You are on page 1of 31

BAB III

DASAR TEORI

3.1. Siklus Hidrologi

Secara umum air di bumi ini mempunyai volume yang tetap, tetapi berubah
wujudnya sesuai dengan kondisi lingkungan keberadaannya membentuk suatu
siklus yang dikenal dengan siklus hidrologi (Gambar 3.1)

Siklus hidrologi di bumi dimulai dari air laut yang mengalami penguapan
(evaporasi) membentuk uap-uap air. Hal ini disebabkan karena energi panas
matahari. Uap-uap air ini terangkat ke atmosfer yang kemudian mengalami
kondensasi. Uap-uap air ini dibawa ke daratan oleh massa udara yang bergerak.
Setelah itu uap-uap air akan mengalami presipitasi. Presipitasi dapat berupa hujan
jika suhu kondensasi uap hanya mencapai wujud cair, maupun wujud salju jika
suhu mencapai di bawah titik beku.

Air hujan maupun salju akan memulai siklus baru jika sudah mencapai
daratan dalam bentuk aliran di permukaan bumi (run off), maupun melalui media
seperti vegetasi yang menahan butiran air. Air akan mengalir dari tempat yang
lebih tinggi menuju ke tempat yang lebih rendah, dan akhirnya akan kembali ke
lautan. Selain air yang mengalir di permukaan, juga ada air yang meresap ke
dalam tanah melalui rongga - rongga antar butir tanah (infiltrasi).

(Sumber :Soemarto, 1995)


Gambar 3.1 Siklus Hidrologi.

27
Pada kedalaman tertentu dan zona tertentu air akan mengalami
kejenuhan, dimana air ini akan tertampung. Batas zona jenuh air ini disebut
muka air tanah. Air tanah ini akan mengalir sebagai aliran air tanah, muncul
ke permukaan bumi sebagai mata air (spring) atau sebagai rembesan ke danau
waduk dan air laut. Siklus air ini akan terus berlangsung sepanjang waktu,
yang mengakibatkan volume air di bumi ini relative tetap.

3.2. Sumber Air Tambang


Pada umumnya sumber utama air yang masuk ke dalam tambang terbuka
adalah air hujan dan hanya pada kondisi dimana kegiatan penambangan
dilakukan sampai dengan menembus dari muka air tanah maka air tanah juga
akan menjadi salah satu sumber dari air yang masuk ke dalam tambang.

3.2.1. Air Hujan

Hujan merupakan suatu siklus hidrologi yang terjadi tidak merata disemua
tempat, ada tempat yang mempunyai curah hujan yang tinggi dan ada tempat
yang mempunyai curah hujan yang rendah. Tinggi rendahnya curah hujan tersebut
disebabkan oleh letak suatu daerah dan iklim setempat, serta kebasahan udara
(uap). Pada umumnya di lereng gunung curah hujan lebih besar dibandingkan di
daratan (Soetedjo,1970).
Terjadinya hujan disebabkan penguapan air, terutama air dari permukaan
laut yang naik ke atmosfer, mendingin dan kemudian menyuling dan jatuh
sebagian di atas laut dan sebagian di atas daratan,sebagian meresap ke dalam
tanah (infiltrasi),sebagian ditahan tumbuhan - tumbuhan (intersepsi), sebagian
menguap kembali (evaporasi) dan sebagian menjadi lembab. Air yang meresap ke
dalam tanah sebagian menguap melalui pori-pori di dalam tanah
(eveprotranspirasi). Air hujan yang ditahan tumbuh – tumbuhan dan transpirasi
tidak ikut menjadi aliran air ke sungai.

28
3.2.2. Air Tanah

Air tanah merupakan bagian dari air di bumi yang berasal dari air hujan.
Air hujan yang jatuh di permukaan tanah meresap ke dalam tanah kemudian
terkumpul pada suatu lapisan batuan yang tidak tembus atau kedap air
(impermeable). Air tanah merupakan air tawar yang banyak digunakan untuk
memenuhi kebutuhan hidup.

Jumlah air hujan yang meresap ke dalam tanah dan menjadi air tanah
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu jumlah hujan, intensitas curah hujan,
pori-pori batuan (porositas), kekedapan batuan terhadap air (permeabilitas),
kemiringan lereng, penutupan permukaan lahan.

3.3. Pengertian Sistem Penyaliran Tambang


Penyaliran adalah suatu cara untuk mengeringkan atau mengeluarkan air yang
terdapat atau menggenangi suatu daerah tertentu. Pengertian dari sistem
penyaliran tambang itu sendiri adalah suatu usaha yang diterapkan pada
daerah penambangan untuk mencegah, mengeringkan, atau mengeluarkan air
yang masuk ke daerah penambangan. Upaya ini dimaksudkan untuk
mencegah terganggunya aktivitas penambangan akibat adanya air dalam
jumlah yang berlebihan, terutama pada musim hujan. Selain itu, sistem
penyaliran tambang ini juga dimaksudkan untuk memperlambat kerusakan
alat serta mempertahankan kondisi kerja yang aman, sehingga alat-alat
mekanis yang digunakan pada daerah tersebut dapat beraktifitas dengan
optimal.

3.3.1. Metode Penyaliran Tambang


Sumber air yang masuk ke lokasi penambangan, dapat berasal dari air
permukaan tanah maupun air bawah tanah. Air permukaan tanah merupakan air
yang terdapat dan mengalir di permukaan tanah. Jenis air ini meliputi, air
limpasan permukaan, air sungai, rawa atau danau yang terdapat di daerah tersebut,
air buangan (limbah), dan mata air. Sedangkan air bawah tanah merupakan air

29
yang terdapat dan mengalir di bawah permukaan tanah. Jenis air ini meliputi air
tanah.
Penanganan masalah air dalam suatu tambang terbuka dapat dibedakan
menjadi dua yaitu :

1. Mine Drainage

Merupakan upaya untuk mencegah masuknya air ke daerah penambangan.


