You are on page 1of 18

Polimorfisme gen reseptor leptin (K109R, Q223R, dan K656N)

sebagai faktor risiko obesitas pada anak

I Gusti Ayu Dwi Aryani

Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak

Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah

Abstrak

Obesitas pada anak dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya obesitas

saat dewasa serta dapat menimbulkan komorbiditas metabolik. Faktor genetik

diduga memiliki peran penting dalam terjadinya obesitas. Salah satu gen yang

berperan dalam terjadinya obesitas adalah gen reseptor leptin. Leptin merupakan

suatu produk protein dari gen obesitas (ob). Jalur utama yang memegang peran

penting dalam aktivasi leptin adalah janus kinase dan signal transducer and

activator of transcription. Beberapa polimorfisme nukleotida tunggal pada gen

reseptor leptin yang berperan dalam terjadinya obesitas adalah K109R

(rs1137100), Q223R (rs1137101), dan K656N (rs8179183).

Abstract

Obesity in children can be a predisposition factor towards the onset of

adult obesity and may cause metabolic comorbidity. Genetic factors are thought to

have an important role for obesity. One of the gene that play a role in the

mechanism of obesity is leptin receptor gene. Leptin is a protein product of the

obesity gene (ob). The main pathways that holds an important role in the
activation of leptin are janus kinase and signal transducer and activator of

transcription. Several single nucleotide polymorphisms in the leptin receptor

genes that play a role in obesity are K109R (rs1137100), Q223R (rs1137101), and

K656N (rs8179183).

Pendahuluan

Masalah gizi di Indonesia dikatakan mengalami masalah gizi ganda. Hal

ini berarti masalah gizi kurang masih belum teratasi namun muncul masalah gizi

lebih. Kelebihan gizi yang menimbulkan obesitas dapat terjadi baik pada masa

anak-anak hingga usia dewasa. Obesitas pada anak menjadi masalah karena dapat

menjadi faktor predisposisi terhadap terjadinya obesitas saat dewasa serta dapat

menimbulkan komorbiditas metabolik.1,2

World Health Organization (WHO) menyatakan obesitas pada anak telah

menjadi epidemi global, sehingga merupakan suatu masalah kesehatan yang harus

mendapat penanganan segera. Menurut data WHO tahun 2013, angka overweight

dan obesitas pada anak mengalami peningkatan secara global dari tahun 1990

sampai 2013 dari 32 juta menjadi 42 juta.3 Sedangkan di Indonesia, menurut hasil

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 prevalensi obesitas paling tinggi

ditemukan pada anak usia 5-12 tahun. Pada usia ini terjadi kegemukan sebesar

18,8% dengan obesitas sebesar 8,8%. Prevalensi obesitas tertinggi terjadi di

wilayah DKI Jakarta dan Bali dimana prevalensi obesitas terletak di atas angka

nasional.4
Faktor lingkungan memiliki peran yang penting dalam terjadinya obesitas.

Gaya hidup seperti diet tinggi kalori, lemak dan kolesterol meningkatkan risiko

terjadinya obesitas. Selain itu, faktor genetik juga memiliki peran penting dalam

terjadinya obesitas. Gen berperan dalam mengatur distribusi jaringan lemak tubuh.

Selama beberapa dekade terakhir, banyak penelitian yang dilakukan guna

mengindentifikasi keterlibatan genom manusia yang dapat meningkatakan faktor

risiko terjadinya obesitas.4 Pemunculan sifat yang berkaitan dengan obesitas

mencapai 50% bahkan lebih. Banyak gen yang telah diketahui menentukan

terjadinya obesitas. Telah ditemukan lebih dari 300 gen, marker dan kromosom

yang erat kaitannya dengan obesitas.5

Salah satu gen yang terlibat dalam adipositas adalah gen reseptor leptin.

