You are on page 1of 14

INTERPRETASI LINGKUNGAN PENGENDAPAN FORMASI TALANG AKAR

BERDASARKAN DATA CUTTING DAN WIRELINE LOG PADA LAPANGAN X


CEKUNGAN SUMATERA SELATAN
Ivada Pratama Dewi*, Hadi Nugroho*, Yoga Aribowo*, Muharto, Azazi Daulati

ABSTRACT

A sedimentary environment is a part of earth’s surface which is physically, chemically and biologically
distinct from adjacent terrains (Selley, 1988). The study of the depositional environment is one goal of many studies
conducted for academic purpose and economically purpose in oil and gas exploration. The study of the depositional
environment requires a fairly comprehensive analysis as to sequencestratigraphy facies analysis to obtain detailed
interpretations or conclusions. The purpose of this study is to analyze cutting and wireline logs to determine
lithology, facies and sedimentation history of theTalang Akar formation field X in South Sumatra basin.
The method used to analyze the formation of depositional environment of Talang Akar field X in South
Sumatra basin is the cutting description in order to know the composition of the constituent formations. While the
analysis conducted is cutting analysis to get lithofacies interpretation, second is well log analysis method to get
subsurface data such as physical rock properties then electrofacies analysis based on gamma ray log pattern and
third is stratigraphy sequence analysis method so sea level changed can be known. Stratigraphy sequence
interpretation did base on facies and gamma ray log pattern changed.
Pratama-1 well lithology consists of shale, siltstone, very fine sandstone until medium sandstone and
limestones. While the well lithology Pratama-2 is composed of shale, very fine until medium sandstone and siltstone.
Facies found in wells Pratama-1 consists of distributary channel fill, prodelta, distal bar, distributary mouth bar,
and marsh. Facies in wells Pratama-2 is a mud flat and mixed flat. In Pratama-1 wells are 2 sets sequence that
bounded by 2 sequence boundary, with a stratigraphic unit LST, TST and HST with progradation and
retrogradation stacking patterns. While the Pratama-2 wells contained one stratigraphic unit sequence that is only
TST in progradation and agradation stacking patterns. Based on this analysis the Talang Akar formation field X in
South Sumatra basin has a transitional depositional environment.

Keywords: Talang Akar formation, cutting description, electrofacies analysis, transitional depositional environment

Lapangan X cekungan Sumatera Selatan


I. PENDAHULUAN berdasarkan pengamatan cutting atau serbuk bor,
Lingkungan pengendapan adalah bagian dari dan data wireline log. Dari data-data tersebut akan
permukaan bumi dimana proses fisik, kimia dan dibahas bentuk log GR sebagai indikasi fasies
biologi berbeda dengan daerah yang berbatasan pengendapan dan analisis litologi serta aksesoris
dengannya (Selley, 1988). Studi mengenai yang terdapat pada serbuk bor atau cutting.
lingkungan pengendapan merupakan salah satu
tujuan dari banyak penelitian yang dilakukan baik II. GEOLOGI REGIONAL
untuk tujuan akademik maupun ekonomis yaitu a. Fisiografi
dalam eksplorasi minyak dan gasbumi. Studi Secara fisiografis Cekungan Sumatra
mengenai lingkungan pengendapan tersebut Selatan merupakan cekungan Tersier berarah
memerlukan analisis yang cukup komprehensif barat laut – tenggara, yang dibatasi Sesar
seperti analisis fasies hingga sikuen stratigrafi untuk Semangko dan Bukit Barisan di sebelah barat
mendapatkan interpretasi atau kesimpulan yang daya, Paparan Sunda di sebelah timur laut,
detail. Tinggian Lampung di sebelah tenggara yang
Setiap lingkungan pengendapan dicirikan oleh memisahkan cekungan tersebut dengan
parameter tertentu baik fisika, kimia dan biologi Cekungan Sunda, serta Pegunungan Tiga Puluh
yang menghasilkan tubuh sedimen dengan ciri-ciri di sebelah barat laut yang memisahkan
tertentu seperti tekstur, struktur dan komposisi. Cekungan Sumatra Selatan dengan Cekungan
Formasi Talang Akar merupakan salah satu formasi Sumatera Tengah.
yang diendapkan di daerah Cekungan Sumatera b. Stratigrafi Regional
Selatan. Menurut penyelidik terdahulu, formasi ini Berdasarkan Ginger dan Fielding (2005)
diendapkan dalam lingkungan pengendapan fluvial Formasi Talang Akar diendapkan tidak selaras di
deltaic sampai laut dangkal. atas Formasi Lemat dan selaras (conformity) di
Akibat lingkungan pengendapan yang berubah-ubah bawah Formasi Gumai atau Formasi Baturaja.
maka akan dihasilkan jenis litologi yang kompleks, Formasi Talang Akar tersusun atas batupasir
maka penulis mencoba menganalisis lingkungan dataran delta, batulanau dan serpih. Bagian
pengendapan pada formasi Talang Akar pada bawah dari Formasi ini mempunyai tipe sedimen

