Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. DEFINISI
2.2. KONVERGENSI
2
JALUR PENGLIHATAN SENSORIK
3
Didalam tengkorak, dua saraf optikus menyatu membentuk kiasma
optikus. Di kiasma, lebih dari separuh serat (yang berasal dari separuh retina
bagian nasal) mengalami dekusasi dan menyatu dengan serat-serat temporal
yang tidak menyilang dari saraf optikus sisi lain untuk membentuk traktus
optikus. Masing-masing traktus optikus berjalan mengelilingi pedunkulus
serebrum menuju nukleus genikulatum lateral, tempat traktus tersebut
bersinaps. Dengan demikian, semua serat yang menerima impuls dari separuh
kanan lapang pandang masing-masing mata membentuk traktus optikus kiri
dan berproyeksi ke hemisfer serebrum kiri. Demikian juga, separuh kiri
lapang pandang berproyeksi ke hemisfer serebrum kanan. Dua puluh persen
serat di traktus melayani fungsi pupil. Serat-serat ini meninggalkan traktus
tepat di sebelah anterior dari nukleus dan melewati brakium kolikulus superior
menuju ke nukleus pretektalis otak tengah. Serat-serat lainnya bersinaps di
nukleus genikulatum lateral. Badan-badan sel dari struktur ini membentuk
traktus genikulo-kalkarina. Traktus ini berjalan melalui tungkai posterior
4
kapsula interna dan kemudian menyebar ke dalam radiasi optikus yang
melintasi lobus temporalis dan parietalis dalam perjalanan ke korteks
oksipitalis (korteks kalkarina).
5
di traktus optikus menyebabkan defek lapang pandang homonim inkongruen
(tidak serupa). Selain itu, semakin posterior letak lesi, semakin besar
kemungkinannya bahwa makula tidak terkena sehingga kedua paruh lapang
pandang dapat mempertahankan ketajaman penglihatan. Hemianopia
homonim lengkap seyogianya masih memiliki ketajaman penglihatan di
lapang pandang yang tidak terkena (jalur retrokiasma utuh), karena bagian
sistem penglihatan tersebut mengandung fungsi makular dan perifer. Lesi
oksipital dapat menimbulkan ketidaksesuaian (diskrepansi) antara
pemeriksaan statik dan kinetik (fenomena Riddoch) dengan lapang pandang
yang lebih penuh pada pemeriksaan dengan obyek “bergerak” (kinetik).1,3
2.3. ETIOLOGI
6
Trauma kepala, ensefalitis, tabes dorsalis, tumor, sklerosis diseminata
dapat menyebabkan konvergensi paralisis. Paralisis konvergen mungkin
berhubungan dengan sindroma Parinaud.2,4
2.5. DIAGNOSIS
1. Konvergensi insufisiensi2
2. Ekstropia
3. Diplopia
7
2.7. PENATALAKSANAAN
8
BAB III
PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
9
DAFTAR PUSTAKA
1. Vaughan & Asbury. 2013. Oftalmologi Umum Edisi 17. Jakarta: EGC
2. Khurana, AK. 2008. Theory and Practice of Optics and Refraction. India: Khurana
3. Vaughan & Asbury. 2013. Oftalmologi Umum Edisi 14. Jakarta: EGC
4. M. Ansons, Alec & Davis, Helen. Diagnosis and Management of ocular Motility Disorders
5. W. Brazis, Paul, dkk. 2011. Localization in Clinical Neurology. Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins
10