You are on page 1of 24

Mizan: Journal of Islamic Law, FAI Universitas Ibn khaldun (UIKA) BOGOR

Vol. 1 No. 2 Desember 2017, ISSN:_2598-974X, E-ISSN: 2598-6252,


Link: http:// www.jurnalfai-uikabogor.org

BEDAH CAESAR MENURUT DAWABIT al-MASLAHAH MUHAMMAD


SAID RAMADAN al-BUT I

Yono & Kholil Nawawi1


FAI Universitas Ibn Khaldun (UIKA) Bogor
Jl. Kh. Sholeh Iskandar Bogor
E- mail: yono@fai.uika-bogor.ac.id

Abstract: One of the new phenomena that is influenced by the development of the age
and technology that has been more advanced is the process of giving birth by Caesarean
section. Caesarean section clearly has a positive effect (benefit) and negative effects
(mafsadat). In relation to this, what if examined from the standpoint of Islamic law,
especially the view of the maslahat Ramadan al-Buti, which he is one of the clerical figure
who cares about new issues and who give criteria or limits on a maslahat (dawabit)).
Temporary findings in the medical review Cesareans clearly have a positive effect and
negative effects, as well as maternal mothers perform caesarean section with a variety of
motives and purposes, some are forced, there is to maintain the beauty of the body and
there is also a limit to the descent. Through dawabit al-maslahah al-Buti will be studied
the law of caesarean section by looking at how the restriction of maslahah contained in
the caesarean section in the medical world through consideration of the positive effects
and negative effects of caesarean section and the purpose of doing the cesarean section.
Keywords: al-maslahah, cesarean section.

Abstrak: Salah satu fenomena baru yang dipengaruhi oleh perkembangan zaman dan
teknologi yang sudah semakin maju adalah proses melahirkan dengan bedah Caesar.
Bedah Caesar jelas memiliki epek positif (manfaat) dan efek negatif (mafsadat).
Sehubungan dengan ini, lantas bagaimana apabila dikaji dari sudut pandang hukum
Islam terutama pandangan maslahatnya Ramadan al-Buti, yang mana beliau adalah
salah satu sosok ulama yang peduli terhadap persoalan-persoalan baru dan yang
memberi kriteria atau batasan terhadap sebuah kemaslahatan (dawabit}). Temuan
sementara dalam tinjauan medis Bedah caesar jelas memiliki efek positif dan efek
negatif, demikian juga ibu ibu melahirkan melakukan bedah caesar dengan berbagai
motif dan tujuan, ada yang terpaksa, ada yang demi mempertahankan kecantikan tubuh
dan ada juga yang demi membatasi keturunan. Melalui dawabit al-maslahah al-Buti akan
dikaji hukum bedah caesar dengan melihat bagaimana pembatasan dari maslahah yang
dikandung dalam bedah caesar dalam dunia medis melalui pertimbangan efek positif dan
efek negatif dari bedah caesar serta tujuan dilakukanya bedah caesar itu sendiri
Kata kunci: al-Maslahah, Operasi Cesar.

Tanggal Naskah diterima: 30 Juli 2017, direvisi: 22 Agustus 2017, disetujui


1

untuk terbit: 23 September 2017.

140
Yono & Kholil Nawawi

Pendahuluan
Secara umum Islam merupakan agama yang ajarannya diturunkan
semata-mata untuk menata hubungan manusia dengan Tuhan, manusia
dengan sesamanya dan manusia dengan lingkungannya2. Sumber dari ajaran
Islam sendiri adalah al-Qur’an yang merupakan wahyu yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad SAW. secara berangsur-angsur sebagai respons
untuk menyelesaikan persoalan yang berkembang pada masyarakat itu.
Namun persoalan tersebut tidak semuanya dapat diselesaikan oleh Nabi
dengan jalan wahyu. Oleh karena itu, terkadang Nabi menyelesaikan dengan
pemikiran dan pendapat beliau dan terkadang melalui musyawarah dengan
para sahabat.3 Hal ini kemudian dikenal dengan Sunnah Rasul.
Pada umumnya al-Qur’an hanya memuat prinsip-prinsip dasar dan
tidak menjelaskan segala sesuatu secara rinci terkecuali masalah-masalah
tertentu saja seperti pembagian waris. Perinciannya, khusus dalam masalah
ibadah dilakukan oleh Hadits, sedangkan dalam persoalan mu'amalah
kemasyarakatan, agar dapat diaktualisasikan sesuai dengan perkembangan
masyarakat yang penuh dinamika, Nabi SAW. hanya menyampaikan prinsip-
prinsip dasar saja dan menyerahkan penerapannya kepada umatnya. Nabi
bersabda sebagaimana termuat dalam Musnad Ibnu Hanbal Jilid III, hal. 152
yang terjemahannya : kalian lebih mengetahui tentang urusan duniamu.
Kemudian masyarakat dewasa ini terus berkembang dan semakin kompleks,
maka sangat diperlukan kepastian hukum yang memecahnya berorientasi
pada kemaslahatan umat manusia. Bukankah pada hakikatnya maqasid
(tujuan) al-shari'at diciptakan untuk kemaslahatan manusia.
Menurut Al-Shatibi dalam kitabnya al-Muwafaqat fi Usul al-Shari’ah
mengemukakan pendapatnya bahwa tujuan pokok disyariatkannya hukum
Islam adalah untuk kemaslahatan manusia baik di dunia dan di akhirat.4
Demikian juga dikatakan Muhamad Said Ramadan al-Buti bahwa semua
hukum Allah ditujukan untuk kemaslahatan hambanya di dunia dan akhirat.5
Selanjutnya as-Shatibi membagi al-maslahah ke dalam tiga tingkatan: pertama,

2Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqh Al-Islami Wa-Adillatuhu, Juz 1, (Bairut: Dar al-Fikr,


1989 ), 56.
3Hasan AhmadMar'i, aL-Ijtihad FiShari'ah aL-Islamiyah, ( Cairo, 1976), 32.

4Abu Ishaq al-Shatibi, al-Muwafaqat fi Usul al-Syari’ah , (Beirut: Dar al-Kutub

al-‘Alamiyyah, 2004), 220.


5Muhammad Said Ramadan al-Buti, Dawabit al-Malahah fi Shari’ah al-Islamiyah,

(Bairut: Muassasah ar-Risalah 2001), 69.

141 – Fakultas Agama Islam Universitas Ibn Khaldun Bogor


Bedah Caesar Menurut Dawabit al-Maslahah Muhammad Said Ramadan al-But

ad-daruriyah (kemaslahatan primer), yang meliputi menjaga agama ( hifd al-


din), melindungi jiwa (hifdu an-nafs), melindungi akal (hifd al-aql), melindungi
keturunan (hifd al-nasl), dan melindungi harta (hifd al-mal). Kedua, hajiyyat
(kemaslahatan sekunder), yaitu kemaslahatan yang tidak sampai merusak
tatanan hukum, melainkan sebagai upaya untuk meringankan bagi
pelaksanaan sebuah hukum. Ketiga tahsiniyyat (kemaslahatan suplementer),
yaitu kemaslahatan yang memberikan perhatian terhadap masalah etika yang
dimaksudkan untuk menyempurnakan kemaslahatan sekunder.6
Menurut al-Shatibi tujuan hukum (maqashid al-shari'ah ) merupakan hal
yang amat penting. Para Faqih merumuskan tujuan untuk tercapainya
kebaikan hidup manusia (masalihu al-khalqi), tercapainya kepentingan-
kepentingan manusia dalam menuju kebaikan hidup dunia dan akhirat. Tak
satu pun hukum Allah dalam pandangan al-Shat}ibi yang tidak mempunyai
tujuan. Hukum yang tidak mempunyai tujuan sama dengan taklif ma la yutaq
(membebankan sesuatu yang tak dapat dilaksanakan)7. Muhammad Abu Zahrah
dalam kaitan ini menegaskan bahwa tujuan hakiki hukum Islam adalah
kemaslahatan. Tidak satupun hukum yang disyari'atkan baik dalam al-Qur’an
maupun al-Sunnah melainkan di dalamnya terdapat kemaslahatan.8 Oleh
karena itu, yang perlu dikedepankan dalam memecahkan masalah
masyarakat, hendaknya keputusan hukum itu selalu berorientasi pada
kemaslahatan umat manusia.
Hukum dibuat untuk memenuhi hajat guna mengatur ketertiban
pribadi dan masyarakat. Maksudnya ialah, agar kehidupan manusia baik
pribadi maupun masyarakat menjadi sejahtera, aman dan damai dunia
akhirat. Perubahan-perubahan hukum itu sebagian besar dipengaruhi oleh
kondisi dan situasi, dimana tuntutan kemaslahatan dan kepentingan umum
yang merupakan tujuan akhir dari syari'at yang menghendaki demikian.9
Maslahah adalah prinsip yang dikedepankan dalam menetapkan sesuatu
hukum, berhujjah dengan maslahah dan membina hukum atasnya adalah
suatu keharusan. Inilah yang sesuai dengan keumuman syari'at dan dengan
demikian hukum Islam dapat berjalan seiring dengan perkembangan masa.

