Professional Documents
Culture Documents
A. PENGERTIAN
SOL (Space Occupying Lesion) merupakan generalisasi masalah mengenai
adanya lesi pada ruang intracranial khususnya yang mengenai otak. Terdapat
beberapa penyebab yang dapat menimbulkan lesi pada otak seperti kontusio serebri,
hematoma, infark, abses otak dan tumor intracranial. (Suzanne dan Brenda G Bare.
1997: 2167).
Space occupying lesion intrakranial (lesi desak ruang intrakranial)
didefinisikan sebagai neoplasma, jinak atau ganas, primer atau sekunder, serta setiap
inflamasi yang berada di dalam rongga tengkorak yang menyebabkan peningkatan
tekanan intrakranial dan menempati ruang di dalam otak. Space occupying lesion
intrakranial meliputi tumor, hematoma, dan abses (Ejaz Butt, 2005).
Jadi dapat disimpulkan SOL (Space Occupying Lesion) merupakan
generalisasi masalah mengenai adanya lesi pada ruang intracranial khususnya yang
mengenai otak sebagai neoplasma, jinak atau ganas, primer atau sekunder, serta setiap
inflamasi yang berada di dalam rongga tengkorak yang menyebabkan peningkatan
tekanan intrakranial dan menempati ruang di dalam otak. Space occupying lesion
intrakranial meliputi tumor, hematoma, dan abses.
c) Papila Oedema
SOL
(Space Occupying Lession)
Menekan Menekan
Risiko Hambatan Mobilitas Menesefalon nervus2
Ketidakefektifan Fisik Kranialis
Perfusi Hambatan
Jar.cerebral Komunikasi Verbal Penurunan Mual,muntah
Kesadaran anoreksia
Ketidakseim
Ketidakefektifan
bangan
Pola nafas
Nutrisi
kurang
Dari
kebutuhan
tubuh
Kelumpuhan otot2
wajah, Jari dan
Gangguan penglihatan
D. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. CT Scan : Memberi informasi spesifik mengenal jumlah, ukuran, kepadatan, jejas
tumor, dan meluasnya edema serebral sekunder serta memberi informasi tentang
sistem vaskuler.
2. MRI : Membantu dalam mendeteksijejas yang kecil dan tumor didalam batang
otak dan daerah hiposisis, dimana tulang menggangu dalam gambaran yang
menggunakan CT Scan
3. Biopsi stereotaktik : Dapat mendiagnosa kedudukan tumor yang dalam dan untuk
memberi dasar pengobatan seta informasi prognosi.
4. Angiografi : Memberi gambaran pembuluh darah serebal dan letak tumor
5. Elektroensefalografi (EEG) : Mendeteksi gelombang otak abnormal
E. PENATALAKSANAAN MEDIS
Penanganan yang terbaik untuk peningkatan ICP adalah pengangkatan dari lesi
penyebabnya seperti tumor, hidrosefalus, dan hematoma. Pengobatan ditujukan untuk
mencegah peristiwa sekunder. Berikut merupakan tindakan yang dapat dilakukan
(Widjoseno, 2004, Eccher,2004 ).
1. Penanganan Primer
Tindakan utama untuk peningkatan ICP adalah untuk mengamankan
ABCDE (primary survey) pada pasien. Banyak pasien dengan peningkatan ICP
memerlukan intubasi. Pasien dengan skor GCS kurang dari 8 harus diintubasi
untuk melindungi airway. Yang menjadi perhatian utama pada pemasangan
intubasi ini adalah mampu memberikan ventilasi tekanan positif yang kemudian
dapat meningkatkan tekanan vena sentral yang kemudian akan menghasilkan
inhibisi aliran balik vena sehingga akan meningkatkan ICP (Kaye, 2005,
Eccher,2004 ).
Posisi kepala pasien juga harus diperhatikan. Elevasi pada kepala dapat
menurunkan ICP pada kondisi normal dan pada pasien dengan cedera kepala
melalui mekanisme penurunan tekanan hidrostatis CSF yang akan menghasilkan
aliran balik vena. Sudut yang dianjurkan dan umumnya digunakan untuk elevasi
pada kepala adalah 30o. Pasien harus diposisikan dengan kepala menghadap lurus
ke depan karena apabila kepala pasien menghadap ke salah satu sisinya dan
disertai dengan fleksi pada leher akan meyebabkan penekanan pada vena jugularis
interna dan memperlambat aliran balik vena (Kaye, 2005, Eccher,2004 )
2. Penanganan Sekunder
Hiperventilasi digunakan pada pasien dengan skor GCS yang lebih dari 5.
