You are on page 1of 89

PEMANFAATAN LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT

SEBAGAI ENERGI ALTERNATIF TERBARUKAN (BIOGAS)

ISNA APRIANI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN


SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pemanfaatan Limbah Cair Pabrik
Kelapa Sawit Sebagai Energi Alternatif Terbarukan (Biogas) adalah karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Agustus 2009

Isna Apriani
NRP P052070021
ii 

ABSTRACT

ISNA APRIANI. Utilization of industry liquid waste of palm oil as the renewable
alternative energy (Biogas). Supervised by HARIYADI and SISWANTO.

Palm oil is one of commodity with rapid growth in Indonesia. In 2005 the oil palm
plantation area of about 5,453,817 ha, with oil produced approximately
11,861,615 tons, and estimated the oil palm plantation area will increase in 2009
an area of 7,125,331 ha. Rapid growth of palm oil industry produce a lot of liquid
waste and polluting soil, water and air, with a potential methane emissions.
Pottention of biogas production needs more research to development a new source
of renewable energy to support government programs related to energy supply
security and clean technologies for industry.

The aim of this research were to find the best combination mixture of liquid waste
palm oil mill and active mud for an optimal methane gas production, to assess the
decreased o fwastewater pollutant load of palm oil mill (COD, BOD, TSS), to
assess the acceptance public response for biogas production which produce from
palm oil waste water.

The results shown that the characteristics of palm oil mill effluent PT. Perkebunan
Nusantara VIII with acid pH from 4.5 to 7.5, COD 32000-49500 mg / l; BOD
16954-26225 mg / l, TSS 26570-32315 mg / l, had potential as pollutant and
renewable energy sources. A3 threatment produced the highest biogas volume
with 20,8 L and A1threatment gives the highest composition of biogas with 17,82
% shown low methane caused of not complete metanogenesis procees.

Reduction efficiency of organic materials from each treatment shown that A1


decreased 50.65%, 86.52%, and 41.7% ; A2 decreased 48,82%, 84,87% and
42,05% ; A3 decreased 71,7%, 86,04% and 67,42% and control decreased 80,56,
88,24 and 59,18% for COD, BOD and TSS. Environmental parameter shown the
decrease but still above the limit of standard due to Men KLH(1995). All
thereatment produce biogas and able to use as renewable energy.

Environmental parameters examined clearly decreased, but still above the


threshold specified standard KLH Men (1995). All treatments can produce biogas,
and liquid waste palm oil mill can be used as a source of renewable energy. Social
research with 30 PTPN VIII employees respondents and 30 communities
respondents around the activity shown that almost all respondents want the biogas
application in their area.

Keywords : palm oil mill effluent, biogas, , methan


iii 

RINGKASAN

ISNA APRIANI. Pemanfaatan Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit Sebagai Energi
Alternatif Terbarukan. Dibimbing oleh HARIYADI. sebagai ketua dan
SISWANTO sebagai anggota.

Timbulnya kelangkaan bahan bakar minyak yang disebabkan oleh


ketidakstabilan harga minyak dunia, maka pemerintah mengajak masyarakat
untuk mengatasi masalah energi ini secara bersama-sama. Hal ini telah
memunculkan kesadaran bahwa selama ini bangsa Indonesia sangat tergantung
pada sumber energi tak-terbarukan. Cepat atau lambat sumber energi tersebut
akan habis. Salah satu solusi mengatasi permasalahan ini adalah dengan
mengoptimalkan potensi energi terbarukan yang dimiliki bangsa ini. Indonesia
memiliki potensi besar untuk memanfaatkan produk samping sawit sebagai
sumber energi terbarukan. Kelapa sawit Indonesia merupakan salah satu komoditi
yang mengalami pertumbuhan sangat pesat. Pada tahun 2005 luas perkebunan
kelapa sawit sekitar 5.453.817 Ha, dengan minyak yang dihasilkan sekitar
11.861.615 ton, dan diperkirakan luas perkebunan kelapa sawit akan meningkat
pada tahun 2009 seluas 7.125.331 Ha. Pertumbuhan industri kelapa sawit yang
cukup pesat menghasilkan limbah cair yang sangat melimpah dan berdampak
mencemari lingkungan tanah, air dan udara, dengan emisi metana yang potensial.
Dengan demikian di satu sisi potensi produksi biogas yang sangat menjanjikan
perlu dilakukan penelitian dan pengembangan sebagai sebagai sumber energi
terbarukan dan upaya mendukung program pemerintah berkaitan keamanan
pasokan energi serta teknologi bersih bagi industri.
Tujuan Penelitian 1) mengkaji kombinasi yang terbaik campuran antara
limbah cair pabrik kelapa sawit dan lumpur aktif untuk menghasilkan gas metan
yang optimal, 2) mengkaji seberapa besar penurunan beban pencemar limbah cair
pabrik kelapa sawit (COD, BOD, TSS), 3) memperoleh respon penerimaan
masyarakat terhadap rencana biogas yang dihasilkan dari limbah cair kelapa sawit.
Penelitian skala laboratorium dilakukan di laboratorium limbah fakultas
peternakan menggunakan jerigen sebagai digester dengan volume 20 liter skala
curah (batch) menggunakan limbah cair pabrik kelapa sawit, waktu fermentasi 30
hari. Faktor yang diuji adalah perbedaan perlakuan A1 dengan perbandingan
limbah cair dan lumpur aktif 75:25, A2 dengan perbandingan limbah cair dan
lumpur aktif 50:50, A3 dengan perbandingan dengan perbandingan limbah cair
dan lumpur aktif 25:75 dan kontrol dengan 100% limbah cair.
Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa karakteristik limbah cair pabrik
kelapa sawit PT. Perkebunan Nusantara VIII dengan pH asam berkisar antara 4,5
– 7,5, bahan organik tinggi (COD 32.000-49.500 mg/l; BOD 16.954-26.225 mg/l,
TSS 26.570-32.315 mg/l), berpotensi sebagai sumber pencemar dan sumber
energi terbarukan. Total volume biogas tertinggi dihasilkan pada perlakuan A3
dengan total volume mencapai 20,8 L, dan komposisi gas metan yang dihasilkan
tertinggi pada perlakuan A1 sebesar 17,82 %, komposisi gas metan ini cenderung
rendah, hal ini dikarenakan proses metanogenesis yang terjadi tidak sempurna.
Efisiensi pengurangan bahan organik substrat masing-masing perlakuan, A1
iv 

terjadi penurunan 50,65%, 86,52%, dan 41,7%, A2 terjadi penurunan 48,82%,


84,87% dan 42,05%, A3 terjadi penurunan 71,7%, 86,04%, dan 67,42%, kontrol
terjadi penurunan 80,56%, 88,24% dan 59,18% untuk COD, BOD dan TSS.
Parameter lingkungan yang diteliti mengalami penurunan, walaupun masih berada
di atas ambang baku yang telah ditentukan Men KLH (1995). Semua perlakuan
dapat menghasilkan biogas, sehingga limbah cair pabrik kelapa sawit dapat
digunakan sebagai sumber energi terbarukan. Penelitian sosial dilakukan terhadap
30 responden karyawan PTPN VIII dan 30 responden masyarakat yang dilakukan
menghasilkan bahwa hampir seluruh responden menginginkan segera
diaplikasikan biogas di daerah mereka.

© Hak Cipta Milik IPB, tahun 2009


Hak Cipta dilindungi Undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa


mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk
kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,
penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak
merugikan kepentingan yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
vi 

PEMANFAATAN LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT


SEBAGAI ENERGI ALTERNATIF TERBARUKAN (BIOGAS)

ISNA APRIANI

Tesis
Sebagai salah satu syarat untukmemperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009
Judul Tesis : Pemanfaatan Limbah Cair Pabrik Minyak Kelapa
Sawit Sebagai Energi Alternatif Terbaharukan
(Biogas)
Nama Mahasiswa : Isna Apriani
NRP : P052170021
Program Studi : PengelolaanSumber Daya Alam dan Lingkungan
vii 

Judul Tesis : Pemanfaatan Limbah Cair Pabrik Minyak Kelapa


Sawit Sebagai Energi Alternatif Terbarukan
(Biogas)
Nama Mahasiswa : Isna Apriani
NRP : P052170021
Program Studi : PengelolaanSumber Daya Alam dan Lingkungan

Disetujui :
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Hariyadi. MS Dr. Ir. Siswanto, DEA.,APU


Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana


Pengelolaan Sumberdaya Alam
dan Lingkungan

Prof. Dr. Ir. Surjono H. Sutjahjo, MS. Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS.

Tanggal Ujian : Tanggal Lulus :


viii 

PRAKATA

Alhamdulillah, puji syukur ke-hadirat Allah SWT atas segala karunia


rahmat, nikmat dan hidayah-Nya, sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Tesis
tentang pemanfaatan biomasa limbah industri perkebunan dengan judul
”PEMANFAATAN LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT SEBAGAI
ENERGI ALTERNATIF TERBARUKAN (BIOGAS)”.
Dalam kesempatan ini disampaikan penghargaan yang tinggi dan ucapan terima
kasih kepada yang terhormat :
1. Dr. Ir. Hariyadi, MS yang bertindak sebagai ketua komisi pembimbing,
Dr. Ir. Siswanto, DEA, APU, sebagai anggota komisi pembimbing, atas
segala bantuan moril dari mulai saran rencana penelitian hingga penyelesaian
penulisan, tidak terhingga pengetahuanyang diberikan, kebijaksanaan, serta
kesabaran sejalan dengan proses penyelesaian studi.
2. Direktur Utama PT. Perkebunan Nusantara VIII yang telah memberikan ijin
pengambilan sampel limbah cair pada pabrik Kertajaya PTPN VIII Banten.
3. Bapak Dr. Salundik selaku Kepala Laboratorium Limbah Fakultas
Peternakan, Institut Pertanian Bogor,yang dengan kesabaran dan sukarela
meminjamkan berbagai fasilitas yang ada.
4. Pimpinan Pabrik kelapa sawit Kertajaya PTPN VIII Banten beserta
jajarannya yang telah memberikan bantuan tenaga, dan sarana dalam tahap
pengambilan sampel.
5. Staf pengajar dan tenaga kependidikan lainnya di lingkup Program Studi
PSL, sekolah pascasarjana Institut Pertanian Bogor umumnya, atas bantuan
pendidikan, layanan administrasi yang sangat berguna.
6. Ayahanda Budjang H. Itin Almarhum dan Ibunda Maryani yang tercinta,
serta suami dan ananda tercinta M. Irfan Aqli Ismatuddzakwan, dengan
penuh keikhlasan berkorban, pengertian, dorongan, dan semangat untuk terus
maju serta doa yang diberikan, sehingga penulisan tesis dapat diselesaikan
7. Saudariku Nurlindawati, Rika Kastiani, dan Liska Asliana sekeluarga yang
tercinta yang telah banyak memberikan bantuan materi dan dorongan serta
do’a yang tiada henti.
ix 

8. Bapak/Ibu, saudara sekaligus sahabat terbaik yang pernah saya miliki untuk
berbagi cerita suka dan duka, yang menginspirasi, memotivasi dan
menggugah dalam banyak hal baik selama penelitian hingga penulisan tesis
ini.
Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi pihak yang memerlukan, dan
semoga semua kebaikan menjadi nilai ibadah disisi Allah SWT.

Bogor, Agustus 2009

Isna Apriani

RIWAYAT HIDUP

Isna Apriani, Putri kedua dari empat bersaudara, ayah Budjang H. Itin dan
Ibu Maryani, dilahirkan di Pontianak pada tanggal 15 April 1977. Penulis
menyelesaikan pendidikan dasar, menengah pertama dan menengah atas di
Pontianak yaitu di SD negeri 44 tahun 1989, SMP Negeri 18 tahun 1992 dan
SMA Negeri 2 tahun 1995.
Penulis melanjutkan ke Sekolah Tinggi Teknik Lingkungan ”YLH”
Yogyakarta pada tahun 1995, gelar Sarjana Teknik diperoleh pada tahun 2000.
Sejak tahun 2004 menjadi staf pengajar di Universitas Tanjungpura hingga
sekarang. Pada tahun 2007 melanjutkan studi pada jenjang Magister pada program
studi PSL Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor di Bogor. Beasiswa
pendidikan pascasarjana diperoleh dari Dirjen DIKTI melalui BPPS.
xi 

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL xiii
DAFTAR GAMBAR xiv
DAFTAR LAMPIRAN xv
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Kerangka Pemikiran 4
1.3. Perumusan Masalah 6
1.4. Tujuan Penelitian 7
1.5. Manfaat Penelitian 7
1.6. Hipotesis 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8


2.1. Bioenergi 8
2.2. Limbah Pabrik Kelapa Sawit 11
2.3. Karakteristik Limbah Cair Pabrik Kalapa Sawit 11
2.4. Pengolahan Limbah Cair dengan Proses Anaerobik 13
2.5. Faktor-faktor yang mempengaruhi Proses Anaerobik 15
2.6. Proses Fermentasi dengan Perbedaan Substrat 18
2.7. Pengolahan Lumpur 20
2.8. Pengertian Biogas 21

BAB III METODE PENELITIAN 24


3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 24
3.2. Bahan dan Alat Penelitian 24
3.3. Rancangan Penelitian 24
3.4. Rancangan Percobaan 27
3.5. Variabel Penelitian 28
3.6. Analisis Data 29
3.7. Metode Analisis Penelitian 29
3.8. Aspek Sosial terhadap Pemanfaatan Limbah Cair 32
Pabrik Kelapa Sawit sebagai Energi Alternatif (Biogas)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 34


4.1. Karakteristik Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit 34
4.2. Perlakuan Aerob pada Pembuatan Lumpur Aktif 35
4.3. Pencampuran Limbah Cair dengan Lumpur Aktif 36
selanjutnya di proses secara Anaerob
4.4. Persepsi Masyarakat terhadap Biogas 50

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 56


5.1. Kesimpulan 56
5.2. Saran 56
xii 

DAFTAR PUSTAKA 58
LAMPIRAN 62
xiii 

DAFTAR TABEL

Halaman
1 Karakteristik Limbah Cair Industri Pengolahan Kelapa Sawit 13
2 Senyawa Organik dan Enzim Pengurai 14
3 Pengaruh Temperatur terhadap Daya Tahan Hidup Bakteri 16
4 Beberapa Senyawa Organik Terlarut yang dapat Menghambat 17
Pertumbuhan Mikroorganisme
5 Beberapa Zat Anorganik yang dapat Menghambat Pertumbuhan 18
Mikroorganisme
6 Ringkasan dari beberapa Penelitian sebelumnya 19
7 Variasi Perlakuan yang dilakukan dalam Penelitian 28
8 Karakteristik Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit Kertajaya PTPN 34
VIII Banten dari kolam I effluen
9 Total produksi biogas pada masing-masing perlakuan 40
10 Peningkatan VFA 44
11 Penurunan COD 46
12 Penurunan BOD 49
13 Penurunan TSS 50
14 Distribusi Responden (Karyawan Pabrik Kertajaya PTPN VIII) 52
tentang pendapatnya terhadap Pemanfaatan Limbah Cair Pabrik
Kelapa Sawit jika Diaplikasikan sebagai Energi Alternatif
(Biogas)
15 Distribusi Responden (Anggota Masyarakat) tentang 55
pendapatnya terhadap Pemanfaatan Limbah Cair Pabrik Kelapa
Sawit jika Diaplikasikan sebagai Energi Alternatif (Biogas)
xiv 

DAFTAR GAMBAR

Halaman
1 Diagram alir kerangka pemikiran 5
2 Rangkaian bioreaktor anaerob sistem batch yang digunakan 26
untuk produksi biogas
3 Produksi biogas perlakuan A1 dengan 75% limbah cair dan 25% 37
lumpur aktif
4 Produksi biogas perlakuan A2 dengan 50% lumpur aktif dan 37
50% limbah cair
5 Produksi biogas perlakuan A3 dengan 25% limbah cair dan 75% 38
lumpur aktif
6 Produksi biogas perlakuan Kontrol dengan 100% limbah cair 39
7 Produksi biogas harian 40
8 Akumulasi produksi biogas 40
9 Peningkatan VFA dalam produksi biogas 43
10 Penurunan COD dalam produksi biogas 45
11 Penurunan BOD dalam produksi biogas 48
12 Penurunan TSS dalam produksi biogas 49
13 Letak geografis pabrik Kertajaya PTPN VIII Banten 51
xv 

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
1 Tabel Hasil Pengamatan Produksi Biogas 61
2 Tabel Hasil Pengamatan pH 63
3 Tabel Hasil Pengamatan Suhu 65
4 Perhitungan Rancangan Acak Lengkap 67
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Timbulnya kelangkaan bahan bakar minyak yang disebabkan oleh
ketidakstabilan harga minyak dunia, maka pemerintah mengajak masyarakat
untuk mengatasi masalah energi ini secara bersama-sama. Hal ini telah
memunculkan kesadaran bahwa selama ini bangsa Indonesia sangat tergantung
pada sumber energi tak-terbarukan. Cepat atau lambat sumber energi tersebut
akan habis. Salah satu solusi mengatasi permasalahan ini adalah dengan
mengoptimalkan potensi energi terbarukan yang dimiliki bangsa ini.
Indonesia memiliki potensi energi terbarukan sebesar 311.232 MW, namun
kurang lebih hanya 22% yang dimanfaatkan. Masyarakat Indonesia terlena dengan
harga BBM yang murah, sehingga lupa untuk memanfaatkan dan
mengembangkan sumber energi alternatif yang dapat diperbaharui. Sumber energi
terbarukan yang tersedia antara lain bersumber dari tenaga air ( hydro ), panas
bumi, energi cahaya, energi angin, dan biomassa. (Ditjen Listrik dan Pemanfaatan
Energi, 2001; ZREU, 2000)
Potensi energi tarbarukan yang besar dan belum banyak dimanfaatkan
adalah energi dari biomassa. Potensi energi biomassa sebesar 50 000 MW hanya
320 MW yang sudah dimanfaatkan atau hanya 0.64% dari seluruh potensi yang
ada. Potensi biomassa di Indonesia bersumber dari produk samping sawit,
penggilingan padi, kayu, polywood, pabrik gula, kakao, dan limbah industri
pertanian lainnya. (Ditjen Listrik dan Pemanfaatan Energi, 2001; ZREU, 2000)
Indonesia memiliki potensi besar untuk memanfaatkan produk samping
sawit sebagai sumber energi terbarukan. Kelapa sawit Indonesia merupakan salah
satu komoditi yang mengalami pertumbuhan sangat pesat. Pada tahun 2005 luas
perkebunan kelapa sawit sekitar 5.453.817, dengan minyak yang dihasilkan
sekitar 11.861.615 ton, dan diperkirakan luas perkebunan kelapa sawit akan
meningkat pada tahun 2009 seluas 7.125.331( Direktorat Jenderal Perkebunan,
2008).