*Program Studi Teknik Geologi Universitas Diponegoro


fluvial-delta dan makin ke atas berubah menjadi Metode ini digunakan saat pengamatan
kondisi endapan laut. Bagian bawah umumnya serbukbor sumur Pratama 1 dan Sumur Pratama
terdiri dari batupasir kasar-sangat kasar selang- 2 pada interval Formasi Talang Akar seperti
seling dengan serpih dan batubara (Gritsant jenis litologi, warna, ukuran butir, dan komposisi
Member), tebal antara 200–550 m. Bagian atas semen. Berdasarkan data serbuk bor akan
umumnya terdiri dari batupasir sedang-halus diperoleh data litologi dan asessorisnya.
selang-seling dengan serpih atau batubara 2. Metode analisis sebuk bor
(Transtional Member) dengan tebal sekitar 300 Setelah mendeskripsikan sampel serbuk bor
m. Umur dari formasi ini adalah Miosen Bawah pada sumur Pratama-1 dan Pratama-2, kemudian
bagian bawah. Ketebalan Formasi Talang Akar hasil deskripsi tersebut dianalisis untuk
berkisar antara 1500–2000 feet (460–610 m) di mendapatkan interpretasi litofasiesnya, serta
dalam area cekungan Sumatera Selatan (Kamal asosiasi fasiesnya untuk menginterpretasikan
dkk, 2005). lingkungan pengendapan.
c. Struktur Geologi Regional 3. Metode analisis well log
Kegiatan tektonik pembentukan cekungan Metode ini digunakan untuk menganalisis
Sumatera Selatan berawal pada Mesozoik data well log pada sumur Pratama 1 dan sumur
Tengah yang ditandai dengan fase kompresi Pratama 2. Berdasarkan data log, diperoleh data-
akibat subduksi lempeng Eurasia dengan data geologi bawah permukaan seperti sifat-sifat
lempeng India. Fase ini membentuk sesar fisik batuan dan kemudian dianalisis
berarah barat laut-tenggara yang berupa sesar – elektrofasiesnya berdasarkan pola log Gamma
sesar geser. Endapan – endapan Paleozoik dan ray.
Mesozoik termetamorfosa, terlipat dan 4. Metode analisis sikuenstratigrafi
terpatahkan menjadi bongkah struktur dan Interpretasi sikuenstratigrafi dilakukan
diintrusi oleh batolit granit serta telah berdasar pada perubahan fasies dan pola log
membentuk pola dasar struktur cekungan. gamma ray. Dengan melihat perubahan fasies
Episode kedua pada Kapur Akhir hingga Tersier dan perubahan pola log Gamma ray akan
Awal berupa fase ekstensi menghasilkan gerak – diketahui perubahan muka air laut relatifnya.
gerak tensional yang membentuk graben dan
horst dengan arah umum utara – selatan. IV. DIAGRAM ALIR PENELITIAN
Tektonik relatif tenang pada Miosen Awal
hingga Miosen Akhir. Kemudian episode
terakhir terjadi fase kompresi yang menyebabkan
terjadinya pengangkatan Pegunungan Bukit
Barisan yang menghasilkan sesar mendatar
Semangko yang berkembang sepanjang
Pegunungan Bukit Barisan dan reaktivasi sesar-
sesar tua.

