You are on page 1of 8

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Anak merupakan bagian dari keluarga dan masyarakat, anak yang

sakit dapat menimbulkan suatu stress bagi anak itu sendiri maupun

keluarga (Setiawan, 2014). Anak usia prasekolah memiliki peluang besar

untuk mengalami masalah kesehatan jika dikaitkan dengan respon imun

dan kekuatan pertahanan dirinya yang belum optimah (Papalia DE, 2014).

Masalah kesehatan yang sering terjadi pada anak usia prasekolah adalah

infeksi saluran pernafasan, demam dan diare. Permasalahan kesehatan

yang sering mengakibatkan anak usia prasekolah sering mengakibatkan

anak harus menjalani rawat inap atau hospitalisasi (Supartini, 2014).

Hospitalisasi pada anak merupakan suatu proses karena suatu

alasan yang direncanakan atau darurat mengharuskan anak untuk tinggal di

rumah sakit, menjalani terapi dan perawatan sampai anak dapat mengalami

berbagai kejadian berupa pengalaman yang sangat traumatik dan penuh

dengan stress (Wong, 2008).

Stressor utama kecemasan pada anak prasekolah selama

hospitalisasi yaitu perpisahan, kehilangan kendali, cidera tubuh dan nyeri

(Wong, 2008). Kecemasan menimbulkan respon fisiologis dan psikologis,

kecemasan yang dialami anak prasekolah selama hospitalisasi jika tidak

segera ditangani akan menghambat proses kesembuhan anak. Proses


2

kesembuhan terhambat karena anak mengalami kecemasan akan menolak

perawatan dan pengobatan yang sedang dijalani. Anak yang sedang

mengalami kecemasan selama hospitalisasi akan berusaha untuk menolak

makan, minum, dan sulit tidur, sehingga akan membuat kondisi anak

menjadi lebih buruk (Wong, 2008).

Di Amerika Serikat, diperkirakan lebih dari 5 juta anak menjalani

hospitalisasi karena prosedur pembedahan dan lebih dari 50% dari jumlah

tersebut, anak mengalami kecemasan dan stress. Diperkirakan juga lebih

dari 1,6 juta anak dan anak usia antara 2-6 tahun menjalani hospitalisasi

disebakan karena injury dan berbagai penyebab lainnya (Apriliawati,

2011). Di Indonesia, diperkirakan 35 per 1000 anak menjalani hospitalisasi

(Purwandari, 2009). Penelitian tentang tingkat kecemasan menunjukan

bahwa dari 30 anak terdapat 16 orang atau 30,0% yang memiliki tingkat

kecemasan dalam kategori sedang, 15 orang atau 37,5 % dalam kategori

ringan, responden dengan tingkat kecemasan berat, sebanyak 7 orang atau

17,5 % dan responden yang tidak merasa cemas sebanyak 2 orang atau 5

%. Dalam penelitian ini kecemasan yang diteliti adalah kecemasan saat

anak dirawat di ruang anak (hospitalisasi) (Makmuri et.al, 2007).

Hasil penelitian Purwandari di RSUD Margono Soekardjo

Purwokerto menunjukkan 25% anak usia pra sekolah yang dirawat

mengalami cemas tingkat berat, 50% tingkat sedang dan 20% tingkat

ringan. Cemas pada anak usia pra sekolah sering disebabkan oleh

perpisahan dengan orang tua, rasa takut dengan nyeri dan cedera tubuh
3

(Purwandari, 2011). Hasil penelitian lain oleh Inggrith Kaluas (2015) di

ruangan anak RS R.W. Mongisidi Manado, didapatkan data jumlah pasien

anak yang dirawat 184 pasien anak dan anak yang berusia 3-5 tahun

sebanyak 57 pasien anak yang mengalami kecemasan sebanyak 56 pasien

(98%).

Hasil survey UNICEF tahun 2012, prevalensi anak menjalani

perawatan di rumah sakit sekitar 84%. Hasil survey Riset kesehatan Dasar

(RISKESDAS) tahun 2013 didapatkan rata-rata jumlah anak dirawat di

rumah sakit di seluruh indonesia adalah 2,8% dari total jumlah anak

82.666 orang.

Hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di Ruang

Aster RSD dr. Soebandi Jember pada 10 pasien didapatkan hasil bahwa 8

pasien anak menunjukkan tanda dan gejala kecemasan seperti sering

menangis, sulit tidur, tidak mau ditinggal orang tua, sering bangun tengah

malam, nafsu makan menurun dan takut jika didekati oleh petugas. Rumah

sakit dr. soebandi telah melakukan upaya untuk mengurangi stressor

selama hospitalisasi seperti memodifikasi ruang aster dengan mewarnai

tembok ruangan dengan menggantung balon dilangit-langit ruangan dan

juga membolehkan anak ditemani oleh satu orang anggota keluarganya,

namun ruangan perawatan anak ini tidak memiliki ruang bermain sebagai

tempat bermain anak (RH Sa’diah, 2014).


4

Hasil Studi pendahuluan yang di lakukan pada tanggal 10 januari

2017 melalui lembar observasi pada 10 pasien anak usia 3-5 tahun di

ruang anak Rumah Sakit Blambangan dan wawancara perawat di Ruang

Anak RSUD Blambangan. Dari hasil observasi di dapatkan data bahwa 10

anak yang di observasi 50% anak menangis, 70% anak takut, 30% anak

marah, 80% anak menolak tindakan keperawatan, 50% anak berteriak

minta pulang, 80% anak memanggil dan memeluk ibunya pada saat

diberikan tindakan keperawatan seperti injeksi, dipasang termometer, saat

perawat datang dengan membawa obat, saat diambil darah untuk dicek

laboratorium. Sedangkan dari hasil wawancara diruang anak Rumah Sakit

Blambangan mengatakan sebagian besar anak mengalami kecemasan

karena mereka merasa berada dilingkungan yang berbeda, oleh karena itu

perawat bekerja sama dengan orang tua pada saat memberikan tindakan

keperawatan untuk mengurangi kecemasan pada anak. Di ruang anak

Rumah Sakit Blambangan sendiri tidak menyiapkan terapi bermain

origami dalam pemberian asuhan keperawatan pada anak.

Anak yang hospitalisasi mengalami kecemasan dan kegelisahan

karena perpisahan denga orangtua dan keluarga, prosedur pemeriksaan dan

pengobatan, dan akibat berada di lingkungan asing. Sampai saat ini

sebagian besar orang beranggapan bahwa hospitalisasi pada anak

merupakan pengalaman yang sangat menakutkan, sehingga reaksi cemas

ini tidak pernah atau kurang mendapat informasi yang berhubungan

dengan tindakan yang akan dilakukan. Faktor-faktor yang mempengaruhi

kecemasan adalah perpisahan dengan orangtua, tidak mengenal petugas


5

dan lingkungan rumah sakit, pembatasan aktivitas dan merasa sebagai

hukuman, kehilangan keutuhan/cedera tubuhnya/nyeri (Coyne, 2009).

Perpisahan dengan orang tua merupakan aspek yang paling

menimbulkan stress, dan menimbulkan efek bagi anak dan orangtua,

orangtua harus beradaptasi terkait perannya sebagai orangtua dengan anak

sakit dan stress akibat hospitalisasi pada anak akan mengakibatkan anak

merasa takut dan cemas. Beberapa anak tidak mampu mengungkapkan

rasa stress yang dialami secara terbuka dan pada anak yang pendiam

biasanya kurang memiliki koping yang baik dalam mengatasi stress ( Potts

& Mandleco, 2008). Apabila anak mengalami kecemasan tinggi saat

dirawat di rumah sakit maka besar sekali kemungkinan anak akan

mengalami disfungsi perkembangan. Anak akan mengalami gangguan,

seperti gangguan somatik, emosional dan psikomotor (Wong, 2008).

Anak usia prasekolah sudah lebih aktif, kreatif, dan imajinatif

dalam melakukan permainan oleh karena itu anak usia prasekolah bisa

diberikan permainan yang lebih bervariasi. Beberapa penelitian

menunjukkan bahwa permainan dapat digunakan sebagai tindakan

terapeutik seperti bermain origami. Origami merupakan salah satu

permainan yang dapat merangsang aktifitas dan khayalan anak dengan

melakukan permainan anak akan mengalihkan rasa cemasnya.

