Professional Documents
Culture Documents
NAZIF ICHWAN
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pengomposan Jerami Padi
Organik Menuju “Zero Waste Production Management” adalah karya saya
sendiri dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam
bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian
akhir tesis ini.
Nazif Ichwan
NIM F451090031
ABSTRACT
NAZIF ICHWAN. Composting of Organic Rice Straw Towards “Zero Waste
Production Management”. Supervised by ARIEF SABDO YUWONO and
SATYANTO KRIDO SAPTOMO
NAZIF ICHWAN
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Teknik Sipil dan Lingkungan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. M. Yanuar J. Purwanto, MS
Judul tesis : Pengomposan Jerami Padi Organik Menuju “Zero Waste
Production Management”
Nama : Nazif Ichwan
NIM : F451090031
Disetujui
Komisi Pembimbing
Ir. Arief Sabdo Yuwono, M.Sc, Ph.D Dr. Satyanto K. Saptomo, S.TP, M.Si
Ketua Anggota
Diketahui
Dr. Ir. Nora H. Pandjaitan, DEA Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr
Penulis
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 17 Februari 1985 dari pasangan
(Alm) H. Chairul Anwar dan Hj. Zubaidah, BA. Penulis merupakan putra
keempat dari lima bersaudara.
Tahun 2003 penulis lulus dari SMA Negeri 5 Medan dan pada tahun yang
sama lulus seleksi masuk Universitas Andalas pada Jurusan Teknologi Pertanian
Program Studi Teknik Pertanian melalui seleksi penerimaan mahasiswa baru
(SPMB) tahun 2003. Pendidikan sarjana diselesaikan pada tahun 2008.
Selama mengikuti S2 di Program Studi Teknik Sipil dan Lingkungan IPB
sejak tahun 2009, penulis menjadi Asisten Peneliti/Research Assisten (RA) pada
project Imhere B.2c IPB dengan topik penelitian “Zero Waste Production
Management”. Penulis juga aktif mengikuti seminar ilmiah diantaranya Seminar
Nasional PERTETA pada tahun 2010 di Purwokerto. Pada tahun yang sama,
penulis juga berkesempatan berpartisipasi dan mempresentasikan hasil penelitian
dengan judul “Zero Waste Production Management” dalam Bidang Pertanian:
Pengomposan Jerami Padi Organik, pada International Symposium “Asian
Consortium for Sustainable Agriculture” di Ibaraki University, Jepang. Pada
tahun 2011, penulis juga mengikuti Seminar Nasional IATPI-ITS di Surabaya dan
menyampaikan makalah dengan judul Pengomposan Jerami Padi Organik dan
Analisis Mutunya.
DAFTAR ISI
Halaman
PENDAHULUAN .............................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ....................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................. 3
1.3 Tujuan .................................................................................................... 3
1.4 Kerangka Pemikiran ............................................................................... 4
Halaman
15. Gaya Yang Dibutuhkan untuk Membalik Kompos Berbentuk Silinder ....... 30
17. Perubahan Massa Material Kompos Secara Anaerobik di Dalam Tong ....... 32
Halaman
PENDAHULUAN
dari budidaya padi adalah sebesar 12-15 ton jerami segar per hektar sawah (BPTP,
2010). Jerami banyak dibakar oleh petani untuk mereduksi volume atau
menghasilkan residu hasil pembakaran untuk pupuk yang akan mengemisikan
CO2 yang berhubungan dengan pemanasan global sebagai gas rumah kaca
(Rashad et al., 2010) dan menimbulkan limbah baru berupa abu (ash) sisa dari
pembakaran. Jerami memiliki kandungan Kalium yang sangat baik untuk
kesuburan tanah. Kandungan Kalium yang terdapat pada 5 ton jerami setara
dengan 50 kg pupuk KCL (Balai Penelitian Pengkajian Pertanian, 2010).
Pemberian jerami ke tanah secara terus menerus dapat memperbaiki dan
meningkatkan kesuburan tanah.
