You are on page 1of 183

TINJAUAN PUSTAKA

1. PEPAYA

Pepaya (Carica papaya L.) merupakan tanaman yang sudah dikenal oleh masyarakat dan merupakan
tanaman family caricaceae yang berasal dari Meksiko Selatan dan bagian utara dari Amerika Selatan,
dan kini banyak ditanam di daerah tropis. Pohon pepaya mempunyai sifat khas, yaitu dapat tumbuh
dengan cepat karena ditanam dari benih, sesudah 6 bulan tingginya mencapai 2 meter dan sudah
mulai berbuah. Tanaman tersebut kini menyebar luas dan banyak ditanam di seluruh daerah tropis
untuk diambil buahnya. Pohon pepaya umumnya tidak bercabang atau bercabang sedikit, tumbuh
setinggi 5-10 m dengan daun yang membentuk serupa spiral pada batang pohon bagian atas.
Daunnya menyirip lima dengan tangkai yang panjang dan berlubang di bagian tengah (Kalie, 1996).
Pepaya memiliki tiga jenis bunga, yaitu: bunga jantan, bunga betina, dan bunga hermaprodit. Bunga
pepaya memiliki mahkota bunga berwarna kuning pucat dengan tangkai atau duduk pada batang.
Bunga jantan tumbuh pada tangkai panjang dan berbentuk ramping dengan mahkota bunga terdiri
dari 5 helai dan berukuran kecil. Bunga betina memiliki lima buah putik, berukuran agak besar dan
memiliki bakal buah yang berbentuk bulat, sehingga akan menghasilkan buah yang berbentuk bulat
juga. Bunga hermafrodit memiliki putik dengan bakal buah dan benang sari. Bunga hermafrodit
dibedakan menjadi bunga hermafrodit elongate, bunga hermafrodit pentadria, dan bunga
hermafrodit antara. Bentuk buah pepaya bulat hingga memanjang, dengan ujung biasanya
meruncing. Warna buah ketika muda hijau gelap, dan setelah masak hijau muda hingga kuning.
Bentuk buah membulat bila berasal dari tanaman betina. Bagian tengah buah berongga (Kalie,
1996).

2. Minimal processing

Keinginan konsumen untuk mendapatkan makanan yang bersifat mudah dikonsumsi dan masih
dalam keadaan segar, akan membuka kesempatan bidang pengawetan makanan dengan cara
pengolahan minimal (minimal processing) (Irawati , Santi (2008).). Pada dasarnya produk terolah
minimal terdiri dari proses pencucian, sortasi, pengupasan, dan pemotongan/pengirisan menjadi
bagian-bagian yang lebih kecil dengan bentuk spesifik sesuai komoditas. Produk sayur atau buah
terolah minimal masih memiliki karakteristik segar dan lebih praktis kerena telah dihilangkanya
bagian yang tidak dapat dimakan.

Pada pemotongan dan pengirisan buah atau sayur-sayuran mentah, sebagian sel-selnya rusak
terpotong, sehingga isinya termasuk vitamin C menjadi keluar. Keadaan ini menyebabkan terbuka
pengaruh udara yang mengandung oksigen dan pengaruh sinar matahari yang mengandung sinar
ultraviolet.

Mengiris-iris buah atau sayur menjadi potongan yang semakin halus menyebabkan kerusakan
semakin berat bila sesudah dipotong-potong masih dibiarkan saja beberapa lama sebelum dimasak.
Pengirisan buah atau sayur mentah sebaiknya dilakukan segera sebelum dimasak lebih lanjut.
Kerusakan atau kehilangan dapat dihindari dengan cara mendidihkan dulu air perebus baru buah
atau sayur dimasukkan ditutup rapat dan direbus tidak terlalu lama. Keadaan ini akan menyebabkan
uap air akan mendesak keluar udara yang mengandung oksigen, sehingga dapat dihindarkan
kerusakan vitamin C oleh pengaruh udara dalam zat asam tersebut. Selain itu ion-ion logam yang
terlepas dari alat pemasak yang dibuat dari bahan logam akan memudahkan terjadinya kerusakan
oleh oksidasi vitamin C. kerusakan vitamin C dapat dihindari dengan menggunakan alat pemasak
berlapis email atau terbuat dari bahan stainless steel.

Asam Askorbat adalah vitamin yang paling mudah rusak diantara semua vitamin yang ada. Asam
askorbat sangat larut dalam air. Asam askorbat mudah teroksidasi. Oksidasi sangat cepat bila
kondisinya alkalis, pada suhu tinggi dan terkena sinar matahari serta logam-logam yang rendah.
(Gaman and Sherrington, 1994 dikutip dari skripsi, Bastian, dkk. 2004). Asam askorbat pada buah
apel disintesa dari glukosa, dimana asam askorbat ini akan mengalami penurunan selama
penyimpanan. Salah satu penyebab penurunan kandungan asam askorbat ini disebabkan oleh
aktivitas enzim asam askorbat oksidase (Tranggono dan Sutardi, 1989 dikutip dari Tesis Bastian, dkk,
2004).

Distribusi vitamin C dalam berbagai tumbuhan sangat bervariasi. Beberapa buah ada yang sebagian
besar sumber vitamin C nya terdapat pada bagian kulit dibandingkan dengan bagian daging dan
paling sedikit bagian biji. Adapula jenis buah-buahan yang kandungan vitamin C nya paling
banyak pada dagingnya. Biasanya rasa daging buah itu asam-asam manis karena vitamin C atau asam
askorbat adalah sejenis gula yang mudah teroksiodasi, tetapi kegiatan koenzimnya ini memegang
peranan penting dalam system

pengoksidasian atau penyusutan faali. Kadar vitamin C sangat dipengaruhi oleh varietas, lingkungan,
tempat tumbuh, pemakaian berbagai jenis pupuk, tingkat kematangan buah dan sebagainya,
kemungkinan adanya variasi yang besar dalam kadar vitamin C harus selalu dipertimbangkan
(Winarno,1980). Vitamin C sangat mudah rusak pada saat pemasakan, penyimpanan dan berbagai
proses pengolahan pangan sehingga dalam hidangan vitamin C yang tertinggal jauh lebih kecil
dibandingkan dengan kadarnya dalam makanan segar sebelum mengalami pemasakan dan
penanganan lainnya. Sifat umum dari vitamin C dalam bentuk murni merupakan kristal putih, tidak
berwarna, tidak berbau dan mencair pada suhu 190 - 192 °C. Senyawa ini bersifat reduktor kuat dan
mempunyai rasa asam, mudah larut dalam air dan tidak larut dalam bensin, eter, kloroform dan
minyak. Sangat sensitif terhadap faktor-faktor yang menyebabkan kerusakan terhadap suhu, udara,
konsentrasi gula garam, pH, oksigen, enzim katalisator logam, onsentrasi awal baik dalam larutan
maupun sistem model dan rasio antara asam askorbat dan dehidro asam askorbat. Oleh karena itu
dalam proses pengolahan terutama menggunakan suhu tinggi vitamin C banyak yang hilang serta
dihindari pengirisan dan penghancuran yang berlebihan (Winarno, 1980)

ACARA 1

A. Teknologi Pengolahan Minimal (Minimally Procesing)

Proses minimum (minimally processed ) produk hortikultura merupakan usaha penyiapan dan
penanganan produk untuk mempertahankan kesegaran alaminya dan lebih mudah digunakan oleh
konsumen. Tujuan utama proses minimum produk hortikultura adalah mempertahankan kesegaran
produk tanpa menurunkan mutu gizi dan menjamin umur simpan produk memadai untuk areal
konsumen tertentu. Penyiapan dan penanganan produk tersebtu meliputi pembersihan (cleaning ),
pencucian (washing ), trimming/peeling,coring, slicing, shredding dan pengemasan. Beberapa istilah
digunakan untuk proses minimum produk hortikultura, seperti
proses ringan (lightlyprocessed), proses sebagian( partially processed ), proses segar ( fresh
processed ), dan proses awal (preprepared).

Berkembangnya proses minimum produk hortikultura disebabkan oleh kebutuhan masyarakat akan
produk buah-buahan dan sayuran segar yang lebihmudah untuk digunakan maupun dikonsumsi.
Beberapa contoh produk prosesminimum yang dijumpai di pasaran adalah potongan buah yang
dikemas (satu jenis maupun campuran), durian yang sudah dikupas, kentang yang sudah dikupasdan
dipotong-potong, potongan sayuran, bawang putih yang sudah dikupas, dan produk lainnya.

Produk proses minimum banyak dijumpai di pasar-pasar swalayan, rumah

makan cepat saji (salad dan buah-buahan), dan jasa catering. Meningkatnya permintaan akan
produk hortikultura segar memberi pengaruh pada meningkatnya pasar akan produk proses
minimum.

Proses minimum berdampak pada meningkatnya perishabilitas produk hortikultura, sehingga


diperlakukan teknik-teknik penanganan proses minimum untuk memperpanjang umur simpan
produk. Untuk peningkatan sanitasi, penyiapan dan penanganan produk hortikultura dengan proses
minimum memerlukan pengetahuan mengenai ilmu dan teknologi pangan dan fisiologi pasca panen
(Semadi Antara, Nyoman : 2007).

B. Faktor-Faktor Penyebab Kerusakan Mutu Buah dan Sayur

Kerusakan buah dan sayur telah dimulai sejak buah dan sayur tersebut dipanen. Penyebab utama
kerusakan buah dan sayur adalah:

1. Pertumbuhan dan aktivitas mikroorganisme

2. Aktivitas enzim dalam buah dan sayur

3. Suhu baik suhu tinggi maupun suhu rendah

4. Udara khususnya oksigen

5. Kadar air dan kekeringan

6. Cahaya

7. Serangga, parasit serta pengerat.

Pengawetan buah dan sayur pada dasarnya adalah tindakan untuk memper-kecil atau
menghilangkan faktor-faktor perusak tersebut. Setelah dipanen buah dan sayur tetap melakukan
fisiologis sehingga dapat disebut sebagai jaringan yang masih hidup. Adanya aktifitas fisiologis
menyebabkan buah dan sayur akan terus mengalami perubahan yang tidak dapat dihentikan, hanya
dapat diperlambat sampai batas tertentu.

Tahap akhir dari perubahan pasca panen adalah kelayuan untuk produk nabati atau pembusukan
pada produk hewani.
Susut “losses” kualitas dan kuantitas buah dan sayur terjadi sejak pemanenan hingga
dikonsumsi.Besarnya susut sangat tergantung pada jenis dan cara penanganannya selepas
panen.Untuk mengurangi susut ini petani/pedagang harus mengetahui factor biologis dan
lingkungan yang berpengaruh terhadapterjadinya kerusakan dan menguasai teknik penanganan
pasca panen yang dapatmenunda kelayuan atau kebusukan dan menjaga kualitas pada tingkatan
tertentuyang mungkin dicapai. Untuk mengurangi susut yang terjadi setelah pemanenan, pada
prinsipnya dapat dilakukan dengan cara memanipulasi factor biologis atau factor lingkungan dimana
produk pertanian tersebut disimpan. Faktor-faktor biologis terpenting yang dapat dihambat pada
bahan seperti buah-buahan dan sayuran adalah respirasi, produksi etilen, transpirasi, dan factor
morfologis/anatomis. Factor lain juga penting untuk diperhatikan yaitu menghindarkan komoditi
terhadap suhu atau cahaya yang berlebihan dan kerusakan patologis atau kerusakan fisik.

Mutu merupakan konsep yang sangat luas, yakni karakteristik-karakteristik yang ada pada suatu
produk yang menjadi penentu terhadap
penerimaan konsumen atas suatu produk (Pardede, 2005), tetapi secara singkat dikatakan mutu
adalah karakteristik yang tepat sesuai dengan keinginankonsumen. Khususnya untuk buah dan sayur
segar, dan sekaligus pada buah dan sayur olahan minimalis, komponen mutu yang menjadi perhatian
utama konsumen antara lain penampilan secara visual, tekstur yang berhubungan dengan apa yang
diindera di mulut (mouthfeel), rasa khususnya yang berhubungan dengan rasa dan aroma-,
kandungan gizi dan faktor keamanan bila dikonsumsi (Lin &Zhao, 2007; Lozano, 2006).

Dari segi sensoris, konsumen lebih menitikberatkan pada pertimbangan warna, flavor, dan tekstur.
Ketiganya merupakan karakteristik sayuran yang berhubungan erat dengan kondisi fisiologi bahan
dan kondisi mikrobiologis pada bahan. Demikian juga halnya dengan kandungan gizi serta keamanan
pada buah dan sayur olahan minimalis erat hubungannya dengan kondisi mikrobiologi bahan.

C. Penyimpanan Buah dan Sayur Olahan Minimalis dalam Lingkungan Atmosfir Termodifikasi

Dalam penyimpanannya makanan buah dan sayur olahan minimalis biasanya dikemas dalam
keadaan tertutup dalam kemasan yang semipermiabel. Secara umum pengemasan dalam atmosfir
termodifikasi (modified atmosphere; MA) adalah teknologi pengemasan di mana kondisi atmosfir
sekeliling produk berbeda dengan komposisi normal udara (Francis et al., 1999). Bahan pengemas
yang biasa digunakan adalah berbagai lapisan tipis (plastik polimer) yang permiabel. Dalam hal
produk pengemasan buah dan sayuran olahan minimalis, komposisi udara/gas dalam kemasan
termodifikasi oleh masih berlangsungnya proses respirasi oleh jaringan buah/sayuran, yang dikenal
dengan modifikasi atmosfir pasif. Tergantung pada aktifitas respirasi, temperatur penyimpanan dan
karakteristik permiabilitas dari bahan pengemas, kondisi atmosfir sekeliling produk akan mengalami
suatu titik equilibrium. Kondisi ini akan efektif dalam menghambat mekanisme pembusukan,
sekaligus mempengaruhi proses respirasi itu sendiri. Pengemasan atmosfir termofikasi yang aktif,
yakni dengan mengatur komposisi gas dalam kemasan dengan konsentrasi tertentu juga umum
dilakukan dalam pengemasan olahan minimalis (Lozano, 2006). Metoda modifikasi atmosfir aktif
akan berpengaruh terhadap harga.

Dalam kemasan yang demikian, buah ataupun sayuran masih melakukan respirasi yang dengan
sendirinya masih melakukan modifikasi atmosfir di lingkungan kemasan. Kandungan gas-gasnya
berobah, misalnya: Oksigen dari 21% menjadi 2–5%, sedangkan karbondioksida (CO2) dari 0,03%
meningkat menjadi 3–10%. Komposisi udara yang terbentuk ini akan memperlambat
respirasi, memperlambat dan menurunkan perkembangan mikroflora, serta menunda kematangan
fisiologis. Akan tetapi, apabila komposisi udara/gas O2 dan CO2 di luar toleransi dari suatu
bahan/produk tertentu, kondisi ini akan mendorong terjadinya respirasi anaerobik yang
menghasilkan aroma dan flavor yang tidak menyenangkan serta kondisi fisiologis yang tidak baik.
Pada prakteknya MA juga dapat dikombinasikan dengan pemberian gas nitrogen.

Tingkat kesegaran lebih sering dinilai dari segi penampilan, yakni dengan melihat warna, tekstur
serta flavor/aroma. Konsumen telah memiliki asosiasi warna tertentu dengan suatu produk segar
tertentu. Padahal selama proses penanganan dan penyimpanan berlangsung proses penuaan pada
bahan sayur/buah yang telah dipanen memperlihatkan penurunan kualitas warna hijau akibat
kehilangan klorofil, sedang dari segi tekstur terlihat kelayuan yang dapat berlanjut hingga
kebusukan.Hong and Kim (2004) yang meneliti daun bawang (Allium fistulosum) olahan minimalis
menunjukkan bahwa perubahan warna terutama disebabkan oleh hilangnya klorofil khususnya pada
bagian daun dan bagian batang, yang ditunjukan dengan naiknya nilai L (lightness) serta
menurunnya nilai H (nilai hue) dengan pemeriksaan menggunakan alat pengukur
warna. Ditambahkan bahwa meskipun proses pencoklatan (browning) menyumbang terhadap
penurunan nilai warna daun bawang tetapi faktor hilangnya warna hijau merupakan faktor yang
dominan. Sementara Goris dkk. (1994), menemukan bahwa pengemasan dengan kondisi hampa
tingkat sedang (moderate vacuum) pada kemasan polyetilene 80 µm dapat menurunkan reaksi
pencoklatan enzimatik seperti yang terjadi pada lettuce pada penyimpanan 5oC selama 10 hari.
Sementara pada produk kol cina yang dikemas PD961 (polyolefin type film, dengan ketebalan 50
μm), kondisi oksigen rendah dan karbondioksida yang tinggi dapat menghambat penurunan mutu,
khususnya yang diakibat reaksi pencoklatan (Kim, 1999).

Adanya cahaya dapat menghambat kehilangan klorofil sekaligus menghambat penurunan tingkat
warna hijau pada buah dan sayuran. Penelitian menunjukkan bahwa ketahanan klorofil akan lebih
baik pada kol yang disimpan pada cahaya dengan intensitas rendah dibandingkan dengan pada
bahan pembanding yang disimpan pada kondisi tanpa cahaya. Pencahayaan juga berhubungan
dengan kondisi pertukaran gas pada bahan serta proses buka-tutupnya stomata, yang akan
mempengaruhi proses kehilangan air dari bahan sekaligus kehilangan berat bahan. Selain itu buka
tutupnya stomata serta besarnya pertukaran gas akan mempengaruhi respirasi.

Penelitian Cervera dkk (2007) menunjukkan bahwa respirasi pada awal penyimpanan berlangsung
sangat intens dimana komposisi gas pada kemasan brokoli yang dikemas mengunakan polypropilene
35 µm pada kondisi gelap total menunjukkan bahwa setelah 3 hari penyimpanan kandungan
O2 mencapai 1,8% sedangkan CO2 mencapai 17,8%. Kondisi ini menekan proses respirasi untuk
memperlambat lajunya, dan pada hari ke-11, ditemukan kondisi atmosfir yang hampir sama dengan
atmosfir normal. Kondisi gelap 20 jam dan diikuti 4 jam pemaparan terhadap cahaya fluoresence,
dapat memperpanjang intensitas respirasi hingga hari ke-15, dan pada kondisi terpapar cahaya
sepanjang penelitian menunjukkan kondisi dapat dipertahankan hingga hari ke-15 penyimpanan. Kol
bunga (Cauliflower) yang disimpan dalam kondisi total tanpa cahaya menunjukkan penurunan
kualitas warna.

Cahaya memberi kontribusi besar karena terjadi penurunan kualitas warna, khususnya pada
permukaan dimana terjadi pemotongan. Pemaparan produk terhadap cahaya selama penyimpanan,
baik secara berkesinambungan maupun terputus mengakibatkan penurunan kualitas warna yang
semakin cepat (Cervera dkk, 2007). Semakin tinggi permiabilitas dari plastik film semakin cepat
penurunan mutu warna terjadi, khususnya di daerah permukaan potongan.

Meskipun sesungguhnya cahaya dapat mendorong terjadinya sintesa klorofil tetapi kondisi lanjutan
dimana O2 menurun dan konsentrasi CO2 yang naik menyebabkan deterioration dari klorofil
berlangsung lebih cepat. Tingginya CO2 juga menyebabkan terjadinya reaksi pengasaman pada
sitoplasma sel dan kondisi ini mendorong semakin cepatnya pengobahan klorofil menjadi
phoephytines. Demikian halnya akumulasi etilene yang terjadi pada kemasan permiabilitas rendah
mendorong degradasi klorofil dan hilangnya warna hijau. Rendahnya permiabilitas di satu pihak
dapat menekan penurunan kualitas warna tetapi di sisi lain O2 yang sangat rendah dan tingginya
konsentrasi CO2 mendorong terjadinya penurunan tekstur yang cepat serta terbentuknya bau tidak
normal (off-odour) yang lebih cepat.

D. Penyimpanan Dingin

Sistem pengemasan MA dikombinasikan dengan penyimpanan dingin merupakan praktek


penyimpanan yang umum dilakukan pada makanan siap konsumsi Penyimpanan dingin sangat
dianjurkan karena dapat menekan laju degradasi enzimatik yang mengakibatkan pelunakan jaringan
buah dan sayuran, mengurangi laju kehilangan air yang mengakibatkan kelayuan, menurunkan laju
pertumbuhan mikroorganisma, serta menurunkan laju produksi etilen (Lozano, 2006).

Penyimpanan dingin untuk produk buah dan sayur olahan minimalis, umumnya dilakukan pada
temperatur 2 – 5 oC dan dibawah pengawasan yang ketat. Lebih jauh, seharusnya dalam outlet-
outlet makanan, cepat saji olahan minimalis seperti salad juga harus disimpan pada kisaran
temperatur tersebut. Faktor temperatur penyimpanan ini sangat menentukan kondisi mikrobiologis
produk olahan minimalis karena memengaruhi pertumbuhan mikroorganisme pada sayuran siap
konsumsi seperti ditemukannya populasi mikroorganisma mesophylic yang meskipun sangat rendah
pada chicory.

Perlu menjadi perhatian, bahwa temperatur yang dipakai/ditetapkan dapat menahan perkembangan
jenis bakteri pembusuk yang aerobik (karena oksigen berkurang). Tetapi karena sebagian
diantaranya adalah kompetitor (pesaing) alami dari mikroflora patogen (penyebab penyakit),
sehingga tertahannya pertumbuhan bakteri pembusuk aerobik justru menjadi peluang
perkembangan mikroflora yang patogen akibat hilangnya pesaing. Dalam penampakannya bisa saja
tidak terjadi indikasi kebusukan tetapi sudah ditumbuhi bakteri patogen.

Pengemasan MA akan memperpanjang masa simpan, yang berarti pula memperpanjang waktu yang
tersedia untuk mikroflora patogen untuk tumbuh dan berkembang sehingga penyimpanan yang
melewati batas waktu akan menyebabkan kenaikan populasi yang cukup nyata. Meskipun level
oksigen (2 –5 %) di dalam kemasan (pada suhu 4oC) normalnya dapat menghambat mikroba yang
obligat anaerobClostridium botulinum, tetapi jika terjadi kenaikan temperatur ekstrim keadaan bisa
menjadi anaerob sebagai akibat dari kenaikan laju respirasi. Ini menciptakan kondisi yang cocok
untuk pertumbuhan dan produksi toksin oleh Clostridium botulinum. Sebagai catatan, penggunaan
N2 pada pengemasan MA menurunkan respirasi tetapi dapat mendorong pertumbuhan Listeria.

E. Media EMB (Eosin Methylene Blue) Agar


Media Eosin Methylene Blue Agar adalah hasil modifikasi dari Levine M. (1918-1921) yang
digunakan untuk diferensiasi Escherichia coli dan Enterobacteria aerogenes, untuk identifikasi cepat
dari Candida albicans, dan untuk identifikasi Staphylococcus koagulase-positif.

Media yang sudah jadi dirumuskan secara spesifik oleh APHA (American Public Health Association)
(1970-1992). Media ini dibuat dan dirumuskan dengan tujuan untuk mendeteksi dan membedakan
mikroorganisme dari kelompok bakteri coliform.

F. Karakteristik Media Eosin Methylene Blue Agar

Media EMB Agar agar yang memiliki karakteristik sebagai berikut :

Berdasarkan sifat fisiknya media EMB Agar merupakan media padat atau solid karena
mengandung agar sekitar 15g /liter sehingga setelah dingin media akan menjadi padat.

Berdasarkan kandungan bahannya media EMB Agar merupakan media sintetis karena
komposisinya tersusun dari bahan-bahan kimia yang telah diketahui komposisinya secara pasti.

Berdasarkan tujuan pembuatannya media EMB Agar merupakan media selektif diferensial untuk
menubuhkan bakteri gram negatif dari golongan Enterobacteriaceae.

Media EMB Agar yang masih berupa serbuk memiliki warna ungu berbentuk serbuk dan media
yang sudah jadi berwarna ungu gelap dengan konsistensi padat.

Berdasarkan jenisnya media EMB Agar merupakan media plate, karena dicetak di dalam petridisk
steril.

Media EMB Agar memiliki pH asam yaitu pH 6.8 ± 0,2.

G. Fungsi Media Eosin Methylene Blue Agar

Secara umum media EMB agar adalah media isolasi untuk


membedakan bakteri Enterobacteriaceae. EMB Agar adalah media yang digunakan untuk
mengetahui ada atau tidaknya bakteri coliform di dalam suatu sample. Media Eosin Methylene Blue
Agar ini mempunyai keistimewaan mengandung laktosa dan berfungsi untuk membedakan mikroba
yang memfermentasikan laktosa seperti S. aureus, P. aerugenosa, dan Salmonella.

Mikroba yang memfermentasi laktosa menghasilkan koloni dengan inti berwarna gelap dengan kilap
logam. Sedangkan mikroba lain yang dapat tumbuh koloninya tidak berwarna. Fungsi dari eosin dan
metilen blue membantu mempertajam perbedaan warna. Namun demikian, jika media ini digunakan
pada tahap awal, kuman lain bisa juga tumbuh terutama P. Aerugenosa dan Salmonella sp. Hal ini
dapat menimbulkan keraguan. Bagaiamanapun media ini sangat baik untuk mengkonfirmasi bahwa
kontaminan tersebut adalah E.coli. Media ini berbentuk padat berguna untuk menjaga sel tidak
berpindah tempat sehingga akan mudah dihitung dan dipisahkan jenisnya ketika tumbuh menjadi
koloni. Media padat juga menampakkan difusi hasil metabolit bakteri sehingga memudahkan dalam
pengujian suatu hasil metabolit.

H. Komponen Media EMB Agar


Komposisi dari EMB Agar secara umum terdiri dari sumber nutrisi atau zat makanan dan komposisi
media pertumbuhan. Salah satu media EMB Agar yang diproduksi oleh pabrik yang biasa digunakan
di laboratorium adalah media EMB Agar dengan merk Oxoid CM0069, terdiri dari komponen :

Peptone : 10.0 g/L

Lactose : 10.0 g/L

Dipotassium hydrogen phosphate : 2.0 g/L

Eosin : 0.4 g/L

Methylene blue : 0.065 g/L

Agar : 15.0 g/L

I. BGLBB (Brilliant Lactose Bile Broth)

Brilliant Green Lactose Bile Broth adalah salah satu dari media mikrobiology yang banyak digunakan
untuk mendeteksi bakteri coliform dalam air bersih, air limbah, makanan , susu dan produk olahan
susu.Media yang dibuat berdasarkan standar American Public Health Association ( APHA ) untuk
identifikasi presumptive dan uji konfirmasi bakteri coliform. Media ini juga direkomendasikan oleh
Komite ISO untuk enumerasi coliform menggunakan metoda Most Probable Number (MPN). Peptic
digest dari animal tissue akan menghasilkan bahan nutrient yang penting. Lactose adalah
karbohydrate yang dapat difermentasi. Fermentasi lactose menghasilkan asam yang merubah warna
brilliant green menjadi kuning. Gas yang dihasilkan selama fermentasi akan terperangkap dalam
tabung durham. Pembentukan gas ini merupakan konfirmasi akan adanya bakteri coliform. Bakteri
Gram positive yang membentuk spora dapat memproduksi gas jika proses penghambatan oleh
empedu atau brilliant green diperlemah oleh reaksi tertentu dengan bahan bahan dalam sampel
makanan. Ox Gall menghambat bakteri gram postive sedangkan bakteri gram negatif akan dihambat
oleh brilliant green.

II. TUJUAN PRAKTIKUM

Tujuan dari praktikum ini adalah:

1. Mengetahui proses penanganan minimal pada produk sayur dan buah

2. Mengetahui keamanan mikrobiologi dari produk olahan minimal sayur dan buah
III. ALAT DAN BAHAN

No. Alat Bahan

1. Pisau Mentimun

2. Telenan Tomat

3. Timbangan Apel

4. Loyang Pakcoy

5. Oven Wortel

6. Baskom Terong ungu

7. Tampah

8. Gelas ukur

9. Serok

IV. PROSEDUR PRAKTIKUM

a. Pengolahan Minimal Sayur dan Buah

b. Pengamatan Mikroorganisme Pada Buah dan Sayur Menggunakan Nutrient Agar

c.

Menyiapkan 12 tabung yang telah berisi masing-masing 10 mL Brilliant Green Lactose Bile (BGLB)
Broth dengan tabung durham didalamnya (dibagi 3 kelompok masing-masing 3 buah tabung sebagai
control sterilitas, positif dan negative)

Memasukkan masing-masing 1 ml air steril atau 1 ml kultur E.coli atau kultur S. aureus ke dalam 3
buah tabung sisa yang telah berisi BGLB sebagai control sterilitas, positif dan negative.

Memasukkan 1 ose inokulum dari tiap-tiap tabung hasil uji presumptive test menghasilkan uji positif
ke dalam tiap-tiap tabung media BGLG.
Semua tabung di inkubasi pada suhu 35-37 ± 0,5oC selama 48 jam. Mengamati terbentuknya gas
pada tabung Durham dalam waktu 24-48 jam lalu dicatat hasilnya. Kemudian di inkubasi lagi (24 jam
sisanya) pada tabung yang tidak berbentuk gas (negative)

Menginterpretasi hasil positif jika media keruh dan terbentuk gas (harus kedua-duanya).
Menginterpretasi hasil negative jika terdapat pertumbuhan dan tidak terbentuk gas.

Menghitung kisaran konsentrasi Coliform (MPN/mL) dengan menghitung tabung positif kemudian
cocokkan dengan table MPN berdasarkan dari perhitungan uji dugaan. Perkiraan konsentrasi yang
didapat adalah penegasan adanya Coliform.

Lanjutan Analisis Dengan Uji Pendugaan E.Coli


V. Hasil Pengamatan

No Bahan Perubahan Fisik Gambar

1 Pakcoy Warna: Lebih hijau

Tekstur: lembek

Aroma: Aroma lebih khas bau


daun

2 Pakcoy Warna : lebih hijau

Tekstur :lunak

Aroma : tidak beraroma

3 Wortel Warna: lebih memudar dari


sebelumnya, ada bulatan hitam
yang terdapat pada sebagian kulit
wortel, serta terdapat bintik
warna coklat

Tekstur: lebih lunak

Aroma:pekat

4 Wortel Warna: lebih memudar dari


sebelumnya, ada bulatan hitam
yang terdapat pada sebagian kulit
wortel, serta redapat bintik warna
coklat

Tekstur: lebih lunak

Aroma:pekat

5 Terong Warna: kecoklatan, serta


ungu terdapat bintik coklat .
Tekstur: sedikit melunak.

Aroma:terong segar

6 Terong Warna: kecoklatan, serta


ungu terdapat bintik coklat .

Tekstur: lapisan luar kering,


dan sedikit keriput, serta ada uap
dari kemasan.

Aroma: seperti awal.

7 Apel Warna: putih kecoklatan.

Tekstur: menyusut.

Aroma: tidak setajam


sebelumnya.

8 Apel Warna: lebih coklat.

Tekstur: sedikit melunak.

Aroma: tidak setajam


sebelumnya, namun masih
beraroma apel.

9 Tomat Warna: terdapat bulatan


hitam pada permukann kulit,
warna merah sedikit lebih pekat
dibandingkan sebelumnya.

Tekstur: lebih lunak,


dibeberapa bagian tingkat
kelunakannya melebihi kelunakan
pada bagian lain

Aroma: tomat segar

10 Tomat Warna: pada tomat yang


pertama,warna merah yang tidak
terlalu merata, dibeberapa sisi
masih ada yang berwarna hijau,
serta warna merahnya sedikit
lebih pekat dibanding
sebelumnya. Sedangkan tomat
yang kedua warna merahnya
tidak merata.

Tekstur:, tomat yang pertama


teksturnya melunak dan ada
bagian yang telah rusak, tomat
yang kedua teksturnya tetap
membaik.

11 Mentimun Warna: warna permukaan


agak menguning, warna bagian
dalam masih tampak segar

Tekstur:bagian tengah agak


melunak, bagian ujung mengerut.

Aroma:mentimun segar

12 Mentimun Warna:sedikit terjadi


pencoklatan, pada bagian ujung
permukaan, pada kemasan
terdapat uap air

Tekstur: tekstur melunak,


kulit menjadi keriput

Aroma: segar, karena


pendinginan

No Bahan Media Hasil

1 Pakcoy EMB (Eosyin Metylen Negatif (-)


Blue)
Jumlah koloni:

2 Pakcoy BLBG (Brilian Green Tabung durham: 2 tabung keruh


Lactose Broth) (positif) tdk ada gelembung . 1
tidak keruh dan tdk bergelembung
(negatif)

3 Wortel EMB (Eosyin Metylen Positif (+)


Blue )

4 Wortel BLBG (Brilian Green Positif (+)


Lactose Broth)
5 Terong ungu EMB (Eosyin Metylen Positif (+)
Blue)

6 Terong ungu BLBG (Brilian Green Positif (+)


Lactose Broth)

7 Apel EMB (Eosyin Metylen Positif (+)


Blue )

8 Apel BLBG (Brilian Green Negatif (-)


Lactose Broth)

9 Tomat EMB (Eosyin Metylen Positif (+)


Blue )

10 Tomat BLBG Pengamatan hari pertama


negatif (-)

Pengamatan hari ke dua positif (+)

11 Mentimun EMB (Eosyin Metylen Positif (+)


Blue )

12 Mentimun BLBG (Brilian Green Positif (+)


Lactose Broth)

VI. PEMBAHSAN

Praktikum kali ini, kami melakukan praktikum mengenai Penanganan Minimal pada sayur dan buah.
Pengolahan minimal (minimal processing) bertujuan untuk mendapatkan makanan yang bersifat
mudah dikonsumsi dan masih dalam keadaan segar (Irawati , Santi (2008).).

Pada praktikum ini, dilakukan pengamatan terhadap karakteristik sensori sayur dan buah dan
pengamatan mikroorganisme pada sayur dan buah menggunakan nutrient agar. Sampel yang
digunakan dalam pengamatan yaitu pakcoy, wortel, terong ungu, apel, tomat dan mentimun.

Pertama-tama, tahap yang dilakukan yaitu pencucian bahan. Pencucian ini bertujuan untuk
menghilangkan kotoran yang terdapat dalam bahan. Selanjutnya yaitu membuang bagian sayur dan
buah yang tidak diinginkan dan pemotongan bahan untuk mempermudah pengamatan. Kemudian
bahan dikemas menggunakan styrofoam dan ditutup menggunakan cling wrap dan disimpan
di refrigeratorselama satu minggu. Pengemasan bertujuan untuk memperpanjang umur simpan
bahan pangan, mencegah rusaknya nutrisi/gizi pada bahan pangan, menjaga dan menjamin tingkat
kesehatan bahan pangan sertameminimalisir reaksi enzimatis dan chilling injury sehingga kesegaran
produk dapat terjaga. Sedangkan perlakuan pendinginan bertujuan untuk mengurangi kegiatan
respirasi dan proses metabolisme yang lain, memperlambat proses penuaan (aging) dan proses
pematangan (ripening), mengurangi kehilangan air, yang berarti memperlambat proses pelayuan
serta mengurangi kerusakan karena aktivitas bakteri dan mikroorganisme lain.

Karakteristik Sensori Sayur dan Buah

Berdasarkan hasil pengamatan, diperoleh hasil yang berbeda dari setiap sampel bahan baik dari segi
warna, tekstur ataupun aroma.

Adapun perubahan warna yang terjadi yaitu pada sampel pakcoy timbul warna yang lebih hijau,
pada tomat warnanya menjadi lebih merah dan pada mentimun warnanya menjadi agak
kekuningan, sedangkan pada wortel warnyanya sedikit memudar. Perubahan perbedaan warna pada
buah-buahan disebabkan oleh adanya pigmen yang pada umumnya dibedakan atas beberapa
kelompok, yaitu klorofil, anthosianin, flavonoid dan karotenoid. Hal ini juga berkaitan dengan
meningkatnya produksi etilen pada sayur dan buah. Etilen adalah senyawa organik hidrokarbon
paling sederhana (C2H4) berupa gas yang berpengaruh terhadap proses fisiologis tanaman. Etilen
dikategorikan sebagai hormon alami untuk penuaan dan pemasakan dan secara fisiologis sangat
aktif dalam konsentarsi sangat rendah (<0.005 uL/L) (Wills et al., 1988). Pembentukan pigmen pada
sayur dan buah dipengaruhi oleh suhu, cahaya, dan kandungan karbohidrat. Namun, untuk sampel
terong dan apel warnanya menjadi kecoklatan. Hal ini dapat terjadi karena adanya rekasi enzimatis,
dimana pada sampel terong dilakukan perlakuan pemotongan yang menyebabkan sel menjadi
terbuka sehingga akan memfasilitasi bercampurnya enzim-enzim dengan substrat yang segera akan
memicu reaksi biokimia dalam sel.

Perubahan tekstur pada sayur dan buah umumnya mengalami pelunakan setelah penyimpanan. Hal
ini disebabkan karena terjadinya perubahan komposisi dinding sel yang menyebabkan menurunnya
tekanan turgor sel sehingga kekerasan buah menurun. Dimana terjadinya tekanan dari isi sel
terhadap dinding sel. Dinding sel tersebut mempunyai sifat plastis. Isi sel dapat membesar karena
menyerap air dari sekelilingnya. Oleh karena itu turgor berpengaruh terhadap kekerasan
(keteguhan) sel-sel parenkima dan dengan demikian juga berpengaruh terhadap tekstur bahan. Jika
air di dalam sel berkurang maka sel akan menjadi lunak dan lemas.

Aroma yang dihasilkan setelah penyimpanan pada umumnya mengalami perubahan. Pada
umumnya, aroma dari setiap sampel menjadi menyusut. Sebagian besar buah-buahan dan sayuran
segar akan mengalami penurunan aroma selama penyimpanan disuhu rendah. Perubahan aroma
tersebut disebabkan karena aktivitas mikroba. Hal ini disebabkan pula akibat senyawa volatil yang
menguap ketika sayur dan buah mengalami respirasi. Sedangkan untuk sampel wortel aroma yang
dihasilkan justru semakin khas. Hal ini disebabkan karena senyawa volatil yang dipertahankan oleh
wortel walaupun disimpan dalam suhu rendah.

Beberpa hal yang harus diperhatikan dalam pengolahan minimal sayur dan buah, dinataranya:

Bahan baku yang digunakan memiliki mutu yang baik, tidak cacat, keragaman minimal dengan
varietas yang jelas.

Proses dilakukan dalam kondisi higienis, dengan menerapkan GMP (Good Manufacturing
Practice) dan sistem HACCP (Hazard Analytical Critical Control Point) secara ketat.

Proses preparasi dilakukan di suhu rendah.


Pembersihan dan pencucian dilakukan secara hati-hati, sebelum dan sesudah pengupasan.

Air pencuci yang digunakan bermutu baik (sensori, mikrobiologis, pH) dan memenuhi standar
air minum

Penggunaan sedikit aditif pada waktu pencucian sebagai desinfektan dan sebagai pencegah
browning.

Proses pengeringan setelah pencucian harus dilakukan dengan hati-hati.

Pengupasan, pemotongan dan pengirisan harus dilakukan dengan hati-hati.

Penggunaan kemasan yang tepat.

Penggunaan suhu dan kelembaban yang tepat selama penyimpanan, distribusi dan penjualan
(display) produk.

Pengamatan Mikroorganisme Pada Sayur dan Buah

Pada pengamatan mikroorganisme sayur dan buah, media yang digunakan yaitu media EMB (Eosin
Methylen Blue) dan BGLB (Briliant Green Lactose Broth).

EMB Agar adalah media padat yang digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya
bakteri Coliformdi dalam suatu sample. Media Eosin Methylene Blue Agar ini mempunyai
keistimewaan yaitu mengandung laktosa yang berfungsi untuk membedakan mikroba yang
memfermentasikan laktosa sepertiS. aureus, P. aerugenosa, dan Salmonella. Mikroba yang
memfermentasi laktosa menghasilkan koloni dengan inti berwarna gelap dengan kilap logam.
Sedangkan mikroba lain yang dapat tumbuh koloninya tidak berwarna.

BGLB (Briliant Green Lactose Broth) adalah salah satu dari media mikrobiologi yang banyak
digunakan untuk mendeteksi bakteri Coliform dalam air bersih, air limbah, makanan , susu dan
produk olahan susu. Media BGLB digunakan untuk mendeteksi bakteri Coliform (Gram negatif).
Media ini dapat menghambat pertumbuhan bakteri gram positif dan menggiatkan pertumbuhan
bakteri Coliform. Ada atau tidaknya bakteri ditandai dengan terbentuknya asam dan gas yang
disebabkan karena fermentasi laktosa oleh bakteri golongan Coliform.

Berdasarkan hasil pengamatan dan perhitungan, diketahui terdapat perbedaan jumlah koloni bakteri
yang tumbuh pada setiap sampel.

Pakcoy Wortel Terong Ungu Apel Tomat Mentimun

Koloni bakteri yang paling banyak terdapat pada sampel mentimun yaitu 90 koloni, sedangkan untuk
sampel wortel 53 koloni, pada tomat 6 koloni dan yang paling sedikit terdapat pada apel yaitu 1
koloni. Bakteri yang diduga terdapat pada sampel merupakan bakteri Coliform. Perbedaan jumlah
koloni pada setiap sampel tersebut dapat diakibatkan karena perbedaan kualitas air pada sayur dan
buah, sebagaimana menurut Friedheim (2001) yang menyatakan semakin sedikit
kandungan Coliform, artinya kualitas air semakin baik. Dapat terlihat koloni yang paling banyak
terbentuk adalah pada sampel mentimun. Hal tersebut karena kadar air mentimun 96% jika
dibandingkan dengan kadar air wortel yaitu sebesar 91,2% (Sandjaja,2009).

Bakteri Coliform adalah bakteri indikator keberadaan bakteri patogenik lain.


Bakteri Coliformmemfermentasi laktosa oleh golongan bakteri E. Coli yang dapat membuat warna
koloni bakteri menjadi berwarna hijau metalik atau merah (Dad, 2000). Banyaknya kandungan
bakteri Escherichia coli dapat dilihat dengan menghitung tabung yang menunjukkan reaksi positif
terbentuknya asam dan gas.

Untuk menentukan bakteri Escherichia coli yang terdapat pada bahan, harus dilanjutkan dengan uji
penegas dari koloni yang berwarna pada uji pendugaan diatas. Menurut litelatur, uji penegas
dilakukan sebelum uji pelengkap dimana digunakan media (BGLBB) Brilliant Green Lactose BileBroth.
Dimana pada media ini dapat terlihat fermentasi laktosa pada bakteri E.coli dengan terbentuknya
asam dan gelembung. Namun, karena keterbatasan alat, pengujan ini tidak dilanjutkan.

VII. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengamatan, dapat disimpulkan:

1. Proses penanganan minimal pada produk sayur dan buah dilakukan melalui beberapa tahapan,
yaitu pencucian, sortasi, pengemasan dan penyimpanan disuhu dingin.

2. Pengemasan bertujuan untuk memperpanjang umur simpan bahan pangan, mencegah


rusaknya nutrisi/gizi pada bahan pangan, menjaga dan menjamin tingkat kesehatan bahan pangan
sertameminimalisir reaksi enzimatis dan chilling injury

3. Pendinginan bertujuan untuk mengurangi kegiatan respirasi pada sayur dan buah.

4. Terjadi perubahan warna, aroma dan tekstur pada sayur dan buah setelah penyimpanan.

5. Terdapat bakteri Coliform pada sampel wortel, terong, tomat, dan mentimun yang terlihat
pada media EMB (media cair) dan media BGLBG (media padat).

DAFTAR PUSTAKA

Fardiaz, S.,.1989. Analisis Mikrobiologi Pangan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, IPB.

Irawati , Santi (2008). Pengaruh Vitamin C Terhadap Aktivitas Polifenol Oksidase Buah Pir(Pyrus
communis L.) Secara In Vitro. Skripsi thesis, Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Mediaagar. Eosin Methylene Blue Agar. Tersedia di http://eosinmethyleneblueagar.bravesites.com/.


Diakses pada 08 Maret 2015.

Sandjaja. 2009. Kamus Gizi. Kompas. Jakarta. Hal. 107-108


Widiyanti, N.L.P.M. dan N.P. Ristanti. 2004. Analisis Kualitatif Bakteri Koliform pada Depo Air Minum
Isi Ulang di Kota Singaraja Bali Jurnal Ekologi Kesehatan Vol 3 No 1, April 2004 : 64 – 73

THP doni_imam 08 unja

Rabu, 27 April 2011

Teknologi buah dan sayur

Teknologi Olah Minimal (Minimally Processed) Buah dan Sayur

Kesadaran terhadap besarnya manfaat konsumsi buah dan sayur segar terhadap kesehatan
bersama-sama dengan perubahan gaya hidup menyebabkan terjadinya pergeseran trend konsumsi
masyarakat modern. Kebutuhan terhadap konsumsi produk sehat yang lebih beragam dan
kurangnya waktu untuk memasak menyebabkan masyarakat modern saat ini lebih banyak makan di
luar rumah. Situasi ini menyebabkan popularitas dari produk yang diolah minimal (minimally
processed product) juga meningkat.

Apa Itu Teknologi Olah Minimal?

Produk buah dan sayur yang diolah minimal adalah produk yang dibuat dengan menggunakan
aplikasi proses yang minimal (pengupasan, pemotongan, pengirisan dan lain-lain) dengan proses
pemanasan minimal atau tanpa pemanasan sama sekali. Perlakuan minimal ini menyebabkan
kesegaran buah dan sayur masih tetap bertahan, tetapi proses yang diberikan tidak menginaktifkan
mikroba yang ada didalam produk.

Contoh dari produk yang diolah minimal adalah salad buah dan sayur, produk buah sayur
potong/irisan (fresh cut product) dalam bentuk tunggal atau campuran yang siap untuk dikonsumsi
(ready to eat) dan siap masak (ready to cook). Keunggulan dari produk yang diolah minimal terletak
pada aspek kemudahan dalam pemanfaatannya, selain nilai nutrisi dan kesegarannya yang relatif
tidak berbeda dari buah dan sayur segar.

Proses pengupasan, pemotongan, pengirisan yang diberikan menyebabkan buah dan sayur yang
diolah minimal bersifat sangat mudah rusak dengan umur simpan yang pendek. Kerusakan produk
yang diolah minimal karena perubahan reaksi fisiologis dan biokimia serta kerusakan mikrobiologis
menyebabkan degradasi warna, tekstur dan flavor produk diolah minimal menjadi lebih cepat dari
bahan segarnya.
Perlukaan jaringan bahan selama proses menyebabkan banyak sel didalam bahan menjadi rusak dan
komponen intraselulernya seperti enzim pengoksidasi keluar. Kondisi ini menyebabkan perubahan
reaksi fisiologis dan biokimia di dalam produk. Polifenol oksidase merupakan enzim terpenting pada
buah dan sayur yang diolah minimal, penyebab pencoklatan produk. Enzim penting lainnya adalah
lipooksidase yang mengkatalisis peroksidasi menyebabkan pembentukan komponen aldehid dan
keton yang baunya tidak enak. Selain itu, pada produk ini juga terjadi peningkatan produksi senyawa
etilen yang berkontribusi pada sintesis enzim yang berperan pada proses pematangan buah, juga
menyebabkan gangguan fisiologis seperti pelunakan daging buah. Aktivitas respirasi produk juga
menjadi lebih cepat dari bahan segarnya, peningkatan mencapai 20 -70% tergantung dari jenis
produk, tingkat pemotongan dan suhu proses dan penyimpanan.

Selain itu, perlukaan jaringan bahan akibat pengupasan, pemotongan dan pengirisan menyebabkan
resiko kontaminasi oleh mikroba juga menjadi lebih besar. Kandungan air dan aktivitas air (aw) yang
tinggi dan kandungan nutrisi yang baik menyebabkan produk yang diolah minimal ini tidak saja
mendukung pertumbuhan mikroba pembusuk tetapi juga oleh mikroba patogen penyebab
foodborne diseases. Patogen yang sering dihubungkan dengan produk ini adalah Escherichia coli
O157:H7, Listeria monocytogenes, Clostridium botulinum, Aeromonas hydrophila, Salmonella spp.,
dan Campylobacter jejuni.

Karena produk buah dan sayur yang diolah minimal biasanya tidak mengalami proses pemanasan,
maka mereka harus ditangani dan disimpan pada suhu refrigerasi: 5ºC atau lebih rendah untuk
mencapai umur simpan yang cukup dan aman secara mikrobiologis. Penerapan GMP (Good
Manufacturing Practice) dan prosedur sanitasi serta pendinginan produk menjadi suatu keharusan
karena beberapa patogen seperti Listeria monocytogenes, Yersinia enterocolitica, Salmonella spp.
dan Aeromonas hydrophila mungkin masih bisa bertahan dan bahkan memperbanyak diri pada suhu
rendah.

Perbaikan Mutu dan Keamanan Buah dan Sayur Yang Diolah Minimal

Persyaratan penting yang harus diikuti dalam pengolahan minimal buah dan sayur adalah sebagai
berikut:

Bahan baku yang digunakan memiliki mutu yang baik, tidak cacat, keragaman minimal dengan
varietas yang jelas.

Proses dilakukan dalam kondisi higienis, dengan menerapkan GMP (Good Manufacturing Practice)
dan sistem HACCP (Hazard Analytical Critical Control Point) secara ketat.

Proses preparasi dilakukan di suhu rendah.

Pembersihan dan pencucian dilakukan secara hati-hati, sebelum dan sesudah pengupasan.
Air pencuci yang digunakan bermutu baik (sensori, mikrobiologis, pH) dan memenuhi standar air
minum

Penggunaan sedikit aditif pada waktu pencucian sebagai desinfektan dan sebagai pencegah
browning.

Proses pengeringan setelah pencucian harus dilakukan dengan hati-hati.

Pengupasan, pemotongan dan pengirisan harus dilakukan dengan hati-hati.