Leptin dihasilkan oleh jaringan adiposa pada individu obesitas maupun individu

normal. Polimorfisme nukleotida tunggal pada gen reseptor leptin seperti Q223R,

K109R, dan K656N diduga sebagai faktor risiko terjadinya obesitas pada anak.6,7

Struktur leptin

Leptin berasal dari bahasa Yunani “leptos” yang berarti kurus. Leptin

merupakan suatu produk protein dari gen obesitas (ob) yang terletak di kromosom

nomor 7 dengan lokasi sitogenik pada 7q31.31 dan terdiri dari 3 buah exon dan 2

buah intron. Leptin disintesis oleh jaringan adiposa terutama jaringan adiposa

putih dan diidentifikasi pertama kali pada tahun 1994 oleh Friedman sebagai gen

yang berperan dalam terjadinya obesitas pada tikus percobaan. Leptin adalah

suatu protein yang berasal dari 167 asam amino dengan berat molekul 16kDa.
Struktur leptin memiliki kesamaan dengan rantai panjang bentuk helik dari

kelompok sitokin seperti pada interleukin (IL)-6 dan IL-11. Leptin merupakan

molekul yang bersifat pleiotropik yaitu berperan sebagai regulator energi,

mengatur fungsi endokrin, imunitas, respoon inflamasi, dan penyembuhan luka.6,8

Jalur aktivasi sinyal leptin

Jalur utama yang memegang peran penting dalam aktivasi leptin adalah

janus kinase (JAK) dan signal transducer and activator of transcription (STAT).

Jalur ini merupakan jalur sinyal transduksi utama yang digunakan leptin untuk

melakukan fungsinya. Jalur ini mendapat sinyal dari luar sel. Pada transkripsi

DNA dan aktivitas sel, transfer sinyal ke dalam nukleus sel melewati sel membran

selanjutnya mengaktivasi promoter sehingga promoter tersebut berinteraksi

dengan DNA. Jalur JAK/STAT memiliki fungsi penting dalam proses sinyal

leptin (Gambar 1.).7-9

Leptin bekerja melalui ikatan leptin dengan reseptornya. Ikatan ini akan

menginduksi sinyal melalui JAK dan kemudian menginduksi fosforilasi dari

tirosin Y pada reseptor yang terletak pada sitoplasma. Selanjutnya akan terbentuk

ikatan fosfotirosin pada protein STAT. Setelah terjadi proses fosforilasi dan

pembentukan residu tirosin pada protein STAT, leptin akan memisahkan diri dari

reseptornya dan akan menjalankan fungsinya sebagai regulator aktif pada proses

transkripsi gen. Leptin kemudian ditransportasikan ke dalam nukleus dan akan

membentuk ikatan dengan elemen STAT dan DNA untuk menstimulasi proses

transkripsi gen target.8,9


Gambar 1. Jalur aktivasi sinyal leptin.9

Berdasarkan studi-studi yang telah dilakukan, secara spesifik leptin

diaktivasi melalui jalur STAT3. Pada sebuah penelitian yang membandingkan

kadar mRNA STAT3 pada tikus coba obesitas dan yang memiliki lemak rendah,

menunjukkan kadar mRNA STAT3 sangat rendah dalam nukleus arkuata

dibandingkan dengan tikus coba kontrol.5 Jalur STAT3 tidak diaktivasi pada

jaringan lainnya. Proses aktivasi sinyal STAT3 leptin-dependent dan adenosisne

monophosphate kinase (AMPK) dapat menginduksi dan mengorganisasikan

peroxisome proliferator-activated receptor (PPAR) serta gamma coactivator

(PGC) dan mampu mensupport integritas serta fungsi mitokondria (Guo, et al.,

2008). Leptin meningkatkan ekspresi fos yang merupakan target dari STAT3 serta

meningkatkan ekspresi beberapa gen lainnya secara spesifik pada hipotalamus.6,8,9


Cara kerja leptin dapat dijelaskan melalui mekanisme supresi leptin pada

ekspresi neuropeptida Y (NPY) dan sekresi neuron pada nukleus arkuata.

