You are on page 1of 8

ABNORMAL PUPIL, HOW TO DO

Devi Azri Wahyuni


Neuro-Ophthalmology Division
Ophthalmology Department, Moch Hoesin Hospital Palembang/
Faculty of Medicine Sriwijaya University

Abstract

The pupil is the window to the inner eye, through which light passes to reach retinal photoreceptors.
Pupils regulate the amount of light reaching to the retina, reducing spherical aberration and chromatic
aberration and increasing the depth of focus. Pupil size is influenced by several factors including age,
emotional status , alertness level , retinal illumination level , viewing distance , and the magnitude of
accommodation power.Diameter of pupil in adults varies, in dark adaptation the range is 4.5mm-7.0mm
and a bright adaptation it is 2.5mm - 6mm. Pupil size is controlled by the activity of the circumferential
sphincter muscle at the iris edge which is integrated by the parasympathetic nerveous system and the
dilator muscle that runs radically from the iris root toward the edges of the sphincter muscle. The iris
and circulatory changes in catecholamines in the blood. There are two pupillary pathways, the afferent
pathway that originates from the retinal cell and ends in the pretectum region and the efferent pathway
divided into parasympathetic and sympathetic pathways with supranuclear regulatory centers in the
frontal and occipital lobes. Pupils are said to be abnormal if it is fail to dilate in dark conditions or fail to
constrict on bright light or accommodation. 1,2,3,4

The pupillary function depends on the integrity of the pupillomotor pathway covering a very large
area of the eye , intracrania l, chest and neck and is an important objective clinical sign in patients with
vision loss and neurologic diseade. Because of its potential to reveal serious neurologic or other disease,
examination of the pupil an important element of a thorough ophthalmic evaluation, requiring meticulous
attention to detail. The pathologic disorders can alter the size, shape and location of the pupil, pupil
reaction to light and near-focus stimulation. The presence of pupillary abnormalities such as miosis,
mydriasis ,anisocoria ,less or slow pupillary reaction to light, relative afferent pupillary defect, re-dilatation
of the pupil, light-near dissociationcan be an objective clinical sign of a disease. 1,2,3,4,5

I. Pendahuluan

Pupil adalah jendela mata yang mengantarkan cahaya masuk ke dalam retina. 1 Reaksi pupil
berkembang setelah umur kehamilan 31-32 minggu. Saat lahir pupil berukuran kecil dan akan bertambah
besar pada bulan pertama kehidupan sampai usia satu tahun, sejalan dengan bertambahnya usia pupil
perlahan akan mengecil ukurannya. Fungsi utama dari pupil adalah mengontrol pencahayaan retina,
mengurangi aberasi pada optik serta meningkatkan kedalaman fokus.

Diameter Pupil dalam adaptasi gelap 4,5 mm – 7,0 mm dan pada adaptasi terang 2,5 mm – 6 mm.
Pupil dikatakan isokor bila diameter kedua pupil sama dan anisokor bila perbedaan diameter antara kedua
Pupil lebih dari 0,3 mm atau lebih besar. Miosis adalah keadaan yang menggambarkan diameter pupil
Kurang dari 3 mm dan midriasis jika diameter pupil lebih dari 6 mm. 1,4

Reaksi pupil terhadap cahaya sebagian berjalan bersama dengan jaras rangsang cahaya visual yang
Ditangkap oleh sel batang dan kerucut, yang menghantarkan sinyal visual ke oksipital. 8 Refleks cahaya
pupil adalah refleks yang mengontrol masuknya sinar ke dalam retina mata. Respons pupil konstriksi atau
kurang dari 3 mm dan midriasis jika diameter pupil lebih dar 6 mm. 1,4

145
II. Neuro Anatomi Jaras Pupil

II.1 Refleks Cahaya

Cahaya yang menyinari mata kanan menimbulkan respons langsung (direct) di mata kanan dan
suatu respons konsensual tak langsung (inderect) segera di mata kiri. Intensita respons di setiap mata
sebanding dengan kemampuan membawa cahaya nervus optikus yang terstimulasi secara
langsung.1,4,6,7,8,9
II.2 Respons Dekat

Saat mata melihat objek yang dekat, terjadi tiga jenis respons, yaitu akomodasi, konvergensi, dan
konstriksi pupil, yang membawa bayangan tajam ke fokus di titik retina yang sesuai. Jalannya jaras
akomodasi seperti jaras cahaya dan sampai pula ke kortkes visual. Kaburnya bayangan pada retina yang
dirasakan oleh kortkes oksipital menimbulkan usaha korektif melalui traktus oksipito tektal, pada
mesensefalon, bagian ristal inti Edinger-Westphal untuk akomodasi. 1,4,6,7,8,9

II.3 Refleks Pupil

Terdapat 2 cara refleks pupil yaitu: refleks pupil afferent dan efferent.