Pemanfaatan jerami bisa dilakukan dengan cara mengolah jerami menjadi
kompos. Pengomposan menjadi strategi yang berharga untuk mendaur ulang
berbagai limbah organik. Pemanfaatan kompos memungkinkan pemulihan tanah
yang terdegradasi dan pengelolaan lahan pertanian berkelanjutan (Cayuela et al.,
2009). Pengomposan jerami telah dilakukan dengan mencampur pupuk kandang
(Li et al., 2008); limbah lumpur susu (Perez et al., 2009); ampas penggilingan
zaitun dan kotoran kelinci (Canet et al., 2008); okara dengan rock fosfat dan
kotoran kerbau (Rashad et al., 2010).
Dengan demikian, jerami bisa didaur ulang menjadi sesuatu yang
bermanfaat dan menerapkan prinsip pemanfaatan kembali limbah yang ada untuk
memenuhi kebutuhan unsur hara tanaman serta mengurangi polusi udara yang
disebabkan pembakaran jerami tersebut. Pengolahan jerami menjadi kompos
menggunakan teknik pengomposan sederhana yang dapat diterapkan petani di
lapangan. Pengomposan jerami dapat dilakukan dengan metoda aerob dan anaerob
(Pichtel, 2005; Snape et al., 1995; Stoffella and Kahn, 2001). Temperatur
merupakan salah satu parameter penting dalam pengomposan (Stoffella and Kahn,
2001). Analisis kompos perlu dilakukan untuk mengukur kandungan unsur hara
yang terdapat dalam kompos.
Analisis air dan lumpur dari sawah perlu dilakukan untuk melihat
pengaruh pemberian pupuk terhadap kualitas air irigasi dan lumpur dari sawah
tersebut. Penyusunan neraca massa limbah-kompos dilakukan untuk melihat
ketersediaan kompos yang dihasilkan dengan bahan dasar jerami. Pemanfaatan
3
1.3 Tujuan
Jerami
Lahan
pertanian Kompos
(sawah)
TINJAUAN PUSTAKA
Limbah terdiri dari tiga bentuk yaitu cair, padat, dan gas. Ketiga bentuk ini
mempunyai hubungan putaran tertutup dalam konversinya. Limbah cair dan gas
yang dihasilkan dapat berubah menjadi limbah padat, ketika pembakaran limbah
padat dapat mengakibatkan produksi limbah cair dan gas (Murarka, 2000).
Limbah cair adalah kombinasi cairan atau limbah terlarut yang timbul dari
penggunaan air tanah, air permukaan dan air sungai baik penggunaan domestik
maupun industri (Snape et al., 1995). Metcalf and Eddy (2004) juga
menambahkan air limbah dapat didefinisikan sebagai kombinasi cairan atau air
limbah yang dikeluarkan dari tempat tinggal, lembaga, atau kawasan komersil dan
industri, bersama dengan air tanah, air permukaan dan sungai.
Limbah dalam bentuk gas adalah sebagai polutan di atmosfer yang
menyebabkan polusi udara. Polusi udara adalah senyawa kimia yang ditambahkan
ke atmosfer melalui kegiatan manusia yang mengakibatkan peningkatan
konsentrasi diatas ambang batas (Krupa, 1997).
Limbah padat adalah sampah, lumpur dan bahan-bahan padat buangan
yang dihasilkan dari operasi industri komersial dan dari kegiatan masyarakat,
tidak termasuk material padat atau terlarut pada saluran domestik atau polutan
pada sumber-sumber air, seperti endapan, padatan terlarut atau mengendap pada
keluaran air limbah industri, bahan terlarut pada aliran irigasi atau polutan air
lainnya (Pitchel, 2005).
2.3 Pengomposan
2. C:N ratio
Mikroba menggunakan C untuk energi dan pertumbuhan, sedangkan N
dan P penting untuk protein dan reproduksi.
3. Kandungan air
Kandungan air penting untuk menunjang proses metabolik mikroba, dan
sebaiknya bahan baku kompos mengandung 40 – 65 % air.
4. Porositas, struktur, tekstur, dan ukuran partikel
Porositas berkaitan dengan ukuran ruang udara bahan baku kompos.
Struktur mencakup kekerasan partikel. Tekstur berkaitan dengan
ketersediaan permukaan untuk aktivitas mikroba.
5. pH bahan baku
pH bahan baku kompos diharapkan berkisar 6,5 – 8.
