You are on page 1of 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Masa post partum merupakan tantangan bagi banyak ibu yang baru
melahirkan. Pemulihan dari proses melahirkan membutuhkan perawatan dan
pengobatan, mulai dari perawatan diri sendiri maupun perawatan yang
membutuhkan peran tenaga kesehatan. Peningkatan derajat kesehatan bagi ibu
yang baru melahirkan dibutuhkan pendidikan tentang kesehatan, perawatan dan
pengobatan yang adekuat. Anemia pada seorang ibu sering dijumpai pada masa
kehamilan maupun masa post partum. Hal ini terjadi akibat asupan gizi yang tidak
adekuat maupun terjadinya perdarahan pada saat proses melahirkan. Anemia
terjadi jika kadar hemoglobin dalam darah lebih rendah dari kadar normalnya.
Anemia yang parah, kadar hemoglobin dalam darah bisa berkurang dibawah 30%.
Anemia post partum didefinisikan sebagai kadar hemoglobin kurang dari 10gr/dl,
hal ini merupakan masalah yang umum dalam bidang obstetric. Meskipun wanita
hamil dengan kadar besi yang terjamin, konsentrasi hemoglobin biasanya berkisar
11-12 g/dl sebelum melahirkan. Hal ini di perburuk kehilangan darah saat
melahirkan dan pada masa nifas. Menurut analisa terbaru, kehilangan darah pada
saat post partum di atas 500 ml masih merupakan masalah meskipun pada
obstetric modern (Huch A. dkk.,1992). Anemia masih merupakan masalah
kesehatan di dunia.
Survey WHO menunjukkan bahwa kelompok prevalensi anemia tinggi
adalah ibu hamil dan usia lanjut (50%) (Ramakrishnan, 2001). Anemia pada
wanita post partum memiliki dampak yang dapat mengganggu kesehatan ibu dan
meningkatkan risiko terjadinya depresi post partum. Anemia defisiesi besi
merupakan penyebab paling sering dari anemia post partum yang disebabkan oleh
intake zat besi yang tidak cukup serta kehilangan darah selama kehamilan dan
persalinan.
Berdasarkan Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia menyatakan dari
5 juta kelahiran yang terjadi setiap tahunnya, diperkirakan 20.000 ibu meninggal

1
akibat komplikasi kehamilan dan persalinan.Tingginya prevalensi anemia gizi
pada kehamilan melatar belakangi kematian ibu sewaktu hamil, bersalin atau nifas
sebagai akibat komplikasi kehamilan atau komplikasi penangananya. Anemia
berat menyebabkan kegagalan jantung atau kematian pada saat menjelang atau
sewaktu bersalin.Perdarahan pada saat atau sehabis melahirkan yang bagi ibu
sehat tidak membahayakan,bagi ibu hamil dengan anemia akan menimbulkan
terjadinya kematian. Angka kematian ibu di Indonesia mencapai 307 per 100.000
kelahiran hidup (SDKI 2002),merupakan angka tertinggi di Negara-negara
ASEAN. Penyebab kematian ibu adalah perdarahan, eklamsia atau gangguan
akibat tekanan darah tinggi saat kehamilan, partus lama, komplikasi aborsi dan
infeksi.Perdarahan biasanya tidak bisa diperkirakan dan terjadi secara
mendadak.Resiko kematian ibu dapat diperparah oleh adanya anemia. Data
statistik menunjukan bahwa prevalensi anemia gizi di Indonesia masih cukup
tinggi,yaitu 63,5% sedangkan Negara ASEAN lainnya lebihrendah (Depkes
RI,2002). Negara berkembang seperti Indonesia, pemberian suplemen besi dan
vitamin pada masa perawatan post partum di Rumah Sakit masih dianggap
sebagai resep wajib yang diberikan oleh dokter maupun Bidan. Pertimbangan ini
mengingat dengan pemberian antibiotik dan suplemen zat besi akan mampu
menekan terjadinya infeksi dan kematian akibat perdarahan pada saat proses
melahirkan. Selain itu diharapkan bahwa selama 3 hari perawatan dengan
pemberian antibiotik dan suplemen zat besi akan dapat mempercepat pemulihan
kondisi pasien pasca partumjuga mengurangi resiko terjadinya perdarahan dan
anemia pada masa nifas.

