You are on page 1of 14

Dx.

Medis/Kasus : SKA Prodi Profesi Ners


Stikes Bhakti Al Qodiri

LAPORAN PENDAHULUAN SINDROM KORONER AKUT (SKA)

I. Laporan Pendahuluan
A. Definisi

Sindrom koroner akut (SKA) yaitu kasus kegawatan dari penyakit jantung
koroner (PJK) yang disebabkan oleh proses penyempitanpembuluh darah yang
menyebabkan berkurangnya aliran darah koroner secara mendadak (Irman, Nelista &
Keytimu, 2020).

Sindrom koroner akut (SKA) adalah sekumpulan gejala yang disebabkan oleh
gangguan aliran darah pada pembuluh darah koroner jantung secara akut (Tapan, 2016).

Sindrom koroner akut (SKA) juga berarti sindroma klinis yang terdiri dari infark
miokard akut dengan elevasi atau tanpa elevasi segmen ST dan angina pektoris tidak
stabil (Dharma, 2010).

B. Etiologi

Etiologi terjadinya SKA adalah aterosklerosis yang ruptur sehingga menyebabkan


trombosis intravaskular dan gangguan suplai darah miokard. Aterosklerosis adalah
kondisi patologis dengan ditandai oleh endapan abnormal lipid, trombosit, makrofag,
dan leukosit diseluruh lapisan tunika intima dan akhirnya ke tunika media (Majid 2008;
Myrtha 2012 dalam Prihandana, 2013). Sumbatan pada arteri koroner ini yang
menyebabkan terhambatnya aliran darah ke suatu bagian dari jantung. Jika terhambatnya
aliran darah ini berlansung lebih dari beberapa menit, maka jaringan jantung akan mati
(Nugroho & Putri, 2016).

Faktor resiko ada yang tidak dapat diubah dan faktor resiko yang dapat diubah.
Faktor resiko yang tidak dapat diubah yaitu:
1. Usia
2. Jenis Kelamin
3. Keturunan
4. Ras

Pertambahan usia akan meningkatkan aterosklerosis, hal ini mencerminkan lebih


lama menumpuknya plak pada arteri koroner. Wanita menopause lebih beresiko
terbentuknya aterosklerosis dibanding sebelum menopause resikonya sama dengan laki-
laki. Riwayat dengan keluarga yang mempunyai penyakit jantung koroner akan
meningkatkan kemungkinan timbulnya aterosklerosis prematur. Ras kulit putih lebih
tinggi resiko terjadinya aterosklerosis dibanding kulit hitam (Nurarif & Kusuma, 2015).

Faktor yang dapat diubah adalah:

