You are on page 1of 91

CEREBROVASCULAR DISEASE

( CVD )
dr. Rahmawati Akib, Sp.S, M.Kes
PERDARAHAN SUBARAKHNOID (PSA) = SAH
● DEF. DRH TERDPT /MASUK KE
R.SUBARAKHNOID
● PEMBAGIAN :
1. PSA PRIMER (SPONTAN) : pb drh SA robek,
drh bukan dari parenkim otak (& bukan ok
TRAUMA).
2. PSA SEKUNDER :
asal drh dari luar R.SUBARAKHNOID mis
dari parenkim otak (PIS) atau Tumor Otak
SAH

• SAH may be spontaneous or traumatic


• Spontaneous SAH are caused by
– Cerebral aneurysms
– AV malformations
1. ANEURISMA PECAH (50 %)
2. Malformasi AV (MAV) pecah (5%) / Angioma
3. Sekunder (PIS / Tu Otak) (20 %)
4. Tak dik. Kausanya (25 %)
● PSA = 7 – 15 % kasus GPDO
● INSIDENS :
- USIA : dekade 3 – 5 → 7 (62 % I x timbul
pd 40 –60 thn)
- JENIS KEL : laki-laki > perempuan
● Gej. Prodromal : Nyeri kep.hebat & mendadak = 10%
● Kesadaran tergg : - ringan, sebentar, atau UP &
Down, bervariasi
- bisa delier sp koma.
● Tanda rangsang MENINGEAL (+) (kaku kuduk
&/kernigs sign)
● Gej. Neurol.fokal : ringan, tgt, lesi pbdrh yg tergg
(lihat DD → PIS & SI)
1. KLINIS : Ax & Px
2. Likuor : - berdrh (hampir 100%) → Erit
25-150 ribu /mm3
- atau santokrom (setlh perdarahan
4 jam → 30 hari)
3. PEM.CT.Scan – TOMOGRAFIK : Hiperdens
dgn Zat Kontras → dpt terlihat Aneurisma / Mav
4. ANGIOGRAFI setlh bbrp hari pasca onset (kontras
→ Aneurisma / Mav (+)).
5. SONOGRAFI (TCD =Transcranial Doppler)
Vasospasm (46%)

COMPLICATI
Hydrocephalus
ON (20%)

Rebleeding (7%)
DISCUSSIO
N

TREATMENT

Bed Rest

Ca-Channel Blocker

3H
DISCUSSION

HIPERTENSI

TRIPL
EH
HIPERVOLE HEMODILU
MIA SI
DISCUSSION

Goal of Treatment 3H :
- Maintaining cerebral perfusion pressure
- Increase blood flow to the brain
- Reduce cerebral ischemia due to vasospasm
1. TERAPI FASE AKUT (- s/d 2 –3 minggu) = PIS
2. Pasca akut → Angiografi 1 → u/Bedah Saraf :
Kliping Ligasi PB D ybs
3. R/ Nimodipin (Pasca Akut) u/ Cegah Spasme
4. Rehab (PB DRH Pasca PSA)
TERAPI
UMUM
5 B B1. Respirasi (Breathing) terjamin jln napas
O2- PAO2, PACO2
B2. Blood, Terjaminnya sirkulasi umum JTG,
TD, DRH (Hb dll), Viskositas Intake
Cairan, Asam-Basa, K; N; Ca.
B3. Brain (Otak) Panas → ↓ Kejang → R/
Oedema otak → R/ Kesadaran
B4. Bladder, Kateter ?
VU, TU → Out put ~ Input Stagnasi
Urine ! R/!- > 35 ml/jam
B5. Bowel (TGI) R/Nutrisi – P.Enteral – oral
(Infus / Sonde lambung)
Obstipasi → (gelisah, sesak ) → R/
Posisi Pend. : Elevasi kepala & bahu 200 – 30o
-
Tind. Profilkatik vasospasme Nimodipine
oral 60 mg diberikan tiap 4 jam slm 21 hr.
• Kalsium antagonis (nimodipin) menghalangi transfer
ion kalsium ke dlm sel sehingga menghambat
kontraksi otot polos pemb. Darah
• Nimotop bekerja dalam jaringan neuron (melindungi
dan memperbaiki fungsi sel) dan dalam jar.
Serebrovaskular (meningkatkan ADO dan efek
sitoprotektif dlm pemb. Darah otak)
DISCUSSIO
N