Selanjutnya terdapat bukti bahwa leptin juga secara fungsional bekerja sebagai

antagonis kerja NPY. Neuropeptida Y sendiri merupakan stimulator kuat nafsu

makan dan diketahui terlibat dalam regulasi beberapa hormon pituitari seperti

menekan hormon pertumbuhan melalui stimulasi somatostatin, menekan

gonadotropin, atau stimulasi aksis pituitari-adrenal.8

Leptin yang diikat oleh reseptor neural di hipotalamus akan menurunkan

kadar neuropeptida Y, sehingga menimbulkan turunnya nafsu makan dan

memberikan sinyal kepada sel adiposa untuk menghancurkan trigliserida sebagai

upaya melepaskan asam lemak bebas kemudian digunakan untuk proses oksidasi,

yang dipengaruhi insulin dan beberapa sitokin. Dengan adanya interaksi leptin

dengan sistem saraf pusat maka leptin harus menembus sawar darah otak. Hal ini

terjadi melalui reseptor leptin pada sel endotel yang berfungsi sebagai transporter.

Selain diikat oleh neuro reseptor leptin di hipotalamus, leptin juga diikat oleh

reseptor di sel T. Hal ini diduga akibat adanya hubungan antara sel adiposa

dengan sistem imunitas.8

Leptin sebagai regulator keseimbangan energi

Pengaturan keseimbangan energi diperankan oleh hipotalamus melalui tiga

proses fisiologis, yaitu: pengendalian rasa lapar dan kenyang, laju pengeluaran

energi, dan regulasi sekresi hormon. Proses dalam pengaturan penyimpanan

energi ini terjadi melalui sinyal-sinyal aferen yang berasal dari perifer seperti
jaringan adiposa, usus, dan jaringan otot kemudian menuju sinyal eferen yang

berpusat di hipotalamus. Sinyal-sinyal tersebut dapat bersifat anabolik

(meningkatkan rasa lapar serta menurunkan pengeluaran energi) maupun bersifat

katabolik (anoreksia, meningkatkan pengeluaran energi).6

Sinyal dalam pengendalian keseimbangan energi dibagi menjadi dua

kategori, yaitu sinyal pendek dan sinyal panjang. Sinyal pendek mempengaruhi

porsi makan dan waktu makan, serta berhubungan dengan faktor distensi lambung

dan peptida gastrointestinal yang diperankan oleh kolesistokinin (CCK) sebagai

stimulator dalam peningkatan rasa lapar. Sinyal panjang diperankan oleh fat-

derived hormon leptin dan insulin yang mengatur penyimpanan dan keseimbangan

energi. Pengontrolan nafsu makan dan tingkat kekenyangan seseorang diatur oleh

mekanisme neural dan humoral (neurohumoral) yang dipengaruhi oleh genetik,

nutrisi, lingkungan, dan sinyal psikologis.8

Leptin merupakan komponen penting dalam regulasi jangka panjang berat

badan tubuh. Sebuah penelitian yang dilakukan pada anak obesitas dan tidak

obesitas menunjukkan adanya hubungan positif yang kuat antara konsentrasi

serum leptin dengan persentase lemak tubuh. Pada anak dengan jaringan lemak

yang berukuran besar mengandung lebih banyak leptin dibandingkan dengan

jaringan lemak yang berukuran lebih kecil. Pengaruh leptin terhadap berat badan

dimediasi oleh hipotalamus yang mengontrol rasa lapar, perilaku makan,

temperatur tubuh dan pengeluaran energi.6

Leptin diproduksi oleh sel adiposa dan bekerja pada hipotalamus dengan

cara menekan masukan makanan dan menstimulasi pemakaian energi. Fungsi


utama leptin adalah menyediakan sinyal simpanan energi yang ada dalam tubuh

pada sistem saraf pusat sehingga otak dapat melakukan penyesuaian yang

dibutuhkan untuk menyeimbangkan masukan dan pengeluaran energi.5 Leptin

berfungsi mengatur metabolisme untuk keseimbangan energi dan berat badan.

