You are on page 1of 29

SIKLUS MEDIKAL BEDAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN ABSES CEREBRI


DI IRNA NON BEDAH II SARAF RSUP DR.M.DJAMIL PADANG

Disusun oleh :
Nama : Marina Lestari,S.Kep
NIM : 1841312010
Ruang : Neuro (Saraf)
Minggu ke VI

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2018
A. Landasan Teoritis

1. Definisi
Abses cerebri/ otak adalah proses infeksi dengan pernanahan yang terlokalisir diantara
jaringan otak yang disebabkan oleh berbagai macam variasi bakteri, fungi dan protozoa.
Abses otak adalah kumpulan nanah yang terbungkus oleh suatu kapsul dalam jaringan
otak yang disebabkan karena infeksi bakteri atau jamur. Abses otak merupakan
kumpulan dari unsur-unsur infeksius dalam jaringan otak. Abses ini dapat terjadi
melalui :
a. Invasi otak langsung dari trauma intracranial atau pembedahan.
b. Penyebaran infeksi dari daerah lain seperti sinus, telinga, dan gigi (infeksi sinus
paranasal, otitis media, sepsis gigi).
c. Penyebaran infeksi dari organ lain (abses paru-paru, endokarditis infektif).
Abses otak banyak terjadi pada penderita yang mengalami gangguan kekebalan
tubuh (seperti penderita HIV positif atau orang yang menerima transplantasi
organ).
Abses otak (AO) adalah suatu proses infeksi yang melibatkan parenkim otak; terutama
disebabkan oleh penyebaran infeksi dari fokus yang berdekatan oleh penyebaran infeksi
dari fokus yang berdekatan atau melaui sistem vaskular. Timbunan abses pada daerah
otak mempunyai daerah spesifik, pada daerah cerebrum 75% dan cerebellum 25%
(Esther).

2. Etiologi
Penyebab dari abses otak ini antara lain, yaitu:
a. Bakteri
Bakteri yang tersering adalah Staphylococcus aureus, Streptococcus anaerob,
Streptococcus beta hemolyticus, Streptococcus alpha hemolyticus, E. coli dan
Baeteroides. Abses oleh Staphylococcus biasanya berkembang dari perjalanan otitis
media atau fraktur kranii. Bila infeksi berasal dari sinus paranasalis penyebabnya
adalah Streptococcus aerob dan anaerob, Staphylococcus dan Haemophilus
influenzae. Abses oleh Streptococcus dan Pneumococcus sering merupakan
komplikasi infeksi paru. Abses pada penderita jantung bawaan sianotik umumnya
oleh Streptococcus anaerob.
b. Jamur
Jamur penyebab abses otak antara lain Nocardia asteroides, Cladosporium trichoides
dan spesies Candida dan Aspergillus.
c. Parasit
Walaupun jarang, Entamuba histolitica, suatu parasit amuba usus dapat
menimbulkan abses otak secara hematogen.
d. Komplikasi dari infeksi lain
Komplikasi dari infeksi telinga (otitis media, mastoiditis )hampir setengah dari
jumlah penyebab abses otak serta Komplikasi infeksi lainnya seperti: paru-paru
(bronkiektaksis, abses paru, empisema), jantung (endokarditis), organ pelvis, gigi
dan kulit.
Faktor predisposisi dapat menyangkut host, kuman infeksi atau factor lingkungan.
a. Faktor tuan rumah (host)
Daya pertahanan susunan saraf pusat untuk menangkis infeksi mencakup
kesehatan umum yang sempurna, struktur sawar darah otak yang utuh dan efektif,
aliran darah ke otak yang adekuat, sistem imunologik humoral dan selular yang
berfungsi sempurna.
b. Faktor kuman
Kuman tertentu cenderung neurotropik seperti yang membangkitkan
meningitis bacterial akut, memiliki beberapa faktor virulensi yang tidak
bersangkut paut dengan faktor pertahanan host. Kuman yang memiliki virulensi
yang rendah dapat menyebabkan infeksi di susunan saraf pusat jika terdapat
ganggguan pada system limfoid atau retikuloendotelial.
c. Faktor lingkungan
Faktor tersebut bersangkutan dengan transisi kuman. Yang dapat masuk ke
dalam tubuh melalui kontak antar individu, vektor, melaui air, atau udara.

3. Patofisiologi
Mikroorganisme penyebab abses masuk ke otak dengan cara:
a. Implantasi langsung akibat trauma, tindakan operasi, pungsi lumbal. Penyebaran
infeksi kronik pada telinga, sinus, mastoid, dimana bakteri dapat masuk ke otak
dengan melalui tulang atau pembuluh darah.
b. Penyebaran bakteri dari fokus primer pada paru-paru seperti abses paru,
bronchiactasis, empyema, pada endokarditis dan perikarditis.
c. Komplikasi dari meningitis purulenta.
Fase awal abses otak ditandai dengan edema lokal, hiperemia infiltrasi leukosit atau
melunaknya parenkim. Trombisis sepsis dan edema. Beberapa hari atau minggu dari
fase awal terjadi proses liquefaction atau dinding kista berisi pus. Kemudian terjadi
ruptur, bila terjadi ruptur maka infeksi akan meluas keseluruh otak dan bisa timbul
meningitis.
Abses Otak dapat terjadi akibat penyebaran perkontinuitatum dari fokus infeksi di
sekitar otak maupun secara hematogen dari tempat yang jauh, atau secara langsung
seperti trauma kepala dan operasi kraniotomi. Abses yang terjadi oleh penyebaran
hematogen dapat pada setiap bagian otak, tetapi paling sering pada pertemuan
substansia alba dan grisea; sedangkan yang perkontinuitatum biasanya berlokasi pada
daerah dekat permukaan otak pada lobus tertentu.
Abses Otak bersifat soliter atau multipel. Yang multipel biasanya ditemukan pada
penyakit jantung bawaan sianotik; adanya shunt kanan ke kiri akan menyebabkan darah
sistemik selalu tidak jenuh sehingga sekunder terjadi polisitemia. Polisitemia ini
memudahkan terjadinya trombo-emboli. Umumnya lokasi abses pada tempat yang
sebelumnya telah mengalami infark akibat trombosis; tempat ini menjadi rentan
terhadap bakteremi atau radang ringan. Karena adanya shunt kanan ke kin maka
bakteremi yang biasanya dibersihkan oleh paru-paru sekarang masuk langsung ke
dalam sirkulasi sistemik yang kemudian ke daerah infark. Biasanya terjadi pada umur
lebih dari 2 tahun. Dua pertiga Abses otak adalah soliter, hanya sepertiga abses otak
adalah multipel. Pada tahap awal abses otak terjadi reaksi radang yang difus pada
jaringan otak dengan infiltrasi lekosit disertai udem, perlunakan dan kongesti jaringan
otak, kadang-kadang disertai bintik perdarahan. Setelah beberapa hari sampai beberapa
minggu terjadi nekrosis dan pencairan pada pusat lesi sehingga membentuk suatu
rongga abses. Astroglia, fibroblas dan makrofag mengelilingi jaringan yang nekrotik.
Mula-mula abses tidak berbatas tegas tetapi lama kelamaan dengan fibrosis yang
progresif terbentuk kapsul dengan dinding yang konsentris. Tebal kapsul antara
beberapa milimeter sampai beberapa sentimeter.
4. Klasifikasi Abses Cerebri/ Otak
Beberapa ahli membagi perubahan patologi AO dalam 4 stadium yaitu :
a. Stadium serebritis dini (Early Cerebritis) (hari ke 1 – 3)
Terjadi reaksi radang local dengan infiltrasi polymofonuklear leukosit, limfosit dan
plasma sel dengan pergeseran aliran darah tepi, yang dimulai pada hari pertama dan
meningkat pada hari ke 3. Sel-sel radang terdapat pada tunika adventisia dari
pembuluh darah dan mengelilingi daerah nekrosis infeksi. Peradangan perivaskular
ini disebut cerebritis. Saat ini terjadi edema di sekitar otak dan peningkatan efek
massa karena pembesaran abses.
b. Stadium serebritis lanjut (Late Cerebritis) (hari ke 4 – 9)
Saat ini terjadi perubahan histologis yang sangat berarti. Daerah pusat nekrosis
membesar oleh karena peningkatan acellular debris dan pembentukan nanah karena
pelepasan enzim-enzim dari sel radang. Di tepi pusat nekrosis didapati daerah sel
radang, makrofag-makrofag besar dan gambaran fibroblast yang terpencar.
Fibroblast mulai menjadi reticulum yang akan membentuk kapsul kolagen. Pada fase
ini edema otak menyebar maksimal sehingga lesi menjadi sangat besar
c. Stadium pembentukan kapsul dini (Early Capsule Formation) (hari ke 10 – 14)
Pusat nekrosis mulai mengecil, makrofag menelan acellular debris dan fibroblast
meningkat dalam pembentukan kapsul. Lapisan fibroblast membentuk anyaman
reticulum mengelilingi pusat nekrosis. Di daerah ventrikel, pembentukan dinding
sangat lambat oleh karena kurangnya vaskularisasi di daerah substansi putih
dibandingkan substansi abu. Pembentukan kapsul yang terlambat di permukaan
tengah memungkinkan abses membesar ke dalam substansi putih. Bila abses cukup
besar, dapat robek ke dalam ventrikel lateralis. Pada pembentukan kapsul, terlihat
daerah anyaman reticulum yang tersebar membentuk kapsul kolagen, reaksi astrosit
di sekitar otak mulai meningkat.
d. Stadium pembentukan kapsul lanjut (Late Capsule Formation) (setelah hari ke 14)
Pada stadium ini, terjadi perkembangan lengkap abses dengan gambaran histologis
sebagai berikut:
1) Bentuk pusat nekrosis diisi oleh acellular debris dan sel-sel radang.
2) Daerah tepi dari sel radang, makrofag, dan fibroblast.
3) Kapsul kolagen yang tebal.
4) Lapisan neurovaskular sehubungan dengan serebritis yang berlanjut.
5) Reaksi astrosit, gliosis, dan edema otak di luar kapsul.
Abses dalam kapsul substansia alba dapat makin membesar dan meluas ke arah
ventrikel sehingga bila terjadi ruptur, dapat menimbulkan meningitis.
Infeksi jaringan fasial, selulitis orbita, sinusitis etmoidalis, amputasi
meningoensefalokel nasal dan abses apikal dental dapat menyebabkan AO yang
berlokasi pada lobus frontalis. Otitis media, mastoiditis terutama menyebabkan
AO lobus temporalis dan serebelum, sedang abses lobus parietalis biasanya
terjadi secara hematogen.

5. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik abses otak bervariasi tergantung pada virulensi organisme, status
imun penderita, lokasi abses, jumlah lesi, adanya meningitis, atau ruptur ventrikel.
Yang sering dirasakan penderita adalah:
- Demam,
- Nyeri kepala
Nyeri kepala biasanya general, kemungkinan karena peningkatan tekanan
intrakranial, demikan juga dengan mual dan muntah.
- Defisit neurologis fokal. Defisit neurologis fokal tergantung pada lokasi, ukuran lesi
dan edema sekitarnya.
- Kejang biasanya general dan lebih sering pada lesi lobus frontalis.
- Hemianopsia biasanya merupakan manifestasi lesi pada supratentorial.

Lokasi Tanda dan Gejala Sumber Infeksi


Lobus frontalis 1.Kulit kepala lunak/lembut Sinus paranasal
2.Nyeri kepala yang terlokalisir di frontal
3.Letargi, apatis, disorientasi
4.Hemiparesis /paralisis
5.Kontralateral
6.Demam tinggi
7.Kejang
Mengantuk
Tidak ada perhatian
Hambatan dalam mengambil keputusan
Gangguan intelegensi
Lobus temporal 1. Dispagia
2. Gangguan lapang pandang
3. Distonia
Tidak mampu meyebut objek
Tidak mampu membaca, menulis atau,
mengerti kata-kata
Hemianopia.
cerebellum 1. Ataxia ipsilateral Infeksi pada telinga
2. Nystagmus tengah
3. Dystonia
4. Kaku kuduk positif
5. Nyeri kepala pada suboccipital
6. Disfungsi saraf III, IV, V, VI.

6. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diganostik yang dapat dilakukan pada pasien dengan kasus abses otak,
yaitu:
a. Pada pemeriksaan neurologis dapat dimulai dengan mengevaluasi status mental,
derajat kesadaran, fungsi saraf kranialis, refleks fisiologis, refleks patologis, dan
juga tanda rangsang meningeal untuk memastikan keterlibatan meningen.
b. Pemeriksaan motorik sendiri melibatkan penilaian dari integritas sistem
musculoskeletal dan kemungkinan terdapatnya gerakan abnormal dari anggota
gerak, ataupun kelumpuhan yang sifatnya bilateral atau tunggal.
c. X-ray tengkorak, sinus, mastoid, paru-paru: terdapat proses suppurative.
d. CT scan
CT scan otak menggunakan radioisotop tehnetium dapat diketahui lokasi abses;
daerah abses memperlihatkan bayangan yang hipodens daripada daerah otak yang
normal dan biasanya dikelilingi oleh lapisan hiperderns. CT scan selain mengetahui
lokasi abses juga dapat membedakan suatu serebritis dengan abses. Magnetic
Resonance Imaging saat ini banyak digunakan, selain memberikan diagnosis yang
lebih cepat juga lebih akurat.
Gambaran CT-scan pada abses :
 Early cerebritis (hari 1-3): fokal, daerah inflamasi dan edema.
Gambaran CT-Scan :
Pada hari pertama terlihat daerah yang hipodens dengan sebagian gambaran
seperti cincin. Pada hari ketiga gambaran cincin lebih jelas sesuai dengan diameter
serebritisnya. Didapati mengelilingi pusat nekrosis.
 Late cerebritis (hari 4-9): daerah inflamasi meluas dan terdapat nekrosis dari
zona central inflamasi.
Gambaran CT-Scan :
Gambaran cincin sempurna, 10 menit setelah pemberian kontras perinfus. Kontras
masuk ke daerah sentral dengan gambaran lesi homogen  menunjukkan adanya
cerebritis.
 Early capsule stage (hari 10-14): gliosis post infeksi, fibrosis,
hipervaskularisasi pada batas pinggir daerah yang terinfeksi. Pada stadium ini dapat
terlihat gambaran ring enhancement.
Gambaran CT-Scan :
Hampir sama dengan fase cerebritis, tetapi pusat nekrosis lebih kecil dan kapsul
terlihat lebih tebal.
 Late capsule stage (hari >14): terdapat daerah sentral yang hipodens (sentral
abses) yang dikelilingi dengan kontras - ring enhancement (kapsul abses)
Gambaran CT-Scan :
Gambaran kapsul dari abses jelas terlihat, sedangkan daerah nekrosis tidak
diisi oleh kontras.
e. MRI: sama halnya dengan CT scan yaitu adanya lokasi abses dan ventrikel terjadi
perubahan ukuran.
f. Biopsi otak: mengetahui jenis kuman patogen.
g. Lumbal Pungsi: meningkatnya sel darah putih, glukosa normal, protein meningkat
(kontraindikasi pada kemungkinan terjadi herniasi karena peningkatan TIK).
h. USG
i. Angiografi, menentukan lokalisasi abses
j. EEG. Memperlihat tanda-tanda fokal sloding disekitar abses
k. Laboratorium : jumlah Leukosit 10.000 – 20.000/cm3 (60-70 %) dan LED
meningkat ; 45 mm/jam (75-90%), kadar protein yang sedikit meninggi dan sedikit
pleositosis, glukosa dalam batas normal atau sedikit berkurang, kecuali bila terjadi
perforasi dalam ruangan ventrikel.

