You are on page 1of 18

LAPORAN PENDAHULUAN

SOFT TISSUE TUMOR

A. DEFINISI
Soft Tissue Tumor (STT) adalah benjolan atau pembengkakan yang
abnormal yang disebabkan oleh neoplasma dan non-neoplasma (Smeltzer,
2018). STT adalah pertumbuhan sel baru, abnormal, progresif, dimana sel -
selnya tidak tumbuh seperti kanker (Price, 2017). Jadi kesimpulannya, STT
adalah Suatu benjolan atau pembengkakan yang abnormal didalam tubuh
yang disebabkan oleh neoplasma yang terletak antara kulit dan tulang.

B. ANATOMI FISIOLOGI

Gambar 1.1 Anatomi Sel


Menurut Reeves (2018), Anatomi fisiologi jaringan lunak adalah sebagai
berikut :
1. Otot
Otot ialah jaringan yang mempunyai kemampuan khusus yaitu
berkontraksi bergerak. Otot terdiri atas serabut silindris yang
mempunyai sifat yang sama dengan jaringan yang lain, semua ini di ikat
dengan berkas-berkas serabut kecil oleh sejenis jaringan ikat yang
mengandung unsur kontraktil.
2. Tendon
Tendon adalah pengikat otot pada tulang, tendon ini berupa serabut-
serabut simpai yang berwarna putih, berkilap, dan tidak elastis.
3. Jaringan Ikat
Jaringan ikat melengkapi kerangka badan, dan terdiri dari serabut
elastis.
4. Bagian-Bagian Sel
Menurut Manuwaba (2017) menyebutkan sebagi berikut :

a. Protoplasma, sel terdiri atas sebuah badan yang terletak ditengah


yaitu inti sel atau nucleus, dan sitoplasma atau sisa protoplasma,
yang memiliki nucleus.
b. Sitoplasma, terdiri atas beberapa unsur penting :
1) Mithokondria, yang berupa tongkat-tongkat kecil yang erat
berhubungan dengan proses katabolic atau pernafasan badan sel.
2) Alt Golgi, seperti saluran yang dekat nucleus, dan terlihat dalam
kegiatan pengeluaransekret dari sel.
3) Sitoplasma dasar, bahan koloid yang sangat kompleks dimana
semua struktur lainnya terendam, terutama bertugas dalam
kegiatan anabolic atau sintetik dari sel.
4) Sentrosom, sebagian kecil sitoplasma yang padat, terletak dekat
nucleus. Mempunyai peran penting dalam pemecahan sel.
5) Membrane sel, kulit sel bukanlah selaput yang mati. Banyak
fungsi penting yang berhubungan dengannya, tetapi khusunya ia
bekerja sebagai saringan selektif yang mengizinkan beberapa
bahan lain masuk. Dengan demikian, ia merupakan bagian
penting untuk mempertahankan komposisi kimia yang tepat dari
protoplasma.
c. Nukleus, terdiri atas massa protoplasma yang l;ebih kompak (padat),
sah dari sitoplasma oleh membrane nucleus, yang juga bersifat
penyaring selektif, yang mengizinkan bahan keluar dari nucleus
masuk sitoplasma, atau yang masuk kedalamnya. Nucleus
mengendalikan sel serta semua kegiatannya. Tanpa nucleus sel akan
mati (Manuwaba, 2017).
5. Abnormal Sel
Sel abnormal adalah sel yang tumbuh berlebih, tidak terkordinasi
dengan jaringan normal dan tumbuh terus- menerus meskipun
rangsangan yang menimbulkan telah hilang. Sel abnormal mengalami
transformasi, oleh karena itu mereka terus-menerus membelah. Pada Sel
abnormal, proliferasi berlangsung terus. Proliferasi yang bersifat
progresif, tidak bertujuan, tidak memperdulikan jaringan sekitarnya,
tidak ada hubungan dengan kebutuhan tubuh dan bersifat parasitic. Sel
abnormal bersifat otonomi karena ukuranya meningkat terus. Proliferasi
sel abnormal menimbulkan massa sel abnormal, menimbulkan benjolan
pada jaringan tubuh membentuk tumor.
Klasifikasi atas dasar sifat biologi tumor :
a. Tumor jinak (Benigna)
Tumor jinak tumbuh lambat dan bisanya mempunyai kapsul. Tidak
tumbuh infiltratif, tidak merusak jaringan sekitarnya dan tidak
menimbulkan anak sebar pada tempat yang jauh. Tumor jinak pada
umumnya dapat disembuhkan dengan sempurna kecuali yang
terletak di tempat yang sangat penting.
b. Tumor ganas (Maligna)
Tumor ganas pada umumnya tumbuh cepat, infiltratif dan merusak
jaringan sekitar. Disamping itu dapat menyebar keseluruh tubuh
melalui aliran limpe atau aliran darah dan sering menimbulkan
kematian.

