You are on page 1of 10

Hubungan Tingkat Aktivitas Fisik dan Tingkat Stress dengan

Kejadian Premenstrual Syndrome pada Mahasiswi Program Studi


S1 Kebidanan FKUB Malang

Linda Ratna Wati, SST, M.Kes.1, dr. Maya Devi Arifiandi, Sp.OG2, Imro’atul Mufidah3

1Kebidanan Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya


2Kebidanan Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya
3Program Studi S1 Kebidanan Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya

ABSTRACT

Menstruation in women is an important event that marks that the reproductive system has
matured. During the menstrual cycle, most women will usually have some physical discomfort
in a few days before menstruation phase which are called premenstrual syndrome. Some
factors that can be the cause of premenstrual syndrome are hormonal factors, lifestyle factors,
stress factors, social factors and others. The purpose of this study was to determine the
relationship between physical activity level and stress level with premenstrual syndrome
incidence in female students of Midwifery Study Program of Medical Faculty of Brawijaya
University Malang. This study used a prospective cohort study design. Subjects in this study
were 18-21 year old female students and the first year students as many as 44 people. The
sample in this research using non probability technique with method of purposive sampling.
Result of this research, there is a significant correlation between physical activity with
premenstrual syndrome (p <0,05) but has a positive correlation (r = 0,350) which means that
if the level of physical activity level increased, then the level of premenstrual syndrome will
increase and there is a significant correlation between stress levels and premenstrual
syndrome (p <0.05 and r = 0.380). It shows that if the level of stress increased, then the level
of premenstrual syndrome will also increase.

Keywords: physical activity, stress, premenstrual syndrome, female students.

ABSTRAK

Menstruasi pada perempuan merupakan peristiwa penting yang menjadi penanda bahwa
sistem reproduksinya telah matang. Selama siklus menstruasi, sebagian besar perempuan
biasanya akan mengalami ketidaknyamanan beberapa hari sebelum fase menstruasi yang
disebut premenstrual syndrome. Beberapa faktor yang dapat menjadi penyebab terjadinya
premenstrual syndrome adalah faktor hormonal, faktor gaya hidup, faktor stress, faktor sosial
dan lainnya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan tingkat aktivitas
fisik dan tingkat stress dengan kejadian premenstrual syndrome pada mahasiswi Program
Studi S1 Kebidanan Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang. Penelitian ini
menggunakan desain penelitian prospektif kohort. Subyek dalam penelitian ini adalah
mahasiswi berusia 18-21 tahun dan merupakan mahasiswi tahun pertama sebanyak 44 orang.
Pengambilan sampling dalam penelitian ini menggunakan teknik non probability samping
dengan metode pusposive sampling. hasil dari penelitian ini, terdapat hubungan yang
signifikan antara aktivitas fisik dengan premenstrual syndrome (p<0,05) namun memiliki
hubungan yang positif (r=0,350) yang artinya semakin tinggi tingkat aktivitas fisik, maka
semakin tinggi pula tingkat gejala premenstrual syndrome dan terdapat hubungan antara
tingkat stress dengan premenstrual syndrome (p<0,05 dan r=0,380). hal tersebut
menunjukkan semakin tinggi tingkat stress maka semakin tinggi pula tingkat gejala
premenstrual syndrome.