7. Penatalaksanaan
Dasar pengobatan abses otak adalah mengurangi efek massa dan menghilangkan
kuman penyebab. Terapi definitif untuk abses melibatkan :
a. Penatalaksanaan terhadap efek massa (abses dan edema) yang dapat mengancam
jiwa
b. Terapi antibiotik dan test sensitifitas dari kultur material abses
c. Terapi bedah saraf (aspirasi atau eksisi)
d. Pengobatan terhadap infeksi primer
e. Pencegahan kejang
f. Neurorehabilitasi
Penatalaksanaan awal dari abses otak meliputi diagnosis yang tepat dan
pemilihan antibiotik didasarkan pada pathogenesis dan organisme yang
memungkinkan terjadinya abses. Ketika etiologinya tidak diketahui, dapat digunakan
kombinasi dari sefalosporin generasi ketiga dan metronidazole. Jika terdapat riwayat
cedera kepala dan komplikasi pembedahan kepala, maka dapat digunakan kombinasi
dari napciline atau vancomycine dengan sephalosforin generasi ketiga dan juga
metronidazole. Antibiotik terpilih dapat digunakan ketika hasil kultur dan tes
sentivitas telah tersedia.

8. Komplikasi
Abses otak menyebabkan kecacatan bahkan kematian. Adapun komplikasinya adalah:
a. Robeknya kapsul abses ke dalam ventrikel atau ruang subarachnoid
b. Penyumbatan cairan serebrospinal yang menyebabkan hidrosefalus
c. Edema otak
d. Herniasi oleh massa Abses otak
e. Retardasi mental
f. Epilepsi
g. Kelainan neurologik fokal yang lebih berat.
B. Landasan Teoritis Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Anamnesis
1) Identitas kilen, usia, jenis, kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku
bangsa, tanggal MRS, diagnosa medis.
2) Keluhan utama ; nyeri kepala disertai dengan penurunan kesadaran.
3) Riwayat penyakit sekarang ; demam, anoreksi dan malaise, peninggian, tekanan
intrakranial serta gejala nerologik fokal .
4) Riwayat penyakit dahulu ; pernah atau tidak menderita infeksi telinga (otitis
media, mastoiditis ) atau infeksi paru-paru (bronkiektaksis,abses
paru,empiema )jantung ( endokarditis ), organ pelvis, gigi dan kulit.
5) Riwayat Penyakit keluarga

b. Pengkajian Fungsional Gordon


- Pola persepsi dan penanganan penyakit: tanyakan pandangan klien & keluarga ttg
penyakit dan pentingnya kesehatan bagi klien dan keluarga? Apakah klien
merokok / minum alcohol / pernah mengkonsumsi obat obat tertentu ? apakah ada
alergi?
- Pola Nutrisi dan metabolik : pada abses serebri terjadi penurunan nafsu makan
disertai penurunan berat badan
- Pola Eliminasi : BAK dan BAB dibantu ke kamar mandi oleh keluarga
- Pola aktifitas / olahraga : pada pasien abses serebri mengalami kelemahan fisik dan
aktivitas dibantu oleh orang lain
- Pola Istirahat dan tidur: sering terbangun karena merasa nyeri kepala
- Pola Persepsi dan kognitif : pada pasien abses serebri terjadi penurunan kesadaran
- Pola peran dan hubungan : mengalami masalah dalam berkomunikasi dengan orang
lain
- Pola Seksualitas: mengalami perubahan dalam pemenuhan kebutuhan seks
- Pola Koping - toleransi stress : mengalami kecemasan karena penyakit yang
dialami
- Pola Keyakinan dan nilai: mengalami perubahan dalam pemenuhan spiritual karena
keterbatasan aktivitas
c. Sistem Persyarafan
Pemeriksan fisik sehubungan dengan sistem persarafan untuk mendeteksi gangguan
fungsi persarafan. Dengan cara inspeksi, palpasi dan perkusi menggunakan refleks
hammer. Pemeriksaan pada sistem persarafan secara menyeluruh meliputi : status
mental, komunikasi dan bahasa, pengkajian saraf kranial, respon motorik, respon
sensorik dan tanda-tanda vital. Secara umum dalam pemeriksaan fisik klien
gangguan sistem persarafan, dilakukan pemeriksaan :
1) Status Mental
 Orientasi
Tanyakan tentang tahun, musim, tanggal, hari dan bulan.
Tanyakan “kita ada dimana” seperti : nama rumah sakit yang ia tempati, negara,
kota, asal daerah, dan alamat rumah. Berikan point 1 untuk masing-masing
jawaban yang benar
 Registration (memori)
Perlihatkan 3 benda yang berbeda dan sebutkan nama benda-benda tersebut
masing-masing dalam waktu 1 detik. Kemudian suruh orang coba untuk
mengulang nama-nama benda yang sudah diperlihatkan. Berikan point 1 untuk
masing-masing jawaban benar
 Perhatian dan perhitungan
Tanyakan angka mulai angka 100 dengan menghitung mundur. Contoh angka 100
selalu dikurangi 7. berhenti setelah langkah ke 5.
Untuk orang coba yang tidak bisa menghitung dapat menggunakan kata yang dieja.
Contoh kata JANDA, huruf ke 5, ke 4, ke 3 dst. berikan skor 1 unuk masing-
masing jawaban benar
 Daya ingat (recall)
Sebutkan tiga benda kemudian suruh Orang coba mengulangi nama benda tersebut.
Nilai 1 untuk masing-masing jawaban benar
 Bahasa :
- Memberikan nama
Tunjukkan benda (pensil dan jam tangan) pada Orang coba, dan tanyakan nama
benda tersebut (2 point)
- Pengulangan kata
Ucapkan sebuah kalimat kemudian Suruh Orang coba mengulang kalimat
tersebut. Contoh ‘saya akan pergi nonton di bioskop’ (skor 1)
- Tiga perintah berurutan
Berikan Orang coba selembar kertas yang berisi 3 perintah yang berurutan dan
ikuti perintah tersebut seperti contoh. Ambil pensil itu dengan tangan kananmu,
lalu pindahkan ke tangan kirimu kemudian letakkan kembali dimeja. (skor tiga)
- Membaca
Sediakan kertas yang berisi kalimat perintah contoh. (tutup matamu). Suruh
Orang coba membaca dan melakukan perintah tersebut (skor 1)
- Menulis
Suruh Orang coba menulis sebuah kalimat pada kertas kosong (skor 1)
- Mengkopi(menyalin)
Gambarlah suatu objek kemudian suruh orang coba meniru gambar tersebut (nilai
1)Skor maksimun pada test ini adalah 30, sedangkan rata-rata normal dengan nilai
27.
2) Gangguan Berbahasa (afasia)
- Afasia motorik, karena lesi di area Broca, klien tidak mampu menyatakan
pikiran dengan kata-kata, namun mengerti bahasa verbal dan visual serta dapat
melaksanakan sesuatu sesuai perintah.
- Afasia sensorik / perseptif, karena lesi pada area Wernicke, ditandai dengan
hilangnya kemampuan untuk mengerti bahasa verbal dan visual tapi memiliki
kemampuan secara aktif mengucapkan kata-kata dan menuliskannya. Apa yang
diucapkan dan ditulis tidal mempunyai arti apa-apa.
- Disatria, gangguan pengucapan kata-kata secara jelas dan tegas karena lesi pada
upper motor neuron (UMN) lateral bersifat ringan dan lesi UMN bilateral
bersifat berat.
3) Tingkat Kesadaran
- Alert : Composmentis / kesadaran penuh
Pasien berespon secara tepat terhadap stimulus minimal, tanpa stimuli individu
terjaga dan sadar terhadap diri dan lingkungan.
- Lethargic : Kesadaran
Klien seperti tertidur jika tidak di stimuli, tampak seperti enggan bicara.
Dengan sentuhan ringan, verbal, stimulus minimal, mungkin klien dapat
berespon dengan cepat.
Dengan pertanyaan kompleks akan tampak bingung.
- Obtuned
Klien memerlukan rangsangan yang lebih besar agar dapat memberikan respon
misalnya rangsangan sakit, respon verbal dan kalimat membingungkan.
- Stuporus
Klien dengan rangsang kuat tidak akan memberikan rangsang verbal.
Pergerakan tidak berarti berhubungan dengan stimulus.
- Koma
Tidak dapat memberikan respon walaupun dengan stimulus maksimal, tanda
vital mungkin tidak stabil
4) Glascow Coma Scale (GCS)
Didasarkan pada respon dari membuka mata (Eye open = E), respon motorik
(motorik response=M), dan respon verbal (verbal response=V).
Dimana masing-masing mempunyai “scoring” tertentu mulai dari yang paling
baik (normal) sampai yang paling jelek. Jumlah “total scoring” paling jelek
adalah 3 (tiga) sedangkan paling baik (normal) adalah 15.
Score :
3–4 : vegetatif, hanya organ otonom yang bekerja
<7 : koma
> 11 : moderate disability
15 : composmentis
Adapun scoring tersebut adalah :
Respon Scoring
1. Membuka Mata = Eye open (E)
 Spontan membuka mata 4
 Terhadap suara membuka mata 3
 Terhadap nyeri membuka mata 2
 Tidak ada respon 1
2. Motorik = Motoric response (M)
 Menurut perintah 6
 Dapat melokalisir rangsangan sensorik di kulit (raba) 5
 Menolak rangsangan nyeri pada anggota gerak 4
 Menjauhi rangsangan nyeri (fleksi abnormal)/postur 3
dekortikasi
 Ekstensi abnormal/postur deserebrasi 2
 Tidak ada respon 1
3. Verbal = Verbal response (V)
 Berorientasi baik 5
 Bingung 4
 Kata-kata respon tidak tepat 3
 Respon suara tidak bermakna 2
 Tidak ada respon 1