Hal ini umumnya dilakukan untuk penanganan air tanah dan air yang berasal dari
sumber air permukaan, tindakan ini juga disebut usaha preventif. Cara yang
digunakan untuk mencegah air permukaan adalah dengan memnbuat saluran
terbuka disekeliling tambang atau lantai jenjang. Beberapa metode penyaliran
mine drainage .

a. Metode siemens

(Sumber : Rudi Sayoga Gautama, 1999)


Gambar 3.2 Metode Siemens

Pada tiap jenjang dari kegiatan penambangan dibuat lubang bor kemudian
ke datam lubang bor dimaksukkan pipa dan disetiap bawah pipa tersebut diberi
lubang-lubang. Bagian ujung ini masuk ke dalam lapisan akuifer, sehingga air
tanah terkumpul pada bagian ini dan selanjutnya dipompa ke atas dan dibuang
ke luar daerah penambangan.

30
b. Metode Pemompaan Dalam (Deep Well Pump)

(Sumber : Gautama, 1999)

Gambar 3.3 Metode Pemompaan Dalam

Metode ini digunakan untuk material yang mempunyai permeabilitas


rendah dan jenjang yang tinggi. Dalam metode ini dibuat lubang bor kemudian
diamsukan pompa kedalam lubang bor dan pompa akan bekerja secara otomatis
jika tercelup air. Kedalaman lubang bor 50 sampai 60 meter.

c. Metode Elektro Osmosis

Pada metode ini digunakan batang anoda serta katoda. Bilamana


elemenelemen dialiri arus listrik maka air akan terurai, 1-1+ pada katoda
(disumur besar) dinetralisir menjadi air dan terkumpul pada sumur lalu dihisap
dengan pompa.

(Sumber : Gautama, 1999)


Gambar 3.4 Metode Elektro Osmosis

31
d. Small Pipe With Vacuum Pump

(Sumber : Gautama, 1999)


Gambar 3.5 Small Pipe With Vaccum Pump Drainage

Cara ini diterapkan pada lapisan batuan yang impermeable (jumlah air
sedikit) dengan membuat lubang bor. Kemudian di masukkan pipa yang ujung
bawahnya diberi lubang-lubang. Antara pipa isap dengan dinding lubang bor
diberi kerikil-kerikil kasar (berfungsi sebagai penyaring kotoran) dengan diameter
kerikil lebih besar dari diameter lubang. Di bagian atas antara pipa dan lubang bor
di sumbat supaya saat ada isapan pompa, rongga antara pipa lubang bor kedap
udara sehingga air akan terserap ke dalam lubang bor.
e. Metode Pemotongan Air Tanah
Metode ini biasanya digunakan untuk mengamati kondisi air tanah,dimana
lapisan tanah yang digali samapai sebatas akuifer, dengan terpotongnya aliran air
tanah maka daerah hilir akan menjadi kering. Lubang galian ditimbun kembali
dengan material yang kedap air atau dengan cara disemen.
f. Metode Kombinasi Dengan Lubang Bukaan Bawah Tanah
Dilakukan dengan membuat lubang bukaan mendatar didalam tanah guna
menampung aliran air dari permukaan. Beberapa lubang sumur dibuat
menyalurkan air permukaan kedala terowongan bawah tanah tersebut. Cara ini
cukup efektif karena air mengalir sendiri akibat Pengaruh gravitasi sehingga tidak
memerlukan pompa.

32
2. Mine Dewatering

Merupakan upaya untuk mengeluarkan air yang telah masuk ke daerah


penambangan. Upaya ini terutama untuk menangani air yang berasal dari air
hujan. Beberapa metode penyaliran mine dewatering adalah sebagai berikut:
a. Sistem Sumuran Terbuka (Open Sump System)

Sistem ini dilakukan dengan cara air yang masuk kedalam tambang
dikumpulkan ke suatu sumuran (sump) yang dibuat didasar tambang kemudian
dari sumuran tersebut dipompa dan dialirkan dengan pipa untuk dikeluarkan dari
tambang. Sistem ini pada umumnya banyak digunakan pada tambang terbuka.

(Sumber :Gautama, 1999)


Gambar 3.6 Open Sump System

b. Sistem Paritan

Penyaliran dengan cara paritan ini merupakan cara yang paling mudah,
yaitu dengan pernbuatan paritan (saluran) pada lokasi penambangan. Pembuatan
parit ini bertujuan untuk menampung air limpasan yang menuju lokasi
penambangan. Air limpasan akan masuk ke saluran—saluran yang kemudian di
alirkan ke suatu kolam penampung atau di buang langsung ke tempat
pembuangan dengan memanfaatkan gaya gravitasi.

33
c. Sistem Adit

Cata ini biasanya digunakan untuk pembuangan air pada tambang terbuka
yang mempunyai banyak jenjang. Saluran horisontal yang di buat dari tempat
kerja menembus ke shafi yang di buat disisi bukit untuk pembuangan air yang
masuk ke dalam tempat kerja. Pembuangan dengan sistem ini biasanya mahal,
disebabkan oleh biaya pembuatan saluran horisontal tersebut dan shaft.

(Sumber : Gautama, 1999)


Gambar 3.7. Sistem Adit

3.4 Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Sistem Penyaliran


Tambang Faktor faktor yang harus dipertimbangkan dalam pembuatan
rancang sistem penyaliran pada tambang terbuka adalah sebagai berikut :

3.4.1 Curah Hujan


Hujan merupakan uap air yang terangkat ke atmosfer yang kemudian
terkondensasi di atmosfer dan jatuh dalam bentuk tetesan air. Hujan termasuk hal
yang harus diperhatikan di dalam tambang, terutama untuk tambang terbuka di
Indonesia. Hal ini disebabkan Indonesia memiliki musim kemarau dan musim
hujan, sehingga Indonesia mempunyıi curah hujan yang sangat tinggi. Air hujan
yang jatuh ke area tambang, termasuk ke dalanı air limpasan, dimana juga
ditampung pada sumuran (sump), maupun kolam pengendapan (setiling pond)
yang selanjutnya akan dikeluarkan melalui pompa ke luar area tambang.