6. Temperatur
Pengomposan terjadi pada temperatur mesofilik 10 – 40o C. Pengomposan
diharapkan berlangsung pada temperatur 43 – 65o C.
7. Waktu
Waktu pengomposan bergantung pada temperatur, kelembaban, frekuensi
aerasi, dan kebutuhan konsumen. C/N ratio dan frekuensi aerasi adalah
cara memperpendek periode pengomposan.
Berdasarkan aktivitas mikroba, proses pengomposan dibagi dalam 4 fase.
Yang pertama adalah fase mesofilik, dimana bakteri yang dominan adalah bakteri
mesofilik. Hal ini menyebabkan mikroba aktif dan menimbulkan panas sehingga
tamperatur tumpukan kompos meningkat. Ketika temperatur melebihi 45oC maka
bakteri yang berperan adalah bakteri termofilik pada fase termofilik. Peningkatan
aktivitas mikroba dapat menyebabkan temperatur meningkat ke 65-70oC. Dengan
penurunan cadangan makanan, menyebabkan aktivitas bakteri berkurang dan
menurunkan temperatur tumpukan, yang disebut dengan fase mesofilik kedua.
Setelah suplai makanan habis maka temperatur akan turun sehingga sama dengan
suhu ambien, dan menandakan pengomposan sampai pada fase matang (Stoffella
and Kahn, 2001).
Pengomposan menggunakan kotoran yang sudah lama lebih lambat
dibandingkan dengan kotoran yang masih baru. Setelah hari pertama
9
Sifat tanah sangat dipengaruhi oleh bahan organik. Tanah yang kaya bahan
organik bersifat lebih terbuka sehingga aerasi tanah lebih baik dan tidak mudah
mengalami pemadatan, serta relatif lebih sedikit hara yang terfiksasi mineral tanah
sehingga yang tersedia bagi tanaman lebih besar (Sutanto, 2005).
Pupuk organik adalah pupuk yang berasal dari sisa-sisa tanaman, hewan
atau manusia seperti pupuk kandang, pupuk hijau dan kompos baik cair maupun
padat. Pupuk organik mengandung unsur hara makro dan mikro yang diperlukan
oleh tanaman, serta memiliki manfaat dapat memperbaiki kesuburan kimia, fisik
dan biologis tanah (Setyorini, 2005).
Sumber pupuk organik dapat berasal dari kotoran hewan, bahan tanaman
dan limbah, misalkan pupuk kandang (ternak besar dan kecil), hijauan tanaman
rerumputan, semak, perdu dan pohon, limbah pertanaman (jerami padi, batang
jagung, sekam padi dll), dan limbah agroindustri (Sutanto, 2002). Hal senada,
Setyorini (2005) juga menjelaskan bahwa pupuk organik dapat dibuat dari
berbagai jenis bahan, antara lain: sisa penen (jerami, brangkasan, tongkol jagung,
bagas tebu, sabut kelapa), serbuk gergaji, kotoran hewan, limbah media jamur,
limbah pasae, limbah rumah tangga, dan limbah pabrik serta pupuk hijau.
Simanungkalit et al. (2006) menyatakan bahwa bahan/ pupuk organik
sangat bermanfaat bagi peningkatan produksi pertanian, baik kualitas maupun
kuantitas, mengurangi pencemaran lingkungan, dan meningkatkan kualitas lahan
secara berkelanjutan, serta penggunaan pupuk organik dalam jangka panjang
dapat meningkatkan produktivitas lahan dan dapat mencegah degradasi lahan.
11
Tabel 1. Pengaruh pemberian pupuk organik dan taraf pupuk N terhadap hasil dan
kualitas tanaman padi sawah
Perlakuan Jumlah Bobot % Bobot Kandungan Kandungan
Gabah Gabah (g) Gabah 100 Protein (%) Pati (%)
isi Gabah (g)
Kontrol 1942,11 47,93 85,1 25,51 7,11 72,65
Jerami
2006). Hal ini juga dijelaskan dalam SNI 19-7030-2004 yang menyebutkan
bahwa kompos adalah bentuk akhir dari bahan-bahan organik sampah domestik
setelah mengalami dekomposisi.
