You are on page 1of 8

51 Jurnal Neuroanestesia Indonesia

UVTCVGIK"WPVWM"OGPEGICJ"CURKTCUK"KUK"NCODWPI"RCFC"
QRGTCUK"EGFGTC"QVCM"VTCWOCVKMC"GOGTIGPUK"
STRATEGY TO PREVENT GASTRIC CONTENT ASPIRATION IN
EMERGENCY TRAUMATIC BRAIN INJURY SURGERY
"

"
Fgyk"[wnkcpvk"Dkutk."Vcvcpi"Dkutk"
Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif
Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran
RS Hasan Sadikin Bandung

Abstract
Management of an emergency patients has a particular challenge for an anesthesiologist. The risk of
pulmonary aspiration from gastric content is very high in emergency cases. The incidence of gastric
aspiration in emergency cases is approximately 0.7-4% which could lead to death.
Gastrointestinal dysfunction frequently occurs in patients with traumatic brain injury (TBI). More than
50% patients with severe head injuries could not tolerate enteral feedings. This intolerance is
manifested by vomiting, abdominal distention, delayed gastric emptying, esophageal reflux and
decreased intestinal peristalsis, indicating that gastrointestinal dysfunction is a common phenomenon
following TBI.
Fasting is an effective manouver to reduce the incidence of gastric aspiration, but in emergency cases
is rather difficult to establish that manouver. Several manouvers to reduce aspiration incidence are: a)
to administer drugs prior to induction: histamine 2-reseptor antagonist (ranitidine, cimetidine), proton
pump inhibitor (omeprazole), antacid (sodium citrate, magnesium trisilicate) and antiemetic
(ondansentrone), b) head up position of 30-45o, c) rapid sequence induction with sellick manouver, d)
insert naso or orogastric tube and aspirate gastric content. By using rapid sequence induction there
would be not enough time to avoid the increase in blood pressure during laryngoscopy-intubation,
whereas for patient with cerebral disorder including traumatic brain injury, increased blood pressure
should be avoided because this will lead to increase intracranial pressure.
Gastric content aspiration is one of anesthesia complication during perioperative periode especially in
emergency cases. Adequate managment can reduce the incidency of aspiration.
Keywords: anesthesia, emergency surgery, gastric content aspiration, traumatic brain injury.
JNI 2012; 1 (1):51-58
Cduvtcm"
Pengelolaan pasien emergensi memiliki tantangan tersendiri bagi anestesiologis. Resiko terjadinya
aspirasi isi lambung sangat besar pada pasien emergensi. Angka kejadian aspirasi isi lambung pada
pasien emergensi berkisar antara 0,7-4% yang dapat berakibat kematian.
Disfungsi gastrointestinal sering terjadi pada pasien dengan cedera otak traumatika. Lebih dari 50%
pasien dengan cedera kepala berat tidak mentoleransi enteral feeding. Intoleransi ini manifest dengan
adanya muntah, distensi abdominal, pelambatan pengosongan lambung, refluks oesofageal dan
penurunan peristaltik intestinal, yang menunjukkan bahwa disfungsi gastrointestinal adalah fenomena
yang umum setelah cedera otak traumatika."
Puasa merupakan pencegahan yang efektif untuk mengurangi terjadinya resiko aspirasi isi lambung,
namun pada kasus emergensi sulit untuk dilaksanakan. Berbagai upaya yang dapat dilakukan pada
pasien emergensi untuk mengurangi angka kejadian aspirasi adalah: a) pemberian obat-obatan
tertentu sebelum dilakukannya anestesi: histamine 2-reseptor antagonis (ranitidine, cimetidine), proton
pump inhibitor (omeprazole), antacid (sodium citrate, magnesium trisilicate) dan antiemetic
(ondansentrone), b) posisi kepala yang lebih tinggi dari tubuh 30-45o, c) rapid sequence induction
dengan sellick maneuver, d) pemasangan pipa naso atau orogastric dan aspirasi isi lambung. Rapid
sequence induction tidak memberi kesempatan untuk mencegah kenaikan tekanan darah saat
laringoskopi dan intubasi, padahal untuk pasien dengan kelainan serebral termasuk cedera otak
traumatika, harus dihindari lonjakan tekanan darah yang akan meningkatkan tekanan intrakranial.
Aspirasi isi lambung merupakan komplikasi anestesi yang mungkin terjadi pada periode perioperatif
khususnya pada pasien emergensi. Pengelolaan yang adekuat mampu untuk mengurangi terjadinya
resiko aspirasi.
Kata kunci: anestesia, aspirasi isi lambung, cedera otak traumatika, operasi emergensi.
LPK"4234="3"*3+<73/7:"

