You are on page 1of 20

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN SPACE

OCCUPYING LESION (SOL) SEREBRI

A. PENGERTIAN
SOL (Space Occupying Lesion) merupakan generalisasi masalah mengenai
adanya lesi pada ruang intracranial khususnya yang mengenai otak. Terdapat
beberapa penyebab yang dapat menimbulkan lesi pada otak seperti kontusio serebri,
hematoma, infark, abses otak dan tumor intracranial. (Suzanne dan Brenda G Bare.
1997: 2167).
Space occupying lesion intrakranial (lesi desak ruang intrakranial)
didefinisikan sebagai neoplasma, jinak atau ganas, primer atau sekunder, serta setiap
inflamasi yang berada di dalam rongga tengkorak yang menyebabkan peningkatan
tekanan intrakranial dan menempati ruang di dalam otak. Space occupying lesion
intrakranial meliputi tumor, hematoma, dan abses (Ejaz Butt, 2005).
Jadi dapat disimpulkan SOL (Space Occupying Lesion) merupakan
generalisasi masalah mengenai adanya lesi pada ruang intracranial khususnya yang
mengenai otak sebagai neoplasma, jinak atau ganas, primer atau sekunder, serta setiap
inflamasi yang berada di dalam rongga tengkorak yang menyebabkan peningkatan
tekanan intrakranial dan menempati ruang di dalam otak. Space occupying lesion
intrakranial meliputi tumor, hematoma, dan abses.

B. TANDA DAN GEJALA


1. Gejala Peningkatan Tekanan Intrakranial
Nyeri kepala, edema papil dan muntah secara umum dianggap sebagai
karakteristik peninggian tekanan intrakranial.(Syaiful Saanin, 2012).
a) Nyeri Kepala
Nyeri kepala akibat peregangan dura dan pembuluh darah; papiledema
akibat tekanan dan pembengkakan diskus optikus. Nyeri kepala terutama
terjadi pada waktu bangun tidur, karena selama tidur PCO2 arteri serebral
meningkat sehingga mengakibatkan peningkatan dari serebral blood flow dan
dengan demikian mempertinggi lagi tekanan intrakranium. Lonjakan tekanan
intrakranium sejenak karena batuk, mengejan atau berbangkis akan
memperberat nyeri kepala.
b) Muntah
Muntah dijumpai pada 1/3 penderita dengan gejala tumor otak dan
biasanya disertai dengan nyeri kepala. Muntah tersering adalah akibat tumor di
fossa posterior. Muntah tersebut dapat bersifat proyektil atau tidak dan sering
tidak disertai dengan perasaan mual serta dapat hilang untuk sementara waktu.

c) Papila Oedema

Papila oedema menunjukkan adanya oedema atau pembengkakan diskus


optikus yang disebabkan oleh peningkatan tekanan intrakranial yang menetap
selama lebih dari beberapa hari atau minggu. Oedema ini berhubungan dengan
obstruksi cairan serebrospinal, dimana peningkatan tekanan intrakranial pada
selubung nervus optikus menghalangi drainase vena dan aliran aksoplasmik
pada neuron optikus dan menyebabkan pembengkakan pada diskus optikus
dan retina serta pendarahan diskus. Papila oedema tahap lanjut dapat
menyebabkan terjadinya atrofi sekunder papil nervus optikus (Syaiful Saanin,
2012).

