You are on page 1of 87

POLA KONSUMSI PANGAN MASYARAKAT PAPUA

(Studi Kasus di Kampung Tablanusu, Distrik Depapre,


Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua)

YULIA NURADHA KARTOSIANA WASARAKA

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT


FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
ABSTRACT

YULIA NURADHA KARTOSIANA WASARAKA. Food Consumption Pattern on


Papua Society (Case Study at Tablanusu Village, Depapre District, Jayapura
Residence, Papua Province). Supervised by Siti Madanijah.

The general objective of this research was to study the food consumption
pattern on Papua society. This research used cross-sectional study design, was
held at Tablanusu Village, Depapre District, Jayapura Residence, Papua
Province from May to June 2011. Total of sample was 48 households which done
by sensus survey from number of population (81 households). The result showed
that Tablanusu society were common to consume cerealia such as rice (83,1
times/month), tuber such as cassava (9,9 times/month), animal food sources
such as aquatic fish (66,8 times/month), plant food sources such as tofu (13,1
times/month), vegetables such as papaya leaves and papaya flower (25,7
times/month), fruits such as banana (10,6 times/month) and dairy product such
as skim milk (17,5 times/month). Most of Tablanusu society processed their food
by frying, steaming, pan-frying as well as without any cooking process. Most of
Tablanusu society acquired their food by purchasing, cultivating and from their
environment. There was perception of food taboos among the Tablanusu society.
The average consumption of energy and protein on Tablanusu society was
1641±433 kkal and 38,9±12,0 g, respectively. While the average of energy and
protein adequacy on Tablanusu society was 75,1±18,1 % and 81±21,5 %,
respectively. Most of the subject in Tablanusu society (45,8%) were categorized
as clear energy deficient (<70% AKG), whereas most of the subject in Tablanusu
society (35,4%) were categorized as clear protein deficient (<70% AKG) and
35,4% as normal. There were no correlation between sosio-economic
characteristic and energy and protein adequacy.

Keyword : food consumption pattern, Papua society, energy and protein intake
RINGKASAN

YULIA NURADHA KARTOSIANA WASARAKA. Pola Konsumsi Pangan


Masyarakat Papua (Studi Kasus di Kampung Tablanusu, Distrik Depapre,
Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua). Dibimbing oleh Siti Madanijah.

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mempelajari pola konsumsi
pangan masyarakat Papua. Tujuan khusus dari penelitian ini antara lain : 1)
Mempelajari karakteristik keluarga, 2) Mempelajari frekuensi konsumsi menurut
kelompok pangan keluarga, 3) Mempelajari cara mengolah dan memperoleh
pangan keluarga, 4) Mempelajari pantangan pangan (taboo) keluarga, 5)
Mempelajari preferensi pangan keluarga, 6) Mempelajari jenis dan jumlah
konsumsi serta tingkat kecukupan gizi keluarga dan individu, dan 7) Menganalisis
hubungan antara karakteristik ekonomi dengan tingkat kecukupan gizi keluarga.
Penelitian ini didesain dengan menggunakan metode cross sectional
study, yang berlokasi di Kampung Tablanusu, Distrik Depapre, Kabupaten
Jayapura, Provinsi Papua. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Mei hingga
Juni 2011. Total contoh pada penelitian ini adalah 48 keluarga yang diambil
secara sensus dari jumlah populasi keluarga yang ada (81 keluarga)
berdasarkan kriteria inklusi yaitu : 1) Penduduk asli Papua, 2) Keluarga lengkap
atau utuh yang tinggal dalam rumah tangga yang sama yang terdiri dari kepala
keluarga (KK), isteri KK, dan anak, serta 3) Bersedia untuk dijadikan contoh.
Rata-rata jumlah anggota keluarga masyarakat Kampung Tablanusu
adalah sedang (5,4). Sebagian besar (58,3%) umur KK berkisar antara 30-49
tahun. Begitu pula dengan isteri KK, sebagian besar (62,5%) umur isteri KK
berkisar antara 30-49 tahun. Sebagian besar (35,4%) tingkat pendidikan terakhir
KK adalah SMA dan sebagian besar (33,3%) tingkat pendidikan terakhir isteri KK
adalah tamat SD. Sebagian besar (40,4%) KK bekerja sebagai nelayan dan
sebagian besar (77,1%) isteri KK bekerja sebagai ibu rumah tangga.
Berdasarkan garis kemiskinan Provinsi Papua tahun 2011, sebagian besar
(65,6%) masyarakat Kampung Tablanusu termasuk ke dalam kategori tidak
miskin.
Frekuensi konsumsi menurut kelompok pangan serealia, umbi-umbian,
pangan hewani, pangan nabati, sayuran, buah-buahan dan susu yang paling
sering dikonsumsi oleh masyarakat Kampung Tablanusu masing-masing adalah
beras (83,1 kali/bulan), singkong (9,9 kali/bulan), ikan laut (66,8 kali/bulan), tahu
(13,1 kali/bulan), daun pepaya dan bunga pepaya (25,7 kali/bulan), pisang (10,6
kali/bulan), dan susu bubuk (17,5 kali/bulan).
Sebagian besar masyarakat Kampung Tablanusu mengolah bahan
pangan dengan cara digoreng, direbus, dikukus, ditumis, dan tanpa diolah (tanpa
dimasak). Sebagian besar masyarakat Kampung Tablanusu memperoleh
kelompok bahan pangan dengan cara pembelian, menanam atau memelihara,
dan memperoleh dari alam. Tabu makanan masih berlaku pada masyarakat
Kampung Tablanusu, namun jumlahnya sangat sedikit. Beberapa masyarakat
Kampung Tablanusu memiliki preferensi terhadap pangan.
Rata-rata asupan energi dan protein keluarga masyarakat Kampung
Tablanusu masing-masing adalah 1641±433 kkal dan 38,9±12,0 g. Sementara
itu, rata-rata tingkat kecukupan energi dan protein keluarga masyarakat
Kampung Tablanusu masing-masing adalah 75,1±18,1 % dan 81,5±21,5 %.
Sebagian besar (45,8%) tingkat kecukupan energi keluarga masyarakat
Kampung Tablanusu adalah defisit tingkat berat dan sebagian besar (35,4%)
tingkat kecukupan protein keluarga masyarakat Kampung Tablanusu adalah
defisit tingkat berat dan normal. Rata-rata asupan energi dan protein individu
masyarakat Kampung Tablanusu masing-masing adalah 1616±560 kkal dan
38,2±15,3 g. Sementara itu, rata-rata tingkat kecukupan energi dan protein
individu masyarakat Kampung Tablanusu masing-masing adalah 73,9±20,8 %
dan 79,8±27,6 %. Sebagian besar (45,9%) tingkat kecukupan energi individu
masyarakat Kampung Tablanusu adalah defisit tingkat berat dan sebagian besar
(41,2%) tingkat kecukupan protein individu masyarakat Kampung Tablanusu
adalah defisit tingkat berat.
Berdasarkan hasil uji korelasi Pearson dan Spearman, menunjukkan tidak
terdapat hubungan yang nyata antara tingkat kecukupan energi dan protein
dengan tingkat pendidikan KK (p>0,05) dan isteri KK (p>0,05), tidak terdapat
hubungan yang nyata antara tingkat kecukupan energi dan protein dengan
pendapatan per kapita keluarga (p>0,05) dan tidak terdapat hubungan yang
nyata antara tingkat kecukupan energi dan protein dengan besar keluarga
(p>0,05).
Mengingat frekuensi konsumsi masyarakat umumnya masih kurang dan
konsumsi pangan kurang beragam, maka untuk memperbaiki tingkat kecukupan
gizi, perlu diberikan pendidikan kepada masyarakat untuk meningkatkan
frekuensi dan keragaman konsumsi pangan.
POLA KONSUMSI PANGAN MASYARAKAT PAPUA
(Studi Kasus di Kampung Tablanusu, Distrik Depapre,
Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua)

YULIA NURADHA KARTOSIANA WASARAKA

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Gizi pada
Departemen Gizi Masyarakat

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT


FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
i

Judul : Pola Konsumsi Pangan Masyarakat Papua (Studi


Kasus di Kampung Tablanusu, Distrik Depapre,
Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua)
Nama Mahasiswa : Yulia Nuradha Kartosiana Wasaraka
NRP : I14070064

Menyetujui,
Dosen Pembimbing Skipsi

Prof. Dr. Ir. Siti Madanijah, MS


NIP. 19491130 197603 2 001

Mengetahui,
Ketua Departemen Gizi Masyarakat

Dr. Ir. Budi Setiawan, MS


NIP 19621218 198703 1 001

Tanggal lulus :
ii

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul “Pola Konsumsi Pangan Masyarakat Papua (Studi Kasus di
Kampung Tablanusu, Distrik Depapre, Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua)”.
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Gizi pada
Mayor Ilmu Gizi, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut
Pertanian Bogor. Terselesaikannya penulisan skripsi ini tidak terlepas dari
bantuan dan dukungan dari banyak pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan
terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. Ir. Siti Madanijah, MS selaku dosen pembimbing skripsi atas
bimbingan yang diberikan selama penyelesaian skripsi ini.
2. Prof. Dr. Ir. Dadang Sukandar, M.Sc selaku dosen pemandu seminar dan
penguji ujian skripsi.
3. Dr. Ir. Drajat Martianto, M.Si selaku dosen pembimbing akademik.
4. Papa, Mama dan adik (Iwan) yang telah memberikan kasih sayang,
dukungan dan doa yang tulus.
5. Sahabat yang selalu ada dalam suka dan duka (Merita, Linda Dwi
Jayanti, Nurlaely Fitriana, Stephany, Faiz Nur Hanum, Novi Lusiana).
6. Teman seperjuangan (Luminaire), teman satu kelompok Internship
Dietetik, teman KKP, teman pembahas seminar (Erna, Alda, Yunica, dan
Sri), Reginer’s (Mair, Deka, Ka Rahme, Ka Meyji, Ka Icha, Ka Rida, Ka
Mey, dll), terima kasih atas dukungan dan semangatnya.
7. Mam Eka, kakak Magda, Mba Luki, dan Agusta, terima kasih untuk
bantuannya selama penelitian.
8. Semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, terima kasih
banyak telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini.
Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat dan memberikan
kontribusi bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Penulis menyadari masih
terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis sangat membutuhkan kritik
dan saran untuk kesempurnaan penelitian ini.
Bogor, Oktober 2011

Penulis
iii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jayapura, Provinsi Papua pada tanggal 14 Juli 1989.


Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara, putri dari pasangan
Zainal Arifin Wasaraka dan Rukmini.
Riwayat pendidikan penulis dimulai dari Taman Kanak-Kanak Aisiyah
tahun 1994. Penulis menyelesaikan pendidikan di SD Yapis Muhammadiyah
tahun 2001. Kemudian penulis melanjutkan ke SMP Negeri 02 Jayapura dan
lulus pada tahun 2004. Pada tahun yang sama, penulis meneruskan ke SMA
Negeri 01 Jayapura dan lulus pada tahun 2007.
Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2007 melalui Jalur
Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selanjutnya diterima di Jurusan Mayor
Ilmu Gizi, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia.
Selama menjadi mahasiswa, penulis mengikuti organisasi kemahasiwaan
sebagai anggota klub kulinari di Himpunan Mahasiswa Gizi (HIMAGIZI) dan
mengikuti organisasi kerohanian islam di Departemen Gizi Masyarakat. Penulis
juga mengikuti kegiatan kepanitiaan seperti 2nd ESPENT Fakultas Ekologi
Manusia dan seminar nasional “SENZASIONAL” Departemen Gizi Masyarakat.
Pada tahun 2010 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Profesi (KKP) di
Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau. Pada bulan Maret 2011, penulis juga
melaksanakan Internship Dietetik di Rumah Sakit Umum Daerah Cilegon.
iv

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ............................................................................................ v


DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ vii
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... viii
PENDAHULUAN ............................................................................................ 1
Latar Belakang ...................................................................................... 1
Tujuan Penelitian .................................................................................... 2
Kegunaan Penelitian............................................................................... 3
TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................... 4
Sosial Ekonomi Keluarga ........................................................................ 4
Konsumsi Pangan .................................................................................. 5
Angka Kecukupan Gizi (AKG) ................................................................. 8
Kebiasaan Makan ................................................................................... 8
Pantangan Pangan (Taboo).................................................................... 10
Preferensi Pangan .................................................................................. 12
KERANGKA PEMIKIRAN ............................................................................... 14
METODE PENELITIAN ................................................................................... 17
Desain, Tempat, dan waktu .................................................................... 17
Jumlah dan Cara Penarikan Contoh ....................................................... 17
Jenis dan Cara Pengambilan Data ......................................................... 17
Pengolahan dan Analisis Data ................................................................ 19
Definisi Operasional................................................................................ 20
HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................... 22
Gambaran Umum Wilayah Penelitian ..................................................... 22
Karakteristik Sosial Ekonomi Keluarga ................................................... 24
Pola Konsumsi Pangan .......................................................................... 28
Frekuensi Konsumsi menurut Kelompok Pangan Keluarga .................... 32
Cara Mengolah dan Memperoleh Pangan Keluarga ............................... 36
Pantangan Pangan (Taboo).................................................................... 44
Preferensi Pangan Keluarga ................................................................... 46
Konsumsi Pangan Keluarga ................................................................... 47
Hubungan Antar Variabel........................................................................ 56
KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................... 58
Kesimpulan ............................................................................................. 58
Saran ...................................................................................................... 59
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 60
LAMPIRAN...................................................................................................... 63
v

DAFTAR TABEL

1 Jenis dan cara pengumpulan data ..............................................................18


2 Sebaran orang tua berdasarkan kelompok umur .........................................25
3 Sebaran orang tua berdasarkan tingkat pendidikan .....................................26
4 Sebaran jenis pekerjaan orang tua ..............................................................27
5 Pendapatan per kapita keluarga ..................................................................28
6 Sebaran keluarga berdasarkan frekuensi konsumsi pangan dalam sehari ...29
7 Sebaran Keluarga berdasarkan frekuensi makan bersama dalam sehari.....30
8 Sebaran keluarga berdasarkan anggota keluarga yang menerima
prioritas dalam pembagian pangan..............................................................31
9 Sebaran keluarga berdasarkan kebiasaan sarapan dalam keluarga ............32
10 Rata-rata frekuensi konsumsi kelompok pangan serealia ..........................32
11 Rata-rata frekuensi konsumsi kelompok pangan umbi-umbian ..................33
12 Rata-rata frekuensi konsumsi kelompok pangan hewani ...........................34
13 Rata-rata frekuensi konsumsi kelompok pangan nabati .............................34
14 Rata-rata frekuensi konsumsi kelompok pangan sayuran ..........................35
15 Rata-rata frekuensi konsumsi kelompok pangan buah-buahan ..................35
16 Rata-rata frekuensi konsumsi kelompok pangan susu ...............................36
17 Daftar pangan serealia dan cara mengolah yang diterapkan .....................37
18 Daftar pangan umbi-umbian dan cara mengolah yang diterapkan .............37
19 Daftar pangan hewani dan cara mengolah yang diterapkan.......................38
20 Daftar pangan nabati dan cara mengolah yang diterapkan ........................39
21 Daftar pangan sayuran dan cara mengolah yang diterapkan .....................40
22 Daftar pangan buah-buahan dan cara mengolah yang diterapkan .............41
23 Sebaran keluarga berdasarkan asal pangan serealia yang dikonsumsi .....41
24 Sebaran keluarga berdasarkan asal pangan umbi-umbian yang
dikonsumsi .................................................................................................41
25 Sebaran keluarga berdasarkan asal pangan hewani yang dikonsumsi ......42
26 Sebaran keluarga berdasarkan asal pangan nabati yang dikonsumsi ........43
27 Sebaran keluarga berdasarkan asal pangan sayuran yang dikonsumsi .....43
28 Sebaran keluarga berdasarkan asal pangan buah-buahan yang
dikonsumsi .................................................................................................44
29 Daftar tabu makanan dan alasannya .........................................................45
30 Daftar pangan yang disukai oleh masyarakat Kampung Tablanusu ...........46
31 Rata-rata konsumsi pangan per kapita per hari berdasarkan
kelompok bahan pangan ............................................................................47
vi

32 Rata-rata asupan dan tingkat kecukupan energi dan protein .....................49


33 Sebaran keluarga berdasarkan tingkat kecukupan energi ..........................49
34 Sebaran keluarga berdasarkan tingkat kecukupan protein .........................50
35 Rata-rata asupan dan tingkat kecukupan energi dan protein individu ........50
36 Sebaran individu berdasarkan tingkat kecukupan energi ...........................51
37 Sebaran individu berdasarkan tingkat kecukupan protein ..........................51
38 Tingkat kecukupan energi berdasarkan jenis kelamin ................................52
39 Tingkat kecukupan protein berdasarkan jenis kelamin ...............................53
40 Rata-rata tingkat kecukupan gizi berdasarkan kelompok umur ..................53
41 Tingkat kecukupan energi berdasarkan kelompok umur anak....................54
42 Tingkat kecukupan energi berdasarkan kelompok umur remaja ................54
43 Tingkat kecukupan energi berdasarkan kelompok umur dewasa ...............54
44 Tingkat kecukupan protein berdasarkan kelompok umur anak...................55
45 Tingkat kecukupan protein berdasarkan kelompok umur remaja ...............55
46 Tingkat kecukupan protein berdasarkan kelompok umur dewasa ..............56
vii

DAFTAR GAMBAR

1 Model studi preferensi pangan .....................................................................13


2 Bagan kerangka konsep faktor-faktor yang mempengaruhi pola
konsumsi pangan ........................................................................................16
3 Cara penarikan contoh.................................................................................17
4 Peta Provinsi Papua ....................................................................................22
5 Jenis pangan sagu yang telah diolah menjadi papeda .................................37
6 Jenis pangan talas/keladi yang telah diolah menjadi kue pandey ................38
7 Jenis ikan laut (bubara) yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat
Kampung Tablanusu ....................................................................................39
8 Jenis sayur yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat Kampung Tablanusu .40
9 Keramba yang digunakan masyarakat Kampung Tablanusu untuk
memelihara ikan air tawar ............................................................................42
viii