51
52 Jurnal Neuroanestesia Indonesia

I. Pendahuluan cedera otak traumatika. Pasien cedera otak trauma-


tika dengan cedera cervical spine, bila diperlukan
Aspirasi adalah kejadian masuknya material (par- membebaskan jalan nafas harus dijaga pasien dalan
tikel) atau cairan ke dalam jalan nafas dibawah pita inline immobilization. Oleh karena intubasi dilaku-
suara. Kejadian aspirasi relatif jarang, akan tetapi kan dengan menjaga jangan sampai kepala ekstensi,
merupakan komplikasi anestesi umum yang maka pada umumnya intubasi menjadi lebih sulit.
mengerikan, kejadiannya antara 1/3000 sampai Keadaan dimana pasien tidak dapat dengan cepat
1/6000 tindakan anestesi. Kejadiannya meningkat dilakukan intubasi, rentang waktu tersebut dapat
menjadi 1/600 untuk tindakan anestesi umum pada terjadi regurgitasi dan aspirasi cairan lambung.
dewasa.1 Laporan lain dari Swedia pada tahun Disebabkan karena semua pasien dengan cedera
1986, yang melakukan penelitian pada 185.383 otak traumatika beresiko untuk terjadinya aspirasi
pasien yang dilakukan tindakan anestesi umum, cairan lambung, maka dianjurkan melakukan teknik
menyebutkan bahwa kejadian aspirasi adalah Rapid Sequence Induction (RSI) dan cricoid
1/2131 kasus,2 dan 1/161 pada pasien yang pressure. Akan tetapi, pasien cedera otak trauma-
dilakukan seksio sesarea.2,3 tika berat dapat disertai cedera cervikal sehingga
tekanan kartilago krikoid yang tidak tepat dapat
Kematian akibat aspirasi pertama kali dilaporkan
memperburuk pasien.4,6,7
pada tahun 1848 sebagai komplikasi dari anestesi
umum oleh James Simpson. Pada tahun 1946, II. Patofisiologi Aspirasi Isi Lambung
Mendelson mengidentifikasi aspirasi asam pada 66
dari 44.016 pasien obstetrik, yang diberikan Konsekuensi pada paru akibat aspirasi isi lambung
anestesi dengan sungkup muka untuk persalinan. dibagi menjadi 3 bagian yaitu : a) yang berhu-
Confidential Enquiry into Maternal Death di bungan dengan partikel, b) berhubungan dengan
England dan Wales pada tahun 1950 dan 1960 asiditas, dan c) bakteri.2
mencatat bahwa aspirasi adalah penyebab utama
morbiditas dan mortalitas ibu. 4 2.1 Komplikasi yang berhubungan dengan Partikel
Mendelson juga melakukan percobaan pada kelinci Aspirasi partikel dapat menyebabkan kematian
dengan mengambil isi lambung dan dimasukkan secara cepat karena tertutupnya saluran pernafasan
kedalam paru-paru yang kemudian jaringan paru- sehingga menyebabkan hipoksemia. Partikel terse-
paru kelinci tersebut diambil untuk dilihat secara but harus segera dihilangkan dari trakhea, oksi-
histopatologi. Gambaran yang ditunjukkan adalah genasi, dan dilakukan intubasi untuk mencegah
pneumonitis. Mendelson menyimpulkan bahwa
aspirasi selanjutnya. Bila terjadi aspirasi, tidak ada
aspirasi isi lambung dapat menyebabkan kerusakan
pada paru-paru. Semenjak itulah pasien yang akan indikasi melakukan pembilasan jalan nafas, pem-
dilakukan anestesi untuk operasi elektif diharuskan berian steroid, atau antibiotika.2
untuk berpuasa.5 2.2 Komplikasi yang berhubungan dengan asiditas
Kejadian aspirasi lebih besar kemungkinannya pada Keasaman dengan pH < 2.5 dengan jumlah volume
pasien emergensi bila dibandingkan dengan pasien 0,4 ml/kgbb (kira-kira 25 mL) sudah mampu
elektif. Keadaan ini disebabkan pasien yang tidak menjadi ancaman terjadinya pneumonitis aspirasi.
dipuasakan, terlebih bila pasien disertai dengan Schwartz dkk, melaporkan penelitian pada anjing
faktor resiko terjadinya aspirasi. Pasien yang memi- bahwa aspirasi isi lambung dengan pH 5,9
liki resiko terjadinya aspirasi adalah a) kemung- sebanyak 2 ml/kgbb mampu menyebabkan hipoksia
kinan kesulitan pengelolaan jalan nafas b) pasien berat dan meningkatkan shunting paru. Bila
yang disertai dengan penyakit sertaan atau keadaan terdapat partikel makanan, terjadi hiperkapnia, dan
yang menyebabkan melambatnya pengosongan isi terjadi asidosis dan pneumonitis.2,8
lambung seperti kehamilan, obesitas, diabetes
insipidus, hernia, gastroesophageal reflux, ilius atau Efek buruk dari aspirasi asam dapat terjadi dalam 2
obstruksi usus, pasien emergensi dan enteral tube fase: 1) kerusakan jaringan secara langsung dan
feeding. 1 segera dan 2) respons inflamasi. Luka bakar kimia
terjadi dalam 5 detik dari central airway ke alveoli
Aspirasi paru dari isi lambung merupakan salah dan dalam 15 detik semua asam telah dinetralkan
satu komplikasi anestesi yang ditakuti. Pencegahan secara efektif. Deskuamasi lapisan sel superfisial
aspirasi adalah mengetahui pasien yang berisiko dengan hilangnya sel yang bersilia dan tidak
terjadi aspirasi, puasa prabedah, terapi obat-obatan, bersilia terjadi dalam 6 jam. Regenerasi terlihat
dan teknik anestesi.2 setelah 3 hari dan pulih secara sempurna setelah 7
Belum diketahui berapa jumlah kejadian aspirasi hari. Sel alveolar tipe II sangat sensitif terhadap
pada operasi kraniotomi untuk pasien dengan asam hidroklorik dan degenerasi dalam 4 jam sete-
lah aspirasi asam. Peningkatan lysophosphatitidyl
Jurnal Neuroanestesia Indonesia Strategi untuk Mencegah Aspirasi Isi Lambung pada Operasi 53
Cedera Otak Traumatika Emergensi