34
Curah hujan adalah jumlah atau volume air hujan yang jatuh pada satu
satuan luas, dinyatakan dalam satuan 1 mm. Satuan ini mempunyai arti yaitu pada
setiap luasan 1 m2, air hujan yang jatuh adalah 1 liter. Pengamatan curah hujan
dilakukan oleh alat penakar hujan.
Pengolahan data curah hujan dimaksudkan untuk mendapat data curah
hujan yang siap pakai untuk suatu perencanaan sistem penyaliran tambang.
Pengolahan data curah hujan ini dapat menggunakan metode Gumbel, yaitu
suatu metode yang didasarkan atas distribusi normal.

Persamaan Gumbel adalah sebagai berikut :

Xt = X + (Yr – Yn)............................................................................. (3.1)

Keterangan :

Xt = hujan harian maksimum (mm/hari) dengan periode ulang yang telah


ditentukan
X = curah hujan rata-rata
S = standar deviasi nilainilai curah hujan
Sn = standar deviasi dari redüksi varian, tergantung dari
jumlah data (n)
Yr = nilai redüksi varian dari variabel yang diharapkan terjadi pada PUH
Yn = nilai rata dari redüksi varian, tergantung padajumlah
data (n)

Rumus untuk mencari standar devisiasi sebagai berikut :


1. Hujan harian maksimuim dengan periode ulangan

X rata-rata = ........................................................................................( 3.2)

Ʃxi= Jumlah curah hujan harian maksimum


n= jumlah data

35
2. Standar deviasi nilai curah hujan
2

S= ( x  x ) .................................................................................(3.3)
n 1
Dimana :
X = jumlah nilai x
X = jumlah rata – rata
n = jumlah data
3. Standar deviasi dari reduksi varian
( yn  Yn) 2
Sn = ...........................................................................(3.4)
n 1

Dimana :
Yn = jumlah nilai Y
Yn = jumlah rata-rata
n = jumlah data
4. Nilai reduksi varian dari variabel yang diharapkan terjadi pada PUH

Yr= -ln [ -ln ]...........................................................................(3.5)

Keterangan :

T = Periode ulang tahun

5. Nilai reduksi varian dari variabel yang diharapkan terjadi pada PUH

Yn= -ln [ -ln { }].....................................................................(3.6)

Keterangan :
n = jumlah sampel
m = urut sampel (1,2,3,…
6. Penentuan curah hujan rencana dengan distribusi Gummbel
Xt = X + k.s………………………………………………………….(3.7)
Keterangan :
Xt= Hujan harain rencana maksimum (mm/hari)\
X= Curah hujan rata-rata
K= reduced variate factor
S= standar devisiasi
7. K = (Yr – Yn)/Sn………………………………………………….…(3.8)
K = Reduced variate factor
Yr = Reduced variate
Yn = Resduced Mean
Sn = Reduced standart deviation

36
Perumusan metode Gummbel di atas, hanya harga curah hujan rata-rata
dan standar deviasi nilai curah hujan yang diperoleh dari hasil pengolahan data.
Sedangkan harga-harga selain itu diperoleh dari tabel tetapan dalam
hubungannya dengan jumlah data dan periode ulang hujan.

3.4.2. Periode Ulang Hujan dan Resiko Hidrologi


Periode ulang hujan adalah suatu periode tahun dimana hujan dengan
intensitas tinggi yang sama kemungkinan dapat terjadi lagi sekali dalam batas
periode (tahun). Penetapan periode ulang hujan sebenarnya lebih ditekankan pada
masalah yang perlu diambil, sesuai dengan perencanaan.

Faktor resiko digunakan apabila terjadi kerusakan pada sistem penyaliran.


Sehingga tidak membahayakan. Salah satu pertimbangan penentuan periode ulang
hujan adalah resiko yang dapat ditimbulkan bila curah hujan melebihi curah hujan
rencana, untuk perancangan sarana penyaliran pada daerah tambang beberapa
harga acuan periode ulang hujan terdapat dalam tabel berikut.

Hubungan periode ulang hujan dan resiko hidrologi di hitung dengan


menggunakan rumus :

Rh = 1 – (1 – 1/Pu)ᵀᴸ................................................................................. (3.9)

Keterangan :

Rh= Resiko hidrologi (kemungkinan suatu kejadian akan terjadi minimal satu
kali pada periode ulang tertentu)
Pu= Periode Ulang hujan (dalam rancangan ini digunakan periode ulang
tahunan)
TL= Umur tambang (tahun).

Tabel 3.1
Periode Ulang Untuk Sarana Penyaliran Pada Daerah Tambang

No Keterangan Periode ulang hujan

1 Daerah terbuka 0,5

37
2 Sarana tambang 2–5

3 Lereng tambang & penimbunan 5 – 10

4 Sumuran utama 10 – 15

5 Penyaliran keliling tambang 25

6 Pemindahan aliran sungai 100

(Sumber : Gautama, 1999)

3.4.3. Intensitas Curah Hujan

Intensitas curah hujan adalah jumlah curah hujan per satuan waktu yang
relative singkat. Intensitas curah hujan biasanya dinotasikan dengan huruf “I”
dengan satuan mm/jam, mm/menit, atau mm/jam yang berarti besarnya curah
hujan dalam waktu satu jam, menit, detik adalah sekian mm.