DAFTAR LAMPIRAN

1 Kuesioner penelitian .................................................................................... 64


2 Rata-rata frekuensi konsumsi berdasarkan kelompok pangan ..................... 72
3 Rata-rata konsumsi pangan per kapita per hari berdasarkan kelompok
bahan makanan............................................................................................ 73
32 Rata-rata asupan dan tingkat kecukupan energi dan protein ...................... 49
33 Sebaran keluarga berdasarkan tingkat kecukupan energi .......................... 49
34 Sebaran keluarga berdasarkan tingkat kecukupan protein ......................... 50
35 Rata-rata asupan dan tingkat kecukupan energi dan protein individu......... 50
36 Sebaran individu berdasarkan tingkat kecukupan energi ............................ 51
37 Sebaran individu berdasarkan tingkat kecukupan protein ........................... 51
38 Tingkat kecukupan energi berdasarkan jenis kelamin................................. 52
39 Tingkat kecukupan protein berdasarkan jenis kelamin................................ 53
40 Rata-rata tingkat kecukupan gizi berdasarkan kelompok umur................... 53
41 Tingkat kecukupan energi berdasarkan kelompok umur anak .................... 54
42 Tingkat kecukupan energi berdasarkan kelompok umur remaja ................. 54
43 Tingkat kecukupan energi berdasarkan kelompok umur dewasa ............... 54
44 Tingkat kecukupan protein berdasarkan kelompok umur anak ................... 55
45 Tingkat kecukupan protein berdasarkan kelompok umur remaja ................ 55
46 Tingkat kecukupan protein berdasarkan kelompok umur dewasa .............. 56
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pangan dan gizi memiliki peran yang sangat penting dalam peningkatan
kualitas sumber daya manusia dan ditujukan untuk mencukupi kebutuhan
pangan masyarakat, baik dalam jumlah maupun mutu gizinya. Masalah pangan
dan gizi merupakan masalah yang kompleks dan berkaitan antara satu dengan
yang lain, serta penyebabnya sangat beragam antar daerah dan waktu. Oleh
karena itu, pengkajian mengenai keadaan gizi masyarakat serta faktor-faktor
yang mempengaruhinya sangat penting untuk pengembangan program
perbaikan pangan dan gizi di masyarakat. Penilaian pola konsumsi pangan
merupakan metode yang dapat dilakukan pada kelompok masyarakat di suatu
daerah untuk mengetahui keadaan gizi masyarakatnya.
Pola konsumsi pangan merupakan suatu kebiasaan tentang makan dan
jenis makanan yang dikonsumsi oleh mayoritas masyarakat sebagai refleksi dari
keadaan lingkungan, sosial, budaya, dan ekonomi. Pola makanan masyarakat di
Indonesia pada umumnya diwarnai oleh jenis-jenis bahan makanan yang umum
dan dapat diproduksi setempat. Misalnya pada masyarakat nelayan di daerah
pantai, ikan merupakan makanan sehari-hari yang dipilih karena dapat dihasilkan
sendiri. Daerah-daerah pertanian padi, masyarakatnya berpola pangan beras,
begitu pula dengan daerah-daerah produksi pangan utama jagung seperti
Madura dan Jawa Timur bagian selatan, masyarakatnya berpola pangan pokok
jagung. Di wilayah Provinsi Papua, secara umum masyarakatnya berpola pangan
sagu sebagai bahan pangan pokok, karena sagu merupakan pangan yang
banyak berkembang di daerah tersebut. Seperti yang dikemukakan oleh
Suhardjo et al. (1988), jenis dan jumlah pangan dalam pola konsumsi pangan di
suatu wilayah biasanya berkembang dari pangan setempat atau pangan yang
ditanam di tempat tersebut dalam jangka waktu yang lama atau panjang. Selain
faktor lingkungan alam, faktor lingkungan budaya juga dapat mempengaruhi
seseorang dalam memilih jenis pangan, pengolahan pangan, dan cara
mengonsumsi pangan (termasuk dengan siapa, kapan, dan dimana) (Baliwati et
al. 2004).
Indonesia merupakan negara kepulauan dengan masyarakat, kebudayaan,
dan agama yang sangat beragam. Kondisi fisik wilayah antar provinsi juga
sangat beragam. Bahkan di antara wilayah di dalam satu provinsi juga terdapat
keanekaragaman yang besar, baik suku, budaya, agama, dan kondisi fisik
wilayah. Hal ini memungkinkan terdapat pula perbedaan dalam pola konsumsi
pangan masyarakatnya.
Papua merupakan salah satu provinsi yang terletak di wilayah paling timur
Indonesia. Provinsi Papua memiliki keragaman yang tinggi dalam kondisi biofisik
seperti iklim, topografi, dan vegetasi (Petocz dan Tucker 1987 diacu dalam
Kepas 1990). Keragaman ini juga dijumpai dalam kondisi budaya, adat,
kepercayaan, dan bahasa (± 250 bahasa daerah). Mengingat adanya keragaman
biofisik dan sosial budaya, sehingga menimbulkan variasi agroekosistem, maka
hal ini akan mempengaruhi penyebaran jenis dan produktifitas tanaman pangan
di berbagai daerah yang pada akhirnya menimbulkan keragaman pola konsumsi
pangan antara daerah yang satu dengan daerah yang lainnya di Provinsi Papua
(Kepas 1990).
Pola pangan masyarakat Papua pada umumnya berpola pangan pokok
sagu. Hal ini karena jenis tanaman pangan sagu banyak berkembang di wilayah
tersebut. Jenis tanaman pangan yang diusahakan adalah ubi jalar, ubi kayu, dan
keladi. Menurut penelitian Apomfires (2002) yang dilakukan di salah satu
kabupaten di Provinsi Papua yaitu Kabupaten Merauke, sagu (bie) merupakan
makanan pokok yang dikonsumsi masyarakat, biasanya diselingi dengan
makanan lain seperti pisang, talas, dan nasi yang merupakan makanan yang
telah dikenal dan biasa dikonsumsi. Walaupun ada makanan selingan, tetapi
sagu tetap diutamakan, karena beberapa orang menyatakan bahwa
mengkonsumsi sagu membuat kenyang lebih lama dibandingkan mengonsumsi
pisang, nasi, dan talas.
Oleh karena pola konsumsi pangan masyarakat merupakan hasil
perpaduan berbagai faktor, di antaranya yaitu faktor lingkungan alam dan budaya
masyarakat, maka berdasarkan uraian-uraian di atas, peneliti tertarik untuk
mempelajari pola konsumsi dan konsumsi pangan yang berkaitan dengan tingkat
kecukupan energi dan zat gizi masyarakat Provinsi Papua.

Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pola konsumsi
pangan masyarakat Papua.
Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penelitian ini antara lain :
1. Mempelajari karakteristik keluarga
2. Mempelajari frekuensi konsumsi menurut kelompok pangan keluarga
3. Mempelajari cara mengolah dan memperoleh pangan keluarga
4. Mempelajari pantangan pangan (taboo) keluarga
5. Mempelajari preferensi pangan keluarga
6. Mempelajari jenis dan jumlah konsumsi pangan serta tingkat kecukupan
gizi keluarga dan individu
7. Menganalisis hubungan antara karakteristik ekonomi dengan tingkat
kecukupan gizi keluarga

Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pengembangan informasi
dalam upaya memperbaiki konsumsi pangan masyarakat, serta diharapkan dapat
memberikan tambahan informasi tentang keragaman sumber pangan
masyarakat di daerah Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua. Penelitian ini juga
diharapkan dapat menjadi dasar untuk penelitian lebih lanjut mengenai pola
konsumsi pangan di daerah Provinsi Papua.
TINJAUAN PUSTAKA

Sosial Ekonomi Keluarga

Besar Keluarga
Besar keluarga adalah banyaknya anggota keluarga yang terdiri dari
ayah, ibu, anak, dan anggota keluarga lain yang hidup dari pengelolaan
sumberdaya yang sama. Besar keluarga mempengaruhi jumlah pangan yang
dikonsumsi dan pembagian ragam yang dikonsumsi dalam keluarga. Kualitas
maupun kuantitas pangan secara langsung akan menentukan status gizi
keluarga dan individu. Besar keluarga mempengaruhi pengeluaran pangan.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pendapatan per kapita dan
pengeluaran pangan menurun dengan peningkatan besar keluarga (Sanjur
1982). Sementara itu, menurut Suhardjo (1989) jumlah anggota keluarga
mempunyai andil dalam permasalahan gizi. Keluarga yang memiliki anggota
keluarga dalam jumlah banyak akan berusaha membagi makanan yang terbatas
sehingga makanan yang dikonsumsi tidak sesuai dengan kebutuhan masing-
masing anggota keluarga. Anak-anak yang tumbuh dalam suatu keluarga yang
miskin adalah yang paling rawan terhadap kurang gizi di antara seluruh anggota
keluarga dan anak yang paling kecil biasanya terpengaruh oleh kekurangan
pangan, sebab semakin besar keluarga bertambah, maka pangan untuk setiap
anak berkurang dan banyak orang tua yang tidak menyadari bahwa anak-anak
yang sangat muda memerlukan pangan relatif lebih banyak daripada anak-anak
yang lebih tua.

Pendidikan
Tingkat pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor yang
berpengaruh terhadap pola konsumsi pangan dan status gizi. Umumnya
pendidikan seseorang akan mempengaruhi sikap dan perilakunya dalam
kehidupan sehari-hari. Ibu yang memiliki tingkat pendidikan tinggi akan lebih
mudah menerima pesan dan informasi mengenai gizi dan kesehatan anak
(Rahmawati 2006). Orang yang berpendidikan tinggi juga cenderung memilih
makanan yang murah tetapi memiliki kandungan gizi yang tinggi, sesuai dengan
jenis pangan yang tersedia dan kebiasaan makan sejak kecil sehingga
kebutuhan gizi dapat terpenuhi dengan baik (Suhardjo 1996).
Tingkat pendidikan akan mempengaruhi tingkat konsumsi pangan
seseorang dalam memilih bahan pangan demi memenuhi kebutuhan hidupnya.
Orang yang memiliki pendidikan tinggi cenderung memilih bahan pangan yang
lebih baik dalam kuantitas maupun kualitas dibanding dengan orang yang
berpendidikan rendah (Hardinsyah 1985 diacu dalam Jaenudin 2010).

Pekerjaan dan Pendapatan


Pekerjaan yang berhubungan dengan pendapatan merupakan faktor yang
paling menentukan kualitas dan kuantitas makanan. Terdapat hubungan yang
erat antara pendapatan dan gizi yang didorong oleh pengaruh yang
menguntungkan dari pendapatan yang meningkat bagi perbaikan kesehatan dan
masalah keluarga lainnya yang berkaitan dengan keadaan gizi. Apabila
penghasilan keluarga meningkat, penyediaan lauk pauk pada umumnya juga
meningkat mutunya (Suhardjo 1989). Penduduk dengan tingkat pendapatan
yang rendah cenderung memenuhi kebutuhan protein dari bahan makanan
nabati, begitu pula sebaliknya, penduduk dengan tingkat pendapatan tinggi, akan
memenuhi kebutuhan protein dari bahan makanan hewani. Hal ini karena protein
hewani harganya relatif lebih mahal dibanding dengan protein nabati. Dengan
kata lain, tingkat pendapatan akan menentukan akses dalam memperoleh ragam
bahan makanan yang membentuk suatu pola konsumsi pangan tertentu.
Tingginya tingkat pendapatan cenderung diikuti dengan tingginya jumlah
dan jenis pangan yang dikonsumsi. Tingkat pendapatan akan mencerminkan
kemampuan untuk membeli bahan pangan. Secara teoritis terdapat hubungan
positif antara pendapatan dengan jumlah permintaan pangan. Makin tinggi
pendapatan akan semakin tinggi daya beli keluarga terhadap pangan, sehingga
akan membawa pengaruh terhadap semakin beragam dan banyaknya pangan
yang dikonsumsi (Soekirman 1994).

Konsumsi Pangan
Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang diperlukan tubuh
setiap hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energi dan za-zat gizi,
kekurangan dan kelebihan dalam jangka waktu yang lama akan berakibat buruk
terhadap kesehatan. Kebutuhan akan energi dan zat gizi bergantung pada
berbagai faktor seperti umur, gender, berat badan, iklim, dan aktifitas fisik
(Almatsier 2002).
Konsumsi pangan adalah informasi mengenai jenis dan jumlah pangan
yang dikonsumsi seseorang atau sekelompok orang (keluarga atau rumah
tangga) pada waktu tertentu. Hal ini menunjukkan bahwa telaahan terhadap
konsumsi pangan dapat ditinjau dari aspek jenis pangan yang dikonsumsi dan
jumlah pangan yang dikonsumsi. Susunan jenis pangan yang dapat dikonsumsi
berdasarkan kriteria tertentu disebut pola konsumsi pangan (Martianto 1992).
Pola konsumsi pangan adalah jenis dan frekuensi beragam pangan yang
biasa dikonsumsi, biasanya berkembang dari pangan setempat atau dari pangan
yang telah ditanam di tempat tersebut untuk jangka waktu yang panjang
(Suhardjo 1996). Sanjur (1982) menyatakan jumlah pangan yang tersedia di
suatu wilayah akan berpengaruh terhadap pola konsumsi pangan.

Pengukuran Konsumsi Pangan


Secara umum, tujuan dari survei konsumsi pangan dimaksudkan untuk
mengetahui kebiasaan makan dan gambaran tingkat kecukupan bahan pangan
dan zat gizi pada tingkat kelompok, rumah tangga, perorangan serta faktor-faktor
yang berpengaruh terhadap konsumsi pangan tersebut, baik secara kuantitatif
maupun kualitatif. Survei konsumsi pangan secara kuantitatif akan diketahui
jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi. Survei konsumsi pangan secara
kualitatif biasanya untuk mengetahui frekuensi makan, frekuensi konsumsi
menurut jenis pangan yang dikonsumsi dan menggali informasi tentang
kebiasaan makan (food habit) serta cara memperoleh pangan (Suhardjo 1989).
Informasi mengenai konsumsi pangan dapat diperoleh dengan cara
survei dan akan menghasilkan data yang bersifat kualitatif dan kuantitatif.
Metode-metode pengukuran konsumsi pangan yang bersifat kualitatif antara lain
food frequency questionnaire dan dietary history (Baliwati et al. 2004). Selain itu,
terdapat pula metode telepon dan metode pendaftaran makanan (food list)
(Supariasa et al. 2001). Secara kuantitatif, metode pengumpulan data yang
dapat dilakukan antara lain metode recall 24 jam, food records, dan weighing
method (Baliwati et al. 2004). Metode ini dimaksudkan untuk mengetahui jumlah
makanan yang dikonsumsi sehingga dapat dihitung konsumsi zat gizi dengan
menggunakan daftar konversi bahan makanan (DKBM), atau daftar lain yang
diperlukan seperti daftar ukuran rumah tangga (URT), daftar konversi mentah
masak (DKMM) dan daftar penyerapan minyak (DPM) (Supariasa et al. 2001).
Berikut merupakan penjelasan mengenai metode pengumpulan data
secara kuantitatif (metode recall) dan secara kualitatif (metode frekuensi
makanan) :
1. Metode recall
Metode mengingat-ingat (recall method) merupakan salah satu penilaian
konsumsi pada tingkat individu. Metode ini dilakukan dengan cara mencatat
jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi. Pengukuran konsumsi pangan diawali
dengan menanyakan jumlah pangan dalam ukuran rumah tangga, setelah itu
dikonversikan dalam ukuran berat (gram). Pada metode ini subjek diminta untuk
mengingat semua makanan yang telah dikonsumsi selama 24 jam atau sehari
yang lalu. Metode ini menaksir asupan gizi pada individu (Gibson 2005).
Menurut Sediaoetama (2006), Metoda recall biasanya dipergunakan recall
tiga hari berturut-turut, yaitu menanyakan semua makanan yang telah
dikonsumsi responden selama tiga hari berturut-turut yang baru lalu. Wawancara
dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang telah dipersiapkan terlebih
dahulu. Pewawancara menanyakan dengan lengkap apa yang telah dikonsumsi
ketika makan pagi kemarin, makan siang dan makan malam serta makanan kecil
di luar waktu makan tersebut, dan makanan lain yang didapat di luar rumah.
Metode ini memiliki kelemahan dalam tingkat ketelitiannya karena
keterangan-keterangan yang diperoleh adalah hasil ingatan responden.
Kelebihan dari metode ini adalah murah dan sederhana. Metode ini bisa
digunakan untuk survei konsumsi keluarga bila semua anggota keluarga
diwawancarai atau salah satu anggota keluarga yang mengetahui tentang
konsumsi anggota keluarga lainnya, biasanya ibu rumah tangga (Suhardjo 1989).
2. Metode frekuensi makanan (food frequency)
Metode ini dikenal sebagai metode frekuensi pangan, dimaksudkan untuk
memperoleh informasi pola konsumsi pangan seseorang. Untuk itu, diperlukan
kuesioner yang terdiri dari dua komponen yaitu daftar jenis pangan dan frekuensi
konsumsi pangan (Baliwati et al. 2004). Pada metode ini, dicatat frekuensi atau
banyak kali penggunaan pangan yang biasanya dikonsumsi untuk suatu periode
waktu tertentu (seminggu, sebulan, atau semusim). Data yang diperoleh bersifat
kualitatif. Metode ini berguna untuk mengetahui pola konsumsi pangan
seseorang atau keluarga serta untuk mengetahui konsumsi pangan sumber zat
gizi tertentu seperti konsumsi pangan sumber vitamin A, konsumsi lemak, dan
lain sebagainya (Kusharto dan Sa’diyyah 2008). Kelemahan dari metode ini
antara lain : (1) Tidak dapat menghasilkan data kuantitatif tentang konsumsi
pangan karena pangan yang disantap tidak diukur, (2) Pengisian kuesioner
hanya mengandalkan ingatan. Kelebihan metode ini antara lain (1) Relatif murah,
(2) Cocok jika diterapkan pada penelitian kelompok besar yang konsumsi pangan
setiap hari sangat variatif, dan (3) Pengisian formulir dapat diserahkan pada
responden (mudah didistribusikan) (Arisman 2004).
Angka Kecukupan Gizi (AKG)
Tingkat kecukupan adalah perbandingan antara konsumsi zat gizi dengan
angka kecukupan gizi yang dianjurkan. Klasifikasi tingkat kecukupan energi dan
protein menurut Departemen Kesehatan (1996) adalah (1) Defisit tingkat berat
(<70% AKG), (2) Defisit tingkat sedang (70-79% AKG), (3) Defisit tingkat ringan
(80-89% AKG), (4) Normal (90-119% AKG), dan (5) Kelebihan (>120% AKG).
Menurut Hardinsyah & D Briawan (1994), untuk menghitung kecukupan
gizi seseorang dapat mengacu pada faktor kecukupan gizi, yaitu daftar yang
memuat angka-angka kecukupan zat gizi rata-rata per orang per hari bagi orang
sehat Indonesia. Angka kecukupan gizi (AKG) tersebut sudah memperhitungkan
variasi kebutuhan individu sehingga kecukupan ini setara dengan kebutuhan
rata-rata ditambah jumlah tertentu untuk mencapai tingkat aman. AKG dapat
digunakan untuk menilai tingkat kecukupan seseorang.

Kebiasaan Makan
Kebiasaan makan adalah suatu istilah untuk menggambarkan kebiasaan
dan perilaku yang berhubungan dengan makan dan makanan, seperti tata krama
makan, frekuensi makan seseorang, pola makanan yang dimakan, kepercayaan
tentang makanan, distribusi makanan di antara anggota keluarga, penerimaan
terhadap makanan, cara pemilihan bahan makanan yang hendak dimakan
sebagai reaksi terhadap pengaruh fisiologik, psikologik, sosial, dan budaya
(Suhardjo 1989).
Menurut Khumaidi (1989), pada dasarnya ada dua faktor yang
mempengaruhi kebiasaan makan manusia yaitu faktor intrinsik (yang berasal dari
dalam diri manusia) antara lain asosiasi emosional, keadaan jasmani dan
kejiwaan yang sedang sakit dan penilaian yang lebih terhadap mutu makanan
dan faktor ekstrinsik (yang berasal dari luar diri manusia) yang meliputi
lingkungan alam, lingkungan budaya dan agama, lingkungan sosial dan
lingkungan ekonomi.

Lingkungan Alam
Pola makanan masyarakat pada umumnya berasal dari bahan makanan
yang umum dan dapat diproduksi daerah setempat. Jenis atau jumlah pangan di
suatu wilayah biasanya berkembang dari pangan setempat atau pangan yang
ditanam di tempat tersebut dalam jangka waktu yang lama atau panjang
(Suhardjo 1989). Misalnya pada masyarakat nelayan di daerah pantai, ikan
merupakan makanan sehari-hari yang dipilih karena dapat diproduksi sendiri.
Daerah-daerah pertanian padi, masyarakatnya berpola pangan beras. Daerah
dengan produksi pangan utama jagung seperti Madura dan Jawa Timur bagian
selatan, masyarakatnya berpola pangan jagung. Pola pangan pokok
menggambarkan salah satu ciri dari kebiasaan makan. Di daerah dengan pola
pangan pokok beras biasanya belum puas atau mengatakan belum makan
apabila belum makan nasi, meskipun sudah kenyang oleh makanan lain non
beras.

Lingkungan Budaya
Setiap masyarakat mengembangkan cara yang turun-temurun untuk
mencari, memilih, menangani, menyiapkan, menyajikan, dan cara-cara makan.
Adat dan tradisi merupakan dasar dari perilaku tersebut, yang biasanya
sekurang-kurangnya dalam beberapa hal berbeda di antara kelompok yang satu
dengan kelompok yang lain. Nilai-nilai, sikap dan kepercayaan yang ditentukan
budaya, merupakan kerangka kerja dimana cara makan, daya terima terhadap
makanan terbentuk, yang dijaga dengan seksama dan diajarkan dengan tekun
kepada setiap generasi berikutnya (Suhardjo 1989).
Lingkungan budaya yang berkaitan dengan kebiasaan makan biasanya
meliputi nilai-nilai kehidupan rohani dan kewajiban-kewajiban sosial. Budaya
menentukan apa yang akan digunakan sebagai makanan, dalam keadaan
bagaimana, kapan seseorang boleh atau tidak memakannya, apa saja yang
dianggap tabu (pantangan). Unsur-unsur budaya mampu menciptakan suatu
kebiasaan makan penduduk yang kadang bertentangan dengan prinsip gizi.
Berbagai budaya memberikan peran dan nilai yang berbeda-beda terhadap
pangan atau makanan, misalnya bahan-bahan makanan tertentu karena alasan-
alasan tertentu, sementara itu ada pangan yang dinilai sangat tinggi baik dari
segi ekonomi maupun sosial (Suhardjo 1989).

Frekuensi Konsumsi Pangan


Khomsan (2003) menyatakan bahwa frekuensi konsumsi pangan per hari
merupakan salah satu aspek kebiasaan makan. Frekuensi konsumsi pangan ada
yang terikat pada pola makan tiga kali per hari, tetapi banyak pula yang
mengonsumsi pangan antara 5-7 kali per hari atau lebih. Frekuensi konsumsi
pangan bisa menjadi penduga tingkat kecukupan gizi, artinya semakin tinggi
frekuensi konsumsi pangan, maka peluang terpenuhinya kecukupan gizi semakin
besar.
Pembagian Makan dalam keluarga
Secara tradisional, ayah mempunyai prioritas utama atas jumlah dan jenis
makanan tertentu dalam keluarga, jika kebiasaan budaya tersebut diterapkan,
maka setelah kepala keluarga anak pria dilayani, biasanya dimulai dari yang
tertua. Wanita, anak wanita, dan anak yang masih kecil boleh makan bersama
anggota keluarga pria, akan tetapi di beberapa lingkungan budaya, mereka
makan terpisah pada meja lain atau bahkan setelah anggota pria selesai makan.
Pada beberapa kasus, wanita dan anak kecil hanya memperoleh pangan yang
disisakan setelah anggota keluarga pria makan. Jika terjadi kekurangan pangan
yang parah dalam rumah tangga karena sebab-sebab seperti panceklik,
kelaparan, kemiskinan yang khronis atau suatu musibah yang lain, kecukupan
gizi anggota keluarga mungkin terganggu. Bayi, anak-anak yang masih muda,
dan wanita selama tahun-tahun penyapihan, pengaruh tambahan dari
pembagian makanan yang tidak merata dalam unit keluarga, dapat merupakan
bencana, baik bagi kesehatan maupun kehidupan (Suhardjo 1989).
Pembagian pangan yang tepat kepada setiap anggota keluarga adalah
sangat penting untuk mencapai gizi baik. Pangan harus dibagikan untuk
memenuhi kebutuhan gizi setiap orang di dalam keluarga. Anak, wanita yang
mengandung dan ibu yang menyusui harus memperoleh sebagian besar pangan
yang kaya akan protein. Orang tua memerlukan pangan yang akan membantu
memperbaiki jaringan tubuh yang usang dan robek. Semua anggota keluarga
sesuai dengan kebutuhan perorangan, harus mendapat bagian energi dan zat
makanan yang cukup (Suhardjo 1988).

