Professional Documents
Culture Documents
ABSTRACK
Bamboo rhizosphere known as disease suppresive soil. The objectives of this
research was to (i) study the role and mechanism of bamboo rhizosphere on disease
suppresive soil phenomena (ii) study the functional diversity of bamboo rhizosphere
and, (iii) determine the benefits of bamboo rhizosphere in increasing plant growth and
suppressing soil borne disease, especially Phytopthtora palmivora. This research was
conducted from July 2014 to April 2015. Bamboo rhizosphere samples were taken at
depth 0-20 cm from several locations in the district of Bogor, West Java province.
There are four species successfully obtained, namely: Gigantochloa apus,
Dendrocalamus asper, Schizostacyum longispiculatum, and Bambusa vulgaris. This
research was conducted in two parts; (i) bioassay in the greenhouse to determine the
influence of bamboo rhizosphere of plant growth and the disease incidence,(ii)
laboratory investigation of the functional biodiversity of bamboo rhizosphere,
including: P and K solubilizing microbes, N fixing bacteria, chitinolytic bacteria,total
of Indole Acetic Acid (IAA) and antibiosis bacteria and fungi of bamboo rhizosphere.
The research result showed that the chemical and biological properties of bamboo
rhizosphere influent increasing of plant growth and suppresing soil borne pathogen.
Microbes in the rhizosphere of bamboo has a high diversity. Compared to microbes in
the non bamboo rhizosphere, microbes in the rhizosphere of bamboo has a better ability
to promote plant growth and suppress the growth of P. palmivora relative to non
bamboo rhizosphere. The death percentage of D. asper was 12.50% and of B. vulgaris
was 16.70%. The highest death percentage under non bamboo rhizosphere was abot
54.20%. Effectiveness of bamboo rhizosphere as disease suppresive soil determined by
chemical properties, including: pH, KTK, C-organik and, biological properties,
including: total bacteria, chitinolitic bacteria, N-fixer bacteria, IAA total, and
abundance of microbes antibiosis.
Keywords: bamboo rhizosphere, Phytophthora palmivora, disease suppresive soil.
PENDAHULUAN
Tanaman bambu merupakan tanaman yang dapat tumbuh di beberapa daerah di
Indonesia. Banyak sekali spesies bambu dengan keragaman fungsinya. Di Indonesia
terdapat 60 spesies tanaman bambu dari 200 spesies yang ada di kawasan Asia
Tenggara dan dapat dijumpai di daerah yang bebas dari genangan air, mulai dari dataran
rendah hingga pegunungan. Sifat adaptasi bambu yang tergolong tinggi membuat
tanaman ini dapat tumbuh baik hampir di setiap jenis tanah (Widjaja 1995). Para petani
sering menggunakan tanah perakaran (rhizosfer) bambu sebagai media persemaian yang
sudah menjadi indigenous knowledge. Diduga rhizosfer bambu memiliki peranan dalam
fenomena disease suppresive soil. Mekanisme suppresive soil dipengaruhi oleh faktor
tidak langsung yaitu kondisi fisik dan kimia tanah yang meliputi: tekstur, pH,
kandungan bahan organik, C-organik, KTK serta faktor secara langsung dan paling
berperan yaitu total populasi serta aktivitas mikrob tanah (Hadiwiyono 2010).
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui peranan tanah rhizosfer bambu dalam
mengendalikan penyakit yang dikenal sebagai fenomena disease suppresive soil pada
pengendalian penyakit tanaman pepaya. Pepaya digunakan sebagai objek penelitian
karena merupakan tanaman buah yang penting di Indonesia. Menurut Badan Pusat
Statistik (2010), produksi pepaya termasuk dalam kelompok tiga besar produksi buah-
buahan setelah mangga dan jeruk. Salah satu penyakit terpenting yang menyerang
tanaman pepaya adalah penyakit busuk akar dan pangkal batang yang disebabkan oleh
Phytophthora palmivora (Chliyeh et al. 2014). Sampai saat ini belum ada cara
pengendalian yang efektif untuk menanggulangi penyakit ini, baik secara fisik maupun
kimia sehingga diperlukan upaya yang bijaksana untuk mengendalikan patogen ini.