Secara umum leptin berperan dalam menghambat rasa lapar dan meningkatkan

metabolisme energi.8

Leptin disekresi oleh sel adiposit dan dibawa menuju ke sistem saraf pusat

untuk berikatan dengan reseptor leptin di arkuatus hipotalamus. Ikatan ini

merangsang sintesis pro-opiomelanokortin (POMC). Terdapat dua zat yang

dihasilkan oleh POMC yaitu alpha-melanocyte stimulating hormone (α-MSH) dan

adrenocorticotrophine (ACTH). Alpha-melanocyte stimulating hormone

selanjutnya berikatan dengan reseptor melanokortin-4 (MC4-R) di nukleus

paraventrikular hipotalamus dan akan merangsang sinyal untuk menurunkan nafsu

makan.6,8

Gambar 2a. menunjukkan mekanisme leptin dalam meregulasi

keseimbangan energi dalam tubuh. Apabila masukan energi melebihi dari yang

dibutuhkan, maka jumlah jaringan adiposa akan meningkat dan disertai dengan

peningkatan kadar leptin dalam peredaran darah. Leptin kemudian merangsang

anorexigenic center di hipotalamus agar menurunkan produksi neuropeptida Y,

sehingga terjadi penurunan nafsu makan. Leptin melalui sirkulasi darah mencapai

hipotalamus sedangkan α-MSH bertindak sebagai mediator. Sintesis dan sekresi

α-MSH oleh nukleus arkuatus hipotalamus dikendalikan secara positif oleh ikatan

antara leptin dengan reseptornya di badan saraf tersebut yang diikuti perubahan
POMC menjadi α-MSH. Selanjutnya α-MSH menekan pusat lapar dan melalui

sirkulasi darah ke perifer meingkatkan metabolisme dengan memacu lipolisis di

jaringan adiposa.6,8-10

A B

Gambar 2. Alur leptin sebagai regulator keseimbangan energi dalam tubuh9

Demikian pula sebaliknya pada Gambar 2b. dijelaskan apabila kebutuhan

energi lebih besar dari masukan energi, maka jumlah jaringan adiposa akan

berkurang dan terjadi rangsangan pada orexigenic center di hipotalamus yang

menyebabkan peningkatan nafsu makan. Pada kondisi simpanan lemak yang

kurang setelah pembatasan masukan makanan dan pembakaran lemak karena

aktivitas, kadar leptin menurun sehingga kadar α-MSH di hipotalamus berkurang.

Keadaan ini memicu neuron pusat lapar di hipotalamus melepaskan agouti related

protein (AGRP) yang sintesisnya ditekan oleh leptin melalui ikatan dengan

reseptornya. Agouti related protein merangsang nafsu makan melalui mekanisme


antagonis α-MSH terhadap MC4-R. Selanjutnya, pengurangan sintesis α-MSH

dari POMC menekan katabolisme lemak sampai simpanan lemak di jaringan

adiposa terisi kembali. Apabila simpanan lemak sudah cukup, mekanisme kontrol

kembali ke penghambatan nafsu makan dan peningkatan penggunaan energi

sehingga berat badan dapat dipertahankan pada rentang normal.8,9

Variabel utama yang menentukan jumlah leptin dalam sirkulasi adalah

massa lemak tubuh. Secara jelas pada kondisi siklus makan reguler, leptin

merefleksikan proporsi jaringan adiposa. Hal ini menggambarkan bahwa sintesis

leptin dipengaruhi oleh sejumlah hormon. Stimulator kuat baik pada manusia atau

hewan pengerat adalah insulin dan glukokortikoid. Dari temuan-temuan ini

semakin jelas bahwa leptin adalah komponen integral berbagai siklus metabolik

dan umpan balik endokrin (metabolic and endocrine feedback loops).6,9

Penelitian terakhir tentang obesitas pada manusia menunjukkan bahwa

secara umum konsentrasi mesangerRNA (mRNA) leptin pada jaringan adiposa

dan konsentrasi leptin serum berhubungan positif dan erat dengan massa lemak

tubuh. Leptin dalam sirkulasi terdapat dalam dua bentuk, yaitu bentuk bebas

(bentuk biologis aktif) dan bentuk terikat (leptin-binding proteins). Leptin

disekresi secara berfluktuasi dengan variasi diurnal-nokturnal yang signifikan.