Ca-Channel Blocker (Nimodipin)


- Lipid soluble
- Passing through the blood brain barrier
- Reducing cerebral vascular spasm
- Improvements in long-term output after SAH
● Etiologi :
- pd Aneurysma → > buruk
- multiple > buruk dp tinggal
- lokasi aneur./Mav. –a.com.ant & a.cerebri
ant.→ > jelek →sering masuk→ PIS /ventrikel
● Usia : lanjut → > buruk
● Koma : > 24 jam → buruk
● Kejang Spasme, HT,PSA ulangan → prog.> jelek
● Ensefalopati Hipertensi merupakan suatu istilah yang
diperkenalkan oleh dua orang praktisi medis bernama
Oppenheimer dan Fishberg pada tahun 1928

● untuk menggambarkan perubahan keadaan ensefalon


berdasarkan peningkatan tekanan darah yang
menyebabkan hipertensi vaskulopati hingga edema
intraserebral
● Ensefalopati merupakan istilah umum yang
menggambarkan kerusakan atau disfungsi otak.

● Ensefalopati dapat disebabka n oleh infeksi, trauma,


gangguan metabolik, dan penyakit sistem organ
lainnya.

● Hipertensi merupakan salah satu kondisi medis yang


ditandai oleh peningkatan tekanan sistolik dan atau
tekanan diastolik
● Menurut JNC 7 (The Joint National Committee on
Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of
High Blood Pressure) hipertensi diklasifikasikan
sebagai berikut :

● Tabel 1.1 Klasifikasi Hipertensi Kategori


Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)
Normal < 120 < 80
Pre-Hipertensi 120 – 139 80 – 89
Hipertensi Stage 1 140 – 159 90 – 99
Hipertensi Stage 2 ≥160 ≥100
● Pada setiap jenis hipertensi, dapat timbul krisis
hipertensi dimana tekanan darah diastolik sangat
meningkat sampai 120 – 130 mmHg
● yang merupakan suatu kegawatan medis dan
memerlukan pengelolaan yang cepat dan tepat
● Joint National Comitte of Detection, Evaluation, and
Treatment of High Blood Pressure (JNCV) membagi krisis
hipertensi ini menjadi 2 golongan:

1. Hipertensi Emergensi (darurat) ditandai dengan


tekanan darah diastolik > 120 mmHg, disertai
kerusakan berat dari organ sasaran yang disebabkan
oleh satu atau lebih penyakit/kondisi akut

2. Hipertensi Urgensi (mendesak), tekanan darah diastolik


> 120 mmHg dan dengan tanpa kerusakan/komplikasi
minimum dari organ sasaran
● Dikenal beberapa istilah berkaitan dengan krisis
hipertensi antara lain:
1. Hipertensi refrakter : respons pengobatan tidak
memuaskan dan tekanan darah > 200/100 mmHg,
walaupun telah diberikan pengobatan yang efektif
pada penderita dan kepatuhan pasien.

2. Hipertensi akselerasi : Tekanan darah meningkat,


diastolik > 120 mmHg diserta dengan kelainan
funduskopi. Bila tidak diobati dapat berlanjut ke fase
maligna.
3. Hipertensi maligna : penderita hipertensi akselerasi
dengan tekanan darah diastolik > 120 – 130 mmHg dan
kelainan funduskopi disertai papiledema, peninggian
tekanan intracranial, kerusakan cepat dari vaskular,
gagal ginjal akut, ataupun kematian bila penderita
tidak mendapat pengobatan.

