You are on page 1of 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Pernyataan Masalah


Salah satu teknik pemisahan yang paling sering digunakan adalah
ekstraksi. Ekstraksi merupakan proses pemisahan satu atau beberapa bahan dari
suatu padatan atau cairan dengan menggunakan pelarut (solvent) sebagai agen
pemisah. Pemisahan terjadi atas dasar kemampuan larut yang berbeda dari
komponen-komponen dalam komponen tersebut. Ekstraksi terbagi menjadi
beberapa jenis, salah satunya yaitu ekstraksi padat-cair. Pada ekstraksi padat cair,
zat padat yang dapat larut dipisahkan dari rafinatnya melalui kontak dengan
pelarut (solvent). Ekstraksi padat-cair ini merupakan operasi yang melibatkan
proses perpindahan massa antar fasa (Petruci, 1987).
Ekstraksi padat cair sering dijumpai dalam industri kimia, metalurgi
maupun pada indutsri farmasi, misalnya pada pemisahan biji emas, tembaga dari
biji-bijian logam, produk-produk farmasi dari akar atau daun tumbuhan tertentu.
Selain itu operasi ini juga dapat ditemukan pada industri kopi, minyak kedelai, teh
dan dalam pembuatan gula.

1.2 Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah menentukan efisiensi untuk tahap
pemisahan beberapa konfigurasi operasi seperti co-current, counter-current dan
cross-current.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Ekstraksi
Ekstraksi merupakan proses pemisahan suatu komponen dari suatu
campuran berdasarkan proses distribusi terhadap dua macam pelarut yang tidak
saling bercampur. Ekstraksi pelarut umumnya digunakan untuk memisahkan
sejumlah gugus yang diinginkan dan mungkin menggunakan gugus pengganggu
dalam analisis secara keseluruhan. Kadang gugus pengganggu ini diekstraksi
secara selektif (Petrucci, 1987).
Ekstraksi adalah pemisahan suatu zat dari campurannya dengan pembagian
sebuah zat terlarut dua pelarut yang tidak dapat bercampur untuk mengambil zat
terlarut dari suatu pelarut ke pelarut lain. Seringkali campuran benda padat dan
cair misalnya bahan alami tidak dapat atau sukar sekali dipisahkan dengan metode
pemisahan termis yang telah dibicarakan. Misalnya saja karena komponennya
saling bercampur secara sangat erat, peka terhadap panas dan beda sifat fisiknya
terlalu kecil (Khopkar, 1990).
Menurut Mc Cabe (1999), ekstraksi dapat dibedakan menjadi dua cara
berdasarkan wujud bahannya yaitu:
1. Ekstraksi padat cair, digunakan untuk melarutkan zat yang dapat larut dari
campurannya dengan zat padat yang tidak dapat larut.
2. Ekstraksi cair-cair, digunakan untuk memisahkan dua zat cair yang saling
bercampur, dengan menggunakan pelarut dapat melarutkan salah satu zat.

2.1.1 Faktor yang Mempengaruhi Proses Ekstraksi


Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi proses ekstraksi menurut Ketaren (1986),
adalah sebagai berikut:
1. Temperatur Operasi
Semakin tinggi temperatur, laju pelarutan zat terlarut oleh pelarut semakin
tinggi dan laju difusi pelarut ke dalam serta ke luar padatan, semakin tinggi pula.
Temperatur operasi untuk proses ekstraksi kebanyakan dilakukan dibawah
temperatur 100oC karena pertimbangan ekonomis.