Pantangan Pangan (Taboo)


Pantangan atau tabu merupakan fungsi dari kebiasaan makan, yaitu
suatu larangan untuk mengonsumsi jenis makanan tertentu, karena terdapat
ancaman bahaya atau hukuman terhadap barang siapa yang melanggarnya. Ada
pantangan atau tabu makanan yang berdasarkan agama dan bukan berdasarkan
agama atau kepercayaan. Pantangan atau tabu yang berdasarkan agama
bersifat absolut, tidak dapat ditawar bagi penganut agama atau kepercayaan
tersebut, sedangkan pantangan atau tabu lainnya masih dapat diubah atau
dihilangkan. Pantangan atau tabu merupakan sesuatu yang diwariskan dari
leluhur melalui orang tua, terus ke generasi-generasi yang akan datang
(Suhardjo 1989).
Tabu berasal dari polynesia yang berarti suatu larangan yang ditujukan
terhadap mahkluk tertentu atau benda tertentu yang tidak boleh disentuh atau
dimakan. Larangan ini biasanya karena tradisi. Banyak faktor yang mendasari
tabu makanan, misalnya karena magis, kepercayaan, takut berkomunikasi,
kesehatan, dan lain-lain. Masyarakat mengenal bermacam-macam tabu
makanan yang diklasifikasikan sebagai berikut (Suhardjo 1989) :
1. Menurut waktu meliputi tabu yang bersifat permanen dan tabu yang
bersifat sementara.
2. Menurut besarnya kelompok, tabu dapat dibagi dalam :
- Tabu bagi seluruh anggota masyarakat
- Tabu bagi kelompok-kelompok tertentu di dalam sistem kekerabatan
- Tabu bagi kelompok profesi sosial
- Tabu berdasarkan kelas sosial
- Tabu menurut jenis kelamin
- Tabu bagi individu-individu tertentu
3. Menurut periode-periode di dalam lingkaran hidup, meliputi :
- Tabu pada saat hamil
- Tabu pada saat menyapih bayi
- Tabu pada saat sesudah menyapih bayi
- Tabu pada saat puber
- Tabu pada saat menderita penyakit
Beberapa jenis bahan makanan dilarang untuk dikonsumsi oleh anak-
anak, ibu hamil, ibu menyusui, ataupun kaum remaja. Jika ditinjau dari konteks
gizi, bahan makanan tersebut justru mengandung nilai gizi yang tinggi, tetapi
tabu itu tetap dijalankan dengan alasan takut menanggung risiko yang akan
timbul. Sehingga masyarakat yang demikian akan mengkonsumsi bahan
makanan yang bergizi dalam jumlah yang kurang, dengan demikian maka
penyakit kekurangan gizi akan mudah timbul di masyarakat, terutama anak-anak.
Tabu berkenaan dengan makanan banyaknya bersangkutan dengan
emosi sehingga tidak mengherankan jika sebagian besar tabu makanan
terutama dianut oleh para wanita atau dikenakan pada anak-anak yang masih di
bawah perlindungan dan asuhan wanita tersebut. Praktis semua tabu makanan
berhubungan dengan status kesehatan (Suhardjo 1989).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Jaenudin (2010), diketahui bahwa
suku Dayak Hindu-Budha Bumi Segandu Indramayu memiliki pantangan
terhadap pangan hewani karena alasan spiritual, yang dalam ajarannya sesama
makhluk bernyawa (manusia dan hewan) dilarang saling membunuh bahkan
menyakiti.

Preferensi Pangan
Setiap masyarakat mengembangkan cara turun temurun untuk mencari,
memilih dan menangani, menyiapkan, menyajikan dan mengkonsumsi makanan
yang dihidangkan. Hal ini dimulai dari permulaan hidupnya dan menjadi bagian
perilaku yang berakar di antara kelompok penduduk. Bersamaan dengan pangan
yang disajikan dan diterima langsung atau tidak langsung anak-anak menerima
pula informasi yang berkembang menjadi perasaan, sikap, tingkah laku dan
kebiasaan mereka yang berkaitan dengan pangan (Suhardjo 1989). Menurut
Pilgrin (1957) diacu dalam Suhardjo (1989), preferensi pangan (food
preferences) adalah tindakan atau ukuran suka atau tidak suka seseorang
terhadap pangan. Fisiologi, perasaan dan sikap integrasi membentuk preferensi
terhadap pangan dan akhirnya membentuk perilaku konsumsi pangan.
Preferensi yang bersifat positif berarti penerimaan terhadap pangan
tersebut. Preferensi ini dapat berubah dan dapat dipelajari sejak kecil. Preferensi
terhadap pangan bersifat plastis terutama pada orang-orang muda dan akan
permanen bila telah memiliki gaya hidup yang kuat (Sanjur 1982).
Suatu makanan memenuhi selera atau tidak bukan hanya ditentukan oleh
fisik pangan, akan tetapi karena pengaruh sosial budaya. Faktor penting dalam
pemilihan pangan adalah flavor yang meliputi bau, tekstur, dan suhu.
Penampilan yang meliputi warna dan bentuk juga akan mempengaruhi sikap
terhadap pangan. Selain pengaruh reaksi indera terhadap pemilihan pangan
(warna atau bentuk), kesukaan pribadi semakin terpengaruh oleh pendekatan
melalui media radio, televisi, pamflet, iklan dan bentuk media massa lain
(Suhardjo 1989). Menurut Elizabeth dan Sanjur (1981) diacu dalam Suhardjo
(1989), ada tiga faktor utama yang mempengaruhi konsumsi pangan yaitu
karakteristik individu, karakteristik pangan, dan karakteristik lingkungan. Suatu
model atau kerangka pemikiran yang dapat mempelajari konsumsi pangan
kaitannya dengan berbagai karakteristik tersebut dapat dilihat pada Gambar 1.
Konsumsi Pangan

Preferensi Pangan

Karakteristik Individu Karakteristik pangan Karakteristik Lingkungan

• Umur • Rasa • Musim


• Jenis kelamin • Rupa • Pekerjaan
• Pendidikan • Tekstur • Mobilitas
• Pendapatan • Harga • Perpindahan
• Pengetahuan • Tipe makanan penduduk
gizi • Bentuk • Tingkat sosial
• Keterampilan • Bumbu pada
memasak • Kombinasi masyarakat
• Kesehatan makanan

Gambar 1 Model studi preferensi konsumsi pangan


KERANGKA PEMIKIRAN

Pola konsumsi pangan adalah susunan beragam bahan makanan yang


umum dikonsumsi suatu masyarakat. Pola konsumsi pangan masyarakat
merupakan refleksi dari ketersediaan pangan daerah tersebut, akses, dan
preferensi masyarakat terhadap bahan makanan yang dikonsumsi. Pola
konsumsi masyarakat dapat berbeda antara daerah satu dengan daerah yang
lainnya, karena pola yang terbentuk merupakan hasil perpaduan dari berbagai
faktor yang mempengaruhinya. Pada dasarnya ada dua faktor yang
mempengaruhi pola konsumsi pangan yaitu faktor ekstrinsik (yang berasal dari
luar diri manusia) dan faktor intrinsik (yang berasal dari dalam diri manusia).
Yang termasuk faktor ekstrinsik antara lain lingkungan alam, sosial, budaya,
agama, dan ekonomi.
Lingkungan alam dapat mempengaruhi produksi jumlah dan jenis pangan
yang tersedia di suatu daerah. Hal ini karena keragaman kondisi biofisik wilayah
seperti topografi, iklim, dan curah hujan antar daerah akan menimbulkan variasi
agroekosistem, yang akan mempengaruhi penyebaran jumlah dan jenis
produktifitas tanaman pangan. Perbedaan produksi jenis dan jumlah pangan di
suatu daerah, akan menyebabkan perbedaan pola konsumsi pangan
masyarakatnya. Selain faktor lingkungan alam, faktor lingkungan budaya juga
dapat mempengaruhi pola konsumsi pangan masyarakat, dimana budaya dapat
menentukan apa yang akan digunakan sebagai makanan, dalam keadaan
bagaimana, kapan seseorang boleh atau tidak memakannya dan apa saja
makanan yang dianggap sebagai pantangan (taboo), serta bagaimana cara
mengolah, menyiapkan, dan mengonsumsi makanan tersebut. Adapun yang
termasuk faktor intrinsik antara lain faktor asosiasi emosional, keadaan jasmani
dan kejiwaan yang sedang sakit dan penilaian yang lebih terhadap mutu
makanan.
Preferensi pangan adalah tindakan atau ukuran suka atau tidak suka
seseorang terhadap makanan. Fisiologi, perasaan, dan sikap integrasi
membentuk preferensi terhadap pangan dan akhirnya membentuk perilaku
konsumsi pangan. Diasumsikan bahwa sikap seseorang terhadap makanan,
suka ataupun tidak suka akan berpengaruh terhadap konsumsi pangan.
Karakteristik sosial ekonomi seperti tingkat pendidikan, pekerjaan,
pendapatan, dan besar keluarga juga dapat mempengaruhi konsumsi pangan
seseorang dalam memilih bahan pangan. Seseorang dengan pendidikan tinggi
cenderung memilih bahan pangan yang lebih baik dalam kuantitas maupun
kualitasnya. Pekerjaan yang berhubungan dengan pendapatan merupakan faktor
yang menentukan kualitas dan kuantitas makanan. Seseorang dengan
pendapatan keluarga meningkat, penyediaan bahan pangan juga meningkat
mutunya. Besar keluarga mempengaruhi jumlah pangan yang dikonsumsi dan
pembagian ragam yang dikonsumsi dalam keluarga. Keluarga yang memiliki
anggota keluarga dalam jumlah banyak akan berusaha membagi makanan yang
terbatas sehingga makanan yang dikonsumsi tidak sesuai dengan kebutuhan
masing-masing anggota keluarga.
Konsumsi pangan merupakan salah satu faktor yang secara langsung
berpengaruh terhadap status gizi seseorang. Status gizi merupakan hasil
masukan zat gizi dan pemanfaatannya dalam tubuh. Untuk mencapai status gizi
yang baik diperlukan pangan yang mengandung cukup zat gizi, aman untuk
dikonsumsi dan dapat memenuhi kebutuhan. Jika konsumsi pangan tercukupi,
maka semua kebutuhan energi, protein, dan zat gizinya diharapkan dapat
menghasilkan status gizi yang baik dan terhindar dari masalah kesehatan kurang
gizi. Sebaliknya, jika zat gizi tidak tercukupi, maka semua kebutuhan energi,
protein dan zat gizinya akan menghasilkan status gizi kurang dan rawan
terhadap masalah kesehatan kurang gizi. Selain konsumsi pangan, infeksi
penyakit dan kesempatan untuk memperoleh pelayanan kesehatan juga dapat
mempengaruhi status gizi seseorang.
Keterkaitan antara beragam faktor yang mempengaruhi pola konsumsi
pangan dapat dilihat pada Gambar 2.
Lingkungan Budaya
Lingkungan Alam
• Cara memperoleh pangan
• Topografi
• Curah hujan • Cara mengolah pangan
• Iklim • Cara mengonsumsi pangan
(dengan siapa, dimana, dan
kapan)
• Pantangan pangan (Taboo)

Jumlah dan jenis produksi


pangan

POLA KONSUMSI PANGAN Preferensi Pangan

Karakteristik sosial
ekonomi - Asosiasi emosional
- Pendidikan Tingkat Kecukupan - Keadaan jasmani dan
- Pekerjaan Energi dan Zat gizi kejiwaan yang sedang
- Pendapatan sakit
- Besar keluarga - Penilaian yang lebih
terhadap mutu makanan.
Status gizi

Pelayanan Kesehatan Infeksi Penyakit

Keterangan :

: Variabel yang diteliti


: Variabel yang tidak diteliti
: Hubungan yang dianalisis
: Hubungan yang tidak dianalisis
Gambar 2 Bagan kerangka konsep faktor-faktor yang mempengaruhi pola
konsumsi pangan
METODE PENELITIAN

Desain, Tempat dan Waktu


Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional study. Penelitian ini
merupakan penelitian lapang yang dilakukan di Kampung Tablanusu, Distrik
Depapre, Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua. Lokasi penelitian dipilih secara
purposive dengan alasan sebagai berikut: 1) Lokasi jauh dari perkotaan, 2)
Memiliki kondisi fisik wilayah yang unik yaitu dikelilingi pegunungan, danau dan
laut, dan 3) Kemudahan akses. Penelitian ini dilakukan selama satu bulan yaitu
pada bulan Mei sampai dengan Juni 2011.

Jumlah dan Cara Penarikan Contoh


Contoh dalam penelitian ini adalah keluarga yang bertempat tinggal di
lokasi penelitian. Pemilihan contoh dilakukan secara sensus yaitu mengambil
semua sampel yang sesuai dengan kriteria. Kriteria inklusi contoh yaitu : 1)
Penduduk asli Papua, 2) Keluarga lengkap atau utuh yang tinggal dalam rumah
tangga yang sama yang terdiri dari kepala keluarga (KK), isteri KK, dan anak,
dan 3) Bersedia untuk dijadikan contoh. Responden dalam penelitian ini adalah
isteri dari KK atau ibu rumah tangga, karena ibu memiliki peranan dalam
mempersiapkan makanan, mulai dari mengatur menu, berbelanja, memasak,
meyiapkan atau menghidangkan makanan, dan mendistribusikan makanan
(Suhardjo 1989).
Total contoh pada penelitian ini adalah sebanyak 48 keluarga (257 Jiwa)
yang diperoleh dari 81 populasi keluarga yang berada di Kampung Tablanusu.
Pemilihan contoh diharapkan dapat mewakili populasi dari wilayah tersebut. Cara
penarikan contoh disajikan pada Gambar 3.

Populasi Keluarga
(81 Keluarga)

Kriteria inklusi

48 Keluarga

Gambar 3 Cara penarikan contoh

Jenis dan Cara Pengambilan Data


Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data
primer adalah data yang diperoleh berdasarkan hasil wawancara, observasi
langsung terhadap responden, yaitu ibu rumah tangga dan anggota keluarga
lainnya yang dianggap perlu. Wawancara dilakukan dengan menggunakan
kuesioner yang telah disiapkan terlebih dahulu. Data primer meliputi :
1. Data karakteristik sosial ekonomi keluarga (pendidikan terakhir orang tua,
pekerjaan orang tua, pendapatan keluarga, dan besar keluarga).
2. Data mengenai konsumsi pangan keluarga meliputi jenis pangan dan
jumlah konsumsi pangan.
3. Data mengenai pola konsumsi pangan keluarga meliputi frekuensi
konsumsi pangan, frekuensi konsumsi menurut kelompok pangan, cara
memperoleh pangan, cara mengolah pangan, preferensi pangan (pangan
yang disukai), dan pantangan pangan serta alasannya.
Jenis data karakteristik sosial ekonomi contoh diperoleh dengan teknik
wawancara dengan menjawab pertanyaan pada kuesioner yang telah disiapkan.
Jenis data mengenai konsumsi pangan diperoleh melalui wawancara
menggunakan metode recall 1x24 jam. Data yang dikumpulkan yaitu jumlah
pangan yang dikonsumsi dan dinyatakan dalam satuan ukuran rumah tangga
(URT), seperti nasi (piring), lauk (potong, buah, butir), sayur (mangkuk), buah
(buah, iris, biji), dan sebagainya.
Jenis data mengenai frekuensi konsumsi pangan, frekuensi konsumsi
menurut kelompok pangan, cara memperoleh, dan mengolah pangan diperoleh
melalui wawancara menggunakan food frequency questionnaire (FFQ) konsumsi
pangan selama satu bulan terakhir. Data mengenai preferensi pangan dan
pantangan pangan (taboo) diperoleh dengan teknik wawancara dengan
menggunakan kuesioner yang telah disiapkan. Data sekunder adalah data
tentang keadaan umum geografis dan karakteristik demografi yang diperoleh dari
kantor kecamatan lokasi penelitian. Tabel 1 menunjukkan jenis data yang
dikumpulkan dan cara pengumpulannya.
Tabel 1 Jenis dan cara pengumpulan data
Cara Pengumpulan
Variabel Data Jenis Data
Data
Karakteristik sosial • Pendidikan Primer Wawancara
ekonomi
• Pekerjaan
• Pendapatan

Konsumsi pangan • Jenis pangan Primer Recall 1 x 24 jam,


wawancara
• Jumlah konsumsi
pangan
Cara Pengumpulan
Variabel Data Jenis Data
Data
Pola konsumsi • Frekuensi Primer Wawancara dan food
pangan konsumsi pangan frequency
questionnaire (FFQ)
• Frekuensi
konsumsi menurut
kelompok pangan
• Cara memperoleh
pangan
• Cara mengolah
pangan
• Preferensi pangan
• Pantangan pangan
(taboo) dan
alasannya
Keadaan umum Sekunder Kantor kecamatan
lokasi penelitian dan desa

Pengolahan dan Analisis Data


Data yang diperoleh dari kuesioner diolah dan dianalisis secara statistik
deskriptif dan inferensia dengan menggunakan Microsoft excel 2007 dan
Statistical Program for Social Sciences (SPSS) 16.0 for Windows. Pengolahan
data yang dilakukan berupa editing, coding, cleaning, dan analisis. Data kualitatif
dianalisis secara deskriptif, sedangkan analisis statistik korelasi digunakan untuk
menguji hubungan antar variabel.
Pekerjaan orang tua. Data jenis pekerjaan orang tua yang dikategorikan
menjadi petani, nelayan, PNS, wirausaha, karyawan swasta, perangkat desa,
dan tidak bekerja.
Pendidikan orang tua. Data tingkat pendidikan terakhir orang tua yang
dikategorikan menjadi tidak sekolah, tidak tamat SD, tamat SD, tamat SMP,
tamat SMA, dan perguruan tinggi.
Pendapatan per kapita keluarga adalah besarnya rata-rata penghasilan
yang diperoleh dari seluruh anggota keluarga dan dibagi dengan jumlah anggota
keluarga.
Tingkat kecukupan energi dan zat gizi. Data konsumsi pangan
diperoleh dengan metode recall 1x24 jam yang meliputi jumlah dan jenis pangan,
kemudian dikonversikan ke dalam kandungan zat gizi, yaitu energi (kkal) dan
protein (g). Tingkat kecukupan energi dan protein dihitung dengan
membandingkan konsumsi energi dan protein dengan angka kecukupan gizi
(AKG) yang dianjurkan kemudian dinyatakan dalam persen. Secara umum,
tingkat kecukupan energi dan zat gizi dirumuskan sebagai berikut (Hardinsyah &
D Briawan 1994) :

Konsumsi energi dan zat gizi aktual


Tingkat kecukupan energi dan zat gizi = x 100 %
AKG yang dianjurkan

Pengukuran tingkat kecukupan energi dan protein keluarga digambarkan


kecukupan energi dan protein per kapita per hari. Proses ini dilakukan terpisah
untuk setiap keluarga. Untuk mengetahui tingkat kecukupan energi dan protein
keluarga dapat digunakan cara seperti di atas, akan tetapi didata dahulu jumlah
anggota keluarga beserta umur, jenis kelamin, dan berat badan masing-masing
anggota keluarga. Dari data tersebut kemudian dihitung tingkat kecukupan energi
dan protein masing-masing individu di dalam keluarga. Kemudian hasil
perhitungan dijumlahkan dari masing-masing anggota keluarga. Angka
penjumlahan yang didapatkan merupakan angka kecukupan energi dan protein
keluarga tersebut (Nasution Amini dan Riyadi 1995).
Klasifikasi tingkat kecukupan energi dan protein menurut Departemen
Kesehatan (1996) adalah :
(1) Defisit tingkat berat (<70% AKG)
(2) Defisit tingkat sedang (70-79% AKG)
(3) Defisit tingkat ringan (80-89% AKG)
(4) Normal (90-119% AKG)
(5) Kelebihan (>120% AKG).