C. ETIOLOGI
1. Kondisi genetik
Ada bukti tertentu pembentukan gen dan mutasi gen adalah faktor
predisposisi untuk beberapa tumor jaringan lunak, dalam daftar laporan
gen yang abnormal, bahwa gen memiliki peran penting dalam diagnosis.
2. Radiasi
Mekanisme yang patogenic adalah munculnya mutasi gen radiasi-induksi
yang mendorong tranformasi neoplastic.
3. Infeksi
Infeksi virus Epstein-bar dalam orang yang kekebalannya lemah juga akan
meningkat kemungkinan tumor pembangunan jaringan lunak.
4. Trauma
Hubungan trauma dan soft tissue tumor nampaknya kebetulan. Trauma
mungkin menarik perhatian medis ke pra-luka yang ada (Sjamsuhidajat,
2017).

D. PATOFISIOLOGI
Pada umumnya tumor-tumor jaringan lunak atau Soft Tissue Tumors
(STT) adalah proliferassi jaringan mesenkimal yang terjadi dijaringan non
epitelial ekstraskeletal tubuh. Dapat timbul di tempat di mana saja, meskipun
kira-kira 40% terjadi di ekstermitas bawah, terutama daerah paha, 20% di
ekstermitas atas, 10% di kepala dan leher, dan 30% di badan. Tumor jaringan
lunak tumbuh centripetally, meskipun beberapa tumor jinak, seperti serabut
luka. Setelah tumor mencapai batas anatomis dari tempatnya, maka tumor
membesar melewati batas sampai ke struktur neurovascular. Tumor jaringan
lunak timbul di lokasi seperti lekukan-lekukan tubuh.
Proses alami dari kebanyakan tumor ganas dapat dibagi atas 4 fase yaitu
perubahan ganas pada sel-sel target disebut sebagai transformasi,
pertumbuhan dari sel-sel transformasi, invasi local, metastasis jauh.
E. PATHWAY

Kondisi genetik, radiasi, infeksi, trauma

Terbentuknya benjolan (tumor) dibawah kulit

Soft Tissue Tumor (STT)

Pre Operasi Post Operasi

Adanya inflamasi Terputusnya kontinuitas


Adanya luka post op
jaringan

Perubahan fisik
Menstimulasi respon
Peradangan
nyeri Tempat masuk
Anatomi kulit pada kulit
mikroorganisme
abnormal

Nyeri
Bercak – Risiko infeksi
Kurang
bercak merah
pengetahuan

Ansietas Kerusakan
integritas
kulit
F. MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala STT tidak spesifik. Tergantung dimana letak tumor atau
benjolan tersebut berada. Awal mulanya gejala berupa adanya suatu benjolan
dibawah kulit yang tidak terasa sakit. Hanya sedikit penderita yang
merasakan sakit yang biasanya terjadi akibat perdarahan atau nekrosis dalam
tumor, dan bisa juga karena adanya penekanan pada saraf – saraf tepi. Tumor
jinak jaringan lunak biasanya tumbuh lambat, tidak cepat membesar, bila
diraba terasa lunak dan bila tumor digerakan relatif masih mudah digerakan
dari jaringan di sekitarnyadan tidak pernah menyebar ke tempat jauh.
Pada tahap awal, STT biasanya tidak menimbulkan gejala karena
jaringan lunak yang relatif elastis, tumor atau benjolan tersebut dapat
bertambah besar, mendorong jaringan normal. Kadang gejala pertama
penderita merasa nyeri atau bengkak.