2
2. Waktu Ekstraksi
Lamanya waktu ekstraksi mempengaruhi volume ekstrak minyak dedak
yang diperoleh. Semakin lama waktu ekstraksi semakin lama juga waktu kontak
antara pelarut n-hexane dengan bahan baku dedak sebagai padatan sehingga
semakin banyak zat terlarut yang terkandung di dalam padatan yang terlarut di
dalam pelarut.
3. Ukuran, Bentuk dan Kondisi Partikel Padatan
Minyak pada partikel organik biasanya terdapat di dalam sel-sel. Laju
ekstraksi akan rendah jika dinding sel memiliki tahanan difusi yang tinggi.
Pengecilan ukuran partikel ini dapat mempengaruhi waktu ekstraksi. Semakin
kecil ukuran partikel berarti permukaan luas kontak antara partikel dan pelarut
semakin besar, sehingga waktu ekstraksi akan semakin cepat.
4. Jenis Pelarut
Pada proses ekstraksi, banyak pilihan pelarut yang digunakan. Beberapa
hal yang harus dipertimbangkan dalam memilih pelarut adalah sebagai berikut:
a. Selektivitas
Pelarut hanya boleh melarutkan ekstrak yang diinginkan, bukan komponen
lainnya dari bahan yang diekstrak. Dalam hal ini, larutan ekstrak yang diperoleh
harus dibersihkan yaitu dengan mengekstraksi larutan tersebut dengan pelarut
kedua.
b. Kelarutan
Pelarut harus mempunyai kemampuan untuk melarutkan solut sesempurna
mungkin. Kelarutan solut terhadap pelarut yang tinggi akan mengurangi jumlah
penggunaan pelarut, sehingga menghindarkan terlalu besarnya perbandingan
antara pelarut dan padatan.
c. Kerapatan
Perbedaan kerapatan yang besar antara pelarut dan solut akan
memudahkan pemisahan keduanya.
d. Aktivitas kimia pelarut
Pelarut harus bahan kimia yang stabil dan inert terhadap komponen
lainnya di dalam sistem.

3
e. Titik didih
Pada proses ekstraksi biasanya pelarut dan solut dipisahkan dengan cara
penguapan, distilasi atau rektifikasi. Oleh karena itu titik didih kedua bahan tidak
boleh terlalu dekat. Dari segi ekonomi akan menguntungkan bila titik didih
pelarut tidak terlalu tinggi.
f. Viskositas pelarut
Pelarut harus mampu berdifusi ke dalam maupun ke luar dari padatan agar
bisa mengalami kontak dengan seluruh solut. Oleh karena itu, viskositas pelarut
harus rendah agar dapat masuk dan keluar secara mudah dari padatan
g. Rasio pelarut
Rasio pelarut yang dipakai terhadap padatan harus sesuai dengan kelarutan
zat terlarut atau solut pada pelarut. Semakin kecil kelarutan solut terhadap pelarut,
semakin besar pula perbandingan pelarut terhadap padatan, begitu juga
sebaliknya. Dengan demikian perbandingan solut dan pelarut yang tepat akan
mampu memberikan hasil ekstraksi yang diharapkan.
Syarat-syarat lain yang harus dipenuhi oleh pelarut yaitu pelarut sedapat
mungkin harus murah, tersedia dalam jumlah yang besar, tidak beracun, tidak
korosif, tidak mudah terbakar, tidak eksplosif bila tercampur dengan udara, tidak
menyebabkan terbentuknya emulsi, dan stabil secara kimia maupun termis.
Karena hampir tidak ada pelarut yang memenuhi semua syarat di atas, maka untuk
setiap proses ekstraksi harus di cari pelarut yang paling sesuai (Ketaren, 1986).

2.2. Ekstraksi Padat-Cair (Leaching)


Ekstraksi padat cair (leaching) adalah proses pemisahan suatu zat terlarut
yang terdapat dalam suatu padatan dengan mengontakkan padatan tersebut dengan
pelarut (solvent) sehingga padatan dan cairan bercampur dan kemudian zat terlarut
terpisah dari padatan karena larut dalam pelarut. Pada ekstraksi padat cair terdapat
dua fase yaitu fase overflow (ekstrak) dan fase underflow (rafinat/ampas)
(Mc.Cabe, 1985). Metode paling sederhana untuk mengekstraksi padatan adalah
mencampurkan seluruh bahan dengan pelarut, lalu memisahkan larutan tersebut
dengan padatan tidak terlarut (Brown, 1950).