AbuIshaq al-Shatibi, al-Muwafaqat, 23.


6

Ibid., 150.
7

8Abu Zahrah, Muhadorot fi Tarikh al-MadhahibAz-Fiqhialz, (Matba'ah Al


Madani, 1958), 366.
9al-Buti, Dawabit al-maslahah, 69.

Mizan: Journal of Islamic Law. Vol. 1 No. 2 Desember 2017. ISSN: 2598-974x, E-ISSN: 2598-6252- 142
Yono & Kholil Nawawi

Muhamad Said Ramadan al-Butiadalah salah satu sosok ulama yang


peduli terhadap persoalan-persoalan baru. Menurutnya, untuk menghadapi
masalah-masalah kontemporer yang merupakan bagian yang tak terpisahkan
dari perubahan masyarakat, diperlukan ijtihad. Lebih lanjut al-Buti
menegaskan bahwa Shari membuka pintu ijtihad kepada kaum muslimin
dalam hal-hal yang tidak terdapat Nassnya, dan ijtihad harus dilakukan oleh
orang-orang yang memiliki kualifikasi tertentu dan kemampuan yang
memadai. Kemudian hasilnya harus sejalan dengan al-maslahah dan maqasidal-
shari’ah. Maslahah itu sendiri sebagai dalil hukum mempunyai kriteria atau
batasan-batasan yang meliputi: termasuk dalam tujuan Shari, tidak
bertentangan dengan al-Qur’an, tidak bertentangan dengan sunnah, tidak
bertentangan dengan qiyas, tidak menyalahi maslahah yang lebih tinggi.10
Salah satu fenomena baru yang dipengaruhi oleh perkembangan
zaman dan teknologi yang sudah semakin maju adalah proses melahirkan
dengan bedah Caesar. Seorang ibu hamil dalam melahirkan anak bisa melalui
dua cara, melahirkan dengan normal atau melalui bedah Caesar11 yaitu
melahirkan melalu bedah di perut ibu.12 Pada mulanya, jika kondisi ibu sehat
dan kandungan dalam ke-adaan normal, maka biasanya ibu ingin melahirkan
normal. tetapi apabila keadaan ibu tidak sehat atau kandungannya tidak
normal, maka biasanya dokter melakukan bedah Caesar untuk mengambil
anak dari dalam perut ibu.
Zaman sekarang saat teknologi semakin maju, bedah Caesar sudah
bukan alternatif lagi akan tetapi sudah menjadi pilihan utama bagi sebagian
ibu hamil. Zaman sekarang ada tren melahirkan dengan Caesar meskipun
keadaan ibu sehat dan kandungannya normal. Hal ini sering terjadi di
masyarakat Indonesia, misalnya di Rumah sakit ibu anak bunda Jakarta dan
Rumah Sakit Ibu dan anak Hermina Bogor. Perlu dipahami terlebih dahulu
dengan baik mengapa suatu bedah Caesar harus dilakukan, baik sebagai suatu
pilihan yang diambil secara sengaja ataupun sebagai prosedur darurat.13

10Ibid., 110.
11Suririnah, Buku Pintar Merawa Bayi 0-12 Bulan, (Jakarta: Gramedia Pusaka
Utama, 2009), 133.
12Connie Marsalhall, Awal Mnjadi Ibu, ( Jakarta: Gramedia Pusaka Utama,

2009), 135.
13Chrissie Gallagher Mundy, Pemulihan Pasca Operasi Caesar, (Jakarta:
Erlangga, 2004), 11.

143 – Fakultas Agama Islam Universitas Ibn Khaldun Bogor


Bedah Caesar Menurut Dawabit al-Maslahah Muhammad Said Ramadan al-But

Secara teori medis kelahiran bedah Caesar memiliki efek positif dan
juga negatif bagi ibu. Beberapa efek positif bagi ibu di antaranya: menghindari
rasa sakit yang dialami oleh ibu jika melahirkan secara normal, bisa memilih
tanggal kelahiran, menyelamatkan nyawa bayi dan ibu jika kondisi salah
satunya bermasalah, seperti bayi mengalami kekurangan pasokan oksigen
dan makanan dari plasenta. Risiko yang mungkin dialami bayi lahir Caesar
adalah lahir prematur, mengalami sindrom gangguan pernafasan, mengalami
cedera saat dilakukan pembedahan. Sedangkan efek negatif atau risiko bagi
ibu yang mungkin terjadi karena melahirkan dengan operasi Caesar adalah
komplikasi anestesi (pembiusan), infeksi pada organ sekitar rahim atau tulang
pinggul, kehilangan lebih banyak darah dibandingkan melahirkan secara
normal.14
Realitanya di masyarakat ternyata terdapat banyak alasan yang di
munculkan, antara lain seperti yang di ungkapkan ibu Rita berusia 35 tahun
beliau lebih menyukai melahirkan dengan cara Caesar dengan alasan untuk
mengurangi rasa sakit dibanding melahirkan normal. Dari pengalamannya
melahirkan dua kali, ibu Rita tidak merasakan sakit nyeri hebat akibat
persalinan dibandingkan dengan proses kelahiran normal yang bisa mencapai
5 sampai 10 jam.15 Selanjutnya untuk menjaga keutuhan vagina agar tetap
rapat, menjaga kelangsingan tubuh agar tetap bisa tampil percaya diri, supaya
tidak di karunia anak lagi. Artinya tidak sedikit dari ibu-ibu yang memilih
Caesar untuk menjaga kecantikan atau penampilan, di perintah suami, dan
lain-lain.
Fenomena bedah Caesar sebagai pilihan utama bukan karena darurat
atau terpaksa, seperti yang terjadi di RS ibu dan anak Hermina Bogor, jelas
memiliki epek positif (manfaat) dan epek negatif (mafsadat). Sehubungan
dengan ini, lantas bagaimana apabila dikaji dari sudut pandang hukum Islam
terutama pandangan maslahatnya Ramadanal-Butiyang memberi kriteria atau
batasan terhadap sebuah kemaslahatan (dawabit}). Permasalahan ini,
merupakan hal baru dalam konteks fikih Islam sehubungan tidak
ditemukannya dalam kajian ulama fiqih terdahulu. Hal ini, mendorong
penulis untuk mengkaji dan menganalisis dengan sudut pandang dawabit} al-
maslahah Ramadanal-Buti dengan menggunakan pendekatan induktif. Tentu

14 Hygiena Kumala Suci, Bahayanya Sectio Caesar, www.litbang.depkes.go.id.


(10 Januari 2016), 25.
15Mawar Kusuma, “Ketika Caesar Menjadi Pilhan”, Kompas (25 September

2011), 17

Mizan: Journal of Islamic Law. Vol. 1 No. 2 Desember 2017. ISSN: 2598-974x, E-ISSN: 2598-6252- 144
Yono & Kholil Nawawi

studi ini menarik dan memiliki urgensitas guna ditemukannya sebuah hukum
yang bisa dijadikan pegangan.

Pengertian maslahah
Dalam kamus al-Munjid, al-maslahah mempunyai pengertian sesuatu
yang membangkitkan kebaikan, perbuatan-perbuatan yang diperjuangkan
manusia yang menghasilkan kebaikan bagi dirinya dan masyarakat.16 Al-
maslahah secara bahasa merupakan turunan dari kata as-solah artinya
kebaikan, manfaat atau guna, kata maslahah adalah bentuk mufrad wazan al-
mafalah yang bentuk jamanya al-masalih yang mempunyai pengertian sesuatu
yang banyak kebaikan dan manfaatnya. Lawan kata al-maslahahadalah al-
mafsadat yakni sesuatu yang banyak buruknya.17
Menurut al-Buti maslahah adalah manfaat yang dikehendaki shari
untuk hamba-hambanya meliputi menjaga agama, jiwa, akal, keturunan dan
harta mereka, dan dituntut adanya tertib diantara kesemuanya.18 Lebih lanjut
al-Buti menjelaskan bahwa al-al-maslahahdapat menjadi landasan dan tolak
ukur dalam menetapkan hukum-hukum, tetapi tidak independen
sebagaimana al-Quran, al-hadith, ijma dan qiyas. Al-maslahah merupakan
generalisasi makna yang disimpulkan dari sekumpulan al-ahkam al-juzi’yah
yang bersumber dari dalil-dalil shara’.19 Semua hukum Allah mengandung
kemaslahatan bagi manusia dunia dan akhirat.20

Jenis-jenis maslahah
Jenis-jenis al-maslahahbisa ditinjau dari beberapa segi sebagai berikut :
1. Ditinjau dari tingkat kekuatan maslahah.
Al-Shatibi (w. 790 H/1338 M) menjelaskan, seluruh ulama sepakat
menyimpulkan bahwa Allah SWT. menetapkan berbagai ketentuan syariat
dengan tujuan untuk memelihara lima unsur pokok manusia (al-daruriyyah al-
khams). Kelima unsur itu ialah memelihara agama, memelihara jiwa,

16 Lauis Ma’ruf, al-Munjid fi> al-Lugah al-‘A>lam, (Bairut: Da>r al-Mas}rya ,


1987), 432.
17 Ibnu al-Mandur, Lisan al-Arab, jil 2 (Bairut: Da>r al-Fiqr, ) 516. Lihat juga al-

Fairuz Zabadi, al-Qamus al-Muhit, jil 1, (Bairut: Da>r al-Fikr, tt.), 277.
18 al-Buti, Dawabit, 27.