G. KOMPLIKASI
Tumor jinak bisa berubah menjadi tumor ganas/kanker, penyebaran atau
metastase kanker ini paling sering melalui pembuluh darah ke paru-paru ke
liver, dan tulang. Jarang menyebar melalui kelenjar getah bening.

H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan X-ray
X-ray untuk membantu pemahaman lebih lanjut tentang berbagai
tumor jaringan lunak, transparansi serta hubungannya dengan tulang
yang berdekatan. Jika batasnya jelas, sering didiagnosa sebagai tumor
jinak, namun batas yang jelastetapi melihat kalsifikasi, dapat didiagnosa
sebagai tumor ganas jaringan lunak, situasi terjadi di sarkoma sinovial,
rhabdomyosarcoma, dan lainnya.
2. Pemeriksaan USG
Metode ini dapat memeriksa ukuran tumor, gema perbatasan amplop
dan tumor jaringan internal, dan oleh karena itu bisa untuk membedakan
antara jinak atau ganas. tumor ganas jaringan lunak tubuh yang agak
tidak jelas, gema samar-samar, seperti sarkoma otot lurik, myosarcoma
sinovial, sel tumor ganas berserat histiocytoma seperti. USG dapat
membimbing untuk tumor mendalami sitologi aspirasi akupunktur.
3. CT scan
CT memiliki kerapatan resolusi dan resolusi spasial karakteristik
tumor jaringan lunak yang merupakan metode umum untuk diagnosa
tumor jaringan lunak dalam beberapa tahun terakhir.
4. Pemeriksaan MRI
Mendiagnosa tumor jinak jaringan lunak dapat melengkapi
kekurangan dari X-ray dan CT-scan, MRI dapat melihat tampilan luar
penampang berbagai tingkatan tumor dari semua jangkauan, tumor
jaringan lunak retroperitoneal, tumor panggul memperluas ke pinggul
atau paha, tumor fossa poplitea serta gambar yang lebih jelas dari tumor
tulang atau invasi sumsum tulang, adalah untuk mendasarkan
pengembangan rencana pengobatan yang lebih baik.
5. Pemeriksaan histopatologis
a. Sitologi: sederhana, cepat, metode pemeriksaan patologis yang
akurat. Dioptimalkan untuk situasi berikut:
1) Ulserasi tumor jaringan lunak, Pap smear atau metode
pengumpulan untuk mendapatkan sel, pemeriksaan mikroskopik
2) Sarcoma jaringan lunak yang disebabkan efusi pleura, hanya
untuk mengambil spesimen segar harus segera konsentrasi
sedimentasi sentrifugal, selanjutnya smear
3) Tusukan smear cocok untuk tumor yang lebih besar, dan tumor
yang mendalam yang ditujukan untuk radioterapi atau
kemoterapi, metastasis dan lesi rekuren juga berlaku.
b. Forsep biopsi: jaringan ulserasi tumor lunak, sitologi smear tidak
dapat didiagnosis, lakukan forsep biopsi.
c. Memotong biopsy : Metode ini adalah kebanyakan untuk operasi.
d. Biopsi eksisi : berlaku untuk tumor kecil jaringan lunak, bersama
dengan bagian dari jaringan normal di sekitar tumor reseksi seluruh
tumor untuk pemeriksaan histologis.
I. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan Medis
a. Bedah
Mungkin cara ini sangat beresiko. Akan tetapi, para ahli bedah
mencapai angka keberhasilan yang sangat memuaskan. Tindakan
bedah ini bertujuan untuk mengangkat tumor atau benjolan tersebut.
b. Kemoterapi
Metode ini melakukan keperawatan penyakit dengan menggunakan
zat kimia untuk membunuh sel sel tumor tersebut. Keperawatan ini
berfungsi untuk menghambat pertumbuhan kerja sel tumor. Pada saat
sekarang, sebagian besar penyakit yang berhubungan dengan tumor
dan kanker dirawat menggunakan cara kemoterapi ini.
c. Terapi Radiasi
Terapi radiasi adalah terapi yang menggunakan radiasi yang
bersumber dari radioaktif. Kadang radiasi yang diterima merupankan
terapi tunggal. Tapi terkadang dikombinasikan dengan kemoterapi dan
juga operasi pembedahan.
2. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Perhatikan kebersihan luka pada pasien
b. Perawatan luka pada pasien
c. Pemberian obat (Kolaborasi)
d. Observasi ada atau tidaknya komplikasi yang akan terjadi setelah
dilakukan operasi.