2. Gejala Lokal Space Occupying Lesion


a) Tumor di lobus frontalis / kortikal
Sakit kepala akan muncul pada tahap awal, sedangkan muntah dan
papiledema akan timbul pada tahap lanjutan. Walaupun gangguan mental
dapat terjadi akibat tumor di bagian otak manapun, namun terutama terjadi
akibat tumor di bagian frontalis dan korpus kalosum. Akan terjadi kemunduran
intelegensi, ditandai dengan gejala “Witzelsucht”, yaitu suka menceritakan
lelucon-lelucon yang sering diulang-ulang (Saanin, 2004, Bradley, 2000).
Kejang adversif (kejang tonik fokal) merupakan simptom lain dari tumor
di bagian posterior lobus frontalis, di sekitar daerah premotorik. Tumor di
lobus frontalis juga dapat menyebabkan refleks memegang (Saanin, 2004,
Bradley, 2000).
b) Tumor di lobus temporalis
Bila lobus temporalis kanan yang diduduki, gejala klinis kurang
menonjol. Kecuali, bila daerah unkus terkena, akan timbul serangan “uncinate
fit” pada epilepsi. Kemudian akan terjadi gangguan pada funsgi penciuman
serta halusinasi auditorik dan afasia sensorik. Hal ini logis bila dikaitkan
dengan fungsi unkus sebagai pusat penciuman dan lobus temporalis sebagai
pusat pendengaran. Gejala tumor lobus temporalis antara lain disfungsi traktus
kortikospinal kontralateral, defisit lapangan pandang homonim, perubahan
kepribadian, disfungsi memori dan kejang parsial kompleks (Saanin, 2004,
Bradley, 2000).
c) Tumor pada lobus oksipitalis
Tumor pada lobus ini jarang ditemui. Bila ada, maka gejala yang muncul
biasanya adalah sakit kepala di daerah oksiput. Kemudian dapat disusul
dengan gangguan medan penglihatan.Tumor lobus oksipital sering
menyebabkan hemianopsia homonym yang kongruen. Kejang fokal lobus
oksipital sering ditandai dengan persepsi kontralateral episodik terhadap
cahaya senter, warna atau pada bentuk geometri (Saanin, 2004, Bradley, 2000)
d) Tumor Batang Otak
Terutama ditandai oleh disfungsi saraf kranialis, defek lapangan
pandang, nistagmus, ataksia dan kelemahan ekstremitas. Kompresi pada
ventrikel empat menyebabkan hidrosepalus obstruktif dan menimbulkan
gejala-gejala umum (Saanin, 2004, Bradley, 2000).
e) Tumor Serebellar
Muntah berulang dan sakit kepala di bagian oksiput merupakan gejala
yang sering ditemukan pada tumor serebellar. Pusing, vertigo dan nistagmus
mungkin menonjol.
C. POHON MASALAH

SOL
(Space Occupying Lession)

Penekanan Membentuk kista Berkembang


pd jaringan otak

Perubahan suplai darah , Menginfiltrasi Odema sekitar Peningkatan


gangguan sirkulasi parenkim otak Tumor & Perubahan TIK
sirkulasi
serebrospinal
Herniasi ulkus
Merusak Dan serebelum
Gangguan Kejang Jaringan Neuron Hidrocephalus
Cerebrovaskuler
primer VP Shunt

Risiko Jatuh Gangguan


Neurologis Focal Nyeri Akut

Menekan Menekan
Risiko  Hambatan Mobilitas Menesefalon nervus2
Ketidakefektifan Fisik Kranialis
Perfusi  Hambatan
Jar.cerebral Komunikasi Verbal Penurunan Mual,muntah
Kesadaran anoreksia

Ketidakseim
Ketidakefektifan
bangan
Pola nafas
Nutrisi
kurang
Dari
kebutuhan
tubuh

Kelumpuhan otot2
wajah, Jari dan
Gangguan penglihatan
D. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. CT Scan : Memberi informasi spesifik mengenal jumlah, ukuran, kepadatan, jejas
tumor, dan meluasnya edema serebral sekunder serta memberi informasi tentang
sistem vaskuler.
2. MRI : Membantu dalam mendeteksijejas yang kecil dan tumor didalam batang
otak dan daerah hiposisis, dimana tulang menggangu dalam gambaran yang
menggunakan CT Scan
3. Biopsi stereotaktik : Dapat mendiagnosa kedudukan tumor yang dalam dan untuk
memberi dasar pengobatan seta informasi prognosi.
4. Angiografi : Memberi gambaran pembuluh darah serebal dan letak tumor
5. Elektroensefalografi (EEG) : Mendeteksi gelombang otak abnormal