choline secara cepat setelah terpapar asam dapat otak traumatika dan mencapai puncak pada 24 jam
menimbulkan peningkatan permeabilitas alveolar setelah cedera otak traumatika.10
dan peningkatan air dalam paru.2
Disfungsi gastrointestinal sering terjadi pada pasien
Fase kedua khas dengan pelepasan sitokin proinfla- dengan cedera otak traumatika. Lebih dari 50%
matori seperti tumor necrosis factor alpha (TNF-α) pasien dengan cedera kepala berat tidak mentole-
dan interleukin-8 (IL-8). Sitokin-sitokin ini men- ransi enteral feeding. Intoleransi ini manifest
triger ekspresi dari adhesi molekul L-selectin dan dengan adanya muntah, distensi abdominal, pelam-
beta-2 integrins pada neutrofil, dan interceluler batan pengosongan lambung, refluks oesofageal
adhesion moleculs (ICAM) pada endotelium paru, dan penurunan peristaltik intestinal, menunjukkan
dan menimbulkan respon inflamatori neutrofil.2 bahwa disfungsi gastrointestinal adalah fenomena
yang umum setelah cedera otak traumatika. 9-13
2.3 Komplikasi yang berhubungan dengan bakteri
Cairan lambung tidak steril dan infeksi paru IV. Pencegahan Aspirasi Isi Lambung
disebabkan oleh bakteri anaerob. Campuran aerob- Kejadian aspirasi dapat berakibat fatal yaitu
anaerob ditemukan pada hospital-acquired kematian. Berbagai penelitian dilakukan untuk
aspiration pneumonia.2 mengetahui cara yang efektif untuk mengurangi
angka kejadian aspirasi terutama pada pasien
III. Efek Cedera Otak Traumatika pada emergensi. Pencegahan aspirasi isi lambung dapat
Motilitas Gaster dilakukan dengan identifikasi faktor risiko, puasa
prabedah, farmakoterapi, dan teknik anestesi. Fak-
Cedera otak traumatika dapat menyebabkan pening-
tor risiko adalah: 1) peningkatan tekanan gaster, 2)
katan tekanan intrakranial dan makin berat cedera
peningkatan tendensi regurgitasi, dan 3) tidak
otak, makin besar peningkatan katecholamine
kompetennya laring. Tabel 1 menyimpulkan faktor-
plasma. Peningkatan tekanan intrakranial dapat me-
faktor risiko tersebut.2
nimbulkan gastroparesis, motilitas gaster menurun
yang dimulai dari beberapa detik-menit setelah Tabel 1. Faktor Risiko untuk Regurgitasi dan
terjadinya trauma. Katecholamine yang meningkat Aspirasi Paru
akan me-nimbulkan vaskonstriksi splanchnic yang
menu-runkan aliran darah splanchnic dengan akibat Peningkatan Peningkatan Tidak
moti-litas saluran cerna menurun. Penurunan isi lambung tendensi kompetennya
motilitas ini akan menyebabkan akumulasi cairan untuk laryng
lambung dan dapat terjadi aspirasi cairan lambung regurgitasi
perioperatif.9-13 Pengosongan Penurunan Anestesi Umum
lambung tonus sphincter • Oprasi
Cedera otak traumatika dapat menyebabkan bebe- lambat oesofagus emergensi
rapa komplikasi fisiologik termasuk disfungsi gas- Hipersekresi bagian bawah • Anestetist tidak
trointestinal. Secara spesifik, cedera otak trauma- gaster Gastro- berpengalaman
tika dapat memicu peningkatan permeabilitas Overfeeding oesophageal • Oprasi malam
intestinal, yang dapat menyebabkan translokasi Puasa tidak reflux hari
bakteri, sepsis, dan menimbulkan gagal organ cukup Striktur Cedera otak
multi-sistem. Akan tetapi, mekanisme pastinya Oesophageal Infark/Perdarahan
belum jelas. 11 /carcinoma Otak
Zenker’s Gangguan
Efek fisiologik sistemik setelah cedera otak divertikulum Neuromuskuler
traumatika meningkat secara nyata termasuk Achalasia Multiple sclerosis
disfungsi sistim otonom, inflamasi sistemik, dan Usia sangat • Parkinson
disfungsi organ. Secara spesifik, disfungsi gastro- lanjut • Guillain-barre
intestinal sering terlihat pada pasien cedera otak Diabetic Distropi Otot
traumatika, termasuk abnormalitas motilitas dan autonomic • Cerebral palsy
neuropathi? • Cranial
perubahan mukosa yang dapat membawa kearah
terjadinya ulserasi, inflamasi, dan peningkatan neuropathies
permeabilitas usus. Pada penelitian tikus menunjuk- • Trauma, luka
kan adanya penumpulan vili intestinal dan pening- bakar
katan permeabilitas intestinal 6 jam setelah cedera
otak traumatika. Hal yang sama, peneliti lain Dikutip dari Engelhardt.2
menunjukkan perubahan histopatologik dan pening-
katan permeabilitas usus pada 2 jam setelah cedera
54 Jurnal Neuroanestesia Indonesia