Penggunaan kemasan yang tepat.

Penggunaan suhu dan kelembaban yang tepat selama penyimpanan, distribusi dan penjualan
(display) produk.

Suhu yang tepat untuk penyimpanan produk ini adalah ≤5 derajat Celcius. Penyimpanan diatas suhu
ini sebaiknya dihindari karena akan mempercepat kerusakan dan merangsang pertumbuhan mikroba
patogen. Fluktuasi suhu penyimpanan juga sedapat mungkin dicegah karena dapat menyebabkan
terjadinya kondensasi uap air didalam kemasan yang akan mempercepat kerusakan.

Jika produk disiapkan hari ini untuk dikonsumsi besok seperti yang umum dilakukan oleh industri
jasa boga, maka proses yang dilakukan relatif murah dan sederhana. Yang penting diperhatikan
adalah bahan baku buah dan sayurnya bermutu baik; dapur, peralatan, permukaan dan pekerja
berada dalam kondisi higienis dan pekerjaan dilakukan dengan menerapkan GMP; tidak ada
pencucian ‘berat’ buah dan sayur setelah dikupas; dan suhu penyimpanan maksimal 5 drjt C.

PEMBUATAN MANISAN BUAH TOMAT

Posted on/at 20:34 by doni simbur

Tanaman tomat (Lycopersicon esculentum Mill) merupakan salah satu bagian tanaman hortikultura
yang strategis dan tergolong sayuran kedua terbesar setelah kentang. Karena iklim Indonesia yang
cocok untuk budidaya tomat maka tomat mudah dijangkau semua lapisan masyarakat (Cahyono,
1998). Di Indonesia penamaan tomat yang lebih dikenal adalah penamaan dagang, antara lain tomat
ceri, tomat apel, tomat kentang, dan tomat keriting (Setiawan, 1994). Buah tomat mempunyai
peranan penting dalam pemenuhan gizi masyarakat. Komposisi zat gizi yang terkandung di dalamnya
cukup lengkap. Vitamin A dan C merupakan zat gizi yang jumlahnya cukup menonjol dalam buah
tomat. Vitamin A yang terdapat dalam buah tomat adalah likopen yang ditemukan dalam jumlah
paling banyak. Pada tomat yang masih segar jumlah likopen sebesar 3,1-7,7 mg/100g (Tonucci et.
al.,1995). Vitamin C dapat berbentuk sebagai asam L-askorbat dan asam L-dehidroaskorbat yang
keduanya mempunyai keaktifan sebagai vitamin C (Jungs and Wells, 1997).

Buah tomat akan segera mengalami kerusakan jika tanpa perlakuan saat penyimpanan. Besarnya
kerusakan buah tomat setelah panen berkisar antara 20% sampai dengan 50%(Winarno,1986). Buah
tomat yang dipanen setelah timbul warna 10% sampai dengan 20% hanya akan bertahan maksimal 7
hari pada suhu kamar di Lembang (Sinaga, 1984). Dengan kemajuan teknologi pengolahan pangan,
mulailah berkembang industri yang mengolah tomat seperti industri saus, pasta, sari buah dan
manisan kering maupun menjadi produk dalam bentuk bubuk. Industri pasta tomat adalah salah satu
industri pengolahan tomat yang paling berkembang (Trisnawati dan Setiawan, 1994) karena pasta
tomat diperlukan industri saus atau bumbu masak lainnya sebagai bahan baku. Sedangkan
keuntungan bentuk bubuk adalah lebih awet, ringan, volumenya lebih kecil sehingga dapat
mempermudah dalam pengemasan dan pengangkutan (Anonim, 2008).

Mengkonsumsi buah tomat sebaiknya dimasak terlebih dahulu. Seperti yang terungkap dari
penelitian badan pangan dunia FAO-WHO. Hasil penelitian lembaga ini menunjukan jika kandungan
likopen tidak rusak dan jumlahnya tidak jauh berubah selama pemanasan. Bahkan kandungan
likopen akan meningkat 10 kali lipat ketika tomat diolah menjadi saus atau pasta toma Berbeda
dengan sayuran lainnya yang lebih bermanfaat jika dimakan mentah-mentah, ternyata tomat lebih
baik dicampur dengan masakan atau dihancurkan sebelum dimakan. Para peneliti menemukan
lycopene yang dikeluarkan pada tomat tersebut lebih banyak dibandingkan dengan tomat yang
langsung dimakan tanpa diolah terlebih dahulu. Sayangnya, meskipun kandungan lycopennya
berlimpah, pasta tomat dan saus tomat yang dijual dipasaran sudah banyak dibubuhi bahan
tambahan makanan seperti pewarna atau pengawet sintetis bahan tambahan ini justru merangsang
munculnya banyak radikal bebas yang memicu kanker (Anonim, 2007).

A. Pascapanen Tomat
Beberapa dasar yang dipakai untuk membedakan varietas tomat di antaranya adalah bentuk,
tandan, ketebalan daging dan kandungan airnya. Berdasarkan bentuk atau penampilannya, buah
tomat digolongkan sebagai berikut:
1. Tomat Biasa (Lycopersicum commune)
Bentuk buahnya bulat pipih, lunak, tidak beraturan, dan sedikit beralur di dekat tangkainya.
2. Tomat Apel (Lycopersicum pyriforme)
Bentuk buah bulat, kompak, sedikit keras menyerupai buah apel.
3. Tomat Kentang (Lycopersicum grandifolium)
Buah berbentuk bulat, besar, kompak, dengan ukuran lebih kecil dari tomat apel.
4. Tomat Keriting (Lycopersicum validum)
Buah berbentuk agak lonjong, keras. Daunnya rimbun keriting dan berwarna hijau kelam.

Buah yang baru dipanen biasanya dipisah-pisahkan berdasarkan ukuran dan mutunya (grading).
Penentuan mutu buah didasarkan kepada kesehatan, ketegaran, kebersihan ukuran, bobot, warna,
bentuk, kemasakan, kebebasan dari bahan asing dan penyakit, serta kerusakan oleh serangga dan
luka-luka mekanik. Kategori mutu yang umum digunakan adalah kelas ekstra, kelas 1 dan kelas 2.

Setelah disortir, tomat harus segera dibersihkan dan dicuci untuk membuang kotoran yang
menempel pada buah. Kotoran umumnya berupa percikan tanah, debu dan zat-zat kimia (obat-
obatan dan pupuk semprot). Selain memberi kesan kotor, percikan tanah juga dapat membawa
penyakit dan sejumlah mikroba berbahaya. Zat-zat kimia yang menempel pada buah, khususnya
pestisida, jika terdapat dalam jumlah berlebih dapat menyebabkan keracunan.
Penyimpanan buah tomat harus dilakukan pada suhu yang tidak terlalu tinggi, biasanya dilakukan
pada suhu kamar. Namun, alangkah lebih baiknya jika tomat disimpan pada suhu yang lebih rendah,
yaitu pada lemari pendingin. Suhu tinggi bisa merusak mutu simpan buah tomat. Proses
penyimpanan dingin dapat memperlambat kematangan, memperkecil kerentanan terhadap
serangan mikroba, mengurangi kehilangan air dan mempertahankan kadar vitamin C (Anonim,
2009).

B. Manfaat Tomat
1. Kaya antioksidan
Dalam pigmen warna merah pada tomat, mempunyai nilai lebih lainnya. Warna merah pada tomat
lebih banyak mengandung lycopene, yaitu suatu zat antioksidan yang dapat menghancurkan radikal
bebas dalam tubuh akibat rokok, polusi dan sinar ultraviolet. Selain itu, belakangan diketahui
lycopene juga berkhasiat membantu mencegah kerusakan sel yang dapat mengakibatkan kanker
leher rahim, kanker prostat, kanker perut dan kanker pankreas. Likopen terdapat pada bagian
dinding sel tomat. Oleh karena itu, pemasakan dengan sedikit minyak dapat melepaskan komponen
ini. Sebagai tambahan, pemasakan tomat dengan minyak zaitun (olive oil) memudahkan tubuh
menyerap likopen dengan lebih baik (Ahuja et al., 2003). Penyerapan lycopene oleh tubuh akan
meningkat saat tomat diproses menjadi jus, saus, atau produk lain.

2. Menurunkan risiko kanker prostat


Lycopene rupanya tak cuma berperan dalam menekan risiko kanker prostat. Dr David Yeung Director
of Corporate Nutrition, H.J. Heinz Company melaporkan orang yang mengkonsumsi tomat dan
produk olahannya secara teratur cenderung "terbatas" dari penyakit jantung koroner. Ini sejalan
dengan penelitian di University of South Carolina.

3. Mengurangi rasa mual


Rasa asam pada tomat berasal dari kandungan asam sitrat menyebabkan tomat terasa segar,
sehingga dapat menambah nafsu makan. Rasa asam ini sangat baik dokonsumsi saat kita mengalami
mual atau dikonsumsi oleh para wanita yang mengalami PMS (Pre Menstrual Syndrome). Jika tak
kuat dengan rasa masamnya, terutama untuk yang yang memiliki penyakit maag, Leane tak
menyarankan mengkonsumsinya walapun dalam bentuk jus yang sudah ditambah gula, sebab akan
memperburuk kondisi penyakit.

4. Menigkatkan kesuburan pria


Kabar baik bagi kaum pria datang dari All Indian Institute of Medical Science di New Delhi. Penelitian
yang melibatkan 30 pria tak subur berusia 23-45 tahun menunjukkan tomat bisa meningkatkan
kesuburan pria. Risiko serangan jantung pada penderita dengan kadar lycopene tinggi dalam
jaringan lemak lebih rendah dibanding sebaliknya.

5. Cegah penggumpalan darah


Manfaat tomat sebenarnya sudah di teliti sejak lama, seperti penelitian DR. John Cook Bennet dari
Wiloughby University, Ohio, yang dilakukan pada November 1834. Hasil penelitiannya menunjukkan
tomat dapat mengobati ganguan pencernaan, diare, memulihkan fungsi lever dan serangan empedu.
Peneliti lain dari Rowett Research Institute di Aberdeen, Skotlandia, menemukan gel berwarna
kuning yang menyelubungi biji tomat dapat mencegah penggumpalan dan pembekuan darah
penyebab stroke dan penyakit jantung. Tomat juga mampu memulihkan lemah syahwat dan
meningkatkan jumlah sperma serta menambah kegesitan gerakannya (Anonim, 2007).

REFERENCES :
Anonim. 2009. Manfaat Tomat. Dari . http://lifestyle.roll.co.id/griya.html. Diakses tanggal 25 Maret
2009

Anonim. 2001. Tomat Olahan Redam Kanker Prostat . Dari http://cybernews.cbn.net.id/. Diakses
tanggal 25 Maret 2009.

Budi, Sutome. 2008. Sumber Antioksidan Alami. Dari http://budiboga.blogspot.com/. Diakses tanggal
25 Maret 2009.

Anonim. 2001. Saos Tomat. http://www.iptek.net.id/ Diakses tanggal 25 Maret 2009.

Mumtazanas. 2007. Tomat Obat Berbagai Penyakit. http://mumtazanas.wordpress.com/. Diakses


tanggal 25 Maret 2009.

Surahman, dkk. . 2007. Analisa Kelayakan Usaha Produksi Pasta Tomat. Balai

Besar LIPI. Subang.

Fitronin, dkk. 2007. Pembuatan Bubuk Sari Buah Tomat Dengan Metode Spray Drying. Fakultas
Teknologi Hasil Pertanian Unibraw. Malang

Jung, H. C. and Wells, W. W. 1997. Spontaneous Conversion of L-Dehydroascorbic Acid to L-Ascorbic


Acid and L-Erythroascorbic Acid. Biochemistry and Biophysic article. 355:9-14.

Tonucci, L., M.J. Holden, G.R. Beecher, F. Khacik, C.S. Davis, and G. Mulokozi, 1995. Carotenoid
Content of Thermally Processed Tomato Based Food Product. J. Agric, Food Chem., (43):579-586.

Muhammad Bazar Ahmadi

Mahasiswa FTP UJ

HOME

POSTS RSS

COMMENTS RSS

Rabu, 30 April 2014


Tinjauan Pustaka Suhu Rendah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Suhu Rendah

Penyimpanan pada suhu rendah dapat menghambat kerusakan makanan, antara lain kerusakan
fisiologis, kerusakan enzimatis maupun kerusakan mikrobiologis. Pada pengawetan dengan suhu
rendah dibedakan antara pendinginan dan pembekuan. Pendinginan dan pembekuan merupakan
salah satu cara pengawetan yang tertua.

Pendinginan atau refrigerasi ialah penyimpanan dengan suhu rata-rata yang digunakan masih di atas
titik beku bahan. Kisaran suhu yang digunakan biasanya antara - 1oC sampai + 4oC. Pada suhu
tersebut, pertumbuhan bakteri dan proses biokimia akan terhambat. Pendinginan biasanya akan
mengawetkan bahan pangan selama beberapa hari atau beberapa minggu, tergantung kepada jenis
bahan pangannya. Pendinginan yang biasa dilakukan di rumah-rumah tangga adalah dalam lemari es
yang mempunyai suhu –2oC sampai + 16oC. ( Rusendi, 2010)

Pembekuan atau freezing ialah penyimpanan di bawah titik beku bahan, jadi bahan disimpan dalam
keadaan beku. Pembekuan yang baik dapat dilakukan pada suhu kira-kira –17 oC atau lebih rendah
lagi. Pada suhu ini pertumbuhan bakteri sama sekali berhenti. Pembekuan yang baik biasanya
dilakukan pada suhu antara - 12 oC sampai – 24 oC. Dengan pembekuan, bahan akan tahan sampai
bebarapa bulan, bahkan kadang-kadang beberapa tahun.

Perbedaan antara pendinginan dan pembekuan juga ada hubungannya dengan aktivitas mikroba.

1. Sebagian besar organisme perusak tumbuh cepat pada suhu di atas 10 oC

2. Beberapa jenis organisme pembentuk racun masih dapat hidup pada suhu kira-kira 3,3oC

3. Organisme psikrofilik tumbuh lambat pada suhu 4,4 oC sampai – 9,4 oC

Organisme ini tidak menyebabkan keracunan atau menimbulkan penyakit pada suhu tersebut, tetapi
pada suhu lebih rendah dari – 4,0 oC akan menyebabkan kerusakan pada makanan. (Tranggono,
1990)

Jumlah mikroba yang terdapat pada produk yang didinginkan atau yang dibekukan sangat
tergantung kepada penanganan atau perlakuan-perlakuan yang diberikan sebelum produk itu
didinginkan atau dibekukan, karena pada kenyataannya mikroba banyak berasal dari bahan mentah/
bahan baku. Setiap bahan pangan yang akan didinginkan atau dibekukan perlu mendapat perlakuan-
perlakuan pendahuluan seperti pembersihan, blansing, atau sterilisasi, sehingga mikroba yang
terdapat dalam bahan dapat sedikit berkurang atau terganggu keseimbangan metabolismenya.

Penggunaan suhu rendah dalam pengawetan makanan tidak dapat mematikan bakteri, sehingga
pada waktu bahan beku dikeluarkan dan dibiarkan hingga mencair kembali (“thawing“), maka
pertumbuhan dan perkembangbiakan mikroba dapat berlangsung dengan cepat. Penyimpanan
dingin dapat menyebabkan kehilangan bau dan rasa beberapa bahan bila disimpan berdekatan.
Misalnya :

• Mentega dan susu akan menyerap bau ikan dan bau buah-buahan

• Telur akan menyerap bau bawang

Bila memungkinkan sebaiknya penyimpanan bahan yang mempunyai bau tajam terpisah dari bahan
lainnya, tetapi hal ini tidak selalu ekonomis. Untuk mengatasinya, bahan yang mempunyai bau
tajam disimpan dalam kedaan terbungkus. ( winarno, 2004)

Faktor-faktor yang mempengaruhi pendinginan yaitu :

• Suhu

• Kualitas bahan mentah

Sebaiknya bahan yang akan disimpan mempunyai kualitas yang baik

Perlakuan pendahuluan yang tepat

Misalnya pembersihan/ pencucian atau blanching

Kelembaban

Umumnya RH dalam pendinginan sekitar 80 – 95 %. Sayur-sayuran disimpan dalam pendinginan


dengan RH 90 – 95 %

Aliran udara yang optimum

Distribusi udara yang baik menghasilkan suhu yang merata di seluruh tempat pendinginan, sehingga
dapat mencegah pengumpulan uap air setempat (lokal).

Keuntungan penyimpanan dingin :

Dapat menahan kecepatan reaksi kimia dan enzimatis, juga pertumbuhan dan metabolisme
mikroba yang diinginkan. Misalnya pada pematangan keju.

Mengurangi perubahan flavor jeruk selama proses ekstraksi dan penyaringan

Mempermudah pengupasan dan pembuangan biji buah yang akan dikalengkan.

Mempermudah pemotongan daging dan pengirisan roti

Menaikkan kelarutan CO2 yang digunakan untuk “ soft drink “

Air yang digunakan didinginkan lebih dahulu sebelum dikarbonatasi untuk menaikkan kelarutan CO2

Kerugian penyimpanan dingin :


• Terjadinya penurunan kandungan vitamin, antara lain vitamin C

• Berkurangnya kerenyahan dan kekerasan pada buah-buahan dan sayur-sayuran

• Perubahan warna merah daging

• Oksidasi lemak

• Pelunakan jaringan ikan

• Hilangnya flavor

2.2 Definisi Semua Bahan

2.2.1 Tomat

Tomat (Lycopersicum esculentum,Mill) merupakan salah satu komoditas pertanian yang


berpotensi multiguna untuk diolah sebagai produk pangan. Menurut Badan Pusat Statistik pada
tahun 2003 produksi tomat di Sumatera Barat mencapai 14.481 ton/tahun, tahun 2004 terjadi
peningkatan menjadi 16.341 ton/tahun,sedangkan pada tahun 2005 terjadi penurunan menjadi
11.824 ton/tahun. Dan terjadi peningkatan lagi dari tahun 2006-2007 yaitu dari 22.348-25.578.
ton/tahun. Tomat termasuk sayuran yang banyak digemari karena rasanya enak, segar dan sedikit
asam.

Tomat sebagai komoditi hortikultura berperanan sebagai pangan sumber vitamin dan
mineral. Vitamin yang ada terdiri atas vitamin C, vitamin B, vitamin E dan provitamin A (karoten),
sedangkan mineral yang ada mencakup Ca, Mg, P, K, Na, Fe, sulfur dan klorin (Rahmat, 1994). Selain
vitamin dan mineral, tomat juga mengandung pigmen pemberi warna merah yang terdeteksi
didominasi oleh likopen. Pigmen likopen berpeluang diproduksi dari tomat afkiran, sebab selain
proses produksinya relatif lebih sederhana dibandingkan dengan komponen kimia lainnya, juga
bernilai ekonomi tinggi dan mempunyai kegunaan yang sangat luas terutama untuk kesehatan
manusia. Tomat segar mengandung likopen antara 3 dan 5 ppm, sedangkan konsentrat likopen dari
pasta tomat mengandung 50 % likopen (Wenli et al., 2001).

2.2.2 Kentang

Kentang mempunyai sifat menjalar, batangnya berbentuk segi empat, panjangnya bisa
mencapai 50 - 120 cm, dan tidak berkayu. Batang dan daun berwarna hijau kemerah- merahan atau
keungu - unguan. Bunganya berwarna kuning keputihan atau ungu. Akar tanaman menjalar dan
berukuran sangat kecil bahkan sangat halus ( Setiadi, F.Surya., 2000)

taksanomi tumbuhan kentang :

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta
Kelas : Dicotyledoneae

Ordo : Solanales

Famili : Solanaceae

Genus : Solanum

Spesies : Solanum tuberosum L. (Setiadi, F.Surya., 2000).

2.2.3 Singkong

Ubi kayu atau singkong adalah tanaman dikotil berumah satu yang ditanam untuk diambil
patinya yang sangat layak cerna. Sebagai tanaman semak belukar tahunan, ubi kayu tumbuh setinggi
1- 4 m dengan daun besar yang menjari dengan 5 hingga 9 belahan lembar daun. Daunnya yang
bertangkai panjang bersifat cepat luruhyang berumur paling lama hanya beberapa bulan. Batangnya
memiliki pola percabangan yang khas, yang keragamannnya bergantung pada kultivar. Pertumbuhan
tegak batang sebelum bercabang lebih disukai karena memudahkan penyiangan. Percabangan yang
berlebihan dan terlalu rendah tidak disukai. Bagian batang tua memiliki bekad daun yang jelas, ruas
yang panjang menunjukkan laju pertumbuhan cepat. Tanaman yang diperbanyak dengan biji
menghasilkan akar tunggang yang jelas. Pada tanaman yang diperbanyak secara vegetatif, akar
serabut tumbuh dari dasar lurus. Ubi berkembang dari penebalan sekunder akar serabut adventif.
Bentuk singkong bermacam-macam, dan walaupun kebanyakan berbentuk silinder dan meruncing.
Beberapa diantaranya bercabang ( Rubatzky, 1998). Adapun klasifikasi tanaman singkong adalah
sebagai berikut

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

Ordo : Euphorbiales

Famili : Euphorbiaceae

Genus : Manihot

Spesies : Manihot utilisima (Tjitrosoepomo, 2005).

2.2.4 Wortel

Dalam sistem tumbuh-tumbuhan (taksonomi) diklasifikasikan sebagai berikut:

Devisio :spermatopyhita
Sub devisio : angiospermae

Kelas : dicotyledon

Ordo : umbelliferalses

Family : umbelliferae

Species : Daucus carota L. (Cahyono, 2002 dalam (pohan, 2008)).

Wortel merupakan tanaman sayuran umbi semusim, bernemtuk semak yang dapat tumbuh
sepanjang tahun, baik pada musim hujan maupun kemarau. Batangnya pendek dan berakar
tunggang yang fungsinya berubah menjadi bulat dan memanjang. Warna umbi kuning kemrerah-
merahan, mempunyai karoten A yang sangat tinggi, umbi wortel juga mengandung vitamin B,
vitamin C, dan mineral (setiawan, 1995 dalam (pohan, 2008).

Cahyono (2002) dalam (Rini, 2010) mengatakan bahwa pada awalnya hanya dikenal beberapa
varietas wortel, namun dengan berkembangnya peradaban manusia dan teknologi. Varietas –
varietas wortel terbagi menjadi 3 kelompok yang didasarkan pada bentuk umbi, yaitu tipe imperator,
chantenay dan nantes.

2.2.5 Sawi

Tanaman sawi (Brassica juncea L.) masih satu famili dengan kubis-krop, kubis bunga, broccoli
dan lobak atau rades, yakni famili cruciferae (brassicaceae) oleh karena itu sifat morfologis
tanamannya hampir sama, terutama pada sistem perakaran, struktur batang, bunga, buah (polong)
maupun bijinya. Sawi termasuk ke dalam kelompok tanaman sayuran daun yang mengandung zat-
zat gizi lengkap yang memenuhi syarat untuk kebutuhan gizi masyarakat. Sawi hijau bisa dikonsumsi
dalam bentuk mentah sebagai lalapan mau pun dalam bentuk olahan dalam berbagai macam
masakan. Selain itu berguna untuk pengobatan (terapi) berbagai macam penyakit (Cahyono, 2003)

Klasifikasi tanaman sawi dalam (Rukmana, 2002)

Divisi : Spermatophyta

Kelas : Angiospermae

Sub-kelas : Dicotyledonae

Ordo : Papavorales

Famili : Brassicaceae

Genus : Brassica

Spesies : Brassica juncea L.

2.2.6 Daging sapi


Daging sapi merupakan salah satu bahan makanan bergizi tinggi yang diperlukan untuk
memenuhi kebutuhan protein asal ternak, karena daging sapi mengandung asam-asam amino
essensial yang lengkap disamping zat-zat gizi lainnya. Ditinjau dari komopsisinya, daging sapi segar
termasuk salah satu bahan pangan yang bersifat mudah rusak dan cepat mengalami penurunan
mutu bila disimpan pada suhu kamar (270C). Daging sapi segar yang disimpan pada suhu kamar
hanya dapat bertahan selama 24 jam dan setelah itu daging sapi sudah menunjukan adanya
kerusakan. Kerusakan dapat terjadi karena adanya kontaminasi oleh mikroorganisme serta
kerusakan kimiawi, biologis dan fisik. Awal kontaminasi mikroorganisme pada daging berasal dari
lingkungan sekitarnya dan terjadi pada saat pemotongan, hingga daging dikonsumsi. Pada umumnya
sanitasi yang terdapat di rumah-rumah potong masih belum memenuhi persyaratan kesehatan
daging sesuai standar yang telah ditetapkan. Keadaan ini menyebabkan mikroorganisma awal pada
daging sudah tinggi. Selain itu penyimpanan daging di rumah potong dan di pasar-pasar umumnya
belum menggunakan alat pendingin, dimana daging hanya dibiarkan terbuka tanpa dikemas dalam
temperatur kamar. Kondisi yang demikian dapat menyebabkan perkembangbiakan mikroorganisme
semakin meningkat yang mengakibatkan kerusakan atau pembusukan daging dalam waktu singkat.
Hewan yang baru di potong, dagingnya lentur dan lunak, kemudian terjadi perubahan-perubahan
dimana jaringan otot menjadi keras, kaku dan tidak mudah digerakan. Setelah hewan mati, sirkulasi
darah terhenti. Hal ini akan menyebabkan fungsi darah sebagai pembawa oksigen terhenti pula.
Peristiwa tersebut diikuti oleh terhentinya respirasi dan berlangsungnya proses glikolisis anaerob.

Daging hewan akan mengalami serangkaian perubahan biokimia dan fisikokimia seperti
perubahan struktur jaringan otot, perubahan pH dan perubahan daya mengikat air. Oleh sebab itu
diperlukan perlakuan penanganan yang tepat agar mutunya tetap dapat dipertahankan atau minimal
dapat menekan kemungkinan terjadinya kerusakan. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk
memperpanjang daya tahan daging segar tersebut antara lain dengan pemanasan (blansir) dan
pengemasan vakum. Pengemasan daging segar secara vakum sangat perlu dan banyak
menguntungkan karena selain mencegah pencemaran daging juga dapat mempertahankan mutu
daging sapi, kehilangan air, mempertahankan warna selama transportasi serta memudahkan
penyimpanan. Blansir merupakan pemanasan awal pada bahan pangan dengan menggunakan suhu
tinggi dalam waktu yang singkat. Blansir biasanya dilakukan sebelum bahan pangan dikalengkan,
dibekukan, atau dikeringkan. Cara ini akan mengurangi mikroorganisme pada permukaan daging dan
menghambat penetrasi dengan pembentukan lapisan keras dan pengurangan kadar air dalam daging
yang mendukung perkembangan mikroorganisme. Blansir pada suhu tinggi juga mampu mengurangi
kerja enzim-enzim pada mikroorganisme maupun yang ada pada daging yang dapat menyebabkan
perubahan pH, warna, flavour dan pembusukan. Namun demikian, daging yang telah diblansir masih
bisa terkontaminasi, sehingga perlu dilakukan penanganan yaitu penyimpanan pada suhu rendah
(pendinginan).

Penyimpanan pada suhu rendah diharapkan dapat memperpanjang masa simpan daging sapi
karena suhu rendah dapat memperlambat aktivitas metabolisme dan menghambat pertumbuhan
mikroorganisme, mencegah terjadinya reaksi-reaksi kimia dan mencegah hilangnya kadar air daging
sapi. Beberapa bakteri yang umumnya menimbulkan kerusakan pada daging diantaranya adalah
Pseudomonas, Achromobacter, Streptococcus, Bacillus dan Micrococcus. Sedangkan bakteri
penyebab keracunan makanan yang sering ditularkan melalui daging antara lain : Clostridium
perfrinens, Salmonella, staphylococcus aureus, dan Escherichia coli. Prinsip dari pengemasan vakum
adalah pengeluaran udara, khususnya oksigen dari produk yang dikemas sehingga dapat
memperpanjang masa simpan produk. Pengemasan vakum juga dapat memperpanjang masa simpan
karena dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme pembusuk dan dapat mempertahankan
mutu daging, kehilangan air serta mempertahankan warna selama transportasi. Pengemasan vakum
menghambat kontak daging dengan oksigen dan uap air sehingga produk dapat bertahan lebih dari
tiga (3) minggu. Beberapa keuntungan dari pengemasan vakum yaitu:

1. Menghambat terjadinya pertumbuhan bakteri karena konsentrasi oksigen terbatas;

2. Dapat menghindari terjadinya pengurangan berat atau bobot;

3. Mempertahankan kualitas daging lebih efektif karena proses pelayuan terjadi


lebih sempurna;

4. Mencegah terjadinya kontaminasi kotoran maupun mikroba;

5. Memperlambat laju proses ketengikan.

Plastik yan digunakan untuk pengemasan vakum harus memiliki permeabilitas yang rendah
terhadap oksigen dan uap air seperti plastik jenis PVDC (Polivinylidene Chlorida), VC (Vinylidene
Chlorida) dan PP ( Polypropilene). Polypropilene mempunyai kekuatan daya tarik dan kejernihan
yang lebih baik serta permeabilitas uap air dan gas lebih rendah, mempunyai ketahanan yang baik
terhadap lemak, stabil terhadap suhu tinggi, tidak bereaksi dengan bahan, dapat mengurangi kontak
antara bahan dan oksigen, tidak menimbulkan racun dan melindungi bahan dari kontaminan.

Blansir pada daging dapat dilakukan dengan cara: daging sapi yang akan di blansir dicuci
bersih dan terbebas dari kotoran, kemudian dipotong melintang dengan arah serat . Daging
dimasukan ke dalam kantong plastik. Sebelum dilaminasi, udara dikeluarkan dari dalam kantong
plastik kemudian di laminasi. Jarak antara laminasi dan daging kira-kira 5 cm. Setelah dikemas,
diblansir dengan cara diuapkan pada suhu 80oC selama 3 menit dan disimpan di lemari dengan suhu
2oC. Daging yang diblansir dan dikemas vakum dapat bertahan selama 24 hari tanpa ada
pertumbuhan bakteri bahkan kualitasnya (kadar protein, susut masak, daya mengikat air, kandungan
mioglobin dan pH) masih dalam kisaran kualitas sapi segar,dengan jumlah bakteri yang masih lebih
rendah dari batas maksimum jumlah bakteri yang telah ditentukan sebagai daging yang mutunya
baik. Daging sapi yang diblansir dan dikemas vakum, sampai penyimpanan selama 24 hari tidak
mengandung bakteri E Coli, Salmonella sp,dan Pseudomonas sp sebagai indikator keamanan pangan.
Dengan demikian maka disarankan bagi para ibu rumah tangga maupun pedagang daging agar
mengemas daging segar dan diblansir dengan cara di atas sehingga bahan pangan daging dapat
disimpan lebih lama dan kualitasnya masih sama dengan kualitas daging segar. (Yuniarti Costa,
Wiwiek. 2013)

2.3.7 Daging ayam

Daging ayam adalah bagian-bagian dari karkas ayam yang disembelih dan lazim dimakan
manusia, termasuk kulit; dapat berupa daging unggas segar atau beku. (Direktorat kesehatan
masyarakat, 2010)
Ayam adalah bahan makanan hewani unggas-unggasan yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat
Indonesia. Daging Ayam mengandung energi sebesar 302 kilokalori, protein 18,2 gram, karbohidrat
0 gram, lemak 25 gram, kalsium 14 miligram, fosfor 200 miligram, dan zat besi 2 miligram. Selain itu
di dalam Daging Ayam juga terkandung vitamin A sebanyak 810 IU, vitamin B1 0,08 miligram dan
vitamin C 0 miligram.

setiap 100 gram daging ayam mengandung 74 persen air, 22 persen protein, 13 miligram zat
kalzium, 190 miligram zat fosfor dan 1,5 miligram zat besi. Daging ayam mengandung vitamin A yang
kaya, lebih-lebih ayamkecil. Selain itu, daging ayam juga mengandung vitamin C dan E. Daging ayam
selain rendah kadar lemaknya, lemaknya juga termasuk asam lemak tidak jenuh, ini merupakan
makanan protein yang paling ideal bagi anak kecil, orang setengah baya dan orang lanjut usia,
penderita penyakit pembuluh darah jantung dan orang yang lemah pasca sakit. (Soeparno, 1992)

2.2.8 Ikan

Ikan merupakan salah satu bahan makanan yang mengandung berbagai macam zat, selain harga
yang umumnya lebih murah, absorpsi protein ikan lebih tinggi dibandingkan dengan produk hewani
lain seperti daging sapi dan ayam, karena daging ikan mempunyai serat-serat protein lebih pendek
dari pada serat-serat protein daging sapi atau ayam. Jenisnya pun sangat beragam dan mempunyai
beberapa kelebihan, diantaranya adalah mengandung omega 3 dan omega 6, dan kelengkapan
komposisi asam amino (Pandit, 2008).

2.3 Kerusakan-kerusakan yang terjadi pada pendinginan

Pemakaian suhu rendah untuk mengawetkan bahan pangan tanpa mngindahkan syarat-syarat yang
diperlukan oleh masing- masing bahan, dapat mngakibatkan kerusakan-kerusakan sebagai berikut :

1. Chilling injury

Chilling injury terjadi karena :

Kepekaan bahan terhadap suhu rendah

Daya tahan dinding sel

Burik-burik bopeng (pitting)

Jaringan bahan menjadi cekung dan transparan

Pertukaran bau / aroma

Di dalam ruang pendingin dimana disimpan lebih dari satu macam komoditi atau produk,
kemungkinan terjadi pertukaran bau/aroma. Contoh: apel tidak dapat didinginkan bersama-sama
dengan seledri, kubis, ataupun bawang merah.

2. Kerusakan oleh bahan pendingin / refrigerant

Bila lemari es menggunakan amonia sebagai refrigeran, misalnya terjadi kebocoran pada pipa dan
ammonia masuk ke dalam ruang pendinginan, akan mengakibatkan perubahan warna pada bagian
luar bahan yang didinginkan berupa warna coklat atau hitam kehijauan. Kalau proses ini berlangsung
terus, maka akan diikuti proses pelunakan jaringan-jaringan buah. Sebagai contoh : suatu ruangan
pendingin yang mengandung amonia sebanyak 1 % selama kurang dari 1 jam, akan dapat merusak
apel, pisang, atau bawang merah yang disimpan di dalamnya.( Sudaryanto, 2005)

3. Kehilangan air dari bahan yang didinginkan akibat pengeringan

Kerusakan ini terjadi pada bahan yang dibekukan tanpa dibungkus atau yang dibungkus dengan
pembungkus yang kedap uap air serta waktu membungkusnya masih banyak ruang-ruang yang tidak
terisi bahan. Pengeringan setempat dapat menimbulkan gejala yang dikenal dengan nama “ freeze
burn “ , yang terutama terjadi pada daging sapi dan daging unggas yang dibekukan. Pada daging
unggas, hal ini tampak sebagai bercak-bercak yang transparan atau bercak-bercak yang berwarna
putih atau kuning kotor.

Freeze burn disebabkan oleh sublimasi setempat kristal-kristal es melalui janganjaringan permukaan
atau kulit. Maka terjadilah ruangan-ruangan kecil yang berisi udara, yang menimbulkan refleksi
cahaya dan menampakkan warna-warna tersebut. Akibat terjadinya freeze burn, maka akan terjadi
perubahan rasa pada bahan , selanjutnya diikuti dengan proses denaturasi protein.

4. Denaturasi protein

Denaturasi protein berarti putusnya sejumlah ikatan air dan berkurangnya kadar protein yang dapat
diekstrasi dengan larutan garam. Gejala denaturasi protein terjadi pada daging, ikan, dan produk-
produk air susu. Proses denaturasi menimbulkan perubahan-perubahan rasa dan bau, serta
perubahan konsistensi (daging menjadi liat atau kasap). Semua bahan yang dibekukan, kecuali es
krim, sebelum dikonsumsi dilakukan “thawing“, maka untuk bahan yang telah mengalami denaturasi
protein pada waktu pencairan kembali, air tidak dapat diabsorpsi (diserap) kembali. Tekstur liat yang
terjadi disebabkan oleh membesarnya molekul-molekul.

DAFTAR PUSTAKA

Hari, S. 2003. Efek Suhu pada Penyimpanan Produk Pangan. Bogor: ITB

Pestariati, Wasito, Eddy Bagus, Handijatno, Didik. 2003. Pengaruh lama penyimpanan daging ayam
pada suhu refrigerator terhadap jumlah total kuman, salmonella sp. Kadar protein dan derajat
keasaman. Jurnal biosains pascasarjana. Program Pascasarjana Universitas Airlangga, Surabaya.

Rukmana, Rahmat. 1994. Bawang Merah, Budidaya dan Pengolahan Pascapanen. Yogyakarta :
Kanisius

Rusendi, Dadi. Sudaryanto. Nurjannah, Sarifah. Widyasanti, Asri. Rosalinda, S.2010.Penuntun


Praktikum MK. Teknik Penanganan Hasil Pertanian. Unpad

Setiadi dan Surya F.N,2000. Kentang, Varietas dan Pembudidayaan. Penebar Swadaya. Jakarta
Soeparno, 1992. Ilmu dan Teknologi Daging, Edisi I. Penerbit Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.

Sudaryanto, T. Dan A. Munif. 2005. Pelaksanaan Revitalisasi Pertanian. Agrimedia, Volume 10 No.
2, Desember 2005.

Tjitrosoepomo, G.. 2000. Morfologi Tumbuhan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

Tranggono dan Sutardi, 1990. Biokimia, Teknologi Pasca Panen dan Gizi. PAU Pangan dan Gizi
Universitas Gajah Mada, Yogyakarta

Winarno F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.PENGEMASAN
BAHAN

Pengemasan merupakan suatu cara atau perlakuan pengamanan terhadap makanan atau bahan
pangan, agar makanan atau bahan pangan baik yang belum diolah maupun yang telah mengalami
pengolahan, dapat sampai ke tangan konsumen dengan “selamat”, secara kuantitas maupun
kualitas.

Interaksi bahan pangan atau makanan dengan lingkungan dapat menimbulkan dampak yang
merugikan bagi bahan pangan tersebut, antara lain :

1. Interaksi massa :
– Kontaminasi mikrobia (jamur, bakteri, dll).
– Kontaminasi serangga.
– Penambahan air atau menguapnya air.
– Benturan / gesekan.

2. Interaksi cahaya :
– Oksidasi terhadap lemak, protein, vitamin, dll.

3. Interaksi panas :
– Terjadi gosong, perubahan warna.
– Rusaknya nutrisi, case hardening dll.

Fungsi Pengemasan

Mengatur interaksi antara bahan pangan dengan lingkungan sekitar, sehingga menguntungkan bagi
bahan pangan, dan menguntungkan bagi manusia yang mengkonsumsi bahan pangan.

Tujuan Pengemasan

Membuat umur simpan bahan pangan menjadi panjang.

Menyelamatkan produksi bahan pangan yang berlimpah.

Mencegah rusaknya nutrisi/gizi bahan pangan.


Menjaga dan menjamin tingkat kesehatan bahan pangan.

Memudahkan distribusi/ pengangkutan bahan pangan.

Mendukung perkembangan makanan siap saji.

Menambah estetika dan nilai jual bahan panga.

Pengemasan bahan pangan harus memenuhi beberapa kondisi atau aspek untuk dapat mencapai
tujuan pengemasan itu, yaitu :

Bahan pengemasnya harus memenuhi persyaratan tertentu.

Metode atau teknik Pengemasan bahan pangan harus tepat.

Pola distribusi dan penyimpanan produk hasil pengemasan harus baik.

Persyaratan Bahan Pengemas :

Memiliki permeabilitas (kemampuan melewatkan) udara yang sesuai dengan jenis bahan pangan
yang akan dikemas.

Harus bersifat tidak beracun dan inert (tidak bereaksi dengan bahan pangan).

Harus kedap air.

Tahan panas.

Mudah dikerjakan secara masinal dan harganya relatif murah.

Fungsi Suhu Dingin :

• Mengurangi kegiatan respirasi dan proses metabolisme yang lain

• Memperlambat proses penuaan (aging) dan proses pematangan (ripening)

• Mengurangi kehilangan air, yang berarti memperlambat proses pelayuan

• Mengurangi kerusakan karena aktivitas bakteri dan mikroorganisme lain

• Mengurangi pertumbuhan/pertunasan

2. Menurut Murniramli (2008), vitamin C (absorbic acid) akan menghambat enzim di dalam apel
untuk bereaksi dengan oksigen atau dengan kata lain kerja enzim dirusak oleh vitamin C. Asam sitrat
dalam hal ini fungsinya hampir menyerupai vitamin C dengan mekanisme merusak enzim yang
dapat menyebabkan pencoklatan.

Dibalik keuntungannya buah terolah minimal mempunyai kelemahan, yaitu buah lebih mudah rusak
bila dibandingkan dengan buah utuh yang masihberkulit, baik selama penanganan maupun
penyimpanan. Hal ini disebabkan oleh hilangnya kulit buah sebagai pelindung alami dan hilangnya
keutuhan sel akibat perlakuan pengupasan dan pemotongan, sehingga terjadinya perubahan
fungsi fisiologis sel yang mengakibatkan meningkatnya transpirasi, respirasi dan aktivitas enzim
(Burn, 1995).

Utami (2008) menunjukan vitamin C dapat menghambat aktivitas polifenol oksidase buah apel hijau
dengan IC50 yaitu 0,241 mM. Selanjutnya penelitian Santi (2008) tentang pengaruh vitamin C untuk
menghambat prosespencoklatan pada buah pir (Pyrus communis L.) memperoleh hasil dengan
IC50 yaitu 0,285 mM. Penelitian lainnya menurut Retno (2008), tentang pengaruh vitamin C untuk
menghambat aktivitas polifenol oksidase buah pisang (Musa paradisiaca Linn. Var Sapientum)
dengan IC50 yaitu 0,429 mM.

Zat Pemutih
Zat aditif ini dipakai untuk memutihkan warna bahan makanan, misalnya ammonium pesulfat, asam
askorbat dan kalium bromat yang biasa dipakai pada tepung, kalium peroksida dan natrium stearil
fumarat yang biasa ditambahkan pada roti, adonan biscuit, adonan kue, tepung roti.

Zat Antioksidan
Zat antioksidan ditambahkan pada makanan dengan tujuan untuk mencegah ketengikan. Zat itu
antara lain Butil hidroksi anisol (BHA), butil hidroksi toluena (BHT), asam askorbat dan tokoferol.

Agar-agar sebenarnya adalah karbohidrat dengan berat molekul tinggi yang mengisi dinding
sel rumput laut. Ia tergolong kelompok pektin dan merupakan suatu polimer yang tersusun dari
monomer galaktosa. Agar-agar dapat dibentuk sebagai bubuk dan diperjualbelikan.

Gel terbentuk karena pada saat dipanaskan di air, molekul agar-agar dan air bergerak bebas. Ketika
didinginkan, molekul-molekul agar-agar mulai saling merapat, memadat dan membentuk kisi-kisi
yang mengurung molekul-molekul air, sehingga terbentuk sistem koloid padat—cair. Kisi-kisi ini
dimanfaatkan dalam elektroforesis gel agarosa untuk menghambat pergerakan molekul obyek akibat
perbedaan tegangan antara dua kutub. Kepadatan gel agar-agar juga cukup kuat untuk menyangga
tumbuhan kecil sehingga sangat sering dipakai sebagai media dalam kultur jaringan.

Rumus molekul : (C12H14O5(OH)4)n

Sorbitol atau D-Sorbitol atau D-Glucitol atau D-Sorbite adalah monosakarida poliol (1,2,3,4,5,6–
Hexanehexol) dengan rumus kimia C6H14O6. Sorbitol berupa senyawa yang berbentuk granul atau
kristal dan berwarna putih dengan titik leleh berkisar antara 89° sampai dengan 101°C, higroskopis
dan berasa manis. Sorbitol memiliki tingkat kemanisan relatif sama dengan 0,5 sampai dengan 0,7
kali tingkat kemanisan sukrosa dengan nilai kalori sebesar 2,6 kkal/g atau setara dengan 10,87 kJ/g.
Penggunaannya pada suhu tinggi tidak ikut berperan dalam reaksi pencoklatan (Maillard)

http://www.pom.go.id/nonpublic/makanan/standard/News1.html

Anonim, 2009. ANTIBROWNING APEL FRESH CUT. Laporan Praktikum.

Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Surakarta


Andrianis, Y. 2001. Mempelajari Penggunaan Plastik Kemasan untuk Memperpanjang Masa Simpan
Buah Durian (Duriozibetinus zibetinus) Terolah Minimal. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB.
Bogor.

Anggraini, Dian. 2006. Penggunaan Low Methoxy Pectin dalam Edible Coating Selama Penyimpanan
Buah durian Terolah Minimal. Skripsi. Teknologi Hasil Pertanian. Universitas Jambi.

Bastian , Februadi., A.B. Tawali., A. Laga. 2004. Mempelajari Pengaruh Suhu Penyimpanan Terhadap
Mutu Buah Apel Varietas Red Delicious (Malus sylvetris). Seminar Hasil Penelitian. Jurusan Teknologi
Pertanian Unhas.

Cahyadi, Wisnu. 2006. Analisis & Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan.

Bumi Aksara. Jakarta.

Dalimartha dan Setiawan. 1999. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. Trubus Agriwidya. Jakarta

Winarno, F.G . 1980. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka

Tranggono & Sutardi. 1990. Biokimia dan Teknologi Pasca Panen.Gramedia Pustaka. Utama. Jakarta

Irawati , Santi (2008). Pengaruh Vitamin C Terhadap Aktivitas Polifenol OksidaseBuah Pir (Pyrus
communis L.) Secara In Vitro. Skripsi thesis, UniversitasMuhammadiyah Surakarta.

Elvira Syamsir (tulisan asli dalam Majalah Kulinologi Indonesia edisi September 2010)

3BAB IIISI2.1 Pengertian Teknologi Olah MinimalProduk buah dan sayur yang diolah minimal adalah
produk yang dibuatdengan menggunakan aplikasi proses yang minimal (pengupasan,
pemotongan,pengirisan dan lain-lain) dengan proses pemanasan minimal atau tanpapemanasan
sama sekali. Perlakuan minimal ini menyebabkan kesegaran buahdan sayur masih tetap bertahan,
tetapi proses yang diberikan tidakmenginaktifkan mikroba yang ada didalam produk.

Teknologi olah minimal (minimally processing) merupakan kegiatanpengolahan yg mencangkup


mulai dari pencucian, sortasi, pembersihan,pengupasan, hingga pemotongan tetapi tetap tidak
mempengaruhi nilai gizinya.Contoh dari produk yang diolah minimal adalah salad buah dan
sayur,produk buah sayur potong/irisan (fresh cut product) dalam bentuk tunggal ataucampuran yang
siap untuk dikonsumsi (ready to eat) dan siap masak (ready tocook).

Jenis enzim yang paling penting dalam proses minimum produkhortikultura adalah polifenol
oksidase yang menyebabkan

browning
. Enzim lainyang juga penting adalah lipoksidase. Enzim ini mengkatalis proses peroksidasiyang
menyebabkan terbentuknya senyawa-senyawa aldehida dan keton yangmempunyai aroma yang
tidak sedap. Akibat proses minimum juga terjadipeningkatan produksi etilena yang berperan pada
kerusakan fisiologis daripotongan buah-buahan, seperti terjadi pelembekan daging buah.

Dengan proses minimum, aktivitas respirasi produk meningkat 20%sampai 70% atau lebih
tergantung jenis produk, cara pemotongan, dan suhu.Apabila produk dikemas pada kondisi anaerob,
maka akan terjadi respirasianaerob yang menyebabkan terbentuknya etanol, keton dan aldehida.

Proses minimum berdampak pada meningkatnya perishabilitas produkhortikultura, sehingga


diperlukan teknik-teknik penanganan proses minimumuntuk memperpanjang umur simpan produk.
Beberapa teknik yang dapat

4dilakukan diantaranya dengan penggunaan panas, pengawetan secara kimia,irradiasi dan


penyimpannan dengan atmosfer termodifikasi serta pengaturansuhu penyimpanan.

Syarat-syarat yang perlu diperhatikan dalam pengolahan minimal buahdan sayur adalah sebagai
berikut

:a) Bahan baku yang digunakan memiliki mutu yang baik, tidak cacat,keragaman minimal dengan
varietas yang jelas.b) Proses dilakukan dalam kondisi higienis, dengan menerapkan GMP(Good
Manufacturing Practice) dan sistem HACCP (Hazard AnalyticalCritical Control Point) secara
ketat.c) Proses preparasi dilakukan di suhu rendah.d) Pembersihan dan pencucian dilakukan secara
hati-hati, sebelum dansesudah pengupasan.e) Air pencuci yang digunakan bermutu baik (sensori,
mikrobiologis, pH)dan memenuhi standar air minumf) Penggunaan sedikit aditif pada
waktu pencucian sebagai desinfektandan sebagai pencegah

browning

.g) Proses pengeringan setelah pencucian harus dilakukan dengan hati-hati.h) Pengupasan,
pemotongan dan pengirisan harus dilakukan dengan hati-
hati.i) Penggunaan kemasan yang tepat. j) Penggunaan suhu dan kelembaban yang tepat selama pen
yimpanan,distribusi dan penjualan (display) produk. Suhu yang tepat untukpenyimpanan pro

duk ini adalah ≤ 5 derajat Celcius. Penyimpanan diatas

suhu ini sebaiknya dihindari karena akan mempercepat kerusakan danmerangsang pertumbuhan
mikroba patogen. Fluktuasi suhupenyimpanan juga sedapat mungkin dicegah karena
dapatmenyebabkan terjadinya kondensasi uap air didalam kemasan yangakan mempercepat
kerusakan.
MINIMAL PROCESSING

Saat ini, kebutuhan masyarakat akan buah dan sayuran segar yang bermutu, bebas bahan

pengawet, serta yang nyaman dan siap dikonsumsi semkin meningkat. Penanganan yang kurang baik
menyebabkan produk hortikultura terutama sayuran dan buah-buahan banyak kehilangan nilai
ekonominya. Perlakuan yang cermat pada komoditi segar akan menambah “shelf life-time” (masa
kesegaran) komoditi tersebut.