5) Saraf kranial :
a) Test nervus I (Olfactory)
 Fungsi penciuman
 Test pemeriksaan, klien tutup mata dan minta klien mencium benda yang
baunya mudah dikenal seperti sabun, tembakau, kopi dan sebagainya.
 Bandingkan dengan hidung bagian kiri dan kanan.
b) Test nervus II ( Optikus)
 Fungsi aktifitas visual dan lapang pandang
 Test aktifitas visual, tutup satu mata klien kemudian suruh baca dua baris di
koran, ulangi untuk satunya.
 Test lapang pandang, klien tutup mata kiri, pemeriksa di kanan, klien
memandang hidung pemeriksa yang memegang pena warna cerah, gerakkan
perlahan obyek tersebut, informasikan agar klien langsung memberitahu
klien melihat benda tersebut, ulangi mata kedua.
c) Test nervus III, IV, VI (Oculomotorius, Trochlear dan Abducens)
 Fungsi koordinasi gerakan mata dan kontriksi pupil mata (N III).
 Test N III (respon pupil terhadap cahaya), menyorotkan senter kedalam tiap
pupil mulai menyinari dari arah belakang dari sisi klien dan sinari satu mata
(jangan keduanya), perhatikan kontriksi pupil kena sinar.
 Test N IV, kepala tegak lurus, letakkan obyek kurang lebih 60 cm sejajar mid
line mata, gerakkan obyek kearah kanan. Observasi adanya deviasi bola
mata, diplopia, nistagmus.
 Test N VI, minta klien untuk melihat kearah kiri dan kanan tanpa menengok.
d) Test nervus V (Trigeminus)
 Fungsi sensasi, caranya : dengan mengusap pilihan kapas pada kelopak mata
atas dan bawah.
Refleks kornea langsung maka gerakan mengedip ipsilateral.
Refleks kornea consensual maka gerakan mengedip kontralateral.
Usap pula dengan pilihan kapas pada maxilla dan mandibula dengan mata
klien tertutup. Perhatikan apakah klien merasakan adanya sentuhan.
 Fungsi motorik, caranya : klien disuruh mengunyah, pemeriksa melakukan
palpasi pada otot temporal dan masseter.
e) Test nervus VII (Facialis)
 Fungsi sensasi, kaji sensasi rasa bagian anterior lidah, terhadap asam, manis,
asin pahit. Klien tutup mata, usapkan larutan berasa dengan kapas/teteskan,
klien tidak boleh menarik masuk lidahnya karena akan merangsang pula sisi
yang sehat.
 Otonom, lakrimasi dan salivasi
 Fungsi motorik, kontrol ekspresi muka dengancara meminta klien untuk :
tersenyum, mengerutkan dahi, menutup mata sementara pemeriksa berusaha
membukanya
f) Test nervus VIII (Acustikus)
 Fungsi sensoris :
- Cochlear (mengkaji pendengaran), tutup satu telinga klien, pemeriksa
berbisik di satu telinga lain, atau menggesekkan jari bergantian kanan-kiri.
- Vestibulator (mengkaji keseimbangan), klien diminta berjalan lurus,
apakah dapat melakukan atau tidak.
g) Test nervus IX (Glossopharingeal) dan nervus X (Vagus)
 N IX, mempersarafi perasaan mengecap pada 1/3 posterior lidah, tapi bagian
ini sulit di test demikian pula dengan M.Stylopharingeus. Bagian
parasimpatik N IX mempersarafi M. Salivarius inferior.
 N X, mempersarafi organ viseral dan thoracal, pergerakan ovula, palatum
lunak, sensasi pharynx, tonsil dan palatum lunak.
 Test : inspeksi gerakan ovula (saat klien menguapkan “ah”) apakah simetris
dan tertarik keatas.
 Refleks menelan : dengan cara menekan posterior dinding pharynx dengan
tong spatel, akan terlihat klien seperti menelan.
h) Test nervus XI (Accessorius)
 Klien disuruh menoleh kesamping melawan tahanan. Apakah
Sternocledomastodeus dapat terlihat ? apakah atropi ? kemudian palpasi
kekuatannya.
 Minta klien mengangkat bahu dan pemeriksa berusaha menahan ---- test otot
trapezius.
i) Nervus XII (Hypoglosus)
 Mengkaji gerakan lidah saat bicara dan menelan
 Inspeksi posisi lidah (mormal, asimetris / deviasi)
 Keluarkan lidah klien (oleh sendiri) dan memasukkan dengan cepat dan
minta untuk menggerakkan ke kiri dan ke kanan.
6) Fungsi sensorik :
Pemeriksaan sensorik adalah pemeriksaan yang paling sulit diantara
pemeriksaan sistem persarafan yang lain, karena sangat subyektif sekali. Oleh
sebab itu sebaiknya dilakukan paling akhir dan perlu diulang pada kesempatan
yang lain (tetapi ada yang menganjurkan dilakukan pada permulaan pemeriksaan
karena pasien belum lelah dan masih bisa konsentrasi dengan baik).
Gejala paresthesia (keluhan sensorik) oleh klien digambarkan sebagai perasaan
geli (tingling), mati rasa (numbless), rasa terbakar/panas (burning), rasa dingin
(coldness) atau perasaan-perasaan abnormal yang lain. Bahkan tidak jarang
keluhan motorik (kelemahan otot, twitching / kedutan, miotonia, cramp dan
sebagainya) disajikan oleh klien sebagai keluhan sensorik. Bahan yang dipakai
untuk pemeriksaan sensorik meliputi :
1. Jarum yang ujungnya tajam dan tumpul (jarum bundel atau jarum pada
perlengkapan refleks hammer), untuk rasa nyeri superfisial.
2. Kapas untuk rasa raba.
3. Botol berisi air hangat / panas dan air dingin, untuk rasa suhu.
4. Garpu tala, untuk rasa getar.
5. Lain-lain (untuk pemeriksaan fungsi sensorik diskriminatif) seperti :
 Jangka, untuk 2 (two) point tactile dyscrimination.
 Benda-benda berbentuk (kunci, uang logam, botol, dan sebagainya), untuk
pemeriksaan stereognosis
 Pen / pensil, untuk graphesthesia.
7) Sistem Motorik
Sistem motorik sangat kompleks, berasal dari daerah motorik di corteks cerebri,
impuls berjalan ke kapsula interna, bersilangan di batang traktus pyramidal
medulla spinalis dan bersinaps dengan lower motor neuron.
Pemeriksaan motorik dilakukan dengan cara observasi dan pemeriksaan
kekuatan.
a) Massa otot : hypertropi, normal dan atropi
b) Tonus otot : Dapat dikaji dengan jalan menggerakkan anggota gerak pada
berbagai persendian secara pasif. Bila tangan / tungkai klien ditekuk secara
berganti-ganti dan berulang dapat dirasakan oleh pemeriksa suatu tenaga yang
agak menahan pergerakan pasif sehingga tenaga itu mencerminkan tonus otot.
Bila tenaga itu terasa jelas maka tonus otot adalah tinggi. Keadaan otot disebut
kaku. Bila kekuatan otot klien tidak dapat berubah, melainkan tetap sama.
Pada tiap gerakan pasif dinamakan kekuatan spastis. Suatu kondisi dimana
kekuatan otot tidak tetap tapi bergelombang dalam melakukan fleksi dan
ekstensi extremitas klien.
Sementara penderita dalam keadaan rileks, lakukan test untuk menguji tahanan
terhadap fleksi pasif sendi siku, sendi lutut dan sendi pergelangan tangan.
Normal, terhadap tahanan pasif yang ringan / minimal dan halus.
c) Kekuatan otot :
Aturlah posisi klien agar tercapai fungsi optimal yang diuji. Klien secara aktif
menahan tenaga yang ditemukan oleh sipemeriksa. Otot yang diuji biasanya
dapat dilihat dan diraba. Gunakan penentuan singkat kekuatan otot dengan
skala Lovett’s (memiliki nilai 0 – 5)
0 = tidak ada kontraksi sama sekali.
1 = gerakan kontraksi.
2 = kemampuan untuk bergerak, tetapi tidak kuat kalau
melawan tahanan atau gravitasi.
3 = cukup kuat untuk mengatasi gravitasi.
4 = cukup kuat tetapi bukan kekuatan penuh.
5 = kekuatan kontraksi yang penuh.
d) Aktifitas refleks :
Pemeriksaan aktifitas refleks dengan ketukan pada tendon menggunakan
refleks hammer. Skala untuk peringkat refleks yaitu :
0 = tidak ada respon
1 = hypoactive / penurunan respon, kelemahan ( + )
2 = normal ( ++ )
3 = lebih cepat dari rata-rata, tidak perlu dianggap abnormal ( +++ )
4 = hyperaktif, dengan klonus ( ++++)
e) Refleks-refleks yang diperiksa adalah :
- Refleks patella
Pasien berbaring terlentang, lutut diangkat ke atas sampai fleksi kurang
lebih 300. Tendon patella (ditengah-tengah patella dan tuberositas tibiae)
dipukul dengan refleks hammer. Respon berupa kontraksi otot quadriceps
femoris yaitu ekstensi dari lutut.
- Refleks biceps
Lengan difleksikan terhadap siku dengan sudut 900, supinasi dan lengan
bawah ditopang pada alas tertentu (meja periksa). Jari pemeriksa
ditempatkan pada tendon m. biceps (diatas lipatan siku), kemudian dipukul
dengan refleks hammer.
Normal jika timbul kontraksi otot biceps, sedikit meningkat bila terjadi
fleksi sebagian dan gerakan pronasi. Bila hyperaktif maka akan terjadi
penyebaran gerakan fleksi pada lengan dan jari-jari atau sendi bahu.
- Refleks triceps
Lengan ditopang dan difleksikan pada sudut 900, tendon triceps diketok
dengan refleks hammer (tendon triceps berada pada jarak 1-2 cm diatas
olekranon).
Respon yang normal adalah kontraksi otot triceps, sedikit meningkat bila
ekstensi ringan dan hyperaktif bila ekstensi siku tersebut menyebar keatas
sampai otot-otot bahu atau mungkin ada klonus yang sementara.
- Refleks achilles
Posisi kaki adalah dorsofleksi, untuk memudahkan pemeriksaan refleks ini
kaki yang diperiksa bisa diletakkan / disilangkan diatas tungkai bawah
kontralateral.
Tendon achilles dipukul dengan refleks hammer, respon normal berupa
gerakan plantar fleksi kaki.
- Refleks abdominal
Dilakukan dengan menggores abdomen diatas dan dibawah umbilikus.
Kalau digores seperti itu, umbilikus akan bergerak keatas dan kearah daerah
yang digores.
- Refleks Babinski
Merupakan refleks yang paling penting . Ia hanya dijumpai pada penyakit
traktus kortikospinal. Untuk melakukan test ini, goreslah kuat-kuat bagian
lateral telapak kaki dari tumit kearah jari kelingking dan kemudian
melintasi bagian jantung kaki. Respon Babinski timbul jika ibu jari kaki
melakukan dorsifleksi dan jari-jari lainnya tersebar. Respon yang normal
adalah fleksi plantar semua jari kaki.
8) Pemeriksaan Khusus Sistem Persyarafan
Untuk mengetahui rangsangan selaput otak (misalnya pada meningitis) dilakukan
pemeriksaan :
a) Kaku kuduk
Bila leher ditekuk secara pasif terdapat tahanan, sehingga dagu tidak dapat
menempel pada dada ---- kaku kuduk positif (+).
b) Tanda Brudzinski I
Letakkan satu tangan pemeriksa dibawah kepala klien dan tangan lain didada
klien untuk mencegah badan tidak terangkat. Kemudian kepala klien
difleksikan kedada secara pasif. Brudzinski I positif (+) bila kedua tungkai
bawah akan fleksi pada sendi panggul dan sendi lutut.
c) Tanda Brudzinski II
Tanda Brudzinski II positif (+) bila fleksi tungkai klien pada sendi panggul
secara pasif akan diikuti oleh fleksi tungkai lainnya pada sendi panggul dan
lutut.
d) Tanda Kernig
Fleksi tungkai atas tegak lurus, lalu dicoba meluruskan tungkai bawah pada
sendi lutut. Normal, bila tungkai bawah membentuk sudut 1350 terhadap
tungkai atas.
Kernig + bila ekstensi lutut pasif akan menyebabkan rasa sakit terhadap
hambatan.
e) Test Laseque
Fleksi sendi paha dengan sendi lutut yang lurus akan menimbulkan nyeri
sepanjang m. ischiadicus.
9) Mengkaji abnormal postur dengan mengobservasi :
a) Decorticate posturing, terjadi jika ada lesi pada traktus corticospinal. Nampak
kedua lengan atas menutup kesamping, kedua siku, kedua pergelangan tangan
dan jari fleksi, kedua kaki ekstensi dengan memutar kedalam dan kaki plantar
fleksi.
b) Decerebrate posturing, terjadi jika ada lesi pada midbrain, pons atau
diencephalon.
Leher ekstensi, dengan rahang mengepal, kedua lengan pronasi, ekstensi dan
menutup kesamping, kedua kaki lurus keluar dan kaki plantar fleksi.