Seandainya curah hujan harian didaerah penelitian diketahui tidak


terdistribusi merata setiap tahun, maka menurut Monobe, Intensitas curah hujan
dapat dihitung dengan rumus perkiraan intensitas curah hujan untuk waktu lama
waktu hujan sembarang yang dihitung dari data curah hujan harian yaitu:

Tabel 3.2
Keadaan Intensitas Curah Hujan
Curah hujan (mm)
Keadaan curah
Kondisi
hujan 1 jam 24 jam

Tanah agak basah atau


Hujan sangat ringan < 1 <5
dibasahi sedikit

Tanah menjadi basah


Hujan ringan 1–5 5 – 20
semuanya

Hujan normal 5 –10 20 – 50 Bunyi curah hujan

38
terdengar

Air tergenang diseluruh

permukaan tanah dan


Hujan lebat 10 – 20 50 – 100
bunyi keras kedengaran

dari genangan

Hujan seperti
Hujan sangat lebat > 20 > 100
ditumpahkan

(Sumber : Gautama, 1999)

Perhitungan intensitas curah hujan satu jam dilakukan dengan


menggunakan rumus Mononobe sebagai berikut :

I= ..................................................................................(3.10)

Keterangan :
I = intensitas curah hujan (mm/jam)
t = waktu konsentrasi hujan (jam)
R24 = Curah hujam maksimum (mm)

R24= Rx ( ) (Yt – Yn ).......................................................................(3.11)

Rx = hujan rata- rata maksimum


αx = Ekspetasi mean
αn = Standar deviasi
Yn = Nilai maksimum
Yt = Nilai reduksi varian

3.4.4. Daerah Tangkapan Hujan (Catcment Area)

Daerah tangkapan hujan adalah luas permukaan yang apabila terjadi hujan,
maka air hujan tersebut akan mengalir ke daerah yang lebih rendah menuju ke titik
pengaliran. Air yang jatuh kepermukaan sebagian meresap kedalam tanah,
sebagian ditahan oleh tumbuhan dan sebagian lagi akan mengisi sungai, paritan,

39
permukaan bumi, kemudian mengalir ketempat yang lebih rendah. Semua air yang
mengalir dipermukaan belum tentu menjadi sumber air dari suatu sistem
penyaliran. Kondisi ini tergantung dari daerah tangkapan hujan dan dipengaruhi
oleh beberapa faktor, antara lain kondisi topografi, rapat tidaknya vegetasi dll.
Daerah tangkapan hujan merupakan suatu daerah yang dapat mengakibatkan air
limpasan permukaan mengalir kesuatu tempat (daerah penambangan) yang lebih
rendah. Penentuan luas daerah tangkapan hujan berdasarkan peta topografi daerah
yang akan diteliti.

Daerah tangkapan hujan ini dibatasi oleh pegunungan dan bukit-bukit yang
diperkirakan akan mengumpulkan air hujan sementara. Setelah daerah tangkapan
hujan ditentukan, maka diukur luasnya pada peta kontur, yaitu dengan menarik
hubungan dari titik-titik yang tertinggi disekeliling tambang membentuk poligon
tertutup, dengan melihat kemungkinan arah mengalirnya air, maka luas dihitung
dengan menggunakan komputer (misal : Program Autocad, Minescape).

3.4.5. Air Limpasan

Air limpasan adalah bagian dari curah hujan yang mengalir di atas
permukaan tanah menuju sungai, danau atau laut. Aliran itu terjadi karena curah
hujan yang mencapai permukaan bumi tidak dapat terinfiltrasi, baik yang
disebabkan karena intensitas curah hujan atau faktor lain misalnya kelerengan,
bentuk dan kekompakan permukaan tanah serta vegetasi. Faktor-faktor Yang
berpengaruh antara Iain :

1. Curah hujan : Banyaknya curah hujan, intensitas curah hujan dan


frekuensi hujan
2. Tanah : jenis dan bentuk topografi
3. Tutupan : kepadatan, jenis dan macam vegetasi
4. Luas daerah aliran

40
1. Perkiran Debit Air Limpasan
Untuk memperkirakan debit air limpasan maksimal digunakan rumus
rasional yaitu:

Q = 0,78 x C x I x A...................................................................... (3.12)


Keterangan :
Q = debit air limpasan maksimum (m3/detik)
C = koefisien limpasan
I = intensitas curah hujan (mm/jam)
A = luas daerah tangkapan hujan (km2)

2. Debit Air Hujan


Untuk menghitung air hujan yang masuk kedalam sump digunakan rumus
rasional yaitu :
Qair hujan = Luas bukaan sump x Curah hujan rencana
3. Debit Air Tanah
Debit air tanah yang masuk ke lokasi sump pada tambang adalah sebesar :

Q=⦋ ⦌ .................................................................................... (3.13)

Q = Debit air tanah (m³/jam)


t = Selisih waktu pompa dimatikan dan dihidupkan kembali (jam)
h = Kenaikan permukaan air (m)
L1=Luas permukaan air pada saat pompa dimatikan (m)
L2= Luas permukaan air pada saat pompa dihidupkan (m)
4. Koefisien limpasan merupakan bilangan yang menunjukkan perbandingan
besamya limpasan permukaan dengan intensitas curah hujan yang terjadi
pada daerah tangkapan hujan. Koefisien limpasan tiap-tiap daerah berbeda.
Dalam penentuan koefisien limpasan faktor – faktor yang harus
diperhatikan adalah :

Tabel 3.3
Harga Koefisien Limapasan

Kemiringan Lahan Kegunaan Lahan Koefisien Limapsan


Datar kemiringa <3% Persawahan rawa – rawa 0.2
Hutan 0.3
Pemukiman 0.4
Agak miring ( 3 – 5 %) Hutan , Perkebunan 0.4
Pemukiman 0.5.