4. Hipertensi ensefalopati
Kenaikan tekanan darah dengan tiba-tiba disertai
keluhan neurologis yang bersifat reversible bila
tekanan darah diturunkan
● Ensefalopati hipertensi adalah sindrom klinik akut
reversible yang dicetuskan oleh kenaikan tekanan
darah secara mendadak sehingga melampaui batas
autoregulasi otak.
● Ensefalopati hipertensi banyak ditemukan pada usia
pertengahan dengan riwayat hipertensi essensial
sebelumnya.
● Menurut penelitian di USA, sebanyak 60 juta orang
yang menderita hipertensi, kurang dari 1 % mengidap
hipertensi emergensi.
● Mortalitas dan morbiditas dari penderita ensefalopati
hipertensi bergantung pada tingkat keparahan yang
dialami
● Selain itu, diteliti bahwa Insiden pada orang kulit
putih sebanyak 20-30%, sedangkan pada orang kulit
hitam sebanyak 80%. Sehingga orang kulit hitam
lebih beresiko menderita hipertensi emergensi
● Di Indonesia, masalah hipertensi yang ditemukan
adalah besarnya prevalensi di Indonesia dan di setiap
provinsi. Prevalensi hipertensi berdasarkan
pengukuran termasuk kasus yang sedang minum
obat, secara nasional adalah 32,2 %. prevalensi
tertinggi ditemukan di Provinsi Kalimantan Selatan
(39,6%) sedangkan terendah di Papua Barat (17,6 %)
● Ensefalopati hipertensi dapat merupakan komplikasi
dari berbagai penyakit antara lain :
penyakit ginjal kronis, stenosis arteri renalis,
glomerulonefritis akut, toxemia akut,
pheokromositoma, sindrom cushing, serta penggunaan
obat seperti aminophylin, phenylephrine, eklampsia
dan gagal ginjal akut pada anak – anak.
● Secara fisiologi peningkatan tekanan darah akan
mengaktivasi regulasi mikrosirkulasi di otak (respon
vasokontriksi terhadap distensi dinding endotel).
● Aliran darah otak tetap konstan selama perfusi aliran
darah otak sekitar 60 – 120 mmHg.
● Ketika tekanan darah meningkat secara tiba-tiba,
maka akan terjadi vasokontriksi dan vasodilatasi dari
arteriol otak yang mengakibatkan kerusakan endotel,
ekstravasasi protein plasma, edema serebral.
● Jika peningkatan tekanan darah terjadi secara
persisten sampai ke hipertensi maligna maka dapat
menyebabkan nekrosis fibrinoid pada arteriol dan
gangguan pada sirkulasi eritrosit dalam pembuluh
darah yang mengakibatkan deposit fibrin dalam
pembuluh darah (anemia hemolitik mikroangiopati)
● teori-teori mengenai ensefalopati hipertensi:
1. Reaksi autoregulasi yang berlebihan (The
overregulation theory of hypertensive encephalopathy)

2. Kegagalan autoregulasi (The breakthrough theory of


hypertensive encephalopathy)
● Ensefalopati hipertensi merupakan suatu sindrom
hipertensi berat yang dikaitkan dengan ditemukannya
nyeri kepala hebat, mual, muntah, gangguan
penglihatan, confusion, pingsan sampai koma. Onset
gejala biasanya berlangsung perlahan, dengan progresi
sekitar 24-48 jam.
● Gejala-gejala gangguan otak yang difus dapat berupa
defisit neurologis fokal, tanda-tanda lateralisasi yang
bersifat reversible maupun irreversible yang mengarah
ke perdarahan cerebri atau stroke. Microinfark dan
peteki pada salah satu bagian otak jarang dapat
menyebabkan hemiparesis ringan, afasia atau
gangguan penglihatan.
● Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis dan
pemeriksaan penunjang
● a. Stroke iskemik atau hemoragik
● b. Stroke trombotik akut
● c. Perdarahan intracranial
● d. Encephalitis
● e. Hipertensi intracranial
● f. Lesi massa SSP
● g.Kondisi lain yang terjadi bersamaan dengan
peningkatan tekanan darah atau yang memiliki gejala
serupa.
● Pada penderita ensefalopati hipertensi, jika tekanan
darah tidak segera diturunkan, maka penderita akan
jatuh dalam koma dan meninggal dalam beberapa
jam.

● Sebaliknya apabila tekanan darah diturunkan


secepatnya secara dini prognosis umumnya baik dan
tidak menimbulkan gejala sisa
● Menurut Plum, gangguan kesadaran yang maksimal
(koma) didefinisikan sebagai “unarousable
unresponsiveness” yang berarti “the absence of any
psychologically understandable response to external
stimulus or inner need”
KESADARAN :
→Kondisi waspada dengan kesiagaan yang terus
menerus terhadap keadaan lingkungan
→Mampu memberikan respon penuh terhadap
rangsang