III. METODOLOGI PENELITIAN


Dalam penelitian ini digunakan dua metode,
yakni metode deskriptif dan metode analisis.
Metode deskriptif digunakan saat pengamatan
serbukbor sumur Pratama 1 dan Sumur Pratama 2
pada interval Formasi Talang Akar. Berdasarkan
data serbuk bor akan diperoleh data litologi dan
asessorisnya. Metode analisis yang digunakan
adalah analisis serbuk bor untuk mendapatkan
interpretasi litofasiesnya, analisis data well log Gambar 1. Diagram alir penelitian
untuk memperoleh data-data geologi bawah
permukaan seperti sifat-sifat fisik batuan dan V. HASIL DAN PEMBAHASAN
dilakukan analisis elektrofasies. Terakhir yaitu A. Analisis Serbuk Bor
analisis sikuen stratigrafinya sehingga dapat 1. Sumur Pratama-1
direkonstruksi sejarah engendapan berdasarkan Berdasarkan hasil pengamatan serbukbor
perubahan muka air laut. sumur Pratama-1 diketahui bahwa Formasi
1. Metode deskriptif Talang Akar sumur ini tersusun oleh litologi
Metode deskriptif dapat diartikan sebagai yang didominasi oleh litologi serpih, batupasir,
prosedur pemecahan masalah yang diselidiki batulanau dan batugamping hadir dengan jumlah
dengan menggambarkan keadaan subjek atau sekitar 5-10%.
objek dalam penelitian berdasarkan fakta-fakta
yang tampak atau apa adanya (Nawawi, 2001).

*Program Studi Teknik Geologi Universitas Diponegoro


Asesoris yang terdapat pada sumur
a b Pratama-1 ini meliputi mineral kuarsa, dan
material organik berupa karbonan dan sisa
tumbuh-tumbuhan seperti akar dan serat
tumbuhan.

a b

pasir butiran gamping


Gambar 2. Kenampakan mikroskopis serbuk bor
kuarsa sisa tumbuhan
pada kedalaman 10.880ft (a) dan 11.140 ft (b)
Gambar 3. Kenampakan mineral kuarsa (a) dan
Pada sumur Pratama 1, warna yang sisa tumbuhan (b) pada serbuk bor sumur
ditunjukkan pada sampel serbuk bor bervariasi. Pratama-1
Pada kedalaman 10160 ft yaitu batas atas
formasi Talang Akar hingga kedalaman 11500 ft Mineral kuarsa sering dijumpai pada tubuh
memperlihatkan warna abu-abu gelap hingga batupasir dengan kelimpahan sekitar 2-5%.
abu-abu. Warna pada batuan sedimen Kuarsa merupakan mineral paling stabil. Mineral
mempunyai arti yang penting karena ini terdapat pada kedalaman 10160ft-10240ft,
mencerminkan komposisi butiran penyusun 10490ft-10580ft, 10680ft-10690ft, 10860ft-
batuan sedimen dan dapat digunakan untuk 10970ft, 11760ft- 11800ft, dan 1240ft- 12240ft.
menginterpretasi lingkungan pengendapan. Selain itu mineral kuarsa juga terdapat pada
Warna batuan gelap menunjukkan lingkungan serpih sebagai fragmen seperti pada kedalaman
reduksi. Warna abu-abu menunjukkan bahwa 11800ft-12000ft. Sedangkan material organik
litologi tersebut diendapkan pada lingkungan seperti karbonan terdapat disemua kedalaman
reduksi atau pengendapan dengan pengaruh air, pada sumur Pratama-1 ini. Sedangkan sisa-sisa
seperti sungai, danau, atau lautan, yaitu pada saat tumbuhan berupa serat kayu juga terdapat di
sedimen tidak tersingkap sehingga sedimen tidak beberapa kedalaman seperti pada kedalaman
kontak dengan udara. Hubungan ini hanya dapat 10200ft, 10230ft, 10260ft, 10350ft, 10420ft,
digunakan pada batuan sedimen klastik. 10690ft, 10710ft, 10850ft, 10970ft, dan 11290ft.
Sedangkan sampel serbuk bor pada kedalaman 2. Sumur Pratama-2
11500ft hingga 117000ft berwarna dominan Interval serbuk bor formasi Talang Akar
cokelat muda atau lebih cerah bercampur abu- pada sumur Pratama-2 ini berada pada
abu tua. Warna coklat muda pada sampel dapat kedalaman 10640ft hingga 11110ft. Berdasarkan
terjadi karena butiran memiliki komposisi semen hasil pengamatan, butir sedimen berwarna coklat
atau matriks berupa mineral kalsit sehingga muda, abu-abu dan abu-abu gelap dengan
warna butiran menjadi lebih cerah. Sedangkan dominan butiran berwarna cokelat. Sedangkan
untuk sementasi pada sampel serbuk bor sumur untuk sementasi, semen silika dan semen
Pratama-1 juga bervariasi. Beberapa batupasir karbonatan juga hadir pada sumur ini. Semen
tersemenkan oleh mineral silika kuarsa seperti silika hadir pada batupasir di kedalaman 10750ft
pada kedalaman 10240ft, 10500ft, 10650ft dan dan batulanau pada kedalaman 10710ft.
10850ft, dan sebagian besar tersemenkan oleh Sedangkan semen karbonatan terdapat hampir
karbonatan atau calcareous. Hal tersebut disemua tubuh batupasir. Asesoris yang terdapat
menunjukkan bahwa lingkungan terendapkannya pada sumur Pratama-1 ini meliputi mineral
sedimen dipengaruhi oleh lingkungan laut dan kuarsa, dan material organik berupa karbonan.
juga oleh lingkungan darat. Pada kedalaman Mineral kuarsa terdapat pada tubuh batupasir
11.929 feet dan 12.100 feet terjadi lost dikedalaman 10740ft-10750ft dan 10800ft.
circulation atau mud loss yaitu peristiwa lumpur Sedangkan karbonan terdapat hampir diseluruh
pemboran masuk kedalam formasi akibat serpih tetapi dengan kelimpahan lebih sedikit
tekanan formasi lebih rendah dibanding tekanan dibanding sumur Pratama-1 yaitu sekitar 5%.
lumpur pemboraan. Sehingga sampel serbuk bor B. Analisis Elektrofasies
pada kedalaman antara 11.929 feet hingga Menurut Walker dan James,(1992) tanpa
12.100 feet terdiri dari serpih, sedangkan log adanya data batuan inti, penentuan fasies pada
Gamma ray menunjukkan nilai yang rendah. subsurface tidak tepat sehingga pada penelitian ini
Nilai gamma ray yang rendah menunjukkan bersifat menduga berdasarkan bentuk kurva log
litologi dengan sifat radioaktif yang rendah dan karena memiliki kemiripan dengan suksesi
perubahan ukuran butir. Pada sumur Pratama-1
pada umumnya dimiliki oleh batupasir .
kurva GR memiliki berbagai variasi bentuk
diantaranya, blocky, serrated, dan funnel shaped.