41
Vegetasi 0.6
Tanah Gundul 0.7
Curam Kemiringan > 15% Hutan 0.6
Pemukiman 0.7
Vegetasi 0.8
Tanah gundul, penambangan 0.9
Sumber : Rudy Sayoga,1999
Beberapa faktor-faktor yang harus diperhatikan adalah Kerapatan
vegetasi. Daerah dengan vegetasi yang rapat, akan memberikan nilai C
yang kecil, karena air hujan yang masuk tidak dapat langsung mengenai
tanah, melainkan akan tertahan oleh tumbuh-tumbuhan, sedangkan tanah
yang gundul akan memberi nilai C yang besar.
5. Evaprotranspirasi

ET= ........................................................................(3.14)

Keterangan :
ET = Evaprotranspirasi
P = Curah Hujan Tahunan Rata – rata
T = Temperatur rata – rata (ºC)

L(T)= Fungsi suhu = 300 + 25T + 0,05T³...........................................(3.15)

6. Infiltrasi
Nilai Infiltrasi dapat dihitung dengan rumus

F= x (k)

Keterangan :
F= Laju Infiltrasi
I= intensitas
A= Luas daerah tanmgkapan hujan
k= Konstanta (permebiabiltas)
Tabel 3.4
Laju infiltrasi tipikal kelompok tanah setelah 1 jam

Laju infiltrasi setelah 1


Kelompok
jam(mm/jam)
Tinggi( tanah pasir) 12,50 -25,00
Menengah (banyak geluh, lempung,
2,50 -12,50
lumpur)

42
Rendah (banyak lempung, geluh lempung
0,25 – 2,50

Sumber : Hydrology handbook,second edition


7. Debit total air yang masuk ke sump dapat dihitung menggunakan rumus
sebagai berikut :
Qtotal = Q limpasan permukaan + Qair Hujan + Q air tanah + Q laju infiltrasi
– Qevaprotranspirasi.......................................................................(3.16)

3.5 Sumuran (Sump)

Sumuran tambang berfungsi sebagai tempat penampungan sementara air


dan lumpur sebelum dipompa ke luar tambang. Sumuran tambang dibedakan
menjadi dua macam yaitu sumuran tambang permanen dan sementara. Sumur
tambang permanen adalah sumuran yang berfungsi selama penambangan
berlangsung, dan umumnya tidak berpindah tempat. Sedang sumuran sementara
berfungsi dalam rentang waktu tertentu dan sering berpindah tempat. Dalam
menentukan luasan sumuran yang diperlukan adalah dengan cara menghitung
volume air yang masuk ke dalam tambang dikurangi dengan volume air yang
akan dipompa keluar dari tambang. Volume sump dapat dihitung dengan rumus :

Vsumuran = Vlimpasan + Vair hujan – Vpemompaan.....................(3.17)

Keterangan :

Vlimpasa = Volume limpasan (m3)

Vair hujan = Volume air hujan (m3)

Vpemompaan = Volume pemompaan (m3)

Vlimpasan= Qlimpasan x t...............................................................(3.18)

= 0,27 x C x I x A

Vpemompaan = Qpompa x t............................................................(3.19)

3.6. Sistem Pemompaan

43
3.6.1. Pompa

Pompa merupakan alat angkut yang berfungsi memindahkan zat cair dari
suatu tempat ke tempat lain. Dalam sistem penyaliran tambang, pompa befungsi
untuk mengeluarkan air dari tambang. Jenis pompa yang banyak digunakan dalam
kegiatan penyaliran tambang adalah pompa sentrifugal. Pompa sentrifugal bekerja
berdasarkan putaran impeller di dalam pompa. Air yang masuk akan diputar oleh
impeller dan selanjutnya dilemparkan ke arah lubang keluar pompa. Pompa jenis
ini banyak dipakai ditambang karena mampu mengalirkan lumpur, kapasitasnya
besar, dan perawatannya mudah.

Pemasangan pompa dapat dilakukan dengan cara seri dan paralel.


Pemasangan pompa secara seri dilakukan karena head pompa yang digunakan
tidak mencukupi untuk menaikkan air sampai ketinggian tertentu. Pemasangan
pompa secara paralel dilakukan karena debit pompa yang digunakan tidak
mencukupi untuk mengeluarkan air sehingga harus digunakan dua pompa atau
lebih yang dipasang secara paralel. Sesuai dengan prinsip kerjanya, pompa
dibedakan atas :

1. Centrifugal pump

Pompa ini bekerja berdasarkan putaran impeller di dalam pompa. Air yang
masuk akan diputar oleh impeller, akibat gaya sentrifugal yang terjadi air akan
dilemparkan dengan kuat ke arah lubang pengeluaran pompa. Pompa jenis ini
banyak digunakan ditambang, karena dapat melayani air berlumpur, kapasitasnya
besar dan perawatannya lebih mudah.

2. Axial pump

Pada pompa aksial, zat cair mengalir pada arah axial (sejajar poros) melalui
kipas. Umumnya bentuk kipas menyerupai baling baling kapal. Pompa ini dapat
berpotensi secara vertikal maupun horizontal. Jenis pompa ini digunakan untuk
julang yang rendah.

3. Reciprocating pump

44
Bekerja berdasarkan torak maju mundur secara horizontal di dalam silinder.
Keuntungan jenis ini adalah efisien untuk kapasitas kecil dan umumnya dapat
mengatasi kebutuhan energi (julang) yang tinggi. Kerugiannya adalah beban yang
berat serta perlu perawatan yang teliti. Pompa jenis ini kurang sesuai untuk air
berlumpur karena katup pompa akan cepat rusak. Oleh karena itu jenis pompa ini
kurang sesuai untuk digunakan di tambang.