4
Ekstraksi padat-cair atau leaching adalah transfer difusi komponen terlarut
dalam dari padatan inert ke dalam pelarutnya. Proses ini merupakan prosesyang
bersifat fisik karena komponen terlarut kemudian dikembalikan lagi kekeadaan
semula tanpa mengalami perubahan kimiawi. Ekstraksi dari bahan padatdapat
dilakukan jika bahan yang diinginkan dapat larut dalam solvent pengekstraksi.
Ekstraksi berkelanjutan diperlukan apabila padatan hanya sedikit larut
dalam pelarut. Namun sering juga digunakan pada padatan yang larut karena
efektivitasnya (Lucas, 1949).
Ekstraksi padat cair atau leaching merupakan suatu proses pemisahan satu
atau beberapa komponen dari campurannya dalam padatan secara difusional
dengan bantuan pelarut. Saat pengontakan padatan dengan pelarut, terjadi
perpindahan sebagian solute ke dalam fasa cair (pelarut) secara difusional yang
berlangsung hingga kesetimbangan tercapai. Cara pengontakan dapat dilakukan
dengan mengaduk suspensi padatan di dalam tangki (dispersi) atau dengan
menyusun padatan tersebut dalam suatu unggun tetap kemudian cairan pelarut
mengalir di antara butiran padatan (imersi). Perpindahan massa berlangsung pada
bidang kontak antara fasa padat dan fasa cair. Pengecilan ukuran padatan
dilakukan untuk memperluas permukaan kontak dan memperkecil lintasan kapiler
dalam padatan yang harus dilewati pelarut saat berdifusi sehingga mengurangi
tahanan perpindahan massanya (Richardson dkk., 2002; Perry dan Green., 1997).

2.2.1. Model Perpindahan Massa Ekstraksi Padat-Cair (Leaching)


Aspek penting untuk mengevaluasi unjuk kerja proses ekstraksi padat-cair
umumnya diturunkan dari percobaan kinetika ekstraksi tersebut. Hukum dasar
kinetika dan difusi massa mendasari penurunan model matematika untuk
memprediksi efektivitas proses difusi ekstraksi padat cair ini. Proses ekstraksi
bahan alam, dapat digambarkan dalam beberapa tahapan berikut (Richardson
dkk., 2002):
a. Pelarut berdifusi dari fasa curah ke permukaan padatan (difusi eksternal),
b. Pelarut berdifusi
c. Permukaan padatan
d. Solut dari permukaan padatan menuju pori-pori padatan (difusi internal),

5
e. Solut terlarut ke dalam pelarut
f. Zat terlarut berdifusi dari dalam pori-pori padatan menuju berdifusi dari
permukaan padatan menuju fasa curah.

Kecepatan ekstraksi padat cair tergantung pada 2 tahapan pokok, yaitu


difusi solute dari dalam bahan ekstraksi ke permukaan bahan ekstraksi (difusi
internal) dan difusi solute dari permukaan bahan ekstraksi ke pelarut (difusi
eksternal). Jika perbedaan kecepatan kedua tahap hampir sama, maka kecepatan
ekstraksi ditentukan oleh kedua tahap tersebut. Jika Perbedaan kecepatan kedua
tahapan cukup besar, maka kecepatan ekstraksi ditentukan oleh kecepatan proses
yang lebih lambat (Richardson dkk., 2002).
Ada 2 model untuk meninjau perpindahan massa pada ekstraksi padat cair
(Richardson dkk., 2002):
1. Distributed Model
Pada distributed model, tahanan film eksternal dianggap jauh lebih kecil
daripada tahanan internal di dalam partikel sehingga difusi eksternal jauh lebih
cepat daripada difusi internal. Akibatnya, laju ekstraksi dikendalikan oleh
perpindahan massa internal. Konsentrasi solute di dalam bahan ekstraksi
merupakan fungsi posisi dan diasumsikan tidak ada tahanan film. Profil
konsentrasi distributed model disajikan pada Gambar di bawah ini.

Gambar 2.1 Profil Konsentrasi Distibuted Model

6
2. Lumped Model
Model ini berlaku jika kecepatan ekstraksi ditentukan oleh difusi eksternal,
dimana difusi internal diabaikan karena jauh lebih cepat dibandingkan difusi
eksternal. Konsentrasi solute di dalam bahan ekstraksi dianggap seragam (bukan
fungsi posisi).