19 Ibid., 60.

20 Ibid., 69.

145 – Fakultas Agama Islam Universitas Ibn Khaldun Bogor


Bedah Caesar Menurut Dawabit al-Maslahah Muhammad Said Ramadan al-But

memelihara akal, memelihara keturunan, dan memelihara harta manusia.21


Kelima unsur pokok ini disebut juga dengan tujuan-tujuan shara‘ (al-maqasid
al-shari’ah). Sedangkan al-Ghazali (450-505 H) mengistilahkannya dengan al-
usul al-khamsah (lima dasar).22
Ditinjau dari segi upaya pemeliharaan (wasilah) kelima unsur pokok
tersebut, ulama membaginya kepada tiga kategori dan tingkat kekuatan,
yaitu: maslahah daruriyyah (kemaslahatan primer), maslahah hajiyyat
(kemaslahatan skunder), dan al-maslahah tahsiniyyat (kemaslahatan tersier).
Kemaslahatan pertama bersifat utama, sedangkan yang kedua bersifat
mendukung yang pertama, sementara kemaslahatan yang ketiga bersifat
melengkapi yang pertama dan yang kedua.
Al-maslahah daruriyyah ialah kemaslahatan memelihara kelima unsur
pokok yang keberadaannya bersifat mutlak dan tidak bisa diabaikan.
Tercapainya pemeliharaan kelima unsur pokok tersebut akan melahirkan
keseimbangan dalam kehidupan keagamaan dan keduniaan.23
Tingkatan al-maslahah yang kedua, adalah al-maslahah al-hajiyyah
(kemaslahatan skunder), yaitu sesuatu yang diperlukan seseorang untuk
memudahkannya menjalani hidup dan menghilangkan kesulitan dalam
rangka memelihara lima unsur pokok di atas. Dengan kata lain, jika tingkat
kemaslahatan tingkat skunder ini tidak dicapai, manusia akan mengalami
kesulitan memelihara agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta mereka.24
Contoh al-maslahahal-hajiyyah adalah adanya ketentuan rukhsah (keringanan)
dalam ber‘ibadah, seperti rukhsah salat dan puasa bagi orang yang sedang
sakit atau sedang bepergian (musafir).25
Tingkatan ketiga adalah al-maslahah al-tahsiniyyah (kemaslahatan
tersier), yaitu memelihara kelima unsur pokok dengan cara meraih dan
menetapkan hal yang pantas dan layak dari kebiasaan-kebiasaan hidup yang
baik serta menghindarkan sesuatu yang dipandang sebaliknya oleh akal yang

21 Muhammad Sa‘d ibn Ahmad ibn Mas‘ud al-Yubi, Maqasid al-Shari‘ah al-
Islam wa
‘Alaqatuha bi al-Adillah al-Shar‘iyyah (Riyad}: Dar al-Hijrah, 1998), h. 179.
22 Al-Ghazali, al-Mustasfa, juz I, h. 417.

23 Husayn, Nazariyyah, 24.

24 Ibid.

25 Dalam memberikan keringanan ini al-Shari‘ sebenarnya bukan asal untuk

memelihara agama, tetapi untuk untuk menghilangkan kesukaran bagi yang dalam
perjalanan dan yang sakit. Karena sebenarnya bagi mereka berdua sebenarnya bisa
untuk menyelesaikannya. Husayn, Nazariyyah, hlm. 28

Mizan: Journal of Islamic Law. Vol. 1 No. 2 Desember 2017. ISSN: 2598-974x, E-ISSN: 2598-6252- 146
Yono & Kholil Nawawi

sehat. Hal ini tercakup dalam pengetian akhlak yang mulia (makarim al-
akhlaq). Apabila kemaslahatan tersier tidak tercapai, manusia tidak sampai
mengalami kesulitan dalam memelihara kelima unsur pokoknya, tetapi
mereka dipandang menyalahi nilai-nilai kepatutan dan tidak mencapai taraf
hidup bermartabat.26 Contoh al-maslahahal-tahsiniyyah di dalam ‘ibadah adalah
syariat menghilangkan najis, bersuci, menutup aurat, mendekatkan diri
kepada Allah (taqarrub) dengan bersedekah dan melaksanakan perbuatan-
perbuatan sunah lainnya.
Sejalan dengan tingkatan kemaslahatan yang terdapat pada tujuan-
tujuan shar‘, tentu secara logis dapat dikatakan bahwa sebagaimana tingkatan
kemaslahatan, maka tingkatan kemadaratan yang akan timbul sebagai akibat
dari tidak tercapainya kemaslahatan juga terdiri dari tiga tingkatan. Diantara
ketiganya, yaitu kemadaratan yang bersifat terberat atau terbesar, yang
sedang dan kemadaratan yang bersifat ringan.
Ditinjau dari cakupan al-maslahah. Jumhur ulama membagi al-maslahah kepada
tiga bagian yaitu: 27
a. Al-maslahah yang berkaitan dengan semua orang.
b. Al-maslahahyang berkaitan dengan sebagian orang tetapi tidak bagi
semua orang.
c. Al-maslahahyang berkaitan dengan orang-orang tertentu.

Dawabit Al-Maslahah Said Ramad Al-Buti


Pada dasarnya maslahah dalam pandangan Muhamad Said Ramadan
al-Buti sejalan dengan ulama-ulama sebelumnya, artinya tidak sepenuhnya
bersumber dari dirinya sendiri atau bisa dikatakan beliau tidak punya teori
maslahah sendiri seperti halnya al-Gazali atau as-Shatibi dan ibn Asyur, tetapi
beliau memberi batasan atau kriteria terhadap maslahah itu sendiri,
menurutnya maslahah sebagai dalil hukum apabila memenuhi lima kriteria,
meliputi : Pertama, Termasuk dalam tujuan Shari’. Kedua, Tidak bertentangan
dengan al-Qur an. Ketiga, Tidak bertentangan dengan sunnah. Keempat,
Tidak bertentangan dengan Qias. Kelima, Tidak menyalahi maslahah yang
lebih tinggi.28
al-Buti juga menjelaskan jika terjadi pertentangan di antara maslahah-
maslahah, maka sesuatu yang daruriyat (primer) lebih didahulukan daripada

26 Ibid., 29.
27 Husayn, Nazariyyah, hlm. 33.
28 al-Buti, Dawabit, 110-217

147 – Fakultas Agama Islam Universitas Ibn Khaldun Bogor


Bedah Caesar Menurut Dawabit al-Maslahah Muhammad Said Ramadan al-But

yang hajiyat (sekunder) dan hajiyat didahulukan daripada yang tahsiniyat,


namun jika yang bertentangan itu sama-sama daruri, maka didahulukan
kaitan hukum yang lebih tinggi dalam satu tingkatan, seperti menjaga agama
lebih didahulukan daripada menjaga jiwa dan seterusnya. Kemudian jika
maslahah yang bertentangan sama-sama kully, maka seorang mujtahid
hendaknya melihat kadar cakupannya/komprehensifitas maslahah,29 seperti
mentarjehkan kegiatan mengajar ilmu agama daripada kegiatan-kegiatan
ibadah yang sunnah, setelah itu baru kemudian melihat dari segi sejauh mana
validitas, kualitas maslahah dalam kenyataan di lapangan.30

Bedah Caesar dalam tinjauan medis


Bedah Caesar atau disebut dengan cesarean section atau seksio sesarea
adalah suatu proses untuk melahirkan janin dengan insisi (pengirisan)
melalui dinding abdomen (perut, bagian badan antara dada dan panggul) dan
uterus (rahim). Ada juga yang menjelaskan bahwa Caesar adalah mengiris
dinding abdomen (perut) dan rahim untuk mengeluarkan bayi.31
Bedah Caesar telah menjadi kebudayaan manusia sejak zaman dahulu,
namun dulu bedah Caesar selalu dipandang sebagai upaya terakhir untuk
menyelamatkan sang bayi alih-alih mempertahankan hidup sang ibu. Baru
pada abad ke-19, para pekerja medis mulai mempertimbangkan kemungkinan
bahwa operasi Caesar dapat digunakan untuk menyelamatkan, baik ibu
maupun bayinya.32
Istilah ini berasal dari perkataan Latin caedere yang artinya memotong.
Pengertian ini semula dijumpai dalam Roman Law (Lex Regia) dan Emperor’s
Law (Lex Caesarea) yaitu undang-undang yang menghendaki supaya janin
dalam kandungan ibu-ibu yang meninggal harus dikeluarkan dari dalam
rahim. Jadi seksio sesarea tidak ada hubungannya sama sekali dengan Julius
Caesar.33
Ketika persalinan Caesar dilakukan, suatu insisi (pengirisan) dibuat
melalui kulit bagian bawah perut turun ke rahim dan dinding rahim disayat.