*Program Studi Teknik Geologi Universitas Diponegoro


1. Sumur Pratama-1 Tabel 1. Analisis elektrofasies pada sumur Pratama-1
Bentuk blocky terdapat pada kedalaman mengacu kepada Kendall,(2005)
12030ft – 12230ft. Berdasarkan elektrofasies INTERPRE
Kendall, (2005) bentuk kurva GR yang KURVA ELEK-
INTERPRE- TASI
membentuk blocky dapat menunjukkan fasies DEPTH TASI LINGKU-
LOG TRO-
FEET ELEKTRO- NGAN
distributary channel fill. Sedangkan bentuk GR FASIES
FASIES PENGEN-
irregular atau serrated berada di kedalaman DAPAN
12030ft hingga 11140ft. Di kedalaman ini
tersusun oleh litologi thick shale atau serpih
tebal dengan sisipan batupasir tipis dan juga Blocky Distributar Lower
terdapat batugamping pada kedalaman 11480ft. 12030ft (cylind y Channel Delta Plain
Bentuk irregular pada kedalaman 12030ft hingga rical) Fill
hingga 11140ft ini berdasarkan Kendall,2003 12230ft
diinterpretasikan menunjukkan fasies Fluvial
flood plain. Bentuk irregular juga terlihat di
kedalaman 10860ft-10500ft. Tersusun oleh
litologi serpih tebal dengan sisipan batupasir.
Berbeda dengan bentuk irregular pada
kedalaman 12030ft hingga 11140ft, pada
kedalaman 10860ft-10480ft karena komposisi
litologi terdapat banyak sisipan pasir dengan
komposisi pasir terdapat banyak carbonaceous
dan mineral kuarsa maka diinterpretasikan 12030ft
menunjukkan fasies fluvial flood plain atau hingga Serrate Fluvial Prodelta
rawa dengan lingkungan pengendapan lower 11140ft d flood plain -
delta plain. Bentuk funnel shaped atau - (Irregu Lower
10860ft lar) Delta Plain
coarsening upward terlihat dikedalaman hingga
11140ft-10860ft. Pada kedalaman ini tersusun 10500ft
oleh litologi serpih tebal dan pasir diatasnya.
Bentuk funnel diinterpretasikan menunjukkan
fasies delta front (kendall,2005).