Kata Kunci: aktivitas fisik, stress, premenstrual syndrome, mahasiswi

PENDAHULUAN dewasa mendominasi angka terjadinya


premenstrual syndrome yakni 34%
Menstruasi adalah suatu peristiwa
populasi (Sylvia, 2010). Angka kejadian
yang dialami oleh setiap perempuan,
premenstrual syndrome di beberapa
menjadi hal yang penting pada masa
wilayah di Indonesia menunjukkan
pubertas dan menjadi penanda biologis
perbedaan hasil. Di wilayah Jakarta, ada
kematangan organ reproduksi
sekitar 45% siswi SMK mengalami
perempuan (Almatsier, Soetrdjo dan
premenstrual syndrome. Di Padang,
Soekarti, 2011). Perempuan biasanya
sekitar 51,8% siswi SMA mengalami
akan mengalami beberapa perubahan
premenstrual syndrome dan di
pada 7-10 hari sebelum menstruasi.
Purworejo, angka kejadian
(Yonkers, O’Brien dan Eriksson, 2014).
premenstrual syndrome pada siswi SMA
Premenstrual syndrome adalah
sebanyak 54,6%. Pada tahun 2012 di
keadaan yang kompleks dan tidak
Semarang, kejadian premenstrual
banyak diketahui, terdiri dari satu atau
syndrome dialami sekitar 54,9% wanita
lebih gejala fisik maupun psikologis.
(Pratita dan Margawati, 2013).
Premenstrual syndrome biasanya
Studi pendahuluan yang dilakukan
dimulai saat fase luteal dari siklus
oleh peneliti pada beberapa mahasiswi
menstruasi, dapat terjadi hingga pada
di Fakultas Kedokteran Universitas
tingkat tertentu dan dapat
Brawijaya memberikan hasil bahwa
mempengaruhi gaya hidup, rutinitas
76% mahasiswi mengalami masalah
pekerjaan dan aktivitas lainnya. Sekitar
dalam siklus menstruasinya yaitu
30-80% perempuan mengalami
premenstrual syndrome.
perubahan mood atau perasaan
Penyebab premenstrual syndrome
(Lowdermilk, Jensen dan Perry, 2013).
belum dapat dijelaskan secara pasti
Menurut WHO (World Health
faktor apa saja yang menyebabkan
Organization), prevalensi premenstrual
adanya sindrom tersebut (Wiley dan
syndrome di beberapa negara Asia lebih
Sons, 2012). Tidak seimbangnya
tinggi dibandingkan negara-negara di
hormon esterogen dan progesteron
belahan bumi sebelah barat.
diduga menyebabkan premenstrual
Berdasarkan penelitian American
syndrome. Hal tersebut selaras dengan
College Obstetricians and
teori yang disampaikan beberapa ahli
Gynecologists (ACOG) di Sri Lanka
(Andrews, 2001; Dickerson, Mazyck dan
pada tahun 2012, premenstrual
Hubter, 2003; Saryono dan Sejati, 2009;
syndrome dialami sekitar 65,7 remaja
Zaka dan Mahmood, 2012) dan juga
putri. Laporan hasil studi Mahin Delara
kadar serotonin yang berubah-ubah.
di Iran pada tahun 2012 menemukan
Penelitian-penelitian lainnya juga
sekitar 98,2% perempuan berumur 18-
mendapat hasil bahwa premenstrual
27 tahun mengalami premenstrual
syndrome ada kaitannya dengan
syndrome derajat ringan atau sedang.
aktivitas fisik (Sianipar, dkk, 2009),
Prevalensi premenstrual syndrome di
riwayat keluarga (Amjad, Kumar dan
Brazil menunjukkan 39% perempuan
Mazher, 2014) dan juga status gizi
mengalami premenstrual syndrome dan
(Masho, Adera dan South Paul, 2005;
di Amerika wanita yang mengalami
Johnson E., Hankinson, Willett, Johnson
premenstrual syndrome sekitar 34%. Di
S. dan Manson, 2010).
Asia Pasifik, tepatnya di Jepang, wanita
Namun secara umum diketahui, 2. Kelompok dengan tingkat aktivitas
ada beberapa faktor yang memiliki fisik sedang-berat
hubungan dengan premenstrual 3. Kelompok dengan tingkat stress
syndrome, yaitu faktor hormonal, faktor normal-ringan