1. Refleks pupil aferen

Serabut saraf aferen dimulai dari sel-sel reseptor di retina mengikuti perjalanan saraf optik dan
Traktus optikus, berpisah dari traktus optikus ke anterior menuju lateral geniculatum body kemudian
masuk ke dalam bagian otak tengah bersinaps dengan nukleus pretekal, perjalanan ini disebut
traktus
tectotegmental, serabut saraf ini mengatur konstriksi pupil pada refleks konsensual.

Serabut saraf di daerah nasal masing-masing akan meyilang didaerah dekusatio kiasma optikum
sebanyak 53% sedangkan 47% serabut saraf tetap berada di ipsilateral yaitu di temporal retina, saraf
optik, kiasma dan traktus optikus. Serabut saraf ini berperan dalam menyampaikan penglihatan dan
stimulus afferent, sehingga apabila terjadi kerusakan di perjalanan ini mengakibatkan gangguang refleks
cahaya pupil dikedua mata dan penglihatan.1,4,7,8

2. Refleks pupil eferen

Refleks pupil eferen terbagi menjadi 2 jalur, yaitu simpatis dan parasimpatis. Persarafan
Parasimpatis menyebabkan konstriksi pupil sedangkan persarafan simpatis menyebabkan dilatasi
pupil.
2.1 Jaras Parasimpatik

Perjalanan jaras parasimpatis dimulai dari nukleas Endinger-Westphal Ipsilateral dan kontralateral
yang melanjutkan diri masuk ke orbita bersama N. III dan bersinaps di ganglion siliaris. Setelah
bersinaps, serabut post ganglion ( N. Ciliarry brevis ) kemudian menuju ke M. Sfingter pupil dan
berkontraksi yang menyebabkan pupil mengecil atau miosis. 1,4,6,7,8,9

146
2.2 Jaras Simpatis1,4,6,7,8,9

Jaras simpatis memiliki 3 serat:


a. Neuron 1 atau preganglioner, berasal dari posterior hipotalamus kemudian turun tanpa
menyilang dan bersinaps secara multiple di otak tengah dan pons, dan berakhir di kolumna
intermediolateral C8-T2 yang juga disebut ciliospinal center badge.

b. Neuron 2, berupa serabut-serabut preganglioner yang keluar dari medula spinalis. Sebagian
besar jaras pupilomotor mengikuti radiks ventral torakal 1, sedangkan serabut sudomotor
wajah terutama mengikuti radiks ventra T2-2. Jaras tersebut memasuki rantai simpatis servikal
(ganglion stelata) untuk kemudian bersinaps di ganglion servikal superior yang terletak dekat
Dasar kranium.

c. Neuron 3,merupakan serabut postganglioner yang berjalan keatas bersama-sama arteri karotis
komunis memasuki rongga kranium. Serabut ini menginervasi vasomotor orbita, kelenjar
lakrimal, pupil dan otot mulleri mengikuti arteri karotis interna, sedangkan serabut sudomotor
dan piloreksi wajah mengikuti arteri karotis eksterna dan cabang-cabangnya. Pada sinus
kavernosus jaras pupilomotor tersebut meninggalkan arteri karotis interna dan bergabung
dengan jaras opthalmik N. Trigeminal dan memasuki orbita melalui fisura orbitalis superior.
Kadang-kadang berjalan bersama N.VI dahulu sebelum bergabung dengan N. Trigeminal dan
kemudian melanjutkan diri menjadi N. Nasociliaris dan N.Ciliaris longus yang berjalan ke badan
siliar dan mengakiban dilatasi iris. Selain itu serat ini juga melanjutkan perjalanan ke arah
superior dan inferior mata untuk mempersarafi otot mulleri di palpebra superior dan inferior.

Gambar 2. Jalur Lintasan Eferen Simpatis


Sumber: Lang, Gerhard K, etc.2000. Opthalmology. GermanyThieme 4

III. Manifestasi klinis kelainan pupil

Kelainan pupil dapat disebabkan oleh kelainan refleks afferen dan efferen, kelainan pada jaras
Simpatis dan para simpatis, nervus III, tonik pupil serta kelainan pada iris.