E. PENATALAKSANAAN MEDIS
Penanganan yang terbaik untuk peningkatan ICP adalah pengangkatan dari lesi
penyebabnya seperti tumor, hidrosefalus, dan hematoma. Pengobatan ditujukan untuk
mencegah peristiwa sekunder. Berikut merupakan tindakan yang dapat dilakukan
(Widjoseno, 2004, Eccher,2004 ).
1. Penanganan Primer
Tindakan utama untuk peningkatan ICP adalah untuk mengamankan
ABCDE (primary survey) pada pasien. Banyak pasien dengan peningkatan ICP
memerlukan intubasi. Pasien dengan skor GCS kurang dari 8 harus diintubasi
untuk melindungi airway. Yang menjadi perhatian utama pada pemasangan
intubasi ini adalah mampu memberikan ventilasi tekanan positif yang kemudian
dapat meningkatkan tekanan vena sentral yang kemudian akan menghasilkan
inhibisi aliran balik vena sehingga akan meningkatkan ICP (Kaye, 2005,
Eccher,2004 ).
Posisi kepala pasien juga harus diperhatikan. Elevasi pada kepala dapat
menurunkan ICP pada kondisi normal dan pada pasien dengan cedera kepala
melalui mekanisme penurunan tekanan hidrostatis CSF yang akan menghasilkan
aliran balik vena. Sudut yang dianjurkan dan umumnya digunakan untuk elevasi
pada kepala adalah 30o. Pasien harus diposisikan dengan kepala menghadap lurus
ke depan karena apabila kepala pasien menghadap ke salah satu sisinya dan
disertai dengan fleksi pada leher akan meyebabkan penekanan pada vena jugularis
interna dan memperlambat aliran balik vena (Kaye, 2005, Eccher,2004 )
2. Penanganan Sekunder
Hiperventilasi digunakan pada pasien dengan skor GCS yang lebih dari 5.
Pembuluh darah otak merespon dengan cepat pada perubahan PaCO2. PaCO2
yang rendah dapat menyebabkan vasokonstriksi, yang kemudian akan mengurangi
komponen darah dalam volume intrakranial, dimana peningkatan PaCO2
menyebabkan vasodilatasi. Hiperventilasi bertujuan menjaga agar PaCO2 berada
pada level 25 – 30 mm Hg sehingga CBF akan turun dan volume darah otak
berkurang dan dengan demikian mengurangi ICP. (Kaye, 2005, Eccher,2004 ).