Menggunakan kompos memiliki beberapa keuntungan, antara lain
meningkatkan dinamika air tanah termasuk infiltrasi, perkolasi dan kapasitas air,
sehingga hal ini dapat mengurangi kebutuhan irigasi dan potensi yang terkait
dengan pencucian unsur hara. Nutrisi secara perlahan dilepaskan dari waktu ke
waktu sehingga meningkatkan kesempatan tanaman untuk mengambil nutrisi
tersebut dan mengurangi masalah pencemaran air (US Composting Council,
2008).
Kebanyakan kompos terlalu rendah nutrisinya untuk digunakan sebagai
pupuk, tetapi karena nutrisi tersebut terikat secara organik, kompos jauh lebih
rentan terhadap pencucian hara dari pupuk terlarut dan karena itu sering
digunakan sebagai pengkondisian tanah (Snape et al., 1995).
Tabel 2. Hasil pengujian pupuk kandang pada budidaya padi sawah di lahan
bukaan baru.
Takaran Pemupukan (kg/ha) Produktivitas (t/ha)
Urea SP – 36 KCL Pupuk Kandang
200 100 50 - 3,21
200 100 50 5.000 3,92
200 100 50 10.000 4,28
200 100 50 15.000 4,42
200 100 50 20.000 4,5
Percobaan Pada Lokasi Lain
200 100 50 - 3,71
200 100 50 10.000 5,35
- - - 10.000 4,53
200 - - 10.000 5,83
Sumber: Souri(2001)
14
2.7 Jerami
Jerami adalah bahan organik yang banyak tersedia dari kegiatan budidaya
padi sawah (Doberman and Fairhurst, 2002). Jerami memiliki kandungan kalium
yang sangat baik untuk kesuburan tanah. Pemberian jerami ke tanah secara terus
menerus dapat memperbaiki dan meningkatkan kesuburan tanah. Kandungan
kalium yang terdapat pada 5 ton jerami setara dengan 50 kg pupuk KCL (BPTP,
2010). Kandungan unsur hara dari jerami dapat dilihat pada Tabel 3.
METODOLOGI PENELITIAN
Campuran Pengomposan
Jerami bahan kompos 1. Di dalam Kompos matang Penyaringan
disiram tong
2. Di atas tanah
menggunakan
terpal
Kotoran
Kompos halus
kambing
Secara skematis analisis kandungan unsur hara makro dan mikro kompos serta
justifikasi kualitas kompos disajikan pada Gambar 8.
Kandungan
Analisis pupuk
Pengomposan unsur hara
kompos
pupuk
Perbandingan
dengan standar
kualitas kompos
Massa jerami
Pengomposan Kompos
(basis kering)
Sistem
Budidaya Padi Peruntukan lain
organik
B
Analisis air irigasi Lahan pertanian Analisis mutu
Budidaya padi
dan lumpur (sawah) kompos
Pembandingan
Hasil analisis air
dengan baku mutu
irgasi dan lumpur Jerami
(SNI 19-7030-
2004)
Kompos
Tidak sesuai SNI
Pengomposan memenuhi
standar? Tidak
Ya
Neraca massa
Kompos Sesuai SNI
limbah-kompos
Budidaya padi dilakukan dengan 3 kali penanaman, yaitu April s.d. Juni
2010 (penanaman I), September s.d. Desember 2010 (penanaman II), dan Maret
s.d. Juni 2011 (penanaman III). Panen padi yang dilakukan pada 100 hari setelah
tanam (HST) menghasilkan gabah dan jerami dapat dilihat pada Gambar 11.
26
16
14
12
produktivitas (ton/ha)
10
8 Gabah
6 Jerami
0
Penanaman I Penanaman II Penanaman III
Dari Gambar 11 dapat dilihat hasil produksi pada penanaman I sebesar 4,8
ton/ha gabah dan 14,1 ton/ha jerami. Produksi ini termasuk tinggi pada masa itu
karena adanya pengaruh anomali cuaca yang terjadi di beberapa daerah di
Indonesia. Pada masa penanaman II produksi gabah menurun menjadi 1,6 ton/ha
dan jerami 12 ton/ha. Pada penanaman III hasil gabah menjadi 4,1 ton/ha dan
jerami 11,4 ton/ha.