Karakteristik pulsasi leptin mirip pada individu normal maupun pada pasien

obesitas dengan pengecualian hanya pada amplitudo pulsasi yang menunjukkan

pada pasien obesitas lebih tinggi.6,8,10

Walaupun ukuran antropometrik dan faktor lain seperti, jenis kelamin,

massa lemak dan distribusi lemak, hormonal, dan sitokin dapat mempengaruhi
pola sekresi leptin, namun faktor terpenting dalam pengaturan konsentrasi leptin

serum adalah asupan kalori jangka pendek dan jumlah energi yang disimpan

dalam sel adiposa. Konsentrasi leptin secara positif berhubungan dengan jumlah

lemak tubuh dan pada anak obesitas menunjukkan adanya hiperleptinemik

dibandingkan dengan anak normal. Pada sebagian besar penderita obesitas terjadi

resistensi leptin, sehingga tingginya kadar leptin tidak menyebabkan penurunan

nafsu makan. Resistensi leptin juga dapat terjadi ketika adanya penurunan

sensitivitas leptin eksogenus maupun endogenus.6,10

Berkurangnya sinyal leptin karena hiperleptinemia, hipoleptinemia,

maupun aleptinemia disebabkan oleh mutasi baik gen leptin maupun gen reseptor

leptin yang dapat menyebabkan hiperfagia dan menurunkan pemakaian energi

baik pada tikus percobaan maupun pada manusia. Hal ini tidak hanya

mengakibatkan peningkatan derajat obesitas sehubungan dengan peningkatan

simpanan lipid di otot, hati, dan jaringan lain, tetapi juga menyebabkan disfungsi

kerja beberapa neuroendokrin seperti hormon reproduksi, tiroid, dan adrenal, juga

fungsi abnormal sistem imun dan sistem autonom (misalnya termoregulasi,

pemakaian energi, dan sebagainya).6,9

Polimorfisme gen reseptor leptin

Terdapat lebih dari 600 gen, marker dan kromosom yang terlibat dalam

terjadinya obesitas pada manusia seperti mutasi gen fat mass and obesity-

associated (FTO), reseptor melanokortin, proopiomelanocortin (POMC), dan gen

peroxisome proliferator-activated receptor gamma gene (PPAR γ2). Selain itu,


gen leptin dan reseptor leptin merupakan jalur biologikal baru dalam pengaturan

keseimbangan energi yang diduga memiliki peran penting dalam adipositas.6,10,11

Gen reseptor leptin (LEPR) merupakan bagian dari kelompok reseptor

sitokin gp130. Gen reseptor leptin terdiri dari enam isoform yaitu, Ob Ra, Ob Rb,

Ob Rc, Ob Rd, Ob Re, dan Ob Rf. Isoform ini terhubung melalui sambungan

mRNA, bersifat mudah larut dan bergabung pada sirkulasi leptin. Selanjutnya,

dalam menjalankan fungsinya isoform ini akan memperoleh sinyal melalui

penurunan degradasi leptin. Terdapat empat transmembran isoform reseptor, yaitu

1 buah isoform panjang dan 3 buah isoform pendek. Sinyal reseptor isoform

panjang melalui jalur janus kinase, sedangkan sinyal isoform pendek melalui jalur