1. Hipertensi
2. Merokok
3. Gangguan toleransi glukosa
4. peningkatan kadar lipid serum (Santoso & Setiawan, 2005 dalam Prihandana, 2013).
C. Patofisiologi
Sindrom Koroner Akut disebabkan karena ketidakseimbangan pasokan dan
kebutuhan oksigen miokard yang menyebabkan nekrosis miokard. Penyebab utama hal
ini terjadi karena adanya faktor yang mempengaruhi arteri koroner, tetapi juga dapat
terjadi sebagai akibat dari proses sekunder seperti hipoksemia atau hipotensi dan faktor-
faktor yang meningkatkan kebutuhan oksigen miokard. Penyebab yang paling umum
adalah pecah atau erosi plak aterosklerotik yang mengarah pada penyelesaian oklusi
arteri atau oklusi parsial dengan embolisasi distal dari bahan trombolitik.
Pada pasien dengan angina tak stabil, banyak episode iskemia saat beristirahat
yang muncul tanpa perubahan-perubahan diatas pada kebutuhan oksigen miokardium
namun dipicu oleh penurunan primer dan episodik dalam aliran darah koroner.
Perburukan gejala gejala iskemik pada pasien dengan penyakit arteri koroner stabil bisa
dipicu oleh faktorfaktorekstrinsik seperti anemiaparah, tirotoksikosis, takiaritmia
akut,hipotensi, dan obat-obat yang mampu meningkatkan kebutuhan oksigen
miokardium; bagaimanapun dalam banyak kasus, tidak ada pemicu eksternal yang jelas
yang dapat diidentifikasi. Pada pasien-pasien ini yang merupakan mayoritas evolusi dari
angina yang tak stabil dan komplikasi komplikasi klinisnya adalah hasil dari sebuah
kompleks yang saling mempengaruhi yang melibatkan plak aterosklerosis koroner dan
stenosis, pembentukan trombus trombosis fibrin, dan bunyi vaskular abnormal. Beberapa
studi menunjukkan bahwa plak ateroskelosis menyebabkan sindroma koroner akut tak
stabil dengan ciri memiliki sebuah fisura atau ruptur dalam topi fibrosa-nya, sangat
sering dibagian bahu (persimpangan bagian dinding arteri yang normal dan segmen
bantalan-plak). Plak-plak ini cenderung memiliki topi-topi fibrosa aselular yang
diinfiltrasikan dengan sel-sel busa atau makrofag dan kolam eksentrik inti lipid yang
lembut dan nekrotik. Studi-studi klinis dan angiografi menunjukkan bahwa plak fisura
mengakibatkan angina tak stabil atau infark miokard akut yang tidak hanya muncul pada
area stenosis aterosklerosis parah, namun juga lebih umum pada stenosis koroner
minimal. Rentetan observasi angiografi telah menunjukkan bahwa perkembangan dari
angina stabil ke tak stabil berkaitan dengan perkembangan penyakit aterosklerosis pada
60-75% pasien. Hal ini mencerminkan episode-episode yang berlanjut dari mural
trombosis dan penggabungan dalam plak-plak yang mendasar. Studi-studi ini dan
studistudi lainnya telah menunjukkan bahwa awalnya lesi-lesi koroner menutupi area
arteri koroner kurang dari 75% dan mengakibatkan angina yang tak stabil atau infark
miokard; lesi-lesi menutupi lebih dari 75% yang kemungkinan mengakibatkan oklusi
total, namun kurang mungkin mengakibatkan infark miokard, mungkin karena
kemungkinan perkembangan darah vesel kolateral dalam arteri-arteri stenotik yang
parah. Lebih lanjut lagi, pemodelan positif kembali keluar (efek glagov) dari segmen-
segmen arteri koroner yang mengandung plak-plak aterosklerosis besar dapat
meminimalkan kompromi luminal dan menaikkan kerentanan terhadap gangguan plak
(Rampengan, 2015).
D. Pathway

Aterosklerosis trombosis konstriksi arteri


koronaria

Aliran darah ke jantung menurun

Oksigen dan nutrisi menurun

Jaringan miokard iskemik

Nekrose lebih dari 30 menit

Suplai dan kebutuhan oksigen ke jantung tidak seimbang

Suplai oksigen ke miokard menurun

Metabolisme an aerob Seluler hipoksia

Gangguan Integritas Resiko


Timbunan asam laktat Nyeri
pertukaran meningkat membran sel penurunan
Akut
gas berubah curah jantung
Kelelahan Ansietas
Kontraktilitas
menurun
Intoleransi aktivitas