2
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan anemia pada masa nifas ?
2. Apa penyebab dari anemia pada masa nifas ?
3. Bagaimana tanda dan gejala anemia pada masa nifas ?
4. Bagaimana klasifikasi dari anemia pada masa nifas ?
5. Bagaimana patofisiologi dari anemia pada masa nifas ?
6. Bagaimana penatalaksanaan dari anemia pada masa nifas ?
7. Bagaimana pemeriksaan penunjang dari anemia pada masa nifas ?
8. Apa saja komplikasi dari anemia pada masa nifas ?
9. Bagaimana asuhan keperawatan dari anemia pada masa nifas ?

1.3 Tujuan Penulisan


Adapun tujuan yang ingin dicapai penulis dalam penyusunan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui pengertian dari anemia pada masa nifas
2. Untuk mengetahui penyebab dari anemia pada masa nifas
3. Untuk mengetahui tanda dan gejala anemia pada masa nifas
4. Untuk mengetahui klasifikasi dari anemia pada masa nifas
5. Untuk mengetahui patofisiologi dari anemia pada masa nifas
6. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari anemia pada masa nifas
7. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari anemia pada masa nifas
8. Untuk mengetahui komplikasi dari anemia pada masa nifas
9. Untuk mengetahui asuhan keperawatan dari anemia pada masa nifas

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Anemia Pada Masa Nifas


Anemia adalah penurunan kapasitas darah dalam membawa oksigen
akibat penurunan produksi sel darah merah dan atau penurunan kadar
hemoglobin dalam darah. Anemia sering didefinisikan sebagai penurunan kadar
hemoglobin dalam darah sampai dibawah rentang normal (Fraser, 2009).
Anemia dalam nifas adalah kondisi kadar Hb ibu berada di bawah batas normal
terjadi pada masa nifas (Prawirohardjo, 2014). Kadar Hb ibu nifas normal
adalah 11 gr% (Manuaba, 2010). Ibu nifas yang mengalami anemia memiliki
kadar Hb kurang dari 11 gr% (Bothamley, 2011).
Anemia pada wanita masa nifas (pasca persalinan) umum terjadi, sekitar
10% dan 22% terjadi pada wanita post partum dari keluarga miskin (Departemen
Gizi dan Kesehatan Masyarakat, 2008). Pengaruh anemia pada masa nifas adalah
terjadinya subvolusi uteri yang dapat menimbulkan perdarahan post partum,
memudahkan infeksi puerperium, pengeluaran ASI berkurang dan mudah terjadi
infeksi mamae (Prawirohardjo, 2005). Faktor - faktor yang mempengaruhi anemia
pada masa nifas adalah persalinan dengan perdarahan, ibu hamil dengan anemia,
nutrisi yang kurang, penyakit virus dan bakteri (Prawirohardjo, 2005).
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang disebabkan oleh kurangnya zat
besi dalam tubuh, sehingga kebutuhan zat besi (Fe) untuk eritropoesis tidak
cukup, yang ditandai dengan gambaran sel darah merah hipokrom-mikrositer,
kadar besi serum (Serum Iron = SI) dan jenuh transferin menurun, kapasitas ikat
besi total (Total Iron Binding Capacity/TIBC) meninggi dan cadangan besi dalam
sumsum tulang serta ditempat yang lain sangat kurang atau tidak ada sama sekali.
Derajat Anemia menurut Manuaba (2010), hasil pemeriksaan Hb dapat
digolongkan sebagai berikut :
1) Hb 11 gr% : tidak anemia
2) Hb 9-10 gr% : anemia ringan
3) Hb 7-8 gr% : anemia sedang
4) Hb <7 gr% : anemia berat

4
2.2 Penyebab Anemia Pada Masa Nifas
Kebanyakan anemia dalam masa nifas disebabkan oleh defisiensi besi dan
perdarahan akut bahkan tidak jarang keduannya saling berinteraksi (Safuddin,
2002). Menurut Mochtar (1998) penyebab anemia pada umumnya adalah sebagai
berikut:
1. Kurang gizi (malnutrisi)
2. Kurang zat besi dalam diit
3. Malabsorpsi
4. Kehilangan darah banyak seperti persalinan yang lalu, haid dan lain-lain
5. Hipervolemia, menyebabkan terjadinya pengenceran darah.
6. Pertambahan darah tidak sebanding dengan pertambahan plasma.
7. Kurangnya zat besi dalam makanan.
8. Kebutuhan zat besi meningkat.
9. Gangguan pencernaan dan absorbsi.