Perilaku dan pembicaraan


sesuai
keinginan pemeriksa
● Interaksi yang sangat kompleks dan terus-menerus
secara efektif antara hemisfer otak, formatio
retikularis serta semua rangsang sensorik yang masuk
● Jaras kesadaran berlangsung secara multi sinaptik
dan akan menggalakkan inti (neuron di formatio
retikularis) untuk selanjutnya mengirimkan impuls ke
seluruh korteks secara difus dan bilateral
Kesadaran:
● Kuantitatif : jumlah “input” susunan saraf pusat
menentukan derajat kesadaran.Pemeriksaan
dengan penilaian GCS
● Kualitatif : cara pengolahan “input” itu sehingga
menghasilkan pola-pola “output” susunan saraf
pusat menentukan kualitas kesadaran, contoh:
tingkah laku, perasaan hati, orientasi, jalan
pikiran, kecerdasan, daya ingat kejadian
1. Sadar(compos mentis): respon yang baik/penuh
terhadap rangsangan dari dalam maupun dari
luar
2. Somnolen: keadaan mengantuk, kesadaran
dapat pulih penuh bila dirangsang
3. Stupor(sopor):kantuk yang dalam, dapat
dibangunkan dengan rangsang yang kuat,
namun kesadarannya segera menurun lagi
4. Coma: tidak sadar sepenuhnya dan tidak
bereaksi terhadap rangsang internal maupun
external
Dapat dibagi menjadi 2, yaitu:
1.Gangguan pada ARAS dan kedua hemisfer
cerebri (somnolen, stupor, coma)
2.Gangguan pada pusat kognitif, dimana
gangguan ini lebih mempengaruhi fungsi
mental, ekspresi, psikologis, melibatkan
sensasi, emosi dan proses berpikir (confusion,
delirium, ilusi, halusinasi)
1. Gangguan kesadaran tanpa disertai kelainan fokal atau
lateralisasi dan tanpa disertai kaku kuduk (gangguan
metabolik, intoksikasi, infeksi sitemis, hipertermia, epilepsi)
2. Gangguan kesadaran tanpa disertai kelainan fokal atau
lateralisasi disertai dengan kakuk kuduk (perdarahan
subarahnoid, meningitis, ensefalitis)
3. Gangguan kesadaran disertai dengan kelainan fokal
(tumor otak, perdarahan intraserebral, infark serebri, abses serebri)
● Suatu keadaan tidak bisa dibangunkan yang
sifatnya tidak berespon (Plum & Poner, 1996)
● Penurunan kesadaran yang paling berat, ditandai
dengan kondisi penurunan kesadaran yang tidak
menghasilkan reaksi sama sekali terhadap
rangsangan dari luar.
● Secara medis mencakup seluruh aspek gejala2
Neurologis dan tanda-tanda EEG
● Disfungsi otak difus : merupakan proses
metabolik atau submikroskopik yang menekan
aktivitas neuronal (ggn metabolik, toksik, kejang,
meningitis, viral encephalitis, hipoksia dll)
● Efek langsung pada batang otak : stroke batang
otak, trauma
● Efek kompresi pada batang otak : tumor, abses,
perdarahan intraserebral, subdural maupun
epidural
Patofisiologi
Koma:
Gangguan Korteks Serebri
Atau
Sistem aktivasi
lesi
Retikuler ascending
Serabut penghubung