Pada saat akan melakukan anestesi umum pada puasa merupakan pencegahan aspirasi yang paling
pasien emergensi, harus diperhatikan faktor efektif. Pada pasien elektif memiliki waktu yang
predisposisi untuk terjadinya kejadian aspirasi. cukup untuk dilakukan untuk puasa sebelum di-
Faktor-faktor predisposisi ini dapat dilihat pada lakukannya prosedur anestesi. Sedangkan pada
tabel.2 dibawah ini. pasien emergensi sangat sulit untuk dilakukan
puasa sebelum dilakukannya anestesi karena me-
Tabel 2. Faktor predisposisi untuk aspirasi pada miliki waktu yang terbatas.14,15
anestesi umum.
Tabel 3. Rekomendasi Puasa Prabedah
Faktor Peningkatan isi - obstruksi usus
pasien lambung - tidak puasa Makanan Lama Puasa (jam)
- obat Clear fluids 2
- pelambatan Susu Ibu 4
pengosongan
lambung Infant Formula 6
Tidak - hiatus hernia Susu hewan 6
kompetennya - reflux gastro Makanan Ringan 6
LOS oesophageal Dikutip dari ASA guideline.14
- hamil
- morbid obesitas 4.2 Farmakologik
- penyakit
neuromuskular Pada pasien emergensi yang memiliki waktu yang
Penurunan reflex - cedera otak tidak cukup untuk berpuasa maka dipikirkan cara
laring - bulbar palsy
Jenis kelamin - laki-laki lain yaitu dengan pemberian obat-obatan sebelum
Umur - geriatri dilakukan anestesi umum atau sedasi. Obat-obatan
Faktor Prosedur - emergensi yang diberikan adalah:
pembedah - laparoskopi
Posisi - litotomi a." Histamine-2 receptor antagonists
Faktor Air way - intubasi sulit
anestesi - insuflasi gas Obat yang termasuk kedalam golongan ini adalah
Rumah anestesi - kedalam cimetidine, ranitidine dan famotidine. Golongan
anestesi tidak obat ini memiliki efek untuk menurunkan volume
adekuat cairan lambung dan keasaman cairan lambung.
Dikutip dari King W.1 Mekanisme kerja dari obat ini adalah mengurangi
jumlah sekresi cairan lambung. Tidak semua pasien
4.1 Puasa
dapat diberikan obat golongan ini, pada penderita
Aspirasi cairan lambung dengan keasaman pH<2.5 atau riwayat asma tidak dapat diberikan. Dosis
dan 25 ml dapat menyebabkan pneumonitis aspi- yang diberikan 4 mg/kgbb 1-2 jam sebelum dilaku-
rasi. Seorang pasien yang puasa mampu untuk kan anestesi. Pasien yang memiliki resiko
menurunkan 50% dari cairan lambung. American terjadinya aspirasi dapat dilakukan dosis ulangan
setelah 5-6 jam.14,16,17
Society of Anesthesiologists (ASA) menetapkan
suatu panduan atau guideline sebagai protocol b." Proton pump inhibitor
untuk puasa yaitu (lihat tabel 3)14:
Omeprazole, esomeprazole, pantoprazole merupa-
1. Puasa 2 jam dari clear water (air, juice tanpa kan golongan proton pump inhibitor. Golongan ini
ampas, soft drink, teh dan kopi hitam). sering dikombinasikan dengan golongan Hista-
Pemberian clear water ini dapat diberikan 2 mine-2 antagonis yang bertujuan untuk mengurangi
jam sebelum dilakukan anestesi umum, regi- kejadian aspirasi karena emesis atau reflux.
onal anestesi ataupun sedasi (Monitored Omeprazole dan esmeprazole diberikan secara
anesthesia care) sebanyak tidak lebih dari 100 peroral dengan dosis 20 mg. Pemberian per oral ini
ml atau 2 ml/kgBB untuk anak-anak. memiliki efek yang cukup lama untuk menurunkan
2. Puasa 4 jam dari susu ibu. jumlah cairan lambung, minimal diberikan 3 jam
3. Puasa 6 jam dari makanan padat, susu formula. sebelum dilakukannya induksi anestesi. Ome-
Pada neonates ataupun infant yang diberikan prazole akan mempengaruhi sekresi dari diazepam,
susu formula tetap dilakukan puasa selama 6 warfarin ataupun phenytoin. Pantoprazole diberikan
jam. Pada keadaan ini harus diperhatikan status secara intravena dengan dosis 40 mg. pemberian
cairan dari pasien. pantozole dikombinasikan dengan ranitidine 50 mg
intravena yang diberikan 1 jam sebelum dilakukan-
American Society of Anesthesiologists lebih meng- nya induksi anestesi yang berguna untuk meng-
anjurkan puasa pada pasien sebelum dilakukannya urangi volume cairan lambung dan meningkatkan
anestesi. Beberapa penelitian mengatakan bahwa pH. 14,16,17
Jurnal Neuroanestesia Indonesia Strategi untuk Mencegah Aspirasi Isi Lambung pada Operasi 55
Cedera Otak Traumatika Emergensi