2.3 Tanda dan Gejala Anemia Pada Masa Nifas


1. Ibu mengeluh cepat lelah
2. Sering pusing
3. Mata berkunang-kunang
4. Malaise
5. Lidah luka
6. Nafsu makan turun (anoreksia)
7. Konsentrasi hilang
8. Nafas pendek (pada anemia parah)
9. Pengeluaran ASI berkurang
10. Terjadi infeksi payudara

5
2.4 Klasifikasi Anemia Pada Masa Nifas
Anemia dapat di klasifikasikan yaitu :
1) Anemia Zat Besi (kejadian 62,30%)
Anemia dalam kehamilan maupun pada saat masa nifas yang paling sering
ialah anemia akibat kekurangan zat besi.Kekurangan ini disebabkan karena
kurang masuknya unsur zat besi dalam makanan, gangguan reabsorbsi, dan
penggunaan terlalu banyaknya zat besi.
2) Anemia aplastik
Anemia jenis ini disebabkan oleh tidak berfungsinya sumsum tulang.Hal ini
dapat terjadi pada pasien yang terpapar radiasi sel gamma akibat ledakan bom
atom, atau pada seorang yang mendapatkan terapi radiasi sinar x secara
berlebihan, zat kimia tertentu pada industri, dan bahkan obat-obatan tertentu.
3) Anemia Megaloblastik
Anemia megaloblast terjadi akibat kurangnya asupan dari asam folat, vitamin
B12, dan faktor intrinsik lain dalam pembentukan sel darah merah. Berkuranganya
salah satu faktor tersebut akan mengakibatkan terlambatnya eritropoesis (proses
pembentukan sel darah merah) yang menyebabkan sel darah merah yang
terbentuk menjadi terlalu besar dan berbentuk aneh yang disebut dengan
megaloblas. Sel darah merah tersebut memiliki membrane tipis dan rapuh
sehingga mudah pecah.Hal ini dapat terjadi pada seorang yang menderita atropi
mukosa lambung, tak memiliki lambung (akibat gastrektomi), atau kekurangan
asupan.
4) Anemia Hemolitik
Berbagai kelainan pada sel darah merah yang kebanyakan di dapatkan secara
herediter.Sel darah merah yang terbentuk bersifat sangat rapuh, sehingga mudah
pecah saat melewati kapiler, terutama limpa.Walaupun sel yang terbentuk dalam
jumlah yang normal, bahkan dalam jumlah yang lebih banyak, namun karena
mudah hancur sehingga masa hidup sel darah merah ini sangat singkat dan tak
dapat diimbangi oleh pembentukannya.

6
2.5 Patofisiologi Dari Anemia Pada Masa Nifas
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum tulang atau
kehilangan sel darah merah berlebihan atau keduanya.Kegagalan sumsum tulang
dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, makanan toksik, invasi tumor, atau akibat
penyebab yang tidak diketahui.Sel darah merah dapat hilang melalui perdarahan
atau hemolisis.Lisis sel darah merah terjadi dalam sel fagositik atau dalam sistem
retikulo endotelial, terutama dalam hati dan limpa. Sebagai hasil sampingan dari
proses tersebut, bilirubin yang terbentuk dalam fagosit akan memasuki aliran
darah. Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam sirkulasi, maka
hemoglobin akan muncul dalam plasma. Apabila konsentrasi plasmanya melebihi
kapasitas hemoglobin plasma, hemoglobin akan berdifusi dalam glomerulus ginjal
dan ke dalam urine.
Anemia merupakan penyakit kurang darah yang ditandai rendahnya kadar
hemoglobin (Hb) dan sel darah merah (eritrosit). Fungsi darah adalah membawa
makanan dan oksigen ke seluruh organ tubuh. Jika suplai ini kurang, maka asupan
oksigen pun akan kurang. Akibatnya dapat menghambat kerja organ-organ
penting salah satunya adalah otak.