Perubahan kesadaran global


1. Lesi supratentorial, infeksi mening atau
perdarahan subarahnoid yang menghasilkan
peningkatan tekanan intrakranial (prosesnya
melalui brainstem)
2. Lesi pada fossa posterior brainstem, yang
mengakibatkan penekanan pada brainstem
3. Metabolik, endokrin atau ensefalopati anoksia
dengan keterlibatan hemisfer serebri yang difus
4. Bangkitan General tonic clonic
● a. Gangguan sirkulasi darah di otak (serebrum,
serebellum, atau batang otak)
● b. Infeksi: ensefalomeningitis (meningitis, ensefalitis,
serebritis/abses otak)
● c. Gangguan metabolisme
● d. Neoplasma
● e. Trauma kepala
● f. Epilepsi
● g. Intoksikasi
● h. Gangguan elektrolit dan endokrin
Intrakranial
1. Traumatik: epidural hemorrhage, subdural, intracranial
hemorrhage
2. Infeksi: subdural empyema, brain abscess, meningitis
bakterial dan fungal, viral encephalitis
3. Neoplasma: primer, metasstase
4. Vaskular: infark, intracerebral hemorrhage
Metabolik
1. Gangguan asam-basa dan elektrolit:
hyper/hyponatremia, hyper/hypokalemia,
hypermagnesia, hyperkalsemia
2. Penyakit endokrin: DM, hyperosmolar ninketotik,
chusing’s syndrome
3. Koma hepatikum
4. Koma uremikum
5. Ensefalopati anoksia: obstruksi jalan nafas, cardiac
arrest, pulmonary disfunction
6. Defisiensi vitamin: thiamine, niasin
7. Racun dan Intoksikasi: alkohol, heroin, barbiturat,
organic solvent
● Anamnesis
● Pemeriksaan fisik umum
● Pemeriksaan Neurologis
● Pemeriksaan penunjang (Laboratorium, head CT
Scan, MRI)
● Berdasarkan :
1. anamnesis
2. pemeriksaan fisis
3. pemeriksaan neurologik
a. Pemeriksaan dgn GCS
b. Pemeriksaan untuk menetapkan letak proses
patologik di batang otak
4. Pemeriksaan Laboratorium
5. Pemeriksaan dgn alat
1. Tanda vital: tekanan darah, nadi, suhu, respirasi (tipe
pernafasannya), ada tidaknya aritmia
2. Bau nafas
3. Kulit
4. Kepala
5. Leher
6. Toraks/ abdomen dan ekstremitas
1. Derajat kesadaran: secara kuantitatif dinilai dengan GCS
2. Pemeriksaan brainstem reflex: perhatikan posisi bola
mata, refleks pupil, refleks kornea, refleks gerak bola
mata. Bila ditemukan refleks cahaya pupil anisokor
besar kemungkinan etiologi struktural
3. Pemeriksaan refleks motoriknya: adakah kelumpuhan
sesisi/ hemiparesis, refleks patologis, refleks fisiologis,
refleks movement spt deserebrasi / dekortikasi
Nafas cepat dan dalam ada periode apneu
Respon motorik terhadap rangsangan nyeri (penekanan daerah
supraorbital)
A. Hemisfer kanan
B. Diensefalon
C. Midbrain/ Pons
Setiap pasien koma dikelola menurut pedoman:
● Airways : bebaskan jalan nafas → cek saturasi
oksigen
● Breathing : beri bantuan nafas
● Circulation : menjaga tekanan darah
● Hentikan kejang jika terjadi kejang
● Periksa keseimbangan cairan→ pasang kateter
● Pemasangan pipa NGT (nasogastric tube)
● Komplikasi : hipoksia, edema otak, herniasi
tentorial, sepsis, septic shock, bronchopneuminia,
stress ulcer
● Koma yang bersifat struktural → prognosis
bersifat ad malam, begitu juga dengan insufisiensi
batang otak
● Tanda-tanda prognosis buruk: tidak ada refleks
pupil dan gerak bola mata, tidak ada refleks
kornea, atonia anggota gerak, tidak ada refleks
visual, auditori dan somatosensorik
Eye Membuka mata spontan 4
Terhadap rangsang suara 3
Terhadap rangsang nyeri 2
Menutup mata terhadap semua rangsangan 1

Orientasi baik 5
Verbal
Bingung 4
Bisa membentuk kata tetapi tdk mampu ucapkan kalimat 3
Mengeluarkan suara yang tidak berarti 2
Tidak ada suara 1

Menurut perintah 6
Motorik
Dapat melokalisir rangsang setempat 5
Menolak rangsang nyeri pada anggota gerak 4
Menjauhi rangsang nyeri (fleksi) 3
Ekstensi spontan 2
Tidak ada gerakan samasekali 1
● Pada jaman Mesir kuno dan Yunani “Kematian
adalah ketika jantung yang merupakan bagian
vital dari jiwa seorang manusia berhenti berdetak”

● Moses Maimonedes (abad pertengahan 1135-1204)


