓
Hiperosmolar dalam, peningkatan proses glikolisis dan glukoneogenesis
↓
Proses pemekatan <<
↓
Glukosuria shiff cairan intraseluler ekstraseluler
↓
Pembentukan benda keton
↓
Poliuria
↓
Dehidrasi
↓
Keseimbangan kalori negatif rangsang metabolisme anaerobic
↓
Polifagia dan tenaga <<asidosis
↓
Kesadaran terganggu
↓
Nutrisi : kurang dari kebutuhan ganguan kes. Cairan dan elektrolit
↓
Resiko tinggi cedera
5. Gejala Klinis
Gejala yang umum adalah obes, riwayat keluarga DM tipe-2, dan akantosis nigrikans. Gejala
klinis dapat ringan sampai berat dan tidak jarang ditemukan Ketoasidosis Diabetik. Beberapa
anak dengan gejala klinis yang klasik seperti penurunan berat badan, sedangkan yang lain
dapat tanpa gejala dan ditemukan glikosuria atau hiperglikemia pada saat skrining kesehatan.
6. DIAGNOSIS
Kriteria diagnosis untuk diabetes melitus tipe 1 hampir sama sama dengan
diabetes mellitus tipe 2, yaitu ;
1. Gejala klasik diabetes (poliuria, polidipsi, polifagi, dan penurunan berat badan tanpa
sebab yang jelas) ditambah dengan konsentrasi glukosa darah sewaktu >200 mg/dl
(11,1 mmol/l)
3. Gula darah 2 jam post prandial > 200 mg/dl (11,1 mmol/l) selama oral glucose
tolerance test (OGTT). Tes dilakukan sesuai prosedur WHO, yaitu menggunakan
glukosa sebanyak 75 g glukosa anhidrat dilarutkan dalam air.
4. Hb A1C > 6,5%
7. PERJALANAN PENYAKIT
Perjalanan penyakit ini melalui beberapa periode menurut ISPAD Clinical Practice
Consencus Guidelines yaitu:
a) Periode pra-diabetes
b) Periode manifestasi klinis
c) Periode honey moon
d) Periode ketergantungan insulin yang menetap
Periode Pra-Diabetes
Pada periode ini, gejala-gejala klinis DM mulai muncul. Pada periode ini sudah
terjadi sekitar 90% kerusakan sel β-pankreas. Predisposisi genetik tertentu memungkinkan
terjadinya proses destruksi ini. Sekresi insulin mulai berkurang ditandai dengan mulai
berkurangnya sel β-pankreas yang berfungsi. Kadar C-petide mulai menurun. Pada periode
ini autoantibody mulai ditemukan apabila dilakukan pemeriksaan laboratorium.
8. PENATALAKSANAAN DM TIPE 1
Tatalaksana pasien dengan DM tipe 1 tidak hanya meliputi pengobatan berupa
pemberian insulin. Ada hal-hal lain yang perlu diperhatikan dalam tatalaksana agar penderita
mendapatkan kualitas hidup yang optimal dalam jangka pendek maupun jangka panjang
(Rustama DS, dkk. 2010; ISPAD Clinical Practice Concencus Guidelines. 2009).
Terdapat 5 pilar manajemen DM tipe 1, yaitu :
1. Insulin
2. Diet
3. Aktivitis / exercise
4. Edukasi
5. Monitoring kontrol glikemik
1. Insulin
Insulin merupakan terapi yang mutlak harus diberikan pada penderita DM tipe 1.
Dalam pemberian insulin harus diperhatikan jenis insulin, dosis insulin, regimen yang
digunakan, cara menyuntik serta penyesuaian dosis yang diperlukan.
a. Jenis insulin : Kita mengenal beberapa jenis insulin, yaitu insulin kerja cepat,
kerja pendek, kerja menengah, kerja panjang, maupun insulin campuran
(campuran kerja cepat/pendek dengan kerja menengah). Penggunaan jenis insulin
ini tergantung regimen yang digunakan.
b. Dosis Insulin : Dosis total harian pada anak berkisar antara 0,5-1 Unit/KgBB
pada awal diagnosis ditegakkan. Dosis ini selanjutnya akan diatur disesuaikan
dengan faktor-faktor yang ada, baik pada penyakitnya maupun pada
penderitanya.
c. Regimen : Kita mengenal dua macam regimen, yaitu regimen konvensional, serta
regimen intensif. Regimen konvensional/mix split regimen dapat berupa
pemberian dua kali suntik/hari atau tiga kali suntik/hari. Sedangkan regimen
intensif berupa pemberian regimen basal bolus. Pada regimen basal bolus
dibedakan antara insulin yang diberikan untuk memberikan dosis basal maupun
dosis bolus.
d. Cara menyuntik : Terdapat beberapa tempat penyuntikan yang baik dalam hal
absorpsinya yaitu di daerah abdomen, lengan atas, lateral paha. Daerah bokong
tidak dianjurkan karena paling buruk absorpsinya.
e. Penyesuain Dosis : Kebutuhan insulin akan berubah tergantung dari beberapa hal,
seperti hasil monitor gula darah, diet, olahraga, maupun usia pubertas (terkadang
kebutuhan meningkat hingga 2 unit/KgBB/hari), kondisi stress maupun saat sakit.