2.6 Penatalaksanaan Dari Anemia Pada Masa Nifas


Penatalaksanaan pada ibu nifas yang mengalami Anemia antara lain :
1. Sebaiknya petugas kesehatan memberikan pendidikan kesehatan tentang
pemenuhan kebutuhan asupan zat besi ( sayur bayam, kacang-kacangan,
hati, daging merah, dll ) dan kebutuhan istirahat ( Robson,2011 ).
2. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian :
a. Pemberian terapi preparat Fe : Fero gluconat atau Na- Fero bisitrat
secara oral untuk mengembalikan simpanan zat besi ibu (
Manuaba,2007 ). Pemberian preparat Fe 60 mg/hari dapat
meningkatkan kadar Hb sebanyak 1 gr% per bulan ( Saiffuddin,2009 ).
b. Jika ada indikasi perdarahan pasca persalinan dengan syok, kehilangan
darah saat operasi dan kadar Hb ibu nifas kurang dari 9,0 gr%, maka
transfuse darah dengan pack cell dapat diberikan ( Prawirohardjo, 2014
dan Fraser, 2009 ).

7
2.7 Pemeriksaan Penunjang Dari Anemia Pada Masa Nifas
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Tes penyaring, tes ini dikerjakan pada tahap awal pada setiap kasus
anemia. Dengan ini pemeriksaan ini, dapat dipastikan adanya anemia dan
bentuk morfologi anemia tersebut. Pemeriksaan ini meliputi pengkajian
pada komponen-komponen berikut ini : kadar hemoglobin, indeks eritrosit,
( MCV, MCV, dan MCHC), asupan darah tepi.
b. Pemeriksaa darah seri anemia : hitung leukosit, trombosit, laju endap
darah (LED), dan hitung retikulosit.
c. Pemeriksaan sumsum tulang : pemeriksaan ini memberiksan informasi
mengenai keadaan system hematopoiesis.
1. Pemeriksaan laboratorium nonhematologis : faal ginjal, faal endokrin, asam
urat, faal hati, biakan kuman.
2. Radiologi : torak, bone survey, USG, atau linfangiografi.
3. pemeriksaan sitogenetik.
4. pemeriksaan biologi molekuler ( PCR = polymerase chain raction, FISH =
fluorescence in situ hybridization ).

4.7 Komplikasi Dari Anemia Pada Masa Nifas


Anemia yang stidak dapat teratasi dapat menyebabkan beberapa penyakit
kompilasi seperti :
a. Terjadi subinvolusi uteri yang menyebabkan perdarahan (atonia uteri)
Infeksi puerperium
b. Berkurangnya pengeluaran ASI
c. Retensio Placenta
d. Perlukaan sukar sembuh
e. Mudah terjadi febris puerpuralis

8
4.8 Asuhan Keperawatan Dari Anemia Pada Masa Nifas
A. Pengkajian
1. Identitas
Identitas yang perlu dikaji meliputi nama lengkap, umur, suku bangsa,
agama, pendidikan, dan pekerjaan pasien beserta suami dan alamat tempat
tinggal. Pada kasus ibu nifas dengan anemia, identitas yang perlu dikaji lebih
lanjut antara lain:

2. Umur
Wanita yang berumur kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun berisiko
mengalami pendarahan dan dapat menyebabkan ibu mengalami anemia (Asrina,
2014)

3. Pekerjaan
Menurut Ani (2013) , pekerjaan yang menggunakan banyak tenaga fisik
dapat meningkatkan risiko anemia defisiensi besi.

4. Keluhan Utama
Ibu nifas dengan anemia biasanya mengeluh merasa lemah, pucat, cepat
lelah dan nafsu makan kurang (Manuaba, 2007 dan Saifuddin, 2009).

5. Riwayat menstruasi
Menurut Manuaba (2010), gangguan menstruasi meliputi banyaknya
ganti pembalut perhari, lamanya menstruasi, keteraturan siklus menstruasi
merupakan faktor terjadinya anemia karena mempengaruhi pembentukan
darah.

6. Riwayat perkawinan
Wanita yang menikah dan hamil pada usia muda dari segi biologis,
perkembangan alat biologisnya belum optimal. Secara sosial ekonomi belum
siap mandiri dan secara medis sering mendapatkan gangguan kesehatan, mudah

9
mengalami abortus, perdarahan yang akan mengarah pada terjadinya anemia
(Asrina, 2014).

7. Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas lalu


Makin sering seorang wanita mengalami kehamilan dan melahirkan

akan makin banyak kehilangan zat besi dan menjadi makin anemis (Manuaba,

2010).