Biomassa dari produk samping sawit dapat dimanfaatkan sebagai sumber


energi terbarukan. Salah satunya adalah POME untuk menghasilkan biogas.
Potensi produksi biogas dari seluruh limbah cair tersebut kurang lebih adalah
sebesar 1075 juta m3 . Nilai kalor ( heating value ) biogas rata-rata berkisar antara
4700–6000 kkal/m3 (20–24 MJ/m3 ). Dengan nilai kalor tersebut 1075 juta m3
biogas akan setara dengan 516.000 ton gas LPG, 559 juta liter solar, 666,5 juta
liter minyak tanah, dan 5052,5 MWh listrik. (Mahajoeno. 2008)
Limbah Pabrik Kelapa Sawit terdiri dari limbah padat dan limbah cair.
Limbah padat berupa Cangkang dan serat dimanfaatkan untuk memenuhi
kebutuhan energi dalam Pabrik Kelapa Sawit. Cangkang, batang, pelepah serat
dan tandan kosong kelapa sawit (TKKS) digunakan sebagai bahan bakar boiler
untuk memenuhi kebutuhan steam (uap panas) dan listrik. Sementara Abu Tandan
Kosong Kelapa Sawit (TKKS) hanya di tumpuk dan ditaburkan di sekeliling
tanaman sawit dengan menjadikannya sebagai pupuk. Produksi Minyak Kelapa
Sawit membutuhkan air dalam jumlah besar, dan satu ton minyak kelapa sawit
menghasilkan 2,5 ton limbah cair, yaitu berupa limbah organik yang berasal dari
input air pada proses fisika, perebusan, pembantingan, penghancuran,
pengempasan dan klarifikasi. Produksi Minyak Kelapa Sawit berkapasitas 60 ton
tandan buah segar (TBS)/jam menghasilkan limbah cair sebanyak 42 m3
(Yuliasari et al. 2001). Hasil samping proses produksi tersebut berasal dari air
kondensat rebusan 36% (150-175 kg/ton TBS), air drab klarifikasi 60% (350-450
kg/ton TBS) dan air hidroksiklon 4% (100-150 kg/ton TBS) (Loebis dan Tobing
1992, Ahuat 2005) dalam Mahajoeno (2008). Setiap Ton tandan buah segar (TBS)
kelapa sawit diperkirakan menghasilkan Limbah Cair berkisar antara 0,5-0,7 ton
(Hasan et al. 2004).
Yacob et al.(2005) dalam Mahajoeno (2008) menyatakan pada tahun 2005
Laju Pertumbuhan produksi CPO di Malaysia sebesar 16,5 juta ton, menghasilkan
produk samping Limbah Cair Pabrik Minyak Kelapa Sawit lebih dari 40 juta
ton/tahun Emisi metana kolam anaerob antara 35-79%, dan kisaran laju alir biogas
antara 0,5-2,45 L/menit/m2. Potensi emisi biogas demikian besar sebagai gas efek
rumah kaca yang berdampak nyata terhadap pemanasan global, sehingga upaya
mitigasi GRK menjadi prioritas utama dan mendesak dilakukan. Kondisi yang

sama telah berlaku pula di Indonesia ,terutama pada kolam pengelolaan Limbah
cair minyak kelapa sawit secara konvensional yang umumnya diterapkan
(Yuliasari et al. 2001).
Perkembangan pesat industri minyak kelapa sawit dalam dekade terakhir
berakibat semakin besar buangan limbah berbahan baku lignoselulosa. Air
buangan pabrik kelapa sawit dengan nilai BOD, COD, padatan tersuspensi dan
kandungan total padatan tinggi merupakan sumber pencemar yang sangat
potensial. Pembuangan limbah cair ke dalam perairan umum tanpa pengolahan
terlebih dahulu mengandung BOD setara dengan BOD buangan populasi 10 juta
manusia. Limbah cair pabrik minyak kelapa sawit berpotensi mencemari air baku,
mengurangi kadar oksigen terlarut,menurunkan kesehatan ikan dan udang dalam
badan air sekitarnya atau biota perairan (Qu dan Bathhacharya, 1997) dalam
Mahajoeno (2008).
Pengembangan produk samping sawit sebagai sumber energi alternatif
memiliki beberapa kelebihan. Pertama, sumber energi tersebut merupakan sumber
energi yang bersifat renewable sehingga bisa menjamin kesinambungan produksi.
Kedua, Indonesia merupakan produsen utama minyak sawit sehingga ketersediaan
bahan baku akan terjamin dan industri ini berbasis produksi dalam negeri. Ketiga,
pengembangan alternatif tersebut merupakan proses produksi yang ramah
lingkungan. Keempat, upaya tersebut juga merupakan salah satu bentuk optimasi
pemanfaatan sumber daya untuk meningkatkan nilai tambah.
Pertumbuhan industri kelapa sawit yang cukup pesat menghasilkan limbah
cair yang sangat melimpah dan berdampak mencemari lingkungan tanah, air dan
udara, dengan emisi metana yang potensial. Dengan demikian di satu sisi potensi
produksi biogas yang sangat menjanjikan perlu dilakukan penelitian dan
pengembangan sebagai sebagai sumber energi terbarukan dan upaya mendukung
program pemerintah berkaitan keamanan pasokan energi serta teknologi bersih
bagi industri.
Kelayakan tekno ekonomi yang dihitung berdasarkan banyaknya produksi
gas yang dihasilkan sebanyak 4500 m3 memerlukan biaya investasi sebesar Rp.
403.000.000,-, hasil pengukuran tekno-ekonomi yang diperoleh menunjukkan
bahwa NPV sebesar Rp. 460.416.000/bulan (Rp. 5.524.992.000/tahun) dengan

asumsi alat yang digunakan berumur 1 tahun, dengan bunga bank 20%/tahun, IRR
di atas 35%, Net B/C sebesar 121,40, dan perhitungan pengembalian dana
investasi dapat di tempuh dalam waktu sangat singkat yaitu 17-18 hari dari
pertama kali biogas dihasilkan. Dari hasil perhitungan yang dilakukan oleh
Mahajoeno (2008) menunjukkan bahwa teknologi anaerob tertutup dengan bahan
baku limbah cair pabrik minyak kelapa sawit sangat layak untuk dikembangkan
dan dioperasikan.

1.2. Kerangka Pemikiran


Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan rekayasa sistem
produksi bioenergi yang memunculkan ide untuk mengasilkan sumber energi baru
yaitu biogas dari biomassa salah satunya adalah limbah cair pabrik minyak kelapa
sawit, yang melalui proses fermentasi/perombakan anaerob menjadi biogas. Di
satu sisi sebagai kebutuhan energi Indonesia terutama dikarenakan konsumsi
bahan bakar minyak semakin bertambah dan harga perolehannya yang semakin
mahal, meskipun pemakaian energi tidak terbarukan berpotensi tinggi
menyebabkan pencemaran dan keberadaannya semakin terbatas.
Limbah cair pabrik kelapa sawit merupakan bahan baku yang potensial
untuk diolah menjadi salah satu bentuk bioenergi yaitu biogas melalui
pemanfaatan teknologi anaerobik. Teknologi biogas merupakan teknologi yang
memanfaatkan proses fermentasi yang dilakukan dalam kondisi tanpa oksigen
(anaerob), dan di bantu oleh bakteri dalam proses penguraian yang akan
menghasilkan biogas. Prinsip pembentukan biogas merupakan proses biologis
dengan bahan dasar berupa bahan organik yang berfungsi sebagai sumber karbon
dan menjadi sumber aktivitas dan pertumbuhan bakteri. Bahan organik dalam
digester akan dirombak oleh bakteri dan menghasilkan campuran gas metan (CH4)
dan karbondioksida (CO2) dan beberapa gas lainnya (Sahidu, 1983).
Teknologi Bioenergi merupakan teknologi tepat guna untuk pengelolaan
limbah cair yang memiliki nilai BOD dan COD tinggi, berurut-turut lebih dari
20.000 dan 40.000 mg/l. Disebut Digester anaerob karena proses terjadi
perombakan limbah cair anaerob yang dilakukan pada tangki tertutup tanpa
oksigen bebas. Pengelolaan dengan teknologi digester anaerob ini selain akan

menghasilkan biogas, juga memperoleh hasil samping berupa lumpur pekat yang
bisa digunakan sebagai pupuk organik yang dapat dimanfaatkan untuk pemupukan
sekitar pabrik dan gas yang dihasilkan dapat digunakan antara lain untuk energi
listrik alternatif dan keperluan pabrik lainnya, yang secara keseluruhan dapat di
lihat pada Gambar 1.

Cadangan energi yang berbahan bakar fosil yang


  persediaannya semakin menipis dan ketidakstabilan
harga minyak dunia
 

 
Pemerintah menghimbau untuk
  penghematan BBM

 
Mengoptimalkan Potensi Energi Terbarukan
  (Alternatif)

  Pengembangan energi alternatif terbarukan

  Hydro
Large Geothermal Biomassa Mini/mikro Energi Cahaya Energi
hydro (Solar) Angin
 
Industri Kelapa Sawit
CPO
 

 
Limbah Limbah
  Cair Padat

  Fiber
Lumpur aktif + Limbah cair
  Cangkang Termanfaatkan
Aspek
sosial Anaerobic Sludge
  Digestion Serat

 
Pembangkit Biogas/

 
Sludge
Pupuk
digested
 
Batas Penelitian
  Gambar 1 Diagram alir kerangka pemikiran

 
   

1.3. Perumusan Masalah


Pabrik Minyak Kelapa Sawit merupakan salah satu jenis agroindustri yang
menghasilkan limbah cair dengan volume yang cukup besar, limbah yang
dihasilkan memiliki kandungan organik tinggi dengan kadar COD dan BOD yang
juga tinggi. Limbah cair yang dihasilkan apabila langsung di buang ke
lingkungan akan sangat berpotensi mencemari lingkungan baik tanah, air dan
udara.
Thani et.al.(1999) dalam Jini.A.G.M.(2006) menyatakan bahwa limbah cair
dari buangan pabrik kelapa sawit yang berkapasitas 30 ton TBS per jam,
mengandung polutan yang sama dengan buangan domestik sebanding dengan
300.000 orang. Selain itu buangan ini tinggi kandungan chemical oksigen demand
(COD), 50.000 mg/l, biological oksigen demand (BOD), 30.000 mg/l, minyak dan
lemak, 6000 mg/l, suspended solid, 59,350 dan 750 mg/l total nitrogen (Ahmad
A.L et al., 2005) dan berdampak mencemari lingkungan tanah, air dan udara,
dengan emisi metana yang potensial. Dengan demikian di satu sisi potensi
produksi biogas yang sangat menjanjikan perlu dilakukan penelitian dan
pengembangan sebagai sebagai sumber energi terbarukan dan upaya mendukung
program pemerintah berkaitan keamanan pasokan energi serta teknologi bersih
bagi industri.
Untuk  mengetahui potensi limbah pabrik kelapa sawit menjadi biogas
dengan menggunakan campuran lumpur aktif, maka perlu di identifikasi
permasalahan di dalam penelitian ini, yaitu :
1. Berapa komposisi campuran antara lumpur aktif dan limbah cair minyak
kelapa sawit yang dapat menghasilkan gas metan terbanyak ?
2. Berapa besar penurunan beban pencemar limbah cair pabrik minyak kelapa
sawit (COD, BOD, TSS) dari proses tersebut?
3. Bagaimana respon penerimaan masyarakat terhadap penggunaan biogas yang
dihasilkan dari limbah cair kelapa sawit ?

1.4. Tujuan Penelitian


1. Mengetahui kombinasi yang terbaik campuran antara limbah cair pabrik
kelapa sawit dan lumpur aktif untuk menghasilkan gas metan terbanyak.
2. Mengetahui seberapa besar penurunan beban pencemar limbah cair pabrik
kelapa sawit (COD, BOD, TSS)
3. Memperoleh respon penerimaan masyarakat terhadap rencana biogas yang
dihasilkan dari limbah cair kelapa sawit

1.5. Manfaat Penelitian


Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang:
1. Teknologi pembuatan biogas dari limbah pabrik minyak kelapa sawit
2. Penelitian ini dapat meminimalisasi pencemaran yang diakibatkan oleh limbah
yang dihasilkan pabrik kelapa sawit
3. Biogas yang dihasilkan nantinya dapat digunakan untuk beberapa keperluan
diantaranya untuk energi listrik dan keperluan pabrik serta masyarakat sekitar.
4. Mengurangi gas metan dan CO2 yang lepas ke udara terbuka akibat
pengolahan IPAL konvensional dengan kolam terbuka yang merupakan
penyumbang gas rumah kaca.

1.6. Hipotesis
a. Lumpur aktif dan limbah cair pabrik kelapa sawit diduga dapat digunakan
sebagai bahan untuk menghasilkan biogas dengan sistem pengolahan proses
anaerob
b. Pengolahan limbah cair pabrik kelapa sawit secara proses anaerob dapat
menurunkan variable beban pencemar tertentu.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Bioenergi
Bioenergi adalah bahan bakar alternatif terbarukan yang prospektif untuk
dikembangkan, tidak hanya karena harga minyak dunia yang tidak stabil seperti
sekarang ini, tetapi juga karena terbatasnya produksi minyak bumi Indonesia.
Terlebih lagi dengan kondisi perenergian Indonesia kini, pengembangan bioenergi
semakin memaksa untuk segera dilaksanakan. Ketersediaan energi fosil yang
diramalkan tidak akan berlangsung lama lagi memerlukan pemecahan yang tepat
yaitu dengan mencari sumber energi alternatif. Sekarang ini tersedia beberapa
jenis energi pengganti minyak bumi yang ditawarkan antara lain tenaga baterai
(fuel cells), panas bumi (geo-thermal), tenaga laut (ocean power), tenaga matahari
(solar power), tenaga angin (wind power), batu bara, nuklir, gas, fusi dan biofuel.
Diantara jenis-jenis energi alternatif tersebut, bioenergi dirasa cocok untuk
mengatasi masalah energi karena beberapa kelebihannya. (Hambali et al. 2007)
Kelebihan dari bioenergi adalah selain bisa diperbaharui, energi ini juga
bersifat ramah lingkungan, dapat terurai, mampu mengeliminasi efek rumah kaca,
kontinuitas bahan bakunya terjamin dan bioenergi dapat diperoleh dengan cara
yang cukup sederhana. Bioenergi merupakan energi yang dapat diperbaharui
yang diturunkan dari biomassa yaitu material yang dihasilkan dari mahluk hidup
(tanaman, hewan, dan mikroorganisme). Bioenergi yang dikenal sekarang
mempunyai dua bentuk, yaitu bentuk tradisional yang sering kita temui yaitu kayu
bakar dan bentuk yang modern diantaranya yaitu bioetanol, biodiesel, PPO atau
SVO, Bio Briket, Bio Oil dan biogas. (Hambali et al. 2007)
Bioetanol merupakan etanol yang di buat dari biomassa yang mengandung
komponen pati atau selulosa seperti singkong, nipah, ubi jalar, sagu, jagung, tetes
tebu. Penggunaan bioetanol sebagai pensubstitusi sekarang ini pada umumnya
masih dalambentuk campuran dengan bensin sehingga masih ada ketergantungan
dengan bahan bakar fosil. (Hambali et al. 2007)
Biodiesel adalah bioenergi yang berbahanbakar nabati yang di buat dari
minyak nabati yang baru maupun dari minyak nabati bekas penggorengan melalui

proses trasesterifikasi, esterifikasi maupun proses esterifikasi-transesterifikasi.


Bahan baku biodiesel diantaranya adalah jagung, biji kapas, jerami, kacang
kedelai, wijen, biji matahari, kacang tanah, biji opium, rapeseed. Olive, ricinus,
jojoba, jatropha, kacang brazil, kelapa, sawit (Aun, 2006). Pembuatan biodiesel
dari minyak nabati ini sekarang mewakili biofuel, karena lebih mudah dan
sederhana dibandingkan jika membuat biofuel dari sampah organik.
Kesederhanaan dan kemudahan proses ini dapat ditinjau dari rangkaian alat yang
digunakan, waktu pengerjaannya, dan juga hasil rendemen bahan bakar yang
dihasilkan, serta biaya operasionalnya. Selain memiliki keunggulan, biodiesel
juga masih memiliki kelemahan-kelemahan yang menghambat taraf
penerapannya. Antara lain terjadinya pembekuan biodiesel pada suhu rendah
(terutama di sekitar 10oC atau di bawahnya), nilai energi yang dihasilkan lebih
rendah, dan dapat rusak jika disimpan dalam jangka waktu lama. Apalagi
penggunaan minyak nabati langsung jelas akan menimbulkan masalah permesinan
seperti kekentalan yang tidak sesuai, dan reaksi lain selama pembakaran.
(Hambali et al. 2007)
Pure Plant Oil (PPO) didefinisikan sebagai minyak yang di dapat secara
langsung dari pemerahan atau pengempaan biji sumber minyak, minyak yang
telah dimurnikan ataupun minyak kasar tanpa melibatkan modifikasi secara kimia.
Bahan baku PPO diantaranya CPO (crude palm oil atau minyak sawit mentah),
jarak pagar, singkong, sagu, tebu, sampai buah ’nyamplung’ (kosambi). Pada
aplikasinya PPO tidak dapat digunakan secara langsung di dalam mesin diesel.
Penggunaan secara langsung PPO ke dalam mesin diesel umumnya memerlukan
modifikasi/tambahan peralatan khusus pada mesin. Hal ini dikarenakan tingginya
viskositas yang dimiliki oleh PPO. (Hambali et al. 2007)
Bio briket didefinisikan sebagai bahan bakar yang berwujud padat dan
berasal dari sisa-sisa bahan organik yang telah mengalami proses pemampatan
dengan daya tekan tertentu. Bahan baku Bio briket adalah tempurung kelapa,
tempurung kelapa sawit, arang sekam dan bungkil jarak pagar. Bio briket
merupakan bahan bakar yang potensial dan dapat dihandalkan untuk rumah
tangga yang dapat menggantikan penggunaan kayu bakar yang sangat meningkat
konsumsinya dan berpotensi merusak ekologi hutan. Tetapi di sisi lain Emisi CO
10 

dari bio briket terjadi terutama pada tahap pembakaran volatil (tahap
devolatilisasi). Emisi CO dari bio briket lebih besar dari 50 ppm, melebihi
ambang batas yang diijinkan yang akan menyebabkan pencemaran udara.
(Hambali et al. 2007)
Bio oil adalah bahan bakar cair dari biomassa seperti kayu, kulit kayu,
kertas atau biomassa lainnya,yang diproduksi melalui pyrolisis (pirolisa) atau fast
pyrolisis (pirolisa cepat), berwarna gelap dan memiliki aroma seperti asap.
Senyawa ini bersifat water soluble dan merupakan oxygenated molucle. Bahan
baku Biooil adalah bagas tebu, limbah pertanian jagung, limbah industri pulp dan
kertas, serbuk kayu gergaji dan tandan kosong kelapa sawit. Bio oil dimanfaatkan
sebagai pengganti bahan bakar hidrokarbon pada industry seperti sebagai mesin
pembakaran, boiler, kelebihan yang lain bahwa bio oil sebagai bahan bakar yang
ramah lingkungan, dari kelebihan yang dimiliki bio oil juga memiliki kelemahan,
kelemahan utama dari minyak ini sebagai pengganti bahan bakar fosil adalah sifat
fisik yang masih rendah dan lebih sulit untuk dinyalakan (dibakar) dibandingkan
dengan bahan bakar minyak konvensional. (Hambali et al. 2007)
Bioenergi yang terakhir adalah biogas. Biogas didefinisikan sebagai gas
yang dilepaskan jika bahan-bahan organik seperti kotoran ternak, kotoran
manusia, sisa-sisa panenan seperti jerami, sekam dan daun-daun hasil sortiran
sayur difermentasi atau mengalami proses methanisasi. Bahan baku biogas
diantaranya adalah kotoran hewan dan manusia, sampah organik padat, dan
limbah organik cair. Biogas digunakan sebagai gas alternatif untuk memanaskan
dan menghasilkan energi listrik. Sebagai energi alternatif, biogas bersifat ramah
lingkungan dan dapat mengurangi gas efek rumah kaca. Pemanfaatan biogas
sebagai energi alternatif akan mengurangi penggunaan kayu bakar sebagai bahan
bakar sehingga akan mengurangi usaha penebangan pohon di hutan. Dengan
demikian akan menjaga ekosistem hutan dan peran hutan sebagai penyerap
CO2,gas yang menjadi penyebab efek rumah kaca. (Hambali et al. 2007)
Biogas sebagai energi alternatif memiliki kelebihan dibandingkan minyak
tanah maupun kayu bakar. Biogas dapat menghasilkan api biru yang bersih, tidak
menghasilkan asap sehingga dapat menjaga kebersihan rumah. (Hambali et al.
2007)
11 