11140ft Funnel Delta front Delta


hingga Front
10860ft

10500ft
hingga
10160ft

2. Sumur Pratama-2
Pada sumur Pratama-2 kurva GR
memiliki bentuk funnel shaped dan irregular.
Bentuk funnel terletak pada kedalaman 11090ft
hingga 10900ft. Fasies mengkasar ke atas ini di
interpretasikan merupakan fasies shoreface
yaitu muka pantai. Sedangkan bentuk irregular
berada pada kedalaman 10640ft hingga

*Program Studi Teknik Geologi Universitas Diponegoro


10900ft. Pada kedalaman ini memiliki susunan D. Analisis Lingkungan Pengendapan
litologi perselingan serpih dengan batupasir. Pada sumur Pratama-1 diinterpretasikan
Bentuk irregular ini diinterpretasikan memiliki lingkungan fluvio-deltaic yaitu lingkungan
merupakan fasies Fluvial flood plain. pengendapan delta yang dipengaruhi besar oleh
sungai. Hal ini dapat terlihat pada log yang terlihat
Tabel 2. Analisis elektrofasies pada sumur Pratama-2 progradasional, dan berdasarkan pengamatan serbuk
mengacu pada Kendall,(2005) bor terlihat banyak material yang berasal dari sungai
INTERPRE seperti karbonan (carbonaceous), mineral kuarsa,
ELEK-
INTERPRE TASI dan sisa tumbuhan.
DEPTH KURVA TASI LINGKU- Sedangkan pada sumur Pratama-2
TRO-
FEET LOG GR ELEKTRO- NGAN
FASIES
FASIES PENGEN-
diinterpretasikan diendapkan pada lingkungan
DAPAN dataran pasang surut (tidal flat), hal ini ditunjukkan
oleh susunan vertikal litologi yang berselang-seling,
sedikit pengaruh karbon dan terdapat hancuran
Funnel Shoreface Tidal flat batugamping pada sampel serbuk bor.
10900f E. Analisis Sikuenstratigrafi
t Sikuenstratigrafi adalah studi mengenai urutan
hingga perlapisan batuan yang relative selaras dan
11090f
berhubungan secara genetic yang dibatasi pada
t.
bagian atas dan bawahnya oleh permukaan
ketidakselarasan atau keselarasan padanannya
(Myers dkk,1996).
Pada sumur Pratama-1, berdasarkan hasil
analisis log didapatkan 2 sequence boundary atau
batas sikuen. Pada awal pembentukan formasi
Talang Akar pada sumur Pratama-1 ditunjukkan
oleh fase regresi yang ditandai oleh pola
penumpukan progradasi atau disebut low stand
10640f system tract. Kemudian diatas LST ditandai oleh
t Serrated Fluvial Tidal flat transgressif surface yaitu permukaan yang terbentuk
hingga (Irregul Flood Plain pada saat fase transgresi pertama belangsung yang
10900f ar) ditandai oleh perubahan litologi kasar ke halus. TS
t
pertama berada dikedalaman 12.040ft. Setelah
transgresi awal ini berlangsung air laut terus
mengalami kenaikan hingga air laut mengalami
banjir maksimal atau disebut maximum flood surface
pada kedalaman 11.140ft. Fase tersebut disebut
Transgressive System Tract.
Setelah mengalami banjir maksimal air laut
mengalami penurunan secara perlahan dengan pola
penumpukan sedimen secara progradasi dan
agradasi, atau disebut high system tract yaitu pada
saat muka air laut relatif stabil dan cenderung
mengalami penurunan kembali secara perlahan. Fase
C. Analisis Biostratigrafi
ini ditunjukkan dengan perubahan litologi dari halus
Untuk sumur Pratama-1 telah dilakukan studi
ke kasar. Setelah air laut mengalami penurunan,
detail untuk paly fosil tetapi terdapat masalah yang
bagian atas dari endapan fase HST ini tererosi
membuat data yang dihasilkan tidak memuaskan
sehingga terbentuk SB atau sequence boundary pada
yaitu karena rangkaian formasi Talang akar
kedalaman 10500ft.
tertimbun sangat dalam, dan dengan gradient
Setelah sequence boundary pertama pada
geothermal yang tinggi palynomporph
sumur Pratama-1 tidak terdapat endapan LST, tetapi
terkarbonisasi sehingga fosil terawetkan dengan
diatas endapan fase HST ini langsung terendapkan
buruk.
endapan TST, karena endapan LST diendapkan jauh
Sedangkan untuk sumur Pratama-2 terdapat
dari sumur Pratama-1. Pada fase TST diendapkan
fosil Pseudorotalia sp, Gastropods, Pelecypods,
litologi berukuran halus yaitu serpih dan batulanau.
Ostracods, Haplophragmoides sp, Ammonia sp. dan
Setelah fase TST berlanjut ke fase berikutnya yaitu
kadang dijumpai Globigerinoides primordius
fase HST yang terbentuk pada saat muka air laut
diketahui bahwa lingkungan pengendapan formasi
relatif stabil dan cenderung mengalami penurunan
Talang Akar pada sumur ini yaitu pada zona
kembali secara perlahan. Fase high stand system
supralitoral, litoral hingga inner neritic (0-20m).
tract pada sumur Pratama-1 ini ditunjukkan dengan