COP menurun Kegagalan pompa


jantung

Gangguan perfusi
Gagal jantung
jaringan

Resiko
ketidakseimbangan cairan
E. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala dari SKA adalah adanya nyeri dada yang khas, perubahan
EKG, dan peningkatan enzim jantung. Nyeri dada khas SKA dicirikan sebagai nyeri
dada di bagian substernal, retrosternal dan prekordial. Karakteristik seperti ditekan,
diremas, dibakar, terasa penuh yang terjadi dalam beberapa menit. Nyeri dapat menjalar
ke dagu, leher, bahu, punggung, atau kedua lengan. Nyeri disertai rasa mual,
sempoyongan, berkeringat, berdebar, dan sesak napas. Selain itu ditemukan pula tanda
klinis seperti hipotensi yang menunjukkan adanya disfungsi ventrikular, hipertensi dan
berkeringat yang menunjukkan adanya respon katekolamin, edema dan peningkatan
tekanan vena jugular yang menunjukkan adanya gagal jantung (Muttaqin, 2016;
Pramana, 2011 dalam Prihandana 2013).
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Elektrokardiogram
Semua pasien dengan keluhan nyeri dada atau keluhan lain yang mengarah kepada
iskemia harus menjalani pemeriksaan EKG 12 sadapan sesegera mungkin
sesampainya di ruang gawat darurat. Sebagai tambahan, sadapan V3R dan V4R,
serta V7-V9 sebaiknya direkam pada semua pasien dengan perubahan EKG yang
mengarah kepada iskemia dinding inferior. Sementara itu, sadapan V7-V9 juga harus
direkam pada semua pasien angina yang mempunyai EKG awal nondiagnostik.
Sedapat mungkin, rekaman EKG dibuat dalam 10 menit sejak kedatangan pasien di
ruang gawat darurat. Pemeriksaan EKG sebaiknya diulang setiap keluhan angina
timbul kembali. Gambaran EKG yang dijumpai pada pasien dengan keluhan angina
cukup bervariasi, yaitu: normal, nondiagnostik, LBBB (Left Bundle Branch Block)
baru/ persangkaan baru, elevasi segmen ST yang persisten (≥ 20 menit) maupun
tidak persisten, atau depresi segmen ST dengan atau tanpa inversi gelombang T.
2. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan marka jantung dengan Creatinin Kinase MB (CKMB) atau troponin I/ T
merupakan marka nekrosis miosit jantung dan menjadi marka untuk diagnosis infark
miokard. Troponin I/ T sebagai marka nekrosis jantung mempunyai sensitivitas dan
spesifisitas lebih tinggi dari CKMB. Peningkatan marka jantung hanya menunjukkan
adanya nekrosis miosit, namun tidak dapat dipakai untuk menentukan penyebab
nekrosis miosit tersebut (penyebab koroner/ nonkoroner). Troponin I/ T juga dapat
meningkat oleh sebab kelainan kardiak nonkoroner seperti takiaritmia, trauma
kardiak, gagal jantung, hipertrofi ventrikel kiri, miokarditis/perikarditis. Keadaan
nonkardiak yang dapat meningkatkan kadar troponin I/ T adalah sepsis, luka bakar,
gagal napas, penyakit neurologik akut, emboli paru, hipertensi pulmoner,
kemoterapi, dan insufisiensi ginjal. Pada dasarnya troponin T dan troponin I
memberikan informasi yang seimbang terhadap terjadinya nekrosis miosit, kecuali
pada keadaan disfungsi ginjal. Pada keadaan ini, troponin I mempunyai spesifisitas
yang lebih tinggi dari troponin T. Dalam keadaan nekrosis miokard, pemeriksaan
CKMB atau troponin I/ T menunjukkan kadar yang normal dalam 4-6 jam setelah
awitan SKA, pemeriksaan hendaknya diulang 8- 12 jam setelah awitan angina. Jika
awitan SKA tidak dapat ditentukan dengan jelas, maka pemeriksaan hendaknya
diulang 6- 12 jam setelah pemeriksaan pertama. Kadar CKMB yang meningkat dapat
dijumpai pada seseorang dengan kerusakan otot skeletal (menyebabkan spesifisitas
lebih rendah) dengan waktu paruh yang singkat yaitu 48 jam. Mengingat waktu
paruh yang singkat, CKMB lebih terpilih untuk mendiagnosis ekstensi infark (infark
berulang). Data laboratorium, disamping marka jantung, yang harus dikumpulkan di
ruang gawat darurat adalah tes darah rutin, gula darah sewaktu, status elektrolit,
koagulasi darah, tes fungsi ginjal dan panel lipid.
3. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan foto polos dada. Tujuan pemeriksaan adalah untuk membuat diagnosis
banding, identifikasi komplikasi dan penyakit penyerta.
G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan awal SKA adalah dengan farmakologi, dengan pemberian:
1. Agen anti iskemik (nitrat, calcium chanel blocker, beta blocker)
2. Agen antiplatelet (aspirin, P2Y12 reseptor inhibitor: clopidogrel, prasugrel, dan
ticagrelolglikoprotein IIb/IIIa reseptor antagonis: abciximab, tirofiban, dan
eptifibatide)
3. Anti koagulan (Unfractionated Heparin atau UFH, Low Molecular WeightHeparins
atau (LMWH).
Penanganan farmakologi awal pada SKA adalah (Majid, 2008; Pramana, 2011 dalam
Prihandan, 2013):
1 Oksigen
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa lebih dari 70% pasien SKA disertai
hipoksemia, dengan pemberian oksigen akan mengurangi ST elevasi karena akan
mengurangi kerusakan miokard melalui mekanisme peningkatan suplai oksigen.
Pemberian oksigen diberikan melalui nasal kanul 2-4 lt/menit.
2 Nitrogliserin
Pemberian ISDN (isosorbid dinitrat) sublingual diberikan 5 mg per 3-5 menit
dengan maksimal 3 kali pemberian. Nitrat mempunyai dua efek utama, pertama yaitu
nitrat berfungsi sebagai venodilator, sehingga akan menyebabkan “pooling darah”
yang selanjutnya akan menurunkan venous return/preload, sehingga kerja jantung
akan berkurang. Kedua, nitrat akan merelaksasikan otot polos pembuluh koroner
sehingga suplai oksigen pada jantung dapat ditingkatkan. Kewaspadaan adalah
penggunaan harus dilakukan hati-hati pada pasien infark ventrikel kanan dan infark
inferior, selain itu tidak boleh diberikan pada pasien dengan TD = 90 mmHg atau 30
mmHg lebih rendah dari pemeriksaan TD awal.
3 Morfin
Pemberian dapat diberikan secara intravena dengan dosis 2-4 mg, diberikan bila
nyeri tidak berkurang dengan ISDN. Efek analgesik akan menurunkan aktivasi
sistem saraf pusat dalam melepaskan katekolamin sehingga akan menurunkan
konsumsi oksigen oleh miokard, selain itu juga mempunyai efek venodilator yang
akan menurunkan preload ventrikel kiri, dan dapat menurunkan tahanan vaskular
sistemik yang akhirnya akan menurunkan afterload.
4 Aspirin
Pemberian aspirin loading 160-325 mg dengan dosis pemeliharaan 75-150
mg/hari. Tablet kunyah aspirin mempunyai efek antiagregasi platelet yang
irreversibel. Aspirin bekerja dengan menghambat enzim cyclooksigenase yang
selanjutnya akan berefek pada penurunan kadar thromboxan A2, yang merupakan
aktivator platelet. Selain itu, aspirin juga mempunyai efek penstabil plak.
Berdasarkan beberapa hasil penelitian, pemberian aspirin akan menurunkan angka
mortalitas pasien dengan STEMI (Pramana, 2011 dalam Prihandana, 2013).
5 Clopidogrel
Clopidogrel diberikan loading 300-600 mg. Clopidogrel merupakan antagonis
ADP dan menghambat agregasi trombosit. AHA/ACC guidelines update 2011
memasukkan kombinasi aspirin dan clopidogrel diberikan pada pasien PCI dengan
pemasangan stent (Hamm, 2011; Pramana, 2011 dalam Prihandana, 2013).
6 Obat penurun kolesterol
Diberikan simvastatin meskipun kadar lipid pasien normal. Pemberian statin
digunakan untuk mengurangi risiko dan menurunkan komplikasi sebesar 39%. Statin
selain menurunkan kolesterol, berperan juga sebagai anti inflamasi dan anti
trombotik. Pada pasien dengan hiperlipidemia, target penurunan kolesterol adalah
<100 mg/dl dan pada pasien risiko tinggi DM, target penurunan sebesar <70 mg/dl
(Majid, 2008 dalam Prihandana, 2013).
7 ACE inhibitor
Diberikan captopril dosis inisiasi 3x 6,25 mg. Pemberian diberikan pada 24 jam
pertama pada pasien low EF < 40%, hipertensi, acute kidney injury(AKI), riwayat
infark miokard dengan disfungsi ventrikel kiri, dan diabetes (Hamm, 2011 dalam
Prihandana, 2013).
8 Beta blocker
Beta blocker menghambat efek katekolamin pada sirkulasi dan reseptor ß-1 yang
dapat menyebabkan penurunan konsumsi oksigen miokard. Pemberian beta bloker
dengan target nadi 50-60 x/menit. Kontraindikasi yang terpenting adalah riwayat