Keinginan konsumen untuk mendapatkan makanan yang bersifat mudah dikonsumsi dan masih
dalam keadaan segar, akan membuka kesempatan bidang pengawetan makanan dengan cara
pengolahan minimal (minimal processing). Istilah minimalis merujuk pada teknik penanganan
pengawetan dan pengolahan yang sangat minimal dengan tidak menerapkan teknik penanganan
berefek kuat seperti sterilisasi atau penggunaan bahan-bahan pengawet, melainkan hanya dengan
penerapan penyimpanan dingin, pengemasan termodifikasi, dan penanganan higienis.

Bahan atau sampel yang digunakan dalam praktikum minimally process yaitu apel, tomat, pakcoy,
mentimun, wortel, terong. Tahapan praktikum diantaranya pengupasan, pencucian, pemotongan,
pengemasan menggunakan plastik wrapping dan stearofoam, penyimpanan dalam lemari pendingin
selama 7 hari. Kemudian dilakukan pengamatan pada aroma, warna, rasa, dan tekstur, setelah 7 hari
penyimpanan.

Penyimpanan Buah dan Sayur Olahan Minimal Pada Suhu Dingin.

Penyimpanan dingin sangat dianjurkan karena dapat menekan laju degradasi enzimatik yang
mengakibatkan pelunakan jaringan buah dan sayuran, mengurangi laju kehilangan air yang
mengakibatkan kelayuan, menurunkan laju pertumbuhan mikroorganisme, serta menurunkan laju
produksi etilen. Penyimpanan dingin untuk produk buah dan sayur olahan minimalis, umumnya
dilakukan pada temperatur 2– 5ºC dan dibawah pengawasan yang ketat. Faktor temperatur
penyimpanan ini sangat menentukan kondisi mikrobiologis produk olahan minimalis karena
memengaruhi pertumbuhan mikroorganisme pada sayuran siap konsumsi seperti ditemukannya
populasi mikroorganisme mesophylic.

Suhu penyimpanan yang optimum untuk sayuran dan buah-buahan umumnya berada diatas titik
beku. Wadah dan cara penumpukan juga merupakan faktor yang mempengaruhi proses
pendinginan. Udara hendaknya dapat mengalir dengan lancer tanpa mengalami hambatan.

Berdasarkan hasil pengamatan setelah penyimpanan dapat diketahui karakteristik sayur dan buah
sebagai berikut yaitu :

Pada pakcoy, beraroma khas sayur ( daun ), warna menjadi lebih hijau, tekstur nya lembek. Pada
wortel aroma menyengat, warna menjadi pudar, tekstur melunak. Pada terong, aroma segar, tekstur
lebih coklat, dan lapisan luar kering dan kulit luar menjadi keriput, serta terdapat uap air dalam
kemasan. Pada apel aroma apel berkurang, warna lebih coklat, tekstur lebih lunak, terdapat uap air
serta permukaan terlihat kering. Pada tomat, aroma segar, warna menguning, tekstur bagian dalam
melunak dan bagian ujung mengkerut. Pada mentimun, aroma segar, warna terjadi pencoklatan
pada bagian ujung permukaan dan teksturnya melunak.

Sayuran dan buah-buahan tertentu dapat mengaami kerusakan pada suhu rendah. Pada suhu
tersebut sayuran dan buah-buahan tertentu tidak dapat melakukan proses metabolisme secara
normal. Beberapa faktor yang mempengaruhi kerusakan dingin tersebut adalah tingkat kematangan
dan suhu penyimpanan. Mekanisme terjadinya kerusakan dingin antara lain, terjadinya respirasi
abnormal, perubahan lemak dan asam lemak pada dinding sel, perubahan permeabilitas membrane
sel, perubahan dalam reaksi kinetik dan termodinamika, ketimpangan distribusi senyawa kimia
dalam jaringan, terganggunya aktivitas enzim-enzim, terjadinya penimbunan metabolit beracun.

Gejala pengkeriputan pada buah dapat disebabkan oleh penurunan kemampuan buah untuk
fosforilasi oksidatif, penurunan kemampuan tersebut mengakibatkan berkurangnya ATP yang
diperlukan untuk mempertahankan organisasi sel. Berkaitan degan berkurangnya ATP tersebut maka
dapat terjadi pengkriputan kulit, karena terjadi penimbunan zat-zat beracun mudah menguap
dibawah kutikula, yang dilepas melalui membrane-membran yang permeable.

Proses pengupasan, pemotongan, pengirisan yang diberikan menyebabkan buah dan sayur yang
diolah minimal bersifat sangat mudah rusak dengan umur simpan yang pendek. Kerusakan produk
yang diolah minimal karena perubahan reaksi fisiologis dan biokimia serta kerusakan mikrobiologis
menyebabkan degradasi warna, tekstur dan flavor produk diolah minimal menjadi lebih cepat dari
bahan segarnya

Perlukaan jaringan bahan selama proses menyebabkan banyak sel didalam bahan menjadi rusak dan
komponen intraselulernya seperti enzim pengoksidasi keluar. Pencoklatan terjadi karena adanya
reaksi antara enzim Polifenol dengan oksigen. Buah yang warnanya menjadi mencolok karena
kegiatan respirasinya masih berjalan sehingga masih dapat terjadi degradasi warna. Selain itu,
intesitas cahaya berpengaruh terhadap produk olahan minimal dengan adanya cahaya dapat
menghambat kehilangan klorofil sekaligus menghambat penurunan tingkat warna hijau pada buah
dan sayuran. Produk disimpan dalam lemari pendingin sehingga kurang cahaya maka penurunan
tingkat warna hijau lebih cepat.

Tekstur dari buah yang mengalami perubahan menjadi lunak diakibatkan turgor sel, dimana terjadi
tekanan dari isi sel terhadap dinding sel. Isi sel memperbesar karena dapat menyerap air
disekelilingnya. Dinding sel sebagian besar terdiri dari selulosa yang permeable terhadap air dan
molekul lainnya.. Tekstur lunak juga bisa terjadi karena peningkatan produksi senyawa etilen
yang berkontribusi pada sintesis enzim. Pencahayaan juga dapat berpengaruh dalam pelunakan
tekstur buah dan sayur dengan kondisi pertukaran gas pada bahan serta proses buka-tutupnya
stomata, yang akan mempengaruhi proses kehilangan air dari bahan sekaligus kehilangan berat
bahan.

Aroma khas yang berkurang pada buah setelah penyimpanan disebabkan karena setelah
pengolahan proses dimasukkan kedalam lemari pendingin. Maka penguraian senyawa volatil
menjadi terhambat. Adapula aroma dari beberapa buah dan sayur yang mengalami peningkatan hal
tersebut dapat diakibatkan karena parameter aroma seseorang berbeda, dan juga karena respirasi.

Pengamatan Mikroorganisme yang Terdapat Pada Buah dan Sayur Setelah dilakukan Penanganan
Minimal

Buah dan sayuran mengandung air dalam jumlah yang banyak dan juga nutrisi yang mana sangat
baik bagi pertumbuhan mikroorganisme. Buah yang baru dipanen sebenarnya telah dilabuhi oleh
berbagai macam mikroorganisme (mikroflora) dari yang tidak menyebabkan pembusukan sampai
yang menyebabkan pembusukan. Mikroorganisme pembusuk dapat tumbuh bila kondisinya
memungkinkan seperti adanya pelukaan-pelukaan, kondisi suhu dan kelembaban yang sesuai dan
sebagainya.

Adanya mikroorganisme pembusuk pada buah dan sayuran adalah merupakan factor pembatas
utama di dalam memperpanjang masa simpan buah dan sayuran. Mikroorganisme pembusuk yang
menyebabkan susut pascapanen buah dan sayuran secara umum disebabkan oleh jamur dan bakteri.
Infeksi awal dapat terjadi selama pertumbuhan dan perkembangan produk tersebut masih
dilapangan akibat adanya kerusakan mekanis selama operasi pemanenan, atau melalui kerusakan
fisiologis akibat dari kondisi penyimpanan yang tidak baik.

A. Menggunakan Media EMB (Eosyin Metylen Blue)

Dalam pengujian mutu suatu bahan pangan diperlukan berbagai uji yang mencakup uji fisik, uji
kimia, uji mikrobiologi, dan uji organoleptik. Uji mikrobiologi merupakan salah satu uji yang penting,
karena selain dapat menduga daya tahan simpan suatu makanan, juga dapat digunakan sebagai
indikator sanitasi makanan atau indikator keamanan makanan. Pengujian mikrobiologi diantaranya
meliputi uji kuantitatif untuk menetukan mutu dan daya tahan suatu makanan, uji kualitatif bakteri
patogen untuk menentukan tingkat keamanannya, dan uji bakteri indikator untuk mengetahui
tingkat sanitasi makanan tersebut.
Berdasarkan pengamatan diketahui bahwa pada semua sampel menunjukan hasil positif yang
menandakan bahwa sampel mengandung bakteri coliform. Bakteri coliform adalah golongan bakteri
intestinal, yaitu hidup dalam saluran pencernaan manusia. Bakteri coliform adalah bakteri indicator
keberadaan bakteri patogenik lain. Lebih tepatnya, sebenarnya, bakteri coliform fekal adalah bakteri
indikator adanya pencemaran bakteri patogen. Penentuan coliform fekal menjadi indikator
pencemaran dikarenakan jumlah koloninya pasti berkorelasi positif dengan keberadaan bakteri
pathogen. Pada terong terhitung 38 koloni, mentimun 90 koloni, wortel 53 koloni, apel 1 koloni.
Perbedaan jumlah koloni yang terdapat pada sampel dapat disebabkan oleh kadar air pada bahan
yang berbeda dan kontaminasi selama proses praktikum.

B. Analisis Pendugaan E. Coli dengan Menggunakan Media BLBG ( Brilian Green Lactose Broth)

Berdasakan hasil pembahasan pada mentimun, wortel, tomat dan terong menunjukan hasil positif,
sedangkan pada apel dan pakcoy hasil menunjukan negative. Hal tersebut dapat diketahui bahwa
sampel positif mengandung E.coli. Perkembangbiakan bakteri dalam makanan ditentukan oleh
keadaan lingkungan serta temperature yang cocok, selain ketersediaan zat gizi sebagai sumber
makanan.

Satu sel bakteri yang hidup dalam lingkungan yang sesuai, misalnya dalam waktu 20-30 menit, akan
membelah diri sehingga menurut perhitungan laboratories, dalam waktu 7 jam jumlah bakteri akan
bertambah menjadi 2 juta. Laju pertumbuhan bakteri bukan hanya tergantung pada factor waktu.
terdapat juga factor intrinsic dan Ekstrinsik. Faktor intrinsik menguraikan parameter yang khas untuk
bahan makanan tersebut pH, Kelembaban, sementara factor ekstrinsik pemrosesan, penyimpanan,
kemasan, dll

Kesimpulan

1. Pada dasarnya proses penanganan minimal pada sayur buah terdiri dari proses pencucian,
sortasi, pengupasan, dan pemotongan/pengirisan menjadi bagian-bagian yang lebih kecil dengan
bentuk spesifik sesuai komoditas.

2. Pada pakcoy, warna menjadi lebih hijau dan lebih baik. Sedang pada sayur dan buah lainnya
mengalami pemudaran warna atau pigmen. Tekstur keseluruhan pada sayur dan buah rata-rata
menjadi lunak dan lembek. Aroma pada wortel, terong, mentimun dan tomat aroma lebih segar dan
menguat, sementara aroma pada sampel dan buah lainnya mengalami pengurangan aroma.

3. Pada pengamatan mikroorganisme dengan media EMB, jumlah koloni yang terdapat pada
mentimun adalah yang tertinggi yaitu, 90 koloni. Sementara jumlah koloni minimum yaitu pada buah
apel

4. Mentimun, wortel, tomat dan terong menunjukan hasil positif mengandung Eshcerichia Coli,
sedangkan pada apel dan pakcoy hasil menunjukan negative.
DATAR PUSTAKA

Kartika, Emma. 2014. Deteksi Bakteri Indikator Keamanan Pangan Pada Sosis Daging Ayam Di Pasar
Flamboyan Pontianak; Pontianak. Universitas Tanjungpura

Made, I. 2010. Penanganan Pascapanen Buah dan Sayuran Segar: Denpasar. Universitas Udayana

Muchtadi, Deddy. 1992. Fisiologi Pasca Panen sayuran dan Buah-buahan: Bogor. Instsitut Pertanian
Bogor

Mutiarawati, Tino. 2007. Penanganan Pasca Panen Hasil Pertanian; Bandung. Universitas padjajaran

Noor, Isti. 2010. Analisis Mikrobiologi Pada Makanan: Surakarta. Universitas Sebelas Maret

Radji, Maksum. 2010. Deteksi Cepat Bakteri Escherichia Coli Dalam Sampel Air

Dengan Metode Polymerase Chain Reaction Menggunakan Primer 16e1 Dan 16e2:Depok.
Universitas Indonesia

Koswara, Sutrisno. 2009. Teknologi Pengolahan Sayuran dan Buah-Buahan. eBookPangan

Winarno,. M.Aman.1981. Fisiologi Lepas Panen: Jakarta. Sastra Hudaya.

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Nilai gizi bahan pangan tidak hanya ditentukan dari segi kuantitas (jumlah), namun juga dientukan
oleh kualitas gizi yang dikandungnya. Zat gizi merupakan nutrien-nutrien yang terkandung dalam
bahan pangan. Nutrien yang membentuk bahan pangan dapat berupa protein, karbohidrat, lemak,
mineral maupun vitamin. Protein sebagai salah satu nutrien bahan pangan dapat berfungsi sebagai
pengganti komponen tubuh yang rusak maupun sebagai sumber energi. Tingginya nilai protein
dalam makanan dapat ditentukan dengan melihat kandungan asam amino pembentuk dan daya
cerna protein. Daya cerna protein dapat menentukan ketersediaan asam-asam amino secara
biologis. Asam amino terbagi menjadi dua kelompok, yaitu asam amino esensial dan non-esensial.
Asam amino esensial merupakan asam amino yang tidak dapat dibentuk oleh tubuh sehingga
diperlukan asupan dari luar. Asam amino non-esensial dapat dibentuk oleh tubuh. Sumber protein
yang diperlukan oleh tubuh berasal dari hewani, nabati dan protein non konvensional. Protein
hewani dapat berasal dari daging maupun telur yang dihasilkan oleh ternak. Daging sebagai sumber
protein, akan mengalami proses pengolahan sebelumdikonsumsi. Tujuan pengolahan bahan pangan
disamping meningkatkan nilai tambah juga dapat memperpanjang masa simpan, meningkatkan
penerimaan terhadap produk dan menganekaragamkan produk olahan pangan. Proses pengolahan
selain dapat meningkatkan daya cerna protein, juga dapat menurunkan nilai gizinya. Peningkatan
daya cerna protein pada proses pemasakan dapat terjadi akibat terdenaturasinya protein dan
terhentinya aktivitas senyawa-senyawa anti nutrisi. Penurunan nilai gizi protein daging dapat
disebabkan oleh perlakuan suhu yang tidak terkontrol yang dapat merusak asam-asam amino
protein daging. Oleh karena itu, perlu perlakuan yang tepat dalam pengolahan daging, mengingat
daging merupakan bahan pangan sumber protein. Daging merupakan bahan pangan yang relatif
lebih mahal jikadibandingkan dengan sumber protein yang lain.

Banyak bahan makanan yang sudah dipanen mengalami kerusakan karena tidak tahan lama. Saat ini,
seiring dengan perkembangan teknologi, banyak cara ditemukan agar bahan makanan yang sudah
siap dikonsumsi dapat bertahan cukup lama dengan kualitas yang cukup baik. Laporan ini mengulas
bagaimana cara mengolah dan mengemas hasil pangan yang sudah agar menjadi produk olahan dan
agar tetap dapat dikonsumsi dalam jangka waktu panjang dengan kualitas yang tetap baik.
Pengolahan yang dimaksud dimulai dari proses termal, blansing, sterilisasi termal, pasteurisasi,
pengeringan, pendinginan dan pembekuan, ekstrusi, kristalisasi, pengawetan nontermal, serta
pengolahan kimiawi.

Keinginan manusia untuk mendapatkan makanan yang berkualitas rupanya tak pernah terpuaskan.
Dibatasi oleh kesulitan untuk senantiasa menyiapkan dan menyantap makanan segar, manusia
mengembangkan berbagai produk pangan awetan. Berbagai teknologi pengolahan pangan yang baru
terus bermunculan. Trend terakhir menunjukkan adanya kebutuhan akan makanan awetan yang
memiliki kualitas tak kalah dari makanan segar. Yang menjadi persoalan adalah bagaimana
menyiapkan makanan tinggi
dengan tingkat pengolahan, penggunaan bahan pengawet dan waktu persiapan
seminimal mungkin. Kebutuhan ini merupakan tantangan bagi para ahli teknologi
pangan untuk dapat melahirkan suatu bentuk teknologi baru. Semua ini tentu berawal dari hal
produk olahan yang biasa seperti pengolahan sari buah dan sayur dalam kaleng, pengolahan rempah
bubuk, teknologi pengolahan pangan hewani, teknologi pengolaha kedelai, dan pengolahan pangan
semi basah. Dari hal umu inilah nantinya akan dikembangkan produk – produk baru yang lebih
mutakhir. Intinya dari praktikum Teknologi Pengolahan ini adalah kita harus tahu terlebih dahulu
prinsip – prinsip awal dari pengolahan pangan, baik itu sterilisasi, pasteurisasi, pembekuan, blansir,
pemanasa, dan sebagainya.

1.2 TUJUAN

1. Untuk menjelaskan prinsip dan mempraktekkan proses pengolahan sari buah dengan
pasteurisasi dan sayur dalam kaleng dengan sterilisasi komersial.

2. Untuk menjelaskan prinsip dan mempraktekkan proses pengolahan rempah bubuk (cabe dan
bawang putih).

3. Untuk menjelaskan prinsip dan mempraktekkan proses pengolahan produk olahan pangan
hewani (bakso, nugget, sosis, dan telur asin) dan mempelajari pengaruh dari variabel proses
terhadap pengolahan dan mutu produk tersebut.

4. Untuk menjelaskan prinsip dan mempraktekkan proses pengolahan kedelai menjadi tempe dan
tahu.
5. Untuk menjelaskan prinsip dan mempraktekkan proses pengolahan jem dan jeli, menjelaskan
faktor-faktor yang harus dipehatikan dalam proses pembuatan jam dan jeli serta menentukan
keberhasilan struktur jam dan jeli yang baik, serta mempelajari pengaruh penurunan aktivitas air
terhadap kestabilan produk jam dan jeli.

6. Untuk menjelaskan prinsip dan mempraktekkan proses pengolahan kripik


menggunakan Vacuum Frying pada berbagai buah-buahan.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 OBJEK I: Pengolahan Sari Buah Dan Sayur Dalam Kaleng

A. Pasteurisasi Sari Buah

Pengertian produk minuman sari buah (fruit juice) menurut SNI 01-3719-1995 adalah
minuman ringan yang dibuat dari sari buah dan air minum dengan atau tanpa penambahan gula dan
bahan tambahan makanan yang diizinkan. Definisi sari buah menurut Keputusan Kepala Badan
Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK. No. HK.00.05.52.4040 Tahun 2006 tentang Kategori
Pangan mengatur definisi dan karakteristik dasar sari buah, terkait ketentuan bahan baku, proses
pengolahan dan produk jadi, adalah cairan yang diperoleh dari bagian buah yang dapat dimakan
yang dicuci, dihancurkan, dijernihkan (jika dibutuhkan), dengan atau tanpa pasteurisasi dan dikemas
untuk dapat dikonsumsi langsung. Sari buah dapat berisi hancuran buah serta berpenampakan keruh
atau jernih. Produk sari buah dapat dibuat dari satu atau campuran berbagai jenis buah. Pada sari
buah hanya dapat ditambahkan konsentrat jika berasal dari jenis buah yang sama. Sari buah
merupakan hasil pengepresan atau ekstraksi buah yang sudah disaring. Pembuatan sari buah
terutama ditujukan untuk meningkatkan ketahanan simpan serta daya guna buah-buahan.
Pembuatan sari buah dari tiap-tiap jenis buah meskipun ada sedikit perbedaan, tetapi prinsipnya
sama (Kemenristek RI 2010). Sari buah dibuat dengan cara menghancurkan daging buah dan
kemudian ditekan agar diperoleh sarinya. Gula ditambahkan untuk mendapatkan rasa manis.
Pengawet dapat ditambahkan untuk memperpanjang daya simpan. Selanjutnya cairan disaring,
dibotolkan, kemudian di pasteurisasi agar tahan lama. Pemurnian sari buah bertujuan untuk
menghilangkan sisa serat-serat dari buah dengan cara penyaringan, pengendapan atau sentrifugasi
dengan kecepatan tinggi yang dapat memisahkan sari buahdari serat-serat berdasarkan perbedaan
kerapatannya. Sari buah yang tidak dimurnikan akan berakibat terjadinya pengendapan di dasar
botol. Hal tersebut tidak diinginkan karena akan menurunkan penerimaan konsumen (Muchtadi
1977).

Ada tiga macam minuman buah yang telah ditetapkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan
(2006), yang dapat dibedakan dari kandungan buahnya: a) sari buah, yaitu cairan yang

diperoleh dari buah, baik buah tunggal atau campuran dari beberapa buah. Total kandungan sari

buahnya 100 persen yang diperoleh dari proses pengempaan, penghancuran, atau penggilingan
buah, b) minuman sari buah, adalah sari buah yang telah diencerkan dengan air. Kandungan total
sari buahnya minimal harus berjumlah 35 persen dengan atau tanpa penambahan gula, c) minuman
rasa buah yaitu sari buah yang telah diencerkan dengan air namun dengan total kandungan sari
buah minimal 10 persen. Di dalam minuman ini umumnya ditambahkan bahan-bahan lain (bisa
diketahui dari label kemasannya). Pencantuman persentase kandungan sari buah adalah untuk
memberikan kesan kepada konsumen bahwa produk tersebut mengandung sari buah. Sari buah
dapat digunakan sebagai salah satu ingridien atau sebagai perisa pada produk minuman. Produk
yang mengandung sari buah sebagai ingredien dapat mencantumkan persentase sari buah pada
label. Jika sari buah ditambahkan pada produk sebagai perisa, maka tidak perlu mencantumkan
persentase sari buah pada labelnya. Pencantuman persentase sari buah dimaksudkan sebagai
informasi kepada konsumen perihal kadar sari buah pada masing-masing produk. Persentase sari
buah pada label sebaiknya dicantumkan pada bagian yang mudah dilihat, dengan jenis cetakan yang
menyolok dan ukuran huruf yang cukup besar sehingga mudah untuk dibaca. Contoh pernyataan
mengenai % sari buah adalah “90 % sari buah” dan “90% sari buah apel”.

B. Sterilisasi Komersial Sayuran Dalam Kaleng

Sayur kacang-kacangan dalam kaleng adalah hasil olahan kacang-kacangan segar yang
dikemas dalam wadah kaleng. Proses produksi menggunakan peralatan industri dan bahan
pengemas kaleng sehingga memungkinkan terjadinya cemaran logam berat pada produk sayur
kacang-kacangan dalam kaleng. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya logam timah
dan kromium beserta kadarnya pada beberapa produk sayur kacang-kacangan dalam kaleng,
sehingga dapat diketahui kadar tersebut tidak melebihi batas maksimum. Hasil penelitian
menunjukkan semua sampel sayur kacang-kacangan dalam kaleng mengandung timah dan kromium.

Sayur kacang-kacangan dalam kaleng merupakan makanan praktis siap saji, yang dikemas
dalam kaleng. Sayur kacang-kacangan dalam kaleng semakin menjadi pilihan bagi banyak orang.
Produk olahan kacang-kacangan ini mudahdan cepat diolah. Meski nilai gizinya cukup baik, perlu
kecermatan dalam memilih, supaya jangan mengkonsumsi makanan yang rusak. Banyaknya sayur
kacang-kacangan dalam kaleng yang bermunculan di pasaran, maka perlu adanya pengawasan
terhadap mutu dan kualitas dari bahan yang digunakan sehingga dapat melindungi konsumen dari
bahan-bahan yang berbahaya. Sayur kacang-kacangan dalam kaleng merupakan hasil olahan kacang-
kacangan yang diawetkan dengan bumbu-bumbu, 1% garam dan 7,5% gula. Formulasi bahan-bahan
tersebut bervariasi tergantung pada kesenangan konsumen. Produk ini sudah mulai populer di
masyarakat, karena merupakan makanan instan (Berlian dkk, 1994). Tujuan pembuatan sayur
kacang-kacangan dalam kaleng adalah untuk memperoleh produk kacang-kacangan yang segar,
meningkatkan daya awet dan daya terima produk, serta menambah keragaman produk olahan
kacangkacangan. Sayur kacang-kacangan dalam kaleng dapat disimpan pada suhu kamar sekitar dua
tahun atau lebih dan dapat dihidangkan sebagai sayur kare, sayur lodeh, pelengkap bestik, gado-
gado, sayur asam, dan sebagainya (Cahyono, 2001). Salah satu hal yang mengurangi mutu produk
sediaan sayur kacangkacangan dalam kaleng adalah cemaran, misalnya cemaran kimia, fungi,
bakteri, mikroorganisme lain dan juga cemaran logam berat seperti timbal, timah, merkuri, arsen,
tembaga, dan seng. Logam berat sangat berbahaya dan merugikan bagi masyarakat jika dikonsumsi
dalam jumlah yang banyak, karena dapat terjadi akumulasi dan dapat menimbulkan gejala fisiologis
yang tidak diharapkan. Logam berat banyak digunakan dalam berbagai keperluan terutama untuk
sektor industri yang kegiatan produksinya bersifat senyawa monoaksi. Logam berat sering digunakan
dalam alat-alat produksi serta bahan baku pengemas seperti timah dan timbal. Jika sedikit saja
terjadi kerusakan pada kemasan maka akan memungkinkan terjadinya cemaran logam berat pada
makanan atau minuman yang ada di dalamnya (Sunu, 2001). Timah adalah sebuah unsur kimia
dalam tabel periodik yang memiliki simbul Sn (bahasa latin: Stanum) dan nomor atom 50. Unsur ini
merupakan logam miskin keperakan, dapat ditempa (melleable) tidak mudah teroksidasi dalam
udara sehingga tahan karat, ditemukan dalam banyak “alloy” dan digunakan untuk melapisi logam
lainnya untuk mencegah karat. Timah diperoleh terutama dari mineral “cassiterit” yang terbentuk
sebagai oksida. Sejumlah kecil timah dalam makanan kaleng tidak berbahaya bagi manusia. Senyawa
timah trialkil dan triaril berbahaya bagi makhluk hidup dan harus ditangani secara hatihati (Anonim,
2007).

Kromium merupakan mineral esensial yang berperan dalam metabolism karbohidrat dan lipid.
Kromiun berada dalam berbagai bentuk dengan jumlah muatan berbeda-beda. Kromium paling
mudah diabsorbsi dan pling efektif bila berada dalam bentuk Cr +++. Kromium banyak digunakan
sebagai pelapis logamlogam lain, stainlesstel, fotografi zat warna dan penyamakan. Kromium dapat
menyebabkan keracunan kronik karena debu kromium dan senyawa kromium, dapat juga terjadi
keracunan kronik yang disebabkan absorbsi melalui kulit dan keracunan akut melalui mulut.
Senyawa kromium yang larut dalam air danmemugkinkan keracunan melalui mulut, seperti kalium
kromat, kalium bikromat, dan asam kromat. Pada kematian yang disebabkan oleh keracunan
senyawa kromium dapat terjadi nefritis yang disertai oleh pendarahan (Sartono, 2002).

Pengawasan terhadap adanya cemaran timah dan kromium pada produk sayur kacang-kacangan
dalam kaleng, maka diperlukan suatu metode yang baik dan dapat dipakai dalam mendeteksi
kacangada tidaknya cemaran logam serta berapa besar kadar cemaran yang ada di daan t-ang
sediaan produk sayur kacang-kacangan dalam kaleng, diperlukan metode yang spesihfik dan teliti.
Penelitian ini untuk menganalisis cemaran logam berat timah dan kromium. yang terkandung dalam
sayur kacang-kacangan dalam kaleng yang dianalisis secara spektrofotometri serapan atom dan
mengetahui apakah sesuai dengan peraturan Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan
nomor : 03537/B/SK/VII/89.

BAB III

ALAT DAN BAHAN

3.1 Objek Ia: Pateurisasi sari buah

1. Alat:

Pisau
Talenan
Blender
Baskom plastic
Panic
Kompor
Cup plastic
Sealer
Gelas ukur
Timbangan
Refraktometer
Saringan
pH meter
thermometer
bak pasteurizer

2. Bahan:

Buah (jambu biji dan nanas)


Air
Gula pasir
Asam sitrat
CMC
Na-benzoat

B. Sterilisasi Komersial Sayuran Dalam Kaleng

1. Alat

Pisau
Talenan
Baskom
Panic
Blender
Kompor
Double seamer
Saringan
Kantong plastic
Gelas ukur
Timbangan
Refraktometer
pH meter
thermometer
autoclave
vacuum gauge

2. bahan
sayuran buncis
air
garam
asam sitrat
gula pasir
kemasan kaleng

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

1.1 Obejek 1: Pasteurisasi sari buah

1.1 1 Hasil

Rendeman nenas = Berat produk x 100 %

Berat bahan yg digunakan

Uji organoleptik

Rasa Manis asam

Warna Kuning muda

Adanya endapan Tidak ada endapan

Aroma Khas nenas

1.1.1 Pembahasan

Pada praktikum pasteurisasi sari buah ini menggunakan larutangaram sebagai larutan media yang
bertujuan sebagai pengawet sari buah didalam kaleng, setelah diamati tidak terdapat endapan pada
sari buah rasanya manis dan berwarna kuning muda, aroma khas nenas.

Hasil perhitungan rendeman dapat dilihat dipaparkan pada perhitungan rendeman diatas, untuk
pengolahan sari buah ini sedikit seklai terdapat rendeman sari buahnya. Dalampelaksanaan
praktikum banyak terjadi kesalahan dari prakrtikan untuk itu dari hasil pengamatan banyak yang
tidak paktikan lampirkan dilaporan hasil pengamatan dikarenakan ketika praktikum selesai tidak
dilakukan pengamatan seperti penyimpanan produk selama 1 minggu dan mengukur pH dan
beberapa uji yang lain pada modul untuk diamati, yang ada dilakukan hanya uji organoleptiknya saja.
1.2 Objek 1b: Sterilisasi komersial sayuran dalam kaleng

1.2.1 Hasil

2. Hasil pengamatan

Wortel 190 gr

Buncis 100 gr

4.1.2 Pembahasan

Praktikum objek sterilisasi sayuran dan buah dalam kaleng ini menggunakan sampel
sayuran buncis dan wortel, dengan masing-masing berat produk 100 g dan 190 g, prosedur kerja
sesuai dengan modul pelaksanaan praktikum.

Pada tahap ini sayuran yang akan kami lakukan sterilisasi dalam kaleng yaitu sayur buncis dan
wortel. Dimana buncis yang kami gunakan sebanyak 10 gr dan wortel sebanyak 210 gr. Langkah awal
yaitu melakukan sterilisasi kaleng terlebih dahulu selama 15 menit, lalu membuat larutan garam
sebagai larutan media dimana kami menggunakan garam sebanyak 4, 8 gr, selanjutnya memblansir
bahan selama 2 – 3 menit pada suhu 80 – 900 C. Kemudian memasukkan bahan kedalam kaleng dan
larutan media . Batas memasukkan bahan kedalam kaleng perlu diperhatikan yaitu kurang dari 1/10
dari tinggi kaleng. Terakhir adalah melakukan proses sterilisasi sayuran dalam kaleng tadi. Sterilisasi
dilakukan pada suhu 1150 C selama 15 menit

Secara keseluruhan dari pelaksanaan praktikum berjalan lancer, hasil dari pengamatan dari
penyimpanan tidak ada diamati oleh kelompok kami. Seperti uji kevacuman dan uji yang lain-lain.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2007, Wilkipedia Indonesia, (online), http: http://www.timah.com /ensiklopedia bebas


berbahasa Indonesia htm? Diakses tgl 12 Agustus 2007.166-168.

Ariyanti, N. D. 2003. Sifat fisik, kimia, mikrobiologi dan organoleptik abon ayam kampung dengan
penambahan kunyit selama penyimpanan. Skripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor,
Bogor.

Badan Standardisasi Nasional. 1995b. SNI 01-3818-1995. Bakso Daging. Dewan Standardisasi
Nasional, Jakarta.

Badan Standardisasi Nasional. 1995c. SNI 01-3820-1995. Sosis Daging. Dewan Standardisasi Nasional,
Jakarta.

Berlian V.A, N., Rahayu, E., 1994, Budidaya Polong Pucuk dan Baby Kapri, Penebar Swadaya, Jakarta,
3-5, 12, 33-34. Budavari, S., 1996, The Merck Index, Twelfth Edition an Encyclopedia of Chemicals,
Drugs and Biologicals, Merck Research Laboratories Division of Merck & Co., Inc., Whitehouse
Station,
Darmono, 2001, Lingkungan Hidup dan Pencemaran Hubungannya dengan Toksikologi Senyawa
Logam, Universitas Indonesia, Jakarta, 142-147.Lehninger, A. L. 1998a. Dasar-dasar Biokimia Jilid 1.
Terjemahan: M. Thenawidjaja. Erlangga, Jakarta.

NJ. Cahyono, B., 2001, Kacang Buncis Teknik Budi Daya dan Analisis Usaha Tani, Kanisius, Bogor, 9-
11, 13-15. Darmono, 1995, Logam Dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup, Universitas Indonesia,
Jakarta, 96-97.

Narsito, 1990, Dasar-Dasar Spektrofotometri Serapan Atom, Laboratorium Analisis Kimia dan Fisika
Pusat, Yogyakarta, 16-31, 42. Olson, Kent R., Poisoning And Drug Overdose, University of California,
San Francisco,

Purnomo, H. 1997. Studi tentang stabilitas protein daging kering dan dendeng selama penyimpanan.
Laporan Penelitian. Fakultas Peternakan. Universitas Brawijaya, Malang.

ACARA 2 PENYIMPANAN SUHU RENDAH

SIR OSSIRIS HOME SITE “Allahumma tawwi umurana fi ta’atika wa ta’ati rasulika waj’alna min
ibadikas salihina”

ILMU DAN TEKNLOGI PANGAN

ANEKA BISNIS

MY CRITISM

INFO PANGAN DAN KESEHATAN

FILM INSPIRATIF

KARIKATUR BE SMILE LAH


PENYIMPANAN BAHAN PANGAN SUHU RENDAH (PENDINGINAN & PEMBEKUAN)

PENYIMPANAN BAHAN PANGAN SUHU RENDAH (PENDINGINAN & PEMBEKUAN)

Prinsip dasar penyimpanan pada suhu rendah :

• Menghambat pertumbuhan mikroba

• Menghambat reaksi-reaksi enzimatis, kimiawi dan biokimiawi

Penyimpanan pada suhu rendah dapat menghambat kerusakan makanan, antara lain kerusakan
fisiologis, kerusakan enzimatis maupun kerusakan mikrobiologis. Pada pengawetan dengan suhu
rendah dibedakan antara pendinginan dan pembekuan. Pendinginan dan pembekuan merupakan
salah satu cara pengawetan yang tertua.

Pendinginan atau refrigerasi ialah penyimpanan dengan suhu rata-rata yang digunakan masih di atas
titik beku bahan. Kisaran suhu yang digunakan biasanya antara – 1oC sampai + 4oC. Pada suhu
tersebut, pertumbuhan bakteri dan proses biokimia akan terhambat. Pendinginan biasanya akan
mengawetkan bahan pangan selama beberapa hari atau beberapa minggu, tergantung kepada jenis
bahan pangannya. Pendinginan yang biasa dilakukan di rumah-rumah tangga adalah dalam lemari es
yang mempunyai suhu –2oC sampai + 16oC.

Pembekuan atau freezing ialah penyimpanan di bawah titik beku bahan, jadi bahan disimpan dalam
keadaan beku. Pembekuan yang baik dapat dilakukan pada suhu kira-kira –17 oC atau lebih rendah
lagi. Pada suhu ini pertumbuhan bakteri sama sekali berhenti. Pembekuan yang baik biasanya
dilakukan pada suhu antara – 12 oC sampai – 24 oC. Dengan pembekuan, bahan akan tahan sampai
bebarapa bulan, bahkan kadang-kadang beberapa tahun.

Perbedaan antara pendinginan dan pembekuan juga ada hubungannya dengan aktivitas mikroba.
Sebagian besar organisme perusak tumbuh cepat pada suhu di atas 10 oC

Beberapa jenis organisme pembentuk racun masih dapat hidup pada suhu kira-kira 3,3oC

Organisme psikrofilik tumbuh lambat pada suhu 4,4 oC sampai – 9,4 oC

Organisme ini tidak menyebabkan keracunan atau menimbulkan penyakit pada suhu tersebut, tetapi
pada suhu lebih rendah dari – 4,0 oC akan menyebabkan kerusakan pada makanan.

Jumlah mikroba yang terdapat pada produk yang didinginkan atau yang dibekukan sangat
tergantung kepada penanganan atau perlakuan-perlakuan yang diberikan sebelum produk itu
didinginkan atau dibekukan, karena pada kenyataannya mikroba banyak berasal dari bahan mentah/
bahan baku. Setiap bahan pangan yang akan didinginkan atau dibekukan perlu mendapat perlakuan-
perlakuan pendahuluan seperti pembersihan, blansing, atau sterilisasi, sehingga mikroba yang
terdapat dalam bahan dapat sedikit berkurang atau terganggu keseimbangan metabolismenya.

Pada umumnya proses-proses metabolisme (transpirasi atau penguapan, respirasi atau pernafasan,
dan pembentukan tunas) dari bahan nabati seperti sayur-sayuran dan buah-buahan atau dari bahan
hewani akan berlangsung terus meskipun bahan-bahan tersebut telah dipanen ataupun hewan telah
disembelih. Proses metabolisme ini terus berlangsung sampai bahan menjadi mati dan akhirnya
membusuk. Suhu dimana proses metabolisme ini berlangsung dengan sempurna disebut sebagai
suhu optimum.

Penggunaan suhu rendah dalam pengawetan makanan tidak dapat mematikan bakteri, sehingga
pada waktu bahan beku dikeluarkan dan dibiarkan hingga mencair kembali (“thawing”), maka
pertumbuhan dan perkembangbiakan mikroba dapat berlangsung dengan cepat. Penyimpanan
dingin dapat menyebabkan kehilangan bau dan rasa beberapa bahan bila disimpan berdekatan.
Misalnya :

• Mentega dan susu akan menyerap bau ikan dan bau buah-buahan

• Telur akan menyerap bau bawang

Bila memungkinkan sebaiknya penyimpanan bahan yang mempunyai bau tajam

terpisah dari bahan lainnya, tetapi hal ini tidak selalu ekonomis. Untuk mengatasinya, bahan yang
mempunyai bau tajam disimpan dalam kedaan terbungkus.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pendinginan yaitu :

• Suhu

• Kualitas bahan mentah

Sebaiknya bahan yang akan disimpan mempunyai kualitas yang baik

• Perlakuan pendahuluan yang tepat

Misalnya pembersihan/ pencucian atau blansing

• Kelembaban

Umumnya RH dalam pendinginan sekitar 80 – 95 %. Sayur-sayuran disimpan dalam pendinginan


dengan RH 90 – 95 %

• Aliran udara yang optimum

Distribusi udara yang baik menghasilkan suhu yang merata di seluruh tempat pendinginan, sehingga
dapat mencegah pengumpulan uap air setempat (lokal).

Keuntungan penyimpanan dingin :

• Dapat menahan kecepatan reaksi kimia dan enzimatis, juga pertumbuhan dan metabolisme
mikroba yang diinginkan. Misalnya pada pematangan keju.

• Mengurangi perubahan flavor jeruk selama proses ekstraksi dan penyaringan

• Mempermudah pengupasan dan pembuangan biji buah yang akan dikalengkan.

• Mempermudah pemotongan daging dan pengirisan roti

• Menaikkan kelarutan CO2 yang digunakan untuk ” soft drink ”


Air yang digunakan didinginkan lebih dahulu sebelum dikarbonatasi untuk menaikkan kelarutan CO2.

Kerugian penyimpanan dingin :

• Terjadinya penurunan kandungan vitamin, antara lain vitamin C

• Berkurangnya kerenyahan dan kekerasan pada buah-buahan dan sayur-sayuran

• Perubahan warna merah daging

• Oksidasi lemak

• Pelunakan jaringan ikan

• Hilangnya flavor

Pengaruh pendinginan terhadap makanan :

1. Penurunan suhu mengakibatkan penurunan proses kimia, mikrobiologi , dan biokimia yang
berhubungan dengan kelayuan, kerusakan, pembusukan , dll.

2. Pada suhu kurang dari 0 oC , air akan membeku kemudian terpisah dari larutan dan membentuk
es. Jika kristal es yang terbentuk besar dan tajam akan merusak tekstur dan sifat pangan , tetapi di
lain pihak kristal es yang besar dan tajam juga bermanfaat untuk mereduksi atau mengurangi
mikroba jumlah mikroba.

Pembentukan kristal es menjadi bagian penting dalam mekanisme pengawetan dengan pembekuan.
Sebuah kristal es yang terbentuk misalnya, dapat menarik seluruh air bebas dalam sel bakteri dan
khamir. Kristal-kristal ekstra seluler dapat menyebabkan pembekuan isi sel melalui perforasi. Tanpa
kristal es ekstra seluler, sel masih bisa betahan (belum membeku) pada suhu – 25 oC, tetapi jika
terdapat kristal es tersebut sel membeku pada – 5 oC.

Proses pembekuan yang terjadi pada makanan :

Perubahan bahan sampai membeku tidak terjadi sekaligus dari cairan ke padatan. Contohnya
sebotol susu yang disimpan pada ruang pembeku (freezer), maka cairan yang paling dekat dengan
dinding botol akan membeku lebih dahulu. Kristal yang terjadi mula-mula ialah air murni (H2O).
Ketika air terus berkristal, susu menjadi lebih pekat terutama pada komponen protein, lemak,
laktosa, dan mineral. Pekatan ini akan berkristal secara perlahan-lahan sebanding dengan proses
pembekuan yang berlangsung pada makanan.

Pada pembekuan akan terjadi beberapa proses sebagai berikut :

Mula-mula terjadi pembentukan kristal es yang biasanya berlangsung cepat pada suhu dibawah 0
oC. Kemudian diikuti proses pembesaran dari kristal-kristal es yang berlangsung cepat pada suhu – 2
oC sampai – 7 oC. Pada suhu yang lebih rendah lagi, maka pembesaran kristal-kristal es dihambat
karena kecepatan pembentukan kristal es meningkat.

Secara normal pembesaran kristal-kristal es dimulai di ruang ekstra seluler, karena viskositas
cairannya relatif lebih rendah. Bila pembekuan berlangsung secara lambat, maka volume ekstra
seluler lebih besar sehingga terjadi pembentukan kristal-kristal es yang besar di tempat itu. Kristal es
yang besar akan menyebabkan kerusakan pada dinding sel. Kadar air bahan makin rendah , maka
akan terjadi denaturasi protein terutama pada bahan nabati. Proses ini bersifat irreversible.

Pembekuan secara cepat akan menghambat kecepatan difusi air ke ruang ekstra seluler, akibatnya
air akan berkristal di ruang intra seluler, sehingga massa kristal es akan terbagi rata dalam seluruh
jaringan. Kristal es yang terbentuk berukuran kecil-kecil. Keadaan ini mengakibatkan kehilangan air
pada waktu ” thawing ” akan berkurang.

Pembekuan menyebabkan terjadinya :

• perubahan tekstur

• pecahnya emulsi lemak

• perubahan fisik dan kimia dari bahan

Perubahan yang terjadi tergantung dari komposisi makanan sebelum dibekukan. Konsentrasi
padatan terlarut yang meningkat, akan merendahkan kemampuan pembekuan. Bila dalam larutan
mengandung lebih banyak garam, gula, mineral, dan protein, akan menyebabkan titik beku lebih
rendah dan membutuhkan waktu yang lebih lama untuk membeku.

Dibandingkan dengan pemanasan dan pengeringan, maka pembekuan dalam pengawetan


sebenarnya lebih berorientasi pada usaha penghambatan tumbuhkembangnya mikroba serta
pencegahan kontaminasi yang akan terjadi. Oleh karena itu jumlah mikroba dan kontaminasi atau
kerusakan awal bahan pangan sangat penting diperhitungkan sebelum pembekuan. Jadi sanitasi dan
higiene pra-pembekuan ikut menentukan mutu makanan beku. Produk pembekuan yang bahan
asalnya mempunyai tingkat kontaminasi tinggi, akan lebih cepat rusak atau lebih cepat turun
mutunya dibandingkan dengan bahan yang pada awalnya lebih rendah kadar kontaminasinya.

Teknik-teknik Apakah yang Dilakukan pada Pembekuan ?

Teknik-teknik Pembekuan :

1. Penggunaan udara dingin yang diiupkan atau gas lain dengan suhu rendah kontak langsung
dengan makanan. Contohnya alat pembeku terowongan (“tunnel freezer ” ).

2. Kontak tidak langsung

Makanan atau cairan yang telah dikemas kontak dengan permukaan logam (lempengan silindris)
yang telah didinginkan dengan cara mensirkulasikan cairan pendingin. Contohnya alat pembeku
lempeng ( “plate freezer ” ) .

3. Perendaman langsung makanan ke dalam cairan pendingin atau menyemprotkan cairan

pendingin di atas makanan, misalnya nitrogen cair, freon, atau larutan garam.

Dalam sistem pendingin diperlukan suatu medium pemindahan panas yang disebut “refrigeran “.
Yang dimaksud dengan refrigeran yaitu suatu bahan yang dapat menghilangkan atau memindahkan
panas dari suatu ruang tertutup atau benda yang didinginkan.

Sifat-sifat refrigeran dalam sistem pendingin, a.l. :

• Titik didih rendah

• Titik kondensasi rendah

• Tidak menimbulkan karat pada logam


• Tidak mudah menimbulkan iritasi / luka

• Harganya relatif murah

• Mudah dideteksi dalam jumlah kecil

Refrigeran yang sering digunakan, a. l. :

• Ammonia ( NH3 )

• Metil khlorida ( CH3Cl )

• Freon 12 atau dichlorofluorometana ( CCl2F2)

• Karbon dioksida ( CO2 )

• Sulfur dioksida ( SO2 )

• Propane ( C3H8 )

Sirkulasi udara dalam lemari es perlu dijaga untuk mencegah pengeringan dari produk dan
menghilangkan panas dari produk dan dari dinding lemari es. Sebagian besar makanan mengandung
air dalam kadar yang tinggi, karena itu jangan dibiarkan bahan terbuka terhadap sirkulasi udara yang
cepat. Kelembaban dalam ruang es perlu dikontrol karena perbedaan uap diantara lemari es dan
makanan menyebabkan hilangnya air dari makanan yang tidak dibungkus, sehingga terjadi
pengringan bahan.

Pengeringan terutama terjadi pada bahan yang dibekukan tanpa dibungkus lebih dahulu atau
dibungkus dengan bahan yang tidak tembus uap air serta waktu membungkusnya masih banyak
ruang-ruang yang tidak terisi.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengeringan , antara lain :

1. Suhu
Suhu yang terlalu tinggi akan mengakibatkan pengeringan yang terjadi lebih besar

2. Kelembaban relatif atmosfir

Bila RH rendah, maka pengeringan lebih besar

3. Kontak dengan atmosfir

Penggunaan pembungkus akan mengurangi gejala kekeringan

4. Intensitas sirkulasi udara

Perbedaan suhu antara produk dan udara

Perubahan-perubahan yang terjadi pada pendinginan, antara lain :

• Perubahan warna pemucatan warna khlorofil -Pencoklatan

• perubahan tekstur kerusakan gel -pengerasan

• perubahan flavor hilangnya flavor asal (pembentukan flavor yang menyimpang) -ketengikan

• perubahan zat gizi

-vitamin C

-lemak tidak jenuh

-asam amino essensial

Kerusakan-kerusakan yang terjadi pada pendinginan


Pemakaian suhu rendah untuk mengawetkan bahan pangan tanpa mngindahkan syarat-syarat yang
diperlukan oleh masing- masing bahan, dapat mngakibatkan kerusakan-kerusakan sebagai berikut :

1. Chilling injury

Chilling injury terjadi karena :

• kepekaan bahan terhadap suhu rendah

• daya tahan dinding sel

• burik-burik bopeng (pitting)

Jaringan bahan menjadi cekung dan transparan

• Pertukaran bau / aroma

Di dalam ruang pendingin dimana disimpan lebih dari satu macam komoditi atau produk,
kemungkinan terjadi pertukaran bau/aroma. Contoh: apel tidak dapat didinginkan bersama-sama
dengan seledri, kubis, ataupun bawang merah.

2. Kerusakan oleh bahan pendingin / refrigeran

Bila lemari es menggunakan amonia sebagai refrigeran, misalnya terjadi kebocoran pada pipa dan
ammonia masuk ke dalam ruang pendinginan, akan mengakibatkan perubahan warna pada bagian
luar bahan yang didinginkan berupa warna coklat atau hitam kehijauan. Kalau proses ini berlangsung
terus, maka akan diikuti proses pelunakan jaringan-jaringan buah. Sebagai contoh : suatu ruangan
pendingin yang mengandung amonia sebanyak 1 % selama kurang dari 1 jam, akan dapat merusak
apel, pisang, atau bawang merah yang disimpan di dalamnya.