*Program Studi Teknik Geologi Universitas Diponegoro


perubahan kurva log gamma ray dari tinggi ke telah ada sebelumnya, dan juga terjadi pengangkatan
rendah secara perlahan yang menunjukkan Bukit Barisan.
perubahan dari litologi yang halus ke kasar. Saat Sumur Pratama-1 berada dicekungan,
mulai terjadi regresi, air laut mengalami penurunan, sedangkan sumur Pratama-2 berada di tinggian,
endapan HST tererosi sehingga membentuk SB sehingga dapat diinterpretasikan bahwa fase TST
kedua atau sequence boundary pada kedalaman pada sumur Pratama-2 dihubungkan dengan fase
10160ft yang juga merupakan batas formasi Talang TST pertama pada sumur Pratama-1 atau
Akar. diinterpretasikan memiliki posisi muka air laut yang
Pada sumur Pratama-2, ketebalan Formasi sama.
Talang Akar yang hanya 150meter dan tidak Pada pengkorelasian kali ini, dikarenakan pada
menunjukkan adanya sequence boundary (SB). Pada sumur Pratama-2 hanya terdapat satu system tract
Formasi Talang akar di sumur Pratama-2 pola yaitu TST, dan menggunakan kedalaman yang sama
penumpukan sedimen terjadi secara progradasi dan sebagai datum korelasi. Pada sumur Pratama-1
agradasi. Sumur Pratama-2 ini memiliki lingkungan memiliki 2 siklus TST. Berdasarkan hasil analisis
pengendapan dataran pasang surut atau tidal flat, penulis, TST pada sumur Prratama-2
sehingga berbeda dengan sumur Pratama-1 pola diinterpretasikan sama dengan TST bagian bawah
progradasi yang terjadi pada sumur Pratama-2 bukan pada sumur Pratama-1. Hal tersebut dikarenakan
terjadi pada fase HST maupun LST yaitu saat muka sumur Pratama-1 berada di bagian cekungan
air laut mengalami penurunan, tetapi pola progradasi sedangkan sumur Pratama-1 berada di tepian
ini terjadi karena pengendapan litologi halus dari cekungan sehingga pengendapan pada sumur
arah darat ke litologi kasar dari arah laut. Sehingga pratama 2 diinterpretasikan memiliki kesamaan
pola progradasi ini terjadi pada fase TST yaitu saat waktu dengan endapan TST dibagian bawah pada
permukaan air laut relatif mengalami kenaikan sumur Pratama-1.
berangsur secara cepat hingga mencapai titik
maksimum dari kenaikan muka air laut. VI. KESIMPULAN DAN SARAN
Pada sumur Pratama-2 ini hanya terdapat satu Berdasarkan hasil penelitian, dapat diambil
system tract yaitu TST saja, karena pada log kurva beberapa kesimpulan, yaitu:
Gamma ray tidak terjadi pengendapan pola yang 1. Hasil analisis terhadap data well log dan
signifikan. cutting, menunjukkan litologi penyusun
F. Korelasi Sikuenstratigrafi formasi Talang Akar pada sumur Pratama-1
Korelasi stratigrafi adalah korelasi yang dan Pratama2- terdiri dari serpih, batupasir,
didasarkan kepada pola respon log GR yang batulanau (siltstone) dan sisipan batugamping
mengacu pada konsep sikuenstratigrafi. Korelasi dengan tebal sekitar 5 feet.
sikuen stratigrafi yang dilakukan terdiri dari korelasi 2. Hasil analisis terhadap data well log dan mud
sequence boundary (SB), transgressive surface log, lingkungan pengendapan Formasi Talang
(TS), dan maximum flooding surface (MFS). Akar sumur Pratama 1 adalah fluvial delta
Korelasi sikuen stratigrafi bertujuan untuk dengan fasies distributary channel fill dengan
menghubungkan litologi yang memiliki kesamaan litologi terdiri dari batupasir berselingan
waktu pengendapan. dengan serpih, pro delta dengan litologi serpih
Berdasarkan penampang seismik (Lampiran 3) dengan sisipan batugamping, distal bar dengan
dapat terlihat bahwa akibat dipengaruhi oleh struktur litologi serpih, distributary mouth bar dengan
posisi formasi Talang Akar pada sumur Pratama 2 litologi serpih yang mengkasar menjadi
relatif lebih turun dibanding pada sumur Pratama1. batupasir, dan marsh dengan litologi serpih
Geometri endapan juga memperlihatkan penipisan bersisipan dengan batupasir. Sedangkan
secara lateral ke arah tenggara. Pembentukan lingkungan pengendapan Formasi Talang Akar
cekungan diawali oleh pembentukan batuan dasar pada sumur Pratama-2 adalah zona Intertidal
yang kemudian mengalami penarikan karena gaya dengan litologi serpih berselingan dengan
ekstensional, yang mengakibatkan batuan dasar batupasir, dengan fasies mudflat dan mixed
membentuk half graben. Selama fase ekstensi flat.
terjadi pengendapan Formasi Lemat, kemudian 3. Pada sumur Pratama-1 terdapat 2 set sikuen
terjadi jeda pengendapan dan pada bagian tinggian yang dibatasi oleh 2 sequence boundary,
cekungan tererosi. Pada akhir fase ekstensi (fase dengan unit stratigrafi LST dengan dicirikan
synrift) terendapkan Formasi Talang Akar bawah dengan pola pengendapan secara progradasi,
(LTAF), yang kemudian mengalami erosi, sehingga TST dengan pola pengendapan secara
pada bagian tinggian juga tidak ditemukan endapan retrogradasi dan agradasi dan HST dengan pola
LTAF. Fase selanjutnya yaitu tektonik cukup tenang pengendapan progradasi dan agradasi.
dan mengendapkan Formasi TalangAkar Atas Sedangkan pada sumur Pratama-2 hanya
(UTAF). Kemudian selanjutnya terjadi kompresi terdapat satu system tract yaitu transgressive
yang mengakibatkan reaktivasi sesar-sesar tua yang system tract saja dengan pola penumpukan
sedimen secara progradasi yang ditunjukkan