III.1. Anisokor

Anisokor adalah terdapatnya perbedaan diameter antara kedua pupil lebih dari 0,3 mm atau lebih
besar. Anisokor berhubungan dengan cahaya redup dan cahaya terang. 1,4,8

1. Anisokor lebih jelas pada cahaya redup

1.1 Anisokor Mekanik

Trauma pada M sfingter pupillae atau peradangan dapat menyebabkan perleng ketan antara iris
dan lensa atau lensa intra okular.1,4,8

1.2 Anisokor farmakologis

Penggunaan obat obatan seperti pilokarpin dan atropine dapat menyebabkan perubahan pada
diameter pupil.1,4,8

147
1.3 Sindroma Horner

Lesi sepanjang jaras okulosim patetik dapat menyebabkan Horner’s Syndrome yang ditandai ptosis,
miosis, anhidrosis sisi wajah ipsilateral, enophthalmus. Anisokor terutama pada cahaya redup, reaksi
terhadap cahaya dan akomodasi normal.1,4,5,8,9,10

Gambar 3. A. Mata kanan ptosis dan miosis pada cahaya terang, B. Anisokoria bertambah jelas saat
Cahaya redup
(Sumber: American of Opthalmology: 2014)

Etilogi sindroma Horner1,4,5,8,9,10

1. Direksi Arteri Karotis

Saraf simpatis pupil terdiri dari tiga sistem neuron, pada sistem ke III dari serabut simpatis serabut
post-ganglionik okulosim patik berjalan masuk ke dalam tengkorak bersama - sama dengan arteri
karotis interna kemudian serabut meninggalkan pleksus karotis untuk bergabung dengan nervus
absuden (N. VI) pada sinus kavernosus dan masuk orbita memalui fisura superior. Sehingga diseksi
arteri karotis interna akan menyebabkan sindrom Horner total maupun parsial. Berdasarkan
etiologi diseksi arteri karotis interna dapat terjadi secara langsung ataupun akibat trauma.
Intervensi pada direksi arteri karotis interna adalah terapi pembedahan.

2. Tumor apikal paru

Sistem ke II dari serabut simpatis preganglionik adalah serabut simpatis yang keluar dari medula
spinal bersama-sama dengan radiks T1 dan masuk ke rantai simpatis para vertebra yang sangat
berdekatan dengan serabut simpatis yang menuju pleura dan apeks paru. Tumor pada apikal paru
dapat menekan serabut syaraf simpatis pupil dan menyebabkan terjadinya sindroma Horner.

3. Cluster Headache

Pada serangan akut cluster headache dapat menyebabkan sindrom Horner. Sindrom Horner dapat
Hilang namun dapat menjadi permanen pada serangan cluster headache yang berulang. Diagnosis
dapat ditegakkan setelah dilakukan evaluasi secara cermat untuk mencari kelainan patologi pada
paraselar dan region sinus kavernosus.11 Pada saat fase akut terapi yang dapat diberikan adalah
pemberian oksigen, drug of choice adalah golongan triptan dan ergometrin. 12

2. Anisokor lebih jelas pada cahaya terang

2.1 Kerusakan Iris

Trauma tumpul mata dapat menyebabkan miosis ataupun midriasis. Trauma kepala dapat
menyebabkan terjadinya kelumpuhan pada N. III sehingga pupil menjadi midriasis. Midriasis akibat
kerusakan langsung pada iris tidak akan berespon terhadap pilokarpin (1% atau 2%). Pemeriksaan slit-
lamp akan membantu membedakan midriasis akibat trauma atau sebab lain. 1

2.2 Midriasis Farmakologis

Pemberian obat miadriatik akan menyebabkan pupil melebar, pupil menjadi kurang reaktif serta
refleks dekat pupil menghilang. Obat yang menginduksi pelebaran pupil akan menyebabkan kelumpuhan
seluruh otot springter. Pemberian obat midriasis berupa antikolinergik seperti pilokarpin pada dosis tinggi
(1%) tidak akan menyebabkan pupil miosis.1

148
2.3 Pupil Tonik/Adies syndrome

Sindrom Holmes-Adie atau Adie’s tonik pupil adalah gangguang neurologis berupa kerusakan pada
Ganglion siliar atau persarafan siliar ( jejas saraf postganglion parasimpatetik ). Penyebab Pupil tonik dapat
berupa proses okular lokal atau proses intraornita seperti operasi, trauma, prosedur laser, infeksi, proses
inflamasi ataupun iskemia. Pada pemeriksaan didapatkan satu mata dengan pupil yang lebih besar dari
normal dan mengalami konstriksi perlahan dalam cahaya terang (pupil tonik), refleks cahaya menurun,
kelumpuhan springter iris segmental, paresis akomodatif, supersensitive denervasi kolinergik, serta
gangguan respons melihat dekat yang diikuti dengan radilatasi yang lambat. 1