c." Antiemetik 4.3 Teknik Anestesi


Antiemetik ini dapat digunakan dalam 2 fungsi Beberapa teknik anestesi yang dapat dilakukan
yaitu sebagai antiemetik dan sebagai pencegahan untuk mengurangi terjadinya resiko aspirasi pada
aspirasi dengan cara meningkatkan pH cairan pasien emergensi diantaranya adalah posisi head up
lambung. Ondansentron termasuk kedalam golong-
an antiemetik yang diberikan secara intravena. 30-45O, rapid sequence induction yang disertai
Beberapa dekade menyatakan bahwa ondansentron dengan Sellick maneuver dan awake intubasi.
memiliki efek yang cukup baik untuk menurunkan
angka kejadian dari aspirasi pasien emergensi, Pada pasien dengan peningkatan tekanan intra-
tetapi ada beberapa penelitian yang membanding- kranial, rapid sequence induction dan awake
kan antara pemberian ondansentron preoperatif dan intubasi hampir tidak mungkin dilakukan, karena
postoperatif dimana hasil yang ditunjukkan adalah akan meningkatkan tekanan darah, aliran darah
lebih efektif pemberian ondansentron pada post- otak, volume darah otak, tekanan intrakranial,
operatif untuk mengurangi rasa mual. Pemberian iskemia otak, herniasi otak. Peningkatan aliran
ondansentron masih tetap direkomendasikan untuk darah otak dapat menimbulkan bertambah beratnya
mengurangi angka kejadian aspirasi yang diberikan
secara intravena. Dosis yang diberikan adalah 4 mg hiperemia dan edema otak yang telah terjadi.6
dan dapat dilakukan dalam jangka waktu 4-8 jam.
Antiemetik diberikan 30-1 jam sebelum dilakukan- Posisi Head Up 30-45O
nya induksi anestesi. 14,16,17 Posisi Head Up 30-45O merupakan salah satu cara
d." Stimulasi Gastrointestinal untuk mengurangi kemungkinan terjadinya aspirasi.
Metoklopramid merupakan obat yang berefek Dengan posisi ini diharapkan cairan lambung
stimulasi gastrointestinal yang berfungsi untuk berada di bagian bawah antrum corpus dan pylorus,
mengurangi jumlah cairan lambung. Metoklo- sehingga memudahkan untuk mengalir kedalam
pramid bekerja mempercepat pengosongan lam- duodenum. Kompensasi dari posisi ini adalah
bung dan mengurangi sekresi cairan lambung. sedikit hipotensi disebabkan darah lebih mengalir
Metoklopramid tidak dapat diberikan pada semua kebagian ekstremitas inferior.14,15
pasien karena dapat menyebabkan atau mempro-
pokasi terjadinya hipertensi krisis pada pasien
dengan pheochromositoma. Pemberian secara intra-
vena dengan cepat dapat menyebabkan kram pada
abdomen, dan kontra indikasi bila diberikan pada
ilius obstruksi total. Dosis yang diberikan adalah
10-20 mg atau 0,25 mg/kgbb diberikan selama 5
menit. Tidak diberikan bersama-sama dengan
cimetidine karena dapat mengurangi absorbsi dan
potensi dari metoclopramide. 14,16,17
e." Antasid
Sodium sitrat, magnesium trisilikat, bisitrat (sodium Gambar 1. Anatomi gaster dan saluran nafas atas
sitrat dan citric acid) atau polycitrat (sodium citrate, Dikutip dari Soreide.15
potassium citrate dan citric acid) termasuk kedalam