*Program Studi Teknik Geologi Universitas Diponegoro


dengan perubahan litologi dengan ukuran butir Reineck & Singh, 1980. Depositional
dari halus kekasar dan agradasi yang dicirikan Sedimentary Environment. Berlin
litologi yang berulang. Heidelberg New York: Springer-Verlag.
Saran dari penelitian yang telah dilakukan adalah : Rider, M. 2002. The Geological Interpretation
1. Dalam menentukan lingkungan pengendapan of Well Logs 2nd Edition, Rider – French
sebaiknya menggunakan data inti bor yang Consulting Ltd: Scotland.
dikombinasikan dengan data log dan data Selley, Richard C. 1988. Ancient Sedimentary
biostratigrafi, sehingga interpretasi dapat Environments Third Edition. Cornell
dilakukan dengan mudah dan tepat. University Press, Ithaca, N.Y.
2. Sebaiknya untuk melakukan korelasi Selley, Richard. 2000. Applied Sedimentology.
dibutuhkan lebih banyak sumur, dengan jarak San Diego San Fransisco New York Boston
selang yang tidak cukup jauh, sehingga hasil London Sydney Tokyo: Academic Press.
korelasi bisa lebih akurat Van der Pluijm, Ben A. dan Stephen Marshak.
2004. Earth Structure: An Indroduction to
Ucapan Terima Kasih Structural Geology and Tectonics (2nd
a. PT. MEDCO E&P INDONESIA Editon). New York: W. W. Norton &
b. Bapak Muharto, Ibu Azazi Daulati dan Ibu Company, Inc.
Joan Caroline sebagai mentor Tugas Akhir di Walker, Roger G.,James, Noel. P. 1992. Facies
PT. Medco E&P Indonesia Models : Response to Sea Level Change.
Canada: Geological Association of Canada:.
VII. DAFTAR PUSTAKA Jurnal, Publikasi :
Boggs, Sam. 1987. Principle of Sedimentology De Coster, G. L. 1974. The Geology of Central
and Stratigraphy. Ohio: Merril Publishing and South Sumatra Basin. Proc. IPA 3rd
Boggs, Sam. 2006. Principle of Sedimentology Annual Convention.
and Stratigraphy Fourth Edition. New Ginger, David and Fielding, Kevin. 2005. The
Jersey: Merril Publishing Petroleum System and Future Potential of
Bassiouni, Zaki. 1994. Theory Measurement and The South Sumatra Basin, Proc. IPA 30th
interpretation of Well Logs. Texas. USA.. Annual Convention. IPA 05-G-039
Catuneanu. 2006. Principles of Sequence Kamal, A., Argakoesoemah, R. M. I., Solichin.
Stratigraphy. Canada: Elsevier 2008. A Proposed Basin Scale
Dewan, John, T. 1983. Essentials of Modern Lithostratigraphy For South Sumatra
Open Hole Log Interpretastion. Tulsa, Basin, Indonesian Association of Geologists,
Oklahoma: Pennwell Corp Paper Presented At The Sumatra Stratigraphy
Doveton, John H. 1986. Log Analysis of Workshop, Duri-Riau Province.
Subsurface Geology. USA: John Wiley and Kendall, C.G.St.C. 2005. Sequence Stratigraphy.
Sons, Inc. University of South Carolina.
Harsono, Adi. 1997. Evaluasi Formasi dan Van Wagoner, J.C., Mitchum Jr., R.M.,
Aplikasi Log. Jakarta: Schlumberger Oilfield Campion, K.M., Rahmanian, V.D. 1990.