2.2. Limbah Pabrik Kelapa Sawit


Industri pengolahan kelapa sawit menghasilkan limbah padat dan limbah
cair. Limbah padat terutama dalam bentuk tandan kosong kelapa sawit, cangkang,
serat yang sebagian besar telah dimanfaatkan sebagai sumber energi yang di bakar
langsung dan ampas dari dari tandan kosong kelapa sawit yang belum
dimanfaatkan (Loebis, 1992) dalam Mahajoeno (2008). Limbah cair pabrik
kelapa sawit merupakan limbah terbesar yang dihasilkan dari proses ekstraksi
minyak kelapa sawit.
Hasan et al. (2004) menyatakan bahwa limbah dengan nilai rerata BOD 25
g/l dan COD 50 g/l mencemari lingkungan, Quah dan Gillies (1984) menyatakan
bahwa produk akhir perombakan anaerob limbah cair pabrik kelapa sawit
terutama gas metan dan CO2 dalam perbandingan 65:35 dikenal dengan Gas
Rumah Kaca, dan perkiraan emisi gas metan sebesar 28 m3 setiap ton limbah
cairnya.
Pabrik minyak kelapa sawit (PMKS) rerata mengolah setiap ton tandan buah
segar kelapa sawit menghasilkan 200 – 250 kg minyak mentah, 230 – 250 kg
tandan kosong kelapa sawit (TKKS), 130 – 150 kg serat/fiber, 60 – 65 kg
cangkang dan 55 – 60 kg kernel dan air limbah 0,7 m3. Industri minyak kelapa
sawit banyak menggunakan proses basah, selain lebih mudah proses ekstraksi
minyak juga diperoleh produk samping limbah cair. Air limbah yang dihasilkan
sterilisasian dan ruang separasi minyak secara keseluruhan berupa campuran
buangan cair yang mengandung bahan organik tinggi sebagai pencemar potensial
bagi lingkungan. Pengelolaan limbah cair umumnya diterapkan secara biologis,
dialirkan ke kolam-kolam sebelum akhirnya memasuki badan perairan umum
(Kittikun et al. 2000, Yuliasari et al. 2001).

2.3. Karakteristik Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit


Limbah utama dari industri pengolahan kelapa sawit adalah limbah
padat dan limbah cair. Limbah padat terdiri dari janjangan, serat-serat dan
cangkang. Limbah padat yang berupa janjangan dibakar dan abu hasil pembakaran
janjangan dapat dimanfaatkan sebagai pupuk tanaman. Serat-serat dan sebagian
kulit juga dibakar dan panas yang dihasilkan dari pembakaran tersebut dapat
12 

digunakan sebagai sumber energi untuk menghasilkan uap yang banyak


diperlukan selama berlangsung. Sisa cangkang dapat digunakan sebagai bahan
baku industri yang aktif maupun industri hard board. Limbah cair industri
pengolahan kelapa sawit yang akan ditinjau lebih lanjut mempunyai potensi untuk
mencemarkan lingkungan karena mengandung parameter bermakna yang cukup
tinggi. Eckenfelder (1980) menyatakan bahwa golongan parameter yang dapat
digunakan sebagai tolok ukur penilaian kualitas air adalah sebagai berikut :
1. BOD (Biochemical Oxygen Demand) yang merupakan kadar senyawa organik
yang dapat dibiodegradasi dalam limbah cair.
2. COD (Chemical Oxygen Demand) yang merupakan ukuran untuk senyawa
organik yang dapat dibiodegradasi atau tidak.
3. TOC (Total Organic Carbon) dan TOD (Total Oxygen Demand) yang
merupakan ukuran untuk kandungan senyawa organik keseluruhan.
4. Padatan tersuspensi dan teruapkan (suspended dan volatile solids).
5. Kandungan padatan keseluruhan.
6. pH alkalinitas dan keasaman.
7. Kandungan nitrogen dan postor.
8. Kandungan logam berat.
Dari hasil penelitian komposisi limbah menunjukkan bahwa 76 persen BOD
berasal dari padatan tersuspensi dan hanya 22.4 persen dari padatan terlarut. Maka
banyak tidaknya padatan yang terdapat terdapat dalam limbah terutama padatan
tersuspensi mempengaruhi tinggi rendahnya BOD. Karakteristik dari limbah
cair industri pengolahan kelapa sawit dipaparkan pada Table 1.
13 

Tabel 1 Karakteristik Limbah Cair Industri Pengolahan Kelapa Sawit


Parameter Satuan Rentang Rata - rata
pH 4,0 – 4,6 4,3
o
Suhu, C 60 – 80 70
Total Solid mg/l 30.000 – 60.000 50.000
Volatile Solid mg/l 15.000 – 40.000 30.000
Suspended Solid mg/l 15.000 – 30.000 20.000
Minyak 4.000 – 11.000 8.000
BOD mg/l 20.000 – 40.000 25.000
COD mg/l 40.000 – 70.000 55.000
Nitrogen mg/l 500 – 900 700
Fosfat mg/l 90 – 140 120
Kalsium mg/l 1.000 – 2.000 1.500
Magnesium mg/l 250 – 300 270
Kalium mg/l 260 – 400 325
Besi mg/l 80 - 200 110
(Sumber : RISPA, 1990 dalam Manurung, 2004)

2.4. Pengolahan Limbah Cair dengan Proses Anaerobik


Manurung (2004) menyatakan bahwa proses pengolahan anaerobik adalah
proses pengolahan senyawa – senyawa organik yang terkandung dalam limbah
menjadi gas metana dan karbon dioksida tanpa memerlukan oksigen.
Penguraian senyawa organik seperti karbohidrat, lemak dan protein yang
terdapat dalam limbah cair dengan proses anaerobik akan menghasilkan biogas
yang mengandung metana (50-70%), CO2 (25-45%) dan sejumlah kecil nitrogen,
hidrogen dan hidrogen sulfida.
Reaksi sederhana penguraian senyawa organik secara aerob :
anaerob
Bahan organik CH4 + CO2 + H2 + N2 + H2O
mikroorganisme

Sebenarnya penguraian bahan organik dengan proses anaerobik mempunyai


reaksi yang begitu kompleks dan mungkin terdiri dari ratusan reaksi yang
masing- masing mempunyai mikroorganisme dan enzim aktif yang berbeda.
Penguraian dengan proses anaerobik secara umum dapat disederhanakan
menjadi 2 tahap:
9 Tahap pembentukan asam
9 Tahap pembentukan gas metana
14 

Langkah pertama dari tahap pembentukan asam adalah hidrolisa senyawa


organik baik yang terlarut maupun yang tersuspensi dari berat molekul besar
(polimer) menjadi senyawa organik sederhana (monomer) yang dilakukan oleh
enzim-enzim ekstraseluler.
Beberapa senyawa organik dan enzim pengurainya dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Senyawa Organik dan Enzim Pengurai


Enzym Substrat Produk
Esterase :
Lipase Gliserida (fat) Gliserol (asam lemak)
Phospatase :
Lecithinase Lecitin Cholin + H3PO4 + fat
Pektin esterase Pektin metal methanol + asam
Ester poligalakturonat
Cerohydrase
Farctosidase Sukrosa Frukosa + Glukosa
Maltase Maltosa Glukosa
Cellobiose Cellobioso Glukosa
Lactase Laktosa Galaktosa + Glukosa
Amilase Strarch Maltosa/Glukosa +
Cellulase maltooligo – saccarida
Cytase Sellulosa Sellobiosa
Poligalakturonase - Gula sederhana
Nitrogen-Carrying Asam Poligalakturonast Asam Galakturonat
Compound
Proteanase Protein Polipeptida
Polipoptidase Protein Asam amino
Deaminase :
Urease Urea CO2 + NH3
Asparaginase Asparagin Asam aspartat + NH3
(Sumber : Bailey, 1987)

Pembentukan asam dari senyawa-senyawa organik sederhana (monomer)


dilakukan oleh bakteri-bakteri penghasil asam yang terdiri dari sub divisi
acids/farming bacteria dan acetogenic bacteria. Asam propionat dan butirat
diuraikan oleh bakteri acetogenic menjadi asam asetat.
Pembentukan metana dilakukan oleh bakteri penghasil metana yang terdiri
dari sub divisi acetocalstic methane bacteria yang menguraikan asam asetat
menjadi metana dan karbon dioksida. Karbondioksida dan hidrogen yang
15 

terbentuk dari reaksi penguraian di atas, disintesa oleh bakteri pembentuk metana
menjadi metana dan air.
Proses pembentukan asam dan gas metana dari suatu senyawa organik
sederhana melibatkan banyak reaksi percabangan. Mosey (1983) yang
menggunakan glukosa sebagai sampel untuk menjelaskan bagaimana peranan
keempat kelompok bekteri tersebut menguraikan senyawa ini menjadi gas metana
dan karbon trioksida sebagai berikut :

1. Acid forming bacteria menguraikan senyawa glukosa menjadi :


a. C6H12O6 + 2H2O 2CH3COOH + 2CO2 + 4H2
(as. asetat)

b. C6H12O6 CH3CH2CH2COOH + 2CO2 + 2H2


(as. butirat)

c. C6H12O6 + 2H2 2CH3CH2COOH + 2H2O


(as. propionat)

2. Acetogenic bacteria menguraikan asam propionat dan asam butirat


menjadi :
d. CH3CH2COOH CH3COOH + CO2 + 3H2
(as. asetat)
e. CH3CH2CH2COOH 2CH3COOH + 2H2
(as. asetat)

3. Acetoclastic methane menguraikan asam asetat menjadi :


f. CH3COOH CH4 + CO2
(metana)

4. Methane bacteria mensintesa hidrogen dan karbondioksida menjadi :


g. 2H2 + CO2 CH4 + 2H2O
(metana)

2.5. Faktor-faktor yang mempengaruhi Proses Anaerobik


Manurung (2004) menyatakan bahwa lingkungan besar pengaruhnya pada
laju pertumbuhan mikroorganisme baik pada proses aerobik maupun anaerobik.
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses anaerobik antara lain: temperatur, pH,
konsentrasi substrat dan zat beracun.
16 

1. Temperatur
Gas dapat dihasilkan jika suhu antara 4oC - 60°C dan suhu dijaga konstan.
Bakteri akan menghasilkan enzim yang lebih banyak pada temperatur optimum.
Semakin tinggi temperatur akanmempercepat reaksi perombakan terhadap bahan
organik, tetapi jumlah bakteri akan semakin berkurang.
Beberapa jenis bakteri dapat bertahan pada rentang temperatur tertentu dapat
dillihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Pengaruh Temperatur terhadap Daya Tahan Hidup Bakteri


Temperatur
Rentang Temperatur
Jenis Bakteri o Optimum
C o
C
a. Phsycrophilic 2 – 30 12 – 18
b. Mesophilic 20 – 45 25 – 40
c. Thermophilic 45 - 75 55 - 65

Proses pembentukan metana bekerja pada rentang temperatur 30-40°C, tapi


dapat juga terjadi pada temperatur rendah 4°C. Laju produksi gas akan naik 100-
400% untuk setiap kenaikan temperatur 12°C pada rentang temperatur 4oC - 65°C.
Mikroorganisme yang berjenis thermophilic lebih sensitif terhadap
perubahan temperatur dari pada jenis mesophilic. Pada temperatur 38°C, jenis
mesophilic dapat bertahan pada perubahan temperatur ± 2,8°C. Untuk jenis
thermophilic pada suhu 49°C, perubahan suhu yang dizinkan ± 0,8°C dan pada
temperatur 52°C perubahan temperatur yang dizinkan ± O,3°C.
2. pH (keasaman)
Bakteri penghasil metana sangat sensitif terhadap perubahan pH. Rentang
pH optimum untuk jenis bakteri penghasil metana antara 6,4 - 7,4. Bakteri yang
tidak menghasilkan metana tidak begitu sensitif terhadap perubahan pH, dan
dapat bekerja pada pH antara 5 hingga 8,5. Karena proses anaerobik terdiri dari
dua tahap yaitu tahap pambentukan asam dan tahap pembentukan metana, maka
pengaturan pH awal proses sangat penting. Tahap pembentukan asam akan
menurunkan pH awal. Jika penurunan ini cukup besar akan dapat menghambat
aktivitas mikroorganisme penghasil metana. Untuk meningkatkan pH dapat
dilakukan dengan penambahan kapur.
17 

3. Konsentrasi Substrat
Sel mikroorganisme mengandung Carbon, Nitrogen, Posfor dan Sulfur
dengan perbandingan 100 : 10 : 1 : 1. Untuk pertumbuhan mikroorganisme, unsur-
unsur di atas harus ada pada sumber makanannya (substart). Konsentrasi substrat
dapat mempengaruhi proses kerja mikroorganisme. Kondisi yang optimum
dicapai jika jumlah mikroorganisme sebanding dengan konsentrasi substrat.
Kandungan air dalam substart dan homogenitas sistem juga mempengaruhi proses
kerja mikroorganisme. Karena kandungan air yang tinggi akan memudahkan
proses penguraian, sedangkan homogenitas sistem membuat kontak antar
mikroorganisme dengan substrat menjadi lebih intim.
4. Zat Beracun
Zat organik maupun anorganik, baik yang terlarut maupun tersuspensi
dapat menjadi penghambat ataupun racun bagi pertumbuhan mikroorganisme jika
terdapat pada konsentrasi yang tinggi, untuk lebih jelasnya dapat di lihat pada
Tabel 4. Untuk logam pada umumnya sifat racun akan semakin bertambah
dengan tingginya valensi dan berat atomnya. Bakteri penghasil metana lebih
sensitif terhadap racun dari pada bakteri penghasil asam.

Tabel 4 Beberapa Senyawa Organik Terlarut yang dapat Menghambat


Pertumbuhan Mikroorganisme
Senyawa Konsentrat (mg/l)
1. Formaldehid 50 – 200
2. Chloroform 0,5
3. Ethyl benzene 200 – 1.000
4. Etylene 5
5. Kerosene 500
6. Detergen 1% dari berat kering
(Sumber: Parkin and Owen, 1986)

Tabel 5 ini akan menunjukkan batas konsentrasi beberapa logam sebagai


penghambat dan sebagai racun bagi pertumbuhan mikroorganisme.
18 

Tabel 5 Beberapa Zat Anorganik yang dapat Menghambat Pertumbuhan


Mikroorganisme
Konsentrasi
Komponen
Sedang (mg/l) Kuat (mg/l)
1. Na+ 3.500 – 5.500 8.00
2. K+ 2.500 – 4.500 12.000
3. Ca+2 2.500 – 4.500 8.000
4. Mg+2 1.000 – 1.500 3.000
5. NH+ 1.000 – 3.000 3.000
6. S2- 200
7. Cu 5 (larut)
50 – 70 (total)
8. Cr (VI) 3,0 (larut)
9. Cr (III) 180 – 420 (total)
10. Ni 2 (larut)
30 (total)
11. Zn 1 (larut)
(Sumber: Parkin and Owen, 1986)

2.6. Proses Fermentasi dengan Perbedaan Substrat


Proses anaerobik digester yang secara bersama-sama dari perbedaan
substrat dengan substrat yang besar, yang keberadaannya memiliki porsi yang
lebih tinggi atau digester yang inovatif atau biasanya dengan istilah Co-digester.
Proses fermentasi dengan perbedaan substrat ini dapat diaplikasikan pada
pertanian, untuk menguraikan perbedaan substrat menjadi pupuk dan sisa hasil
panen untuk menghasilkan biogas. Juga memperlihatkan potensi yang besar
untuk menguraikan beberapa limbah organik padat dan limbah cair. Disisi lain,
digester limbah cair pada sistem pengolahan limbah cair memiliki frekuensi 15 –
30 % lebih longgar. Pencampuran dari lumpur aktif dengan limbah organik tidak
hanya dapat menggunakan semua ruang yang tersedia, tetapi juga menghasilkan
alternatif pendekatan untuk mengolah limbah organik. Beberapa penelitian yang
dapat menunjukkan proses pencampuran substrat ini dapat di lihat pada Table 6.
19 

Tabel 6. Ringkasan dari beberapa Penelitian sebelumnya


Hasil
Organic Loading Hydraulic
Biogas
Jenis Umpan Temperatur Rate Retention Referensi
(l/g/VS
(ORL)(gVS/lhari) Time(hari)
S)
100% lumpur alga
50% lumpur
0,143
alga+50% limbah Yen et al.
35oC 4 10
kertas 2007
0,293
(berdasarkan volatile
solid)
100% limbah lumpur
(campuran lumpur 0,392 35 0,580
Sosnowsk
utama dan lumpur o
56 C i et al.
aktif)
2003
75% limbah lumpur + 1,512 38 0,427
25% limbah padat
100% lumbah lumpur
(campuran lumpur 36oC 1,44 20 0,253
utama dan lumpur 55oC 1,80 15 0,226
Komatsu
aktif)
o et al. 2007
66,6% limbah 36 C 2,14 20 0,311
lumpur+ 33,33% 55oC 2,73 15 0,250
jerami
50% sampah
Heo et al.
makanan+50%lumpu 35oC 2,43 13 0,229
2004
r aktif
Limbah padat kota Elango et
+limbah rumah 26 – 36oC 2,9 25 0,36 al.
tangga. 2007
75% lumpur aktif+ Dinsdale
25% limbah sayur 30oC 5,7 13 0,37 et al.
dan buah 2000