Gambar 2.2 Profil Konsentrasi Lumped Model


Pemodelan difusi massa saponin biji teh pada penelitian ini mengadopsi
dari beberapa penelitian terdahulu, dimana laju ekstraksi ditentukan oleh laju
difusi massa eksternal dari padatan menuju fasa curah dengan beberapa asumsi
sebagai berikut:
a) Konsentrasi solut di dalam padatan seragam sehingga tidak ada gradien
konsentrasi di dalam padatan;
b) Pelarut tercampur secara homogen sehingga tahanan perpindahan massa di
fasa curah (cair) dapat diabaikan dan konsentrasi solut dalam pelarut
hanya merupakan fungsi waktu; serta
c) Tidak terjadi adsorpsi solut oleh padatan.

2.2.2. Metode Operasi Ekstraksi Padat Cair


Menurut Treyball (1984), terdapat 4 jenis metoda operasi ekstraksi
padat-cair. Berikut ini disajikan uraian singkat mengenai masing-masing
metoda tersebut.

7
1. Operasi dengan Sistem Bertahap Tunggal
Dengan metode ini, pengontakan antara padatan dan pelarut dilakukan
sekaligus, dan kemudian disusul dengan pemisahan larutan dari padatan sisa. Cara
ini jarang ditemukan dalam operasi industri karena perolehan solut yang rendah.

Gambar 2.3 Sistem Operasi Ekstraksi Bertahap Tunggal

Operasi dengan sistem bertahap banyak dengan aliran sejajar atau


aliran silang Operasi ini dimulai dengan pencampuran umpan padatan dan
pelarut dalam tahap pertama; kemudian aliran bawah dari tahap ini
dikontakkan dengan pelarut baru pada tahap berikutnya, dan demikian
seterusnya. Larutan yang diperoleh sebagai aliran atas dapat dikumpulkan
menjadi satu seperti yang terjadi pada sistem dengan aliran sejajar, atau
ditampung secara terpisah, seperti pada sistem dengan aliran silang.

Gambar 2.4 Sistem Bertahap Banyak dengan Aliran Sejajar (Co-Current)

Gambar 2.5 Sistem Bertahap Banyak dengan Aliran Silang

8
2. Operasi Secara Kontinu dengan Aliran Berlawanan (Counter Current)
Dalam sistem ini, aliran bawah dan atas mengalir secara berlawanan.
Operasi dimulai pada tahap pertama dengan mengontakkan larutan pekat yang
merupakan aliran atas tahap kedua, dan padatan baru. Operasi berakhir pada tahap
ke-n (tahap terakhir), dimana terjadi pencampuran antara pelarut baru dan padatan
yang berasal dari tahap ke-n (n-1). Dapat dimengerti bahwa sistem ini
memungkinkan didapatkannya perolehan solut yang tinggi, sehingga banyak
digunakan di dalam industri.

Gambar 2.6 Sistem Bertahap Banyak dengan Aliran Berlawanan

Operasi secara batch dengan sistem bertahap banyak dengan aliran


berlawanan Sistem ini terdiri dari beberapa unit pengontak batch yang disusun
berderet atau dalam lingkaran yang dikenal sebagai rangkaian ekstraksi
(extraction battery). Di dalam sistem ini, padatan dibiarkan stationer dalam setiap
tangki dan dikontakkan dengan beberapa larutan yang konsentrasinya makin
menurun. Padatan yang hampir tidak mengandung solut meninggalkan rangkaian
setelah dikontakkan dengan pelarut baru, sedangkan larutan pekat sebelum keluar
dari rangkaian terlebih dahulu dikontakkan dengan padatan baru di dalam tangki
yang lain.