d. Pemeriksaan Fisik Head To Toe


1) Keadaan umum pasien : apakah ada penurunan tk. Kesadaran secara drastis,
TTV; TD, N, RR, S.(Suhu badan mengalami peningkatan 38-41C)
2) Kepala : bentuk kepala simetis/tidak, ada ketombe/tidak, pertumbuhan rambut,
ada lesi/tidak, ada nyeri tekan/tidak. Apakah pernah mengalami cidera kepala
3) Kulit : Warna kulit, turgor kulit cepat kembali/tidak, tanda peradangan ada/tidak,
adanya lesi/tidak, oedema/tidak.
4) Penglihatan : Bola mata simetris/tidak, gerakan bola mata, reflek pupil thd cahaya
ada/tidak, kornea benik/tidak, konjungtiva anemis/tidak, sclera ada ikterik/tidak,
ketajaman penglihatan normal/tidak, (pupil terlihat unisokor tanda adanya
peningkatan TIK, oedema pupil, terdapat fotophobia )
5) Penciuman : Bentuk simetris/tidak, fungsi penciuman baik/tidak, peradangan
ada/tidak, ada polip/tidak, pemeriksaan sinus maxilaris kemungkinan ada
peradangan.
6) Pendengaran : Bentuk daun telinga (simetris/tidak), letaknya(simetris/tidak),
peradangan (ada/tidak), fungsi pendengaran(baik/tidak), ada serumen/tidak, ada
cairan purulent /tidak.
7) Mulut : Bibir (warnanya pucat/cyanosis/merah),kering/tidak,pecah/tidak,
Gigi(bersih/tidak),gusi(ada berdarah/peradangan/tidak),tonsil(radang/tidak),
lidah(tremor/tidak,kotor/tidak),fungsi pengecapan(baik/tidak), mucosa
mulut(warnanya),ada stomatitis/tidak.
8) Leher: Benjolan/massa(ada/tidak), ada kekakuan/tidak, ada nyeri tekan/tidak,
pergerakan leher(ROM):bisa bergerak fleksi/tidak, rotasi/tidak, lateral
fleksi/tidak, hiperekstension/tidak, tenggorokan: ovula(simetris/tidak), kedudukan
trachea(normal/tidak),gangguan bicara(ada/tidak).
9) Dada : Bentuk(simetris/tidak), bentuk dan pergerakan dinding dada
(simetris/tidak), ada bunyi/irama pernapasan seperti:teratur/tidak, ada cheynes
stokes/tidak, ada irama kussmaul/tidak, stridor/tidak, wheezing ada/tidak,
ronchi/tidak, pleural friction-Rub/tidak, ada nyeri tekan pada daerah dada/tidak,
ada/tidak bunyi jantung seperti:
BJ I yaitu bunyi menutupnya katup mitral dan trikuspidalis,
BJ II yaitu bunyi menutupnya katup aorta dan pulmonalis,Bising jantung/Murmur
10) Abdomen : Bentuk(simetris/tidak),datar/tidak,ada nyeri tekan pada
epigastrik/tidak,ada peningkatan peristaltic usus/tidak,ada nyeri tekan pada
daerah suprapubik/tidak,ada oedem/tidak
11) Genetalia : Ada radang pada genitalia eksterna/tidak,ada lesi/tidak,siklus
menstruasi teratur/tida,ada pengeluaran cairan/tidak.
12) Ekstremitas atas/bawah : Ada pembatasan gerak/tidak,ada odem/tidak,varises
ada/tidak, tromboplebitis ada/tidak,nyeri/kemerahan(ada/tidak),tanda-tanda
infeksi(ada/tidak),ada kelemahan tungkai/tidak. (Terdapat penurunan dalam
gerakan motoric, kekuatan otot menurun tidak ada koordinasi dengan otak,
gangguan keseimbangan otot)

2. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral
b. Ketidakseimbangan nutrisi Kurang dari kebutuhan tubuh.
c. Hipertermi
d. Nyeri Akut
e. Resiko Cedera
f. Hambatan mobilitas fisik
3. Rencana Keperawatan
No Diagnosa NOC NIC
1. Resiko ketidakefektifan perfusi NOC a. Monitor Tekanan Intra Kranial
jaringan serebral - Circulation status - Catat perubahan respon klien
Definisi: - Tissue Prefusion : terhadap stimulus / rangsangan
rentan mengalami penurunan cerebral - Monitor TIK klien dan respon
sirkulasi jaringan otak yang dapat Kriteria Hasil : neurologis terhadap aktivitas
mengganggu kesehatan. - Mendemonstrasikan
Faktor resiko : status sirkulasi yang
- Monitor intake dan output
 Agens farmaseutikal ditandai dengan : - Pasang restrain, jika perlu
 Aterosklerosis aortik - Tekanan systole dan - Monitor suhu dan angka
 Baru terjadi infark miokardium diastole dalam leukosit
 Diseksi arteri rentang yang - Kaji adanya kaku kuduk
 Embolisme diharapkan - Kelola pemberian antibiotik
 Endokarditis infeksi - Tidak ada ortostatik - Berikan posisi dengan kepala
hipertensi
 Fibrilasi atrium elevasi 30-40O dengan leher
- Tidak ada tanda-
 Hiperkolesterolemia dalam posisi netral
tanda peningkatan
 Hipertensi - Minimalkan stimulus dari
tekanan intrakranial
 Kardiomiopati dilatasi (tidak lebih dari 15
lingkungan
 Katup prostetik mekanis mmHg) - Beri jarak antar tindakan
 Koagulasi intravaskular - Mendemonstrasikan keperawatan untuk
diseminata kemampuan kognitif meminimalkan peningkatan
 Koagulopati (mis.anemia sel yang ditandai TIK
sabit) dengan: - Kelola obat obat untuk
 Masa protombin abnormal - Berkomunikasi mempertahankan TIK dalam
 Masa tromboplastin parsial dengan jelas dan batas spesifik.
abnormal sesuai dengan b. Monitoring Neurologis
 Miksoma atrium kemampuan - Monitor ukuran, kesimetrisan,
 Neoplasma otak - Menunjukkan reaksi dan bentuk pupil
 Penyalahgunaan zat perhatian, - Monitor tingkat kesadaran klien
 Segmen ventrikel kiri akinetik konsentrasi dan - Monitor tanda-tanda vital
 Sindrom sick sinus orientasi
- Monitor keluhan nyeri kepala,
 Stenosis karotid - Memproses
mual, dan muntah
 Stenosis mitral informasi
- Membuat keputusan - Monitor respon klien terhadap
 Terapi trombolitik pengobatan
dengan benar
 Tumor otak (mis. Gangguan - Hindari aktivitas jika TIK
- Menunjukkan fungsi
serebrovaskular,penyakit meningkat
sensori motori
neurologis, trauma, tumor) - Observasi kondisi fisik klien
cranial yang utuh :
tingkat kesadaran
membaik, tidak ada
gerakan gerakan
involunter

2. Ketidakseimbangan Nutrisi NOC: a. Nutrition Management


Kurang Dari Kebutuhan Tubuh - Nutritional Status : Aktivitas :
Definisi : food and Fluid Intake 1) Tentukan status nutrisi pasien
Asupan nutrisi tidak cukup untuk Kriteria Hasil : dan kemampuan pasien dalam
memenuhi kebutuhan metabolik - Adanya peningkatan memenuhi kebutuhan tersebut
tubuh. berat badan sesuai 2) Tentukan kecenderungan
dengan tujuan pemilhan makanan pasien /
Batasan Karakteristik : identifikasi makanan yang
a. Berat badan 20% atau lebih di
- Berat badan ideal mebuat pasien alergi dan
sesuai dengan tinggi
bawah rentang berat badan intoleran
badan
ideal 3) Ajarkan pasien atau keluarga
b. Bising usus hiperaktif - Mampu terkait nutrisi
c. Membran mukosa pucat mengidentifikasi 4) Tentukan jumlah kalori dan jenis
d. Kerapuhan kapiler kebutuhan nutrisi nutrien yang dibutuhkan untuk
- Tidak ada tanda tanda memenuhi kebutuhan nutrisi
Faktor yang berhubungan: malnutrisi pasien
- Faktor biologis - Tidak terjadi 5) Ajarkan pasien atau keluarga
- Faktor ekonomi penurunan berat badan terkait kebutuhan diit
- Ketidakmampuan untuk yang berarti berdasarkanumur atau
mencerna makanan perkembangan meliputi :
- Ketidakmampuan menelan kalsium, protein, cairan, dan
makanan kalori.
- Faktor psikologis 6) Monitor intake diet dan kalori
pasien
7) Monitor peningkatan dan
penurunan berat badan pasien

b. Nutrition Therapy
Aktivitas :
1) Lengkapi pengkajian nutrisi
sesuai anjuran
2) Tentukan dan kolaborasikan
dengan ahli gizi terkait jumlah
kalori dan jenis nutrisi yang
dibutuhkan untuk memenuhi
kebutuhan nutrisi
3) Anjurkan pasien untuk
mengkonsumsi makanan tinggi
kalsium
4) Monitor hasil labor berkaitan
dengan status nutrisi pasien.
5) Berikan pada pasien atau
keluarga catatn contoh diit yang
ditentukan.

c. Nausea Management
Aktivitas :
1) Ajarkan pasien untuk memonitor
pengalaman mualnya
2) Ajarkan pasien untuk
mempelajari strategi-strategi
untuk mengatur mualnya
3) Lakukan pengkajian lengkap
terkait mual, meliputi frekuensi,
durasi, dan faktor presipitasi.
4) Evaluasi pengalaman-
pengalaman mual pasien
sebelumnya
5) Identifikasi faktor-faktor yang
menyebabkan mual pasien
sebelumnya
6) Berikan terapi anti emetik yang
diberikan untuk menghindari
terjadinya mual
7) Ajarkan teknik-teknik
nonfarmakologi, seperti relaksasi,
terpi musik, distraksi,
acupressure untuk mengatur mual
yang dirasakan oleh pasien

d. Nutrition Monitoring
Aktivitas :
1) Timbang berat badan pasien
2) Pantau perkembangan BMI
pasien
3) Monitor penurunan dan
peningkatan berat badanpasien
4) Identifikasi perubahan berat
badan yang terjadi baru-baru ini
pada pasien
5) Monitor turgor kulir pasien
6) Monitor mual dan muntah
7) Monitor intake diit dan kalori
pasien
8) Identifikasi perubahan nafsu
makan dn aktifitas pasien
9) Monitor kepucatan, kemerahan,
kekeringan jaringan mukosa
10) Monitor hasil labor (meliputi :
serum albumin, hemoglobin,
hematokrit, elektrolit).