3. Kehilangan air dari bahan yang didinginkan akibat pengeringan

Kerusakan ini terjadi pada bahan yang dibekukan tanpa dibungkus atau yang dibungkus dengan
pembungkus yang kedap uap air serta waktu membungkusnya masih banyak ruang-ruang yang tidak
terisi bahan. Pengeringan setempat dapat menimbulkan gejala yang dikenal dengan nama ” freeze
burn ” , yang terutama terjadi pada daging sapi dan daging unggas yang dibekukan. Pada daging
unggas, hal ini tampak sebagai bercak-bercak yang transparan atau bercak-bercak yang berwarna
putih atau kuning kotor.

Freeze burn disebabkan oleh sublimasi setempat kristal-kristal es melalui janganjaringan permukaan
atau kulit. Maka terjadilah ruangan-ruangan kecil yang berisi udara, yang menimbulkan refleksi
cahaya dan menampakkan warna-warna tersebut. Akibat terjadinya

freeze burn, maka akan terjadi perubahan rasa pada bahan , selanjutnya diikuti dengan proses
denaturasi protein.

4. Denaturasi protein

Denaturasi protein berarti putusnya sejumlah ikatan air dan berkurangnya kadar protein yang dapat
diekstrasi dengan larutan garam. Gejala denaturasi protein terjadi pada daging, ikan, dan produk-
produk air susu. Proses denaturasi menimbulkan perubahan-perubahan rasa dan bau, serta
perubahan konsistensi (daging menjadi liat atau kasap). Semua bahan yang dibekukan, kecuali es
krim, sebelum dikonsumsi dilakukan “thawing”, maka untuk bahan yang telah mengalami denaturasi
protein pada waktu pencairan kembali, air tidak dapat diabsorpsi (diserap) kembali. Tekstur liat yang
terjadi disebabkan oleh membesarnya molekul-molekul.

ACARA 3

Salah satu alternative yang diusulkan adalah penundaan kematangan buah dengan menggunakan
absorban dalam plastic pengemas. Absorban menggunakan serbuk besi, arang aktif, dan KMnO4.
Usulan ini didasarkan kemampuan serbuk besi untuk meyerap oksigen yang ada pada atmosfer
penyimpanan sehingga respirasi buah yang dihambat dan akhirnya proses kematangan dapat
ditunda.

Selain itu pendinginan dan kedap udara juga merupakan upaya untuk memperlambat laju reaksi
produksi etilen dari buah. Namun teknik tersebut masih bersifat tradisional dan manual tanpa dapat
mengimbangi dinamika laju etilen buah. Oleh karena itu, kadang masih menghasilkan buah yang
busuk atau bahkan masih mentah ketika sampai ke konsumen.

KMnO4 atau kalium permanganate merupakan senyawa yang memiliki oksigen dan juga memiliki
valuasi yang berfungsi sebagai pengikat unsure disampingnya dan merupakan salah satu
fungsionalnya yang bisa berperan memecah masalah sesuatu contohnya pada pemecahan etilen.
Yang berperan dimana dengan ikatan valuasinya bisa memutuskan ikatan tersebut sehingga
menghasilkan perubahan. KMnO4 dapat digunakan untuk menghambat pematangan buah, karena
bersifat oksidator kuat, karena daya oksidatornya kuat maka KMnO4 dapat mengoksidasi etilen.
Seperti diketahui etilen adalah hormone yang merangsang atau mempercepat terjadinya
pematangan buah. Etilen yang teroksidasi kehilangan kemampuan untuk mempercepat pematangan
buah. KMnO4 dapat menghambat kematangan dengan cara megoksidasi ikatan rangkap etilen yang
dihasilkan oleh buah dan merubahnya menjadi bentuk etilen glikol dan mangandioksida (MnO2),
oleh karena itu buah menjadi terhambat proses kematangannya sehingga buah dapat disimpan lebih
lama. KMnO4 yang bereaksi dengan etilen akan menghasilkan gas CO2 yang berlebih.

Adanya konsentrasi CO2 yang berlebih pada penyimpanan dapat menghambat


percepatan/kecepatan proses pematangan buah karean CO2 berkompetisi dengan etilen. KMnO4
dapat menghambat kerja etilen dan merupakan penyerap etilen yang berlebih serta efektif. Daya
penghambat KMnO4 terhadap kerja etilen juga dipengaruhi oleh suhu. Semakin rendah suhunya, jika
dikombinasikan dengan KMnO4 akan memberikan hasil efektif terhadap penghambatan buah yang
akan matang karean pada suhu rendah enzim penggiat metabolisme juga tidak aktif (Suyatma,
2007). Reaksi KMnO4 dengan etilen sebagai berikut :

C2H4 + KMnO4 + H2O → C2H4(OH)2 + MnO2 + KOH

Secara umum walaupun konsentrasi etilen dapat menghambat namun produksi etilen dapat
dihentikan seluruhnya. Hal ini desebabkan adanya etilen endigencus dari buah itu sendiri, sehingga
dengan adanya penambahan penyerap etilen pun, produksi etilen akan tetap ada.

Penghambatan respirasi dapat dilakukan dengan menangkap oksigen yang ada dalam atmosfer
penyimpanan oleh suatu senyawa penyerap oksigen (oksigen adsorbs). Serbuk gergaji mempunyai
potensi sebagai senyawa penyerap oksigen yang ada dalam oksigen karena serbuk gergaji ini mudah
teroksidasi. Serbuk gergaji sudah sering digunakan sebagai penyerap oksigen pada produk makanan
kaleng, khususnya bahan makanan yang mengandung lemak. Serbuk gergaji ini akan bertindak
sebagai prooksidan dan menangkap oksigen sehingga reaksi oksidasi lemak terhambat (Retno,
2001). Serbuk gergaji kayu mengandung unsure karbon yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan
pembuatan karbon. Sebagai bahan yang mengandung karbon dapat diproses untuk menghasilkan
karbon aktif. Karbon aktif ini berasal dari dekomposisi termal lignin, selulosa, dan hemiselulosa yang
telah mengalami proses aktivasi.

Definisi arang aktif berdasarkan pada pola strukturnya adalah sesuatu bahan yang berupa karbon
amorf yang sebagian besar terdiri dari karbon bebas serta memiliki permukaan dalam sehingga daya
serap yang tinggi. Pada proses industry arang aktif digunakan sebagai bahan pembantu pada proses
industry dalam meningkatkan kualitas atau mutu produk yang dihasilkan. Arang merupakan suatu
padatan berpori yang mengandung 85-95 % karbon, dihasilkan dari bahan-bahan yang mengandung
karbon dengan pemanasan pada suhu tinggi. Arang selain digunakan sebagi bahan bakar, juga dapat
digunakan sebagai absorban (penyerap). Daya serap ditentukan oleh luas permukaan partikel dan
kemampuan ini dapat menjadi lebih tinggi jika terhadap arang tersebut dilakukan aktivasi dengan
bahan-bahan kimia maupun dengan pemanasan pada temperature tinggi. Dengan demikian arang
akan mengalami sifat- sifat kimia dan fisika
LAPORAN TPP: PENGARUH GAS ETILEN DAN BAHAN PENYERAP OKSIGEN PADA BEBUAHAN SELAMA
PENYIMPANAN

Buah dan sayur merupakan jenis pangan yang mudah rusak karena kandungan airnya yang cukup
tinggi sehingga memungkinkan bakteri dan mikroba lain tumbuh di dalamnya dan hal ini bisa
menurunkan mutu pangan. Penurunan mutu tersebut disebabkan karena sayur dan buah setelah
dipetik masih melakukan proses metabolisme dan aktivitas respirasi. Jaringan pada buah dan sayur
yang telah dipetik aktif melakukan respirasi yang bertujuan untuk mempertahankan hidupnya
dengan cara merombak pati menjadi gula . Pada proses tersebut, dihasilkan air secara terus menerus
sehingga mengakibatkan kelayuan saat penyimpanan karena praktis tidak ada suplai air lagi. Salah
satu cara untuk memperpanjang masa simpan buah dan sayur adalah dengan penyimpanan pada
suhu rendah agar aktivitas mikroba, enzim, maupun respirasi dapat dihambat (Zulkarnaen, 2009).

Pematangan buah yaitu mengacu pada perubahan yang terjadi setelah pendewasaan penuh, yang
dicirikan oleh melunaknya daging buah, terbentuknya karakteristik aroma, dan peningkatan
kandungan cairan buah (Zulkarnaen, 2009). Dalam sekala rumahan buah dipetik pada saat sudah
masak, pada sekala besar buah dipetik dalam keadaan belum matang agar buah-buahan tidak cepat
busuk. Proses pematangan buah diatur oleh hormone pengatur penuaan atau pematangan buah.
Contohnya adalah etilen, calcium carbide, penambahan daun-daunan dan asap dari materi yang
menyala (Isbandi, 1983). Pemasakan buah merupakan salah satu hasil metabolisme jaringan
tanaman pada kondisi pemasakan buah merupakan hal yang diharapkan oleh petani, pedagang dan
konsumen buah-buahan, karena buah tersebut akan segera dikonsumsi. Akan tetapi pada konsisi
lain pemasakan buah merupakan kerugian, sehingga tidak diharapkan. Hal ini apabila buah tersebut
tidak segera dikonsumsi karena masih mengalami periode transportasi yang jauh dan memakan
waktu yang tidak singkat. Untuk kasus kedua ini para pengelola buah-buahan baik petani, pedagang
atau industri pengelola berusaha semaksimal mungkin agar buah mengalami pemasakan pada waktu
yang tepatatau sesuai dengan waktu yang diinginkan.
Berbagai usaha untuk mengendalikan buah agar tidak segera masak, yang telah dilakukan
diantaranya yaitu pelilinan, pendinginan, pengendalian dengan cara CA (Controlled Atmosphere),
MAP (Modified Atmosphere Package) dan lainnya. Salah satu cara lagi adalah pengendalian dengan
cara penyerapan terhadap gas etilen (C2H4). Hal ini berdasarkan atas kenyataan bahwa peran etilen
yang dihasilkan oleh buah itu sendiri sangat mempengaruhi terhadap kecepatan pemasakan buah.
Buah-buahan yang sudah tua dan menjelang masak akan menghasilkan gas etilen yang cukup
banyak, dan gas ini akan memacu terhadap pemasakan buah. Produksi etilen sendiri akan dipacu
dengan adanya udara (Oksigen) dan suhu. Kondisi udara semakin banyak dan suhu semakin tinggi
akan memacu adanya respirasi yang diantaranya memproduksi gas etilen. Untuk mengendalikan
pemasakan tersebut maka gas etilen harus segera dikurangi disekitar kumpulan buah. Untuk
mengurangi gas etilen tersebut diantaranya dapat menggunakan zat penyerap gas.
Berdasarkan laju respirasinya buah dibedakan menjadi dua yaitu buah klimaterik (laju respirasi
meningkat dengan tajam selama periode pematangan dan pada awal senesen) dan nonklimaterik
(tidak ada perubahan laju respirasi pada akhir pematangan buah) (Zulkarnaen, 2009). Contoh buah
klimaterik adalah avokad, papaya, apel, pisang dan lain-lain sedangkan contoh buah nonklimaterik
adalah jeruk, nanas, durian, dan lain-lain (Ayimada, 2008).

Praktikum pemasakan buah ini menggunakan buah mangga yang merupakan buah klimaterik dan
apel yang merupakan buah non klimaterik sebagai objek untuk melihat pengaruh etilen dan zat
penyerap gas etilen (KMnO4, kapur, dan vitamin C) terhadap mutu buah.

Etilen adalah senyawa hidrokarbon tidak jenuh yang pada suhu kamar berbentuk gas. Senyawa ini
dapat menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan penting dalam proses pertumbuhan dan
pematangan hasil-hasil pertanian. Menurut Abidin (1985) etilen adalah hormon tumbuh yang secara
umum berlainan dengan auksin, giberellin dan sitokinin. Dalam keadaan normal, etilen akan
berbentuk gas dan struktur kimianya sangat sederhana sekali. Di alam etilen akan berperan apabila
terjadi perubahan secara fisiologis pada suatu tanaman. Hormon ini akan berperan dalam proses
pematangan buah dalam fase klimaterik. Jadi dapat disimpulkan bahwa gas etilen mempercepat
pematangan buah pada buah klimaterik.

Pada awal praktikum diuji buah mangga dan apel sebagai kontrol. Hal-hal yang harus diuji adalah
susut bobot, kekerasan, pH, sensori, dan tanda fisiologis. Pada kontrol tidak diberi zat penyerap
apapun, waktu perlakuannya pun hanya 3 hari. Dari hasil didapat bahwa pada kontrol buah mangga
maupun apel hari kedua buah tersebut masih dalam keadaan mentah, berwarna hijau, pada mangga
pH 3, sedangkan apel pH 4. Setelah hari ketiga mangga mengalami susut bobot sebesar 0.67%, dan
apel 0.58%. kekerasan pada hari ketiga berkurang baik apel maupun mangga, namun tidak terlalu
signifikan.

Pengujian dilakukan 6 hari untuk kedua buah, masing-masing diuji tiga buah. Diuji 2 hari satu buah.
Yaitu hari ke 2, 4, dan 6. Perlakuan yang diberikan adalah pemberian karbit (KMnO4), kapur, dan
vitamin C. Dari hari pertama hingga ke 6, mangga maupun apel mengalami perubahan, yaitu
mengalami penurunan bobot, penurunan kekerasan, perubahan pH, dan sensori.

Usaha untuk mengurangi etilen akan mengakibatkan tertundanya kematangan dan


mempertahankan kesegaran serta memperpanjang umur simpan (Pantastico et. Al, 1989). Pada
buah klimaterik respon etilen hanya berpengaruh pada saat fase pre-klimaterik sedangkan pada
buah non-klimaterik aktivitas respirasi dan pematangan daat dipercepat pada semua fase tahap
pematangan. Dengan adanya etilen, proses respirasi akan berlangsung cepat dan ikut dalam proses
reaksi pemasakan. Semakin matang buah, produksi etilen semakin menurun. Adanya perlakuan
tertentu yang dapat mengurangi kandungan etilen disekitar buah dapat memperpanjang umur
simpan buah tersebut.

Penyerapan etilen yang digunakan adalah KMnO4, karbon aktif dan mineral-mineral yang dibungkus
dengan kertas saring. Penggunaan KMnO4 dianggap mempunyai potensi besar karena sifatnya yang
tidak mudah menguap sehingga dapat disimpan berdekatan dengan buah tanpa menimbulkan
kerusakan (mengurangi mutu buah). Secara umum, perlakuan bahan penyerap etilen, yaitu KMnO4,
memberikan pengaruh terhadap penghambatan pematangan, dengan dapat ditekannya produksi
etilen dan dapat dipertahankan warna hijau, tekstur, aroma buah, kekerasan, tingginya kadar pati,
dan susut bobot yang cenderung rendah (Muchtadi et al, 1992). Pada hasil pengamatan perlakuan
karbit pada buah mangga dari hari ke 1 sampai 6 memiliki susut bobot yang rendah yaitu berkisar
0,62% hingga 6,85%. Kekerasan pun menurun setiap harinya namun tidak berpengaruh secara
drastis. pH jus cenderung sama yaitu berkisar pada 3, perubahan sensori yaitu warna cenderung
hijau, aroma mangga mentah (asam), dan semakin lunak tiap harinya. Pada buah apel perubahan
cenderung tidak terlihat atau tidak terjadi perubahan yang signifikan. Hal ini disebabkan buah
mangga merupakan buah klimaterik sedangkan apel merupakan buah non klimaterik. Hal ini berjalan
sesuai dengan literatur yang ada.

Perlakuan selanjutnya yaitu pemberian kapur halus yang sebelumnya telah dibungkus terlebih
dahulu di dalam kertas saring. Kapur diberikan pada masing-masing sampel, yaitu masing-masing
plastik terdiri dari 3 buah. Plastik yang berisi 3 buah mangga dan plastik yang berisi 3 buah apel, yang
kemudian per buah akan diuji pada hari ke 2, 4, 6.

Pemberian kapur tohor (CaO) dimaksudkan untuk mengikat CO2 serta disimpan ditempat yang
kering dan teduh sehingga penimbunan etilen dapat ditekan serendah mungkin (Tranggono, 1989).
Buah yang masih berwarna kehijau-hijauan (sudah tua tapi belum matang) bila setelah dipetik
langsung disimpan dengan cara ini dapat dipertahankan kesegarannya sampai 2 minggu. Pada hasil
praktikum didapat bahwa buah mangga yang diberi kapur mempunyai perubahan susut bobot yang
sangat rendah yaitu berkisar antara 0,87% - 1,4% hingga hari ke 6, sedangkan apel reatif lebih kecil
yaitu 0,4& - 1,1%. pH pada mangga yaitu konstan 3 hingga hari ke 6, pada apel pun demikian, yaitu 4
hingga hari ke 6. Perubahan kekerasab dan sensori secara kasat mata tidak begitu terlihan. Namun
terjadi penurunan kekerasan, akan tetapi masih relatif rendah dibandingkan penyimpanan dengan
karbit (KMnO4).

Pengaruh vitamin C terhadap mutu komoditi apel menurut Apandi (1984) adalah sebagai
absorben/penyerap oksigen yang terlibat langsung dalam proses respirasi. Penurunan konsentrasi
O2 (atau sebaliknya, peningkatan konsentrasi CO2) hingga konsentrasi yang belum memicu
terjadinya fermentasi menjadi salah satu parameter utama teknologi pengemasan buah. Pada
umumnya, penurunan O2 akan menurunkan laju respirasi, yang selanjutnya akan menghambat
pemasakan buah, sehingga mampu memperpanjang masa simpannya. Adapun pengaruh lain yaitu
susutnya bobot buah apabila O2 menurun dan CO2 meningkat. Adanya kehilangan bobot ini
disebabkan oleh meningkatnya laju respirasi yang menyebabkan perombakan senyawa seperti
karbohidrat dalam buah dan menghasilkan CO2, energi, dan air yang menguap melalui permukaan
kulit buah. Dari hasil pengamatan didapat susut bobot sebesar 1,7336% pada hari ketiga dengan pH
turun dari 4 menjadi 3, kemudian tekstur berubah sedikit lunak, permukaan buah semakin
halus/licin, dan timbulnya bercak lebih banyak.

Pengaruh vitamin C terhadap mutu komoditi mangga menurut Kader dan Morris (1997) adalah
sebagai bahan penyerap oksigen (oxygen scavenger) yang dapat mengurangi konsentrasi oksigen
pada level yang sangat rendah (ultra-low level). Bahan penyerap oksigen secara aktif akan
menurunkan konsentrasi oksigen di dalam head-space kemasan hingga 0.01%, mencegah terjadinya
proses oksidasi, perubahan warna dan pertumbuhan mikrooorganisme. Jika kapasitas absorber
mencukupi, maka absorber juga dapat menyerap oksigen yang masuk ke dalam head-space kemasan
melalui lubang-lubang dan memperpanjang umur simpan bahan yang dikemas. Adapun pengaruh
lain yaitu susutnya bobot buah apabila O2 menurun dan CO2 meningkat. Seperti pada pengamatan
buah mangga dengan pengaruh vitamin C didapat susut bobot sebesar 14,12% pada hari ketiga
dengan pH tetap 3, kemudian tekstur berubah sedikit lunak, baunya menjadi busuk, dan timbulnya
bercak coklat lebih banyak.

Kondisi terbaik untuk penyimpanan apel adalah pada suhu rendah yaitu sekitar suhu 32°-33°F atau
0°-6°C misalnya di dalam ruang pendingin karena akan membuat apel tersebut tetap segar selama 4-
8 bulan. Selain itu buah apel tidak boleh disimpan bersama-sama dengan bahan-bahan lain yang
mempunyai bau kuat, misalnya bawang, minyak tanah, dan sebagainya karena buah apel dapat
mengabsorbsi bau (Soelarsoe, 1998). Bila disimpan pada suhu rendah sekitar 5°C kecepatan respirasi
buah apel juga rendah hanya mencapai 3 mg CO2/kg/hari sehingga mampu bertahan 3-8 bulan
sedangkan apabila dibandingkan penyimpanan pada suhu ruang 25°C kecepatan respirasinya
mencapai 30 mg CO2/kg/hari (Tranggono, 1989). Bahan tambahan yang perlu digunakan adalah lilin
yang digunakan sebagai pelapis/waxing sebagai usaha menunda kematangan untuk menghambat
proses metabolisme buah karena setelah dipanen buah masih tetap hidup sehingga akan tetap
melakukan proses metabolisme yang akan menyebabkan terjadinya perubahan komposisi kimiawi
serta mutu dari komoditi tersebut. Tujuan pelilinan pada komoditi yang disimpan ini terutama
adalah untuk mengambat sirkulasi udara dan menghambat kelayuan sehingga komoditi yang
disimpan tidak cepat kehilangan berat karena adanya proses transpirasi/penguapan uap air dari
dalam komoditi. Sedangkan untuk produk buah apel sendiri biasanya menggunakan bahan
tambahan makanan yang dapat memperkeras atau mencegah lunaknya makanan seperti Ca sulfat
pada buah apel kalengan (Eckert, 1996).

Kondisi terbaik untuk penyimpanan mangga adalah pada suhu 13°-14,5°C dan pada kadar CO2 dan
O2 sebesar 5% karena dapat meningkatkan umur simpan buah mangga paling tinggi. Mangga hanya
mempunyai toleransi yang rendah terhadap CO2. Pada tingkat kandungan 15% CO2, buah mangga
tidak menjadi merah atau jingga seperti biasa namun rasa dan aromanya baik (Desrosier, 1988).
Bahan tambahan yang perlu digunakan bila masih berbentuk komoditi sama seperti apel
menggunakan lilin, namun untuk mangga bahan tambahan biasanya digunakan saat mangga sudah
menjadi produk. Misalnya bahan tambahan yang digunakan adalah antioksidan dan antioksidan
sinergis untuk produk buah kalengan digunakan untuk mencegah terjadinya proses oksidasi maupun
bahan pengawet seperti asam benzoat dan garamnya serta ester para-hidroksi benzoat untuk
produk buah-buahan yang dapat mencegah fermentasi, pengasaman atau penguraian lain terhadap
makanan yang disebabkan oleh mikroorganisme (Kartasaputra, 1986).

LENTERA JIWA

indahnya berbagi ilmu.. jangan biarkan ilmu mengendap seperti air dalam teko karena akan
menimbulkan bibit penyakit.. dan berikanlah peringatan karena peringatan itu bermanfaat..

SABTU, 17 MEI 2014

LAPORAN TPP: PENGARUH GAS ETILEN DAN BAHAN PENYERAP OKSIGEN PADA BEBUAHAN SELAMA
PENYIMPANAN
Buah dan sayur merupakan jenis pangan yang mudah rusak karena kandungan airnya yang cukup
tinggi sehingga memungkinkan bakteri dan mikroba lain tumbuh di dalamnya dan hal ini bisa
menurunkan mutu pangan. Penurunan mutu tersebut disebabkan karena sayur dan buah setelah
dipetik masih melakukan proses metabolisme dan aktivitas respirasi. Jaringan pada buah dan sayur
yang telah dipetik aktif melakukan respirasi yang bertujuan untuk mempertahankan hidupnya
dengan cara merombak pati menjadi gula . Pada proses tersebut, dihasilkan air secara terus menerus
sehingga mengakibatkan kelayuan saat penyimpanan karena praktis tidak ada suplai air lagi. Salah
satu cara untuk memperpanjang masa simpan buah dan sayur adalah dengan penyimpanan pada
suhu rendah agar aktivitas mikroba, enzim, maupun respirasi dapat dihambat (Zulkarnaen, 2009).

Pematangan buah yaitu mengacu pada perubahan yang terjadi setelah pendewasaan penuh, yang
dicirikan oleh melunaknya daging buah, terbentuknya karakteristik aroma, dan peningkatan
kandungan cairan buah (Zulkarnaen, 2009). Dalam sekala rumahan buah dipetik pada saat sudah
masak, pada sekala besar buah dipetik dalam keadaan belum matang agar buah-buahan tidak cepat
busuk. Proses pematangan buah diatur oleh hormone pengatur penuaan atau pematangan buah.
Contohnya adalah etilen, calcium carbide, penambahan daun-daunan dan asap dari materi yang
menyala (Isbandi, 1983). Pemasakan buah merupakan salah satu hasil metabolisme jaringan
tanaman pada kondisi pemasakan buah merupakan hal yang diharapkan oleh petani, pedagang dan
konsumen buah-buahan, karena buah tersebut akan segera dikonsumsi. Akan tetapi pada konsisi
lain pemasakan buah merupakan kerugian, sehingga tidak diharapkan. Hal ini apabila buah tersebut
tidak segera dikonsumsi karena masih mengalami periode transportasi yang jauh dan memakan
waktu yang tidak singkat. Untuk kasus kedua ini para pengelola buah-buahan baik petani, pedagang
atau industri pengelola berusaha semaksimal mungkin agar buah mengalami pemasakan pada waktu
yang tepatatau sesuai dengan waktu yang diinginkan.
Berbagai usaha untuk mengendalikan buah agar tidak segera masak, yang telah dilakukan
diantaranya yaitu pelilinan, pendinginan, pengendalian dengan cara CA (Controlled Atmosphere),
MAP (Modified Atmosphere Package) dan lainnya. Salah satu cara lagi adalah pengendalian dengan
cara penyerapan terhadap gas etilen (C2H4). Hal ini berdasarkan atas kenyataan bahwa peran etilen
yang dihasilkan oleh buah itu sendiri sangat mempengaruhi terhadap kecepatan pemasakan buah.
Buah-buahan yang sudah tua dan menjelang masak akan menghasilkan gas etilen yang cukup
banyak, dan gas ini akan memacu terhadap pemasakan buah. Produksi etilen sendiri akan dipacu
dengan adanya udara (Oksigen) dan suhu. Kondisi udara semakin banyak dan suhu semakin tinggi
akan memacu adanya respirasi yang diantaranya memproduksi gas etilen. Untuk mengendalikan
pemasakan tersebut maka gas etilen harus segera dikurangi disekitar kumpulan buah. Untuk
mengurangi gas etilen tersebut diantaranya dapat menggunakan zat penyerap gas.

Berdasarkan laju respirasinya buah dibedakan menjadi dua yaitu buah klimaterik (laju respirasi
meningkat dengan tajam selama periode pematangan dan pada awal senesen) dan nonklimaterik
(tidak ada perubahan laju respirasi pada akhir pematangan buah) (Zulkarnaen, 2009). Contoh buah
klimaterik adalah avokad, papaya, apel, pisang dan lain-lain sedangkan contoh buah nonklimaterik
adalah jeruk, nanas, durian, dan lain-lain (Ayimada, 2008).
Praktikum pemasakan buah ini menggunakan buah mangga yang merupakan buah klimaterik dan
apel yang merupakan buah non klimaterik sebagai objek untuk melihat pengaruh etilen dan zat
penyerap gas etilen (KMnO4, kapur, dan vitamin C) terhadap mutu buah.

Etilen adalah senyawa hidrokarbon tidak jenuh yang pada suhu kamar berbentuk gas. Senyawa ini
dapat menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan penting dalam proses pertumbuhan dan
pematangan hasil-hasil pertanian. Menurut Abidin (1985) etilen adalah hormon tumbuh yang secara
umum berlainan dengan auksin, giberellin dan sitokinin. Dalam keadaan normal, etilen akan
berbentuk gas dan struktur kimianya sangat sederhana sekali. Di alam etilen akan berperan apabila
terjadi perubahan secara fisiologis pada suatu tanaman. Hormon ini akan berperan dalam proses
pematangan buah dalam fase klimaterik. Jadi dapat disimpulkan bahwa gas etilen mempercepat
pematangan buah pada buah klimaterik.

Pada awal praktikum diuji buah mangga dan apel sebagai kontrol. Hal-hal yang harus diuji adalah
susut bobot, kekerasan, pH, sensori, dan tanda fisiologis. Pada kontrol tidak diberi zat penyerap
apapun, waktu perlakuannya pun hanya 3 hari. Dari hasil didapat bahwa pada kontrol buah mangga
maupun apel hari kedua buah tersebut masih dalam keadaan mentah, berwarna hijau, pada mangga
pH 3, sedangkan apel pH 4. Setelah hari ketiga mangga mengalami susut bobot sebesar 0.67%, dan
apel 0.58%. kekerasan pada hari ketiga berkurang baik apel maupun mangga, namun tidak terlalu
signifikan.

Pengujian dilakukan 6 hari untuk kedua buah, masing-masing diuji tiga buah. Diuji 2 hari satu buah.
Yaitu hari ke 2, 4, dan 6. Perlakuan yang diberikan adalah pemberian karbit (KMnO4), kapur, dan
vitamin C. Dari hari pertama hingga ke 6, mangga maupun apel mengalami perubahan, yaitu
mengalami penurunan bobot, penurunan kekerasan, perubahan pH, dan sensori.

Usaha untuk mengurangi etilen akan mengakibatkan tertundanya kematangan dan


mempertahankan kesegaran serta memperpanjang umur simpan (Pantastico et. Al, 1989). Pada
buah klimaterik respon etilen hanya berpengaruh pada saat fase pre-klimaterik sedangkan pada
buah non-klimaterik aktivitas respirasi dan pematangan daat dipercepat pada semua fase tahap
pematangan. Dengan adanya etilen, proses respirasi akan berlangsung cepat dan ikut dalam proses
reaksi pemasakan. Semakin matang buah, produksi etilen semakin menurun. Adanya perlakuan
tertentu yang dapat mengurangi kandungan etilen disekitar buah dapat memperpanjang umur
simpan buah tersebut.

Penyerapan etilen yang digunakan adalah KMnO4, karbon aktif dan mineral-mineral yang dibungkus
dengan kertas saring. Penggunaan KMnO4 dianggap mempunyai potensi besar karena sifatnya yang
tidak mudah menguap sehingga dapat disimpan berdekatan dengan buah tanpa menimbulkan
kerusakan (mengurangi mutu buah). Secara umum, perlakuan bahan penyerap etilen, yaitu KMnO4,
memberikan pengaruh terhadap penghambatan pematangan, dengan dapat ditekannya produksi
etilen dan dapat dipertahankan warna hijau, tekstur, aroma buah, kekerasan, tingginya kadar pati,
dan susut bobot yang cenderung rendah (Muchtadi et al, 1992). Pada hasil pengamatan perlakuan
karbit pada buah mangga dari hari ke 1 sampai 6 memiliki susut bobot yang rendah yaitu berkisar
0,62% hingga 6,85%. Kekerasan pun menurun setiap harinya namun tidak berpengaruh secara
drastis. pH jus cenderung sama yaitu berkisar pada 3, perubahan sensori yaitu warna cenderung
hijau, aroma mangga mentah (asam), dan semakin lunak tiap harinya. Pada buah apel perubahan
cenderung tidak terlihat atau tidak terjadi perubahan yang signifikan. Hal ini disebabkan buah
mangga merupakan buah klimaterik sedangkan apel merupakan buah non klimaterik. Hal ini berjalan
sesuai dengan literatur yang ada.

Perlakuan selanjutnya yaitu pemberian kapur halus yang sebelumnya telah dibungkus terlebih
dahulu di dalam kertas saring. Kapur diberikan pada masing-masing sampel, yaitu masing-masing
plastik terdiri dari 3 buah. Plastik yang berisi 3 buah mangga dan plastik yang berisi 3 buah apel, yang
kemudian per buah akan diuji pada hari ke 2, 4, 6.

Pemberian kapur tohor (CaO) dimaksudkan untuk mengikat CO2 serta disimpan ditempat yang
kering dan teduh sehingga penimbunan etilen dapat ditekan serendah mungkin (Tranggono, 1989).
Buah yang masih berwarna kehijau-hijauan (sudah tua tapi belum matang) bila setelah dipetik
langsung disimpan dengan cara ini dapat dipertahankan kesegarannya sampai 2 minggu. Pada hasil
praktikum didapat bahwa buah mangga yang diberi kapur mempunyai perubahan susut bobot yang
sangat rendah yaitu berkisar antara 0,87% - 1,4% hingga hari ke 6, sedangkan apel reatif lebih kecil
yaitu 0,4& - 1,1%. pH pada mangga yaitu konstan 3 hingga hari ke 6, pada apel pun demikian, yaitu 4
hingga hari ke 6. Perubahan kekerasab dan sensori secara kasat mata tidak begitu terlihan. Namun
terjadi penurunan kekerasan, akan tetapi masih relatif rendah dibandingkan penyimpanan dengan
karbit (KMnO4).

Pengaruh vitamin C terhadap mutu komoditi apel menurut Apandi (1984) adalah sebagai
absorben/penyerap oksigen yang terlibat langsung dalam proses respirasi. Penurunan konsentrasi
O2 (atau sebaliknya, peningkatan konsentrasi CO2) hingga konsentrasi yang belum memicu
terjadinya fermentasi menjadi salah satu parameter utama teknologi pengemasan buah. Pada
umumnya, penurunan O2 akan menurunkan laju respirasi, yang selanjutnya akan menghambat
pemasakan buah, sehingga mampu memperpanjang masa simpannya. Adapun pengaruh lain yaitu
susutnya bobot buah apabila O2 menurun dan CO2 meningkat. Adanya kehilangan bobot ini
disebabkan oleh meningkatnya laju respirasi yang menyebabkan perombakan senyawa seperti
karbohidrat dalam buah dan menghasilkan CO2, energi, dan air yang menguap melalui permukaan
kulit buah. Dari hasil pengamatan didapat susut bobot sebesar 1,7336% pada hari ketiga dengan pH
turun dari 4 menjadi 3, kemudian tekstur berubah sedikit lunak, permukaan buah semakin
halus/licin, dan timbulnya bercak lebih banyak.

Pengaruh vitamin C terhadap mutu komoditi mangga menurut Kader dan Morris (1997) adalah
sebagai bahan penyerap oksigen (oxygen scavenger) yang dapat mengurangi konsentrasi oksigen
pada level yang sangat rendah (ultra-low level). Bahan penyerap oksigen secara aktif akan
menurunkan konsentrasi oksigen di dalam head-space kemasan hingga 0.01%, mencegah terjadinya
proses oksidasi, perubahan warna dan pertumbuhan mikrooorganisme. Jika kapasitas absorber
mencukupi, maka absorber juga dapat menyerap oksigen yang masuk ke dalam head-space kemasan
melalui lubang-lubang dan memperpanjang umur simpan bahan yang dikemas. Adapun pengaruh
lain yaitu susutnya bobot buah apabila O2 menurun dan CO2 meningkat. Seperti pada pengamatan
buah mangga dengan pengaruh vitamin C didapat susut bobot sebesar 14,12% pada hari ketiga
dengan pH tetap 3, kemudian tekstur berubah sedikit lunak, baunya menjadi busuk, dan timbulnya
bercak coklat lebih banyak.

Kondisi terbaik untuk penyimpanan apel adalah pada suhu rendah yaitu sekitar suhu 32°-33°F atau
0°-6°C misalnya di dalam ruang pendingin karena akan membuat apel tersebut tetap segar selama 4-
8 bulan. Selain itu buah apel tidak boleh disimpan bersama-sama dengan bahan-bahan lain yang
mempunyai bau kuat, misalnya bawang, minyak tanah, dan sebagainya karena buah apel dapat
mengabsorbsi bau (Soelarsoe, 1998). Bila disimpan pada suhu rendah sekitar 5°C kecepatan respirasi
buah apel juga rendah hanya mencapai 3 mg CO2/kg/hari sehingga mampu bertahan 3-8 bulan
sedangkan apabila dibandingkan penyimpanan pada suhu ruang 25°C kecepatan respirasinya
mencapai 30 mg CO2/kg/hari (Tranggono, 1989). Bahan tambahan yang perlu digunakan adalah lilin
yang digunakan sebagai pelapis/waxing sebagai usaha menunda kematangan untuk menghambat
proses metabolisme buah karena setelah dipanen buah masih tetap hidup sehingga akan tetap
melakukan proses metabolisme yang akan menyebabkan terjadinya perubahan komposisi kimiawi
serta mutu dari komoditi tersebut. Tujuan pelilinan pada komoditi yang disimpan ini terutama
adalah untuk mengambat sirkulasi udara dan menghambat kelayuan sehingga komoditi yang
disimpan tidak cepat kehilangan berat karena adanya proses transpirasi/penguapan uap air dari
dalam komoditi. Sedangkan untuk produk buah apel sendiri biasanya menggunakan bahan
tambahan makanan yang dapat memperkeras atau mencegah lunaknya makanan seperti Ca sulfat
pada buah apel kalengan (Eckert, 1996).

Kondisi terbaik untuk penyimpanan mangga adalah pada suhu 13°-14,5°C dan pada kadar CO2 dan
O2 sebesar 5% karena dapat meningkatkan umur simpan buah mangga paling tinggi. Mangga hanya
mempunyai toleransi yang rendah terhadap CO2. Pada tingkat kandungan 15% CO2, buah mangga
tidak menjadi merah atau jingga seperti biasa namun rasa dan aromanya baik (Desrosier, 1988).
Bahan tambahan yang perlu digunakan bila masih berbentuk komoditi sama seperti apel
menggunakan lilin, namun untuk mangga bahan tambahan biasanya digunakan saat mangga sudah
menjadi produk. Misalnya bahan tambahan yang digunakan adalah antioksidan dan antioksidan
sinergis untuk produk buah kalengan digunakan untuk mencegah terjadinya proses oksidasi maupun
bahan pengawet seperti asam benzoat dan garamnya serta ester para-hidroksi benzoat untuk
produk buah-buahan yang dapat mencegah fermentasi, pengasaman atau penguraian lain terhadap
makanan yang disebabkan oleh mikroorganisme (Kartasaputra, 1986).

Diposkan oleh Mulia Wita di 07.33

Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

Label: bahan penyerap, gas etilen, laporan praktikum, pengemasan, penyimpanan, teknologi

Tidak ada komentar:

Poskan Komentar

Posting Lebih BaruPosting LamaBeranda

Langganan: Poskan Komentar (Atom)

ARSIP BLOG

▼ 2014 (3)

▼ Mei (3)

MAKALAH TEKNOLOGI MINYAK, OLEOKIMIA DAN EMULSI: CO...


LAPORAN TPP: PENGARUH PENYIMPANAN KOMODITI

LAPORAN TPP: PENGARUH GAS ETILEN DAN BAHAN PENYERA...

► 2013 (8)

► 2012 (16)

MUKEE :D

Mulia Wita

I'M AN
AGROINDUSTRIALIST
:)

Lihat profil
lengkapku

Tema Jendela Gambar. Diberdayakan oleh Blogger.

PENELITIAN

SENIN, 19 JANUARI 2009

Penghambatan pemasakan buah-buahan

PENGHAMBATAN PEMASAKAN BUAH-BUAHAN


Oleh Mas Muhammad Hakim rifaiiii
A. TUJUAN : Mahasiswa dapat melakuakan pengahambatan
pemasakan buah-buahan dengan benar.

B. DASAR TEORI
Pemasakan buah merupakan salah satu hasil metabolisme jaringan tanaman.pada kondisi
pemasakan buah merupakan hal yang diharapkan oleh petani, pedagang dan konsumen buah-
buahan, karena buah tersebut akan segera dikonsumsi. Akan tetapi pada konsisi lain pemasakan
buah merupakan kerugian, sehingga tidak diharapkan. Hal ini apabila buah tersebut tidak segera
dikonsumsi karena masih mengalami periode transportasi yang jauh dan memakan waktu yang tidak
singkat. Untuk kasus kedua ini para pengelola buah-buahan baik petani, pedagang atau industri
pengelola berusaha semaksimal mungkin agar buah mengalami pemasakan pada waktu yang
tepatatau sesuai dengan waktu yang diinginkan.
Berbagai usaha untuk mengendalikan buah agar tidak segera masak, yang telah dilakukan
diantaranya yaitu pelilinan, pendinginan, pengendalian dengan cara CA (Controlled Atmosphere),
MAP (Modified Atmosphere Package) dan lainnya. Salah satu cara lagi adalah pengendalian dengan
cara penyerapan terhadap gas etilen (C2H4). Hal ini berdasarkan atas kenyataan bahwa peran etilen
yang dihasilkan oleh buah itu sendiri sangat mempengaruhi terhadap kecepatan pemasakan buah.
Buah-buahan yang sudah tua dan menjelang masak akan menghasilkan gas etilen yang cukup
banyak, dan gas ini akan memacu terhadap pemasakan buah. Produksi etilen sendiri akan dipacu
dengan adanya udara (Oksigen) dan suhu. Kundisi udara semakin banyak dan suhu semakin tinggi
akan memacu adanya respirasi yang diantaranya memproduksi gas etilen.
Untuk mengendalikan pemasakan tersebut maka gas etilen harus segera dikurangi disekitar
kumpulan buah. Untuk mengurangi gas etilen tersebut diantaranya dapat menggunakan zat
penyerap gas. Senyawa penyerap etilen telah dicoba beberapa macam seperti karbon aktif yang
diberi Brom dan Selit dengan KMnO4 kemudian berkembang menjadi KMnO4 Vermikulit. Apabila
KMnO4 dimasukan kedalam kemasan pisang maka dapat menambah umur simpan pisang selama 2
minggu. Preparasi komersial zat penyerap etilen adalah “Purafil” (KMnO4 alkaslis dengan silikat)
produksi Marbon Chemical Company ternyata mampu menyerap seluruh C2H4 yang dikeluarkan
buah pisang yang disimpan dalam kantong polietilen tertutup rapat.
Untuk menciptakan kemasan bebas etilen, KMnO4 sebagai senyawa penyerap etilen dimasukan
kedalam kemasan untuk membentuk kemasan aktif. Asam L-askorbat (vitamin C) dimasukan
kedalam MAP dan berfungsi sebagai penyerap oksigen. Perlu diketahui bahwa kontak langsung
dengan KMnO4 dengan produksi pertanian sangat tidak direkomendasikan. Selain itu, sifat cair
kedua bahan penyerap tersebut juga dapat menyulitkan pengaplikasian dalam teknologi
pengemasan aktif. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian guna mengetahui informasi jenis
penyerap (batu apung, spon, silica gel, dan vermikulit) yang paling efektif untuk KMnO4 dan asam L-
akorbat. Penelitian ini ditujukan untuk mendapatkan inforemasi mengetahui jumlah dan konsentrasi
KMnO4 dan asam L-akorbat serta jenis serta jenis adsorbenya yang paling efektif untuk
memperpanjang masa simpan dan mempertahankan mutu buah. Suatu penelitian telah dilakukan
penggunaan KMnO4 dan asam L-akorbat untuk mengendaliakan etilen pada buah duku.
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa:
a. KMnO4 bersifat efektif jika diberikan sebanyak 200 mg. KMnO4 per 368,59 g duku per 2064,59
cm3 ruang kemasan, yang mampu memperpanjang masa simpan buah duku dari 3 hari (tampa
kemasan) atau 5 hari (tanpa KMnO4 tetapi dalam Chamber) menjadi 8,67 hari.peningkatan
pemberian KMnO4 melebihi 200 mg KMnO4 tidak mampu meningkatkan masa simpan buah duku.
b. pengubahan kombinasi konsentrasi dan volume yang menghasilkan kandungan KMnO4 yang sama
(konsentrasi tinggi bervolume rendah VS konsentrasi rendah bervolume tinggi) tidak juga tidak
mampu mengubah efektifitas KMnO4.
c. asam L-askorbat bersifat efektif jika diberikan sampai sebanyak 2 mg. asam L-askorbat per 430,8 g
duku per 2064,59 cm3 ruang kemasan, mampu memperpajang masa simpan buah duku dari 3 hari
atau 6,67 hari (tanpa asam L-askorbat tetapi dalam Chamber) menjadi 11,3 hari. Peningkatan
pemberian asam L-askorbat melebihi dari 2 mgtidak mamapu meningkatkan masa simpan buah
duku.
d. terdapat kecenderungan bahwa pada bobot aplikasi asam L-askorbat yang sama, konsentrasi
tinggi – volume rendah mampu berpengaruh lebih baik dari pada konsenttrasi rendah volume tinggi.
e. selain itu, kehilangan bobot buah pada buah duku terbukti sangat dipengaruhi oleh kehilangan air,
bukan oleh degradasi karbohidrat melalui proses respirasi.
f. batu apung dapat dijadikan pilihan utama sebagai bahan penyerap KMnO4 atau asam L-askorbat
dalam usaha untuk memperpanjang masa simpan dan mempertahankan mutu buah duku.
g. spon dan batu apung dapat dijadikan sebagai pilihan utama bahan penyerap gabungan kedua
bahan tersebut (KMnO4 dan asam L-askorbat). Dalam usaha untuk mempertahankan masa simpan
dan mempertahankan mutu buah duku.
Bahan kemasan lain buah tomat import adalah plastic polyethilen shrink film atau plastik mengkerut
a, yang terlihat lebih bergengsi, karena harganya lebih mahal. Tetapi sesuai dengan sifat reaksi etilen
tersebut, kemasan ini kurang baik bagi kesehatan karena kontak langsung kulit buah dengan
bungkus lebih banyak. Di Australia biasa digunakan bungkus plastic polyethilen biasa dengan
buntalan kecil didalamnya yang berisi KMnO4. Pengemasan ini llebih aman karena KMnO4 sangat
efektif menyerap etilen akibatnya, harga tomat lebih mahal, karena harga KMnO4 dan
pembungkusnyu sangat mahal.
Cara paling mudah, murah dan aman bagi tomat-tomat dalm negeri adalah menyimpanya dalam
kotak kayu yang higroskopis sehingga dapat menyerap air dan dibagian bawahnya diberi kapur tohor
untuk mengikat air, serta disimpan ditempat yang kering dan teduh sehingga penimbunan etilen
dapat ditekan. Bila buah tomat yang disimpan berwarna kehijau-hijauan, penyimpanan dengan cara
ini dapat menahan kesegaran buah tomat sampai 2 minggu.

C.
BAHAN DAN ALAT
A. Bahan
· Buah jeruk/pisang
· KMnO4
· Asam L-askorbat
· Arang aktif / batu apung/spon
· Kapur tohor
· Plastic ukuran 5 kg
· Kotak karton ukuran kemasan nasi
· Kain kasa
B. Alat
· Nampan
· Baskom kecil
· Kain lap
· Timbangan listrik
· Timbangan
D. CARA KERJA
a. Ambilah buah jeruk – pisang sesuai yang tersedia, bersihkanlah apabila kotor menggunakan lap
b. Timbanglah buah dengan timbangan biasa.
c. Masukan buah kedalam kantong plastik yang telah dilubangi.
d. Berilah bahan penyerap etilen/oksigen/mengikat CO2 tergantung jenisnya.
e. Tutup plastik dengan cara diikat atau distaples.
f. Simpan dan amati perubahanya setiap hari seperti: perubahan warna, perubahan bobot, lama
pemasakan.
g. Penggunaan KMnO4 untuk menyerap etilen 600 mg/kg buah/5 liter wadah plastic.
h. Penggunaan asam L-askorbat (vitamin C) untuk menyerap oksigen sebanyak 5 mg/kg buah/5 liter
kantong plastic.
i. Penggunaan kapur tohor untuk mengikat CO2 sebanyak 10 g/kg buah/kotak karton ukuran dus nasi

E. HASIL PENGAMATAN

PENGHAMBATAN PEMASAKAN PISANG

Perlakuan KM NO4 600 Mg


Nama buah Hari Warna
Hijau Kuning Coklat
Pisang I
II
III
IV 100 %
90 %
50 %
5%0%
10 %
49 %
90 % 0 %
0%
1%
5%

Perlakuan KAPUR 10 gram


Nama buah Hari Warna
Hijau Kuning Coklat
Pisang I
II
III
IV 100 %
80 %
47 %
1%0%
20 %
51 %
93 % 0 %
0%
2%
6%

Perlakuan VITAMIN C 5 mg
Nama buah Hari Warna
Hijau Kuning Coklat
Pisang I
II
III
IV 98 %
75 %
40 %
1%2%
25 %
57 %
91 % 0 %
0%
3%
8%

Perlakuan KONTROL
Nama buah Hari Warna
Hijau Kuning Coklat
Pisang I
II
III
IV 96 %
65 %
8%
1% 4 %
35 %
87 %
92 % 0 %
0%
5%
7%

F.
PEMBAHASAN
Pemasakan buah merupakan salah satu hasil metabolisme jaringan tanaman.pada kondisi
pemasakan buah merupakan hal yang diharapkan oleh petani, pedagang dan konsumen buah-
buahan, karena buah tersebut akan segera dikonsumsi.
Berbagai usaha untuk mengendalikan buah agar tidak segera masak, yang telah dilakukan
diantaranya yaitu pelilinan, pendinginan, pengendalian dengan cara CA (Controlled Atmosphere),
MAP (Modified Atmosphere Package) dan lainnya. Salah satu cara lagi adalah pengendalian dengan
cara penyerapan terhadap gas etilen (C2H4). Hal ini berdasarkan atas kenyataan bahwa peran etilen
yang dihasilkan oleh buah itu sendiri sangat mempengaruhi terhadap kecepatan pemasakan buah.
Buah-buahan yang sudah tua dan menjelang masak akan menghasilkan gas etilen yang cukup
banyak, dan gas ini akan memacu terhadap pemasakan buah. Produksi etilen sendiri akan dipacu
dengan adanya udara (Oksigen) dan suhu. Kundisi udara semakin banyak dan suhu semakin tinggi
akan memacu adanya respirasi yang diantaranya memproduksi gas etilen.
Untuk mengendalikan pemasakan tersebut maka gas etilen harus segera dikurangi disekitar
kumpulan buah. Untuk mengurangi gas etilen tersebut diantaranya dapat menggunakan zat
penyerap gas. Senyawa penyerap etilen telah dicoba beberapa macam seperti karbon aktif yang
diberi Brom dan Selit dengan KMnO4 kemudian berkembang menjadi KMnO4 Vermikulit. Apabila
KMnO4 dimasukan kedalam kemasan pisang maka dapat menambah umur simpan pisang selama 2
minggu. Preparasi komersial zat penyerap etilen adalah “Purafil” (KMnO4 alkaslis dengan silikat)
produksi Marbon Chemical Company ternyata mampu menyerap seluruh C2H4 yang dikeluarkan
buah pisang yang disimpan dalam kantong polietilen tertutup rapat.
Untuk menciptakan kemasan bebas etilen, KMnO4 sebagai senyawa penyerap etilen dimasukan
kedalam kemasan untuk membentuk kemasan aktif. Asam L-askorbat (vitamin C) dimasukan
kedalam MAP dan berfungsi sebagai penyerap oksigen. Perlu diketahui bahwa kontak langsung
dengan KMnO4 dengan produksi pertanian sangat tidak direkomendasikan. Selain itu, sifat cair
kedua bahan penyerap tersebut juga dapat menyulitkan pengaplikasian dalam teknologi
pengemasan aktif. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian guna mengetahui informasi jenis
penyerap (batu apung, spon, silica gel, dan vermikulit) yang paling efektif untuk KMnO4 dan asam L-
akorbat. Penelitian ini ditujukan untuk mendapatkan informasi mengetahui jumlah dan konsentrasi
KMnO4 dan asam L-akorbat serta jenis adsorbenya yang paling efektif untuk memperpanjang masa
simpan dan mempertahankan mutu buah. Suatu penelitian telah dilakukan penggunaan KMnO4 dan
asam L-akorbat untuk mengendaliakan etilen pada buah pisang.
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa:
a. KMnO4 bersifat efektif jika diberikan sebanyak 500 mg. KMnO4 per 183,33 g pisang per plastik
ukuran 1 kg, mampu memperpanjang masa simpan buah pisang sampai 3 hari dibandingkan tanpa
KMnO4 tetapi dalam kemasan plastik.
b. Pemberian kapur dengan ukuran 10 gram terbukti efektif jika diberikan dalam penyimpanan
pisang 183,33 gram per ukuran plastik 1 kg dibandingkan yang tidak diberikan kapur dalam
penyimpanannya. Pemberian kapur ini dapat menghambat pemasakan buah sampai dua hari.
c. Vitamin C sebanyak 5 mg terbukti lebih efektif jika diberikan dalam penyimpanan pisang 183,33
gram per ukuran plastik 1 kg, disbanding dengan yang tidak diberikan vitamin C pada bobot pisang
yang sama dan ukuran penyimpanan yang sama.