Jerami dari ketiga penanaman padi menunjukkan kecenderungan menurun
dari musim tanam pertama. Hal ini dikarenakan pola penanaman benih padi yang
tidak beraturan, sehingga pada beberapa titik terlihat kosong dan ada beberapa
titik yang renggang. Produktivitas gabah yang dihasilkan juga menurun pada
penanaman kedua. Selain adanya pengaruh anomali cuaca pada waktu penanaman
tersebut, penurunan bobot gabah juga disebabkan adanya gangguan burung yang
memakan gabah padi serta adanya gabah yang kosong dan rontok pada saat
budidaya padi.
kot. ayam
40
Jerami cacah dengan
kot. kambing
35
30
25
0 10 20 30 40 50 60
Waktu (hari)
kambing dimana pada kedua bahan tersebut terdapat bakteri aerobik yang
membutuhkan carbon (C) sebagai bahan makanannya. Pencampuran dekomposer
dengan jerami menyebabkan bakteri yang ada pada kotoran tersebut melakukan
aktivitas mikroorganisme dengan mendegradasi bahan organik yang terdapat pada
jerami.
Aktivitas mikroorganisme menyebabkan meningkatnya temperatur dari
campuran homogen tersebut. Sedangkan pada jerami cacah tanpa campuran hanya
mengandalkan bakteri yang terdapat pada jerami, sehingga peningkatan
temperatur lebih lambat dari kedua campuran yang lainnya. Bakteri
mikroorganisme juga mendapat suplai oksigen dari proses pembalikan campuran
kompos yang dilakukan dua atau tiga hari sekali sekaligus pemberian air untuk
menjaga kelembabannya. Dengan tersedianya bahan organik, oksigen, dan bakteri
aerobik maka terjadi biodegradasi pada campuran tersebut.
Perubahan temperatur pada sistem aerasi (Gambar 13), baik untuk
campuran jerami cacah dengan kotoran ayam maupun untuk campuran jerami
cacah dengan kotoran kambing menunjukkan kecenderungan yang sama, dengan
kedua campuran tersebut pada sistem tumpukan.
45
Jerami cacah dengan EM4
25
20
0 10 20 30 40 50 60
Waktu (hari)
Gambar 13. Temperatur sistem aerasi
jerami cacah dengan campuran EM4, temperatur awal mencapai 34oC, kemudian
turun dan mulai menunjukkan kenaikan temperatur mencapai 36oC pada hari ke-
18. Setelah hari ke-20, grafik menunjukkan kecenderungan penurunan temperatur
dan mulai stabil pada hari ke-48. Sedangkan jerami tanpa cacah dengan kotoran
kambing menunjukkan perubahan grafik yang relatif datar dari awal
pengomposan.
Seperti halnya campuran kompos pada sistem tumpukan, dari Gambar 14
dapat dilihat bahwa campuran jerami cacah dengan kot. ayam/kambing memiliki
pola yang sama dengan campuran jerami dengan kot. ayam/kambing pada sistem
tumpukan. Pada dasarnya, tumpukan jerami memiliki panas yang mempengaruhi
peningkatan temperatur pada campuran kompos.
Tingkat kepadatan campuran homogen juga mempengaruhi temperaturnya.
Pengaruh kepadatan tumpukan dapat dilihat pada temperatur campuran jerami
tidak dicacah dengan kot. kambing menunjukkan grafik yang relatif datar dari
awal pengomposan. Kondisi campuran yang lebih renggang dari campuran
lainnya menyebabkan temperaturnya tidak mengalami peningkatan. Namun
campuran tersebut tetap menjadi kompos dikarenakan adanya proses pembalikan
dan pemberian air serta suplai oksigen dari tunnel sehingga bakteri dapat
melakukan aktivitas biodegradasi.
39
di luar naungan
37
Temperatur (oC)
35
di dalam naungan
33
31
29
27
25
0 10 20 30 40
Waktu (hari)
250
200
Gaya (N)
150
0
23/11/10 28/11/10 03/12/10 08/12/10 13/12/10 18/12/10
Tanggal pengukuran
Gambar 15. Gaya yang dibutuhkan untuk membalik kompos berbentuk silinder
karena proses biodegrdasi, dan permukaan bawah pengomposan silinder yang rata
dengan lantai penopangnya. Material yang digunakan dalam proses pengomposan
berubah bentuk seiring dengan proses degradasi material kompos yang ada di
dalamnya.