asma bronkhial dan disfungsi ventrikel kiri akut.
Penatalaksanaan pada pasien NSTEMI, terapi yang utama adalah terapi
antiplatelet disertai dengan pemberian antikoagulan dan PCI elektif. PCI primer atau
early PCI dilakukan pada pasien dengan risiko tinggi. Antiplatelet diberikan dobel
yaitu loading aspirin 160 mg ditambah loading clopidogrel 300 mg (atau dengan
prasugrel loading, tirofiban). Antiplatelet tetap diberikan sampai dilakukan PCI
elektif. Pemberian antikoagulan dengan pilihan low molecular weight heparins
(LMWHs/enoxaparin) atau unfractionated heparin (UFH) selama 5-8 hari (Hamm,
2011, Marzlin & Webner, 2012 dalam Prihandana, 2013).
II. Konsep Keperawatan
A. Pengkajian Awal
 Airway : proses jalan nafas yaitu pemeriksaan obstruksi jalan nafas, adanya suara
nafas tambahan adanya benda asing seperti klien sesak nafas, apnea, dispnea,
takipnea
 Breathing : frekuensi nafas, apa ada penggunaan otot bantu nafas, retraksi dada,
adanya sesak nafas, palpasi pengembangan paru, auskultasi suara nafas, kaji adanya
suara nafas tambahan.
 Circulation : pengkajian mengenai volume darah dan cardiac output serta adanya
perdarahan pengkajian juga meliputi status hemodinamik, warna kulit, nadi seperti
denyut nadi lemah, nadi cepat, teratur atau tidak teratur, EKG aritmia, suara jantung
tidak terdengar, tekanan darah sukar/tidak dapat diukur/normal, saturasi oksigen bisa
menurun <90%
 Disability : pengkajian meliputi tingkat kesadaran compos mentis GCS 15, pupil
isokor, muntah tidak ada, ekstermitas atas dan bawah normal, tidak ada gangguan
menelan seperti menurunnya atau hilangnya kesadaran, gelisah, disorientasi waktu,
tempat dan orang
B. Anamnesis
1. Identitas pasien
Umumnya jenis kelamin laki-laki dan usia <50 tahun.
2. Keluhan utama
Nyeri dada, klien mengeluh nyeri ketika beristirahat, terasa panas, di dada,retro
sterna menyebar ke lengan kiri dan punggung kiri, skala nyeri 8 (skala 1-10), nyeri
berlangsung 10 menit)
3. Riwayat penyakit sekarang
Klien mengeluh nyeri ketika beristirahat, terasa panas dada retro sterna menyebar
ke lengan kiri dan punggung kiri, skala nyeri 8 (skala 1-10) nyeri berlangsung 10
menit ).
4. Riwayat penyakit sebelumnya
DM, Hipertensi, kebiasaan merokok, pekerjaan, stress. Dan riwayat penyakit
keluarga (jantung, DM, hipertensi, kebiasaan merokok, pekerjaan, stress) dan
riwayat penyakit keluarga (DM, hipertensi, ginjal )
5. Aktivitas/ istirahat
Keletihan, insomnia, nyeri dada dengan aktifitas,gelisah,dipsnea saat istirahat atau
aktifitas, perubahan status mental, tanda vital berubah saat beraktifitas.
6. Integritas ego
Ansietas, stress, marah, takut dan mudah tersinggung.
7. Eliminasi
Gejala penurunan berkemih, urin berwarna pekat, berkemih pada malam hari,
diare/konstipasi.
8. Makanan/cairan
Kehilangan nafsu makan, mual, muntah, penurunan berat badan signifikan,
pembengkakan ekstremitas bawah, diet tinggi garam penggunaan diuretic distensi
abdomen, edema umum, dll
9. Nyeri/kenyamanan
Nyeri dada akut/kronik, nyeri abdomen, sakit pada otot, gelisah.
10. Pemeriksaan Fisik
B1: Dispneu (+), diberikan O2 tambahan, B2: Suara jantung murmur (+), chest pain
(+), CRT 2 detik, akral dingin, B3: Pupil isokor, refleks cahaya (+), refleks fisiologis
(+), B4: Oliguri, B5: Penurunan nafsu makan, mual (-), muntah (-)
C. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan ventilasi-perfusi d.d takikardia,
bunyi napas tambahan
2. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan d.d pasien mengeluh lelah
3. Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis (mis. Inflamasi, iskemia, neoplasma) d.d
pasien tampak meringis
4. Ansietas b.d krisis situasional d.d pasien tampak gelisah
5. Risiko ketidakseimbangan cairan b.d prosedur pembedahan mayor
6. Penurunan curah jantung b.d perubahan frekuensi jantung d.d perubahan irama
jantung
III. Intervensi Keperawatan dan Rasional
1. Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis (mis. Inflamasi, iskemia, neoplasma) d.d pasien
tampak meringis
Tujuan : Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 1x24 jam maka tingkat nyeri
menurun.
Kriteria Hasil :
 Keluhan nyeri menurun
 Meringis menurun
 Gelisah menurun
 Kesulitan tidur menurun
INTERVENSI :
 Observasi :
a. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
R/ untuk mengetahui loasi dan penyebab nyeri
b. Identifikasi skala nyeri
R/ untuk menemukan tingkat nyeri yang dialami pasien
 Teraupetik :
c. Berikan tekhnik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
R/ pengalihan rasa nyeri pada pasien
d. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
R/ memberikan kenyamanan kepada pasien
 Edukasi :
e. Jelaskan strategi meredakan nyeri
R/ memberikan arahan pada pasien untuk meredakan nyeri
 Kolaborasi :
f. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
R/ untuk menurunkan tingkat nyeri secara farmakologis
2. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan d.d pasien mengeluh lelah
Tujuan : Setelah dilakukan intervensi selama 1x24 jam maka toleransi aktivitas
meningkat dengan
Kriteria Hasil :
 Frekuensi nadi meningkat
 Saturasi oksigen meningkat
 Kemudahan dalam melakukan aktivitas sehari-hari meningkat
 Kecepatan berjalan meningkat
 Kekuatan tubuh bagian atas meningkat
 Kekuatan tubuh bagian bawah meningkat
INTERVENSI :
 Observasi :
a. Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan aktivitas
R/ mengetahui lokasi yang tidak nyaman saat mlakukan aktivitas
b. Monitor kelelahan fisik dan emosional
R/ mengetahui penyebab kelelahan fisik dan emosional
 Teraupetik :
c. Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus (mis. Cahaya, suara, kunjungan)
R/ agar pasien merasa nyaman
d. Lakukan latihan rentang gerak pasif dan aktif
R/ untuk menilai respon tubuh pasien
 Edukasi :
e. Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
R/ meningkatkan aktivitas secara bertahap sampai normal
 Kolaborasi :
f. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan makanan
R/ untuk mengetahui diet asupan makanan
3. Penurunan curah jantung b.d perubahan frekuensi jantung d.d perubahan irama jantung
Tujuan : Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 1x24 jam maka curah jantung
meningkat dengan
Kriteria Hasil :
 Kekuatan nadi perifer meningkat
 Gambaran EKG aritmia menurun
 Lelah menurun
 Edema menurun
INTERVENSI :
 Observasi :
a. Identifikasi tanda dan gejala primer penurunan curah jantung
R/ untuk mengetahui tanda dan gejala primer penurunan curah jantung
b. Identifikasi tanda dan gejala sekunder penurunan curah jantung
R/ untuk mengetahui tanda dan gejala sekunder penurunan curah jantung
 Teraupetik :
c. Posisikan pasien semi fowler atau fowler
R/ untuk mengurangi sesak nafas
d. berikan terapi relaksasi untuk mengurangi stress, jika perlu
R/ untuk mengurangi stress pada pasien
 edukasi :
e. anjurkan berhenti merokok
R/ agar pasien dapat meningkatkan pola hidup sehat
f. anjurkan beraktivitas secara bertahap
R/ agar pasien tidak merasa kelelahan
 kolaborasi :
g. kolaborasi pemberian antiaritmia, jika perlu
R/ mencegah terjadinya aritmia
h. rujuk ke program rehabilitasi jantung
R/ agar pasien dapat mengetahui kondisi jantungnya
DAFTAR PUSTAKA

Joewono B,. P. (2011). Ilmu Penyakit Jantung. Airlangga University Press : Surabaya
Kalim, H et al. (2020). Tatalaksana Sindrom Koroner Akut Tanpa ST Elevasi. Perki
Pratanu,S .(2010). Kursus EKG. PT Karya Pembina Swajaya: Surabaya
Ruhyanudin, F. (2016). Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskuler. UMM Press : Malang
Woods S,. L. (2015). Cardiac Nursing. 5 th edition. Lippincott Williams and Walkins : USA
Pedoman Tatalaksana : Penyakit Kardiovaskuler di Indonesia. Perhimpunan Dokter Spesialis
Kardiovaskular Indonesia (PERKI). 2009
Brunner & Suddartth. 2012. Keperawatan Medikal-Bedah Edisi 8. Jakarta: EGC

You might also like