2.4 Kelumpuhan N Okulomotorius

Kelumpuhan N III pada sebagian besar kasus ditandai dengan ptosis dan keterbatasan gerakan bola
mata. Pada kondisi kelumpuhan N III total disertai dengan hilangnya refleks akomodasi dan reflek
cahaya pupil. Beberapa penyebab Kelumpuhan N III yaitu SOL dan stroke. 1

2.4.1 SOL (Space Occupying Lesion)

Karena kranium merupakan tempat yang kaku engan volume yang terfiksasi maka terdapatnya lesi
akan meningkatkan tekanan intrakranial. Peningkatan tekan intrakranial dan adanya massa di
intrakranial ini akan menekan struktur otak termasuk N. III yang mempersarafi otot – otot
pembentukan pupil sehingga menyebabkan parese N. III.13

2.4.2. Stroke

Gangguan fungsi serebri akibat stroke pada daerah midbrain dapat menyebabkan parese N.III
Dengan manifestasi klinis terjadinya gangguan gerakan bola mata serta gangguan pada refleks
Cahaya pupil.13

III.2. Defek Pupil Aferen

Defek pupil aferen relatif terjadi karena lesi ringan nervus optikus unilateral atau defek kedua
nervus opticus tetapi asimetris. Bila terdapat lesi dinervus optikus, refleks pupil terhadap cahaya kurang
kuat saat mata yang sakit dirangsang dibandingkan saat mata yang normal dirangsang. Fenomena ini
disebut defek pupil aferen relatif (relative afferent papillary defect, RAPD). Fenomena ini juga akan positif
bila terdapat suatu lesi besar di retina atau lesi berat di makula. ,1,4,6,8

III.3. Pupillary Light-near Dissociation (Pupil Argyll Robertson)

Reflek cahaya normalnya menimbulkan miosis yang lebih kuat daripada respons melihat dekat,
kondisi sebaliknya dikenal dengan pupillary light-near dissociation. Pupillary Light-near Dissociation
terjadi pada kondisi terdapatnya lesi di ganglion siliar atau di otak tengah, Pada otak tengah jaras refleks
cahaya terletak relatif lebih dorsal dan jaras respons dekat lebih ventral. Pupil Argyll Robertson
merupakan tanda khas dari penyakit meningovaskular sifilis dan sesekali dapat ditemukan pada ensefalitis
batang otak, alkoholisme, pinealoma dan diabetes mellitus yang lanjut. 1,6,7,14

IV. Pemeriksaan Pupil

IV.1 Refleks cahaya pupil

Pemeriksaan ini untuk menilai fungsi N II, berupa refleks sinar langsung, konsensual, dan refleks
pupil.

a. Refleks sinar langsung


Menilai pupil pada mata yang disinari. Bila terjadi miosis refleks langsung (+) atau normal.
b. Refleks sinar konsensual
Menilai pupil pada mata yang tidak disinari. Bila terjadi refleks miosis disebut refleks pupil tidak
Langsung (+).

149
c. refleks pupil.

Diperiksa di kamar gelap dengan oftalmoskop direk pada jarak 1-2 kaki. Refleks pupil normal
bewarna merah.

IV.2 RAPD (Relative afferent pupilllary defect)1,2,4,5,7,15

Bila terdapat suatu lesi di Jaras aferen, refleks pupil terhadap cahaya pada mata yang sakit kurang
dibandingkan mata yang normal. Fenomenal ini disebut defek pupil aferen relatif ( relative afferent
pupillary defect). Pemeriksaan dilakukan pada kedua mata dengan jarak 30 cm, kemudian dilakukan
pemindahan posisi senter dari mata yang satu dengan mata yang lain dengan cepat dalam 1 detik dan
dipertahankan selama 3 detik pada masing-masing mata.

RAPD positif apabila refleks konsensuil pupil lebih besar dibandingkan dengan refleks konstriksi
pupil secara langsung. Pada penderita dengan pupil yang tidak merespon cahaya, oleh karena pupil yang
berdilatasi, konstriksi atau trauma, pemeriksaan RAPD dilakukan dengan cara menilai respons pupil secara
langsung yang reaktif dan refleks konsensual pada pupil yang nonreaktif. Cara ini disebut Reserve RAPD.
hasilnya positif apabila pada refleks pupil secara langsung ukuran diameter pupil lebih besar diban
dingkan dengan respons konsensual pupil yang nonreaktif. 14 Metode yang paling banyak dilakukan untuk
menilai RAPD adalah dengan penilaian kualitatif skala gading 1+ - 4+.