antasid. Pemberian antasid memiliki tujuan untuk Rapid Sequence Induction dengan Sellick
meningkatkan pH cairan lambung. Dosis yang Maneuver
diberikan 15-30 ml peroral, diberikan 15-30 ml
sebelum dilakukannya induksi. 14,16,17 Rapid sequence induction adalah suatu metode
induksi anestesi pada pasien yang memiliki resiko
Tabel 4. Pencegahan farmakologik terjadinya aspirasi. Setelah hilangnya kesadaran
Obat Rute Dosis Onset
Lama
Asiditas Vol
LOS kemudian diikuti dengan penekanan pada cricoid
kerja tonus
Cimetidin Po 300-800 mg 1-2 jam 4-8 jam ↓↓↓ ↓↓ 0 kemudian dilakukan intubasi dan pengembangan
Iv 300 mg balon tanpa dilakukannya ventilasi terlebih dahulu.
Ranitidin Po 150-300 mg 1-2 jam 10-12 jam ↓↓↓ ↓↓ 0
Iv 50 mg Intubasi dilakukan secepat dan seaman mungkin
Famotidin Po 20-40 mg 1-2 jam 10-12 jam ↓↓↓ ↓↓ 0
Iv 20 mg
pada pasien emergensi.4,7
Nizatidin Po 250-300 mg 0,5-1 jam 10-12 jam ↓↓↓ ↓↓ 0
Antasid non Po 15-30 mL 5-10 menit 30-60 menit ↓↓↓ ↑ 0 Sellick manouver tidak dapat dilakukan pada pasien
partikel dengan trauma leher (Tabel 5).
Metoclo- Iv 10 mg 1-3 menit 1-2 jam 0 ↓↓ ↑↑
pramid po 10-15 mg 30-60 menit
LOS = Lower Oesophageal Sphincter
Dikutip dari: Morgan. 17
56 Jurnal Neuroanestesia Indonesia

Disebabkan karena kemungkinan terjadi cedera


kolumna vertebralis atau medula spinalis, pengelo-
laan jalan nafas pada pasien dengan cedera otak
traumatika merupakan satu tantangan bagi
anestetist. Targetnya adalah definitif airway untuk
dapat memperbaiki oksigenasi dan ventilasi tanpa
melakukan cedera pada medula spinalis. Pasien-
pasien tersebut dalam keadaan tidak puasa dan
Kartilago krikoid terletak Kartilago krikoid harus pelambatan pengosongan isi lambung, sehingga
inferior dari prominens difiksasi antara jari dan kemungkinan terjadinya aspirasi isi lambung
tiroid dan membran ditekan kebawah dengan
krikotiroid. tenaga 20-30 newtons. menjadi lebih besar.6

Gambar 2 : Sellick’s manuver Metode optimal untuk intubasi trakhea bergantung


Dikutip dari: Hein C.7 pada kondisi pasien, level kooperativitas pasien,
serta skill dan pengalaman anestetist. Kesulitan-
Penekanan krikoid pertama kali dilakukan oleh kesulitan tersebut adalah karena:
Sellick pada tahun 1961 sebagai suatu metode 1) Pasien dengan cedera kepala ringan dan sedang
untuk mengurangi risiko aspirasi selama induksi yang memerlukan intubasi rakhea, mungkin
anestesi. Teknik Sellicks adalah memberikan tekan- masih sadar dan kuat untuk melawan tindakan
intubasi yang tidak diberikan obat-obatan.
an kebawah pada kartilago krikoidea, menekan
2) Adanya collar, akan mempersulit laringoskopi
oesophagus melawan corpus vertebra.7 Penekanan intubasi.
krikoid ini dimaksudkan untuk menutup bagian atas
dari oesophagus. Penekanan yang dilakukan sekitar Hal-hal yang menyulitkan intubasi trakhea,
20-30 newton setara dengan 2-3 kg. Tidak semua ditambah dengan lambung penuh, memperbesar
pasien dapat dilakukan sellick maneuver.7 kemungkinan terjadinya aspirasi cairan lambung.