29 Ibid., 221.
30 Ibid., 218.
31 Tim Widyatamma, Kamus Istilah Kedokteran, (Jakarta: Widyatamma, 2011),

413.
32Gallagher-Mundy, Pemulihan Pasca Operasi Caesar, 6.
33Rustam Mochtar, Sinopsis Obstetri: Obstetri Operatif, Obstetri Sosial, (Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1998), 117.

Mizan: Journal of Islamic Law. Vol. 1 No. 2 Desember 2017. ISSN: 2598-974x, E-ISSN: 2598-6252- 148
Yono & Kholil Nawawi

Selanjutnya, kantung ketuban dan plasenta (uri) disayat dan bayi dikeluarkan
dari insisi tersebut. Setelah bayi dilahirkan, kemudian plasenta dikeluarkan
dan rahim kembali ditutup.

Indikasi Kelahiran dengan Bedah Caesar


Pada awal diperkenalkan bedah Caesar, indikasi pembedahan mutlak
hanya pada panggul sempit dan plasenta previa (uri yang terdapat di depan).
Saat ini indikasi bedah Caesar lebih diperluas yaitu pada kasus di mana
persalinan pervaginam tidak dapat dilakukan atau dihindari mengingat risiko
bagi ibu dan bayi. Pada umumnya terdapat empat indikasi bedah Caesar yang
paling sering terjadi di beberapa negara maju, yaitu: Bedah Caesar ulang,
Distosia atau kegagalan dalam persalinan, Presentasi34 sungsang,
Pertimbangan keadaan kesejahteraan janin.35
Menurut Hanifa Wiknjosastro dalam bukunya “Ilmu Bedah Kebidanan”
memaparkan beberapa alasan khusus untuk melakukan operasi Caesar
yakni36: Kelahiran Caesar sebelumnya, Untuk menghindari ruptur (robekan)
rahim, Bayi terlalu besar untuk dilahirkan melalui jalan lahir (Sarat rahim
dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 4500 gram), Gawat janin,
Kompresi (gencatan/tekanan) tali pusar, Bayi dalam posisi sungsang, Abrupsio
plasenta37, Plasenta previa (uri yang terdapat di depan), Janin multiple (kembar
2 atau lebih).
Senada dengan beberapa alasan di atas, M. Nur Rasyid menyampaikan
beberapa alasan wanita hamil memilih melahirkan dengan bedah Caesar, di
antaranya: bayi besar (tidak sesuai ukuran panggul, letak bayi melintang
(sungsang), karena gawat janin. Ciri-cirinya detak jantung lemah, kondisi bayi
tidak baik karena terlalu lama di dalam, air ketuban habis atau trauma karena
proses persalinan yang lama, sementara pembukaan tak maju-maju. Terjadi

34Presentasi mempunyai dua arti yaitu: pertama;penyuguhan, kedua, bagian


bayi yang terendah dalam jalan lahir. Lihat Widyatamma, kamus istilah kedokteran,
h.375.
35 Muhamad Taufiqy Setyabudi, Beberapa Faktor Risiko Kematian Neonatal Dini

pada Bedah Caesar, (Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, 1999), h.


12.
36 Hanifa Wiknjosastro, Ilmu Bedah Kebidanan, (Jakarta: Yayasan Bina Pustaka

Sarwono Prawirohardjo, 2007), h. 133.


37 Abrupsio Plasenta (bruptio placentae) adalah keadaan terlepasnya plasenta

dari dinding uterus sebelum waktunya. Lihat. Widyatamma, kamus istilah


kedokteran, h. 3.

149 – Fakultas Agama Islam Universitas Ibn Khaldun Bogor


Bedah Caesar Menurut Dawabit al-Maslahah Muhammad Said Ramadan al-But

kegawatan pada bayi, misalnya kekurangan oksigen. Selain itu, fungsi


plasenta yang tidak terlalu bagus karena lewat batas waktu atau ada penyakit
tertentu, kepala bayi terlalu besar dari ukuran normal (hidrosefalus), fetal distres
(detak jantung bayi melemah), masalah kesehatan ibu yang mengharuskan
bedah Caesar, herpes genital, ruam kulit yang disebabkan oleh virus yang
menyerang alat kelamin, hipertensi (penyakit darah tinggi) maupun AIDS
(Acquired Immune Deficiency Syndrome).38

Macam-Macam Bedah Caesar


Bedah Caesar termasuk operasi besar pada bagian perut (operasi besar
abdominal). Melahirkan secara Caesar menguras lebih banyak kemampuan
tubuh dan pemulihannya lebih sulit dibandingkan melahirkan secara
normal.39 Secara umum, ada 2 macam bedah Caesar yang banyak dikenal oleh
masyarakat awam, yakni:
1. Bedah Caesar elektif, adalah bedah Caesar yang direncanakan atau
diputuskan dan dilakukan sebelum benar-benar tiba saatnya seorang
wanita melahirkan. Alasan paling umum untuk melakukan bedah
Caesar elektif adalah karena sang ibu sebelumnya pernah melakukan
operasi serupa, namun alasan lain untuk melakukan operasi Caesar
elektif antara lain eklamsia, yakni suatu kondisi langka dengan tekanan
darah yang tinggi yang dapat menyebabkan terjadinya kekejangan,
bahkan koma pada kasus-kasus ekstrem.40
2. Bedah Caesar darurat, adalah bedah Caesar yang dilakukan karena
komplikasi yang terjadi saat kontraksi menjelang kelahiran telah
dimulai. Beberapa alasan dilakukan bedah Caesar darurat adalah jika
detak jantung bayi menunjukkan kalau ia tidak dapat menyesuaikan
diri dengan kontraksi (hal ini dikenal sebagai fetal distress), atau juga
dilakukan jika plasenta mulai lepas dari uterus (abrupsi plasenta,
pemisahan plasenta dari uterus dapat mengakibatkan terbentuknya
kantung-kantung darah sehingga diperlukan penanganan medis
sesegera mungkin) dan ada risiko terjadinya pendarahan serius.41

38 M Nur Rasyid, Plus Minus Melahirkan Secara Operasi Caesar,


http://mypotik.com/2009/10/plus-minu-melahirkan-secara-operasi.html. ( 15 April
2017)
39 Chrissie Gallagher-Mundy, Pemulihan Pasca Operasi Caesar, 7.

40 Ibid., 12.

41 Ibid., 14.

Mizan: Journal of Islamic Law. Vol. 1 No. 2 Desember 2017. ISSN: 2598-974x, E-ISSN: 2598-6252- 150
Yono & Kholil Nawawi

Sedangkan bentuk operasi bedah Caesar lainnya yang disesuaikan


dengan istilah dalam ilmu kedokteran ada beberapa macam, di antaranya:
1. Seksio sesarea primer, yakni: operasi bedah Caesar yang direncanakan
karena telah diketahui bahwa kehamilan harus diselesaikan dengan
pembedahan.42
2. Seksio sesarea sekunder, dalam hal ini dokter bersikap mencoba
menunggu kelahiran biasa (partus percobaan), bila tidak ada kemajuan
persalinan atau partus percobaan gagal, baru ditangani dengan seksio
sesarea.
3. Seksio sesarea ulang (repeat Caesarean section), yakni jenis operasi bedah
Caesar bagi ibu pada kehamilan yang lalu mengalami seksio sesarea
(previous Caesarean section) dan pada kelahiran selanjutnya dilakukan
seksio sesarea ulang. 43
4. Seksio sesarea histerektomi (Caesarean hysterectomy), 44 merupakan operasi
Caesar di mana setelah janin dilahirkan dengan seksio sesarea, langsung
dilakukan histerektomi oleh karena suatu indikasi.
5. Operasi porro, adalah suatu operasi tanpa mengeluarkan janin dari
kavum uteri 45(tentunya janin sudah mati), dan langsung dilakukan
histerektomi (pengeluaran/pemotongan uterus), misalnya pada keadaan
infeksi rahim yang kuat.46

Keuntungan dan Risiko Bedah Caesar


Kelahiran melalui bedah Caesar memiliki risiko dan keuntungan yang
mungkin dihadapi oleh ibu. Beberapa keuntungan bagi ibu di antaranya:
menghindari rasa sakit yang dialami oleh ibu jika melahirkan secara normal,
proses melahirkan memakan waktu yang lebih singkat, rasa sakit minimal
dan tidak mengganggu atau melukai jalan lahir serta ibu dan pasangan bisa
memilih tanggal kelahiran, menyelamatkan nyawa bayi dan ibu jika kondisi

42 Setyabudi, Beberapa Faktor Risiko Kematian Neonatal Dini pada Bedah Caesar,
18.
43Rustam Mochtar, Sinopsis Obstetri, 117-118.
44Hanifa Wiknjosastro, Ilmu Bedah Kebidanan, 133.
45 Kavum uteri bahsa latinnya adalah cavum uterus yang artinya adalah

rongga rahim, lihat Widyatamma, kamus istilah kedokteran, h.221.