Grading Scale RAPD:

- Grade 1+ : kontraksi pupil lemah diikuti pelebaran pupil yang lebih kuat.
- Grade 2+ : pupil berkontraksi perlahan diikuti pelebaran pupil.
- Grade 3+ : pupil segera berdilatasi
- Grade 4+ : tidak ada reaksi pupil-amaurotik pupil

IV.3 Pupil cycle time

Pemeriksaan ini untuk menilai fungsi saraf parasimpatis dengan menilai periode waktu rerata siklus
ossilasi pupil. Periode waktu rata-rata terjadinya siklus disebut pupil cycle time.

Teknik Pemeriksaan :

- Seberkas sinar difokuskan di tepi pupil, kemudian digeser perlaqhan dari arah limbus ke sentral, dilihat
konstriksi pupil.

- Sinar dipertahankan pada posisi sinar terhalang masuk mata akibat miosis Akibatnya pupil dilatasi
(retina tidak disinari).

Sinar akan mengenai retina kembali dan akan terjadi konstriksi pupil demikian terjadi terus berulang-
ulang (osilasi pupil).

Penilaian :
Osilasi pupil terjadi setiap 752 mili detik – 900 mili detik. Bila pupil cycle time memanjang atau
berbeda 70 mili detik antara kedua mata berarti ada gangguan pada saraf optik atau kelainan pada
kiasma.

IV.4 Anisokoria

Apabila ditemukan perbedaan yang konstan pada ukuran diameter pupil yang sama terhadap
stimulus cahaya terang maupun gelap, keadaan ini disebut anisokoria fisiologi. Apabila pada pupil
anisokor ukuran diameter pupil bertambah besar diruangan yang terang berarti terjadi kerusakan dijaras
saraf parasimpatik, sebaliknya apabila dalam ruangan yang gelap pupil yang anisoko r akan semakin
mengecil, maka telah terjadi kerusakan di jaras saraf simpatis. 1,4,6,7,8

150
Flowchart evalusi Anisokoria
Sumber: Basic and clinical science course, section 5, American Academy of Ophthalmology

IV.5 Pemeriksaan farmakologi1,5,7,8,16

a. Pilokarpin 0,125%

Pemeriksaan ini bertujuan untuk menilai adanya pupil tonik. Pada pupi l tonik akan tampak
konstriksi yang cukup jelas bila dibandingkan dengan pupil normal. Pemeriksaan dilakukan dengan
memfiksasi penderita pada jarak tertentu untuk menjaga refleks untuk melihat dekat, lalu dilakukan
pengukuran masing-masing pupil. Kemudian berikan setetespilokarpin 0,125% masing-masing mata dan
pupil diperiksa dalam waktu10-15 menit. Hasil tes positif bila pada pupil tonik yang akan berkonstriksi
lebih dari mata sebelahnya.

b. Kokain 4% atau 10%

Pemeriksaan ini untuk menilai adanya Sindroma Horner. Norepinefrin yang merupakan
Neurotransmiter yang dilepaskan oleh serabut saraf otot dilator untuk mengisi celah sinap serabut dilator
Pada penderita sindroma horner hanya sedikit, kokain bekerja dengan menghambat reuptake
Norepinefrin pada neuromuscular junction dari otot dilator iris sehingga menyebabkan pupil pada mata
Yang normal dilatasi.Oleh karena itu kokain 4% atau 10% dapat menyebabkan dilatasi pada pupil normal
Dan pada kerusakan persarafan simpatis tidak terjadi dilatasi pupil.

Cara pemeriksaan :

- Teteskan kokain 4% - 10% pada masing masing mata kemudian ulangi lagi setelah 1 menit. Pupil
Diperiksa setelah 15 menit.

- Apabila tidak terdapat perubahanukuran pupil, tetesan diulangi dan diperiksa kembali setelah 15
Menit.

- Hasil positif pada Sindroma Horner: dilatasi sangat minimal dibandingkan dengan pupil normal.

KEPUSTAKAAN

1. Foroozan R., et al. 2014. Neuro –Ophthalmology Basic and clinical Science Course Section5. San
Fransisco, American Academy of Ophthalmology.

2. Wilson, F. M. 1996. Practical Ophthalmology 4th Edition. San Fransisco, American Academy of
Ophthalmology.

3. Stephen B. 2015. Pupil and Neuro Ophthalmologi. Faculty of Medical And Health Sciences The
University of Auckland

4. Hartono. 2012. Anatomi dan fisiologi lintasan pupil: Sari Neuro-oftalmologi Edisi 2. Yogyakarta,
151

You might also like