Daalam suatu pemompaan kadang – kadang dibutuhkan debit tinggi


pemompaan (head) yang lebih besar, sedangkan setiap pompa memiliki
kemampuan untuk mencapai debit atau head tertentu baik secara pararel ataupun
seri.

a. Hubungan Paralel
Pada hubungan paralel beberapa buah pompa berada pada tempat yang
sama tetapi tidak saling terhubungkan. Hubungan paralel pompa dapat
terdiri dari beberapa pompa yang sejenis maupun tidak sejenis. Tujuan
pemasangan pompa secara paralel adalah untuk memperoleh jumlah
aliran volume pemompaan (debit) yang lebih besar. Karena pada
hubungan paralel terjadi penjumlahan aliran volume (debit) dengan
tinggi pemompaan (head) yang sama besar.
b. Hungan Seri
Pada hubungan seri, setelah zar cair melalui sebuah pompa, zat cair
tersebut akan dibawa ke pompa berikutnya. Pemasangan pompa dapat
dilakukan dengan menggunakan beberapa pompa yang sejenis atau
pompa yang berbeda. Dalam pemasangan secara seri terjadi
penjumlahan tinggi naik (head) pada aliran volume atau debit
pemompaan yang sama.

3.6.2 Pipa
Pipa adalah saluran tertutup yang digunakan untuk mengalirkan
fluida. Pipa untuk keperluan pemompaan biasanya terbuat dari baja,
tetapi untuk tambang yang tidak terlalu dalam dapat mengunakan pipa
HDPE (High Density Polyethylene). Pada dasarnya bahan apapun yang

45
digunakan harus memperhatikan kemampuan pipa untuk menekan
cairan di dalamnya.

3.6.3 Head Pompa


Dalam pemompaan dikenal istilah julang (head) yaitu energi
yang diperlukan untuk mengalirkan sejumlah air pada kondisi tertentu.
Semakin besar debit air yang dipompa, maka head juga akan semakin
besar. Head total pompa untuk mengalirkan sejumlah air yang
direncanakan dapat ditentukan dari kondisi instalasi yang akan dilayani
oleh pompa tersebut, sehingga julang total pompa dapat dituliskan
sebagai berikut :

H = Hs + Hv + hf + Hfs......................................................................... (3.20)

Keterangan :

H = Head total pompa (m)

hs = head statis pompa (m)

hv = head kecepatan keluar (m)

hf = head karena gesekan

hfs= head untuk mengatasi berbagai hambatan pada pompa dan pipa (m), meliputi
head gesekan pipa, serta head belokan dll

Sistem perpipaan akan sangat berhubungan erat dengan daya serta head
pompa yang dibutuhkan. Hal ini terjadi karena sistem perpipaan tidak akan
terlepas dari adanya gaya gesekan pada pipa, belokan, pencabangan, bentuk katup,
serta perlengkapan pipa lainnya. Hal ini akan menyebabkan terjadinya kehilangan
energi sehinga turunnya tekanan di dalam pipa. Kerugian head yang terjadi pada
sistem perpipaan adalah :

1. Head statis (hs)


hs = h2 – h1.................................................................................. (3.21)
keterangan :
h1 = Elevasi sisi isap (m)

46
h2 = Elevasi sisi keluar (m)
2. Velocity head (hv)

hv = ...........................................................................................(3.22)

keterangan :

V = kecepatan aliran dalam pipa (m/detik)


g = kecepatan gravitasi bumi (9,8m/detik2)

3. Head Loss terdiri dari fraction loss (Hf) dan Shock Loss (Ffs).

Head akibat gesekan pipa gesek

Hf= x (L +Le)....................................................(3.23)

Keterangan :

Hf = kerugian karena gesekan (tanpa satuan)


Q = Debit Aliran Pipa
C= Koefisien pipa
L= panjang pipa(m)
Le= panjang pipa ekivalen
D = Diameter pipa (m)

Tabel 3.5
Kondisi Pipa dan harga C

Jenis Pipa C

Pipa Sangat Mulus 140

Pipa Baja Atau Besi Tuang Baru 130

Pipa Kayu Atau Beton Biasa 120

Pipa Baja Berkeling Baru,Pipa Gerabah 110

Pipa Besi Tuang Lama,Pipa Bata 100

47
Pipa Baja Berkeling Lama 95

Pipa Besi Tua Berkarat 80

Pipa Besi Atau Baja Sangat Berkarat 60

Sumber : Olson & Wright,1993

4. Kerugian akibat belokan, sambungan dan katup


Kerugian jead pada belokan dapat dihitung dengan menggunakan panjang
ekivaelen dari belokan tersebut terhadap pipa lurus, untuk variabel panjang pipa
ekivaelen dapat dilihat pada (tabel)
Tabel 3.6
Panjang Pipa Ekivalen

No Nama alat Panjang pipa lurus

1 Belokan 10° 10,67 D

2 Belokan 20° 13,3 D

3 Belokan 30° 16,5 D

4 Belokan 40° 20 D

5 Belokan 50° 32 D

6 pipa U 75 D

7 pipa T 60 D

8 pipa Y 500 D

9 Flowmeter 300 D

10 katup sorong 7D

11 katup bola (DN 150) 60 D

12 katup bola (DN 200) 67

5. Head belokan (Hfs)

Hfs = f ( )...............................................................................................(3.24)

Keterangan :

V = kecepatan aliran dalam pipa (m/detik)

48
g = kecepatan gravitasi bumi (9,8m/detik2)
f = Koefisien kerugian pada katup (tabel)

Tabel 3.7
Koefisien Kerugian dari Berbagai Katup

DIAMETER(mm)
JENIS
KATUP
40 90 100
100 1,5 200 250 300 0 500 600 700 800 0 0
Katup 0,1
sorong 0,14 2
Katup kupu
- kupu 0,6-0,16(bervariasi menurut kontruksi dan diameter)
Katup Putar 0,09- 0,026 (bervariasi menurut diameter)
Katup
cegah jenis 1,1 0,9 0,9 0,9 0,9
ayun 1,2 5 1,1 1 8 8 4 2 0,9 0,88
Katup
cegah cepat
jenis 1,1
tekanan 1,2 5 1,1 1 0,9 0,8 0,7 0,6 0,5 0,4
Katup
cegah jenis
angkat 1,3 1,3
bebas 1,44 9 4 1,3 1,2
Katup
cegah cepat
jenis pegas 7,3 6,6 5,9 5,3 4,6
Katup
kepak 0,5
Katup Isap 1,9 1,8 1,7 1,7
saringan 1,97 1 4 8 2
Katup pintu 0,4
Reducer 0,03
Sumber : Sularso dan Tahara,1991