e. Nutrition Counseling
Aktivitas :
1) Bina hubungan terapeutik
berdasarkan kepercayaan dan
respek pada pasien
2) Tentukan intake makanan dan
kebiasaan makan pasien
3) Berkolaborasi dengan pasien
dalam menentukan tujuan
realistis jangka pendek dan
jangka panjang untuk perubahan
dalam status nutrisi
4) Sediakan informasi tentang
kebutuhan kesehatan untuk
modifikasi diit : penurunan berat
badan, peningkatan berat badan,
kekurangan cairan
5) Diskusikan dengan pasien terkait
kelompok dasar makanan yang
dibutuhkan dalam modifikasi diit
6) Bantu pasien untuk mencatat
kebiasaan makannya tiap 24 jam
3. Hipertermi NOC: 1. Fever Treatment
Definisi: Thermoregulation Aktivitas:
Peningkatan suhu tubuh diatas 1) Monitor suhu sesering
kisaran normal Kriteria Hasil:
mungkin
Batasan karakteristik: - Suhu tubuh dalam
- Konvulsi rentang normal 2) Monitor IWL
- Kulit kemerahan - Nadi dan RR dalam 3) Monitor warna dan suhu
- Peningkatan suhu tubuh rentang normal kulit
- Kejang - Tidak ada perubahan 4) Monitor tekanan darah, nadi,
- Takikardi warna kulit dan tidak dan RR
- Takipnea ada pusing 5) Monitor WBC, Hb, dan Hct
- Kulit terasa hangat
6) Monitor intake dan output
Faktor yang berhubungan:
- ansietas 7) Berikan antipiretik
- Penurunan respirasi 8) Berikan pengobatan untuk
- Dehidrasi mengatasi penyebab demam
- Pemajanan lingkungan yang 9) Selimuti pasien
panas 10) Lakukan tapid sponge
- Penyakit 11) Kolaborasi pemberian cairan
- Pemakaian pakaian yang tidak intravena
sesuai dengan suhu lingkungan 12) Kompres pasien pada lipatan
- Peningkatan laju metabolisme
paha dan aksila
- Medikasi
- Trauma 13) Tingkatkan sirkulasi udara
- Aktivitas berlebihan 14) Berikan pengobatan untuk
mencegah terjadinya
menggigil
15) Monitor suhu minimal tiap 2
jam
2. Vital Sign Monitoring
Aktivitas:
1) Monitor TD, nadi, suhu dan
RR
2) Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
3) Monitor VS saat pasien
berbaring, duduk, atau
berdiri
4) Monitor suara paru
5) Monitor pola pernapasan
abnormal
6) Monitor sianosis perifer
identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign
4. Nyeri Akut NOC : 1. Manajemen Nyeri
- Pain Level, Aktivitas:
Definisi: - Pain control, - Lakukan pengkajian nyeri secara
Pengalaman sensori dan - Comfort level
komprehensif termasuk derajat,
emosional tidak menyenangkan Kriteria Hasil :
yang muncul akibat kerusakan - Mampu lokasi, karakteristik, durasi,
mengontrol
jaringan aktual atau potensial atau nyeri (tahu penyebab frekuensi, kualitas dan faktor
yang digambarkan sebagai nyeri, mampu presipitasi
kerusakan; awitan yang tiba-tiba menggunakan tehnik - Observasi reaksi nonverbal dari
atau lambat dari intensitas ringan nonfarmakologi untuk ketidaknyamanan
hingga berat dengan akhir yang mengurangi nyeri, - Gunakan teknik komunikasi
dapat diantisipasi atau di presiksi. mencari bantuan) terapeutik untuk mengetahui
- Melaporkan bahwa
Batasan Karakteristik: pengalaman nyeri pasien
nyeri berkurang
 Perubahan nafsu makan dengan menggunakan - Kaji kultur yang mempengaruhi
 Perubahan tekanan darah manajemen nyeri respon nyeri
 Perubahan frekuensi jantung - Mampu mengenali - Evaluasi pengalaman nyeri masa
 Perubahan frekuensi nyeri (skala, intensitas, lampau
pernafasan frekuensi dan tanda - Bantu pasien dan keluarga untuk
 Laporan isyarat nyeri) mencari dan menemukan
 diaforesis - Menyatakan rasa
dukungan
 Prilaku diatraksi (mis; nyaman setelah nyeri
berkurang - Kontrol lingkungan yang dapat
mondar-mandir, mencari
orang lain dan/atau aktivitas Tanda vital mempengaruhi nyeri seperti suhu
lain, aktivitas yang berulang dalam rentang ruangan, pencahayaan dan
) normal kebisingan
 Mengekspresikan prilaku ( - Kurangi faktor presipitasi nyeri
mis: gelisah,merengek, - Berikan informasi mengenai nyeri,
menangis, wadata, seperti penyebab nyeri, berpa lama
iritabilitas, mendesah) nyeri dirasakan, dan antisipasi dari
 Masker wajah Fokus (mis :
mata kurang bercahaya, ketidaknyamanan akibat prosedur
tampak kacau, gerakan mata - Kolaborasi pemberian analgetik
berpencar atau tetap pada untuk mengurangi nyeri
satu fokus meringis )
- Kolaborasi dengan tim kesehatan
 Prilaku berjaga jaga,
lainnya dengan terapi-terapi
Melindungi area nyeri
 Fokus menyempit ( mis : alternative lain, seperti ultrasound,
gangguan persepsi nyeri, diatermia, menggunakan unit
hambatan proes berfikir, TENS
penurunan interaksi dengan 2. Pemberian Analgesik
orang yang dan - Tentukan lokasi, karakteristik,
lingkungannya ) kualitas dan keparahan nyeri
 Indikasi nyeri yang dapat sebelum mengobati pasien
diamati - Cek perintah pengobatan meliputi
 Perubahan posisi untuk obat, dosis, dan frekuensi obat
menghindari nyeri analgesik yang diresepkan
 Sikap melindungi tubuh
- Cek adanya riwayat alergi obat
 Dilaktasi pupil
- Evaluasi kemampuan pasien untuk
 Melaporkan nyeri
 Fokus pada diri sendiri berperan serta dalam pemilihan
 Gangguan tidur analgetik, rute, dosis dan
Faktor yang berhubungan : keterlibatan pasien sesuai
- Agen cedera biologis (mis, kebutuhan.
infeksi, iskemia, neoplasma ) - Pilih analgesik atau kombinasi
- Agen cedera fisik (misal abses, analgesik yang sesuai ketika lebih
amputasi, luka bakar, terpotong,
dari satu diberikan
mengangkat berat, prosedur
bedah, trauma, olahraga - Tentukan pilihan obat analgesik
berlebihan) (narkotik, non narkotik atau
- Agen cedera kimiawi (misal NSAID), berdasarkan tipe dan
luka bakar, kapsaisin, metilen keparahan nyeri
klorida, agens mustard) - Pilih rute intravena atau
intramuskular untuk injeksi
pengobatan nyeri
- Monitor tanda vital sebelum dan
setelah pemberian analgesik
- Berikan analgesik sesuai waktu
paruhnya terutama pada nyeri berat
- Evaluasi keefektifan analgesik
dengan interval teratur pada setelah
pemberian
- Dokumentasikan respon terhadap
analgesik dan adanya efek samping
5. Resiko cidera NOC 1. Environment Management
Definisi : Beresiko mengalami  Risk Kontrol (Manajemen lingkungan)
cedera sebagai akibat kondisi - Sediakan Iingkungan yang
Kriteria Hasil :
lingkungan yang berinteraksi aman untuk pasien
- Klien terbebas dari
dengan sumber adaptif dan - Identifikasi kebutuhan
cedera
sumber defensif individu keamanan pasien, sesuai
- Klien mampu
Faktor Resiko : dengan kondisi fisik dan fungsi
menjelaskan
Eksternal kognitif pasien dan riwayat
cara/metode untuk
- Biologis (mis, tingkat imunisasi penyakit terdahulu pasien
mencegah
komunitas, mikroorganisme) - Menghindarkan lingkungan
injury/cedera
- Zat kimia (mis, racun, polutan, yang berbahaya (misalnya
- Klien mampu
obat, agenens farmasi, alkohol, memindahkan perabotan)
menjelaskan faktor
nikotin, pengawet, kosmetik, - Memasang side rail tempat
resiko dari
pewarna) tidur
lingkungan/perilaku
- Manusia (mis, agens - Menyediakan tempat tidur yang
nosokomial, pola ketegangan, personal nyaman dan bersih
atau faktor kognitif, afektif, dan - Mampu memodifikasi - Menempatkan saklar lampu
psikomotor) gaya hidup untuk ditempat yang mudah dijangkau
- Cara pemindahan/transpor mencegah injury pasien.
- Nutrisi (mis, desain, struktur, - Menggunakan fasilitas - Membatasi pengunjung
dan pengaturan komunitas, kesehatan yang ada - Menganjurkan keluarga untuk
bangunan, dan/atau peralatan) - Mampu mengenali menemani pasien.
Internal perubahan status - Mengontrol lingkungan dari
o Profil darah yang abnormal kesehatan kebisingan
(mis, leukositosis / leukopenia, - Memindahkan barang-barang
gangguan faktor Koagulasi, yang dapat membahayakan
trombositopenia, sel sabit, - Berikan penjelasan pada pasien
talasemia, penurunan dan keluarga atau pengunjung
hemoglobin) adanya perubahan status
o Disfungsi biokimia kesehatan dan penyebab
o Usia perkembangan (fisiologis, penyakit.
psikososial) 2.Fall Prevention
o Disfungsi efektor Aktivitas
o Disfungsi imun-autoimun - Identifikasi kognitif dan
o Disfungsi integratif kekurangan fisik dari pasien
o Malnutrisi yang mungkin meningkatkan
o Fisik (mis, integritas kulit tidak potensial untuk cedera
utuh, gangguan mobilitas) - Identifikasi kebiasaan dan
o Psikologis (orientasi afektif) factor risiko yang
o Disfungsi sensorik mempengaruhi untuk cedera.
o Hipoksia jaringan - Cari informasi riwayat cedera
pasien dan keluarga.
- Identifikasi karakteristik
lingkungan yang bisa
meningkatkan potensial untuk
cedera.
- Monitor gaya berjalan,
keseimbangan, dan level
kelelahan yang dapat
memungkinkan pasien untuk
cedera
- Kunci roda dari kursi roda,
tempat tidur, saat memindahkan
pasien.
- Ajari pasien bagaimana cara
duduk, berdiri dan berjalan
yang aman untuk
meminimalkan cedera bila
diperlukan