Pembuluh darah otak merespon dengan cepat pada perubahan PaCO2. PaCO2
yang rendah dapat menyebabkan vasokonstriksi, yang kemudian akan mengurangi
komponen darah dalam volume intrakranial, dimana peningkatan PaCO2
menyebabkan vasodilatasi. Hiperventilasi bertujuan menjaga agar PaCO2 berada
pada level 25 – 30 mm Hg sehingga CBF akan turun dan volume darah otak
berkurang dan dengan demikian mengurangi ICP. (Kaye, 2005, Eccher,2004 ).
3. Intervensi bedah
Tekanan intrakranial (intracranial pressure, ICP) dapat diukur secara
kontinu dengan menggunakan transduser intrakranial. Kateter dapat dimasukkan
ke dalam ventrikel lateral dan dapat digunakan untuk mengeluarkan CSF dengan
tujuan untuk mengurangi ICP. Drain tipe ini dikenal dengan EVD
(ekstraventicular drain). Pada situasi yang jarang terjadi dimana CSF dalam
jumlah sedikit dapat dikeluarkan untuk mengurangi ICP, Drainase ICP melalui
punksi lumbal dapat digunakan sebagai suatu tindakan pengobatan (Eccher,2004
,Gulli. Dkk, 2010).
Kraniotomi adalah suatu tindakan yang dilakukan untuk mengeluarkan
hematom di dalam ruangan intrakranial dan untuk mengurangi tekanan
intrakranial dari bagian otak dengan cara membuat suatu lubang pada tulang
tengkorak kepala. Kranioektomi adalah suatu tindakan radikal yang dilakukan
sebagai penanganan untuk peningkatan tekanan intrakranial, dimana dilakukan
pengangkatan bagian tertentu dari tulang tengkorak kepala dan duramater
dibebaskan agar otak dapat membesar tanpa adanya herniasi. Bagian dari tulang
tengkorak kepala yang diangkat ini desebut dengan bone flap. Bone flap ini dapat
disimpan pada perut pasien dan dapat dipasang kembali ketika penyebab dari
peningkatan ICP tersebut telah disingkirkan. Material sintetik digunakan sebagai
pengganti dari bagian tulang tengkorak yang diangkat. Tindakan pemasangan
material sintetik ini dikenal dengan cranioplasty (Eccher,2004 ,Gulli. Dkk, 2010).
Kraniotomi adalah salah satu bentuk dari operasi pada otak. Operasi ini
paling banyak digunakan dalam operasi untuk mengangkat tumor pada otak.
Operasi ini juga sering digunakan untuk mengangkat bekuan darah (hematom),
untuk mengontrol perdarahan, aneurisma otak, abses otak, memperbaiki
malformasi arteri vena, mengurangi tekanan intrakranial, atau biopsi (Gulli. Dkk,
2010)
F. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Data Dasar
Nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, alamat, golongan darah,
penghasilan
2. Riwayat Kesehatan
Apakah klien pernah terpajan zat zat kimia tertentu, riwayat tumor pada keluarga,
penyakit yang mendahului seperti sklerosis TB dan penyakit neurofibromatosis,
kapan gejala mulai timbul
3. Aktivitas / istirahat
Gejala : Kelemahan / keletihan, kaku, hilang keseimbangan.
Tanda : Perubahan kesadaran, letargi, hemiparese, quadriplegi, ataksia, masalah
dalam keseimbangan, perubaan pola istirahat, adanya faktor-faktor
yang mempengaruhi tidur seperti nyeri, cemas, keterbatasan dalam
hobi dan latihan.
4. Sirkulasi
Gejala : Nyeri kepala pada saat beraktivitas.
Tanda : Perubahan pada tekanan darah atau normal, perubahan frekuensi
jantung.
5. Integritas Ego
Gejala : Faktor stres, perubahan tingkah laku atau kepribadian,
Tanda : Cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung, depresi dan
impulsif.