Tabel 5. Kontra indikasi penekanan pada krikoid Tabel 6. Teknik intubasi yang disarankan
GCS Stabilitas Hipnotik Urgensi Pelumpuh otot
Kemungkinan kontra indikasi cricoid pressure
hemodinamik
Trauma pada leher bagian depan
3-8 Ya Lidokain 1,5 Ya Succ. Cholin
• Landmark sulit didentifikasi
mg/kg 1mg/kg
Cedera Cervical Spine yang tidak stabil
tidak - - -
• Risiko pergerakan leher, tapi dapat dilakukan bila dapat
9-12 Ya Pentotal 2-3 Ya Succ 1 mg/kg
dilakukan teknik bi-manual.
mg/kg atau
Pasien sedang muntah
propofol 1-2
• Risiko ruptur oesofagus
mg/kg + Tidak Vec 0,02 mg/kg
Jumlah penolong terbatas
lidokain 1,5
• Panduan dari The International Liaison Committee on mg/kg
Resuscitation (ILCOR) guide-lines menyebutkan bahwa Tidak Etomidate Ya Succ 1 mg/kg
cricoid pressure dilkakukan bila ada 3 penolong. Bila 1-2 mg/kg
hanya ada satu atau 2 orang maka prioritas utama adalah
13-15 Ya Pentotal 3-4 Ya Succ 1 mg/kg
airway dan breathing.
mg/kg atau
Bila intubasi sulit
propofol 1,5-
• Dapat mengurangi pandangan saat laringoskopi, terutama 2 mg/kg + Tidak Vec 0,02 mg/kg
bila dilakukan dengan tidak tepat. lidokain 1,5
Dikutip dari Hein C.7 mg/kg
Tidak Etomidate Ya Succ 1 mg/kg
4.4 Pengelolaan Jalan Nafas pada Cedera Otak 1-2 mg/kg
Traumatika Dikutip dari: Grady MS.4

Berdasarkan nilai GCS, cedera kepala dibagi atas Catatan :


cedera kepala ringan (GCS 13-15), cedera kepala • Bila hemodinamik tidak stabil, gunakan etomidat.
• Karena di Indonesia tidak ada succ cholin gunakan
sedang (GCS 9-12), dan cedera kepala berat (GCS vecuronium.
3-8). Pasien cedera kepala berat jelas memerlukan • Dosis etomidate diatas dikutip langsung dari sumbernya
laringoskopi-intubasi saat pasien tiba di UGD (Grady MS), tapi dosis induksi adalah 0,2-0,5 mg/kg.
rumah sakit. Apabila diperlukan tindakan anestesi (Morgan)
• Dosis intubasi Vecuronium 0,12 mg/kg (Morgan)
untuk operasi kraniotomi, baik cedera kepala
ringan, sedang, berat memerlukan pembebasan ja-
lan nafas dengan melakukan intubasi endotra-
kheal.6
Jurnal Neuroanestesia Indonesia Strategi untuk Mencegah Aspirasi Isi Lambung pada Operasi 57
Cedera Otak Traumatika Emergensi