aktivasi mitogen-protein kinase. Isoform Ob Rb disebut isoform panjang dan jika

isoform ini mengalami perubahan bentuk maka akan menyebabkan terjadinya

obesitas.9,10

Sebuah penelitian yang dilakukan pada tikus coba dengan mutasi db/db

pada kromosom 4 menyebabkan obesitas berat yang ireversibel terhadap terapi

leptin. Gen reseptor leptin pada manusia memiliki kemiripan dengan gen reseptor

leptin pada tikus sebesar 78%. Oleh karena itu, tingkat keparahan dari fenotipe

yang disebabkan oleh mutasi LEPR akan memiliki kesamaan dengan tikus

percobaan yang diobservasi. Namun, mutasi LEPR pada manusia sangat jarang

terjadi. Sebaliknya, polimorfisme LEPR yang tidak menyebabkan gangguan

fungsional secara nyata dilaporkan sangat sering terjadi di populasi.11,13

Di Indonesia, penelitian mengenai polimorfisme nukleotida tunggal LEPR

masih sangat jarang dilakukan pada populasi anak maupun dewasa sehingga
hasilnya masih kontroversial. Pada tahun 2008, untuk pertama kalinya dilaporkan

kejadian mutasi missense pada gen reseptor leptin. Mutasi ini mengganggu sinyal

reseptor leptin yang melibatkan hubungan antara fungsi dan struktur gen reseptor

leptin. Polimorfisme nukleotida tunggal pada gen reseptor leptin juga

dihubungkan dengan penurunan aktivitas pengikatan leptin yang menghasilkan

resistensi leptin. Polimorfisme leptin dan reseptor leptin menyebabkan leptin tidak

bisa mengirim sinyal kenyang sehingga otak mempersepsikan bahwa tubuh

kelaparan.11

Genotipe DNA LEPR diambil dari leukosit darah perifer dengan

menggunakan polymerase chain reaction-restriction fragment length

polymorphism (PCR-RFLP). Beberapa studi menyatakan bahwa polimorfisme

LEPR memegang peran dalam patogenesis obesitas. Beberapa polimorfisme

nukleotida tunggal telah banyak diteliti pada gen reseptor leptin seperti K109R

(rs1137100), Q223R (rs1137101), dan K656N (rs8179183).10,11

Pada polimorfisme gen reseptor leptin K109R terjadi transisi dari A

menjadi G (AAG menjadi AGG) pada asam amino ke 109 pada kodon posisi 326

ekson 4. Hal ini menyebabkan perubahan hasil asam amino dari lisin menjadi

arginine (Lys/K menjadi Arg/R). Meskipun terjadi perubahan hasil asam amino

yang selanjutnya mempengaruhi fungsi asam amino, namun tidak terdapat bukti

klinis mengenai perubahan fungsi tersebut. Tidak ada bukti nyata terhadap

kemungkinan implikasi fungsional dari perubahan nukleotida pada LEPR dan

variasi ini diduga dapat digunakan sebagai marker genetic. Sebuah studi

menyatakan bahwa variasi dalam alel polimorfisme LEPR berhubungan dengan


variabel iklim. Dikatakan bahwa peran adaptasi iklim dalam mekanisme

biologikal mendasari fenotipe metabolik seperti adaptasi terhadap cuaca dingin

dan kegemukan. Polimorfisme LEPR K109R ditemukan lebih sedikit pada daerah

dengan iklim panas dibandingkan iklim dingin. Berdasarkan hal tersebut,

polimorfisme LEPR K109R merupakan suatu contoh yang baik untuk

mengilustrasikan hubungan antara kerentanan genetik dengan penyakit metabolik

dan adaptasi iklim.8,12,13

Polimorfisme LEPR Q223R terletak di region ekstraselular dari LEPR, di

dalam domain sitokin pertama (C domain) yang menunjukkan lokasi pengikatan

leptin. Pada polimorfisme gen reseptor leptin Q223R terjadi transisi dari CAG

yang mengkode asam amino glutamin menjadi CGG yang mengkode asam amino

arginin (Gln/Q menjadi Arg/R) pada asam amino ke 223 pada kodon posisi 668 di

ekson 6. Hal ini diduga bahwa asam amino tunggal berubah dari netral ke muatan

positif yang dapat mempengaruhi fungsi dari reseptor leptin dan mengubah sinyal.