G. KESIMPULAN
1. KMnO4 bersifat efektif jika diberikan sebanyak 500 mg. KMnO4 per 183,33 g pisang per plastik
ukuran 1 kg, mampu memperpanjang masa simpan buah pisang sampai 3 hari dibandingkan tanpa
KMnO4 tetapi dalam kemasan plastic.
2. Pemberian kapur dengan ukuran 10 gram terbukti efektif jika diberikan dalam penyimpanan
pisang 183,33 gram per ukuran plastic 1 kg dibandingkan yang tidak diberikan kapur dalam
penyimpanannya. Pemberian kapur ini dapat menghambat pemasakan buah sampai dua hari.
3. Vitamin C sebanyak 5 mg terbukti lebih efektif jika diberikan dalam penyimpanan pisang 183,33
gram per ukuran plastic 1 kg, disbanding dengan yang tidak diberikan vitamin C pada bobot pisang
yang sama dan ukuran penyimpanan yang sama.
H.
DAFTAR PUSTAKA

Arifin. M, 2008. Petunjuk Praktikum Teknologi Produksi Penanganan Hasil Pertanian. Sekolah Tinggi
Penyuluhan Pertanian. Yogyakarta

Pantastico, ER.B. 1989. Fisologi Pasca Panen, Penanganan dan Pemanfaatan Buah-buahan dan Sayur-
sayuran Tropika dan Sub Tropika. Penerbit. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

Sri Handajani, Nopember 1994. Pasca Panen Hasil Pertanian. Penerbit Sebelas Maret University
Press. Surakarta

ACARA II
MEMPERCEPAT PEMASAKAN BUAH-BUAHAN

A. TUJUAN : Mahasiswa dapat mengetahui dan melakuakan kegiatan mempercepat pemasakan


buah-buahan dengan benar.

B. Dasar Teori
Degreening yaitu proses perombakan warna hijau pada kulit jeruk diikuti dengan proses
pembentukan warna kuning jingga. Buah impor misalnya pisang sudah lama membanjiri pasar di
kota besar seperti Jakarta. Warna kulitnya kuning hingga menarik, memberi kesan bahwa pisang
tersebut telah benar-benar matang. Harganya cukup bersaing, konsumennya kalangan menengah ke
atas. Berlainan dengan pisang kita (lokal), penampilannya kurang menarik karena kulit masih hijau
atau hijau kekuningan yang tidak merata, memberi kesan bahwa pisang tersebut belum matang,
padahal nilai gizinya tidak berbeda jauh dari pisang impor.
Dimana keunggulan pisang tersebut ialah dapat menaikkan pendapatan petani produsen jeruk,
karena dilakukan upaya penguningan kulit buah pisang dengan menggunakan alat yang sederhana,
bahan murah dan mudah didapat, serta mudah dalam pelaksanaannya. Adapun alat dan bahan yang
biasa digunakan dalam penguningan ialah sebagai berikut :
1. buah pisang yang sudah cukup tua
2. larutan benlate 500 ppm
3. Alat degreening kapasitas 100 kg
4. gas karbit (asetilen) yang dilengkapi dengan regulator dan flowmeter
5. Stop Watch
Selain itu dalam penguningan terdapat pedoman teknis agar dalam penguningan mendapatkan
tingkat keberhasilan yang yang diinginkan, diantaranya :

1. Petiklah pisang manis pada pukul 9.00 pagi


2. Cuci bersih dengan air mengalir, lalu ditiriskan
3. Rendam dalam larutan benlate 500 ppm selama 30 - 60 detik
4. Susunlah dalam rak degreening dalam keadaan basah
5. Tutuplah cungkup plastik degreening dan periksa agar semua ujung plastik sungkup tercelup air
6. Alirkan gas asetilen melalui selang karet kedalam rak sebanyak 1-2 liter setiap m3 ruangan kosong
7. Biarkan proses berjalan antara 14-22 jam Setelah waktu pemeraman tercapai, sungkup dibuka dan
dibiarkan terbuka selama 30 menit
8. Tutup kembali sungkup plastik tersebut lalu alirkan lagi gas karbit (asetilen) seperti di atas
9. Ulangi terus pengaliran gas karbit (asetilen) ini sampai warna kulit jeruk kuning jingga merata.

C. Alat dan Bahan


1. Alat

a. Pisau
b. Nampan
c. Panci d. Plastik
e. Tali
f. Rak penyimpanan
2. Bahan
a. Etrel
b. KNHO4
c. Pisang

D. Langkah Kerja
1. Siapkan alat dan bahan
2. Pilihlah buah pisang manis yang sudah cukup tua
3. Bersihkan buah pisang sampai bersih
4. Celumkan pisang kedalam larutan sesuai dengan perlakukan
5. Angkat pisang kemudian tiriskan
6. Masukkan/bungkus buah pisang tersebut kedalam plastik
7. Kemudian ikat/dipress dengan rapat
8. Simpan dalam pada rak
9. Amati perlakuan tersebut

E. Hasil Pengamatan
Dalam kegiatan praktikum tersebut dilakukan beberapa perlakukan diantaranya dengan penggunaan
bahan Etrel 750ppm, KMNO4 dan perlakuan control dengan beberapa pengamatan yang meliputi
berat, tekstur, dan warna baik sesudah maupun sebelum dilakukan proses penguningan tersebut.
Adapun hasil pengamatan tersebut dapat dilihat pada tabel sebagai berikut :

Hasil Pengamatan

Nama Buah Klas


Control Karbit Ethilin
Jeruk 1 x 1 g/kg --- 2 pd
2 g/kg --- 2 pd
3 g/kg --- 2 pd 1000 PPM --- 2
5000 PPM --- 2
10.000 PPM --- 2

Control Karbit Ethilin


Nama Buah Berat
(gram) Berat
(gram) Berat sebelum direndam Sudah direndam
Pisang 200 190
190
170 190
200
200 193
202
204
Jeruk 160 170
180
140 190
140
170 195
145
173

Perlakuan KONTROL
Nama buah Hari Warna
Hijau Hijau Hijau
Pisang I
II
III 100 %
90 %
70 % 100 %
85 %
75 % 100 %
90 %
70 %
Jeruk I
II
III 100 %
100 %
100 % 100 %
100 %
100 % 100 %
100 %
100 %

Perlakuan KARBIT
Nama buah Hari Warna
Hijau Hijau Hijau
Pisang I
II
III 100 %
80 %
65 % 100 %
75 %
55 % 100 %
70 %
60 %
Jeruk I
II
III 100 %
95 %
85 % 100 %
95 %
90 % 100 %
98 %
95 %

Perlakuan ETHILIN
Nama buah Hari Warna
Hijau Hijau Hijau
Pisang I
II
III 100 %
85 %
55 % 100 %
80 %
55 % 100 %
80 %
50 %
Jeruk I
II
III 100 %
85 %
60 % 100 %
90 %
65 % 100 %
95 %
80 %

Nama buah Perlakuan Berat buah sebelum 3 hari Berat buah setelah 3 hari
Pisang Ethilin 193
202
204 189
198
200
Karbit 190
190
170 187
186
167
Jeruk Ethilin 195
145
173 191
142
168
Karbit 170
180
140 166
177
137
F. PEMBAHASAN
Penguningan merupakan salah satu upaya dalam memberikan suatu kesan yang menarik pada buah
bahwa pisang tersebut benar-benar matang, sehingga mampu bersaing dengan buah lain dan
memberikan nilai ekonomis yang tinggi.
Setelah memberikan Perlakuan penguniangan pada buah pisang dan jeruk dengan menggunakan
karbit dari beberapa sampel menunjukan dapat menurunkan bobot berat pisang sekitar 1-5 gram,
disebabkan kandungan air dalam buah pisang dan buah jeruk menjadi rendah akibat dari proses
penguapan. Disamping itu tekstur buah pisang setelah proses penguningan pada buah pisang 40 %
sedangkan pada buah jeruk 10 %, setelah 3 hari dibandingkan dengan tanpa pemberian karbit (
control ). Demikian juga keadaan buah menjadi lunak setelah sebelumnya ( pada hari I ) buah pisang
dan jeruk tersebut keras.
Pemberian perlakuan penguningan pada buah pisang dan jeruk dengan menggunakan ethilin dari
beberapa sample juga menunjukan pengurangan berat pada kedua buah tersebut, yaitu antara 1 – 5
gram. Hal itu juga disebabkan kadar air dari kedua buah tersebut turun yang di akibatkan oleh
penguapan. Perubahan warna buah juga terjadi terutama warna kuning 53,33 % pada buah pisang
dan 68,33 pada buah jeruk, perubahan warna dan berat setelah 3 hari. Disamping itu juga terjadi
perubahan tekstur buah, yaitu buah menjadi lebih lembek.
Tingkat keberhasilan proses peguningan dapat dilihat pada warna buah yang dihasilkan. Penggunaan
ethilin dan karbit dapat memberikan hasil yang maksimal dalam proses penguningan ini, dimana
buah pisang tersebut memberikan hasil yang baik karena warna yang dihasilkan 90 % menjadi kuning
di bandingkan dengan yang menggunakan karbit.
Sehingga pisang yang dihasilkan memberi suatu kesan yang lebih menarik dengan warna kuning
penuh dan tekstur buah lunak, hal ini memudahkan dalam mengkonsumsi buah tersebut.

G. Kesimpulan
Adapun dalam proses penguningan pada buah pisang ini dengan menggunakan ethilin dan karbit
menunjukan kesimpulan bahwa :
1. Proses penguningan pada buah pisang lebih cepat
2. Warna buah dan tekstur buah pisang yang dihasilkan lebih baik
3. Perlakuan kontrol pada proses menguningan tidak memberikan hasil yang optimal
4. Dengan penguningan ini dapat memberikan suatu kesan yang menarik karena meenunjukan buah
tersebut telah benar-benar matang sehingga mampu memberikan nilai ekonomis yang tinggi.

H. Daftar Pustaka
Pantastico, ER.B. 1989. Fisologi Pasca Panen, Penanganan dan Pemanfaatan Buah-buahan dan Sayur-
sayuran Tropika dan Sub Tropika. Penerbit. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

Sri Handajani, Nopember 1994. Pasca Panen Hasil Pertanian. Penerbit Sebelas Maret University
Press. Surakarta

http//www.google.co//”degrening buah jeruk”

DIPOSKAN OLEH PERIKANAN DI 23.56

1 KOMENTAR:

Shawn Deny14 September 2015 05.55

Untuk mengurangi gas etilen tersebut diantaranya dapat menggunakan zat penyerap gas. Senyawa
penyerap etilen telah dicoba beberapa macam seperti karbon aktif yang diberi Brom dan Selit
dengan KMnO4 kemudian berkembang menjadi KMnO4 Vermikulit.
Chemical filter

Balas

Posting LamaBeranda

Langganan: Poskan Komentar (Atom)

LENCANA FACEBOOK

Hakim Rifai

Buat Lencana Anda

PENGIKUT

ARSIP BLOG
▼ 2009 (4)

▼ Januari (4)

Penghambatan pemasakan buah-buahan

Pendinginan Buahhh

Proposal penelitian

Pemisahan susu sapi murni dan santan kelapa

MENGENAI SAYA

PERIKANAN

LIHAT PROFIL LENGKAPKU

PENELITIAN

SENIN, 19 JANUARI 2009

Penghambatan pemasakan buah-buahan

PENGHAMBATAN PEMASAKAN BUAH-BUAHAN


Oleh Mas Muhammad Hakim rifaiiii
A. TUJUAN : Mahasiswa dapat melakuakan pengahambatan
pemasakan buah-buahan dengan benar.

B. DASAR TEORI
Pemasakan buah merupakan salah satu hasil metabolisme jaringan tanaman.pada kondisi
pemasakan buah merupakan hal yang diharapkan oleh petani, pedagang dan konsumen buah-
buahan, karena buah tersebut akan segera dikonsumsi. Akan tetapi pada konsisi lain pemasakan
buah merupakan kerugian, sehingga tidak diharapkan. Hal ini apabila buah tersebut tidak segera
dikonsumsi karena masih mengalami periode transportasi yang jauh dan memakan waktu yang tidak
singkat. Untuk kasus kedua ini para pengelola buah-buahan baik petani, pedagang atau industri
pengelola berusaha semaksimal mungkin agar buah mengalami pemasakan pada waktu yang
tepatatau sesuai dengan waktu yang diinginkan.
Berbagai usaha untuk mengendalikan buah agar tidak segera masak, yang telah dilakukan
diantaranya yaitu pelilinan, pendinginan, pengendalian dengan cara CA (Controlled Atmosphere),
MAP (Modified Atmosphere Package) dan lainnya. Salah satu cara lagi adalah pengendalian dengan
cara penyerapan terhadap gas etilen (C2H4). Hal ini berdasarkan atas kenyataan bahwa peran etilen
yang dihasilkan oleh buah itu sendiri sangat mempengaruhi terhadap kecepatan pemasakan buah.
Buah-buahan yang sudah tua dan menjelang masak akan menghasilkan gas etilen yang cukup
banyak, dan gas ini akan memacu terhadap pemasakan buah. Produksi etilen sendiri akan dipacu
dengan adanya udara (Oksigen) dan suhu. Kundisi udara semakin banyak dan suhu semakin tinggi
akan memacu adanya respirasi yang diantaranya memproduksi gas etilen.
Untuk mengendalikan pemasakan tersebut maka gas etilen harus segera dikurangi disekitar
kumpulan buah. Untuk mengurangi gas etilen tersebut diantaranya dapat menggunakan zat
penyerap gas. Senyawa penyerap etilen telah dicoba beberapa macam seperti karbon aktif yang
diberi Brom dan Selit dengan KMnO4 kemudian berkembang menjadi KMnO4 Vermikulit. Apabila
KMnO4 dimasukan kedalam kemasan pisang maka dapat menambah umur simpan pisang selama 2
minggu. Preparasi komersial zat penyerap etilen adalah “Purafil” (KMnO4 alkaslis dengan silikat)
produksi Marbon Chemical Company ternyata mampu menyerap seluruh C2H4 yang dikeluarkan
buah pisang yang disimpan dalam kantong polietilen tertutup rapat.
Untuk menciptakan kemasan bebas etilen, KMnO4 sebagai senyawa penyerap etilen dimasukan
kedalam kemasan untuk membentuk kemasan aktif. Asam L-askorbat (vitamin C) dimasukan
kedalam MAP dan berfungsi sebagai penyerap oksigen. Perlu diketahui bahwa kontak langsung
dengan KMnO4 dengan produksi pertanian sangat tidak direkomendasikan. Selain itu, sifat cair
kedua bahan penyerap tersebut juga dapat menyulitkan pengaplikasian dalam teknologi
pengemasan aktif. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian guna mengetahui informasi jenis
penyerap (batu apung, spon, silica gel, dan vermikulit) yang paling efektif untuk KMnO4 dan asam L-
akorbat. Penelitian ini ditujukan untuk mendapatkan inforemasi mengetahui jumlah dan konsentrasi
KMnO4 dan asam L-akorbat serta jenis serta jenis adsorbenya yang paling efektif untuk
memperpanjang masa simpan dan mempertahankan mutu buah. Suatu penelitian telah dilakukan
penggunaan KMnO4 dan asam L-akorbat untuk mengendaliakan etilen pada buah duku.
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa:
a. KMnO4 bersifat efektif jika diberikan sebanyak 200 mg. KMnO4 per 368,59 g duku per 2064,59
cm3 ruang kemasan, yang mampu memperpanjang masa simpan buah duku dari 3 hari (tampa
kemasan) atau 5 hari (tanpa KMnO4 tetapi dalam Chamber) menjadi 8,67 hari.peningkatan
pemberian KMnO4 melebihi 200 mg KMnO4 tidak mampu meningkatkan masa simpan buah duku.
b. pengubahan kombinasi konsentrasi dan volume yang menghasilkan kandungan KMnO4 yang sama
(konsentrasi tinggi bervolume rendah VS konsentrasi rendah bervolume tinggi) tidak juga tidak
mampu mengubah efektifitas KMnO4.
c. asam L-askorbat bersifat efektif jika diberikan sampai sebanyak 2 mg. asam L-askorbat per 430,8 g
duku per 2064,59 cm3 ruang kemasan, mampu memperpajang masa simpan buah duku dari 3 hari
atau 6,67 hari (tanpa asam L-askorbat tetapi dalam Chamber) menjadi 11,3 hari. Peningkatan
pemberian asam L-askorbat melebihi dari 2 mgtidak mamapu meningkatkan masa simpan buah
duku.
d. terdapat kecenderungan bahwa pada bobot aplikasi asam L-askorbat yang sama, konsentrasi
tinggi – volume rendah mampu berpengaruh lebih baik dari pada konsenttrasi rendah volume tinggi.
e. selain itu, kehilangan bobot buah pada buah duku terbukti sangat dipengaruhi oleh kehilangan air,
bukan oleh degradasi karbohidrat melalui proses respirasi.
f. batu apung dapat dijadikan pilihan utama sebagai bahan penyerap KMnO4 atau asam L-askorbat
dalam usaha untuk memperpanjang masa simpan dan mempertahankan mutu buah duku.
g. spon dan batu apung dapat dijadikan sebagai pilihan utama bahan penyerap gabungan kedua
bahan tersebut (KMnO4 dan asam L-askorbat). Dalam usaha untuk mempertahankan masa simpan
dan mempertahankan mutu buah duku.
Bahan kemasan lain buah tomat import adalah plastic polyethilen shrink film atau plastik mengkerut
a, yang terlihat lebih bergengsi, karena harganya lebih mahal. Tetapi sesuai dengan sifat reaksi etilen
tersebut, kemasan ini kurang baik bagi kesehatan karena kontak langsung kulit buah dengan
bungkus lebih banyak. Di Australia biasa digunakan bungkus plastic polyethilen biasa dengan
buntalan kecil didalamnya yang berisi KMnO4. Pengemasan ini llebih aman karena KMnO4 sangat
efektif menyerap etilen akibatnya, harga tomat lebih mahal, karena harga KMnO4 dan
pembungkusnyu sangat mahal.
Cara paling mudah, murah dan aman bagi tomat-tomat dalm negeri adalah menyimpanya dalam
kotak kayu yang higroskopis sehingga dapat menyerap air dan dibagian bawahnya diberi kapur tohor
untuk mengikat air, serta disimpan ditempat yang kering dan teduh sehingga penimbunan etilen
dapat ditekan. Bila buah tomat yang disimpan berwarna kehijau-hijauan, penyimpanan dengan cara
ini dapat menahan kesegaran buah tomat sampai 2 minggu.

C.
BAHAN DAN ALAT
A. Bahan
· Buah jeruk/pisang
· KMnO4
· Asam L-askorbat
· Arang aktif / batu apung/spon
· Kapur tohor
· Plastic ukuran 5 kg
· Kotak karton ukuran kemasan nasi
· Kain kasa
B. Alat
· Nampan
· Baskom kecil
· Kain lap
· Timbangan listrik
· Timbangan
D. CARA KERJA
a. Ambilah buah jeruk – pisang sesuai yang tersedia, bersihkanlah apabila kotor menggunakan lap
b. Timbanglah buah dengan timbangan biasa.
c. Masukan buah kedalam kantong plastik yang telah dilubangi.
d. Berilah bahan penyerap etilen/oksigen/mengikat CO2 tergantung jenisnya.
e. Tutup plastik dengan cara diikat atau distaples.
f. Simpan dan amati perubahanya setiap hari seperti: perubahan warna, perubahan bobot, lama
pemasakan.
g. Penggunaan KMnO4 untuk menyerap etilen 600 mg/kg buah/5 liter wadah plastic.
h. Penggunaan asam L-askorbat (vitamin C) untuk menyerap oksigen sebanyak 5 mg/kg buah/5 liter
kantong plastic.
i. Penggunaan kapur tohor untuk mengikat CO2 sebanyak 10 g/kg buah/kotak karton ukuran dus nasi

E. HASIL PENGAMATAN

PENGHAMBATAN PEMASAKAN PISANG

Perlakuan KM NO4 600 Mg


Nama buah Hari Warna
Hijau Kuning Coklat
Pisang I
II
III
IV 100 %
90 %
50 %
5%0%
10 %
49 %
90 % 0 %
0%
1%
5%

Perlakuan KAPUR 10 gram


Nama buah Hari Warna
Hijau Kuning Coklat
Pisang I
II
III
IV 100 %
80 %
47 %
1%0%
20 %
51 %
93 % 0 %
0%
2%
6%

Perlakuan VITAMIN C 5 mg
Nama buah Hari Warna
Hijau Kuning Coklat
Pisang I
II
III
IV 98 %
75 %
40 %
1%2%
25 %
57 %
91 % 0 %
0%
3%
8%

Perlakuan KONTROL
Nama buah Hari Warna
Hijau Kuning Coklat
Pisang I
II
III
IV 96 %
65 %
8%
1% 4 %
35 %
87 %
92 % 0 %
0%
5%
7%

F.
PEMBAHASAN
Pemasakan buah merupakan salah satu hasil metabolisme jaringan tanaman.pada kondisi
pemasakan buah merupakan hal yang diharapkan oleh petani, pedagang dan konsumen buah-
buahan, karena buah tersebut akan segera dikonsumsi.
Berbagai usaha untuk mengendalikan buah agar tidak segera masak, yang telah dilakukan
diantaranya yaitu pelilinan, pendinginan, pengendalian dengan cara CA (Controlled Atmosphere),
MAP (Modified Atmosphere Package) dan lainnya. Salah satu cara lagi adalah pengendalian dengan
cara penyerapan terhadap gas etilen (C2H4). Hal ini berdasarkan atas kenyataan bahwa peran etilen
yang dihasilkan oleh buah itu sendiri sangat mempengaruhi terhadap kecepatan pemasakan buah.
Buah-buahan yang sudah tua dan menjelang masak akan menghasilkan gas etilen yang cukup
banyak, dan gas ini akan memacu terhadap pemasakan buah. Produksi etilen sendiri akan dipacu
dengan adanya udara (Oksigen) dan suhu. Kundisi udara semakin banyak dan suhu semakin tinggi
akan memacu adanya respirasi yang diantaranya memproduksi gas etilen.
Untuk mengendalikan pemasakan tersebut maka gas etilen harus segera dikurangi disekitar
kumpulan buah. Untuk mengurangi gas etilen tersebut diantaranya dapat menggunakan zat
penyerap gas. Senyawa penyerap etilen telah dicoba beberapa macam seperti karbon aktif yang
diberi Brom dan Selit dengan KMnO4 kemudian berkembang menjadi KMnO4 Vermikulit. Apabila
KMnO4 dimasukan kedalam kemasan pisang maka dapat menambah umur simpan pisang selama 2
minggu. Preparasi komersial zat penyerap etilen adalah “Purafil” (KMnO4 alkaslis dengan silikat)
produksi Marbon Chemical Company ternyata mampu menyerap seluruh C2H4 yang dikeluarkan
buah pisang yang disimpan dalam kantong polietilen tertutup rapat.
Untuk menciptakan kemasan bebas etilen, KMnO4 sebagai senyawa penyerap etilen dimasukan
kedalam kemasan untuk membentuk kemasan aktif. Asam L-askorbat (vitamin C) dimasukan
kedalam MAP dan berfungsi sebagai penyerap oksigen. Perlu diketahui bahwa kontak langsung
dengan KMnO4 dengan produksi pertanian sangat tidak direkomendasikan. Selain itu, sifat cair
kedua bahan penyerap tersebut juga dapat menyulitkan pengaplikasian dalam teknologi
pengemasan aktif. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian guna mengetahui informasi jenis
penyerap (batu apung, spon, silica gel, dan vermikulit) yang paling efektif untuk KMnO4 dan asam L-
akorbat. Penelitian ini ditujukan untuk mendapatkan informasi mengetahui jumlah dan konsentrasi
KMnO4 dan asam L-akorbat serta jenis adsorbenya yang paling efektif untuk memperpanjang masa
simpan dan mempertahankan mutu buah. Suatu penelitian telah dilakukan penggunaan KMnO4 dan
asam L-akorbat untuk mengendaliakan etilen pada buah pisang.
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa:
a. KMnO4 bersifat efektif jika diberikan sebanyak 500 mg. KMnO4 per 183,33 g pisang per plastik
ukuran 1 kg, mampu memperpanjang masa simpan buah pisang sampai 3 hari dibandingkan tanpa
KMnO4 tetapi dalam kemasan plastik.
b. Pemberian kapur dengan ukuran 10 gram terbukti efektif jika diberikan dalam penyimpanan
pisang 183,33 gram per ukuran plastik 1 kg dibandingkan yang tidak diberikan kapur dalam
penyimpanannya. Pemberian kapur ini dapat menghambat pemasakan buah sampai dua hari.
c. Vitamin C sebanyak 5 mg terbukti lebih efektif jika diberikan dalam penyimpanan pisang 183,33
gram per ukuran plastik 1 kg, disbanding dengan yang tidak diberikan vitamin C pada bobot pisang
yang sama dan ukuran penyimpanan yang sama.

G. KESIMPULAN
1. KMnO4 bersifat efektif jika diberikan sebanyak 500 mg. KMnO4 per 183,33 g pisang per plastik
ukuran 1 kg, mampu memperpanjang masa simpan buah pisang sampai 3 hari dibandingkan tanpa
KMnO4 tetapi dalam kemasan plastic.
2. Pemberian kapur dengan ukuran 10 gram terbukti efektif jika diberikan dalam penyimpanan
pisang 183,33 gram per ukuran plastic 1 kg dibandingkan yang tidak diberikan kapur dalam
penyimpanannya. Pemberian kapur ini dapat menghambat pemasakan buah sampai dua hari.
3. Vitamin C sebanyak 5 mg terbukti lebih efektif jika diberikan dalam penyimpanan pisang 183,33
gram per ukuran plastic 1 kg, disbanding dengan yang tidak diberikan vitamin C pada bobot pisang
yang sama dan ukuran penyimpanan yang sama.
H.
DAFTAR PUSTAKA

Arifin. M, 2008. Petunjuk Praktikum Teknologi Produksi Penanganan Hasil Pertanian. Sekolah Tinggi
Penyuluhan Pertanian. Yogyakarta

Pantastico, ER.B. 1989. Fisologi Pasca Panen, Penanganan dan Pemanfaatan Buah-buahan dan Sayur-
sayuran Tropika dan Sub Tropika. Penerbit. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

Sri Handajani, Nopember 1994. Pasca Panen Hasil Pertanian. Penerbit Sebelas Maret University
Press. Surakarta

ACARA II
MEMPERCEPAT PEMASAKAN BUAH-BUAHAN

A. TUJUAN : Mahasiswa dapat mengetahui dan melakuakan kegiatan mempercepat pemasakan


buah-buahan dengan benar.

B. Dasar Teori
Degreening yaitu proses perombakan warna hijau pada kulit jeruk diikuti dengan proses
pembentukan warna kuning jingga. Buah impor misalnya pisang sudah lama membanjiri pasar di
kota besar seperti Jakarta. Warna kulitnya kuning hingga menarik, memberi kesan bahwa pisang
tersebut telah benar-benar matang. Harganya cukup bersaing, konsumennya kalangan menengah ke
atas. Berlainan dengan pisang kita (lokal), penampilannya kurang menarik karena kulit masih hijau
atau hijau kekuningan yang tidak merata, memberi kesan bahwa pisang tersebut belum matang,
padahal nilai gizinya tidak berbeda jauh dari pisang impor.
Dimana keunggulan pisang tersebut ialah dapat menaikkan pendapatan petani produsen jeruk,
karena dilakukan upaya penguningan kulit buah pisang dengan menggunakan alat yang sederhana,
bahan murah dan mudah didapat, serta mudah dalam pelaksanaannya. Adapun alat dan bahan yang
biasa digunakan dalam penguningan ialah sebagai berikut :
1. buah pisang yang sudah cukup tua
2. larutan benlate 500 ppm
3. Alat degreening kapasitas 100 kg
4. gas karbit (asetilen) yang dilengkapi dengan regulator dan flowmeter
5. Stop Watch
Selain itu dalam penguningan terdapat pedoman teknis agar dalam penguningan mendapatkan
tingkat keberhasilan yang yang diinginkan, diantaranya :

1. Petiklah pisang manis pada pukul 9.00 pagi


2. Cuci bersih dengan air mengalir, lalu ditiriskan
3. Rendam dalam larutan benlate 500 ppm selama 30 - 60 detik
4. Susunlah dalam rak degreening dalam keadaan basah
5. Tutuplah cungkup plastik degreening dan periksa agar semua ujung plastik sungkup tercelup air
6. Alirkan gas asetilen melalui selang karet kedalam rak sebanyak 1-2 liter setiap m3 ruangan kosong
7. Biarkan proses berjalan antara 14-22 jam Setelah waktu pemeraman tercapai, sungkup dibuka dan
dibiarkan terbuka selama 30 menit
8. Tutup kembali sungkup plastik tersebut lalu alirkan lagi gas karbit (asetilen) seperti di atas
9. Ulangi terus pengaliran gas karbit (asetilen) ini sampai warna kulit jeruk kuning jingga merata.

C. Alat dan Bahan


1. Alat

a. Pisau
b. Nampan
c. Panci d. Plastik
e. Tali
f. Rak penyimpanan
2. Bahan
a. Etrel
b. KNHO4
c. Pisang

D. Langkah Kerja
1. Siapkan alat dan bahan
2. Pilihlah buah pisang manis yang sudah cukup tua
3. Bersihkan buah pisang sampai bersih
4. Celumkan pisang kedalam larutan sesuai dengan perlakukan
5. Angkat pisang kemudian tiriskan
6. Masukkan/bungkus buah pisang tersebut kedalam plastik
7. Kemudian ikat/dipress dengan rapat
8. Simpan dalam pada rak
9. Amati perlakuan tersebut

E. Hasil Pengamatan
Dalam kegiatan praktikum tersebut dilakukan beberapa perlakukan diantaranya dengan penggunaan
bahan Etrel 750ppm, KMNO4 dan perlakuan control dengan beberapa pengamatan yang meliputi
berat, tekstur, dan warna baik sesudah maupun sebelum dilakukan proses penguningan tersebut.
Adapun hasil pengamatan tersebut dapat dilihat pada tabel sebagai berikut :

Hasil Pengamatan

Nama Buah Klas


Control Karbit Ethilin
Jeruk 1 x 1 g/kg --- 2 pd
2 g/kg --- 2 pd
3 g/kg --- 2 pd 1000 PPM --- 2
5000 PPM --- 2
10.000 PPM --- 2

Control Karbit Ethilin


Nama Buah Berat
(gram) Berat
(gram) Berat sebelum direndam Sudah direndam
Pisang 200 190
190
170 190
200
200 193
202
204
Jeruk 160 170
180
140 190
140
170 195
145
173

Perlakuan KONTROL
Nama buah Hari Warna
Hijau Hijau Hijau
Pisang I
II
III 100 %
90 %
70 % 100 %
85 %
75 % 100 %
90 %
70 %
Jeruk I
II
III 100 %
100 %
100 % 100 %
100 %
100 % 100 %
100 %
100 %

Perlakuan KARBIT
Nama buah Hari Warna
Hijau Hijau Hijau
Pisang I
II
III 100 %
80 %
65 % 100 %
75 %
55 % 100 %
70 %
60 %
Jeruk I
II
III 100 %
95 %
85 % 100 %
95 %
90 % 100 %
98 %
95 %

Perlakuan ETHILIN
Nama buah Hari Warna
Hijau Hijau Hijau
Pisang I
II
III 100 %
85 %
55 % 100 %
80 %
55 % 100 %
80 %
50 %
Jeruk I
II
III 100 %
85 %
60 % 100 %
90 %
65 % 100 %
95 %
80 %

Nama buah Perlakuan Berat buah sebelum 3 hari Berat buah setelah 3 hari
Pisang Ethilin 193
202
204 189
198
200
Karbit 190
190
170 187
186
167
Jeruk Ethilin 195
145
173 191
142
168
Karbit 170
180
140 166
177
137
F. PEMBAHASAN
Penguningan merupakan salah satu upaya dalam memberikan suatu kesan yang menarik pada buah
bahwa pisang tersebut benar-benar matang, sehingga mampu bersaing dengan buah lain dan
memberikan nilai ekonomis yang tinggi.
Setelah memberikan Perlakuan penguniangan pada buah pisang dan jeruk dengan menggunakan
karbit dari beberapa sampel menunjukan dapat menurunkan bobot berat pisang sekitar 1-5 gram,
disebabkan kandungan air dalam buah pisang dan buah jeruk menjadi rendah akibat dari proses
penguapan. Disamping itu tekstur buah pisang setelah proses penguningan pada buah pisang 40 %
sedangkan pada buah jeruk 10 %, setelah 3 hari dibandingkan dengan tanpa pemberian karbit (
control ). Demikian juga keadaan buah menjadi lunak setelah sebelumnya ( pada hari I ) buah pisang
dan jeruk tersebut keras.
Pemberian perlakuan penguningan pada buah pisang dan jeruk dengan menggunakan ethilin dari
beberapa sample juga menunjukan pengurangan berat pada kedua buah tersebut, yaitu antara 1 – 5
gram. Hal itu juga disebabkan kadar air dari kedua buah tersebut turun yang di akibatkan oleh
penguapan. Perubahan warna buah juga terjadi terutama warna kuning 53,33 % pada buah pisang
dan 68,33 pada buah jeruk, perubahan warna dan berat setelah 3 hari. Disamping itu juga terjadi
perubahan tekstur buah, yaitu buah menjadi lebih lembek.
Tingkat keberhasilan proses peguningan dapat dilihat pada warna buah yang dihasilkan. Penggunaan
ethilin dan karbit dapat memberikan hasil yang maksimal dalam proses penguningan ini, dimana
buah pisang tersebut memberikan hasil yang baik karena warna yang dihasilkan 90 % menjadi kuning
di bandingkan dengan yang menggunakan karbit.
Sehingga pisang yang dihasilkan memberi suatu kesan yang lebih menarik dengan warna kuning
penuh dan tekstur buah lunak, hal ini memudahkan dalam mengkonsumsi buah tersebut.

G. Kesimpulan
Adapun dalam proses penguningan pada buah pisang ini dengan menggunakan ethilin dan karbit
menunjukan kesimpulan bahwa :
1. Proses penguningan pada buah pisang lebih cepat
2. Warna buah dan tekstur buah pisang yang dihasilkan lebih baik
3. Perlakuan kontrol pada proses menguningan tidak memberikan hasil yang optimal
4. Dengan penguningan ini dapat memberikan suatu kesan yang menarik karena meenunjukan buah
tersebut telah benar-benar matang sehingga mampu memberikan nilai ekonomis yang tinggi.

H. Daftar Pustaka
Pantastico, ER.B. 1989. Fisologi Pasca Panen, Penanganan dan Pemanfaatan Buah-buahan dan Sayur-
sayuran Tropika dan Sub Tropika. Penerbit. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

Sri Handajani, Nopember 1994. Pasca Panen Hasil Pertanian. Penerbit Sebelas Maret University
Press. Surakarta

Cari

PRYELNI

A fine WordPress.com site

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FISIOLOGI DAN TEKNOLOGI PASCA PANEN

19 OKTOBER 2013PUPUTRYELNITINGGALKAN KOMENTAR

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM

FISIOLOGI DAN TEKNOLOGI PASCA PANEN

OLEH :

NAMA : PUPUTRYELNI

BP : 1111122056

KELOMPOK : 7A

ANGGOTA KELOMPOK : 1. NIA BORU

2. LISA RAHAYU

3. VIOLITA KRESNA WURI


DOSEN PEMBIMBING PRAKTIKUM

Dr. Ir. Novelina, MS

Ismed, S.Pt, M.Sc

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG

2012

BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Buah dan sayuran merupakan bagian dari makanan sehari hari,untuk menunjang kebutuhan gizi
makanan, sehingga perdagangan komoditi hortikultura menjadi penting. Buah dan sayur setelah
panen masih melakukan respirasi, sehingga perlu penanganan yang benar dan selanjutnya perlu
diketahui atau dipelajari sifat-sifat fisiologinya.

Hortikultura, terutama sayuran merupakan sumber provitamin A, vitamin C, dan mineral dan
terutama dari kalsium dan besi. Selain hal tersebut sayuran juga merupakan sumber serat yang
sangat penting dalam menjaga kesehatan tubuh. Sayuran juga dapat memberikan kepuasan
terutama dari segi warna dan teksturnya. Disisi lain sayuran adalah hasil pertanian yang apabila
selesai dipanen tidak ditangani dengan baik akan segera rusak.

Kerusakan ini terjadi akibat pengaruh fisik, kimiawi, mikrobiologi, dan fisiologis. (Hotton,1986)
Walaupun perubahan ini pada awalnya menguntungkan yaitu terjadinya perubahan warna, rasa, dan
aroma tapi kalau perubahan ini terus berlanjut dan tidak dikendalikan maka pada akhirnya akan
merugikan karena bahan akan rusak/busuk dan tidak dapat dimanfaatkan. Di Indonesia, hortikultura
yang tidak dapat dimanfaatkan diistilahkan sebagai “kehilangan” (losses) mencapai 25-
40%(Muhtadi,1995) Nilai ini sangat besar bila dibandingkan dengan negara-negara maju.

Kehilangan ini terjadi secara alamiah setelah dipanen akibat aktivitas berbagai jenis enzim yang
menyebabkan penurunan nilai ekonomi dan gizi. Kerusakan hortikultura dapat dipercepat bila
penanganan selama panen atau sesudah panen kurang baik. Sebagai contoh, komoditi tersebut
mengalami luka memar, tergores, atau tercabik atau juga oleh penyebab lain seperti adanya
pertumbuhan mikroba. Disini pentingnya penanganan pasca panen yang dapat menghambat proses
pengrusakan bahan antara lain melalui pengawetan, penyimpanan terkontrol, dan pendinginan.
Karena sifat bahan yang mudah rusak (perishable) maka penanganan pasca panen harus dilakukan
secara hati-hati. Dalam lingkup yang lebih luas, teknologi pasca panen juga mencangkup pembuatan
bahan (produk) beku, kering, dan bahan dalam kaleng (Bourne,1999).

Kegiatan pasca panen sendiri berawal dari sejak komoditas hortikultura diambil/dipisahkan dari
tanaman (panen) sampai pada komoditas tersebut sampai di konsumen. Tulisan ini memberikan
gambaran penanganan pasca panen dan pengaruhnya terhadap mutu hortikultura khususnya
sayuran.

Ilmu fisiologi pascapanen pada buah dan sayur merupakan suatu cabang ilmu fisiologi tanaman
hortikultura. Perkembangannya meningkat karena tingginya kerusakan, kesalahan penanganan
pada pemanenan,distribusi, pemasaran dan penyimpanan.

Pentingnya fisiologi dan teknologi pascapanen :

Perkembangan teknologi budaya tanaman hortikultura

Buah dan sayur penting bagi makanan sehari-hari

Menunjang kebutuhan gizi makanan, sehingga perdagangan komoditi hortikultura menjadi penting

Buah dan sayur setelah panen masih melakukan respirasi

Produk-produk holtikultura mengalami sebuah proses yang sudah tidak lazim lagi kita dengar. Proses
tersebut adalah respirasi.

Respirasi didefinisikan sebagai perombakan senyawa komplek yang terdapat pada sel seperti pati,
gula dan asam organik menjadi senyawa yang lebih sederhana seperti karbondioksida, dan air,
dengan bersamaan memproduksi energi dan senyawa lain yang dapat digunakan sel untuk reaksi
sintetis. Respirasi dapat terjadi dengan adanya oksigen (respirasi aerobik) atau dengan tidak adanya
oksigen.

Laju respirasi yang dihasilkan merupakan petunjuk yang baik dari aktifitas metabolis pada jaringan
dan berguna sebagai pedoman yang baik untuk penyimpanan hidup hasil panen. Jika laju respirasi
buah atau sayuran diukur dari setiap oksigen yang diserap atau karbondioksida dikeluarkan – selama
tingkat perkembangan (development), pematangan (maturation), pemasakan (ripening), penuaan
(senescent), dapat diperoleh pola karakteristik repirasi.

Laju respirasi per unit berat adalah tertinggi untuk buah dan sayur yang belum matang dan
kemudian terus menerus menurun dengan bertambahnya umur.

Proses respirasi diawali dengan adanya penangkapan oksigen dari lingkungan. Proses transport gas-
gas dalam tumbuhan secara keseluruhan berlangsung secara difusi. Oksigen yang digunakan dalam
respirasi masuk ke dalam setiap sel tumbuhan dengan jalan difusi melalui ruang antar sel, dinding
sel, sitoplasma dan membran sel.
Demikian juga halnya dengan karbondioksida yang dihasilkan respirasi akan berdifusi ke luar sel dan
masuk ke dalam ruang antar sel. Hal ini karena membran plasma dan protoplasma sel tumbuhan
sangat permeabel bagi kedua gas tersebut. Setelah mengambil oksigen dari udara, oksigen kemudian
digunakan dalam proses respirasi dengan beberapa tahapan, diantaranya yaitu glikolisis,
dekarboksilasi oksidatif, siklus asam sitrat, dan transpor elektron.

Banyak sekali buah-buahan yang memperlihatkan kenaikan yang cepat dalam respirasinya selama
pematangan, termasuk salah satu diantaranya adalah avokad. Secara konvensional buah-buahan ini
disebut buah klimaterik. Klimaterik adalah suatu pola perubahan dalam respirasi, atau dikenal juga
dengan istilah klimaterik respirasi. Cara yang umum digunakan untuk mengukur kecepatan respirasi
adalah dengan cara mengukur jumlah karbondioksida yang dihasilkan atau jumlah gas oksigen yang
digunakan. Namun demikian, jumlah oksigen yang digunakan dalam proses respirasi sangan sedikit
sehingga walaupun mungkin dilakukan tetapi sulit dilakukan dalam pelaksanaannya.

Pada buah klimaterik, jumlah gas karbon dioksida yang diproduksi akan terus menurun, kemudian
mendekati pelayuan (senescene) tiba-tiba produksi gas karbon dioksida meningkat, dan selanjutnya
menurun lagi. Berdasarkan pola produksi gas karbondioksidanya, buah-buahan diklasifikasikan
menjadi tiga pola pernafasan :

a. Gradual Decrease Type, yaitu jenis yang menurun secara perlahan, dimana kecepatan respirasi
menurun secara perlahan selama proses pematangan. Contoh : jeruk.

b. Temporary Rise Type, yaitu jenis yang meningkat secara temporer, dimana kecepatan respirasi
meningkat secara temporer dan pematangan penuh akan terjadi setelah puncak respirasi tercapai.
Contoh : avokad, pisang, mangga.

c. Late Peak Type, yaitu jenis yang mencapai puncak pernafasan terlambat,dimana kecepatan
maksimum respirasi terjadi mulai dari keadaan matang penuh sampai saat sangat matang (over
ripe). Contoh : stroberi.

Pada proses respirasi ini, umumnya buah mengakumulasi gula secara langsung dari pengiriman
asimilat hasil fotosintesis di daun yang umumnya dikirim ke organ lain dalam bentuk sukrosa
(Anderson dan Beardall, 1991).

Klimaterik juga diartikan sebagai suatu keadaan auto stimulation dari dalam buah sehingga buah
menjadi matang dan disertai dengan peningkatan proses respirasi, diawali dengan proses
pembuatan etilen.

Ethylene (C2H4) adalah Senyawa organik tidak jenuh atau memiliki ikatan rangkap yangdihasilkan
oleh jaringan pada waktu-waktu tertentu,yang pada suhu kamar berbebntuk gas.

Etilen pertama ditemukan di AS th 1900 dari hasil pembakaran lampu minyak tanah. Ethylene
digolongkan sebagai hormon tanaman yg aktif dalam proses pematangandan bersifat mobil dalam
jaringan tanaman.
Pada tahun 1959 diketahui etilen juga berperanmengatur pertumbuhan.Ethylene dapat disebut
sebagai hormon karena telah memenuhi persyaratan sebagaihormon, yaitu dihasilkan oleh tanaman,
besifat mobil dalam jaringan tanaman dan merupakan senyawa organik

Dennydan Miller (1935) menemukan bahwa ethylene dalam buah, bunga, biji, daun dan akar.Proses
pematangan buah sering dihubungkan dengan rangkaian perubahan yang dapatdilihat meliputi
warna, aroma, konsistensi dan flavour (rasa dan bau).

Perpaduan sifat-sifattersebut akan menyokong kemungkinan buah-buahan enak dimakan.Proses


pematangan buah didahului dengan klimakterik (pada buah klimakterik). Buahklimaterik adalah
buah-buahan yang melakukan respirasi naik turun. Hal ini dapat dilihat dari jumlah karbondioksida
yang dihasilkan, pada saat mendekati puncak klimaterik tiba-tiba produksi karbondioksida
meningkat dan selanjutnya menurun lagi. Sedangkan pada buah nonklimaterik jumlah
karbondioksida yang dihasilkan terus menurun secara perlahan sampai pada saat “senensce).

Sayuran dan buahan hasil pertanian pada umumnya setelah dipanen jika dibiarkan begitu saja akan
mengalami perubahan akibat pengaruh fisiologis, fisik, kimiawi parasit atau mikrobiologis.
Perubahan-perubahan tersebut ada yang mengntungkan, tetapi kalau tidak dikendalikan akan
sangat merugikan.

Sayuran dan buahan pada umumnya mempunyai kadar air yang tinggi, tetapi rendah dalam
kandungan protein dan lemak. Komposisi setiap sayuran dan buah berbeda, tergantung pada
varietas, cara panen, pemeliharaan tanaman, keadaan iklim, tingkat kematangan, kondisi selama
pematangan dan kondisi ruang pematangan.

Suatu kenyataan yang tidak dapat dihindari dan dipungkiri bahwa organ panenan komoditi
hortikultura seperti buah, sayuran, dan bunga potong merupakan struktur organ yang masih hidup
walaupun telah terpisah dari tanaman induknya. Seperti layaknya saat sebelum dipanen, di saat
pasca panenapun organ panenan tersebut masih melakukan reaksi-reaksi metabolisme dan masih
mempertahankan sistim fisiologis sebagaimana saat masih melekat pada tanaman induknya.

Sehubungan dengan kenyataan tersebut di atas, fenomena penting suatu tanaman dan juga buah,
sayuran serta bunga potong sebagai organ panenan adalah bahwa respirasi yang merupakan
penangkapan atau penggunaan oksigen dan pelepasan karbondioksida serta panas masih
berlangsung.

1.2 Tujuan

Adapun tujuan dari praktikum ini adalah :

Untuk mengetahui cara menetukan pola respirasi

Untuk mengetahui pengaruh suhu terhadap kecepatan respirasi

Untuk mengetahui pengaruh tingkat kematangan,luka/memar, kadar air, ukuran produk, terhadap
kecepatan respirasi.
Untuk mengetahui pengaruh etilen terhadap kurva respirasi buah-buahan klimaterik dan non
klimaterik

Untuk mengetahui pengaruh suhu terhadap aktivitas etilen dalam pematangan buah-buahan dan
pentingnya etilen untuk pematangan buah.

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

MENENTUKAN POLA RESPIRASI

(percobaan 1)

Respirasi adalah suatu proses pengambilan O2 untuk memecah senyawa-senyawa organik menjadi
CO2, H2O dan energi. Namun demikian respirasi pada hakikatnya adalah reaksi redoks, dimana
substrat dioksidasi menjadi CO2 sedangkan O2 yang diserap sebagai oksidator mengalami reduksi
menjadi H2O (Willet al, 1982).