3.5 Terapi 2. Engelhardt T, Webster NR. Pulmonary


aspiration of gastric contents in anaesthesia. Br
Apabila sudah terjadi aspirasi pada pasien yang J Anaesth 1999; 83:453-60.
telah dianestesi, tindakan umum yang dilakukan
adalah posisi kepala diturunkan 30o, pengisapan 3. O’Sullivan GM, Guyton TS. Aspiration: Risk,
semua material dari oropharing, intubasi trakhea, prophylaxis, and treatment. Dalam: Chesnut
pengisapan trakhea sebelum dilakukan ventilasi DH, ed. Obstetric Anesthesia Principles and
Practice, 3rd ed. Philadelphia: Elsevier
mekanik. Pada pasien dengan peningkatan tekanan
Mosby;2004,523-32.
intrakranial tidak boleh dilakukan penurunan posisi
kepala karena akan meningkatan aliran darah otak, 4. Ellis DY, Harris T, Zideman D. Cricoid
volume darah otak, edema otak bertambah dan pressure in emergency department rapid
peningkatan tekanan intrakranial. sequence tracheal intubation: A risk-benefit
analysis. Ann Emerg Med 2007.
Dosis tinggi steroid intravena atau melalui
nebulizer dalam usaha untuk mengurangi respons 5. Bisri DY, Redjeki IS. Mendelson syndrome.
Anesthesia & Critical Care 2008;26(2):20-8.
inflamasi telah dilakukan, akan tetapi, tidak menun-
jukkan hasil yang menguntungkan. Pada pasien 6. Grady MS, Lam AM. Management of acute
cedera otak atau sakit kritis lainnya pemberian head injury: Initial resuscitation. Dalam: Lam
kortikosteroid akan meningkatkan mortalitas. Pene- AM. Anesthetic management of acute head
litian Corticosteroid After Significant Head Injury injury. New York: McGraw-Hill;1995,88-96.
(CRASH) pada tahun 2004, yang membuka pemi- 7. Hein C, Owen H. The effective application of
kiran bahwa penghambatan total dari neuroinfla- cricoid pressure. Journal of Emergency
masi pascatrauma dengan pemberian dosis tinggi Primary Health Care (JEPHC) 2005; 3: issue 1-
methylprednisolon menyebabkan peningkatan mor- 2.
talitas yang nyata setelah cedera kepala.18
8. Green SM, Krauss B. Pulmonary aspiration
Tidak ada penelitian kontrol untuk terapi antibiotik risk during emergency department procedural
dalam pengobatan aspirasi paru. Akan tetapi, pada sedation - An examination of the role of fasting
praktek klinis, antibiotika sering digunakan untuk and sedation depth. Academic emergency
pengobatan aspirasi pneumonia sebelum dilakukan medicine 2002;9(1):35-42.
isolasi kuman.
9. Hang CH, Shi JX, Li JS, Wu W, Li WQ, Yin
V. Simpulan HX. Levels of vasoactive intestinal peptide,
cholecystokinin and calcitonin gene-related
Pasien emergensi memiliki tantangan tersendiri peptide in plasma and jejunum of rats
bagi anestesiologis. Aspirasi paru merupakan suatu following traumatic brain injury and
yang mungkin terjadi. Puasa merupakan pence- underlying significance in gastrointestinal
gahan yang paling efektif untuk mengurangi dysfunction. World J Gastroenterol
kemungkinan terjadinya aspirasi. Cara lain yang 2004;10(6):875-80.
dapat dilakukan untuk mengurangi resiko aspirasi 10. Wang YB, Liu J, Yang ZX. Effects of
adalah pemberian obat-obatan (histamine-2 receptor intestinal mucosal blood flow and motility on
antagonists, proton pump inhibitor, antiemetic, intestinal mucosa. World J Gastroenterol. 2011
metoclopramid) atau teknik anestesi (posisi head up Feb 7;17(5):657-61.
30-45o, rapid sequence induction dengan Sellick
11. Bansal V, Costantini T, Kroll L, Peterson C,
maneuver) dengan tetap memperhatikan jangan Loomis W, Eliceiri B, et al. Traumatic brain
sampai terjadi lonjakan tekanan darah saat injury and intestinal dysfunction: Uncovering
laringoskopi intubasi. the Neuro-Enteric Axis. J Neurotrauma. 2009
August; 26(8): 1353–59.
Daftar Pustaka
12. de Lucena1 AF, Tibúrcio RV, Vasconcelos
1. King W. Pulmonary aspiration of gastric GC, Ximenes JDA, Filho GC, da Graça RV.
content. Update in Anesthesia. Influence of acute brain injuries on gut
www.anesthesiologist.org motility. Rev Bras Ter Intensiva. 2011;
23(1):96-103.
58 Jurnal Neuroanestesia Indonesia

13. Jin W, Ni H, Dai Y, Wang H, Lu T, Wu J, et Pharmacology & Physiology in Anesthetic


al. Effects of tertbutylhydroquinone on Practice. 2nd ed. Lippincott Williams &
intestinal inflammatory response and apoptosis Wilkins; 2006,441-55.
following traumatic brain injury in mice.
Hindawi Publishing Corporation Mediators of 17. Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ. Clinical
Inflammation Volume 2010. Anesthesiology. 4th ed, New York: Lange
Medical Books/McGraw-Hill ;2006, 276-88.
14. American Society of Anesthesiologist: Practice
guideline for preoperative fasting and the use 18. Bendo AA. Perioperative management of adult
of pharmacologic agent to reduce the risk of patients with severe head injury. Dalam:
pulmonary aspiration: application to healthy Cottrell JE, Young WL, editor. Cottrell and
patients undergoing elective procedure. Young’s Neuroanesthesia; 2010, 317-25.
Anesthesiology 2011;114 : 495-511.
15. Soreide E, Eriksson LI, Hirlekar G, Eriksson
H, Henneberg SW, Sandin R, Raeder J. Pre-
operative fasting guidelines: an update. Acta
Anesthesiol Scand 2005;49:1041-47.
16. Stoelting RK, Hillier SC. Histamine and
Histamine Receptor Antagonists. Handbook of

You might also like