8. Riwayat Penyakit
a. Riwayat penyakit sekarang, seorang wanita yang sedang mengalami

gangguan pencernaan seperti mual/muntah dan diare berpotensi besar

kehilangan banyak Fe yang menyebabkan terjadinya anemia defisiensi

besi (Manuaba, 2007).

b. Riwayat kesehatan dahulu, keluhan cepat lelah, sering pusing, mata

berkunang – kunang saat hamil muda berpotensi mengalami anemia

pada masa nifas (Manuaba, 2010).

c. Riwayat kesehatan keluarga, Anemia dapat diwariskan secara genetik.

Gangguan herediter dapat mempersingkat masa pakai sel darah merah

dan menyebabkan anemia (Proverawati, 2011).

9. Data Psikososial
Mempertimbangkan lingkungan sosial, keluarga klien, suami dan teman

untuk mendukung ibu selama masa pemulihan (Robson, 2011).

10. Pola Kebiasaan sehari-hari


Hal ini penting bagi bidan untuk ditanyakan kepada klien karena ada

kemungkinan klien berpantang makanan yang justru sangat mendukung

pemulihan fisiknya misalnya daging, ikan, atau telur (Ani, 2013).

10
B. Data Objektif
Data objektif yang bisa digunakan dalam mendukung data dasar dalam
kasus ibu nifas dengan anemia antara lain :
1. Pemeriksaan Umum
a. Pemeriksaan Tanda – Tanda Vital (TTV)
Pada ibu nifas dengan anemia, tekanan darah cenderung normal
(Saifuddin, 2009).
b. Keadaan Umum
Memeriksa keadaan umum untuk mengetahui keadaan ibu nifas secara
umum (Marmi, 2012).Ibu nifas dengan anemia terlihat lemah dan pucat
(Saifuddin, 2009).

1. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada ibu nifas :

a. Mata
Konjungtiva pada ibu nifas dengan anemia terlihat pucat (Saifuddin, 2009)
b. Mulut
Pada beberapa ibu nifas yang mengalami anemia defisiensi besi terjadi
peradangan pada sudut mulut (Handayani, 2008)
c. Payudara
Bentuk simetris atau tidak, putting susu menonjol atau tidak, melihat
pengeluaran kolostrum (Sofian, 2011)
d. Kandug kemih
Untuk mengetahui apakah kandung kemih kosong atau tidak, apabila
teraba penuh sarankan ibu untuk buang air kecil (Marmi,2012)

e. Extremitas atas dan bawah


Untuk memeriksa kondisi reflek patella pada lutut kanan dan lutut kiri,
serta tanda hofman (Sofian, 2011).

11
2. Pemeriksaan Khusus
a. Abdomen
Untuk mengetahui bagaimana Tinggi Fundus Uteri (TFU), bagaimana
kontraksi uterus, konsistensi uterus, posisi uterus (Marmi, 2012).
b. Pengeluaran lochea
Untuk mengetahui warna, jumlah, bau, konsistensi lochea pada
umumnya ada kelainan atau tidak (Sofian, 2011). Rata – rata jumlah total
secret lochea adalah sekitar 8 – 9 ons (240 – 270 mL), apabila melebihi
jumlah normal perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk mengetahui
apakah Ibu mengalami anemia atau tidak (Varney, 2007).
c. Perineum
Untuk mengetahui apakah pada perineum ada bekas jahitan atau tidak,
bersih atau tidak (Marmi, 2012).

C. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas berhuhubungan dengan penurunan transfer
darah ke paru.
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake yang kurang, anoreksia.
3. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan hemoglobin.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
dan kebutuhan oksigen, proses metabolism yang terganggu.

D. Rencana Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas berhuhubungan dengan penurunan transfer darah
ke paru.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan ketidakefektifan
pola nafas klien dapat teratasi
Kriteria Hasil :
a. Sesak nafas berkurang
b. Respirasi dalam rentang normal ( 16-20 x/menit)

12
Intervensi:
a. Kaji frekuensi kedalaman pernafasan dan ekspansi dada. Catat upaya
pernafasan termasuk penggunaan otot bantu pernafasan / pelebaran nasal.
Rasional :Kecepatan biasanya mencapai kedalaman pernafasan bervariasi
tergantung derajat gagal nafas. Expansi dada terbatas yang berhubungan
dengan atelektasis dan atau nyeri dada.
b. Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas seperti krekels,
wheezing.
Rasional :Ronki dan wheezing menyertai obstruksi jalan nafas / kegagalan
pernafasan.
c. Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi.
Rasional : Duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan
pernafasan.
d. Observasi pola batuk dan karakter sekret.
Rasional : Kongesti alveolar mengakibatkan batuk sering/iritasi.
e. Dorong/bantu pasien dalam nafas dan latihan batuk efektif.
Rasional : Dapat meningkatkan/banyaknya sputum dimana gangguan
ventilasi dan ditambah ketidak nyaman upaya bernafas.
f. Kolaborsi dalam pemberian oksigen sesuai indikasi.
Rasional : Mencegah hipoksia dan memenuhi kebutuhan oksigen pasien.