Definisi Operasional
Keluarga adalah sekelompok manusia dalam suatu rumah tangga yang terdiri
dari KK, isteri KK serta anak dan anggota keluarga lainnya yang hidup
dari pengelolaan sumberdaya keluarga yang bersangkutan.
Karakteristik sosial ekonomi adalah karakteristik keluarga yang terdiri dari
pendidikan terakhir orang tua, jenis pekerjaan orang tua, pendapatan per
kapita keluarga, dan besar keluarga.
Pekerjaan orang tua. Data jenis pekerjaan orang tua yang dikategorikan
menjadi petani, nelayan, PNS, wirausaha, karyawan swasta, perangkat
desa dan tidak bekerja.
Pendapatan per kapita keluarga adalah besarnya rata-rata penghasilan yang
diperoleh dari seluruh anggota keluarga dan dibagi dengan jumlah
anggota keluarga.
Pendidikan orang tua adalah data tingkat pendidikan orang tua yang diolah
dengan mengelompokkannya menjadi lima kategori yaitu tidak sekolah,
tidak tamat SD, tamat SD, tamat SMP, tamat SMA, dan perguruan tinggi.
Frekuensi konsumsi pangan adalah berapa kali individu mengonsumsi
makanan lengkap dalam waktu sehari.
Frekuensi konsumsi menurut kelompok pangan adalah derajat keseringan
mengonsumsi pangan dalam satu bulan terakhir.
Tabu makanan adalah suatu larangan untuk mengkonsumsi suatu jenis pangan
tertentu, karena terdapat ancaman bahaya atas hukuman terhadap orang
yang melanggarnya.
Preferensi pangan adalah tingkat kesukaan keluarga contoh terhadap jenis
pangan tertentu, termasuk pangan yang disukai.
Tingkat kecukupan energi atau protein adalah persentase energi atau protein
yang dikonsumsi per kapita per hari dibagi dengan angka kecukupan
energi atau protein yang dianjurkan.
HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Wilayah Penelitian


Gambaran Umum Provinsi Papua

 
Gambar 4 Peta Provinsi Papua
Papua merupakan provinsi yang terletak di wilayah paling timur
Indonesia. Provinsi Papua memiliki luas wilayah 317.062 km2 yang membawahi
19 kabupaten dan 1 kota dengan 250 kecamatan. Secara geografis Provinsi
Papua terletak pada 130 - 1400 Bujur Timur dan 2025’ Lintang Utara - 90 Lintang
Selatan (BPS 2007). Jumlah penduduk di provinsi ini mencapai 1.875.388 Jiwa
dengan komposisi 970.299 orang pria dan 905.089 orang wanita. Mayoritas
penduduk lokal memiliki pendidikan rendah, hal ini dapat dibaca dari tingginya
(52%) jumlah penduduk yang tidak tamat sekolah dasar (Anonim 2009).
Provinsi Papua memiliki keragaman yang tinggi dalam kondisi biofisik
seperti iklim, topografi, dan vegetasi (Petocz dan Tucker 1987 diacu dalam
Kepas 1990). Keragaman ini juga dijumpai dalam kondisi budaya, adat,
kepercayaan, dan bahasa (± 250 bahasa daerah). Wilayah ini memiliki delapan
zone ekosistem yaitu rawa pasang surut, rawa air tawar, jalur pantai laut, sabana
dan padang rumput, hutan tropik basah, hutan montane bawah, hutan montane
atas, dan pegunungan alpin. Wilayah ini memiliki iklim tropik basah, kondisi iklim
daerah sangat dipengaruhi oleh topografi yang tidak rata.
Provinsi Papua terdapat banyak suku dan di antara suku-suku tersebut
masih sulit bekerja sama. Beberapa suku yang cukup besar di antaranya adalah
suku Arfak, Dani, Yali, Asmat, dan Ekagi (Boelaars 1986 diacu dalam Kepas
1990). Setiap suku mempunyai karakteristik dalam memanfaatkan sumberdaya,
sehingga menghasilkan sistem pertanian yang berbeda. Kebutuhan hidup
masyarakat Papua umumnya dipenuhi dari kegiatan bercocok tanam, meramu,
peternakan, dan perikanan. Jenis tanaman pangan yang diusahakan adalah ubi
jalar, ubi kayu, dan keladi. Di dataran rendah, tanaman tersebut
ditumpangsarikan dengan tebu, pisang, jagung, dan sebagainya. Masyarakat
pegunungan mengusahakan kentang, bawang merah atau bawang putih, serta
sayuran lainnya, seperti yang dilakukan di sekitar Pegunungan Arfak atau di
Pegunungan Jayawijaya (Kepas 1990).

Gambaran Umum Kampung Tablanusu, Distrik Depapre


Distrik Depapre adalah salah satu distrik yang berada di Kabupaten
Jayapura, Provinsi Papua. Distrik ini terletak di sebelah utara dari Kabupaten
Jayapura dan berbatasan dengan Samudera Pasifik yaitu di sepanjang pesisir
pantai dan di bawah gunung Dafonsoro Utara (Cycloop). Daerah ini beriklim
tropis, memiliki dua musim yaitu musim kemarau dari bulan April-September dan
musim hujan dari bulan Oktober-Maret. Curah hujan rata-rata 2.435 mm/tahun
dan jumlah hari hujan tertinggi berkisar 167 hari. Suhu udara rata-rata berkisar
antara 20,50-34,40 C. Kondisi topografinya, memiliki wilayah sebagian besar
berbukit-bukit dengan kemiringan lereng berkisar 450-750 ke arah utara dan
mempunyai dataran atau lembah yang cukup luas. Letak Distrik Depapre di atas
permukaan bukit antara 3.200 m di atas permukaan laut.
Luas wilayah Distrik Depapre adalah 187,34 km2 dan secara geografis
terletak antara 20,43’-20,43’ lintang selatan dan 1400,24’-1400,41’ bujur timur.
Distrik Depapre memiki tujuh kampung yaitu Kampung Kendate, Kampung
Entiyebo (Tablanusu), Kampung Waiya, Kampung Tablasupa, Kampung Yepase,
Kampung Wambena, dan Kampung Yewena.
Masyarakat Depapre dalam sistem kekerabatan, menganut sistem
kepemimpinan ondoafi (kepala suku). Masyarakat ini memiliki suku tanah merah
(Tepra) yang menganut sistem kekerabatan patrilineal yaitu keturunan ditarik
melalui garis keturunan laki-laki (ayah). Rata-rata masyarakat Depare
berpendidikan rendah karena faktor kemampuan ekonomi yang rendah dan
faktor jauhnya jangkauan transportasi dari kampung ke pusat kota atau tempat
pendidikan selanjutnya (SMP dan SMA), minimya sarana transportasi baik
melaui darat maupun laut dan faktor dorongan mental dari orang tua kurang
mendukung.
Entiyebo atau Tablanusu merupakan salah satu kampung yang berada di
Distrik Depapre, kampung ini memiliki luas wilayah sebesar 230,5 ha dengan
ketinggian 5 m dari permukaan laut. Pada sebelah utara, kampung ini
berbatasan dengan Lautan Pasifik, sebelah selatan dengan Kampung Maribu,
sebelah barat dengan Kampung Kendate dan sebelah timur berbatasan dengan
Kampung Waiya. Topografi daerah ini adalah pantai.
Kampung ini memiliki tingkat populasi sebesar 394 Jiwa dengan 81
kepala keluarga. Sebagian besar masyarakat Kampung Tablanusu bekerja
sebagai nelayan, dimana pada umumnya masih menggunakan pola
penangkapan ikan secara tradisional. Masyarakat masih mencari ikan di laut
menggunakan alat-alat yang masih sederhana sehingga hasil tangkapannya
belum maksimal. Masyarakat Kampung Tablanusu ada yang bekerja sebagai
petani. Jenis tanaman pangan yang dihasilkan adalah cokelat, mangga, durian,
langsat, duku, rambutan, nangka, salak, pisang, dimana bibit-bibit tanaman yang
dihasilkan tersebut diberikan oleh pemerintah daerah setempat sebagai program
pemberdayaan masyarakat.

Karakteristik Sosial Ekonomi Keluarga

Jumlah Anggota Keluarga


Rumah tangga adalah sekumpulan orang yang terdiri dari seorang ayah,
ibu, anak, dan orang lain atau keluarga yang tinggal di bagian atau keseluruhan
bangunan fisik dari suatu rumah dan mengkonsumsi makanan dari satu dapur
atau sekelumpulan orang yang tinggal di bawah satu atap dan melakukan
aktifitas bersama-sama dengan seluruh anggota rumah tangga (Sukandar 2007).
Menurut Sanjur (1982), jumlah anggota keluarga mempengaruhi jumlah
pangan yang dikonsumsi dan pembagian ragam yang dikonsumsi dalam
keluarga. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pendapatan per kapita dan
pengeluaran untuk pangan menurun dengan peningkatan besar keluarga.
Total jumlah sampel keluarga dalam penelitian ini adalah 48. Berdasarkan
hasil penelitian, dapat diketahui bahwa rata-rata jumlah anggota keluarga adalah
sedang (5,4) (Hurlock 1998). Hal ini dapat disebabkan oleh masyarakat
Kampung Tablanusu sudah cukup berpartisipasi dalam program keluarga
berencana (KB) yang dicanangkan oleh pemerintah.
Umur Orang Tua
Responden pada penelitian ini adalah keluarga yang bertempat tinggal di
Kampung Tablanusu. Berikut merupakan sebaran orang tua yaitu KK dan isteri
KK berdasarkan kelompok umur.
Tabel 2 Sebaran orang tua berdasarkan kelompok umur
KK Isteri KK
Kelompok Umur (tahun)
n % n %
19-29 3 6,3 5 10,4
30-49 28 58,3 30 62,5
50-64 12 25,0 10 20,8
≥65 5 10,4 3 6,3
Total 48 100,0 48 100,0
Rata-rata ± SD 47,7 ± 11,4 43,9 ± 10,2
Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa persentase terbesar
umur KK di Kampung Tablanusu adalah pada kelompok umur 30-49 tahun yaitu
sebesar 58,3%, sedangkan persentase umur terendah berada pada kelompok
umur 19-29 tahun, yaitu hanya sebesar 6,3%. Rata-rata umur KK adalah 47
tahun. Begitu pula dengan persentase umur terbesar isteri KK yaitu berada pada
kelompok umur 30-49 tahun, dengan persentase sebesar 62,5%. Rata-rata umur
isteri KK adalah 43 tahun. Kelompok umur tersebut termasuk ke dalam kelompok
umur dewasa madya (WKNPG 2004).
Sebagian besar umur responden dalam usia reproduktif, dimana memiliki
kecenderungan untuk lebih giat bekerja sehingga bisa menghasilkan pendapatan
yang lebih untuk keperluan konsumsi rumah tangga.

Tingkat Pendidikan Orang Tua


Tingkat pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor yang
berpengaruh terhadap pola asuh anak termasuk pemberian makan, pola
konsumsi pangan, dan status gizi. Umumnya pendidikan seseorang akan
mempengaruhi sikap dan perilaku dalam kehidupan sehari-hari. Ibu yang
memiliki tingkat pendidikan tinggi akan lebih mudah menerima pesan dan
informasi mengenai gizi dan kesehatan anak (Rahmawati 2006).
Orang yang berpendidikan tinggi juga cenderung memilih makanan yang
murah tetapi memiliki kandungan gizi yang tinggi, sesuai dengan jenis pangan
yang tersedia dan kebiasaan makan sejak kecil sehingga kebutuhan gizi dapat
terpenuhi dengan baik (Suhardjo 1996). Berikut merupakan sebaran tingkat
pendidikan KK dan isteri KK.
Tabel 3 Sebaran orang tua berdasarkan tingkat pendidikan

Tingkat KK Umur Isteri KK Umur


Pendidikan n % (tahun) n % (tahun)
Tidak sekolah 2 4,2 58,5±6,4 1 2,1 62,0±0
Tidak tamat SD 3 6,3 54,3±10,1 6 12,5 52,3±9,2
Tamat SD 14 29,2 53,8±8,8 16 33,3 46,7±8,4
SMP 7 14,6 48,3±9,5 10 20,8 40,9±8,1
SMA 17 35,4 39,5±9,4 12 25,0 38,1±11,5
Perguruan Tinggi 5 10,4 49,8±14,5 3 6,3 39,7±2,1

Total 48 100,0 47,7 ± 11,4 48 100,0 43,9 ± 10,2


Berdasarkan pada tabel di atas, maka dapat diketahui bahwa sebagian
besar tingkat pendidikan terakhir KK di Kampung Tablanusu adalah SMA dengan
persentase sebesar 35,4%, sedangkan hanya sebesar 4,2% KK yang tidak
bersekolah. Persentase terbesar untuk tingkat pendidikan isteri KK adalah tamat
SD dengan persentase sebesar 33,3%, sedangkan isteri KK yang tidak
bersekolah hanya sebesar 2,1%. Rata-rata KK dan isteri KK yang tidak sekolah
usianya sudah tua, dengan rata-rata usia masing-masing yaitu 58 dan 62 tahun.
Faktor yang dapat menyebabkan orang tua tidak sekolah atau hanya
tamat SD dan tidak melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi adalah faktor
kemampuan ekonomi yang rendah dan faktor jauhnya jangkauan transportasi
dari kampung ke pusat kota atau tempat pendidikan selanjutnya (SMP dan SMA),
minimnya sarana transportasi baik melaui darat maupun laut dan faktor dorongan
mental dari orang tua kurang mendukung.

Jenis Pekerjaan Orang Tua


Pekerjaan yang berhubungan dengan pendapatan merupakan faktor yang
paling menentukan kualitas dan kuantitas makanan. Terdapat hubungan yang
erat antara pendapatan dan gizi yang didorong oleh pengaruh yang
menguntungkan dari pendapatan yang meningkat bagi perbaikan kesehatan dan
masalah keluarga lainnya yang berkaitan dengan keadaan gizi. Apabila
penghasilan keluarga meningkat, penyediaan lauk pauk pada umumnya juga
meningkat mutunya (Suhardjo 1989).
Jenis pekerjaan masyarakat Kampung Tablanusu cukup beragam, mulai
dari sebagai nelayan, petani, pegawai negeri sipil (PNS), wirausaha, perangkat
desa, wirausaha, dan pensiunan PNS. Jenis pekerjaan pada masyarakat
Kampung Tablanusu dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Sebaran jenis pekerjaan orang tua

KK Isteri KK
Jenis pekerjaan
n % n %
Petani 0 0,0 2 4,2
Nelayan 19 40,4 0 0,0
Petani dan nelayan 11 23,4 0 0,0
PNS 8 17,0 4 8,3
Wirausaha 0 0,0 4 8,3
Perangkat desa 4 8,5 0 0,0
Pensiunan PNS 3 6,4 1 2,1
Ibu Rumah tangga 0 0,0 37 77,1
Karyawan swasta 2 4,3 0 0,0
Total 47 100,0 48 100,0
Berdasarkan tabel di atas, secara umum mayoritas KK bekerja sebagai
nelayan dengan persentase sebesar 40,4%. Adapun KK yang bekerja sebagai
nelayan merangkap sebagai petani adalah sebesar 23,4%, sedangkan kepala
KK yang bekerja sebagai PNS sebesar 17,0%, sisanya bekerja sebagai
perangkat desa, pensiunan PNS dan karyawan swasta. Sementara itu, sebagian
besar jenis pekerjaan isteri KK adalah sebagai ibu rumah tangga dengan
persentase sebesar 77,1%, sisanya bekerja sebagai PNS, wirausaha, petani,
dan pensiunan PNS.
Faktor alam yang mendukung sebagai daerah dengan topografi pantai,
disertai pendidikan yang rendah yaitu hanya tamat SD (tidak memiliki keahlian
khusus) merupakan alasan yang melatarbelakangi sebagian besar KK memilih
bekerja sebagai nelayan.

Pendapatan Per Kapita Keluarga


Pendapatan merupakan indikator kesejahteraan ekonomi rumah tangga.
Pendapatan juga merupakan faktor yang menentukan kuantitas dan kualitas
makanan yang dikonsumsi. Semakin tinggi pendapatan maka semakin besar
peluang untuk memilih pangan yang baik. Meningkatnya pendapatan perorangan
maka terjadi perubahan-perubahan dalam susunan makanan (Suhardjo 1989).
Garis kemiskinan daerah pedesaan Provinsi Papua yang telah ditetapkan
oleh Badan Pusat Statistik Provinsi Papua tahun 2011 adalah sebesar Rp
262.626/kapita/bulan. Pendapatan per kapita keluarga masyarakat Kampung
Tablanusu dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 5 Sebaran pendapatan per kapita per bulan keluarga berdasarkan garis
kemiskinan Provinsi Papua
Kategori n %

Miskin (< Rp 262.626/kap/bln) 17 35,4


Tidak miskin (> Rp 262.626/kap/bln) 31 65,6
Total 48 100,0
Rata-rata ± SD Rp 474.499 ± 348.099
Pendapatan per kapita per bulan keluarga berdasarkan garis kemiskinan
Provinsi Papua pada masyarakat Kampung Tablanusu sebesar 65,6% dalam
kategori tidak miskin dan sebesar 35,4% dalam kategori miskin. Rata-rata
pendapatan keluarga masyarakat Kampung Tablanusu adalah sebesar Rp
474.499/kapita/bulan.
Jika dilihat dari jenis pekerjaannya, mayoritas pekerjaan masyarakat
Kampung Tablanusu adalah sebagai nelayan yang pendapatannya tidak
menentu. Pendapatan tergantung dari jumlah tangkapan ikan yang diperoleh, jika
jumlahnya lebih banyak maka pendapatan akan lebih tinggi. Jumlah tangkapan
ikan yang diperoleh tergantung pada musimnya, dimana pada musim kemarau
jumlah tangkapan ikan lebih banyak dibanding musim hujan. Hal ini disebabkan
oleh pada musim kemarau, waktu penangkapan tidak dibatasi oleh faktor cuaca
(Junaidi 1997). Profesi selain sebagai nelayan adalah PNS dan karyawan swasta
yang pendapatannya lebih konstan.

Pola Konsumsi Pangan


Pola konsumsi pangan adalah jenis dan frekuensi beragam pangan yang
biasa dikonsumsi, biasanya berkembang dari pangan setempat atau dari pangan
yang telah ditanam di tempat tersebut dalam jangka waktu yang panjang
(Suhardjo 1996). Sanjur (1982) menyatakan bahwa jumlah pangan yang tersedia
di suatu wilayah akan berpengaruh terhadap pola konsumsi pangan. Menurut
Suhardjo (1989), kebiasaan makan adalah suatu istilah untuk menggambarkan
kebiasaan dan perilaku yang berhubungan dengan makanan dan makan, seperti
tata krama makan, frekuensi makan seseorang, pola makanan yang dimakan,
kepercayaan tentang makanan, distribusi makanan di antara anggota keluarga,
penerimaan terhadap makanan, dan cara pemilihan bahan makanan yang
hendak dimakan sebagai reaksi terhadap pengaruh fisiologik, psikologik, sosial
dan budaya.
Frekuensi Konsumsi Pangan Keluarga
Pola konsumsi pangan disini meliputi frekuensi konsumsi pangan di
dalam keluarga. Frekuensi makan diukur dalam satuan kali per hari, kali per
minggu, dan kali per bulan. Akan tetapi, pada penelitian ini frekuensi konsumsi
pangan keluarga diukur dalam satuan kali per hari dengan metode recall dan
bertanya langsung kepada responden. Frekuensi konsumsi pangan keluarga
masyarakat Kampung Tablanusu dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6 Sebaran responden berdasarkan frekuensi konsumsi pangan dalam sehari
Frekuensi n %
2 25 52,1
3 23 47,9
Total 48 100,0
Frekuensi konsumsi pangan mempengaruhi jumlah asupan makanan bagi
individu, dimana hal tersebut dapat berpengaruh terhadap tingkat kecukupan gizi
(Sukandar 2007). Tabel di atas menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat
Kampung Tablanusu memiliki frekuensi konsumsi pangan yaitu dua kali dalam
sehari dengan persentase sebesar 52,1%.
Keluarga yang memiliki frekuensi konsumsi pangan dua kali dalam sehari,
biasanya dilakukan pada siang dan malam hari. Masyarakat Kampung Tablanusu
hanya mengkonsumsi makanan selingan seperti roti dan beraneka kue (donat,
bakpao, kue sendok), serta didampingi dengan minuman hangat seperti teh, kopi
atau susu pada saat sarapan. Hal ini dapat dikarenakan oleh faktor ekonomi dan
tidak biasanya sarapan dengan pangan pokok (nasi).

Kebiasaan Makan Bersama Keluarga


Kebiasaan makan bersama dalam keluarga, menurut Tan, et al. (1979)
diacu dalam Sukandar (2007) adalah sebuah kebiasaan sangat penting untuk
dilakukan karena banyak keuntungan yaitu mereka dapat mengkonsumsi
makanan yang sama secara bersama-sama dengan seluruh anggota keluarga
dan setiap anggota keluarga memiliki kesempatan yang sama untuk
berkomunikasi satu sama lain.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat
Kampung Tablanusu menerapkan kebiasaan makan bersama di dalam
keluarganya, dapat terlihat dari persentase kebiasaan makan bersama keluarga
yaitu sebesar 93,8%. Selain itu, sebagian besar masyarakat Kampung Tablanusu
menerapkan kebiasaan makan bersama dalam keluarga sebanyak dua kali
dalam sehari, hal ini ditunjukkan dengan persentase frekuensi makan bersama
dalam keluarga yaitu sebesar 83,3%. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7 Sebaran keluarga berdasarkan frekuensi makan bersama dalam sehari
Frekuensi n %
0 3 6,3
1 2 4,2
2 40 83,3
3 3 6,3
Total 48 100,0
Sebagian besar masyarakat Kampung Tablanusu menerapkan kebiasaan
makan bersama pada pagi dan malam hari, yaitu pada makan pagi (sarapan)
dan makan malam, hal ini disebabkan oleh pada siang hari KK tidak berada di
rumah karena sedang bekerja, sedangkan anak-anak sedang bersekolah.
Kebersamaan merupakan salah satu alasan mengapa masyarakat Kampung
Tablanusu memilih untuk menerapkan kebiasaan makan bersama di dalam
keluarga.