3.7 Saluran Penyaliran

Saluran terbuka berfungsi sebagai tempat penampungan air dan dapat


mengalirkan air ke kolam pengendapan atau saluran terbuka lainnya. Bentuk
saluran biasanya dipilih berdasarkan debit air, tipe material, dan kemudahan
dalam membuat saluran terbuka itu sendiri.

49
Dalam merancang saluran terbuka terdapat beberapa macam bentuk atau
dimensi saluran terbuka seperti segitiga, trapesium, segiempat tergantung dalam
pembuatan atau penggalian saluran terbuka dan juga bahan dasar pembuatan
saluran terbuka sehingga air yang dialirkan dapat mengalir dengan lancar dan
mengurangi hambatan atau tanpa adanya hambatan.
Berikut adalah bentuk penampang penyaliran diantaranya bentuk segiempat,
trapesium dan bentuk segitiga (gambar 3.)

Sumber : Rudy S. Gautama, 1999


Gambar 3.8. Bentuk-bentuk Penampang Saluran Terbuka

1) Bentuk segi empat


B = 2d..................................................................................(3.25)
A = 2d2.................................................................................(3.26)
P = 4d..............................................................................….(3.27)
2) Bentuk segitiga
Sudut tengah = 90o.....................................................................(3.28)
Luas penampang basah (A) = d2.............................................…(3.29)

d
Jari-jari hidrolis (R) R  .....................................................(3.30)
2 2

Keliling basah (P) = 2d .  2......................................................(3.31)


3) Bentuk trapesium
Dalam menentukan dimensi saluran bentuk trapesium dengan luas
maksimum hidrolis, luas penampang basah saluran (A), jari-jari hidrolik (R),

50
kedalaman penampang aliran (d), lebar dasar saluran (b), penampang sisi saluran
dari dasar kepermukaan (a), lebar permukaan saluran (B), dan kemiringan dinding
saluran (m), mempunyai hubungan yang dapat dinyatakan sebagai berikut :

A = b . d + m . d2................................................................................(8.32)
R = 0,5 . d............................................................................................(8.33)
B = b + 2m . d………………………………………………………(8.34)
b/d = 2 {(1 + m2)0,5 - m) .....................................................................(3.35)
a = d/sinα ..........................................................................................(3.36)

Bentuk penampang yang biasa digunakan adalah bentuk trapesium yang


dikarenakan mudah dalam pembuatannya, murah, efisien, serta stabilitas
dindingnya dapat disesuaikan dalam keadaan tertentu. Berikut adalah gambar
penampang saluran trapesium.

Sumber : Rudy S. Gautama, 1999


Gambar 3.9. Penampang Saluran Trapesium
Untuk dimensi penyaliran dengan bentuk trapesium dengan luas penampang
optimum dan mempunyai sudut kemiringan 600, maka :
M = 1/tg α

= 1/ tg 600

= 0,58

Sehingga harga b/d adalah :

b/d = 2 {(1 + m2)0,5 - m}

b = 1,15 d

51
Kemiringan dinding saluran tergantung pada macam material atau bahan
yang membentuk tubuh saluran. Kemiringan dinding saluran yang sesuai dengan
bahan yang membentuk tubuh saluran. Sedangkan kemiringan dasar saluran,
ditentukan dengan pertimbangan bahwa, suatu aliran dapat memgalir secara
alamiah tanpa terjadi pengendapan lumpur pada dasar saluran, dimana menurut
Pfleider (1968) kemiringan antara 0,25 – 0,5 % sudah cukup untuk mencegah
adanya pengendapan lumpur berupa adanya pengendalian. Dalam hal ini maka
harga S = (0,25 %).

Perhitungan kapasitas pengaliran suatu saluran dapat dihitung menggunakan


rumus “Manning”, yaitu :

Q = 1/n . A . S1/2 . R2/3 ...................................................(3.37)

Keterangan :
Q = debit pengaliran maksimum (m3/detik)
A = luas penampang (m2)
S = kemiringan dasar saluran (%)
R = jari-jari hidrolis (meter)
n = koefisien kekerasan dinding saluran menurut Manning

Untuk harga koefesien kekasaran menurut Manning dibedakan untuk


setiap material penyusunnya dengan melihat jenis lapisan pada dinding saluran
yang akan dibuat. Harga n pada jenis dinding saluran yang akan dibuat dapat
dilihat pada Tabel .3.8

Tabel 3.8
Koefesien Kekerasan Dinding Saluran Menurut Manning
Tipe dinding saluran N
Semen 0,010 – 0,014
Beton 0,011 – 0,016
Bata 0,012 – 0,020
Besi 0,013 – 0,017
Tanah 0,020 – 0,030
Gravel 0,022 – 0,035
Tanah yang ditanam 0,025 – 0,040

52
Sumber : Rudy S. Gautama, 1999

3.8 Kolam Pengendapan


Kolam pengendapan adalah suatu daerah yang dibuat khusus untuk
menampung air limpasan sebelum dibuang langsung menuju daerah pengaliran
umum. Sedangkan kolam pengendapan untuk daerah penambangan, adalah kolam
yang dibuat untuk menampung dan mengendapkan air limpasan yang berasal dari
daerah penambangan maupun daerah sekitar penambangan. Nantinya air tersebut
akan dibuang menuju tempat penampungan air umum seperti sungai, maupun
danau.
Kolam pengendapan berfungsi untuk mengendapkan lumpur-lumpur, atau
material padatan yang bercampur dengan air limpasan yang disebabkan adanya
aktivitas penambangan maupun karena erosi. Disamping tempat pengendapan,
kolam pengendapan juga dapat berfungsi sebagai tempat pengontrol kualitas dari
air yang akan dialirkan keluar kolam pengendapan, baik itu kandungan
materialnya, tingkat keasaman ataupun kandungan material lain yang dapat
membahayakan lingkungan.