Terdapat mikrob antagonis asal rhizosfer bambu yang memiliki daya
antagonisme terhadap patogen tular tanah (soil borne disease) melalui mekanisme
antagonis berupa persaingan hidup, parasitisme, antibiosis dan induced systemic
resistence. Selain menekan perkembangan patogen, mikrob rhizosfer juga dapat
meningkatkan pertumbuhan tanaman melalui berbagai mekanisme. Di dalam tanah
banyak mikrob yang mempunyai kemampuan dalam melarutkan fosfat dan kalium,
menambat N2, dan menghasilkan fitohormon. Mikrob ini dapat meningkatkan
pertumbuhan tanaman dengan memproduksi senyawa fitohormon Indole Acetic Acid
(IAA) sebagai nutrisi bagi tanaman (Aryantha et al. 2004).
Penelitian terhadap keberadaan dan keragaman mikrob rhizosfer bambu telah
dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya. Menurut Sharma et al. (2010) pada
rhizosfer tanaman bambu sehat ditemukan cendawan antagonis seperti Aspergillus,
Penicillium, Trichoderma yang mampu menekan patogen Fusarium dan Phytophthora.
Penelitian yang dilakukan oleh Asniah (2013) menunjukkan bahwa inokulasi fungi
Paecilomyces sp dan Chaetomium globosum asal rhizosfer bambu ke dalam tanah
persemaian berpengaruh nyata terhadap penurunan indeks penyakit akar gada dan
peningkatan bobot basah tanaman brokoli. Penelitian yang dilakukan Tu et al. (2013) di
Cina terhadap rhizosfer 6 spesies bambu menunjukkan bahwa total populasi cendawan
dan bakteri serta aktivitas mikrob pada tanah rhizosfer bambu sangat tinggi dan
berpengaruh positif terhadap pertumbuhan tanaman.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peranan tanah rhizosfer bambu
dalam fenomena disease suppresive soil, yang menekan penyakit busuk pangkal batang
yang disebabkan oleh P. palmivora dan meningkatkan pertumbuhan bibit pepaya.
Penelitian ini juga bertujuan mengetahui mekanisme disease suppresive soil yang
terjadi pada rhizosfer bambu tersebut dilihat dari sifat kimia dan biologi tanah.
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan dari bulan Juli 2014 sampai bulan April 2015 di
Laboratorium Bioteknologi Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan dan
Klinik Tanaman, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, IPB. Uji pengaruh
tanah rhizosfer bambu terhadap pengendalian P. palmivora dan pertumbuhan bibit
tanaman pepaya dilakukan di kebun percobaan Cikabayan IPB.
Bahan dan Alat
Bahan- bahan yang digunakan adalah tanah rhizosfer dan non rhizosfer bambu,
media Marthin Agar, PDA, NA, NB, Alexandrov, kitin agar, dan Pikovskaya, benih
pepaya var. California, isolat P. palmivora, larutan fisiologis, alkohol 70%, aquadest,
buffer fosfat, L-triptofan, larutan stok IAA, bahan fase gerak HPLC. Alat yang
digunakan di laboratorium adalah autoklaf, bunsen, cawan petri, erlenmeyer, inkubator,
ose, kaca objek, kaca penutup, magnetic stirrer, mikroskop, pipet serologis, shaker, soil
tester, spatula, tabung reaksi, timbangan, vortex, unit HPLC. Alat yang digunakan di
lapangan adalah sekop tanah, GPS, pH meter, thermometer, kamera.
Metode Penelitian
Pengambilan Sampel Tanah dan Analisis Sifat Fisik dan Kimia Tanah
Pengambilan sampel tanah rhizosfer bambu dilakukan pada beberapa lokasi di
Kabupaten Bogor Jawa Barat dengan empat spesies bambu: Gigantochloa apus (bambu
apus) asal hutan bambu IPB, Schizostacyum longispiculatum (bambu jalur) asal Desa
Cangkurawok Dramaga, Dendrocalamus asper (bambu betung) serta Bambusa vulgaris
(bambu kuning) asal kaki Gunung Salak dan hutan bambu IPB. Sebagai pembanding,
diambil pula sampel tanah non rhizosfer bambu di sekitar hutan IPB dengan vegetasi
berupa ilalang, perdu, dan herba. Sampel tanah diambil secara komposit dengan sekop
tanah dari sekitar perakaran bambu dengan kedalaman 0-20 cm sebanyak 5 titik per
tanaman. Setiap lokasi pengambilan sampel diwakili oleh 4-5 tanaman. Setelah itu,
sampel tanah dicampurkan. Sebanyak 500 g tanah dimasukkan dalam kantung plastik
tipis untuk analisis mikrob serta 3000-4000 g tanah untuk uji sifat fisik dan kimia tanah
serta percobaan rumah kaca. Setiap sampel tanah dianalisis sifat kimia tanahnya yang
meliputi: pH, kadar air, C-organik, N-total, P-total, K-total, KTK, dan silikat kasar.