Prioritas Pangan dalam Keluarga


Secara tradisional, ayah mempunyai prioritas utama atas jumlah dan jenis
makanan tertentu dalam keluarga, jika kebiasaan budaya tersebut diterapkan,
maka setelah kepala keluarga anak pria dilayani, biasanya dimulai dari yang
tertua. Wanita, anak wanita, dan anak yang masih kecil boleh makan bersama
anggota keluarga pria, tetapi di beberapa lingkungan budaya, mereka makan
terpisah pada meja lain atau bahkan setelah anggota pria selesai makan.
Pembagian pangan yang tepat kepada setiap anggota keluarga adalah
sangat penting untuk mencapai gizi baik. Pangan harus dibagikan untuk
memenuhi kebutuhan gizi setiap orang di dalam keluarga. Anak, wanita yang
mengandung, dan ibu yang menyusui harus memperoleh sebagian besar pangan
yang kaya akan protein. Orang tua memerlukan pangan yang akan membantu
memperbaiki jaringan tubuh yang usang dan robek. Semua anggota keluarga
sesuai dengan kebutuhan perorangan, harus mendapat bagian energi dan zat
makanan yang cukup (Suhardjo 1988).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat
Kampung Tablanusu tidak menerapkan prioritas pangan di dalam keluarga, yang
berarti setiap anggota keluarga memiliki hak yang sama untuk mendapatkan
pangan. Hal tersebut ditunjukkan dengan persentase tidak adanya prioritas
pangan dalam keluarga sebesar 75,0%.
Tabel 8 menggambarkan pembagian pangan dalam keluarga menurut
individu yang diutamakan. Sebesar 75,0% keluarga yang tidak mengutamakan
seorang pun untuk mendapatkan prioritas dalam pembagian pangan, sedangkan
sebesar 18,8% keluarga yang mengutamakan KK dalam pembagian pangan,
sisanya sebesar 4,2% mengutamakan anak, dan sebesar 2,1% mengutamakan
KK dan anak.
Tabel 8 Sebaran keluarga berdasarkan anggota keluarga yang menerima
prioritas dalam pembagian pangan
Anggota rumah tangga yang mendapat prioritas n %

Tidak seorang pun 36 75,0


Kepala keluarga 9 18,8
Anak 2 4,2
Kepala keluarga dan anak 1 2,1
Total 48 100,0

Kebiasaan Sarapan Keluarga


Sarapan (makan pagi) adalah suatu kegiatan yang penting sebelum
melakukan aktifitas fisik pada pagi hari (Khomsan 2005). Menurut beberapa
kajian, frekuensi konsumsi pangan yang baik adalah tiga kali dalam sehari. Hal
ini karena tidak mungkin seseorang memenuhi kebutuhan gizinya hanya dari
satu atau dua kali makan setiap harinya. Waktu makan yang sering ditinggalkan
adalah makan pagi (Madanijah 1994).
Khomsan (2005) menegaskan bahwa dengan melakukan sarapan dapat
menyumbangkan 25% dari kebutuhan total energi harian. Ada dua manfaat
sarapan diantaranya yaitu sarapan pagi dapat menyediakan karbohidrat yang
siap digunakan untuk meningkatkan kadar glukosa darah. Dengan kadar glukosa
darah yang terjamin normal, maka gairah dan konsentrasi kerja bisa lebih baik,
sehingga berdampak positif terhadap produktifitas kerja. Manfaat sarapan yang
kedua adalah sarapan dapat memberikan kontribusi penting beberapa zat gizi
yang diperlukan tubuh, seperti protein, lemak, vitamin, dan mineral. Melewatkan
sarapan menyebabkan tubuh kekurangan glukosa, sehingga menimbulkan rasa
pusing, gemetar, dan rasa lelah. Jika hal ini terjadi maka tubuh akan
membongkar persediaan tenaga yang ada di jaringan lemak tubuh. Berikut
merupakan sebaran keluarga berdasarkan kebiasaan sarapan masyarakat
Kampung Tablanusu.
Tabel 9 Sebaran keluarga berdasarkan kebiasaan sarapan dalam keluarga
KK Isteri KK Anak
Kebiasaan sarapan n % n % n %
Sering 45 93,8 45 93,8 45 93,8
Jarang 3 6,3 3 6,3 3 6,3
Total 48 100,0 48 100,0 48 100,0
Berdasarkan hasil pada tabel di atas, dapat diketahui bahwa baik KK,
isteri KK, dan anak sering menerapkan kebiasaan sarapan di pagi hari dengan
persentase sebesar 93,8%. Sebagian besar masyarakat Kampung Tablanusu
menerapkan kebiasaan sarapan dikarenakan agar memiliki tenaga untuk
persiapan bekerja. Ada beberapa masyarakat yang mengkonsumsi pangan
pokok seperti nasi pada saat sarapan, akan tetapi ada pula masyarakat yang
hanya mengkonsumsi roti dan beraneka kue (donat, bakpao, dan kue sendok),
serta didampingi dengan minuman hangat seperti teh, kopi, atau susu. Menurut
khomsan (2005), jenis makanan untuk sarapan akan lebih baik bila terdiri dari
makanan sumber tenaga, sumber zat pembangun dan sumber zat pengatur
dalam jumlah yang seimbang dan bila sarapan dengan aneka ragam pangan
yang terdiri nasi, sayur atau buah, lauk pauk, dan susu dapat memenuhi
kebutuhan akan vitamin dan mineral.

Frekuensi Konsumsi menurut Kelompok Pangan Keluarga


Konsumsi pangan dipengaruhi oleh beberapa faktor agroekosistem,
dimana orang mengkonsumsi pangan tergantung pada apa yang diproduksi di
daerah lokalnya (Sukandar 2007). Selain itu, faktor budaya juga dapat
mempengaruhi nilai sosial dari setiap jenis pangan yang ada. Berikut merupakan
rata-rata frekuensi konsumsi kelompok pangan serealia masyarakat Kampung
Tablanusu.
Tabel 10 Rata-rata frekuensi konsumsi kelompok pangan serealia
Frekuensi konsumsi Rumah tangga yang mengonsumsi pangan
Jenis serealia
(kali/bulan) n %
Beras/Nasi 83,1 48 100,0
Mie Instan 13,3 45 93,8
Tepung terigu 10,5 44 91,7
Jagung 4,0 39 81,3
Sagu 17,7 44 91,7
Roti 15,5 44 91,7
Berdasarkan data di atas, dapat diketahui bahwa beras merupakan
pangan utama yang dikonsumsi oleh masyarakat Kampung Tablanusu dengan
rata-rata frekuensi konsumsi yaitu 83,1 kali per bulan, sedangkan sagu hanya
dikonsumsi 17,7 kali per bulan. Hal ini dapat dikarenakan oleh beras lebih mudah
diperoleh dibandingkan dengan sagu. Diperlukan tenaga kerja yang cukup
banyak dan waktu yang lama dalam memproduksi sagu hingga layak untuk
dikonsumsi, sehingga masyarakat lebih memilih untuk mengonsumsi beras yang
lebih mudah diperoleh (banyak dijual). Selain itu, beberapa masyarakat
Kampung Tablanusu berpendapat bahwa mengkonsumsi beras dapat
memberikan rasa kenyang lebih lama dibandingkan dengan mengkonsumsi
sagu. Pangan serealia yang jarang dikonsumsi adalah jagung dengan rata-rata
frekuensi konsumsi hanya 4,0 kali per bulan.
Berikut merupakan rata-rata frekuensi konsumsi pangan umbi-umbian
masyarakat Kampung Tablanusu.
Tabel 11 Rata-rata frekuensi konsumsi kelompok pangan umbi-umbian
Frekuensi konsumsi Rumah tangga yang mengonsumsi pangan
Jenis umbi-umbian
(kali/bulan) n %
Singkong 9,9 47 97,9
Betatas/Ubi jalar 6,5 42 87,5
Kentang 0,5 28 58,3
Talas/keladi 6,7 42 87,5
Jenis pangan umbi-umbian yang sering dikonsumsi adalah singkong
dengan rata-rata frekuensi konsumsi 9,9 kali per bulan. Sementara itu, jenis
pangan umbi-umbian yang paling jarang dikonsumsi oleh masyarakat Kampung
Tablanusu adalah kentang, dimana rata-rata frekuensi konsumsi kentang hanya
0,5 kali per bulan. Jenis pangan umbi-umbian seperti singkong, ubi jalar, dan
talas biasanya dikonsumsi sebagai cemilan atau makanan ringan di sore hari.
Jenis pangan tersebut banyak ditanam di pekarangan rumah masyarakat
Kampung Tablanusu, sehingga mudah untuk diperoleh tanpa harus
mengeluarkan uang untuk membeli. Kentang tidak ditanam di daerah Kampung
Tablanusu, biasanya di olah menjadi sayur sop.
Tabel 12 menggambarkan frekuensi konsumsi pangan hewani
masyarakat Kampung Tablanusu. Jenis pangan hewani yang paling sering
dikonsumsi oleh masyarakat Kampung Tablanusu adalah ikan laut dengan rata-
rata frekuensi konsumsi adalah 66,8 kali per bulan. Hal ini dikarenakan oleh
sebagian besar masyarakat Kampung Tablanusu bekerja sebagai nelayan,
sehingga mudah untuk memperoleh ikan laut. Selain ikan laut, telur ayam juga
sering dikonsumsi dengan rata-rata frekuensi konsumsi adalah 18,4 kali per
bulan. Jenis pangan hewani yang jarang dikonsumsi adalah daging babi, daging
kambing, dan daging sapi. Hal ini karena ketiga pangan hewani tersebut tidak
tersedia di pasar. Pangan hewani yang diperjualbelikan di pasar hanya daging
ayam, telur, dan ikan, sedangkan daging babi, daging sapi, dan daging kambing
tidak tersedia. Masyarakat Kampung Tablanusu mengaku bahwa hanya
mengkonsumsi daging babi, daging kambing, dan daging sapi jika
diselenggarakan acara kampung di daerahnya.
Tabel 12 Rata-rata frekuensi konsumsi kelompok pangan hewani
Rumah tangga yang mengonsumsi
Jenis pangan Frekuensi konsumsi pangan
hewani (kali/bulan)
n %
Daging sapi 0,1 3 6,3
Daging kambing 0,0 1 2,1
Daging babi 1,1 17 35,4
Daging Ayam 2,2 34 70,8
Telur Ayam 18,4 42 87,5
Ikan air laut 66,8 47 97,9
Ikan air tawar 10,0 35 72,9
Udang 0,6 8 16,7
Kerang/bia 2,6 22 45,8
Cumi 1,7 28 58,3
Ikan Asin 0,0 2 4,2
Kepiting 0,5 8 16,7
Kelompok kacang-kacangan merupakan kelompok pangan yang cukup
sering dikonsumsi masyarakat umum, akan tetapi masyarakat Kampung
Tablanusu kurang mengkonsumsi kelompok pangan ini. Berdasarkan data pada
tabel 16 dapat diketahui bahwa rata-rata frekuensi konsumsi untuk pangan
tempe dan tahu masing-masing hanya 10,4 dan 13,1 kali per bulan. Hal ini
dikarenakan tahu dan tempe hanya dapat diperoleh di pasar, sedangkan hari
pasar di Kampung Tablanusu hanya tiga hari yaitu pada hari selasa, kamis, dan
sabtu. Kelompok pangan kacang-kacangan yang paling jarang dikonsumsi
adalah kacang kedelai dengan rata-rata frekuensi konsumsi hanya 0,1 kali per
bulan.
Tabel 13 Rata-rata frekuensi konsumsi kelompok pangan nabati
Rumah tangga yang mengonsumsi
Jenis pangan Frekuensi konsumsi pangan
nabati (kali/bulan)
n %
Tempe 10,4 42 87,5
Tahu 13,1 42 87,5
Kacang kedelai 0,1 2 4,2
Kacang hijau 1,9 33 68,8
Kacang tanah 1,5 14 29,2
Tabel 14 menjelaskan frekuensi konsumsi kelompok pangan sayuran.
Sayuran merupakan pangan sumber vitamin dan mineral, dimana cukup sering
dikonsumsi masyarakat pada umumnya, begitu pula dengan masyarakat
Kampung Tablanusu. Kelompok pangan sayuran yang paling sering dikonsumsi
oleh masyarakat Kampung Tablanusu adalah sayur daun singkong, daun
pepaya, dan bunga pepaya. Hal ini dikarenakan oleh masyarakat Kampung
Tablanusu menanam ketiga jenis sayuran tersebut di pekarangan rumah atau di
ladang kebun, sehingga mudah untuk diperoleh tanpa harus membeli.
Sementara itu, kelompok pangan sayuran yang paling jarang dikonsumsi oleh
masyarakat Kampung Tablanusu adalah sayur sawi, wortel, dan buncis.
Tabel 14 Rata-rata frekuensi konsumsi kelompok pangan sayuran
Rumah tangga yang mengonsumsi
Frekuensi konsumsi pangan
Jenis sayuran
(kali/bulan)
n %
Bayam 20,8 41 85,4
Wortel 3,9 33 68,8
Sawi 6,6 28 58,3
Buncis 4,1 33 68,8
Kangkung 21,5 44 91,7
Daun singkong 25,3 45 93,8
Daun pepaya 25,7 45 93,8
Bunga pepaya 25,7 44 91,7
Tauge 0,8 10 20,8

Tabel 15 Rata-rata frekuensi konsumsi kelompok pangan buah-buahan


Rumah tangga yang mengonsumsi
Jenis buah- Frekuensi konsumsi pangan
buahan (kali/bulan)
n %
Pisang 10,6 43 89,6
Jambu 1,3 18 37,5
Jeruk 3,5 27 56,3
Mangga 0,6 21 43,8
Nangka 0,4 11 22,9
Pepaya 9,9 39 81,3
Rambutan 0,8 17 35,4
Tomat 0,2 3 6,3
Kelompok pangan buah-buahan merupakan pangan sumber vitamin dan
mineral, biasanya dikonsumsi sebagai pangan penutup setelah mengkonsumsi
makanan pokok. Kelompok pangan buah-buahan yang paling sering dikonsumsi
oleh masyarakat Kampung Tablanusu adalah buah pisang dan pepaya dengan
rata-rata frekuensi konsumsi adalah 10,6 dan 9,9 kali per bulan. Hal ini
disebabkan oleh masyarakat Kampung Tablanusu menanam buah pisang dan
pepaya di pekarangan rumah ataupun di ladang kebun, sehingga lebih mudah
untuk memperoleh kedua jenis buah tersebut tanpa harus mengeluarkan uang
untuk membelinya.
Kelompok pangan buah-buahan yang jarang dikonsumsi oleh masyarakat
Kampung Tablanusu adalah buah mangga, rambutan, dan jambu. Hal ini karena
walaupun beberapa masyarakat memiliki pohon mangga dan rambutan di
pekarangan rumah ataupun di ladang perkebunan, akan tetapi mangga dan
rambutan merupakan buah musiman, sehingga jarang dikonsumsi.
Tabel 16 Rata-rata Frekuensi konsumsi kelompok pangan susu
Rumah tangga yang mengonsumsi
Frekuensi konsumsi pangan
Jenis susu
(kali/bulan)
n %
Susu segar 6,1 12 25,0
Susu bubuk 17,5 23 47,9
Susu kaleng 8,4 14 29,2
Berdasarkan data di atas, dapat diketahui bahwa kelompok pangan susu
yang sering dikonsumsi oleh masyarakat Kampung Tablanusu adalah susu
bubuk dengan rata-rata frekuensi konsumsi adalah 17,5 kali per bulan,
sedangkan yang jarang dikonsumsi adalah susu segar dengan rata-rata
frekuensi konsumsi adalah 6,1 kali per bulan. Susu tidak hanya dikonsumsi oleh
anak-anak, akan tetapi ada beberapa orang tua yang juga mengkonsumsi susu.

Cara Mengolah dan Memperoleh Pangan Keluarga


Faktor lingkungan budaya dapat mempengaruhi pola konsumsi pangan
masyarakat, dimana budaya dapat menentukan apa yang akan digunakan
sebagai makanan, dalam keadaan bagaimana, kapan seseorang boleh atau
tidak memakannya dan apa saja makanan yang dianggap sebagai pantangan
(taboo), serta bagaimana cara mengolah, memperoleh, dan mengkonsumsi
makanan tersebut (Suhardjo 1989).
Tabel 17 sampai dengan Tabel 22 menunjukkan daftar pangan dan cara
mengolah atau memasak pangan yang diterapkan oleh masyarakat Kampung
Tablanusu. Berikut merupakan daftar pangan serealia dan cara mengolah
pangan.
Tabel 17 Daftar pangan serealia serta cara mengolah yang diterapkan
Cara Mengolah
Jenis serealia Tanpa
Dikukus Direbus Dibakar Digoreng
dimasak
Beras/Nasi 9 9
Mie instan 9 9
Tepung terigu 9
Jagung   9 9
Sagu 9 9
Roti 9 9
Pangan serealia sebagian besar diolah atau dimasak dengan cara
digoreng, direbus, dan dikukus. Namun untuk beberapa jenis serealia seperti
jagung, sagu, dan roti dapat diolah dengan cara dibakar. Sagu dapat diolah
dengan cara dibakar atau dijadikan papeda, yaitu dengan cara menyiram sagu
dengan air panas dan mengaduknya sampai membentuk papeda. Sagu yang
telah diolah menjadi papeda dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 5 Jenis pangan sagu yang telah diolah menjadi papeda

Tepung terigu biasanya digunakan untuk membuat roti, beraneka kue


seperti kue donat, bakpao, ataupun kue sendok. Kue sendok adalah kue yang
dibuat dari tepung yang dicairkan dengan meggunakan air, diberikan gula pasir,
lalu dibentuk dengan sendok dan kemudian digoreng.
Tabel 18 Daftar pangan umbi-umbian serta cara mengolah yang diterapkan
Cara Mengolah
Jenis umbi-umbian Dikukus Direbus Dibakar Digoreng
Singkong 9 9 9
Ubi jalar/betatas 9 9 9
Kentang 9 9 9
Talas/Keladi 9 9 9 9
Jenis pangan talas/keladi merupakan pangan yang bisa diolah dengan
bermacam-macam cara pengolahan, di antaranya dikukus, direbus, dibakar, dan
digoreng. Masyarakat Kampung Tablanusu biasanya mengolah talas/keladi
menjadi sebuah kue yang dinamakan kue pandey. Kue ini dibuat dengan cara
menumbuk keladi terlebih dahulu, setelah itu dicampurkan dengan kelapa parut,
direbus kemudian dibentuk bola-bola. Selain keladi, singkong juga dapat diolah
menjadi kue pandey. Masyarakat Kampung Tablanusu juga mengolah keladi
dengan cara ditumbuk lalu ditambahkan gula merah, setelah itu dibakar.
Talas/keladi yang telah diolah menjadi kue pandey dapat dilihat pada gambar
berikut.