3. Intervensi bedah
Tekanan intrakranial (intracranial pressure, ICP) dapat diukur secara
kontinu dengan menggunakan transduser intrakranial. Kateter dapat dimasukkan
ke dalam ventrikel lateral dan dapat digunakan untuk mengeluarkan CSF dengan
tujuan untuk mengurangi ICP. Drain tipe ini dikenal dengan EVD
(ekstraventicular drain). Pada situasi yang jarang terjadi dimana CSF dalam
jumlah sedikit dapat dikeluarkan untuk mengurangi ICP, Drainase ICP melalui
punksi lumbal dapat digunakan sebagai suatu tindakan pengobatan (Eccher,2004
,Gulli. Dkk, 2010).
Kraniotomi adalah suatu tindakan yang dilakukan untuk mengeluarkan
hematom di dalam ruangan intrakranial dan untuk mengurangi tekanan
intrakranial dari bagian otak dengan cara membuat suatu lubang pada tulang
tengkorak kepala. Kranioektomi adalah suatu tindakan radikal yang dilakukan
sebagai penanganan untuk peningkatan tekanan intrakranial, dimana dilakukan
pengangkatan bagian tertentu dari tulang tengkorak kepala dan duramater
dibebaskan agar otak dapat membesar tanpa adanya herniasi. Bagian dari tulang
tengkorak kepala yang diangkat ini desebut dengan bone flap. Bone flap ini dapat
disimpan pada perut pasien dan dapat dipasang kembali ketika penyebab dari
peningkatan ICP tersebut telah disingkirkan. Material sintetik digunakan sebagai
pengganti dari bagian tulang tengkorak yang diangkat. Tindakan pemasangan
material sintetik ini dikenal dengan cranioplasty (Eccher,2004 ,Gulli. Dkk, 2010).
Kraniotomi adalah salah satu bentuk dari operasi pada otak. Operasi ini
paling banyak digunakan dalam operasi untuk mengangkat tumor pada otak.
Operasi ini juga sering digunakan untuk mengangkat bekuan darah (hematom),
untuk mengontrol perdarahan, aneurisma otak, abses otak, memperbaiki
malformasi arteri vena, mengurangi tekanan intrakranial, atau biopsi (Gulli. Dkk,
2010)
F. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Data Dasar
Nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, alamat, golongan darah,
penghasilan
2. Riwayat Kesehatan
Apakah klien pernah terpajan zat zat kimia tertentu, riwayat tumor pada keluarga,
penyakit yang mendahului seperti sklerosis TB dan penyakit neurofibromatosis,
kapan gejala mulai timbul
3. Aktivitas / istirahat
Gejala : Kelemahan / keletihan, kaku, hilang keseimbangan.
Tanda : Perubahan kesadaran, letargi, hemiparese, quadriplegi, ataksia, masalah
dalam keseimbangan, perubaan pola istirahat, adanya faktor-faktor
yang mempengaruhi tidur seperti nyeri, cemas, keterbatasan dalam
hobi dan latihan.
4. Sirkulasi
Gejala : Nyeri kepala pada saat beraktivitas.
Tanda : Perubahan pada tekanan darah atau normal, perubahan frekuensi
jantung.
5. Integritas Ego
Gejala : Faktor stres, perubahan tingkah laku atau kepribadian,
Tanda : Cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung, depresi dan
impulsif.
6. Eliminasi
Inkontinensia kandung kemih/ usus mengalami gangguan fungsi.
7. Makanan / cairan
Gejala : Mual, muntah proyektil dan mengalami perubahan selera.
Tanda : Muntah ( mungkin proyektil ), gangguan menelan ( batuk, air liur
keluar, disfagia )
8. Neurosensori
Gejala : Amnesia, vertigo, synkop, tinitus, kehilangan pendengaran, tingling
dan baal pad aekstremitas, gangguan pengecapan dan penghidu.
Tanda : Perubahan kesadaran sampai koma, perubahan status mental,
perubahan pupil, deviasi pada mata ketidakmampuan mengikuti,
kehilangan penginderaan, wajah tidak simetris, genggaman lemah tidak
seimbang, reflek tendon dalam lemah, apraxia, hemiparese,
quadriplegi, kejang, sensitif terhadap gerakan
9. Nyeri / Kenyamanan
Gejala : Nyeri kepala dengan intensitas yang berbeda dan biasanya lama.
Tanda : Wajah menyeringai, respon menarik dri rangsangan nyeri yang hebat,
gelisah, tidak bisa istirahat / tidur.
10. Pernapasan
Tanda : Perubahan pola napas, irama napas meningkat, dispnea, potensial
obstruksi.
11. Hormonal
Amenorhea, rambut rontok, dabetes insipidus.

12. Sistem Motorik


Scaning speech, hiperekstensi sendi, kelemahan
13. Keamanan
Gejala : Pemajanan bahan kimia toksisk, karsinogen, pemajanan sinar matahari
berlebihan.
Tanda : Demam, ruam kulit, ulserasi seksualitas, gejala: masalah pada seksual
(dampak pada hubungan, perubahan tingkat kepuasan)
14. Interaksi sosial
Ketidakadekuatan sitem pendukung, riwayat perkawinan ( kepuasan rumah
tangga, dudkungan) (Doenges, 2000)

G. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Ketidakefektifan perfusi jaringan perfusi jaringan serebral berhubungan
dengan gangguan serebrovaskular
2) Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera biologis
3) Hambatan mobilitas fisik berubungan dengan penurunan kekuatan otot
4) Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan fisiologis
5) Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan
6) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
7) Risiko jatuh dibuktikan dengan hambatan fisik
H. RENCANA KEPERAWATAN

Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


No Diagnosa Keperawatan
(NOC) (NIC)
1. Resiko ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan Manajemen EdemaAZ Serebral
perfusi jaringan otak keperawatan selama ... x ... jam  Monitor adanya kebingungan, perubahan pikiran,
berhubungan dengan tumor diharapkan tidak terjadi peningkatan keluhan pusing,pingsan
otak ( misal, gangguan tekanan intracranial dengan kriteria  Monitor status neurolgi dengan ketat dan bandingkan
serebrovaskular, penyakit hasil : dengan nilai normal
neurologis, -`trauma , tumor NOC :  Monitor tanda-tanda vital
) Perfusi Jaringan : Serebral  Monitor TIK dan CPP
 Tekanan darah sistolik dan  Monitor status pernapasan : frekwensi, irama,
diastolic normal kedalaman pernapasan
 Sakit kepala menurun atau  Kurangi stimulus dalam lingkungan pasien
hilang  Catat perubahan pasien dalam respon terhadap stimulus
 MAP dalam batas normal  Hindari fleksi leher, atau fleksi ekstrem pada
 Tidak gelisah lutut/panggul
 Tidak mengalami muntah  Posisikan tinggi kepala tempat tidur 30 derajat atau
 Tidak mengalami penurunan lebih
kesadaran  Lakukan latihan ROM pasif
 Tidak demam  Monitor intake dan output
 Pertahankan suhu normal
 Berikan deuretik osmotic atau active loop

Monitor Tekanan Intrakranial (TIK)


 Berikan informasi kepada pasien dan keluarga/orang
penting lainnya
 Monitor suhu dan jumlah WBC
 Periksa pasien terkait ada tidaknya gejala kaku kuduk
Berikan antibiotic
2. Nyeri Akut berhubungan dengan agens Setelah dilakukan tindakan Pain Management
cedera biologis (mis., infeksi, iskemia, keperawatan ...x...... jam diharapkan  Lakukan pengkajian nyeri komprehensif
neoplasma) nyeri akut dapat berkurang dengan yang meliputi lokasi, karakteristik,
criteria : onset/durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
NOC : atau beratnya nyeri dan factor pencetus
1. Pain Level  Pastikan perwatan analgesic bagi pasien
Kriteria Hasil : dilakukan dengan pemantauan yang ketat
 Beristirahat dengan  Gunakan strategi komunikasi terapeutik
nyaman/tidak gelisah untuk mengetahui pengalaman nyeri dan
 Tidak tampak ekspresi wajah sampaikan penerimaan pasien terhadap
kesakitan nyeri
 Frekuensi dalam batas normal  Gali bersama pasien dan keluarga
(dewasa : 16-24 x/menit) mengenai factor-faktor yang dapat
 Tekanan darah normal menurunkan atau memperberat nyeri
(dewasa : 120/80mmHg)  Berikan informasi mengenai nyeri, seperti
NOC : penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan
2. Pain control dirasakan, dan antisipasi dari
Kriteria Hasil : ketidaknyamanan akibat prosedur
 Melaporkan perubahan  Kendalikan factor lingkungan yang dapat
terhadap gejala nyeri pada mempengaruhi respon pasien terhadap
professional kesehatan ketidaknyamanan (mis., suhu
 Mengenali apa yang terkait ruangan,pencahayaan dan suara bising)
dengan gejala nyeri  Kurangi atau eliminasifaktor-faktor yang
 Menggunakan tindakan dapat mencetus atau meningkatkan nyeri
pengurangan (nyeri) tanpa (mis., ketakutan, kelelahan, keadaan
analgesic monoton, dan kurang pengetahuan)
 Ajarkan penggunaan teknik non
farmaklogi (seperti,biofeedback,TENS,
hypnosiss,relaksasi,bimbingan antisipasi,
terapi musik, terapi bermain, terapi
aktivitas, akupressur, aplikasi panas/dingin
dan pijatan, sebelum, sesudah dan jika
memungkinkan ketika melakukan aktivitas
yang menimbulkan nyeri sebelum nyeri
terjadi atau meningkat, dan bersamaan
dengan tindakan penurun rasa nyeri
lainnya)
 Berikan individu penurun nyeri yang
optimal dengan peresepan analgesic
 Dukung istirahat/tidur yang adekuat untuk
membantu penurunan nyeri
3. Hambatan mobilitas fisik berhubungan Setelah dilakukan tindakan Perawatan Tirah Baring
dengan penurunan kekuatan otot keperawatan selama ….. x …. jam  Jelaskan alasan diperlukannya tirah baring
diharapkan hambatan mobilitas fisik  Tempatkan matras atau kasur terapeutik
pada pasein dapat berkurang dengan dengan cara yang tepat
kriteria hasil :  Posisikan sesuai body alignment yang
NOC : tepat
Pergerakan  Gunakan alat di tempat tidur yang
 Keseimbangan tidak terganggu melindungi pasien
 Koordinasi tidak terganggu  Tinggikan teralis tempat tidur, dengan cara
 Cara berjalan tidak terganggu yang tepat
 Gerakan otot tidak terganggu  Letakkan alat untuk memposisikan tempat
 Gerakan sendi tidak terganggu tidur dalam jangkauan yang mudah
 Kinerja pengaturan tubuh tidak  Letakkan lampu panggilan berada dalam
terganggu jangkauan (pasien)
 Kinerja transfer tidak  Letakkan meja di samping tempat tidur
terganggu berada dalam jangkauan pasien
 Berlari tidak terganggu  Balikkan (pasien), sesuai dengan kondisi
 Melompat tidak terganggu kulit
 Merangkak tidak terganggu  Balikkan pasien yang tidak dapat
 Berjalan tidak terganggu mobilisasi paling tidak setiap 2 jam, sesuai
 Bergerak dengan mudah tidak dengan jadwal yang spesifik
terganggu  Monitor kondisi kulit (pasien)
 Ajarkan latihan di tempat tidur, dengan
cara yang tepat