46 Mochtar, Sinopsis Obstetri, 118.

151 – Fakultas Agama Islam Universitas Ibn Khaldun Bogor


Bedah Caesar Menurut Dawabit al-Maslahah Muhammad Said Ramadan al-But

salah satunya bermasalah, seperti bayi mengalami kekurangan pasokan


oksigen dan makanan dari plasenta.47
Persalinan dengan menggunakan bedah Caesar tidak menutup
kemungkinan terjadinya risiko yang mungkin dihadapi oleh si ibu maupun
janinnya. Salah satu risiko yang dihadapi oleh ibu adalah komplikasi yang
berupa:
a. Infeksi puerperal (nifas)
- Ringan; dengan kenaikan suhu beberapa hari saja
- Sedang; dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi, disertai
dehidrasi dan perut sedikit kembung
- Berat; dengan peritonitis, sepsis dan ileus paralitik. Hal ini
sering dijumpai pada partus terlantar, di mana sebelumnya
telah terjadi infeksi karena ketuban yang pecah terlalu
lama.
b. Perdarahan, disebabkan karena:
- Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka
- Atonia uteri48
- Perdarahan pada plasenta
c. Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung
kemih
d. Kemungkinan ruptura uteri (robekan rahim) spontan pada
kehamilan mendatang.49
Beberapa hal yang merugikan pada bedah Caesar tidak hanya terjadi
pada sang ibu, tetapi juga pada anak yang dilahirkan. Pada anak, pembiusan
yang terlalu lama (semula dimaksudkan untuk membius sang ibu) bisa
membuat anak ikut terbius. Akibatnya, anak yang dilahirkan tidak spontan
menangis melainkan harus dirangsang sesaat untuk bisa menangis.
Kelambatan menangis ini mengakibatkan kelainan hemodinamika50 dan
mengurangi apgar score (penilaian) terhadap anak. Pengeluaran lendir atau

47 Hygiena Kumala Suci, Bahayanya Sectio Caesar, www.litbang.depkes.go.id.


(18 Desember 2016), 24.
48 Atonia uteri berasal dari bahasa latin tony/tonus uterus yang artinya adalah

tidak adanya tegangan otot rahim. lihat Widyatamma, kamus istilah kedokteran, h.
52.
49 Rustam Mochtar, Sinopsis Obstetri, 121.

50 Hemodinamika bahasa latinnya hemodynamics yang artinya adalah gerakan

darah dan kekuatan-kekutan yang bekerja pada sirkulasi darah. lihat Widyatamma,
kamus istilah kedokteran, h. 170.

Mizan: Journal of Islamic Law. Vol. 1 No. 2 Desember 2017. ISSN: 2598-974x, E-ISSN: 2598-6252- 152
Yono & Kholil Nawawi

sisa air ketuban di saluran napas anak juga tidak sempurna. Pada persalinan
alamiah, tubuh bayi harus melalui lorong jalan lahir sempit seakan-akan
dadanya diperas sehingga sisa cairan dalam saluran napas terperas keluar. 51
Beberapa risiko pada bayi yang lahir dengan bedah Caesar juga dapat
berupa:
1. Bayi dapat terlukai sewaktu melakukan irisan rahim
2. Irisan pada segmen bawah rahim dapat meluas hingga melukai
uterina/uterus atau harus menembus plasenta (uri), hal ini berakibat
terjadinya hipoksia janin yang dapat berakibat fatal berupa kerusakan
otak, tergantung pada berat-ringannya hipoksia (kekurangan oksigen di
dalam jaringan).
3. Kesulitan melahirkan kepala, terutama pada bayi prematur, letak
sungsang, irisan terlalu sempit
4. Trauma saat melakukan versi52
5. Hipoksia janin karena sindrom supine hypotensive dari ibu serta
overdosis obat anestesi (obat bius).53

Selain hal di atas, penelitian menemukan bahwa bayi yang dilahirkan


lewat operasi caesar lebih berisiko mengidap berbagai jenis penyakit seperti
alergi, obesitas, asma, diabetes melitus serta kolik atau sakit perut yang
membuat bayi menjadi rewel.
Pada usia 7 tahun, risiko bayi yang dilahirkan dengan operasi caesar
untuk mengidap asma adalah sebesar 4,2%. Sedangkan pada bayi yang
dilahirkan lewat persalinan biasa sebesar 3,3% Tak hanya itu, bayi yang
dilahirkan lewat operasi caesar lebih berisiko mengembangkan penyakit
diabetes melitus sebesar 20%.
Penelitian yang dilakukan oleh para ilmuwan dari Universitas Turku
di Finlandia menemukan bahwa salah satu faktor yang menyebabkan bayi
ceasar lebih rentan sakit adalah karena bayi tidak mendapat cukup bakteri
baik dari sang ibu. Bakteri baik ini sangat penting bagi pengembangan sistem

51 Paul Zakaria da Gomez, Untung-Rugi Persalinan Caesar,


http://www.ayahbunda-
online.com/info_ayahbunda/info_detail.asp?id=Kehamilan&info_id=124. (17 April
2017)
52 Versi bahasa latinnya adalah versio mempunyai tiga arti yaitu: 1. Perubahan

arah, pemutaran. 2. Pengubahan posisi bayi dalam uterus. 3. Perubahan sikap suatu
alat tubuh. lihat Widyatamma, kamus istilah kedokteran, h. 484.
53 Setyabudi, Beberapa Faktor Risiko Kematian Neonatal Dini pada Bedah Caesar, 4.

153 – Fakultas Agama Islam Universitas Ibn Khaldun Bogor


Bedah Caesar Menurut Dawabit al-Maslahah Muhammad Said Ramadan al-But

imun bayi. Dengan terpapar bakteri baik sejak dini, maka tubuh bayi akan
meresponsnya dengan membentuk sistem imun yang lebih kuat.
Kontraksi yang terjadi ketika melahirkan lewat vagina membuat sel-sel
tubuh bayi lebih permeabel dan mudah menyerap bakteri-bakteri baik dari
tubuh ibunya. Ini adalah mekanisme alam yang nampaknya merupakan
proses untuk mempersiapkan bayi menghadapi lingkungan bebas yang lebih
berbahaya," kata Erika Isolauri, MD, D.Med. Sci, dokter anak dari Universitas
Turku di Finlandia dalam acara konferensi pers Nestle Nutrition Institute di
Hotel San Sari Pacific, Jakarta (13/3/2012).
Menurut dr Erika, bakteri-bakteri baik yang baik bagi ibu hamil dan
bayi adalah jenis bifidiobakteroum dan beberapa jenis laktobasilus. Pada bayi
dengan kelahiran caesar, bakteri-bakteri ini ditemukan lebih sedikit
jumlahnya dibandingkan bayi yang dilahirkan lewat vagina. Akibatnya,
sistem imun bayi kurang berkembang baik dan lebih gampang sakit.54

Bedah Caesar sebagai pilihan utama dilihat Dari Segi Keuntungan dan
Risiko Bedah Caesar

Sebagai mana sudah penulis jelaskan, bahwa Kelahiran melalui bedah


Caesar memiliki risiko dan keuntungan yang mungkin dihadapi oleh ibu.
Beberapa keuntungan bagi ibu di antaranya: menghindari rasa sakit yang
dialami oleh ibu jika melahirkan secara normal, proses melahirkan memakan
waktu yang lebih singkat, rasa sakit minimal dan tidak mengganggu atau
melukai jalan lahir serta ibu dan pasangan bisa memilih tanggal kelahiran,
menyelamatkan nyawa bayi dan ibu jika kondisi salah satunya bermasalah,
seperti bayi mengalami kekurangan pasokan oksigen dan makanan dari
plasenta.
Adapun resiko yang mungkin di hadapi adalah Infeksi puerperal
(nifas), terjadi Perdarahan, Luka kandung kemih, Kemungkinan ruptura uteri
(robekan rahim) spontan pada kehamilan mendatang, kelainan hemodinamika,
Pengeluaran lendir atau sisa air ketuban di saluran napas anak juga tidak
sempurna, bayi yang dilahirkan lewat operasi caesar lebih berisiko mengidap
berbagai jenis penyakit, Hipoksia janin karena sindrom supine hypotensive dari
ibu serta overdosis obat anestesi (obat bius).