kimiawi, faktor genetik, faktor psikologi 4. Kelompok dengan tingkat stress
dan faktor gaya hidup (Saryono dan sedang-berat
Sejati, 2009). Selain itu ada pula faktor Sampel pada penelitian ini adalah
lainnya yang juga berhubungan dengan mahasiswi Program Studi S1 Kebidanan
kejadian premenstrual syndrome, yaitu angkatan 2017 yang mengalami
faktor sosio-demografi (Saryono dan premenstrual syndrome dan memenuhi
Sejati, 2009; Amjad, Kumar dan Mazher, kriteria inklusi. Pengambilan sampel
2014). dalam penelitian ini menggunakan
Tujuan dari penelitian ini adalah teknik non probability sampling dengan
untuk mengetahui adanya hubungan metode purposive sampling dan total
antara tingkat aktivitas fisik dengan sampel adalah 44 orang.
kejadian premenstrual syndrome pada
mahasiswi Program Studi S1 Kebidanan Kriteria Inklusi
Fakultas Kedokteran Universitas 1. Perempuan berusia 18-21 tahun
Brawijaya Malang dan mengetahui 2. Mahasiswi S1 Kebidanan Fakultas
adanya hubungan tingkat stress dengan Kedokteran Universitas Brawijaya
kejadian premenstrual syndrome pada 3. Dalam kondisi yang sehat (tidak
mahasiswi Program Studi S1 Kebidanan mengalami gangguan kesehatan,
Fakultas Kedokteran Universitas kecacatan atau sakit yang
Brawijaya Malang. mengganggu aktivitas responden)
4. Bersedia untuk menjadi responden
METODE PENELITIAN dengan menandatangani informed
Rancangan/Desain Penelitian consent
Rancangan penelitian yang 5. Memiliki IMT normal
digunakan adalah penelitian prospektif 6. Mengalami premenstrual syndrome
kohort. Pengumpulan data pada minimal tiga siklus sebelumnya
penelitian ini dilakukan dengan berturut-turut.
mengikuti subyek pada kurun waktu
tertentu dengan tujuan untuk mengikuti Kriteria Eksklusi
hubungan tingkat aktivitas fisik dan 1. Tidak melengkapi pengisian kuisioner
tingkat stress dengan kejadian aktivitas fisik, stress dan
premenstrual syndrome pada premenstrual syndrome
mahasiswi Program Studi S1 Kebidanan 2. Tidak sedang mengonsumsi obat-
angkatan 2017 selama satu siklus obatan atau jamu/herbal
menstruasi. 3. Memiliki penyakit yang menimbulkan
nyeri (endometriosis dan kista coklat)
Sasaran Penelitian (Populasi/
Sampel/ Subjek Penelitian)
Populasi pada penelitian ini adalah
seluruh mahasiswi Program Studi S1
Kebidanan angkatan 2017. Populasi Pengembangan Instrumen dan
dibagi menjadi 2 kelompok (kelompok Teknik Pengumpulan Data
kontrol dan kelompok terpapar) pada Instrumen yang digunakan pada
masing-masing variabel bebas, yaitu: penelitian ini, antara lain:
1. Kelompok dengan tingkat aktivitas 1. Lembar persetujuan untuk menjadi
fisik ringan responden
2. Pengukuran IMT (berat badan dan Usia Menarche
tinggi badan) 10 tahun 1 2,3
3. Kuesioner Aktivitas Fisik 11 tahun 6 13,6
4. Kuesioner Stress 12 tahun 18 40,9
5. Kuesioner Premenstrual Syndrome 13 tahun 15 34,1
14 tahun 4 9,1
Dalam penelitian ini, data yang
(Sumber Data Primer, 2017)
dikumpulkan adalah data primer, yang
meliputi: Berdasarkan karakteristik
1. Indeks Massa Tubuh (IMT) responden pada Tabel 1, responden
2. Tingkat Aktivitas Fisik yang berusia 18 tahun sebanyak 32
3. Tingkat Stress orang (72,7%) dan responden yang
4. Premenstrual Syndrome berusia 19 tahun sebanyak 12 orang
(27,3%). Berdasarkan data Indeks
Teknik Analisis Data Massa Tubuh (IMT) responden, seluruh
Analisa data univariat dan bivariat responden (100%) dalam penelitian ini