Gambar 6 Jenis pangan talas/keladi yang telah diolah menjadi kue pandey

Jenis pangan betatas/ubi jalar biasanya diolah dengan cara diparut lalu
ditambahkan tepung terigu dan digoreng. Masyarakat Kampung Tablanusu
menamakan kue tersebut dengan sebutan kue sarang burung.
Tabel 19 menggambarkan daftar pangan hewani serta cara mengolah
atau memasak yang diterapkan oleh masyarakat Kampung Tablanusu.
Tabel 19 Daftar pangan hewani serta cara mengolah yang diterapkan
Cara Mengolah
Jenis pangan hewani
Direbus Dibakar Digoreng Diasap
Daging sapi 9 9 9
Daging kambing 9
Daging Babi 9
Daging Ayam 9 9
Telur Ayam 9 9
Ikan kawalina 9 9 9
Ikan kombong 9 9 9
Ikan bandeng 9
Ikan mujair 9
Udang 9
Kerang/bia 9
Cumi 9
Ikan Asin 9
Kepiting 9 9
Berdasarkan Tabel 19 di atas, dapat diketahui bahwa tidak ada jenis
pangan hewani yang diolah dengan cara dikukus atau tanpa dimasak. Sebagian
besar pangan hewani diolah dengan cara digoreng, seperti ikan laut maupun
ikan air tawar, daging sapi, daging kambing, daging ayam, dan lainnya.
Pengolahan dengan cara diasap hanya diterapkan pada daging sapi.
Masyarakat Kampung Tablanusu biasanya mengolah jenis pangan ikan
menjadi abon. Masyarakat ini mengolah atau memasak kerang atau biasa
disebut bia laut dengan cara ditumis. Masyarakat Kampung Tablanusu mengolah
ikan bubara dengan cara dibakar atau digoreng, dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7 Jenis ikan laut (ikan bubara) yang dikonsumsi oleh masyarakat
Kampung Tablanusu
Kacang-kacangan merupakan pangan sumber nabati. Beberapa jenis
kacang-kacangan dan olahannya yang disajikan pada tabel di bawah ini adalah
kacang tanah, kacang hijau, kacang kedelai, tempe, dan tahu. Kacang tanah
dapat diolah dengan cara digoreng dan direbus, sedangkan kacang hijau hanya
dapat diolah dengan cara direbus yaitu dibuat bubur dengan menambahkan
santan atau susu. Sementara itu, masyarakat terbiasa mengolah tempe dan tahu
dengan cara digoreng, sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 20.
Tabel 20 Daftar pangan nabati serta cara mengolah yang diterapkan
Cara Mengolah
Jenis pangan nabati
Direbus Digoreng
Tempe 9
Tahu 9
Kacang kedelai 9
Kacang hijau 9
Kacang Tanah 9 9
Sayuran merupakan pangan sumber vitamin dan mineral, berikut
merupakan daftar jenis sayuran dan cara mengolah yang diterapkan.
Tabel 21 Daftar jenis sayuran serta cara mengolah yang diterapkan
Cara Mengolah
Jenis sayuran
Tanpa Dimasak Dikukus Direbus Ditumis
Bayam 9 9 
Wortel 9 9 
Sawi 9 
Buncis 9 
Kangkung 9 
Daun singkong 9 9 
Daun pepaya 9 9 9 
Bunga pepaya 9 
Daun ubi/petatas 9 
Genemo 9 
Lilin 9 
Gedi 9 
Mentimun 9
Tauge 9 9
Sayuran merupakan jenis pangan yang biasanya diolah dengan cara
direbus ataupun ditumis, tetapi ada juga sayuran yang dapat langsung dimakan
tanpa diolah terlebih dahulu, seperti wortel dan mentimun. Masyarakat Kampung
Tablanusu biasanya mengolah bunga pepaya dengan cara ditumis dan
dicampurkan dengan sayur daun singkong, selain itu dapat dicampurkan pula
dengan sayur kangkung, sedangkan sayur wortel dan buncis biasanya diolah
menjadi sayur sop. Jenis sayur bunga pepaya yang ditumis dengan campuran
daun singkong dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 8 Jenis sayur yang dikonsumsi oleh masyarakat Kampung Tablanusu

Buah-buahan merupakan pangan sumber vitamin dan mineral. Buah-


buahan pada umumnya dikonsumsi dalam keadaan mentah atau tanpa diolah
terlebih dahulu. Buah pisang merupakan jenis buah yang bisa diolah dengan
bermacam-macam cara seperti dikukus, direbus, dibakar, dan digoreng.
Masyarakat Kampung Tablanusu biasanya menjadikan pisang ataupun
olahannya sebagai teman minum teh atau kopi pada pagi atau sore hari. Tabel
berikut menyajikan beberapa jenis buah-buahan beserta cara pengolahan yang
biasanya diterapkan.
Tabel 22 Daftar jenis buah-buahan serta cara mengolah yang diterapkan
Cara Mengolah
Jenis buah- Tanpa
buahan dimasak Dikukus Direbus Dibakar Digoreng
Pisang 9 9 9 9 9
Jambu 9
Jeruk 9
Mangga 9
Nangka 9
Pepaya 9
Rambutan 9
Tabel 23 sampai Tabel 28 menunjukkan daftar pangan dan cara
memperoleh pangan yang diterapkan oleh masyarakat Kampung Tablanusu.
Cara memperoleh pangan dibagi menjadi lima cara yaitu melalui cara pembelian,
cara menanam atau memelihara, cara barter dan memperoleh dari alam (berburu
atau memancing). Berikut merupakan daftar pangan serealia dan cara
memperoleh pangan.
Tabel 23 Sebaran keluarga berdasarkan asal pangan serealia yang dikonsumsi
Asal pangan yang dikonsumsi
Jenis serealia
Pembelian Menanam Pemberian
Beras/Nasi 91,7 0,0 8,3
Mie instan 100,0 0,0 0,0
Tepung terigu 100,0 0,0 0,0
Jagung 89,6 10,4 0,0
Sagu 72,9 27,1 0,0
Kelompok pangan serealia sebagian besar diperoleh dengan cara
pembelian. Sebagian besar beras diperoleh dengan cara pembelian, akan tetapi
ada yang diperoleh melalui pemberian oleh kantor (beras jatah). Tidak ada
kelompok pangan serealia yang berasal dari barter dan memperoleh dari alam.
Tabel 24 Sebaran keluarga berdasarkan asal pangan umbi-umbian yang
dikonsumsi

Asal pangan yang dikonsumsi


Jenis umbi-umbian
Pembelian Menanam
Singkong 45,8 54,2
Ubi jalar/betatas 52,1 47,9
Kentang 100,0 0,0
Talas/Keladi 54,2 45,8
Jenis pangan umbi-umbian seperti singkong, sebagian besar diperoleh
melalui menanam sendiri di pekarangan rumah ataupun di ladang kebun,
sedangkan kentang sebagian besar diperoleh melalui pembelian. Tidak ada
kelompok pangan umbi-umbian yang diperoleh dari barter maupun memperoleh
dari alam.
Tabel 25 menunjukkan daftar kelompok pangan hewani dan cara
memperolehnya yang diterapkan oleh masyarakat Kampung Tablanusu.
Tabel 25 Sebaran keluarga berdasarkan asal pangan hewani yang dikonsumsi
Asal pangan yang dikonsumsi
Jenis pangan hewani
Pembelian Memelihara Pemberian Memperoleh dari alam Lainnya
Daging sapi 12,5 0,0 0,0 0,0 87,5
Daging kambing 10,4 0,0 0,0 0,0 89,6
Daging Babi 35,4 4,2 0,0 0,0 60,4
Daging Ayam 77,1 4,2 0,0 0,0 18,8
Telur Ayam 95,8 4,2 0,0 0,0 0,0
Ikan air laut 14,6 0,0 2,1 83,3 0,0
Ikan air tawar 33,3 64,6 0,0 0,0 2,1
Udang 16,7 0,0 2,1 81,3 0,0
Kerang/bia 16,7 0,0 2,1 81,3 0,0
Cumi 16,7 0,0 2,1 81,3 0,0
Ikan Asin 100,0 0,0 0,0 0,0 0,0
Kepiting 16,7 0,0 2,1 81,3 0,0
Berdasarkan data di atas, dapat diketahui bahwa sebagian besar
masyarakat Kampung Tablanusu memperoleh jenis pangan hewani seperti ikan
laut, udang, kerang/bia, cumi, dan kepiting dari alam dengan cara memancing
atau menjaring sendiri. Sebagian besar masyarakat kampung Tablanusu
memperoleh ikan air tawar dengan cara memelihara sendiri. Terdapat 64,6%
masyarakat yang memiliki keramba sendiri untuk memelihara ikan air tawar.
Jenis ikan air tawar yang dipelihara di antaranya ikan mujair, ikan nila, dan ikan
bandeng. Berikut merupakan gambar keramba yang dimiliki oleh masyarakat
Kampung Tablanusu.

Gambar 9 Keramba yang digunakan masyarakat untuk memelihara ikan air tawar

Jenis pangan hewani seperti daging sapi, daging kambing, dan daging
babi, sebagian besar diperoleh melalui lainnya, lainnya berarti diperoleh melalui
acara yang diselenggarakan di Kampung Tablanusu.
Tabel 26 Sebaran keluarga berdasarkan asal pangan nabati yang dikonsumsi
Asal pangan yang dikonsumsi
Jenis pangan nabati
Pembelian
Tempe 100,0
Tahu 100,0
Kacang kedelai 100,0
Kacang hijau 100,0
Kacang Tanah 100,0
Tabel 26 di atas menunjukkan bahwa kelompok pangan kacang-
kacangan sebesar 100,0% diperoleh melalui pembelian. Tidak ada kelompok
pangan kacang-kacangan yang diperoleh melalui menanam sendiri, barter, dan
pemberian oleh orang lain.
Kelompok pangan sayuran yang dikonsumsi oleh masyarakat Kampung
Tablanusu sebagian besar diperoleh melalui menanam sendiri di pekarangan
rumah atau di ladang kebun. Jenis sayuran tersebut antara lain daun singkong,
daun pepaya, bunga pepaya, daun ubi/betatas, sayur genemo, lilin, dan gedi,
sedangkan jenis sayur seperti bayam, wortel, sawi, buncis, dan kangkung
sebagian besar diperoleh dengan cara pembelian. Tidak ada kelompok pangan
sayuran yang diperoleh melalui barter, memperoleh dari alam, dan pemberian.
Hal tersebut ditunjukkan pada tabel berikut.
Tabel 27 Sebaran keluarga berdasarkan asal pangan sayuran yang dikonsumsi
Asal pangan yang dikonsumsi
Jenis sayuran
Pembelian Menanam
Bayam 77,1 22,9
Wortel 100,0 0,0
Sawi 100,0 0,0
Buncis 100,0 0,0
Kangkung 100,0 0,0
Daun singkong 31,3 68,8
Daun pepaya 35,4 64,6
Bunga pepaya 37,5 62,5
Daun ubi/petatas 31,3 68,8
Genemo 35,4 64,6
Lilin 35,4 64,6
Gedi 35,4 64,6
Tabel 28 menunjukkan daftar pangan buah-buahan yang dikonsumsi oleh
masyarakat Kampung Tablanusu dan cara memperoleh pangan yang diterapkan.

Tabel 28 Sebaran keluarga berdasarkan asal pangan buah-buahan yang


dikonsumsi
Asal pangan yang dikonsumsi
Jenis buah-buahan
Pembelian Menanam Pemberian
Pisang 35,4 62,5 2,1
Jambu 83,3 14,6 2,1
Jeruk 97,9 2,1 0,0
Mangga 27,1 60,4 12,5
Nangka 89,6 10,4 0,0
Pepaya 37,5 60,4 2,1
Rambutan 58,3 39,6 2,1
Kelompok pangan buah-buahan sebagian besar diperoleh dengan cara
pembelian kecuali pisang, mangga, dan pepaya. Ketiga jenis pangan tersebut
diperoleh dengan cara menanam sendiri di pekarangan rumah atau di ladang
kebun. Sebesar 12,5% jenis buah mangga diperoleh melalui pemberian oleh
orang lain. Tidak ada kelompok pangan buah-buahan yang diperoleh melalui
memperoleh dari alam maupun barter.

Pantangan Pangan (Taboo)


Pantangan atau tabu merupakan fungsi dari kebiasaan makan, yaitu
suatu larangan untuk mengonsumsi jenis makanan tertentu, karena terdapat
ancaman bahaya atau hukuman terhadap barang siapa yang melanggarnya. Ada
pantangan atau tabu makanan yang berdasarkan agama dan bukan berdasarkan
agama atau kepercayaan. Pantangan atau tabu merupakan sesuatu yang
diwariskan dari leluhur melalui orang tua, terus ke generasi-generasi yang akan
datang. Banyak faktor yang mendasari tabu makanan, misalnya karena magis,
kepercayaan, takut berkomunikasi, kesehatan, dan lain sebagainya. Menurut
Suhardjo (1989), tabu makanan adalah salah satu unsur dari sosial budaya yang
beragam di Indonesia.
Beberapa jenis bahan makanan dilarang untuk dikonsumsi oleh anak-
anak, ibu hamil, ibu menyusui, ataupun kaum remaja. Jika ditinjau dari konteks
gizi, bahan makanan tersebut justru mengandung nilai gizi yang tinggi, tetapi
tabu itu tetap dijalankan dengan alasan takut menanggung risiko yang akan
timbul. Sehingga masyarakat yang demikian akan mengkonsumsi bahan
makanan yang bergizi dalam jumlah yang kurang, dengan demikian maka
penyakit kekurangan gizi akan mudah timbul di masyarakat, terutama anak-anak.
Berikut merupakan daftar pangan yang dipantang oleh masyarakat
Kampung Tablanusu.

Tabel 29 Daftar tabu makanan dan alasannya


Golongan umur Jenis pangan Alasan
Semua Ikan Gurano Kulit melepuh dan diare
Wanita hamil Ikan Cakalang Pendarahan saat melahirkan
Ikan Pari Kulit rusak
Ikan Bubara Tubuh anak akan berwarna kuning
Cumi-cumi Anak akan mengalami “biji perut”
Wanita dewasa Udang Alergi
Ikan Puri Leher menegang
Ibu menyusui Minuman dingin Bayi akan mengalami flu
Orang sakit Kelapa tua Mulut akan keluar
Marga Suwae Kepiting bercorak bola Nenek moyang
Ikan sejenis Bubara Nenek moyang yang dikawal ikan
tersebut (Jika mengonsumsi, tubuh
akan bengkak)
Marga Soumilena Soa-soa Nenek moyang berasal dari hewan
tersebut
Ikan Suwo Kulit akan mengalami kudis
Marga Yowe Udang jenis lobster Nenek moyang berasal dari laut
Marga Dormena Burung Kasuari Nenek moyang berasal dari hewan
tersebut
Tabel di atas menunjukkan beberapa jenis pangan yang dipantang oleh
beberapa masyarakat Kampung Tablanusu, di antaranya adalah wanita hamil
yang dipantang untuk mengkonsumsi ikan bubara dan cumi-cumi, yang
dipercayai masing-masing akan menyebabkan tubuh anak berwarna kekuningan
dan anak akan mengalami “biji perut”. Selain itu, di Kampung Tablanusu ada
pantangan pangan berdasarkan marga keluarga, di antaranya adalah marga
Suwae yang dipantang mengkonsumsi kepiting yang bercorak bola pada
cangkang dan ikan sejenis bubara, hal ini karena masyarakat yang bermarga
Suwae percaya bahwa ikan dan kepiting tersebut merupakan pengawal nenek
moyang mereka, dan jika tetap mengkonsumsinya maka dipercayai tubuh akan
mengalami pembengkakan. Selain marga Suwae, marga Soumilena juga
memiliki kepercayaan bahwa jenis hewan Soa-soa (sejenis binatang melata)
adalah asal nenek moyang mereka, sehingga tidak boleh mengkonsumsinya.
Jika mengkonsumsi jenis ikan Suwo, maka kulit akan mengalami kudis. Selain
marga Suwae dan Soumilena, marga Yowe dan Dormena juga memiliki tabu
makanan. Marga Yowe dilarang untuk mengkonsumsi udang jenis lobster,
dikarenakan oleh nenek moyang berasal dari laut, sedangkan marga Dormena
memiliki pantangan untuk mengkonsumsi burung kasuari, dikarenakan menurut
kepercayaan, nenek moyang berasal dari burung tersebut. Menurut Suhardjo
(1989), tidak semua asal dan penyebab tabu makanan dapat diusut, bahkan
alasan kebanyakan tidak logis dan tidak dapat dimengerti.
Dalam penelitian ini, tidak semua masyarakat Kampung Tablanusu
mempercayai tabu makanan, bahkan sebagian besar tidak memiliki pantangan
pangan, masyarakat mengkonsumsi semua bahan pangan yang tersedia.

Preferensi Pangan Keluarga


Menurut Pilgrin (1957) diacu dalam Suhardjo (1989), preferensi pangan
(food preferences) merupakan tindakan atau ukuran suka atau tidak suka
seseorang terhadap pangan. Fisiologi, perasaan, dan sikap integrasi membentuk
preferensi terhadap pangan dan akhirnya membentuk perilaku konsumsi pangan.
Berikut merupakan daftar pangan yang disukai oleh masyarakat Kampung
Tablanusu.
Tabel 30 Daftar pangan yang disukai oleh masyarakat Kampung Tablanusu
Daftar pangan n %
Serealia dan umbi-umbian :
Sagu 30 62,5
Singkong 14 29,2
Ubi jalar/betatas 13 27,1
Talas/keladi 18 37,5
Hewani :
Ikan laut 40 83,3
Sayuran :
Bayam 11 22,9
Kangkung 13 27,1
Daun singkong 14 29,2
Bunga pepaya 13 27,1
Buah-buahan :
Pisang 11 22,9
Snak :
Kue pandey 13 27,1
Kue sendok 13 27,1

Berdasarkan data preferensi pangan yang diperoleh, maka dapat


diketahui bahwa sebesar 62,5% masyarakat Kampung Tablanusu menyukai jenis
pangan sagu, hal ini dapat dikarenakan oleh sagu biasa diolah menjadi papeda
yang merupakan makanan favorit masyarakat Papua khususnya masyarakat
Kampung Tablanusu. Masyarakat Kampung Tablanusu biasanya mengkonsumsi
papeda didampingi dengan ikan kuah kuning dan sayur tumis bunga pepaya.
Ikan laut merupakan pangan hewani yang disukai oleh masyarakat Kampung
Tablanusu dengan persentase sebesar 83,3%, hal ini karena ikan laut mudah
diperoleh oleh masyarakat Kampung Tablanusu. Pisang merupakan jenis buah
yang disukai oleh masyarakat Kampung Tablanusu, hal ini dapat dikarenakan
oleh kemudahan dalam memperoleh buah tersebut dan buah pisang merupakan
buah yang dapat diolah dengan bermacam-macam cara pengolahan. Kue
pandey dan kue sendok merupakan jenis pangan snak yang paling digemari oleh
masyarakat Kampung Tablanusu, hal ini karena selain rasanya yang enak, dapat
dibuat sendiri dengan mudah.

Konsumsi Pangan Keluarga


Konsumsi pangan adalah informasi mengenai jenis dan jumlah pangan
yang dikonsumsi seseorang atau sekelompok orang (keluarga atau rumah
tangga) pada waktu tertentu. Hal ini menunjukkan bahwa telaahan terhadap
konsumsi pangan dapat ditinjau dari aspek jenis pangan yang dikonsumsi dan
jumlah pangan yang dikonsumsi. Susunan jenis pangan yang dapat dikonsumsi
berdasarkan kriteria tertentu disebut pola konsumsi pangan (Martianto 1992).
Dari hasil pengumpulan data recall konsumsi pangan keluarga selama 24
jam sebanyak satu kali, diperoleh data konsumsi pangan masyarakat Kampung
Tablanusu per kapita per hari seperti tersaji pada Tabel 31.
Tabel 31 Rata-rata konsumsi pangan per kapita per hari berdasarkan kelompok
bahan pangan
Kelompok bahan makanan Konsumsi pangan (g/kap/hr) %
Serealia : 372,93
Beras 295,64 45,3
Sagu 31,01 4,7
Tepung terigu 44,73 6,8
Mie Instan 1,55 0,2
Umbi-umbian : 13,04
Singkong 4,28 0,7
Ubi jalar/betatas 4,86 0,7
Talas/keladi 3,89 0,6
Pangan hewani : 134,53
Ikan 125,97 19,3
Non ikan 8,56 1,3
Pangan Nabati 25,68 3,9
Sayur dan buah : 107,12
Sayur 86,26 13,2
Buah 20,86 3,2
Total 653,30 100,0
Ditinjau dari jumlah konsumsi berbagai kelompok bahan pangan, terlihat
bahwa konsumsi serealia per kapita per hari sebanyak 372,93 g. Konsumsi
pangan per kapita per hari terutama disumbang oleh beras. Konsumsi beras per
kapita per hari sebanyak 295,64 g atau 45,3% dari total konsumsi pangan per
kapita per hari. Konsumsi umbi-umbian meliputi singkong, ubi jalar/betatas, dan
talas/keladi masing-masing sebanyak 4,28 g, 4,86 g, dan 3,89 g.
Konsumsi pangan hewani terutama didominasi oleh ikan. Konsumsi ikan
per hari sebanyak 125,97 g atau 19,3% dari total konsumsi pangan per kapita
per hari. Konsumsi pangan nabati sebanyak 25,68 g/kap/hr. Konsumsi pangan
sayur-sayuran dan buah-buahan per kapita per hari sebanyak 107,12 g, terdiri
dari 86,26 g sayuran dan 20,86 g buah-buahan.

Susunan Menu Makanan Keluarga


Susunan menu makanan umumnya terdiri dari berbagai bahan makanan
yang tersedia dan mudah diperoleh, baik berupa bahan makanan sumber
karbohidrat (makanan pokok), sumber protein, sumber vitamin maupun sumber
mineral.
Dari seluruh keluarga yang diamati, beras dan ikan laut selalu tersedia
dalam susunan menu makanan. Selain beras, jenis pangan sagu juga terdapat
dalam susunan menu makanan masyarakat Kampung Tablanusu, ada beberapa
masyarakat yang mengkonsumsi beras dan sagu dalam satu waktu makan.
Masyarakat mengaku tidak enak badan jika tidak mengkonsumsi sagu, tetapi jika
hanya mengkonsumsi sagu saja tidak mengenyangkan sehingga mengkonsumsi
kedua jenis pangan tersebut.
Hanya sebagian kecil keluarga yang mengkonsumsi sumber protein
hewani seperti telur ayam dan non ikan, sebagian besar mengkonsumsi ikan laut,
hal ini dikarenakan sebagian besar masyarakat bekerja sebagai nelayan
sehingga ketersediaannya melimpah dan relatif murah.
Jenis sayuran yang umum dikonsumsi oleh masyarakat Kampung
Tablanusu adalah daun singkong, bunga pepaya, kangkung, dan bayam.
Masyarakat Kampung Tablanusu jarang mengkonsumsi buah-buahan, hanya
sebagian kecil keluarga yang mengadakan buah-buahan seperti pisang, pepaya,
dan jeruk manis dalam susunan menu makanannya.