54 health.detik.com/read/.../mengapa-bayi-caesar-lebih-gampang-sakit. (27 Desember


2011)

Mizan: Journal of Islamic Law. Vol. 1 No. 2 Desember 2017. ISSN: 2598-974x, E-ISSN: 2598-6252- 154
Yono & Kholil Nawawi

Dalam hal ini, apabila dihubungkan dengan teori al-maslahah


sebagaimana telah di jelaskan al-Ghazali bahwa setiap bentuk perlindungan
yang termasuk dalam usul al-khamsah (lima kemaslahatan universal) adalah al-
maslahah dan setiap usaha merintanginya adalah kerusakan atau al-madarrah,
kemudian al-Khawarizmi juga menjelaskan bahwa al-maslahah adalah
memelihara tujuan shara’ dengan cara menghindarkan kemafsadatan dari
manusia. Menurut Izz al-Din abd. Al-Aziz bin Abd al-Salam barangsiapa
yang berpandangan bahwa tujuan shara‘ adalah mendatangkan manfaat dan
menolak mafsadat, maka berarti dalam dirinya terdapat keyakinan dan
pengetahuan mendalam bahwa kemaslahatan dalam suatu permasalahan
tidak boleh disia-siakan sebagaimana kemafsdatana yang ada di dalamnya
juga tidak boleh didekati.
Dalam bedah Caesar tentu satu sisi ada unsur al-maslahah yang hendak
di gapai dan di sisi lain ada unsur al-madarat yang harus di cegah. Terkait hal
ini, sebagaimana telah di jelaskan as-Syatibi bahwa kemaslahatan menjadi
substansi kongkrit dari tujuan. Kemaslahatan tidak mengikuti kecenderungan
hawa nafsu, akan tetapi berdasarkan pandangan obyektif yang dalam istilah
as-Syatibi dinamakan dengan bi muqtada ma galaba (berdasarkan yang lebih
dominan) jika yang lebih dominan adalah kemaslahatan, maka ia dianggap
kemaslahatan secara kebiasaan. Begitupula jika kerusakan yang lebih
dominan maka secara kebiasaan di anggap kerusakan pula. Kemaslahatan
adalah yang lebih dominan sisi kemanfaatnya dan kerusakan adalah yang
lebih dominan sisi kebiasaannya. Jika ditemukan kemaslahatan lebih dominan
atas kerusakan dalam kajian mendalam atas hukum kebiasaan, maka itulah
termasuk maqasidu as-syariah.
Berdasarkan poin ini, maka bedas Caesar dengan sendirinya dilihat
dari segi kelebihan (efek positif) dan kekurangan (efek negatif) menjadi tidak
boleh dilakukan. karena berdasarkan data yang ada dalam bedah caesar lebih
dominan efek negatif yang menimbulkan kemadaratan daripada efek positif
atau manfaat yang di gapai. Artinya bedah Caesar tidak boleh menjadi pilihan
utama atau dengan kemuan sendiri bukan semata-mata atas indikasi medis
atau anjuran doktor untuk menghindari bahaya yang lebih besar seperti
menyelamatkan ibu atau anak yang dikandungnya.
Selanjutnya apabila di kaji dari dawabit al-maslahah al-Buti yang
meliputi Termasuk dalam tujuan Shari’, Tidak bertentangan dengan al-Qur an,
Tidak bertentangan dengan sunnah, Tidak bertentangan dengan Qiyas dan
Tidak menyalahi al-maslahah yang lebih tinggi.

155 – Fakultas Agama Islam Universitas Ibn Khaldun Bogor


Bedah Caesar Menurut Dawabit al-Maslahah Muhammad Said Ramadan al-But

Salah satu kriteria yang di tetapkan al-Buti adalah tidak boleh


bertentangan dengan al-Quran, dalam hal ini al-Buti menjelaskan bahwa al-
Maslahah tidak boleh bertentangan dengan al-Quran baik secara dalil aqli
maupun dalil naqli. Secara aqal Jika terdapat kemaslahatan yang
bertentangan dengan al-Qur’an, maka akan menyebabkan pertentangan
antara madlul dan dalil itu sendiri. Hal ini tentu tidak rasional dan batal.
Secara dalil naqli dalam al-Qur’an menyatakan bahwa kita wajib berpegang
teguh kepada hukum-hukum Allah dengan mempraktekkan segala perintah-
Nya dan menjauhi semua larangan-Nya.
Lebih lanjut al-Buti menjelaskan bahwa Maslahah yang kemungkinan
bertentangan dengan al-Qur’an terbagi dalam dua bagian, yaitu al-Maslahah
mawhumah yang tidak memiliki sandaran hukum asal sama sekali dan
Maslahah yang disandarkan pada asal dengan proses analogi atau Qiyas.
Dalam hal al-Maslahah mawhumah yang tidak memiliki sandaran hukum asal
sama sekali al-Buti menjelaskan al-Maslahah jenis ini bertentangan dengan nass
al-Qur’an yang qat‘i atau zahir (jalli atau tidak jalli). Oleh karena itu, jika dilalah
nas bersifat qat‘i maka otomatis gugur kemungkinan maslahah yang masih
dalam dugaan (zanniyyah) meskipun ia mempunyai shahid (acuan) untuk
dijadikan asl Qiyas. Berkaitan dengan pion ini, maka tampak jelas bahwa
bedah Caesar sebagai pilihan utama atau semata-mata atas kemuan sendiri
bukan atas indikasi medis atau anjuran dokter, hukumnya tidak boleh. Hal ini
karena di anggap bertentangan dengan nass al-Qur’an. Di antaranya Allah
berfirman dalam surat al-Baqarah ayat 195 :
Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu
menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah,
karena Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.55 (QS:
al-Baqarah; 195)
Bedah Caesar atas indikasi medis sebagai upaya menghindari bahaya
dan Memelihara Jiwa (hifd an-nafs). Al-Maslahah adalah memelihara tujuan
shara’ dengan cara menghindarkan kemafsadatan dari manusia. Selanjutnya
Al-Shatibi (w. 790 H/ 1338 M) menjelaskan, bahwa seluruh ulama sepakat
menyimpulkan bahwa Allah swt menetapkan berbagai ketentuan syariat
dengan tujuan untuk memelihara lima unsur pokok manusia (al-daruriyyah al-
khams). Kelima unsur itu ialah memelihara agama, memelihara jiwa,

55Departemen Agama RI, al-Quran dan Terjemahnya, (Bandung: Samil cipta


media, 2005), 30.

Mizan: Journal of Islamic Law. Vol. 1 No. 2 Desember 2017. ISSN: 2598-974x, E-ISSN: 2598-6252- 156
Yono & Kholil Nawawi

memelihara akal, memelihara keturunan, dan memelihara harta manusia.


Kelima unsur pokok ini disebut dengan tujuan-tujuan shara‘ (al-maqasid al-
shari‘ah). Sedangkan al-Ghazali mengistilahkannya dengan al-usul al-khamsah
(lima dasar).
Di antara yang tergolong al-daruriyyah al-khams adalah memelihara
jiwa (Hifd an-nafs) berkaitan dengan tujuan ini, Islam melarang pembunuhan
dan pelaku pembunuhan diancam dengan hukuman qisas (pembalasan yang
setimpal) sehingga dengan demikian diharapkan agar orang sebelum
melakukan pembunuhan berpikir sepuluh kali, karena bila orang yang
dibunuh itu benar-benar mati maka si pembunuh juga akan mati. Ataupun
jika yang dibunuh itu tidak mati dan hanya sekedar cidera maka si
pelakunya juga akan cidera pula.
Selanjutnya apabila di hubungkan dengan konsep Dawabit al-maslahah
al-Buti, meliputi : Pertama, Termasuk dalam tujuan Shari’. Kedua, Tidak
bertentangan dengan al-Qur an. Ketiga, Tidak bertentangan dengan sunnah.
Keempat, Tidak bertentangan dengan Qias. Kelima, Tidak menyalahi al-
maslahah yang lebih tinggi.
Dawabit al-maslahah yang pertama adalah termasuk Tujuan Shari’
dimaksud adalah terkumpul dalam penjagaan atas lima hal, yaitu: agama,
jiwa, aqal, keturunan dan harta. Segala sesuatu yang mencakup penjagaan
atas lima hal di atas, itu disebut maslahah. Jelas salah satu yang termasuk
Tujuan Shari’ adalah menjaga jiwa, jadi al-Buti menjelaskan segala sesuatu
yang terlepas atau bertentangan dengan penjagaan jiwa, maka itu termasuk
mafsadah. Menjaga jiwa ini dilihat tingkatan sesuai dengan urgensitasnya,
termasuk al-maslahah ad-daruriyah (kemaslahatan primer), yang mana kita
harus mendirikan atau melaksanakan rukun-rukunnya dan menolak bahaya
yang mengancamnya.
Berkaitan dengan poin ini, bagi sebagian ibu yang memiliki masalah
dengan kandungannya, bedah caesar dapat menjadi salah satu alternatif
persalinan yang dapat menguntungkan diri dan janinnya. Sejumlah alasan
penting mengapa operasi caesar dianggap perlu. Misalnya, bila persalinan
secara alami sudah berlangsung lama tapi tak ada kemajuan sedikit pun.
Kondisi lain yang dipertimbangkan untuk dilakukannya bedah caesar antara
lain adanya kelainan panggul, lingkar rongga panggul yang lebih kecil dari
ukuran janin, usia ibu yang terlalu tua, kelainan letak plasenta, ukuran bayi
terlalu besar (lebih dari 4 kilogram), terjadinya gangguan janin atau bayi
kembar.