menggunakan program SPSS for memiliki IMT normal. Usia menarche
windows versi 21. Analisa univariat mahasiswi yang menjadi responden
memiliki tujuan untuk menjelaskan atau berkisar pada usia 10-14 tahun.
mendeskripsikan karakteristik dari Responden yang mengalami menarche
setiap variabel penelitian. Analisa pada usia 10 tahun sebanyak 1 orang
bivariat menggunakan uji Chi Square (2,3%), responden yang mengalami
untuk mengetahui adanya hubungan menarche pada usia 11 tahun sebanyak
secara statistik, yakni hubungan antara 6 orang (13,6%), responden yang
tingkat aktivitas fisik dengan kejadian mengalami menarche pada usia 12
premenstrual syndrome serta hubungan tahun sebanyak 18 orang (40,9%),
antara tingkat stress dengan kejadian responden yang mengalami menarche
premenstrual syndrome. Hubungan pada usia 13 tahun sebanyak 15 orang
tersebut dapat dikatakan bermakna jika (34,1%) serta responden yang
p<0,05. mengalami menarche pada usia 14
tahun sebanyak 4 orang (9,1%).
HASIL PENELITIAN
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Tingkat
Uji Univariat
Aktivitas Fisik
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Aktivitas Jumlah Presentase
Karakteristik Responden Fisik (%)
Presentase Ringan 25 56,8
Variabel Jumlah
(%) Sedang 14 31,8
Karakteristik Berat 5 11,4
Responden Total 44 100
Usia Responden (Sumber Data Primer, 2017)
18 tahun 32 72,7
19 tahun 12 27,3 Aktivitas fisik responden
Indeks Massa berdasarkan Tabel 2. diatas dapat
Tubuh diketahui bahwa sebanyak 56,8%
Berat badan 0 0 responden memiliki tingkat aktivitas fisik
kurang yang ringan (25 mahasiswi), 31,8%
Kisaran normal 44 100 responden memiliki tingkat aktivitas fisik
Berat badan 0 0 sedang (14 mahasiswi) serta 11,4%
lebih responden memiliki tingkat aktivitas fisik
Beresiko 0 0 yang berat (5 mahasiswi).
Obesitas 1 0 0
Obesitas 2 0 0
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Tingkat
Stress Tabel 4. Distribusi Frekuensi
Tingkat Jumlah Presentase Premenstrual Syndrome
stress (%) Gejala PMS Jumlah Presentase
Normal 10 22,7 (%)
Ringan 7 15,9 Ringan 9 20,5
Sedang 15 34,1 Sedang 33 75,0
Berat 12 27,3 Berat 2 4,5
Sangat Berat 0 0 Total 44 100
Total 44 100 (Sumber Data Primer, 2017)
(Sumber Data Primer, 2017) Gejala premenstrual syndrome
Tingkat stress responden pada berdasarkan Tabel 4 diatas dapat
Tabel 3. diatas dapat diketahui bahwa diketahui bahwa sebanyak 20,5%
sebanyak 22,7% responden tidak responden mengalami premenstrual
mengalami stress, 15,9% responden syndrome dengan gejala ringan dan
mengalami stress yang ringan, 34,1% 75,0% responden mengalami
responden mengalami stress yang premenstrual syndrome dengan gejala
sedang dan 27,3% responden sedang serta 4,5% responden
mengalami stress yang berat serta 0% mengalami premenstrual syndrome
responden mengalami stress sangat dengan gejala berat.
berat.
Uji Bivariat
Tabel 5. Tabulasi Silang Tingkat Aktivitas Fisik dan Premenstrual Syndrome
Premenstrual Syndrome
Aktivitas Total
Ringan Sedang Berat
fisik
f % f % f % f %
Ringan 7 15,9 18 40,9 0 0 25 56,8
Sedang 2 4,5 12 27,3 0 0 14 31,8
Berat 0 0 3 3,8 2 4,5 5 11,4
Total 9 20,5 33 75 2 4,5 44 100
Chi square = 17,973 ; p-value = 0,001
𝜒 2 hitung = 17,973 ; 𝜒 2 tabel = 7,81
𝜒 2 hitung > 𝜒 2 tabel , sehingga H0 ditolak dan H1 diterima
Koefisien korelasi (r) = 0,350
(Sumber Data Primer, 2017)