Hal yang berbeda terlihat pada proses pengomposan metoda anaerob.
Bahan yang digunakan pada pengomposan anaerob ini adalah jerami yag tidak
dicacah dicampur dengan kotoran kambing sebagai dekomposernya. Campuran
tersebut diletakkan pada dua tempat yang berbeda, yaitu di dalam tong tertutup
rapat dan di atas tanah terbungkus terpal. Perubahan temperatur pengomposan
dapat dilihat pada Gambar 16.
40
38 di dalam tong
36
34 di dalam terpal
Temperatur (oC)
32
30
28
26
24
22
20
0 10 20 30 40 50 60
Waktu (hari)
41
40,8
40,6
40,4
Massa (kg)
40,2
40
39,8
39,6
39,4
39,2
39
0 10 20 30 40 50 60
Waktu (hari)
Gambar 17. Perubahan massa material kompos secara anaerobik di dalam tong
stabil menunjukkan bahwa kompos telah matang (Cayuela et al., 2009; Li et al.,
2009).
Dengan membandingkan dari beberapa teknik pengomposan yang
dilakukan, maka dapat disimpulkan teknik pengomposan yang efektif dan efisien
dilakukan dalam mengomposkan jerami adalah dengan metoda anaerobik di atas
tanah terbungkus terpal. Hal ini berdasarkan waktu pengomposan yang lebih cepat
dari teknik pengomposan lainnya dan tidak memerlukan energi yang besar dalam
pelaksanaannya.
Dapat dilihat juga unsur Mg pada kompos berbahan dasar jerami dengan
campuran kotoran ayam melebihi baku mutunya, namun angka tersebut masih
bisa diterima karena perbedaannya tidak terlalu besar. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa kompos jerami memenuhi syarat dan menunjukkan kualitas
kompos baik.
Perbaikan kualitas kompos yang belum memenuhi persyaratan SNI 19-
7030-2004 dapat dilakukan dengan penambahan bahan organik yang dapat
meningkatkan kandungan unsur hara yang kurang, ataupun penambahan bahan
organik lainnya yang dapat menurunkan kandungan unsur hara yang berlebih.
Perbaikan kualitas kompos yang tidak sesuai dengan persyaratan dapat dilakukan
memalui proses pengomposan kembali.
berurutan adalah 58,00 mg/L; 53,67 mg/L; dan 24,17 mg/L pada saat sampel
kedua dan 35,07 mg/L; 30,33 mg/L; dan 26,90 mg/L pada saat sampel ketiga.
mg/L; dan 400 mg/L. Maka dapat dikatakan bahwa implementasi pupuk organik
tidak menyebabkan pencemaran pada badan-badan air.
tanaman padi, dan juga terjadinya dinamika air tanah termasuk infiltrasi, perkolasi
dan kapasitas air yang membawa unsur hara (leaching), serta larut pada air irigasi
(US Composting Council, 2008). Nutrisi pupuk terikat secara organik sehingga
jauh lebih rentan terhadap pencucian hara dari pada pupuk terlarut dan karena itu
sering digunakan sebagai pengkondisian tanah (Snape et al., 1995).
Pengomposan
± 2 bulan
7 ton diberikan
4,3 ton
lagi ke sawah
peruntukan lain
Pada Gambar 20 dapat dijelaskan bahwa jerami yang selama ini dipandang
sebagai limbah ternyata merupakan salah satu sumber potensial bahan baku
kompos. Kompos yang dihasilkan dapat dimanfaatkan kembali menjadi input bagi
budidaya padi organik dan hortikultura.
40
41
5.1. Simpulan
5.2. Saran
DAFTAR PUSTAKA
ADB-GEF-UNDP. 1998. Asian Least-Cost Greenhouse Gas Abatement Strategy
(ALGAS) Indonesia. ADB-GEF-UNDP, Manila.
[BPTP] Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. 2010. Fermented Rice Straw As
Ruminant’s Feed. Solok, Indonesia. http://sumbar.litbang.deptan.go.id/ [12
Oktober 2010].