Meningkatkan produksi biogas dengan penambahan limbah organik ke


limbah cair/limbah lumpur aktif menghasilkan keseimbangan rasio C/N dan
mikronutrien. Ketidakseimbangan rasio C/N pada limbah cair/lumpur aktif dapat
menghalangi efisiensi proses anaerobic digester yang akan membentuk ammonia
nitrogen (TAN) volatile fatty acid (VFA), jika diakumulasi terlalu banyak dalam
digester, akan menghambat aktivitas methanogen. Pada umumnya rasio C/N dari
limbah cair antara 6/1 dan 16/1 sementara limbah organik mengandung organik
karbon yang lebih tinggi, dengan rasio C/N sekitar 30/1 atau lebih tinggi. Rasio
optimal C/N untuk anaerobic digester seharusnya antara 20 – 30; oleh karena itu,
kombinasi kedua limbah ini, akan menghasilkan keseimbangan C/N yang lebih
baik, sebagai bahan makan dan akhirnya dapat mendorong peningkatan produksi
biogas (Yen et al.2007, Stroot et al. 2001, Komatsu et al.2007).
20 

Menurut Saeni (1989) dalam Priyono (2002), proses perombakan bahan organik
oleh bakteri dalam proses pembentukan biogas dapat digambarkan dengan reaksi
seperti di bawah ini :
a. Perombakan pada suasana aerob :
bakteri pengguna selulosa
(C6H12O6)n n(C6H12O6)
selulosa glukosa
n(C6H12O6) + 6 n(O2) 6 n(CO2) + 6 (H2O) + n kalori
glukosa oksigen Karbondioksida air
b. Perombakan pada suasana anaerob
(C6H12O6)n n(C6H12O6)
selulosa glukosa
n(C6H12O6) 2 n(CH3CH2OH + 2 n(CO2) + N kalori
glukosa etanol

bakteri metana
2 n(CH3CH2OH + 2 n(CO2) 2 n(CH3COOH) + n(CH4)
asam asetat metana
bakteri metana
2 n(CH3COOH) 2 n(CH4) + 2 n(CO2)
asam asetat metana

2.7. Pengolahan Lumpur


Lumpur adalah campuran zat padat (solid) dengan cairan (air) dengan
kadar solid yang rendah (antara 0,25% sampai 6%). Pada kadar solid yang rendah
ini maka sifat fisik lumpur sama dengan sifat cairannya, yaitu mudah mengalir
dan berat jenis mendekati satu (Tjokrokusumo, 1998). Zat padat yang terdapat
dalam lumpur sebagian mudah terurai secara biologis (biodegradable) yang
disebut volatile solid, sebagian bersifat tetap (fixed solid).
Pengolahan lumpur antara lain adalah dengan anaerobic sludge digestion
yang dilanjutkan dengan sludge drying bed. Dalam proses ini, bagian padatan
yang mudah menguap (volatile) diuraikan dalam keadaan anaerobik menjadi gas
bio (Tjokrokusumo, 1998).
Semakin tinggi suhu semakin singkat waktu digestion yang diperlukan dan
sebaliknya. Ada dua macam proses pengeraman (digestion) berdasarkan suhu
21 

operasional yaitu pertama thermophile antara 49oC dan kedua adalah messophile
antara 20oC sampai 37oC (Tjokrokusumo, 1998).
Sifat lumpur hasil olahan disamping lebih stabil volumenya juga lebih
sedikit dan kadar air dalam lumpur sekitar 90%. Jumlah volatile solid terurai
menjadi gas bio maksimum 70% (Tjokrokusumo, 1998).

2.8. Pengertian Biogas


Menurut Hambali et al (2007), Biogas didefinisikan sebagai gas yang
dilepaskan jika bahan-bahan organik seperti kotoran ternak, kotoran manusia,
sisa-sisa panenan seperti jerami, sekam dan daun-daun hasil sortiran sayur
difermentasi atau mengalami proses methanisasi. Biogas terdiri dari campuran
metana (50-75%), CO2 (25-45%) dan sejumlah kecil H2, N2 dan H2S.
Biogas diproduksi di bawah kondisi dekomposisi anaerob melalui tiga tahap
yakni hidrolisis, pembentukan asam dan pembentukan metana (Veziroglu. 1991).
Waktu tinggal untuk perombakan mesofil berkisar 30-60 hari, sedang
dekomposisi anaerob dapat terjadi pada tiga kisaran suhu psikhrofil (<30oC),
mesofil (30oC-40oC) dan termofil (50oC-60oC) (Warner et al.1989).
Pada aplikasinya, biogas digunakan sebagai gas alternative untuk
memanaskan dan menghasilkan energi listrik. Kemampuan biogas sebagai
sumber energy sangat tergantung dari jumlah gas metana. Setiap satu m3 metana
setara dengan 10 kWh. Nilai ini setara dengan 0,61 fuel oil, sebagai pembangkit
tanaga listrik, energi yang dihasilkan oleh biogas setara dengan 60-100 watt
lampu selama penerangan 6 jam (Hambali et al. 2007).
Biogas memiliki nilai panas 21,48 MJ/m3 (diasumsikan terdiri dari 60%
CH4 ditambah 38% CO2 dan 2% kandungan gas yang lain), yang lebih rendah dari
gas alam (36,14 MJ/m3). Bagaimanapun kandungan gas dari biogas cukup bersih
hampir sama dengan karakteristik gas alam (Wikipedia 2008, Kolumbus 2008,
IEA 2008). Biogas dipertimbangkan sebagai pengganti gas alam untuk panas dan
power generation. Dilihat dari sudut lingkungan, aplikasi biogas sebagai sumber
energy tidak hanya dapat mengurangi krisis energy yang disebabkan oleh
habisnya bahan bakar fosil, tetapi juga sebagai penyumbang gas rumah kaca
22 

dengan memproduksi karbondioksida. Dari segi sosial, pemanfaatan biogas juga


dapat membawa manfaat ekonomi (GTZ 2008, Hamelinck et al,2006)

2.8.1. Prinsip Pembuatan Biogas


Menurut Ginting (2007), prinsip pembuatan biogas adalah adanya bahan
organik secara anaerobik (tertutup dari udara bebas) untuk menghasilkan suatu
gas yang sebagian besar berupa metan (yang memiliki sifat mudah terbakar) dan
karbondiokasida.
Gas yang terbentuk disebut gas rawa atau biogas. Produksi dekomposisi
anaerobik dibantu oleh sejumlah mikroorganisme, terutama bakteri metan. Suhu
yang baik untuk proses fermentasi adalah 30oC-55oC. Pada suhu tersebut
mikroorganisme dapat bekerja secara optimal merombak bahan-bahan organik.
(Ginting, 2007)

2.8.2. Faktor yang Mempengaruhi Produksi Biogas


Menurut Ginting (2007), factor-faktor yang mempengaruhi produksi
biogas diantaranya adalah :
1. Kondisi Anaerob
2. Bahan baku (substrat)
Bahan baku isian antara lain feses, urin, sisa makanan. Bahan isian harus
mengandung bahan kering sekitar 7-9%. Keadaan ini dapat di capai dengan
melakukan pengenceran menggunakan air yang perbandingannya 1:1-2.
3. Imbangan C/N
Imbangan carbon dan Nitrogen dalam bahan baku sangat menentukan
kehidupan mikroorganisme. Imbangan C/N yang optimum adalah 25-30.
Feses dan urin sapi perah mempunyai kandungan C/N 18, karena itu perlu
ditambah dengan limbah pertanian yang mempunyai imbangan C/N yang
tinggi (lebih dari 30).
4. Derajat keasaman (pH)
PH sangat mempengaruhi kehidupan mikroorganisme, pH optimum adalah
6,8-7,8. Pada tahap awal fermentasi akan terbentuk asam sehingga pH turun.
5. Temperatur
23 

Produksi biogas akan menurun secara cepat akibat perubahan temperatur yang
mendadak di dalam reaktor. Upaya praktis untuk menstabilkan temperatur
adalah dengan menempatkan reaktor di dalam tanah
6. Starter diperlukan untuk mempercepat proses perombakan bahan organik
menjadi biogas bisa digunakan lumpur aktif organik atau cairan isi rumen.

2.8.3. Keuntungan Produksi Biogas


Menurut Wellinger (1999), keuntungan Produksi Biogas dari pengolahan
anaerob antara lain :
1. Dapat mengubah limbah organik menjadi pupuk yang bernilai tambah (listrik,
panas dan pupuk)
2. Bisa memanfaatkan energi dalam bahan organik menjadi listrik dan panas
3. Menghasilkan lumpur yang stabil, mineralisasi nutrient, menghilangkan benih
gulma dan pathogen, serta mengurangi bau secara nyata.
4. Membantu mengurangi CO2 dan karenanya mencapai tujuan Protokol Kyoto.
 
24 

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian Laboratorium dilakukan di Laboratorium Pengolahan Limbah
Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, pada bulan Februari - Juni 2009,
untuk sampel limbah cair kelapa sawit diperoleh dari Pabrik kelapa sawit
Kertajaya PTPN VIII Propinsi Banten.

3.2. Bahan dan Alat Penelitian


Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah, lumpur dari limbah
cair industri minyak kelapa sawit dan limbah cair industri minyak kelapa sawit
yang diambil langsung dari PTPN VIII Jawa Barat.
Bahan kimia yang digunakan adalah NaOH, Fe2SO4, Fe(NH4)2(SO4),
K2Cr2O7, H2SO4, HCl indikator feroin, diphenilamin, indicator phenolphthalein,
buffer carbonat, aquades, vaselin.
Alat utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah tangki digester
dengan volume 20 L, selang plastik diameter 0,5 cm, kawat, kerangka besi
berlubang, botol air volume 1,5 L, thermometer, pH meter, DO meter, aerator,
oven atau tanur, timbangan analitik, dan alat-alat yang diperlukan untuk analisis
kadar TSS, COD, BOD dan VFA yaitu buret, desikator, labu takar, pipet,
Erlenmeyer, cawan porselen, dan lain sebagainya.

3.3. Rancangan Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan dengan melakukan percobaan skala
laboratorium berbahan baku limbah cair pabrik minyak kelapa sawit dengan
tujuan untuk membuat biogas dari campuran limbah cair minyak kelapa sawit
dengan dengan lumpur aktif limbah cair pabrik minyak kelapa sawit. Penelitian
ini dilaksanakan dalam dua tahap, yakni fase I dan fase II. Tahapan awal
dilakukan analisa bahan baku yang digunakan dalam penelitian. Masing-masing
tahapan rancangan untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
25 

3.3.1. Analisa Bahan Baku


3.3.1.1. Metode Pengumpulan Data
Tahap ini bertujuan untuk mengetahui sifat awal bahan baku, yakni
karakteristik limbah cair pabrik minyak kelapa sawit. Analisa Bahan baku yang
digunakan berupa limbah cair pabrik minyak kelapa sawit yang diambil dari
PTPN VIII untuk percobaan skala laboratorium.
Limbah cair pabrik kelapa sawit yang masih segar diambil dari buangan
yang pertama, selanjutnya dianalisa karakteristik kimia tertentunya, selanjutnya
limbah siap digunakan sebagai substrat.

3.3.1.2. Variabel Penelitian


Variabel penelitian yang diamati dari proses analisia bahan baku ini
meliputi kandungan pH, temperatur, chemical oxygen demand (COD),
biochemical oxygen demand (BOD), total suspended solid (TSS).

3.3.2.Membuat Campuran Limbah Cair dan Lumpur Aktif


Untuk membuat campuran limbah cair pabrik kelapa sawit dan lumpur
aktif ini melalui dua fase, yaitu :
3.3.2.1. Percobaan Fase I
Tahap ini bertujuan untuk mendapatkan lumpur aktif yang sudah
mengandung mikroorganisme, sehingga dapat mempersingkat proses anaerob.
Hal ini juga dapat mempercepat substrat dalam memproduksi biogas. Proses yang
digunakan adalah proses aerobik lumpur aktif.
Lumpur yang digunakan diperoleh dengan memodifikasi proses lumpur
aktif, yaitu pertama-tama limbah cair pabrik kelapa sawit ditampung dalam blong
plastik 100 liter (digester A) selanjutnya ditambahkan 1 liter lumpur dan diaduk,
kemudian dilakukan aerasi dengan aerator (± 5 jam), hingga kadar DO jenuh, dan
yang terakhir diendapkan selama 2 hari. ( Priyono, 2002)
Penambahan oksigen ini diperlukan untuk pertumbuhan mikroba, lumpur
aktif yang dihasilkan mejadi umpan untuk dikontakkan dengan limbah cair pabrik
minyak kelapa sawit ke dalam digester B.
26 

3.3.2.2. Percobaan Fase II


3.3.2.2.1.Metode Pengumpulan Data
Tahap ini bertujuan untuk mengoptimalkan produksi biogas. Metode yang
digunakan adalah fermentasi anaerob. Lumpur yang dihasilkan dari digester A
dimasukkan ke digester B dan dicampur dengan limbah cair pabrik kelapa sawit,
selanjutnya difermentasi secara Anaerob dengan lama waktu fermentasi 30 hari.

3.3.2.2.2 Variabel Penelitian


Analisa yang dilakukan meliputi analisa, chemical oxygen demand (COD),
biochemical oxygen demand (BOD), total solid (TSS), pH, temperatur, produksi
biogas serta komposisi gas metan.
Gambar 2 merupakan rangkaian biorektor yang digunakan, dengan volume
digester sebanyak 20 liter, pH dan suhu diukur dari dalam digester melalui saluran
pengukur pH dan suhu, biogas yang dihasilkan di dalam digester akan naik dan
melewati selang untuk mengalirkan biogas ke wadah pengumpul gas, selanjutnya
biogas akan menekan permukaan air sehingga permukaan air di dalam wadah
penampung gas akan turun, menurunnya permukaan air ini yang mengindikasikan
volume biogas yang dihasilkan dari proses. Selanjutnya biogas yang dihasilkan
diambil melalui saluran pengambilan gas, untuk di ukur kadar metannya.

Gambar 2 Rangkaian bioreaktor anaerob sistem batch yang digunakan


untuk produksi biogas
27 

Pengamatan
1. Pengukuran kadar COD dan BOD
Pengukuran kadar COD dan BOD dilakukan pada saat awal karakterisasi
limbah cair. Kemudian pengkuran selanjutnya dilakukan pada buangan outlet
atau effluent yang keluar pada saat proses anaerobik berlangsung. Pengukuran
ini dimaksudkan untuk mengetahui penurunan kadar COD dan BOD dalam
substrat yang dilakukan di awal dan akhir proses anaerob.
2. Pengukuran suhu
Pengukuran suhu dilaksanakan setiap hari. Sebelum dilakukan pengamatan,
terlebih dahulu dilakukan pengadukan substrat agar merata, setelah itu
dilakukan pengukuran suhu.
3. Pengukuran pH
Sebelum dilakukan pengukuran pH, terlebih dahulu dilakukan pengadukan,
karena setiap lapisan yang terbentuk pada saat proses anaerobik berlangsung
memiliki pH yang berbeda.
4. Pengukuran volume gas
Pengukuran volume gas atau jumlah gas yang dihasilkan dilakukan dengan
menggunakan gasflowmeter.
5. Analisa gas metan
Analisa komposisi gas metan yang dihasilkan dilakukan dengan menggunakan gas
kromatografi.

3.4. Rancangan Percobaan


Percobaan yang akan dilakukan dalam penelitian ini digunakan Rancangan
Acak Lengkap (RAL) dengan tiga kali ulangan. Variasi perlakuan yang dilakukan
dalam penelitian ini adalah dengan bahan baku campuran limbah cair pabrik
minyak kelapa sawit (LC) dan limbah lumpur aktif (LA) yang ditunjukkan dalam
Table 7.
28 

Tabel 7 Variasi Perlakuan yang dilakukan dalam Penelitian


Perbandingan bahan (%)
Perlakuan
(LC) (LA)
A1 75 25
A2 50 50
A3 25 75
Kontrol 100 -

Setiap perlakuan memiliki perbandingan campuran yang berbeda dari


setiap bahan baku dan dilakukan dengan tiga kali ulangan. Kemudian campuran
dimasukkan ke dalam bioreaktor atau tangki digester berukuran 20 liter. Dalam
penelitian ini, digunakan tangki digester dari jerigen plastik dengan tipe batch
reactor. Kossmann dan Ponitz (tanpa tahun) menyatakan bioreaktor tipe batch
merupakan bioreaktor yang tidak bersifat kontinyu, sehingga hanya dipergunakan
untuk skala laboratorium. Setelah itu dilakukan proses inkubasi anaerob selama
30 hari. Model yang digunakan dalam percobaan ini (Ludwig and Reynold, 1988)
adalah :
Yij = µ + Ti + Eij
Dimana :
Yij = Produksi biogas pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
µ = Nilai tengah umum
Ti = Pengaruh perlakuan ke-i
Eij = Pengaruh galat perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

3.5. Variabel Penelitian


Selama proses fermentasi anaerob berlangsung, maka dilakukan
serangkaian pengamatan yang menjadi variabel dalam bagian ini, yaitu :
1. Selama proses anaerobik berlangsung dilakukan pemantauan atau pengukuran
yang dilakukan setiap harinya terhadap :
a. Suhu dalam digester
b. pH
2. Waktu digestion
3. Pengukuran kadar TSS, VFA, COD dan BOD. Pengukurannya dilakukan
sebanyak 2 (dua) kali sebelum dan sesudah proses.
29 

4. Pengukuran jumlah biogas yang dilakukan setiap hari mulai dari awal
pemasukan bahan baku hingga berakhir masa fermentasi, sehingga dapat
diketahui pada hari keberapa produksi biogas tertinggi terjadi.
5. Analisa terhadap komposisi gas metan yang terdapat dalam biogas yang
dihasilkan.

3.6. Analisis Data


Uji statistik yang digunakan adalah Analisis Ragam (ANOVA) kemudian
dilakukan interpretasi terhadap hasil percobaan yang dilakukan untuk mengetahui
kemampuan sistem tersebut dalam mengolah limbah cair dalam menghasilkan
biogas, kemudian dilanjutkan dengan uji–t berpasangan. Apabila terdapat
perbedaan yang nyata antar perlakuan maka dilakukan Uji Perbandingan
Berganda Duncan

3.7. Metode Analisis Penelitian


Pada saat penelitian, dilakukan analisa untuk mengetahui kandungan
masing-masing parameter tersebut di atas. Dengan mengacu pada metode APHA
(1998), analisa tersebut meliputi :

3.7.1. Pengukuran pH
Sampel limbah cair pabrik minyak kelapa sawit ditentukan nilai pH
dengan menggunakan pH meter.

3.7.2. Pengukuran Suhu


Sampel limbah cair pabrik minyak kelapa sawit di ukur suhu nya dengan
menggunakan thermometer.