Hasil uji antibiosis bakteri dan cendawan secara in vitro dirangkum pada Gambar 1.
(a) (b)
Gambar 1. Persentase antibiosis (a) bakteri (b) cendawan
Gambar 1 menunjukkan bahwa persentase antibiosis bakteri dan cendawan
tertinggi adalah pada rhizosfer D. asper dan B. vulgaris dari dua lokasi yang
mengindikasikan bahwa kedua rhizosfer bambu tersebut paling potensial dalam
menekan patogen P. palmivora. Pada tanah non rhizosfer bambu tidak ditemukan
cendawan yang berpotensi menekan P. palmivora. Persentase antagonisme bakteri dan
cendawan berkaitan dengan kejadian penyakit tanaman. Semakin tinggi nilai persentase
antibiosis mikrob dalam menekan patogen, maka akan semakin kecil pula kejadian
penyakittanaman tersebut.
Mikrob ini dapat meningkatkan serapan elemen nutrisi tanaman, baik unsur-
unsur makro maupun mikro. Peningkatan serapan mineral oleh tanaman disebabkan
karena peningkatan akumulasi mineral di batang dan daun. Pada fase reproduktif,
akumulasi mineral akan ditransfer ke bagian reproduktif tanaman. (Elkoca et al. 2008,
Ipek et al. 2014). Hasil penelitian menunjukkan bahwa beberapa bakteri yang diisolasi
dari rhizosfer bambu memiliki kemampuan dalam menghambat P. palmivora dengan
menghambat pertumbuhan dan pembentukan miselia patogen sehingga dapat digunakan
sebagai agen biokontrol untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman dan menurunkan
indeks penyakit serta persentase kematian tanaman (Abdulkareem et al. 2014).
Beberapa bakteri memproduksi metabolit yang secara luas dapat mengontrol patogen
tanaman dan menyebabkan lisis pada beberapa patogen (Huang et al. 2012). Tingkat
efektivitas dari metabolit yang dihasilkan tergantung pada kualitas dan kuantitas
antibiotik yang disekresikan (Fekadu and Tesfaye 2013)
Beberapa genus cendawan yang ditemukan di tanah rhizosfer bambu merupakan
agen biologi yang mengendalikan P.palmivora melalui mekanisme antibiosis. Selain
itu juga meningkatkan pertumbuhan akar dan produktivitas tanaman serta serapan
nutrisi tanaman. Beberapa spesies cendawan memiliki kemampuan memproduksi
metabolit yang bersifat antifungi dan menghasilkan enzim litik ekstraseluler yang
bertanggung jawab terhadap aktivitas antagonistik (Anoop et al. 2014; Reddy et al.
2014). Fenomena disease suppresive soil didasarkan pada interaksi mikrob antara
patogen dengan semua atau sebagian mikrob antagonis. Dengan demikian, semakin
tinggi kelimpahan bakteri dan cendawan antibiosis, makan kejadian penyakit akan
menurun.
SIMPULAN
Tanah rhizosfer bambu bersifat suppresive soil yang ditunjukkan oleh
pertumbuhan bibit pepaya yang meliputi tinggi tanaman, volume akar, bobot basah
tanaman yang lebih tinggi serta persentase kematian tanaman yang lebih rendah.
Fenomena disease suppresive soil berkaitan dengan sifat kimia serta biologi tanah
rhizosfer bambu yang saling mempengaruhi. Sifat kimia tanah yang berpengaruh dalam
disease suppresive soil meliputi: pH tanah, KTK, dan C-organik. Sifat biologi tanah
yang berpengaruh diantaranya adalah: total populasi bakteri, kandungan IAA potensial,
bakteri penambat N2, bakteri kitinolitik, serta kelimpahan bakteri dan cendawan
antibiosis.