Asupan dan Tingkat Kecukupan Energi dan Protein Keluarga


Pada dasarnya mengkonsumsi suatu bahan makanan adalah
mengkonsumsi zat gizi yang terdapat dalam bahan makanan tersebut. Oleh
karena itu, tujuan mengkonsumsi suatu bahan makanan harus diarahkan untuk
memenuhi kebutuhan tubuh akan zat gizi. Dari hasil analisis data recall 1x24 jam,
diperoleh data konsumsi pangan untuk mengetahui asupan dan tingkat
kecukupan gizi. Data rata-rata asupan dan tingkat kecukupan energi dan protein
per kapita per hari tersaji pada Tabel 32.
Tabel 32 Rata-rata asupan dan tingkat kecukupan energi dan protein
Zat Gizi Asupan zat gizi Tingkat kecukupan gizi (%)
Energi (kkal) 1641±433 75,1±18,1
Protein (g) 38,9±12,0 81,5±21,5
Berdasarkan data asupan zat gizi baik energi dan protein di atas, dapat
diketahui bahwa rata-rata asupan energi dan protein keluarga masyarakat
Kampung Tablanusu masih tergolong rendah atau di bawah angka kecukupan
gizi (AKG) yang dianjurkan, dimana angka kecukupan energi (AKE) yang
dianjurkan adalah 2200 kkal/kapita/hari dan angka kecukupan protein (AKP)
yang dianjurkan adalah 52 gram/kap/hari (WKNPG 2004). Jika tingkat kecukupan
energi dan protein dikategorikan menurut Departemen Kesehatan (2006) menjadi
defisit tingkat berat (<70%), defisit tingkat sedang (70-79%), defisit tingkat ringan
(80-89%), normal (90-119%), dan kelebihan (>120%), maka sebaran keluarga
berdasarkan tingkat kecukupan energi dan protein masyarakat Kampung
Tablanusu dapat dilihat pada Tabel 33 dan Tabel 34.
Tabel 33 Sebaran keluarga berdasarkan tingkat kecukupan energi
Tingkat kecukupan energi n %
Defisit tingkat berat (<70%) 22 45,8
Defisit tingkat sedang (70-79%) 9 18,8
Defisit tingkat ringan (80-89%) 7 14,6
Normal (90-119%) 10 20,8
Kelebihan (>120%) 0 0,0
Total 48 100,0
Berdasarkan pada tabel di atas, maka dapat diketahui bahwa rata-rata
tingkat kecukupan energi keluarga masyarakat Kampung Tablanusu tergolong
dalam kategori defisit tingkat berat yaitu 45,8%. Tidak ada keluarga di Kampung
Tablanusu yang tergolong ke dalam kategori kelebihan. Salah satu faktor yang
dapat menyebabkan sebagian besar keluarga tergolong ke dalam kategori defisit
adalah rendahnya porsi konsumsi pangan sumber energi, hal ini dapat
dikarenakan oleh kurangnya frekuensi konsumsi pangan keluarga yaitu hanya
dua kali dalam sehari. Dapat diketahui bahwa sebagian besar frekuensi
konsumsi pangan masyarakat Kampung Tablanusu hanya dua kali dalam sehari.
Sebagaimana dijelaskan menurut Khomsan (2003), bahwa frekuensi konsumsi
pangan bisa menjadi penduga tingkat kecukupan gizi, artinya semakin tinggi
frekuensi konsumsi pangan, maka peluang terpenuhinya kecukupan gizi semakin
besar. Begitu pula menurut Suhardjo (1989), untuk menghindari terjadinya
masalah gizi sebaiknya frekuensi makan tiga kali sehari.
Tabel 34 Sebaran keluarga berdasarkan tingkat kecukupan protein
Tingkat kecukupan protein n %
Defisit tingkat berat (<70%) 17 35,4
Defisit tingkat sedang (70-79%) 7 14,6
Defisit tingkat ringan (80-89%) 6 12,5
Normal (90-119%) 17 35,4
Kelebihan (>120%) 1 2,1
Total 48 100,0
Tingkat kecukupan protein keluarga masyarakat Kampung Tablanusu
sebagian besar tergolong kedalam kategori defisit tingkat berat dan normal
dengan presentasi sebesar 35,4%. Kecukupan protein dipengaruhi oleh faktor-
faktor umur, jenis kelamin, ukuran tubuh, faktor fisiologi, kualitas protein, tingkat
konsumsi energi dan adaptasi (Hardinsyah dan Tampubolon 2004). Masyarakat
Kampung Tablanusu lebih sering mengkonsumsi pangan hewani seperti ikan laut
dibandingkan pangan nabati seperti tahu, tempe, dan kacang-kacangan. Hal ini
karena sebagian besar masyarakat bekerja sebagai nelayan sehingga pangan
hewani seperti ikan laut mudah untuk diperoleh tanpa harus dibeli. Selain itu,
masyarakat Kampung Tablanusu jarang sekali mengkonsumsi jenis pangan
hewani lainnya seperti daging sapi, daging kambing, daging babi maupun daging
ayam karena harus menempuh jarak yang jauh untuk memperolehnya dan
harganya relatif mahal. Kurangnya variasi dan porsi pangan sumber protein
dapat menyebabkan keluarga masyarakat Kampung Tablanusu mengalami
defisit protein.
Asupan dan Tingkat Kecukupan Energi dan Protein Individu
Berdasarkan hasil analisis data recall 1x24 jam, diperoleh data konsumsi
pangan untuk mengetahui asupan dan tingkat kecukupan gizi individu. Berikut
merupakan rata-rata asupan dan tingkat kecukupan energi dan protein individu
masyarakat Kampung Tablanusu.
Tabel 35 Rata-rata asupan dan tingkat kecukupan energi dan protein individu
Zat gizi Asupan zat gizi Tingkat kecukupan gizi (%)
Energi (kkal) 1616±560 73,9±20,8
Protein (g) 38,2±15,3 79,8±27,6
Berdasarkan data di atas, dapat diketahui bahwa rata-rata asupan zat gizi
baik energi maupun protein individu masyarakat Kampung Tablanusu masih
tergolong rendah atau di bawah angka kecukupan gizi yang dianjurkan. Jika
tingkat kecukupan energi dan protein dikategorikan menurut Departemen
Kesehatan (2006) menjadi defisit tingkat berat (<70%), defisit tingkat sedang (70-
79%), defisit tingkat ringan (80-89%), normal (90-119%) dan kelebihan (>120%),
maka sebaran individu berdasarkan tingkat kecukupan energi dan protein
masyarakat Kampung Tablanusu dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 36 Sebaran individu berdasarkan tingkat kecukupan energi
Tingkat Kecukupan Energi n %
Defisit tingkat berat 118 45,9
Defisit tingkat sedang 52 20,2
Defisit tingkat ringan 33 12,8
Normal 45 17,5
Kelebihan 9 3,5
Total 257 100,0
Berdasarkan data pada tabel di atas, dapat diketahui bahwa tingkat
kecukupan energi sebagian besar masyarakat Kampung Tablanusu tergolong ke
dalam kategori defisit tingkat berat, yaitu dengan persentase sebesar 45,9%,
sedangkan masyarakat yang tergolong ke dalam kategori normal hanya sebesar
17,5%. Terdapat 3,5% masyarakat yang tergolong ke dalam kategori kelebihan
energi. Faktor yang dapat menyebabkan sebagian besar masyarakat mengalami
defisit energi adalah kurangnya konsumsi pangan sumber energi, hal ini
dikarenakan oleh frekuensi konsumsi pangan yang hanya dua kali dalam sehari.
Selain itu, menu makanan yang kurang beragam dan tidak seimbang juga dapat
menyebabkan masyarakat Kampung Tablanusu mengalami defisit energi.
Tabel 37 Sebaran individu berdasarkan tingkat kecukupan protein
Tingkat Kecukupan Protein n %
Defisit tingkat berat 106 41,2
Defisit tingkat sedang 36 14,0
Defisit tingkat ringan 26 10,1
Normal 61 23,7
Kelebihan 28 10,9
Total 257 100,0
Berdasarkan data pada tabel di atas, dapat diketahui bahwa tingkat
kecukupan protein masyarakat Kampung Tablanusu sebagian besar tergolong ke
dalam kategori defisit tingkat berat dengan persentase sebesar 41,2%,
sedangkan masyarakat yang tergolong ke dalam kategori normal hanya sebesar
23,7%. Sebesar 10,9% masyarakat Kampung Tablanusu tergolong ke dalam
kategori kelebihan protein. Faktor yang dapat menyebabkan sebagian besar
masyarakat mengalami defisit protein adalah kurangnya konsumsi pangan
sumber protein, hal ini dapat disebabkan oleh frekuensi konsumsi pangan hanya
dua kali dalam sehari. Pangan sumber protein yang kurang beragam merupakan
faktor yang dapat menyebabkan masyarakat Kampung Tablanusu mengalami
defisit protein.

Tingkat Kecukupan Energi dan Protein berdasarkan Jenis Kelamin


Tabel 38 menggambarkan tingkat kecukupan energi berdasarkan jenis
kelamin masyarakat Kampung Tablanusu, dapat diketahui bahwa rata-rata
tingkat kecukupan energi masyarakat Kampung Tablanusu yang berjenis kelamin
perempuan lebih tinggi dibandingkan rata-rata tingkat kecukupan gizi masyarakat
Kampung Tablanusu yang berjenis kelamin laki-laki. Sebagian besar (52,9%)
masyarakat Kampung Tablanusu yang berjenis kelamin laki-laki mengalami
defisit tingkat berat lebih tinggi dibandingkan dengan masyarakat Kampung
Tablanusu yang berjenis kelamin perempuan. Faktor yang dapat menyebabkan
hal ini adalah angka kecukupan energi (AKE) laki-laki lebih tinggi dibandingkan
dengan angka kecukupan energi (AKE) perempuan, selain itu tingkat aktifitas
laki-laki juga lebih tinggi karena bekerja lebih berat dibandingkan dengan tingkat
aktifitas perempuan. Data dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 38 Tingkat kecukupan energi berdasarkan jenis kelamin

Jenis Kelamin
Tingkat kecukupan energi Laki-laki Perempuan
n % n %
Defisit tingkat berat 74 52,9 44 37,6
Defisit tingat sedang 27 19,3 25 21,4
Defisit tingkat ringan 13 9,3 20 17,1
Normal 23 16,4 22 18,8
Kelebihan 3 2,1 6 5,1
Total 140 100,0 117 100,0
Rata-rata ± SD 71,8±19,5 76,4±22,2

Tabel 39 menggambarkan tingkat kecukupan protein berdasarkan jenis


kelamin pada masyarakat Kampung Tablanusu, berdasarkan data pada tabel
tersebut dapat diketahui bahwa rata-rata tingkat kecukupan protein masyarakat
Kampung Tablanusu yang berjenis kelamin laki-laki lebih tinggi dibandingkan
dengan masyarakat Kampung Tablanusu yang berjenis kelamin perempuan.
Sebagian besar (47,0%) masyarakat Kampung Tablanusu yang berjenis kelamin
perempuan mengalami defisit tingkat berat lebih tinggi dibandingkan dengan
masyarakat Kampung Tablanusu yang berjenis kelamin laki-laki. Faktor yang
dapat menyebabkan hal ini adalah masyarakat Kampung Tablanusu yang
berjenis kelamin laki-laki mengkonsumsi pangan sumber protein lebih banyak
dibandingkan dengan masyarakat Kampung Tablanusu yang berjenis kelamin
perempuan. Dalam waktu sekali makan, masyarakat berjenis kelamin laki-laki
bisa mengkonsumsi 2-4 potong lauk hewani seperti ikan, sedangkan masyarakat
berjenis kelamin perempuan hanya 1-2 potong. Data dapat dilihat pada tabel di
bawah ini.
Tabel 39 Tingkat kecukupan protein berdasarkan jenis kelamin
Jenis Kelamin
Tingkat kecukupan protein Laki-laki Perempuan
n % n %
Defisit tingkat berat 51 36,4 55 47,0
Defisit tingat sedang 26 18,6 10 8,5
Defisit tingkat ringan 14 10,0 12 10,3
Normal 32 22,9 29 24,8
Kelebihan 17 12,1 11 9,4
Total 140 100,0 117 100,0
Rata-rata ± SD 80,0±27,0 78,6±28,5

Tingkat Kecukupan Energi dan Protein berdasarkan Kelompok Umur


Tabel 40 menggambarkan rata-rata tingkat kecukupan energi dan protein
berdasarkan kelompok umur anak-anak, remaja, dan dewasa pada masyarakat
Kampung Tablanusu. Berdasarkan data pada tabel di bawah ini, dapat diketahui
bahwa rata-rata tingkat kecukupan energi pada kelompok umur anak paling
rendah dibandingkan dengan rata-rata tingkat kecukupan energi kelompok umur
remaja dan dewasa. Hal ini dapat dikarenakan oleh rendahnya konsumsi pangan
sumber energi oleh anak-anak terutama nasi. Susahnya anak-anak
mengkonsumsi nasi dapat menyebabkan defisit energi pada anak-anak.
Rata-rata tingkat kecukupan protein pada kelompok umur anak dan
dewasa lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata tingkat kecukupan protein
pada kelompok umur remaja. Hal ini dapat dikarenakan oleh anak-anak gemar
mengkonsumsi ikan laut, sehingga porsi lauk hewani seperti ikan lebih banyak
dikonsumsi dalam waktu satu kali makan. Data dapat dilihat pada tabel di bawah
ini.
Tabel 40 Rata-rata tingkat kecukupan gizi berdasarkan kelompok umur (%)
Tingkat kecukupan gizi berdasarkan kelompok umur (%)
Zat gizi
Anak Remaja Dewasa
Energi 65,9±17,4 75,4±19,6 76,7±22,0
Protein 83,3±24,0 67,0±24,4 84,5±28,9
Jika tingkat kecukupan energi dan protein berdasarkan kelompok umur
dikategorikan menurut Departemen Kesehatan (2006) menjadi defisit tingkat
berat (<70%), defisit tingkat sedang (70-79%), defisit tingkat ringan (80-89%),
normal (90-119%) dan kelebihan (>120%), maka sebaran tingkat kecukupan
energi dan protein masyarakat Kampung Tablanusu berdasarkan kelompok umur
yaitu kelompok umur anak, remaja, dan dewasa dapat dilihat pada Tabel 41
sampai dengan Tabel 46.
Tabel 41 Tingkat kecukupan energi berdasarkan kelompok umur anak
Kelompok Umur (tahun)
Kategori 1-3 4-6 7-9 Total
n % n % n % n %
Defisit tingkat berat 14 63,6 8 53,3 10 45,5 32 54,2
Defisit tingkat sedang 5 22,7 4 26,7 6 27,3 15 25,4
Defisit tingkat ringan 1 4,5 1 6,7 5 22,7 7 11,9
Normal 1 4,5 2 13,3 1 4,5 4 6,8
Kelebihan 1 4,5 0 0,0 0 0,0 1 1,7
Total 22 100,0 15 100,0 22 100,0 59 100,0
Berdasarkan data di atas, dapat diketahui bahwa sebagian besar tingkat
kecukupan energi pada kelompok umur anak-anak tergolong ke dalam defisit
tingkat berat, baik pada rentang umur 1-3 tahun, 4-6 tahun, dan 7-9 tahun.
Tabel 42 Tingkat kecukupan energi berdasarkan kelompok umur remaja
Kelompok Umur (tahun)
Kategori 10-12 13-15 16-19 Total
n % n % n % n %
Defisit tingkat berat 5 22,7 11 64,7 10 38,5 26 40,0
Defisit tingkat sedang 9 40,9 3 17,6 4 15,4 16 24,6
Defisit tingkat ringan 4 18,2 1 5,9 5 19,2 10 15,4
Normal 4 18,2 2 11,8 5 19,2 11 16,9
Kelebihan 0 0,0 0 0,0 2 7,7 2 3,1
Total 22 100,0 17 100,0 26 100,0 65 100,0
Data pada tabel di atas menunjukkan bahwa sebagian besar kelompok
umur remaja tergolong ke dalam kategori defisit tingkat berat dengan persentase
sebesar 40,0%. Kelompok umur yang tergolong ke dalam kategori defisit tingkat
berat berada pada rentang umur 13-15 tahun dan 16-19 tahun.
Tabel 43 Tingkat kecukupan energi berdasarkan kelompok umur dewasa
Kelompok Umur (tahun)
Kategori 20-45 46-59 ≥60 Total
n % n % n % n %
Defisit tingkat berat 42 50,6 15 39,5 3 25,0 60 45,1
Defisit tingkat sedang 13 15,7 4 10,5 4 33,3 21 15,8
Defisit tingkat ringan 11 13,3 4 10,5 1 8,3 16 12,0
Normal 15 18,1 12 31,6 3 25,0 30 22,6
Kelebihan 2 2,4 3 7,9 1 8,3 6 4,5
Total 83 100,0 38 100,0 12 100,0 133 100,0
Sebagian besar kelompok umur dewasa tergolong ke dalam kategori
defisit tingkat berat dengan persentase sebesar 45,1%. Kelompok umur yang
mengalami defisit tingkat berat berada pada rentang umur 20-45 tahun dan 46-
59 tahun.
Berdasarkan data pada tabel tingkat kecukupan energi berdasarkan
kelompok umur di atas, dapat diketahui bahwa sebagian besar tingkat
kecukupan energi masyarakat Kampung Tablanusu tergolong ke dalam kategori
defisit pada semua kelompok umur, baik kelompok umur anak, remaja, maupun
dewasa. Hal ini dikarenakan oleh kurangnya konsumsi pangan sumber energi,
serta menu makanan yang kurang beragam dan seimbang. Berikut merupakan
tingkat kecukupan protein berdasarkan kelompok umur.
Tabel 44 Tingkat kecukupan protein berdasarkan kelompok umur anak

Kelompok Umur (tahun)


Kategori 1-3 4-6 7-9 Total
n % n % n % n %
Defisit tingkat berat 7 31,8 5 33,3 5 22,7 17 28,8
Defisit tingkat sedang 3 13,6 1 6,7 7 31,8 11 18,6
Defisit tingkat ringan 1 4,5 3 20,0 1 4,5 5 8,5
Normal 10 45,5 6 40,0 6 27,3 22 37,3
Kelebihan 1 4,5 0 0,0 3 13,6 4 6,8
Total 22 100,0 15 100,0 22 100,0 59 100,0
Berdasarkan data pada tabel di atas, dapat diketahui bahwa sebagian
besar kelompok umur anak-anak tergolong ke dalam kategori normal dengan
persentase sebesar 37,3%. Kelompok umur anak yang tergolong ke dalam
kategori normal berada pada rentang umur 1-3 tahun dan 4-6 tahun. Sementara
itu, kelompok umur anak-anak pada rentang umur 7-9 tahun, sebagian besar
tergolong ke dalam kategori defisit tingkat sedang.
Tabel 45 Tingkat kecukupan protein berdasarkan kelompok umur remaja
Kelompok Umur (tahun)
Kategori 10-12 13-15 16-19 Total
n % n % n % n %
Defisit tingkat berat 14 63,6 14 82,4 13 50,0 41 63,1
Defisit tingkat sedang 5 22,7 0 0,0 5 19,2 10 15,4
Defisit tingkat ringan 2 9,1 2 11,8 2 7,7 6 9,2
Normal 1 4,5 0 0,0 5 19,2 6 9,2
Kelebihan 0 0,0 1 5,9 1 3,8 2 3,1
Total 22 100,0 17 100,0 26 100,0 65 100,0
Tingkat kecukupan protein pada kelompok umur remaja, sebagian besar
tergolong ke dalam kategori defisit tingkat berat, baik pada rentang umur 10-12
tahun, 13-15 tahun, maupun 16-19 tahun. Hanya sebagian kecil yang tergolong
ke dalam kategori normal.
Tabel 46 Tingkat kecukupan protein berdasarkan kelompok umur dewasa
Kelompok Umur (tahun)
Kategori 20-45 46-59 ≥60 Total
n % n % n % n %
Defisit tingkat berat 31 37,3 12 31,6 5 41,7 48 36,1
Defisit tingkat sedang 9 10,8 6 15,8 0 0,0 15 11,3
Defisit tingkat ringan 9 10,8 6 15,8 0 0,0 15 11,3
Normal 21 25,3 6 15,8 6 50,0 33 24,8
Kelebihan 13 15,7 8 21,1 1 8,3 22 16,5
Total 83 100,0 38 100,0 12 100,0 133 100,0
Tabel di atas menunjukkan bahwa sebagian besar kelompok umur
dewasa tergolong ke dalam kategori defisit tingkat berat dengan persentase
sebesar 36,1%. Kelompok umur dewasa yang tergolong ke dalam kategori defisit
tingkat berat berada pada rentang umur 20-45 tahun dan 46-59 tahun.
Sementara itu, kelompok umur dewasa pada rentang umur ≥60 tahun, sebagian
besar tergolong ke dalam kategori normal dengan persentase sebesar 50,0%.
Berdasarkan data pada tabel tingkat kecukupan protein berdasarkan
kelompok umur di atas, dapat diketahui bahwa sebagian besar masyarakat
Kampung Tablanusu tergolong ke dalam kategori defisit, terutama pada
kelompok umur remaja dan dewasa. Hal ini dikarenakan oleh kurangnya porsi
konsumsi dan variasi pangan sumber protein.