J. PENCEGAHAN
Soft tissue tumor tidak dapat sepenuhnya dicegah, melainkan bisa
menurunkan risiko terserang penyakit ini dengan melakukan beberapa hal
berikut :
1. Menghindari paparan radiasi
2. Menghindari paparan zat kimia
3. Memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan terdekat secara berkala jika
menderita kelainan genetik (Weiss S, 2018).
KONSEP TEORI ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
Pada pengkajian dilengkapi dengan identitas klien dan penanggung
jawab, keluhan utama serta riwayat penyakit sekarang, riwayat kesehatan
masa lalu dan riwayat kesehatan keluarga.
1. Keluhan Utama
Menjelaskan keluhan yang paling dirasakan oleh pasien saat ini.
2. Riwayat Kesehatan Sekarang
Menjelaskan uraian kronologis sakit pasien sekarang sampai pasien
dibawa ke RS, ditambah dengan keluhan pasien saat ini yang diuraikan
dalam konsep PQRST) P: Palitatif /Provokatif Apakah yang
menyebabkan gejala, apa yang dapat memperberat dan menguranginya.
Q: Qualitatif /Quantitatif Bagaimana gejala dirasakan, nampak atau
terdengar, sejauh mana merasakannya sekarang. R: Region Dimana
gejala terasa, apakah menyebar. S: Skala Seberapakah keparahan
dirasakan dengan skala 0 s/d 10. T: Time Kapan gejala mulai timbul,
berapa sering gejala terasa, apakah tiba-tiba atau bertahap.
3. Riwayat Kesehatan Dahulu
Mengidentifikasi riwayat kesehatan yang memiliki hubungan dengan
atau memperberat keadaan penyakit yang sedang diderita pasien saat ini.
Termasuk faktor predisposisi penyakit dan ada waktu proses sembuh.
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Mengidentifikasi apakah di keluarga pasien ada riwayat penyakit
turunan atau riwayat penyakit menular.
5. Pola Aktivitas Sehari-hari
Membandingkan pola aktifitas keseharian pasien antara sebelum sakit
dan saat sakit, untuk mengidentifikasi apakah ada perubahan pola
pemenuhan atau tidak.
6. Pemeriksaan Fisik
a. Data Fokus
Pemeriksaan pada struktur dan perubahan fungsi yang terjadi dengan
teknik yang digunakan head to toe yang diawali dengan observasi
tingkat kesadaran, keadaan umum, vital sign. Inspeksi: Lihat apakah
ada asites, ada nodul, bentuk simetris, kontur kulit lentur, tidak ada
benjolan/ massa, Palpasi: Apa ada nyeri tekan, ada massa, ada asites
dan bagaimana turgor kulit.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Pre Operasi :
a. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit
Post Operasi :
a. Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan
b. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya luka post operasi
c. Risiko infeksi infeksi berhubungan dengan luka post operasi
C. INTERVENSI KEPERAWATAN