Background
Insulin 1-2 jam 4-12 jam 8-24 jam
NPH dan Lente 2 jam 6-20 jam 18-36 jam
(Intermediate
acting)
2. Diet
Secara umum diet pada anak DM tipe 1 tetap mengacu pada upaya untuk
mengoptimalkan proses pertumbuhan. Untuk itu pemberian diet terdiri dari 50¬55%
karbohidrat, 15-20% protein dan 30% lemak. Pada anak DM tipe 1 asupan kalori perhari
harus dipantau ketat karena terkait dengan dosis insulin yang diberikan selain monitoring
pertumbuhannya. Kebutuhan kalori perhari sebagaimana kebutuhan pada anak
sehat/normal. Pemberian diet ini juga memperhatikan regimen yang digunakan. Pada
regimen basal bolus, pasien harus mengetahui rasio insulin:karbohidrat untuk
menentukan dosis pemberian insulin.
Jumlah kebutuhan kalori untuk anak usia 1 tahun sampai dengan usia pubertas
dapat juga ditentukan dengan rumus sebagai berikut :
Komposisi sumber kalori per hari sebaiknya terdiri atas : 50-55% karbohidrat, 10-
15% protein (semakin menurun dengan bertambahnya umur), dan 30-35% lemak.
Pembagian kalori per 24 jam diberikan 3 kali makanan utama dan 3 kali
makanan kecil sebagai berikut :
20% berupa makan pagi.
10% berupa makanan kecil.
25% berupa makan siang.
10% berupa makanan kecil.
25% berupa makan malam.
10% berupa makanan kecil.
3. Aktivitas / exercise
Anak DM bukannya tidak boleh berolahraga. Justru dengan berolahraga akan
membantu mempertahankan berat badan ideal, menurunkan berat badan apabila menjadi
obes serta meningkatkan percaya diri. Olahraga akan membantu menurunkan kadar gula
darah serta meningkatkan sensitivitas tubuh terhadap insulin. Namun perlu diketahui
pula bahwa olahraga dapat meningkatkan risiko hipoglikemia maupun hiperglikemia
(bahkan ketoasidosis). Sehingga pada anak DM memiliki beberapa persyaratan yang
harus dipenuhi untuk menjalankan olahraga, di antaranya adalah target gula darah yang
diperbolehkan untuk olahraga, penyesuaian diet, insulin serta monitoring gula darah
yang aman. Apabila gula darah sebelum olahraga di atas 250 mg/dl serta didapatkan
adanya ketonemia maka dilarang berolahraga. Apabila kadar gula darah di bawah 90
mg/dl, maka sebelum berolahraga perlu menambahkan diet karbohidrat untuk mencegah
hipoglikemia.
4. Edukasi
Langkah yang tidak kalah penting adalah edukasi baik untuk penderita maupun
orang tuanya. Keluarga perlu diedukasi tentang penyakitnya, patofisiologi, apa yang
boleh dan tidak boleh pada penderita DM, insulin (regimen, dosis, cara menyuntik,
lokasi menyuntik serta efek samping penyuntikan), monitor gula darah dan juga target
gula darah ataupun HbA1c yang diinginkan.
3
9. KOMPLIKASI
Komplikasi Jangka Pendek
Hipoglikemia
Hipoglikemia merupakan komplikasi akut tersering pada pasien DM tipe-1.
Hal ini dapat terjadi karena usaha kita untuk mencapai nilai normal kadar glukosa
darah. Semakin ketat usaha kita untuk mencapai kadar glukosa darah yang normal,
semakin besar risiko terjadinya hipoglikemia. Insidens hipoglikemia sebagai
komplikasi dapat dikurangi dengan meningkatkan pemantauan gula darah.(5)
Ketoasidosis Diabetik
KAD sebagai akibat defisiensi insulin adalah suatu keadaan darurat dan
merupakan penyebab tersering kematian yang berhubungan dengan diabetes anak.
Salah satu komplikasi terberat KAD adalah edema otak yang terjadi sekitar 0,5-0,9%
kasus KAD dan menyebabkan 21-24% kematian pada KAD atau 20% kematian pada
diabetes anak.(5)
DAFTAR PUSTAKA
Al Homsi MF, Lukic ML. An Update on the pathogenesis of Diabetes Mellitus. Faculty of
Medicine and Health Sciences, UAE University, Al Ain, United Arab Emirates; 2000
Brink SJ, Lee WRW, Pillay K, Kleinebreil (2010). Diabetes in children and adolescents,
basic training manual for healthcare professionals in developing countries, 1st ed.
Argentina: ISPAD, h 20-21.
Irland NB. The story of type 1 diabetes. Nursing for women’s health, volume 14, 2010; 327-
338
ISPAD Clinical Practice Consensus Guidelines 2009. Pediatric Diabetes 2009: 10.
Mortensen HB, et al. Multinational study in children and adolescents with newly diagnosed
type 1 diabetes: association of age, ketoacidosis, HLA status, and autoantibodies on residual
beta-cell function and glycemic control 12 months after diagnosis. Pediatric Diabetes 2010:
11: 218–226.
Netty EP. Diabetes Mellitus Tipe I dan Penerapan Terapi Insulin Flexibel pada Anak dan
Remaja. Diajukan pada Forum Komunikasi Ilmiah (FKI) Lab./SMF Ilmu Kesehatan Anak
FK UNAIR/RSUD Dr. Soetomo Surabaya. February 13, 2002.
Rustama DS, Subardja D, Oentario MC, Yati NP, Satriono, Harjantien N (2010). Diabetes
Melitus. Dalam: Jose RL Batubara Bambang Tridjaja AAP Aman B. Pulungan, editor. Buku
Ajar Endokrinologi Anak, Jakarta: Sagung Seto 2010, h 124-161.
Thomas RC, et al. Autoimmunity and the Pathogenesis of type 1 Diabetes. McGill University
Medical School, Montreal, Canada; 2010; 47(2): 51–71
Weinzimer SA, Magge S (2005). Type 1 diabetes mellitus in children. Dalam: Moshang T Jr.
Pediatric endocrinology. Philadelphia: Mosby Inc, h 3-18.