Laju respirasi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:

Ketersediaan substrat

Tersedianya substrat pada tanaman merupakan hal yang penting dalam melakukan respirasi.
Tumbuhan dengan kandungan substrat yang rendah akan melakukan respirasi dengan laju yang
rendah pula. Demikian sebliknya bila substrat yang tersedia cukup banyak maka laju respirasi akan
meningkat.

Ketersediaan Oksigen.

Ketersediaan oksigen akan mempengaruhi laju respirasi, namun besarnya pengaruh tersebut
berbeda bagi masing-masing spesies dan bahkan berbeda antara organ pada tumbuhan yang sama.
Fluktuasi normal kandungan oksigen di udara tidak banyak mempengaruhi laju respirasi, karena
jumlah oksigen yang dibutuhkan tumbuhan untuk berrespirasi jauh lebih rendah dari okseigen yang
tersedia dari udara.

Suhu.

Pengaruh faktor suhu bagi laju respirasi tumbuhan sangat terkait dengan faktor Q10, dimana
umumnya laju reaksi respirasi akan meningkat untuk setiap kenaikan suhu sebesar 10oC, namun hal
ini tergantung pada masing-masing spesies

Tipe dan umur tumbuhan.

Masing-masing spesies tumbuhan memiliki perbedaan metabolsme, dengan demikian kebutuhan


tumbuhan untuk berespirasi akan berbeda pada masing-masing spesies. Tumbuhan muda
menunjukkan laju respirasi yang lebih tinggi dibanding tumbuhan yang tua. Demikian pula pada
organ tumbuhan yang sedang dalam masa pertumbuhan. (Ingwa and Young, 1984)

Buah-buahan dapat diklasifikasikan menjadi dua kategori berdasarkan laju respirasinya, yaitu buah
klimaterik dan buah non-klimaterik. Buah klimaterik adalah buah yang memiliki kenaikan laju
respirasi ke tingkat yang paling tinggi sebelum pemasakan. Sebaliknya, buah non-klimaterik adalah
buah yang tidak mengalami kenaikan atau perubahan laju respirasi. Atau dalam kata lain, buah
klimaterik dapat pula diartikan sebagai buah yang cepat mengalami kerusakan atau pembusukan,
sedangkan buah non-klimaterik adalah buah yang tidak mudah mengalami kerusakan pascapanen.
Proses pematangan buah non-klimaterik terjadi saat buah masih berada pada pohonnya, sedangkan
buah klimaterik akan cepat matang setelah buah dipanen (Winarno dan Aman, 1979). .

Buah-buahan non-klimaterik menghasilkan sedikit etilen dan tidak memberikan respon terhadap
etilen kecuali dalam hal penurunan kadar klorofil (degreening) yang terjadi pada pada jeruk dan
nanas (Delvin,1983).

Terdapat indikator yang dapat membedakan antara buah klimaterik dan non-klimaterik, yaitu respon
buah terhadap pemberian etilen yang merupakan gas hidrokarbon yang secara alami dikeluarkan
oleh buah-buahan dan mempunyai pengaruh dalam peningkatan respirasi. Buah non-klimaterik akan
merespon terhadap pemberian etilen baik pada tingkat pra-panen maupun pada tingkat pasca
panen. Sedangkan buah klimaterik hanya akan memberikan respon terhadap pemberian etilen
apabila etilen diberikan pada saat buah berada pada tingkat pra-klimaterik. Dan setelah kenaikan
respirasi dimulai maka buah klimaterik tidak akan peka lagi terhadap pemberian etilen. Buah-buahan
dapat dikelompokkan berdasarkan laju pernapasan mereka di saat pertumbuhan sampai fase
senescene menjadi kelompok buah-buahan klimakterik dan kelompok buah-buahan non klimakterik
(Biale dan Young, 1981).

Buah-buahan klimakterik yang sudah mature, selepas dipanen, secara normal memperlihatkan suatu
laju penurunan pernafasan sampai tingkat minimal, yang diikuti oleh hentakan laju pernafasan yang
cepat sampai ke tingkat maksimal, yang disebut puncak pernafasan klimakterik (Biale dan Young,
1981).

Bila buah-buahan klimakterik berada pada tingkat maturitas “kemrampo” yang tepat, dikspos
selama beberapa saat dengan konsentrasi ethylene yang lebih tinggi dari threshold minimal, maka
terjadilah rangsangan pematangan yang tidak dapat kembali lagi (irreversiable ripening).

Pada buah-buahan non klimakterik terjadi hal yang berbeda artinya tidak memperlihatkan terjadinya
hentakan pernafasan klimakterik. Meskipun buah-buahan tersebut diekspose dengan kadar ethylene
kecil saja, laju pernafasan, kira-kira sama dengan kadar bila terekspose ethylene ruangan, kalau ada
tingkatan laju pernafasan hanya kecil saja. Tetapi segera setelah itu laju pernafasan kembali lagi
pada laju kondisi istirahat normal, bila kemudian ethylene nya ditiadakan. Dengan ekspos ethylene
terjadilah suatu respon yang kira-kira mirip dapat diamati. Dalam suatu buah yang telah mature
(tetapi belum matang) terjadilah perubahan parameter yang dialami buah seperti mislnya
degreening atau hilangnya warna hijau (Endang,2005).

PENGARUH SUHU TERHADAP KECEPATAN RESPIRASI

(percobaan 2)

Hasil-hasil pertanian sesudah dipanen masih melakukan proses pernafasan, dan selama hasil-hasil
tersebut masih bernafas, bahan masih disebut hidup. Jadi buah-buahan, sayuran, biji-bijian dan hasil
palawija adalah bahan yang masih hidup walaupun telah dipetik dari pohonnya, karena masih
melakukan pernafasan serta metabolisme Respirasi adalah proses yang terjadi pada makhluk hidup
karena terjadi pembakaran karbohidrat (gula) oleh oksigen sehingga menghasilkan energi dalam
bentuk ATP. Respirasi dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain adalah suhu lingkungan atau suhu
tubuh makhluk hidup yang melakukan respirasi (Anonim, 2009).

Respirasi adalah suatu proses pengambilan O2 untuk memecah senyawa senyawa organik menjadi
CO2, H2O dan energi. (Lakitan, 2007).Respirasi merupakan proses katabolisme atau penguraian
senyawa organik menjadi senyawa anorganik. (Lovelles, 1997).

Pengaruh faktor suhu bagi laju respirasi tumbuhan sangat terkait dengan faktor Q10, dimana
umumnya laju reaksi respirasi akan meningkat untuk setiap kenaikan suhu sebesar 10oC, namun hal
ini tergantung pada masing-masing spesies. Bagi sebagian besar bagian tumbuhan dan spesies
tumbuhan, Q10 respirasi biasanya 2,0 sampai 2,5 pada suhu antara 5 dan 25°C. Bila suhu meningkat
lebih jauh sampai 30 atau 35°C, laju respirasi tetap meningkat, tapi lebih lambat, jadi Q10 mulai
menurun. (Salisbury & Ross, 1995)

Menurut Kays (1991), untuk beberapa produk hasil pertanian, dengan kenaikan suhu penyimpanan
sebesar 10 0C akan mengakibatkan naiknya laju respirasi sebesar 2 sampai 2.5 kali, tetapi di atas
suhu 35 0C laju respirasi akan menurun karena aktivitas enzim terganggu yang menyebabkan
terhambatnya difusi oksigen.

Pengontrolan suhu untuk mengendalikan laju respirasi produk hasil pertanian sangat penting
artinya dalam usaha memperpanjang umur simpan produk tersebut. Metode yang umum digunakan
adalah penyimpanan dengan pendinginan karena sederhana dan efektif. Menurut Broto (2003),
prinsip penyimpanan dengan pendinginan adalah mendinginkan lingkungan secara mekanis dengan
penguapan gas cair bertekanan (refrigerant) dalam sistem tertutup.

Pada waktu masih berada pada tanaman induknya, buah dan sayuran serta bunga potong
melangsungkan proses kehidupan dengan cara melakukan respirasi, yaitu proses biologis yang
menyerap oksigen untuk digunakan pada proses pembakaran (oksidasi) dan kemudian menghasilkan
energi dengan diikuti pengeluaran sisa pembakaran berupa gas karbondioksida dan air. Setelah
organ dipanen ternyata buah, sayuran dan bunga potong masih melangsungkan proses respirasi
yang mencirikan bahwa organ panenan tersebut masih dalam keadaan hidup.(kader,1993).

Bila proses respirasi dipilah dalam tahapan, maka terdapat tiga tahap dalam proses respirasi.
Tahapan tersebut adalah sebagai berikut ini,

a. Perombakan polisakarida menjadi gula-gula sederhana,

b. Oksidasi gula-gula sederhana menjadi asam piruvat, dan

c. Perubahan (transformasi) aerob dari piruvat dan asam-asam organik lain menjadi karbondioksida,
air, dan energi.(kader,1993)

Semua sel aktif terus menerus melakukan respirasi, sering menyerap O2 dan melepaskan CO2 dalam
volume yang sama. Namun seperti kita ketahui, respirasi lebih dari sekadar pertukaran gas secara
sederhana. Proses keseluruhan merupakan reaksi oksidasi-reduksi, yaitu senyawa dioksidasi menjadi
CO2 dan O2yang diserap direduksi menjadi H2O. Pati, fruktan, sukrosa, atau gula yang lainnya,
lemak, asam organik, bahkan protein dapat bertindak sebagai substrat respirasi. (Salisbury & Ross,
1995)

Respirasi merupakan proses katabolisme atau penguraian senyawa organik menjadi senyawa
anorganik. Respirasi sebagai proses oksidasi bahan organik yang terjadi didalam sel dan berlangsung
secara aerobik maupun anaerobik. Dalam respirasi aerob diperlukan oksigen dan dihasilkan
karbondioksida serta energi. Sedangkan dalam respirasi anaerob dimana oksigen tidak atau kurang
tersedia dan dihasilkan senyawa selain karbondiokasida, seperti alkohol, asetaldehida atau asam
asetat dan sedikit energi. (Lovelles, 1997).

Karbohidrat merupakan substrat respirasi utama yang terdapat dalam sel tumbuhan tinggi. Terdapat
beberapa substrat respirasi yang penting lainnya diantaranya adalah beberapa jenis gula seperti
glukosa, fruktosa, dan sukrosa; pati; asam organik; dan protein (digunakan pada keadaan & spesies
tertentu). Secara umum, respirasi karbohidrat dapat dituliskan sebagai berikut:

C6H12O6 + O2 → 6CO2 + H2O + energi

Reaksi di atas merupakan persamaan rangkuman dari reaksi-reaksi yang terjadi dalam proses
respirasi. (Danang, 2008)

Buah yang dipanen pada tingkat setengah matang dapat disimpan padasuhu 7-13˚C selama 2
minggu. Buah yang telah matang sebaiknya disimpan padasuhu sekitar 7˚C. Buah nanas dapat
mengalami kerusakan dingin pada suhu lebihrendah dari 7˚C (Deddy Muchtadi,1992).

PENGARUH TINGKAT KEMATANGAN TERHADAP RESPIRASI

(percobaan 3)

Hasil-hasil pertanian sesudah dipanen masih melakukan proses pernafasan, dan selama hasil-hasil
tersebut masih bernafas, bahan masih disebut hidup. Jadi buah-buahan, sayuran, biji-bijian dan hasil
palawija adalah bahan yang masih hidup walaupun telah dipetik dari pohonnya, karena masih
melakukan pernafasan serta metabolisme (Anonim, 2009).

Respirasi adalah proses yang terjadi pada makhluk hidup karena terjadi pembakaran
karbohidrat (gula) oleh oksigen sehingga menghasilkan energi dalam bentuk ATP. Respirasi
dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain adalah suhu lingkungan atau suhu tubuh makhluk hidup
yang melakukan respirasi. (Usman, 2011).

Kecepatan respirasi menggambarkan aktivitas metabolik di dalam jaringan bahan hasil pertanian dan
dapat memperpanjang umur simpan hasil pertanian, Dinyatakan dalam berat CO2untuk setiap berat
bahan hasil pertanian segar dan waktu (mg CO2/kg.jam) (Dimas,2009).

Laju respirasi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yang dijelaskan sebagai berikut
a. Ketersediaan substrat

Tumbuhan dengan kandungan substrat yang rendah akan melakukan respirasi dengan laju yang
rendah pula. Demikian sebaliknya bila substrat yang tersedia cukup banyak maka laju respirasi akan
meningkat.

b. Ketersediaan Oksigen

Ketersediaan oksigen akan mempengaruhi laju respirasi, namun besarnya pengaruh tersebut
berbeda bagi masing-masing spesies. Bahkan, pengaruh oksigen berbeda antara organ satu dengan
yang lain pada tumbuhan yang sama.

c. Suhu

Umumnya, laju reaksi respirasi akan meningkat untuk setiap kenaikan suhu sebesar 100C. Namun,
hal ini tergantung pada masing-masing spesies.

d. Tipe dan umur tumbuhan

Masing-masing spesies tumbuhan memiliki perbedaan metabolisme sehingga kebutuhan tumbuhan


untuk berespirasi akan berbeda pada masing-masing spesies. Tumbuhan muda menunjukkan laju
respirasi yang lebih tinggi dibandingkan tumbuhan yang tua.

Proses pematangan buah sering dihubungkan dengan rangkaian perubahan yang dapat dilihat
meliputi warna, aroma, konsistensi dan flavour (rasa dan bau). Perpaduan sifat-sifat tersebut akan
menyokong kemungkinan buah-buahan enak dimakan. (Anonim, 2009).

Proses pematangan buah didahului dengan klimakterik (pada buah klimakterik). Klimakterik
dapat didefinisikan sebagai suatu periode mendadak yang unik bagi buah dimana selama proses
terjadi serangkaian perubahan biologis yang diawali dengan proses sintesis ethylene. Meningkatnya
respirasi dipengaruhi oleh jumlah ethylene yang dihasilkan, meningkatnya sintesis protein dan RNA.
Proses klimakterik pada Apel diperkirakan karena adanya perubahan permeabilitas selnya yang
menyebabkan enzym dan susbrat yang dalam keadaan normal terpisah, akan bergabung dan
bereaksi satu dengan lainnya. (Anonim, 2009).

Perubahan warna dapat terjadi baik oleh proses-proses perombakan maupun proses sintetik,
atau keduanya. Pada jeruk manis perubahan warna ni disebabkan oleh karena perombakan khlorofil
dan pembentukan zat warna karotenoid. Sedangkan pada pisang warna kuning terjadi karena
hilangnya khlorofil tanpa adanya atau sedikit pembentukan zat karotenoid. Sisntesis likopen dan
perombakan khlorofil merupakan ciri perubahan warna pada buah tomat. . (Usman, 2011).

Menjadi lunaknya buah disebabkan oleh perombakan propektin yang tidak larut menjadi
pektin yang larut, atau hidrolisis zat pati (seperti buah waluh) atau lemak (pada adpokat). Perubahan
komponen-komponen buah ini diatur oleh enzym-enzym antara lain enzym hidroltik,
poligalakturokinase, metil asetate, selullose. . (Usman, 2011).

Dalam istilah sehari-hari pada buah-buahan kita kenal menjadi 2 macamistialah yang sulit dibedakan,
ialah pematangan atau maturity yang berarti bahwabuah tersebut menjadi matang atau tua yang
kadang-kadang belum bias dimakankarena rasanya yang belum enak dan istilah ripening atau
pemasakan, dimanabuah yang sudah baik untuk dimakan yang mempunyai rasa enak (Afandi,
1984).Seiring dengan perubahan tingkat ketuaan dan kematangan, padaumumnya buah-buahan
mengalami serangkaian perubahan komposisi kimiamaupun fisiknya. Rangkaian perubahan tersebut
mempunyai implikasi yang luasterhadap metabolismedalam jaringan tanaman tersebut. Diantaranya
yaituperubahan kandungan asam-asam organik, gula dan karbohidrat lainnya (Kader.2002).

PENGARUH LUKA ATAU MEMAR TERHADAP KECEPATAN RESPIRASI

(percobaan 4)

Produk hortikultura seperti sayuran merupakan komoditas yang mudah rusak dan masih
mengalami proses hidup (proses fisiologis). dalam batas-batas tertentu proses fisiologis ini akan
mengakibatkan perubahan-perubahan yang menjurus pada kerusakan/kehilangan hasil. (Anonim,
2011).

Kehilangan/kerusakan hasil produk sayuran secara kualitas dan kuantitas terjadi pada tahap
panen sampai dengan tahap produk siap dikonsumsi. Rata-rata kehilangan/ kerusakan hasil produk
sayuran diperkirakan 5 – 25% untuk negara-negara yang telah maju, dan 20 – 50% untuk negara-
negara berkembang. Untuk mengurangi susut tersebut, beberapa hal yang harus dilakukan adalah
:

(a) mengetahui faktor biologis dan lingkungan penyebab kerusakan,

(b) menggunakan teknologi penanganan pasca panen yang benar, diantaranya pengemasan dan
penyimpanan yang tepat, sehingga akan memperlambat kebusukan dan dapat mempertahankan
kesegaran produk pada tingkat optimal.

Respirasi memiliki beberapa faktor yang mempengaruhi prosesnyya yaitu faktor internal yang
mempengaruhi laju respirasi antara lain umur, tipe atau jenis tumbuhan, sedangakan faktor
eksternal yang mempengaruhi laju respirasi antara lain adalah ketersediaan jumlah substrat,
ketersediaan oksigen, dan kelembapan serta suhu lingkungan. Tentunya tumbuhan yang sudah
dewasa dengan tumbuhan yang masih berkecambah akan memiliki laju respirasi yang berbeda.

Pada saat kecambah, laju respirasi cenderung lebih tinggi dibanding ketika sudah dewasa. Hal
ini karena pengaruh metabolik dari proses perkecambahan. Demikian pula pada berbagai macam
jenis tumbuhan akan memiliki laju respirasi yang berbeda, karena di dalamnya terdapat proses
metabolik dan kandungan substrat respirasi yang berbeda satu sama lain. Oleh karena itu, untuk
mengetahui pengaruh kuantitas substrat biji terhadap laju respirasi kecambah, maka perlu dilakukan
suatu eksperimen dengan beberapa perlakuan untuk mengkaji hal tersebut lebih dalam. Semua sel
hidup melakukan respirasi untuk mencukupi kebutuhan energi. Semua sel aktif akan terus menerus
melakukan respirasi, menyerap O2 dan melepaskan CO2 dalam volume yang sama. Namun seperti
kita ketahui, respirasi lebih dari sekadar pertukaran gas yang berlangsung secara sederhana.
Respirasi merupakan salah satu bentuk proses metabolisme secara katabolik, yaitu proses
pemecahan. Proses keseluruhan merupakan reaksi oksidasi-reduksi, yaitu senyawa dioksidasi
menjadi CO2 dan O2 yang diserap direduksi menjadi H2O. Proses respirasi dipengaruhi oleh banyak
faktor, baik internal maupun eksternal. (Anonim, 2011).
Respirasi merupakan proses katabolisme atau penguraian senyawa organik menjadi senyawa
anorganik. Respirasi sebagai proses oksidasi bahan organik yang terjadi didalam sel dan berlangsung
secara aerobik maupun anaerobik.Dalam respirasi aerob diperlukan oksigen dan dihasilkan
karbondioksida sertaenergi. Sedangkan dalam respirasi anaerob dimana oksigen tidak atau
kurangtersedia dan dihasilkan senyawa selain karbondiokasida, seperti alkohol,asetaldehida atau
asam asetat dan sedikit energi. (Lovelles, 1997)

Luka atau memar yang terjadi pada buah-buahan akan meningkatkan sintesa etilen. Dengan
demikian secara tidah langsung akan meningkatkan kecepatan respirasi. Karena diketahui bahwa
etilen dapat menstimulir reaksi enzimatis dalam buah-buahan. (Kader.2002).

Etilen adalah senyawa hidrokarbon tidak jenuh (C2H4) yang pada suhu kamar berbentuk gas.
Senyawa ini dapat menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan penting dalam proses
pertumbuhan dan pematangan hasil-hasil pertanian.Selain itu, etilen merupakan :

Dalam keadaan normal, etilen akan berbentuk gas dan struktur kimianya sangat sederhana sekali.

Di alam etilen akan berperan apabila terjadi perubahan secara fisiologis pada suatu tanaman.

Hormon ini akan berperan dalam proses pematangan buah dalam fase klimaterik.Mempengaruhi
perombakan klorofil

Mulai aktif dari 0,1 ppm (ambang batas/threshold)

Dihasilkan jaringan tanaman hidup pada saat tertentu (Kader.2002)

PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KECEPATAN RESPIRASI

(percobaan 5)

Buah-buahan di Indonesia memiliki potensi pengembangan yang sangat besar. Buah-buahan


mempunyai arti penting sebagi sumber vitamine, mineral, dan zat-zat lain dalam menunjang
kecukupan gizi. Buah-buahan dapat kita makan baik pada keadaan mentah maupun setelah
mencapai kematangannya. Sebagian besar buah yang dimakan adalah buah yang telah mencapai
tingkat kematangannya (Winarno, F. G. dan A. Wirakantakusumah. 1981).

Untuk meningkatkan hasil buah yang masak baik secara kualias maupun kuantitasnya dapat
diusahakan dengan substansi tertentu antara lain dengan zat pengatur pertumbuan Ethylene.
Dengan mengetahui peranan ethylene dalam pematangan buah kta dapat menentukan
penggunaannya dalam industri pematangan buah atau bahkan mencegah produksi dan aktifitas
ethyelen dalam usaha penyimpanan buah-buahan (Bellec, F. L., F. Vaillant, and E. Imbert. 2006)

Buah-buahan apabila setelah dipanen tidak ditangani dengan baik, akan mengalami perubahan
akibat pengaruh fisiologis, fisik, kimiawi, parasitik atau mikrobiologis, dimana ada yang
menguntungkan dan sangat merugikan bila tidak dapat dikendalikan yaitu timbulnya kerusakan atau
kebusukan. Hal ini akan mengakibatkan tidak dapat dimanfaatkan lagi, sehingga merupakan suatu
kehilangan (loss) (Ashari, S. 1995).
Di Indonesia kehilangan buah-buahan cukup tinggi, 25 – 40 %. untuk menghasilkan buah-buahan
dengan kualitas yang baik, disamping ditentukan oleh perlakuan selama penanganan on-farm,
ditentukan juga oleh faktor penanganan pasca panen yang secara umum mulai dari pemanenan,
pengumpulan, sortasi, pembersihan dan pencucian, grading, pengemasan, pemeraman,
penyimpanan dan pengangkutan (Winarno, F. G. dan A. Wirakantakusumah. 1981).

Respirasi merupakan proses katabolisme atau penguraian senyawa organik menjadi senyawa
anorganik. Respirasi sebagai proses oksidasi bahan organik yang terjadi didalam sel dan berlangsung
secara aerobik maupun anaerobik. Respirasi membutuhkan O2 dan menghasilkan zat sisa
metabolisme berupa uap air, CO2 dan panas sebagai entropi (energi panas yang tidak
termanfaatkan). Bila respirasi berjalan sempurna, dari pembakaram substrat (karbohidrat, lipida,
atau protein) akan dihasilkan rasio CO2/O2 tertentu yang disebut dengan “Respiratory quotient”
[RQ]. Respirasi dengan substrat lipida akan diperoleh RQ<1, dan RQ=1 untuk substrat glukosa
(Winarno, F. G. dan A. Wirakantakusumah. 1981).

Dengan kata lain, perbedaan antara jumlah CO2 yang dilepaskan dan jumlah O2 yang digunakan
dikenal dengan Respiratory Ratio atau Respiratory Quotient dan disingkat RQ. Nilai RQ ini tergantung
pada bahan atau subtrat untuk respirasi dan sempurna atau tidaknya proses respirasi tersebut
dengan kondisi lainnya (Winarno, F. G. dan A. Wirakantakusumah. 1981).

Tergantung pada bahan yang digunakan, maka jumlah mol CO2 yang dilepaskan dan jumlah mol O2
yang diperlukan tidak selalu sama. Diketahui nilai RQ untuk karbohidrat = 1, protein < 1 (= 0,8 – 0,9),
lemak <1 (= 0,7) dan asam organik > 1 (1,33). Nilai RQ ini tergantung pada bahan atau subtrat untuk
respirasi dan sempuran tidaknya proses respirasi dan kondisi lainnya (Stintzing, F. C., A. Schieber, R.
Carle. 2002).

Sebagian besar energi yang dilepaskan selama respirasi kira-kira 2870 kj atau 686 kal per mol glukosa
berupa bahang. Bila suhu rendah, bahang ini dapat merangsang metabolisme dan menguntungkan
beberapa spesies tertentu, tapi biasanya bahang tersebut dilepas ke atmosfer atau ke tanah, dan
berpengaruh kecil terhadap tumbuhan. Yang lebih penting dari bahang adalah energi yang
terhimpun dalam ATP, sebab senyawa ini digunakan untuk berbagai proses esensial dalam
kehidupan, misalnya pertumbuhan dan penimbunan ion (Stintzing, F. C., A. Schieber, R. Carle. 2002).

Respirasi memiliki beberapa faktor yang mempengaruhi prosesnyya yaitu faktor internal yang
mempengaruhi laju respirasi antara lain umur, tipe atau jenis tumbuhan, sedangakan faktor
eksternal yang mempengaruhi laju respirasi antara lain adalah ketersediaan jumlah substrat,
ketersediaan oksigen, dan kelembapan serta suhu lingkungan. (Anonim, 2011)

PENGARUH UKURAN PRODUK TERHADAP KECEPATAN RESPIRASI

(percobaan 6)

Hal yang penting untuk dipahami adalah produk pascapanen buah dan sayuran segar apapun
bentuknya masih melakukan aktivitas metabolisme penting yaitu respirasi. Aktivitas respirasi
berlangsung untuk memperoleh energi yang digunakan untuk aktivitas hidup pascapanennya.
Setelah panen, sebagian besar aktivitas fotosintesis yang dilakukan saat masih melekat pada
tanaman induknya berkurang atau secara total tidak dapat dilakukan. Saat tersebut mulailah
penggunaan substrat cadangan yang ada di dalam tubuh bagian tanaman yang dipanen untuk
aktivitas respirasinya. Pada saat substrat mulai terbatas maka terjadilah kemunduran mutu dan
kesegaran atau proses pelayuan dengan cepat (Stintzing, F. C., A. Schieber, R. Carle. 2002).

Cara penanganan yang tepat untuk mengurangi proses metabolisme setelah panen yang senantiasa
menimbulkan penurunan mutu yang menyebabkan mengurangnya minat konsumen atas produk
tersebut yaitu dengan metode pengeringan. Pada prinsipnya semakin cepat laju respirasi, maka
semakin cepat pula laju kemunduran mutu dan kesegaran. Untuk itu, dilakukan metode yang tepat
untuk pengeringan produk pasca panen melalui praktikum yang telah dilaksanakan (Stintzing, F. C.,
A. Schieber, R. Carle. 2002).

Perlu diketahui bahwa komoditas yang telah dipanen akan mengalami proses respirasi. Pada Pada
proses respirasi terjadi proses katabolisme yaitu perombakan senyawa-senyawa kompleks yang
diuraikan dengan bantuan oksigen (C6H12O6 + 6O2 -> 6CO2 + 6H2O). Proses respirasi berbeda-
beda, semakin banyak oksigen yang digunakan maka proses respirasi semakin meningkat. Adanya
respirasi menyebabkan komoditas tersebut mengalami perubahan seperti penuaan dan
pembusukan. Proses cepat lambatnya resipasi juga dipengaruhi oleh etilen. Etilen adalah senyawa
organik hidrokarbon paling sederhana yang (C2H4) berupa gas yang berpengaruh terhadap proses
fisiologi tanaman, seperti pertumbuhan, pemasakan, penuaan, dan pembusukan (Bellec, F. L., F.
Vaillant, and E. Imbert. 2006)

Proses respirasi suatu komoditas dibagi menjadi 2, yaitu klimaterik dan non klimaterik. Pada
klimaterik terjadi lonjakan waktu respirasi suatu komoditas yang sangat cepat atau lebih singkat,
dimana kerusakan komoditas tersebut juga berlangsung cepat. Proses respirasi klimaterik dan proses
pemasakan dapat berlangsung pada saat buah masih di pohon atau telah dipanen. Komoditas yang
termasuk klimaterik seperti pisang, pepaya, kiwi, mangga, jambu, dan lain-lain. Sedangkan pada non
klimaterik terjadi lonjakan waktu respirasinya yang lebih lambat dan menyebabkan kerusakan
komoditas juga berlangsung lebih lambat. Komoditas yang termasuk non klimaterik seperti
bengkoang, salak, nanas, jeruk bali, semangka, dan lain-lain (Prasanna, V., T. N. Prabha, R. N.
Tharanathan. 2007).

Untuk membedakan buah klimaterik dari buah non-klimaterik adalah responnya terhadap
pemberian etilen yang merupakan gas hidrokarbon yang secara alami dikeluarkan oleh buah-buahan
dan mempunyai pengaruh dalam peningkatan respirasi. Buah non-klimaterik akan bereaksi terhadap
pemberian etilen pada tingkat manapun baik pada tingkat pra-panen maupun pasca panen, contoh
buahnya yaitu semangka, jeruk, nenas, anggur, ketimun dan sebagainya. Sedangkan buah
klimakterik hanya akan mengadakan reaksi respirasi bila etilen diberikan dalam tingkat pra
klimakterik dan tidak peka lagi terhadap etilen setelah kenaikan respirasi dimulai. Contoh buahnya
meliputi pisang, mangga, pepaya, adpokat, tomat, sawo, apel dan sebagainya (Prasanna, V., T. N.
Prabha, R. N. Tharanathan. 2007).

Perkembangan awal dengan pembelahan sel, pematangan dan penuaan. Awal respirasi klimaterik
diawali pada fase pematangan bersama dengan pertumbuhan buah sampai konstan. Biasanya laju
kerusakan komoditi pasca panen berbanding langsung dengan laju respirasinya, walaupun tidak
selalu terdapat hubungan konstan antara kapasitas etilen yang dihasilkannya dengan kemampuan
rusaknya suatu komoditi (Prasanna, V., T. N. Prabha, R. N. Tharanathan. 2007).
Buah-buahan di Indonesia memiliki potensi pengembangan yang sangat besar. Buah-buahan
mempunyai arti penting sebagi sumber vitamine, mineral, dan zat-zat lain dalam menunjang
kecukupan gizi. Buah-buahan dapat kita makan baik pada keadaan mentah maupun setelah
mencapai kematangannya. Sebagian besar buah yang dimakan adalah buah yang telah mencapai
tingkat kematangannya (Prasanna, V., T. N. Prabha, R. N. Tharanathan. 2007)

PENGARUH ETILEN TERHADAP KURVA RESPIRASI BUAH-BUAHAN KLIMATERIK

(percobaan 9)

Buah-buahan mempunyai arti penting sebagi sumber vitamine, mineral, dan zat-zatlain dalam
menunjang kecukupan gizi. Buah-buahan dapat kita makan baik pada keadaanmentah maupun
setelah mencapai kematangannya. Sebagian besar buah yang dimakan adalah buah yang telah
mencapai tingkat kematangannya. Untuk meningkatkan hasil buah yangmasak baik secara kualias
maupun kuantitasnya dapat diusahakan dengan substansi tertentuantara lain dengan zat pengatur
pertumbuan Ethylene. Dengan mengetahui peranan ethylenedalam pematangan buah kta dapat
menentukan penggunaannya dalam industri pematangan buah atau bahkan mencegah produksi dan
aktifitas ethyelen dalam usaha penyimpanan buah- buahan.Ethylene mula-mula diketahui dalam
buah yang matang oleh para pengangkut buahtropica selama pengapalan dari Yamaika ke Eropa
pada tahun 1934, pada pisang masak lanjutmengeluarkan gas yang juga dapat memacu pematangan
buah yang belum masak. (Danang. 2008)

Buah klimaterik adalah buah yang banyak mengandung amilum,


seperti pisang, mangga, apel dan alpokatyang dapat dipacu kematangannya dengan etilen.
Etilen endogen yang dihasilkan oleh buah yang telah matang dengan sendirinya dapat memacu
pematangan pada sekumpulan buah yang diperam. Buah nonklimaterik adalah buah yang
kandungan amilumnya sedikit, seperti jeruk, anggur, semangka dan nanas(Danang. 2008).

Pemberian etilen pada jenis buah ini dapat memacu laju respirasi, tetapi tidak dapat memacu
produksi etilen endogen dan pematangan buah. Klimaterik merupakan suatu fase yang banyak sekali
perubahan yang berlangsung. Klimaterik juga diartikan sebagai suatu keadaan „auto stimulation“
dalam buah sehingga buah menjadi matang yang disertai dengan adanya peningkatan proses
respirasi(Danang. 2008).

Klimaterik merupakan fase peralihan dari proses pertumbuhan menjadi layu, meningkatnya respirasi
tergantung pada jumlah etilen yang dihasilkan serta meningkatnya sintesis protein dan RNA (Heddy,
1989).

Dapat disimpulkan bahwa klimaterik adalah suatu periode mendadak yang unik bagi buah tertentu
dimana selama proses itu terjadi pembuatan etilen disertai dengan dimulainya proses pematangan
buah, buah menunjukkan peningkatan CO2 yang mendadak selama pematangan buah, sehingga
disebut buah klimaterik. Bila pola respirasi berbeda karena setelah CO2 dihasilkan tidak meningkat
tetapi turun secara perlahan, buah tersebut digolongkan non klimaterik. Berdasarkan sifat
klimakteriknya, proses klimakterik dalam buah dapat dibagi dalam 3 tahap yaitu klimakterik menaik,
puncak klimakterik dan klimakterik menurun. Buah-buah yang mengalami proses klimakterik
diantaranya yaitu tomat, alpokat, mangga, pepaya, peach dan pear karena buah-buahan tersebut
menunjukkan adanya peningkatan CO2 yang mendadak selama pematangan buah. Buah-buah yang
mengalami pola berbeda dengan pola diatas diantaranya yaitu ketimun, anggur, limau, semangka,
jeruk, nenas dan arbei (Kusumo, 1990).

Proses Klimaterik dan pematangan buah disebabkan adanya perubahan kimia yaitu adanya
aktivitas enzimpiruvat dekanoksilase yang menyebabkan keanaikan
jumlah asetaldehid dan etanol sehingga produksi CO2 meningkat. Etilen yang dihasilkan pada
pematangan mangga akan meningkatkan proses respirasinya. Tahap dimana mangga masih dalam
kondisi baik yaitu jika sebagian isi sel terdiri dari vakuola. Perubahan fisiologi yang terjadi sealam
proses pematangan adalah terjadinya proses respirasi kliamterik, diduga dalam proses pematangan
oleh etilen mempengaruhi respirasi klimaterik melalui dua cara, yaitu:

Etilen mempengaruhi permeabilitas membran, sehingga permeabilitas sel menjadi besar, hal
tersebut mengakibatkan proses pelunakan sehingga metabolisme respirasi dipercepat.

Selama klimaterik, kandungan protein meningkat dan diduga etilen lebih merangsang sintesis
protein pada saat itu. Protein yang terbentuk akan terlihat dalam proses pematangan dan proses
klimaterik mengalami peningkatan enzim-enzim respirasi.

Aktifitas ethylene dalam pematangan buah akan menurun dengan turunnya suhu, misalnya
pada Apel yang disimpan pada suhu 30 C, penggunaan ethylene dengan konsentrasi tinggi tidak
memberikan pengaruh yang jelas baik pada proses pematangan maupun pernafasan. Pada suhu
optimal untuk produksi dan aktifitas ethylene pada bah tomat dan apel adalah 320 C, untuk buah-
buahan yang lain suhunya lebih rendah.Pada buah klimaterik, jumlah gas karbon dioksida yang
diproduksi akan terus menurun, kemudian mendekati pelayuan (senescene) tiba-tiba produksi gas
karbon dioksida meningkat, dan selanjutnya menurun lagi. Berdasarkan pola produksi gas
karbondioksidanya, buah-buahan diklasifikasikan menjadi tiga pola pernafasan :

a. Gradual Decrease Type, yaitu jenis yang menurun secara perlahan, dimana kecepatan respirasi
menurun secara perlahan selama proses pematangan. Contoh : jeruk.

b. Temporary Rise Type, yaitu jenis yang meningkat secara temporer, dimana kecepatan respirasi
meningkat secara temporer dan pematangan penuh akan terjadi setelah puncak respirasi tercapai.
Contoh : avokad, pisang, mangga.

c. Late Peak Type, yaitu jenis yang mencapai puncak pernafasan terlambat,dimana kecepatan
maksimum respirasi terjadi mulai dari keadaan matang penuh sampai saat sangat matang (over
ripe). (Yasa, I Komang Jaya Santika. 2009)

PENGARUH ETILEN TERHADAP KURVA RESPIRASI BUAH-BUAHAN NON KLIMATERIK

(percobaan 10)

Pada buah-buahan non klimakterik respon terhadap penambahan ethylene baik pada buah
pra panen maupun pasca panen, karena produksi ethylene pada buah non klimakterik hanya sedikit.
Pengaruh ethylene pada laju respirasi buah-buahan klimakerik dan non klimakterik.
Dari penelitian Burg dan Burg (1962), juga dapat diketahui bahwa ethylene merangsang pemasakan
klimakerik. Sedangkan menurut Winarno (1979) dikatakan bahwa uah-buahan non klimakterik akan
mengalami klimakterik setelah ditambahkan ethylene dalam jumlah yang besar. Sebagai contoh
buah non klimakterik untuk percobaannya adalah jeruk. Di samping itu pada buah-buahan non
klimakterik apabila ditambahkan ethylene beberapa kali akan terjadi klimakterik yang berulang-
ulang.

Penelitian Mattoo dan Modi (1969) telah menunjukkan bahwa C2H2 meningkatkan kegiatan
enzym-enzym katalase, peroksidase, dan amylase dalam irisan-irisan mangga sebelum puncak
kemasakannya. Serta selama pemacuan juga diketemukan zat-zat serupa protein yang menghambat
pemasakan, dalam irisan-irisan itu dapat hilang dalam waktu 45 jam. Perlakuan dengan
C2H2 mengakibatkan irisan-irisan menjadi lunak dan tejadi perubahan warna yang menarik dari
putih ke kuning, yang memberi petunjuk timbulnya gejala-gejala kematangan yang khas.
Menunjukkan hubungan antara C2H2 dengan penhambat peroksidase pada irisan-irisan mangga
Alphonso.

Pembentukan ethylene dalam jaringan-jaringan tanaman dapat dirangsang oleh adanya


kerusakan-kerusakan mekanis dan infeksi. Oleh karena itu adanya kerusakan mekanis pada buah-
buahan yang baik di pohon maupun setelah dipanen akan dapat mempercepat
pematangannya.Penggunaan sinar-sinar radioaktif dapat merangsang produksi ethylene. Pada buah
Peach yang disinari dengan sanar gama 600 krad ternyata dapat mempercepat pembentukan
ethylene apabila dibeika pada saat pra klimakterik, tetapi penggunaan sinar radioaktif tersebut pada
saat klimakterik dapat menghambat produksi ethylene(Yasa, I Komang Jaya Santika. 2009).

Produksi ethylene juga dipengaruhi oleh faktor suhu dan oksigen. Suhu renah maupun suhu
tinggi dapat menekan produk si ethylene. Pada kadar oksigen di bawah sekitar 2 % tidak terbentuk
ethylene, karena oksigen sangat diperlukan. Oleh karena itu suhu rendah dan oksigen renah
dipergunakan dalam praktek penyimpanan buah-buahan, karena akan dapat memperpanjang daya
simpan dari buah-buahan tersebut. (Yasa, I Komang Jaya Santika. 2009)

PENGARUH SUHU TERHADAP AKTIVITAS ETILEN DALAM PEMATANGAN BUAH-BUAHAN

(percobaan 11)

Dalam istilah sehari-hari pada buah-buahan kita kenal menjadi 2 macam istilah yang sulit dibedakan,
ialah pematangan atau maturity yang berarti bahwabuah tersebut menjadi matang atau tua yang
kadang-kadang belum bias dimakankarena rasanya yang belum enak dan istilah ripening atau
pemasakan, dimanabuah yang sudah baik untuk dimakan yang mempunyai rasa enak (Afandi,
1984).

Seiring dengan perubahan tingkat ketuaan dan kematangan, padaumumnya buah-buahan


mengalami serangkaian perubahan komposisi kimiamaupun fisiknya. Rangkaian perubahan tersebut
mempunyai implikasi yang luasterhadap metabolismedalam jaringan tanaman tersebut. Diantaranya
yaituperubahan kandungan asam-asam organik, gula dan karbohidrat lainnya (Kader.2002).
Perubahan tingakat keasaman dalam jaringan juga akan mempengaruhiaktifitas beberapa enzim
diantaranya adalah enzim-enzim pektinase yang mampumengkatalis degradasi protopektinyang
tidak larut menjadi substansi pectin yanglarut. Perubahan komposisi substansi pektin ini akan
mempengaruhi kekerasanbuah-buahan (Sianturi. 2008).

Suhu juga berpengaruh terhadap aktivitas etilen. Pembentukan etilen dalam jaringan-jaringan
tanaman dapat dirangsang oleh adanya kerusakan-kerusakan mekanis dan infeksi. Oleh karena itu
adanya kerusakan mekanis pada buah-buahan yang baik di pohon maupun setelah dipanen akan
dapat mempercepat pematangannya.

Penggunaan sinar-sinar radioaktif dapat merangsang produksi ethylene. Pada buah Peach yang
disinari dengan sanar gama 600 krad ternyata dapat mempercepat pembentukan ethylene apabila
dibeika pada saat pra klimakterik, tetapi penggunaan sinar radioaktif tersebut pada saat klimakterik
dapat menghambat produksi ethylene.

Produksi ethylene juga dipengaruhi oleh faktor suhu dan oksigen. Suhu renah maupun suhu tinggi
dapat menekan produk si ethylene. Pada kadar oksigen di bawah sekitar 2 % tidak terbentuk
ethylene, karena oksigen sangat diperlukan. Oleh karena itu suhu rendah dan oksigen renah
dipergunakan dalam praktek penyimpanan buah-buahan, karena akan dapat memperpanjang daya
simpan dari buah-buahan tersebut.

Aktifitas ethylene dalam pematangan buah akan menurun dengan turunnya suhu, misalnya pada
Apel yang disimpan pada suhu 30 C, penggunaan ethylene dengan konsentrasi tinggi tidak
memberikan pengaruh yang jelas baik pada proses pematangan maupun pernafasan. Pada suhu
optimal untuk produksi dan aktifitas ethylene pada bah tomat dan apel adalah 320 C, untuk buah-
buahan yang lain suhunya lebih rendah.

Etilen endogen yang dihasilkan oleh buah yang telah matang dengan sendirinya dapat memacu
pematangan pada sekumpulan buah yang diperam serta mengalami peningkatan laju respirasi pada
akhir fase kemasakan. Sedangkan buah non klimaterik adalah buah yang kandungan amilumnya
sedikit dan pemberian etilen pada jenis buah ini dapat memacu laju respirasi, tetapi tidak dapat
memacu produksi etilen endogen dan pematangan buah dan tidak terjadi peningkatan laju respirasi
pada akhir fase pemasakan (Nakasone, H. Y. and Paull, R. E. 1998).

Pertama, kita lihat dari segi kandungan amilum. Jeruk memiliki kandungan amilum yang sedikit
sehingga bila dipanen masih muda tidak akan menjadi masak seperti mangga. Kedua dari segi fase
pemasakan,sebagian besar pemanenan jeruk yang tepat adalah pada saat buah telah masak dan
belum memasuki fase akhir pemasakan buah. Hal ini dilakukan agar daya simpannya lebih lama.
Ketiga, buah jeruk tidak memberikan respon terhadap etilen dalam hal pematangan buah kecuali
dalam hal degreening (penurunan kadar klorofil). Terakhir, buah jeruk tidak menunjukkan
perlibahan (peningkatan) laju produksi ethilen dan C02 setelah dipanen, artinya buah jeruk harus
dipanen setelah masak di pohon karena tidak mengalami pemeraman. Dari pernyataan-pernyataan
diiatas, maka dapat kita simpulkan bahwa buah jeruk merupakan buah Non klimaterik (Nakasone, H.
Y. and Paull, R. E. 1998).

PENTINGNYA ETILEN UNTUK PEMATANGAN BUAH

(percobaan 12)
Penggunaan etilen untuk membantu proses pemasakan sudah dikenal sejak dulu kala. Etilen secara
alami dihasilkan oleh buah dan pada saat pemasakan akan terjadi peningkatan etilen, serta terjadi
akumulasi gula, perombakan klorofil dan senyawa lain sehingga buah menjadi lunak (Quazi dan
Freebairn, 1970; Krishnamoorthy, 1981).

Etilen adalah senyawa hidrokarbon tidak jenuh yang pada suhu ruang berbentuk gas. Etilen
merupakan hormon yang dapat mempercepat dari pemasakan/ ripening komoditi hortikultura.
Etilen disebut hormon karena dapat memenuhi kriteria sebagai hormon tanaman yaitu dihasilkan
oleh tanaman, bersifat mobil (mudah bergerak) dalam jaringan tanaman, dan merupakan senyawa
organik. Pada tahun 1859 diketahui bahwa etilen tidak hanya berperanan dalam proses pematangan
saja, tetapi berperan dalam mengatur pertumbuhan tanaman.

Dalam fisiologi pasca panen kebanyakan tanaman hortikultura, etilen memegang peranan penting,
seringkali merugikan, meningkatkan laju senescene dan mengurangi masa simpan, dan kadangkala
menguntungkan, meningkatkan kualitas buah dan sayuran melalui percepatan dan
penyeragaman ripening (pemasakan) sebelum dipasarkan. Perlakuan etilen terhadap buah non
klimakterik akan menyebabkan terjadinya klimakterik yang berulang-ulang.

Penggunaan etilen juga tidak dikehendaki untuk beberapa komoditi yang mudah rusak. Dengan
kerusakan seperti berikut :

Mempercepat pemasakan buah selama penanganan dan penyimpanan.

“Russet spoting” pada selada

Mempercepat senescene dan menghilangkan warna hijau pada buah mentah (mentimun, aquash
dan lain-lain) dan sayuran daun.

Pengurangan masa simpan (atau mengurangi kualitas) buah dan sayuran

Pembentukan rasa pahit pada wortel (isocoumarin)

Pertunasan kentang

Gugurnya daun (kol bunga, kubis, tanaman hias daun)

Pengerasan pada asparagus

Mempersingkat masa simpan dan mengurangi kualitas bunga (mencegah pemekaran mahkota
bunga anyelir)

Gangguan fisiologis pada tanaman umbi lapis (bulb) yang berbunga.

Etilen juga dapat dihilangkan dengan penambahan bahan-bahan kimia lain antara lain KmnO4,
perlakuan ozon, penggunaan arang aktif (charcoal), dengan pengoksidasi katalis, menggunakan
bakteri, penyimpanan hypobaric. Etilen juga dapat dihambat jika tak diinginkan dengan cara kontrol
atmosfer, dan memakai senyawa khusus anti etilen.
Etilen Adalah senyawa hidrokarbon tidak jenuh yang pada suhu ruang berbentuk gas, dihasilkan
oleh jaringan tanaman hidup pada waktu-waktu tertentu, dan dapat menyebabkan terjadi
perubahan-perubahan penting dalam proses pertumbuhan dan pematangan hasil-hasil pertanian

Etilen adalah senyawa hidrokarbon tidak jenuh yang pada suhu kamar berbentuk gas. Etilen
dapat dihasilkan oleh jaringan tanaman hidup, pada waktu-waktu tertentu senyawa ini dapat
menyebabkan terjadinya perubahan penting dalam proses pertumbuhan dan pematangan hasil-hasil
pertanian (Winarno, 1992). Etilen adalah suatu gas yang dalam kehidupan tanaman dapat
digolongkan sebagai hormon yang aktif dalam proses pematangan. Disebut hormone karena dapat
memenuhi persyaratan sebagai hormone, yaitu dihasilkan oleh tanaman, bersifat mobil dalam
jaringan tanaman dan merupakan senyawa organik. Secara tidak disadari, penggunaan etilen pada
proses pematangan sudah lama dilakukan, jauh sebelum senyawa itu diketahui nama dan
peranannya (Aman, 1989).

Meskipun sekarang sudah ada bukti-bukti yang cukup meyakinkan yang mendukung
pandangan bahwa C2H4 (etilen) itu sesungguhnya merupakan hormon pematangan, namun dalam
penelitian dijumpai beberapa kesukaran, diantaranya: selama ini orang belum berhasil
menghilangkan seluruh C2H4 (etilen) yang ada dalam jarigan untuk menunjukkan bahwa proses
pematangan akan tertunda apabila C2H4 (etilen) tidak ada (Pantastico, 1989).

Usaha-usaha untuk mengungkapkan atau mengetahui lebih lanjut tentang biogenesis pembentukan
etilen terus berlangsung dengan dimulai penelitian-penelitian oleh para pakar, kali ini penelitian
dengan memenfaatkan etilen itu sendiri dengan aktifitas yang khas pada jaringan beberapa buah-
buahan yang kemungkinan akan dapat menjelaskan suatu tanda Tanya berkaitan dengan biogenesis
pembentukan (Kartasapoetra, 1994)

Pada tanaman hortikultura, etilen seringkali merugikan (meningkatkan laju senesen dan mengurangi
masa simpan) dan kadangkala menguntungkan (meningkatkan kualitas buah dan sayuran melalui
percepatan dan penyeragaman ripening (pemasakan) sebelum dipasarkan)

Selain itu, etilen merupakan :

Dalam keadaan normal, etilen akan berbentuk gas dan struktur kimianya sangat sederhana sekali.