3.7.3. Volatile Fatty Acid (VFA)


Bahan-bahan :
Larutan H2SO4 15 %, larutan NaOH 0,1 N dan Indikator PP (0,1 dalam etanol
70%).
30 

Alat-alat yang digunakan :


Alat destilasi yang dilengkapi dengan kondensor, buret, centrifuge dan
Erlenmeyer.
Prosedur kerja :
Sampel diambil sebanyak 5 ml kemudian ditambahkan 1 ml larutan H2SO4 15%
lalu disentrifuse selama 10 menit. Sebanyak 2 ml supernatan dimasukkan ke
dalam tabung destilasi, kemudian dilakukan destilasi, hasil destilasi ditampung di
Erlenmeyer hingga mencapai volume 100 ml. Lalu ditambahkan indikator PP
(phenolphthalein) beberapa tetes, kemudian titrasi dengan menggunakan larutan
NaOH 0,1 N sampai terjadi perubahan warna.
Perhitungan VFA (mg/l) = ml NaOH x Nx 6/2 x 100/5

3.7.4. Chemical Oxygen Demand (COD)


Bahan-bahan :
Amonium ferro sulfat 0,1 N, Amonium Ferro II Sulfat 0,25N, K2Cr2O7 0,25N,
asam sulfat, dan indicator ferroin.
Alat-alat yang digunakan :
Alat destilasi, kondensor dan Erlenmeyer.
Prosedur kerja :
Sampel diambil sebanyak 20 ml dimasukkan ke dalam labu didih 300 ml,
ditambahkan 10 ml K2Cr2O7 0,25 N; 0,4 gr H2SO4; 40 ml asam sulfat yang
mengandung silver sulfat dan batu didih. Selanjutnya dipanaskan dan dididihkan
selama 10 menit dengan menggunakan deflux menggunakan kondensor.
Kemudian didinginkan dan dicuci dengan menggunakan 50 ml air suling.
Dinginkan, kemudian ditambahkan 2 tetes indikator ferroin dan dititrasi dengan
ammonium ferro sulfat 0,25 N sehingga terjadi perubahan warna dari biru
kehijauan menjadi merah kecoklatan. Kemudian dicatat volume yang digunakan.
Indikasikan sebagai B.
Dengan melakukan prosedur yang sama, titrasi dilakukan juga terhadap blanko air
suling sebanyak 20 ml dengan menggunakan 0,25 amonium ferro sulfat.
Indikasikan sebagai A.
Perhitungan :
31 

Dimana: A = ml titrasi blanko


B= ml titrasi sampel
M= molaritas (0,25)
8000 = milliequivalent berat oksigen x 1000 ml/L

3.7.5. Biologycal Oxygen Demand (BOD)


Bahan-bahan :
Buffer fosfat, MgSO4, CaCl2, dan feCl3.
Alat-alat yang digunakan :
Botol BOD dan incubator
Prosedur kerja :
Sampel diambil sebanyak 1 atau 2 liter, apabila sampel terlalu tinggi tingkat
kepadatannya, maka dilakukan pengenceran dengan menggunakan aquades.
Kemudian ditingkatkan kadar air sampel dengan aerasi menggunakan oksigen
baterai selama 5 menit. Setelah itu sampel dipindahkan ke botol BOD gelap dan
terang sampai penuh. Sampel pada botol terang dianalisa kadar oksigen terlarut
nya. Indikasikan sebagai (DO2). Sedangkan botol BOD gelap yang berisi sampel
kemudian didalamnya ditambahkan masing-masing 3 tetes buffer fosfat, Mg2O4,
CaCl2 dan FeCl3 kemudian diinkubasi pada suhu 20oC selama 5 hari. Setelah 5
hari dilakukan pengukuran kadar oksigen terlarutnya. Diindikasikan sebagai
(DO5)
Perhitungan:

3.7.6. Total Suspended Solid (TSS)


Alat-alat yang digunakan :
Desikator yang berisi silika gel; oven, untuk pengoperasian pada suhu 103ºC
sampai dengan 105ºC; timbangan analitik dengan ketelitian 0,1 mg; pengaduk
magnetik; pipet; gelas ukur; cawan aluminium; cawan porselen/cawan Gooch;
penjepit; kaca arloji; dan pompa vacum.
32 

Prosedur kerja :
Penyaringan diakukan dengan peralatan vakum. Saringan dibasahi dengan sedikit
air suling. Aduk contoh uji dengan pengaduk magnetik untuk memperoleh contoh
uji yang lebih homogen. Pipet contoh uji dengan volume tertentu, pada waktu
contoh diaduk dengan pengaduk magnetik Cuci kertas saring atau saringan
dengan 3 x 10 mL air suling, dibiarkan kering sempurna, dan dilanjutkan
penyaringan dengan vakum selama 3 menit agar diperoleh penyaringan sempurna.
Kemudian contoh uji dengan padatan terlarut yang tinggi memerlukan pencucian
tambahan. Kertas saring dipindahkan secara hati-hati dari peralatan penyaring dan
dipindahkan ke wadah timbang aluminium sebagai penyangga. Jika digunakan
cawan Gooch cawan dipindahkan dari rangkaian alatnya. Kemudian dikeringkan
dalam oven setidaknya selama 1 jam pada suhu 103ºC sampai dengan 105ºC,
didinginkan dalam desikator untuk menyeimbangkan suhu dan timbang. Tahapan
pengeringan diulang, pendinginan dalam desikator, dan lakukan penimbangan
sampai diperoleh berat konstan atau sampai perubahan berat lebih kecil dari 4%
terhadap penimbangan sebelumnya atau lebih kecil dari 0,5 mg.
Perhitungan :

Dimana A = berat sampel setelah di timbang + berat cawan (mg)


B = berat cawan tanpa sampel (mg)

3.8. Aspek Sosial terhadap Pemanfaatan Limbah Cair Pabrik Kelapa sawit
sebagai Energi Alternatif (Biogas)
Data Sosial berupa persepsi masyarakat terhadap pemanfaatan limbah cair
pabrik minyak kelapa sawit menjadi energi alternatif (biogas).

3.8.1. Metode Pengumpulan Data


Untuk melakukan kajian sosial terhadap pemanfaatan limbah cair pabrik
minyak kelapa sawit sebagai energi alternatif (biogas) adalah dengan menggali
informasi responden tentang pengolahan limbah cair pabrik minyak kelapa sawit
Kertajaya PTPN VIII, Banten, artinya data yang digunakan adalah data primer
33 

dengan responden 30 orang karyawan dan 30 orang responden masyarakat yang


berada di sekitar pabrik.

3.8.2. Variabel Penelitian


Persepsi dimaksudkan sebagai ungkapan perasaan terhadap suatu obyek
termasuk pengolahan limbah cair pabrik minyak kelapa sawit. Informasi yang
digali menyangkut : (1) Pemanfaatan Limbah Cair, yaitu seberapa besar
responden mengetahui adanya pemanfaatan kembali limbah cair pabrik minyak
kelapa sawit dan dimanfaatkan sebagai apa oleh PTPN VIII, (2) Biogas, yaitu
seberapa banyak responden yang telah mengetahui istilah Biogas, (3) Manfaat
Biogas, yaitu pengetahuan responden mengenai kegunaan dari biogas, baik untuk
pabrik maupun masyarakat yang berada di sekitar pabrik, (4) Jika diaplikasi,
yaitu pendapat responden apabila biogas nantinya diaplikasikan di lingkungan
pabrik sehingga dapat dirasakan oleh kawasan pabrik itu sendiri maupun
masyarakat yang berada di sekitar kawasan pabrik Kertajaya PTPN VIII

3.8.3. Analisis Data


Data tersebut dianalisis secara deskriptif kualitatif dan kuantitatif dengan
membuat tabel distribusi frekuensi mengenai persepsi tersebut.
34 

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam penelitian skala laboratorium disajikan beberapa hasil diantaranya,


karakteristik Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit Kertajaya PTPN VIII Banten, total
produksi biogas dari masing-masing perlakuan dan persentase efisiensi
pengurangan bahan pencemar limbah cair pabrik minyak kelapa sawit sistem
batch skala laboratorium.

4.1. Karakteristik Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit


Hasil analisis karakteristik kimia limbah cair pabrik minyak kelapa sawit
PTPN VIII seperti yang dipaparkan pada Table 8 menunjukkan bahwa limbah
bersifat koloid, kental, coklat, atau keabu-abuan dan mempunyai rata-rata
kandungan COD 32.000-49.500 mg/l; BOD 16.954-26.225 mg/l, TSS 26.570-
32.315 mg/l. Keseluruhan parameter di atas ambang baku mutu nilai peruntukan
yang telah ditetapkan oleh MenKLH (1995), sehingga limbah cair pabrik minyak
kelapa sawit berpotensi sebagai pencemar lingkungan. Apabila tidak ada upaya
untuk mencegah atau mengelola secara lebih efektif, akan menimbulkan dampak
negatif yang terhadap lingkungan, misalkan akan menimbulkan bau, pencemaran
air dan perairan umum di sekitar pabrik dangas rumah kaca yang akan berdampak
terhadap pemanasan global (Achmad et al. 2003).

Tabel 8 Karakteristik Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit Kertajaya PTPN


VIII BANTEN dari kolam I Effluen

Parameter Satuan Nilai Kisaran Rata-rata Baku mutu


PH 4,5 - 4,5 4,4 6-9
Temperatur (oC) 50 – 65 57 -
BOD mg/l 16.954 – 26.225 20.816,67 110
COD mg/l 32.000 – 49.500 39.291,67 250
TSS mg/l 26.570 – 45.350 32.315 400

Hasil pengukuran penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa COD


limbah cair pabrik minyak kelapa sawit sebesar 50.000 mg/l dan 25.000 mg/l
untuk BOD (Yeoh 2004, Norliza et al. 2004). Hasil pengukuran lain diperoleh
35 

COD sebesar 49.010-63.600 mg/l dan 23.400-29.280 mg/l untuk BOD


(Mahajoeno. 2008), serta Sim (2005) nilai COD 64.600 dan BOD yang dihasilkan
29.700. Hasil penelitian yang diperoleh relatif lebih rendah bila dibandingkan
hasil penelitian sebelumnya, akan tetapi nilainya masih jauh di atas baku mutu,
sehingga limbah cair pabrik minyak kelapa sawit ini berpotensi menjadi bahan
pencemar lingkungan.
Produksi minyak kelapa sawit, menghasilkan hasil samping berupa limbah
dalam jumlah yang besar yang dikenal dengan limbah cair pabrik minyak kelapa
sawit. Pada umumnya, 1 ton minyak sawit yang yang dihasilkan memerlukan 5.0-
7.5 ton air; lebih dari 50% nya sebagai limbah cair pabrik minyak kelapa sawit.
Lebih dari itu, pabrik minyak kelapa sawit ini memiliki kandungan bahan organik
yang tinggi (COD 50.000 g/l, BOD 25.000) dan berisi sejumlah unsur hara (Borja
et al., 1996; Singh et al., 1999; Ahmad et al., 2005; dalam Ronnachai et
al.(2006)). Jika diabaikan, POME yang tidak diolah dapat menyebabkan
pencemaran lingkungan yang harus dipertimbangkan.
Dengan meningkatnya kebutuhan akan energi dan penghematan biaya
untuk perlindungan lingkungan, bioteknologi anaerob digestion sudah menjadi
fokus perhatian di seluruh dunia (Singh et al. (1999) dalam Ronnachai et
al.(2006)). Selebihnya menawarkan suatu dampak lingkungan yang positif karena
itu kombinasi stabilisasi limbah dengan produksi bersih bahan bakar dan diikuti
pemakaian limbah cair sebagai pupuk. Limbah cair pabrik minyak kelapa sawit
terdiri dari berbagai komponen terlarut. Kandungan nutrisi limbah cair pabrik
minyak kelapa sawit terlalu rendah karena proses perlakuan aerob, tetapi cukup
seimbang apabila diproses dengan pengolahan anaerobik (Dagu et al. (1996)
dalam Ronnachai et al.(2006)).

4.2. Perlakuan Aerob pada Pembuatan Lumpur Aktif


Sebelum substrat dimasukkan ke dalam digester untuk dilakukan proses
utama, bahan ini terlebih dahulu dilakukan perlakuan pendahuluan yaitu
pendegradasian bahan dengan perlakuan aerob. Tujuan utama dari perlakuan ini
adalah agar terbentuk lumpur aktif dengan cepat dari limbah cair, sebagai
inokulum. Hal ini juga dapat mempercepat substrat dalam memproduksi biogas.
36 

Proses terjadinya pendegradasian bahan pada tahap aerobik dapat di lihat


dari parameter-parameter seperti Total Suspended Solid (TSS), Volatile Vatty Acid
(VFA), Chemical Oxygen Demand (COD), Biological Oxygen Demand (BOD)
dan derajat keasaman (pH).

4.3. Pencampuran Limbah Cair dan Lumpur Aktif selanjutnya diproses


secara Anaerob
Menurut Gijzen (1987) dalam Priyono (2002), dekomposisi anaerob pada
biopolymer organik kompleks menjadi gas metana dilakukan oleh aksi kombinasi
berbagai jenis mikroba. Reaksi dekomposisi ini memiliki jalur metabolik yang
cukup kompleks, terutama pada tahap asedogenesis. Secara umum
pendekomposisian bahan secara anaerobik ini meliputi beberapa tahapan, yaitu
tahapan hidrolisis, asedogenesis, asetogenesis dan metanogenesis.
Substrat yang digunakan pada tahap anaerob adalah substrat yang sudah
melalui pra perlakukan, sehingga substrat tersebut sudah mengandung sejumlah
asam yang dapat langsung digunakan oleh bakteri. Substrat tersebut sudah
mengalami proses hidrolisis dan asedogenesis sehingga pada perlakuan utama
(anaerob) langsung masuk ke tahapan asetogenesis atau bahkan langsung masuk
ke tahapan metanogenesis.
Pada tahapan fermentasi anaerob ini dilakukan penambahan lumpur aktif
yang digunakan sebagai sumber inokulum bagi bakteri metanogen yang akan
merombak asam asetat, CO2 dan H2 menjadi gas metan. Dalam hal ini, pada
proses anaerob di beri variasi perlakuan perbandingan lumpur aktif dan limbah
cair yaitu 25:75, 50:50, 75:25 dan kontrol tanpa perlakuan lumpur aktif.

4.3.1. Volume Biogas


Berdasarkan hasil penelitian perbandingan limbah cair dengan lumpur
aktif 75:25 pada perlakuan A1 menghasilkan biogas sebanyak 16,1L selama 30
hari masa fermentasi dengan rata-rata produksi 1,1 L/hari dan kandungan gas
metan yang tertinggi sebesar 17,82%, pada suhu berkisar antara 26oC – 29,33oC,
seperti yang terlihat pada Gambar 3.
37 

Gambar 3 Produksi biogas perlakuan A1 dengan 75% limbah cair dan


25% lumpur aktif

Gambar 3 menunjukkan pada hari pertama fermentasi suhu berada pada


28,33oC dengan pH sebesar 4,67, kemudian pH naik menjadi 5 pada hari ke-3
diiringi dengan kenaikan suhu 29,33oC menghasilkan produksi biogas puncak
mencapai 2,7 l/hari . PH netral terjadi pada hari ke-11 pada suhu 26,83oC dengan
produksi gas sebesar 1,43 l/hari.
Selanjutnya perlakuan A2 dengan perbandingan limbah cair dan lumpur
aktif 50:50 menghasilkan produksi biogas yang tidak berbeda secara signifikan
dengan perlakuan A1 dengan total produksi biogas mencapai 17,5 l/hari dengan
rata-rata produksi 0,97 l/hari, dan kandungan metan sebesar 10,68% dapat dilihat
pada Gambar 4.

Gambar 4 Produksi biogas perlakuan A2 dengan 50% lumpur


aktif dan 50% limbah cair

Pada perlakuan A2 memperlihatkan kondisi pH awal 4,67 dengan suhu


o
29,33 C dengan produksi biogas sebesar 1,95 l/hari kemudian mengalami
38 

kenaikan pH pada hari ke-3 sebesar 5,33 dengan suhu mencapai 29,67oC diiringi
dengan peningkatan volume biogas sebesar 3 l/hari dan merupakan puncak
produksi biogas. PH 7 terjadi pada hari ke-10 dengan suhu 28,67oC dan produksi
biogas mencapai 0,88 l/hari. PH kemudian menurun pada hari ke-14 menjadi 6,
dengan suhu 26,67oC, dan diikuti oleh penurunan biogas sebesar 0,12 l/hari.
Selanjutnya perlakuan A3 dengan perbandingan limbah cair dan lumpur
aktif yaitu 25:75 mampu menghasilkan produksi biogas tertinggi dengan jumlah
produksi selama 30 hari masa fermentasi sebanyak 20,84 L dengan rata-rata
produksi 0,99 l/hari dan konsentrasi metan sebesar 8,51 % pada suhu antara 26 –
29,5oC, seperti pada gambar 5. Suhu dan pH juga memiliki peranan penting dalam
proses produksi biogas. Pada hari pertama fermentasi sudah menghasilkan biogas
sebanyak 4 l/hari dan merupakan produksi puncak, pH berada pada 4,33 dengan
suhu 29,33 oC, kemudian pH naik pada hari ke-2 menjadi 5,33 dengan suhu yang
menurun menjadi 29,00oC, dengan produksi biogas sebanyak 3 l/hari. Hingga
hari ke-11 pH meningkat menjadi 7, dengan suhu 26oC dan produksi biogas yang
dihasilkan sebanyak 0,87 l/hari.