DAFTAR PUSTAKA
Abdulkareem M, Aboud HM, Saood HM, Shibly MK. 2014. Antagonistic activity of
some plant growth rhizobacteria to Fusarium graminearum. Int J Phytopathol 3
(01): 49-54.
Anoop K, Suseela BR. 2014. Evaluation of antagonistic potential of indigenous
Trichoderma isolates againts Pythium aphanidermatum Fitz causing rhizome rot
in turmeric (Curcuma longa L). Journal of Science 4(2): 99-105
Asniah, Widodo, Wiyono S. 2013. Potensi cendawan asal tanah perakaran bambu
sebagai endofit dan agen biokontrol penyakit akar gada pada tanaman brokoli.
JHPT Tropika 1: 61-68
Chliyeh M, Rhimini Y, Selmaoui K, Touhami AO, Maltouf AF, Modafar CE, Moukhli
A, Oukabli A, Benkirane R, Douira A. 2014. Geographical distribution of
Phytophthora palmivora in different olive growing regions in Maroco. Int J of
Plant, Animal, and Environment Science. 4(01): 297-303.
Elkoca E, Kantar F, Sahin F. 2008. Influent nitrogen fixing and phosphorus solubilizing
bacteria on the nodulation , plant growth and yield of chickpea. Journal of
Plant Nutrition 31: 157-171.
Fekadu A, Tesfaye A. 2013. Antifungal activity of secondary metabolite of
Pseudomonas fluoresence isolates as a biocontrol agent of chocolate spot
disease of faba bean in Ethiopia. African Journal of Microbiology Research
(7): 5364-5373.
Huang X, Zhang X, Yong X, Yang X, Shen Q. 2012. Biocontrol of Rhizoctonia solani
damping off disease in cucumber with Bacillus pumilus SQR-N43. J Microbiol
167. 135-143.
Husen E, Wahyudi AT, Suwanto A, Giyanto. 2011. Growth enhancement and disease
reductionof soybean by 1-aminocyclopropane-1-carboxylate deaminase-
producing Pseudomonas. Am J Appl Sci 8: 1073-1080.
Ipek M, Pirlak L, Esitken A, Donmez F, Turan M, Sahin F. 2014. Plant growth
promoting rhizobacteria increase yield, growth and nutrition of strawberry
under high calcareous soil condition. Journal of Plant Nutrition 37: 990-1001.
Karlidag H, Esitken A, Yildirim E, Donmez MF, Turan M. 2011. Effect of plant growth
promoting bacteria on yield, growth, leaf water content, membrane
permeability and ionic composition of strawberry under saline condition.
Journal of Plant Nutrition 34: 34-45.
Muharni. 2009. Isolasi dan Identifikasi Bakteri Penghasil Kitinase dari Sum ber Air
Panas Danau Ranau Sumatera Selatan. Jurnal Penelitian Sains 09:12-15.
Munawar A. 2011. Kesuburan Tanah dan Nutrisi Tanaman. Bogor: IPB Press.
Reddy BN, Saritha KV, Hindumathi A. 2014. In vitro screening for antagonistic
potential of seven species of Trichoderma againts different plant pathogenic fungi.
J Biology 2: 29-36.
Reena, Dhanya T, Deepthi H, Pravitha MS, Lecturer D. 2013. Isolation of phosphate
solubilizing bacteria and fungi from rhizospheres soil from Banana Plants and its
effect on the growth of Amaranthus cruentus L. Journal of Pharmacy and
Biological Sciences. 5 (3): 6 – 11
Reetha S, Bhuvaneswari G, Tharmizhiniyan P, Ravi T. 2014. Isolation of indole acetic
acid (IAA) producing rhizobacteriaof Pseudomonas fluorescens and Bacillus
subtillis and enhance growth of onion. International Journal of Current
Microbiology and Applied Sciences 3(2): 568-574.
Sharma R, Rajak RC, Pandey AC. 2010. Evidence of antagonistic interaction between
rhizosphere end mycorrhizae fungi associated with Dendrocalamus strictus
(Bamboo). Journal of yeast and fungal research 1(7):112-117.
Sharma S, Kumar V, Tripathi RB. 2011. Isolation of phosphate solubilizing
microorganism from soil. J Microbiol Biotech Research. 1 (2): 90 - 95
Widjaja EA, Sastrapradja S, Prawiroatmodjo S, Soenarko S. 1995. Jenis- Jenis Bambu.
Jakarta: Balai Pustaka.