No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


1. Ansietas berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Reduksi Ansietas
kurang pengetahuan tentang selama …. X 24 jam diharapkan 1. Gunakan pendekatan yang menenangkan
penyakit ansietas menurun dengan kriteria Hasil : R/ meningkatkan bhsp
1. Klien mampu mengidentifikasi dan 2. Jelaskan semua prosedur dan apa yang
mengungkapkan gejala cemas dirasakan selama prosedur
2. Mengidentifikasi, mengugkapkan R/ agar pasien mengetahui tujuan dan
dan menunjukkan tehnik untuk prosedur tindakan
mengontrol cemas 3. Temani pasien untuk memberikan keamanan
3. Vital sign dalam batas normal dan mengurangi takut
4. Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa R/ mengurangi kecemasan pasien
tubuh dan tingkat aktivitas 4. Berikan informasi faktual mengenai
menunjukkan berkurangnya diagnosis, tindakan prognosis
kecemasan R/ membantu mengungangi tingkat
kecemasan
5. Identifikasi tingkat kecemasan
R/ mengetahui tingkat kecemasan pasien
6. Bantu pasien mengenal situasi yang
menimbulkan kecemasan
R/membantu pasien agar lebih tenang
7. Dorong pasien untuk mengungkapkan
perasaan, ketakutan, persepsi
R/ membantu pasien tenang dan nyaman
8. Instruksikan pasien menggunakan teknik
relaksasi
R/ cemas berkurang, pasien merasa tenang
9. Berikan obat
R/untuk mengurangi kecemasan
2. Nyeri berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Nyeri
terputusnya kontinuitas selama …. X 24 jam diharapkan nyeri 1. Lakukan pengkajian nyeri secara
jaringan menurun dengan kriteria Hasil : komprehensif termasuk lokasi, karakteristik,
1. Mampu mengontrol nyeri (tahu durasi, frekuensi, kualitas dan faktor
penyebab nyeri, mampu presipitasi
menggunakan tehnik R/ mengetahui tindakan dan obat yang akan
nonfarmakologi untuk mengurangi diberikan
nyeri, mencari bantuan) 2. Observasi reaksi nonverbal dari
2. Melaporkan bahwa nyeri berkurang ketidaknyamanan
dengan menggunakan manajemen R/ mengetahui tingkat nyeri pasien
nyeri 3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk
3. Mampu mengenali nyeri (skala, mengetahui pengalaman nyeri pasien
intensitas, frekuensi dan tanda nyeri) R/membantu pasien mengungkapkan
4. Menyatakan rasa nyaman setelah perasaan nyerinya
nyeri berkurang 4. Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan
5. Tanda vital dalam rentang normal lain tentang ketidakefektifan kontrol nyeri
masa lampau
R/untuk memberikan intervensi yang tepat
5. Kontrol lingkungan yang dapat
mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan kebisingan
R/membantu mengurangi nyeri pasien
6. Kurangi faktor presipitasi nyeri
R/ mengurangi nyeri pasien
7. Pilih dan lakukan penanganan nyeri
(farmakologi, non farmakologi dan inter
personal)
R/ membantu mengurangi rasa nyeri pasien
8. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan
intervensi
R/ memberikan intervensi yang tepat
9. Ajarkan tentang teknik non farmakologi
R/mengurangi nyeri dengan cara pengobatan
non farmakologis
10. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
R/ nyeri dapat berkurang
11. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
R/ nyeri terkontrol
12. Tingkatkan istirahat
R/ menguragi nyeri
3. Kerusakan integritas kulit Setelah dilakukan tindakan keperawatan Perawatan Luka
berhubungan dengan adanya selama …. X 24 jam diharapkan 1. Anjurkan pasien untuk menggunakan
luka post operasi integritas kulit membaik dengan kriteria pakaian yang longgar
hasil : R/ menjaga integritas kulit pasien
1. Integritas kulit yang baik bisa 2. Jaga kulit agar tetap bersih dan kering