Gambar 2.7 Operasi Batch Bertahap Empat dengan Aliran Berlawanan

9
Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk mencapai unjuk kerja ekstraksi
atau kecepatan ekstraksi yang tinggi pada ekstraksi padat-cair, yaitu:
a. Karena perpindahan massa berlangsung pada bidang kontak antara fasa
padat dan fasa cair, maka bahan itu perlu sekali memiliki permukaan yang
seluas mungkin.
b. Kecepatan alir pelarut sedapat mungkin besar dibandingkan dengan laju
alir bahan ekstraksi.
c. Suhu yang lebih tinggi (viskositas pelarut lebih rendah, kelarutan ekstrak
lebih besar) pada umumnya menguntungkan unjuk kerja ekstraksi.

2.3. Pengenceran
Proses pengenceran adalah mencampur larutan pekat (konsentrasi tinggi)
dengan cara menambahkan pelarut agar diperoleh volume akhir yang lebih besar.
Jika suatu larutan senyawa kimia yang peka diencerkan, kadang-kadang sejumlah
panas dilepaskan. Hal ini terutama dapat terjadi pada pengenceran asam sulfat
pekat. Agar panas ini dapat dihilangkan dengan aman, asam sulfat pekat yang
harus ditambahkan ke dalam air, tidak boleh sebaliknya. Jika air ditambahkan
ke dalam asam sulfat pekat, panas yang dilepaskan sedemikian besar
yang dapat menyebabkan air mendadak mendidih dan menyebabkan
asam sulfat memercik. Jika kita berada di dekatnya, percikan asam
sulfat ini merusak kulit (Brady, 1999). Rumus pengenceran yaitu :
M1V1 = M2V2
Keterangan:
M1 = molaritas awal larutan
M2 = molaritas akhir larutan
V1 = volume awal larutan
V2 = volume akhir larutan

2.4. Titrasi
Titrasi adalah proses pengujian kuantitatif secara analitik untuk
menentukan konsentrasi dari reaktan yang sudah diketahui. Disebut juga
volumetric analysis karena pengukuran volume memegang peranan penting
didalamnya. Sebuah reagen, yang disebut titran dengan konsentrasi yang

10
diketahui (larutan standar) digunakan untuk menitrasi analit yang tidak diketahui
konsentrasinya.

Gambar 2.8 Alat yang digunakan untuk Titrasi

Alat yang digunakan untuk menambahkan titran, yaitu buret yang sudah
dikalibrasi memungkinkan untuk menentukan jumlah volume yang digunakan
untuk mencapai endpoint secara eksak. Endpoint adalah titik dimana titrasi
dianggap sempurna sesuai didefinisikan oleh indikator. Titrasi memang umumnya
menggunakan indikator secara visual atau perubahan warna. Dalam titrasi asam
basa sederhana, phenolphthalein yang berubah menjadi pink saat pH 8,2 dan metil
jingga yang menjadi merah dalam suasana asam dan kuning dalam suasana basa
dapat menjadi indikator yang baik (Syukri, 1999).

2.5. Kalsium Hidroksida (Ca(OH)2)


Menurut Kirk dan Othmer (1979), sifat-sifat fisika Ca(OH)2 adalah sebagai
berikut.
a. Berat molekul : 74,10 gr/mol
b. Densitas : 2,24 gr/cm3
c. Titik lebur : 580oC
d. pH : 14
e. Kelarutan (g/100 g H2O) : 0,185 g (0 °C)
f. Berwarna putih.

11
Menurut Kirk dan Othmer (1979), sifat-sifat kimia Ca(OH)2 adalah
sebagai berikut.
a. Pada suhu 512oC dapat terurai menjadi kalsium oksida dan air.
b. Merupakan basa dengan kekuatan sedang.
c. Senyawa ini juga dapat dihasilkan dalam bentuk endapan melalui
pencampuran larutan kalsium klorida (CaCl2) dengan larutan natrium
hidroksida (NaOH).
d. Banyak digunakan sebagai flokulan dalam air, pengolahan limbah, serta
pengolahan tanah asam.
e. Larut dalam gliserol dan asam serta tidak larut dalam alkohol.