Gambar 5 Produksi biogas perlakuan A3 dengan 25% limbah cair dan


75% lumpur aktif

Pada kontrol dengan perlakuan 100% limbah cair menghasilkan produksi


biogas sebanyak 13,7 l/hari selama 30 hari masa fermentasi dengan rata-rata
produksi 0,5 l/hari dan kandungan metan yang dihasilkan sebesar 16,81%, untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 6. Pada hari pertama fermentasi pH 5
dengan suhu didalam digester mencapai 28,33oC sementara volume gas yang
dihasilkan sebesar 1,7 l/hari dan merupakan produksi puncak, pada hari ke-2 pH
39 

turun mencapai 4,67 dengan suhu sama dengan hari pertama dan volume gas yang
dihasilkan menurun menjadi 1,37 l/hari. Pada hari ke-4 suhu meningkat menjadi
29,67oC dengan pH seperti hari ke-2, peningkatan suhu ini diiringi dengan
peningkatan volume biogas mencapai 1,63 l/hari. PH meningkat menjadi 7 terjadi
pada hari ke-11 dengan suhu digester 26,67oC sementara volume biogas yang
dihasilkan mencapai 0,58 l/hari, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6 Produksi biogas perlakuan Kontrol dengan


100% limbah cair

Dari keempat perlakuan ternyata yang menghasilkan biogas tertinggi


terjadi pada perlakuan A3 dengan perbandingan 75% lumpur aktif dan 25%
limbah cair. Hal ini terjadi karena pada perlakuan A3 terdapat banyak
mikroorganisme yang bersumber dari 75% lumpur aktif yang dapat merombak
bahan organik yang terdapat di dalam limbah cair, untuk lebih jelasnya produksi
harian biogas yang dihasilkan oleh setiap perlakuan dapat di lihat pada Gambar 7
dan pada Table Lampiran I, dan akumulasi dari semua perlakuan dapat dilihat
pada Gambar 8 dan Tabel 9.
40 

Gambar 7 Produksi biogas harian

Tabel 9 Total produksi biogas pada masing-masing perlakuan


Total Produksi Biogas (l/hari)
Volume Campuran Waktu
Perlakuan Rata-
Bahan (Liter) (hari) I II III
rata
Kontrol 20 30 11450 15780 11600 13768
A1 20 30 18950 17650 10700 16075
A2 20 30 18500 20250 13250 17467
A3 20 30 21600  19100 20700 20842

Gambar 8 Akumulasi produksi biogas

Hasil percobaan sistem batch skala laboratorium volume 20 L,


menghasilkan biogas yang tertinggi sebesar 20,84%, maka per liter limbah cair
dapat menghasilkan 1,042 biogas. Untuk 1 ton TBS menghasilkan limbah cair
sebanyak 700 l, dengan kapasitas pabrik 30 TBS ton/hari akan menghasilkan
biogas sebanyak 525,17 m3/hari biogas. Volume biogas yang dihasilkan pada
41 

penelitian ini lebih sedikit dari penelitian oleh Mahajoeno (2008), dengan biogas
yang dihasilkan sebesar 10.000 m3/hari, hal ini dikarenakan pada penelitian ini
menggunakan lumpur aktif yang dibuat sendiri yang buat dengan waktu yang
relative singkat sehingga mikroorganisme yang diharapkan bisa merombak bahan
organik tidak tumbuh dengan maksimal, sementara penelitian oleh Mahajoeno
(2008) menggunakan lumpur aktif yang ada di dasar kolam sehingga
mikroorganisme yang terdapat di dalam lumpur sudah beradaptasi dengan kondisi
lingkungan.
Selain itu dari semua perlakuan diperoleh gambaran bahwa biogas yang
terbentuk berada pada kondisi pH antara 4 – 7.33, Rentang pH optimum untuk
jenis bakteri penghasil metana antara 6.4 – 7.4. Bakteri yang tidak menghasilkan
metana tidak begitu sensitif terhadap perubahan pH, dan dapat bekerja pada pH
antara 5 hingga 8.5 sebagaimana yang dinyatakan oleh Renita (2004), karena pH
yang terjadi di dalam reaktor cukup rendah, sehingga apabila pH rendah didalam
reaktor maka proses methanogenesis kemungkinan besar tidak berlangsung lama,
hanya proses asidogenesis yang terjadi, ini dikarenakan beban organik dari bahan
baku limbah cair pabrik minyak kelapa sawit yang cukup tinggi.
Dari hasil pengamatan suhu yang terjadi pada semua perlakuan berkisar
antara 26oC hingga 29,67oC, sehingga bisa dikatakan bahwa bakteri berkembang
pada suhu mesofilik yaitu suhu yang berkisar antara 20 – 45oC. Menurut Renita
(2004) Proses pembentukan metana bekerja pada rentang temperatur 30-40°C,
sehingga dari kesemua perlakuan di atas suhu ambient tidak optimal di dalam
proses metanogenesia dalam pembentukan biogas. Perombakan senyawa
kompleks menjadi senyawa lebih sederhana memudahkan bakteri matanogenik
membentuk biogas (Metcalf dan Eddy 2003, NAS 1981, Bitton 1999 dan
Wellinger 1999).
Produksi gas metan dalam penelitian ini berkisar antara 0,0049 hingga
0,01 L/g COD yang disisihkan. Kandungan gas metan ini lebih tinggi dari
penelitian yang dilakukan oleh Mindriany (2003) dengan kandungan metan yang
berkisar antara 0,0017 hingga 0,0023 L/g COD. Secara stokiometri jumlah gas
yang dihasilkan setiap penyisihan 1 gram COD seharusnya adalah 0,34 L ( Leslie
42 

G and H.C. Lim, 1991). Jumlah gas metan yang dihasilkan dalam pengolahan ini
masih dibawah jumlah yang seharusnya diproduksi.
Setelah dilakuan uji statistik untuk produksi biogas dengan selang
kepercayaan 95% menggunakan RAL faktorial, diperoleh bahwa perlakuan
dengan komposisi limbah cair dan lumpur aktif yang berbeda tidak memberikan
pengaruh yang nyata terhadap produksi biogas yang dihasilkan, dengan nilai P
sebesar 0,0684. Sedangkan untuk uji statistik untuk suhu menunjukkan bahwa
suhu memberikan pengaruh yang berbeda nyata dengan nilai P 0,0443, sementara
pada hasil uji statistik yang dilakukan terhadap pH menunjukkan bahwa pH
memiliki pengaruh yang berbeda nyata terhadap volume biogas, ini ditandai
dengan nilai P sebesar 0,0276.

4.3.2. VFA
VFA (Volatile Fatty Acid) juga merupakan parameter untuk membuktikan
terjadinya perombakan selama proses pembentukan biogas. Analisis ini dilakukan
pada awal dan akhir fermentasi agar dapat mengetahui nilai kenaikan atau
perurunan yang terjadi selama proses. Nilai VFA cenderung mengalami kenaikan
karena pada proses anaerobik masih terjadinya tahap asetogenesis, yaitu
terjadinya proses perombakan senyawa organik menjadi asam lemak menguap
selama proses.
Selama fermentasi anaerobik terjadi pembentukan asam lemak menguap
(VFA), asam asetat, etanol, dan senyawa lainnya dari monomer hasil fermentasi
polimer organik. Nilai VFA pada setiap perlakuan baik awal dan akhir proses
anaerobic disajikan pada Gambar 9.
43 

Gambar 9 Peningkatan VFA dalam produksi biogas

Keterangan :
Kontrol = Limbah cair tanpa penambahan lumpur aktif (100% LC)
A1 = Limbah cair dan lumpur aktif (75% : 25%)
A2 = Limbah cair dan lumpur aktif (50% : 50%)
A3 = Limbah cair dan lumpur aktif (25% : 75%)

Proses aerobik merupakan proses hidrolisis dimana zat organik yang


digunakan dalam bentuk padat. Renita (2004) menyatakan bahwa untuk dapat
digunakan oleh bakteri, senyawa tersebut harus dipecah oleh enzim eksternal yang
dihasilkan oleh bakteri tersebut dan dilarutkan dalam air yang terdapat
disekelilingnya. Tahap ini sulit diamati dan dikenal sebagai tahap pembentukan
asam karena sejumlah molekul akan diserap tanpa pemecahan lebih lanjut dan
dapat didegradasi secara internal.
Pada tahap ini, proses hidrolisis dan asedogenesis telah terjadi dan
menghasilkan sejumlah asam, sehingga VFA akan mengalami kenaikan setiap
harinya. Asam-asam ini antara lain asam laktat, asam asetat, asam propionate,
asam butirat.
Asetat yang terbentuk didegradasi lebih lanjut untuk melepas energi yang
lebih besar dan menghasilkan karbondioksida. Asam-asam yang dihasilkan dari
proses perombakan akan dimanfaatkan oleh bakteri anaerobik untuk memproduksi
biogas. Selain menghasilkan sejumlah asam, dalam proses fermentasi ini juga
44 

akan menghasilkan energi yang akan digunakan pula oleh bakteri anaerobik untuk
memproduksi biogas.
Keuntungan dari proses anaerobik ini yaitu bahwa substrat yang akan
digunakan pada proses anaerobik telah mengandung asam asetat dan energi
sehingga bakteri tidak memerlukan waktu lama lagi merombak substrat untuk
memproduksi biogas.
Nilai VFA ditentukan sebagai parameter untuk mengetahui sejauh
mana tahapan asidogenesis dan asetogenesis terjadi. Asam organik yang
mungkin terbentuk selama reaksi asidogenesis adalah asam asetat, propionat,
butirat, valerat bahkan isovalerat dan isobutirat, sedangkan pada tahap
asetogenesis produk utama yang dihasilkan adalah asam lemak volatil.
Tabel 10 Peningkatan VFA
Awal Akhir Selisih
Perlakuan %
(mg/l) (mg/l) (mg/l)
A1 30000 160000 130000 81.25
A2 31539 100000 68461 68.46
A3 33741 120000 86259 71.88
Kontrol 20000 100000 80000 80.00

Dari data yang diperoleh diketahui bahwa kenaikan VFA terbesar terdapat
pada perlakuan A1 yaitu dengan perbandingan limbah cair dan lumpur aktif 75:25
dengan peningkatan VFA sebesar 81,25%, dan kenaikanVFA terkecil terdapat
pada perlakuan A2 yaitu dengan perbandingan limbah cair dan lumpur aktif
50:50, peningkatan VFA sebesar 68,46%. Hal ini berarti bahwa pada perlakuan
A1 dengan perbandingan limbah cair dan lumpur aktif 75:25 telah terjadi
perombakan yang lebih besar bila dibandingkan dengan variasi perlakuan yang
lainnya. Konversi bahan organik menjadi bentuk yang lebih sederhana dapat di
lihat pada pembentukan VFA, untuk lebih jelas peningkatan VFA dapat di lihat
pada Tabel10.
Hasil pengamatan menunjukkan adanya peningkatan yang menunjukkan
berlangsungnya proses asetogenesis yang menghasilkan asam-asam lemak. Masih
adanya nilai VFA pada effluent yang diperoleh ini menunjukkan bahwa didalam
reaktor memiliki keterbatasan dalam menjalankan proses methanogenesis,
sehingga VFA sebagian besar tidak merubah produk metabolisme proses
45 

asidogenesis menjadi gas metan, seperti yang diungkapkan oleh Mindriany et al.
(2003), kondisi ini mengakibatkan kondisi di dalam digester menjadi asam dan
akan menghambat aktivitas methanogen.
Menurut Mindriany et al. (2003) bahwa produksi gas metan memiliki
kaitan dengan proses pembentukan asam volatile. Makin banyak asam volatile
yang terbentuk, diperlukan waktu tinggal sel bakteri metan yang lebih lama untuk
mengkonsumsi seluruh asam tersebut.

4.3.3. COD
Selama proses fermentasi, substrat akan mengalami penurunan jumlah
bahan organik yang dikandungnya, sehingga nilai COD juga akan mengalami
penurunan. Besarnya nilai penurunan COD tergantung pada banyaknya bahan
organik yang terdekomposisi menjadi biogas. Hasil ini menunjukkan bahwa
semakin besar penurunan nilai COD maka dapat menjadi indikator besarnya
volume biogas yang dihasilkan. Besarnya penurunan nilai COD pada setiap
perlakuan dapat terlihat pada Gambar 10.

Gambar 10 Penurunan COD dalam produksi biogas


Keterangan :
Kontrol = Limbah cair tanpa penambahan lumpur aktif (100% LC)
A1 = Limbah cair dan lumpur aktif (75% : 25%)
A2 = Limbah cair dan lumpur aktif (50% : 50%)
A3 = Limbah cair dan lumpur aktif (25% : 75%)
46 

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penurunan COD dari semua perlakuan


hampir sama, dan yang terjadi penurunan COD paling besar adalah pada kontrol
dan A1 yaitu sebesar 86,52% menghasilkan total volume biogas sebesar 13,77
l/hari dan 16,08 l/hari, dan kandungan gas metan sebesar 16,81% dan 17,82%,
dengan kata lain pada kontrol terjadi penurunan COD sebesar 17,43 l/kg COD,
dan pada A1 sebesar 20,35 l/kg COD, penurunan COD ini lebih rendah bila
dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Alwi et al (2009) dengan
penurunan COD lebih dari 95%, yang diikuti dengan perlakuan A2 dengan
penurunan kadar COD sebesar 86,09% atau setara dengan 22,35 l/kg COD,
dengan total volume biogas yang dihasilkan sebesar 17,47 L dan kandungan gas
metan sebesar 10,68%, sedangkan penurunan terkecil terjadi pada perlakuan A3
yaitu sebesar 84,83%, atau setara dengan 28,16 l/kg COD, dengan total volume
biogas yang dihasilkan sebesar 20,84 L dan kandungan gas metan sebesar 8,51%,
nilai penurunan COD ini lebih tinggi dari penelitian sebelumnya (Hong et al,
2009) dengan penurunan COD sebesar 12,5%, untuk lebih jelasnya penurunan
COD ini dapat di lihat pada Tabel 11.

Tabel 11 Penurunan COD


Awal Akhir Selisih
Perlakuan %
(mg/l) mg/l) (mg/l)
A1 45399 6120 39279 86.52
A2 43987 6657 37867 86.09
A3 43874 6126 37217 84.83
Kontrol 45456 5344 39330 86.52

COD (Chemical Oxygen Demand) adalah banyaknya oksigen dalam ppm


atau milligram per liter yang dibutuhkan dalam kondisi khusus untuk
mengoksidasi bahan organik dalam air. Selama proses pendegradasian, substrat
akan mengalami penurunan jumlah bahan organik dalam air. Selama proses
pendegradasian, substrat akan mengalami penurunan jumlah bahan organik yang
dikandungnya. Hal ini terjadi karena bakteri memanfaatkan oksigen dalam
merombak substrat. Besarnya nilai penurunan COD tergantung pada besarnya
bahan organik yang telah didekomposisi.
47 

Disamping mikroba, oksigen merupakan faktor penting dalam


pengomposan aerobik. Di bawah ini merupakan reaksi keseluruhan dari proses
dekomposisi bahan organik pada kondisi aerob :

aktivitas

bahan organik + O2 CO2 + H2O + unsur hara + humus + Energi


mikrobial

Menurut Gaur (1981), dalam kondisi aerob, mikroba memanfaatkan


oksigen bebas untuk mendekomposisikan bahan organik dan mengasimilasi
sebagian unsur karbon, nitrogen, fosfor, belerang serta unsur lain yang diperlukan
untuk mensintesis protoplasma sel mikroba tersebut.
Sehubungan bakteri memanfaatkan oksigen dalam proses penguraian
senyawa-senyawa organik, maka nilai COD akan mengalami penurunan setiap
harinya. Terjadinya penurunan nilai COD dikarenakan adanya laju pembentukan
asam lemak menguap (VFA), asam laktat, etanol dan senyawa sederhana lainnya
dari monomer hasil dekomposisi polimer organik dan laju konsumsi asam-asam
serta senyawa tersebut yang bervariasi. Dalam tahap hidrolisis terjadi
perombakan bahan organik yang mudah terdekomposisi seperti karbohidrat,
lemak dan protein yang dilanjutkan dengan perombakan bahan organik sederhana
hasil dekomposisi bahan-bahan di atas seperti gula, asam lemak dan asam amino
yang terdapat pada substrat.

4.3.4. BOD
Pengaruh perlakuan yang diterapkan pada penelitian ini terhadap efisiensi
pengurangan bahan organik dengan parameter BOD dapat di lihat pada Gambar
11.
48 

Gambar 11 Penurunan BOD dalam produksi biogas

Keterangan :
Kontrol = Limbah cair tanpa penambahan lumpur aktif (100% LC)
A1 = Limbah cair dan lumpur aktif (75% : 25%)
A2 = Limbah cair dan lumpur aktif (50% : 50%)
A3 = Limbah cair dan lumpur aktif (25% : 75%)

Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa penurunan BOD dari semua


perlakuan hampir sama, dan yang terjadi penurunan BOD paling besar adalah
pada kontrol yaitu sebesar 80,56%, sedangkan penurunan terkecil terjadi pada
perlakuan A2 yaitu sebesar 48,82%. BOD merupakan salah satu parameter
terjadinya pendegradasian selama proses aerob. Mikroorganisme mengurangi
BOD dan mengkonsumsi oksigen untuk pertumbuhan mikroorganisme itu sendiri,
yang selanjutnya menghasilkan lebih banyak biomassa. Biomassa yang baru ini
selanjutnya disebut lumpur aktif yang digunakan sebagai inokulum, untuk proses
anaerob. Untuk kontrol dengan penurunan BOD yang tertinggi yaitu sebesar
80,56 hasil ini lebih tinggi dari penelitian Norli et al (2006) dengan penurunan
BOD sebesar 68,12%, untuk lebih jelasnya penurunan BOD dapat di lihat pada
Tabel 12.
49 

Tabel 12 Penurunan BOD


Awal Akhir
Perlakuan Selisih(mg/l) %
(mg/l) ((mg/l)
A1 25694 12434 13260 51.61
A2 24953 12772 12181 48.82
A3 24836 7028 17808 71.70
Kontrol 25834 5023 20811 80.56

Dari hasil analisis diatas diindikasikan bahwa mikroorganisme dapat


bekerja secara optimum dengan perbandingan limbah cair tanpa penambahan
lumpur aktif, hal ini dikarenakan terbentuknya biomassa yang ada di dalam
lumpur aktif belum optimal, sehingga tidak bisa bekerja secara maksimal untuk
mendegradasi bahan organik yang terdapat di dalam limbah cair.

4.3.5. TSS
Total Suspended Solid adalah jumlah berat dalam mg/liter lumpur yang
ada dalam limbah (Sugiharto, 1987). Penentuan zat padat tersuspensi (TSS)
berguna untuk mengetahui kekuatan pencemaran air limbah domestik, dan
juga berguna untuk penentuan efisiensi unit pengolahan air (BAPPEDA, 1997).
Total Suspended Solid merupakan salah satu faktor yang dapat menunjukkan telah
terjadinya proses pendegradasian karena padatan ini akan di rombak pada saat
terjadinya pendekomposisian bahan.

Gambar 12 Penurunan TSS dalam produksi biogas


50 

Keterangan :
Kontrol = Limbah cair tanpa penambahan lumpur aktif (100% LC)
A1 = Limbah cair dan lumpur aktif (75% : 25%)
A2 = Limbah cair dan lumpur aktif (50% : 50%)
A3 = Limbah cair dan lumpur aktif (25% : 75%)

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa nilai TSS (Gambar 12)


cenderung menurun. Penurunan TSS terbesar terjadi pada perlakuan A3 dengan
perbandingan limbah cair dan lumpur aktif sebanyak 25:75 yakni dengan
terjadinya penurunan sebesar 67.42%, sedangkan penurunan kecil terjadi pada
perlakuan A1 dengan perbandingan limbah cair dan lumpur aktif sebanyak 75:25
penurunan yang terjadi sebesar 41.70%, untuk lebih jelasnya penurunan TSS
dapat di lihat pada table 13.

Tabel 13 Penurunan TSS


Awal Akhir Selisih
Perlakuan %
(mg/l) (mg/l) (mg/l)
A1 34625 20188 14437 41.70
A2 34947 20252 14695 42.05
A3 35841 11676 24165 67.42
Kontrol 32315 13190 19125 59.18

Hal ini terjadi karena bahan-bahan organik mengalami degradasi pada


saat reaksi hidrolisis yang akan berubah menjadi senyawa yang larut dalam
air. Pada saat reaksi hidrolisis masih berlangsung, zat terlarut tersebut
digunakan untuk reaksi selanjutnya yaitu asidogenesis, sehingga total padatan
terlarut turun kembali. Selama proses hidrolisis, padatan tersuspensi berkurang
karena telah berubah menjadi terlarut.