2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


intake yang kurang, anoreksia.
Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria hasil :
a. menunujukkan peningkatan/mempertahankan berat badan dengan nilai
laboratorium normal.
b. tidak mengalami tanda mal nutrisi.
c. Menununjukkan perilaku, perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan
atau mempertahankan berat badan yang sesuai.

13
Intervensi :
1. Kaji riwayat nutrisi
Rasional : mengidentifikasi defisiensi, memudahkan intervensi.
2. Observasi dan catat masukkan makanan pasien.
Rasional : mengawasi masukkan kalori atau kualitas kekurangan konsumsi
makanan.
3. Timbang berat badan setiap hari.
Rasional : mengawasi penurunan berat badan atau efektivitas intervensi
nutrisi.
4. Berikan makan sedikit dengan frekuensi sering dan atau makan diantara
waktu makan.
Rasional : menurunkan kelemahan, meningkatkan pemasukkan dan
mencegah distensi gaster.
5. Observasi dan catat kejadian mual/muntah, flatus dan gejala lain yang
berhubungan.
Rasional : gejala GI dapat menunjukkan efek anemia (hipoksia) pada
organ.
6. Kolaborasi pada ahli gizi untuk rencana diet.
Rasional : membantu dalam rencana diet untuk memenuhi kebutuhan
individual.
aktivitas

3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan


kebutuhan oksigen, proses metabolism yang terganggu.
Tujuan : intoleransi aktivitas dapat teratasi
Kriteria hasil :
a. melaporkan peningkatan toleransi aktivitas (termasuk aktivitas sehari-
hari)
b. pasien dapat beraktivitas dengan mandiri tanpa bantuan orang lain
Intervensi :
1. Kaji kemampuan ADL pasien.
Rasional : mempengaruhi pilihan intervensi/bantuan.

14
2. Kaji kehilangan atau gangguan keseimbangan, gaya jalan dan kelemahan
otot.
Rasional : menunjukkan perubahan neurology karena defisiensi vitamin
B12 mempengaruhi keamanan pasien/risiko cedera.
3. Observasi tanda-tanda vital sebelum dan sesudah aktivitas.
Rasional : manifestasi kardiopulmonal dari upaya jantung dan paru untuk
membawa jumlah oksigen adekuat ke jaringan.
4. Berikan lingkungan tenang, batasi pengunjung, dan kurangi suara bising,
pertahankan tirah baring bila di indikasikan.
Rasional : meningkatkan istirahat untuk menurunkan kebutuhan oksigen
tubuh dan menurunkan regangan jantung dan paru.
5. Gunakan teknik menghemat energi, anjurkan pasien istirahat bila terjadi
kelelahan dan kelemahan, anjurkan pasien melakukan aktivitas
semampunya (tanpa memaksakan diri).
Rasional : meningkatkan aktivitas secara bertahap sampai normal dan
memperbaiki tonus otot/stamina tanpa kelemahan. Meingkatkan harga diri
dan rasa terkontrol.

4. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan hemoglobin.


Tujuan : Infeksi tidak terjadi.
Kriteria hasil :
a. mengidentifikasi perilaku untuk mencegah/menurunkan risiko infeksi.
b. meningkatkan penyembuhan luka, bebas drainase purulen atau eritema,
dan demam.
Intervensi :
1.Tingkatkan cuci tangan yang baik ; oleh pemberi perawatan dan pasien.
Rasional : mencegah kontaminasi silang/kolonisasi bacterial. Catatan :
pasien dengan anemia berat/aplastik dapat berisiko akibat flora normal
kulit.
2.Pertahankan teknik aseptic ketat pada prosedur/perawatan luka.
Rasional : menurunkan risiko kolonisasi/infeksi bakteri.
3.Berikan perawatan kulit, perianal dan oral dengan cermat.
Rasional : menurunkan risiko kerusakan kulit/jaringan dan infeksi.