6. Hambatan mobilitas fisik NOC a. Exercise therapy : ambulation


Definisi : Keterbatasan pada - Joint Movement : Aktivitas:
pergerakan fisik tubuh atau satu Active - Monitoring vital sign
atau lebih ekstremitas secara - Mobility level sebelum/sesudah latihan dan
mandiri dan terarah. - Self care : ADLs lihat respon pasien saat latihan
Batasan Karakteristik : - Transfer performance - Konsultasikan dengan terapi
- Penurunan waktu reaksi Kriteria Hasil: fisik tentang rencana ambulasi
- Kesulitan membolak-balik - Klien meningkat sesuai dengan kebutuhan
posisi dalam aktivitas fisik - Bantu klien untuk
- Melakukan aktivitas lain - Mengerti tujuan dan menggunakan tongkat saat
sebagai pengganti pergerakan peningkatan mobilitas berjalan dan cegah terhadap
(mis.,meningkatkan perhatian - Memverbalisasikan cedera
pada aktivitas orang lain, perasaan dalam - Ajarkan pasien atau tenaga
mengendalikan perilaku, focus meningkatkan kesehatan lain tentang teknik
pada ketunadayaan/aktivitas kekuatan dan ambulasi
sebelum sakit) kemampuan berpindah - Kaji kemampuan pasien dalam
- Dispnea setelah beraktivitas - Memperagakan mobilisasi
- Perubahan cara berjalan penggunaan alat - Latih pasien dalam pemenuhan
- Gerakan bergetar - Bantu untuk mobilisasi kebutuhan ADLs secara
- Keterbatasan kemampuan (walker) mandiri sesuai kemampuan
melakukan keterampilan - Dampingi dan Bantu pasien
motorik halus saat mobilisasi dan bantu
- Keterbatasan kemampuan penuhi kebutuhan ADLs pasien.
melakukan keterampilan - Berikan alat bantu jika klien
motorik kasar memerlukan.
- Keterbatasan rentang
pergerakan sendi - Ajarkan pasien bagaimana
- Tremor akibat pergerakan merubah posisi dan berikan
- Ketidakstabilan postur bantuan jika diperlukan.
- Pergerakan lambat b. Pengelolaan energi/Energi
- Pergerakan tidak terkoordinasi management
Faktor Yang Berhubungan : - Bantu pasien untuk
o Intoleransi aktivitas mengidentifikasi pilihan-pilihan
o Perubahan metabolisme selular aktivitas
o Ansietas - Rencanakan aktivitas untuk
o Indeks masa tubuh diatas periode dimana pasien
perentil ke 75 sesuai usia mempunyai energi paliing
o Gangguan kognitif banyak
o Konstraktur - Bantu dengan aktivitas fisik
o Kepercayaan budaya tentang teratur ( misalnya ambulasi,
aktivitas sesuai usia transfer, perubahan posisi,
o Fisik tidak bugar perawatan personal ) sesuai
o Penurunan ketahanan tubuh kebutuhan
o Penurunan kendali otot - Batasi rangsangan lingkungan (
o Penurunan massa otot kebisisngan dan cahaya ) untuk
o Malnutrisi meningkatkan relaksasi
o Gangguan muskuloskeletal - Bantu pasien untuk memonitor
o Gangguan neuromuskular, diri dengan mengembangkan
Nyeri dan menggunakan dokumetasi
o Agens obat tertulis tentang intake kalori
o Penurunan kekuatan otot dan energi sesuai kebutuhan.
o Kurang pengetahuan tentang - Tentukan faktor penyebab
aktvitas fisik kelelahan, monitor respon
o Keadaan mood depresif kardiorespiratory (
o Keterlambatan perkembangan tacikardi,dypsneu, pucat),
o Ketidaknyamanan monitor respon O2 thd
o Disuse, Kaku sendi aktivitas, monitor intake nutrisi)
o Kurang dukungan Iingkungan - Ajarkan pada pasien dan
(mis, fisik atau sosiaI) keluarga tentang teknik
o Keterbatasan ketahanan perawatan diri yang akan
kardiovaskular meminimalkan konsumsi O2 •
o Kerusakan integritas struktur Ajarkan tentang pengaturan dan
tulang teknik management untuk
o Program pembatasan gerak mencegah kelelahan
o Keengganan memulai
pergerakan
o Gaya hidup monoto
o Gangguan sensori perseptual
DAFTAR PUSTAKA

Lumbantobing, SM. 2006. Neurologi Klinik. Jakarta: Balai Penerbit FKUI


Mardjono, Mahar, dkk. Abses Serebri. Neurologi Klinis Dasar.hal 320-321. Jakarta: Dian
Rakyat. 2008.
Mardjono, M. Sidharta, P. 2006. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Penerbit Dian Rakyat.
Misbach, H Jusuf, dkk. Serebritis dan Abses Otak. Buku Pedoman SPM dan SPO Neurologi
“ PERDOSSI’’. hal 27-29. Jakarta: 2006.
Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2001). Buku ajar keperawatan medikal bedah. (Ed.8). Jakarta:
EGC
Sudewi, AA Raka, dkk. Abses Serebri. Infeksi pada system saraf “PERDOSSI”. Hal 21-27.
Surabaya: Pusat Penerbitan dan Percetakan Unair. 2011.

You might also like