Di alam etilen akan berperan apabila terjadi perubahan secara fisiologis pada suatu tanaman.

Hormon ini akan berperan dalam proses pematangan buah dalam fase klimaterik.

Mempengaruhi perombakan klorofil

Mulai aktif dari 0,1 ppm (ambang batas/threshold)

Dihasilkan jaringan tanaman hidup pada saat tertentu

Merupakan homon (dihasilkan tanaman, bersifat mobil, senyawa organik) proses pematangan

Hubungan etilen dalam pematangan buah:


Pematangan adalah permulaan proses kelayuan ,organisasi sel terganggu, dimana enzim bercampur,
sehingga terjadi hidrolisa, yaitu pemecahan klorofil, pati, pektin dan tanin, membentuk: etilen,
pigmen, flavor, energi dan polipeptida.

Hipotesis Pematangan

Hipotesis pertama pematangan diartikan sebagai perwujudan dari mulainya proses pelayuan
dimana organisasi antar sel menjadi terganggu. Gangguan ini menjadi pelopor dari kegiatan hidrolisis
substrat oleh enzim-enzim yang terdapat didalam sel. Selama proses hidrolisis tersebut terjadi
pemecahan klorofil, pati, pektin, tanin dan sebagainya. Dari hasil pemecahan tersebut akan
terbentuk bahan-bahan seperti etilen, pigmer, senyawa pembentuk flavor, energi dan mungkin
polipeptida.

Hipotesis kedua pematangan diartikan sebagai suatu fase akhir dari proses penguraian
substrat, dan merupakan suatu proses yang dibutuhkan untuk mensintes mzim-enzim spesifik yang
antara lain akan digunakan dalam proses pelayuan. (Winarno, F.G. dan M. Aman. 1979)

MEKANISME AKSI ETILEN DALAM PEMATANGAN

Dalam skala molekuler, etilen dapat terikat pada ion metal beberapa enzim atau ikut serta dalam
sistem transfer elektron tertentu.

Pada tingkat seluler, eltilen dapat meningkatkan permeabilitas membran sel dan membran partikel
sub-seluler, sehingga membuat substrat lebih mudah dicapai oleh enzimnya.

Struktur kimia etilen dapat mudah larut dalam lemak, tetapi tidak ada yang pernah menemukan
tardapatnya etilen dalam keadaan terikat. Hal ini membuktikan bahwa etilen merupakan senyawa
yang sangat mobil (mudah bergerak).

Pada pematangan buah pisang (perubahan warna dan kadar gula) dengan pemberian etilen, terjadi
mulai dari bagian yang diberi etilen dan menjalar kebagian-bagian lain yang tidak diberi etilen. Buah
pisang yang diberi etilen pada bagian pangkalnya (apical side), ternyata memproduksi etilen dalam
jumlah banyak dari bagian ujungnya (stem-end) 3 jam setelah pemberian etilen tersebut.

Etilen juga meningkatkan aktivitas enzim-enzim katalase, peroksidase dan amilase dalam jaringan
buah mangga pada saat pra-klimakterik.

Perubahan fisiologi yang terjadi sealam proses pematangan adalah terjadinya proses respirasi
kliamterik, diduga dalam proses pematangan oleh etilen mempengaruhi respirasi klimaterik melalui
dua cara, yaitu:
1. Etilen mempengaruhi permeabilitas membran, sehingga permeabilitas sel menjadi besar, hal
tersebut mengakibatkan proses pelunakan sehingga metabolisme respirasi dipercepat.
2. Selama klimaterik, kandungan protein meningkat dan diduga etilen lebih merangsang sintesis
protein pada saat itu. Protein yang terbentuk akan terlihat dalam proses pematangan dan proses
klimaterik mengalami peningkatan enzim-enzim respirasi. (Winarno, F.G. dan M. Aman. 1979)
BAB III. BAHAN DAN METODA

3.1 MENENTUKAN POLA RESPIRASI

a) Peralatan

Botol besar atau desikator tempat buah-buahan yang di uji.

Erlemeyer atau tabung besaryang berisi larutan Ca(OH)2 jenuh dan NaOH 0,05 N (lihat skema) ,
indikator fenoftalin 1%, HCL 0,05 N

b) Bahan

Pepaya dan mentimun

Pisang dan nenas

Pokat dan jeruk


c) Prosedur

Laju respirasi buah pada suhu ruang diukur berdasarkan jumlah gas yang diproduksi setiap hari ,
dengan cara titrimetri. Buah ditimbang berat awalnya dan pada setiap melakukan setiap
pengamatan respirasi.

Cara pengukuran

Udara sebelum melewati buah terlebih dahulu dilewatkan dalam larutan Ca(OH)2 pada erlemeyer A
untuk mengikat CO2 sisa yang mungkin masih ada.

Udara yang keluar dari erlemeyer A dianggap telah bebas dari CO2 dan kemudian dilewatkan
kedalam desikator B atau tabung besar yang berisi contoh buah seberat + 1kg.

Udara yang keluar dari wadah B ditampung dalam erlemeyer C yang berisi 50 ml NaOH 0,05 N yang
berfungsi untuk mengikat gas CO2 yang diproduksi oleh buah sebagai hasil respirasi.

Pengukuran jumlah gas CO2 yang terikat oleh larutan NaOH 0,05 N dalam tabung C dilakukan setelah
respirasi berlangsung selama 1 jam.

Larutan NaOH 0,05 N yang sudah mengikat CO2 tersebut dititrasi dengan HCL 0,05 N dengan
menggunakan indikator fenoftalin 1 %.

Untuk koreksi dilakukan dengan cara yang sama seperti diatas , tetapi wadah B tidak di isi contoh
buah (blanko).

Laju respirasi dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Laju respirasi (mg /Kg/jam).

(ml blanko- ml contoh) x N HCL x BM CO2

Gambarkan pola respirasi masing-masing buah

Tentukan mana buah yang tergolong klimaterik dan non klimaterik

3.2 PENGARUH SUHU TERHADAP KECEPATAN RESPIRASI

a) Peralatan

Botol besar atau desikator tempat buah-buahan yang di uji.

Erlemeyer atau tabung besaryang berisi larutan Ca(OH)2 jenuh dan NaOH 0,05 N (lihat skema) ,
indikator fenoftalin 1%, HCL 0,05 N

b) Bahan
Pepaya

Pisang

Apel

c) Prosedur

Separti pada percobaan satu, tetapi dalm percobaan ini satu lot dari setiap jenis buah disimpan pada
suhu ruang, dan satu lot lagi disimpan pada suhu rendah (cold storage). Demikian juga pematangan
kecepatan respirasinya.

Gambarkan kurva kecepatan respirasi dari masing0masing jenis buah dari dua suhu yang
berbeda,selama tiga hari penyimpanan dan pengamatan respirasi dilakukan tiap hari.

3.3 PENGARUH TINGKAT KEMATANGAN TERHADAP RESPIRASI

a) Peralatan

Botol besar atau desikator tempat buah-buahan yang di uji.

Erlemeyer atau tabung besaryang berisi larutan Ca(OH)2 jenuh dan NaOH 0,05 N (lihat skema) ,
indikator fenoftalin 1%, HCL 0,05 N.

b) Bahan

Pisang dan pepaya dengan tingkat kematangan : muda (green), tua (green mature), dan matang
(ripe).

c) Prosedur

Penentuan kecepatan respirasi sama seperti percobaan sebelumnya. Lakukan percobaan selama tiga
hari dengan pengamatan tiap hari selama dua jam respirasi. Buat kurva respirasi untuk masing-
masing komoditi secara terpisah.

3.4 PENGARUH LUKA/MEMAR TERHADAP KECEPATAN RESPIRASI

a) Peralatan

Botol besar atau desikator tempat buah-buahan yang di uji.

Erlemeyer atau tabung besaryang berisi larutan Ca(OH)2 jenuh dan NaOH 0,05 N (lihat skema) ,
indikator fenoftalin 1%, HCL 0,05 N.
b) Bahan

2 Buah pepaya (utuh dan dilukai)

2 Buah pisang (utuh dan dilukai)

2 Buah pokat (utuh/memar)

2 Buah nenas (utuh/memar)

2 Buah jeruk (utuh/memar)

c) Prosedur

Seperti pada percobaan 1,kecepatan respirasi diukur setiap hari (selama 2 hari)

3.5 PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KECEPATAN RESPIRASI

a) Peralatan

Botol besar atau desikator tempat buah-buahan yang di uji.

Erlemeyer atau tabung besaryang berisi larutan Ca(OH)2 jenuh dan NaOH 0,05 N (lihat skema) ,
indikator fenoftalin 1%, HCL 0,05 N.

b) Bahan

Gabah dan kacang kedelai ( kering dan basah) sebanyak 1 kg.

c) Prosedur

Gabah dan kacang kedelai yang akan diuji, pertama tama ditentukan kadar airnya dengan
menggunakan metodde oven (100-C)

Bila ternyata kadar airnya lebih dari 14% maka dilakukan pengeringan dengan menggunakan oven
pada suhu rendah (40-C)

Bila kadar air kurang dari 14% , untuk meningkatkan kadar airnya semprot dengan sedikit air

Contoh ditaruh dalam desikator dan kecepatan respirasi ditentukan seperti pada percobaan
sebelumnya.

3.6 PENGARUH UKURAN PRODUK TERHADAP KECEPATAN RESPIRASI

a) Peralatan

Botol besar atau desikator tempat buah-buahan yang di uji.


Erlemeyer atau tabung besaryang berisi larutan Ca(OH)2 jenuh dan NaOH 0,05 N (lihat skema) ,
indikator fenoftalin 1%, HCL 0,05 N.

b) Bahan

Kentang yang berukuran kecil, sedang, dan besar

c) Prosedur

Kentang di cuci dan dibersihkan

Dilap sampai kering

Ditimbang

Masukkna ke dalam desikator

Tentukan kecepatan respirasinya seperti pada percobaan sebelumnya.

3.7 PENGARUH ETILEN TERHADAP KURVA RESPIRASI BUAH-BUAHAN KLIMATERIK

a) Peralatan

Botol besar atau desikator tempat buah-buahan yang di uji.

Erlemeyer atau tabung besaryang berisi larutan Ca(OH)2 jenuh dan NaOH 0,05 N (lihat skema) ,
indikator fenoftalin 1%, HCL 0,05 N.

b) Bahan

Buah pisang yang cukup tua(mature) tapi belum matang(ripe).

c) Bahan kimia

Kalsium karbida sebagai pengganti etilen

d) Prosedur

1 lot pisang di simpan pada suhu ruang selama 3 hari

Lot 2 di beri perlakuan dengan penambahan 25g karbit yang di bungkus dengan kain sedikit basah
selama 24 jam, disimpan pada suhu ruang.

Ukur laju respirasi.

3.8 PENGARUH ETILEN TERHADAP KURVA RESPIRASI BUAH-BUAHAN NON-KLIMATERIK

a) Peralatan
Botol besar atau desikator tempat buah-buahan yang di uji.

Erlemeyer atau tabung besaryang berisi larutan Ca(OH)2 jenuh dan NaOH 0,05 N (lihat skema) ,
indikator fenoftalin 1%, HCL 0,05 N.

b) Bahan

Buah jeruk yang sudah tua

c) Bahan kimia

Kalsium karbida sebagai pengganti etilen

d) Prosedur

Jeruk dibagi menjadi dua lot :

Lot 1 tidak diberi perlakuan dan disimpan pada suhu ruang selama 3 hari

Lot 2 diberi perlakuan dengan menambahkan 50 gr karbit dan disimpan pada suhu ruang.

Lakukan pengukuran laju respiraasi.

3.9 PENGARUH SUHU TERHADAP AKTIVITAS ETILEN DALAM PEMATANGAN BUAH-BUAHAN

a) Peralatan

Botol besar atau desikator tempat buah-buahan yang di uji.

Erlemeyer atau tabung besaryang berisi larutan Ca(OH)2 jenuh dan NaOH 0,05 N (lihat skema) ,
indikator fenoftalin 1%, HCL 0,05 N.

b) Bahan

Pisang yang cukup tua

c) Bahan kimia

Kalsium karbida sebagai pengganti etilen

d) Prosedur

Pisang dibagi menjadi 4 lot :

Lot 1 : tampa perlakuan, disimpan pada suhu ruang

Lot 2 : tampa perlakuan, disimpan pada suhu rendah (cold storage,C )

Lot 3 : diberi perlakuan dgn penambahan 50 gr karbit dan disimpan pada suhu ruang.

Lot 4 : diberi perlakuan seperti lot 3 kemudian disimpan pada suhu rendah
3.10 PENTINGNYA ETILEN UNTUK PEMATANGAN BUAH

a) Peralatan

Desikator yang dapat divakumkan

Pompa vakum

Penetrometer

Stopwatch

Timbangan kasar

Botol besar atau desikator tempat buah-buahan yang di uji.

Erlemeyer atau tabung besaryang berisi larutan Ca(OH)2 jenuh dan NaOH 0,05 N (lihat skema) ,
indikator fenoftalin 1%, HCL 0,05 N.

b) Bahan

Pisang yang cukup tua tapi belum matang

c) Prosedur

Sediakan 3 desikator masing masing diisi dengan pisang

Vakumkan dengan menggunakan pompa vakum

Dalam ruangan biasa disimpan 4 sisir pisang

Pengamatan dilakukan terhadap:

– Warna secara visual

– Kekerasan dengan menggunakan penetrometer

– Perbandingan antara berat daging buah dan kulit


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Percobaan 1. Menentukan Pola Respirasi

1. HASIL

Berdasarkan hasil pengamatan yang diperoleh adalah :

Pisang (blanko : 1,5 ml)

Hari Ke-

Pengamatan 1 2 3 4 5

Hijau

Warna Hijau-kuning Hijau-kning + + Hijau kehitaman Hijau ke

Khas

Aroma – – Khas + + Khas + + + ++++

Tekstur Keras Keras Keras Lunak Lunak


+++++ +++++ ++++ +++ ++

Berat (gr) 70 120 100 120 100

HCL titrasipagi (ml) 0,4 0,1 0,5 0,4 0,3

Orange (blanko : 1,5 ml)

Hari Ke-

Pengamatan 1 2 3 4 5

Hijau Hijau Hijau Hijau

Warna + Kekuningan Kecoklatan Kehitaman Hitam

Aroma – – Khas + Khas ++ Khas +++

Keras Keras Keras Keras Lunak

Tekstur +++++ ++++ +++ ++ ++

Berat (gr) 60 60 60 60 60

HCl (ml) 0,1 0.2 0,5 0,4 0,4

untuk tabel hasil pengamatan pada buah-buahan yang lainnya dapat di lihat pada lampiaran format
laporan sementara.

Perhitungan : menggunakan rumus sebagai berikut :

Laju respirasi (mg CO2 /kg/jam) = (ml blanko – ml contoh) x N HCL x BM CO2

2
Buah pisang :

(1,5-0,0,4) x 0,05 x 44 = 1,21 mgco2/kg/jam

1,32 mgco2/kg/jam

1,54 mgco2/kg/jam

1,43 mgco2/kg/jam

1,1 mgco2/kg/jam

1,32 mgco2/kg/jam

1,21 mgco2/kg/jam

1,21 mgco2/kg/jam

1,32 mgco2/kg/jam

1,21 mgco2/kg/jam

Buah pokat :

(1,5-0,4) x 0,05 x 44 = 1,21 mgco2/kg/jam

1,32 mgco2/kg/jam

0,99 mgco2/kg/jam

0,88 mgco2/kg/jam

1,21 mgco2/kg/jam

0,99 mgco2/kg/jam

1,21 mgco2/kg/jam

1,32 mgco2/kg/jam

1,1 mgco2/kg/jam

1,21 mgco2/kg/jam

Buah timun :

(1,5-0,6) x 0,05 x 44 = 0,99 mgco2/kg/jam

2
1,1 mgco2/kg/jam

1,32 mgco2/kg/jam

0,66 mgco2/kg/jam

0,66 mgco2/kg/jam

1,32 mgco2/kg/jam

1,32 mgco2/kg/jam

1,21 mgco2/kg/jam

1,21 mgco2/kg/jam

1,32 mgco2/kg/jam

Buah pisang :

(1,5-0,4) x 0,05 x 44 = 1,21 mgco2/kg/jam

1,32 mgco2/kg/jam

1,54 mgco2/kg/jam

1,43mgco2/kg/jam

1,1 mgco2/kg/jam

1,32 mgco2/kg/jam

1,21 mgco2/kg/jam

1,21 mgco2/kg/jam

1,32 mgco2/kg/jam

1,21 mgco2/kg/jam

2. PEMBAHASAN
Pada praktikum pertama fisiologi dan teknologi pasca panen ini adalah tentang menetukan pola
respirasi. Respirasi adalah proses pemecahan komponen organik (zat hidrat arang, lemak dan
protein) menjadi produk lebih sederhana dan energi. Aktivitas ini ditujukan untuk memenuhi
kebutuhan energi sel agar tetap hidup (Anonim, 2008). Buah-buahan yang mengalami proses
respirasi yang tinggi akan cepat rusak. Rusaknya buah-buahan ini karena senyawa yang ada didalam
buah-buahan tersebut mengalami reaksi sehingga zat yang tertinggal didalam bahan tersebut
menjadi tidak stabil. Besarnya kecepatan reaksi ini ditandai dengan banyaknya karbondioksida yang
keluar dari buah-buahan tersebut yang juga dikenal dengan istilah respirasi.

Pada praltikum ini, sampel yang digunakan adalah buah timun,pisang, jeruk,pokat. Pisang
merupakan jenis buah klimaterik sedangkan timun merupakan jenis buah non-klimaterik. Peralatan
yang dirancang menggunakan 5 buah stopless dimana stopless pertama berisi larutan Ca(OH)2 jenuh
dan stopless ke dua berisis larutan NaOH 0,01 N dengan tujuan untuk mengikat gas CO2 yang
terkandung dalam udara yang dialirkan melalui aerator. Setelah melewati desikator tempat buah gas
CO2 yang diproduksi ketika proses resporasi buah akan diikat oleh NaOH 0,05 lalu dilakukan dengan
HCl 0,05 menggunakan indikator PP. Sehingga satuan dari laju respirasi adalah mg CO2/kg/jam.

Berdasarkan pengamatan berat buah buahan di peroleh sama ini deikarnakan adanya kekeliruan
yang didapat saat pengukuran. Dan tidak akuratnya timbangan yang digunakan.
Berdasarkan data yang diperoleh, puncak peningkatan karbondioksida yang tinggi adalah pada hari
kelima. Berdasarkan grafik yang diperoleh, semua buah-buahan memiliki bentuk kurva yang hampir
sama yaitu menyerupai kurva klimakterik. Hasil yang diperoleh ini memiliki kekeliruan yang sangat
besar. Hal ini disebabkam karena buah-buahan yang diuji tediri dari buah klimakterik dan non
klimakterik. Pada buah-buahan yang tergolong klimaterik, proses respirasi yang terjadi selama
pematangan mempunyai pola yang sama yaitu menunjukkan peningkatan karbondioksida yang
mendadak. Sedangkan buah yang tergolong non klimakterik proses respirasi karbondioksida yang
dihasilkan tidak terus meningkat tetapi langsung turun secara perlahan-lahan (Syarief et al, 1988).
Perbedaan yang terjadi dalam kurva yang dihasilkan dengan kurva klimaterik yang sebenarnya
disebabkan karena beberapa hal diantaranya kurang akuratnya penimbangan maupun pengukuran
sampel dan larutan yang digunakan. Selain itu juga karena adanya kesalahan dari praktikan dalam
melakukan proses praktikum seperti kurang mahirnya praktikan dalam melakukan titrasi. Oleh
karena itu, ketelitian dan keterampilan dalam melaksanakan praktikum sangat diperlukan untuk
menghasilkan data yang akurat dan bagus. Perbedaan yang terjadi juga disebabkan karena waktu
inkubasi yang terlalu lama untuk setiap perlakuan.

Percobaan 2. Pengaruh Suhu Terhadap Kecepatan Respirasi

1. HASIL

Pada percobaan pengaruh suhu di dapatkan hasil dari buah-buahan sebagai berikut

Pisang Suhu Ruang (blanko : 1,5 ml)


Hari Ke-

Pengamatan 1 2 3 4 5

Hijau

Warna Hijau-kuning Hijau-kning + + Hijau kehitaman Hijau keh

Khas

Aroma – – Khas + + Khas + + + ++++

Keras Keras Keras Lunak Lunak

Tekstur +++++ +++++ ++++ +++ ++

Berat (gr) 70 120 100 110 100

HCL titrasi (ml) 0,4 0,1 0,5 0,4 0,3

Pisang Suhu Dingin (blanko : 1,5 ml)

Hari Ke-

Pengamatan 1 2 3 4 5

Hijau Hijau Hijau Hijau

Warna + Kekuningan Kecoklatan Kehitaman Hitam

Aroma – – Khas + Khas ++ Khas +++


Keras Keras Keras Keras Lunak

Tekstur +++++ ++++ +++ ++ ++

Berat (gr) 70 80 60 70 70

HCl (ml) 0,4 0,2 0,3 0,3 0,3

Perhitungan : dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Laju respirasi (mg CO2 /kg/jam) = (ml blanko – ml contoh) x N HCL x BM CO2

Buah apel pada suhu ruang :

(1,5-0,5) x 0,05 x 44 = 1,1 mgco2/kg/jam

1,21 mgco2/kg/jam

0,88 mgco2/kg/jam

1,43 mgco2/kg/jam

1,32 mgco2/kg/jam

1,32 mgco2/kg/jam

1,1 mgco2/kg/jam

1,1 mgco2/kg/jam

1,21 mgco2/kg/jam

1,32 mgco2/kg/jam

Buah pisang pada suhu ruang :

(1,5-0,4) x 0,05 x 44 = 1,21 mgco2/kg/jam

1,32 mgco2/kg/jam
1,54 mgco2/kg/jam

1,43 mgco2/kg/jam

1,1 mgco2/kg/jam

1,32 mgco2/kg/jam

1,21 mgco2/kg/jam

1,21 mgco2/kg/jam

1,32 mgco2/kg/jam

1,21 mgco2/kg/jam

Buah apel pada suhu dingin :

(1,5-0,9) x 0,05 x 44 = 0,66 mgco2/kg/jam

1,21 mgco2/kg/jam

1,1 mgco2/kg/jam

0,99 mgco2/kg/jam

0,66 mgco2/kg/jam

1,.1 mgco2/kg/jam

1,21 mgco2/kg/jam

0,99 mgco2/kg/jam

1,32 mgco2/kg/jam

1,32 mgco2/kg/jam

Buah pisang pada suhu dingin :

(0,4-0,3) x 0,05 x 44 = 1,21 mgco2/kg/jam

1,43 mgco2/kg/jam

1,43 mgco2/kg/jam

1,43 mgco2/kg/jam

1,32 mgco2/kg/jam
1,1 mgco2/kg/jam

1,32 mgco2/kg/jam

1,1 mgco2/kg/jam

1,32 mgco2/kg/jam

1,32 mgco2/kg/jam

2. PEMBAHASAN

Selama penyimpanan, tidak terdapat perbedaan yang nyata pada kandungan vitamin C dan
total padatan terlarut pada tingkat kematangan buah baik yang disimpan pada suhu 10 0C maupun
suhu ruang. Tetapi untuk total asam terdapat perbedaan yang nyata pada nilai total asam selama
penyimpanan pada tingkat kematangan buah baik yang disimpan pada suhu 10 0C maupun suhu
ruang. Tingkat kematangan dan suhu penyimpanan memberikan perbedaan yang nyata terhadap
nilai pada kekerasan buah pisang, tetapi lama penyimpanan tidak memberikan pengaruh yang
berbeda nyata meski terjadi penurunan nilai kekerasan pada tingkat kematangan buah selama
penyimpanan baik pada suhu ruang maupun suhu dingin. Penurunan nilai kekerasan pada buah
pisang menunjukkan terjadinya pelunakan pada buah. Selama proses pemasakan buah akan terjadi
perubahan kandungan pektin oleh aktivitas enzim yang menyebabkan buah menjadi lunak.

Semakin tinggi tingkat kematangan dan suhu penyimpanan, maka nilai RQ (respiration
quotient) akan semakin rendah. Pada suhu 10 oC, nilai RQ buah pada tingkat kematangan > 1,
tetapi pada suhu ruang nilai RQ buah tingkat kematangan < 1. Nilai RQ >1 menunjukkan bahwa
substrat untuk respirasi adalah asam-asam organik, sedangkan nilai RQ <1 dapat disebabkan oleh
proses oksidasi yang belum tuntas, CO2 yang dihasilkan digunakan untuk proses sintesis atau
substrat yang dioksidasi mempunyai perbandingan antara oksigen dan karbon yang lebih kecil dari
heksosa (Winarno dan Wirakartakusuma, 1981).

Pada kurva dapat dilihat perbedaan laju respirasi untuk buah apel yang disimpan pada suhu dingin
dan pada suhu ruang. Pada penyimpana suhu ruang kadar air pada buah apel menyusut, sehingga
berat buah berkurang sedangkan pada penyimpanan suhu dingin buah tidak terjadi penyusutan dan
tetap baik selama penyimpanan hari terakhir. Untuk perubahan warna pada buah penyimpanan
suhu ruang. warna buah tetap seperti warna awal tetapi agak keriput, berbeda dengan warna buah
yang disimpan pada suhu dingin. Begitu juga untuk perubahan warna pada buah pisang. Untuk
pengaruh berat pada buah tidak stabil mungkin karena ketidak telitian dalam penimbangan dan alat
penimbangan yang tidak memadai.

Percobaan 3. Pengaruh Tingkat Kematangan Terhadap Respirasi

1. HASIL

Pada percobaan pengaruh suhu di dapatkan hasil dari buah-buahan sebagai berikut
Pisang Muda (blanko : 1,5 ml)

Hari Ke-

Pengamatan 1 2 3

Hijau

Warna Hijau kemerahan Hijau kemerahan

Aroma – + Khas pissang

Keras

Tekstur Agak lunak Lunak berair

Berat (gr) 50 50

Vol. HCl (ml) 0,2 0,4 0,3

Tua (blanko : 1,5 ml)

Hari Ke-

Pengamatan 1 2 3

Warna Hijau kekuningan Hijau kekuning

Aroma Khas timun –


Keras

Tekstur ++ Lunak

Berat (gr) 130 125

HCl (ml) 0,3 0,4 0,3

Untuk tabel hasil pengamatan pengaruh tingkat kematangan terhadap respirasi adalah sebagai
berikut :

Perhitungan menggunakan rumus sebagai berikut :

Laju respirasi (mg CO2 /kg/jam) = (ml blanko – ml contoh) x N HCL x BM CO2

Buah pisang dengan tingkat kematangan masih muda :

(1,5-0,2) x 0,05 x 44 = 1,43 mgco2/kg/jam

1,32 mgco2/kg/jam

1,21 mgco2/kg/jam

1,32 mgco2/kg/jam

1,32 mgco2/kg/jam

1,21 mgco2/kg/jam

Buah pisang dengan tingkat kematangan yang sudah tua :

(1,5-0,3) x 0,05 x 44 = 1,32 mgco2/kg/jam

1,21 mgco2/kg/jam

1,21 mgco2/kg/jam

1,21 mgco2/kg/jam

1,32 mgco2/kg/jam
1,32 mgco2/kg/jam

Buah pisang dengan tingkat kematangan yang sudah matang :

(1,5-0,4) x 0,05 x 44 = 1,21 mgco2/kg/jam

1,32 mgco2/kg/jam

1,21 mgco2/kg/jam

1,21 mgco2/kg/jam

1,21 mgco2/kg/jam

1,32 mgco2/kg/jam

Buah pepaya dengan tingkat kematangan yang sudah matang :

(1,5-0,2) x 0,05 x 44 = 1,43 mgco2/kg/jam

1,32 mgco2/kg/jam

1,32 mgco2/kg/jam

1,43 mgco2/kg/jam

1,32 mgco2/kg/jam

1,32 mgco2/kg/jam

Buah pepaya dengan tingkat kematangan yang masih muda :

(1,5-0,6) x 0,05 x 44 = 0,99 mgco2/kg/jam

1,43 mgco2/kg/jam

1,32 mgco2/kg/jam

1,21 mgco2/kg/jam

1,21 mgco2/kg/jam

1,1 mgco2/kg/jam

Buah pepaya dengan tingkat kematangan yang sudah tua :

(1,5-0,6) x 0,05 x 44 = 0,99 mgco2/kg/jam


2

0,99 mgco2/kg/jam

1,1 mgco2/kg/jam

1,21 mgco2/kg/jam

1,21 mgco2/kg/jam

1,32 mgco2/kg/jam

2. PEMBAHASAN

Selama penyimpanan terjadi kehilangan berat buah pada ketiga tingkat kematangan buah. Susut
bobot selama penyimpanan disebabkan oleh proses transpirasi dan respirasi yang menyebabkan
terjadinya kehilangan air (Wills et al., 1981). Buah yang mentah memiliki susut bobot yang lebih
rendah daripada buah yang masak. Perbedaan yang terjadi dalam kurva yang dihasilkan dengan
kurva klimaterik yang sebenarnya disebabkan karena beberapa hal diantaranya kurang akuratnya
penimbangan maupun pengukuran sampel dan larutan yang digunakan. Selain itu juga karena
adanya kesalahan dari praktikan dalam melakukan proses praktikum seperti kurang mahirnya
praktikan dalam melakukan titrasi. Oleh karena itu, ketelitian dan keterampilan dalam melaksanakan
praktikum sangat diperlukan untuk menghasilkan data yang akurat dan bagus. Perbedaan yang
terjadi juga disebabkan karena waktu inkubasi yang terlalu lama untuk setiap perlakuan.

Perbedaan tingkat kematangan buah pada saat panen menyebabkan terjadinya perbedaan mutu
buah selama penyimpanan. Semakin tinggi tingkat kematangan buah maka kadar air, total padatan
terlarut, nilai warna serta kesukaan terhadap aroma dan tekstur buah akan semakin meningkat,
tetapi kandungan vitamin C, total asam dan nilai kekerasan akan semakin menurun. Pada suhu
dingin semua nilai variabel mutu lebih tinggi daripada suhu ruang kecuali nilai warna. Penyimpanan
buah akan menyebabkan terjadinya penurunan nilai semua variabel mutu buah yang diamati, kecuali
nilai skor warna. Hasil yang sama juga diperoleh pada buah lainnya.

Percobaan 4. Pengaruh Luka/Memar Terhadap Kecepatan Respirasi

1. HASIL

Pada percobaan ini didapatkan hasil pengamatannya adalah :

Pepaya (blanko : 1,5 ml)


Hari Ke-

Pengamatan 0 1 2

Hijau kekuningan

Warna Hijau kemerahan Hijau kemerahan

Busuk Busuk

Aroma – + ++

Keras

Tekstur Agak lunak Lunak berair

Berat (gr) 700 700

HCl (ml) 0,3 0,4 0,4

Untuk tabel jenis buah lainnya dapat dilihat pada lampiran format laporan sementara.
perhitungan menggunakan rumus sebagai berikut :

Laju respirasi (mg CO2 /kg/jam) = (ml blanko – ml contoh) x N HCL x BM CO2

Buah pisang yang telah sengaja dilukai :

(1,5-0,3) x 0,05 x 44 = 1,32 mgco2/kg/jam

1,32 mgco2/kg/jam

0,99 mgco2/kg/jam

1,21 mgco2/kg/jam

1,21 mgco2/kg/jam

1,32 mgco2/kg/jam
Buah pisang tanpa dilukai/utuh :

(1,5-0,4) x 0,05 x 44 = 1,21 mgco2/kg/jam

1,32 mgco2/kg/jam

1,21 mgco2/kg/jam

1,21 mgco2/kg/jam

1,21 mgco2/kg/jam

1,32 mgco2/kg/jam

Buah jeruk yang disengaja dilukai :

(1,5-0,3) x 0,05 x 44 = 1,32 mgco2/kg/jam

1,21 mgco2/kg/jam

1,1 mgco2/kg/jam

1,21 mgco2/kg/jam

1,21 mgco2/kg/jam

1,32 mgco2/kg/jam

Buah jeruk tanpa dilukai/utuh :

(1,5-0,4) x 0,05 x 44 = 1,21 mgco2/kg/jam

1,21 mgco2/kg/jam

1,32 mgco2/kg/jam

1,21 mgco2/kg/jam

1,21 mgco2/kg/jam

1,1 mgco2/kg/jam

Buah pokat yang tampa dilukai dilukai :

(1,5-0,3) x 0,05 x 44 = 1,32 mgco2/kg/jam

2
1,32 mgco2/kg/jam

1,32 mgco2/kg/jam

1,21 mgco2/kg/jam

1,32 mgco2/kg/jam

1,43 mgco2/kg/jam

Buah pokat sengaja dilukai dilukai :

(1,5-0,3) x 0,05 x 44 = 1,32 mgco2/kg/jam

1,32 mgco2/kg/jam

1,32 mgco2/kg/jam

1,21 mgco2/kg/jam

1,21 mgco2/kg/jam

1,21 mgco2/kg/jam

Buah nenas yang disengaja dilukai :

(1,5-0,8) x 0,05 x 44 = 0,77 mgco2/kg/jam

1,32 mgco2/kg/jam

0,66 mgco2/kg/jam

1,21 mgco2/kg/jam

1,21 mgco2/kg/jam

1,21 mgco2/kg/jam

Buah nenas tanpa dilukai/utuh :

(1,5-0,3) x 0,05 x 44 = 1,32 mgco2/kg/jam

1,21 mgco2/kg/jam

1,32 mgco2/kg/jam
1,21 mgco2/kg/jam

1,32 mgco2/kg/jam

1,32mgco2/kg/jam

Buah pepaya yang sengaja dilukai :

(1,5-0,7) x 0,05 x 44 = 0,88 mgco2/kg/jam

1,1 mgco2/kg/jam

1,21 mgco2/kg/jam

1,32 mgco2/kg/jam

1,32 mgco2/kg/jam

1,1 mgco2/kg/jam

Buah pepaya tanpa dilukai/utuh :

(1,5-0,3) x 0,05 x 44 = 1,32 mgco2/kg/jam

1,21 mgco2/kg/jam

1,21 mgco2/kg/jam

1,32 mgco2/kg/jam

1,21 mgco2/kg/jam

1,21 mgco2/kg/jam

2. PEMBAHASAN

Salah – satu jenis kerusakan fisik yang penting adalah memar. Memar merupakan gejala kerusakan
buah akibat getaran dan guncangan yang dialami buah selamatransportasi. Memar juga disebabkan
gesekan antar buah maupun gesekan buah dengan dinding kemasan yang berlangsung selama
proses transportasi. Memar akan segera diikuti dengan pembusukan sehingga buah menjadi tidak
layak jual. Memar mengindikasikan bahwa jaringandaging buah telah rusak sehingga mutu buah
menurun. (Wiyana, 2007).

Sedangkan Opara (2007) juga menjelaskan bahwa memar pada buahan merupakan problema
kualitas utama, yang disebabkan antara lain karena adanya benturan, tekanan selama pemanenan,
dan selama penanganan setelah panen. Besarnya kerusakan akibat benturan maupun tekanan dapat
dinyatakan sebagai memar eksternal (diameter, luasan) atau memar internal (kedalaman dan
volume) (Schoorl,dan Holt, 1986; Bollen,2002).

Memar berpengaruh terhadap perubahan pola respirasi dan produksi etilen buah selama
penyimpanan. Dimana buah yang mengalami memar/luka akan mengakibatkan pola respirasi dan
produksi etilen meningkat. Penyimpanan pada suhu 10 0C, menunjukkan laju respirasi dan produksi
etilen paling rendah dibandingkan dengan penyimpanan pada suhu 20 0C dan 25 0C. Pememaran
menyebabkan ukuran sel akan semakin besar dan sebagian sel menjadi pecah. Perubahan sel,
mengakibatkan kenampakan sel menjadi seperti sepon dan kasar.

Secara alami,setelah buah mengalami pematangan segera akan menuju ke proses berikutnya yaitu
kelayuan. Akan tetapi seringkali proses kelayuan ini tanpa diawali dengan proses pematangan,
kejadian ini terjadi pada buah-buahan yang mengalami kerusakan, misalnya terjadinya memar.
Memar atau luka pada buah merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi laju respirasi. Luka
pada buah akan mempercepat laju respirasi sehingga mempercepat proses pembusukan karena
etilen akan menstimulir reaksi enzimatis dalam buah-buahan.

Pada percobaan ini diperoleh hasil seperti pada terlampir pada tabel, diperoleh bahwa buah buahan
yang mendapat perlakuan dengan cara di rusak atau dimemarkan akan mengalami laju respirasi
yang lebih cepat, dan dapat mempercepat pembusukan.

Percobaan 5. Pengaruh Kadar Air Terhadap Kecepatan Respirasi

1. HASIL

Tabel hasil pengamatan pada percobaan pengaruh kadar air adala sebagai berikut :

Gabah basah (blanko : 0,7 ml)

Hari Ke-

Pengamatan 1 2

Hijau kekuningan

Warna Hijau kemerahan Hijau kemerahan

Busuk Busuk

Aroma – + ++
Keras

Tekstur Agak lunak Lunak berair

Berat (gr) 250 250

HCl (ml) 0,6 0,5 0,2

Untuk tabel hasil pengamatan pada kacang kedelai dapat dilihat pada lampiran format laporan
sementara.

Perhitungan menggunakan rumus sebagai berikut:

Laju respirasi (mg CO2 /kg/jam) = (ml blanko – ml contoh) x N HCL x BM CO2

Gabah padi yang masih terdapat kadar airnya/basah:

(0,7-0,3) x 0,05 x 44 = 0,44mgco2/kg/jam

0,44 mgco2/kg/jam

0,55 mgco2/kg/jam

0,66 mgco2/kg/jam

0,66 mgco2/kg/jam

Gabah padi yang kering:

(0,7-0,5) x 0,05 x 44 = 0,22 mgco2/kg/jam

0,33 mgco2/kg/jam

0,33 mgco2/kg/jam

0,44 mgco2/kg/jam

0,44 mgco2/kg/jam

Biji kedelai yang masih basah:

(2,3-0,2) x 0,05 x 44 = 0,93 mgco2/kg/jam


2

0,93 mgco2/kg/jam

0,82 mgco2/kg/jam

0,82 mgco2/kg/jam

0,93 mgco2/kg/jam

0,82 mgco2/kg/jam

Biji kedelai yang sudah kering:

(0,7-0,6) x 0,05 x 44 = 0,11 mgco2/kg/jam

0,33 mgco2/kg/jam

0,22 mgco2/kg/jam

0,44 mgco2/kg/jam

0,55 mgco2/kg/jam

2. PEMBAHASAN

Selama penyimpanan terjadi kehilangan berat buah pada ketiga tingkat kematangan buah. Susut
bobot selama penyimpanan disebabkan oleh proses transpirasi dan respirasi yang menyebabkan
terjadinya kehilangan air (Wills et al., 1981). Buah yang mentah memiliki susut bobot yang lebih
rendah daripada buah yang masak.

Perbedaan tingkat kematangan buah pada saat panen menyebabkan terjadinya perbedaan mutu
buah selama penyimpanan. Semakin tinggi tingkat kematangan buah maka kadar air, total padatan
terlarut, nilai warna serta kesukaan terhadap aroma dan tekstur buah akan semakin meningkat,
tetapi kandungan vitamin C, total asam dan nilai kekerasan akan semakin menurun. Pada suhu
dingin semua nilai variabel mutu buah lebih tinggi daripada suhu ruang kecuali nilai warna.
Penyimpanan buah akan menyebabkan terjadinya penurunan nilai semua variabel mutu buah yang
diamati, kecuali nilai skor warna.

Percobaan 6. Pengaruh Ukuran Produk Terhadap Kecepatan Respirasi

1. HASIL

Tabel hasil pengamatan pada percobaan pengaruh ukuran produk adalah sebagai berikut :
proses respirasi dapat dijabarkan sebagai berikut :

1. Glikolisis:

Glukosa ——> 2 asam piruvat + 2 NADH + 2 ATP

2. Siklus Krebs:

2 asetil piruvat ——> 2 asetil KoA + 2 CO2 + 2 NADH + 2 ATP

2 asetil KoA ——> 4 CO2 + 6 NADH + 2 FADH2

3. Rantai transpor elektron:

10 NADH + 5O2 ——> 10 NAD+ + 10 H2O + 30 ATP

2 FADH2 + O2 ——> 2 FAD + 2 H2O + 4 ATP

Jadi, total energi yang dihasilkan dari proses respirasi adalah 38 ATP (Winarno, F. G. dan A.
Wirakantakusumah. 1981).

Perhitungan menggunakan rumus sebagai berikut :

Laju respirasi (mg CO2 /kg/jam) = (ml blanko – ml contoh) x N HCL x BM CO2

Umbi kentang dengan ukuran besar :

(0,7-0,5) x 0,05 x 44 = 0,22 mgco2/kg/jam

0,33 mgco2/kg/jam

0,55 mgco2/kg/jam

0,55 mgco2/kg/jam

0,44 mgco2/kg/jam

Umbi kentang dengan ukuran kecil :

(0,7-0,3) x 0,05 x 44 = 0,44 mgco2/kg/jam

0,55 mgco2/kg/jam

0,66 mgco2/kg/jam

0,66 mgco2/kg/jam

0,66 mgco2/kg/jam
Umbi kentang dengan ukuran menengah :

(0,7-0,4) x 0,05 x 44 = 0,33 mgco2/kg/jam

0,33 mgco2/kg/jam

0,44 mgco2/kg/jam

0,44 mgco2/kg/jam

0,44 mgco2/kg/jam

Percobaan 9. Pengaruh Etilen Terhadap Kurva Respirasi Buah-Buahan Klimaterik

1. HASIL

Perhitungan menggunakan rumus sebagai berikut:

Laju respirasi (mg CO2 /kg/jam) = (ml blanko – ml contoh) x N HCL x BM CO2

Buah pisang diberi perlakuan dengan menambahkan karbit :

(0,7-0,3) x 0,05 x 44 = 0,44 mgco2/kg/jam

0,55 mgco2/kg/jam

0,44 mgco2/kg/jam

0,66 mgco2/kg/jam

0,66 mgco2/kg/jam

Buah pisang tanpa menambahan karbit :

(0,7) x 0,05 x 44 = 0,44 mgco2/kg/jam

0,33 mgco2/kg/jam

0,44 mgco2/kg/jam

0,55 mgco2/kg/jam
0,55 mgco2/kg/jam

2. PEMBAHASAN

Pada buah klimaterik disamping terjadi kenaikan respirasi juga terjadi kenaikan kadar etilen selama
proses pematangan. Sedangkan pada buah non klimaterik, proses pematangan tidak berkaitan
dengan kenaikan respirasi dan kenaikan kadar etilen. Perbedaan antara buah klimaterik dan
nonklimaterik yaitu adanya perlakuan etilen terhadap buah klimaterik yang akan menstimulir baik
pada proses respirasi maupun pembentukan etilen secara autokatalitik sedangkan pada buah
nonklimaterik hanya terdapat perlakuan yang akan menstimulir proses respirasi saja.

Pengelompokkan pengaruh etilen dalam fisiologi tanaman antara lain mendukung terbentuknya
bulu-bulu akar, mendukung respirasi klimaterik dan pematangan buah, menstimulasi
perkecambahan, mendukung terjadinya abscission pada daun, mendukung adanya flower fading
dalam proses persarian anggrek, mendukung proses pembuangan pada nenas, menghambat
transportasi auksin secara basipetal dan lateral, mendukung epinast, menghambat perpanjangan
batang dan akar pada beberapa spesies tanaman walaupun etilen ini dapat menstimulasi
perpanjangan batang, koleoptil dan mesokotil pada tanaman tertentu, menstimulasi pertumbuhan
secara isodiametrical lebih besar dibandingkan dengan pertumbuhan secara longitudinal (Wereing
dan Philips, 1970).

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam membahas mekanisme kerja etilen, yaitu :

Jangka waktu yang diperlukan bagi etilen untuk menyelesaikan proses pematangan

Etilen mempunyai sifat-sifat yang sangat unik di dalam proses pematangan buah dan dalam bagian
tanaman lainnya

Dalam konsentrasi yang sangat rendah dapat memberikan rangsangan pada aktivitas fisiologi

Sensitivitas jaringan tanaman terhadap etilen yang konsentrasinya sangat rendah yang bervariasi
sesuai dengan umurnya (Abidin,1981).

Percobaan 10. Pengaruh Etilaen Terhadap Kurva Respirasi Buah-Buahan Non Klimaterik

1. HASIL

Tabel hasil pengamatan pada percobaan pengaruh ukuran produk adalah sebagai berikut :

Jeruk (blanko : 0,7 ml)


Hari Ke-

Pengamatan 1 2 3

Warna Hijau kemerahan Hijau kekuningan Hijau-orange

Aroma – – –

Keras

Tekstur Keras +++ Keras +

Berat (gr) 120

Vol. HCl (ml) 0,22 0,33 0,44

Laju Respirasi 27,22 7,12 8,37

Perhitungan menggunakan rumus sebagai berikut:

Laju respirasi (mg CO2 /kg/jam) = (ml blanko – ml contoh) x N HCL x BM CO2

Buah jeruk diberi perlakuan dengan menambahkan karbit :

(0,7-0,4) x 0,05 x 44 = 0,33 mgco2/kg/jam

0,33 mgco2/kg/jam

0,44 mgco2/kg/jam

0,44 mgco2/kg/jam

0,55 mgco2/kg/jam

Buah jeruk tanpa penambahan karbit :


(0,7-0,5)x 0,05 x 44 = 0,22 mgco2/kg/jam

0,22 mgco2/kg/jam

0,33 mgco2/kg/jam

0,44 mgco2/kg/jam

0,44 mgco2/kg/jam

2. PEMBAHASAN

Kecepatan pemasakan buah terjadi karena zat tumbuh mendorong pemecahan tepung dan
penimbunan gula (Kusumo, 1990). Proses pemecahan tepung dan penimbunan gula tersebut
merupakan proses pemasakan buah dimana ditandai dengan terjadinya perubahan warna, tekstur
buah dan bau pada buah atau terjadinya pemasakan buah. Kebanyakan buah tanda kematangan
pertama adalah hilangnya warna hijau. Kandungan klorofil buah yang sedang masak lambat laut
berkurang.

Saat terjadi klimaterik klorofilase bertanggung jawab atas terjadinya penguraian klorofil. Penguraian
hidrolitik klorofilase yang memecah klorofil menjadi bagian vital dan inti porfirin yang masih utuh,
maka klorofilida yang bersangkutan tidak akan mengakibatkan perubahan warna. Bagian profirin
pada molekul klorofil dapat mengalami oksidasi atau saturasi, sehingga warna akan hilang. Lunaknya
buah disebabkan oleh adanya perombakan photopektin yang tidak larut. Pematangan biasanya
meningkatkan jumlah gula-gula sederhana yang memberi rasa manis (Fantastico, 1986).

Proses pematangan buah meliputi dua proses yaitu :

Etilen mempengaruhi permeabilitas membran sehingga daya permeabilitas menjadi lebih besar

Kandungan protein meningkat karena etilen telah merangsang sintesis protein. Protein yang
terbentuk terlibat dalam proses pematangan buah karena akan meningkatkan enzim yang
menyebabkan respirasi klimakterik (Wereing dan Philips, 1970).

Hipotesa antara hubungan etilen dan pematangan buah :

Pematangan diartikan sebagai perwujudan dari proses mulainya proses kelayuan dimanha antar sel
menjadi terganggu.

Pematangan diartikan sebagai fase akhir dari proses penguraian substrat dan merupakan proses
yang dibutuhkan oleh bahan untuk sintesis enzim spesifik dalam proses layu (Heddy,1989)

Tingkat kematangan dan suhu penyimpanan memberikan perbedaan yang nyata terhadap nilai
kekerasan buah, tetapi lama penyimpanan tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata meski
terjadi penurunan nilai kekerasan pada ketiga tingkat kematangan buah selama penyimpanan baik
pada suhu ruang maupun suhu dingin. Penurunan nilai kekerasan menunjukkan terjadinya
pelunakan pada buah. Selama proses pemasakan buah akan terjadi perubahan kandungan pektin
oleh aktivitas enzim yang menyebabkan buah menjadi lunak (Heatherbell et al., 1982). Hasil yang
sama juga diperoleh dari penelitian Mwithiga et al. (2007) dan Nunes et al. (2006).

Percobaan 11. Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Etilen Dalam Pematangan Buah-Buahan

1. HASIL DAN PEMBAHASAN

Etilen dapat dihasilkan oleh jaringan tanaman hidup pada waktu-waktu tertentu. Etilen juga
merupakan suatu gas yang dalam kehidupan tanaman dapat digolongkan sebagai hormon yang aktif
dalam proses pematangan.Disebut hormon karena memenuhi kriteria sebagai hormon tanaman
yaitu bersifat mobil (mudah bergerak) dalam jaringan tanaman dan merupakan senyawa organik.

Etilen dapat menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan penting dalam proses pertumbuhan


dan pematangan hasil-hasil pertanian. Senyawa ini disamping dapat memulai proses klimaterik, juga
dapat mempercepat terjadinya klimaterik.

Selama proses pematangan terjadi beberapa perubahan seperti warna, tekstur, citarasa dan flavor,
yang menunjukkan terjadinya perubahan komposisi.

Pada pengamatan terhadap karakteristik organoleptik yang meliputi warna, aroma dan tekstur
selama 6 kali pengamatan secara berturut-turut dapat terlihat jelas perubahannya baik dari segi
warna, aroma dan tekstur. Semakin hari tekstur buah akan semakin lunak, warnanya semakin
bertambah kuning dan aromanya semakin lama tercium tajam.