2.6. Natrium Karbonat


Natrium karbonat merupakan komoditas kimia yang sekitar 75% produksi
dunia adalah abu sintetis yang dibuat dari Natrium klorida melalui Proses Solvay
atau proses yang sejenis, sisanya yang 25% di produksi dari Natrium karbonat
alami. Dalam dunia perdagangan, Natrium karbonat banyak dimanfaatkan untuk
industri kaca, obat-obatan, bahan makanan water treatment, deterjen, industri pulp
dan kertas, indistri tekstil dan lain-lain. Sodium carbonat (Na2CO3) juga
merupakan bahan lunak yang larut dalam air dingin dan kelarutan dalam air kira-
kira 30% berat larutan, dalam industri kimia di kenal dengan “soda ash”. Di
negara eropa dan beberapa kota distrik di USA istilah soda mengacu pada
dekahidrat (Na2CO3.10H2O) dan monohidrat (Na2CO3H2O) yang digunakan untuk
kebutuhan rumah tangga, tapi komoditimdekahidrat (Na2CO3.10H2O) dan
monohidrat (Na2CO3H2O) jumlahnya relatif kecil di bandingkan dengan bentuk
anhidrat (Kirk dan Othmer, 1979).
Adapun sifat fisis dan sifat kimia dari natrium karbonat menurut Kirk and
Othmer (1979) adalah sebagai berikut:
1. Berat molekulnya sebesar 106 g/mol
2. Bentuk natrium karbonat adalah kristal dan bersifat higroskopis dan
berwarna putih
3. Titik leburnya sebesar 7,1 g/100 g H2O
4. Densitas pada 20oC sebesar 2,533 g/ml
5. Kapasitas panas (85oC) sebesar 26,41 cal/gmoloC

12
2.7. Aplikasi Leaching dalam Industri
Leaching banyak ditemukan pada industri-industri. Biasanya ditemukan
pada industri biologi atau industri makanan, terdapat proses yang dilakukan untuk
memisahkan suatu produk dari struktur alaminya. Misalnya dari produksi gula,
proses leaching dilakukan untuk memisahkan gula dari tebu. Contoh lainnya dapat
kita lihat pada produksi minyak makan, pelarut yang organik seperti aseton atau
eter digunakan untuk mengekstrak minyak dari kacang-kacangan, gula dari umbi,
kopi dari biji-bijian, dll.
Leaching juga dapat kita temukan pada proses logam, diantaranya sebagai berikut:
1. Leaching Emas
2. Leaching Alumunium
3. Leaching Tembaga

Pengambilan garam-garam logam dari pasir besi juga disebut proses


leaching. Proses ini merupakan ekstraksi yang digabungkan dengan reaksi kimia.
Dalam hal ini ekstrak, dengan bantuan suatu asam anorganik misalnya,
dikonversikan terlebih dahulu ke dalam bentuk yang larut. Pada material biologi
biasanya solut berada dalam sel. Sehingga proses leaching menjadi lambat karena
terhalang oleh membran sel. Sehingga pada pemrosesan leaching material biologi,
bahan yang akan di leaching dipotong-potong tipis terlebih dahulu untuk
mempercepat proses leaching. Dapat kita lihat pada proses pengekstrakan gula
pada tebu, terlebih dahulu tebu tersebut dipotong-potong untuk mempermudah
proses leaching (Geankoplis, 2003).

13
BAB III
METODE PERCOBAAN

3.1 Alat yang Digunakan


Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah:
1. Gelas piala 250 ml
2. Pengaduk magnetik
3. Gelas ukur 100 ml
4. Buret 50 ml
5. Pipet tetes
6. Piknometer 10 ml
7. Neraca analitis
8. Klem dan statif
9. Erlenmeyer 250 ml

3.2 Bahan yang Digunakan


Bahan kimia yang digunakan dalam praktikum ini adalah:
1. Na2CO3
2. CaO
3. Air
4. HCl 1M
5. Indikator fenolptalein (pp)

3.3 Prosedur Percobaan


1. Langkah 1 sampai dengan 4 merupakan langkah pendahuluan, sedangkan
langkah 5 sampai dengan 8 adalah langkah operasi sesungguhnya. Pada
langkah pertama, dimasukkan campuran larutan jenuh Na2CO3 dan bubur
Ca(OH)2 dengan perbandingan mol 0,075:1 ke dalam gelas piala 4.
Kemudian campuran ditambahkan 150 ml air.
2. Campuran diaduk selama 4 menit dan didiamkan selama 3 menit, larutan
dipisahkan dari padatan yang ada.
3. Pada langkah kedua, ditambahkan pelarut baru kedalam gelas piala 4 yang
masih berisi padatan sisa pada langkah pertama.