dipertahankan (sensasi, elastisitas, R/agar kulit tetap lembab
temperatur, hidrasi, pigmentasi) 3. Hindari kerutan pada tempat tidur
2. Tidak ada luka/lesi pada kulit R/ menjaga integritas kulit tetap baik
3. Perfusi jaringan baik 4. Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien)
4. Menunjukkan pemahaman dalam setiap dua jam sekali
proses perbaikan kulit dan mencegah R/ membantu agar pasien nyaman
terjadinya sedera berulang 5. Monitor kulit akan adanya kemerahan
5. Mampu melindungi kulit dan R/ mengetahui kondisi integritas kulit
mempertahankan kelembaban kulit 6. Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada
dan perawatan alami derah yang tertekan
6. Tidak ada tanda-tanda infeksi R/ agar kulit tetap terjaga tidak terjadi luka
7. Menunjukkan terjadinya proses baru
penyembuhan luka 7. Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
R/ membantu pasien agar bisa mobilisasi
8. Monitor status nutrisi pasien
R/ mengawasi pasien agar tidak kekurangan
nutrisi
9. Memandikan pasien dengan sabun dan air
hangat
R/mempertahankan personal higyene pasien
10. Observasi luka :lokasi, dimensi, kedalaman
luka, karakteristik, warna cairan, granulasi,
jaringan nekrotik, tanda-tanda infeksi lokal.
R/ menguragi tanda-tanda infeksi
11. Lakukan teknik perawatan luka dengan
steril
R/mencegah adanya infeksi
3. Risiko infeksi berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Kontrol infeksi
dengan luka post operasi selama …. X 24 jam diharapkan risiko 1. Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien
infeksi menurun dengan kriteria hasil : lain
1. Klien bebas dari tanda dan gejala R/mengurangi resiko infeksi
infeksi 2. Pertahankan teknik isolasi
2. Mendeskripsikan proses penularan R/ menurunkan resiko kontminasi silang
penyakit, factor yang mempengaruhi 3. Batasi pengunjung bila perlu
penularan serta penatalaksanaannya, R/ menurunkan resiko infeksi
3. Menunjukkan kemampuan untuk 4. Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci
mencegah timbulnya infeksi tangan saat berkunjung dan setelah
4. Jumlah leukosit dalam batas normal berkunjung meninggalkan pasien
5. Menunjukkan perilaku hidup sehat R/ mencegah terjadinya kontaminasi silang
5. Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci
tangan
R/ mencegah terpajan pada organisme
infeksius
6. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah
tindakan keperawatan
R/ menurunkan resiko infeksi
7. Pertahankan lingkungan aseptik selama
pemasangan alat
R/ mempertahankan teknik steril
8. Tingkatkan intake nutrisi
R/ membantu meningkatkan respon imun
9. Berikan terapi antibiotik bila perlu
R/ mencegah terjadinya infeksi
DAFTAR PUSTAKA

Manuaba, T.W. 2017. Panduan Penatalaksanaan Kanker Solid, Peraboi 2017.


Jakarta : Sagung Seto

PPNI. 2017. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan


pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan pengurus


Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia

PPNI. 2019. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan


Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia

Price, Sylvia A. 2017. Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit. Jakarta


: EGC

Reeves, J.C. 2018. Keperawatan medikal bedah. Jakarta : Salemba Medika

Sjamsuhidajat, R, Jong, W.D. 2017. Soft Tissue Tumor dalam Buku Ajar Ilmu
Bedah, Edisi 2. Jakarta : EGC

Smeltzer. 2018. Buku ajar keperawatan medikal bedah. Jakarta : EGC

Weiss S.W.,Goldblum J.R. 2018. Soft Tissue Tumors.Fifth Edition. China : Mosby
Elsevier

You might also like