Selama proses pematangan, warna hijau pada buah berkurang, hal ini disebabkan terjadi degradasi
klorofil yang dapat disebabkan oleh penurunan pH, oksidasi dan aktivitas enzim klorofilase. Selain
terjadi perubahan warna juga terjadi perubahan aroma, dimana pada saat pematangan, zat aroma
bersifat volatil mulai terbentuk. Sebagian besar senyawa volatil yang terbentuk adalah etilen. Pada
umumnya senyawa volatil pada pisang lebih aromatis dibandingkan dengan jeruk.

Percobaan 12. Pentingnya Etilen Untuk Pematangan Buah

1. HASIL

pengamatan Kekerasan

BUAH 0 1 3 5 0 1

Agak Terdapat bintik hitam


Lot 1 Hijau kuning Kuning pada buah Keras keras

Lot 2 Hijau Agak kining Kuning Keras Keras


Terdapat bintik hitam
pada buah

Agak Terdapat bintik hitam


Lot 3 Hijau kuning kuning pada buah keras Keras

2. PEMBAHASAN

Praktikum pemasakan buah ini menggunakan buah mangga sebagai objek untuk melihat pengaruh
etilen dalam pemasakan buah. Etilen yang digunakan yaitu 500 ppm, 700 ppm dan 900 ppm.
Berdasarkan hasil praktikum, ternyata buah mangga pada etilen 500 ppm lebih cepat matang yaitu
pada hari 1. Hai tersebut tidak sesuai dengan pernyataan Abidin (1985) yaitu pada konsentrasi yang
semakin tinggi maka buah akan cepat matang. Mangga optimal pada keadaan jumlah etilen 400-
800ppm. Pemasakan buah terlihat dengan adanya buah yang menjadi lunak.

Etilen adalah senyawa hidrokarbon tidak jenuh yang pada suhu kamar berbentuk gas. Senyawa ini
dapat menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan penting dalam proses pertumbuhan dan
pematangan hasil-hasil pertanian. Menurut Abidin (1985) etilen adalah hormon tumbuh yang secara
umum berlainan dengan auksin, giberellin dan sitokinin. Dalam keadaan normal, etilen akan
berbentuk gas dan struktur kimianya sangat sederhana sekali. Di alam etilen akan berperan apabila
terjadi perubahan secara fisiologis pada suatu tanaman. Hormon ini akan berperan dalam proses
pematangan buah dalam fase klimaterik.

Klimaterik merupakan suatu fase yang banyak sekali perubahan yang berlangsung (Zimmermar,
1961). Klimaterik juga diartikan sebagai suatu keadaan „auto stimulation“ dalam buah sehingga buah
menjadi matang yang disertai dengan adanya peningkatan proses respirasi (Hall, 1984). Klimaterik
merupakan fase peralihan dari proses pertumbuhan menjadi layu, meningkatnya respirasi
tergantung pada jumlah etilen yang dihasilkan serta meningkatnya sintesis protein dan RNA (Heddy,
1989).

Dapat disimpulkan bahwa klimaterik adalah suatu periode mendadak yang unik bagi buah tertentu
dimana selama proses itu terjadi pembuatan etilen disertai dengan dimulainya proses pematangan
buah, buah menunjukkan peningkatan CO2 yang mendadak selama pematangan buah, sehingga
disebut buah klimaterik. Bila pola respirasi berbeda karena setelah CO2dihasilkan tidak meningkat
tetapi turun secara perlahan, buah tersebut digolongkan non klimaterik (Zimmermar,1961).

Berdasarkan sifat klimakteriknya, proses klimakterik dalam buah dapat dibagi dalam 3 tahap yaitu
klimakterik menaik, puncak klimakterik dan klimakterik menurun. Buah-buah yang mengalami
proses klimakterik diantaranya yaitu tomat, alpokat, mangga, pepaya, peach dan pear karena buah-
buahan tersebut menunjukkan adanya peningkatan CO2 yang mendadak selama pematangan buah.
Buah-buah yang mengalami pola berbeda dengan pola diatas diantaranya yaitu ketimun, anggur,
limau, semangka, jeruk, nenas dan arbei (Kusumo, 1990).

BAB V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan

Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan:

Buah menunjukkan perubahan yang terjadi pada buah yang diperlihatkan dengan perubahan warna
dan tekstur pada buah.

Buah klimaterik dan nonklimaterik mempunyai respon yang berbeda selama pemasakan buah.

Intensitas respirasi merupakan ukuran kecepatan metabolisme dan sering kali digunakan sebagai
indikator umur simpan buah-buahan dan sayuran.

Kalsium karbida mampu mempercepat kematangan buah

Pada buah yang dimasukkan ke dalam kulkas dan suhu ruangan menunjukkan perbedaan berat pada
buah yang dimana pada suhu ruangan memiliki berat yang menurun drastis dibandingkan dengan
yang dimasukkan kedalam kulkas

Aktifitas ethylene dalam pematangan buah akan menurun dengan turunnya suhu

Pematangan adalah permulaan proses kelayuan ,organisasi sel terganggu, dimana enzim bercampur,
sehingga terjadi hidrolisa, yaitu pemecahan klorofil, pati, pektin dan tanin, membentuk: etilen,
pigmen, flavor, energi dan polipeptida.

Produksi etilen pada bahan akan mempercepat produksi etilen dimana karbit menaikan suhu pada
tempat pemeraman yang berakibat produksi etilen meningkat.

5.2 Saran :

Dalam percobaan yang dilakukan sebaiknya masing-masing praktikan perlu memperhatikan secara
teliti perubahan yang terjadi pada buah.

Pada saat meneteskan NaCL kedalam erlemeyer sebaiknya bener dengan 5 tetes, tidak kurang dan
berlebih

Pada saat membersih kan erlemeyer juga sebaiknya setelah di cuci benar benar di keringkan dan
tidak ada cairan yang terdapat didalam erlemeyer sebelum dilakukan titrasi

Praktikan juga harus membaca jumlah cairan HCL yang habis di titrasi, pengukurannya dengan
akurat.

Praktikan harus teliti dalam menganalisa terjadi perubahan dlam masing masing buah
DAFTAR PUSTAKA

Anonima.2009.Pemasakan Buah.http://wordbiology.wordpress.com. diakses pada tanggal 24 April


2011

Anonimb.2010.Perubahan Kimia Buah Klimaterik dan Buah Non Klimaterik Selama


Penyimpanan.http://siwi.blog.uns.ac.id. diakses pada tanggal 24 April 2010
Anonimc.2011.Respirasi Aerob Pada Buah.http://lordbroken.wordpress.com. diakses pada tanggal
24 April 2011

Anonim, 2010. “Respirasi Tanaman” http://biogen.litbang.deptan.go.id/

Abidin, Z. 1985. Dasar-Dasar Pengetahuan Tentang Zat Pengatur Tumbuh. Angkasa, Bandung

Ashari, S. 1995. Hortikultura Aspek Budidaya. Penerbit Universitas Indonesia

(UI-Press). Jakarta. 481 hal.

Bellec, F. L., F. Vaillant, and E. Imbert. 2006. Pitahaya (Hylocereus spp.): a new

fruit crop, a market with a future. Fruit 61(4):237-250.

Burdon, J. N. 1997. Postharvest Handling of Tropical and Subtropical Fruit for

Export, 1-20. In S. K. Mitra (Ed). Postharvest Physiology and Storage of

Tropical and Subtropical Fruits. CAB International. London.

Cahyono, Bambang. 1995. Cara Meningkatkan Budidaya jeruk. Pustaka Nusatama. Yogyakarta.

Dwidjoseputro, D., 1992, Pengantar Fisiologi Tumbuhan, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Danang. 2008. Fotosintesis dan Respirasi. (Online), (http://www.indoskripsi.com, diakses tanggal 1


November 2010).

Fantastico. 1986. Fisiologi Pasca Panen. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

Harjadi, 1989. Hortikultura. Andy Offset. Yogyakarta.

Hoa, T. T., C. J. Clark, B. C. Waddell, A. B. Woolf. 2006. Postharvest quality of

dragon fruit (Hylocereus undatus) following disinfesting hot air

treatments. Postharvest Biology and Technology 41:62–69.

Isbandi, J. 1983. Pertumbuhan dan perkembangan Tanaman. Fakulas Pertanian UGM. Yogyakarta.

Kader, A. A. 1992. Postharvest Biology and Technology of Horticultural Crops.

University of California. Davies.

About Me

Contact Me

Disclaimer

Privacy Policy
TN Pangan

TN WEB

TN ELEKTRO

TN INDUSTRI

TN MESIN

TN MIKRO

TN PANGAN

TN SENI

TN SIPIL

TN BLOGS

ENGLISH

Home > Pertanian dan Perikanan > Pengolahan Hasil Pertanian > Fungsi Pengemasan Pada Bahan
Pangan

Fungsi Pengemasan Pada Bahan Pangan

Posted by: Taufiqullah March 30, 2017 267 Views

<="" ins="" data-adsbygoogle-status="done" style="padding: 0px; margin: 0px; outline: none; list-
style: none; border: 0px none; display: inline-block; width: 300px; height: 250px;">

Fungsi pemasaran merupakan fungsi tambahan dari kemasan, akan tetapi dengan semakin
meningkatnya persaingan dalam industri hasil pertanian, fungsi ini justru lebih diutamakan.
Beberapa cara yang dilakukan untuk meningkatkan penampilan kemasan agar mampu menarik calon
pembeli adalah dengan cara membuat kemasan sebagai berikut:
– dicetak dengan berbagai warna sehingga menarik dan berkesan mewah;
– dapat mengesankan berisi produk yang bermutu dan mahal;
– desain teknik dari wadahnya memudahkan pemakai;
– Desain teknik wadahnya selalu mengikuti teknik mutahir sehingga produk yang dikemasnya
terkesan mengikuti perkembangan terakhir.

Kemasan memiliki fungsi yang penting, juga memiliki peranan yang penting bagi beberapa pihak
yang terkait dengan produk yang dikemas. Peranan tersebut antara lain adalah:
1. Peranan kemasan bagi industri/produsen hasil pertanian dan perikanan
– pengenal jatidiri/identitas produk
– penghias produk
– piranti monitor
– media promosi
– media penyuluhan atau petunjuk cara penggunaan dan manfaat produk yang ada didalamnya

2. Peranan kemasan bagi pemerintah


kemasan dapat digunakan sebagai usaha perlindungan konsumen

<="" ins="" data-adsbygoogle-status="done" style="padding: 0px; margin: 0px; outline: none; list-
style: none; border: 0px none; display: inline-block; width: 300px; height: 600px;">

3. Peranan kemasan bagi konsumen


kemasan dapat digunakan sebagai sumber informasi tentang isi dan produk, dan ini diperlukan
dalam mengambil keputusan untuk membeli produk tersebut atau tidak.

Setelah kita mempelajari materi diatas, banyak kelebihan kemasan yang kita ketahui. Namun
demikian, perlu diketahui juga bahwa kemasan juga mempunyai kekurangan bila dalam
implementasinya sengaja disalah gunakan untuk kepentingan tertentu diantaranya adalah untuk
menutupi kekurangan mutu atau kerusakan produk, atau untuk mempropagandakan produk secara
tidak proporsional atau menyesatkan sehingga menjurus kepada penipuan atau pemalsuan.

Seperti kita ketahui bahwa adanya tahapan proses pada suatu aktivitas akan berdampak pada
peningkatan biaya, termasuk juga proses pengemasan. Pengemasan bahan hasil pertanian dan
perikanan dapat meningkatkan biaya produksi, dan ada kalanya biaya kemasan dapat jauh lebih
tinggi dari harga isinya.Oleh karena itu kemasan yang digunakan juga harus memperhatikan sasaran
konsumennya. Untuk kelompok konsumen yang mengutamakan pelayanan, maka hal ini tidak
menjadi masalah, akan tetapi untuk produk-produk yang dikonsumsi oleh masyarakat umum maka
biaya pengemasan yang tinggi perlu dihindari.

<="" ins="" data-adsbygoogle-status="done" style="padding: 0px; margin: 0px; outline: none; list-
style: none; border: 0px none; display: inline-block; width: 300px; height: 250px;">

Menurut Julianti E dan Nurminah M. (2006), biaya pengemasan utama sekitar 10-15% dari biaya
produk dan biaya kemasan tambahan sekitar 5-15% dari biaya produk. Penyimpanan bahan sangat
dekat hubungannya dengan penataan barang. Dalam manajemen gudang ada kaidah-kaidah
penataan agar penampakan gudang dapat dioptimalkan. Terdapat beberapa prinsip yang dapat
diterapkan dalam kondisi tempat penyimpanan diantaranya adalah sebagai berikut.
1. Setiap barang memiliki tempatnya sehingga memudahkan untuk menempatkan dan mencari
barang kembali.
2. Setiap tempat memiliki alamat sebagai identitas lokasi penempatan barang.
3. Setiap alamat memiliki daftar alamat penempatan sehingga menjamin setiap orang mampu
mencari barang dengan tepat.
4. Setiap istilah memiliki petunjuk dalam kamus barang, memudahkan petugas gudang untuk
mengidentifikasi alamat penempatan barang.
5. Setiap alamat penempatan barang dipelihara dengan baik agar menjamin barang ditempatkan
pada tempatnya.
6. Barang fast moving ditempatkan dalam jangkauan sehingga meminimalisasi pergerakkan petugas
dalam menempatkan dan mengambil barang.
7. Barang fast moving tidak selamanya memiliki pergerakkan demikian, maka manajemen perlu
melakukan penataan ulang barang di lokasi penempatan. Menata membutuhkan waktu 1-2 hari
untuk transaksi selama 3-4 bulan.
8. Barang slow moving ditempatkan diluar jangkauan. Jauh dari lokasi pintu keluar masuk gudang.
lokasi dekat pintu masuk dikhususkan untuk barang yang fast moving dan ketentuan khusus (berat).
9. Barang dikelompokkan dalam kelompok penempatan barang agar mudah untuk mengingat lokasi
group penempatan barang dan menjamin kecepatan dalam mencari barang yang dibutuhkan. Dasar
pengelompokan berdasar fungsi kegunaan, tipe atau jenis dan nama barang. Pengelompokkan
berdasar merek perlu dipertimbangkan dengan baik.
10. Penempatan barang yang memiliki seri nomor atau ukuran dilakukan dalam garis kelompok
penempatan sehingga pergerakkan petugas menjadi lebih efisien.

Sharing Artikel Ini :

Click to print (Opens in new window)

Click to email this to a friend (Opens in new window)

Click to share on Facebook (Opens in new window)

Click to share on Twitter (Opens in new window)

Click to share on Google+ (Opens in new window)

Cari Artikel

Artikel Populer

Artikel Terakhir

Top of Form

Search

Bottom of Form

PENGEMASAN

About Me

Contact Me
Disclaimer

Privacy Policy

TN Pangan

TN WEB

TN ELEKTRO

TN INDUSTRI

TN MESIN

TN MIKRO

TN PANGAN

TN SENI

TN SIPIL

TN BLOGS

ENGLISH

Home > Pertanian dan Perikanan > Menyimpan Hasil Pertanian > Teknik Pengemasan Bahan Pangan

Teknik Pengemasan Bahan Pangan

Posted by: Taufiqullah September 11, 2016 4,642 Views

<="" ins="" data-adsbygoogle-status="done" style="padding: 0px; margin: 0px; outline: none; list-
style: none; border: 0px none; display: inline-block; width: 300px; height: 250px;">

Pengemasan yang banyak dilakukan oleh masyarakat secara umum dilakukan secara langsung
dengan menggunakan bahan kemas tertentu. Proses ini dilakukan dengan memperhatikan tujuan
pengemasan itu sendiri. Menurut Kitinoja (2003), kemasan membutuhkan ventilasi namun harus
cukup kuat untuk mencegah kerusakan karena beban. Jika produk dikemas untuk memudahkan
penanganan jenis kemasan berupa kemasan karton, krat kayu dan kemasan plastik yang kaku
memiliki hasil yang lebih baik lebih baik dibanding kandengan kantong atau keranjang terbuka,
karena kantongan dan keranjang tidak memberikan perlindungan terhadap produk jika ditumpuk.

Kemasan karton, krat kayu dan kemasan plastik kaku, walau lebih mahal, namun lebih efisien
biayanya jika digunakan untuk pasar domestik. Kemasan-kemasan tersebut dapat digunakan kembali
dan dapat bertahan pada kelembaban nisbi tinggi dalam lingkungan penyimpanan. Penambahan
suatu lapisan cardboard atau lembar karton sederhana terhadap krat dapat mengurangi lecet pada
produk.
Kemasan hendaknya tidak diisi terlalu sedikit atau terlalu banyak atau padat untuk mendapatkan
hasil yang baik.

Produk yang dikemas terlalu longgar dapat mengakibatkan getaran pada unitproduk lainnya yang
mengakibatkan memar, sementara kalau dikemas berlebihan berakibat pada memar karena
tekanan. Guna menghindari ruang antar bahan dapat ditambahkan potongan kerta sebagai pengisi
ruang dalam kotak kemasan. Kemasan hendaknya memungkinkan penanganan yang cepat pada
keseluruhan distribusi dan pemasaran dan dapat meminimalkan benturan akibat penanganan kasar.

Produk dapat dikemas dengan tangan secara langsung untuk menghasilkan produk dalam kemasan
yang menarik dengan memperhatikan ukuran bahan yang dikemas. Bahan pengemasan seperti
nampan, mangkok, pembungkus, bahan sekat dan bantalan dapatditambahkan untuk membantu
menghalangi pergerakan produk. Kebanyakan alat pengisi volume dirancang menggunakan berat
sebagai estimasi volume, dan penyesuaian akhir dilakukan dengan tangan (Mitchell dalam Kader,
2002).

Pada jenis bahan tertentu dapat diletakkan kantong kecil penyerap etilen yang ditempatkan dalam
kemasan dimana di dalamnya dikemas produk sensitif terhadap etilen sehingga dapat mengurangi
kecepatan pemasakan buah, de-greening sayur-sayuran atau pelayuan bunga. Pengemasan dapat
juga dilakukan dengan memodifikasi atmosfer di sekitar produk dalam kemasan (pengemasan
atmosfer termodifikasi atau modified atmosphere packaging atau MAP).

MAP umumnya menghalangi pergerakan udara, memungkinkan proses respirasi normalproduk


mengurangi kadar oksigen dan meningkatkan kadar karbondioksida udara didalam kemasan.
Keuntungan utama tambahan penggunaan film plastik adalah mengurangi kehilangan air. MAP dapat
digunakan dalam kontainer pengapalan dan dalam unit-unit kemasan konsumen. Modifikasi
atmosfer dan secara aktif ditimbulkan dengan membuat sedikit vakum dalam kemasan tertutup.
(seperti kantong polietilen yang tidak berventilasi), dan kemudian memasukkan campuran komposisi
atmosfer yang diinginkan yang sudah jadidari luar.

<="" ins="" data-adsbygoogle-status="done" style="padding: 0px; margin: 0px; outline: none; list-
style: none; border: 0px none; display: inline-block; width: 300px; height: 600px;">

Secara umum, penurunan konsentrasi oksigen dan peningkatan konsentrasikarbondioksida akan


bermanfaat terhadap kebanyakan komoditi. Pemilihan film polimerik terbaik untuk setiap komoditi/
kombinasi ukuran kemasan tergantung pada permeabilitas film dan laju respirasi pada kondisi
waktu/suhu yang dinginkan selama penanganan. Penyerap oksigen, karbondioksida dan atau etilen
dapat digunakan dalam kemasan atau kontainer untuk membantu menjaga komposisi atmosfer yang
diinginkan.

Pengemasan dengan atmosfer termodifikasi hendaknya selalu dipandang sebagai tambahan untuk
pengelolaan suhu dan kelembaban nisbi yang baik. Perbedaan antara manfaat dan kerugian
konsentrasi dari oksigen dan karbondioksida untuk setiap jenis produk adalah relatif kecil, sehingga
tindakan sangat hati-hati harus dilakukan jika menggunakan teknologi ini.

Prinsip dan tujuan menyimpan bahan hasil pertanian dan perikanan


Menurut Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia nomor 44/Permentan/OT.140/10/2009
tentang pedoman penanganan pasca panen hasil pertanian asal tanaman yang baik (good handling
practices), penyimpanan merupakan kegiatan untuk mengamankan dan memperpanjang masa
penggunaan produk. Penyimpanan dilakukan pada ruang dengan suhu, tekanan dan kelembaban
udara sesuai sifat dan karakteristik hasil pertanian asal tanaman.

Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa penyimpanan dapat dilakukan untuk
bahan segar maupun bahan telah dilakukan penanganan. Upaya penyimpanan diharapkan dapat
menjaga kualitas komoditas yang disimpan. Pemahaman proses penyimpanan sangat erat kaitannya
dengan karakteristik bahan/komoditas yang disimpan. Beberapa hal yang perlu dipahami terakit
dengan proses penyimpanan adalah sifat fisiologis bahan/komoditas yang disimpan.

Dengan memahami karakteristik bahan tersebut, maka proses penyimpanan dapat dikendalikan
dengan berbagai macam cara agar kualitas bahan yang disimpan tetap terjaga. Wisnuwati (2011)
menyatakan bahwa penyimpanan produk pertanian sebelum dipasarkan bertujuan untuk
memperpanjang daya simpan produk dalam kondisi yang tetap baik dengan jalan memperlambat
aktivitas fisiologis produk, perkembangan mikroba perusak, dan memperkecil penguapan produk.

Penyimpanan produk pada dasarnya tidak dapat meningkatkan mutu produk tetapi hanya berusaha
untuk mempertahankan mutu produk agar tidak mengalami penurunan (Wisnuwati, 2011).
Pendapat tersebut tidak sepenuhnya benar, karena dalam praktiknya, beberapa petani melakukan
proses penyimpanan sementara dan sekaligus melakukan upaya peningkatan kualitas komoditas
yang disimpan. Salah satu contoh komoditas tersebut adalah pisang.

<="" ins="" data-adsbygoogle-status="done" style="padding: 0px; margin: 0px; outline: none; list-
style: none; border: 0px none; display: inline-block; width: 300px; height: 250px;">

Penyimpanan sementara pisang kadang juga dilakukan sekaligus untuk pemeraman, bila bertujuan
untuk segera memasarkan produk tersebut dalam kondisi siap konsumsi. Namun demikian
penyimpanan pisang juga bisa dilakukan dengan cara tertentu untuk menghambat proses
pematangannya, bila bertujuan untuk didistribusikan dalam jarak yang relatif jauh, agar kondisi
pisang tidak rusak dalam perjalanan.

Sharing Artikel Ini :

Click to print (Opens in new window)

Click to email this to a friend (Opens in new window)

Click to share on Facebook (Opens in new window)

Click to share on Twitter (Opens in new window)

Click to share on Google+ (Opens in new window)

Cari Artikel

Artikel Populer
Artikel Terakhir

Top of Form

Search

Bottom of Form

About Me

Contact Me

Disclaimer

Privacy Policy

TN Pangan

TN WEB

TN ELEKTRO

TN INDUSTRI

TN MESIN

TN MIKRO

TN PANGAN

TN SENI

TN SIPIL

TN BLOGS

ENGLISH

Home > Pertanian dan Perikanan > Menyimpan Hasil Pertanian > Teknik Pengemasan Bahan Pangan

Teknik Pengemasan Bahan Pangan

Posted by: Taufiqullah September 11, 2016 4,642 Views


<="" ins="" data-adsbygoogle-status="done" style="padding: 0px; margin: 0px; outline: none; list-
style: none; border: 0px none; display: inline-block; width: 300px; height: 250px;">

Pengemasan yang banyak dilakukan oleh masyarakat secara umum dilakukan secara langsung
dengan menggunakan bahan kemas tertentu. Proses ini dilakukan dengan memperhatikan tujuan
pengemasan itu sendiri. Menurut Kitinoja (2003), kemasan membutuhkan ventilasi namun harus
cukup kuat untuk mencegah kerusakan karena beban. Jika produk dikemas untuk memudahkan
penanganan jenis kemasan berupa kemasan karton, krat kayu dan kemasan plastik yang kaku
memiliki hasil yang lebih baik lebih baik dibanding kandengan kantong atau keranjang terbuka,
karena kantongan dan keranjang tidak memberikan perlindungan terhadap produk jika ditumpuk.

Kemasan karton, krat kayu dan kemasan plastik kaku, walau lebih mahal, namun lebih efisien
biayanya jika digunakan untuk pasar domestik. Kemasan-kemasan tersebut dapat digunakan kembali
dan dapat bertahan pada kelembaban nisbi tinggi dalam lingkungan penyimpanan. Penambahan
suatu lapisan cardboard atau lembar karton sederhana terhadap krat dapat mengurangi lecet pada
produk.
Kemasan hendaknya tidak diisi terlalu sedikit atau terlalu banyak atau padat untuk mendapatkan
hasil yang baik.

Produk yang dikemas terlalu longgar dapat mengakibatkan getaran pada unitproduk lainnya yang
mengakibatkan memar, sementara kalau dikemas berlebihan berakibat pada memar karena
tekanan. Guna menghindari ruang antar bahan dapat ditambahkan potongan kerta sebagai pengisi
ruang dalam kotak kemasan. Kemasan hendaknya memungkinkan penanganan yang cepat pada
keseluruhan distribusi dan pemasaran dan dapat meminimalkan benturan akibat penanganan kasar.

Produk dapat dikemas dengan tangan secara langsung untuk menghasilkan produk dalam kemasan
yang menarik dengan memperhatikan ukuran bahan yang dikemas. Bahan pengemasan seperti
nampan, mangkok, pembungkus, bahan sekat dan bantalan dapatditambahkan untuk membantu
menghalangi pergerakan produk. Kebanyakan alat pengisi volume dirancang menggunakan berat
sebagai estimasi volume, dan penyesuaian akhir dilakukan dengan tangan (Mitchell dalam Kader,
2002).

Pada jenis bahan tertentu dapat diletakkan kantong kecil penyerap etilen yang ditempatkan dalam
kemasan dimana di dalamnya dikemas produk sensitif terhadap etilen sehingga dapat mengurangi
kecepatan pemasakan buah, de-greening sayur-sayuran atau pelayuan bunga. Pengemasan dapat
juga dilakukan dengan memodifikasi atmosfer di sekitar produk dalam kemasan (pengemasan
atmosfer termodifikasi atau modified atmosphere packaging atau MAP).

MAP umumnya menghalangi pergerakan udara, memungkinkan proses respirasi normalproduk


mengurangi kadar oksigen dan meningkatkan kadar karbondioksida udara didalam kemasan.
Keuntungan utama tambahan penggunaan film plastik adalah mengurangi kehilangan air. MAP dapat
digunakan dalam kontainer pengapalan dan dalam unit-unit kemasan konsumen. Modifikasi
atmosfer dan secara aktif ditimbulkan dengan membuat sedikit vakum dalam kemasan tertutup.
(seperti kantong polietilen yang tidak berventilasi), dan kemudian memasukkan campuran komposisi
atmosfer yang diinginkan yang sudah jadidari luar.
<="" ins="" data-adsbygoogle-status="done" style="padding: 0px; margin: 0px; outline: none; list-
style: none; border: 0px none; display: inline-block; width: 300px; height: 600px;">

Secara umum, penurunan konsentrasi oksigen dan peningkatan konsentrasikarbondioksida akan


bermanfaat terhadap kebanyakan komoditi. Pemilihan film polimerik terbaik untuk setiap komoditi/
kombinasi ukuran kemasan tergantung pada permeabilitas film dan laju respirasi pada kondisi
waktu/suhu yang dinginkan selama penanganan. Penyerap oksigen, karbondioksida dan atau etilen
dapat digunakan dalam kemasan atau kontainer untuk membantu menjaga komposisi atmosfer yang
diinginkan.

Pengemasan dengan atmosfer termodifikasi hendaknya selalu dipandang sebagai tambahan untuk
pengelolaan suhu dan kelembaban nisbi yang baik. Perbedaan antara manfaat dan kerugian
konsentrasi dari oksigen dan karbondioksida untuk setiap jenis produk adalah relatif kecil, sehingga
tindakan sangat hati-hati harus dilakukan jika menggunakan teknologi ini.

Prinsip dan tujuan menyimpan bahan hasil pertanian dan perikanan


Menurut Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia nomor 44/Permentan/OT.140/10/2009
tentang pedoman penanganan pasca panen hasil pertanian asal tanaman yang baik (good handling
practices), penyimpanan merupakan kegiatan untuk mengamankan dan memperpanjang masa
penggunaan produk. Penyimpanan dilakukan pada ruang dengan suhu, tekanan dan kelembaban
udara sesuai sifat dan karakteristik hasil pertanian asal tanaman.

Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa penyimpanan dapat dilakukan untuk
bahan segar maupun bahan telah dilakukan penanganan. Upaya penyimpanan diharapkan dapat
menjaga kualitas komoditas yang disimpan. Pemahaman proses penyimpanan sangat erat kaitannya
dengan karakteristik bahan/komoditas yang disimpan. Beberapa hal yang perlu dipahami terakit
dengan proses penyimpanan adalah sifat fisiologis bahan/komoditas yang disimpan.

Dengan memahami karakteristik bahan tersebut, maka proses penyimpanan dapat dikendalikan
dengan berbagai macam cara agar kualitas bahan yang disimpan tetap terjaga. Wisnuwati (2011)
menyatakan bahwa penyimpanan produk pertanian sebelum dipasarkan bertujuan untuk
memperpanjang daya simpan produk dalam kondisi yang tetap baik dengan jalan memperlambat
aktivitas fisiologis produk, perkembangan mikroba perusak, dan memperkecil penguapan produk.

Penyimpanan produk pada dasarnya tidak dapat meningkatkan mutu produk tetapi hanya berusaha
untuk mempertahankan mutu produk agar tidak mengalami penurunan (Wisnuwati, 2011).
Pendapat tersebut tidak sepenuhnya benar, karena dalam praktiknya, beberapa petani melakukan
proses penyimpanan sementara dan sekaligus melakukan upaya peningkatan kualitas komoditas
yang disimpan. Salah satu contoh komoditas tersebut adalah pisang.

<="" ins="" data-adsbygoogle-status="done" style="padding: 0px; margin: 0px; outline: none; list-
style: none; border: 0px none; display: inline-block; width: 300px; height: 250px;">

Penyimpanan sementara pisang kadang juga dilakukan sekaligus untuk pemeraman, bila bertujuan
untuk segera memasarkan produk tersebut dalam kondisi siap konsumsi. Namun demikian
penyimpanan pisang juga bisa dilakukan dengan cara tertentu untuk menghambat proses
pematangannya, bila bertujuan untuk didistribusikan dalam jarak yang relatif jauh, agar kondisi
pisang tidak rusak dalam perjalanan.
Sharing Artikel Ini :

Click to print (Opens in new window)

Click to email this to a friend (Opens in new window)

Click to share on Facebook (Opens in new window)

Click to share on Twitter (Opens in new window)

Click to share on Google+ (Opens in new window)

Cari Artikel

Artikel Populer

Artikel Terakhir

Top of Form

Search

Bottom of Form

Kays, S. J. 1991. Postharvest Physiology of Perishable Plant Products. Van

Nostrand Reinhold. New York. 255p.

Kamarani. 1986. Fisiologi Pasca Panen. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Kusumo, S. 1990. Zat Pengatur Tumbuhan Tanaman. Yasaguna, Jakarta.

Krisdianto, dkk. 2005. Penuntun Praktikum Biologi Umum. Banjarbaru: FMIPA

Universitas Lambung Mangkurat.

Lakitan, Benyamin. 1993. Dasar – Dasar Fosiologi Tumbuhan. Rajawali Pers : Jakarta.

Loveless A.R.1987. Prinsip-prinsip Fisiologi Tumbuhan Untuk Daerah Tropik. Jakarta:Gramedia

Roy dan Goldschmidt 1996. Cara Meningkatkan Budidaya Jeruk. Pustaka Nusatama. Yogyakarta.

Salisbury, frank B. Dan Cleon W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid II. Bandung : ITB.

Suharjo, Usman Kris Joko. 2011. Penuntun Praktikum Dasar – Dasar Fisiologi Tumbuhan Tanaman.
Jurusan Budidaya Tanaman UNIB : Bengkulu
Suyitno. 2007. Petunjuk Praktikum Fisiologi Tumbuhan Dasar. Yogyakarta: FMIPA UNY

Winarno, F.G. dan M. Aman. 1979. Fisiologi Lepas Panen. Sustra Hudaya. Bogor.

Yasa, I Komang Jaya Santika. 2009. Respirasi Dipengaruhi oleh Beberapa Faktor. (Online),
(http://www.idonbiu.com, diakses tanggal 1 November 2010).

pengertian, syarat, tujuan, kegunaan dan jenis kemasan

Klasik

Kartu Lipat

Majalah

Mozaik

Bilah Sisi

Cuplikan

Kronologis

NOV

20

Pengertian,syarat, tujuan, kegunaan dan jenis kemasan

PENGERTIAN, SYARAT, TUJUAN, KEGUNAAN DAN JENIS PENGEMASAN


Kemasan merupakan sesuatu alat yang hampir semua orang menggunakannya, mulai dari
mengemas makanan, barang dll. dalam blog ini saya akan memposting tentang pengertian, syarat,
tujuan, kegunaan dan jenis kemasan. Bisa dilihat dibawah ini:

A. PENGERTIAN PENGEMASAN

Pengemasan merupakan suatu cara atau perlakuan pengamanan terhadap makanan atau bahan
pangan, agar makanan atau bahan pangan baik yang belum diolah maupun yang telah mengalami
pengolahan, dapat sampai ke tangan konsumen dengan “selamat”, secara kuantitas maupun
kualitas.

B. TUJUAN PENGEMASAN

Tujuan pengemasan yaitu :

1. Membuat umur simpan bahan pangan menjadi panjang

2. Menyelamatkan produksi bahan pangan yang berlimpah

3. Mencegah rusaknya nutrisi/gizi bahan pangan

4. Menjaga dan menjamin tingkat kesehatan bahan pangan

5. Memudahkan distribusi/pengangkutan bahan pangan

6. Mendukung perkembangan makanan siap saji

7. Menambah estetika dan nilai jual bahan pangan

Pengemasan bahan pangan harus memenuhi beberapa kondisi atau aspek untuk dapat mencapai
tujuan pengemasan itu, yaitu :

1. Bahan pengemasnya harus memenuhi persyaratan tertentu

2. Metode atau teknik pengemasan bahan pangan harus tepat


3. Pola ditribusi dan penyimpanan produk hasil pengemasan harus baik

C. JENIS-JENIS PENGEMASAN

Untuk wadah utama (pengemas yang berhubungan langsung dengan bahan pangan) :

1. Kain blancu

Digunakan untuk mengemas bahan pangan tepung, seperti tepung terigu atau tepung tapioka.
Dibuat dalam bentuk kantung-kantung yang berkapasitas 10-50 kg.

2. Kertas

Kertas “greaseproof” dapat digunakan sebagai pengemas utama mentega, margarin, daging, kopi,
dan gula-gula. Mirip kertas karton namun memiliki kekedapan terhadap perembesan lemak

3. Gelas

Terbuat dari campuran pasir C2O, soda abu, dan alumina. Bersifat inert (tidak bereaksi dengan
bahan pangan). Kuat terhadap kerusakan akibat pengaruh waktu. Transparan.

4. Metal / Logam

Bahan yang sering dipakai : kaleng (tin plate) dan alumunium.

5. Plastik

Jenis plastik yang digunakan dalam pengemasan antara lain : polietilen, cellophan, polivinilklorida
(PVC), polivinildienaklorida (PVDC), polipropilen, poliester, poliamida, dan polietilentereptalat (PET).

6. Daun

Digunakan secara luas, bersifat aman dan bio-degradable, yang biasanya berupa daun pisang, daun
jati, daun bambu, daun jagung, dan daun palem. Lebih aman digunakan dalam proses pemanasan
dibanding plastik.

Untuk wadah luar (pelindung wadah utama selama distribusi, penjualan, atau penyimpanan) :

1. Kayu

2. Karton
D. KEGUNAAN / FUNGSI PENGEMASAN

Mengatur interaksi antara bahan pangan dengan lingkungan sekitar, sehingga menguntungkan bagi
bahan pangan, dan menguntungkan bagi manusia yang mengkonsumsi bahan pangan.

E. SYARAT-SYARAT BAHAN PENGEMASAN

1. Memiliki permeabilitas (kemampuan melewatkan) udara yang sesuai dengan jenis bahan
pangan yang akan dikemas.

2. Harus tidak bersifat beracun dan inert (tidak bereaksi dengan bahan pangan)

3. Harus kedap air

4. Tahan panas

5. Mudah dikerjakan secara masinal dan harganya relatif murah

Diposkan 20th November 2015 oleh Anand D'fauz

Tambahkan komentar

Memuat

Iklan

Top of Form
Bottom of Form

HOME

ANALYTICS

SESSIONS

UPLOAD

Pengertian deterjen dan manfaatnya

UPLOADED BY

N. Afifah Ismayanti

VIEWS

5,297

DOWNLOAD

Pengertian deterjen dan manfaatnya

Produk yang disebut deterjen ini merupakan pembersih sintetis yang terbuat dari bahan-
bahanturunan minyak bumi. Dibanding dengan produk terdahulu yaitu sabun, deterjen
mempunyaikeunggulan antara lain mempunyai daya cuci yang lebih baik serta tidak terpengaruh
olehkesadahan air.Pada umumnya, deterjen mengandung bahan-bahan berikut:1. Surfaktan (surface
acti e agent! merupakan "at aktif permukaan yang mempunyai ujungberbeda yaitu hydrophile (suka
air! dan hydrophobe (suka lemak!. #ahan aktif ini berfungsimenurunkan tegangan permukaan air
sehingga dapat melepaskan kotoran yang menempelpada permukaan bahan.Secara garis besar,
terdapat empat kategori surfaktan yaitu:a. $nionik : -$lkyl #en"ene Sulfonate-%inier $lkyl #en"ene
Sulfonate (%$S!-$lpha &lein Sulfonate ($&S!b. 'ationik : aram $mmoniumc. )on ionik : )onyl phenol
polyetho*yled. $mphoterik : $cyl +thylenediamines . #uilder (Permbentuk! berfungsi meningkatkan
efisiensi pencuci dari surfaktan dengan caramenon-aktifkan mineral penyebab kesadahan air.a.
Phosphates : Sodium ri Poly Phosphate (S PP!b. $cetates : )itril ri $cetate () $!- +thylene
Diamine etra $cetate (+D $!c. Silicates : /eolithd. 0itrates : 0itrate acid . 2iller (pengisi! adalah
bahan tambahan deterjen yang tidak mempunyai kemampuanmeningkatkan daya cuci, tetapi
menambah kuantitas.0ontoh : Sodium sulfate3. $dditi es adalah bahan suplemen 4 tambahan untuk
membuat produk lebih menarik, misalnyape5angi, pelarut, pemutih, pe5arna dst, tidak berhubungan
langsung dengan daya cuci deterjen. $dditi es ditambahkan lebih untuk maksud komersialisasi
produk.0ontoh : +n"yme, #ora*, Sodium chloride, 0arbo*y 6ethyl 0ellulose (060!. $5alnya deterjen
dikenal sebagai pembersih pakaian, namun kini meluas dalam bentuk produk-produk seperti:
1. Personal cleaning product, sebagai produk pembersih diri seperti sampo, sabun cuci tangan,dll. .
%aundry, sebagai pencuci pakaian, merupakan produk deterjen yang paling populer dimasyarakat. .
Dish5ashing product, sebagai pencuci alat-alat rumah tangga baik untuk penggunaan
manualmaupun mesin pencuci piring.3. 7ousehold cleaner, sebagai pembersih rumah seperti
pembersih lantai, pembersih bahan-bahan porselen, plastik, metal, gelas, dll.'emampuan deterjen
untuk menghilangkan berbagai kotoran yang menempel pada kain atauobjek lain, mengurangi
keberadaan kuman dan bakteri yang menyebabkan infeksi danmeningkatkan umur pemakaian kain,
karpet, alat-alat rumah tangga dan peralatan rumahlainnya, sudah tidak diragukan lagi. &leh karena
banyaknya manfaat penggunaan deterjen,sehingga menjadi bagian penting yang tidak dapat
dipisahkan dari kehidupan masyarakatmodern.

Dampak§ negatif dibalik manfaat deterjen

anpa mengurangi makna manfaat deterjen dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari, harusdiakui
bah5a bahan kimia yang digunakan pada deterjen dapat menimbulkan dampak negatifbaik terhadap
kesehatan maupun lingkungan. Dua bahan terpenting dari pembentuk deterjenyakni surfaktan dan
builders, diidentifikasi mempunyai pengaruh langsung dan tidak langsungterhadap manusia dan
lingkungannya.Surfaktan dapat menyebabkan permukaan kulit kasar, hilangnya kelembaban alami
yamg adapada permukan kulit dan meningkatkan permeabilitas permukaan luar. 7asil
pengujianmemperlihatkan bah5a kulit manusia hanya mampu memiliki toleransi kontak dengan
bahankima dengan kandungan 1 8 %$S dan $&S dengan akibat iritasi 9sedang pada kulit.
Surfaktankationik bersifat toksik jika tertelan dibandingkan dengan surfaktan anionik dan non-ionik.
Sisabahan surfaktan yang terdapat dalam deterjen dapat membentuk chlorben"ene pada
prosesklorinisasi pengolahan air minum PD$6. 0hlorben"ene merupakan senya5a kimia yang
bersifatracun dan berbahaya bagi kesehatan.Pada a5alnya surfaktan jenis $#S banyak digunakan
oleh industri deterjen. )amun karenaditemukan bukti-bukti bah5a $#S mempunyai risiko tinggi
terhadap lingkungan, bahan inisekarang telah digantikan dengan bahan lain yaitu %$S. $da dua
ukuran yang digunakan untuk melihat sejauh mana produk kimia aman di lingkunganyaitu daya
racun (toksisitas! dan daya urai (biodegradable!. $#S dalam lingkungan mempunyaitingkat
biodegradable sangat rendah, sehingga deterjen ini dikategorikan sebagai 9non-biodegradable .
Dalam pengolahan limbah kon ensional, $#S tidak dapat terurai, sekitar ;<8bahan aktif $#S lolos dari
pengolahan dan masuk dalam sistem pembuangan. 7al ini dapat
menimbulkan masalah keracunan pada biota air dan penurunan kualitas air. %$S
mempunyaikarakteristik lebih baik, meskipun belum dapat dikatakan ramah lingkungan. %$S
mempunyaigugus alkil lurus 4 tidak bercabang yang dengan mudah dapat diurai oleh
mikroorganisme.Dalam laporan lain disebutkan deterjen dalam badan air dapat merusak insang dan
organpernafasan ikan yang mengakibatkan toleransi ikan terhadap badan air yang
kandunganoksigennya rendah menjadi menurun. 'eberadaan busa-busa di permukaan air menjadi
salahsatu penyebab kontak udara dan air terbatas sehingga menurunkan oksigen terlarut.
Dengandemikian akan menyebabkan organisme air kekurangan oksigen dan dapat
menyebabkankematian.#uilders, salah satu yang paling banyak dimanfaatkan di dalam deterjen
adalah phosphate.Phosphate memegang peranan penting dalam produk deterjen, sebagai softener
air. #ahan inimampu menurunkan kesadahan air dengan cara mengikat ion kalsium dan magnesium.
#erkataksi softenernya, efekti itas dari daya cuci deterjen meningkat. Phosphate yang biasa
dijumpaipada umumnya berbentuk Sodium ri Poly Phosphate (S PP!. Phosphate tidak memiliki
dayaracun, bahkan sebaliknya merupakan salah satu nutrisi penting yang dibutuhkan mahluk
hidup. etapi dalam jumlah yang terlalu banyak, phosphate dapat menyebabkan pengkayaan
unsurhara (eutrofikasi! yang berlebihan di badan air, sehingga badan air kekurangan oksigen
akibatdari pertumbuhan algae (phytoplankton! yang berlebihan yang merupakan makanan
bakteri.Populasi bakteri yang berlebihan akan menggunakan oksigen yang terdapat dalam air
sampaisuatu saat terjadi kekurangan oksigen di badan air dan pada akhirnya justru
membahayakankehidupan mahluk air dan sekitarnya. Di beberapa negara, penggunaan phosphate
dalamdeterjen telah dilarang. Sebagai alternatif, telah dikembangkan penggunaan "eolite dan
citratesebagai builder dalam deterjen.= Pemilihan produk'esadaran masyarakat pengguna deterjen
akan dampak dibalik manfaat deterjen perluditingkatkan. Peran serta masyarakat dalam mengurangi
dampak negatif yang ditimbulkan olehpenggunaan deterjen sangat diharapkan. #anyaknya pilihan
produk yang diinformasikan melaluiiklan memang bisa menguntungkan konsumen. etapi konsumen
tetap perlu berhati-hati, karenakesalahan memilih produk akan merugikan konsumen
sendiri.Sebaiknya konsumen memilih deterjen yang pada kemasannya mencantumkan
penandaannama dagang, isi 4 netto, nama bahan aktif, nama dan alamat pabrik, nomor ijin edar,
nomorkode produksi, kegunaan dan petunjuk penggunaan, juga tanda peringatan serta
carapenanggulangan bila terjadi kecelakaan. Selain itu dianjurkan bagi konsumen untuk
memilihproduk yang mencantumkan bahan aktif yang lebih aman dan ramah lingkungan.
>nformasimengenai produk ramah lingkungan dapat dilihat pada label baik berupa logo hijau
maupun
klaim ramah lingkungan. Selain itu produsen sebaiknya memberikan informasi yang lebihlengkap
mengenai produknya. akaran penggunaan deterjen=7al lain yang perlu diperhatikan oleh konsumen
dalam menggunakan deterjen adalah carapenggunaan yang benar. Pada beberapa deterjen bubuk
ternyata terdapat petunjuk yang tidaktepat. ?aitu ketika konsumen dianjurkan menggunakan
takaran genggam. 7al ini sungguhberisiko karena deterjen bersifat basa yang berarti korosif
terhadap kulit. $palagi jika kulitpengguna bersifat sensitif, maka takaran deterjen yang
menggunakan istilah 9genggam tersebutakan langsung memberikan reaksi pada kulit berupa gatal,
mengering dan pecah-pecah. Selainitu, takaran genggam bukan ukuran yang bersifat pasti, karena
hanya berupa kira-kira yangsangat tergantung kepada ukuran tangan seseorang. @adi
kecenderungan konsumen untukmenggunakan berlebihan memang besar. Disamping itu, karena
slogan-slogan pada iklanproduk deterjen baik di media elektronik maupun media cetak, timbul
persepsi konsumen bah5abusa banyak bisa mencuci lebih bersih. Padahal busa yang terlalu banyak
bukan berarti deterjenmenjadi lebih efektif, malah sebaliknya, daya cucinya terhambat. Selain itu
keberadaan busa-busa di permukaan badan air menjadi salah satu penyebab kontak udara dan air
terbatassehingga menurunkan oksigen terlarut. Dengan demikian akan menyebabkan organisme
airkekurangan oksigen dan dapat menyebabkan kematian.&leh karena itu sebaiknya konsumen
menggunakan takaran khusus untuk deterjen danprodusen menyediakan alat takar tersebut di
dalam kemasan produknya.

Deterjen adalah campuran berbagai bahan, yang digunakan untuk membantu pembersihan
danterbuat dari bahan-bahan turunan minyak bumi. Dibanding dengan sabun, deterjen
mempunyaikeunggulan antara lain mempunyai daya cuci yang lebih baik serta tidak terpengaruh
olehkesadahan air. Detergen merupakan garam Natrium dari asam sulfonat

.
Rantai hidrokarbon, R, di dalam molekul sabun di atas mungkin adalah rantai hidrokarbon yanglurus
atau rantai hidrokarbon yang bercabang

Detergen sudah sangat akrab di kehidupan kita, terutama bagi ibu rumah tangga.
Detergendigunakan untuk mencuci pakaian. Untuk menyempurnakan kegunaannya, biasanya
pabrikmenambahkan Natrium Perborat, pewangi, pelembut, Naturium ilikat, penstabil, !n"im, dan
"atlainnya agar fungsinya semakin beragam. #api diantara "at-"at tersebut ada yang tak
bisadihancurkan$dilarutkan oleh mikroorganisme sehingga otomatis menyebabkan
pencemaranlingkungan. %pabila air yang mengandungi detergen dibuang ke dalam air, tercemarlah
air danpertumbuhan %lga yang sangat cepat. &al ini akan menyebabkan kandungan oksigen dalam
airberkurangan dan otomatis ikan, tumbuhan laut, dan kehidupan air lainnya mati. elain itu
limbahDetergen juga menyebabkan pencemaran tanah yang menurunkan kualitas kesuburan tanah
yangmengakibatkan tanaman serta hidupan tanah termasuk cacing mati. Padahal cacing
bisamenguraikan limbah organik, non organik ' menyuburkan tanah

(ahan utamanya ialah garam natrium yaitu asam organik yang dinamakan asam sulfonik.
%samsulfonik yang digunakan dalam pembuatan detergen merupakan molekul berantai panjang
yangmengandungi )* hingga )+ atom karbon per molekul

Detergen pertama disintesis pada tahun ) -an, yaitu garam natrium dari alkyl hydrogen
sulfat.%lkohol berantai panjang dibuat dengan cara penghidrogenan lemak dan minyak

%lkohol berantai panjang ini direaksikan dengan asam sulfat menghasilkan alkil hydrogen sulfatyang
kemudian dinetralkan dengan basa

Natrium lauril sulfat adalah detergen yang baik. /arena garamnya berasal dari asam kuat,larutannya
hampir netral. 0aram kalsium dan magnesiumnya tidak mengendap dalam larutannya,sehingga
dapat dipakai dengan air lunak atau air sadah. Pada masa kini, detergen yang umumdigunakan
adalah alkil ben"enasulfonat berantai lurus. Pembuatannya melalui tiga tahap. %lkena
Report Work

Job Board

About

Press

Blog

People

Papers

Terms

Privacy

Copyright

We're Hiring!

Help Center

Academia © 2017

You might also like