Pada tabel 5, hasil uji analisis tingkat aktivitas fisik dengan kejadian
bivariat tingkat aktivitas fisik dengan premenstrual syndrome pada
kejadian premenstrual syndrome mahasiswi Program Studi S1 Kebidanan
menggunakan uji chi-square ditetapkan Fakultas Kedokteran Universitas
hasil p value 0,001 dimana hasil dapat Brawijaya Malang. Namun, hubungan
dikatakan signifikan atau memiliki diantara tingkat aktivitas fisik dan
hubungan apabila 𝜒 2 hitung > 𝜒 2 tabel. kejadian premenstrual syndrome adalah
Berdasarkan hasil yang diperoleh positif dengan r = 0,350 , dimana
tersebut dapat dikatakan bahwa H0 semakin tinggi tingkat aktivitas fisik
ditolak dan H1 diterima dengan maka semakin tinggi tingkat gejala
pengertian terdapat hubungan antara premenstrual syndrome yang dialami.
Tabel 6. Tabulasi Silang Tingkat Stress dan Premenstrual Syndrome
Premenstrual Syndrome
Total
Stress Ringan Sedang Berat
f % f % f % f %
Normal 3 6,8 7 15,9 0 0 10 22,7
Ringan 4 9,1 3 6,8 0 0 7 15,9
Sedang 1 2,3 14 31,8 0 0 15 34,1
Berat 1 2,3 9 20,5 2 4,5 12 27,3
Total 9 20,5 33 75 2 4,5 44 100
Chi square = 14,311 ; p value = 0,026
𝜒 2 hitung = 14,311 ; 𝜒 2 tabel = 7,81
𝜒 2 hitung > 𝜒 2 tabel , sehingga H0 ditolak dan H1 diterima
Koefisien korelasi (r) = 0,380
(Sumber Data Primer, 2017)