6. Eliminasi
Inkontinensia kandung kemih/ usus mengalami gangguan fungsi.
7. Makanan / cairan
Gejala : Mual, muntah proyektil dan mengalami perubahan selera.
Tanda : Muntah ( mungkin proyektil ), gangguan menelan ( batuk, air liur
keluar, disfagia )
8. Neurosensori
Gejala : Amnesia, vertigo, synkop, tinitus, kehilangan pendengaran, tingling
dan baal pad aekstremitas, gangguan pengecapan dan penghidu.
Tanda : Perubahan kesadaran sampai koma, perubahan status mental,
perubahan pupil, deviasi pada mata ketidakmampuan mengikuti,
kehilangan penginderaan, wajah tidak simetris, genggaman lemah tidak
seimbang, reflek tendon dalam lemah, apraxia, hemiparese,
quadriplegi, kejang, sensitif terhadap gerakan
9. Nyeri / Kenyamanan
Gejala : Nyeri kepala dengan intensitas yang berbeda dan biasanya lama.
Tanda : Wajah menyeringai, respon menarik dri rangsangan nyeri yang hebat,
gelisah, tidak bisa istirahat / tidur.
10. Pernapasan
Tanda : Perubahan pola napas, irama napas meningkat, dispnea, potensial
obstruksi.
11. Hormonal
Amenorhea, rambut rontok, dabetes insipidus.
G. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Ketidakefektifan perfusi jaringan perfusi jaringan serebral berhubungan
dengan gangguan serebrovaskular
2) Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera biologis
3) Hambatan mobilitas fisik berubungan dengan penurunan kekuatan otot
4) Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan fisiologis
5) Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan
6) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
7) Risiko jatuh dibuktikan dengan hambatan fisik
H. RENCANA KEPERAWATAN
6. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari Setelah dilakukan asuhan keperawatan Manajemen Nutrisi:
kebutuhan tubuh berhubungan dengan selama 3 x 24 jam, diharapkan Tentukan status gizi pasien dan
kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi kemampuan pasien untuk memenuhi
dengan kriteria hasil yaitu sebagai kebutuhan gizi.
berikut: Identifikasi adanya alergi atau intoleransi
Status Asupan Nutrisi : makanan yang dimiliki pasien.
Asupan kalori adekuat Ciptakan lingkungan yang optimal pada
Asupan protein adekuat saat mengkonsumsi makan (misalnya,
Asupan lemak adekuat bersih, berventilasi, santai, dan bebas dari
Asupan karbohidrat adekuat bau yang menyengat).
7. Risiko jatuh dibuktikan dengan hambatan Setelah dilakukan tindakan Manajemen Lingkungan Keselamatan
fisik keperawatan selama ....X.... jam Identifikasi kebutuhan keamanan pasien
diharapkan risiko cidera dapat berdasarkan fungsi fisik dan kognitif serta
terhindar dengan kriteria hasil : riwayat perilaku di masa lalu
Kejadian Jatuh Identifikasi hal-hal yang membahayakan di
Tidak ada jatuh saat berdiri lingkungan
Tidak ada jatuh saat berjalan Singkirkan bahan berbahaya di lingkungan
Tidak ada jatuh saat duduk Modifikasi lingkungan untuk
Tidak ada jatuh saat naik meminimalkan bahan berbahaya dan
tangga berisiko
Tidak ada jatuh saat turun Sediakan alat untuk beradaptasi
tangga Bantu pasien saat melakukan perpindahan
Tidak jatuh dari tempat tidur ke lingkungan yang lebih aman
Tidak jatuh saat dipindahkan Edukasi individu dan kelompok yang
berisiko tinggi terhadap bahan berbahaya
yang ada di lingkungan
Pencegahan Jatuh
Indentifikasi kekurangan baik kognitif atau
fisik dari pasien yang mungkin
meningkatkan potensi jatuh pada
lingkungan tertentu
Identifikasi perilaku dan faktor yang
mempengaruhi risiko jatuh
Bantu ambulasi individu yang tidak
memiliki keseimbangan
Sediakan alat bantu (mis., tongkat atau
walker) untuk menyeimbakan gaya
berjalan
Orientasikan pasien dalam lingkungan fisik