15
4.Motivasi perubahan posisi/ambulasi yang sering, latihan batuk dan napas
dalam.
Rasional : meningkatkan ventilasi semua segmen paru dan membantu
memobilisasi sekresi untuk mencegah pneumonia.
5.Tingkatkan masukkan cairan adekuat.
Rasional : membantu dalam pengenceran secret pernapasan untuk
mempermudah pengeluaran dan mencegah stasis cairan tubuh misalnya
pernapasan dan ginjal.
6.Pantau suhu tubuh. Catat adanya menggigil dan takikardia dengan atau tanpa
demam.
Rasional : adanya proses inflamasi/infeksi membutuhkan
evaluasi/pengobatan.
7.Amati eritema/cairan luka.Ø
Rasional : indikator infeksi lokal. Catatan : pembentukan pus mungkin
tidak ada bila granulosit tertekan.
8.Kolaborasi daengan dokter dalam pemberian antibiotic sistemik
Rasional : mungkin digunakan secara propilaktik untuk menurunkan
kolonisasi atau untuk pengobatan proses infeksi local.

E. Implementasi
Implementasi adalah fase ketika perawat mengimplimentasikan intervensi
keperawatan.(Kozier, 2011). Implementasi merupakan langkah keempat dari
proses keperawatan yang telah direncanakan oleh perawat untuk dikerjakan dalam
rangka membantu klien untuk mencegah, mengurangi, dan menghilangkan
dampak atau respons yang ditimbulkan oleh masalah keperawatan dan
kesehatan.(Zaidin Ali,2014)
Implementasi keperawatan adalah kategori dari perilaku keperawatan, dimana
perawat melakukan tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil
yang diperkirakan dari asuhan keperawatan (Potter & Perry 1997, dalam
Haryanto, 2007).

16
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi ke
status kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang
diharapkan (Gordon, 1994, dalam Potter & Perry, 2011).

F. Evaluasi
Evaluasi, yaitu penilaian hasil dan proses. Penilaian hasil menentukan
seberapa jauh keberhasilan yang dicapai sebagai keluaran dari tindakan. Penilaian
proses menentukan apakah ada kekeliruan dari setiap tahapan proses mulai dari
pengkajian, diagnosa, perencanaan, tindakan, dan evaluasi itu sendiri. (Ali, 2009)
Evaluasi dilakukan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya dalam
perencanaan, membandingkan hasil tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya dan menilai
efektivitas proses keperawatan mulai dari tahap pengkajian, perencanaan dan
pelaksanaan. (Mubarak, dkk., 2011)

17
BAB III

PENUTUP

3.1 Simpulan
Anemia adalah penurunan kapasitas darah dalam membawa oksigen akibat
penurunan produksi sel darah merah dan atau penurunan kadar hemoglobin dalam
darah. Anemia pada wanita masa nifas (pasca persalinan) umum terjadi, sekitar
10% dan 22% terjadi pada wanita post partum dari keluarga miskin (Departemen
Gizi dan Kesehatan Masyarakat, 2008). Pengaruh anemia pada masa nifas adalah
terjadinya subvolusi uteri yang dapat menimbulkan perdarahan post partum,
memudahkan infeksi puerperium, pengeluaran ASI berkurang dan mudah terjadi
infeksi mamae (Prawirohardjo, 2005). Faktor - faktor yang mempengaruhi anemia
pada masa nifas adalah persalinan dengan perdarahan, ibu hamil dengan anemia,
nutrisi yang kurang, penyakit virus dan bakteri.Pentalaksaan pada ibu nifas
mengalami anemia dapat meningkatkan asupan makanan yang mengandung zat
besi dan jika sudah mengalami anemia berat dapat melakukan tranfusi darah.

3.2 Saran
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya
penulis akan lebih fokus dan details dalam menjelaskan tentang makalah di atas
dengan sumber - sumber yang lebih banyak yang tentunga dapat di pertanggung
jawabkan. Kritik dan saran dari pembaca sangat kami harapkan demi
kesempurnaan penulisan makalah di kemudian hari.

18
DAFTAR PUSTAKA

http://abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/R0313009_bab2.pdf
http://sasing.unimus.ac.id/files/disk1/119/jtptunimus-gdl-elvaainima-5919-2-
babii.pdf
http://scholar.unand.ac.id/30324/7/BAB%20I.pdf
http://repository.utu.ac.id/648/1/BAB%20I_V.pdf

19

You might also like