Faktanya, LEPR Q223R mempengaruhi fungsi dari reseptor dan mengubah jalur

sinyal yang selanjutnya akan menimbulkan rasa lapar. Hal ini menerangkan

bagaimana polimorfisme pada LEPR Q223R meningkatkan asupan makanan dan

obesitas. Selain itu, perubahan sinyal juga dapat dipengaruhi oleh resistensi

leptin.12-14

Sementara itu pada polimorfisme gen reseptor leptin K656N terjadi

transisi nukleotida G menjadi C sehingga menimbulkan perubahan asam amino

yang dikode dari lisin menjadi asparagin (Lys/K menjadi Asn/N) pada asam

amino ke 656 pada kodon 1968. Berbeda dengan polimorfisme LEPR Q223R,
pada polimorfisme LEPR K656N terjadi substitusi aliran listrik asam amino dari

muatan positif ke netral dan berhubungan dengan restriksi energi.8,14,17

Pada sebuah penelitian terhadap 300 subjek dewasa yang mengalami

obesitas, 8 subjek didapatkan mengalami mutasi LEPR nonsense atau missense.

Dari 8 subjek tersebut, 7 orang mengalami mutasi homozigot dan 1 orang

mengalami mutasi heterozigot.6 Sebuah studi yang dilakukan di Jepang tahun

2014 terhadap 136 anak obesitas usia 5-17 tahun menyatakan bahwa terdapat

hubungan yang signifikan antara reseptor leptin K109R dengan profil lipid serum,

sedangkan pada reseptor leptin Q223R tidak didapatkan hubungan yang

signifikan.15,16,18

Sebuah penelitian kasus kontrol yang dilakukan pada anak obesitas di

Romania tahun 2012 hingga 2015 menunjukkan bahwa polimorfisme LEPR

Q223R meningkatkan risiko terjadinya obesitas sebesar 3.06 kali dibandingkan

kelompok kontrol (OR 3.06; 95% CI 1.70-5.51; p=0.0001). Sedangkan pada anak

dengan polimorfisme LEPR K109R didapatkan risiko obesitas meningkat dua kali

lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol (OR 2.0; 95% CI 1.11-3.58; p=0.01).

Polimorfisme ini berhubungan dengan kerusakan aktivitas ikatan leptin. Selain itu

polimorfisme LEPR Q223R diduga berhubungan dengan nilai BMI, massa tubuh,

kadar leptin, tekanan darah sistolik dan diastolik.11

Simpulan

Gen reseptor leptin (LEPR) memegang peranan penting dalam mekanisme

terjadinya obesitas pada anak. Beberapa polimorfisme nukleotida tunggal LEPR


merupakan faktor risiko terjadinya obesitas yaitu K109R, Q223R, K656N. Pada

polimorfisme gen reseptor leptin K109R terjadi transisi dari A menjadi G (AAG

menjadi AGG) pada asam amino ke 109 pada kodon posisi 326 ekson 4.

Sedangkan pada polimorfisme gen reseptor leptin Q223R terjadi transisi dari

CAG yang mengkode asam amino glutamin menjadi CGG yang mengkode asam

amino arginin (Gln/Q menjadi Arg/R) pada asam amino ke 223 pada kodon posisi

668 di ekson 6. Sementara itu pada polimorfisme gen reseptor leptin K656N

terjadi transisi nukleotida G menjadi C sehingga menimbulkan perubahan asam

amino yang dikode dari lisin menjadi asparagin (Lys/K menjadi Asn/N) pada

asam amino ke 656 pada kodon 1968.