157 – Fakultas Agama Islam Universitas Ibn Khaldun Bogor


Bedah Caesar Menurut Dawabit al-Maslahah Muhammad Said Ramadan al-But

Bedah caesar dengan alasan demikian, jelas diperbolehkan bahkan di


wajibkan, hal ini tentu jika terjadi indikasi medis yang mengancam kesehatan
janin maupun ibunya. Mengingat hal ini dapat menyelamatkan kondisi
keduanya, dengan demikian dapat mencapai kemaslahatan berupa terjaganya
jiwa (hifd nafsi) yang menjadi tujuan utama dari hukum islam (maqasid as-
shari’ah).
Zaman semakin berkembang, hal ini tentu akan mendorong timbulnya
aneka ragam persoalan yang tidak akan bisa dihadapi dengan hukum yang
sudah jadi, akan tetapi lebih penting dari itu kita menguasai subtansi dan
esensi hukum-hukum Shariat. kita di tuntut untuk menguasai pangkal
persoalan atau subtansi hukumnya, dan senantiasa menjunjung tinggi
prinsip-prinsip dasar shari’at itu sendiri.
Sehubungan dengan ini, salah satu yang jadi prinsip dalm islam
adalah raful haraj wa al-mashaqqah (menghilangkan kesulitan dan keberatan).
Artinya islam sangat menjungjung tinggi kehidupan, nilai-nilai kemanusian
atau jiwa manusia. Prinsip ini tentu berpijak pada nash-nash yang jadi sumber
utama dalam hokum islam baik, baik itu al-quran atau al-hadist. Di antaranya
sebagaimana yang terdapat dalam Al-quran QS. al-Baqarah : 233, QS. at-Talaq :
6, dan QS. al-Baqarah : 173.
Berikut beberapa sunnah yang terkandung didalamnya perinsif
perinsif raful haraj wa al-mashaqqah (menghilangkan kesulitan dan keberatan):
“Tidak boleh berbuat mudarat (darar) dan tidak boleh saling memudaratkan.”
(HR. Ibn Majah, Malik dan Daruqatni).
Sesungguhnya darah-darah kamu semua, harta-harta kamu semua dan
kehormatan kamu semua adalah haram di antara kamu semua. (HR. Muslim).
Nass-nass di atas, jelas menunjukan bhwa islam menganut prinsip
raful haraj wa al-mashaqqah (menghilangkan kesulitan dan keberatan). Maka
dari itu Segala perintah agama ditetapkan untuk kepentingan manusia, baik
dalam kehidupan dunia maupun akhirat. Sebaliknya, semua larangan agama
ditetapkan semata-mata untuk mencegah terjadinya berbagai bentuk mafsadat.
Bentuk dari mencegah mafsadat adalah dengan cara kita wajib menghilangkan
segala bentuk bahaya, karena bahaya dipandang shara’ sebagai kezaliman
dan haram hukumnya, oleh karenanya kita wajib mencegah tindakan bahaya
yang akan terjadi dan menghilangkan bahaya yang sudah ada (mencegah dan
menghilangkan). Baik bahaya bagi diri sendiri maupun bahaya bagi orang
banyak. (lihat Imad Ali Jamah, al-Qawaid al-Fiqhiyah al-Muyassarah, (t.tp.
2006), h. 65.).

Mizan: Journal of Islamic Law. Vol. 1 No. 2 Desember 2017. ISSN: 2598-974x, E-ISSN: 2598-6252- 158
Yono & Kholil Nawawi

Dengan demikian, al-hasil tindakan bedah Caesar atas indikasi medis


atau anjuran dokter sebagai upaya menghindari bahaya hukumnya boleh
bahkan wajib demi terhindarnya bahaya dan terwujudnya kemaslahatan yaitu
terpeliharanya jiwa (Hifd an-nafs). Hal ini tentu sejalan dengan perinsip islam
yakni raful haraj wa al-mashaqqah (menghilangkan kesulitan dan keberatan).
Sejalan dengan pandangan Izz al-Din abd. Al-Aziz bin Abd al-Salam yang
mengatakan “barangsiapa yang berpandangan bahwa tujuan shara‘ adalah
mendatangkan manfaat dan menolak mafsadat, maka berarti dalam dirinya
terdapat keyakinan dan pengetahuan mendalam bahwa kemaslahatan dalam
suatu permasalahan tidak boleh disia-siakan sebagaimana kemafsdatana yang
ada di dalamnya juga tidak boleh didekati”. (Izz al-Din abd. Al-Aziz bin Abd
Salam, Qawaid al-Ahkam, 2/160. Ilihat bab II, hal 2 )

Bedah Caesar sebagai upaya untuk mempertahankan kecantikan atau fisik


dan untuk mempercepat proses melahirkan demi sebuah karir. (Antara Dua
Maslahah).
Al-Buti menjelaskan jika terjadi pertentangan di antara maslahah-
maslahah, maka sesuatu yang daruri (primer) lebih didahulukan daripada yang
hajiyat (sekunder) dan hajiyat didahulukan daripada yang tahsiniyat, namun
jika yang bertentangan itu sama-sama daruri, maka didahulukan kaitan
hukum yang lebih tinggi dalam satu tingkatan, seperti menjaga agama lebih
didahulukan daripada menjaga jiwa dan seterusnya. Kemudian jika maslahah
yang bertentangan sama-sama kully, maka seorang mujtahid hendaknya
melihat kadar cakupannya/komprehensifitas maslahah, seperti mentarjehkan
kegiatan mengajar ilmu agama daripada kegiatan-kegiatan ibadah yang
sunnah, setelah itu baru kemudian melihat dari segi sejauh mana validitas,
kualitas maslahah dalam kenyataan di lapangan.
Lebih lanjut al-Buti menjelaskan hal ini dalam dawabit atau kriteria al-
maslahah yang kelima, yaitu tidak boleh menyalahi al-maslahah yang lebih
tinggi, artinya terdapat standarisasi tingkat perbedaan signifikasi dalam al-
maslahah. Yang menegaskan susunan al-maslahah yang terangkum dalam lima
tingkatan, yaitu pemeliharaan terhadap agama, jiwa, akal, keturunan dan
harta. Pemeliharaan terhadap agama harus didahulukan dari pada
pemeliharaan terhadap nyawa jika terjadi pertentangan, dan begitu
seterusnya. kemudian dalam rangka pemeliharaan lima (kulliyyah
alkhamsah) ini membutuhkan wasilah yang berbeda-beda sesuai dengan
tingkat signifikasinya, yaitu zaruriyat, hajiyat dan tahsiniyat. Jika terjadi
pertentangan diantara maslahah-maslahah, maka sesuatu yang daruri

159 – Fakultas Agama Islam Universitas Ibn Khaldun Bogor


Bedah Caesar Menurut Dawabit al-Maslahah Muhammad Said Ramadan al-But

(primer) lebih didahulukan daripada yang haji (sekunder). Dan sesuatu yang
haji lebih didahulukan daripada yang tahsini (tersier).
Adapun jika dua maslahah dalam satu tingkatan saling bertentangan,
maka didahulukan kaitan hukum yang lebih tinggi dalam satu tingkatan.
Dengan demikian, darury yang berhubungan dengan pemeliharaan terhadap
agama, didahulukan dari pada darury yang berhubungan dengan jiwa dan
seterusnya. Kemudian jika dua maslahah yang saling bertentangan
berhubungan dengan satu hal yang sama-sama kully, seperti agama atau jiwa
atau akal, maka seorang mujtahid hendaknya berpindah kepada segi yang
kedua, yaitu melihat kadar cakupan/komprehensifitas suatu maslahah, setelah
itu baru kemudian melihat dari segi sejauh mana validitas dan reabilitas
maslahah dalam kenyataannya di lapangan. Dalam hal ini terlihat jelas bahwa
dalam pandangan al-Buti jika terjadi taarud antara dua maslahah maka
terlebih dahulu harus melihat kuwalitas maslahah, kadar cakupan maslahah
dan validitas maslahah.
Berdasarkan poin ini, terhadap tren kelahiran caesar yang banyak
terjadi dewasa ini, yaitu agar tetap terjaganya pagina tetap rapat, tidak sakit
prosesnya cepat. Dalam hal ini, ada kemaslahatan yang ingin gapai secara
medis tersebut, yaitu menjaga pisik agar tetap menarik di hadapan suaminya
dan menghilangkan rasa sakit. Menjaga penampilan agar tetap terlihat
menarik dalam artian vaginanya tetap rapat.
Hal di atas, apabila dikaitkan dengan kemaslahatan merupakan
maslahat yang tergolong maslahat yang sifatnya bukan maslahah al-daruryat
akan tetapi maslahah tahsiniyat atau maksimal masuk maslahah hajiyat,
dikatakan maslahah tahsiniyat karena kecantikan adalah sebatas pelengkap
atau asesoris dalam kehidupan. Dikatakan hajiayat bila tujuannya betul-betul
untuk menjaga vagina demi menyenangkan suami dan terjaganya rumah
tangga, karena kalau hal itu di tinggalkan memang aka ada dampak
kesukaran (‫ )الضيق‬terhadap ibu-ibu tersebut, namun tidak sampai mengancam
agama, jiwa, aqal, keturunan dan harta, sebagaimana di akatakan al-Buti
bahwa secara sederhana al-maslahah hajiyat adalah maslahah yang tidak
termasuk ushul al-khamsah akan tetapi jika tidak dilakukan akan disertai
ksukaran atau al-dayq. Sedangkan melihat bedah caesar mengandung resiko
yang sangat besar baik bagi ibu maupun terhadap kandungannya, hak anak
untuk hidup normal dan sehat juga merupakan maslahat daruriyyat, karena
dalam hal ini jiwa anak dan ibu adalah sebuah kemaslahatan yang ingin
dituju oleh Syara’.