4.4. Persepsi Masyarakat terhadap Biogas


Persepsi dimaksudkan sebagai ungkapan perasaan terhadap suatu obyek
termasuk pemanfaatan limbah cair pabrik minyak kelapa sawit menjadi sumber
energi alternatif (biogas). Persepsi manajemen pabrik dan masyarakat di sekitar
kawasan pabrik PTPN VIII diperoleh dengan menggali informasi responden
51 

tentang pemanfaatan limbah cair pabrik minyak kelapa sawit yang dilakukan oleh
PTPN VIII. Informasi yang di gali menyangkut : (1) Pemanfaatan Limbah
Cair, yaitu seberapa besar responden mengetahui adanya pemanfaatan kembali
limbah cair pabrik minyak kelapa sawit dan dimanfaatkan sebagai apa oleh PTPN
VIII, (2) Biogas, yaitu seberapa banyak responden yang telah mengetahui istilah
Biogas, (3) Manfaat Biogas, yaitu pengetahuan responden mengenai kegunaan
dari biogas, baik untuk pabrik maupun masyarakat yang berada di sekitar pabrik,
(4) Jika diaplikasi, yaitu pendapat responden apabila biogas nantinya
diaplikasikan di lingkungan pabrik sehingga dapat dirasakan oleh kawasan pabrik
itu sendiri maupun masyarakat yang berada di sekitar kawasan pabrik Kertajaya
PTPN VIII.

4.4.1. Persepsi Karyawan Pabrik terhadap Pemanfaatan Limbah Cair


Pabrik Kelapa Sawit menjadi Energi Alternatif (Biogas)
PT. Perkebunan Nusantara VIII Kertajaya berada di Provinsi Banten,
tepatnya di Jl. Saketi-Malimping Kec. Banjarsari Kab. Lebak Provinsi Banten,
dengan status Badan Usaha Milik Negara. Untuk lebih jelasnya letak PT.
Perkebunan Nusantara VIII Kertajaya dapat di lihat pada Gambar 13.

Gambar 13 Letak geografis pabrik Kertajaya PTPN VIII Banten


52 

Di dalam memanfaatkan limbah cair, sangat perlu diketahui kisaran


aspirasi dan pengetahuan manajemen pabrik mengenai pemanfaatan limbah cair
pabrik minyak kelapa sawit PTPN VIII (Tabel 6). Hal tersebut berkaitan dengan
sikap dan perilaku manajemen pabrik PTPN VIII mengenai keikutsertaan mereka
nantinya untuk dapat merealisasikan secara bersama-sama dalam hal
memanfaatkan limbah cair menjadi energi alternatif (biogas), karena
keberlanjutan (sustainability) penelitian ini sangat tergantung dari persepsi dan
dukungan managemen pabrik minyak kelapa sawit PTPN VIII. Pengetahuan
terhadap persepsi mereka akan memberikan gambaran tentang pengetahuan, cara
melihat dan harapan-harapan yang diinginkan dari potensi limbah cair pabrik
minyak kelapa sawit menjadi energi alternatif (biogas) yang mereka nilai.

Tabel 14 Distribusi Responden (Karyawan Pabrik Kertajaya


PTPN VIII) tentang pendapatnya terhadap
Pemanfaatan Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit jika
Diaplikasikan sebagai Energi Alternatif (Biogas)

Kriteria Pendapat
No. Kategori (n=30)
Responden
Pengetahuan Responden Baik Sedang Kurang
Memanfaatkan Limbah 18 0 12
1
Cair (60%) 0 (40%)
19 0 11
2 Mengetahui Biogas
(63,33%) 0 (36,67%)
18 8 4
3 Manfaat Biogas
(60%) (26,67%) (13,33%)
Kemauan Responden Setuju Tidak Setuju
30 0
4 Aplikasi
(100%) 0

Tabel 14 menggambarkan bahwa ada 60% responden menyatakan


bahwa mereka mengetahui proses pegolahan limbah dari kolam pertama hingga
ke kolam terakhir, dari rangkaian instalasi pengolahan air limbah dengan
karyawan yang menangani IPAL sebanyak 6-7 orang dan limbah yang ada telah
dimanfaatkan sebagian besar buat pupuk dan untuk mengairi sawah-sawah yang
ada di sekitar pabrik, sementara ada 40% dari responden yang tidak mengetahui
bahwa limbah yang ada telah dimanfaatkan.
53 

Hampir sama dengan prosentase pemanfaatan limbah cair bahwa ada


63,33% responden yang telah mengetahui apa itu biogas yang informasinya
diperoleh umumnya dari media masa, dan sebagian besar hanya mengetahui
biogas yang berasal dari kotoran sapi, sedangkan sisanya dari responden yaitu
sebanyak 36,67% responden tidak mengetahui istilah biogas, dan ini dapat
dihubungkan secara garis lurus bahwa hanya 60% responden yang mengetahui
manfaat biogas sebagai energi alternatif baik itu untuk memasak maupun untuk
pembangkit listrik, responden yang lain ada 26,67% yang tidak terlalu banyak
mengetahui tentang manfaat biogas, sementara sisanya yang 13,33% sama sekali
tidak mengetahui manfaat biogas.
Tidak demikian halnya dengan persepsi responden apabila biogas dari
limbah cair pabrik minyak kelapa sawit ini diaplikasikan, karena ada sebanyak
43.33% responden yang menyatakan sangat baik apabila biogas ini segera
dilaksanakan karena kebutuhan mereka akan bahan bakar alternatif, ada 56,67%
responden yang menyatakan baik apabila biogas ini diaplikasikan sementara tidak
ada seorang pun responden yang tidak menyetujui apabila teknologi biogas dari
limbah cair pabrik minyak kelapa sawit ini diterapkan untuk menghasilkan energi
alternatif di kawasan pabrik dan sekitarnya.

4.4.2. Persepsi Masyarakat terhadap Pemanfaatan Limbah Cair Pabrik


Kelapa Sawit menjadi Energi Alternatif (Biogas)
Persepsi masyarakat terhadap pemanfaatan limbah cair pabrik minyak
kelapa sawit sebagai produk yang lainnya mengungkapkan sebagian besar
masyarakat yang berada di sekitar kawasan pabrik kelapa sawit PTPN VIII
Kertajaya Banten mengetahui dengan baik bahwa limbah cair yang merupakan
hasil samping pengolahan kelapa sawit menjadi CPO sudah dimanfaatkan menjadi
pupuk dan mengairi sawah-sawah padi masyarakat di sekitar kawasan pabrik,
terbukti dari 93.33% responden mengetahui pemanfaatan limbah cair tersebut,
6.67% responden tidak mengetahui pastinya apakah limbah cair yang dihasilkan
dapat dimanfaatkan kembali atau tidak, sedangkan sedikitnya 3% responden sama
sekali tidak mengetahui bahwa limbah cair yang dihasilkan telah dimanfaatkan
sebagai pupuk dan mengairi sawah padi mereka.
54 

Responden pada umumnya menyatakan bahwa limbah cair telah


dimanfaatkan sebagai pupuk dan hanya setengah dari responden yang mengetahui
istilah biogas, terlebih lagi dengan menggunakan limbah cair pabrik minyak
kelapa sawit sebagai bahan bakunya. Ini terlihat dari hanya 43.33% responden
yang mengetahui dengan baik apa itu biogas, dan pada umumnya mereka hanya
mengetahui biogas dengan bahan baku kototan hewan, sementara yang sisanya
yaitu 56.67% responden yang menyatakan bahwa mereka tidak mengetahui biogas
dikerenakan tingkat pendidikan penduduk yang masih sangat terbatas.
Berbanding lurus dengan pengetahuan responden terhadap manfaat
biogas, karena dari hasil wawancara yang telah dilakukan menyatakan bahwa
terdapat 43.33% responden yang mengetahui manfaat biogas yaitu untuk sebagai
bahan bakar alternatif buat memasak dan pembangkit energi listrik, sementara ada
33.33% responden yang tidak mengetahui dengan pasti manfaat biogas hanya
mengetahui sedikit dari informasi yang telah didapat dari media massa baik cetak
maupun elektronik, sedangkan yang sisanya yaitu ada 23.33% responden yang
tidak mengetahui sama sekali apa itu manfaat biogas.
Hasil penelitian sosial ini juga mengungkapkan bahwa terdapat 53.33%
responden yang menyatakan sangat baik apabila biogas segera diaplikasikan ke
masyarakat di sekitar pabrik, karena mereka berpendapat dengan adanya biogas
ini akan sangat membantu mereka untuk mencari bahan bakar alternatif buat
memasak dikarenakan mahalnya minyak tanah maupun langkanya gas yang
disediakan oleh pemerintah, sementara sisanya terdapat 46.67% responden yang
menyatakan baik apabila biogas ini diaplikasikan ke masyarakat asal itu juga bisa
menguntungkan masyarakat sekitar. Distribusi persepsi masyarakat tentang
pemanfaatan limbah cair pabrik minyak kelapa sawit menjadi energi alternatif
dapat dilihat pada Tabel 15.
55 

Tabel 15 Distribusi Responden (Anggota Masyarakat) tentang


pendapatnya terhadap Pemanfaatan Limbah Cair
Pabrik Kelapa Sawit jika Diaplikasikan menjadi
sebagai Alternatif (Biogas)

Kriteria Pendapat
No. Kategori (n=30)
Responden
Pengetahuan Responden Baik Sedang Kurang
28 2 0
1 Memanfaatkan LC
(93,33%) (6,67%) 0
13 0 17
2 Mengetahui Biogas
(43,33%) 0 (56,67%)
13 10 7
3 Manfaat Biogas
(43,33%) (33,33%) (23,33%)
Kemauan Responden Setuju Tidak Setuju
30 0
4 Jika diaplikasikan
(100%) 0
56 

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
1. Percobaan skala laboratorium, produksi biogas selama 30 hari pengamatan
dari limbah cair pabrik kelapa sawit Kertajaya PT. Perkebunan Nusantara VIII
Banten dalam digester anaerob sistem batch volume 20 l/hari, menghasilkan
kobinasi perlakuan yang menghasilkan gas metan terbanyak pada perlakuan
A1 dengan perbandingan limbah cair dan lumpur aktif 75:25, menghasilkan
biogas total 16,08 l/hari dan kandungan gas metannya sebesar 17,82%.
Komposisi gas metan ini cenderung rendah, hal ini dikarenakan proses
metanogenesis yang terjadi tidak sempurna.
2. Efisiensi pengurangan bahan organik substrat pada perlakuan, A1 terjadi
penurunan 50,65%, 86,52%, dan 41,7%, masing-masing untuk COD, BOD
dan TSS. Proses ini dapat mengurangi beban pencemar, tetapi belum bisa
dibuang langsung ke lingkungan karena masih diatas baku mutu yang telah
ditetapkan
3. Dari 60% karyawan PTPN VIII yang telah mengetahui istilah biogas, sehingga
sebagian besar karyawan PTPN VIII berharap dari hasil penelitian ini dapat
segera direalisasikan. Sedangkan persepsi dari masyarakat yang tinggal
disekitar pabrik ada 43,33% penduduk yang mengerti istilah biogas, dari
sosialisasi yang diberikan kepada masyarakat dihasilkan bahwa semua
responden menginginkan terealisasikannya teknologi biogas di lingkungan
pabrik PTPN VIII Kertajaya, Propinsi Banten.

5.2. Saran

Berdasarkan penelitian yang dilakukan dan hasil-hasil yang telah


diperoleh, maka disarankan :
1. Pada penelitian skala laboratorium ini menggunakan lumpur aktif yang dibuat
sendiri, sebaiknya waktu untuk pembuatan lumpur aktif agak diperpanjang,
57 

agar pembentukan mikroorganisme yang diharapkan akan lebih optimal


hasilnya.
2. Agar dilakukan penelitian lanjutan, terutama dengan menggunakan lumpur
aktif yang telah ada di dasar kolam limbah cair pabrik minyak kelapa sawit.
3. Untuk pemahaman lebih jauh mengenai biogas dan manfaatnya sebelum
diaplikasikan sebaiknya dilakukan sosialisasi mengenai biogas terhadap
karyawan pabrik dan masyarakat yang berada di sekitar pabrik.

 
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad A.L., Ismail S., and S. Bhatia, 2005. Water Recycling From Palm Oil Mill
Effluent using membrane Tecnology. Desalination 157:87-95.

Alwi  A., Sulaiman., Z Busu., M Tabatabaei., S Yacob., S Aziz., M.A Hassan and
Yoshihito Shirai. 2009. The Effect of Higher Sludge Recycling Rate
on Anaerobic Treatment of Palm Oil Mill Effluent in a Semi-
Commercial Closed Digester for Renewable Energy. American Journal
of Biochemistry and Biotechnology 5 (1): 1-6.

Aun K.H. 2006. Feedstock for Biofuels – Strategies for Sustainable Fedstock to
Biodiesel Industry”. Paper dalam International Biofuel & Alternative
Energy Conference yang diselenggarakan di Renaissance Kuala
Lumpur, 5- 6 December 2006.

APHA, AWWA and WEF. 1998. Standart Methods for the Examination of Water
and Wastewater. 20th Edition. Victor Graphics, Inc, Baltimore.

Bailey J. E. and Ollis D. F., 1987, "Biochemical engineering fundamental", 2-nd


ed., Mc Graw Hill Book Co, International edition, hal. 161 - 163, 943 –
957

BAPPEDA TK. I Jawa Timur. (1995). Panduan Pelatihan Manajemen


Laboratorium. Surabaya.

Bitton,G., 1999. Wastewater Microbiology, 2nd Edition. Wiley-Liss Inc.,


NewYork, 578 pp.

Direktorat Jenderal Perkebunan. 2008.Rencana Strategi Pembangunan


Perkebunan 2005-2009. Departemen Pertanian Direktorat Jenderal
Perkebunan.

Ditjen Listrik dan Pemanfaatan Energi, 2001; ZREU, 2000. http


://www.ipard.com/art_perkebun/apr11-05_isr+edw.asp. Tanggal Akses
8 Desember 2008.

Eckenfelder R.G.(1980) Rural water supply and sanitation. Proceedings of Royal


Society, London pp 15-29.

Gaur A.C. (1981). A Manual of Rural Composting. Di dalam Manik, S. T. H.


1994. Pengaruh Imbangan Kotoran Sapi dengan Sampah Pasar
Organik Terhadap Produksi dan Kualitas Kompos secara Aerobik.
Skripsi. Jurusan Ilmu Pakan Ternak, Fakultas Peternakan, Institut
Pertanian Bogor, Bogor
59 

Ginting N. 2007. Penuntun Praktikum Teknologi Pengolahan Limbah Peternakan.


Universitas Sumatera Utara. Medan

GTZ. 2007. Biogas digest, Volume 1, biogas basics. http://www.gtz.de/de/


dokumente/en biogas volume1.pdf (accessed November 2008)

Hambali E, S Musdalipah, AT Halomoan, AW Pattiwiri, dan R Hendroko. 2007.


Teknologi Bioenergi. Penerbit Agromedia Jakarta. 110 hal.

Hamelinck C.N., A.P.C. Faaij., 2006. Outlook for advanced biofuels. Energy
Policy 34, 3268 3283.

Hassan MA, S Yacob, and Y Shirai. 2004. Treatment of palm oil wastewater. In
Wang LK Hung Y. Lo HH, Yapijakis C editors. Handbook of
industrial and Hazardous waste Treatment, New York : Marcel
Dekker, Inc.p. 719-736.

Hong S.K.,  Y. Shirai, A.R. Nor Aini and M.A. Hassan. 2009. Semi-Continuous
and Continuous Anaerobic Treatment of Palm Oil Mill Effluent for the
Production of Organic Acids and Polyhydroxyalkanoates. Volume: 3
p. 552-559
IEA 2007. Biogas upgrading and utilization, IEA bioenergy_ task 24: energy
from Biological conversion of organic waste. http://www.iea
biogas.net/Dokumente/Biogas%20upgrading.pdf (accessed November
2008)

Jini.A.G.M. 2006. Treatment of Modified UASB for Palm Oil Mill Effluent.
Fakulty or Civil Engeering. Universiti Teknologi Malaysia.

Kittikun A, P Prasertsan, G Srisuwan, and A Krause. 2000. Environmental


Management for Palm Oil Mill Insitute of Advance Studies. UN Univ.
Japan AEON Foundation. Japan Internet Conference on Material Flow
Analysis of Integrated Bio-Systems (March-Oktober 2000)

Komatsu T., K. Kudo, Y. Inoue, S Himeno. 2007. Anaerobic codigestion of


sewage sludge and rice straw. Proceedings on Moving Forward
Wastewater Biosolids Sustainability:Technical,Managerial, and Public
Synergy, New Brunswick, 24-27 Jun.2007. http://
www.bvsde.paho.org /bvsaar/cdlodos/pdf/ anaerobic co-
digestion495.pdf (accessed November 2008).

Kossmann and Ponitz. (tanpa tahun). Biogas Digest. Volume II. Biogas
Application and Product Development. Gate in Deutsche Gesellschaft
fur Tecnische Zusammenarbeit. German Agency foe Technical
Cooperation. Federal Republic of Germany.

Leslie G and H.C. Lim, 1991, Biological Wastewater Treatment: Theory and
Aplication, 2nd ed., Marcel Dekker, New York.
60 

Ludwig. JA and JF. Reynold. 1988. Statistical Ecology. A Wiley-Interscience


Publication. New York.

Mahajoeno.E .2008. Pengembangan Energi Terbarukan dari Limbah Cair Pabrik


Minyak Kelapa Sawit. Disertasi. Program Studi Pengelolaan
Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Manurung. R. 2004. Proses Anaerobik Sebagai Alternatif Untuk Mengolah


Limbah Sawit.Artikel. Repository Program Studi Teknik Kimia
Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Medan

Metcalf and Eddy 2003,Wastewater Engineering: Treatment, Disposal, and Reuse,


4th ed.,McGraw-Hill, Singapore.

Mindriany. S,, H. Asis.,Djajadiningrat.,M. Handayani. 2003. Kinerja Bioreaktor


Hibrid Anaerob dengan media Batu untuk pengolahan Air Buangan
yang mengandung Molase. Proc. ITB Sains & Tek. Vol. 35. A, No.
1,19 – 31.
Mosey. F.E. (1983). "Mathematical modelling of the anaerobic digestion process:
regulatory mechanisms for the formation of short-chain volatile acids
from glucose". Wat. Sci.Tech. Vol. 15, pp. 209-232.

National Academy of Sciences (NAS) 1981. Methane Generation From Human,


animal, and agricultural wastes. Second edition. National Academy of
Sciences, Washington, D.C. 131p.