merupakan orang pertama yang
mempertimbangkan bahwa kematian setara
dengan hilangnya fungsi otak secara irreversibel.
● Mc Mahan Jeff, dalam jurnalnya Brain death, Cortical
death and persistent vegetative state mendefinisikan
kematian otak adalah hilangnya fungsi otak yang
irreversible yaitu kesadaran dan fungsi integrasi
sistemik terhadap organ secara keseluruhan tanpa
pemulihan yang berarti adalah akhir dari kehidupan.
● Calixto Machado, Institute of Neurology and
Neurosurgery, Dept of Clinical Neurophysiology
dalam Jurnal Neurologi Internasional 2010
mendefinisikan
Kematian otak sebagai gejala klinis dari otak yang
ditandai dengan penghentian kerja otak yang
irreversibel, disebut koma, refleks batang otak tidak
ada dan disertai apnea.
● Di Indonesia telah ditetapkan di Undang-undang No
36 tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 117 bahwa
“Seseorang dinyatakan mati apabila fungsi sistem
jantung, sirkulasi dan sistem pernafasan terbukti telah
berhenti secara permanen, atau apabila kematian
batang otak telah dapat dibuktikan.”
● Sistem saraf terdiri dari :
1. sistem saraf pusat, yang meliputi otak dan medula
spinalis
2. sistem saraf perifer, yg terdiri atas nervus kranialis
dan nervus spinalis.
● Otak terdiri dari empat bagian yaitu
serebrum
serebelum
struktur primitif, dan
batang otak
● Terdiri dari dua hemisfer, kanan dan kiri, yang
dihubungkan oleh korpus kalosum.
● Setiap hemisfer dibagi menjadi empat lobus
berdasarkan patokan anatomi dan perbedaan
fungsinya
● Serebelum berperan dalam mempertahankan tonus
otot, mengoordinasi gerakan otot, dan
mengendalikan keseimbangan.
● Diensefalon td talamus dan hipotalamus
● Sistem limbik
● RAS ( Reticular Activating System)
● Bagian-bagian batang otak dari atas ke bawah adalah :
Mesensefalon, berperan dalam mengantarai refleks
auditorius dan visual.
Pons, berfungsi menghubungkan serebelum dengan
serebrum dan mesensefalon dengan medula
oblongata, selain itu pons mengandung satu dari
beberapa pusat pernapasan.
Medula oblongata, berperan terutama dalam
mengatur fungsi respirasi, vasomotor dan kardiak.
● Kematian otak ditandai dengan koma, apneu dan
hilangnya semua refleks batang otak.

● Penyebab umum kematian otak termasuk trauma,


perdarahan intrakranial, hipoksia, overdosis obat,
tenggelam, tumor otak primer, meningitis,
pembunuhan dan bunuh diri.
● Patofisiologi penting terjadinya kematian otak adalah
peningkatan hebat tekanan intrakranial (TIK) yang
disebabkan perdarahan atau edema otak.

● Jika TIK meningkat mendekati tekanan darah


arterial, kemudian tekanan perfusi serebral (TPS)
mendekati nol, maka perfusi serebral akan terhenti
dan kematian otak terjadi.
● Penghentian aliran darah ke otak secara total akan
menyebabkan hilangnya kesadaran dalam waktu 5
sampai 10 detik karena tidak ada pengiriman oksigen
ke sel-sel otak yang kemudian langsung
menghentikan sebagian metabolismenya

● Aliran darah ke otak yang terhenti untuk tiga menit


dapat menimbulkan perubahan-perubahan yang
bersifat irreversibel.
● Pemeriksaan neurologis klinis tetap jd standar utk
penentuan kematian otak

● Juga dilakukan identifikasi penyebab koma, untuk


memastikan kondisi irreversible, penyingkiran tanda
neurologis yang salah ataupun faktor-faktor yang
dapat membingungkan, interpretasi hasil pencitraan
neurologis dan hasil pemeriksaan tes laboratorium
tambahan dianggap perlu.
● 1. Evaluasi kasus koma
identifikasi kasus koma ireversibel beserta penyebab
koma yang paling mungkin. Cedera kepala berat,
perdarahan intraserebral hipertensif, perdarahan
subarachnoid, jejas otak hipoksik-iskemik, dan
kegagalan hepatic fulminan adalah merupakan
penyebab potensial hilangnya fungsi otak yang
bersifat ireversibel
2. Penilaian klinis refleks batang otak antara lain :
pupil asimetris, refleks pupil thd cahaya,
posisi/pergerakan mata, roving eye movement, dolls
eye movement, refleks kornea, gag refleks
● Pemilihan tes konfirmatif yang akan dilakukan sangat
tergantung pada pertimbangan praktis, mencakup
ketersediaan, kemanfaatan, dan kerugian yang
mungkin terjadi. Beberapa tes konfirmatif yang biasa
dilakukan antara lain:
● a. Angiography (conventional, computerized
tomographic, magnetic resonance, and radionuclide)
● b. Elektroensefalografi
● c. TCD
THANK YOU

You might also like