3.8.1 Bentuk Kolam Pengendapan


Bentuk Kolam Pengendapan biasanya hanya digambarkan secara
sederhana, yaitu berupa kolam berbentuk empat persegi panjang, tetapi
sebenarnya bentuk tersebut dapat bermacam-macam, disesuaikan dengan
keperluan dan keadaan lapangannya. Walaupun bentuknya dapat bermacam-
macam, namun pada setiap kolam pengendap akan selalu ada 4 zona penting yang
terbentuk karena proses pengendapan material padatan (Gambar3.4)
Berikut penjelasan keempat zona tersebut :

1. Zona masukan
Adalah tempat masuknya aliran air berlumpur kedalam kolam
pengendapan dengan anggapan campuran antara padatan dan cairan
terdistribusi secara merata.
2. Zona Pengendapan

53
Tempat dimana partikel akan mengendap, material padatan disini akan
mengalami proses pengendapan disepanjang saluran masing-masing ceck dam.
3. Zona Endapan Lumpur
Tempat dimana partikel padatan dalam cairan mengalami sedimentasi dan
terkumpul pada bagian bawah saluran pengendap.
4. Zona Keluaran
Tempat keluarnya buangan cairan yangt relatif bersih, zone ini terletak
pada akhir saluran.

Sumber : Pratanto Prodjosumarto, 1994


Gambar 3.10 Zona – zona Pada Kolam Pengendapan

3.8.2. Pehitungan Presentase Kolam Pengendapan


Perhitungan persentase pengendapan ini bertujuan untuk mengetahui
apakah kolam pengendapan yang akan dibuat dapat berfungsi untuk
mengendapkan partikel padatan yang terkandung dalam air limpasan tambang.
Aliran air pada kolam pengendapan digambarkan seperti pada Gambar 8.12.

54
Sumber: Currie, John M., 1973,
Gambar 3.11.Aliran Air di Kolam Pengendapan
Keterangan :
b = Lebar kolam pengendapan (m)
Vh = Kecepatan mendatar partikel (m/s)
Vt = Kecepatan pengendapan (m/s)
H = Kedalaman kolam pengendapan (m)
P = Panjang kolam pengendapan (m)

Waktu yang dibutuhkan oleh partikel untuk mengendap adalah:

tv = .................................................................................... (3.38)

Keterangan:
tv = Waktu pengendapan partikel (menit)
v = Kecepatan pengendapan partikel (m/detik)
h = Kedalaman kolam pengendapan (m)

Luas permukaan kolam pengendapan dapat dihitung dengan menggunakan


persamaan sebagai berikut :
A= t x L............................................................................ (3.39)

Keterangan:
A = Luas permukaan kolam pengendapan (m2)
t = Panjang atas kolam pengendapan (m)
L = Lebar kolam pengendapan (m)

Jika :
Qtotal
Vh  …..........…………...............……………………(3.40)
A
Keterangan :
Vh = Kecepatan mendatar partikel (m/detik)
Qtotal = Debit aliran yang masuk ke kolam pengendapan ( m3/detik)
A = Luas permukaan kolam pengendapan (m2)

55
Waktu yang dibutuhkan partikel untuk keluar dari kolam pengendapan:

th = P/Vh (detik)………...………................….…………(8.34)

Keterangan :
th = Waktu yang dibutuhkan partikel keluar dari kolam pengendapan (detik)
P = Panjang kolam pengendapan (m)
Vh = Kecepatan mendatar partikel (m/detik)

Kecepatan pengendapan dapat dihitung dengan menggunakan rumus


Stokes dan hukum Newton. Hukum Stokes berlaku bila padatannya kurang dari
40%, sedangkan bila persen padatan lebih dari 40% berlaku hukum Newton2).
g  D 2   p  a 
Hukum Stokes : V  ........................(8.35)
18

Keterangan :
V = Kecepatan pengendapan partikel (m/detik)
g = Percepatan gravitasi (m/detik2)
p = Berat jenis partikel padatan
a = Berat jenis air (kg/m3)
 = Kekentalan dinamik air (kg/mdetik)
D = Diameter partikel padatan (m)

Hukum Newton: V   4 xgxD x p  a  


0,5

............(8.36)
 3 xFgxa 

Keterangan :
V = Kecepatan pengendapan partikel (m/detik)
g = Percepatan gravitasi (m/detik2)
p = Berat jenis partikel padatan
a = Berat jenis air (kg/m3)
D = Diameter partikel padatan (m)

56
Fg = Nilai koefisien tahanan

Untuk menentukan dimensi dari kolam pengendapan, seperti panjang,


lebar dan kedalaman ditentukan dengan melihat spesifikasi alat yang
digunakan untuk merawat kolam pengendapan tersebut.
Dalam proses pengendapan ini partikel mampu mengendap dengan baik
jika tv tidak lebih besar dari th. Sebab, jika waktu yang diperlukan untuk
mengendap lebih kecil dari waktu yang diperlukan untuk mengalir ke luar
kolam atau dengan kata lain proses pengendapan lebih cepat dari aliran air
maka proses pengendapan dapat terjadi. Persentase pengendapan dapat
dihitung menggunakan rumus di bawah ini :

% Pengendapan= x 100%..............................................(8.41)

57

You might also like