You are on page 1of 3

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Anak merupakan anugrah dari Tuhan yang sangat dinantikan kehadirannya, namun tidak
semua anak beruntung dengan mendapatkan kesempurnaan. Terdapat beberapa anak yang
istimewa, berbedadari yang lain yang harus mendapatkan perhatian khusus. Anak
berkebutuhan khusus adalah mereka yang memerlukan penanganan khusus yang berkaitan
dengan kekhususanya.(Fadhli, 2010).Sama halnya dengan anak yang normal, anak yang
berkebutuhan khusus juga harus di perhatikan, pertumbuhan dan perkembangan anak
sangat penting bagi anak karena menentukan masa depannya.
Setiap orang tua mempunyai harapan untuk memiliki anak yang normal, sehat jasmani
dan rohani. Namun pada kenyataannya tidak semua anak lahir dengan kondisi fisik
dan psikis yang sempurna, terkadang anak menunjukkan hambatan dalam
perkembangannya. Anak-anak yang tidak normal dapat juga dikatakan sebagai anak cacat
atau anak berkebutuhan khusus (AKB). Anak berkebutuhan khusus ini berbeda dari
kebanyakan anak karena diantara mereka memiliki kekurangan seperti keterbelakangan
mental, kesulitan belajar, gangguan emosional, keterbatasan fisik, gangguan bicara dan
bahasa, kerusakan pendengaran, kerusakan penglihatan ataupun keberbakatan khusus.
(Prasa, 2012).
Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki perbedaan dengan anak-anak pada
umumnya. Anak berkebutuhan khusus (dulu di sebut sebagai anak luar biasa) didefinisikan
sebagai anak yang memerlukan pendidikan dan layanan khusus untuk mengembangkan
potensi kemanusiaan mereka secara sempurna (Hallahan dan Kauffman, 2003). Anak-anak
berkebutuhan khusus ini tidak memiliki ciri-ciri perkembangan psikis ataupun fisik dengan
rata-rata anak seusianya. Namun meskipun berbeda, ada juga anak-anak berkebutuhan
khusus menunjukan ketidakmampuan emosi, mental, atau fisiknya pada lingkungan sosial.
Terdapat beberapa jenis anak berkebutuhan khusus yang seringnya kita temui yaitu
tunarungu, tunanetra, tunadaksa, tunagrahita, tunalaras, autis, down syndrome, dan
retradasi mental (kemunduran mental).
Proses pengolahan ilmu di otak anak-anak berkebutuhan khusus itu relatif kurang. Pada
awal kehidupan sel-sel otak mulanya sedikit, ketika usia 6 tahun, sel-sel otak mulai
bertambah, hingga akhirnya pada usia 14 tahun dapat berkembang lebih pesat. Anak
berkebutuhan khusus hanya tertuju pada 1 pusat perhatian (topik menarik) dalam proses
otak yang berinteligensi tinggi akan menghadapi kesulitan dalam pembelajaran normal,
suka merasa bosan dan cenderung main-main sendiri. Sedangkan yang inteligensinya
rendah akan kesulitan dalam memahami materi pembelajaran dan kerap membutuhkan
banyak pengulangan dalam membahas suatu pembelajaran (Efendi, 2006).
Anak berkebutuhan khusus (ABK) adalah anak yang mempunyai kelainan/penyimpangan
dari kondisi rata- rata anak normal baik secara fisik, mental, intelektual, sosial maupun
emosional. Berdasarkan pengertian tersebut anak yang dikategorikan berkebutuhan khusus
dalam aspek fisik meliputi kelainan seperti tunanetra, tuna rungu, tuna wicara dan
tunadaksa. Masalah tersebut perlu diselesaikan dengan memberikan layanan pendidikan,
bimbingan serta latihan dari guru maupun orang tua untuk memahami kebutuhan dan
potensi anak agar dapat berkembang secara maksimal sesuai kekhususannya.
Salah satu contoh anak berkebutuhan khusus adalah retardasi mental atau tuna grahita.
Menurut WHO dan American Association on Intellectual and Developmental Disabilities,
retardasi mental adalah suatu kondisi dimana perkembangan otak yang tidak sempurna
ditandai dengan hambatan kemampuan dan kecerdasan secara keselurahan dibeberapa
bidang seperti kognitif, bahasa, motorik dan kemampuan sosial (Karasavvidis dkk., 2011).
Anak retardasi mental memperlihatkan fungsi intelektual dan kemampuan dalam perilaku
adaptif di bawah usianya sehingga anak yang mengalami retardasi mental kurang mampu
mengembangkan keterampilan dan kebiasaan-kebiasaan yang dimiliki anak usianya
(Somantri, 2012).
Anak retardasasi mental mengalami keterbatasan nyata fungsi hidup sehari-hari. Anak
mengalami kelemahan atau ketidakmampun kognitif yang muncul pada masa kanak-kanak
(sebelum usia 18 tahun) yang ditandai dengan fungsi kecerdasan dibawah normal (IQ 70
sampai 75 atau kurang) dan disertai keterbatasan-keterbatasan lain pada sedikitnya dua
area fungsi adaptif : berbicara dan berbahasa, keterampilan merawat diri,
kerumahtanggaan, keterampilan sosial, penggunaan sarana-sarana komunitas, pengarahan
diri, kesehatan dan keamanan, akademik fungsional, bersantai, dan bekerja (Betz dan
Sowden, 2002).
Beberapa dekade terakhir ini keberadaan anak berkebutuhan khusus bukan menjadi hal
yang baru bagi masyarakat. Menurut World Health Organization, diperkirakan terdapat
sekitar 7-10% dari total populasi anak di seluruh dunia yang termasuk anak berkebutuhan
khusus (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010). Di Indonesia, berdasarkan
data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Tahun 2017, jumlah ABK di Indonesia mencapai 1,6
juta anak (Awwal, 2017).
Karakteristik anak berkebutuhan khusus sangat unik berbeda dengan kelompok anak pada
umumnya sehingga berdampak pada kebutuhan pelayanan yang didapatkan. Pemberian
pelayanan khusus pada kelompok ini bertujuan agar anak mendapatkan kesempatan
berkembang sesuai kondisi fisik, mental dan potensi masing-masing (Kemenkes RI, 2010).
Berlandaskan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang kesejahteraan anak,
menyebutkan bahwa anak berkebutuhan khusus berhak memperoleh pelayanan khusus
yang bertujuan untuk mencapai tingkat pertumbuhan dan perkembangan sesuai batas
kemampuan serta kesanggupan anak yang bersangkutan.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Menganalisis Pelayanan di Nursing Home
1.2.2 Tujuan Khusus
a. Menguraikan tinjauan teoritis pelayanan Panti
b. Menguraikan teori rentan
c. Menguraikan konsep anak berkebutuhan khusus
d. Menguraikan model asuhan keperawatan anak berkebutuhan khusus
e. Menjabarkan kondisi panti
f. Menganalisis keadaan panti dibandingkan dengan teori

You might also like