Norliza I., A Latif., Ahmad and S Bhatia. 2004. Removal of suspended solids and
residual oil using membrane separation technology. Faculty of
Chemical Engineering, Universiti Teknologi MARA. Malaysia

Norli I., H.C.Meng and Y.L.Ling. 2006. Anaerobic Digestion Of Mixed Chemical
Pulping And Palm Oil Mill Effluent In Suspended Growth Anaerobic
Digester. Department of Environmental Technology, School of
Industrial Technology, Universiti Sains Malaysia, I1800 Minden,
Penang, Malaysia.

Parkin G.F. and W.F. Owen. 1986. Fundamentals of anaerobic digestion of


wastewater sludges. J. Environ. Eng. 112:867–920.

Priyono H, 2002. Pemanfaatan Lumpur dan Limbah Padat Industri Tapioka untuk
Produksi Biogas. Tesis. Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam
dan Lingkungan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Quah SK, and D Gillies. 1984. Prctical Experience in production and use of
biogas. In: Proceeding of National Workshop onOil Palm By Products.
Palm Oil Research Institute of Malaysia, Kuala Lumpur. Pp: 119-126
61 

Renita M. 2004. Proses Anaerobik Sebagai Alternatif Untuk Mengolah Limbah


Sawit. Artikel. Fakultas Teknik Program Studi Teknik Kimia
Universitas Sumatera Utara.

Ronnachai C. P Boonsawang. P Prasertsan and Sumate Chaiprapat. 2006. Effect


of organic loading rate on methane and volatile fatty acids productions
from anaerobic treatment of palm oil mill effluent in UASB and UFAF
reactors Songklanakarin J. Sci. Technol., May 2007, Suppl 2 : 311-323

Sahidu, S. (1983). Kotoran Ternak Sebagai Sumber Energi. Dewaruci Press.


Jakarta.

Sugiharto. (1987). Dasar-dasar Pengelolaan Air Limbah. Jakarta: UIP: 6-7.

Stroot P.G., K.D. McMahon, R.I. Mackie, L.Raskin. 2001. Anaerobic codigestion
of municipal solid waste and biosolids under various mixing conditions
―digester performace. Water Research 35, 1804-1816.

Tjokrokusumo. KRT. 1998. Pengantar Enjiniring Lingkungan, Sekolah Tinggi


Teknik Lingkungan “YLH”. Yogyakarta.

Warner U, V. Stochr, and N. Hees. 1989. Biogas Plant in Animal Husbandry:


Application the Dutch Guesllechaft Fuel Technische Zusemmernarbeit
(GTZ) GnbH.

Wellinger A. (1999). Process design of agricultural digesters. Nova Energie


GmbH, Ettenhausen, Switzerland. 28 p.

Yen H.W., D.E.Brunce,2007. Anaerobic co-digestion of algal sludge and waste


paper to produce methane. Bioresource Technology 98,130-134.

Yeoh B.G. (2004). A Technical and Economic Analysis of Heat and Power
Generation from Biomethanation of Palm Oil Mill Effluent. SIRIM
Environment and Bioprocess Technology Centre. Malaysia.

Yuliasari R, K. Darmoko, Wulfred, W. Gindulis. 2001. Pengelolaan Limbah cair


kelapa sawit dengan reactor anaerobic unggun tetap tipe aliran ke
bawah Warta PPKS 9:75-81

 
Lampiran 1
Tabel Hasil Pengamatan Produksi Biogas
Volume Gas (ml)
Perlakuan
Hari Tanggal
Kontrol A1 A2 A3
Ke- Rata2 Rata2 Rata2
I II III I II III I II III Rata2 I II III
1 28/2/2009 1700 1600 1800 1700.00 2100 1300 1100 1500.00 1700 2650 1500 1950.00 4000 3000 5000 4000.00
2 1/3/2009 1300 1400 1400 1366.67 3000 2000 1100 2033.33 3000 3000 1500 2500.00 3000 3000 3000 3000.00
3 2/3/2009 1400 1600 1400 1466.67 3100 3500 1500 2700.00 3500 3500 2000 3000.00 3500 3500 2700 3233.33
4 3/3/2009 900 2100 1900 1633.33 2400 3100 1100 2200.00 2500 3500 1800 2600.00 1900 1200 1500 1533.33
5 4/3/2009 500 700 600 600.00 200 300 400 300.00 200 600 500 433.33 500 700 500 566.67
6 5/3/2009 700 600 600 633.33 2500 1000 500 1333.33 600 800 900 766.67 1000 800 700 833.33
7 6/3/2009 400 1100 600 700.00 200 400 100 233.33 400 1000 600 666.67 1150 1100 1500 1250.00
8 7/3/2009 150 200 150 166.67 150 500 200 283.33 1550 1500 1200 1416.67 1450 1200 1300 1316.67
9 8/3/2009 114 171 343 209.52 800 1029 800 876.19 800 1143 1029 990.48 1086 914 571 857.14
10 9/3/2009 186 179 457 273.90 150 921 600 557.14 950 1007 671 876.19 1114 586 1179 959.52
11 10/3/2009 300 1200 250 583.33 1150 1600 1550 1433.33 1150 950 700 933.33 1000 1000 1200 1066.67
12 11/3/2009 1300 1630 250 1060.00 700 1400 1450 1183.33 1050 150 500 566.67 800 850 950 866.67
13 12/3/2009 1600 600 100 766.67 1100 600 150 616.67 500 250 200 316.67 200 500 300 333.33
14 13/3/2009 650 200 50 300.00 1400 - 50 725.00 250 50 50 116.67 200 300 100 200.00
15 14/3/2009 250 450 150 283.33 - - 100 100.00 - - 50 50.00 100 - - 33.33
16 15/3/2009 - 250 150 200.00 - - - - 100 - - 100.00 - 100 - 33.33
17 16/3/2009 - - 150 150.00 - - - - - 50 - 50.00 - 100 - 33.33
18 17/3/2009 - 250 200 225.00 - - - - 250 100 50 133.33 600 - - 200.00
19 18/3/2009 - 250 200 225.00 - - - - - - - - - - 50 16.67
20 19/3/2009 - 600 150 375.00 - - - - - - - - - 100 150 83.33
21 20/3/2009 - 100 150 125.00 - - - - - - - - - 150 - 50.00
Volume Gas (ml)
Perlakuan
Hari Tanggal
Kontrol A1 A2 A3
Ke- Rata2 Rata2 Rata2
I II III I II III I II III Rata2 I II III
22 21/3/2009 - 200 250 225.00 - - - - - - - - - - - -
23 22/3/2009 - 300 100 200.00 - - - - - - - - - - - -
24 23/3/2009 - - 200 200.00 - - - - - - - - - - - -
25 24/3/2009 - 100 - 100.00 - - - - - - - - - - - -
26 25/3/2009 - - - - - - - - - - - - - - - -
27 26/3/2009 - - - - - - - - - - - - - - - -
28 27/3/2009 - - - - - - - - - - - - - - - -
29 28/3/2009 - - - - - - - - - - - - - - - -
30 29/3/2009 - - - - - - - - - - - - - - - -
31 30/3/2009 - - - - - - - - - - - - - - - -
Jumlah 11450.29 15780 11600 13768.43 18950 17650 10700 16075 18500 20250 13250 17466.67 21600 19100 20700 20466.67
 

   
Lampiran 2
Tabel Hasil Pengamatan pH
pH
Perlakuan
Hari
Tanggal Kontrol A1 A2 A3
Ke- Rata2 Rata2 Rata2
I II III I II III Rata2 I II III I II III
1 28/2/2009 5 5 5 5.00 4 5 5 4.67 4 5 5 4.67 5 4 4 4.33
2 1/3/2009 5 5 4 4.67 4 5 5 4.67 4 6 6 5.33 6 5 5 5.33
3 2/3/2009 4 5 5 4.67 4 5 6 5.00 7 4 5 5.33 5 5 5 5.00
4 3/3/2009 4 5 5 4.67 5 5 5 5.00 5 5 5 5.00 5 5 5 5.00
5 4/3/2009 6 4 5 5.00 6 5 4 5.00 5 6 5 5.33 6 4 5 5.00
6 5/3/2009 5 5 6 5.33 4 5 6 5.00 6 7 6 6.33 6 5 6 5.67
7 6/3/2009 6 6 6 6.00 6 6 6 6.00 6 6 6 6.00 6 6 6 6.00
8 7/3/2009 7 6 6 6.33 6 6 7 6.33 6 6 6.5 6.17 6 6 6 6.00
9 8/3/2009 6 6 6.5 6.17 6 6 6 6.00 6 6 6 6.00 6 6 6 6.00
10 9/3/2009 7 7 6.5 6.83 6 7 6 6.33 7 7 7 7.00 7 6 6 6.33
11 10/3/2009 7 7.5 7.5 7.33 7 7 7 7.00 7 7 7 7.00 7 7 7 7.00
12 11/3/2009 7 7 7 7.00 7 6.5 7 6.83 7 7 7 7.00 7 7 7 7.00
13 12/3/2009 7.2 7 7 7.07 7 7 7 7.00 7 7 7.2 7.07 7 7 7 7.00
14 13/3/2009 7 7 6.5 6.83 7 7.5 7 7.17 6 6 6 6.00 6 6.5 6.6 6.37
15 14/3/2009 7 6.5 7 6.83 7 7.5 7.5 7.33 6.5 6 6.5 6.33 5 5 5.5 5.17
16 15/3/2009 6.5 6 6 6.17 6 6 6 6.00 7 7 7 7.00 5.5 5 5 5.17
17 16/3/2009 7 6.5 6 6.50 7 7 7 7.00 7 7 7 7.00 7 7 6.5 6.83
18 17/3/2009 7 7 7.5 7.17 7 7 7 7.00 7 7 7 7.00 7 7 7 7.00
19 18/3/2009 7 7.5 7.5 7.33 7 7 7 7.00 7 7 7 7.00 7 7 7 7.00
20 19/3/2009 7 7.5 7 7.17 7 6.5 7 6.83 7 7 7 7.00 7 7 7 7.00
21 20/3/2009 7 7 7 7.00 7 7 6.5 6.83 7 6.5 7 7.00 7 7 8 7.33
pH
Perlakuan
Hari
Tanggal Kontrol A1 A2 A3
Ke- Rata2 Rata2 Rata2
I II III I II III Rata2 I II III I II III
22 21/3/2009 5 6 7 6.00 6 6 7 6.33 6 6 7 7.00 6 5 6 5.67
23 22/3/2009 7 7 7 7.00 7 7 7.5 7.17 6 7 7 6.83 7 7 8 7.33
24 23/3/2009 7.5 7.5 7 7.33 7 7.5 7 7.17 7 7 7 6.33 7 7 7 7.00
25 24/3/2009 7 7 7 7 7 7.5 7.5 7.33 7 7 7 6.67 7 7 7 7.00
26 25/3/2009 7 8 7.5 7.50 7.5 7.5 7.5 7.50 7 6.5 7.5 7.00 6.5 7 7 6.83
27 26/3/2009 7 7 7 7.00 7 7 7 7.00 7 7 7 7.00 7 7 7 7.00
28 27/3/2009 7 7 7.5 7.17 7 6 6 6.33 6.5 6.5 6 7.00 6.5 6.5 6 6.33
29 28/3/2009 7.5 7.5 7.5 7.50 7 6.5 6 6.50 6 5.5 6.5 7.00 6.5 7 7 6.83
30 29/3/2009 7.5 7.5 7.5 7.50 6.5 7 6.5 6.67 6.5 6 7 6.33 7 7 7 7.00
 

   
Lampiran 3
Tabel Hasil Pengamatan Suhu
Suhu (oC)
Perlakuan
Hari
Tanggal Kontrol A1 A2 A3
Ke- Rata2 Rata2 Rata2 Rata2
I II III I II III I II III I II III
1 28/2/2009 29 28 28 28.33 29 28 28 28.33 29 29 30 29.33 28 28 29 28.33
2 1/3/2009 28 29 28 28.33 29 28 28 28.33 29 29 29 29.00 30 28 29 29.00
3 2/3/2009 28 28 28 28.00 30 30 28 29.33 28 29 29 28.67 29 30 29 29.33
4 3/3/2009 29 30 30 29.67 29 30 29 29.33 30 29 30 29.67 29 29 29 29.00
5 4/3/2009 30 29 30 29.67 30 30 28 29.33 30 29 30 29.67 28 29 29 28.67
6 5/3/2009 29 28 29 28.67 29 28 29 28.67 28 28 29 28.33 29 28 28 28.33
7 6/3/2009 28 28 28 28.00 30 28 29 29.00 29 29 29 29.00 29 29 29 29.00
8 7/3/2009 28 28 29 28.33 28 29 29 28.67 29 28 27 28.00 28 28 28 28.00
9 8/3/2009 28 28 28 28.00 28 28 28 28.00 28 29 29 28.67 28 28 28 28.00
10 9/3/2009 29 29 29 29.00 29 29 29.5 29.17 29 28 29 28.67 28 29 28 28.33
11 10/3/2009 26 27 27 26.67 27 27 27 27.00 27 27 27 27.00 27 27 27 27.00
12 11/3/2009 27 26 27 26.67 26 26 26 26.00 26 25 27 26.00 26 26 26 26.00
13 12/3/2009 27 27 27 27.00 27 27 26.5 26.83 27 26.5 26.5 26.67 27 26.5 26.5 26.67
14 13/3/2009 27 27.5 27.5 27.33 27 27 27 27.00 27 27 26 26.67 27 27 27 27.00
15 14/3/2009 27 27 27 27.00 27 27 27 27.00 27 27 27 27.00 27 27 27 27.00
16 15/3/2009 27 27 27 27.00 26.5 26.5 26.5 27.00 26 26.5 26.5 26.33 26.5 26.5 26.5 26.50
17 16/3/2009 26.5 26.5 26.5 26.50 26.5 27 26.5 27.00 27 27 27 27.00 27 28 28.5 27.83
18 17/3/2009 27 27.5 27.5 27.33 27 27 27 27.00 27.5 27 27 27.17 27 27.5 27.5 27.33
19 18/3/2009 27 27.5 27.5 27.33 28 27 27.5 27.00 28.5 28.5 29 27.17 27.5 28 28 27.83
20 19/3/2009 27.5 28 28 27.83 27.5 27.5 26 27.00 26.5 27 27.5 27.17 27 27.5 27.5 27.33
21 20/3/2009 27.5 27 27 27.17 27.5 27 27 27.00 27.5 28 27.5 27.17 27.5 28 28 27.83
Suhu (oC)
Perlakuan
Hari
Tanggal Kontrol A1 A2 A3
Ke- Rata2 Rata2 Rata2 Rata2
I II III I II III I II III I II III
22 21/3/2009 28 28 27 27.67 28 27 27.5 27.00 28 26 27 27.17 27 27.5 27 27.17
23 22/3/2009 28 28 28 28.00 28 28 28 27.00 28 27.5 27 27.17 28 27.5 27.5 27.67
24 23/3/2009 27 28 27.5 27.50 27.5 27 27.5 27.00 27.5 28 28 27.17 28 28 28 28.00
25 24/3/2009 27 27.5 27.5 27.33 27.5 27 27.5 27.00 28 27.5 28 27.17 28 28 28 28.00
26 25/3/2009 27 27 28 27.33 27.5 27 27 27.00 27 27.5 27 27.17 27 27 27 27.00
27 26/3/2009 27 27 27.5 27.33 27 27 27.5 27.00 27 27 27.5 27.17 27 27 27 27.00
28 27/3/2009 27 27 27.5 27.33 27 27.5 27 27.00 27.5 27.5 27 27.17 27 27 27.5 27.17
29 28/3/2009 27 27 27 27.33 27 27 27 27.00 27 27 27 27.17 27 27 27 27.00
30 29/3/2009 27 27 27 27.33 27 27 27.5 27.00 27.5 27.5 27 27.17 27 27 27 27.00
 
67 

Lampiran 2

Perhitungan Rancangan Acak Lengkap

Hipotesis :

• Pengaruh Utama
H0 : (perlakuan tidak berpengaruh terhadap respon yang diamati )
H1 : perlakuan berpengaruh nyata terhadap respon yang diamati

1. Volume Gas

Hasil ANOVA volume Gas RAL

The GLM Procedure


Class Level Information

Class Levels Values

Perlak 4 A1 A2 A3 kontrol

Number of Observations Read 12

Number of Observations Used 12

Dependent Variable: resp


Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F

Model 3 618071.335 206023.778 3.53 0.0684

Error 8 467462.265 58432.783

Corrected Total 11 1085533.600

R-Square Coeff Var Root MSE resp Mean

0.569371 23.55986 241.7287 1026.019

Source DF Type I SS Mean Square F Value Pr > F

Perlak 3 618071.3346 206023.7782 3.53 0.0684


68 

2. PH

Hasil ANOVA PH RAL

The GLM Procedure


Class Level Information

Class Levels Values

Perlak 4 A1 A2 A3 kontrol

Number of Observations Read 12

Number of Observations Used 12

Dependent Variable: resp


Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F

Model 3 0.24090595 0.08030198 5.21 0.0276

Error 8 0.12335296 0.01541912

Corrected Total 11 0.36425891

R-Square Coeff Var Root MSE resp Mean

0.661359 2.022150 0.124174 6.140680

Source DF Type I SS Mean Square F Value Pr > F

Perlak 3 0.24090595 0.08030198 5.21 0.0276

Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F

Perlak 3 0.24090595 0.08030198 5.21 0.0276


69 

Duncan's Multiple Range Test for resp


Note: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the
experimentwise error rate.
Alpha 0.05

Error Degrees of Freedom 8

Error Mean Square 0.015419

Number of Means 2 3 4

Critical Range .2338 .2436 .2491

Means with the same letter are


not significantly different.

Duncan Grouping Mean N Perlak

A 6.3360 3 kontrol

B A 6.1981 3 A2

B 6.0730 3 A3

B 5.9556 3 A1

Group B Group A

A1, A3, A2 A2, kontrol


70 

3. Suhu

Hasil ANOVA suhu RAL

The GLM Procedure


Class Level Information

Class Levels Values

Perlak 4 A1 A2 A3 kontrol

Number of Observations Read 12

Number of Observations Used 12

Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F

Model 3 0.22848577 0.07616192 4.28 0.0443

Error 8 0.14222032 0.01777754

Corrected Total 11 0.37070609

R-Square Coeff Var Root MSE resp Mean

0.616353 0.477606 0.133332 27.91681

Source DF Type I SS Mean Square F Value Pr > F

Perlak 3 0.22848577 0.07616192 4.28 0.0443

Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F

Perlak 3 0.22848577 0.07616192 4.28 0.0443


71 

Uji Duncan

Duncan's Multiple Range Test for resp

Note: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the
experimentwise error rate.
Alpha 0.05

Error Degrees of Freedom 8

Error Mean Square 0.017778

Number of Means 2 3 4

Critical Range .2510 .2616 .2675

Means with the same letter are


not significantly different.

Duncan Grouping Mean N Perlak

A 28.1333 3 A1

B A 27.9352 3 A2

B 27.8254 3 A3

B 27.7733 3 kontrol

Group A Group B

A1, A2 A2,A3, kontrol

You might also like