Barrington, S., Choiniere, D., Trigui, M., and Knight, W. 2002. Effect of Carbon
Source on Compost Nitrogen and Carbon Losses. Bioresource Technology
83:189-194.
Canet, R., Pomares, F., Cabot, B., Chaves, C., Ferrer, E., Ribo, M., and Albiach,
M.R. 2008. Composting Olive Mill Pomace and Other Residues from
Rural Southeastern Spain. Waste Management 28:2585-2592.
Cayuela, M.L., Mondini, C., Insam, H., Sinicco, T., and Franke-Whittle, I. 2009.
Plant and Animal Wastes Composting: Effects of The N Source on Process
Performance. Bioresource Technology 100:3097-3106.
[DEPTAN] Departemen Pertanian. 2007. Agenda Nasional dan Rencana Aksi
2008-2009 Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca Sektor Pertanian.
Departemen Pertanian.
Djaja, W. 2008. Langkah Jitu Membuat Kompos dari Kotoran Ternak & Sampah.
AgroMedia Pustaka, Jakarta. Vi + 86 hlm.
Dobermann, A and Fairhurst, T.H. 2002. Rice Straw Mangement. Better Corps
International. Vol 16, Special Suplemen, May 2002.
Iqbal, A. 2008. Potensi Kompos dan Pupuk Kandang untuk Produksi Padi
Organik di Tanah Incepticol. Jurnal Akta Agrosia 11: 13-18.
Kruva, S.V. 1997. Air Pollution, People, and Plants. APS Press, Minnesota, USA.
Li, X,. Zhang, R., and Pang, Y. 2008. Characteristics of Dairy Manure
Composting With Rice Straw. Bioresource Technology 99: 359-367.
[LITBANG] Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2002. Prospek
Pertanian Organik Di Indonesia. Departemen Pertanian.
http://www.litbang.deptan.go.idberitaone17 [18 Mei 2010]
Mario, M.D., Zubair, A., Ahmad, A., Febrianti, T. Indah, F.S., dan Pakaya, R.
2008. Rekomendasi Pemupukan Padi Sawah Spesifik Lokasi. Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian Gorontalo. Departemen Pertanian.
Metcalf and Eddy. 2004. Wastewater Engineering, Treatment and Reuse.
McGraw-Hill, New York.
Murarka, I.P. 2000. Solid Waste Disposal and Reuse in the United States. CRC
Press, Boca Raton, Florida.
46
Perez, L.R., Martinez, C., Marcilla, P., and Boluda, R. 2009. Composting Rice
Straw with Sewage Sludge and Compost Effects On The Soil-plant
System. Chemospere 75: 781-787.
Pichtel, J. 2005. Waste Management Practices: Municipial, Hazardous and
Industrial. CRC press, Boca Raton, Florida.
Pierzynski, G.M., Sims, J.T., and Vance, G.F. 2005. Soils and Environmental
Quality. CRC press, Boca Raton, Florida.
[PP] Peraturan Pemerintah. 2001. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian
Pencemaran Air. CV. Ekojaya, Jakarta.
Rauf, A.W., Syamsudin, T., dan Sihombing, S.R. 2000. Peranan Pupuk NPK pada
Tanaman Padi. Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen
Pertanian. Irian Jaya.
Rashad, F.M., Saleh, W.D., and Moselhy, M.A. 2010. Bioconversion of Rice
Straw and Certain Agro-Industrial Wastes to Amendments for Organic
Farming System: 1. Composting, Quality, Stability, and Maturity Indices.
Bioresource Technology 101: 5952-5960
Reijntjes, C. Bertus, H. dan Waters-bayers. 1992. Pertanian Masa Depan :
Pengantar Untuk Pertanian Berkelanjutan Dengan Input Luar Rendah.
Sukoco Y, penerjemah; Fliert EVD dan Hidayat B, editor. Yogyakarta:
Kanisius. Terjemahan dari: Farming For The Future, An Introduction to
Low-External-Input and Sustainable Agriculture.
Salvato, J.A., 1992. Environmental Engineering and Sanitation. John Wiley &
Sons, Inc. New York.