Mizan: Journal of Islamic Law. Vol. 1 No. 2 Desember 2017. ISSN: 2598-974x, E-ISSN: 2598-6252- 160
Yono & Kholil Nawawi

Berdasarkan poin ini, maka jelas bedah caesar demi menjaga


kecantikan semata atau sebatas menghilangkan rasa sakit ketika harus
melahirkan normal berdasarkan dawabi al-maslahah al-Buti hukumnya menjadi
tidak boleh karena di anggap menyalahi maslahah yang lebih tinggi. Artinya
memelihara atau menjaga jiwa ibu dan anak akibat bahaya yang mungkin di
timbulakan dari bedah Caesar (al-maslahah daruri) lebih di dahulukan daripada
menjaga penampilan/kecantikan (vagina tetap rapat) demi menyenangkan
suami (al-maslahah al-hajiyat) walapun pada asalnya hal itu dibolehkan.
Selanjutnya kemungkinan juga dengan anggapan bahwa ia harus
memenuhi finansial keluarga dengan lekas kembali bekerja pasca persalinan,
maka ia memilih bedah caesar untuk mempercepat kelahiran kandungannya
sebelum usia genap bulan.
Kemaslahatan yang ingin dituju oleh wanita karier merupakan
maslahat yang bersifat daruriiyat yakni demi menjaga kelangsungan hidup
diri dan keluarga yang menjadi tanggungannya. Namun di sisi lain,
mengingat risiko bedah caesar yang sangat besar baik bagi ibu maupun
terhadap kandungannya, hak anak untuk hidup normal dan sehat juga
merupakan maslahat daruriyyat, karena dalam hal ini jiwa anak dan ibu
adalah sebuah kemaslahatan yang ingin dituju oleh Syara’.
Sehubungan dua maslahat yang berada dalam taraf yang sama ini
membutuhkan kajian yang lebih dalam. Karena dua maslahat ini harus sama-
sama dipenuhi dalam rangka menjaga tujuan syariat Islam yakni menjaga
kemaslahatan dan mencegah kerusakan. Hal ini jika di hubungkan dengan
dawabit al-masahah al-Buti, yakni jika dua maslahah yang saling bertentangan
berhubungan dengan satu hal yang sama-sama kully, seperti agama atau jiwa
atau akal, maka seorang mujtahid hendaknya berpindah kepada segi yang
kedua, yaitu melihat kadar cakupan/komprehensifitas suatu maslahah, setelah
itu baru kemudian melihat dari segi sejauh mana validitas dan reabilitas
maslahah dalam kenyataannya di lapangan. Dalam hal ini terlihat jelas bahwa
dalam pandangan al-Buti jika terjadi taarud antara dua maslahah maka
terlebih dahulu harus melihat kuwalitas al-maslahah, kadar cakupan
maslahah dan validitas maslahah.

Kesimpulan dan Saran


Analisis dawabit al-maslahah Muhamad Said Ramadan al-Buti terhadap
penggunaan bedah caesar di kalangkan medis:
Jika bedah caesar dilakukan karena indikasi medis yang
mengharuskannya demi menyelamatkan nyawa janin dan sang ibu, maka

161 – Fakultas Agama Islam Universitas Ibn Khaldun Bogor


Bedah Caesar Menurut Dawabit al-Maslahah Muhammad Said Ramadan al-But

persalinan dengan bedah caesar boleh dilakukan. Mengingat hal ini dapat
menyelamatkan kondisi keduanya, dengan demikian dapat mencapai
kemaslahatan berupa terjaganya jiwa (hifd nafsi) yang menjadi tujuan utama
dari hukum islam (al-maqasid as-shari’ah) yang tergolong ad-daruriyat (primer)
di mana kita harus mendirikan atau melaksanakan dan menolak bahaya yang
mengancamnya.
Bedah caesar dilakukan atas pilihan sendiri dan tidak ada indikasi
medis yang mengancam keselamatan ibu dan janin, maka bedah caesar tidak
boleh dilakukan. Baik bedah caesar untuk mempertahankan kecantikan atau
fisik (vaginanya tetap rapat) demi menyenangkan suami maupun untuk
mempercepat proses melahirkan demi sebuah karir atau tuntutan pekerjaan.
Sehubungan dengan bedah caesar yang dilakukan untuk mempertahankan
kecantikan atau fisik (vaginanya tetap rapat) demi menyenangkan suami,
dalam hal ini tentu ada kemaslahatan yang ingin di gapai oleh ibu-ibu, akan
tetapi maslahat yang sifatnya bukan al-maslahah al-daruryat, tapi al-maslahah
yang tergolong hajiyat, sedangkan melihat bedah caesar mengandung risiko
yang sangat besar baik bagi ibu maupun terhadap kandungannya, maka
menghindarinya merupakan maslahat daruriyyat. Dalam pandangan al-Buti
jika terjadi pertentangan di antara maslahah-maslahah, maka sesuatu yang
daruri (primer) lebih didahulukan daripada yang hajiyat (sekunder) dan hajiyat
didahulukan daripada yang tahsiniyat.
Sehubungan dengan bedah caesar yang dilakukan untuk mempercepat
proses melahirkan demi sebuah karir atau tuntutan pekerjaan jika ia termasuk
orang yang harus menanggung kebutuhan keluarganya, maka al-maslahah
yang hendak di gapai sama-sama termasuk al-maslahah ad-daruriyat. Diantarta
dawabit al-maslahah Muhamad Said Ramadan al-Buti adalah tidak boleh
menyalahi maslahat yang lebih tinggi, sehubungan dengan ini, al-Buti
menjelaskan jika dua maslahat dalam satu tingkatan saling bertentangan,
maka didahulukan kaitan hukum yang lebih tinggi dalam satu tingkatan.
Dengan demikian, darury yang berhubungan dengan pemeliharaan terhadap
agama, didahulukan dari pada darury yang berhubungan dengan jiwa dan
seterusnya. Kemudian jika dua maslahah yang saling bertentangan
berhubungan dengan satu hal yang sama-sama kully, seperti agama atau jiwa
atau akal, maka harus melihat kadar cakupan/komprehensifitas suatu
maslahah, setelah itu baru kemudian melihat dari segi sejauh mana validitas
maslahah, kuwalitas maslahah dan kadar cakupan maslahah dalam
kenyataannya di lapangan.

Mizan: Journal of Islamic Law. Vol. 1 No. 2 Desember 2017. ISSN: 2598-974x, E-ISSN: 2598-6252- 162
Yono & Kholil Nawawi

Daftar Pustaka
Abu Ishaq al-Shatibi, al-Muwafaqatfi Usul al-Syari’ah , Beirut: Daral-Kutub al-
‘Alamiyyah, 2004
Abu Zahrah, Muhadorot fi Tarikh al-MadhahibAz-Fiqhialz, Matba'ah Al Madani,
1958.
Chrissie Gallagher Mundy, Pemulihan Pasca Operasi Caesar, Jakarta: Erlangga,
2004.
Connie Marsalhall, Awal Menjadi Ibu, Jakarta: Gramedia Pusaka Utama, 2009.
Ghazali (al), Muhammad. al-Mustasfa min al-Ilmu Usul, juz. 1, Bairut: Dar al-
Kutub al-Ilmiyah, t.t.
Hasan Ahmad Mar'i, aL-Ijtihad FiShari'ah aL-Islamiyah, Cairo, 1976
Hygiena Kumala Suci, Bahayanya Sectio Caesar, www.litbang.depkes.go.id. 17
April 2017.
Ibnu Abdul Salam, Izuddin Abdul Aziz,, Qawaid al-Ahkam fi Masalih al-Anam,
juz. 1, Bairut: Da>r ibn Hazam, tt.
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, Cet 24, 2007.
Mawar Kusuma, “Ketika Caesar Menjadi Pilhan”, Kompas (25 September
2011), 17
Muhammad SaidRamadanal-Buti, Dawabital-maslahah fiShari’ah al-Islamiyah,
Bairut: Muassasah ar-Risalah 2001
S. Nasution, Metode Recearch (Penelitian Ilmiah), (Jakarta: Bumi Aksara, 2008.
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, Bandung: Alfabeta, Cet.IV, 2008.
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Cet. 13,
Jakarta: Rineka Cipta, 2006.
Suririnah, Buku Pintar Merawat Bayi 0-12 Bulan, (Jakarta: Gramedia Pusaka
Utama, 2009.
Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqh Al-Islami Wa-Adillatuhu, Juz 1, Bairut: Daral-Fikr,
1989
Yunus, Nur Rohim, Restorasi Budaya Hukum Masyarakat Indonesia, Bogor:
Jurisprudence Press, 2012.

163 – Fakultas Agama Islam Universitas Ibn Khaldun Bogor

You might also like