Services Siliciclastic sequence stratigraphy in well
Koesoemadinata, R.P. 1971. Teknik logs, core, and outcrops: concepts for high-
Penyelidikan Geologi Bawah Permukaan resolution correlation of time and
(Subsuface Geological Engineering). facies. American Association of Petroleum
Bandung: Departemen Teknik Geologi, ITB. Geologists Methods in Exploration Series 7,
Myers, Keith and Emery, Dominic. 1996. 55 pp.
Sequence Stratigraphy. London: Blackwell Wentworth. 1922. A Scale Of Grade And Class
Ltd Terms For Clastic Sediments", J. Geology
Nawawi, Hadari. 2001. Metode Penelitian V. 30. 377-392
Bidang Sosial. Yogyakarta: Gajah Mada _______. 1997. Petroleum Geology of
University Press. Indonesian Basins: Principles Methods
Nichols, Gary. 2009. Sedimentology and and applications, Volume X, South
Stratigraphy. United Kingdom: Balckwell. Sumatra basin. Pertamina BPPKA.
Posamentier, H.W., Jervey, M.T., Vail, P.R. Laporan:
1988. Eustatic controls on clastic Anonim. 2002. Geological Completion Report.
deposition. I. Conceptual framework. SEPM Jakarta: Medcoenergy
Special Publication.
Posamentier, H. dan W., Allen, G. P. 1999. Buku Tutorial, Slide :
Siliciclastic sequence stratigraphy: Hughes, Baker. 1996. Wellsite Geology
concepts and applications. SEPM Concepts Reference Guide, Houston: Baker Hughes
INTEQ

*Program Studi Teknik Geologi Universitas Diponegoro


Nugroho,Hadi. 2009. Buku Panduan Praktikum
Minyak dan Gasbumi. Semarang:
Universitas Diponegoro
Winarno, Tri. 2009. Lingkungan Pengendapan
Transisi (Marginal Marine). Bahan Ajar
Kuliah Sedimentologi dan Stratigrafi
Website :
(http://en.wikibooks.org/wiki/The_Geology_of_In
donesia/Sumatra,2013)

*Program Studi Teknik Geologi Universitas Diponegoro


Lampiran 1

Gambar 1. Kenampakan log pada zona 1 sumur Pratama 1 dan litologi penyusunnya

Gambar 2. Kenampakan log pada zona 2 sumur Pratama1 dan litologi penyusunnya

*Program Studi Teknik Geologi Universitas Diponegoro


Gambar 3. Kenampakan log pada zona 3 sumur Pratama 1 dan litologi penyusunnya

Gambar 4. Kenampakan log pada zona 4 sumur Pratama 1 dan litologi penyusunnya

*Program Studi Teknik Geologi Universitas Diponegoro


Gambar 5. Kenampakan log pada zona 5 sumur Pratama1 dan litologi penyusunnya

Gambar 6. Kenampakan log pada zona 6 sumur Pratama1 dan litologi penyusunnya

*Program Studi Teknik Geologi Universitas Diponegoro


Gambar 7. Kenampakan log pada sumur Pratama-2 dan litologi penyusunnya

*Program Studi Teknik Geologi Universitas Diponegoro


Lampiran 2

Gambar 8. Korelasi sikuenstratigrafi sumur Pratama-1 dan Pratama-2

*Program Studi Teknik Geologi Universitas Diponegoro


Lampiran 3

Gambar 9. Penampang melintang seismik sumur Pratama-1 dan Pratama-2

*Program Studi Teknik Geologi Universitas Diponegoro

You might also like