14
4. Setelah diaduk dan didiamkan, larutan dipisahkan dari padatannya dan
ditambahkan ke dalam gelas piala 3 yang telah diisi maupun larutan jenuh
soda abu Na2CO3 dan bubur Ca(OH)2.
5. Demikian seterusnya hingga run ke-2 dengan perbandingan mol Na2CO3
dengan Ca(OH)2 adalah 0,1:0,075
6. Pada keluaran langkah ke-5 sampai dengan ke-8, NaOH dititrasi dengan
HCl 1M dan dicatat volume HCl yang terpakai. Titrasi dilakukan secara
duplo.

15
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Praktikum


4.1.1 Run I
Tabel 4.1 Data Konsentrasi NaOH dan Berat Kering CaCO3
Tahap Volume Volume Kosentrasi NaOH ρ Berat
NaOH HCl (g/ml) Kering
(ml) (ml) CaCO3
1 2 1 2 rerata
4 149 14 13,3 0,56 0,532 0,546 1,051 7,68
3 148 11,2 12,6 0,448 0,504 0,504 1,052 7,36
2 134 3,7 3,9 0,148 0,156 0,156 1,021 6,7
1 155 18,2 15,9 0,728 0,636 0,636 1,15 7,51

Tabel 4.2 Data Efisiensi Reaktor pada Run I


Tahap Kosentrasi NaOH (M) Efisiensi
4 0,546 54,6 %
3 0,504 47,6 %
2 0,156 15,2 %
1 0,636 68,2 %

4.1.2 Run II
Tabel 4.3 Data Konsentrasi NaOH dan Berat Kering CaCO3
Tahap Volume Volume Kosentrasi NaOH ρ Berat
NaOH HCl (g/ml) Kering
(ml) (ml) CaCO3
1 2 1 2 rerata
4 146 16,3 14,5 0,652 0,58 0,616 1,064 5,54
3 145 16,5 15 0,66 0,6 0,63 1,066 5,42
2 145 13,5 16,3 0,54 0,652 0,596 1,062 5,59
1 145 16,6 14,4 0,664 0,576 0,576 1,065 7,07

Tabel 4.4 Data Efisiensi Reaktor pada Run II


Tahap Kosentrasi NaOH (M) Efisiensi
4 0,616 66,15 %
3 0,63 63%
2 0,596 59,6 %
1 0,576 62 %