Hubungan antar Variabel


Hubungan antara Karakteristik Ekonomi dengan Tingkat Kecukupan Energi
Berdasarkan hasil uji korelasi Pearson dan Spearman, menunjukkan
tidak terdapat hubungan yang nyata antara tingkat kecukupan energi dengan
tingkat pendidikan kepala keluarga (KK) (p>0,05, r=-0,154) dan isteri KK (p>0,05,
r=-0,694), tidak terdapat hubungan yang nyata antara tingkat kecukupan energi
dengan pendapatan per kapita keluarga (p>0,05, r=0,122), dan tidak terdapat
hubungan yang nyata antara tingkat kecukupan energi dengan besar keluarga
(p>0,05, r=-0,215).
Hal ini dapat disebabkan oleh sebagian besar masyarakat Kampung
Tablanusu memperoleh pangan yang dikonsumsinya dari hasil menanam atau
memelihara sendiri bahan pangannya, terutama kelompok pangan sayuran dan
buah-buahan, berikut pula kelompok pangan hewani seperti ikan laut yang dapat
diperoleh dengan mudah dari alam, sehingga sebagian besar masyarakat
Kampung Tablanusu tidak perlu mengeluarkan uang untuk memperoleh bahan
pangan yang dikonsumsi sehari-hari. Sebagaimana dinyatakan oleh Suhardjo
(1989), bahwa bila kebutuhan akan pangan dapat dipenuhi oleh produksi sendiri,
maka penghasilan dalam bentuk uang tidak menentukan kapasitas bahan
pangan. Kelemahan metode recall 1x24 jam yang digunakan dalam
mengumpulkan data konsumsi pangan, sehingga kurang representatif
menggambarkan kebiasaan makan masyarakat Kampung Tablanusu dapat pula
mempengaruhi tingkat kecukupan energi.
Hubungan antara Karakteristik Ekonomi dengan Tingkat Kecukupan
Protein
Berdasarkan hasil uji korelasi Pearson dan Spearman, menunjukkan tidak
terdapat hubungan yang nyata antara tingkat kecukupan protein dengan tingkat
pendidikan kepala keluarga (KK) (p>0,05, r=-0,110) dan isteri KK (p>0,05, r=-
0,034), tidak terdapat hubungan yang nyata antara tingkat kecukupan protein
dengan pendapatan per kapita keluarga (p>0,05, r=0,018) dan tidak terdapat
hubungan yang nyata antara tingkat kecukupan protein dengan besar keluarga
(p>0,05, r=-0,217).
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kecukupan protein antara lain :
1) Umur, 2) Jenis kelamin, 3) Ukuran tubuh terutama berat badan, 4) keadaan
fisiologis, dan 5) Iklim atau altitude. Faktor lain yang turut mempengaruhi
kecukupan protein adalah mutu protein dan tingkat konsumsi energi (Hardinsyah
dan Tampubolon 2004). Kurangnya variasi protein yang disebabkan oleh
kurangnya konsumsi pangan hewani lain selain ikan akibat kurangnya akses
kepada pangan sumber protein lainnya dapat pula mempengaruhi tingkat
kecukupan protein masyarakat Kampung Tablanusu. Selain itu, kelemahan
metode recall 1x24 jam yang digunakan dalam mengumpulkan data konsumsi
pangan, sehingga kurang representatif menggambarkan kebiasaan makan
masyarakat Kampung Tablanusu dapat pula mempengaruhi tingkat kecukupan
protein.
KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Kampung Tablanusu merupakan salah satu kampung yang terletak di
Distrik Depapre, Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua. Rata-rata jumlah anggota
keluarga masyarakat Kampung Tablanusu adalah sedang (5,4). Berdasarkan
sebaran umur orang tua, sebagian besar umur KK dan Isteri KK berkisar antara
30-49 tahun (dewasa madya). Berdasarkan sebaran tingkat pendidikan orang
tua, sebagian besar tingkat pendidikan terakhir KK adalah SMA dan isteri KK
adalah tamat SD. Berdasarkan sebaran jenis pekerjaan orang tua, sebagian
besar KK dan Isteri KK bekerja sebagai nelayan dan ibu rumah tangga.
Sebagian besar masyarakat Kampung Tablanusu termasuk ke dalam kategori
tidak miskin dengan rata-rata pendapatan per kapita keluarga adalah Rp
474.499/kapita/bulan.
Sebagian besar pangan yang dikonsumsi oleh Masyarakat Kampung
Tablanusu adalah pangan yang tersedia di daerah lokalnya dan merupakan
pangan yang berkembang di daerah Kampung Tablanusu. Faktor yang paling
mempengaruhi pola konsumsi pangan masyarakat Kampung Tablanusu adalah
ketersediaan pangan daerah dan akses terhadap pangan.
Sebagian besar masyarakat Kampung Tablanusu mengolah bahan
pangan dengan cara digoreng, direbus, dikukus, ditumis, dan tanpa diolah (tanpa
dimasak). Sebagian besar masyarakat Kampung Tablanusu memperoleh
kelompok bahan pangan dengan cara pembelian, menanam atau memelihara,
dan memperoleh dari alam.
Tabu makanan masih berlaku pada masyarakat Kampung Tablanusu,
namun jumlahnya sangat sedikit. Beberapa masyarakat Kampung Tablanusu
memiliki preferensi terhadap pangan.
Rata-rata asupan energi dan protein masyarakat Kampung Tablanusu
masih rendah (di bawah AKG yang dianjurkan) yaitu 1641±433 kkal dan
38,9±12,0 g pada tingkat keluarga dan 1616±560 kkal dan 38,2±15,3 g pada
tingkat individu. Sebagian besar tingkat kecukupan energi dan protein
masyarakat Kampung Tablanusu tergolong ke dalam kategori defisit yaitu
75,1±18,1 % dan 81,5±21,5 %. pada tingkat keluarga dan 73,9±20,8 % dan
79,8±27,6 % pada tingkat individu.
Berdasarkan hasil uji korelasi Pearson dan Spearman, menunjukkan tidak
terdapat hubungan yang nyata antara tingkat kecukupan energi dan protein
dengan tingkat pendidikan KK (p>0,05) dan isteri KK (p>0,05), tidak terdapat
hubungan yang nyata antara tingkat kecukupan energi dan protein dengan
pendapatan per kapita keluarga (p>0,05), dan tidak terdapat hubungan yang
nyata antara tingkat kecukupan energi dan protein dengan besar keluarga
(p>0,05).
Saran
Saran yang dapat diberikan berdasarkan hasil penelitian antara lain :
1. Rata-rata frekuensi konsumsi pangan masyarakat Kampung Tablanusu
masih kurang yaitu dua kali dalam sehari, disamping itu konsumsi pangan
masih kurang beragam. Perlu diberikan pendidikan kepada masyarakat
agar meningkatkan frekuensi dan keragaman konsumsi pangan untuk
memperbaiki tingkat kecukupan gizi.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai status gizi masyarakat
Kampung Tablanusu, mencari mutu keragaman pangan dengan
menggunakan pola pangan harapan (PPH) dan mencari faktor-faktor
dominan yang berpengaruh terhadap tingkat kecukupan energi dan
protein.
DAFTAR PUSTAKA

Almatsier S. 2002. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : Gramedia.

Anonim. 2009. Kondisi Geografis Propinsi Papua. www.papua.go.id [20 Maret


2010]

Apomfires Frans. 2002. Makanan pada Komunitas Adat JAE. www.papuaweb.org


[3 Maret 2011]

Arisman. 2004. Gizi Dalam Daur Kehidupan. Jakarta : EGC.

Baliwati Yayuk B, Ali Khomsan, C Meti Dwiriani. 2004. Pengantar Pangan dan
Gizi. Jakarta : Penebar Swadaya.

BPS. 2007. Papua dalam Angka. Papua : Badan Pusat Statistik Propinsi papua.

_______. 2011. Indikator penting Propinsi Papua. Papua : Badan Pusat Statistik
Propinsi papua.

den Hartog AP, WA van Staveren, & ID Brouwer. 2006. Food Habits and
Consumption in Developing Countries : Manual for Field Studies.
Wageningen Academic Publishers. The Netherlands.

Depkes RI. 1996. 13 Pesan Dasar Gizi Seimbang. Jakarta: Direktorat Bina Gizi
Kesehatan Keluarga.

Gibson RS. 2005. Principles of Nutrition Assessment (2nd Edition). New York :
Oxford University Press.

Hardinsyah, D Briawan. 1994. Penilaian dan Perencanaan Konsumsi Pangan.


Bogor : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Harper L.J, B.J.Deaton dan J.A. Driskel. 1988. Pangan, Gizi dan Pertanian.
Suhardjo (penerjemah). Jakarta : UI press.

Hardinsyah dan Tambunan V. 2004. Angka Kecukupan Energi, Protein, Lemak,


dan Serat Makanan. Makalah pada Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi
(WKNPG) VIII.

Hurlock EB. 1998. Perkembangan Anak Edisi Ke-6. Jakarta: Erlangga.

Jaenudin. 2010. Konsumsi pangan komunitas vegetarian suku Dayak hindu-


budha bumi segandu Indramayu dan kaitannya dengan status gizi.
[Skripsi]. Jurusan Gizi Masyarakat. Fakultas Ekologi Manusia. Institut
Pertanian Bogor.

Junaidi. 1997. Pendapatan rumahtangga nelayan pada musim yang berbeda


kaitannya dengan pola konsumsi pangan dan status gizi. [Tesis]. Bogor:
Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Kepas 1990. Analisis Agro-ekosistem untuk Pembangunan Masyarakat
Pedesaan Irian Jaya : Kasus enam desa. Kelompok Penelitian Agro-
ekosistem. Badan Penelitian dan Pengembangan Penelitian.

Khomsan. 2003. Pangan dan Gizi untuk Kesehatan. Jakarta : Rajagrafindo


Persada.

_______. 2005. Pangan dan Gizi Kesehatan 2. Bogor: Departemen Gizi


Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Khumaidi M. 1989. Gizi Masyarakat. Bogor : Depdikbud Dirjen Pendidikan Tinggi


PAU Pangan dan Gizi.

Kusharto Clara & Sa’diyyah NY. 2008. Diktat Penilaian Konsumsi Pangan. Bogor
: Diktat yang tidak diterbitkan.

Madanijah S. 1994. Pelatihan dan Penyuluhan Pangan dan Gizi di Kalangan


Pendidik Sekolah Dasar dan Menengah. Bogor : Pusat Studi Kebijakan
Pangan dan Gizi (PSKPG) Lembaga Penelitian Institut Pertanian Bogor.

Martianto D. 1992. Gizi Terapan. Bogor : Departemen Pendidikan dan


Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan tinggi pusat antar universitas
pangan dan gizi. Institut Pertanian Bogor.

Nasution Amini & Riyadi Hadi. 1995. Gizi Terapan. Jakarta : Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan
Menengah. Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan.
Rahmawati D. 2006. Status Gizi dan Perkembangan Anak Usia Dini di Taman
Pendidikan Karakter Sutera Alam Desa Sukamantri Bogor. [Skripsi].
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. 
 
Sanjur, D. 1982. Social and Cultural Perspectives in Nutrition. Prentice. New
York.

Sediaoetama AD. 2006. Ilmu Gizi. Jakarta : Dian Rakyat.

Suhardjo. 1989. Sosio Budaya Gizi. Bogor : Departemen Pendidikan dan


Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan tinggi pusat antar universitas
pangan dan gizi. Institut Pertanian Bogor.

_______. 1996. Berbagai Cara Pendidikan Gizi. Jakarta : Bumi Aksara


bekerjasama dengan Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut
Pertanian Bogor.

Sukandar D. 2007. Studi Sosial Ekonomi, Aspek Pangan, Gizi dan Sanitasi :
Petani Daerah Pasang Surut di Barito Kuala Kalimantan Selatan. Bogor :
Institut Pertanian Bogor.

Supariasa IDN, B Bakri dan I Fajar. 2001. Penilaian Status Gizi. Jakarta : Buku
Kedokteran EGC.
Soekirman. 1994. Ilmu Gizi dan Aplikasinya untuk Keluarga dan Masyarakat.
Jakarta : Direktorat Jenderal Pendidikan tinggi, Departemen Pendidikan
Nasional.

[WKNPG] Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi. 2004. Ketahanan Pangan
dan Gizi DI Era Otonomi Daereh dan Globalisasi. Jakarta: LIPI.

 
LAMPIRAN

 
Lampiran 1 Kuesioner Penelitian
Kode Responden:

KUESIONER PENELITIAN
POLA KONSUMSI PANGAN MASYARAKAT PAPUA (Studi
kasus di Kampung Tablanusu, Distrik Depapre,
Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua).
Departemen Gizi Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia,
Institut Pertanian Bogor (IPB)

Sheet 1 : Cover

Nama responden : Co1__________________________________________

Alamat (RT/RW) : Co2__________________________________________

Desa/Kelurahan : Co3__________________________________________

Kecamatan : Co4__________________________________________

Kabupaten : Co5__________________________________________

Tanggal Wawancara : Co6__________________________________________

Enumerator : Co7__________________________________________
Sheet 2 : Sosek Keluarga

A. SOSIAL EKONOMI KELUARGA

A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 A8 A9 A10 A11
No Nama JK Status Status Tgl Umur Kondisi Pekerjaan Pendidikan Pendapatan
dlm nikah lahir Thn Bln fisiologis utama terakhir
klg
1

10

Keterangan :
Status dalam keluarga : 1=Suami, 2=Isteri, 3=Anak, 4=Lainnya
Umur : dalam bulan dan tahun
Jenis Kelamin (JK) : 1=Laki-laki, 2=Perempuan
Kondisi fisiologis : 1=Hamil, 2=Menyusui (Hanya untuk ibu)
Pendidikan : 1= Tidak sekolah, 2= SD (kelas), 3= SMP (kelas), 4= SMA
(kelas), dan 5= Perguruan Tinggi
Pekerjaan : 1=Petani, 2=Nelayan, 3=Pedagang, 4=Buruh tani, 5=Buruh
nelayan, 6=PNS/ABRI, 7=Tidak bekerja, 8.Lainnya, sebutkan.
Pendapatan : Per hari/per bulan
Sheet 3 : Food Recall
B. RECALL KONSUMSI PANGAN (1X24 JAM)

CONTOH:

Jumlah yang Keterangan


Bahan
Waktu Nama Makanan dikonsumsi
pangan
URT gr*
NASI NASI 1 PIRING
Pagi
TELUR CEPLOK TELUR 1 BUTIR
1
Selingan BISKUIT BISKUIT
BUNGKUS
NASI NASI 1 PIRING
TEMPE BACEM TEMPE 1 POTONG
1/2
Siang SAYUR BAYAM BAYAM MANGKUK
KECIL
IKAN GORENG IKAN MUJAIR 1 POTONG
BUAH PEPAYA PEPAYA 1 POTONG
1 SENDOK
TEH
TEH
TEH MANIS
1 SENDOK
Selingan GULA
TEH
SINGKONG 2 POTONG
SINGKONG
GORENG KECIL
NASI NASI 1 PIRING
AYAM GORENG AYAM 1 POTONG
TAHU GORENG TAHU 1 POTONG
Malam
1/2
SAYUR
KANGKUNG MANGKUK
KANGKUNG
KECIL
BUAH PISANG PISANG 1 BUAH
Selingan UBI GORENG UBI 2 POTONG

URT = Ukuran Rumah Tangga: piring, mangkok, piring kecil, gelas, bungkus,
sendok makan, sendok teh, cangkir, tusuk, bungkus, potong, porsi, buah.
*= tidak perlu diisi oleh responden.
HARI/TANGGAL :___________________________

Jumlah yang Keterangan


Waktu Nama Makanan Bahan Pangan dikonsumsi
URT gr*

Pagi

Selingan

Siang

Selingan

Malam

Selingan

URT = Ukuran Rumah Tangga: piring, mangkok, piring kecil, gelas, bungkus,
sendok makan, sendok teh, cangkir, tusuk, bungkus, potong, porsi, buah.
*= tidak perlu diisi oleh responden.
Sheet 4 : Kebiasaan Makan
C. KEBIASAAN MAKAN
1. Berapa kali frekuensi makan makanan pokok keluarga anda dalam
sehari?
a. 1 kali c. 3 kali
b. 2 kali d. >3 kali

2. Bagaimana kebiasaan sarapan keluarga anda? (di centang 9)


No Anggota Keluarga Sering Jarang Tidak pernah

3. Adakah kebiasaan makan bersama dilakukan di dalam keluarga?


a. Ya b. Tidak
Jika no.3 ya, berapa kali makan bersama dalam sehari?

4. Adakah yang diutamakan dalam pembagian makanan dalam keluarga?


a. Ya b. Tidak
Jika no.4 ya, siapakah yang diutamakan dalam pembagian makanan
dalam keluarga?
a. Ayah c. Anak balita
b. Ibu d. Lainnya

5. Sebutkan pangan yang disukai keluarga anda!


No Anggota Keluarga Jenis Makanan
Sheet 5 : Taboos

D. TABU MAKANAN
Makanan, minuman, dan olahannya yang tidak boleh/dipantang dikonsumsi
oleh responden.

D1 D2 D3

No Golongan Umur Jenis Pangan Alasan

1 Balita

2 Balita perempuan

3 Balita Laki-laki

4 Wanita dewasa

5 Laki-laki dewasa

6 Wanita hamil

7 Wanita menyusui

8 Orang yang sakit


Sheet 6 : Food Frequency
E. FREKUENSI KONSUMSI PANGAN

E1 E2 E3 E4 E5 E6 E7

Kelompok Frekuensi (Kali)


Cara
No pangan dan Jenis pangan Sumber*
Hari Minggu Bulan Menyiapkan
olahannya
1 Pangan sumber Beras/Nasi
karbohidrat Mie
Terigu
Roti
Jagung
Sagu
Singkong
Ubi jalar
Kentang
Talas
......................
......................
.....................
2 Lauk hewani & Daging sapi
produk olahannya Daging kerbau
Daging kambing
Daging babi
Daging ayam
Telur ayam
Telur bebek
Ikan laut
Ikan air tawar
Udang
Kerang
Cumi
Ikan asin
Ikan pindang
Kepiting
.................
.................
.................
3 Lauk nabati Tempe
Tahu
Kacang kedelai
Kacang hijau
Kacang tanah
.....................
....................
....................
4 Sayuran Bayam
Wortel
Sawi
Buncis
Toge
Kangkung
Daun singkong
Daun pepaya
Mentimun
................
................
................
5 Buah-buahan Pisang
Jambu
Jeruk
Mangga
Tomat
Pisang
Nangka
Pepaya
Alpukat
Rambutan
................
................
................

6 Susu Susu segar


Susu bubuk
Susu kedelai
...................
...................
...................

7 Cemilan/selingan Biskuit
Gorengan
Snack
Keripik
...................
...................
....................

Keterangan :
*Sumber :
1=Pembelian
2=Produksi sendiri
3=Hadiah
3=Barter
4=Dapat dari lingkungan sekitar (memancing, berburu)
Lampiran 2 Rata-rata frekuensi konsumsi berdasarkan kelompok pangan

Rumah tangga yang


Kelompok bahan mengonsumsi pangan Frekuensi konsumsi pangan
bangan (kali/bulan)
n %
Serealia :
Beras/nasi 48 100,0 83,1
Mie Instan 45 93,8 13,3
Tepung terigu 44 91,7 10,5
Sagu 44 91,7 17,7
Roti 44 91,7 15,5
Jagung 39 81,3 4,0
Umbi-umbian :
Singkong 47 97,9 9,9
Betatas/Ubi jalar 42 87,5 6,5
Talas/keladi 42 87,5 6,7
Kentang 28 58,3 0,5
Pangan hewani :
Ikan air laut 47 97,9 66,8
Telur Ayam 42 87,5 18,4
Ikan air tawar 35 72,9 10,0
Daging Ayam 34 70,8 2,2
Cumi 28 58,3 1,7
Kerang/bia 22 45,8 2,6
Daging babi 17 35,4 1,1
Udang 8 16,7 0,6
Kepiting 8 16,7 0,5
Daging sapi 3 6,3 0,1
Ikan Asin 2 4,2 0,0
Daging kambing 1 2,1 0,0
Pangan Nabati :
Tahu 42 87,5 13,1
Tempe 42 87,5 10,4
Kacang hijau 33 68,8 1,9
Kacang tanah 14 29,2 1,5
Kacang kedelai 2 4,2 0,1
Sayuran :
Daun singkong 45 93,8 25,3
Daun pepaya 45 93,8 25,7
Kangkung 44 91,7 21,5
Bunga pepaya 44 91,7 25,7
Bayam 41 85,4 20,8
Wortel 33 68,8 3,9
Buncis 33 68,8 4,1
Sawi 28 58,3 6,6
Rumah tangga yang
Kelompok bahan mengkonsumsi pangan Frekuensi konsumsi pangan
pangan n % (kali/bulan)
Tauge 10 20,8 0,8
Buah :
Pisang 43 89,6 10,6
Pepaya 39 81,3 9,9
Jeruk 27 56,3 3,5
Mangga 21 43,8 0,6
Jambu 18 37,5 1,3
Rambutan 17 35,4 0,8
Nangka 11 22,9 0,4
Tomat 3 6,3 0,2
Alpukat 2 4,2 0,0
Susu :
Susu bubuk 23 47,9 17,5
Susu kaleng 14 29,2 8,4
Susu segar 12 25,0 6,1

Lampiran 3 Rata-rata konsumsi pangan per kapita per hari berdasarkan


kelompok bahan makanan
Kelompok bahan makanan Konsumsi pangan (g/kap/hr) %
Serealia : 372,93
Beras 295,64 45,3
Sagu 31,01 4,7
Tepung terigu 44,73 6,8
Mie Instan 1,55 0,2
Umbi-umbian : 13,04
Singkong 4,28 0,7
Ubi jalar/betatas 4,86 0,7
Talas/keladi 3,89 0,6
Pangan hewani : 134,53
Ikan 125,97 19,3
Non ikan 8,56 1,3
Pangan Nabati 25,68 3,9
Sayur dan buah : 107,12
Sayur 86,26 13,2
Buah 20,86 3,2
Total 653,30 100,0

You might also like