Setyorini, D. 2005. Pupuk Organik Tingkatkan Produksi Pertanian. Warta
Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol. 27 No. 6, 2005. Balai
Penelitian Tanah, Bogor.
Sigit, Anggoro, A., dan Suharjo. 2007. Analisis proses degradasi lahan dan
dampaknya terhadap produktivitas lahan pertanian di kabupaten Klaten.
Forum Geografi, 21 (2). pp. 155-173. ISSN 0852-2682.
http://eprints.ums.ac.id/726/ [12 Oktober 2010].
Simanungkalit, R.D.M., Suriadikarta, D.A., Saraswati, R., Setyorini, D., dan
Hartatik, W. 2006. Pupuk Organik dan Pupuk Hayati. Balai Besar
Penelitian Dan Pengembangan Sumber Daya Lahan Pertanian. Badan
Penelitian Dan Pengembangan Pertanian. Bogor.
Snape, J.B., Dunn, I.J., Ingham, J., and Prenosil, J.E. 1995. Dynamics of
Environmental Bioprocesses. VCH, Weinheim.
Souri, S. 2001. Penggunaan Pupuk Kandang Meningkatkan Produksi Padi.
Instalasi Pengkajian dan Penelitian Teknologi Pertanian, Mataram.
47
[SNI] Standar Nasional Indonesia. 2004. Standar Nasional Indonesia No. 19-
7030-2004 tentang Spesifikasi Kompos Dari Sampah Organik Domestik.
Badan Standarisasi Nasional.
Stofella, P.J. and Kahn, B.A. 2001. Compost Utilization in Horticultural
Cropping Systems. CRC press, Boca Raton, Florida.
Sutanto, R. 2002. Penerapan Pertanian Organik. Kanisius, Yogyakarta.
US Composting Council. 2008. USCC Factsheet: Using Compost Can Reduce
Water Pollution. New York.
USEPA, 1998. Emission Factor Documentation for AP-42. Section 9.2.1.
Fertilizer Application. Draft Report. USEPA, North Carolina.
Yuwono, A.S. 2003. Odour Pollution in the Environmental: Detection of Biogenic
Odour Emissions Using a QCM Sensor Array – Based Instrument
[dissertation]. Rheinischen Friedrich-Wilhelms-Universität Bonn.
Yuwono, A.S., Ichwan, N., dan Saptomo, S.K. 2011. Pengomposan Jerami Padi
Organik dan Analisis Mutunya. Seminar Nasional IATPI –ITS 2011,
Surabaya 22 Juni 2011. Prosiding IATPI, in press.
48
49
Lampiran 1. Standar Nasional Indonesia tentang Spesifikasi Kompos dari Sampah Organik Domestik (SNI 19-7030-2004)
No Parameter Satuan Minimum Maksimum No Parameter Satuan Minimum Maksimum
0
1 Kadar air % C 50 17 Cobal (Co) mg/kg * 34
2 Temperatur Suhu air tanah 18 Chromium (Cr) mg/kg * 210
3 Warna Kehitaman 19 Tembaga (Cu) mg/kg * 100
4 Bau Berbau tanah 20 Merkuri (Hg) mg/kg 0,8
5 Ukuran partikel Mm 0,55 25 21 Nikel (Ni) mg/kg * 62
6 Kemampuan ikat air % 58 22 Timbal (Pb) mg/kg * 150
7 pH 6,80 7,89 23 Selenium (Se) mg/kg * 2
8 Bahan asing % * 1,5 24 Seng (Zn) mg/kg * 500
UNSUR MAKRO UNSUR LAIN
9 Bahan oganik % 27 58 25 Calsium % * 25,50
10 Nitrogen % 0,40 26 Magnesium (Mg) % * 0,60
11 Karbon % 9,80 32 27 Besi (Fe) % * 2,00
12 Phosfor (P2O5) % 0,10 28 Aluminium (Al) % 2,20
13 C/N – ratio 10 20 29 Mangan (Mn) % 0,10
14 Kalsium (K2O) % 0,20 BAKTERI
UNSUR MIKRO 30 Fecal Coli MPN/gr 1000
15 Arsen mg/kg * 13 31 Salmonella sp. MPN/4gr 3
16 Cadmium (Cd) mg/kg * 3
49
50