Daftar pustaka

1. Sartika RAD. Faktor risiko obesitas pada anak 5-15 tahun di Indonesia.

Makara. 2011;15(1):37-43.

2. Hollensted M, Ahluwalia TS, Have1 CT, Grarup N, Fonvig CE, Nielsen TRH

et al. Common variants in LEPR, IL6, AMD1, and NAMPT do not associate

with risk of juvenile and childhood obesity in Danes: a case–control study.

BMC Medical Genetics. 2015;16:105-13.

3. World Health Organization. Global health obeservatory data. WHO; 2013.

4. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Laporan hasil riset kesehatan

dasar Indonesia (Riskesdas). Departemen Kesehatan RI, Jakarta; 2013.

5. Indra MR. Dasar genetik obesitas viseral. Jurnal Kedokteran Brawijaya.

2006;22(1):10-9.
6. Wasim M. Role of leptin in obesity. J Obes Weight Loss Ther. 2015;5(2):258-

60.

7. Sahu A. Intracellular leptin-signaling pathways in hypothalamic neurons: the

emerging role of phosphodiesterase-3 kinase-phosphodiesterase-3B-cAMP

pathway. Neuroendocrinology. 2011;93:201-10.

8. Mantzoros CS, Magkos F, Brinkoetter M, Sienkiewicz E, Dardeno TA, Kim

SY et al. Leptin in human physiology and pathophysiology. Am J Physiol

Endocrinol Metab. 2011;301:567-84.

9. Cahyaningrum A. Leptin sebagai indikator obesitas. Jurnal Kesehatan Prima.

2015;9(1):1364-71.

10. Wasim M. Obesity and leanness caused by mutations in the leptin gene:

already 6 pathogenic mutations reported in this gene. J Obes Weight Loss

Ther. 2015;5(5):276-7.

11. Marginean CO, Marginean C, Voidazam S, Melit L, Crauciuc a, Duicu C et al.

Correlations between leptin gene polymorphisms 223 A/G, 1019 G/A, 492

G/C, 976 C/A, and anthropometrical and biochemical parameters in children

with obesity. Medicine. 2016;95(12):1-11.

12. Kimber W, Peelman F, Prieur X, Wangensteen T, O’Rahilly S, Tavernier J et

al. Functional characterization of naturally occurring pathogenic mutations in

the human leptin receptor. Endocrinology. 2008;149(12):6043–52.

13. Boumaiza I, Omezzine A, Rejeb J, Rebhi L, Ouedrani A, Rejeb NB et al.

Relationship between leptin Q2548A and leptin receptor Q223R gene


polymorphisms and obesity and metabolic syndrome risk in Tunisian

volunteers. Genetic testing and molecular biomarkers. 2012;16(7):726-33.

14. Fan SH, Say YH. Leptin and leptin receptor gene polymorphisms and their

association with plasma leptin levels and obesity in a multi-etnic Malaysian

suburban population. Journal of Physiological Anthropology. 2014;33(15):1-

10.

15. Gajewska J, Kuryłowicz A, Mierzejewska E, Ambroszkiewicz J, Chełchowska

M, Weker H et al. Complementary effects of genetic variations in lepr on body

composition and soluble leptin receptor concentration after 3-month lifestyle

intervention in prepubertal obese children. Nutrients. 2016;8(328):1-16.

16. Bender N, Allemann N, Marek D, Vollenweider P, Waeber G, Mooser V et al.

Association between variants of the leptin receptor gene (LEPR) and

overweight: a systematic review and an analysis of the colaus study. Plos One.

2011;6(10):1-14.

17. Okada T, Ohzeki T, Nakagawa Y, Sugihara S, Arisaka O. Impact of leptin and

leptin-receptor gene polymorphisms on serum lipids in Japanese obese

children. Acta Paediatr. 2010;99(8):1213-7.

18. Bluher S, Mantzoros CS. Leptin in humans: lessons from translational

research. Am J Clin Nutr. 2009;89(3):991S-7S.

You might also like