16
4.2 Pembahasan
Ekstraksi padat cair (Leaching) merupakan suatu proses pemisahan solute
dan campurannya dengan padatan lain yang tidak dapat larut (inert) dengan
menggunakan pelarut cair. Peristiwa pemisahan ini dapat terjadi karena adanya
perpindahan massa dari padatan yang tidak dapat larut kelarutan yang disebabkan
oleh perbedaan konsentrasi antara pelarut dan zat terlarut. Praktikum ekstraksi
padat cair ini bertujuan untuk memisahkan NaOH dari hasil pencampuran antara
soda abu (Na2CO3) dan Ca(OH)2 , dari padatan CaCO3. Dalam percobaaan ini
NaOH dapat dihasilkan dari reaksi sebagai berikut:
CaO + H2O Ca(OH)2
Ca(OH)2 + Na2CO3 2NaOH2 + CaCO3
Dalam hal ini, NaOH akan diekstrak menggunakan pelarut air. Penambahan
pelarut (H2O) kedalam campuran reaksi dapat meningkatkan pengambilan NaOH
dari padatan. Air digunakan sebagai pelarut karena memiliki viskositas yang kecil,
sehingga sirkulasi saat kontak dengan zat padat dapat berlangsung dengan
sempurna dan waktu pengendapan akan semakin kecil. Campuran Na2CO3 dan
Ca(OH)2 diaduk selama empat menit, hal ini bertujuan untuk mempercepat
terjadinya kontak antara padatan sehingga menyebabakan terjadinya perpindahan
massa zat yang terlarut (NaOH) dari permukaan padatan kelarutan merata.
Kemudian setelah diaduk, campuran didiamkan selama 3 menit agar terjadi
pengendapan guna memudahkan pemisahan antara ekstrak dengan refinatnya.
Setelah itu ekstrak diukur dan dititrasi dengan HCl menggunakan indikator
phenoptalein untuk mengetahui konsentrasi NaOH.
4.2.1 Pengaruh Jumlah Tahapan Pencucian Terhadap Konsentrasi NaOH
Dalam percobaan ini tahap pencucian dapat mengetahui konsentrasi ekstrak
yang dibentuk, hal ini dapat kita lihat pada tabel 4.1 dimana terlihat pada
pencucian tahap 4 konsentrasinya lebih kecil dibandingkan tahap terakhir atau
tahap 1. Pada pencucian tahap 4 didapatkan nilai konsentrasi NaOH sebesar
0,546. Sedangkan pada pencucian tahap terakhir yaitu tahap 1, konsentrasi yang
didapatkan sebesar 0,682. Hal ini menjelaskan bahwa semakin banyak tahap
pencucian semakin banyak NaOH yang telah diekstrak sehingga konsentrasi yang
dihasilkan juga semakin besar. Hal ini juga dibuktikan dari reaksi dibawah ini:

17
CaO + Na2CO3 + H2O 2NaOH2 + CaCO3
Proses diatas disebut proses nonelektrolisa natrium hidroksida dengan
penambahan air kapur. Dari proses nonelekrolisa ini maka konsentrasi NaOH
yang diperoleh akan semakin besar.

4.2.2 Efisiensi Reaktor


80%

70%

60%

50%

40% Efisiensi Run 1


Efisiensi Run 2
30%

20%

10%

0%
4 3 2 1

Grafik 4.1 Perbandingan Efisiensi antara Run I dan II


Perbandingan efisiensi antara Run I dan Run II dapat dilihat pada grafik 4.1
diatas. Konsentrasi NaOH akan mempengaruhi efisiensi reaktor, dimana semakin
besarnya konsentrasi ekstrak NaOH maka efisiensi yang dihasilkan semakin
besar. Dilihat pada grafik 4.1 terdapat perbedaan efisiensi yang didapat antara run
I dan run II hal ini disebabkan oleh jumlah mol yang dimasukkan dimana pada run
I jumlah Na2CO3 dimasukkan sebesar 7,95 gram dan berat Ca(OH)2 sebesar 7,4
sedangkan pada run II dimasukkan Na2CO3 sebanyak 10,6 gram Ca(OH)2
sebanayak 5,55 gram. Jumlah gram yang dimasukkan akan mempengaruhi
konsentrasi NaOH sehingga juga akan mempengaruhi efesiensi reaktor.
Pada Grafik 4.1 dapat diamati bahwa terjadi penurunan efisiensi secara
signifikan pada Run pertama tahap 7, yaitu sebesar 15,2%. Hal ini disebabkan
oleh proses dekantasi yang tidak sempurna, sehingga konsentrasi larutan NaOH
menurun. Penurunan konsentrasi ini berakibat pada rendahnya efisiensi.

18
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Dari percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:
1. Konsentrasi NaOH akan mempengaruhi efisiensi reaktor, dimana semakin
besarnya konsentrasi ekstrak NaOH maka efisiensi yang dihasilkan semakin
besar.
2. Semakin banyak tahap pencucian, maka semakin banyak NaOH yang
diekstrak sehingga konsentrasi NaOH yang dihasilkan semakin besar.

5.2 Saran
Saat melakukan praktikum mahasiswa disarankan agar pada saat
pengadukan jangan lupa untuk selalu fokus pada stpowatch karna lamanya
pengadukan juga akan mempengaruhi pada hasil praktikum.

19

You might also like