4. Hambatan komunikasi verbal Setelah dilakukan tindakan Komunikasi


berhubungan dengan gangguan fisiologis keperawatan selama ....X.... jam  Buat tujuan interaksi
(mis,, tumor otak, penurunan sirkulasi ke diharapkan hambatan komunikasi  Tunjukan ketertarikan kepada klien
otak, sistem muskuloskeletal melemah) verbal pada pasien dalam batas normal  Gunakan pertanyaan maupun pernyataan
dengan kriteria hasil : yang mendorong klien untuk
NOC: mengekspresikan perasaan, pikiran
Komunikasi kekhawtiran
 Menggunakan bahasa tertulis  Tunjukan kesadaran dan rasa sensitif
 Menggunakan bahasa lisan terhadap emosi yang ditujukkan klien
 Menggunakan foto dan gambar  Sadari kata-kata yang harus dihindari,
 Menggunakan bahasa isyarat sama halnya dengan menghindari pesan
 Menggunakan bahasa no nonverbal bersamaan dengan bahasa verbal
verbal yang mengiringinya
 Mengenali pesan yang diterima  Sadari tempo suara, volume, kecepatan
 Interpretasi akurat terhadap maupun tekanan suara
pesan yang diterima  Indentivikasi tema yang dominan
 Mengarahkan pesan pada  Pertimbangkan arti pesan yang ditunjukkan
penerima yang tepat melalui perilaku, pengalamaman
 Pertukaran pesan yang akurat sebelunnya dan situasi saat ini
dengan orang lain  Berespon segera sehingga menunjukan
pemahaan terhadap pesan yang diterima
(dari pasien)
 Klarifikasi pesan yang diterima dengan
menggunakan pertanyaan maupun
memberikan umpan balik
 Verivikasi pemahaman mengenai pesan –
pesan yang disampaikan dengan
menggunakkan pertanyaaan maupun
memberikan timpal balik
 Gunakan interaksi berkala untuk
mengeksporasi arti dari prilaku klien
 Gunakan teknik diam /mendengarkan
dalam rangka mendorong klien untuk
mengekspresikan perasaan, pikiran dan
kekhwatiran
5. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan Setelah dilakukan asuhan keperawatan Bantuan ventilasi
dengan disfungsi neuromuscular selama … x 24 jam
 Pertahankan kepatenan jalan nafas
 Posisikan pasien untuk mengurangi
NOC : dyspnea