Pada tabel 6, hasil uji analisis beraktivitas) serta pengeluaran energi


bivariat tingkat stress dengan kejadian dari aktivitas yang dilakukan (Sedani,
premenstrual syndrome menggunakan 2014).
uji chi-square ditetapkan hasil p value Stress merupakan segala situasi
0,026 dimana hasil dapat dikatakan dimana adanya tuntutan non-spesifik
signifikan atau memiliki hubungan yang mengharuskan seorang individu
apabila 𝜒 2 hitung > 𝜒 2 tabel. Berdasarkan untuk berespon atau melakukan
hasil yang diperoleh tersebut dapat tindakan. Pengalaman atau persepsi
dikatakan bahwa H0 ditolak dan H1 individu terhadap perubahan dapat
diterima dengan pengertian terdapat menimbulkan stress. Pengalaman atau
hubungan antara tingkat stress dengan persepsi individu terhadap perubahan
kejadian premenstrual syndrome pada dapat menimbulkan stress. Setiap
mahasiswi Program Studi S1 individu dapat mengalami stress
Kebidanan Fakultas Kedokteran kapanpun dan umumnya seseorang
Universitas Brawijaya Malang. dapat mengatasi stress jangka pendek
Hubungan diantara tingkat stress dan maupun jangka panjang sampai stress
kejadian premenstrual syndrome tersebut berlalu (Perry & Potter, 2008).
adalah positif dengan r = 0,380 , Premenstrual syndrome adalah
dimana semakin tinggi tingkat stress kumpulan gejala yang terjadi baik
maka semakin tinggi tingkat gejala secara fisik, psikologis serta emosi. Hal
premenstrual syndrome yang dialami. tersebut terjadi selama fase luteal yang
ada hubungannya dengan siklus
PEMBAHASAN ovulasi dan menstruasi (Saryono dan
Sejati, 2009). Premenstrual syndrome
Aktivitas fisik atau disebut juga
terjadi pada 1-2 minggu atau 7-10 hari
gerakan fisik merupakan hasil dari
sebelum menstruasi dimulai dan
berkontraksinya otot-otot dalam tubuh.
biasanya akan berhenti saat fase
Aktivitas fisik dapat diukur dengan
menstruasi dimulai (Yonkers, O’Brien
mempertimbangkan semua aspek,
dan Eriksson, 2014). Tetapi, sebagian
yaitu jenis dan tujuan dari aktivitas fisik,
perempuan yang mengalami gejala
intensitas, durasi, efisiensi serta
premenstrual syndrome dapat berlanjut
frekuensi (waktu yang dihabiskan untuk
sampai 1-2 hari pertama sejak disetiap siklus menstruasinya.
dimulainya menstruasi dan akan Penelitian ini sejalan dengan penelitian
mereda pada hari selanjutnya (O’Brien, yang dilakukan oleh Kroll, et all dimana
Rapkin dan Schmidt, 2007). perempuan yang memiliki aktivitas fisik
Berdasarkan data yang telah berat cenderung mengalami
diperoleh pada satu siklus menstruasi premenstrual syndrome pada tingkat
responden, terdapat hasil uji analisis yang lebih tinggi dibandingkan dengan
bivariat tingkat aktivitas fisik dengan perempuan yang memiliki aktivitas fisik
premenstrual syndrome yang ringan-sedang (Kroll, et all, 2015).
menggunakan uji chi-square yaitu Penelitian sebelumnya yang telah
𝜒 2 hitung= 17,973 dan 𝜒 2 tabel= 7,81 serta dilakukan oleh Aldira (2014) tentang
p-value 0,001. Namun, hubungan hubungan aktivitas fisik dan
diantara keduanya merupakan premenstrual syndrome menunjukkan
hubungan yang positif dengan r = hasil bahwa ada hubungan yang cukup
0,350 , dimana semakin tinggi tingkat erat antara aktivitas fisik dengan tingkat
aktivitas fisik maka tingkat gejala gejala premenstrual syndrome dan
premenstrual syndrome akan jenis keluhan selama siklus menstruasi.
meningkat. Tetapi hubungan diantara keduanya
Hasil analisis uji statistik yang tidak signifikan karena p>0,05.
telah dilakukan menunjukkan adanya Hubungan diantara kedua variabel
hubungan antara tingkat aktivitas fisik tersebut cukup erat dan bersifat linier
dan premenstrual syndrome, namun (positif) (Aldira, 2014).
hubungan tersebut bersifat searah Berdasarkan data yang telah
(linier). Hasil pada data tersebut diperoleh selama satu siklus
menunjukkan semakin tinggi tingkat menstruasi responden, terdapat hasil
aktivitas fisik responden, semakin tinggi analisa uji bivariat tingkat stress
pula gejala premenstrual syndrome dengan premenstrual syndrome yang
yang dialami. Selama beraktivitas fisik, menggunakan uji chi-square yaitu
energi sangat dibutuhkan oleh otot 𝜒 2 hitung= 14,311 dan 𝜒 2 tabel= 7,81 serta
diluar metabolisme guna untuk p value 0,026. Hubungan diantara
menyalurkan zat-zat gizi dan oksigen keduanya merupakan hubungan positif
ke seluruh bagian tubuh dan dengan r = 0,380 , dimana semakin
mengeluarkan sisa metabolisme dari tinggi tingkat stress maka tingkat gejala
dalam tubuh. Seberapa banyak energi premenstrual syndrome akan
yang dibutuhkan, tergantung kepada meningkat.
seberapa banyak, seberapa lama dan Masa-masa awal kuliah bagi
seberapa berat pekerjaan yang sebagian mahasiswi dianggap cukup
dilakukan. Aktivitas fisik yang berat untuk dijalani. Butuh waktu untuk
berlebihan akan dapat menyebabkan beradaptasi dengan lingkungan yang