Peran perawat dalam meminimalkan kecemasan pada anak

prasekolah yang menjalani sangat diperlukan agar anak berperilaku lebih

kooperatif, mudah beradaptasi dan tidak terjadi penurunan sistem imun


6

lain (Putra ST, 2011). Intervensi keperawatan yang dapat diberikan untuk

mengurangi atau menghilangkan kecemasan pada anak prasekolah berupa

terapi bermain. Terapi bermain merupak terapi yang paling efektif untuk

menurunkan kecemasan pada anak prasekolah. Permainan yang digunakan

untuk terapi bermain dirumah sakit tidak boleh bertentangan dengan

pengobatan atau perawtan yang dijalankan harus sesuai dengan tahap

perkembangan anak (Wong DL, 2008).

Tugas perkembangan yang paling menonjol pada anak prasekolah

yaitu perkembangan motorik halus (Supartini, 2004). Terapi bermain yang

sesuai dengan tugas perkembangan anak prasekolah yaitu permainan

melipat kertas origami (Hurlock, 2010). Bermain origami adalah kegiatan

melipat kertas menjadi suatu bentuk atau gambaran dengan menggerakkan

tangan sambil berfikir (Kobayasi K, 2008).

Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian tentang pengaruh terapi bermain origami terhadap tingkat

kecemasan akibat hospitalisasi pada anak usia prasekolah (3 – 5) di RSUD

Blambangan tahun 2017.


7

1.2 Rumusan Masalah

Adakah Pengaruh Terapi Origami Terhadap Tingkat Kecemasan

Pada Anak Usia Pra Sekolah ( 3 - 5 tahun ) di Ruang Anak RSUD

Blambangan – Banyuwangi Tahun 2017 ?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui Pengaruh Terapi Origami Terhadap Tingkat

Kecemasan Pada Anak Usia Pra Sekolah ( 3 - 5 tahun ) di Ruang

Anak RSUD Blambangan – Banyuwangi Tahun 2017.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi tingkat kecemasan sebelum diberikan terapi

origami pada anak usia pra sekolah (3 – 5 tahun) di Ruang Anak

RSUD Blambangan – Banyuwangi tahun 2017.

2. Mengidentifikasi tingkat kecemasan sesudah diberikan terapi

origami pada anak usia pra sekolah (3 – 5 tahun) di Ruang Anak

RSUD Blambangan – Banyuwangi tahun 2017.

3. Menganalisa pengaruh Terapi Origami pada anak usia pra sekolah

(3 – 5 tahun) di Ruang Anak RSUD Blambangan – Banyuwangi

tahun 2017.
8

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Memberikan wawasan/informasi mengenai pentingnya

terapi origami pada anak usia pra sekolah (3 – 5 tahun) di Ruang

Anak RSUD Blambangan – Banyuwangi tahun 2017.

1.4.2 Manfaat Praktis

1. Manfaat Bagi Responden

Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi keluarga terutama

orang tua untuk mengurangi tingkat kecemasan pada anak selama

di rumah sakit, serta bermanfaat bagi anak yaitu mengurangi

ketakutan dan memberikan kenyamanan selama hospitalisasi.

2. Manfaat Bagi Peneliti Selanjutnya

Penelitian ini dapat dijadikan referensi untuk dapat

melanjutkan atau mengembangkan penelitian tentang terapi

origami dalam menurunkan tingkat kecemasan pada anak selama

hospitalisasi.

3. Manfaat bagi tempat penelitian

Bagi rumah sakit diharapkan hasil penelitian ini bisa

dijadikan acuan dalam menentukan kebijakan, sehingga hasil

penelitian ini dapat diterapkan diruang perawatan anak. Hal ini

memberikan dampak positif bagi anak yang dirawat di rumah sakit

dengan menurunkan tingkat kecemasan anak akibat hospitalisasi

sehingga dapat mendukung koping yang efektif dan mendukung

kelancaran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan.

You might also like