Status pernafasan : ventilasi  Posisikan untuk memfasilitasi pencocokan


ventilasi atau perfusi dengan tepat
Kriteria Hasil  Auskultasi suara nafas, catat area-area
 Frekuensi pernafasan penurunan atau tidak adanya ventilasi, dan
 Irama pernafasan adanya suara tambahan
 Kedalaman inspirasi  Monitor kelelahan otot pernafasan
 Suara perkusi nafas  Mulai dan pertahankan oksigen tambahan
 Kapasitas vital seperti yang ditentukan
 Volume tidal  Monitor pernafasan dan status oksigenasi
 Pengenbangan dinding dada
tidak simetris
 Gangguan ekspirasi

6. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari Setelah dilakukan asuhan keperawatan Manajemen Nutrisi:
kebutuhan tubuh berhubungan dengan selama 3 x 24 jam, diharapkan  Tentukan status gizi pasien dan
kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi kemampuan pasien untuk memenuhi
dengan kriteria hasil yaitu sebagai kebutuhan gizi.
berikut:  Identifikasi adanya alergi atau intoleransi
Status Asupan Nutrisi : makanan yang dimiliki pasien.
 Asupan kalori adekuat  Ciptakan lingkungan yang optimal pada
 Asupan protein adekuat saat mengkonsumsi makan (misalnya,
 Asupan lemak adekuat bersih, berventilasi, santai, dan bebas dari
 Asupan karbohidrat adekuat bau yang menyengat).

 Asupan serat adekuat  Anjurkan pasien untuk duduk pada posisi

 Asupan vitamin adekuat tegak di kursi, jika memungkinkan.

 Asupan mineral adekuat  Anjurkan keluarga untuk membawa

 Asupan zat besi adekuat makanan favorit pasien, sementara pasien

 Asupan kalsium adekuat berada di rumah sakit atau fasilitas


perawatan, yang sesuai.
 Asupan natrium adekuat
 Monitor kecenderungan terjadinya
penurunan dan kenaikan berat badan.

7. Risiko jatuh dibuktikan dengan hambatan Setelah dilakukan tindakan Manajemen Lingkungan Keselamatan
fisik keperawatan selama ....X.... jam  Identifikasi kebutuhan keamanan pasien
diharapkan risiko cidera dapat berdasarkan fungsi fisik dan kognitif serta
terhindar dengan kriteria hasil : riwayat perilaku di masa lalu
Kejadian Jatuh  Identifikasi hal-hal yang membahayakan di
 Tidak ada jatuh saat berdiri lingkungan
 Tidak ada jatuh saat berjalan  Singkirkan bahan berbahaya di lingkungan
 Tidak ada jatuh saat duduk  Modifikasi lingkungan untuk
 Tidak ada jatuh saat naik meminimalkan bahan berbahaya dan
tangga berisiko
 Tidak ada jatuh saat turun  Sediakan alat untuk beradaptasi
tangga  Bantu pasien saat melakukan perpindahan
 Tidak jatuh dari tempat tidur ke lingkungan yang lebih aman
 Tidak jatuh saat dipindahkan  Edukasi individu dan kelompok yang
berisiko tinggi terhadap bahan berbahaya
yang ada di lingkungan
Pencegahan Jatuh
 Indentifikasi kekurangan baik kognitif atau
fisik dari pasien yang mungkin
meningkatkan potensi jatuh pada
lingkungan tertentu
 Identifikasi perilaku dan faktor yang
mempengaruhi risiko jatuh
 Bantu ambulasi individu yang tidak
memiliki keseimbangan
 Sediakan alat bantu (mis., tongkat atau
walker) untuk menyeimbakan gaya
berjalan
 Orientasikan pasien dalam lingkungan fisik

You might also like