semakin gejala premenstrual syndrome baru, teman-teman yang baru dan
meningkat (Pujihastuti, 2012). sistem perkuliahan yang pastinya
Gejala premenstrual syndrome berbeda dengan sistem di sekolah.
yang dialami setiap perempuan Aktivitas yang banyak, persaingan
berbeda-beda, tingkat maupun untuk menjadi yang terbaik dan
jenisnya. Beberapa perempuan tekanan di segala sisi menimbulkan
mungkin akan mengalami premenstrual tingginya tingkat stress. Hal yang
syndrome pada setiap siklus dianggap sebagai sebab dari stress
menstruasinya, namun ada pula yang terjadi apabila telah berada diluar
jarang mengalami atau tidak kendali, sulit diprediksi dan menantang
mengalami premenstrual syndrome batas kemampuan seseorang hingga
timbul konflik dalam diri sendiri. Apabila Kedokteran Universitas Brawijaya
hal tersebut tidak bisa diatasi maka Malang dengan judul “Hubungan
akan timbul rasa tidak nyaman dalam Tingkat Aktivitas Fisik dan Tingkat
diri dan juga timbul stress. Stress dengan Kejadian Premenstrual
Stress merupakan suatu repson Syndrome Pada Mahasiswi Program
fisiologis dan psikologis manusia yang Studi S1 Kebidanan Fakultas
mencoba untuk mengadaptasi dan Kedokteran Universitas Brawijaya
mengatur baik tekanan internal dan Malang” didapatkan kesimpulan
eksternal (Pinel, 2009). Stress yang sebagai berikut:
terjadi diakibatkan oleh aktifnya 1. Karakteristik responden
Hypotalamic Pituitary Axis (HPA) dan berdasarkan Indeks Massa Tubuh
berdampak pada hipotalamus yang (IMT), seluruh responden memiliki
mensekresikan Corticotropic Releasing IMT normal. Karakteristik responden
Hormone (CRH). Dampak dari adanya berdasarkan usia menarche yaitu
sekresi CRH adalah pengaturan terdapat 1 responden (2,3%) yang
Gonadotropin Releasing Hormone mengalami menarche saat usia 10
(GnRH) yang terganggu, dimana tahun, terdapat sebanyak 6
karena kadar CRH tidak seimbang repsonden (13,6%) mengalami
maka akan mempengaruhi fungsi menarche pada usia 11 tahun,
reproduksi manusia ketika stress terdapat 18 repsonden (40,9%)
(Breen dan Karsch, 2004). mengalami menarche pada usia 12
Akibat adanya sekresi CRH, tahun, dan 13 responden (34,1%)
hipofisis anterior akan melepaskan responden mengalami menarche
Adrenocorticotropic Hormone (ACTH) pada usia 13 tahun serta 4
yang selanjutnya akan merangsang repsonden (9,1%) mengalami
kelenjar adrenal untuk mensekresi menarche pada usia 14 tahun.
kortisol. Selanjutnya, kortisol akan 2. Tingkat aktivitas fisik responden
menekan sekresi Luteinizing Hormone bermacam-macam, diantaranya
(LH) dengan menghambat respon dari sebanyak 25 responden (56,8%)
hipofisis anterior terhadap GnRH. memiliki aktivitas fisik ringan,
Peran LH dalam siklus menstruasi sebanyak 14 repsonden (31,8%)
sangat penting dimana hormon yang memiliki aktivitas fisik sedang
tersebut berperan dalam menghasilkan serta sebanyak 5 responden (11,4%)
hormon progesteron dan esterogen. memiliki aktivitas fisik berat.
Setiap bulannya, siklus menstruasi 3. Tingkat stress yang dialami oleh
akan berjalan normal dengan adanya responden adalah sebagai berikut,
hormon progesteron dan esterogen sebanyak 10 repsonden (22,7%)
berperan penting selama siklus tidak mengalami stress (normal),
menstruasi dengan kadar yang sebanyak 7 responden (15,9%)
seimbang. Namun, akibat adanya mengalami stress ringan, sebanyak
kortisol mempengaruhi kerja dari 15 responden (34,1%) mengalami
hormon-hormon yang lain sehingga stress sedang dan sebanyak 12
terjadi ketidakseimbangan hormon responden (27,3%) mengalami
yang mengakibatkan premenstrual stress berat serta tidak ada
syndrome (Breen dan Karsch, 2004 ; repsonden yang mengalami stress
Guyton, 2006) sangat berat.
SIMPULAN 4. Tingkat premenstrual syndrome
yang dialami responden adalah
Hasil penelitian yang telah
sebagai berikut, sebanyak 9
dilakukan pada 44 responden di
responden (50%) mengalami gejala
Program Studi S1 Kebidanan Fakultas
premenstrual syndrome ringan dan
sebanyak 33 responden (50%)
mengalami gejala premenstrual
syndrome sedang serta 2 responden
(4,5%) yang mengalami gejala
premenstrual syndrome berat.
5. Terdapat hubungan yang signifikan
antara tingkat aktivitas fisik dengan
premenstrual syndrome dengan p-
value 0,001 (p-value < 0,05), namun
hubungan keduanya merupakan
hubungan positif dengan r = 0,350
yang artinya semakin tinggi tingkat
aktivitas fisik maka tingkat gejala
premenstrual syndrome akan
meningkat.
6. Terdapat hubungan yang signifikan
antara tingkat stress dengan
premenstrual syndrome dengan p-
value 0,026 (p-value < 0,05), dimana
hubungan diantara keduanya
merupakan hubungan yang positif
dengan r = 0,380 yang artinya
semakin tinggi tingkat stress maka
tingkat gejala premenstrual
syndrome akan meningkat.

You might also like